Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran"

Transkripsi

1 173 Rataratratratrata Rata- Rata- Rata- % % % % Pangan dibeli dari pasar Pangan disediakan sendiri Total pangan Pendidikan Kesehatan Nonpangan Barang-barang rumahtangga Total Pengeluaran Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Makin tinggi pengeluaran total, dapat disimpulkan kesejahteraan keluarga makin baik. Total pengeluaran rumahtangga rata-rata secara konsisten meningkat pada strata rumahtangga lahan sedang dan lahan luas. Fenomena ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan usahatani dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani, atau setidaknya, luas penguasaan lahan masih merupakan indikator yang baik dalam mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga. VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Hasil Pendugaan Harga Bayangan Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa harga bayangan diturunkan dari fungsi produksi usahatani. Idealnya, setiap strata rumahtangga pada penelitian ini mempunyai fungsi produksi masing-masing, sehingga dibutuhkan tiga fungsi produksi translog. Namun hasil yang diperoleh ternyata tidak memuaskan sehingga pada akhirnya dipilih satu fungsi produksi. Perbedaan strata akan tetap dipertahankan pada saat simulasi.

2 174 Fungsi produksi translog pertama kali diduga dengan metode OLS, dimana seluruh variabel terlebih dahulu ditransfer ke dalam bentuk logaritma natural. Hasil pendugaan menunjukkan adanya gejala kolinearitas ganda yang serius, yang ditunjukkan dengan nilai VIF yang sangat besar. Hal ini sudah diduga sebelumnya, bahwa dalam model fungsi produksi translog, terdapat interaksi antar variabel, sehingga satu variabel dapat muncul beberapa kali. Akibatnya sejumlah antar variabel penjelas sangat berkorelasi tinggi. Di samping adanya pelanggaran asumsi serius dalam fungsi produksi ini, juga hasil yang diperoleh tidak menghasilkan harga bayangan input seperti yang diharapkan. Sebagian besar dugaan harga bayangan berdasarkan fungsi dugaan tersebut bernilai negatif. Usaha menghindari adanya kolinearitas ganda pada fungsi translog, dilakukan dengan mencari bentuk fungsi produksi yang lebih sederhana. Mengingat translog sebenarnya adalah pengembangan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, pada penelitian ini juga dicoba menggunakan bentuk fungsi ini. Hasil yang diperoleh juga kurang memuaskan. Beberapa koefisien fungsi produksi yang diperoleh bertanda negatif, sehingga harga bayangan input yang dihasilkan bertanda negatif. Upaya berikutnya adalah kembali ke fungsi produksi translog dengan cara mengoreksi adanya kolinearitas ganda. Salah satu metode yang cukup efektif menekan adanya kolinearitas ganda adalah metode PLS seperti telah dijelaskan pada metodologi. Pada metode PLS tahapan yang kritis adalah penentuan jumlah komponen utama yang akan digunakan untuk mewakili variabel aslinya. Hasil metode PLS menunjukkan bahwa jumlah rata-rata akar nilai PRESS minimum terjadi dengan mempertahankan 4 komponen, atau sampai dengan P 4. Fungsi produksi yang diperoleh disajikan pada Tabel

3 Pada tabel tersebut terlihat dari 36 parameter dugaan terdapat lima parameter dugaan bernilai negatif. Namun demikian nilai negatif tersebut tidak menyebabkan harga bayangan negatif. Uji statistik terhadap paramater dugaan pada fungsi produksi di atas menggunakan standard error hasil metode bootsrap. Dari 36 parameter dugaan diperoleh 12 parameter dugaan mempunyai taraf nyata (á) kurang atau sama dengan 10 persen, atau terdapat 15 parameter dugaan dengan taraf nyata kurang atau sama dengan 20 persen. Hasil dugaan juga menunjukkan fungsi produksi translog di atas mempunyai R 2 sebesar persen. R 2 ini relatif kecil, namun uji statistik menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi translog ini tetap lebih baik dengan taraf nyata kurang dari satu persen. Walaupun uji statistik terhadap fungsi produksi di atas kurang memuaskan, namun fungsi cukup baik dalam menduga harga bayangan input usahatani. Syarat yang perlu diperhatikan adalah kemampuan fungsi produksi tersebut menghasilkan harga bayangan yang bernilai positif. Seperti telah disinggung di atas, walaupun ada beberapa

4 176 Tabel 15. Hasil Dugaan Fungsi Produksi Translog Dengan Metode PLS Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan No Variabel* Parameter Standard Dugaan Error** t Pr > t 1 Intercept lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx lx * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.

5 177 ** Diperoleh dengan metode Bootsrap koefisien fungsi produksi translog yang bertanda negatif, harga bayangan yang dihasilkan tetap positif. Dari fungsi produksi translog di atas dapat dihasilkan harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita, harga bayangan tenaga kerja luar keluarga pria dan wanita, harga bayangan pupuk Urea, dan harga bayangan lahan. Harga bayangan input lain tidak dapat dicari karena dalam fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk variabel komposit nilai rupiah. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Harga Bayangan dan Harga Pasar Input Usahatani Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Translog Menurut Strata Luas Lahan Garapan Lahan Sempit Lahan Sedang Lahan Luas Total Variabel * (n=322) (n=317) (n=312) (n=951) Rata-rata St dev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev SWP SWW SWPL SWWL SPU SPL UHP UHW HURE * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Walaupun fungsi produksi yang digunakan hanya satu, namun harga bayangan yang dihasilkan dapat dipelajari menurut strata luas lahan. Sebagai pembanding, pada Tabel 16 juga disajikan rata-rata upah harian buruh usahatani pria dan wanita serta harga rata-rata Urea. Upah harian buruh usahatani pria dan wanita merupakan pembanding harga bayangan tenaga kerja pria dan wanita, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Harga pupuk Urea merupakan pembanding harga bayangan

6 178 pupuk Urea. Evaluasi secara umum pada Tabel 16 menunjukkan bahwa besar harga bayangan input usahatani, kecuali lahan, secara konsisten semakin meningkat pada strata lahan yang semakin luas. Jika kembali melihat intensitas penggunaan input pada bab sebelumnya, terdapat indikasi semakin tinggi penggunaan input, harga bayangan semakin input yang bersangkutan semakin rendah. Hubungan ini menunjukkan bahwa fungsi produksi translog yang diduga secara geometrik berbentuk cekung (concave) terhadap titik pusat. Harga bayangan yang positif dan cenderung menurun pada penggunaan input yang lebih tinggi menunjukkan bahwa penggunaan input usahatani berada di daerah produksi II. Harga bayangan lahan mempunyai besaran yang cenderung menurun pada strata lahan yang lebih luas. Kecenderungan tersebut dapat diterjemahkan bahwa semakin luas lahan usahatani produktivitas lahan tersebut semakin rendah. Kondisi ini konsisten dengan pembahasan pada bab sebelumnya, yang mengindikasikan adanya gejala IP atau inverse farm size productivity. Perbandingan harga bayangan input usahatani dengan harga pasar pada Tabel 16 menunjukkan hubungan, bahwa semakin luas lahan usahatani, harga bayangan cenderung lebih tinggi dibanding harga pasarnya. Kecenderungan tersebut wajar, karena seperti telah dijelaskan di atas bahwa harga bayangan, tenaga kerja dan pupuk Urea cenderung meningkat pada strata lahan yang lebih luas. Di sisi lain, upah buruh usahatani dan harga pupuk Urea relatif sama di setiap strata luas lahan. Perbedaan harga bayangan dengan harga pasarnya, dapat diterjemahkan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, menunjukkan bahwa penggunaan input usahatani tidak efisien. Menurut teori ekonomi produksi, pada kondisi keuntungan maksimum,

7 179 penggunaan input optimum terjadi jika harga bayangan input (nilai produk marjinal input) sama dengan nilai korbanan marginalnya (harga pasar per unit input). Pengertian kedua, perbedaan antara harga bayangan input dan harga pasarnya menunjukkan adanya distorsi penggunaan sumberdaya yang disebabkan oleh berbagai kendala (Bhattacharyya dan Kumbakar, 1997). Persoalan ini akan dibahas lebih lanjut pada bab di belakang Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Seperti halnya pada pendugaan fungsi produksi di atas, idealnya model ekonomi rumahtangga petani juga diduga menurut masing-masing strata. Namun upaya menduga masing-masing strata tersebut hasilnya tidak memuaskan. Oleh karena itu pada penelitian ini, model ekonomi rumahtangga yang berhasil dibangun adalah berdasarkan keseluruhan contoh rumahtangga. Sebelum membahas hasil pendugaan parameter di setiap persamaan struktural, perlu dilihat hasil analisis ragam masing-masing persamaan. Pada Tabel 17 disajikan hasil analisis ragam masing-masing persamaan struktural. Mengingat penyelesaian model sumultan pada penelitian ini menggunakan metode 3SLS, maka analisis ragam yang disajikan pada tabel tersebut adalah hasil metode 2SLS. Jumlah persamaan struktural yang perlu diduga sebanyak 17 buah. Dari 17 persamaan tersebut menghasilkan R 2 minimum 0.10 pada persamaan tabungan rumahtangga (TABNG) dan maksimum 0.68 pada persamaan luas lahan garapan (LGARP). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas yang menyusun masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan variasi variabel yang dijelaskan dalam proporsi yang relatif kecil. Pada model yang menggunakan data lintang waktu seperti pada penelitian ini, kondisi ideal yang menghasilkan R 2 tinggi sulit diperoleh. Pada Tabel 17

8 180 juga disajikan nilai F hitung untuk uji statistik terhadap keseluruhan regresi pada setiap persamaan struktural. Nilai F yang dihasilkan minimum 19. Pada derajat bebas masingmasing, uji F tersebut dapat menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Tabel 17. Analisis Ragam Persamaan Struktural Model Persamaan Simultan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan DF Adj Persamaan* SSE MSE R-Square Model Error R-Sq Nilai F TKPD TKWD TKPL TKWL KPNFF KWNFF PURE PTSP LGARP INVUT E INVRT E KONPT E CPANB E CNPAN E CPKES E CREDIT E TABNG E * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada model ekonometrik memang seringkali dihadapkan pada persoalan antara kriteria statistik dan kriteria ekonomi. Pada kriteria statistik idealnya, setiap persamaan mempunyai nilai R 2 yang tinggi dan standard error pendugaan parameter yang kecil. Namun jika salah satu dari kedua kriteria statistik tersebut tidak terpenuhi, maka perlu dipilih secara bijaksana. Pilihan tergantung pada tujuan akhir yang akan diperoleh. Jika model ekonometrika yang dibangun adalah untuk peramalan, maka lebih tepat menggunakan kriteria R 2. Jika tujuannya untuk menjelaskan perilaku maka kriteria yang

9 181 tepat adalah standard error yang terkecil. Jika kriteria statistik juga tidak terpenuhi, maka kriteria terakhir yang perlu dipertahankan adalah kriteria ekonomi, yaitu memperhatikan arah (sign) dan besaran (size) parameter yang diduga (Koutsoyiannis, 1977). Pada penelitian ini, akan lebih banyak menggunakan kriteria ekonomi dibanding kriteria statistik Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Seperti telah disebutkan pada formulasi model, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai curahan kerja rumahtangga di usahatani sendiri atau sebagai permintaan tenaga kerja usahatani sendiri terhadap tenaga kerja keluarga. Sebagai permintaan tenaga kerja dalam keluarga oleh usahatani sendiri berarti penggunaan tenaga kerja dilihat dari sisi kegiatan usahatani. Di sisi lain, sebagai curahan kerja rumahtangga berarti penggunaan tenaga kerja usahatani dalam keluarga dilihat dari sisi rumahtangga sebagai penyedia tenaga kerja. dirumuskan menjadi fungsi permintaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani. Pada Tabel 18 dapat disebut sebagai fungsi permintaan tenaga kerja untuk usahatani, dengan alasan faktor-faktor penjelas pada persamaan tersebut merupakan ciri karakteristik usahatani yang menjadi faktor penentu kebutuhan tenaga kerja pada usahatani. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga usahatani sendiri ditentukan oleh harga bayangan tenaga kerja (SWP, SWW), lahan garapan (LGARP), penggunaan tenaga kerkja luar keluarga (TKPL, TKWL), penggunaan pupuk (PURE, PTSP), dan indeks diversifikasi (DIVE). Terlihat pada tabel tersebut, seluruh parameter dugaan secara ekonomi telah sesuai dengan yang diharapkan.

10 182 Uji statistik terhadap masing-masing parameter menunjukkan hasil yang sangat baik. Seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen 1. Harga bayangan tenaga kerja keluarga, baik pria maupun wanita, baberpengaruh negatif pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pria atau wanita. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ditentukan secara subjektif oleh nilai penerimaan tenaga kerja itu sendiri. Apabila nilai produktivitas marjinal tenaga kerja menurun, yang berarti harga bayangan menurun, maka untuk memperoleh pendapatan yang sama usahatani akan memerlukan tenaga kerja lebih banyak. Sebaliknya, jika nilai produktivitas marjinal tenaga kerja meningkat, yang berarti harga bayangan tenaga kerja meningkat, maka untuk memperoleh pendapatan yang sama usahatani akan memerlukan tenaga kerja lebih sedikit. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dan Wanita Dalam Keluarga di Usahatani Variabel* Parameter Dugaan Std Err Nilai t Pr > t Elasitisitas Tenaga Kerja Pria Intersep < SWP < LGARP/TKPL < PURE < PTSP DIVE < Tenaga Kerja Wanita Intersep < SWW < LGARP/TKWL < PURE PTSP < DIVE < Nilai alfa (á) keluaran komputer merupakan hasil uji statistik dua ar ah. Oleh karena i tu, untuk parameter dugaan yang memerlukan uji statistik satu arah, nilai alfa yang dihasilkan komputer harus dibagi dua.

11 183 * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Fungsi di atas dapat juga dilihat sebagai curahan kerja rumahtangga di usahatani sendiri atau penawaran tenaga kerja rumahtangga di usahatani sendiri. Jika halnya demikian, maka hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi harga bayangan curahan kerja keluarga di usahatani semakin kecil. Penjelasan rasional terhadap hasil ini adalah bahwa pada rumahtangga petani tanaman pangan, pendapatan usahatani merupakan sumber pendapatan utama (perhatikan kembali Tabel 13). Adanya keterbatasan kesempatan kerja di luar usahatani menyebabkan ketergantungan rumahtangga terhadap sumber pendapatan dari usahatani semakin besar. Karena itu, semakin rendah nilai produktivitas marginal tenaga kerja dalam keluarga di usahatani, atau semakin rendah harga bayangan tenaga kerja tersebut, rumahtangga akan cenderung meningkatkan curahan kerjanya. Sebaliknya, peningkatan nilai produktivitas marjinal tenaga kerja cenderung mengurangi curahan kerja dan meningkatkan waktu santai (leisure). Skoufias (1993) menyebutkan bahwa pada kondisi seperti ini berarti waktu santai bagi rumahtangga petani merupakan barang normal. Semakin tinggi pendapatan, konsumsi waktu santai semakin meningkat. Hasil perhitungan elastisitas pada fungsi ini menunjukkan bahwa harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga tidak elastis, atau permintaan tenaga kerja pria dalam keluarga tidak responsif terhadap harga bayangan. Penjelasan rasional terhadap hasil ini adalah bahwa harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga tersebut ditentukan oleh banyak faktor, selain penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, juga tenaga kerja luar keluarga, lahan garapan, pupuk Urea, pupuk TSP, dan input lain. Kontribusi penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga dalam pembentukan harga bayangan itu

12 184 sendiri, dengan demikian, relatif kecil. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga tidak responsif terhadap harga bayangan tersebut. Hasil ini juga menunjukkan adanya ketergantungan pendapatan rumahtangga terhadap kegiatan usahatani. Paramater dugaan berikutnya adalah rasio antara luas garapan dengan penggunaan tenaga kerja pria atau wanita luar keluarga. Hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan, yaitu positif. Semakin luas luas garapan, permintaan tenaga kerja dalam keluarga semakin besar. Sebaliknya, semakin besar penggunaan tenaga kerja luar keluarga, permintaan tenaga kerja dalam keluarga semakin kecil. Dari fungsi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ini menunjukkan hubungan substitusi antara tenaga kerja luar keluarga.. Adanya parameter dugaan yang nyata secara statistik mengindikasikan bahwa substitusi antara tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga tidak sempurna, baik di tenaga kerja pria maupun tenaga kerja wanita. Diduga hal ini disebabkan karena adanya biaya transaksi atau kebutuhan tenaga tambahan dari dalam keluarga untuk supervisi penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Kualitas tenaga kerja luar keluarga diduga tidak sama dengan tenaga kerja dalam keluarga. Hasil ini memperkuat indikasi adanya ketidak sempurnaan pasar tenaga kerja yang dihadapi rumahtangga petani, di mana asumsi yang harus dipenuhi pada asumsi pasar persaingan sempurna adalah substitusi yang sempurna antara tenaga kerja dalam keluarga dengan luar keluarga. Oleh karena itu, pada peneltian ini, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tidak diduga dengan upah tenaga kerja luar keluarga.. Dari fungsi di atas dapat dilihat bahwa semakin luas luas garapan, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani semakin besar. Hal ini diduga karena lahan

13 185 garapan merupakan sumberdaya utama rumahtangga petani. Keputusan rumahtangga dalam menggunakan tenaga kerja keluarga dan juga input usahatani lainnya, sering berpatokan kepada luas lahan. Oleh karena itu, pada penelitian ini, lahan garapan menentukan seluruh penggunaan input usahatani lainnya. Namun demikian, elastisitas penggunaan tenaga kerja keluarga pada penelitian ini tampak tidak elastis terhadap luas lahan garapan. Koefisien penggunaan pupuk Urea (PURE) bertanda positif, dan secara statistik berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga bersifat komplemen dengan penggunaan pupuk Urea. Secara teoritik sebenarnya bisa saja bersifat substitusi, dimana penggunaan pupuk Urea sebagai komponen teknologi akan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Namun secara empirik ternyata hubungannya bersifat komplementer, karena aplikasi pupuk Urea pada usahatani pada saat ini masih menggunakan tenaga kerja langsung, termasuk di dalamnya tenaga kerja dalam keluarga. Dilihat dari besaran elastisitas dapat disimpulkan bahwa permintaan tenaga kerja pria dalam keluarga tidak responsif terhadap penggunaan pupuk Urea. Hasil yang sama terjadi pada pupuk TSP (PTSP). Koefisien dugaan pupuk TSP bertanda positif, yang berarti penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pria juga bersifat komplementer dengan penggunaan pupuk TSP. Sama halnya dengan pupuk Urea, aplikasi pupuk TSP pada teknologi usahatani saat ini masih memerlukan sejumlah tenaga kerja, sehingga wajar jika terjadi hubungan komplementer dengan penggunaan tenaga kerja. Hal ini juga mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kimia pada usahatani tampaknya belum dapat mensubtitusi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.

14 186 Indeks diversifikasi (DIVE) berpengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, baik pada tenaga kerja pria maupun tenaga kerja wanita. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin beragam jenis komoditi yang diusahakan semakin banyak memerlukan tenaga kerja pria dalam keluarga. Walaupun tidak ada hipotesis apriori terhadap tanda parameter ini., namun demikian, hasil ini menunjukkan bahwa penganekaragaman jenis komoditi yang diusahakan pada lahan usahatani memerlukan tambahan tenaga kerja, di dalam hal ini tenaga kerja dalam keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa diversifikasi tanaman pangan yang dilakukan rumahtangga petani bukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, tetapi diduga berkaitan dengan upaya menekan resiko produksi Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan usahatani merupakan fenomena umum pada rumahtangga petani. Keputusan menggunakan tenaga kerja luar keluarga seringkali tidak hanya merupakan perilaku ekonomi tetapi juga mengandung keputusan non-ekonomi. Perilaku sosial dan budaya di perdesaan diduga juga ikut menentukan keputusan rumahtangga petani dalam menggunakan tenaga kerja luar keluarga ini. Namun demikian, pada penelitian ini, perilaku rumahtangga yang dianalisis adalah perilaku ekonomi, sehingga keputusan yang diambil rumahtangga pada penggunaan tenaga kerja luar keluarga ini akan dilihat dari rasional ekonomi. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dan Wanita Luar Keluarga di Usahatani Variabel * Parameter Dugaan Std Err Nilai t Pr > t Elasitisitas Tenaga Kerja Pria Intersep UHP <

15 187 LGARP/TKPD TFRET < CREDIT < Tenaga Kerja Wanita Intersep UHW < LGARP/TKWD TFRET < CREDIT < * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Tabel 19 dapat dilihat hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga. Teori ekonomi memandang persamaan tersebut sebagai fungsi permintaan tenaga kerja. Karena itu, perilaku yang terjadi diterjemahkan sebagai perilaku permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga. Hasil pendugaan parameter fungsi ini menunjukkan seluruhnya telah sesuai dengan yang diharapkan. Jika menggunakan kriteria statistik pada taraf nyata lima persen, dapat disimpulkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol, kecuali parameter dugaan rasio luas lahan garapan dan tenaga kerja pria dalam keluarga (LGARP/TKPD) pada persamaan permintaan tenaga kerja pria. Variabel upah buruh pada usahatani menunjukkan tanda negatif, sesuai dengan harapan fungsi permintaan tenaga kerja. Namun jika diperhatikan besaran elastisitas variabel tersebut menunjukkan permintaan tenaga kerja pria atau wanita luar keluarga tidak responsif terhadap masing-masing upah buruh usahatani. Upah buruh di dalam penelitian ini adalah upah buruh harian atau suatu proksi yang setara dengan upah buruh harian. Seperti telah disebutkan pada metodologi, data upah ada yang didekati dengan nilai per unit kerja. Pendekatan ini untuk menangkap keputusan rumahtangga menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang tidak dalam bentuk kerja harian, seperti kerja borongan yang sering ditemui di pedesaan. Pada kerja borongan, keputusan

16 188 menggunakan tenaga kerja lebih mempertimbangkan hasil kerja dan nilai total yang harus dibayar rumahtangga. Jumlah tenaga kerja yang harus digunakan tidak dipertimbangkan secara langsung. Sistem borongan jika dikonversi dengan upah harian, seringkali menghasilkan tingkat upah yang tidak rasional (terlalu tinggi atau terlalu rendah). Pada penelitian ini diasumsikan bahwa rumahtangga mengetahui konsekuensi dari setiap sistem kerja yang dihadapi, sehingga masih relevan dengan konsep elastisitas. Adanya variabel upah buruh usahatani pada fungsi permintaan tenaga kerja luar keluarga mengindikasikan bahwa permintaan tenaga kerja luar keluarga pada rumahtangga petani ditentukan oleh mekanisme pasar tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja luar keluarga sangat nyata dipengaruhi tingkat upah yang berlaku, walaupun tidak responsif terhadap upah tersebut. Tidak elastisnya permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga meningindikasikan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga bukan murni pertimbangan ekonomi yang mengacu pada tingkat upah yang berlaku. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga bisa terjadi karena kebutuhan proses kerja usahatani yang perlu diselesaikan pada waktu tertentu, seperti penanaman, pengolahan lahan, dan panen. Dengan keterbatasan jumlaah tenaga kerja di dalam keluarga, seperti telah dijelaskan di atas, proses kerja tertentu akan selalu membutuhkan tambahan tenaga kerja luar keluarga. Upah buruh usahatani, dengan demikian, bukan merupakan instrumen kebijakan yang akan efektif digunakan untuk menggerakkan ekonomi rumahtangga petani. Efek tidak langsung dari perubahan ini pada variabel ekonomi lainnya juga akan kecil. Parameter dugaan variabel rasio luas lahan garapan dengan tenaga kerja pria atau wanita dalam keluarga bertanda positif sesuai dengan harapan walaupun secara

17 189 statistik pada fungsi permintaan tenaga kerja pria tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 10 persen. Dari fungsi ini dapat diketahui adanya hubungan komplementer antara lahan garapan dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Hal yang juga terjadi pada tenaga kerja dalam keluarga. Artinya, penggunaan tenaga kerja luar keluarga atau tenaga kerja dalam keluarga, pada rumahtangga petani searah dengan luas lahan garapan. Besaran elastisitas variabel rasio tersebut juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap tenaga kerja pria luar keluarga kurang responsif terhadap perubahan luas lahan garapan atau terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Namun demikian, sesuai dengan harapan semula bahwa tenaga kerja luar keluarga akan bersubstitusi dengan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, baik pada tenaga kerja pria maupun pada tenaga kerja wanita. Permintaan tenaga kerja luar keluarga dipengaruhi oleh penerimaan total usahatani (TFRET). Penerimaan total usahatani tampak berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja pada taraf nyata kurang dari satu persen Hal ini menunjukkan peran penting kegiatan usahatani bagi rumahtangga petani dalam membiayai kegiatan usahataninya sendiri. Kegiatan usahatani masih bertumpu pada hasil usahatani itu sendiri. Hal ini juga mengindikasikan masih adanya bagian penerimaan usahatani yang digunakan kembali untuk kepentingan usahatani. Perilaku seperti ini akan banyak menentukan sejauh mana rumahtangga petani merespons perubahan faktor ekonomi yang terjadi di luar rumahtangganya. Besaran elastisitas variabel penerimaan usahatani tampak paling besar, yang berarti bahwa permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga relatif lebih responsif terhadap pendapatan usahatani dibandingkan dengan terhadap upah.

18 190 Hasil ini menunjukkan bahwa penerimaan usahatani masih merupakan penggerak utama dalam penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Kecenderungan ini wajar karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga memerlukan sejumlah dana untuk membayar upah. Karenanya semakin tinggi penerimaan total usahatani akan memperbesar penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Sejalan dengan penerimaan total usahatani, variabel kredit (CREDIT) juga berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja pria luar keluarga pada taraf nyata kurang dari satu persen. Telah dimaklumi bahwa kredit, bersama-sama dengan penerimaan usahatani, merupakan sumber dana yang bisa digunakan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Semakin besar rumahtangga dapat memperoleh kredit, jumlah tenaga kerja luar keluarga yang diminta semakin besar, walaupun dengan persentase kenaikan yang lebih kecil karena permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga, baik pria maupun wanita, tidak elastis terhadap kredit. Dari hasil pendugaan fungsi permintaan tenaga kerja luar keluarga pria dan wanita tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga tidak responsif terhadap upah buruh tani. Perilaku rumahtangga relatif lebih responsif terhadap variabel bukan harga, yaitu pendapatan usahatani. Artinya, dalam hal permintaan terhadap tenaga kerja luar keluarga, rumahtangga lebih responsif terhadap variabel bukan harga dibandingkan dengan variabel harga. Ekonomi rumahtangga petani akan efektif digerakkan jika terdapat perubahan faktor ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan usahatani Penawaran Tenaga Kerja di Luar Usahatani

19 191 Aktivitas kerja rumahtangga petani di luar usahatani dapat dirumuskan sebagai penawaran tenaga kerja keluarga di luar usahatani. Pada Tabel 20 disajikan hasil pendugaan parameter fungsi penawaran tenaga kerja pria dan wanita di luar usahatani. Fungsi penawaran tenaga kerja tersebut menunjukkan seluruh parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Uji statistik pada masing-masing parameter dugaan menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari lima persen, Pada fungsi penawaran tenaga kerja, parameter dugaan variabel upah kerja di luar usahatani bertanda positif dan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Tanda ini sesuai dengan harapan suatu fungsi penawaran tenaga kerja. Namun permintaan tenaga kerja ini tidak elastis terhadap upah kerja di luar usahatani, baik pada fungsi penawaran tenaga kerja pria maupun fungsi penawaran tenaga kerja wanita. Demikian halnya pada fungsi penawaran tenaga kerja wanita, tampak berpengaruh positif pada taraf nyata kurang dari satu persen, namun juga tidak elastis terhadap tingkat upah yang berlaku. Tidak elastisnya penawaran tenaga kerja terhadap tingkat upah yang berlaku ini diduga karena ada hambatan dalam memasuki lapangan kerja di luar usahatani, dalam bentuk persyaratan pendidikan atau keahlian tertentu. Perubahan upah tenaga kerja yang terjadi di luar usahatani tidak banyak direspons, atau setidaknya tidak segera direspons oleh rumahtangga. Peranan tingkat pendidikan dalam penawaran tenaga kerja keluarga di luar usahatani dapat dilihat dari koefisien IPAKP dan IPAKW. Kedua variabel tersebut merupakan indeks pendidikan tenaga kerja pria dan tenaga kerja Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penawaran Tenaga Kerja Pria dan Wanita di Luar Usahatani

20 192 Variabel* Parameter Dugaan Std Err Nilai t Pr > t Elasitisitas Tenaga Kerja Pria Intersep UPNFF TKPD < TFRET TKRTP < IPAKP < Tenaga Kerja Wanita Intersep UWNFF TKWD < TFRET TKRTP < IPAKW < * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. wanita. Keduanya berpengaruh positif, yang berarti tingkat pendidikan memang menentukan penawaran tenaga kerja di luar usahatani. Berdasarkan hasil ini, setiap adanya upaya memperbaiki pendidikan keluarga akan meningkatkan penawaran kerja di luar usahatani, baik pria maupun wanita. Selanjutnya dapat diperhatikan pada Tabel 20 adanya hubungan kompetitif antara penawaran tenaga kerja di luar usahatani dengan penggunaan tenaga kerja di dalam usahatani sendiri. Peningkatan penggunaan tenaga kerja di dalam usahatani cenderung mengurangi penawaran tenaga kerja di luar usahatani. Hubungan kompetitif ini tampak tidak melalui mekanisme upah kerja, tetapi hubungan kuantitas. Pada penelitian ini pernah dilakukan pendugaan menggunakan upah buruh usahatani, namun menghasilkan dugaan yang tidak memuaskan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di dalam rumahtangga petani menjadi faktor pembatas, sehingga rumahtangga petani harus menentukan pilihan bekerja di luar usahatani atau di dalam usahatani sendiri. Secara praktis artinya penawaran tenaga kerja di luar usahatani bergantung pada

21 193 kemampuan usahatani untuk menyerap tenaga kerja keluarga. Jika di usahatani sendiri mampu menyediakan kesempatan kerja yang cukup, maka penawaran tenaga kerja keluarga di luar usahatani akan berkurang. Hubungan kompetitif bukan hanya ditunjukkan dalam bentuk tenaga kerja, tetapi juga dalam bentuk penerimaan usahatani. Fenomena ini mengindikasikan bahwa aktivitas rumahtangga petani di luar usahatani masih merupakan kegiatan sampingan. Manakala kegiatan di dalam usahatani sendiri meningkat dalam bentuk penggunaan tenaga kerja atau dalam bentuk pendapatan, kegiatan rumahtangga petani di luar usahatani cenderung dikurangi. Kondisi ini sejalan dengan terjadinya hubungan komptitif dalam penggunaan tenaga kerja pada usahatani dan luar usahatani seperti telah dijelaskan di atas. Fenomena ini juga telah dijelaskan pada deskripsi rumahtangga, bahwa tenaga kerja yang sama di rumahtangga melakukan aktivitas yang berbeda secara bersamaan. Oleh karena itu hubungan kompetitif ini sangat mungkin terjadi. Hubungan ini mengindikasikan bahwa dilihat dari alokasi tenaga kerja, aktivitas rumahtangga di luar usahatani merupakan sumber pendapatan alternatif di samping penerimaan usahatani. Bila usahatani memberikan penerimaan yang cukup, aktivitas rumahtangga di luar usahatani, baik tenaga kerja pria maupun wanita akan berkurang. Penawaran tenaga kerja pria di luar usahatani nyata dipengaruhi oleh ketersediaan angkatan kerja pria di dalam rumahtangga. Uji statistik terhadap parameter dugaan menyimpulkan parameter tersebut berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa keputusan untuk bekerja di luar usahatani ditentukan oleh jumlah ketersediaan sumberdaya manusia di rumahtangga. Hal yang menarik adalah bahwa penawaran tenaga kerja di luar usahatani tersebut responsif

22 194 terhadap perubahan ketersediaan angkatan kerja di dalam keluarga, baik pria maupun wanita. Ini menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor pembatas dalam menentukan pilihan kerja di berbagai kegiatan. Jika seandainya terdapat peningkatan ketersediaan angkatan kerja di dalam keluarga, akan meningkatkan kegiatan kerja di luar usahatani dengan persentase yang lebih besar. Dari hasil analisis terhadap penawaran tenaga kerja di luar usahatani yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa penawaran tenaga kerja di luar usahatani secara nyata ditentukan oleh variabel harga, yaitu upah, dan ciri rumahtangga petani. Menurut fungsi penawaran tenaga kerja ini, perilaku rumahtangga petani lebih responsif terhadap variabel bukan harga dibandingkan dengan variabel harga. Ketersediaan tenaga kerja keluarga menjadi penentu utama penawaran tenaga kerja di luar usahatani Penggunaan Pupuk Kimia Pupuk kimia yang akan dianalisis di dalam penelitian ini adalah pupuk Urea dan pupuk TSP. Pada Tabel 21 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan kedua jenis pupuk tersebut. Secara teoritik persamaan penggunaan pupuk tersebut dapat dipandang sebagai fungsi permintaan. Oleh karena itu seluruh variabel yang menyusun dan parameter dugaan yang dihasilkan diterjemahkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk atau penggunaan pupuk. Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Urea dan TSP pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Variabel* Parameter Dugaan Std Err Nilai t Pr > t Elasitisitas Pupuk Urea Intersep < HURE < TFRET <

23 195 LGARP < CREDIT < INVUT < Pupuk TSP Intersep < HTSP < TFRET < LGARP CREDIT INVUT < * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pendugaan parameter fungsi permintaan pupuk Urea dan TSP menunjukkan arah yang sesuai dengan harapan. Uji statistik untuk setiap parameter dugaan pada persamaan penggunaan pupuk Urea menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Namun pada persamaan penggunaan pupuk TSP parameter dugaan untuk variabel CREDIT tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 10 persen. Parameter dugaan lainnya berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP dipengaruhi oleh masing-masing harga pupuk tersebut. Menurut fungsi ini, rumahtangga berperilaku rasional, yaitu semakin tinggi harga pupuk, permintaan pupuk semakin rendah. Hal yang menarik pada kedua fungsi permintaan tersebut adalah bahwa permintaan Urea ternyata tidak responsif terhadap harga Urea, sedangkan permintaan pupuk TSP sebaliknya, sangat responsif terhadap harga TSP. Perbedaan elastisitas permintaan antara pupuk Urea dan TSP diduga disebabkan oleh perbedaan sifat teknis kedua jenis pupuk tersebut. Pada analisis deskripsi diperlihatkan, penggunaan pupuk Urea jauh lebih tinggi dibanding pupuk TSP. Tingginya penggunaan pupuk Urea diduga karena tehnik budidaya yang diterapkan pada

24 196 usahatani tanaman pangan intensif pupuk Urea. Dilihat dari sisi kebutuhan pupuk, ada kecenderungan ketergantungan kuat rumahtangga petani terhadap penggunaan pupuk Urea. Unsur hara yang diperlukan tanaman dari Urea yaitu unsur Nitrogen, mempunyai sifat mudah hilang dari tanah karena proses pencucian atau penguapan. Jika petani tidak memupuk Urea pada setiap musim tanam, ketersediaan unsur tersebut di dalam tanah akan cepat berkurang. Ini semua menyebabkan rumahtangga petani tanaman pangan sangat tergantung pada penggunaan pupuk Urea. Karena itu, perubahan harga pupuk Urea tidak akan banyak mengubah permintaan pupuk tersebut. Permintaan pupuk TSP responsif terhadap harga TSP diduga disebabkan karena petani belum banyak tergantung pada kebutuhan TSP seperti halnya terhadap pupuk Urea. Selain itu, secara teknis pupuk TSP mempunyai efek residu yang lebih lama dibanding pupuk Urea yang lebih cepat hilang seperti telah dijelaskan di atas. Adanya efek residu pada pupuk TSP tersebut, kebutuhan pupuk TSP secara teknis tidak seintensif kebutuhan pupuk Urea. Apabila ada peningkatan harga pupuk TSP, petani dapat menunda pembelian pupuk tersebut dengan harapan efek pemupukan pada waktu sebelumnya masih berpengaruh pada produktivitas tanaman. Oleh karena itu, setiap ada peningkatan satu persen harga pupuk TSP akan menyebabkan petani beralih ke input lain dan mengurangi penggunaan pupuk TSP dengan persentase yang lebih besar. Permintaan pupuk Urea atau TSP secara nyata dipengaruhi oleh nilai total penerimaan usahatani (TFRET). Semakin besar penerimaan total usahatani, permintaan terhadap kedua jenis pupuk tersebut semakin besar. Secara teoritik hal tersebut logis mengingat penerimaan usahatani merupakan sumber dana yang dapat dibelanjakan rumahtangga untuk membeli kedua jenis pupuk tersebut. Namun demikian, permintaan

25 197 pupuk Urea ternyata tidak responsif terhadap penerimaan total usahatani, sedangkan permintaan pupuk TSP responsif terhadap penerimaan total usahatani. Perilaku ini menunjukkan bahwa apabila ada kenaikan penerimaan dari usahatani, rumahtangga cenderung meningkatkan penggunaan pupuk TSP lebih besar dibandingkan dengan penggunaan pupuk Urea. Dengan kata lain, penggunaan pupuk TSP akan ditingkatkan hanya jika terjadi peningkatan penerimaan usahatani. Sebaliknya, jika terjadi pengurangan penerimaan usahatani, rumahtangga petani cenderung mengurangi penggunaan TSP dibandingkan dengan penggunaan Urea. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa hal ini terjadi karena secara teknis Urea mempunyai peran lebih besar dibandingkan dengan TSP. Fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP pada Tabel 21 memperlihatkan hubungan komplementer antara pengunaan kedua jenis pupuk tersebut dengan penggunaan lahan. Akibatnya, peningkatan luas lahan garapan akan meningkatkan permintaan pupuk Urea atau TSP. Perlu diingat bahwa peningkatan penggunaan pupuk tersebut terkait dengan dosis pupuk yang digunakan setiap satuan luas lahan. Dosis pupuk tersebut tentunya tergantung pada teknologi dan jenis tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu, hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa permintaan pupuk Urea ini tidak elastis terhadap luas lahan garapan. Secara teknis hal ini menunjukkan bahwa hubungan komplementer yang terjadi antara pupuk dengan lahan garapan tidak bersifat tetap. Diduga ada substitusi antara pupuk Urea dengan input lain pada skala luas lahan yang berbeda. Selanjutnya, variabel kredit (CREDIT) tampak berpengaruh positif pada permintaan pupuk Urea pada taraf nyata kurang dari satu persen, tetapi tidak berpengaruh

26 198 nyata pada permintaan TSP. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk kredit yang dipinjam rumahtangga petani cenderung digunakan untuk membiayai pupuk Urea dibandingkan dengan membiaya pupuk TSP. Alasan logis terhadap hasil ini, seperti telah dijelaskan di atas, adalah bahwa rumahtangga petani lebih tergantung pada penggunaan Urea dibandingkan dengan TSP. Kredit mempunyai peran sama seperti penerimaan usahatani dalam permintaan pupuk Urea atau TSP, yaitu sebagai sumber dana yang dapat dibelanjakan untuk membeli pupuk. Karenanya, semakin besar kredit yang dipinjam rumahtangga, semakin besar permintaan terhadap pupuk Urea. Namun demikian, pada Tabel 20 terlihat bahwa bagian kredit yang dialokasikan untuk pembelian pupuk tidak terlalu besar. Setiap 100 ribu rupiah kredit yang dipinjam rumahtangga, hanya dapat meningkatkan permintaan pupuk Urea sekitar lima kilogram, atau jika dinilai dengan harga pupuk yang berlaku, berarti kurang dari 10 persen dari setiap tambahan kredit tersebut. Hal yang sama juga dapat dilihat pada permintaan TSP, porsi kredit yang dialokasikan untuk pupuk TSP relatif kecil. Pada kegiatan usahatani, di samping pengeluaran yang bersifat rutin (current input) ada juga pengeluaran yang bersifat jangka panjang dalam bentuk pengeluaran investasi. Pada fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP, variabel investasi usahatani (INVUT) berpengaruh negatif. Hubungan tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Pengeluaran investasi pada usahatani merupakan bentuk pengeluaran atau penggunaan dana yang dimiliki oleh rumahtangga, di samping pengeluaran untuk pupuk, tenaga kerja dan lain-lain. Dalam kondisi keterbatasan dana yang tersedia di rumahtangga, pengeluaran investasi pada usahatani harus bersaing dengan pengeluaran untuk pupuk.

27 199 Perilaku ini juga menunjukkan bahwa pembentukan modal (capital formation) dari dalam rumahtangga untuk usahatani terkendala oleh adanya pengeluaran-pengeluaran rutin dalam bentuk sarana produksi dan tenaga kerja. Perilaku ini akan juga terlihat pada persamaan investasi usahatani yang akan dibahas kemudian Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan merupakan faktor penting dalam ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan. Luas lahan garapan merupakan cerminan seberapa intensif petani mengusahakan lahan yang dikuasainya. Seorang petani yang memiliki lahan sempit, bisa mengolah lahan secara intensif sehingga dalam satuan waktu tertentu luas lahan berlipat ganda. Pada usahatani tanaman pangan pemanfaatan lahan ini penting karena merupakan faktor penggerak utama dalam pemanfaatan input usahatani yang lain. Pada Tabel 22 disajikan hasil pendugaan persamaan luas lahan garapan. Seluruh parameter dugaan bertanda sesuai dengan hipotesis awal dan secara statistik seluruh parameter dugaan tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Pendugaan parameter harga bayangan lahan (SPL) bertanda negatif, artinya harga bayangan merupakan biaya internal penggunaan lahan yang dipertimbangkan rumahtangga untuk menggarap lahan. Harga yang setara dengan harga bayangan lahan adalah sewa lahan. Namun sewa lahan hanya relevan jika lahan yang gunakan adalah lahan sewa, bukan lahan milik rumahtangga. Jika yang digunakan adalah lahan sewa, maka akan terjadi hubungan semakin mahal sewa lahan luas lahan garapan semakin berkurang. Penggunaan lahan garapan dipengaruhi oleh harga bayangan lahan (SPL). Semakin tinggi harga bayangan, lahan garapan semakin sempit, walaupun lahan garapan

28 200 ini tidak elastis terhadap harga bayangannya. Bagi rumahtangga petani, lahan garapan berfungsi sebagai sumber pendapatan. Jika produktivitas lahan menurun, maka untuk memperoleh pendapatan yang sama, dalam jangka waktu yang sama rumahtangga petani akan meningkatkan intensitas penggunaan lahan. Tabel 22. Hasil Pendugaan Persamaan Luas Lahan Garapan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Variabel* Parameter Dugaan Std Err Nilai t Pr > t Elasitisitas Intersep SPL < HPROD < TKD < LTOTA < NPKIM < * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa luas lahan garapan ternyata tidak responsif terhadap harga bayangan lahan. Seperti telah dijelaskan di muka bahwa harga bayangan lahan, selain ditentukan oleh luas lahan garapan, juga ditentukan oleh penggunaan input-input lain, seperti tenaga kerja, pupuk, dan input-input lain. Tidak elastisnya harga bayangan lahan menunjukkan bahwa kontribusi lahan garapan dalam pembentukan harga bayangan relatif kecil. Oleh karena itu, hubungan sebaliknya bisa terjadi dimana kenaikan satu persen harga bayangan, akan diikuti dengan penurunan luas garapan dengan persentase yang lebih kecil. Parameter harga produk (HPROD) bertanda positif, sesuai dengan harapan, namun angka elastisitas menunjukkan bahwa luas lahan garapan tidak responsif terhadap harga produk. Tidak elastisnya luas lahan garapan terhadap harga produk disebabkan harga produk pada penelitian ini bersifat komposit, sehingga tingkat harga produk yang dimaksud merupakan harga rata-rata seluruh komoditi. Efek harga, dengan demikian,

29 201 sebenarnya direspon oleh setiap komoditi dengan besaran, atau mungkin arah yang berbeda. Beragamnya jenis komoditi di dalam harga produk tersebut menyebabkan elastisitas luas lahan garapan tertekan ke bawah, yang ditunjukkan juga dengan kecilnya koefisien dugaan harga produk. Parameter dugaan tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita (TKD) dan bertanda positif sesuai dengan harapan. Namun demikian, luas lahan garapan terlihat tidak elastis terhadap variabel tersebut. Berbeda dengan harga, penjelasan elastisitas variabel-variabel ini lebih bersifat teknikal. Kecilnya angka elastisitas tersebut diduga disebabkan tenaga kerja (luar dan dalam keluarga) bukan merupakan faktor utama yang menentukan luas lahan garapan. Oleh karena itu satu persen perubahan penggunaan tenaga kerja dalam atau luar keluarga hanya menyebabkan peningkatan luas lahan garapan kurang dari satu persen. Di samping itu, penggunaan tenaga kerja yang relatif menurun pada lahan yang lebih luas, akan menekan angka elastisitas tersebut. Parameter dugaan luas lahan total (LTOTA) bertanda positif. Luas lahan total yang dimaksud di sini adalah luasan lahan yang dikuasai rumahtangga. Luas lahan garapan adalah luas lahan tanaman pangan kumulatif selama satu tahun. Hubungan antara luas lahan total dengan luas lahan garapan ditentukan oleh intensitas pemanfaatan luas lahan total. Luas lahan garapan akan semakin luas dengan bertambahnya luas lahan total, tetapi secara rasional akan dibatasi oleh tingkat intensitas pemanfaatan lahan. Pada persamaan luas lahan garapan terlihat koefisien dugaan lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan total lebih dari satu kali. Namun angka tersebut masih lebih kecil dari persentase intensitas lahan rata-rata seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Luas lahan garapan juga tidak elastis terhadap luas lahan total. Hal ini

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi 243 VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan menggunakan model

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini memanfaatkan data Panel Petani Nasional (PATANAS) dari Pusat

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini memanfaatkan data Panel Petani Nasional (PATANAS) dari Pusat 104 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Data Ekonomi Rumahtangga Pertanian Penelitian ini memanfaatkan data Panel Petani Nasional (PATANAS) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (PSE), Badan Penelitian

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang 302 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani, harga bayangan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga dan

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis produksi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN 312 VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Berdasarkan teori, keputusan rumahtangga berkaitan dengan keputusan curahan kerja, produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Teori yang digunakan untuk mengurai perumusan masalah pendapatan petani jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) I. Gunarto, B. de Rosari dan Joko Triastono BPTP NTT ABSTRAK Hasil penelitian menunjukan

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT 6.1. Pendugaan Fungsi Keuntungan Translog Menurut Shidu and Baanante (1981) bahwa fungsi keuntungan yang direstriksi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Produksi padi Produksi padi merupakan salah satu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan penanaman bibit padi dan perawatan serta pemupukan secara teratur

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. bebas X yang dihubungkan dengan satu peubah tak bebas Y.

BAB 2 LANDASAN TEORI. bebas X yang dihubungkan dengan satu peubah tak bebas Y. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Regresi linier sederhana merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal dengan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.. Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Asembagus dan Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI 77 VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI Produksi garam memberikan peluang usaha yang cocok sebagai usaha subsisten pada petambak di Kabupaten Indramayu. Usaha yang sudah turun temurun warisan dari petambak dulu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU 30 ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU (Manihot esculenta) DI DESA PUNGGELAN KECAMATAN PUNGGELAN KABUPATEN BANJARNEGARA Supriyatno 1), Pujiharto 2), dan Sulistyani

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI Indikator yang relevan untuk melihat hubungan antara luas lahan dengan pendapatan adalah indikator luas pengusahaan lahan. Hal

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Produksi Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to produce yang artinya menghasilkan. Produksi adalah proses dimana input diubah menjadi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi Volume 17, Nomor 2, Hal. 01-08 Januari Juni 2015 ISSN:0852-8349 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI Ardhiyan Saputra Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

ELASTISITAS PERMINTAAN. LECTURE NOTE AGRONIAGA By: Tatiek Koerniawati

ELASTISITAS PERMINTAAN. LECTURE NOTE AGRONIAGA By: Tatiek Koerniawati ELASTISITAS ERMINTAAN LECTURE NOTE AGRONIAGA By: Tatiek Koerniawati Elastisitas Harga Elastisitas harga adalah rasio yang menyatakan persentase perubahan kuantitas dibagi dengan persentase perubahan harga.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci