BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara adalah sebuah provinsi dari 33 provinsi yang terdapat di Negara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara adalah sebuah provinsi dari 33 provinsi yang terdapat di Negara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Utara adalah sebuah provinsi dari 33 provinsi yang terdapat di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara historis, Sumatera Utara merupakan daerah tempat tujuan berbagai kelompok etnik merantau atau bermigrasi. Misalnya orang Minangkabau, Aceh, Banjar, dan Jawa. Sumatera Utara sejak zaman Belanda, tepatnya di abad ke-19 adalah sebuah kawasan yang terkenal akan perkebunan, terutama tembakau yang dikenal sebagai tembakau Deli. Perkebunan ini dibuka oleh seorang pengusaha (maskapiij) Belanda yang bernama Yakobus Nienhuys. Perkebunan-perkebunan milik Belanda ini melibatkan masyarakat setempat seperti Melayu, Karo, dan Simalungun. Namun karena kurang cepatnya perkembangan perkebunan, maka Belanda mendatangkan tenaga kerja (koeli kontrak) terutama dari Pulau Jawa. Begitu pula mereka mengambil tenaga kerja yaitu orang-orang Tionghoa maupun keturunan India baik dari Pulau Pinang Malaya, maupun dari Pulau Jawa sendiri (lihat Karl J. Pelzer 1978). Sejak dibukanya perkebunan ini di abad ke-19 maka perkembangan Sumatera Utara sebagai pusat ekonomi di Nusantara begitu pesat. Banyak perantau yang datang ke kawasan ini. Akhirnya sejak saat itu, Sumatera Utara dihuni oleh tiga kategori kelompok etnik, yaitu etnik setempat, etnik pendatang Nusantara, dan etnik pendatang dunia. Yang pertama, etnik setempat terdiri dari: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir (Tapanuli Tengah dan Sibolga), dan Nias. Kadangkadang dimasukkan pula etnik Lubu dan Siladang di Tapanuli bahagian Selatan. Yang kedua adalah etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Banjar, Sunda,

2 Jawa, Ambon, dan lain-lain. Yang ketiga, adalah etnik-etnik pendatang dunia seperti Hokkian, Khek, Kwong Fu, Hakka, yang lazim disebut keturunan China. Begitu juga dengan Tamil, Benggali, Hindustani, dan lainnya yang lazim disebut keturunan India, serta Arab dan beberapa etnik Eropa. Dengan komposisi yang demikian, Sumatera Utara merupakan tempat bertemunya berbagai budaya setempat, Nusantara, dan Dunia, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa sekarang ini, etnik yang jumlahnya mayoritas di Sumatera Utara adalah etnik Jawa, yang berkisar lebih dari 30% dari sekitar 13 juta jiwa. Jumlah etniketnik lain adalah di bawah jumlah tersebut. Namun demikian, etnik Jawa di Sumatera Utara ini dapat diterima oleh etnik lainnya, karena faktor mudahnya orang jawa beradaptasi dengan lingkungan sosiobudaya masyarakat Sumatera Utara yang heterogen. Orang Jawa sangat menjunjung harmoni sosial, dan cenderung menghindari konflik terbuka. Orang Jawa yang datang ke Sumatera Utara bukanlah golongan priyayi yang harus merasa dihormati dan harus memerintah. Ini juga didukung oleh kebudayaan Jawa, untuk menjaga harmoni sosial di mana pun mereka berada. Mereka sebahagian besar adalah golongan abangan, dan sesampainya di Sumatera Utara, mereka tidak lagi menerapkan tiga strata sosial seperti di Pulau Jawa, yang terdiri dari golongan santri (golongan alim ulama), priyayi (bangsawan), dan abangan (rakyat biasa). Di Sumatera Utara, akhirnya orang-orang Jawa ini menerapkan strategi budaya adaptasi. Orang Jawa di Sumatera Utara, menyebut dan disebut sebagai Pujakesuma, yaitu Putra Jawa Kelahiran Sumatera. Mereka tetap memelihara kebudayaan yang dibawa dari Jawa, termasuk kesenian. Di antara kesenian Jawa di Sumatera Utara yang terus hidup dan berkembang hingga sekarang ini adalah: ketoprak, ronggeng Jawa atau tayub, ludruk, ketoprak dor, reyog Ponorogo, terbangan, kasidah, dan yang paling terkenal adalah jaran kepang.

3 Menurut penjelasan informan Pak Slamet (wawancara Juli 2009) dalam sejarah kebudayaan Jawa, jaran kepang atau yang lazim juga disebut dengan kuda kepang, kuda lumping, jathilan, atau ebeg, merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan masyarakat Jawa. Asal-usulnya, menurut cerita rakyat Jawa, kesenian jaran kepang merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda, dalam Perang Diponegoro tahun Versi cerita yang lain menyebutkan, bahwa kesenian jaran kepang menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Cerita lain menyebutkan bahwa, kesenian jaran kepang ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Ketiga versi cerita rakyat itu berkaitan erat dengan perang rakyat Jawa menentang penjajah Belanda di masa Mataram Islam. Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, jaran kepang merefleksikan semangat kepahlawanan dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmik, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan jaran kepang, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural yang bersuasana magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain.atraksi seni ini mengekspresikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan kerajaan-kerajaan Jawa, dan merupakan aspek bukan militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda. Selain itu, dalam rangka hubungan antara bangsawan dan rakyat kebanyakan, lahirnya jaran kepang tidak terlepas dari perbedaan kesenjangan yang cukup besar

4 antara golongan kaum kraton atau kelas atas yang mempunyai kebudayaan adi luhung (super culture, high culture) yang berkembang di kerajaan, dengan golongan kaum bawah yang mempunyai kebudayaan rakyat (folk culture) yang umumnya berkembang di desa-desa. Akibat kesenjangan ini, timbullah perselisihan antara dua golongan tersebut, yang tentu saja golongan kelas bawah yang banyak mendapat kerugian. Kemudian timbullah perasaan tertekan yang semakin lama semakin mendalam, yang akhirnya timbul keputusasaan dan pasrah karena tidak dapat berbuat apa-apa sehingga menimbulkan kompensasi dan timbul ketegangan-ketegangan. Untuk melepaskan atau sekedar melupakan perasaan tertekan tersebut, walaupun hanya sesaat, maka rakyat kebanyakan menciptakan seni sebagai wujud ketertekanan sosial yang dilakukan pihak bangsawan, yaitu melalui seni jaran kepang. Lahirnya jaran kepang mendapat pertentangan dari golongan kaum yang lain. Salah satunya adalah kaum santri yang mengatakan bahwa kesenian ini bertentangan dengan nilai-nilai religius karena adanya pengendalian syaitan (roh halus). Pertentangan tidak hanya didapat dari kaum santri saja, kaum priayi juga menganggap kesenian ini kasar dan cabul (Syarbaini 1996:34). Di zaman perjuangan kemerdekaan, awal abad ke-20 sampai tahun 1940-an, jaran kepang berubah menjadi alat perjuangan oleh para pejuang kemerdekaan. Pada saat pertunjukan jaran kepang dilakukan yang ditonton oleh masyarakat sekitar, maka tempat pertunjukannya sengaja dibuat di dekat benteng penjajah. Sehingga pada saat pertunjukan berlangsung, salah satu anggota jaran kepang memasuki benteng tersebut tanpa dicurigai untuk mengetahui kekuatan musuh. Setelah itu mereka menyampaikannya kepada para pejuang kemerdekaan. Mereka juga menyebarkan semangat juang dengan bahasa daerah yang disampaikan sebagai alur cerita, karena penyampaian cerita dilakukan

5 menggunakan bahasa daerah sehingga kaum penjajah tidak mengetahui maksud dan artinya (Syarbaini 1996:35). Di dalam masyarakat Jawa sendiri, menurut penjelasan informan di Binjai yaitu Pak Slamet, Pak Ponomin, Pak Ngatino, Pak Ngoweh, Pak Trisno, Bang Adi dan Bang Tongat, jaran kepang juga dikenal dengan nama yang lain salah satunya adalah Banyumasan. Dikatakan demikian karena jaran kepang dulunya sangat terkenal dari daerah Banyumas sehingga banyak mengidentikkan bentuk kesenian ini dengan daerah tersebut (hasil wawancara dengan para informan yaitu Pak Ngoweh, Pak Trisno, Pak Slamet, Pak Ngatino, Pak Adi, Juli 2008). Selain dari keterangan itu ada penyebutan yang lain dari jaran kepang yaitu jathilan. Disebut demikian karena ada salah satu penyebutan irama sekaligus nama repertoar yang selalu dimainkan setiap pertunjukan jaran kepang, jadi boleh dikatakan tanpa ada reperoar Jatilan maka jaran kepang kurang rasanya penampilan mereka. Para informan mengatakan tanpa Jatilan akan sulit memasukkan endang yaitu roh dalam sistem kosmologi Jawa, ke dalam tubuh anak wayang atau penari dalam jaran kepang. Memang menurut keterangan Pak Trisno dan Pak Wage dahulu bukan lagu jathilan yang digunakan untuk mengiringi anak wayang untuk menari (penari) melainkan lagu waru doyong namun dikarenakan lagu ini bersifat lambat dan halus sehingga tarian yang tercipta dari lagu ini sangat lamban dan halus bertolak belakng sekali dengan jaran kepang yang menggambarkan kasar, keras dan cepat. Menurut Pak Trisno dan Pak Wage karena sebab itulah lagu waru doyong tidak lagi digunakan untuk mengiringi tarian dan lagu jathilan dipilih mejadi lagu untuk menngiringi tarian kuda kepang. Berikutnya ada penyebutan lain yaitu ebeg, yaitu penyebutan jaran kepang dari daerah Jawa Tengah (hasil wawancara dengan Wahyu, Paklek Dut, Pak Ngoweh, Pak Trisno, Juli 2008), yang merupakan berasal dari bahasa daerah yang mempunyai arti

6 sama dengan kuda kepang. Menurut Paklek Dut yang merupakan seorang pemain kendhang kuda kepang di grup yang lain, mengatakan bahwa kata ebeg merupakan pengucapan halus terhadap kuda kepang. Menurut Paklek Dut karena asal oarang jawa adalah di Pulau Jawa dan bermigrasi ke daerah Sumatera Utara memang banyak membawa kebudayaan jawa, tetapi dalam hal bahasa banyak yang mereka lupakan, sebab menurutnya jika mengikuti tutur kata jawa yang halus sangat sulit, jadi kami menggunakan bahasa jawa yang kami bisa pahami atau yang biasa kami sebut dengan bahasa jawa kasar. Memang bahasa jawa kasar masih sering digunakan leh masyarakat jawa tetapi sejauh ini selama melakuka penelitian hampir seluruh informan mengatakan kalau bahasa jawa halus sudahsangat jarang digunakan karena banyak kosakata yang sudah dilupakan. Penyebaran jaran kepang ke luar daerah terjadi ketika zaman yang disebut dengan koeli koentrak. Pada saat itu beberapa masyarakat Jawa ada yang berharap ingin merubah kehidupannya. Harapan tersebut tercapai ketika kolonial Belanda beserta para pengusaha-pengusaha Belanda datang ke Indonesia dan membuka lahan perkebunan di Pulau Sumatera. Karena tergiur dengan angan-angan muluk akan janji kehidupan yang lebih baik yang nantinya dapat mewujudkan kehidupan yang lebih mapan daripada kondisi mereka di pulau Jawa maka dengan sukarela mereka mengikuti arus imigrasi ke daerah Nusantara termasuk Sumatera dalam jumlah yang besar. Namun yang terjadi setelah sampai di daerah imigrasi adalah jauh dari harapan mereka ketika masih ada di pulau Jawa. Karena sebenarnya semua biaya keberangkatan dari daerah asal sampai di tempat imigrasi dibebankan kepada mereka semua ditambah lagi dengan adanya judi, madat, pelacuran, serta sistem feodal Belanda yang menambah beban hutang yang melilit mereka. (Syarbaini 1996).

7 Jaran kepang menggabungkan unsur musik, tari, dan ilmu gaib (supranatural). Hal ini terlihat pada saat pertunjukan berlangsung. Unsur musik pada jaran kepang diwakili oleh keberadaan alat-alat musik seperti saron, demung, kendang, dan gong serta di beberapa grup ada yang menggunakan penyanyi atau sering disebut sindhen. Musik yang dihasilkan, digunakan untuk mengiringi tarian yang dilakukan beberapa penari yang disebut anak wayang. Jumlah mereka selalu ganjil, dengan pakaian menari seperti celana pendek sepanjang lutut, yang menggunakan rompi. Di kepala mereka ada hiasan yang terikat disebut ira-ira. Pada saat menari, anak wayang menyelipkan di bagian selangkangan mereka kuda-kudaan yang terbuat dari bambu atau plastik. Dipegang dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang selendang yang terikat di pinggang yang digerak-gerakkan sedemikian rupa mengikuti irama musik. Namun berbeda halnya dengan pemimpin anak wayang yang disebut dengan pemayung. Di tangan kanannya dia memegang cambuk atau sering disebut pecut. Pecut adalah sejenis tali yang terbuat dari plastik atau bahan lainnya yang digunakan untuk memancing anak wayang trance atau mabok atau jeplak. Masyarakat Jawa di daerah penelitian lebih sering menyebutnya dengan cambuk. Warna kuda yang digunakannya berbeda dari penari yang lain, biasanya warna kudanya putih. Dalam beberapa grup ada penambahan penari yang tidak memegang kuda-kudaan tetapi memakai topeng yang berkarakter wajah manusia. Jumlah mereka tergantung dari keseluruhan jumlah anggota dalam grup jaran kepang. Juga ada penambahan penari yang membawa benda yang berbentuk wajah singa yang di bagian belakangnya ada lembaran kain, panjangnya kira-kira dua sampai tiga meter. Benda ini biasanya dibawakan oleh dua atau tiga orang. Benda tersebut adalah barongan. Namun ada penamaan yang lain untuk benda ini, yaitu: singo barong. Penamaan ini ternyata merujuk

8 kepada nama roh halus atau yang biasa disebut oleh mereka endang. Jadi singo barong adalah nama roh halus yang ada di barongan. Ilmu gaib digunakan pada saat klimaks dari pertunjukan jaran kepang. Anak wayang menari tanpa ada kemauan dari dirinya sendiri, tetapi ada kekuatan yang berasal dari dalam dirinya yang menggerakkan tubuhnya untuk menari dan bertingkah laku yang tidak sesuai dengan keadaan sehari-harinya. Hal ini terjadi karena tubuh mereka telah dimasuki roh halus yang disebut endang. Proses ini terjadi dengan bantuan seseorang yang mempunyai pengetahuan khusus dan berpengalaman tentang roh halus yang disebut pawang atau gambuh. Pada masa sekarang, kepercayaan tentang makhluk halus ini juga terdapat dalam aliran kepercayaan Kejawen. Bentuk pertunjukan jaran kepang dimulai dengan tarian persembahan, Para penari menari diiringi musik yang di selangkangan mereka membawa kuda-kudaan yang dipegang tangan kiri. Tujuan dari tari persembahan ini adalah meminta izin dari penguasa (alam gaib) yang ada di bawah dan di atas bumi--di tempat mereka melakukan pertunjukan. Sekaligus memberitahu tujuan mereka di tempat tersebut adalah untuk menghibur, bukan untuk mengganggu (wawancara dengan Pak Trisno Mei 2008). Setelah itu, dilanjutkan dengan pembakaran kemenyan oleh pengendali pertunjukan atau yang disebut dengan pawang. Tujuannya adalah untuk memanggil arwah-arwah yang akan memasuki tubuh penari. Setelah berganti kostum, para penari mulai menari yang tujuannya untuk memasukkan arwah atau disebut endang ke dalam tubuh mereka. Pergantian kostum ini terjadi tergantung dari keadaan masing-masing kelompok jaran kepang. Jika mempunyai uang yang cukup, maka pengadaan dua buah kostum sangat mungkin untuk dilakukan, tetapi jika tidak mempunyai dana yang cukup maka kostum yang digunakan pada saat melakukan tarian persembahan dengan pada saat penari (anak wayang) trance atau mabok sama. Untuk memasukkan arwah tersebut,

9 mereka melakukan tarian berputar-putar. Ketika arwah tersebut memasuki tubuh mereka maka mereka tidak sadarkan diri. Gerakan putaran yang mereka lakukan itu disebut dengan kiteran yang diambil dari bahasa Jawa yang berarti berputar-putar. Pada saat inilah klimaks dari pertunjukan jaran kepang. Kemudian ketika dirasa cukup, maka pawang menyuruh pulang para arwah ke alamnya. Hal ini pun dilakukan dengan iringan musik. Proses ini terjadi dengan berbagai macam bentuk. Ada penari yang harus dibopong ke atas oleh beberapa orang dan di atasnya diletakkan anak kecil dan dibawa berputar-putar. Ada yang menyembah kendhang. Ada yang harus menaiki kendang. Yang paling sering, pawang hanya menyentuh kepala maka pulanglah arwah tersebut ke alamnya. Jaran kepang dipertunjukkan pada saat khitanan, pernikahan, ulang tahun, perayaan kemerdekaan, penyambutan tamu, dan lain-lain. Mereka biasanya diundang secara khusus oleh yang melaksanakan hajatan untuk pertunjukan. Proses ini terjadi ketika ada kesepakatan antara pemimpin jaran kepang dengan yang ingin menanggap. Menanggap adalah suatu istilah dalam jaran kepang yang maksudnya adalah permintaan pertunjukan atau penampilan grup jaran kepang oleh beberapa orang atau satu orang saja untuk alasan tertentu biasanya saat hajatan, khitanan, serta perayaan kemerdekaan. Penontonnya tergantung dimana tempat pertunjukan tersebut berlangsung. Misalnya pada saat khitanan, maka otomatis penontonnya adalah masyarakat di sekitar tempat tersebut. Jika jaran kepang diminta tampil untuk menyambut tamu, maka penontonnya juga orang tertentu dan tempat mereka menontonnya di bawah tenda yang mereka sediakan. Tidak seperti saat khitanan, masyarakat menonoton tanpa ada yang melindungi kepala mereka dari serangan terik matahari.

10 Pada awalnya, alat musik yang dipergunakan pada jaran kepang hanya saron, demung, kendhang yang semuanya berjumlah satu buah dan gong yang berjumlah dua buah. Sedangkan pada saat ini, khususnya pada grup Brawijaya mereka menggunakan saron, demung, slenthem, bonang sebanyak satu buah, kendang sebanyak tiga buah dan gong sebanyak enam buah. Adapun alasan yang dikemukakan oleh Pak Trisno yang merupakan pemimpin grup Brawijaya, adalah agar orang yang melihatnya terasa lebih mewah. Mengingat masyarakat menganggap kesenian ini adalah kesenian kelas bawah. Selain itu, menjadi daya tarik bagi masyarakat. Dengan besarnya ensambel, maka semakin banyak masyarakat dalam hajatannya mengundang grup jaran kepang. Perlu juga diketahui istilah dalam pemanggilan atau mengundang grup jaran kepang tersebut biasanya disebut dengan menganggap, selain alasan tersebut Pak Trisno juga mengatakan alasan lainnya yaitu agar suara yang dihasilkan lebih rame (banyak). Pandangan seperti ini memang ada dalam pelaku jaran kepang. Ketika penulis menjumpai grup jaran kepang yang lainnya, hal yang sama juga mereka katakan. Contohnya grup Langen Setio Budoyo Utomo, jumlah alat musik yang mereka miliki tak kalah jumlahnya dengan grup Brawijaya. Menurut Pak Slamet yang merupakan pemimpin grup Langen Setio Budoyo Utomo banyaknya jumlah alat musik yang mereka miliki agar kelihatan mewah ketika sedang mengadakan penampilan. Perlu diketahui juga penambahan alat musik dalam pertunjukan jaran kepang akibat berkurangnya minat masyarakat terhadap bentuk kesenian ini sehingga mengakibatkan jumlah penontonnya berkurang. Hal ini dikatakan juga oleh pak Ngoweh: Pada waktu Bapak masih umur belasan tahun, Bapak sudah bisa menari dan punya endang di dalam tubuh Bapak. Sudah ikut grup jaran kepang pimpinan bapak saya. Pada waktu itu, kami sering melakukan pertunjukan keliling (atau sering disebut dengan ngamen). Pada waktu itu jumlah penonton sangat banyak, sehingga saweran yang merupakan suatu bentuk pengutipan uang yang dilakukan grup jaran kepang pada saat pertunjukan berlanggsung. Uang yang diberikan bervariasi karena semuanya

11 tergantung keikhlasan, yang kami dapatkan sangat banyak. Karena itu juga kami sering melakukan pertunjukan keliling, karena jumlah uang yang dikeluarkan dengan uang yang didapatkan dari saweran jumlah uang saweran yang lebih banyak. (Transkripsi wawancara penulis dengan Pak Ngoweh Agustus 2009). Walaupun demikian tidak semua grup jaran kepang yang saya temui mengatakan hal yang sama. Seperti grup Wahyu Satrio Putro, alat musik yang mereka pergunakan hanya saron, demung, kendhang sebanyak satu buah serta gong sebanyak dua buah. Alasan yang dikemukakan oleh Pak Ngoweh adalah jumlah dana yang mereka miliki sangat terbatas. Ditambah lagi kebanyakan pemain musik yang mereka miliki yang biasanya disebut dengan panjak atau gamel atau wiyogo, adalah pemain musik dari grup lainnya, sehingga boleh dikatakan jumlah pemain yang juga terbatas. Akibatnya menghambat mereka untuk mengadakan alat musik yang banyak seperti yang dimiliki oleh grup Brawijaya. Selain hal tersebut, ditambah lagi dengan pembagian honor yang tidak merata, bisa menyebabkan rasa sakit hati sehingga menimbulkan perpecahan di antara mereka. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh Pak Ngoweh sebagai pemimpin grup tersebut yang juga sekaligus pawang. Ditambah lagi perpecahan sering terjadi di grup ini sehingga jika ada seseatu yang ingin dilakukan di dalam grup ini maka akan sulit sekali untuk merealisasikannya. Walaupun demikian grup ini banyak mempunyai prestasi juga karena setiap festival jaran kepang atau kompetisi jaran kepang yang dilakukan di Kota Binjai. Mereka sering menjadi juara. Mulai dari tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan Sehingga jika pemerintahan Kota Binjai melakukan kegiatan dan membutuhkan hiburan, maka grup mereka yang sering dipanggil (ditanggap). Selain itu, hal yang menarik yang diperoleh dari penelitian di lapangan, penulis menemukan bahwa alat musik yang mereka pergunakan dalam pertunjukan jaran kepang

12 bukan didatangkan dari Pulau Jawa, tetapi adalah buatan penduduk setempat. Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh penulis, kesemua grup yang dijumpai khususnya yang ada di Kota Binjai, mengatakan bahwa alat musik yang mereka miliki ternyata adalah buatan Bapak Ponomin. Beliau dikenal sebagai dalang wayang sekaligus orang yang pandai membuat gamelan juga sering dipanggil orang lain. untuk melaras gamelan yang dimilikinya. Contohnya saja grup Wahyu Satrio Putro, gamelan yang mereka miliki bukan barang baru namun barang bekas pakai yang mereka beli dari grup jaran kepang yang lain. Ketika dibeli gamelan tersebut tuningannya sudah tidak bagus lagi, sehingga mereka memanggil Pak Ponimin untuk melaras gamelan tersebut. Sebahagian besar grup jaran kepang kota Binjai yang penulis jumpai mengatakan kalau alat musik/gamelan yang mereka miliki adalah buatan Pak Ponimin. Atau paling tidak jika mereka membeli alat gamelan itu sebagai barang bekas, tetapi sudah pernah dilaras oleh Pak Ponimin. Penulis juga sempat mewawancarai Pak Ponimin dan datang ke rumahnya untuk langsung bertemu dan bertanya bagaimana dia membuat gamelan. Untuk membuat gamelan ia menggunakan logam yang biasanya ia mengatakannya dengan besi plat. Besi plat merupakan benda logam yang biasanya digunakan untuk alas kaki kendaraan bermotor roda empat. Kemahiran ini didapatkannya dari ayahnya. Ditambah lagi dia hidup di lingkungan para pemain musik tradisi Jawa. Selain penambahan alat musik, dalam pertunjukan jaran kepang grup Brawijaya mereka juga menambahkan salah satu bentuk atau genre kesenian lainnya yaitu Sintren. Sintren merupakan bentuk kesenian masyarakat Jawa yang masih menggunakan roh halus serta ilmu gaib. Cara pertunjukannya adalah penari yang mabok (dimasuki roh halus-roh halus mereka sebut dengan endang) dimasukkan ke dalam keranjang bambu yang ditutupi oleh selembar kain dalam keadaan terikat kedua tangannya. Dalam

13 beberapa saat kemudian, anak wayang tersebut dapat berganti bajunya, tetapi ia masih dalam keadaan terikat. Kemudian ditutup lagi, dan beberapa saat dibuka akhirnya ia berdandan lengkap dengan pakaian dan tidak terikat. Kemudian ia menari-nari dalam keadaan trance. Alasan penambahan kesenian ini dalam jaran kepang menurut Pak Trisno juga untuk membuat grupnya lebih menarik ketika sedang melakukan pertunjukan. Menurut beliau, sangat jarang grup jaran kepang yang menggabungkan hal tersebut (Wawancara Juli 2008). Ini juga salah satu faktor menarik bagi penulis untuk meneliti dan mengkaji keberadaan kelompok jaran kepang ini. Perlu diketahui sejauh penulis melaukan penelitian keseluruhan anggota grup jaran kepang yang penulis jumpai berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Namun demikian, mereka sudah memikirkan bagaimana cara untuk mempertahankan kelangsungan jaran kepang tanpa didukung pengetahuan yang tinggi karena keseluruhan anggota jaran kepang tidak ada yang sampai mengecap pendidikan tinggi bahkan ada yang tidak pernah bersekolah. Seperti terurai di atas, jaran kepang sangatlah kompleks permasalahannya untuk diteliti melalui berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Untuk itu, supaya penelitiaan ini mengarah kepada penelitian etnomusikologis, maka penulis akan mengkaji hal-hal yang berdimensi etnomusikologi. Untuk menempatkan penelitian jaran kepang kelompok Brawijaya ini sebagai penelitian etnomusikologis, maka penulis meletakkan dasar keilmuan, yaitu penelitian ini adalah kajian musik (dan pertunjukan) dalam konteks kebudayaan masyarakat Jawa dan etnik lainnya di Binjai, Sumatera Utara. Penelitian ini juga akan memfokuskan kajian pada struktur musiknya, yang mencakup instrumentasi, gendhing atau lagu, frase, motif,

14 bentuk melodi lagu, pola ritme, durasi, aksentuasi, dan seterusnya dengan menggunakan teori dalam etnomusikologi. Karena pertunjukan jaran kepang ini sangat luas wilayahnya, maka penulis melihat arahan Merriam tentang wilayah kajian etnomusikologi. Merriam mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat enam wilayah kajian etnomusikologi, seperti yang diuraikannya sebagai berikut. Diantara wilayah kajian itu salah satunya adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. 1 Selain itu, setiap alat musik diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah-masalah teoretis perlu pula dicatat. Penelitian ini akan mendeskripsikan musik dan pertunjukan jaran kepang kelompok Brawijaya di Binjai, maka akan dilakukan kajian alat-alat musik yang digunakan dalam ensambel musik jaran kepang. Adapun kajian ini mencakup deskripsi alat-alat musik menurut sistem klasifikasi Sachs dan Hornbostel. Selain itu, alat-alat musik gamelan dalam pertunjukan jaran kepang juga mencerminkan perubahan musik dari asalnya di Jawa sampai ke Sumatera Utara. Seperti alat musik ini diproduksi sendiri oleh pengrajin alat musik, yang terutama dibuat oleh Bapak Ponimin. Alat musik yang lazim digunakan dan berubah adalah gong yang biasanya digantung di sini menjadi gong 1 Setelah ditemukannya alat-alat musik (musical instrument) yang sinyal utamanya adalah bersumber dari listrik yang kemudian diubah menjadi suara, maka muncul pula sebuah klasisikasi lanjutan yang disebut dengen elektrofon. Namun perlu dipahami pula, bahwa setiap masyarakat pendukung musik tertentu memiliki sistem klasifikasinya sendiri. Misalnya masyarakat China mengklasifikasikan alat musik berdasarkan jenis bahan yang digunakan. Masyarakat Jawa mengklasifikasikan alat musik berdasarkan teknik memainkannya. Masyarakat Mandailing mengklasifikasi-kan alat musiknya berdasarkan ensambel dan fungsi musikalnya.

15 pelat yang digantung dengan tali di sebuah kotak resonator yang menurut Pak Ponimin disebut dengan gong duduk. Demikian juga bahan yang digunakan membuat alat-alat musik gamelan terbuat dari besi pelat mobil, bukan campuran tembaga (gangsa) seperti di Jawa. Kajian tentang aktivitas kreatif ini dalam rangka penelitian ini adalah mencakup hal-hal seperti berikut. Pertama, para pemusik Jawa di kawasan ini membuat alat musiknya sendiri, sebahagian mengacu pada alat-alat musik tradisional Jawa, sebahagiannya dimodifikasi sendiri. Mereka juga melakukan akulturasi dengan berbagai lagu etnik di kawasan Sumatera Utara, untuk mengiringi pertunjukan jaran kepang. Kratifitas lainnya kelompok Brawijaya memasukkan satu genre tarian sintren, yang juga melibatkan hipnotis dan alam gaib. Jadi para seniman musik dan tari jaran kepang Brawijaya dan kelompok lain di kawasan ini melakukan kreativitas-kreativitas seni: musik, tari, dan pertunjukan lain, disesuaikan dengan konteks dan penerimaan masyarakat pendukungnya. Dilatarbelakangi oleh pertunjukan jaran kepang Brawijaya seperti uraian di atas cukup menarik, maka penulis menentukan judul penelitian ini sebagai berikut: Kajian terhadap Struktuir Musik dan Pertunjukan Jaran Kepang Kelompok Brawijaya di Binjai. 1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang seperti di atas, untuk mefokukan kajian dan perhatian penelitian dan penulisan skripsi, maka penulis menentukan pokok permasalah atau pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut. (1) Bagaimana proses pertunjukan kelompok jaran kepang Brawijaya? (2) Bagaimana struktur musik dalam pertunjukan kelompok jaran kepang Brawijaya?

16 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan penentuan dua pokok permasalahan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah dilandasi oleh alasan-alasan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui proses pertunjukan kelompok jaran kepang Brawijaya? 2. Untuk mengetahui struktur musik yang digunakan kelompok jaran kepang Brawijaya? 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari dilakukannya penelitian ini adalah mencakup aspek-aspek berikut ini. 1. Sebagai bahan referensi peneliti atau pihak-pihak tertentu atau masyarakat yang ingin mengetahui keberadaan jaran kepang. 2. Sebagai bahan dokumentasi kesenian jaran kepang untuk masa yang akan datang jikalau kesenian ini sudah jarang atau bahkan tidak ada lagi. 3. Mengetahui perilaku seniman jaran kepang yang melakukan berbagai cara untuk bertahan yang mungkin bisa ditiru oleh para seniman tradisional lainnya. 4. Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan teori dan metode dalam disiplin etnomusikologi, yaitu bagaimana strategi adaptasi kaum pendatang di tengah-tengah masyarakat setempat. 5. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu pihak-pihak terkait dalam membuat kebijakan di dalam rangka integrasi sosial masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural.

17 6. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai contoh meredakan konflik-konflik sosial oleh masyarakat sendiri, yang dipicu oleh perbedaan-perbedaan etnik, agama, atau golongan. 7. Penelitian ini bermanfaat untuk tujuan ilmu sejarah, yakni bagaimana datangnya orang Jawa ke Sumatera Utara, dan bagaimana proses perkembangan kesenian jaran kepang yang turut bersama-sama mereka pertahankan, seperti halnya mempertahankan kehidupan dan keberlangsungan generasi mereka di kawasan barunya. 1.5 Konsep dan Teori yang Digunakan Konsep yang Digunakan Konsep yang akan diuraikan pada subbab ini adalah yang terkait dengan judul penelitian, yaitu: Musik dan Pertunjukan Jaran Kepang Kelompok Brawijaya di Binjai Tulisan ini pada dasarnya diuraikan secara deskriptif dan analisis. Maka perlu dikemukakan pengertian deskripsi, kajian atau analisis. Lebih jauh tulisan ini akan didukung oleh konsep: struktur musik, dan pertunjukan. Khusus tentang konsep jaran kepang dan Brawijaya akan dibahas secara khusus pada Bab III. Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala (Mely Tan dalam Koentjaraningrat 1991:21). Konsep ini dalam rangka penelitian etnomusikologi boleh diambil dari kamus, para ahli di bidangnya maupun dari masyarakat yang kita teliti. Dalam konteks tulisan ini, konsep yang digunakan mencakup yang dikemukakan oleh para ahli maupun menurut para informan kunci dalam penelitian ini. Yang dimaksud dengan deskripsi adalah unsur serapan dari bahasa Inggris description, adalah termasuk kepada kata benda abstrak yang artinya adalah gambaran,

18 atau lukisan. Misalnya kata-kata beyond description artinya tak terlukiskan. Kemudian kata-kata to answer to description artinya sesuai dengan yang digambarkan (Echols dan Hasan Shadily 1978:175). Kata deskripsi ini ditujukan untuk menggambarkan kebudayaan suku Jawa, sejarah masuknya mereka ke Sumatera Timur, dan juga deskripsi keberadaan jaran kepang kelompok Brawijaya dalam masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:496) kata analisis diartikan sebagai penyelidikan atau penguraian terhadap suatu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya. Kata yang sepadan dengan analisis, yang memang berasal dari bahasa Indonesia, dan bukan unsur serapan, adalah kajian. Kata ini menjadi pilihan untuk tajuk skripsi penulis. Yang dimaksud dengan kajian adalah pemeriksaan atau penguraian yang teliti (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1991:24). Jadi analisis yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu proses pengamatan untuk mengetahui struktur musik dan pertunjukan jaran kepang Brawijaya dengan cara melihat langsung pertunjukan mereka, ketika grup tersebut sedang ditanggap ataupun melalui wawancara dengan para pemain jaran kepang, atau dengan penonoton dan dengan orang-orang lain yang mempunyai pemahaman tentang jaran kepang. Kemudian menguraikannya secara mendalam berdasarkan fakta-fakta yang ada serta menarik kesimpulaan dari kajian atau analisis dimaksud. Stuktur musik dapat dikonsepkan sebagai bagian-bagian suatu komposisi musik yang terintegrasi menjadi satu bentuk yang estetik (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesis 1998). Struktur musik yang penulis maksudkan di sini adalah mencakup aspek melodi dan ritme. Kedua masalah pokok ini didukung oleh tangga nada, nada dasar, wilayah

19 nada, persebaran nada-nada, interval, pola-pola kadensa, kontur, dan lainnya (Malm 1997). Menurut Murgianto, seni pertunjukan atau pertunjukan budaya merupakan tontonan bernilai seni drama, tari, dan musik yang disajikan sebagai pertunjukan di depan penonton (Murgianto 1996:156). Seni pertunjukan merupakan sesuatu yang berlaku dalam waktu, dengan maksud peristiwa ini memiliki arti hanya pada saat pengungkapan seni itu berlangsung. Sementara hakikat seni pertunjukan adalah gerak, perubahan keadaan dengan substansi terletak pada imajinasi serta prosesnya sekaligus, dengan daya rangkum sebagai sarana, cengkeraman rasa sebagai tujuan seninya dan keterampilan teknis sebagai bahan. Ada beberapa pembagian seni pertunjukan yaitu: 1. Seni pertunjukan yang memiliki kegunaan sebagai tontonan, dimana ada pemisah yang jelas antara penyaji dan penonton. 2. Seni pertunjukan dengan kegunaan sebagai pengalaman bersama, dimana antara penyaji dan penonton saling berhubungan (Sedyawaty 1981:58-60). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1990 ; ) kata Jaran berarti kuda. Sedangkan kata Kepang berarti jalinan ( ayaman ), tali ( rambut ) ( hal 546 ). Dalam tulisan ini kata jaran kepang bisa mengartikan dua hal yaitu : salah satu bentuk kesenian jawa yang menggunakan musik dan ilmu gaib dalam pertunjukannya dan yang berikutnya adalah kuda-kudaan atau benda yang bentuknya menyerupai kuda dibentuk sedemikian rupa dari bahan bambu atau plastik dan dipergunakan dalam pertunjukan jaran kepang. Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan Kajian Struktur Musik dan Pertunjukan Jaran Kepang Kelompok Brawijaya di Binjai, adalah suatu kajian tentang suatu seni pertunjukan jaran kepang yang saat ini tetap bertahan. Dalam

20 pertunjukan menambah alat musik serta bentuk kesenian yang lain, yang merupakan gagasan kreatif dari para pelaku jaran kepang. Berdasar stratifikasi sosial mereka berada pada kelas ekonomi menengah ke bawah. Walau tingkat pendidikan yang tidak tinggi. mereka bisa mempunyai gagasan agar jaran kepang tetap bertahan dan tentunya tetap diminati oleh masyarakat Teori yang Digunakan Teori dalam pembahasan ini digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas permasalahan. Penulis menggunakan dua teori utama untuk mengkaji dua pokok permasalahan. Untuk mengkaji pertunjukan jaran kepang, dari mulai proses persiapan, sampai pertunjukan, dan akhir pertunjukan, penulis menggunakan teori semiotika pertunjukan. Untuk mengkaji struktur musik (khususnya melodi dan ritme) yang digunakan dalam mengiringi pertunjukan jaran kepang digunakan teori weighted scale (bobot tangga nada). Untuk mendeskripsikan struktur musik seperti instrumentasi atau alat-alat musik yang digunakan dalam pertunjukan digunakan sistem klasifikasi Sachs dan Hornbostel serta etnoklasifikasi. Untuk menganalisis unsur-unsur pertunjukan digunakan metode dekripsi pertunjukan oleh Milton Singer. Teori semiotika pertunjukan. Pendekatan seni salah satunya mengambil teori semiotika dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi

21 (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri. Dengan mengikuti pendekatan semiotika, maka dua pakar pertunjukan budaya, Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis, mengaplikasikannya dalam pertunjukan. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah pertunjukan teater--8 berkaitan langsung dengan pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas lambang itu adalah: (1) kata-kata, (2) nada bicara, (3) mimik, (4) gestur, (5) gerak, (6) make-up, (7) gaya rambut, (8) kostum, (9) properti, (10) setting, (11) lighting, (12) musik, dan (13) efek suara. Ketiga belas unsur pertunjukan ini akan penulis gunakan untuk menganalisis pertunjukan jaran kepang Brawijaya di kawasan Binjai dalam berbagai kegunaan dan fungsi sosialnya. Khusus untuk unsur kedua belas, yaitu musik, akan dianalisis strukturnya secara rinci dan mendalam pada Bab V, dengan menggunakan teori weighted scale.

22 Teori weighted scale. Teori weighted scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. teori ini dikemukakan oleh William P. Malm (1977:15). Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm adalah: (1) tangga nada; (2) nada pusat atau nada dasar; (3) wilayah nada [ambitus]; (4) jumlah nada; (5) penggunaan interval; (6) pola kadensa; (7) formula melodi; dan (8) kontur. Teori ini dipergunakan untuk menganalisis melodi lagu yang dipergunakan dalam pertunjukan jaran kepang Brawijaya, tentunya dengan melihat beberapa kali pertunjukan jaran kepang Brawijaya kemudian mencatat lagu-lagu yang sering dimainkan dalam pertunjukan, mencatat pada saat kapan saja lagu tersebut dimainkan, kemudian merekam lagu-lagu yang sering dimainkan. Kedua teori di atas akan dibantu oleh beberapa cara atau kaidah dalam menganalisis pertunjukan budaya. Milton Siger pernah mengeluarkan pendapatnya yang bisa dipergunakan untuk menganalisis seni pertunjukan. Bahwa seni pertunjukan memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. waktu pertunjukan yang terbatas, 2. mempunyai awal dan akhir,

23 3. acara kegiatan yang terorganisir, 4. sekelompok pemain, 5. sekelompok penonton, 6. tempat pertunjukan, dan 7. kesempatan untuk mempertunjukkan. ( dalam Sal Murgiyanto 1996: ) Ditambah lagi dengan pendapat Edi Setiawati yang mengatakan analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan di mana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau di dukung masyarakatnya, pergeseran-pergeseran yang terdapat di dalam pertunjukan dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap orang (penyaji dan penyaji), (penyaji dan penonton) diantara variable-vriabel wilayah yang berbeda (1981: 48-66). Qureshi juga pernah mengeluarkan pendapatnya tentang menganalisis pertunjukan yang mana dalam proses pertunjukan aspek yang mendasar terdiri dari ketegasan perilaku dari semua partisipan, musisi dan penonton, yang semua bersamasama berinteraksi dalam pertunjukan (1988: ). Lebih lanjut Maran (2005) mengatakan, tidak ada kebudayaan yang bersifat statis, setiap individu dan setiap generasi melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan semua desain kehidupan sesuai kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zaman. Begitu pulalah dengan pertunjukan jaran kepang yang menambahkan alat musik serta bentuk kesenian yang lainnya karena penyesuaian dengan zaman. Teori dan kaidah seperti terurai di atas digunakan dalam penelitian ini, dalam rangka mendapat jawaban pokok permasalahan yang telah ditentukan pada bagian pokok permasalahan tulisan ini.

24 1.7 Metode Penelitian Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis 2003:24). Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini (1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian atau proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Selanjutnya Moleong juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif dibagi dalam empat tahap, yaitu: tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), tahap kerja lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode deskriptif yang bersifat kualitatif. Menurut Koentjaraningrat (1990:29) mengatakan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif adalah bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat. 1.8 Pemilihan Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah grup jaran kepang yang bernama Brawijaya. Alasannya karena grup ini yang banyak membuat perubahan dalam pertunjukan Jaran Kepang seperti yang penulis kemukakan sebelumnya. Disamping itu dengan keseluruhan anggota grup Jaran kepang penulis telah membina hubungan yang

25 baik sehingga memudahkan dalam berinteraksi dengan mereka untuk mencari data-data yang perlu. Agar nantinya data-data yang ditulis banyak untuk sebagai perbandingan maka penulis mengambil data dari grup jaran kepang yang lain seperti yang semua berada di Kota Binjai karena jumlah keseluruhan grup jaran kepang yang ada di kota Binjai termasuk Brawijaya sebanyak dua belas grup. Dalam hal lokasi penelitian, penulis menetapkan di kota Binjai. Kota Binjai dipilih karena penulis adalah penduduk di kota Binjai sehingga memudahkan dalam melakukan kerja lapangan. Walaupun masyarakat Kota Binjai tidak mayoritas suku Jawa sebab masyarakat yang bertempat tinggal di Kota Binjai beragam sukunya. Walaupun demikian pertunjukan Jaran Kepang masih tetap ada dan ini ditunjukkan bahwa di kota Binjai menurut hasil kerja lapangan penulis ada dua belas grup yang tersebar di kota Binjai. 1.9 Pemilihan Informan Dalam pemilihan informan penulis pertama-tama mencari tahu keberadaan jaran kepang di Kota Binjai. Hal ini dilakukan dengan mengunjungi beberapa daerah di Kota Binjai dan bertanya kepada masyarakat yang ada di daerah tersebut. Dan biasanya setelah bertemu dengan pemimpin jaran kepang merekalah yang kemudian memberitahu siapa yang lebih banyak mengetahui tentang jaran kepang dalam grup Brawijaya kebetulan yang menjadi pemimpin Jaran Kepang yaitu pak Trisno juga yang paling banyak mengetahui tentang Jaran Kepang dibandingkan anggota lainnya. Walaupun demikian penulis banyak menggunakan data-data yang di dapat dari informan yang lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap.

26 1.10 Kerja Lapangan Dalam kerja lapangan penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu penulis menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan di dalam melakukan wawancara, yaitu: menyusun pertanyaan, mempersiapkan alat-alat tulis, menyediakan alat perekam untuk merekam wawacara penulis dengan informan. Selain itu penulis juga mengikuti dan menyaksikan ketika grup Brawijaya melakukan pertunjukan serta merekam, memfoto serta mengambil data-data yang diperlukan dalam penelitian Studi Kepustakaan Sebagai landasan penulis dalam melakukan penelitian, sebelum melakukan kerja lapangan penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, baik dari artikel, skripsi, buku-buku yang yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi ini bertujuan untuk memperoleh konsep-konsep serta teori-teori yang relevan untuk membahas permasalahan dalam tulisan ini. Dalam studi kepustakaan ini, penulis mencari dan membaca buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Di antara bidang ilmu yang dikandungi buku-buku yang penulis baca adalah bidang etnomusikologi, antropologi, kajian seni pertunjukan, budaya Jawa dan Nusantara secara umum, sosiologi seni, mengenai trance, tema-tema adaptasi dan migrasi, perkebunan, koeli kontrak, dan lain-lain. Isi buku-buku yang relevan penulis kutip menurut kaidah tulisan ilmiah.

27 Untuk memperjelas arah penelitian, dan mengeksplorasi hal-hal yang perlu dikaji, maka di bawah ini akan diuraikan secara ringkas alangkah baiknya di sini diuraikan secara ringkas penelitian yang dituang dalam bentuk tulisan-tulisan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Di antaranya adalah seperti diuraikan berikut ini. Seorang peneliti yang berlatarbelakang etnomusikologi, yaitu Margareth J. Kartomi dari Australia, menulis sebuah buku mengenai jaran kepang yang bertajuk Music and Trance in Central Java (1973). Dalam tulisannya ini beliau mengemukakan tentang hubungan musik dan trance yang terjadi dalam praktik pertunjukan jaran kepang. Salah satu deskripsi tulisannya adalah mengenai ebeg (jaran kepang) di daerah Banyumas. Ia menjelaskan bahwa musik gamelan dapat menjadi dasar terciptanya kesurupan pada pertunjukan jaran kepang di daerah penelitiannya tersebut. Melalui tulisannya itu, Margareth Kartomi juga. Mendeskripsikan keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan dalam pertunjukan jaran kepang, yaitu gong, saron (peking), (saron) demung, dan kendhang. Secara dasar, tulisan ini mendeskripsikan aspek kesurupan yang terjadi karena komunikasi antara dunia manusia dengan alam gaib, yang dibantu oleh bunyi-bunyian dari alat musik gamalen Jawa. Musik berperan penting dalam trance. Masih tentang jaran kepang di daerah Jawa, seorang penulis setempat yang bernama Soekarno (1983) menulis sebuah buku yang bertajuk Pertunjukan Kuda Lumping di Jawa Tengah. Dari hasil pengamatan dan penelitiannya ia menjelaskan bahwa pertunjukan jaran kepang digunakan untuk upacara bersih desa, untuk menghalau. roh-roh jahat yang menyebabkan penyakit dan malapetaka lainnya. Upacara semacam ini sangat umum dilakukan di kawasan budaya Jawa. Bahkan setiap keluarga di Jawa juga dapat mengadakan upacara menolak bala yang disebut dengan ruwaran. Di kawasan Nusantara lainnya, tepatnya di Negara Malaysia, seorang penulisnya yaitu Nasuruddin (1990), menulis tentang jaran kepang di Malaysia, khususnya wilayah

28 perantauan Jawa, yaitu Johor dan Shah Alam. Nasuruddin juga mengkaitkannya dengan jaran kepang di Pulau Jawa sebagai daerah asal-usulmya pertunjukan jaran kepang di Semenanjung Malaysia. Ia juga menjelaskan bahwa jaran lepang dibuat di Jawa sebagai bentuk penyembahan ritual yang terjadi pada masa animisme. Islam juga turut mengembangkan ajarannya melalui seni-seni pertunjukan seperti halnya jaran kepang ini. Di dalam pertunjukannya biasa menggunakan makna-makna metaforik. Untuk kajian mengenai jaran kepang di Sumatera Utara, seorang penulis insider, yaitu Heristina Dewi (1992) dalam rangka menyelesaikan studi sarjana seninya di Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra,, meneliti keberadaan jaran kepang di salah satu desa di Sumatera Utara, dengan tajuk Jaran Kepang pada Masyarakat Desa Cengkeh Turi, Binjai, Sumatera Utara: Suatu Studi Kasus Musik Dan Trance Dalam Konteks Sosio-Budaya. Dalam skripsi ini, Heristina Dewi mendeskripsikan pertunjukan jaran kepang di daerah pedesaan dan sekaligus perkebunan, sebagai kawasan umum orang-orang Jawa di Sumatera Utara. Selanjutnya beliau menganalisis hubungan musik dengan peristiwa kesurupan (trance). Tulisan ini menjadi acuan utama penulis dalam melakukan penelitian ini. Adapun alasannya adalah kawasan yang diteliti adalah relatif sama, yaitu masyarakat Jawa di Binjai, Sumatera Utara, dan fenomenanya juga hampir sama. Yang membedakannya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah kelompok jaran kepangnya dan selain itu adalah fenomena seperti masuknya sintren dalam kelompok yang penulis teliti. Selain itu karena rentang waktu antara Heristina Dewi melakukan penelitian dan kajian yaitu tahun 1992 dengan penulis tahun 2010, yaitu 18 tahun, maka tentu saja sudah banyak perkembanganperkembangan baru dalam pertunjukan jaran kepang ini. Untuk itulah dilakukan penelitian ini.

29 Tulisan berikutnya yang ada di sumatera utara adalah Syarbaini. Tulisan yang dibuatnyadalam rangka meraih gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Sosiologi, dengan judul Fungsi Humor Sebagai Rite Dalam Kuda Kepang. Di dalam tulisan tersebut Syarbaini lebih menitikberatkan kajiannya pada humor yang ada dalam pertunjukan Jaran kepang Kerja Laboratorium Seluruh data yang diperoleh penulis dari lapangan dan studi kepustakaan, diproses didalam kerja laboratorium. Proses analisa data penelitian di mulai dengan menelaah keseluruhan data yang diperoleh. Analisa data dilakukan mulai awal penelitian dan berlangsung sampai pada saat proses penulisan laporan penelitian. Keterangan yang didapat dari informan dicocokkan dengan kejadian yang ada di lapangan dengan mengikuti pertunjukan grup Brawijaya. Selain itu penulis juga berkunjung ke salah satu anggota grup brawijaya tujuannya agar mencari keterangan yang lebih banyak lagi serta membina hubungan yang lebih dekat agar memudahkan proses penelitian.

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O l e h NAMA: AGUS FREDDY SIMAMORA NIM : 050707014 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertunjukan kuda lumping berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang akhirnya menyebar keseluruh Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara. Perkembangan pertunjukan

Lebih terperinci

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang mempunyai ciri khas dan bersifat kompleks, sebuah kebudayaan yang lahir di dalam suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2. A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Musik sebagai bagian dari kebudayaan suatu bangsa, merupakan ungkapan serta ekspresi perasaan bagi pemainnya. Kebudayaan juga merupakan cerminan nilai-nilai personal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Oleh : Zuliatun Ni mah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa zuliatunikmah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang memiliki kebudayaan tersendiri. Salah satu unsur kebudayaan itu adalah musik 1. Musik di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu adalah sesuatu yang difikirkan, dilakukan, diciptakan oleh manusia. Manusia adalah makhluk

Lebih terperinci

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sebuah kebisaan yang lahir atas dasar perilaku seharihari yang dianggap berkaitan erat dengan kehidupan dan proses perilaku kebiasaan itu menjadi

Lebih terperinci

GONG DAN ALAT-ALAT MUSIK LAIN DALAM ENSAMBEL

GONG DAN ALAT-ALAT MUSIK LAIN DALAM ENSAMBEL GONG DAN ALAT-ALAT MUSIK LAIN DALAM ENSAMBEL 33 GONG DAN ALAT-ALAT MUSIK LAIN DALAM ENSAMBEL VCD 1: VIDEO CD track 2 Ensambel dengan gong Nusantara; track 3 Ensambel dengan gong Mancanegara; track 13 Gamelan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara Etimologi istilah seni berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah produk atau hasil yang dilakukan atau diciptakan oleh sekelompok masyarakat dalam berbagai aktifitas kegiatan yang mempunyai tujuan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau, dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. Keberagaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki beberapa sub etnis yang terdiri dari suku Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Dairi, Sibolga, Angkola, Tapanuli Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia dan juga merupakan suatu kekayaan yang sampai saat ini masih kita miliki dan patut kita pelihara. Tiap masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari Sabang sampai Merauke terdapat suku dan ragam tradisi, seperti tradisi yang ada pada suku Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk mengekspresikan apa yang kita rasakan, dari dalam diri kita.kesenian dalam Suku Karo sangat beraneka

Lebih terperinci

Ebeg. Compiled as pptx by Fajar Fitrianto

Ebeg. Compiled as pptx by Fajar Fitrianto Ebeg Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut. Compiled as pptx by Fajar Fitrianto Ebeg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang memiliki beraneka ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keyboard adalah instrumen dengan susunan kunci yang ditata secara

BAB I PENDAHULUAN. Keyboard adalah instrumen dengan susunan kunci yang ditata secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keyboard adalah instrumen dengan susunan kunci yang ditata secara horizontal dan menghasilkan berbagai bunyi antara lain: piano, organ, klavikord, harpsikord, dan lain-lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara. Suku Batak Toba termasuk dalam sub etnis Batak, yang diantaranya adalah, Karo, Pakpak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Musik adalah pengungkapan gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama (ritmik), dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang ini, seni dan budaya tradisional sering kali menjadi topik yang terlupakan di kalangan masyarakat Indonesia. Akibatnya, tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa. Hal itu menjadikan Indonesia negara yang kaya akan kebudayaan. Kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan serta memiliki beraneka ragam budaya. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya suku ataupun etnis

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KELAS I KOMPETENSI INTI 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,

Lebih terperinci

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah yang kaya akan ragam kesenian tradisional. Subang dikenal dengan kesenian Sisingaan yang menjadi ikon kota Subang. Kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian tradisional pada akhirnya dapat membangun karakter budaya tertentu. Sebuah pernyataan tentang kesenian Jawa, kesenian Bali, dan kesenian flores, semuanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang dilatarbelakangi kebudayaan yang beranekaragam. Sebagai bangsa besar, Indonesia merupakan negara yang di kawasan nusantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara Indonesia. Sumatera Utara memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Suku yang berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan etnis Sunda sangat kaya dengan berbagai jenis kesenian. Kesenian itu sendiri lahir dari jiwa manusia dan gambaran masyarakatnya

Lebih terperinci

2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION

2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya seni hadir sebagai bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi, dan kehadirannya selalu dibutuhkan oleh manusia di mana pun mereka berada dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuknya, antara lain kuningan, logam, kayu, tanduk, bambu, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. pembentuknya, antara lain kuningan, logam, kayu, tanduk, bambu, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pengertian musik tiup adalah alat musik yang bunyinya bersumber dari getaran udara atau aerofon dan cara memainkannya adalah dengan cara meniupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Yesi Setya Nurbaiti program studi pendidikan bahasa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan sehari-hari manusia. M usik tak sekedar memberikan hiburan, tetapi mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir pantai bagian barat Sumatera Utara., tepatnya di daerah Sibolga dan Tapanuli Tengah. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, yang di dalam kebudayaan tersebut terdapat adat istidat, seni tradisional dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02 o o 19 LU dan 97 o 55

BAB I PENDAHULUAN. Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02 o o 19 LU dan 97 o 55 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karo merupakan salah satu suku bangsa yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, wilayah Karo terletak di antara 02 o 50 03 o 19 LU dan 97 o

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2

PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2 PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2 1 PROGRAM SEMESTER MATA PELAJARAN : SBK Standar Kompetensi : 9. Mengapresiasi seni rupa SENI RUPA 9.1. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya hampir disemua bidang termasuk bidang kesenian terkhusus seni musiknya, dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Selain etnis asli yang ada di Sumatera Utara yaitu Melayu, Batak Toba,

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Selain etnis asli yang ada di Sumatera Utara yaitu Melayu, Batak Toba, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain etnis asli yang ada di Sumatera Utara yaitu Melayu, Batak Toba, Sibolga, Mandailing, Dairi, Simalungun, Karo dan Nias. Etnis Jawa termasuk etnis pendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, hal ini didasarkan atas faktor sejarah terbentuknya Kota Medan yang memiliki cikal bakal dari wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya terbentuk dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di suatu tempat. Kebudayaan

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Ari Rahmawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rahmawatiarie21@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. lahir ide, gagasan, benda, maupun produk budaya lainnya. Produk-produk budaya

BAB I. Pendahuluan. lahir ide, gagasan, benda, maupun produk budaya lainnya. Produk-produk budaya BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, pikiran, dan rasa. Di dalam kehidupan yang dijalani manusia banyak terdapat cara hidup yang kompleks. Cara hidup

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia kaya akan kebudayaan. sangat erat dengan masyarakat. Salah satu masyarakat yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia kaya akan kebudayaan. sangat erat dengan masyarakat. Salah satu masyarakat yang ada di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan yang beraneka ragam. Kekayaan akan budaya ini tumbuh karena banyaknya suku atau etnis yang ada di bumi Nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi.

Lebih terperinci

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Budaya lahir dan dibentuk oleh lingkungannya yang akan melahirkan berbagai bentuk pola tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Berbicara tentang kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai Negara yang banyak memiliki beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NURUL HIDAYAH, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NURUL HIDAYAH, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian Rebana banyak berkembang di wilayah Jawa Barat. Berdasarkan perkembangannya, kesenian yang menggunakan alat musik rebana mengalami perubahan baik dari segi

Lebih terperinci

14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya

14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya 14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya Alat musik tradisional asal Jawa Tengah (Jateng) mencakup gambarnya, fungsinya, penjelasannya, cara memainkannya dan keterangannya disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari Sabang sampai Merauke terdapat suku dan ragam tradisi, seperti tradisi yang ada pada suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SD Mata Pelajaran : Seni Budaya dan Keterampilan Kelas/Semester : 5/2 Standar Kompetensi : Seni Rupa 9. Mengapresiasi karya seni rupa. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

Kesenian Sisingaan Grup Putra Mekar Jaya Pada Acara Khitanan Di kabupaten Subang

Kesenian Sisingaan Grup Putra Mekar Jaya Pada Acara Khitanan Di kabupaten Subang 29 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian. Metode yang disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan di Dusun Pengkolan Desa Rancamulya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara adalah suatu kawasan yang banyak menyimpan bentukbentuk kesenian tradisional Melayu. Hal ini berkaitan dengan sejarah masa lampau dimana kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok masyarakat tertentu. Dalam budaya, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya

Lebih terperinci

Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi

Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi Ota Rabu Malam Musik Ritual Disusun oleh Hanefi MUSIK RITUAL Disusun oleh Hanefi Sistem Kepercayaan Pendekatan Sosiologis Tokoh: Emile Durkheim (1858-19170 Bentuk agama yang paling elementer dapat ditemukan

Lebih terperinci

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gending Karatagan wayang adalah gending pembuka pada pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik merupakan media hiburan yang sangat efektif. Secara umum, musik merupakan kegiatan kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di Sumatera Timur. Perpaduan antar budaya dalam kesenian ketoprak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di Sumatera Timur. Perpaduan antar budaya dalam kesenian ketoprak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprak Dor adalah kesenian yang cukup unik di Sumatera Utara. Pertama, bahwa kesenian ini mulanya dibawa dan dimainkan oleh orang Jawa yang berimigrasi ke tanah Deli

Lebih terperinci

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang 55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis batak toba, batak karo, batak simalungun, batak mandailing, batak pak-pak,

BAB I PENDAHULUAN. etnis batak toba, batak karo, batak simalungun, batak mandailing, batak pak-pak, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat pluralitas etnis yang sangat beragam, yang terdiri dari delapan etnis asal yaitu etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang memiliki beberapa kabupaten dengan berbagai macam suku. Salah satu suku yang terdapat di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia. Makhluk hidup di bumi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh tempat tinggal masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan jenis kesenian baik tradisi maupun kreasi. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki

Lebih terperinci

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) 53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam dari kebudayaan yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan masyarakat, yang juga merupakan ekspresi yang besifat universal seperti halnya bahasa. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan unsur-unsur budi daya luhur yang indah, misalnya; kesenian, sopan santun, ilmu pengetahuan. Hampir setiap daerah yang ada di berbagai pelosok

Lebih terperinci