BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Konflik Menurut Veeger dalam bukunya Argyo Demartoto yang berjudul Mosaik Dalam Sosiologi, konflik menurut pendapat Lewis Coser adalah perselisihan mengenai nilai nilai aau tuntutan tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka. Lebih lanjut, Coser menyatakan, bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu individu, kumpulan kumpulan (collectivities), atau antara individu dengan kumpulan. Bagaimanapun, konflik baik yang bersifat antar kelompok maupun yang intra kelompok senantiasa ada di tempat orang hidup bersama. Coser juga menyatakan, konflik itu merupakan unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa konflik, selalu tidak baik atau memecah belah atau merusak. Konflik itu bisa menyumbang banyak kelestarian kelompok dan mempererat hubungan antar anggotanya. Orang telah lama mengetahui, bahwa hal seperti menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasilkan solidaritas dan keterlibatan, dan 10

2 digilib.uns.ac.id 11 membuat orang lupa akan perselisihan intern mereka sendiri. (Demartoto, 2007: 92) Bagi Lewis A. Coser, konflik yang terjadi di dalam masyarakat tidak semata mata menunjukkan fungsi negatifnya saja, melainkan dapat pula menimbulkan dampak positif dan oleh karena itu menguntungkan bagi sistem yang bersangkutan. Baginya, konflik adalah merupakan salah satu bentuk interaksi dan tak perlu mengingkari keberadaannya. Pemikiran Coser mengenai konflik sebagai berikut: a. Konflik Sebagai Bentuk Interaksi Menurut Coser, kita tidak perlu melihat konflik sebagai gejala patologis, atau gejala yang harus dihindari dari kehidupan sosial. Konflik merupakan gejala yang normal normal saja, bahkan merupakan unsur yang penting di dalam interaksi segenap anggota masyarakat. b. Fungsi Positif Konflik Konflik dapat merupakan cara atau alat untuk mempertahankan, mempersatukan, dan bahkan mempertegas sistem sosial yang ada. c. Safety Valve (Katup Pengaman) Dalam setiap masyarakat seringkali berkembang suatu mekanisme untuk meredakan ketegangan yang ada, sehingga struktur sebagai keseluruhan tidak terancam keutuhannya. Mekanisme ini oleh Coser dinamakan Safety Valve (katup pengaman). Coser memang mengakui bahwa konflik itu dapat membahayakan persatuan, oleh karena itu perlu dikembangkan cara agar bahaya tersebut dapat dikurangi atau bahkan

3 digilib.uns.ac.id 12 diredam. Baginya katup pengaman ini sebagai institusi (Safety Valve Institution). Hal ini mengisyaratkan bahwa semua elemen yang terdapat dalam institusi sosial harus terdapat pula di katup pengaman ini. Menurut Coser, katup pengaman di samping dapat berbentuk intitusi sosial, dapat juga berbentuk tindakan tindakan atau kebiasaan kebiasaan yang dapat mengurangi ketegangan karena konflik tidak dapat tersalurkan. (Demartoto, 2007: 94-98) B. Konsep 1. Peranan Secara etimologi, peranan berasal dari kata peran yang berarti sesuatu yang mengambil peran atau yang memegang pimpinan terutama. Sedangkan sercara terminologi peranan berarti aspek dinamis dari suatu kedudukan, dimana seseorang melaksanakan hak haknya dan kewajiban kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Untuk itu peranan merujuk pada perilaku seseorang pada posisi atau status tertentu sebagai apa dan terhadap siapa. Artinya peranan dapat dilihat sebagai suatu peran sosial, tapi bukan individu yang berhenti pada dirinya (Soekanto, 2003:243) Dalam kehidupan bermasyarakat, peranan menentukan bagaimana seseorang harus bertingkah laku dalam masyarakat. Peranan tersebut dirumuskan dan diakui oleh masyarakat melalui norma sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

4 digilib.uns.ac.id 13 Menurtut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt dalam buku Sosiologi Jilid 1, mengartikan peranan sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status. Mempelajari suatu peranan sekurang kurangnya melibatkan dua aspek, yaitu: pertama, kita harus belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak hak suatu peran; kedua, memiliki sikap, perasaan dan harapan harapan yang sesuai dengan peran tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapainya seseorang akan mengadakan interaksi dengan orang lain (baik dengan individu maupun dengan kelompok) yang dalam interaksi ini akan terjadi adanya tindakan sebagai suatu rangsangan dan tanggapan sebagai suatu respon ( Horton, 1987: 118) Peranan adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang atau kelompok yang mempunyai status. Sedangkan status sendiri sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peranan adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak hak tersebut. Sedangkan pengertian peranan menurut Bruce J. Cohen dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar adalah suatu perilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu. Bruce J. Cohen membagi peranan menjadi dua macam, yaitu: 1) Prescribed Role (peranan yang dianjurkan) yaitu jika dalam melaksanakan suatu peranan tertentu kita diharapkan oleh masyarakat agar menggunakan cara cara yang sesuai dengan yang mereka harapkan.

5 digilib.uns.ac.id 14 2) Enacted Role (peranan nyata) yaitu jika orang orang yang diharapakan melaksanakan suatu peranan tidak berperilaku menurut cara cara konsisten dengan harapan harapan orang lain, tetapi mereka masih bisa dianggap menjalankan peranan yang diberikan oleh masyarakat walaupun tidak konsisten dengan harapan harapan si pemberi peran. Menurut Hendropuspito dalam buku Sosiologi Sistematik, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tugas) seseorang dan dibuat atas tugas tugas yang dilakukan seseorang. Peranan sebagai konsep yang menunjukkan apa yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Wujud dari status atau peran itu adalah adanya tugas tugas yang dijalankan oleh seseorang berkaitan dengan posisi atau fungsinya dalam masyarakat. Salah satunya adalah peranan Bhabinkamtibmas, dalam kaitannya dengan upaya deteksi dini terhadap konflik pada masyarakat kota Semarang, khususnya di Kecamatan Banyumanik. Jadi, dapat disimpulkan pengertian peranan menurut peneliti adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Bhabinkamtibmas merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) Bhabinkamtibmas sendiri dibentuk sebagai pemantau potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dimulai dari Desa atau Kelurahan oleh Polsek sebagai satuan operasional Kepolisian terdepan perlu adanya hubungan baik antara Polri dan commit masyarakat. to user

6 digilib.uns.ac.id 15 Peran Bhabinkamtibmas disini sebagai; pembimbing masyarakat bagi terwujudnya kesadaran hukum, dan kamtibmas serta meningkatkan partisipasi masyarakat di Desa atau Kelurahan; pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat bagi terwujudnya rasa aman dan tentram di masyarakat Desa/ Kelurahan; mediator dan fasilitator dalam penyelesaian permasalahan permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat Desa atau Kelurahan; serta dinamisator dan motivator masyarakat yang bersifat positif dalam rangka menciptakan dan memelihara kamtibmas. (SOP tentang Pelaksanaan Tugas Bhabinkamtibmas di Desa atau Kelurahan, Oktober 2011) Bhabinkamtibmas sebagai bagian dari Polri yang bertugas menjadi pengaman dan pelayanan masyarakat di setiap kelurahan atau desa. Menurut Dir Binmas Poldasu Kombes DR H Hery Subiansauri, SH, MH, MSi bahwa dalam sebulan personel Bhabinkamtibmas sudah dapat memetakan wilayah desa binaannya dan dapat mengetahui semua masyarakat yang ada di desa tersebut, baik pekerjaannya sehari-hari maupun nama-nama mereka, serta adat yang ada di desa tersebut. Sehingga keamanan dapat lebih terjaga dan masalahmasalah yang terjadi di antara masyarakat dapat terselesaikan tanpa harus diproses di pengadilan. ( Peran Bhabinkamtibmas sendiri berupa pembinaan ketertiban masyarakat, pembinaan keamanan swakarsa, pembinaan perpolisian masyarakat, dan pembinaan potensi masyarakat.

7 digilib.uns.ac.id Deteksi Dini Terdapat dua pengertian deteksi dini yaitu menurut UNDP/UNISDR dan PP No.50/2005 a. Menurut UNDP/UNISDR Suatu mekanisme yang berupa pemberian informasi secara tepat waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat atau individu di daerah rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau mengurangi resiko dan mampu bersiap siap untuk merespon secara efektif. b. Menurut PP No.50/2005 Upaya memberitahukan kepada warga yang berpotensi dilanda suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi suatu masalah. Jadi, pengertiam Deteksi Dini menurut penulis adalah memberitahukan informasi untuk mengenali dan menandai suatu gejala atau ciri ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk mengindari atau mengurangi resiko tersebut, dalam hal ini adalah konflik. Fungsi dari deteksi dini antara lain: a. Untuk mengetahui lebih awal akan kemungkinan terjadinya suatu konflik. Dengan melakukan deteksi dini, kita dapat membaca adanya kemungkinan terjadinya suatu konflik sejak awal, artinya kita dapat melakukan upaya penanggulangan sejak konflik tersebut masih berskala kecil.

8 digilib.uns.ac.id 17 b. Untuk menghindari keterkejutan akan terjadinya suatu konflik. Dengan pengetahuan akan kemungkinan terjadinya suatu konflik, maka kita akan lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan atau perkembangan kondisi yang terjadi. Sehingga, apabila konflik benar terjadi, kita sudah sigap dan cepat dalam memberikan reaksi penanggulangan atas konflik tersebut. c. Menyiapkan lebih awal langkah langkah penanggulangan konflik apabila konflik yang sudah terdeteksi tidak dapat dicegah. Dengan demikian kita dapat mereduksi kerusakan yang mungkin timbul akibat konflik tersebut serta mencegah konflik tersebut membesar. Dengan persiapan langkah langkah penanggulangan atas konflik yang mungkin terjadi, maka dampak yang mungkin timbul dapat direduksi atau diminimalisir sedemikian rupa sehingga tidak jatuh korban yang lebih besar (baik korban jiwa, materiil, dan imateriil). Selain itu, dengan upaya penanggulangan yang dini atas konflik, maka eskalasi konflik untuk menjadi lebih besar dapat ditekan atau dihindari. ( Cara Deteksi Dini a. Pemahaman konflik yang sudah pernah terjadi (Database konflik) 1) Pemetaan konflik (yang sudah pernah terjadi dan upaya penyelesaiannya) Tujuan dari pemetaan konflik ini adalah bilamana kita berada di suatu tempat atau wilayah baru yang harus dilakukan adalah melakukan

9 digilib.uns.ac.id 18 pemetaan konflik terlebih dahulu, yakni konflik konflik yang sudah pernah terjadi beserta upaya upaya penyelesaian yang pernah dilakukan. Dari pemetaan tersebut, dapat diketahui perkembangan yang terjadi saat ini mengenai berbagai konflik yang pernah ada di wilayah tersebut. Hal ini akan berkaitan dengan upaya pendeteksian konflik yang terjadi, baik konflik yang merupakan konflik lanjutan atau laten dari konflik yang pernah terjadi sebelumnya, maupun konflik yang baru pertama kali muncul atau terjadi. 2) Koordinasi antar instansi yang terkait Menjaga hubungan dengan instansi instansi yang terkait antara lain pihak Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait lainnya dalam penyelesaian konflik di masa lalu atau yang pernah terjadi di daerah atau tempat tersebut. Hal ini perlu dilakukan guna tetap menjalin hubungan dalam rangka koordinasi dalam penangan konflik yang terjadi di masa datang. 3) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat yang telah terbina selama ini dapat dilihat sebagai bagian dari sejarah penyelesaian konflik yang terjadi sebelumnya. Masyarakat dalam hal ini dapat dijadikan bahan pembelajaran atau sejarah dalam penyelesaian konflik yang akan datang.

10 digilib.uns.ac.id 19 b. Pemahaman tentang indikasi terjadinya konflik baru. 1) Pemahaman tentang situasi dan kondisi terkini (current affairs) Kondisi terkini atau termutakhir dapat kita gunakan sebagai tahap awal dari upaya pendeteksian kemungkinan terjadinya suatu konflik. Dalam hal ini, kita harus memahami situasi dan kondisi terkini dalam semua aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam) yang dapat memicu terjadinya konflik. Sehingga apabila terjadi konflik, kita selaku aparat, tidak terlalu terkejut dan dapat lebih sigap dalam melakukan penanganan terhadap konflik yang muncul tersebut. 2) Memahami reaksi masyarakat Setelah memahami situasi dan kondisi terkini, kita harus dapat membaca dan memahami reaksi yang timbul di masyarakat akibat adanya perkembangan dari situasi dan kondisi terkini tersebut. Adapun reaksi masyarakat ini dapat kita lihat dalam berbagai bentuk, seperti reaktif maupun reaksi yang laten atau bergerak di bawah permukaan, maupun tidak memberikan reaksi yang berarti terhadap perkembangan situasi kondisi terkini. 3) Memahami peristiwa yang menyertai atau muncul pada tahap awal indikasi adanya konflik Adanya reaksi yang muncul di masyarakat akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Gejolak gejolak yang terjadi dapat dijadikan indikasi awal adanya konflik, karena apabila gejala gejala tersebut tidak

11 digilib.uns.ac.id 20 ditangani dengan baik, maka dari gejala tersebut dapat bergerak atau berkembang ke arah eskalasi konflik yang lebih besar lagi. 4) Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwa-peristiwa yang ada Maksudnya, dari peristiwa peristiwa yang ada, dalam hal ini yang berkaitan dengan isu atau perkembangan terkini tersebut mulai untuk dikumpulkan, untuk selanjutnya dilakukan kategorisasi (mana saja yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya konflik). Setelah dilakukan pengumpulan dan pemilihan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pemetaan masalah. Adapun tujuan dari pemetaan masalah adalah tidak hanya sekedar memisah misahkan permasalahan yang ada, tetapi juga membaca jaring yang terhubung dari rangkaian peristiwa tersebut. 5) Koordinasi antar instansi yang terkait Koordinasi dengan instansi instansi yang terkait antara lain pihak Polri, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, bea cukai, dan unsur terkait lainnya dalam rangka memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan adanya indikasi awal terjadinya suatu konflik. Pihak pihak tersebut memberikan informasi dan melakukan pengawasan atau pengamatan terhadap kegiatan kegiatan yang mencurigakan, misal pengajian yang menyimpang atau adanya kerumunan massa yang menyebarkan berita yang berpotensi menciptakan ketegangan antar SARA. 6) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat di sini lebih kepada lingkar terluar dalam sistem deteksi dini konflik dan pengamanan. Peran lingkar luar adalah

12 digilib.uns.ac.id 21 masyarakat dapat dijadikan sumber informasi yang berkaitan tentang hal-hal mencurigakan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan oleh masyarakat karena masyarakat bersentuhan langsung dengan kondisi sehari hari di lapangan dan saling berinteraksi satu sama lain, sehingga adanya info info mengenai indikasi kemunculan suatu konflik dapat lebih mudah diketahui. Hal ini dapat dilakukan dengan pembangunan central informasi atau pusat informasi terutama di daerah yang dinilai rawan terhadap konflik. Sedangkan peran sebagai pengamanan adalah masyarakat berperan untuk menjaga situasi dan kondisi di lingkungan masyarakat agar tetap aman, dan terhindar dari upaya upaya untuk terjadinya konflik dengan cara membangun kesadaran diri dan masyarakat serta pengawasan melekat terhadap lingkungan sekitar. ( 3. Konflik Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Sedangkan menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku

13 digilib.uns.ac.id 22 dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. (id.wikipedia.org/wiki/konflik) Robert M. Z Lawang mengemukakan bahwa konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, dan kekuasan dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Sedangkan Soerjono Soekanto, konflik merupakan proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Jadi, pengertian konflik menurut penulis adalah benturan antara berbagai nilai dan kepentingan tertentu yang terjadi pada masyarakat atau kelompok untuk mendapatkan atau memperjuangkan kedudukan atau suatu keuntungan. Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan

14 digilib.uns.ac.id 23 lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Konflik sebagai suatu gejala sosial, akan kita dapatkan dalam kehidupan bersama artinya konflik merupakan gejala yang bersifat universal. Tidak ada kehidupan bersama tanpa adanya konflik, baik pada skala besar maupun skala kecil. Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik terbagi atas : a. Konflik intrapersonal. Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. b. Konflik interpersonal. Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena memiliki perbedaan keinginan dan tujuan. Konflik antar individu individu dan kelompok kelompok, Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan tekanan

15 digilib.uns.ac.id 24 untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka. Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma norma yang ada. Konflik interorganisasi. Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional. 4. Masyarakat Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata masyarakat sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan hubungan antar entitas entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. ( Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar yang terikat oleh satuan, adat ritus atau hukum khas dalam hidup bersama. J.L. Gillin dan J.P. Gillin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan memiliki kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan

16 digilib.uns.ac.id 25 yang sama. Sedangkan R. Linton seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas batas tertentu. Dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma norma, adat istiadat yang sama sama ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari hari, kita menemukan kenyataaan bahwa manusia sebagai makhluk sosial ada kecenderungan untuk melakukan kesalahan sesama manusia. Kecenderungan yang bersifat sosial ini selalu timbul pada diri setiap manusia ada sesuatu yang saling membutuhkan. Dari kenyataan ini kemudian timbulah suatu struktur antar hubungan yang beraneka ragam. Keragaman itu dalam bentuk kolektivitas - kolektivitas serta kelompok kelompok dan pada tiap tiap kelompok tersebut terdiri dari kelompok kelompok yang lebih kecil. Apabila kolektivitas kolektivitas itu dan kelompok kelompok mengadakan persekutuan dalam bentuk yang lebih besar, maka terbentuklah apa yang kita kenal dengan masyarakat.

17 digilib.uns.ac.id 26 Pada setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, disamping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi bagian dari berbagai kelompok dan atau kesatuan sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut. C. Penelitian Terdahulu 1. Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Perjudian di Wilayah Kecamatan Jebres. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Arif Madya Prasetya (2007) mahasiswa FKIP UNS yang berjudul Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Perjudian di Wilayah Kecamatan Jebres ini bertujuan untuk mengetahui tindak perjudian di wilayah Kecamatan Jebres, untuk mengetahui peranan kepolisian dalam menanggulanginya, dan bagaimana upayanya, serta hambatan apa saja yang dihadapi. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, teknik sampling dengan purposive sampling guna menyaring sebanyak mungkin informasi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumen, serta dengan trianggulasi data untuk menguji validitas data. Dari hasil penelitiannya, dapat disimpulkan: 1) Perjudian yang terjadi di wilayah Kecamatan Jebres disebabkan karena pelaku perjudian ingin mendapatkan uang sampingan dengan jalan pintas, yang para pelakunya adalah hampir 50% bermata pencaharian buruh dan mereka yang berasal dari kalangan bawah atau miskin yang memiliki penghasilan rendah. 2) Peranan kepolisian dalam menanggulangi perjudian di wilayah Kecamatan Jebres semenjak

18 digilib.uns.ac.id 27 pergantian Kapolri menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. 3) Berbagai upaya yang dilakukan oleh Kepolisian sektor kota besar Jebres yaitu melalui upaya: preventif, antara lain yaitu: penangkapan para pelaku perjudian dan proses tindak lanjut. 4) Hambatan yang dihadapi oleh Kepolisian sektor besar kota Jebres dalam menanggulangi masalah perjudian di wilayah kecamatan Jebres, yaitu: masalah personil atau anggota kepolisian memiliki sumber daya manusia yang kurang, kesadaran masyarakat, setelah dilakukan penggrebekan arena judi sudah bubar, tempat sering berpindah pindah. 2. Implementasi Program Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sutarto (2010) mahasiswa S2 Administrasi Public yang berjudul Implementasi Program Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisa proses implementasi Polmas serta faktor pendorong dan penghambat implementasi Perpolisian Masyarakat di Kelurahan Kratonan, Kota Surakarta. Dengan menggunakan teori implementasi model Van Metter dan Van Horn, teori Partisipasi, dan Kemitraan. Teori implementasi model Van Metter dan Van Horn digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa proses dan faktor faktor implementasi dalam Polmas. Teori partisipasi dan kemitraan digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa bentuk bentuk partisipasi masyarakat dalam kemitraan untuk menunjang implementasi polmas. Penelitian ini menggunakan

19 digilib.uns.ac.id 28 metode kualitatif. Satuan kajian dalam penelitian ini yaitu: dokumen kebijakan, pedoman program. Sumber data primer dilakukan dengan tehnik purposive sampling dengan informan yaitu Kapolsek Serengan, Bhabinkamtibmas, Lurah, Pengurus FKPM dan tokoh masyarakat. Tehnik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, studi dokumentasi kebijakan dan pedoman program. Tehnik analisis data menggunakan tehnik analisis interaktif. Kesimpulan menunjukkan : 1) Penerapan polmas terkait dengan pelaksanaan fungsi Bhabinkamtibmas, meliputi : kunjungan rutin, patroli bersama, dialog, kegiatan bersama, penyuluhan kamtibmas. 2) Terdapat faktor faktor pendukung dalam penerapan Polmas khususnya partisipasi dalam kegiatan polmas. 3) Terdapat faktor-faktor penghambat dalam penerapan polmas seperti kurangnya pemahaman dari implementor dan kurangnya dukungan sumber daya. Rekomendasi dari penelitian ini : 1) Perlunya membangun keinginan dan komitmen di instansi Kepolisian, Pemerintah Kota Surakarta dan kelembagaan masyarakat terkait penerapan Polmas dalam bentuk sharing sumber daya seperti dukungan anggaran. 2) Meningkatkan sosialisasi dan dialog antara Kepolisian, Pemerintah Daerah (Kelurahan), FKPM dan kelembagaan masyarakat serta warga masyarakat tentang program Polmas dan persoalan kamtibmas. 3) Melaksanakan kegiatan kegiatan bersama dalam rangka membangun kondisi keamanan, ketertiban masyarakat.

20 digilib.uns.ac.id Kolaborasi Pemerintah, Polisi, dan Masyarakat. Pengalaman COP Malioboro Artikel ini di tulis oleh Yanuar Agung Anggoro dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Volume 10 Nomer 2 Tahun 2006 tentang masyarakat berorientasi polisi merupakan upaya pemantauan keamanan dengan menekankan pada inisiatif lokal, kemitraan publik dan swasta dan kepolisian dengan masyarakat itu ditujukan, membangun dan memelihara komunitas polisi pemerintah kemitraan melalui pemecahan masalah pendekatan responsif terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat. COP mempromosikan dan mendukung stategis organisasi untuk mengatasi penyebab dan untuk mengurangi rasa takut kejahatan dan gangguan sosial. Oleh kemitraan, COP bersikeras perubahan peran dan paradigma dan pemerintah, polisi dan masyarakat. Makalah ini menggambarkan upaya kolaborasi dan masalah mereka di kalangan masyarakat, polisi dan Pemerintah Daerah. 4. Building Capability Throughout a Change Effort: Leading the Transformation of a Police Agency to Community Policing. Artikel ini di tulis oleh J.Kevin Ford yang berada di dalam jurnal American Journal of Community Psychology June 2007, Volume 39, pp Kasus ini menggambarkan upaya perubahan untuk memindahkan agen polisi untuk menjadi organisasi polmas. Upaya perpolisian masyarakat dipandang sebagai sarana untuk melakukan perubahan transformasional untuk menjadi organisasi pembelajaran dengan tujuan meningkatkan pemberian layanan polisi. Kasus ini menjelaskan langkah - langkah yang diambil untuk

21 digilib.uns.ac.id 30 memenuhi visi baru perpolisian masyarakat serta langkah langkah yang diambil untuk mengatasi tantangan atau realitas mencoba untuk membuat terjadinya perubahan. Pandangan untuk kasus ini adalah peran kepemimpinan di seluruh tahap perubahan (eksplorasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelembagaan) dalam membangun kapasitas dalam organisasi untuk mempertahankan upaya perubahan. Peningkatan kapasitas difokuskan pada menggabungkan sistem berpikir ke dalam pola pikir para anggota organisasi, mogok perintah dan pola pikir kontrol dengan membangun norma baru sekitar keterlibatan tinggi dari tim berkomitmen, dan mengembangkan keahlian untuk mendukung pembelajaran berkelanjutan dan perbaikan dalam rangka menyelaraskan sistem organisasi. Sebuah pelajaran penting dipelajari adalah bahwa pemimpin yang efektif tidak hanya mempersiapkan organisasi sebelum upaya perubahan. Mereka harus memiliki kesabaran untuk terus membangun kapasitas untuk perubahan di antara anggota organisasi di seluruh berbagai tahap upaya perubahan. 5. A Comparative Perspective of Community Policing in Taiwan and Washington State. Artikel ini ditulis oleh Terry Gingerich dan Doris Chu yang berada di dalam jurnal Asian Journal of Criminology, December 2006, Volume 1, Issue 2, pp Penelitian ini membahas sikap dan perilaku polisi Taiwan mengenai komunitas berorientasi kepolisian (COP) dengan membandingkan sikap dan perilaku mereka dengan para perwira di Washington State. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari 375 petugas garis Taiwan

22 digilib.uns.ac.id 31 ditugaskan ke kota Tainan dan 167 petugas garis polisi Amerika dari berbagai departemen sheriff 'di Washington State. Studi ini menemukan bahwa (1) petugas Taiwan dan Amerika memiliki pendapat yang sama potensi COP untuk mengurangi kejahatan, (2) kedua kelompok sama sama terlibat dalam menerapkan berbagai strategi dari COP, namun (3) perwira Amerika lebih terlibat dalam merumuskan (perencanaan atau memikirkan strategi COP), dan (4) lebih mudah menerima keterlibatan warga dalam COP, sedangkan (5) petugas Taiwan lebih reseptif terhadap pengawasan sipil, dan (6) lebih setuju untuk menerapkan hasil COP untuk tujuan evaluatif daripada rekan rekan Amerika. Implikasi kebijakan dan daerah untuk penelitian masa depan dibahas. Dapat disimpulkan bahwa yang membedakan penelitian ini dengan penelitian penelitian diatas adalah penelitian yang penulis lakukan ini menitikberatkan pada peranan Bhabinkamtibmas sebagai pilot project dari Sat Binmas Polrestabes Semarang mewakili Polda Jateng dengan masyarakat sekitar serta Pihak Pemerintahan dalam hal ini Kelurahan, di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. D. Kerangka Berpikir Di dalam kehidupan bermasyarakat, norma norma yang sudah ada dan sudah ditetapkan di dalam masyarakat memang sudah seharusnya ditaati dan dijalankan oleh setiap individu yang menjadi bagian dalam masyarakat tersebut. Namun pada kenyataanya, masih banyak di antara kita yang melakukan pelanggaran terhadap norma norma tersebut baik yang kita sadari maupun yang

23 digilib.uns.ac.id 32 tidak kita sadari. Perilaku yang menyimpang dari norma norma yang sudah ditentukan inilah yang di sebut dengan penyimpangan sosial. Dengan kata lain penyimpangan sosial adalah semua perilaku yang dilakukan oleh individu individu yang merupakan bagian dari suatu masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap peraturan peraturan dan nilai nilai kehidupan bermasyarakat yang menjadi lingkungan tempat tinggalnya. Semarang sebagai kota besar sekaligus ibukota bagi Jawa Tengah memang sangatlah rawan terhadap adanya tindak kejahatan dan terjadinya konflik, dikarenakan semakin banyaknya penduduk yang berasal dari berbagai daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam, yang dapat menambah peluang adanya tindak kejahatan. Tidak memungkiri, sifat manusia ataupun perilaku masyarakat tidak selamanya berjalan sesuai kehendaknya, kadang kala juga melakukan tindakan penyimpangan dari norma baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Salah satu tugas dan wewenang kepolisian seperti yang tertulis dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang mencegah dan menaggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Yang dimaksud penyakit masyarakat di sini adalah perbuatan yang menyimpang dari norma dan nilai di dalam masyarakat. Bhabinkamtibmas sendiri dibentuk sebagai pemantau potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dimulai dari Desa atau Kelurahan oleh Polsek sebagai satuan operasional kepolisian terdepan perlu adanya hubungan baik antara Polri dan masyarakat. Peran Bhabinkamtibmas bagi masyarakat tersebut pada akhirnya dapat menciptakan dan memelihara kamtibmas.

24 digilib.uns.ac.id 33 Berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas dalam memberantas dan menanggulangi tindak penyimpangan sosial tersebut dengan berbagai cara. Upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas secara preventif yaitu dengan adanya Deteksi Dini, agar nantinya masyarakat dapat mempersiapkan ataupun mencegah kemungkinan terjadinya konflik. Upaya kepolisian khususnya Bhabinkamtibmas dalam menanggulangi adanya penyimpangan sosial ini bhabinkamtibmas mengalami berbagai kendala, baik yang berasal dari dalam pihak kepolisian itu sendiri maupun dari luar. Hambatan yang berasal dari dalam pihak kepolisian yaitu belum maksimalnya Bhabinkamtibmas serta jumlah personel yang kurang. Sedangkan hambatan yang berasal dari luar yaitu kurangnya kesadaran di dalam masyarakat.

25 digilib.uns.ac.id 34 Kerangka berpikir tersebut di atas apabila digambarkan secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Bagan. 1 Skema Kerangka Berpikir Masyarakat Bhabinkamtibmas Pemerintah, LSM Deteksi Dini Konflik yang pernah terjadi Pemetaan Konflik Koordinasi antar instani yang terkait Peran Masyarakat Konflik yang belum pernah terjadi Pemahaman tentang situasi Memahami reaksi masyarakat Memahami peristiwa yang menyerta Pengumpulan dan pemetaan dari peristiwaperistiwa Koordinasi antar instansi yang terkait Peran serta masyarakat Masyarakat Aman E. Definisi Konseptual 1. Peranan Seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya di dalam suatu sistem.

26 digilib.uns.ac.id Deteksi Dini Memberitahukan informasi untuk mengenali dan menandai gejala atau ciri ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk menghindari atau mengurangi resiko tersebut. 3. Konflik Benturan antara berbagai nilai dengan kepentingan tertentu yang terjadi pada masyarakat atau kelompok untuk mendapatkan atau memperjuangkan kedudukan ataupun keuntungan. F. Definisi Operasional 1. Peranan Peranan dapat dilihat dari: a. Prescribed role (peranan yang diharapkan) b. Enacted role (peranan yang nyata) 2. Deteksi Dini Deteksi dini dapat dilihat dari: a. Pemberian informasi b. Merespon informasi c. Mengenali gejala adanya kasus d. Menandai (ciri ciri) kasus e. Mencegah (menghindari atau mengurangi) resiko

27 digilib.uns.ac.id Konflik Konflik dapat dilihat dari: a. Konflik intrapersonal (konflik dengan dirinya sendiri) b. Konflik interpersonal (konflik dengan orang lain)

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang bersifat majemuk dan heterogen, yaitu terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan

I. PENDAHULUAN. pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang mempunyai tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Polri bukanlah satu-satunya alat negara yang bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. Polri bukanlah satu-satunya alat negara yang bertanggung jawab atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polri bukanlah satu-satunya alat negara yang bertanggung jawab atas pemeliharaan ketertiban, ada banyak pihak diantaranya adalah masyarakat yang memiliki peranan

Lebih terperinci

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN: IMPLEMENTASI SISTEM KEAMANAN SWAKARSA (STUDI PATROLI KEAMANAN POLISI) DI KECAMANTAN KATINGAN HILIR, KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh Santi Bahar Ising dan Indra Chusin Program Studi Administrasi

Lebih terperinci

1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; REFORMASI BIROKRASI POLRES DHARMASRAYA DALAM MENJAGA SITUASI KAMTIBMAS DENGAN PEMBINAAN SISKAMLING MELALUI PROGRAM RUNDO BASAMO POLISI / KAPOLRES (RONDA BERSAMA POLISI DENGAN MASYARAKAT) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang REFORMASI BIROKRASI POLRES PARIAMAN DALAM MENJAGA SITUASI KAMTIBMAS DENGAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

7. PENUTUP Kesimpulan

7. PENUTUP Kesimpulan 7. PENUTUP 7.1. Kesimpulan Tulisan ini ingin menunjukan bahwa keberadaan kelompok preman yang dipimpin oleh MT memiliki daerah kekuasaan di PD. Pasar Jaya Pasar Minggu dan sekitarnya, bahkan hampir seluruh

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

Makalah Manajemen Konflik

Makalah Manajemen Konflik Makalah Manajemen Konflik Disusun Oleh : Muhammad Ardan Fahmi (17082010008) JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2017-2018 Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran Kepolisian tidak dapat dipisahkan dari supra sistem yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang membahas tantang kepolisian dapat disimpulkan

Lebih terperinci

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar)

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar) PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI PANTAI INDUK DESA TAMAN AYU KAB. LOMBOK BARAT BULAN MARET 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI PANTAI INDUK DESA TAMAN AYU KAB. LOMBOK BARAT BULAN MARET 2016 KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI PANTAI INDUK DESA TAMAN AYU KAB. LOMBOK BARAT BULAN MARET 2016 Lembar, 26 Maret 2016 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM KEAMANAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekanbaru adalah kota terbesar yang berada pada posisi ketiga jumlah penduduknya setelah Medan dan Palembang di Pulau Sumatra. Mengingat arus migrasi yang masuk ke Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban dalam negeri, memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Republik Indonesia adalah negara yang berazazkan Pancasila dengan beragam kebudayaan yang ada. Dengan sistem sosial kebudayan Indonesia sebagai totalitas

Lebih terperinci

Created by: ASMAUL KHUSNA

Created by: ASMAUL KHUSNA KONFLIK Created by: ASMAUL KHUSNA 17082010016 Page 1 of 10 Table of Contents DEFINISI KONFLIK... 3 Definisi konflik... 3 JENIS KONFLIK... 4 Jenis-jenis konflik... 4 LEVEL KONFLIK... 5 PENYEBAB KONFLIK...

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BHABINKAMTIBMAS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BHABINKAMTIBMAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BHABINKAMTIBMAS SATUAN BINMAS POLRES MATARAM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA I. Pendahuluan Dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia disebutkan bahwa tugas Kepolisian adalah memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya. Salah satunya adalah dengan cara memberikan perlindungan atas rasa aman bagi tiap-tiap individu

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI WILAYAH DUSUN BUNCIT DESA LEMBAR SELATAN KEC. LEMBAR KAB. LOMBOK BARAT TANGGAL 29 SEPTEMBER 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI WILAYAH DUSUN BUNCIT DESA LEMBAR SELATAN KEC. LEMBAR KAB. LOMBOK BARAT TANGGAL 29 SEPTEMBER 2016 KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI WILAYAH DUSUN BUNCIT DESA LEMBAR SELATAN KEC. LEMBAR KAB. LOMBOK BARAT TANGGAL 29 SEPTEMBER 2016

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA I. PENDAHULUAN 1. Umum STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016 a. Bahwa dalam rangka pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang PROGRAM MELALUI PALANTA POLMAS ( KAPOLRES BERDIALOG KAMTIBMAS DENGAN MASYARAKAT ) DI

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI DESA GUNUNG MALANG KEC. PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR TANGGAL 28 JANUARI 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI DESA GUNUNG MALANG KEC. PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR TANGGAL 28 JANUARI 2016 KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI DESA GUNUNG MALANG KEC. PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR TANGGAL 28 JANUARI 2016 Lembar, 28 Januari 2016

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016 Tentang PELAKSANAAN SAMBANG NUSA DI

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR SUMBAWA Nomor : SOP - 6 / I / 2016 / Sat.Intelkam STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL I. PENDAHULUAN Bangsa

Lebih terperinci

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas Nilma Himawati 1 1 Mahasiswa Hukum () * Email: olganilnalailynisa@gmail.com Keywords: forum kemitraan polisi;

Lebih terperinci

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik KONFLIK SOSIAL 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka, Kerangka Fikir dan Paradigma

Tinjauan Pustaka, Kerangka Fikir dan Paradigma 10 II. Tinjauan Pustaka, Kerangka Fikir dan Paradigma A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Peranan Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SIDOARJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua unsur yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua unsur yang paling penting dalam digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerjaan dan keluarga adalah dua unsur yang paling penting dalam kehidupan individu. Pemenuhan tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang

I. PENDAHULUAN. lain, sementara kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat yang merupakan elemen dasar dalam terbentuknya suatu Negara haruslah saling bersatu. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Jalan Imam Bonjol 37 Pariaman 25519 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 2 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1 penelitian sosiologi.blogspot.com /2013/03/kajian-sosiologi.perpolisian-masyarakat.html

BAB II KAJIAN TEORI. 1  penelitian sosiologi.blogspot.com /2013/03/kajian-sosiologi.perpolisian-masyarakat.html BAB II KAJIAN TEORI Dalam Bab II merupakan pembahasan mengenai penelitian terdahulu dan kajian teori yang digunakan dalam menganalisis Hubungan Program Community Oriented Policing dengan Perubahan Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang menggunakan sumber daya manusia. Peran sumber daya manusia sangat dibutuhkan di dalam proses berkembangnya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN KEAMANAN SWAKARSA DI WIL DIY. Oleh: Dewi Emiliana Sakti, SH.

MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN KEAMANAN SWAKARSA DI WIL DIY. Oleh: Dewi Emiliana Sakti, SH. SEMINAR DAN WORKSHOP KELOMPOK STRATEGIS Eksistensi Milisi dan Memudarnya Tanggung Jawab Aktor Keamanan Negara Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 3 4 September 2013 MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana

Lebih terperinci

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat Oleh : Suzanalisa ABSTRAK Tindak pidana kekerasan premanisme yang sangat lekat dengan pelanggaran hukum

Lebih terperinci

KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar)

KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar) KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar) Rasuki I Sumenep sebagai salah satu Kabupaten paling timur diujung Madura, dengan mayoritas penduduk

Lebih terperinci

Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T. Program Studi Psikologi. Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL Fakultas Psikologi Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Institusi Sosial Horton dan Hunt, Robert MZ Lawang, 1986

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENEGAKAN PERATURAN DAERAH, PEMBINAAN TRANTIBUM DAN LINMAS TRANTIBUM DAN LINMAS. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan

PENEGAKAN PERATURAN DAERAH, PEMBINAAN TRANTIBUM DAN LINMAS TRANTIBUM DAN LINMAS. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan PENEGAKAN PERATURAN DAERAH, PEMBINAAN TRANTIBUM DAN LINMAS TRANTIBUM DAN LINMAS Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUKURAN KINERJA

LAPORAN PENGUKURAN KINERJA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT UNIT ORGANISASI : KEPOLISIAN DAERAH NTB TAHUN ANGGARAN : 2016 LAPORAN PENGUKURAN KINERJA NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN TUGAS SUBDIT KERMA TAHUN 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN TUGAS SUBDIT KERMA TAHUN 2017 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT BINMAS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN TUGAS SUBDIT KERMA TAHUN 2017 Mataram, 5 Januari 2017 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya merealisasikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang berorientasi pada kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.POLRI menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN PEMBINAAN MASYARAKAT POLRES LOMBOK TENGAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN PEMBINAAN MASYARAKAT POLRES LOMBOK TENGAH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TENGAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN PEMBINAAN MASYARAKAT POLRES LOMBOK TENGAH Praya, 30 Juni 2016 KEPOLISIAN NEGARA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DAN DEWAN PENASEHAT FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN DALAM RANGKA OPERASI LILIN 2014 TANGGAL 23 DESEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian Yang Saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerjasama dengan AKPOL

Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerjasama dengan AKPOL Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerjasama dengan AKPOL Semarang, di AKPOL Semarang, 25 April 2015 Sejarah kepolisian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN BAB I P E N D A H U L U A N 1. Umum a. Kepolisian Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN 1 PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari : Senin Tanggal : 13 Maret 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai Petitih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara yang berdasarkan hukum, atau sering disebut sebagai negara hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara hukum yang selama

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Pengertian dan Batasan Konflik (1) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan definisi konflik 2 Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia yang seharusnya dapat digali pada setiap potensi masing-masing individu. Serta dalam pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KLATEN DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 1993 TENTANG IZIN PENELITIAN BAGI ORANG ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 1993 TENTANG IZIN PENELITIAN BAGI ORANG ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 1993 TENTANG IZIN PENELITIAN BAGI ORANG ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penelitian ilmiah merupakan upaya untuk memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Kemasyarakatan Menurut Selo Soemarjan (1964), istilah lembaga kemasyarakatan sebagai terjemahan dari Social Institution, istilah lembaga kecuali menunjukkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara mempunyai aparat kepolisian yang berbeda-beda dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya hal-hal yang sama dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN BERDASARKAN BEBAN KERJA DAN RESIKO KERJA KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

STUDI MASYARAKAT INDONESIA STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci