BAB II LANDASAN TEORI. relevansi teori terhadap masalah yang diteliti dalam penelitian ini yakni gejala

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. relevansi teori terhadap masalah yang diteliti dalam penelitian ini yakni gejala"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Peneliti menggunakan beberapa teori gabungan dari para ahli bahasa untuk mendukung penelitian ini. Pemilihan teori tersebut mempertimbangkan relevansi teori terhadap masalah yang diteliti dalam penelitian ini yakni gejala bahasa prokem di lingkungan remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Teori-teori tersebut adalah penelitian relevan, hakikat bahasa, konsep teori sosiolinguistik, variasi bahasa dan ragamnya, bahasa prokem, tipe gejala bahasa, dan hakikat remaja. A. Penelitian Relevan Dalam rangka membedakan penelitian berjudul Gejala Bahasa Prokem di Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal dengan penelitian sejenis lain yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti telah meninjau dua laporan penelitian lain. Kedua penelitian tersebut dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yakni Fita Triyanasari pada tahun 2016 dan Hartini pada tahun Proses Perubahan Bentuk Kata dalam Tuturan Siswa PAUD Ar- Rochmah Karang Banjar, Purbalingga pada Semester Satu Tahun Pelajaran oleh Fita Triyanasari. Penelitian yang dilakukan oleh Fita Triyanasari (2016) tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan bentuk kata pada tuturan siswa

2 PAUD Ar-Rochmah Karang Banjar, Purbalingga. Konsep pemikiran yang digunakan oleh penelitian tersebut ialah pendapat Masnur Muslich dalam bukunya yang berjudul Tata Bentuk Bahasa Indonesia dan J.S. Badudu dalam bukunya yang berjudul Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Perbedaan mendasar penelitian yang telah dilakukan oleh Fita Triyanasari dengan penelitian ini terletak pada tujuan, data, dan sumber data penelitian. Pada penelitian tersebut, Fita Triyanasari menggunakan tuturan anak usia dini di PAUD Ar-Rochmah Desa Karang Banjar, Purbalingga sebagai data dan sumber data penelitian. Penelitian tersebut berlangsung selama dua bulan yakni pada Oktober 2015 Desember Pada penelitian berjudul Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal ini peneliti menggunakan data tuturan yang diperoleh dari para remaja di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal sebagai data dan sumber data penelitian. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan yakni pada 2 April 2016 hingga 1 Mei Deskripsi Penggunaan Bahasa Gaul dalam Kajian Etnolinguuistik oleh Hartini. Penelitian yang dilakukan oleh Hartini (2003) bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembentukan istilah dalam bahasa gaul dan memaparkan hubungan bahasa gaul dengan pandangan hidup, cara memandang kenyataan, struktur pemikiran, dan keterkaitan bahasa gaul dengan perubahan dalam masyarakat. Konsep pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendapat Derby Sahertian, Abdul Chaer dan Leonie Augustina dalam buku Sosiolinguistik Perkenalan Awal mengenai variasi bahasa. Data diperoleh dari

3 majalah Kawanku dan tabloid Keren Beken, Gaul, dan Fantasi periode September Desember Tahap analisis data menggunakan metode padan dan metode pustaka sedangkan tahap penyediaan data menggunakan metode formal dan informal. Perbedaan penelitian Hartini dengan penelitian ini terletak pada tujuan penelitian, tahap penyediaan data, data, dan sumber data. Pada penelitian berjudul Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal di Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal ini peneliti menggunakan data tuturan yang diperoleh dari para remaja di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal sebagai data dan sumber data penelitian. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan yakni pada 2 April 2016 hingga 1 Mei 2016 dengan tujuan untuk mendeskripsikan gejala bahasa pada tuturan bahasa prokem remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. B. Hakikat Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik dan paling sempurna dibanding dengan alat komunikasi lain. Bahasa memiliki ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat untuk mengidentifikasi diri. Dengan bahasa, seseorang dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dan kemauannya kepada orang lain dalam suatu kelompok masyarakat. Menurut Chaer (2004: 11) bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Setiap bahasa mempunyai pola dan aturan-aturan tertentu dalam hal tata bunyi, kata, kalimat, dan makna. Berbagai faktor yang terdapat di dalam masyarakat pemakai bahasa,

4 seperti usia, pendidikan, agama, profesi, dan latar belakang budaya daerah, juga bisa menyebabkan adanya variasi bahasa. Nababan (1993: 46) memberikan pengertian bahasa sebagai suatu sistem perisyaratan (semiotik) yang terdiri atas unsur-unsur isyarat dan hubungan antara unsur-unsur itu. Unsur bahasa dari yang terkecil sampai terbesar adalah fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Menurut Kridalaksana (2008: 24) bahasa didefinisikan sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Chaer (2004: 11) mendefinisikan bahasa sebagai sebuah sistem, yang artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa itu bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang hanya dimiliki oleh manusia. Chaer (1998: 2) mengungkapkan fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Dengan menggunakan bahasa komunikasi dapat berlangsung lebih baik dan lebih sempurna. C. Hakikat Sosiolinguistik Secara umum sosiolinguistik merupakan sebuah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan masyarakat sebagai penutur bahasa. Hal ini mengaitkan fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai alat komunikasi. Menurut Kridalaksana (2008: Sosiolinguistik ialah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara pelaku bahasa dan perilaku sosial. Dell

5 Hymess (dalam Sumarsono, 2008: 3) mengatakan Sociolinguistics could be taken to refer to use of linguistic and analysis in other disciplice concerned with social life coversely, to use of social data and analysis in linguistics. Sosiolinguistik dapat mengacu kepada pemakaian data kebahasaan dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan sosial dan sebaliknya, mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam linguistik. Berdasarkan kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sosiolinguistik menyangkut tiga hal yang penting yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan bahasa dengan masyarakat. Bahasa dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan. Bahasa sebagai sarana terpenting dalam berkomunikasi akan selalu hadir di setiap kebutuhan hidup manusia. Fishman (dalam Chaer, 2004: 3) mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur. Platt (dalam Siregar dkk, 1998: 54) berpendapat bahwa dimensi identitas sosial merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa di dalam masyarakat yang multilingual, dimensi ini mencakup umur, jenis kelamin, tingkat dan sarana pendidikan, dan latar sosial ekonomi. Hal tersebut senada dengan definisi sosiolinguistik yang diungkapkan oleh Nababan dalam bukunya yang berjudul Sosiolinguistik. Nababan (1994: 2) yang mengungkapkan bahwa sosiolinguistik adalah pengkajian-pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan. Sosiolinguistik memfokuskan penelitian pada variasi ujaran dan mengkajinya dalam suatu

6 konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial tersebut dengan variasi bahasa. Berdasarkan beberapa pengertian para ahli yang telah disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji mengenai ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa. Kajian ilmu sosiolinguistik sangat erat kaitannya dengan ilmu sosiologi. Hal tersebut dikarenakan bahasa memiliki hubungan yang begitu erat dengan faktor sosial yang ada di dalam masyarakat. Hubungan tersebut membuat bahasa dapat dikaji dari segi ragam dan variasi bahasa yang muncul di dalam sebuah masyarakat. 1. Variasi Bahasa Menurut Chaer (2004: 61), sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa pun menjadi beragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Keberagaman variasi bahasa tersebut dapat terjadi di setiap masyarakat tutur. Chaer (2004: 62) mengungkapkan dalam variasi bahasa, terdapat dua pandangan. Pertama, variasi dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial

7 penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Jadi, variasi tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi atau ragam bahasa sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Sementara itu, Soeparno (2002, 49) mengungkapkan bahwa variasi bahasa adalah keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu. Kridalaksana (2008: 253) menyebut variasi bahasa sebagai satuan yang sekurang-kurangnya mempunyai dua variasi yang dipilih oleh penutur bahasa. Variasi tersebut tergantung dari faktor-faktor seperti jenis kelamin, umur, status sosial, dan situasi. Variasi itu dianggap sistematis karena merupakan interaksi antara faktor sosial dan faktor bahasa. Allen (dalam Pateda, 1992:52) mengatakan A variety is any body of human speech patterns which is sufficiently homogeneous to be analysed by available technique of synchronic description and their arrgements or processes with broad enough semantic scope to function in all normal contexts of communication. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa variasi adalah keseluruhan pola-pola ujaran manusia yang cukup sama untuk dianalisis dengan teknik-teknik pemerian sinkronik yang ada dan memiliki perbendaharaan unsur-unsur yang cukup besar dan penyatuan-penyatuan atau proses dengan cakupan semantik yang cukup luas bagi fungsinya dalam segala konteks komunikasi yang normal. Chaer (2004: 62-64) dalam bukunya yang berjudul Sosiolinguistik Perkenalan Awal mengungkapkan bahwa variasi bahasa dari segi pemakai atau penuturnya dapat dibedakan menjadi empat jenis yakni idiolek (perorangan), dialek (kelompok), kronolek, dan sosiolek.

8 Ideolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan sedangkan dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai variasi bahasa dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa merupakan keragaman bahasa yang lazim digunakan dan tidak bertentangan dengan kaidah kebahasaan. Keragaman bahasa tersebut justru akan dapat menambah khazanah kebahasaan yang sudah ada sebelumnya. 2. Sosiolek dan Ragamnya Variasi bahasa berdasarkan penuturnya disebut sosiolek atau dialek sosial yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Chaer (2004:66) mengatakan sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa dengan sebutan akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambahkan dengan yang disebut bahasa prokem. Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Sebagai contoh adalah bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa Jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap dan

9 dipandang rendah. Bahasa Inggris yang digunakan oleh para coboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek. Begitu juga bahasa Jawa kramandesa. Bahasa vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan (kurang terdidik). Chaer (2004: 67) mengungkapkan bahasa kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pengertian mengenai bahasa kolokial tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Alwasilah (1985: 59-60) bahwa bahasa kolokial adalah bahasa informal yang lazim digunakan dalam percakapan, bukan dalam bentuk tulisan. Dalam bahasa Indonesia banyak percakapan yang menggunakan bentuk kolokial seperti Dok (dokter), Prof (profesor), Let (letnan), ndak ada (tidak ada), dan sebagainya. Bahasa jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan-ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia. Umpamanya, dalam kelompok montir atau perbengkelan ada ungkapan-ungkapan seperti roda gila, didongkrak, dices, dibalas, dan dipoles. Chaer (2004: 68) mengungkapkan Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah pada kosakata. Umpamanya, dalam dunia kejahatan (pencuri, tukang copet) pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam arti mangsa, kacamata dalam arti polisi, daun dalam arti uang, gemuk dalam arti

10 mangsa besar, dan tape dalam arti mangsa yang empuk. Chaer (2004: 68) juga mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ken. Ken adalah variasi sosial tertentu yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis, seperti tercermin dalam ungkapan the cont of beggar (bahasa pengemis). Chaer, (2004: 67) juga mengungkapkan slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang digunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah. Slang bersifat temporal dan lebih umum digunakan oleh para kaula muda, meski kaula tua pun ada pula yang menggunakan bahasa tersebut. D. Bahasa Prokem 1. Pengertian Prokem Bahasa prokem sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an. Awalnya, istilah-istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi pembicaraan dalam komunitas tertentu namun karena sering digunakan di luar komunitasnya, semakin lama istilah-istilah tersebut menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat. Menurut Mastuti (2008: 45) bahasa prokem awalnya digunakan oleh para preman yang kehidupannya dekat sekali dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orangorang di luar komunitas mereka tidak tahu makna dari istilah tersebut. Dengan begitu mereka tidak sembunyi-sembunyi lagi untuk membicarakan hal-hal negatif

11 yang akan atau telah mereka lakukan. Akhirnya mereka yang bukan preman mengikuti untuk menggunakan bahasa tersebut dalam pembicaraan sehari-hari sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia. Bahasa prokem berbeda dengan bahasa slang karena terdapat kemungkinan orang di luar kelompok pengguna bahasa prokem tersebut mengikuti untuk menggunakan bahasa tersebut. Menurut Sumarsono (2014: 154) prokem merupakan bahasa yang awalnya digunakan oleh kaum pencoleng, pencopet, bandit, dan sebangsanya yang memiliki fungsi sebagai bahasa rahasia, namun sekarang bahasa tersebut digunakan oleh remaja khususnya di Jakarta. Kridalaksana (2008: 28-29) yang mengungkapkan prokem adalah ragam nonstandar bahasa Indonesia yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an kemudian digantikan oleh ragam yang disebut bahasa gaul. Dari beberapa pengertian mengenai bahasa prokem di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa prokem berbeda dengan bahasa slang dan jargon. Perbedaan bahasa prokem dengan bahasa slang adalah dari sifat kerahasiaan kedua bahasa tersebut. Menurut pengertian yang diungkapkan para ahli di atas, bahasa slang benar-benar dirahasiakan oleh penggunanya dan tidak menginginkan orang dari luar kelompoknya mengetahui bahasa mereka sehingga sangat jarang masyarakat di luar kelompoknya mengetahui bahasa tersebut sedangkan bahasa prokem seiring dengan intensitas penggunaanya semakin dikenal di kalangan masyarakat. Bahasa prokem juga berbeda dengan bahasa jargon karena bahasa jargon digunakan di kelompok tertentu saja sedangkan prokem digunakan di kalangan masyarakat.

12 Bahasa prokem berkembang sesuai dengan latar belakang budaya pemakainya sekaligus menjadi ragam bahasa yang digunakan ketika dalam sebuah percakapan yang santai atau tidak resmi. Kosakata bahasa prokem yang tercipta sering diambil dari kosakata yang ada di lingkungan tertentu. Para pengguna bahasa prokem cenderung mencampuradukkan segala macam pola ke dalam bahasa prokem, bahkan terdapat kosakata prokem yang tidak dapat secara jelas diidentifikasi. Hal tersebut dikarenakan antara kata dengan maknanya tidak saling berhubungan atau lebih bersifat arbitrer. Pembentukan kata dan makanya begitu beragam dan bergantung pada kreativitas pemakai bahasa prokem tersebut. Berdasarkan beberapa definisi mengenai bahasa prokem di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa prokem merupakan salah satu ragam nonstandar bahasa Indonesia. Bahasa prokem muncul atau terbentuk dalam sebuah kelompok tertentu namun seiring tingginya intensitas penggunaan bahasa tersebut membuat bahasa prokem menjadi salah satu jenis bahasa gaul di kalangan remaja. Terbentuknya kosakata bahasa prokem merupakan sebuah bentuk kreativitas dari para remaja. Bahasa prokem tersebut digunakan oleh para remaja sebagai bahasa gaul ketika berkomunikasi dengan remaja lain. Para remaja tersebut tidak menggunakan bahasa prokem tersebut ketika mereka berbicara dengan orang tua dan anak-anak. 2. Karakteristik Bahasa Prokem Sebagai salah satu jenis variasi bahasa, prokem memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan jenis bahasa lain. Flexner (dalam Untoro, 1999: 5) mencirikan prokem sebagai berikut:

13 a. Merupakan ragam bahasa tidak resmi. b. Berupa kosakata yang ditemukan oleh kelompok orang muda atau kelompok sosial tertentu. c. Menggunakan kata-kata lama atau baru dengan cara baru atau arti baru. d. Dapat berwujud pemendekan kata seperti akronim dan singkatan. e. Dapat diterima sebagai kata populer. f. Merupakan kreasi bahasa yang terkesan kurang wajar. g. Berupa kata atau kalimat yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia. h. Mempunyai bentuk yang khas melalui berbagai macam proses pembentukan. i. Berdasarkan proses pembentukannya, ada kemiripan bunyi dengan kata asalnya. E. Gejala Bahasa Perubahan bentuk kata, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah sehingga menjadi bahasa prokem dapat disebut dengan gejala bahasa. Hal tersebut senada dengan pendapat Muslich (2009: 101) yang mengungkapkan bahwa perubahan-perubahan bentuk kata apapun dalam suatu bahasa lazim disebut dengan gejala bahasa. Selain Muslich, Badudu (1985: 47) menjelaskan bahwa gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Muslich (2009: ) memaparkan macam-macam gejala bahasa yaitu analogi, adaptasi, kontaminasi, hiperkorek, varian, asimilasi, disimilasi, adisi, reduksi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, anaptiksis, haplologi, dan kontraksi. J.S. Badudu (1985: 47 65)

14 dalam bukunya Pelik-Pelik Bahasa juga memaparkan beberapa jenis gejala bahasa yaitu analogi, kontaminasi, hiperkorek, penambahan fonem, penghilangan fonem, kontraksi, metatesis, dan adaptasi. Berdasarkan dua pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa merupakan perubahan bentuk dalam sebuah kata. Perubahan bentuk tersebut memungkinkan munculnya sebuah kosakata baru bahkan memiliki makna yang berbeda. Gejala bahasa tersebut dapat dibagi menjadi 15 jenis yakni analogi, adaptasi, kontaminasi, hiperkorek, varian, asimilasi, disimilasi, adisi (penambahan fonem), reduksi (penghilangan fonem), metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, anaptiksis, haplologi, dan kontraksi. 1. Analogi Muslich (2009: 101) mengungkapkan analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh yang sudah ada. Dalam suatu bahasa yang sedang tumbuh dan berkembang, pembentukan kata-kata baru (analogi) sangat penting sebab bentukan kata baru dapat memperkaya perbendaharaan bahasa. Pengertian analogi menurut Masnur Muslich tersebut senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Badudu (1985: 47) yang mendefinisikan analogi sebagai suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada. Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa analogi merupakan suatu bentuk bahasa yang meniru bahasa yang sudah ada. Misalnya: dewa-dewi, putra-putri, mahasiswa-mahasiswi, siswa-siswi, muda-mudi, hartawan, rupawan, olahragawan, dan bangsawan.

15 2. Adaptasi Menurut Badudu (1985: 65) gejala adaptasi ialah kata-kata pungut yang diambil dari bahasa asing yang berubah bunyinya sesuai dengan penerimaan pendengaran atau ucapan lidah orang Indonesia. Pengertian adaptasi tersebut sesuai dengan pengertian gejala adaptasi yang diungkapkan oleh Masnur Muslich dalam bukunya yang berjudul Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Muslich (2009: 103) mengungkapkan bahwa gejala adaptasi adalah perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang sesuai dengan penerimaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala adaptasi merupakan penyesuaian bunyi dan struktur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Adaptasi atau penyesuaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adaptasi fonologis dan adaptasi morfologis. a. Adaptasi fonologis adalah penyesuaian perubahan bunyi bahasa asing menjadi bunyi yang sesuai dengan ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya. Adaptasi ini menekankan pada lafal bunyi, misalnya sebagai berikut: voolopoer (Belanda) pelopor dhahir (Arab) lahir b. Adaptasi morfologis adalah penyesuaian struktur bentuk kata. Perubahan struktur kata ini tentu saja berpengaruh pada perubahan bunyi. Misalnya pada kata berikut ini: parameswari (Sanskerta) permaisuri prahara (Sanskerta) perkara

16 3. Kontaminasi Muslich (2009: 103) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Indonesia, kata kontaminasi sama dengan kerancuan. Kata rancu berarti campur aduk, tumpang-tindih, kacau. Dalam bidang bahasa, kata rancu (kerancuan) dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua unsur bahasa (imbuhan, kata, frasa, atau kalimat) yang tidak wajar. Hal tersebut senada dengan pengertian kontaminasi yang diungkapkan oleh Badudu (1985: 51) mengungkapkan bahwa kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia diistilahkan dengan kerancuan. Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala kontaminasi ialah bentukan kata yang tidak wajar atau rancu dikarenakan pencampuradukan dua unsur bahasa yang tidak wajar. Ketidakwajaran yang menunjukkan bentuk rancu tersebut (khususnya bentukan kata) dapat dilihat pada contoh sebagai berikut: dinasionalisirkan dipublisirkan diperluaskan dipertinggikan 4. Hiperkorek Menurut Muslich (2009: 104) gejala hiperkorek merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah menjadi salah. Maksudnya, sesuatu yang sudah betul dibetulkan lagi yang akhirnya justru menjadi salah atau setidaknya dianggap bentuk yang tidak baku. Hal tersebut sesuai dengan pengertian gejala hiperkorek menurut Badudu (1985: 58) yang mengungkapkan bahwa gejala hiperkorek adalah proses bentukan betul dibalik betul. Maksudnya,

17 yang sudah betul dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah. Kridalaksana (2008: 83) mengungkapkan bahwa gejala hiperkorek bersangkutan dengan bentuk atau pemakaian kata secara salah karena menghindari pemakaian substandar. Berdasarkan pengertian hiperkorek dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala hiperkorek ialah pembetulan bentuk kata yang sudah benar atau baku namun justru menjadi salah dan tidak lagi benar. Gejala hiperkorek dapat dilihat pada contoh berikut ini: a. Fonem /s/ menjadi /sy/: sehat menjadi syehat; insaf menjadi insyaf; saraf menjadi syaraf. b. Fonem /h/ menjadi /kh/: ahli menjadi akhli; rahim menjadi rakhim; hewan menjadi khewan. 5. Varian Muslich (2009: 105) mengungkapkan bahwa gejala varian merupakan gejala bahasa yang sering ditemukan dan diucapkan oleh para pejabat pada masa Orde Baru. Gejala ini sangat identik dengan perubahan vokal /a/ pada surfiks kan menjadi /Ə/. Meskipun demikian tidak jarang pula ditemukan gejala varian pada masyarakat penutur yang bukan berasal dari kalangan pejabat. Kridalaksana (1992: 253) mengungkapkan bahwa varian ialah bunyi yang ditentukan oleh lingkungannya dalam distribusi komplementer. Berdasarkan pengertian dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa varian merupakan sebuah bentuk gejala

18 bahasa yang ditunjukkan dengan adanya perubahan vokal /a/ menjadi /Ə/ pada surfiks kan. Gejala varian dapat dilihat pada contoh berikut ini: direncanakan menjadi direncanaken; diambilkan menjadi diambilken; 6. Asimilasi Menurut Muslich (2009: 105) gejala asimilasi adalah proses penyamaan atau penghampirsamaan bunyi yang tidak sama. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Harimurti Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Kamus Linguistik. Kridalaksana (2008: 21) mengungkapkan bahwa asimilasi adalah proses perubahan bunyi yang mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain. Berdasarkan pengertian asimilasi menurut dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala asimilasi ialah perubahan dua fonem atau bunyi yang tidak sama menjadi sama atau setidaknya hampir sama. Gejala asimilasi dapat dilihat pada contoh berikut ini: inmoral immoral imoral; alsalam assalam asalam 7. Disimilasi Menurut Kridalaksana (2008: 51) disimilasi adalah perubahan yang terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tak sama. Pengertian disimilasi tersebut sesuai dengan pengertian menurut Muslich (2009: 105) yang mengungkapkan disimilasi adalah proses berubahnya dua buah fonem yang sama menjadi tidak sama. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala disimilasi merupakan kebalikan dari asimilasi. Gejala

19 disimilasi adalah perubahan dua fonem atau bunyi yang sama menjadi tidak sama. Gejala disimilasi dapat dilihat pada contoh berikut ini: sajjana sarjana; rapport lapor; berajar belajar. 8. Adisi Muslich (2009: 106) mengungkapkan gejala adisi ialah perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh penambahan fonem. Adisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu protesis, epentesis, dan paragog. Hal tersebut senada dengan gejala bahasa penambahan fonem yang diungkapkan Badudu (1985: 63) yang mengungkapkan bahwa gejala penambahan fonem dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni protesis, epentesis, dan paragog. Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala adisi merupakan perubahan bentuk kata yang terjadi yang ditandai dengan adanya penambahan fonem pada kata tersebut. a. Protesis adalah proses penambahan fonem di awal kata. Gejala adisi protesis dapat dilihat pada contoh berikut ini: lang elang; mas emas; smara asmara. b. Epentesis adalah proses penambahan fonem di tengah kata. Gejala adisi epentesis dapat dilihat pada contoh berikut ini: general jenderal; upama umpama; kapak kampak.

20 c. Paragog adalah proses penambahan fonem pada akhir kata. Gejala adisi paragog dapat dilihat pada contoh berikut ini: lamp lampu; adi adik; ina inang. 9. Reduksi Muslich (2009: 106) gejala reduksi adalah peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala reduksi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu aferesis, sinkop, dan apokop. Penghilangan fonem juga diungkapkan Badudu (1985: 63) yang mengungkapkan bahwa gejala penghilangan atau penanggalan fonem dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni aferesis, sinkop, dan apokop. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa reduksi merupakan perubahan bentuk kata yang ditandai dengan adanya pengurangan atau penghilangan fonem dalam sebuah kata. a. Aferesis ialah proses penghilangan fonem pada awal kata. Gejala reduksi aferesis dapat dilihat pada contoh berikut ini: upawasa puasa; tatapi tetapi tapi. b. Sinkop adalah proses penghilangan fonem di tengah-tengah kata. Gejala reduksi sinkop dapat dilihat pada contoh berikut ini: sahaya saya; kelamarin kemarin; c. Apokop adalah proses penghilangan fonem pada akhir kata. Gejala adisi apokop dapat dilihat pada contoh berikut ini:

21 pelangit pelangi; import impor; mpulaut pulau. 10. Metatesis Muslich (2009: 107) mengungkapkan bahwa metatesis suatu pertukaran, adalah perubahan kata yang fonem-fonemnya bertukar tempatnya. Badudu (1985: 64) mengungkapkan bahwa gejala metatesis memperlihatkan pertukaran tempat satu atau beberapa fonem. Kedua pendapat ahli tersebut senada dengan pengertian metatesis menurut Kridalaksana (1992: 153) yang menyebutkan bahwa metatesis adalah perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan metatesis adalah sebuah pertukaran maka dapat disimpulkan bahwa gejala metatesis merupakan gejala bahasa yang ditunjukkan dengan adanya pertukaran fonem dalam sebuah kata. Gejala metatesis dapat dilihat pada contoh berikut ini: rontal lontar; lebat tebal. 11. Diftongisasi Muslich (2009: 107) mengungkapkan diftongisasi adalah proses perubahan suatu monoftong menjadi diftong. Hal serupa juga diungkapkan Kridalaksana (1992: 50) yang menyebutkan diftongisasi adalah proses perubahan vokal menjadi diftong. Monoftong adalah bunyi vokal yang dihasilkan tanpa gerajan lidah sedangkan diftong ialah bunyi bahasa yang pada waktu pengucapannya ditandai oleh perubahan gerak lidah dan perubahan tamber satu kali, dan yang berfungsi sebagai inti dari suku kata. Berdasarkan dua pendapat

22 ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa diftongisasi ialah gejala bahasa pada sebuah kata yang ditunjukkan dengan berubahnya monoftong menjadi diftong. Monoftong adalahgejala diftongisasi dapat dilihat pada contoh berikut ini: sodara saudara; pete petai; gule gulai. 12. Monoftongisasi Menurut Muslich (2009: 108) monoftongisasi adalah proses perubahan suatu diftong (gugus vokal) menjadi monoftong. Kridalaksana (1992: 157) mengungkapkan monoftongisasi adalah proses perubahan dari sebuah diftong menjadi sebuah monoftong. Berdasarkan pendapat dari dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa monoftongisasi merupakan kebalikan dari diftongisasi. Monoftongisasi ialah perubahan bentuk kata yang ditunjukkan dengan berubahnya suatu diftong menjadi monoftong. Gejala monoftongisasi dapat dilihat pada contoh berikut ini: gurau guro; danau dano; tunai tune. 13. Anaptiksis Muslich (2009: 108) mengungkapkan gejala anaptiksis adalah proses penambahan suatu bunyi dalam suatu suku kata guna melancarkan ucapannya. Menurut Kridalaksana (1992: 15) anaptiksis adalah penyisipan vokal pendek di antara dua konsonan atau lebih untuk menyederhanakan struktur suku kata. Berdasarkan pendapat dari dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

23 anaptiksis merupakan gejala bahasa pada suatu kata yang ditunjukkan dengan penambahan vokal pendek di tengah-tengah kata. Penambahan tersebut berguna untuk melancarkan pengucapan kata tersebut. Gejala anaptiksis dapat dilihat pada contoh berikut ini: putra putera; candra candera; 14. Haplologi Muslich (2009: 108) mengungkapkan bahwa haplologi adalah proses penghilangan suku kata yang ada di tengah-tengah kata. Kridalaksana (1992: 80) mengungkapkan bahwa haplologi adalah penghilangan satu atau dua bunyi yang sama dan berurutan. Penghilangan tersebut berada di tengah kata. Berdasarkan pendapat dari dua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gejala haplologi adalah penghilangan atau pengurangan suku kata yang terletak di tengah-tengah kata. Gejala haplologi dapat dilihat pada contoh berikut ini: budhidaya budaya; mahardhika merdeka; sarnannantara sementara. 15. Kontraksi Menurut Muslich (2009: 109) kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem. Hal tersebut senada dengan pengertian kontraksi yang diungkapkan Kridalaksana (1992: 162) yang mengungkapkan bahwa kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau

24 gabungan leksem. Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kontraksi ialah gejala bahasa yang ditunjukkan dengan adanya pemendekan sebuah kata dan terkadang terdapat perubahan atau penggantian fonem. Gejala kontraksi dapat dilihat pada contoh berikut ini: perlahan-lahan pelan-pelan; tidak ada tiada; tetapi tapi. F. Hakikat Remaja 1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (1980: 206) istilah kata remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescrere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif demikian pula orang-orang zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan; anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence, mempunyai arti yang lebih luas, termasuk mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Piaget (dalam Hurlock, 1980: 206) mengatakan: Secara psikologis, masa remaja adalah usia individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak... Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber... Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok... Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyatannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

25 Berdasarkan kutipan tersebut, lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Anak yang telah memasuki tahap remaja secara sadar akan mulai mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupannya. Masa remaja memiliki karakteristik yang cenderung unik, antara lain; petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini juga tercermin dalam bahasa sehari-hari yang digunakan mereka untuk berkomunikasi. Keinginan para remaja untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka mampu menciptakan bahasa sendiri. Kartono (1995: 148) mengungkapkan bahwa masa remaja disebut pula sebagai penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsifungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama seksual. Papalia (2008: 535) mengungkapkan bahwa remaja memiliki peran besar dalam perkembangan bahasa karena remaja adalah saat di mana aspek kognitif berkembang pesat. Pada tahap ini manusia cenderung lebih menunjukkan kapasitas abstraknya, yakni dengan menggunakan bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh mereka sendiri. Sumarsono (2014: 150) mengungkapkan bahwa remaja memiliki keinginan untuk membuat kelompok eksklusif yang menyebabkan mereka menciptakan bahasa sendiri. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami peningkatan pesat. Kosakata yang digunakan para remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang begitu kompleks. Menurut Owen (dalam Papalia, 2008: 559) remaja mulai peka dengan kata-kata

26 yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora ironi dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul. 2. Batasan Usia Remaja Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Kartono (1995: 36) batasan usia dibagi menjadi tiga yaitu: a. Remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas, dan merasa kecewa. b. Remaja pertengahan (15-18 tahun) Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri

27 sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya. c. Remaja akhir (18-21 tahun) Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya. G. Kerangka Pikir Variasi bahasa memang lazim muncul di kalangan masyarakat sebagai sebuah bentuk berkembangnya sebuah bahasa. Kemunculan berbagai variasi bahasa tersebut tidak dilarang penggunaannya justru akan mampu menambah khazanah dalam berbahasa, baik dalam berbahasa Indonesia maupun bahasa daerah. Prokem adalah salah satu jenis variasi bahasa yang dapat muncul atau terbentuk di tengah-tengah masyarakat. Kosakata bahasa prokem dapat terbentuk atau berasal dari kosakata bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing bahkan tidak jarang ditemukan kosakata bahasa prokem yang tidak dapat secara jelas diidentifikasi atau dengan kata lain lebih bersifat arbitrer. Pembentukan kata seperti itu memiliki makna yang beragam dan bergantung pada kreativitas pemakai bahasa prokem tersebut. Bahasa prokem kini tidak menjadi sebuah bahasa yang digunakan untuk merahasiakan pembicaraan namun justru menjadi salah satu bahasa gaul yang digunakan oleh masyarakat penggunanya.

28 Salah satu pengguna bahasa prokem tersebut ialah kelompok remaja di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Bahasa prokem yang digunakan merupakan bentukan dari kosakata bahasa Indonesia dan bahasa daerah yakni bahasa Jawa dialek Tegal. Perubahan bentuk dan makna dari asal kata bentukan kosakata bahasa prokem tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala-gejala bahasa pada bahasa Indonesia dan bahasa daerah tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori Sosiolinguistik yang didalamnya mencakup teori mengenai keragaman atau variasi bahasa dimana prokem menjadi salah satu bahasa di dalam variasi bahasa tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif deskriptif dengan sumber data yakni tuturan masyarakat pengguna prokem di Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Teknik dasar pada penelitian ini menggunakan teknik sadap sedangkan teknik lanjutan menggunakan Teknik Simak Libat Cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode agih dengan teknik dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik lanjutan yakni teknik ganti. Dari rangkaian proses tersebut, penelitian ini diharapkan akan mampu mengklasifikasikan gejala bahasa yang terkandung di dalam kosakata bahasa prokem di lingkungan remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini:

29 Bagan 1: Kerangka Berpikir Gejala Bahasa Prokem Dialek Tegal Di Lingkungan Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal Variasi Bahasa Bahasa Prokem Gejala Bahasa Pengertian Gejala Bahasa Gejala Bahasa: 1. Analogi 2. Adaptasi 3. Kontaminasi 4. Hiperkorek 5. Varian 6. Asimilasi 7. Disimilasi 8. Adisi 9. Reduksi 10. Metatesis 11. Diftongisasi 12. Monoftongisasi 13. Anaptiksis 14. Haplologi 15. Kontraksi 16. Kosakata Bahasa Prokem Remaja Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Penelitian dengan judul Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Gaul pada Tabloid Edisi Tahun 2012, oleh Riana

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Penelitian dengan judul Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Gaul pada Tabloid Edisi Tahun 2012, oleh Riana 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Gaul pada Tabloid Edisi 15-21 Tahun 2012, oleh Riana Penelitian tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain. Manusia tidak terlepas dari bahasa, baik untuk mengungkapkan gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. orang lain. Manusia tidak terlepas dari bahasa, baik untuk mengungkapkan gagasan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Manusia tidak terlepas dari bahasa, baik untuk mengungkapkan gagasan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang

Lebih terperinci

MODUL. BAHASA dan SASTRA INDONESIA

MODUL. BAHASA dan SASTRA INDONESIA YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan sebuah sarana untuk berinteraksi satu sama lain. Meskipun terdapat begitu banyak sarana yang dapat digunakan,

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI RAGAM BAHASA GAUL REMAJA KOTA METROPOLITAN

BENTUK DAN FUNGSI RAGAM BAHASA GAUL REMAJA KOTA METROPOLITAN BENTUK DAN FUNGSI RAGAM BAHASA GAUL REMAJA KOTA METROPOLITAN (Studi Kasus Pemakaian Ragam Bahasa Gaul Siswa SMA Negeri 66 Jakarta) Disusun Oleh: LATHIFATUL ULYA - 13010113140136 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh: M. ALFIN FAUZAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sumarsono (2015 : 130), Waria adalah (Singkatan dari wanita-pria)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sumarsono (2015 : 130), Waria adalah (Singkatan dari wanita-pria) BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Waria Menurut Sumarsono (2015 : 130), Waria adalah (Singkatan dari wanita-pria) atau wadan (wanita-adam atau Hawa-Adam) merujuk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi. Selain itu, dalam membangun pertumbuhan mental seseorang

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi. Selain itu, dalam membangun pertumbuhan mental seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi utama yang mengawali segalanya. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan informasi, pendapat, dan berekspresi. Selain itu, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan oleh individu maupun masyarakat. Tanpa ada bahasa berarti tidak

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan oleh individu maupun masyarakat. Tanpa ada bahasa berarti tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh individu maupun masyarakat. Tanpa ada bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. beberapa konsep yaitu sosiolinguistik, ragam bahasa, dan bahasa gaul.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. beberapa konsep yaitu sosiolinguistik, ragam bahasa, dan bahasa gaul. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam memahami hal hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu sosiolinguistik, ragam bahasa, dan bahasa gaul.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Meja Siswa di MTs Muhammadiyah Patikaraja Tahun 2015 berbeda dengan penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Meja Siswa di MTs Muhammadiyah Patikaraja Tahun 2015 berbeda dengan penelitian 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai Proses Pembentukan Kata Ragam Bahasa pada Coretan di Meja Siswa di MTs Muhammadiyah Patikaraja Tahun 2015 berbeda dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa. Melalui bahasa seseorang dapat mengetahui hakikat manusia. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa. Melalui bahasa seseorang dapat mengetahui hakikat manusia. Dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sekaligus menjadi alat pemersatu bangsa. Melalui bahasa seseorang dapat mengetahui hakikat manusia. Dengan demikian bahasa

Lebih terperinci

PROSES PERUBAHAN BENTUK KATA DALAM TUTURAN SISWA PAUD AR-ROCHMAH KARANG BANJAR, PURBALINGGA PADA SEMESTER SATU TAHUN PELAJARN

PROSES PERUBAHAN BENTUK KATA DALAM TUTURAN SISWA PAUD AR-ROCHMAH KARANG BANJAR, PURBALINGGA PADA SEMESTER SATU TAHUN PELAJARN 1 PROSES PERUBAHAN BENTUK KATA DALAM TUTURAN SISWA PAUD AR-ROCHMAH KARANG BANJAR, PURBALINGGA PADA SEMESTER SATU TAHUN PELAJARN 2015-2016 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mencapai gelar

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA GAUL DALAM WACANA CERPEN REMAJA DI TABLOID GAUL EDISI BULAN JANUARI-FEBRUARI 2009 SKRIPSI

ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA GAUL DALAM WACANA CERPEN REMAJA DI TABLOID GAUL EDISI BULAN JANUARI-FEBRUARI 2009 SKRIPSI 0 ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA GAUL DALAM WACANA CERPEN REMAJA DI TABLOID GAUL EDISI BULAN JANUARI-FEBRUARI 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa akan selalu berhubungan dengan masyarakat penutur begitu pula sebaliknya, masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VARIASI BAHASA REMAJA DALAM RUBRIK MISS GAUL PADA MAJALAH GADIS

PENGGUNAAN VARIASI BAHASA REMAJA DALAM RUBRIK MISS GAUL PADA MAJALAH GADIS 0 PENGGUNAAN VARIASI BAHASA REMAJA DALAM RUBRIK MISS GAUL PADA MAJALAH GADIS SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan pendidikan S1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

VARIASI BAHASA DALAM SOSIOLINGUISTIK. A. Pengertian Sosiolinguistik

VARIASI BAHASA DALAM SOSIOLINGUISTIK. A. Pengertian Sosiolinguistik VARIASI BAHASA DALAM SOSIOLINGUISTIK A. Pengertian Sosiolinguistik Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasi diri (KBBI, 2008:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

JURNAL LOGIKA, Vol XVIII, No 3, Desember 2016 p-issn: e-issn:

JURNAL LOGIKA, Vol XVIII, No 3, Desember 2016 p-issn: e-issn: PENGARUH BAHASA GAUL TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA MAHASISWA UNSWAGATI Ratna Prasasti Suminar (Universitas Swadaya Gunung Jati) Abstrak Bahasa adalah identitas dari suatu negara sebagai alat untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta

RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta ABSTRAK Penelitian ini mengaji tentang ragam bahasa Pedagang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbahasa merupakan salah satu kegiatan sehari-hari manusia dalam berkomunikasi, yang artinya dengan berbahasalah manusia saling berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

Masmimar Mangiang, Dasar-dasar Penulisan materi kuliah Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia

Masmimar Mangiang, Dasar-dasar Penulisan materi kuliah Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia Menulis adalah merekonstruksi fakta, dan alat untuk merekonstruksi itu adalah bahasa. Kata atau pilihan kata menjadi sangat menentukan dalam hal mengungkapkan makna atau pengertian yang hendak kita nyatakan

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah bangsa Indonesia berhasil lepas dari belenggu penjajahan dengan diproklamasikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahasa Indonesia memiliki peran yang lebih

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK

RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK Ragam bahasa remaja putri dalam percakapan informal di Kampus UPI Tasikmalaya cukup bervariasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam bahasa tersebut digunakan sesuai kondisi yang ada. Preston dan Shuy (dalam Chaer, 2002: 105) mengatakan ragam

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI PADA TUTURAN RESMI YANG DIGUNAKAN MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

PERUBAHAN BUNYI PADA TUTURAN RESMI YANG DIGUNAKAN MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON PERUBAHAN BUNYI PADA TUTURAN RESMI YANG DIGUNAKAN MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON Ayu Fauziyah dan Indrya Mulyaningsih IAIN Syekh Nurjati Cirebon ayufauziyah69@yahoo.co.id Abstrak Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, bahasa digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang berlaku dan harus pandai memilih kata-kata yang tepat agar apa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang berlaku dan harus pandai memilih kata-kata yang tepat agar apa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengarang adalah kegiatan merangkai kata-kata yang disusun berdasarkan tema yang sudah ditentukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.merangkai kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama manusia. Chaer (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Abstrak Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib di seluruh universitas, termasuk UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kajian yang Relevan Penelitian tentang campur kode, telah banyak dilakukan, tetapi belum ada yang meneliti tentang campur kode di kalangan remaja. Adapun penelitian sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemikiran Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemikiran Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemikiran Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal senada disampaikan oleh Keraf (2004 : 1) bahwa bahasa adalah alat komunikasi

Lebih terperinci

Tugas bahasa indonesia

Tugas bahasa indonesia Tugas bahasa indonesia Nama:sidiq pratista hadi Nim:1402408252 BAB III OBJEK LINGUSTIK BAHASA 3.1 PENGERTIAN BAHASA Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

BAB I. pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Gorys Keraf dan

BAB I. pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Gorys Keraf dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah : Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah gejala sosial, bahasa tidak dapat dipisahkan dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah gejala sosial, bahasa tidak dapat dipisahkan dari faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perspektif sosiolinguistik, bahasa tidak hanya dipandang sebagai sebuah gejala individual, tetapi juga sebagai sebuah gejala sosial. Sebagai sebuah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu sosiolinguistik, remaja, dan variasi bahasa. 2.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS GEJALA BAHASA PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SAWIT

ANALISIS GEJALA BAHASA PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SAWIT ANALISIS GEJALA BAHASA PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SAWIT NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi sosial. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi sosial. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi sosial. Dalam hal inilah bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita sebagai alat untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relavan Penelitian mengenai multilingualisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

Lebih terperinci

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih KONSEP DAN KOMPONEN Oleh: Pujaningsih (puja@uny.ac.id) Target : Pada bahasan ini Mahasiswa akan dapat menjelaskan: 1. Konsep dasar bahasa 2. Komponen bahasa Definisi Wicara : ekspresi bahasa dengan suara.

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: 10 MATA KULIAH BAHASA INDONESIA DIKSI ATAU PILIHAN KATA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id SUPRIYADI, S.Pd., M.Pd. HP. 0815 1300 7353/ 0812 9479 4583 E-Mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) Oleh : Fitria Dwi Apriliawati pendidikan bahasa dan sastra jawa Fitria_Dwi97@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak. dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain.

BAB I PENDAHULUAN. identitas bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak. dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia sebagai salah satu lambang negara yang menunjukkan identitas bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak diperlukan setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Disadari bahwa penelitian ini bukanlah kajian pertama yang mengangkat masalah ini. Telah banyak penelitian yang relevan sebelumnya. Berikut adalah uraian singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipergunakan dalam masyarakat. Bahasa memiliki peran dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipergunakan dalam masyarakat. Bahasa memiliki peran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pemakai bahasa secara sadar atau tidak sadar menggunakan bahasa yang dipergunakan dalam masyarakat. Bahasa memiliki peran dan kedudukan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial antara individu dengan individu lain. Interaksi tersebut dapat dilakukan dengan tindakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersosial atau hidup bermasyarakat tidak pernah meninggalkan bahasa, yaitu sarana untuk berkomunikasi satu sama lain. Dengan berbahasa kita memahami apa yang orang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN NARASI BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN NARASI BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN NARASI BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana atau alat komunikasi yang sangat menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat penting sebagai sarana ilmu dan budaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memerlukan bahasa untuk bekerjasama. Bahasa itu digunakan sebagai alat komunikasi untuk berbagai macam keperluan, seperti dalam beribadah, belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak sekali media yang menawarkan berbagai macam hal dari yang berupa barang sampai dengan jasa. Karena kuatnya persaingan dalam usaha itu, maka tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu dari unsur kebudayaan yang juga sebagai alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh masyarakat, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Bahasa merupakan ciri yang paling khas dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Bahasa merupakan ciri yang paling khas dari manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi sangat penting bagi masyarakat. Bahasa merupakan ciri yang paling khas dari manusia yang mampu membedakan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

ANALISIS TEKS INFORMASI LALU LINTAS DI WILAYAH SURAKARTA

ANALISIS TEKS INFORMASI LALU LINTAS DI WILAYAH SURAKARTA ANALISIS TEKS INFORMASI LALU LINTAS DI WILAYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat sarajan S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah S U T A N T I A 310 040 085

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Bahasa Indonesia Modul ke: Ragam Bahasa Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Hakikat Bahasa Kedudukan Bahasa Kedudukannya Sebagai

Lebih terperinci