EFISIENSI PRODUKSI PABRIK GULA NASIONAL MANAOR BISMAR NABABAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI PRODUKSI PABRIK GULA NASIONAL MANAOR BISMAR NABABAN"

Transkripsi

1 EFISIENSI PRODUKSI PABRIK GULA NASIONAL MANAOR BISMAR NABABAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Efisiensi Produksi Pabrik Gula Nasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Manaor Bismar Nababan NRP. H

4 RINGKASAN MANAOR BISMAR NABABAN. Efisiensi Produksi Pabrik Gula Nasional. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI dan WILSON HALOMOAN LIMBONG. Pabrik gula merupakan salah satu industri strategis di Indonesia karena output pabrik gula dapat memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyediaan lapangan pekerjaan. Faktanya produksi gula nasional tidak dapat memenuhi konsumsi gula nasional. Pabrik gula tidak dapat meningkatkan produksi gula karena kadar sukrosa yang penting untuk proses produksi gula banyak yang hilang. Kehilangan sukrosa yang dilihat dari rendemen tebu berdasarkan informasi dari penelitian lain disebabkan oleh mesin sudah berusia tua, kapasitas produksi yang relatif rendah, bahan baku dominan milik rakyat, dan lahan yang tidak subur di luar Jawa. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengukur efisiensi pabrik gula nasional, menelusuri faktor dan mengukur faktor penentu efisiensi pabrik gula nasional. Untuk menjawab tujuan tersebut, kajian ini menggunakan panel data dari 26 pabrik gula dengan menggunaan model data envelopment analysis (DEA) dan random effects. Hasil penelitian menunjukkan pabrik gula nasional tidak efisien karena terjadi inefisiensi sebesar 6.70 persen dari tahun 2006 sampai tahun Pabrik gula yang tidak efisien menunjukkan rasio input dan output yang relatif tinggi daripada pabrik gula lainnya. Pabrik gula kapasitas produksi kecil dan kapasitas produksi sedang tidak efisien jika dibandingkan dengan kapasitas produksi besar. Hal tersebut dikarenakan penggunaan tebu, tenaga kerja, kapasitas produksi, dan bahan bakar yang relatif tinggi pada kedua pabrik gula tersebut. Penggunaan input yang relatif tinggi juga terjadi pada pabrik gula usia mesin di atas 30 tahun daripada pabrik gula pabrik gula usia mesin di bawah 30 tahun. Pabrik gula luar Jawa lebih efisien daripada pabrik gula Jawa dalam hal penggunaan tenaga kerja dan bahan bakar yang rendah. Akan tetapi, isu mengenai lahan yang subur di Jawa tidak terbukti karena rendemen tebu tidak terjadi perbedaan pada kedua pabrik gula tersebut. Penilaian pengaruh faktor manajerial maka faktor usia mesin, rendemen tebu rakyat/tebu sendiri berhubungan negatif terhadap efisiensi sedangkan faktor kapasitas produksi berhubungan positif terhadap efisiensi. Faktor yang tidak mempengaruhi efisiensi terdapat pada lokasi pabrik gula. Hal tersebut menyatakan bahwa lokasi pabrik gula di Jawa maupun luar Jawa tidak ada hubungan dengan efisiensi. Usaha peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan cara pergantian mesin dan peningkatan kapasitas produksi secara serentak. Akan tetapi, usaha tersebut jika dilakukan serentak pasti menghadapi permasalahan pada dana yang besar dan pengusaan tebu. Oleh karena itu, usaha peningkatan efisiensi kedua hanya terletak pada pergantian mesin. Pergantian mesin dilakukan dengan target input yang merupakan gambaran pada manajer pabrik gula dalam menggunakan input. Pabrik gula yang bahan baku dominan milik rakyat dapat meningkatkan rendemen tebu jika jadwal tanam dan giling dilakukan serentak dan penggunaan bibit tebu yang keprasan maksimal tiga kali. Hal tersebut berdasarkan petunjuk teknik budidaya tebu milik pabrik gula. Kata Kunci: Efisiensi, Pabrik Gula Nasional, Mesin, Tebu.

5 SUMMARY MANAOR BISMAR NABABAN. Efficiency Production of National Sugar Mills. Supervised by NUNUNG KUSNADI and WILSON HALOMOAN LIMBONG. The sugar factory is one of the strategic industries in Indonesia because of the sugar mill output can meet the basic food needs, the needs of other industries, and providing jobs. In fact the national sugar production can not meet national sugar consumption. Sugar mills can not increase the production of sugar because sucrose levels which are necessary for the production of sugar lost. Loss of sucrose as seen from yield of sugarcane based on information from other studies due to the machines are old, relatively low production capacity, raw materials predominantly owned by the people, and infertile land outside Java. Therefore, the purpose of this study was to measure the efficiency of the national sugar factories, tracing factors and determinants measure the efficiency of the national sugar mill. To answer these objectives, this study uses panel data from 26 sugar factories by the use of data envelopment analysis models (DEA) and random effects. The results showed the national sugar factory is inefficient due to the inefficiency of 6.70 percent from 2006 to Inefficient sugar mills which shows the ratio of input and output is relatively higher than other sugar mills. Sugar mill production capacity of small and medium production capacity is not efficient when compared with large production capacity. That is because the use of the cane, labor, production capacity, and the fuel is relatively high in both sugar factory. Relatively high input use also occurs at the sugar factory machine age of 30 years instead of the sugar mill sugar mill machinery under the age of 30 years. Sugar factories outside Java is more efficient than the sugar mills of Java in terms of employment and low fuel. However, the issue of fertile land in Java is not proven because the yield of sugarcane is not any difference in both the sugar factory. Assessment of managerial factors influence the machine age factor, the yield of sugarcane/sugarcane itself is negatively related to production capacity efficiencies while factors are positively related to efficiency. Factors that do not affect the efficiency of the sugar contained in the plant site. It is stated that the location of the sugar mills in Java and outside Java no relationship with efficiency. Efforts to increase the efficiency can be done by the turn of the engine and increased production capacity simultaneously. However, the effort if done synchronously definitely face great problems in funding and procurement of sugarcane. Therefore, efforts to increase the efficiency of the two lies only at the turn of the engine. Substitution is done with a machine that is a picture of the target input in the sugar factory managers in using the input. Sugar factories belonging to the people of the dominant raw material can increase the yield of sugarcane planting schedule and milled if done simultaneously and the use of seed cane that keprasan maximum of three times. It is based on sugarcane cultivation techniques clue owned sugar mills. Keywords: Efficiency, National Sugar Mill, Machine, Sugarcane.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 EFISIENSI PRODUKSI PABRIK GULA NASIONAL MANAOR BISMAR NABABAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Ratna Winandi, MS Dr Meti Ekayani, S.Hut, MSc

9 Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP : Efisiensi Produksi Pabrik Gula Nasional : Manaor Bismar Nababan : H Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Prof Dr Ir Wilson H Limbong, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dr Ir Sri Hartoyo, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 19 September 2013 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Hormat dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Surgawi, atas kasih dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Efisiensi Produksi Pabrik Gula Nasional sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian tesis ini terwujud karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih dengan tulus kepada Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS sebagai anggota komisi pembimbing, yang selalu memberikan bimbingan dan arahan dari proses penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan melalui proses pengajaran selama penulis kuliah di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. 2. Kedua orang tuaku yaitu: Bapak Posman Nababan dan Ibu Barita Rotua Simbolon. Mereka telah memberikan dukungan melalui doa dan materi selama proses perkuliahan di IPB. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada adikku dan saudara yang turut serta memberikan doa dan dukungan. 3. Teman-teman EPN angkatan 2009 dan teman-teman di Wisma Fio. 4. Seluruh staf Program Studi EPN yang senantiasa memberikan dukungan selama perkuliahan hingga menyelesaikan studi. 5. Pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut serta memberikan dukungan sampai penyelesaian studi. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pihak yang memerlukan informasi mengenai proses produksi di pabrik gula, kalangan akademisi, dan pihak-pihak lain. Bogor, November 2013 Manaor Bismar Nababan

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Kegunaan Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 Efisiensi Teknis Perusahaan 6 Pendekatan Efisiensi Teknis 9 3 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Konsep Efisiensi Produksi 10 Model DEA 12 DEA Asumsi CRS 13 DEA Asumsi VRS 18 Model Faktor Penentu Efisiensi 21 Kerangka Pemikiran Operasional 23 Hipotesis 24 4 METODE PENELITIAN 24 Lokasi, Waktu, dan Metode Penelitian 24 Metode Pengambilan Sampel dan Teknik Pengambilan Data 25 Jenis dan Sumber Data 26 Model dan Analisis Data 26 Analisis Efisiensi Teknis 26 Analisis Faktor Penentu Efisiensi Teknis 29 Definisi Operasional Variabel 29 5 PEMBAHASAN 31 Karakteristik Produksi Pabrik Gula Nasional 31 Efisiensi dan Skala Produksi Pabrik Gula Nasional 32 Efisiensi Pabrik Gula Berdasarkan Kapasitas Produksi 35 Efisiensi Pabrik Gula Berdasarkan Usia Mesin 37 Efisiensi Pabrik Gula Berdasarkan Lokasi Lahan 41 Pengaruh Faktor Manajerial Terhadap Efisiensi Pabrik Gula 43 Usaha Peningkatan Efisiensi Pabrik Gula Nasional Simpulan dan Saran 53 Simpulan 53 Saran 54 DAFTAR PUSTAKA 55 LAMPIRAN 58 RIWAYAT HIDUP 88 xii xii xii

12 DAFTAR TABEL 1 Produksi konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun Produksi tebu, gula, dan rendemen gula nasional tahun Harga lelang, harga impor, dan rasio harga impor dan lelang tahun Aturan skala produksi 20 5 Aturan untuk penilaian efisiensi dan MPSS 21 6 Pangsa produksi gula dan gula tetes pada sampel pabrik gula tahun Karakteristik produksi pabrik gula nasional 32 8 Nilai OTE, PTE, dan SE orientasi input pabrik gula nasional tahun Nilai OTE pabrik gula berdasarkan kapasitas produksi tahun Kinerja produksi pabrik gula berdasarkan kapasitas produksi tahun Kinerja produksi pabrik gula berdasarkan usia mesin tahun Kinerja produksi pabrik gula berdasarkan lokasi lahan tahun Faktor penentu efisiensi teknis keseluruhan (OTE) Target input pabrik gula dan persentase pengurangan input berdasarkan kapasitas produksi tahun Perbandingan rendemen tebu pada pabrik gula bernomor 1 tahun DAFTAR GAMBAR 1 Konsep efisiensi 11 2 Konsep fungsi produksi batas dan rata-rata 12 3 Konsep slack dan radial movement orientasi input 17 4 Konsep slack dan radial movement orientasi output 17 5 Konsep Efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi orientasi input 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Input dan output pabrik gula nasional tahun Nilai efisiensi pabrik gula nasional tahun Rujukan efisiensi dan skala produksi pabrik gula nasional tahun Target input pabrik gula nasional pada model DEA asumsi VRS tahun Target input pabrik gula nasional pada model DEA Asumsi CRS Tahun Data panel faktor penentu efisiensi pabrik gula nasional tahun Statistik faktor penentu efisiensi pabrik gula nasional 71 8 Uji statistik pabrik gula berdasarkan usia mesin 73 9 Uji statistik pabrik gula berdasarkan lokasi lahan Instruksi perangkat lunak pada penelitian pabrik gula nasional 85

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia lapangan pekerjaan. Produksi gula ada dua, yaitu: gula dan gula tetes (molasses). Gula bermanfaat untuk memenuhi konsumsi gula yang berada pada posisi ke-enam dari pangan pokok lainnya, dengan rata-rata konsumsi gula mencapai 7.63 kilogram per kapita per tahun sejak tahun 2009 sampai tahun 2011 (BPS 2011). Gula tetes bermanfaat untuk bahan baku industri farmasi dan pakan ternak (P3GI 2008). Potensi yang besar dari gula dan gula tetes tersebut membuat pabrik gula nasional berusaha meningkatkan produksi. Produksi gula nasional dihasilkan oleh pabrik gula yang tersebar di Jawa dan luar Jawa. Pabrik gula di Jawa berjumlah 48 pabrik dan pabrik gula di luar Jawa berjumlah 12 pabrik (DGI 2011). Bahan baku gula diperoleh dari perkebunan tebu yang kemudian diolah di pabrik gula dan selanjutnya didistribusikan ke konsumen. Proses produksi dari perkebunanan tebu, distribusi tebu ke pabrik, pengolahan tebu menjadi gula dan gula tetes sampai distribusi ke konsumen dapat menyerap tenaga kerja sekitar 1.40 juta orang sehingga dapat membantu program pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran (Susila 2005). Pabrik gula nasional awalnya didirikan pada zaman pendudukan Belanda di Indonesia. Periode tersebut merupakan zaman kejayaan pabrik gula nasional karena produksi gula dapat mencapai tiga juta ton per tahun sementara konsumsi gula sebesar 600 ribu ton. Produksi gula tersebut dapat dicapai karena rendemen gula nasional mencapai persen per tahun. Penyebab rendemen gula nasional dapat tinggi karena teknik budidaya tebu yang baik dan penggunaan mesin yang berusia muda di pabrik (Susila 2005). Tabel 1. Produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun Tahun Produksi (juta ton) Laju produksi (persen) Konsumsi (juta ton) Laju konsumsi (persen) Impor (juta ton) Laju impor (persen) Rata-rata Sumber: BPS (2011); FAO (2011) (diolah) Nasionalisasi pabrik gula dari tangan Belanda ke Indonesia berpengaruh terhadap produksi gula nasional. Tabel 1 menunjukkan rata-rata produksi gula

14 2 nasional sebesar 2.19 juta ton per tahun. Produksi gula tersebut tidak dapat memenuhi konsumsi gula nasional yang mencapai 3.73 juta ton per tahun. Jika dilihat dari laju maka laju produksi gula nasional hanya sebesar persen per tahun dimana laju tersebut lebih rendah persen dari laju konsumsi gula nasional per tahun. Defisit produksi gula nasional menyebabkan impor gula harus dilakukan dengan rata-rata impor gula sebesar 1.55 juta ton dan laju impor gula sebesar 9.15 persen per tahun. Produksi gula nasional tidak dapat ditingkatkan karena kehilangan sukrosa (kadar gula) relatif tinggi di pabrik gula. Penyebab pertama kehilangan sukrosa terjadi terkait pada pasokan bahan baku (tebu) ke pabrik gula. Setiap pabrik gula tidak ada konsolidasi lahan dengan pabrik gula lainnya karena faktanya terjadi perebutan bahan baku sesama pabrik gula. Pabrik gula hanya fokus untuk mendapatkan bahan baku tanpa memperhatikan kualitas tebu. Fokus tersebut membuat pabrik gula mengambil tebu yang lokasinya relatif jauh dari pabrik gula sehingga distribusi tebu relatif lama sampai ke pabrik gula. P3GI (2008) menunjukkan lokasi lahan yang relatif jauh menyebabkan transfer tebu ke pabrik gula relatif lama sehingga menurunkan bobot tebu dan kadar sukrosa masingmasing sebesar 7.73 dan 8.35 persen. Selain fakta di atas, pabrik gula juga sering mempercepat jadwal giling untuk mendapatkan tebu padahal tebu belum sesuai untuk di panen. Susila (2005) menyatakan jadwal tanam dan giling yang tidak serentak menyebabkan terjadi kehilangan sukrosa di pabrik gula negara dan swasta masing-masing sebesar 6.47 dan persen. Jadwal yang tidak serentak tersebut karena percepatan jadwal panen tebu. Kehilangan sukrosa mengindikasikan penurunan bobot tebu sehingga produktivitas lahan nasional relatif rendah. Tabel 2 menunjukkan rata-rata luas lahan sebesar ribu hektar per tahun dengan produksi tebu sebesar juta ton per tahun. Rata-rata produktivitas lahan sebesar ton per hektar per tahun. Jika dibandingkan dengan negara lain maka produktivitas tebu nasional lebih rendah daripada produktivitas lahan di Brasil dan Australia masing-masing sebesar dan persen (USDA 2011). Produktivitas lahan nasional yang rendah tersebut menunjukkan pasokan tebu di pabrik gula nasional relatif rendah daripada pabrik gula di negara lain. Kehilangan sukrosa juga terkait pada pengolahan tebu di pabrik gula. Mesin yang digunakan oleh pabrik gula nasional rentan terhadap kerusakan yang dilihat dari rata-rata jam berhenti giling di pabrik gula di atas persen per tahun dari tahun 1997 sampai sekarang (P3GI 2001). Jam berhenti produksi tersebut menyebabkan penundaan giling sehingga terjadi penurunan sukrosa potensial yang hilang sebesar 3.00 sampai 6.00 persen (P3GI 2001). Penelitian Yuliandari (2008) menyatakan bobot tebu tidak digiling sebesar 8.35 persen menyebabkan sukrosa potensial hilang sebesar 2.67 persen. Kehilangan sukrosa pada pengolahan tebu di pabrik gula dapat dilihat dari rendemen tebu. Tabel 2 menyatakan rata-rata rendemen tebu nasional sebesar 7.49 persen per tahun. Rendemen tebu nasional sekarang lebih rendah daripada rendemen tebu jaman Belanda sebesar persen. Jika dibandingkan dengan rendemen tebu negara lain maka rendemen tebu nasional lebih rendah daripada rendemen tebu negara Brasil dan Austrlia masing-masing sebesar dan persen (USDA 2011).

15 3 Tabel 2 Produksi tebu, gula, dan rendemen tebu nasional tahun Tahun Luas lahan (ribu hektar) Produksi tebu (juta ton) Produktivitas lahan (ton per hektar) Produksi gula (juta ton) Rendemen tebu (persen) rata-rata Sumber: DGI (2011) Mesin yang sering berhenti beroperasi karena usia mesin sudah tua (di atas 75 tahun) menyebabkan pabrik gula menanggung biaya produksi tetap yang mencapai 700 ribu rupiah per jam (Siagian 1999; Indrayani et al. 2004). Penelitian lain dari Siagian (2003) menyatakan keputusan pabrik gula yang menggunakan mesin yang berusia tua menyebabkan biaya yang dikeluarkan terhadap tenaga kerja, bahan bakar, dan tebu masing-masing berlebihan sebesar 18.50, 30.90, dan persen. Biaya produksi gula dapat dilihat dari harga lelang gula nasional pada tabel 2. Rata-rata harga lelang gula sebesar 5, Rp/kg dengan rata-rata laju peningkatan sebesar persen per tahun. Harga lelang gula tersebut masih lebih tinggi sebesar persen dari harga gula impor. Rata-rata rasio harga gula impor terhadap harga lelang gula sebesar persen yang dijelaskan pada Tabel 2. Harga gula impor yang rendah daripada harga lelang gula menyebabkan konsumen memilih gula impor sehingga produksi gula nasional tidak dapat ditingkatkan. Tabel 3 Harga lelang, harga impor, dan rasio harga impor dan lelang tahun Tahun Harga lelang (Rp/kg) Harga impor (Rp/kg) Rasio impor dan lelang (persen) , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata 5, , Sumber: Sawit (2010); (FAO 2011) (diolah) Harga lelang gula yang cenderung meningkat dan harga gula impor yang lebih rendah daripada harga lelang gula mengindikasikan penerimaan pabrik gula hanya sebesar harga gula impor dan biaya produksi gula di atas penerimaan pabrik gula. Penelitian Indrayani et al. (2004) menyatakan biaya produksi lebih tinggi

16 4 daripada penerimaan sehingga salah satu pabrik gula menderita kerugian sebesar Rp/kg. Fenomena tersebut jika dilihat dari keputusan produksi maka banyak pabrik gula yang tidak mengolah tebu menjadi gula dan membeli gula kasar (raw sugar) untuk diolah menjadi gula. Keputusan yang lain adalah pabrik gula berhenti beroperasi dimana total pabrik gula yang telah berhenti beroperasi berjumlah 11 pabrik gula dari tahun 1998 sampai sekarang (Mediadata 2009). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi gula nasional dapat melalui peningkatan efisiensi pabrik gula nasional. Pentingnya peningkatan produksi gula nasional dapat menghemat devisa di atas juta dolar Amerika per tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2010 (FAO 2011). Selain itu, penutupan pabrik gula tidak perlu dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pabrik gula nasional sehingga dapat meningkatkan produksi gula nasional. Perumusan Masalah Permasalahan yang selama ini terjadi pada pabrik gula nasional terletak pada rendemen tebu rendah (7.49 persen) dari tahun 2001 sampai tahun Rendemen tebu dipengaruhi oleh keputusan pabrik gula yang masih menggunakan mesin berusia tua. Rata-rata usia mesin pada penelitian Indrayani et al (2004) sekitar 75 tahun. Mesin tersebut tidak dapat menggiling tebu secara optimal karena kerusakan yang sering terjadi di pabrik gula. Kerusakan dilihat dari jam berhenti produksi mencapai persen per hari dari tahun 1997 sampai sekarang. Kerusakan tersebut menyebabkan penundaan giling tebu sehingga rendemen tebu turun sebesar 4.50 sampai 7.00 persen per tahun (P3GI 2001). Mesin yang tidak produktif tersebut juga menyebabkan bahan bakar yang digunakan relatif tinggi daripada mesin yang berusia muda. Hal tersebut terlihat pada penelitian Yuliandari (2008) yang menyatakan terjadi defisit bahan bakar dari ampas tebu sehingga membeli solar untuk menutupi permasalahan defisit tersebut. Mesin yang berusia tua juga berkaitan dengan kapasitas produksi. Ratarata kapasitas produksi sebesar 3000 ton tebu hari. Permasalahan yang sering terjadi karena mesin rusak menyebabkan efisiensi kapasitas produksi hanya berkisar sampai persen (P3GI 2001). Efisiensi yang rendah tersebut yang menyebabkan penundaan giling sehingga rendemen tebu rendah. Oleh karena itu, pabrik gula yang kapasitas produksi relatif rendah dominan tidak efisien daripada pabrik gula yang kapasitas produksi relatif tinggi (di atas 5000 ton tebu hari) sehingga disarankan pabrik gula meningkatkan kapasitas produksi (Indrayani et al 2004; Siagian 1999). Peningkatan kapasitas produksi masih dapat diperdebatkan karena rata-rata kapasitas produksi pabrik gula di India hanya sebesar 3000 ton tebu hari tetapi rendemen tebu di pabrik gula tersebut mencapai 8.00 persen per tahun. Rendemen tebu tersebut masih lebih tinggi daripada rendemen tebu di Indonesia yang hanya mencapai 7.49 persen. Singh (2007) menyatakan pabrik gula harus berorientasi pada kemampuan mesin dan pengusaan tebu daripada peningkatan kapasitas produksi. Pernyataan tersebut dapat diterima karena peningkatan kapasitas produksi maka akan meningkatkan luas areal tebu yang dikuasai. Peningkatan luas areal yang mengakibatkan lokasi lahan tebu relatif jauh dari pabrik gula

17 5 sehingga waktu distribusi relatif lama. Dampaknya penurunan bobot tebu dan kadar sukrosa masing-masing sebesar 7.73 dan 8.35 persen (Supatma 2008; P3GI 2008). Rendemen tebu selain dipengaruhi mesin dan kapasitas produksi, juga dipengaruhi oleh lokasi pabrik gula dan tebu rakyat. Pabrik gula nasional berjumlah 60 pabrik dimana 75 persen berada di Jawa dan sisanya di luar Jawa. Pabrik gula dominan di Jawa karena lahannya lebih subur daripada pabrik gula di luar Jawa. Hal tersebut terlihat pada produktivitas lahan di luar Jawa lebih rendah sebesar persen daripada produktivitas lahan di Jawa (DGI 2011). Produktivitas lahan yang tinggi di Jawa menunjukkan bobot tebu lebih tinggi sehingga produksi gula akan meningkat. Permasalahan yang terjadi di Jawa karena bahan baku dominan milik rakyat sehingga mempengaruhi kadar sukrosa. Ketergantungan tebu milik rakyat menyebabkan jadwal tanam dan giling yang tidak serentak. Jadwal yang tidak serentak menyebabkan terjadi kehilangan sukrosa di pabrik gula negara dan swasta masing-masing sebesar 6.47 dan persen (Susila 2005). Berdasarkan uraian di atas maka hadir pertanyaan mengenai apakah mesin yang digunakan pabrik gula masih efisien jika dilihat dari penggunaan input?, bagaimana pengaruh usia mesin, kapasitas produksi, lokasi pabrik gula, dan tebu rakyat terhadap efisiensi pabrik gula nasional?, dan cara apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pabrik gula nasional?. Tujuan Penelitian 1. Mengukur efisiensi pabrik gula nasional. 2. Menelusuri dan mengukur faktor penentu efisiensi pabrik gula nasional. Kegunaan Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat langsung bagi para pelaku usaha dan instansi terkait dengan industri gula di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman dalam penanganan faktor produksi di pabrik gula. Diantisipasikan juga bahwa dengan menelaah beberapa penyebab dari masalah faktor produksi dan dengan adanya pengertian yang lebih baik tentang kebutuhan-kebutuhan teknologi produksi gula, maka penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang sangat berharga bagi agenda pencapaian target produksi gula nasional (swasembada gula), penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan yang diprogramkan pemerintah. Bagi para pengambil keputusan kebijakan di bidang pembangunan pertanian, hasil studi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang berharga. Identifikasi terhadap berbagai faktor pengaruh, terutama sumber-sumber efisiensi, produktivitas dan teknologi produksi dapat dijadikan bahan masukan maupun rekomendasi bagi penentu kebijakan dalam merencanakan dan mengembangkan industri gula nasional pada waktu mendatang. Rekomendasi akan diarahkan seberapa besar tingkat efisiensi dan inefisiensi yang perlu diperbaiki dan seberapa besar biaya yang harus dihemat dalam rangka meningkatkan keuntungan produksi gula bagi pabrik gula. Pada akhirnya perbaikan di hilir (produksi gula) dapat dinikmati pada bagian hulu (perkebunan tebu) karena mendapatkan keuntungan.

18 6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini fokus untuk menganalisis efisiensi pabrik gula nasional. Penelitian efisiensi dengan pendekatan fungsi produksi batas (frontier) yang terdapat pada model DEA. Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Penelitian ini tidak menganalisis nilai ekonomi pada bagian hulu produksi gula (perkebunan tebu) akan tetapi dibutuhkan data mengenai suplai bahan baku untuk produksi gula. 2. Output yang diteliti ada dua, yaitu: gula kristal putih (GKP) dan gula tetes. 3. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 2006 sampai tahun TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai efisiensi sudah banyak dilakukan di dalam maupun luar negeri. Penelitian tersebut sering dilakukan karena input yang digunakan oleh produsen sering tidak seimbang dengan output yang dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian efisiensi dilakukan untuk meningkatkan produksi dengan memanfaatkan input (sumberdaya) yang terdapat pada produsen tersebut. Efisiensi Teknis Perusahaan Efisiensi perusahaan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor yang berhubungan langsung dengan produksi (on-production) dan faktor yang mempengaruhi tidak berhubungan langsung dengan produksi (off-production). Faktor yang tidak berhubungan dengan produksi, seperti: kebijakan pemerintah dalam menetapkan tarif impor, pemberian subsidi, dan lain-lain. Hal tersebut terlihat pada penelitian Akpan et al. (2012) yang menyatakan inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto berhubungan negatif dengan efisiensi pabrik gula. Faktor yang berhubungan langsung dengan produksi ada dua, yaitu: faktor struktural dan faktor manajerial (Ferrantino et al. 1995; Kumar et al. 2012). Faktor struktural merupakan faktor yang mempengaruhi langsung dengan output yang dihasilkan oleh pabrik. Contoh faktor struktural adalah bahan baku, tenaga kerja, dan lain-lain. Faktor manajerial terkait dengan keputusan pabrik dalam melakukan proses produksi. Contoh faktor manajerial seperti: usia mesin, rasio penggunaan tenaga kerja terampil (ahli) terhadap total tenaga kerja. Penelitian yang pernah ada selama ini, faktor struktural dimanfaatkan untuk mengukur efisiensi teknis. Pengukuran efisiensi teknis tersebut didasarkan atas hubungan input dan output. Penelitian mengenai efisiensi pabrik ada yang menggunakan satu output dan ada yang menggunakan dua output. Efisiensi pabrik gula yang menggunakan satu output terdapat pada penelitian, antara lain: Widarwati (2008), Wahyuni (2007) dan Jason et al. (1995), Akpan et al. (2010). Penelitian yang menggunakan dua output terdapat pada penelitian, antara lain: Siagian (2003) dan Singh (2007), dan Chetchosak et al. (2012). Perbedaan output yang digunakan disebabkan oleh penggunaan model untuk mengukur efisiensi.

19 7 Input pertama yang mempengaruhi produksi pabrik adalah bahan baku. Penelitian Siagian (2003) menyatakan tebu tidak efisien digiling di pabrik gula sebesar persen. Singh (2007) menyatakan tebu tidak efisien digiling di pabrik gula India sebesar persen. Pabrik gula Thailand tidak efisien menggiling tebu segar dan bakar sebesar dan persen (Chetchosak et al. 2012). Penelitian Suratiyah et al. (2008), Widarwati (2008), Wahyuni (2007), dan Jason et al. (1995) menyatakan tebu mempengaruhi produksi gula secara positif masing-masing sebesar 0.641, 0.066, 0.759, dan Wongkeawchan et al. (2002) menyatakan padi yang digunakan di pabrik beras Thailand dan Taiwan tidak efisien. Input kedua yang mempengaruhi produksi pabrik gula adalah kapasitas produksi. Penelitian Singh (2007) menunjukkan kapasitas giling tidak efisien sebesar persen. Ferrantino et al. (1995) menunjukkan kapasitas giling mempengaruhi produksi gula sebesar Wongkeawchan et al. (2002) menyatakan kapasitas produksi pabrik beras di Thailand dan Taiwan tidak efisien. Input ketiga yang mempengaruhi produksi pabrik gula adalah bahan bakar. Penelitian Siagian (2003) menyatakan bahan bakar tidak efisien sebesar persen. Pabrik gula di India tidak efisien menggunakan bahan bakar sebesar persen. Suratiyah et al. (2008) dan Jason et al. (1995) menyatakan bahan bakar mempengaruhi produksi gula secara negatif dan Input keempat yang mempengaruhi produksi pabrik gula adalah tenaga kerja. Penelitian Siagian (2003) menyatakan tenaga kerja tidak efisien digunakan sebesar persen. Pabrik gula di India tidak efisien menggunakan tenaga kerja sebesar persen. Wahyuni (2007) menyatakan tenaga kerja tetap dan musiman mempengaruhi produksi gula secara negatif masing-masing sebesar dan Widarwati (2008) menyatakan tenaga kerja mempengaruhi produksi gula secara negatif sebesar Jason et al. (1995) menyatakan tenaga kerja mempengaruhi produksi gula secara positif sebesar Input kelima yang mempengaruhi produksi gula adalah luas lahan. Penelitian Wongkeawchan et al. (2002) menyatakan luas lahan pabrik beras di Thailand dan Taiwan tidak efisien. Akpan et al. (2012) menyatakan luas lahan secara signifikan dapat meningkatkan produksi gula. Efisiensi pabrik tersebut berdasarkan fungsi struktural di atas pasti tidak semua yang bernilai persen atau pasti ada yang tidak efisien. Oleh karena itu, kehadiran fungsi manajerial dapat mengetahui penyebab perusahan tidak efisien. Faktor manajerial berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai efisiensi teknis. Manfaatnya untuk melihat sejauh mana faktor tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan efisiensi teknis pabrik. Faktor pertama yang mempengaruhi efisiensi parik gula adalah usia pabrik. Wongkeawchan et al. (2002) menyatakan usia pabrik menurunkan efisiensi pabrik beras Taiwan dengan koefisien sebesar secara signifikan pada = 0.1. Yang et al. (2009) menyatakan usia perusahaan menurunkan efisiensi perusahaan dengan koefisien sebesar secara signifikan pada = Agbonlahor (2010) menyatakan usia pabrik kayu menurunkan efisiensi dengan koefisien sebesar secara signifikan pada = Le et al. (2010) menyatakan usia pabrik menurunkan efisiensi pabrik secara signifikan pada = 0.01.

20 8 Peneliti tersebut menyatakan jika hubungan usia pabrik berhubungan positif dengan efisiensi pabrik yang berarti sistem operasi mesin sudah mekanis yang mengindikasikan penggunaan tenaga kerja relatif rendah sehingga biaya produksi dapat diturunkan. Jika usia pabrik berhubungan negatif terhadap pabrik berarti usia mesin relatif tua yang rentan terhadap kerusakan sehingga produksi di pabrik tidak dapat ditingkatkan. Faktor kedua yang mempengaruhi efisiensi pabrik gula adalah proporsi staf terhadap total tenaga kerja yang disebut variabel keahlian (skill) atau tenaga kerja tidak berproduksi (non-production labour). Staf merupakan tenaga kerja yang tidak melakukan kegiatan produksi atau dengan kata lain tenaga kerja pimpinan. Lakner et al. (2012) menyatakan tenaga kerja yang tidak berproduksi meningkatkan efisiensi perusahaan buah dan sayuran dengan koefisien sebesar secara signifikan pada = Tenaga kerja yang tidak berproduksi menurunkan efisiensi perusahaan susu dengan koefisien sebesar secara signifikan pada = Tenaga kerja yang tidak berproduksi menurunkan efisiensi perusahaan gandum sebesar secara signifikan pada = Kumar et al. (2012) menyatakan keahlian (skill) meningkatkan efisiensi pabrik gula dengan koefisien sebesar secara signifikan pada = Kashiwagi et al. (2010) menyatakan keahlian menurunkan efisiensi pabrik dengan koefisien secara signifikan pada = Peneliti tersebut menyatakan jika tenaga kerja tidak berproduksi berhubungan positif terhadap efisiensi pabrik yang berarti tenaga kerja tersebut memiliki keahlian dalam pengawasan dan memberi pelatihan yang benar terhadap tenaga kerja produksi sehingga produksi di pabrik dapat meningkat. Jika berhubungan negatif terhadap efisiensi pabrik berarti tenaga kerja tersebut tidak memiliki keahlian dalam pengawasan dan memberi pelatihan terhadap tenaga kerja produksi. Faktor ketiga yang mempengaruhi efisiensi adalah ukuran pabrik atau perusahaan (mill or firm size). Ukuran pabrik berhubungan dengan aset produktif yang dikuasai oleh pabrik, antara lain: luas lahan dan kapasitas produksi. He et al. (2012) menyatakan ukuran pabrik menurunkan efisiensi pabrik kayu dengan koefisien secara signifikan pada = 0.1. Sauer et al. (2010) menyatakan ukuran perusahaan agribisnis menurunkan efisiensi perusahaan agribisnis di Inggris dan Wales secara signifikan pada = Jha et al. (2001) menyatakan ukuran perusahaan agribisnis menurunkan efisiensi perusahaan secara signifikan pada = Ferrantino et al. (1995) menyatakan kapasitas produksi berhubungan positif terhadap efisiensi pabrik gula secara signifikan. Peneliti tersebut menyatakan jika ukuran perusahaan berhubungan positif terhadap efisiensi berarti perusahaan dapat meningkatkan produksi melalui peningkatan bahan baku yang ditanam di lahan tersebut. Jika berhubungan negatif terhadap efisiensi perusahaan berarti perusahaan kesulitan mendapatkan bahan baku karena lahan yang relatif kecil. Pendapat lain menyatakan luas lahan berhubungan negatif terhadap efisiensi perusahaan berarti lokasi lahan untuk penanaman bahan baku tersebar yang menyebabkan peningkatan biaya transportasi sehingga menurunkan keuntungan perusahaan. Faktor lainnya yang berkaitan dengan faktor manajerial terdapat pada penelitian Ferrantino et al. (1995). Peneliti tersebut menyatakan pabrik gula di India dipengaruhi oleh kapasitas produksi, hari produksi, status perusahaan, pol

21 9 tebu, dan peralatan dari luar negeri. Semua variabel tersebut berhubungan positif terhadap efisiensi teknis dan berpengaruh secara signifikan (nyata). Pendekatan Efisiensi Teknis Pendekatan efisiensi teknis yang sering digunakan terdapat tiga hal, yaitu OLS (ordinary least square), stochastic frontier (SF), dan data envelopment analysis (DEA). Coelli et al. (1998) menyatakan penyebaran penggunaan input terhadap output dengan metode OLS dapat di atas maupun di bawah batas produksi (production frontier) sehingga sulit menentukan produsen yang mana efisien atau tidak efisien. Berdasarkan itu, maka metode OLS tidak layak digunakan. Pendekatan pengukuran efisiensi yang menggunakan frontier ada dua, yaitu: metode parametrik dan non parametrik (Coelli et al. 1998). Metode parametrik ada dua, yaitu: stochastic frontier dan deterministik frontier. Deterministik frontier pertama kali dikembangkan oleh Aigner et al. (1968) dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Peneliti tersebut mengemukakan seorang produsen berbeda dengan produsen lainnya dalam hal proses produksi karena perbedaan skala operasi, parameter teknis dalam produksi, dan struktur organisasi. Afiat (1972) mengembangkan model yang dibuat oleh Aigner et al. (1968) dengan menyatakan merupakan distribusi gamma dan parameter dari model yang diestimasi dengan menggunakan prosedur maximum likelihood (ML). Richmond (1972) mengembangkan model dari Afiat (1972) dengan menggunakan metode corrected ordinary least square (COLS) yang mudah di aplikasikan karena tidak ada asumsi spesial pada error term ( ). Daryanto (2000) menyatakan bahwa metode COLS ada dua prosedur, yaitu: model diestimasi dengan menggunakan OLS dan intersep dikoreksi dengan menggeser ke atas selama tidak ada residual yang positif dan nol. Residual yang terkoreksi digunakan untuk menentukan efisiensi teknis. Model deterministik frontier menjelaskan deviasi dari frontier berasal dari pengaruh inefisiensi. Hal tersebut dikritik oleh Russel et al. (1983) yang menyatakan deviasi seharusnya berasal dari kesalahan pengukuran dan gangguan di luar kontrol petani. Faktor di luar kontrol petani seperti: kondisi cuaca, iklim, kegagalan pasar, dan lain-lain. Model stochastic frontier (SF) mengakomodir permasalahan yang terdapat pada model deterministik frontier. Stochastic frontier mengizinkan kesalahan pengukuran dan gangguan di luar kontrol produsen. Kedua hal tersebut sering disebut random error yang diberikan lambang ( ). Selain itu, model tersebut menangkap pengaruh inefisiensi relatif yang terdapat pada petani (Coelli et al. 1998). Inefisiensi teknis diberi lambang ( ). Nahraeni (2012) menyatakan output stochastic frontier lebih rendah daripada output deterministik frontier jika random error ( ). Output stochastic frontier lebih tinggi daripada output deterministik frontier jika random error ( ) lebih besar dari inefisiensi teknis ( ). Model stochastic frontier sudah banyak digunakan antara lain: Jason et al. (1995) dan Ferrantino et al. (1995). Model stochastic frontier secara umum memiliki keunggulan yang terdapat pada kehadiran kesalahan pengukuran dan gangguan di luar kontrol

22 10 produsen. Kelemahan model tersebut menurut Coelli et al. (1998) dan Adiyoga (1999) yaitu: (1) Model tersebut sulit digunakan pada produsen yang menghasilkan dua output; (2) distribusi dari inefisiensi harus dispesifikasi sebelum mengestimasi model; (3) teknologi yang di analisis harus digambarkan oleh struktur yang cukup rumit; (4) Input yang digunakan harus sesuai dengan estimasi yang dibutuhkan pada properti statistik. Metode non-parametrik terdapat pada model DEA (data envelopment analysis). Model DEA menggunakan program matematika pada fungsi linear programming (LP). Model DEA pertama kali dibuat oleh Charnes et al. (1978) dengan asumsi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale) untuk mengukur efisiensi teknis tergantung pada orientasi penelitian. Efisiensi teknis berorientasi input digunakan untuk meminimumkan proporsi penggunaan input pada keadaan ouput yang konstan sedangkan efisiensi teknis berorientasi output digunakan untuk memaksimumkan proporsi penggunaan output pada keadaan input yang konstan. Model DEA kemudian dikembangkan oleh Banker et al. (1984) untuk mengakomodasikan kondisi produksi yang berada pada kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale) dan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale) yang dikenal dengan nama DEA VRS (variable return to scale). Banyak peneliti menggunakan model SF dan DEA sehingga dapat diketahui kelemahan dan keunggulan dari masing-masing model tersebut. Kelebihan model DEA daripada SF, yaitu: (1) Model DEA dapat menggunakan lebih dari satu output; (2) Jumlah input yang digunakan pada model DEA dapat lebih kecil daripada model SF karena tidak menggunakan properti statistik; (3) Model DEA tidak membutuhkan parametrik statistik untuk menghubungkan input dan output karena model DEA merupakan persamaan matematika; (4) nilai efisiensi pada model DEA mencapai satu sehingga dapat menjadi rujukan penggunaan input pada produsen lainnya yang tidak efisien. Kelemahan model DEA daripada SF, yaitu: (1) model DEA tidak menggunakan error term sehingga sulit diketahui penyebab inefisiensi; (2) Uji statistik tidak dapat dilakukan karena output yang digunakan lebih dari satu; (3) Model DEA merupakan model pengukuran titik ekstrim point (extreme point technique), jadi kesalahan pengukuran dapat menjadi masalah dalam penelitian (Coelli et al. 1998; Singh 2007; Padilla-Fenandez et al. 2009; Kumar et al. 2012). Model yang sesuai untuk mengukur efisiensi pabrik gula nasional adalah model DEA. Hal tersebut didasarkan atas model DEA dapat menggunakan dua output yang sesuai dengan output yang dihasilkan oleh pabrik gula ada dua, yaitu: gula dan gula tetes. 3 KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Efisiensi Produksi Produsen dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan suatu produk yang dapat dijual kepada konsumen. Tujuan tersebut merupakan hubungan teknis antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan (Doll et al. 1984). Beberapa asumsi

23 11 yang terdapat pada fungsi produksi menurut Doll et al. (1984), yaitu: (1) Proses produksi merupakan proses monoperiodik yang berarti aktivitas produksi dalam suatu produksi waktu tertentu atau tidak digabungkan dengan periode waktu berikutnya; (2) Seluruh input dan output dalam proses produksi adalah homogen yang berarti tidak ada perbedaan kualitas input maupun output; (3) Akses dan ketersediaan input tidak terbatas; (4) Tujuan produksi adalah memaksimalkan keuntungan. Farrell (1957) memperkenalkan efisiensi dari fungsi produksi. Efisiensi menurut Farrell (1957) yang diacu dalam Coelli et al. (1998) ada tiga, yaitu: efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis. Efisiensi teknis (technical efficiency) adalah kemampuan produsen dalam menggunakan input yang minimum untuk menghasilkan output yang maksimum. Definisi lain menunjukkan bahwa TE adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Efisiensi alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga dan teknologi produksi yang tetap (given). Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi ekonomi (Economic Efficiency-EE) atau disebut juga efisiensi total. Hal ini berarti bahwa produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan baik secara teknis maupun alokatif adalah efisien. X 2 /y S A M C B D S 0 X 1 /y M Sumber: Coelli et.al. (1998) Gambar 1 Konsep efisiensi Gambar 1 menjelaskan ilustrasi efisiensi menurut Farrell (1957). Garis SS adalah isoquant (kombinasi input yang minimum untuk menghasilkan output satu unit yang efisien secara teknis) dan garis MM adalah garis isocost (kombinasi input yang sama untuk menghasilkan output satu unit). Efisiensi teknis terjadi jika produsen dapat menurunkan input dari titik A ke titik C. Oleh karena itu, efisiensi teknis adalah OC/OA. Efisiensi alokatif terjadi jika kedua biaya input menyentuh titik B. Oleh karena itu, efisiensi alokatif adalah OB/OC. Efisiensi ekonomis terjadi pada titik D. Oleh karena itu, efisiensi ekonomis adalah OB/OA. Pengukuran tingkat efisiensi jika dihubungkan dengan fungsi produksi maka garis isocost melambangkan marginal factor cost (biaya input marjinal) sedangkan garis isoquant melambangkan value marginal product (nilai produk marjinal). Produksi akan efisien jika nilai produk marjinal sama dengan biaya input marjinal sedangkan nilai produk marjinal tidak sama dengan biaya input marjinal menunjukkan produksi tidak efisien.

24 12 Y Y (a) Fungsi produksi batas Sumber: King (1980) dalam Harianto (1989) Gambar 2 Konsep fungsi produksi batas dan rata-rata X (b) Fungsi produksi rata-rata X Hubungan input dan output dapat dilihat dari fungsi produksi. King (1980) dalam Harianto (1989) menyatakan fungsi produksi ada dua, yaitu: fungsi produksi rata-rata (average production function) dan fungsi produksi batas (frontier production function). Definisi fungsi produksi batas dan fungsi produksi rata-rata adalah kondisi produsen yang menggunakan input untuk menghasilkan output. Perbedaan pada kedua fungsi tersebut terletak pada batas input yang digunakan untuk menghasilkan output. Gambar 2 terlihat bahwa fungsi produksi batas ada batasan input yang digunakan sedangkan fungsi produksi rata-rata tidak ada batasan inputnya. Jika dilihat dari definisi efisiensi yang merupakan penggunaan input minimum dan menghasilkan output maksimum maka fungsi produksi rata-rata tidak layak digunakan karena tidak ada batasan penggunaan input. Produsen belum tentu efisien jika sudah mencapai frontier (batas) yang terdapat fungsi produksi ratarata. Selain itu, Yau et al. (1971) menyatakan pendekatan fungsi produksi ratarata mempunyai masalah pada persamaan simultan yang cenderung hasilnya bias dan mudah terjadi multikolinearitas. Berdasarkan kelemahan yang terdapat fungsi produksi rata-rata maka fungsi produksi batas (frontier) yang digunakan untuk mengukur efisiensi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penentuan batas perusahaan yang efisien dan tidak efisien. Perusahaan yang tidak efisien dapat dianjurkan untuk mengurangi input supaya perusahaan efisien. Pendekatan yang sesuai untuk mengukur efisiensi pada fungsi produksi batas ada dua, yaitu: stochastic frontier dan DEA. Penelitian ini menggunakan pendekatan DEA untuk mengukur efisiensi karena output yang digunakan ada dua, yaitu: gula dan gula tetes. Model DEA DEA merupakan metode pendekatan berorientasi data (data oriented) yang berfungsi untuk mengevaluasi kinerja melalui tingkat efisiensi dari sekumpulan entitas (unit produksi, perusahaan/organisasi, industri, dan negara) yang dinamai sebagai DMU (decision making unit) dengan melakukan perbandingan sejumlah input terhadap sejumlah output (Coelli et al. 1998). DEA CRS pertama kali

25 13 diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes yang inti kerjanya terletak pada penilaian suatu kegiatan dikatakan efisiensi berdasarkan asumsi CRS (constant return to scale) (Charnes et al. 1978). Maksud dari CRS bahwa penambahan n input harus sesuai dengan penambahan n output. Pengembangan metode DEA dilakukan oleh Banker, Cooper, dan Charnes dikenal dengan nama DEA VRS (Banker et al. 1984). Inti kerjanya terletak pada asumsi VRS (variable return to scale) yang maksudnya adalah penambahan n input belum tentu menghasilkan n output. Pengembangan DEA diilhami dari makalah Farrell (1957) dengan judul The Measurement of Productivity Efficiency dalam Journal of The Royal Statistical Society yang memerlukan metode untuk mengevaluasi produktivitas (Cooper et al. 2003). Farrel (1957) menggunakan istilah ukuran efisiensi untuk menggambarkan bagaimana pemanfaatan input dengan asumsi semua akses yang sama oleh setiap DMU dalam menghasilkan output. Pada dasarnya efisiensi adalah perbandingan antara satu input dengan satu output. Apabila jumlah input dan output lebih dari satu, maka perhitungan lebih kompleks. Selain itu, jumlah input dan output yang banyak maka peran setiap input atau output terhadap efisiensi juga berbeda. Oleh karena itu, Farrel dan Fieldhouse mengembangkan efisiensi hipotesis entitas (unit) dengan memberikan pembobotan terhadap input dan output sebagai pernyataan unit dari efisiensi. Ukuran efisiensi relatif DMU dinyatakan sebagai berikut: Apabila sejumlah K buah DMU (k = 1,2,.,K) yang dianalisa efisiensinya menggunakan sejumlah I buah input (i = 1,2,..,I) untuk menghasilkan sejumlah output (j = 1,2,.,J), maka efisiensi DMU ke-k pada persamaan (3.1) dengan menggunakan notasi dapat dinyatakan sebagai berikut: Dimana: : pembobot output j; : nilai output j untuk unit k; :pembobot input i; : nilai input i untuk unit k. Nilai efisiensi berkisar antara 0 sampai 1 DEA Asumsi CRS DEA asumsi CRS diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978 yang prinsip kerjanya berada pada kondisi skala optimal (persaingan sempurna, tidak ada kendala pada keuangan, dll). Maksud dari pernyataan di atas adalah faktor produksi yang dimiliki antara suatu pabrik gula akan dibandingkan dengan faktor produksi pabrik gula lainnya tanpa mempertimbangkan kendala penyebab inefisiensi teknis, seperti kapasitas giling tebu yang kecil atau penggunaan tenaga kerja yang terlalu banyak. Oleh karena itu, efisiensi yang dihasilkan oleh asumsi DEA CRS sering disebut efisiensi teknis keseluruhan (overall technical efficiency). Orientasi DEA CRS (constant return to scale) ada dua, yaitu: DEA CRS orientasi input dan DEA CRS orientasi output. DEA CRS orientasi input adalah metode untuk mengurangi penggunaan input terhadap output yang konstan.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN. Konsep Efisiensi Produksi

3 KERANGKA PEMIKIRAN. Konsep Efisiensi Produksi 10 produsen. Kelemahan model tersebut menurut Coelli et al. (1998) dan Adiyoga (1999) yaitu: (1) Model tersebut sulit digunakan pada produsen yang menghasilkan dua output; (2) distribusi dari inefisiensi

Lebih terperinci

Hipotesis 4 METODE PENELITIAN Lokasi, Waktu, dan Metode Penelitian

Hipotesis 4 METODE PENELITIAN Lokasi, Waktu, dan Metode Penelitian 24 kapasitas produksi. Usia mesin berdasarkan rekomendasi peneliti antara lain: Wongkeawchan et al. 2002. Peneliti tersebut menunjukkan mesin berusia tua menurunkan efisiensi pabrik gula nasional. Kapasitas

Lebih terperinci

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1 Oleh : AHMAD ZAINUDDIN DAFTAR ISI 2 APA ITU FRONTIER DAN DEA? KONSEP EFISIENSI KONSEP PENGUKURAN EFISIENSI PENDEKATAN PENGUKURAN EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan hal yang tidak bias dipisahkan dari berbagai penelitian yang dilakukan. Objek penelitian merupakan sebuah sumber yang dapat memberikan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

Pengukuran Efisiensi Menggunakan Allocation Model Dalam Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Pada Divisi Doorlock PT. XYZ

Pengukuran Efisiensi Menggunakan Allocation Model Dalam Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Pada Divisi Doorlock PT. XYZ . Pengukuran Efisiensi Menggunakan Allocation Model Dalam Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Pada Divisi Doorlock PT. XYZ Aditiya Eko Saputro 1, Faula Arina 2, Ratna Ekawati 3 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI DI INDONESIA SKRIPSI. Oleh Fitria Ika Puspita Sari NIM

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI DI INDONESIA SKRIPSI. Oleh Fitria Ika Puspita Sari NIM ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI DI INDONESIA SKRIPSI Oleh Fitria Ika Puspita Sari NIM. 051510201086 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2010 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI PADI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF DRYLAND SUGARCANE FARMING IN JOMBANG DISTRICT

TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF DRYLAND SUGARCANE FARMING IN JOMBANG DISTRICT Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) Volume 2, Nomor 2 (2018): 159-167 ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TEBU LAHAN KERING DI KABUPATEN JOMBANG TECHNICAL

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CENGKEH DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CENGKEH DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CENGKEH DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Disusun Oleh: ISTIANA F0108156 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.. Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Asembagus dan Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com ABSTRAK Komoditas jagung (Zea mays)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dicapai dengan sekelompok input tertentu dan teknologi yang dianggap tetap.

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI JAGUNG MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DI DESA MAINDU, KECAMATAN MONTONG, KABUPATEN TUBAN

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI JAGUNG MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DI DESA MAINDU, KECAMATAN MONTONG, KABUPATEN TUBAN Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) Volume 2, Nomor 3 (2018): 244-254 ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e) ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI JAGUNG MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

Lebih terperinci

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR Oleh: MARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Sudah banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai efisiensi dari DMU,

BAB III METODOLOGI. Sudah banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai efisiensi dari DMU, BAB III METODOLOGI III. 1 Metode Pengukuran Efisiensi Perbankan Sudah banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai efisiensi dari DMU, hal ini terbukti dari jumlah penelitian yang berjumlah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bank-bank besar di Jepang masih beroperasi di atas skala efisiensi minimum, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bank-bank besar di Jepang masih beroperasi di atas skala efisiensi minimum, hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Penelitian yang dilakukan Drake dan Hall (2003) di Jepang dengan menggunakan pendekatan nonparametrik (DEA) menujukkan hasil bahwa merger bank-bank besar di

Lebih terperinci

Kata Kunci : Data Envelopment Analysis, Technical Efficiency, Scale Effficiency

Kata Kunci : Data Envelopment Analysis, Technical Efficiency, Scale Effficiency PENGUKURAN EFISIENSI JASA PELAYANAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) (Studi Kasus : SPBU G, SPBU K, SPBU S, SPBU J) Moses L. Singgih dan Viki Chandra

Lebih terperinci

ABSTRACT The Analysis of Rate of Return to Education in Nanggroe Aceh Darussalam Province

ABSTRACT The Analysis of Rate of Return to Education in Nanggroe Aceh Darussalam Province ABSTRACT NENDEN BUDIARTI. The Analysis of Rate of Return to Education in Nanggroe Aceh Darussalam Province. Under supervision of RINA OKTAVIANI and RATNA WINANDI. 2Education is one of human capital investment,

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN BOJONEGORO

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN BOJONEGORO ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN BOJONEGORO DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DIAJUKAN

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Program Linear Program linear merupakan model matematik untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber organisasi. Kata sifat linear digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, teori produksi, konsep analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Teori Produksi. Course: Pengantar Ekonomi.

Teori Produksi. Course: Pengantar Ekonomi. Teori Produksi Course: Pengantar Ekonomi Firms Firms demand factors of production in input markets and supply goods and services in output markets. Firm objectives: How much output to supply (quantity

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI TEPUNG AREN DI KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI TEPUNG AREN DI KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI TEPUNG AREN DI KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Efficiency of Small- and Medium-sized Tofu Enterprises (SME) in Salatiga using Data Envelopment Analysis (DEA)

Efficiency of Small- and Medium-sized Tofu Enterprises (SME) in Salatiga using Data Envelopment Analysis (DEA) Efficiency of Small- and Medium-sized Tofu Enterprises (SME) in Salatiga using Data Envelopment Analysis (DEA) Tesis Oleh Purwanto 972010019 Magister Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN 2002 2007 ARIS ZAINAL MUTTAQIN PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia Ilmu Pertanian Vol. 18 No.1, 2015 : 24-30 Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia The Demand for Raw Sugar in Indonesia Rutte Indah Kurniasari 1, Dwidjono Hadi Darwanto 2, dan Sri Widodo 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 2 (1) (2013) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI KEBUN BENIH PADI PADA BALAI BENIH TANAMAN PANGAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Mengenai Usahatani Usahatani adalah suatu bentuk kombinasi penggunaan masukan (input) (modal, tenaga kerja, lahan) yang sengaja diusahakan oleh seseorang maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 35 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep dan Pengukuran Efisiensi Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan input tertentu. Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE 1987 2007 OLEH TRI PURWANTO H14094001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga

Lebih terperinci

EFISIENSI PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI MIKRO DI INDONESIA. Asrizal Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

EFISIENSI PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI MIKRO DI INDONESIA. Asrizal Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat EFISIENSI PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI MIKRO DI INDONESIA Asrizal Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstract This research aims to determine the efficiency

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 06 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Produsen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU PRODUSEN (Analisis Jangka Pendek) 2 Basic Concept Inputs Production Process Outputs Produksi

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

APLIKASI DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) UNTUK PENGUKURAN EFISIENSI AKTIVITAS PRODUKSI.

APLIKASI DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) UNTUK PENGUKURAN EFISIENSI AKTIVITAS PRODUKSI. OPEN ACCESS MES (Journal of Mathematics Education and Science) ISSN: 2579-6550 (online) 2528-4363 (print) Vol. 2, No. 2. April 2017 APLIKASI DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) UNTUK PENGUKURAN EFISIENSI AKTIVITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS TREND DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI GULA DI PG. WRINGIN ANOM KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS TREND DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI GULA DI PG. WRINGIN ANOM KABUPATEN SITUBONDO Volume 01, No 0- September 017 ISSN: 581-1339 (Print), ISSN: Dalam Proses (Online) ANALISIS TREND DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI GULA DI PG. WRINGIN ANOM KABUPATEN SITUBONDO TREND ANALYSIS

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan

Lebih terperinci

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sumedang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat yang tepat berada di tengah-tengah provinsi yang menghubungkan kota dan Kabupaten

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci