PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA LANGSUNG (SURVEI PADA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA SE-SULAWESI TENGAH) Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA LANGSUNG (SURVEI PADA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA SE-SULAWESI TENGAH) Tahun"

Transkripsi

1 PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP BELANJA LANGSUNG (SURVEI PADA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA SE-SULAWESI TENGAH) Tahun Oleh: Mutiara Mashita Diapati STIE Panca Bhakti Palu Jl.Dr. Soeharso No. 36 A Palu surel: mutiara_mashita@yahoo.com ABSTRACT This research aims to investigate and analyse the effects of regional tax and regional retribution, simultaneously and partially on direct expense at the government of regency and City in Central Sulawesi. This is a descriptive verificative research method using multiple linear regressions as an analysis tool. Sample of this covers regencies and city in Central Sulawesi within the period of 4 yaers i.e until The results show that contribution of regional tax and regional retribution on direct expense at the government of regency and city in Central Sulawesi is 40.7% and the rest 59.3% has been affected by other factors. Based on simultaneous test, it indicates that regional tax and regional retribution perform significant effects on direct expense at the government of regency and dity in Central Sulawesi. Partially, independent variables perform significant effects on dependent variable. Regional tax performs significant value of 0.049<0.005 and regional performs significant value of 0.008<0.005 respectively. Keywords : regional tax, regional retribution, direct expense 1

2 Pendahuluan Pengelolaan Pemerintah Daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 selanjutnya kemudian direvisi menjadi UU No. 38 Tahun 2007 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No. 25 tahun 1999 kemudian direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan dikeluarkannya UU No. 33 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, menegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan ditransfer dana perimbangan kepada daerah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut (Bastian : 2006). Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik baiknya kepada masyarakat, salah satu bentuk pelayanan tersebut adalah memberikan informasi yang transparan dan akuntabel. Kinerja dan kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah (Halim : 2001). Salah satu tujuan utama desentralisasi fiskal adalah menciptakan kemandirian daerah. Adanya desentralisasi merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Dalam perspektif ini, pemerintah daerah (pemda) diharapkan mampu menggali sumber sumber keuangan lokal khususnya melalui Pendapatan Asli daerah (Sidik : 2002). Tingginya belanja daerah perlu diimbangi dengan penerimaan keuangan daerah termasuk dari pendapatan pajak dan retribusi. Tingginya belanja pemerintah ini digunakan untuk membiayai pembangunan diberbagai bidang dan sektor, baik pembangunan fisik maupun non fisik. Sehingga pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD terhadap APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah terhadap pusat. Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diharapkan, pemberlakuan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah daerah sebagai pihak yang menetapkan dan memungut pajak dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan dengan masyarakat pada umumnya. Pajak daerah dan retribusi daerah dapat menjadi sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing masing daerah. Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan Undang Undang. Berdasarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dirinci menjadi : a. Pajak Propinsi terdiri atas : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan dan pajak rokok. b. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, 2

3 pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. c. Retribusi dirinci menjadi : retribusi jasa umum, retribusi jasa khusus dan retribusi perizinan tertentu. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD terhadap belanja daerah akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah. Fenomena utama dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah dalam membiayai belanja daerah. Kontribusi realisasi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah yang memberikan kontribusi cukup besar kepada daerah. Yang dapat membantu memberikan efek terhadap pengalokasian belanja daerah oleh pemerintah, sehingga belanja langsung yang direncanakan disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan yang tersedia. Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah sewajarnya mulai memikirkan dan bertindak guna menggali potensi penerimaan daerah untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah. Dengan tingginya penerimaan PAD akan dapat membiayai belanja langsung daerah secara mandiri. Sumber sumber Pendapatan Daerah yang diperoleh, dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakat yang menjadi kewenangan daerah. Belanja Daerah dikelompokkan menjadi kelompok Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Di mana yang membedakan kedua kelompok belanja tersebut, yaitu apakah belanja terkait secara tidak langsung atau langsung, terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan. Belanja Langsung sering dikatakan juga sebagai Belanja Publik, karena merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Berdasarkan pada latar belakang penelitian tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana perkembangan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sulawesi Tengah periode tahun ; 2) Apakah pajak daerah dan retribusi daerah secara silmutan berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se- Sulawesi Tengah; 3) Apakah pajak daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sulawesi Tengah ; 4) Apakah retribusi daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah :1) Untuk mengetahui dan menganalisa perkembangan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja langsung pada pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sulawesi Tengah; 2) Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah secara silmutan terhadap belanja langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sulawesi Tengah; 3) Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Pajak Daerah secara parsial terhadap Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se- Sulawesi Tengah; 4) Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Retrbusi Daerah secara parsial terhadap Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Sulawesi Tengah. 3

4 KAJIAN TEORI Variabel Pajak Daerah dalam penelitian ini akan menggunakan teori yang dikemukan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Selain pajak daerah, kontribusi retribusi daerah sebagai penyumbang terbesar dalam pendapatan asli daerah. Variabel retribusi daerah yang merupakan salah satu variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, merujuk kepada Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang dimaksudkan dengan retribusi daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Langsung ini merupakan belanja daerah yang dirinci berdasarkan kelompok belanja. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode verifikatif dan metode deskriptif. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini, dengan cara metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan atau sesuai dengan tujuan penelitian. Daerah-daerah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria memiliki laporan keuangan pada kurun waktu penelitian (tahun ). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang meneliti 10 Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah yang memenuhi kriteria memiliki laporan keuangan pada kurun waktu penelitian dari tahun 2011 sampai dengan 2014, dapat dilihat sebagai berikut : a) Analisis Pajak Daerah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah (X1) Tabel 3 Perbandingan Penerimaan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Sulawesi Tengah Tahun (Dalam Jutaan Rupiah) Daerah Kabupaten/Kota Tahun Komponen PAD Banggai Bangkep Buol Tolitoli Donggala Morowali Poso Palu Parimo Tojo Unauna 2011 Pajak Daerah

5 2012 Pajak Daerah Pajak Daerah Pajak Daerah Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 daerah kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, secara keseluruhan untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 penerimaan pajak daerah tertinggi adalah Kota Palu sedangkan yang terendah untuk tahun 2011 adalah Kabupaten Bangkep. Setiap tahun nya untuk Kota Palu menunjukkan angka tertinggi. Hal ini disebabkan karena Kota Palu sebagai ibukota Provinsi dengan jumlah penduduk yang banyak dan sebagai pusat kegiatan pembangunan untuk Sulawesi Tengah memungkinkan Kota Palu dapat mengoptimalkan penerimaan daerah dari sisi pajak daerah terutama dari pajak bumi dan bangunan yang sudah dikembalikan kepada daerah dan dikelola daerah juga adanya upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Palu untuk meningkatkan penerimaan. Hal lainnya yaitu adanya upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota dalam memaksimalkan penerimaan daerah dari sisi pendapatan asli daerah baik melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi pendapatan daerah. Penerimaan terendah untuk pajak daerah untuk tahun 2011 yaitu Kabupaten Bangkep, hal ini disebabkan untuk pencapaian realisasi pendapatan pajak daerah secara umum masih terdapat kendala dan belum optimalnya dalam pencapaiannya karena realisasi pendapatan pajak daerah tersebut belum mencapai target yang telah ditetapkan daerah. Hal ini terlihat pada realisasi dari tiap tahunnya. Beberapa kendala dan hambatan dalam pencapaian target antara lain: relatif masih kurangnya kemampuan aparatur dalam mengelola potensi daerah yang dapat menjadi sumber pendapatan, mekanisme pengadministrasian belum terlaksana dengan baik, struktur daerah yang belum terjangkau dan masih kurangnya kesadaran para wajib pajak daerah dan pelayanan ditingkat Kabupaten yang belum maksimal. b) Analisis Retribusi Daerah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah (X2) Tabel 4 Perbandingan Penerimaan Retribusi Daerah Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Sulawesi Tengah Tahun (Dalam Jutaan Rupiah) Daerah Kabupaten/Kota Tahun Komponen PAD Banggai Bangkep Buol Tolitoli Donggala Morowali Poso Palu Parimo Tojo Una-una 2011 Retribusi Daerah Retribusi Daerah Retribusi Daerah Retribusi Daerah Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 5

6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 daerah kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, secara keseluruhan untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 penerimaan retribusi daerah tertinggi adalah Kota Palu sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Bangkep. Setiap tahun nya untuk Kota Palu menunjukkan angka tertinggi. Hal ini disebabkan karena Kota Palu sebagai ibukota Provinsi dengan jumlah penduduk yang banyak dan sebagai pusat kegiatan pembangunan untuk Sulawesi Tengah memungkinkan Kota Palu dapat mengoptimalkan penerimaan daerah dari sisi retribusi daerah juga adanya upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Palu untuk meningkatkan penerimaan dari segi retribusi izin mendirikan bangunan. Retribusi daerah memberikan sumbangan terbesar terhadap pendapatan asli daerah Kota Palu selain dari pajak daerah. Penerimaan retribusi daerah terendah selama kurun waktu 2011 sampai dengan 2014 yaitu Kabupaten Bangkep. Hal ini disebabkan pencapaian realisasi pendapatan retribusi daerah Kabupaten Bangkep secara umum masih terdapat kendala dalam pencapaiannya. Karena masih kurangnya kemampuan aparatur dalam mengelola potensi daerah dan fasilitas daerah sehingga masih kurangnya kesadaran para masyarakat dalam membayar retribusi daerah. c) Analisis Anggaran Belanja Langsung Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tengah Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung terhadap pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Langsung penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Tabel 5 Perbandingan Anggaran Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten dan Kota Di Sulawesi Tengah Tahun (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun Komponen Belanja Langsung Banggai Bangkep Buol Tolitoli Daerah Kabupaten/Kota Donggala Morowali Poso Palu Parimo Tojo Unauna 2011 Belanja Langsung a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal Belanja Langsung a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal Belanja Langsung a. Belanja Pegawai

7 b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal Belanja Langsung a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 daerah kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, secara keseluruhan untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 anggaran belanja langsung tertinggi adalah Kabupaten Banggai sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Bangkep. Peranan belanja langsung didominasi oleh belanja pegawai dan belanja modal yang paling besar dianggarkan disetiap Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah. Masih besar nya belanja pegawai di setiap Kabupaten dan Kota memberikan gambaran masih banyak nya pegawai honorer. Dari hasil wawancara pada Pemkot Palu dan Pemkab Donggala, untuk Pemkot Palu pendapatan asli daerah dalam membiayai belanja langsung kontribusinya masih kecil masih ada pembiayaan lain dari transfer pusat. Untuk pendapatan asli daerah dilihat berapa yang masuk penerimaan dan disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan yang belum terlaksana dan terakomodir. Serta untuk memprioritaskan kegiatan yang lebih penting. Untuk Pemkab Donggala untuk membiayai belanja daerah ada komponen-komponen yang menjadi porsi masing-masing belanja. Untuk belanja langsung kontribusi pendapatan asli daerah nya kecil dan masih mengharapkan bantuan dari transfer pusat. Untuk kabupaten lain yang ada di Sulawesi Tengah menunjukkan fluktuasi dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja langsung, sangat kecil kontribusinya yang kurang lebih sebesar 2 persen. Sedangkan untuk secara keseluruhan kontribusi pendapatan asli daerah dalam membiayai belanja langsung masih kecil. Hal ini masih menimbulkan ketergantungan daerah terhadap pusat dalam pembiayaan belanja daerah. Diharapkan pemerintah kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah dapat mengalih potensi daerah dan memaksimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan komponen penyumbang terbesar dalam pendapatan asli daerah. Analisis Regresi Linear berganda Tabel 6 Hasil Perhitungan Regresi Berganda Dependen Variabel Y = Belanja Langsung Variabel Koefisien Standar T Sig Regresi Error C = Constanta ,013 21,827 0,000 X1 = Pajak Daerah 0,300 0,048 2,034 0,049 X2 = Retribusi Daerah 0,418 0,041 2,836 0,007 R- = 0,622 F-Statistik = R-Square = 0,407 Sig. F = 0,000 7

8 Sumber: Hasil Regresi Model regresi yang diperoleh dari tabel diatas adalah: Y = 22, ,300 X1 + 0,418 X2 Persamaan diatas menunjukkan, variabel independen yang dianalisis berupa variabel (X1 dan X2) memberi pengaruh terhadap variable independen ( Y ) model analisis regresi belanja langsung pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah dapat dilihat sebagai berikut: Dari persamaan di atas dapat dijelaskan: a) Untuk nilai constanta sebesar 0,120 berarti Belanja Langsung pada Pemerintah Kabupaten dan Kota sebelum adanya variabel independen adalah sebesar 22,122. b) Pajak Daerah (X1) dengan koefisien regresi 0,300 ini berarti terjadi pengaruh yang positif antara pajak daerah dan belanja langsung. Artinya apabila terjadi peningkatan Pajak Daerah sebesar 1 poin dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (X1 = 0), maka belanja langsung akan meningkat sebesar 0,300. c) Retribusi Daerah (X2) dengan koefisien regresi 0,418 ini berarti terjadi pengaruh positif antara retribusi daerah dan belanja langsung. Artinya peningkatan Retribusi Daerah sebesar 1 poin dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (X2 = 0), maka belanja langsung akan meningkat sebesar 0, Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Langsung Berdasarkan analisis hasil uji regresi dikertahui bahwa terdapat pengaruh secara simultan variabel pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja langsung. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah membiayai belanja langsung pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah, hal ini bermakna bahwa hipotesis yang diuraikan sebelumnya sejalan dengan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa besarnya belanja langsung masih dominan dipengaruhi oleh jumlah transfer dana yang diterima dari pemerintah pusat dilihat dari besarnya kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah sebesar 0,407 atau 40,7% dan sisanya sebesar 59,3% dipengaruhi faktor lain (transfer dana pusat) dalam membiayai belanja langsung serta hal ini menunjukkan sangat tingginya tingkat ketergantungan pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah terhadap pemerintah pusat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bertambahnya penerimaan daerah yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah maka akan berpengaruh pada anggaran belanja langsung. Perkembangan pendapatan asli daerah yang rata-rata mengandalkan dari sektor pajak dan retribusi daerah, sejalan dengan perkembangan belanja daerah. Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah terutama pajak daerah dan retribusi daerah untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari pemerintah pusat. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu komponen pendapatan asli daerah yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah yang besar. 8

9 Penelitian ini sejalan dengan Panggabean (2009) yang menyatakan dengan meningkatnya pendapatan asli daerah sudah tentu pendapatan daerah akan meningkat yang pada akhirnya juga diikuti dengan peningkatan belanja daerah yang akan berdampak pada kemakmuran rakyat. Hasil penelitian yang dilakukan Halim (2004) (Dalam Panggabean, 2009) yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah mempengaruhi belanja pemerintah daerah. 2. Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Belanja Langsung Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja langsung kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, hal ini dapat dilihat tingkat signifikan 0,049<0,005 yang menunjukkan variabel pajak daerah berpengaruh signifikan secara parsial terhadap belanja langsung kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, yang berarti bahwa semakin besar jumlah pajak daerah maka jumlah belanja langsung juga semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian untuk daerah kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, kontribusi pajak daerah dalam kurun waktu penelitian yaitu tahun terhadap pendapatan asli daerah adalah sebesar 30,05 persen. Peranan pajak daerah terhadap belanja langsung kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah sesuai hasil penelitian merupakan variabel independen yang memiliki peranan (kontribusi) terkecil dari variabel retribusi daerah yang diteliti dapat dilihat pada nilai koefisien Beta distandarisasi sebesar 0,300. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Panggabean (2009) yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah dan faktor yang paling dominan mempengaruhi belanja daerah berturut-turut adalah pajak daerah, lain-lain pendapatan asli daerah dan retribusi daerah. Dan hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Syahputra (2010) yang menyatakan Pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dan dana alokasi umum berpengaruh positif secara silmutan dan parsial terhadap belanja daerah. Rata-rata kontribusi PAD terhadap belanja daerah lebih kecil dibandingkan dengan DBH dan DAU. Mardiasmo dkk, (2002) mengungkapkan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu diberikan otonomi dan kelelusaan daerah. Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah dengan menghitung potensi penerimaan pajak daerah yang riil yang dimiliki oleh daerah tersebut, sehingga bisa diketahui peningkatan kapasitas pajak daerah. Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah melakukan intensifikasi yaitu dengan cara mengefektifkan perda-perda yang mengatur tentang pajak daerah dan melakukan ekstensifikasi yaitu dengan cara melakukan identifikasi sumber pendapatan untuk mencari peluang-peluang penerimaan pajak daerah. Dan adanya berbagai macam perubahan undang-undang, khususnya mengenai perpajakan, perlu ditanggapi 9

10 oleh pemerintah daerah dengan suatu strategi agar dapat memberikan hasil yang bersifat ekonomis maupun non ekonomis secara maksimal. 3. Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Belanja Langsung Hasil penelitian menunjukkan bahwa retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja langsung kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, hal ini dilihta tingkat signifikan sebesar 0,008<0,005 yang menunjukkan variabel retribusi daerah berpengaruh signifikan secara parsial terhadap belanja langsung kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, yang berarti bahwa semakin besar jumlah retribusi daerah maka jumlah belanja langsung juga semakin besar. Berdasarkan hasil penelitian untuk daerah kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah, kontribusi retribusi daerah dalam kurun waktu penelitian yaitu tahun terhadap pendapatan asli daerah adalah sebesar 39,00 persen. Retribusi daerah memberikan kontribusi yang besar dalam pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah dibandingkan pajak daerah. Peranan retribusi daerah terhadap belanja langsung Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah sesuai hasil penelitian memiliki nilai koefisien Beta distandarisasi yang besar dari pajak dan merupakan variabel independen yang memiliki peranan (kontribusi) besar yang diteliti. Retribusi daerah untuk seluruh Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah menunjukkan fluktuasi dari tahun ke tahun. Walaupun terjadi penurunan cukup signifikan pada beberapa kabupaten di Sulawesi Tengah tetapi adapun yang menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Hasil ini menunjukkan untuk pendapatan asli daerah kontribusi terbesar disumbangkan oleh retribusi daerah, beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah objek retribusi daerah lebih banyak dari pajak daerah, sehingga potensi penerimaannya lebih besar, selain itu kesadaran masyarakat pengguna jasa pelayanan dalam melakukan pembayaran. Serta menandakan bahwa pengelolaannya menuju kearah yang lebih baik, hal ini juga mengindikasikan adanya upaya yang keras dari pemerintah kabupaten dan kota untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi daerah yang merupakan bagian dari pendapatan daerah. Sejalan dengan hasil penelitian ini, menurut Davey (1998) (dalam Panggabean, 2009) mengatakan bahwa retribusi merupakan sumber pendapatan yang sangat penting dan hasil retribusi hampir mencapai setengah dari seluruh pendapatan daerah. Dalam dimensi potensi daerah yang demikian itu, pemerintah daerah hendaknya dapat mengembangkan inisiatif dan upaya untuk meningkatkan penerimaan retribusi daerah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah melakukan intensifikasi yaitu dengan cara mengefektifkan perda-perda yang mengatur tentang retribusi dan melakukan ekstensifikasi yaitu dengan cara melakukan identifikasi sumber pendapatan untuk mencari peluang-peluang penerimaan retribusi yang baru dan menghitung potensi pendapatan riil yang dimiliki oleh daerah dengan metode perhitungan yang sistimatika dan rasional. 10

11 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan menggunakan metode analisis regresi berganda, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan memberikan pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. 2. Pajak Daerah memberikan pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. 3. Retribusi Daerah memberikan pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah. Daftar Pustaka Bastian, I Sistem Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Penerbit Salemba. Davey, K, J Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktik-Praktik Internasional dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga. Terjemahan Anarullah. Dkk. UI-Press.Jakarta. Halim, A Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakerta: UPP AMP YKPN Pengaruh Dana Alokasi Umu (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Study Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Jakarta. Mardiasmo Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Malang: Bayumedia Publishing. Panggabean, Henri Pengaruh Pendapatan Alsi daearh Terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir. Tesis Program Pascasarjana Magister Sains Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan. Syahputra, Indra Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sidik. M Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal (Natara Teori dan Aplikasinya di Indonesia). Yogyakarta. UPP AMP YKPN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah 11

12 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Retribusi Daerah. 12

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako)

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako) Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Target Pendapatan Daerah (Survei pada Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Tengah) Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK REKLAME, PAJAK HIBURAN, PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERIODE

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK REKLAME, PAJAK HIBURAN, PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERIODE ANALISIS PENERIMAAN PAJAK REKLAME, PAJAK HIBURAN, PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERIODE 2013-2015 FARIDOTUN NIKMAH 13133100010 Jurusan Akuntansi UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

MACHDANIYATUL AZIZAH B

MACHDANIYATUL AZIZAH B PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD DALAM MENDUKUNG OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dijalankannya otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat, dan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara yang wilayahnya terbagi mejadi 33 provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota. Hubungan tentang

Lebih terperinci

Keyword: Local Tax, Local Retribution, Local Original Revenue.

Keyword: Local Tax, Local Retribution, Local Original Revenue. ABSTRACT THE INFLUENCE OF LOCAL TAX, LOCAL RETRIBUTION TO LOCAL ORIGINAL REVENUE IN TASIKMALAYA CITY (Case Study at Revenue Department of Tasikmalaya City and Bureau of Finance Official and Goods Tasikmalaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan pembangunan, Pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kebutuhan akan dana pembangunan dapat diperoleh dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo ANALISIS PERBEDAAN PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAHSEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA UU NO.28TAHUN 2009 DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI DIY Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan negara non migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER Jurnal STIE SEMARANG VOL 9 No. 1 Edisi Februari 2017 ( ISSN : 2085-5656) ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam melaksanakan otonomi daerah, salah satu syarat yang diperlukan adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut disamping sumber dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan asli daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 diperlukan ketersediaan dana yang besar. Pemerintah sebagai pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

Analisis Akuntabilitas Pendapatan Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kota Palopo

Analisis Akuntabilitas Pendapatan Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kota Palopo Analisis Akuntabilitas Pendapatan Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kota Palopo Andika Rusli 1 Saharuddin 2 Surianti 3 No. HP 085242438738¹, 081342512379² ¹Alamat Korespondensi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindah kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pemerintahan adalah entitas masyarakat dalam suatu negara yang diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan, perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung adalah salah satu kota dan provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan dan pembangunan daerahnya dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Untuk bisa mencapai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional yang adil, makmur, dan merata maka penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO Yanuar Fajar Nugroho Topowijono Tri Henri Sasetiadi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang 115030400111078@mail.ub.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

: Central Government Transfer, Tax Effort, Local Revenu

: Central Government Transfer, Tax Effort, Local Revenu PENGARUH TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP UPAYA PAJAK PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE-JAWA TENGAH TAHUN 2008-2010 Prihatin Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Isfatul Fauziah Achmad Husaini M. Shobaruddin

Isfatul Fauziah Achmad Husaini M. Shobaruddin ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN MALANG (STUDI PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KABUPATEN MALANG) Isfatul

Lebih terperinci

DINI AJHARIYANI SUDARSO

DINI AJHARIYANI SUDARSO PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA TASIKMALAYA (Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah menerapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjujung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu menempatkan pajak sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan sebuah negara memerlukan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki dimensi baru dalam matriks kehidupan masyarakatnya dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu kemandirian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pembangunan di daerah tanpa adanya kendala struktural yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah ialah dimana pemberian wewenang yang sekaligus menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG Oleh: FIKRI ZUHRI 05 153 103 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA 1 KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA Jonetta Triyanti. D, H.Eddy Soegiarto K, Imam Nazarudin Latif Fakultas

Lebih terperinci

OPTIMALISASI APBD DALAM PERSPEKTIF PERFORMANCE BUDGET

OPTIMALISASI APBD DALAM PERSPEKTIF PERFORMANCE BUDGET 73 OPTIMALISASI APBD DALAM PERSPEKTIF PERFORMANCE BUDGET Eko Syafputro dan Mariaty Ibrahim FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293 Abstract: Optimizing the

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Khoirul Ifa STIE Widya Gama Lumajang khoirul_ifa@yahoo.co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi/Objek Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara merupakan salah satu daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten Bolaang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan akhir menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci