BAB II PEMBERIAN HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT MELALUI WASIAT WAJIBAH MENURUT KETENTUAN HUKUM ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMBERIAN HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT MELALUI WASIAT WAJIBAH MENURUT KETENTUAN HUKUM ISLAM"

Transkripsi

1 BAB II PEMBERIAN HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT MELALUI WASIAT WAJIBAH MENURUT KETENTUAN HUKUM ISLAM A. Kedudukan Dan Status Anak Angkat Dalam Pandangan Hukum Islam Pengangkatan anak dewasa ini sering dilakukan oleh berbagai kalangan dalam masyarakat. Seseorang dalam mengangkat anak pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai karena pada dasarnya banyak faktor yang mendukung seseorang melakukan pengangkatan anak, namun lazimnya latar belakang pengangkatan anak dilakukan oleh orang yang tidak diberi keturunan. Pengangkatan anak dilakukan guna memenuhi keinginan manusia untuk menyalurkan kasih sayangnya kepada anak yang dirasakan akan merupakan kelanjutan hidupnya. 43 Pengangkatan anak yang dilakukan oleh suatu keluaga untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan dalam suatu lingkungan keluarga yang tidak mempunyai anak kandung. Selain itu maksud dari pengangkatan anak disini adalah untuk mempertahankan ikatan perkawinan sehingga tidak timbul perceraian tetapi saat ini dengan adanya perkembangan motivasi dari pengangkatan anak kini telah berubah yakni demi kesejahteraan anak yang diangkat. Pada hakikatnya Islam mendukung adanya usaha perlindungan anak yang salah satu caranya adalah dengan melakukan pengangkatan anak. Adapun pengangkatan anak yang diperbolehkan dalam Islam tentu saja yang memiliki arti 43 Ahmad Azhar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, (Bandung: Al- Maa rif, 1972), hlm

2 32 mengangkat anak semata-mata karena ingin membantu dalam hal mensejahterakan anak tersebut dan juga memberikan perlindungan tanpa menjadikannya sebagai anak kandung. Islam menganjurkan agar umat manusia dapat saling tolong menolong terhadap sesama manusia. Pengangkatan anak atau disebut juga adopsi merupakan salah satu cara untuk menolong sesama manusia, karena adopsi dengan pengertian mengangkat anak orang orang lain untuk diperlakukan sebagai anak sendiri tanpa mengubah status anak tersebut menjadi anak kandung adalah adopsi yang diperbolehkan dalam Islam, dan hal itu merupakan perbuatan yang sangat mulia. Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan anak adalah posisi anak angkat dalam keluarga tidak sama dengan anak kandung. Maka dari itu tidak ada hubungan khusus antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat mengenai masalah keperdataan seperti perwalian dan kewarisan. Apabila melihat kembali kepada tujuan dari pengangkatan anak tersebut, maka pengangkatan anak dilakukan atas dasar tolong menolong sesama manusia. Dalam hal pengangkatan anak, orang tua angkat harus mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan, Islam mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan anak tersebut. Adapun syarat-syarat pengangkatan anak yang sesuai dengan hukum Islam adalah sebagai berikut: 44 hlm Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995),

3 33 1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandung dan keluarganya. 2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari anak angkatnya. 3. Hubungan kehartabendaan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya hanya diperbolehkan dalam hubungan wasiat dan hibah. 4. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal atau alamat. 5. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya. 6. Antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat seharusnya sama-sama orang yang beragama Islam, agar sianak tetap pada agama yang dianutnya. Yusuf Qardawi berpendapat bahwasannya adopsi dapat dibenarkan apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mempunyai keluarga, lalu ia bermaksud untuk memelihara anak tersebut dengan memberikannya perlindungan, pendidikan, kasih sayang, mencukupi kebutuhan sandang dan pangan layaknya anak kandung sendiri. Adapun dalam hal nasab, anak tersebut nasabnya tetap pada ayah kandungnya karena antara anak angkat dengan orang tua angkat tidak ada sama sekali hubungan nasab yang dapat mempunyai hak seperti anak kandung Yusuf Qardhawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, (Surakarta: Era Intermedia, 2005), hlm.

4 34 Motivasi pengangkatan anak dalam Islam adalah lebih kepada memberikan perlakuan dan menyalurkan rasa kecintaan serta kasih sayang kepada anak, pemberian nafkah, pendidikan, dan pelayanan segala kebutuhan, bukan memperlakukannya sebagai anak kandungnya sendiri dengan segala konsekuensi hukumnya. Islam mengarahkan kepada manusia agar selalu peduli kepada sesama, karena sikap peduli sesama merupakan suatu hal yang memang harus selalu diamalkan, terlebih lagi terhadap anak-anak terlantar dan anak yatim. Islam juga mengajarkan umatnya untuk selalu menyantuni dan memelihara anak-anak yang tidak mampu, miskin, terlantar, dimana perbuatan penyantunan dan pemeliharaan anakanak tersebut tidak sampai pada pemutusan hubungan keluarga dan hak-hak orang tua kandungnya dan pemeliharaan tersebut harus didasarkan pada penyantunan semata. 46 Berbeda dengan pengangkatan anak menurut hukum Islam dimana terdapat syarat-syarat pengangkatan anak dalam Islam, dikemukakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandung, dan anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, tetapi ahli waris dari orang tua kandung, demikian juga sebaliknya, orang tua angkat tidak menjadi ahli waris dari anak angkat. Selanjutnya, anak angkat tidak diperkenankan memakai nama orang tua angkatnya secara langsung sebagai tanda pengenal atau alamatnya, dan juga orang tua kandung tidak bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak angkatnya Muderis Zaini, Op. Cit., hlm Ibid., hlm. 54

5 35 Tujuan pengangkatan anak antara lain untuk meneruskan keturunan manakala dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan, dimana hal ini merupakan motivasi yang dapat dibenarkan, dan salah satu jalan keluar yang positif dan manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang anak dalam keluarga setelah bertahuntahun belum dikaruniai anak. Selain itu juga bertujuan untuk menambah jumlah keluarga, dengan maksud agar si anak angkat mendapat pendidikan yang baik, atau untuk mempererat hubungan keluarga. Sisi lain juga merupakan suatu kewajiban bagi orang yang mampu terhadap anak yang tidak mempunyai orang tua, sebagai misi kemanusiaan dan pengamalan ajaran agama. 48 Sebelum ajaran Islam datang, pengangkatan anak telah banyak ditemui dikalangan bangsa Arab. Pengangkatan anak ini diartikan sebagai pengangkatan anak orang lain dengan status seperti anak kandung. Menurut sejarah, Nabi Muhammad sendiri sebelum menerima kerasulan mempunyai seorang anak angkat bernama Zaid Bin Haristah dalam status budak hadiah dari Khadijah Bin Khuwailid. Kemudian Nabi memerdekakannya dan diangkat menjadi anak angkat, dan namanya diganti dengan Zaid Bin Muhammad, dimana di hadapan kaum Quraisy Nabi Muhammad berkata, saksikanlah olehmu bahwa anak ini kuangkat menjadi anak angkatku, dan ia mewarisiku dan aku mewarisinya. Mengenai pengangkatan anak (tabanni) hanyalah merupakan salah satu pengabdian kepada Allah tentang adanya karunia Allah yang telah memberikan anugerah yang begitu banyak. Sehingga pengangkatan anak itupun tidak dimaksudkan untuk menjadi ahli waris. 48 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997), hlm. 31

6 36 Sewaktu ajaran Islam datang yang membawakan penjelasan tentang jumlah para ahli waris lali-laki dan perempuan dan sebab-sebab mewarisi, maka gugurlah hak anak angkat mendapatkan hak mewarisi itu hanya berdasarkan keturunan, sebab hak mewarisi itu hanya berdasarkan keturunan. Sedangkan unsur pengangkatan anak tidak dapat memaksakan menjadi adanya sebab penilaian nasab. Ibrahim Husen berpendapat bahwa anak angat (adopsi) menurut hukum Islam berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 4, 5, dan ayat 37 yang artinya dan ingatlah, ketika kamu berkata kepada yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya. Untuk penegasan tentang kedudukan anak angkat ini maka dicontohkan oleh salah seorang sahabat yaitu Zaid seperti ungkapan kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan dari pada orang mukmin untuk mengawini isteri-isteri anak-anak angkat mereka. Apabila anakanak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari pada isterinya, dan ketetapan Allah itu pasti terjadi. 49 Mahmud suddin merumuskan inti surat Al-Ahzab ayat 4, 5, dan ayat 37 bahwa Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia, anak angkatmu bukanlah anak kandungmu, panggillah anak angkatmu menurut nama bapaknya, bekas isteri anak angkat boleh kawin dengan bapak angkat. 50 Yang dimaksud dengan pokok persoalan pertama ialah kalbu (suara hati) yang memberi kesadaran bagi 49 B. Bastian Tafal, Penangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat Hukumnya Kemudian Hari, (Jakarta: Rajawali, 1983), hlm Ibid.

7 37 manusia, kalbu yang selalu disinari oleh ajaran Allah membawa kesadaran akan kebenaran dimana kebenaran itu hakikatnya datang dari Allah. Anak angkat bukanlah anak kandung, dimana tidak mungkin dapat menyambung nasab secara utuh begitu pula hubungan darah tidak akan pernah terputus dari oang tua kandungnya, oleh karena itu seharusnya si anak dipanggil menurut bapak kandungnya, dan oleh karena itu pula tiak ada halangan untuk menikah antara anak kandung dengan anak angkat atau ayah angkat dengan isteri anak angkat. Melihat dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa memungut, mengasuh, memelihara, dan mendidik anak-anak terlantar demi kepentingan dan kebaikan anak dengan tidak memutuskan nasab orang tua kandungnya adalah perbuatan yang terpuji dan dianjurkan oleh ajaran agama Islam, bahkan dalam kondisi tertentu dimana tidak ada orang lain yang memeliharanya maka bagi si mampu yang menemukan anak terlantar tersebut hukumnya wajib untuk mengambil dan memeliharanya tanpa harus memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandungnya. 51 B. Hak Mewarisi Bagi Anak Angkat Dalam Pandangan Hukum Islam Pengangkatan anak sudah dikenal dan berkembang pada zaman jahiliyah, yaitu zaman sebelum kerasulan. Pada zaman tersebut, apabila seseorang mengangkat anak, maka otomatis nasabnya disambungkan kepada ayah angkatnya, dan nasab kepada orang tuanya terputus. Bahkan pada masa itu anak angkat mendapatkan hak 51 Ahmad Kamil & Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 121

8 38 waris layaknya anak kandung, dan segala urusan yang seharusnya menjadi kewajiban ayah kandung, teralihkan kepada ayah angkatnya. Berbeda dengan pengangkatan anak menurut hukum Islam dimana terdapat syarat-syarat pengangkatan anak dalam Islam, dikemukakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandung, dan anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, tetapi ahli waris dari orang tua kandung, demikian juga sebaliknya, orang tua angkat tidak menjadi ahli waris dari anak angkat. Selanjutnya, anak angkat tidak diperkenankan memakai nama orang tua angkatnya secara langsung sebagai tanda pengenal atau alamatnya, dan juga orang tua kandung tidak bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak angkatnya. 52 Terdapat dua macam anak angkat, yaitu seorang yang memelihara anak orang lain yang kurang mampu untuk mendidik dan disekolahkan pada pendidikan formal dimana seseorang itu memberi biaya pemeliharaan dan pendidikan sehingga anak itu nantinya menjadi orang berpendidikan dan berguna. Pengangkatan semacam ini suatu kebaikan, agama Islam pun menganjurkan untuk itu. Hubungan waris mewaris tidak ada antara anak itu dengan orang yang membiayainya sebagaimana juga tidak ada hubungan kekeluargaan antara keduanya. Keadaannya hanya dapat saling wasiat mewasiatkan hartanya apabila salah satu meninggal dunia, yang ketentuannya diatur dalam hukum wasiat. 52 Muderis Zaini, Op. Cit., hlm. 54

9 39 Mengangkat anak menurut adat kebiasaan yang disebut tabanniy atau adopsi, yakni anak itu dimasukkan dalam keluarga yang mengangkat, sebagai anaknya sendiri, sehingga mempunyai kedudukan ahli waris. Menurut hukum Islam pengangkatan itu tidak membawa pengaruh hukum, sehingga status anak itu adalah anak angkat, bukan anaknya sendiri, karenanya tidak dapat mewarisi dari yang mengangkat. Juga hartanya tidak dapat diwarisi oleh yang mengangkatnya itu, kecuali memang anak angkat itu ada hubungan keluarga, seperti anak saudara (kemenakan). Anak angkat ini dapat mewarisi, karena kedudukannya sebagai anak saudara, apabila tidak terhalang ahli waris yang lebih dekat. 53 Pengangkatan anak dalam Islam bersumber langsung pada Firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 4 dan ayat 5. Berdasarkan kedua ayat diatas, jumhur ulama menyatakan bahwa hubungan antara ayah atau ibu angkat dan anak angkatnya tidak lebih dari sekedar hubungan kasih sayang. Hubungan antara ayah atau ibu dan anak angkatnya tidak memberikan akibat hukum yang berkaitan dengan warisan, nasab dan tidak saling mengharamkan perkawinan. Apabila ayah atau ibu angkat meninggal dunia, anak angkat tidak termasuk sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan. Dalam hal nasab, anak angkat tidak bisa memakai nasab ayah atau ibu angkatnya. Kasus Zaid Bin Harisah yang dinasabkan para sahabat kepada Rasulullah dengan panggilan Zaid Bin Muhammad dan telah dianggap para sahabat sebagai anak angkat Nabi Muhammad SAW dibantah oleh ayat diatas, sehingga Zaid tetap 53 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm

10 40 dinasabkan kepada ayahnya, Haritsah. Bahkan untuk membantah anggapan bahwa status anak angkat itu sama dengan anak kandung, Allah SWT memerintahkan Rasullullah SAW mengawini Zainab Binti Jahsy mantan istri Zaid Bin Haritsah. 54 Pernyataan Allah SWT terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 37: Artinya: Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya."tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteriisteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya, dan adalah ketetapan allah itu pasti terjadi. Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa prinsip-prinsip pengangkatan anak dalam Islam bertujuan untuk memelihara anak dan menyejahterakannya. Dalam kasus Zaid Bin Haritsah, Nabi Muhammad SAW memeliharanya sekaligus membebaskannya dari perbudakan, dan menjadikannya hidup layak sebagaimana manusia merdeka. Sedangkan tujuan lainnya adalah ingin menolong sesama manusia. Tidak diperbolehkan menisbatkan ayah kepada anak angkat, mengandung arti bahwa pengangkatan anak dalam Islam bertujuan untuk memelihara dan melestarikan keutuhan keluarga dan menjaga asal-usul seseorang serta dapat memperkuat tali persaudaraan dengan orang tua yang diangkat. Kemudian jika dilihat didalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf (h) dinyatakan bahwa anak angkat adalah 54 Nasroen Haroen, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru, 1996), hlm. 84

11 41 anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan keputusan pengadilan. 55 Adapun dalam hal masalah pewarisan, anak angkat hanya berhak menerima wasiat yang ada kaitannya dengan harta peninggalan orang tua angkatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 209 ayat (2) yang berbunyi terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. 56 Hal ini dilakukan karena atas dasar rasa kasih sayang orang tua terhadap anak, dan juga rasa terima kasih karena semasa hidup orang tua angkatnya, si anak telah berbuat baik menemani orang tua angkatnya, oleh karena itu Islam sama sekali tidak menutup kemungkinan anak angkat mendapat bagian dari harta peninggalan orang tua angkatnya. Melihat ketentuan diatas, jelas bahwa anak angkat hanya dalam hal pemeliharaannya dan pendidikannya saja yang beralih dari orang tua kandung kepada orang tua angkat, akan tetapi untuk masalah perwalian dalam pernikahan dan masalah waris, anak angkat tetap saja berhubungan dengan orang tua kandungnya, tetapi apabila orang tua angkatnya ingin memberikan warisan kepada anak angkatnya tersebut, maka pemberiannya dilakukan dengan hibah atau wasiat wajibah yang ditulis atau diucapkan oleh ayah angkatnya semasa hidupnya Mustofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm Roihan A Rasyid, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm Ahmad Kamil & Fauzan, Op. Cit., hlm. 102

12 42 Islam memperbolehkan mengangkat anak namun dalam batas-batas tertentu yaitu selama tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali mewali dan hubungan waris mewaris dari orang tua angkat, dimana tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya. Pelaksanaan proses pengangkatan anak mengakibatkan ketentuan hukum baru, dimana kalau terjadi suatu musibah yang mengakibatkan suatu kematian dari orang tua angkat tersebut, maka akan terjadi suatu perubahan sosial tentang pembagian harta peninggalan yang ditinggalkan oleh orang tua angkat atau anak angkat itu sendiri. Kedudukan anak angkat, orang tua angkat pada hukum waris yang diatur dalam KUH Perdata, hukum waris, dan hukum adat, keduannya adalah sebagai ahli waris yang dapat saling mewarisi, sedangkan dalam hukum Islam keduanya tidak termasuk sebagai ahli waris. 58 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa anak angkat atau orang tua angkat tidak ada hubungan mewarisi. Tetapi sebagai pengakuan mengenai baiknya lembaga pengangkatan anak, maka hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya dikukuhkan dengan perantara wasiat atau wasiat wajibah. Wasiat merupakan salah satu cara dalam peralihan harta dari satu orang ke orang lain. Sistem wasiat ini berjalan sejak zaman dulu, bukan hanya satu agama saja yang mengatur, tetapi setiap komunitas memiliki pemahaman tentang wasiat, dimana sistem-sistem wasiat tersebut memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya. Semuanya memiliki 58 Arpani, Wasiat Wajibah Dan Penerapannya (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam), Artikel Hakim, (Bontang: Pengadilan Agama Bontang), hlm 3

13 43 ketentuan masing-masing bagaimana sahnya pelaksanaan wasiat tersebut. Wasiat untuk penduduk non muslim yang tidak tunduk pada hukum adatnya diatur oleh KUH Perdata, sedangkan untuk umat muslim diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi hukum Islam yang sekarang menjadi acuan oleh pengadilan agama bahwa anak angkat berhak memperoleh wasiat wajibah dengan syarat tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga) harta. Menurut Pasal 209 ayat (1) dan (2) KHI, anak angkat ataupun orang tua angkatnya berhak mendapatkan wasiat wajibah sebanyakbanyaknya 1/3 (sepertiga), apabila anak angkat atau orang tua angkatnya tidak menerima wasiat, maka dengan demikian wasiat wajibah adalah merupakan jalan keluar dari pada anak angkat atau orang tua angkat untuk mendapatkan bagian dari harta peninggalan tersebut. Namun masalah ini banyak masyarakat umum yang belum mengetahui dan belum memahami kedudukan wasiat wajibah yang sebenarnya. Menurut ketentuan pasal tersebut di atas, bahwa harta warisan seorang anak angkat atau orang tua angkat harus dibagi sesuai dengan aturannya yaitu dibagikan kepada orang-orang yang mempunyai pertalian darah (kaum kerabat) yang menjadi ahli warisnya. Berdasarkan aturan ini orang tua anak atau anak angkat tidak akan memperoleh hak kewarisan, karena dia bukan ahli waris. Dalam KHI orang tua angkat secara serta merta dianggap telah meninggalkan wasiat (dan karena itu diberi nama wasiat wajibah) maksimal sebanyak 1/3 (sepertiga) dari harta yang ditinggalkan untuk anak angkatnya, atau sebaliknya anak angkat untuk orang tua angkatnya, dimana harta tersebut dalam sistem pembagiannya bahwa sebelum dilaksanakan

14 44 pembagian warisan kepada para ahli warisnya, maka wasiat wajibah harus ditunaikan terlebih dahulu. Peraturan ini dianggap baru apabila dikaitkan dengan aturan di dalam fiqih bahkan perundang-undangan kewarisan yang berlaku diberbagai dunia. Al-Qur an menolak penyamaan hubungan karena pengangkatan anak yang telah berkembang di dalam adat masyarakat bangsa arab, waktu itu karena ada hubungan pertalian darah. Sedangkan dalam masyarakat muslim Indonesia sering terjadi adanya pengangkatan anak terutama bagi mereka yang di dalam perkawinannya tidak dikaruniai keturunan. Pengangkatan anak yang biasanya dikukuhkan dengan aturan adat ini, sering menimbulkan kesulitan, perasaan tidak puas, bahkan tidak jarang adanya tuduhan tidak adil ketika salah satu pihak meninggal dunia. 59 Hubungan pengangkatan anak dalam hal ini sering terjadi anak angkat tidak memperoleh harta sedikitpun karena orang tua angkatnya tidak sempat berwasiat atau tidak tahu bahwa anak angkatnya tidak berhak memperoleh warisan (menurut fiqh) namun sebaliknya sebagian orang tua angkat menempuh dengan cara hibah, yang kadang-kadang juga tidak mulus karena sesudah hibah dilakukan terjadi pertengkaran dan ketidakakuran antara anak dengan orang tua angkat tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi kesulitan yang terjadi ditengah masyarakat maka diberlakukanlah peraturan mengenai hukum wasiat wajibah karena hubungan pengangkatan anak dimasukkan ke dalam KHI yang merupakan dasar hukum bagi masyarakat muslim di Indonesia Ibid. 60 Ibid., hlm. 4

15 45 Menurut ketentuan ajaran syari ah, keberadaan anak angkat itu tidak dapat dipungkiri, akan tetapi sebatas untuk memberi kesejahteraan dan pendidikan kepada anak. Hal-hal yang tidak diperkenankan adalah memutuskan hubungan darah antara si anak kandung dengan orang tua kandung, sehingga segala akibat dari hak mewarisi gugur karena tidak adanya nasab. Namun demikian sebaiknya anak angkat diberikan wasiat, akan tetapi apabila tidak ada wasiat maka anak angkat tersebut akan mendapat wasiat wasibah sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) bagian dari harta warisan orang tua angkatnya. 61 Dengan demikian bahwa anak angkat tetaplah anak dan tidak menyebabkan adanya sebab pernasaban yang merupakan salah satu adanya hak mewarisi. C. Kaidah Dasar Pelaksanaan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat Dalam Ketentuan Hukum Islam Wasiat menurut bahasa adalah washiyyatussyaia aw syiihi artinya (aku menyampaikan sesuatu). 62 Wasiat juga diartikan menjadikan harta untuk orang lain washaitu bi kadzaa au aushaitu (aku menjadikan sesuatu itu untuknya). Washaya yang merupakan bentuk jamak dari kata washiyyah mencakup wasiat harta, sedangkan iisha, wishaayah, dan washiyyah dalam istilah ulama fiqh diartikan kepemilikan yang disandarkan pada keadaan atau masa setelah kematian seseorang dengan cara tabarru atau hibah, baik sesuatu yang akan dimiliki tersebut berupa benda berwujud atau hanya sebuah nilai guna barang. 61 Achmad Rustandi & Muchjidin Effendi, Komentar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Tentang Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Nusantara Press, 1991), hlm AW Munawir, Kamus Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya, Pustaka Progresif, 2002), hlm. 1563

16 46 Istilah-istilah tersebut menjadi berbeda dengan kepemilikan-kepemilikan benda munjazah (yang langsung bisa dilaksanakan), seperti penjualan dan hibah, juga kepemilikan nilai guna seperti sewa-menyewa, dan yang disandarkan kepada keadaan selain kematian seperti sewa-menyewa yang disandarkan kepada waktu mendatang, misalnya diawal bulan depan atau yang lainnya. 63 Menurut istilah wasiat berarti pesan, nasehat dan juga diartikan mensyari atkan. 64 Wasiat menurut istilah syaria at adalah hibah dari seseorang kepada orang lain berupa barang, hutang, manfaat dengan ketentuan pihak yang diberi wasiat berhak memiliki pemberian tersebut setelah kematian pemberi wasiat. 65 Orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia masih hidup untuk dilaksanakan sesudah wafat. 66 Menurut syafi iyyah wasiat adalah suatu pemberian secara suka rela yang pelaksanaannya dilakukan setelah si pewasiat meninggal baik disebutkan maupun tidak waktu pelaksanaannya wasiat tidak ada perbedaan yakni tetap pelaksanaannya dilakukan setelah si pewasiat meninggal dunia. Menurut ulama hanabilah wasiat adalah perintah untuk mentasarufkan sesuatu setelah orang yang berwasiat meninggal, seperti wasiatnya seseorang kepada orang lain untuk merawat anaknya yang masih kecil atau mengawini putrinya atau memisahkan 1/3 dari hartanya Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid.X, Penerjemah Abdul Hayyie Al- Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm Sidik Tono, Kedudukan Wasiat dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, 2012), hlm Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), hlm Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hlm Abdur Rahman, Al-Zairy, Fiqh Ala Madzahibi Al-Arba ah, Jilid III, (Libanon Bairut: Daral-Kitab Al-Alamiyyah, 1990), hlm. 277

17 47 Menurut Suparman Usman wasiat wajibah adalah wasiat yang pelaksana annya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang meninggal dunia. Wasiat ini tetap harus dilaksanakan, baik diucapkan atau tidak diucapkan, baik dikehendaki maupun tidak dikehendaki oleh si yang meninggal dunia. 68 Jadi pelaksanaan wasiat tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau ditulis atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan. 69 Harta peninggalan dalam Islam disebut tirkah, sebab harta peninggalan sebagai obyek dari keseluruhan sistem kewarisan dalam hukum Islam lebih mudah dikenal dalam bahasa hukum di Indonesia. Harta peninggalan adalah segala suatu benda atau yang bernilai kebendaan yang dapat dimiliki, yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang dibenarkan oleh syara. Hukum kewarisan Islam menempuh jalan tengah sebagai jalan alternatif anatara memberi kebebasan kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalan dengan jalan wasiat kepada orang yang dikehendakinya. 70 Beberapa pengertian wasiat di atas apabila dicermati pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan substansial akan tetapi antara satu dengan lainnya saling melengkapi, karena apabila dikristalkan terdapat beberapa unsur. Pertama, wasiat itu merupakan bentuk perikatan yang berkaitan dengan harta benda atau manfaatnya. 68 Suparman Usman & Yusuf Somawinata, Fiqih Mawarits Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm Ibd. 70 Sidik Tono, Op. Cit., hlm

18 48 Kedua, wasiat itu perbuatan yang dilakukan atas inisiatif atau kehendak sendiri secara sukarela. Ketiga, adanya perpindahan hak kepemilikan dari orang yang berwasiat kepada yang menerima wasiat. Keempat, pelaksanaan perpindahan hak kepemilikan terjadi setelah matinya orang yang berwasiat. 71 Substansi wasiat di atas berarti juga mengandung pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya sesudah meninggal kelak, akan tetapi pelaksanaan wasiat itu harus tunduk kepada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. 72 Dalam hukum perdata Islam hanya kabul rukun wasiat, karena jika disatukan antara ijab dan kabul itu terlalu mengada-ngada, sebab bagaimana mungkin ijab dan kabul dilaksanakan seandainya penerima wasiat tidak ada ditempat, misalnya dalam keadaan si pewasiat ditengah perjalanan, atau si pewasiat meninggal mendadak. 73 Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 194 menyatakan bahwa syarat sesorang dapat berwasiat adalah: (1) Orang yang telah berumur skurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. (2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari si pewasiat. (3) Pemilik terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia. Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam menjadi syarat dalam melaksanakan wasiat, dimana wasiat: 2008), hlm Ibid., hlm Ibid., hlm Suwardi K. Lubis & Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,

19 49 (1) Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi, atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan notaris. (2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga (1/3) dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. (3) Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris. (4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi atau disaksikan di hadapan notaris Pasal 196 termasuk juga kedalam syarat wasiat yang berbunyi dalam wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan disebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk untuk menerima harta benda yang diwasiatkan. Wasiat merupakan salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun Fakta dan kenyataannya, belum ada hukum materiil dalam bentuk undangundang yang mengaturnya. Satu-satunya peraturan yang mengatur wasiat adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI), termuat dalam instrumen hukum berupa Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun Kompilasi Hukum Islam yang mengatur wasiat dalam Pasal dipandang sebagai hukum materiil dan diberlakukan di peradilan dalam lingkungan peradilan agama M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm Hartini & Yulkarnain Harahap, Pengaruh Kompilasi Hukum Islam Dalam Penyelesaian Perkara Kewarisan Pada Pengadilan Agama Di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Mimbar Hukum Nomor 35, V, 2000), hlm. 143

20 50 Kewenangan absolut pengadilan ini tidak membatasi para pihak untuk melakukan pilihan hukum untuk melakukan pembuatan wasiat di notaris yang di inginkannya. Perlu di pahami bahwa kewenangan pengadilan ini hanya dipergunakan jika terjadi sengketa atau permasalahan antara para pihak. Sepanjang tidak ada permasalahan antara para pihak, maka para pihak boleh melakukan hubungan hukum dengan notaris terkait pembuatan akta wasiat wajibah ini, dengan kata lain para pihak bebas melakukan pilihan hukum sepanjang tidak ada permasalahan. Selain mengatur wasiat biasa, KHI juga mengatur dan mengintrodusir hal baru dalam khasanah hukum Islam di Indonesia yaitu wasiat wajibah. Sayangnya, KHI tidak memberikan definisi dalam Ketentuan Umum tentang wasiat wajibah tersebut. Secara teori, wasiat wajibah didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah meninggal dunia yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu. 76 KHI mempunyai ketentuan tersendiri tentang wasiat wajibah dan berbeda dalam pengaturannya dari negara-negara yang lain. Konsep KHI adalah memberikan wasiat wajibah terbatas pada anak angkat dan orang tua angkat. Sementara negaranegara lain seperti Mesir, Suriah, Maroko, Tunisia melembagakan wasiat wajibah untuk mengatasi persoalan cucu yang orang tuanya meninggal lebih dahulu daripada 76 Abdul Manan, Beberapa Masalah Hukum Tentang Wasiat Dan Permasalahannya Dalam Konteks Kewenangan Peradilan Agama, (Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam Nomor 38 Tahun IX, 1998), hlm. 23

21 51 kakek atau neneknya. 77 Melihat latar belakang penyusunan KHI, dapat diperoleh beberapa alasan tentang penetapan wasiat wajibah terbatas pada anak dan orang tua angkat yaitu: 1. Pertama, para ulama belum dapat menerima konsep anak angkat sebagai ahli waris sebagaimana berlaku dalam hukum adat. 2. Kedua, pelembagaan ahli waris pengganti terhadap cucu yang ditinggal meninggal lebih dahulu oleh orang tuanya, dipandang lebih adil dan lebih berkemanusiaan bagi masyarakat. 78 Pengaturan wasiat wajibah dalam KHI secara eksplisit dijelaskan dalam Pasal 209. Pasal tersebut menunjukkan bahwa ketentuan pemberian wasiat wajibah dalam KHI hanya diperuntukkan bagi anak angkat yang orang tua angkatnya meninggal dunia atau sebaliknya diberikan kepada orang tua angkat dari anak angkatnya yang meninggal dunia. Sekalipun secara normatif telah ditentukan demikian, namun dalam perkembangannya ternyata wasiat wajibah diberikan kepada pihak-pihak di luar anak angkat dan orang tua angkat. Berdasarkan beberapa yurisprudensi, ternyata wasiat wajibah juga diberikan kepada ahli waris yang beragama non muslim. Berikut beberapa putusan yang memunculkan kontroversi di kalangan praktisi dan akademisi: a. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 368.K/AG/1995. Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Agama Jakarta menetapkan seorang ahli waris non muslim 77 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), hlm Hartini, Wasiat Wajibah Dalam Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Mimbar Hukum Nomor 37 Tahun II, 2001), hlm. 189

22 52 (anak perempuan kandung) berhak atas wasiat wajibah yang jumlahnya ¾ dari bagian seorang anak perempuan ahli waris. Mahkamah Agung mengubah jumlah harta yang diperoleh anak kandung non muslim dari ¾ menjadi sama dengan bagian yang diperoleh seorang ahli waris anak perempuan. b. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 51.K/AG/1999. Dalam kasus ini Mahkamah Agung memutuskan ahli waris non muslim (dalam kapasitasnya sebagai ahli waris pengganti) berhak mendapatkan harta warisan pewaris berdasarkan wasiat wajibah yang kadar bagiannya sama dengan bagian ahli waris lain yang seagama. Dalam 2 (dua) putusan ini terdapat perbedaan dalam hal dari mana bagian harta untuk pelaksanaan wasiat wajibah diambil. Pada putusan pertama bagian wasiat wajibah diambil dari harta peninggalan pewaris, sedangkan pada putusan kedua, bagian wasiat wajibah untuk ahli waris non muslim diambil dari harta warisan. 79 Pada saat ini mengenai lembaga yang berwenang mengadili masalah wasiat wajibah ini adalah pengadilan agama khususnya bagi yang beragama muslim, dan selain non muslim masalah sengketa pemberian wasiat yang bagi orang non muslim dikenal dengan istilah testament maka penyelesaiannya diserahkan kepada pengadilan negeri setempat. Bentuk kaidah hukum yang digunakan oleh para hakim dalam 79 Irwan Rosman, Telaah Yuridis Terhadap Penerapan Ketentuan Wasiat Wajibah Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Reg No.51K/AG/1999, Putusan Mahkamah Agung RI Reg No.368.K/AG/1995, Tesis, (Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2002), hlm. 35

23 53 menentukan pemberian wasiat wajibah adalah menggunakan kaidah wasiat umum sebagaimana yang ditentukan dalam KHI. Penerapan kaidah wasiat yang diatur KHI dilakukan dengan dua alasan, yaitu alasan pertama adalah untuk mengisi kekosongan hukum. 80 Argumentasi ini dibangun atas dasar bahwa wasiat wajibah merupakan sistem pemberian wasiat yang diatur oleh negara dan memiliki dasar hukum melalui KHI, namun di saat yang sama KHI tidak mengatur secara rinci tentang wasiat wajibah itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka hakim menggunakan aturan wasiat secara umum sebagai dasar putusan pemberian wasiat wajibah. 81 Alasan yang kedua terkait penerapan kaidah hukum wasiat pada wasiat wajibah adalah demi untuk mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat. Pemberian wasiat wajibah khususnya kepada anak angkat maupun orang tua angkat dapat mewujudkan keadilan terutama bila ada hubungan emosional yang sangat kuat antara anak angkat dengan orang tua angkatnya, sehingga akan menjadi sangat tidak adil bila anak angkat tidak mendapatkan bagian atas harta waris yang dimiliki oleh orang tua angkatnya. 82 Kaidah hukum wasiat umum yang berlaku pada wasiat wajibah adalah ketentuan tahapan yang harus dilalui sebelum dilakukan pembagian wasiat sebagaimana yang diatur dalam Al Qur an Surat An-Nisa ayat 11 dan ayat 12 serta 80 Nugraheni, Ilhami, & Harahap, Pengaturan Dan Implementasi Wasiat Wajibah, (Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 2, Juni 2010), hlm Ibid. 82 Ibid.

24 54 Pasal 175 ayat (1) KHI. Ketentuan tersebut mengatur bahwa harta peninggalan pewaris harus terlebih dahulu dikurangi dengan biaya pengurusan jenazah pewaris, biaya pengobatan, dan hutang-hutang pewaris, selanjutnya barulah ditunaikan wasiat dari pewaris apabila pewaris meninggalkan wasiat atau dalam bentuk wasiat wajibah. Hal penting untuk dicermati mengenai penerapan kaidah wasiat umum terhadap wasiat wajibah adalah penentuan bagian bagi penerima wasiat. Pada dasarnya, bila melihat pada ketentuan mengenai wasiat di dalam KHI, besar bagian yang diperbolehkan untuk diberikan melalui wasiat adalah paling banyak sepertiga dari harta warisan, dengan pengecualian dapat diberikan lebih melalui persetujuan para ahli waris lainnya. Ketentuan maksimal sepertiga ini sangat dimungkinkan untuk disimpangi. Hakim dapat memutuskan untuk memberikan wasiat wajibah lebih besar dari sepertiga bagian harta waris pada penerima wasiat wajibah, baik itu anak angkat maupun orang tua angkat. Penyimpangan ini dilakukan atas dasar untuk memenuhi rasa keadilan. 83 Pertimbangan mengenai rasa keadilan diserahkan pada masingmasing duduk perkara dan fakta hukum yang ditemukan di pengadilan. Salah satu contoh kasus yang dapat digunakan adalah apabila secara nyata anak angkat berperan besar dalam pengembangan harta pewaris selama hidupnya sehingga apabila hanya diberikan sebesar sepertiga bagian, berdasarkan rasa keadilan dinilai tidak mencukupi dan tidak seimbang dengan segala jerih payah dan usaha yang telah dilakukan oleh anak angkat tersebut. 83 Ibid., hlm. 317

25 55 Selain itu, penetapan bagian penerima wasiat wajibah dapat melebihi ketentuan maksimal sepertiga sepanjang memenuhi syarat tertentu, yaitu bahwa pengambilan putusan tersebut dilakukan dengan menggunakan metodologi pengambilan putusan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. 84 Hakim memiliki kewenangan untuk memutuskan pembagian lebih dari sepertiga sebagaimana yang ditentukan di dalam KHI dengan tetap berkewajiban untuk memberikan alasan dan pertimbangan hukum yang tepat sesuai dengan fakta hukum yang ditemukan. Dalam metode berijtihad memang dikenal adanya penyimpangan dari hukum umum, yaitu metode istihsan. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. 84 Ibid.

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) Oleh : Drs. Arpani, S.H. (Hakim Pengadilan Agama Bontang) A. PENDAHULUAN Salah satu hikmah perkawinan adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara naluri insani, setiap pasangan suami isteri berkeinginan untuk mempunyai anak kandung demi menyambung keturunan maupun untuk hal lainnya. Dalam suatu rumah tangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdur Rahman, Al-Zairy, Fiqh Ala Madzahibi Al-Arba ah, Jilid III, Libanon Bairut: Daral-Kitab Al-Alamiyyah, 1990.

DAFTAR PUSTAKA. Abdur Rahman, Al-Zairy, Fiqh Ala Madzahibi Al-Arba ah, Jilid III, Libanon Bairut: Daral-Kitab Al-Alamiyyah, 1990. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdur Rahman, Al-Zairy, Fiqh Ala Madzahibi Al-Arba ah, Jilid III, Libanon Bairut: Daral-Kitab Al-Alamiyyah, 1990. Adjie, Habib, Sanksi Perdata dan Administritif Terhadap Notaris

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

Sejarah. Adopsi Dalam Hukum Islam. Surah Al-AhzabAyat4 dan5 08/03/2018

Sejarah. Adopsi Dalam Hukum Islam. Surah Al-AhzabAyat4 dan5 08/03/2018 Adopsi Dalam Hukum Islam Sejarah Oleh: Zakia Nur R. 155010100111151 (11) Selly P. 155010101111052 (14) Nadia Yulia K. 155010101111066 (16) Krisna Murti 155010101111177 (18) IkaFitriaA. 155010112111002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia mempunyai kehidupan jiwa yang selalu menyendiri. Namun manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari segala tumpuan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari ikatan perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK 1. Analisis sebab terjadinya dissenting opinion dalam proses penyelesaian persidangan perkara

Lebih terperinci

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakan berpasang-pasangan. Maka dengan berpasangan itulah manusia mengembangbiakan banyak laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)

HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung) HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung) Hibah sebagai Fungsi Sosial Hibah yang berarti pemberian atau hadiah memiliki fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Vera Arum Septianingsih 1 Nurul Maghfiroh 2 Abstrak Kewarisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perkawinan. Islam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA *

PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA * PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI WASIAT WAJIBAH DI INDONESIA * Destri Budi Nugraheni, Haniah Ilhami, dan Yulkarnain Harahab ** Abstract This normative and empirical legal research analyses the nature of compulsory

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Harta Bersama 1. Pengertian Harta Bersama Menurut Hukum Islam Dalam kitab-kitab fiqih tradisional, harta bersama diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS A. Pengertian Waris Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris kepada ahli waris dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum Islam Dan Alasan Munculnya Bagian Sepertiga Bagi Ayah Dalam KHI Pasal 177 Hukum waris Islam merupakan

Lebih terperinci

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry : Article Review Judul Artikel : Perubahan Sosial dan Kaitannya Dengan Pembagian Harta Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam Penulis Artikel : Zulham Wahyudani Reviewer : Anna Rizki Penerbit : Jurnal Ilmiah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG 1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG Pengadilan Negeri sebagai salah satu pelaksana kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa diharapkan berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangkatan anak bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sejak dulu pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa. BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.Gs) A. Analisis Tentang Dasar Hukum Hakim Tidak Menerima Gugatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF Hukum positif adalah "kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN Hibah diatur baik dalam Hukum Islam, Hukum Perdata yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Hukum Adat. Pada dasarnya pengaturan hibah menurut sistem

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN PENGAADILAN AGAMA TUBAN NOMOR 0182/PDT.P/2012/PA.TBN TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN PENGAADILAN AGAMA TUBAN NOMOR 0182/PDT.P/2012/PA.TBN TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN PENGAADILAN AGAMA TUBAN NOMOR 0182/PDT.P/2012/PA.TBN TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK A. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Tuban Dalam Menolak Permohonan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 70 BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA A. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Yang Dipakai Oleh Pengadilan Negeri Jombang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam adanya asas-asas kewarisan islam yaitu asas ijbari (pemaksaan),

Lebih terperinci

BAB III ADOPSI MENURUT UNDANG-UNDANG DAN HUKUM ISLAM. anak kandung atau anak sendiri 37.Dalam bahasa Arab dikenal dengan

BAB III ADOPSI MENURUT UNDANG-UNDANG DAN HUKUM ISLAM. anak kandung atau anak sendiri 37.Dalam bahasa Arab dikenal dengan BAB III ADOPSI MENURUT UNDANG-UNDANG DAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Adopsi Adopsi berasal dari bahasa Belanda adoptie ataubahasa Inggris adopt (Adoption), yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.54 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Sasmiar, S.H., M.H.

PENGANGKATAN ANAK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.54 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Sasmiar, S.H., M.H. PENGANGKATAN ANAK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.54 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN ANAK Oleh : Sasmiar, S.H., M.H. 1 ABSTRACT The aim of this script is to study a problem about

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai keturunan bagi keluarga yang tidak memiliki anak, baik yang tidak memiliki anak laki-laki ataupun anak

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama hidup mempunyai tempat dalam kehidupan bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG 71 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG A. Analisis Terhadap Hak Asuh Anak dalam Perspektif Undang-Undang Masalah utama yang menjadi pertimbangan bagi pasangan

Lebih terperinci

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk beragama Islam telah menganut adanya sistem hukum nasional. Dalam upaya menjamin adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerus baik bagi orang tua, bangsa maupun agama. Dalam Islam, anak

BAB I PENDAHULUAN. penerus baik bagi orang tua, bangsa maupun agama. Dalam Islam, anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri oleh siapapun, bahwa anak adalah generasi penerus baik bagi orang tua, bangsa maupun agama. Dalam Islam, anak diibaratkan kertas putih,

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris merupakan proses berpindahnya hak milik dari orang meninggal kepada ahli warisnya yang hidup, baik peninggalan berupa harta maupun hakhak syariah. 1 Pewaris

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG 68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis terhadap pelaksanaan hibah seluruh harta kepada anak angkat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS OLEH : RYAN ADITYA, S.H NIM 12211044 PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan :

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan di Republik Indonesia diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan : Perkawinan ialah ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota 37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 2800/Pdt.G/2011/PA.Sda. Tentang Penentuan Ahli Waris Pangganti.

BAB IV. A. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 2800/Pdt.G/2011/PA.Sda. Tentang Penentuan Ahli Waris Pangganti. 44 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NOMOR: 2800/Pdt.G/2011/PA.Sda. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR: 34/Pdt.G/2013/PTA.Sby. A. Analisis Yuridis Putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh ikatan cinta kasih sepasang suami isteri. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh ikatan cinta kasih sepasang suami isteri. Anak juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sering dimaknai sebagai karunia Tuhan untuk membahagiakan dan memperkokoh ikatan cinta kasih sepasang suami isteri. Anak juga merupakan amanat Tuhan kepada ayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sebab perpindahan hak milik menurut pandangan hukum Islam adalah dengan hibah. Dengan menghibahkan suatu benda berarti keluarlah sesuatu itu dari

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 307/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 307/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 307/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci