Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014"

Transkripsi

1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014 Diah Ayu Rianawati 1, Sudijanto Kamso 2 1. Peminatan Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Departemen Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia diah.ayu.rianawati@gmail.com ABSTRAK Penumonia adalah salah satu penyebab mortalitas tertinggi pada balita sehingga penyakit ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari beberapa faktor resiko. Penelitian ini membahas tentang kejadian pneumonia pada balita serta faktor yang berhubungan dengannya. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional, jumlah sampel sebanyak 100 orang, dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun Analisa hubungan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil uji statistik multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah anggota keluarga yang merokok dengan nilai OR=10,304 (95% CI: 2,988 35,528), usia balita dengan nilai OR=7,411 (95% CI: 2,406 22,828), ASI eksklusif dengan nilai OR=3,390 (95% CI: 1,201 9,571) dan sosial ekonomi orang tua dengan nilai OR=3,227 (95% CI: 0,987 10,556). Oleh karena itu upaya promotif dan preventif tentang beberapa faktor tersebut harus lebih ditingkatkan untuk menhindari terjadinya pneumonia pada balita. Kata Kunci: Pneumonia, balita, faktor resiko, puskesmas. ABSTRACT Pneumonia is one of the causes of the highest mortality in infants so the desease gets more attention from the goverment.the high incidence of pneumonia was not apart of some risk factors. This study discusses the incidence of pneumonia in infants and factors associated with it. This study is a quantitative with cross sectional design, total sample of 100 people, performed in the public health center districts of Pancoran in Analysis of the relationship using the chi-square and regresi logistics. Multivariate statistical tests results showed that the variables related with incidence of pneumonia in infats is family members who smoke with OR=10,304 (95% CI: 2,988 35,528), age of infants with OR=7,411 (95% CI: 2,406 22,828), exclusive breastfeeding with OR=3,390 (95% CI: 1,201 9,571), and parental sosioeconomic with OR=3,227 (95% CI: 0,987 10,556). Therefore promotive and preventive efforts on several factors must be improved to avoid the occurrence of pneumonia in infants. Keyword : Pneumonia, infants, risk factor, public health center. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di berbagai negara. Sebagian besar hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa 20 30% kematian bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun disebabkan karena menderita infeksi saluran nafas akut (ISPA). Dua per tiga dari kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan 1

2 pertama sejak kelahiran (Djaja, dkk. 2001). ISPA dibagi menjadi dua yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran pernafasan Bagian Bawah. Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bawah akut. Hampir semua kematian ISPA pada anak anak umumnya disebabkan karena infeksi saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia) (Nurjazuli, dkk. 2008). Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya sangat tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi terdapat juga di negara maju seperti Amerika, Kanada dan negara-negara Eropa lainya. Di seluruh dunia terjadi 1,6 sampai 2,2 juta kematian anak balita karena pneumonia setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang, 70% terdapat di Afrika dan Asia Tenggara. WHO tahun 2005 melaporkan proporsi penyebab kematian anak balita di negara berkembang adalah pneumonia 19%, diare 17%, malaria 8% dan campak 4%. Data di atas menunjukkan bahwa pneumonia berkontribusi besar sebagai penyebab kematian anak balita. Penurunan Angka Kematian pneumonia anak balita menyebabkan penurunan Angka Kematian Anak-Balita keseluruhan yang merupakan sasaran MDG s-4. Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan insidens pneumonia anak balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di 6 negara, mencakup 44% populasi anak balita di dunia. Ke 6 negara tersebut adalah India 43 juta, China 21 juta, Pakistan, 10 juta, Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing 6 juta kasus per tahun (Rudan, 2008). Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita (15,5%) setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus. Pneumonia selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Di Indonesia, insiden pneumonia anak cenderung meningkat tajam dari 5 per penduduk tahun 1990 menjadi per penduduk pada tahun 1998 (Depkes, 2000). Hasil survei kesehatan nasional (Surkesnas) tahun 2001 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih terlalu tinggi yakni sebesar 28% dan 80% kasus kematian ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 di Indonesia diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita, berarti rata-rata 1 anak balita Indonesia meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit (Depkes, 2004). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia prevalensi Pneumonia Balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia (berdasarkan pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir sebelum survei pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Pada tahun 2005 prevalensi balita di DKI Jakarta adalah 2,5 per 1000 balita. Angka ini meningkat pada tahun 2006 menjadi 6,8 per 1000 balita (Depkes RI 2007). Sementara itu, berdasarkan data profil kesehatan provinsi DKI Jakarta 2007, diketahui terdapat penderita pneumonia dimana 45% adalah anak usia balita dengan prevalensi 13,4 per 1000 (Dinkes Prov. DKI Jakarta, 2008). Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor resiko pneumonia. Faktor resiko yang sudah teridentifikasi meliputi : status gizi, berat lahir rendah (< gram), kurangnya pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan, imunisasi campak, dan kepadatan rumah (lima atau lebih orang per kamar) (UNICEF-WHO, 2006). Pada tahun 2008, WHO menambahkan faktor risiko pneumonia lain yang berhubungan 2

3 dengan host, lingkungan dan Agent yang meliputi mal nutrisi (Berat Badan/ Usia dengan Z- Score <-2), Berat Badan Lahir Rendah (< gram), ASI non-eksklusif, kurangnya imunisasi campak (dalam waktu 12 bulan pertama kehidupan), polusi udara didalam rumah dan kepadatan rumah. Kemungkinan faktor resiko lain adalah orang tua merokok, kekurangan zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, penyakit penyerta lainnya, pendidikan ibu, penitipan anak, kelembapan udara, udara dingin, kekurangan vitamin A, urutan kelahiran dan polusi udara diluar rumah (Rudan, 2008). Menurut Depkes RI 2004, faktor-faktor risiko pneumonia antara lain umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat berat badan lahir rendah (BBLR), pemberian ASI yang kurang memadai, defisiensi vitamin A, status imunisasi, polusi udara, kepadatan rumah tangga, ventilasi rumah dan pemberian makanan terlalu dini. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan insiden pneumonia termasuk pendidikan ibu, status ekonomi, umur balita dan kepadatan hunian (Hananto, 2004). Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan faktor karakteristik anak balita, lingkungan dan perilaku terhadap kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik anak balita (mencakup usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI, status gizi, riwayat pemberian vitamin A, dan status imunisasi) di Puskesmas Kecamatan Pancoran, karakteristik lingkungan anak balita (mencakup tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, sosek orang tua, kepadatan hunian rumah, ventilasi udara rumah) di Puskesmas Kecamatan Pancoran, karakteristik perilaku anggota keluarga anak balita (perilaku merokok) di Puskesmas Kecamatan Pancoran. Mengetahui hubungan antara faktor karakteristik anak balita, faktor lingkungan anak balita, perilaku merokok dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran. Serta Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran. Tinjauan Teoritis Balita Balita adalah anak umur 1 tahun tepat sampai umur 5 tahun kurang 1 hari. Anak umur 5 tahun tepat, tidak termasuk kelompok anak 1-5 tahun (Depkes, 2006). Masa lima tahun pertama kehidupan anak (balita), merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period), jendela kesempatan (window of opportunity) dan masa kritis (critical period) (Kemenkes, 2010). Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Pada masa balita kecepatan pertumbuhn mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus). Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Setiap anak memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dengan anak lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita. Faktorfaktor tersebut di antaranya faktor internal (ras atau etnik, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik dan kelainan kromosom) dan faktor eksternal (faktor prenatal, faktor persalinan, dan faktor pascanatal) (Depkes RI, 2006). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti 3

4 sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2006). Berdasarkan Daftar Tabulasi Dasar (DTD), yang disusun menurut International Classification of Diseases (ICD), ISPA merupakan gabungan penggolongan anatomi dan etiologi, terdiri dari difteri, batuk rejan, radang tenggorok, tonsilitis akut, laringitis, faringitis, trakeitis akut, bronkitis, pneumonia dan influenza (Depkes RI, 2006). Penumonia adalah salah satu jenis penyakit ISPA dengan penyebab mortalitas tertinggi pada balita sehingga penyakit ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Dalam Program Pengendalian Penyakit ISPA, penyakit ini dibagi menjadi ISPA bukan pneumonia, pneumonia tidak berat, pneumonia berat (Riskesdas 2007). Pneumonia Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi pada anakanak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut Hariadi, et al (2010) pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus yaitu unit fungsional paru-paru yang menjadi tempat pertukaran gas terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium dan secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain. Menurut UNICEF/WHO (2006) pneumonia adalah sakit yang terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik mempengaruhi paruparu. Depkes RI (2007) mendefinisikan pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru (jaringan alveoli). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pneumonia adalah salah satu infeksi saluran pernafasan akut pada daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik merupakan peradangan pada parenkim paru yang lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-kanak. (Hartati, Susi. 2011). Karakteristik Balita Usia Usia merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal ini disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi kesehatan seseorang. Anak-anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak yang berusia diatas 2 tahun. Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif sempit (DepKes RI, 2004). Jenis Kelamin Dalam program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004). Penelitian di Uruguay dari tahun terhadap pneumonia yang dirawat di Rumah Sakit menunjukkan 56% penderita adalah laki-laki (Pirez dalam Machmud, 2006). Menurut data statistik Rumah Sakit terdapat perbedaan proporsi antara pasien laki-laki dan perempuan yang menderita pneumonia. Pada tahun , dan 2008 proporsi penderita laki-laki lebih tinggi dari proporsi penderita perempuan sedangkan tahun 2007 proporsi laki-laki lebih rendah dari proporsi perempuan. (Kemenkes, 2010). Berat Badan Lahir Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan di bawah 2,5 kg. Bayi BBLR dikatakan rentan terkena pneumonia sebab biasanya bayi 4

5 dalam kondisi seperti ini memiliki daya tahan tubuh yang sedikit lebih rentan. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai resiko untuk meningkatnya ISPA, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah BBLR (Kemenkes, 2010). Riwayat Pemberian ASI UU Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 128 ayat 1 tentang ASI ekslusif menjelaskan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan kecuali ada indikasi medis. ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (Depkes RI, 2003). Menyusui eksklusif adalah memberikan hanya ASI segera setelah lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan memberikan kolostrum (Depkes RI, 2005). Bayi di bawah usia enam bulan yang tidak diberi ASI eksklusif 5 kali berisiko mengalami kematian akibat pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI eksklusif untuk enam bulan pertama kehidupan (UNICEF-WHO, 2006). Status Gizi Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB tersebut disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi secara umum, sedang indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis (akibat kondisi yang berlangsung dalam waktu lama) dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut (akibat keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek) atau digunakan sebagai indikator kegemukan (Profil Kesehatan, 2008). Pemberian Vitamin A Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah dilaksanakan di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman. Hasil penelitian Sutrisna di Indramayu (1993) menunjukkan peningkatan risiko kematian pneumonia pada anak yang tidak mendapatkan vitamin A. Namun, penelitian Kartasasmita (1993) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna insidens dan beratnya pneumonia antara balita yang mendapatkan vitamin A dan yang tidak, hanya waktu untuk sakit lebih lama pada yang tidak mendapatkan vitamin A. Status Imunisasi Dalam sejarah kedokteran imunisasi merupakan success-story program kesehatan masyarakat yang paling menarik. Pemberian imunisasi juga dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b), dan Pneumococcus (PVC). Imunisasi membantu mengurangi kematian anak dari pneumonia dalam dua cara. Pertama, vaksinasi membantu mencegah anak-anak dari infeksi yang berkembang langsung yang menyebabkan pneumonia, misalnya Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Kedua, imunisasi dapat mencegah infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia sebagai komplikasi dari penyakit (misalnya, campak dan pertusis). Faktor Lingkungan Tingkat Pendidikan Ibu Di negara-negara berkembang terdapat petunjuk yang jelas tentang adanya differensial tingkat kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan pendidikan ibu. Data dari Amerika Latin, Afrika, dan Asia semuanya menunjukkan hubungan negatif antara 5

6 tingkat pendidikan ibu dan tingkat kematian anak (Ware dalam Machmud, 2006). Tingkat Pengetahuan Ibu Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengertahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Teori Green (1991) menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang diharapkan dan pada umumnya berkorelasi positip dengan perilaku. Sosial Ekonomi Orang Tua Kriteria kemiskinan yang digunakan oleh BPS, 2004 adalah dengan metode pendekatan kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan yang bersifat mendasar. BPS, Bappenas, UNDP, 2004 menentukan kriteria miskin dilihat dari garis kemiskinan. Dalam buku Indikator Kemiskinan menurut kabupaten terdapat garis kemiskinan yang nilainya berbeda-beda per kabupaten. (BPS, Bappenas UNDP dalam Machmud, 2006). Kepadatan Hunian Rumah Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Kepadatan hunian dalam Rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Ventilasi Udara Rumah Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah. Rumah yang tidak dilengakapi sarana ventilasi akan menyebabkan suplai udara segar dalam rumah menjadi sangat minimal. Kecukupan udara segar dalam rumah ini sangat dibutuhkan untuk kehidupan bagi penghuninya, karena ketidakcukupan suplai udara akan berpengaruh pada fungsi fisiologis alat pernafasan bagi penghuninya, terutama bagi bayi dan balita. (Nurjazuli, 2008). Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Asap rokok dari orang tua atau orang lain yang tinggal di rumah, tidak saja merupakan bahan pencemar dalam ruangan yang serius, tetapi juga akan menambah resiko sakit dari bahan toksik yang lain. Pada anak-anak, paparan asap rokok dapat menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan fungsi paru pada waktu dewasanya nanti (Riyadina, 1995). Polusi asap rokok merupakan faktor risiko kejadian pneumonia pada balita dibuktikan juga dengan hasil penelitian Heriyana dan kawan-kawan bahwa bayi yang tinggal di dalam rumah dengan anggota keluarga merokok mempunyai risiko menderita pneumonia 2,348 kali lebih besar dibanding bayi yang tinggal di dalam rumah yang tidak ada anggota keluarga merokok. Bayi dan anak balita mempunyai risiko yang lebih besar karena paru-paru bayi dan anak balita lebih kecil dibanding orang dewasa, sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna, akibatnya lebih mudah terkena radang paru-paru. 6

7 Metode Penelitian Desain atau metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey, dengan pendekatan cross sectional. Analisis statistik yang digunakan adalah deskriptif analitik. Sebagai variabel independen adalah faktor resiko yang dimiliki balita dan variabel dependen adalah kejadian penyakit pneumonia pada balita. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan pada bulan Februari Mei Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 0-59 bulan yang datang untuk berobat ke poli MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas Kecamatan Pancoran tahun Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita usia 0-59 bulan yang datang untuk berobat ke poli MTBS di Puskesmas Kecamatan Pancoran dan terpilih menjadi sampel selama periode waktu penelitian. Karena keterbatasan waktu dan sumber daya yang ada pada penulis, maka besarnya sampel minimal yang menjadi objek penelitian dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda proporsi 2 kelompok. Sehingga diperoleh jumlah sampel minimal untuk masing-masing kelompok sebanyak 37 sampel, dan jumlah sampel penelitian untuk kedua kelompok adalah 74 sampel. Untuk menghindari drop out responden, sampel ditambah menjadi 100 sampel. Sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 100 balita. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara probability sampling jenis Simple Random Sampling yaitu pemilihan sampel yang dilakukan secara acak sehingga setiap kasus dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Cara pencarian sampel yaitu dengan memberikan kuesioner kepada orang tua balita yang sedang berobat di poli MTBS Puskesmas Kecamatan Pancoran khususnya yang memiliki balita yang menderita batuk atau pilek. Kemudian dilakukan penilaian kepada petugas untuk menentukan apakah balita tersebut menderita pneumonia atau tidak. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh petugas kesehatan di poli MTBS. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Tahapan dalam tekhnis analisis data meliputi tiga tahapan, yakni: analisa univariat yang bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti yaitu variabel dependen dan variabel independen, analisa bivariat yang bertujuan untuk melihat hubungan kemaknaan antara variable dependen dan variabel independen dengan menggunakan uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95%, dan analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik, hal ini dikarenakan variabel dependen berbentuk variabel katagorik. Uji statistik regresi logistik yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen yang bersifat kategorik dengan menggunakan uji tingkat kepercayaan 95%. Hasil Penelitian Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014 Pneumonia Pada Balita Jumlah N % Pneumonia ukan Pneumonia Jumlah

8 Berdasarkan data diatas diketahui balita yang menderita pneumonia sebanyak 43 orang (43%), sedangkan jumlah balita yang bukan pneumonia sebanyak 57 orang (57%). Adapun yang tergolong dalam kasus bukan pneumonia disini adalah balita yang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa balita yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang (46%) dan balita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 54 orang (54%). Usia balita dibagi menjadi dua kategori, yaitu usia 12 bulan dan usia bulan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa balita yang berusia 12 bulan sebanyak 36 orang (36%). Sedangkan balita usia bulan merupakan usia responden terbanyak yaitu sebanyak 64 orang (64%). Berdasarkan variabel berat badan lahir, balita yang memiliki berat badan lahir < 2500 gram hanya sebanyak 9 orang (9%). Sedangkan balita yang berat badan lahirnya 2500 gram ada sebanyak 61 orang (61%). Variabel status gizi balita dibagi menjadi dua kategori dan yang mempunyai status gizi kurang ada sebanyak 28 orang (28%), sedangkan balita yang status gizinya baik ada sebanyak 72 orang (72%). Berdasarkan variabel pemberian vitamin A diketahui bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A ada sebanyak 20 orang (20%). Sedangkan balita yang pernah diberikan vitamin A ada sebanyak 80 orang (80%). Sedangkan berdasarkan variabel status imunisasi DPT dan Campak diketahui bahwa yang status imunisasi DPT dan Campak nya tidak lengkap ada sebanyak 34 orang (34%) balita. Sisanya sebanyak 66 orang (66%) balita status imunisasi DPT dan Campak nya lengkap. Dari 100 balita, yang tidak mendapatkan ASI ada sebanyak 8 orang (8%). Sedangkan yang diberi ASI sebanyak 92 orang (92%). Dari 92 balita yang diberikan ASI, terdapat 49 orang (53.3%) yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif. Sedangkan sisanya sebanyak 43 orang (46.7%) mendapatkan ASI eksklusif. Jenis makanan/ minuman yang diberikan kepada balita yang tidak diberikan ASI atau tidak mendapatkan ASI eksklusif berdasarkan data diatas diketahui sebanyak 31 orang (54.4%) balita diberikan susu formula, 18 orang (31.6%) balita diberikan bubur bayi, 7 orang (12.3%) balita diberikan buah, dan sisanya terdapat 1 orang (1.8%) balita yang diberikan selain jenis makanan/ minuman diatas. Distribusi pendidikan ibu balita tidak merata. Ibu balita yang berpendidikan rendah ada sebanyak 22 orang (22%) sedangkan ibu balita yang berpendidikan tinggi ada sebanyak 78 orang (31.8%). Dari 22 orang (22%) ibu balita yang berpendidikan rendah, terdapat ibu balita yang tidak sekolah sebanyak 1 orang (1%) dan yang paling banyak adalah tamat SMP yaitu sebanyak 16 orang (16%). Sedangkan dari 78 ibu balita yang berpendidikan tinggi, terdapat responden yang tamat SMA sebanyak 67 orang (67%) dan yang tamat Perguruan tinggi sebanyak 11 orang (11%). Berdasarkan data dari 100 ibu balita, yang memiliki pengetahuan kurang ada sebanyak 39 orang (39%). Sedangkan ibu balita yang memiliki pengetahuan yang baik ada sebanyak 61 orang (61%). Berdasarkan distribusi tingkat penghasilan orang tua balita doketahui paling banyak adalah orang tua balita yang berpenghasilan rendah yaitu sebanyak 71 orang (71%). Sedangkan sisanya sebanyak 29 orang (29%) balita memiliki orang tua yang berpenghasilan tinggi. Sedangkan berdasarkan kepadatan hunian rumah diketahui ada sebanyak 39 orang (39%) balita tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya tergolong padat. Sedangkan sisanya sebanyak 61 orang (61%) balita tinggal di rumah yang kepadatan huniannya tergolong tidak padat. Berdasarkan ada atau tidaknya ventilasi udara diketahui bahwa ada sebanyak 4 orang (4%) balita yang rumahnya tidak ada ventilasi udara dan sebanyak 96 orang (96%) balita yang rumahnya ada ventilasi udara. Sebanyak 24 orang (24%) ventilasi udara dirumahnya tidak selalu terbuka dan sebanyak 76 orang (76%) yang ventilasi udara dirumahnya selalu terbuka. Sedangkan berdasarkan kondisi ventilasi udara menurut responden terdapat 8 orang (8%) yang ventilasi rumahnya sangat kurang, sebanyak 44 orang (44%) yang ventilasi 8

9 rumahnya kurang, dan sebanyak 34 orang (34%) yang ventilasi udara rumahnya cukup, sisanya sebanyak 14 orang (14%) ventilasi udara rumahnya baik. Selain itu dari 100 orang balita diketahui bahwa balita yang mempunyai anggota keluarga yang merokok ada 66 orang (66%). Sedangkan balita yang anggota keluarganya tidak ada yang merokok ada 34 orang (34%). Dari 66 orang balita yang mempunyai anggota keluarga yang merokok, diketahui paling banyak anggota keluarga yang merokok di teras rumah yaitu sebanyak 27 orang (40.9%), dan yang paling sedikit yang merokok di dalam rumah yaitu sebanyak 19 orang (28.8%), anggota keluarganya yang merokok Sedangkan berdasarkan hubungan anggota keluarga balita yang merokok, yang terbanyak adalah yang ayahnya merokok yaitu sebanyak 47 orang (71.2%) balita. Selain itu berdasarkan jumlah rokok yang dihabiskan dalam satu hari diketahui paling banyak yang menghabiskan antara 4 6 batang rokok per hari (46,9%). Sedangkan berdasarkan jenis rokok diketahui yang terbanyak adalah yang menghisap jenis rokok filter (86.4%). Analisis Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, yaitu hubungan signifikan atau bermakna antara kejadian pneumonia dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti usia, pemberian ASI eksklusif, status gizi, status imunisasi, tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi, kepadatan hunian rumah, dan kebiasaan merokok anggota keluarga. Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014 Diagnosa Medis Variabel Bukan Jumlah OR Pneumonia Independen Pneumonia (95% CI) N % N % N % Usia Balita 12 Bulan Bulan ASI Eksklusif Tidak Ya Status Gizi Gizi Kurang Gizi Baik Imunisasi DPT dan Campak Tidak Lengkap Lengkap Pengetahuan Ibu Pengetahuan Kurang Pengetahuan Baik Sosial Ekonomi Pendapatan Rendah Pendapatan Tinggi P value

10 Kepadatan Hunian Rumah Padat Tidak Padat Anggota Keluarga Merokok Ada Tidak Ada Analisis Multivariat Untuk mendapatkan faktor yang paling dominan terhadap kejadian pneumonia, maka dilakukan tahap pemilihan kandidat multivariat. Masing-masing variabel independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji regresi logistik sederhana. Apabila hasil bivariat menghasilkan p value < 0.25 maka variabel tersebut langsung masuk tahap multivariat, akan tetapi jika dihasilkan > 0.25 maka variabel tersebut tidak dapat masuk ke dalam tahap analisis multivariat. Hasil bivariat dari variabel independen dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Hasil Analisis Seleksi Bivariat antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen No Variabel P value Kandidat Multivariat 1. Usia Balita Ya 2. ASI Eksklusif Ya 3. Status Gizi Ya 4. Status Imunisasi Ya 5. Pengetahuan Ibu Ya 6. Sosial Ekonomi Ya 7. Kepadatan Hunian Rumah Ya 8. Anggota Keluarga Yang Merokok Ya Berdasarkan hasil tabel diatas, diketahui bahwa semua variabel Independen memiliki nilai p value < 0.25, sehingga semua variabel masuk ke dalam model multivariat. Pembuatan model multivariat dilakukan dengan cara semua variabel kandidat diujicobakan secara bersama-sama dengan menggunakan uji regresi logistik. Penyusunan model awal multivariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Model Awal Analisis Multivariat Regresi Logistik Variabel Independen B S.E. Wald P value OR 95% CI Usia Balita 2,036 0,817 6,207 0,013 7,658 1,544 37,989 ASI Eksklusif 0,998 0,607 2,703 0,100 2,713 0,826 8,914 Status Gizi 0,746 0,696 1,150 0,284 2,108 0,539 8,240 Status Imunisasi 0,302 0,794 0,145 0,703 0,739 0,156 3,502 Pengetahuan Ibu 0,805 0,568 2,008 0,156 2,237 0,735 6,809 Sosial Ekonomi 1,226 0,645 3,610 0,057 3,407 0,962 12,064 Kepadatan Hunian Rumah 0,384 0,614 0,392 0,531 0,681 0,205 2,267 Anggota Keluarga Yang Merokok 2,564 0,683 14,079 0,000 12,988 3,403 49,568 10

11 Proses analisis multivariat yang dilakukan selajutnya adalah mengeluarkan satu persatu variabel independen yang memiliki nilai p > 0,05 dan dimulai dari variabel yang nilai P nya paling besar. Analisis dilakukan secara bertahap dan didapat nilai P yang paling besar di setiap tahapnya adalah variabel status imunisasi, kepadatan hunian rumah, status gizi, dan pengetahuan ibu. Setelah semua variabel tersebut dikeluarkan satu persatu maka diketahui model akhir yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Tabel 5. Hasil Akhir Analisis Multivariat Regresi Logistik Variabel Independen B S.E. Wald P value OR 95% CI Usia Balita 2,003 0,574 12,179 0,000 7,411 2,406 22,828 ASI Eksklusif 1,221 0,530 5,313 0,021 3,390 1,201 9,571 Sosial Ekonomi 1,172 0,605 3,755 0,053 3,227 0,987 10,556 Anggota Keluarga Yang Merokok 2,332 0,632 13,640 0,000 10,304 2,988 35,528 Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita adalah variabel usia balita, ASI eksklusif, sosial ekonomi dan anggota keluarga yang merokok. Sedangkan variabel lainnya diketahui tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia pada balita. Berdasarkan hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) paling besar adalah dari variabel anggota keluarga yang merokok yaitu (95% CI: 2,988 35,528), artinya balita yang mempunyai anggota keluarga yang merokok memiliki resiko 10,3 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang anggota keluarganya tidak ada yang merokok. Pembahasan Gambaran Karakteristik Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya sangat tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi terdapat juga di negara maju. WHO memperkirakan insidens pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah 0,29 episode per anak-tahun atau 151,8 juta kasus pneumonia/ tahun. Hasil survei kesehatan nasional (Surkesnas) tahun 2001 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih terlalu tinggi yakni sebesar 28% dan 80% kasus kematian ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 di Indonesia diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita, berarti rata-rata 1 anak balita Indonesia meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit (Depkes, 2004). Berdasarkan data kunjungan poli MTBS tahun 2013, dari kunjungan balita sakit ke poli MTBS terdapat balita yang menderita pneumonia. Berdasarkan hasil penelitian dari 100 responden anak balita diketahui balita yang menderita pneumonia sebanyak 43 orang (43%), sedangkan jumlah balita yang bukan pneumonia sebanyak 57 orang (57%). Adapun yang tergolong dalam kasus bukan pneumonia disini adalah balita yang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Responden yang terbanyak adalah balita yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 54 orang (54%) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang (46%). Dari 43 balita yang menderita pneumonia diketahui paling banyak yang berusia 12 bulan yaitu sebanyak 24 orang (66,7%) dan sebagian besar balita yang menderita pneumonia tidak diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 30 orang (52,6%). Namun rata-rata balita yang menderita pneumonia tersebut memiliki status gizi baik dan status imunisasinya (DPT dan 11

12 Campak) juga lengkap. Pengetahuan ibu balita yang menderita pneumonia pun sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik. Namun berdasarkan status sosial ekonomi orang tua balita yang menderita pneumonia sebagian besar memiliki pendapatan yang tergolong rendah yaitu sebanyak 36 orang (50,7%). Rata-rata balita yang menderita pneumonia tinggal di hunian yang tergolong tidak padat. Tapi sebagian besar dari mereka tinggal dengan anggota keluarga yang merokok yaitu sebanyak 38 orang (57,6%) balita dan hubungan keluarga yang paling banyak merokok adalah ayah. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian tentang pneumonia yang dilakukan oleh Hartati (2010), Hananto (2004), Herman (2002), dan Machmud (2006) bahwa usia rata-rata balita yang beresiko terkena pneumonia adalah usia 12 bulan dan tidak diberikan ASI eksklusif. Selain itu berdasarkan status gizi dan pengetahuan ibu diketahui juga hal tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa sebagian besar balita yang menderita pneumonia ternyata status gizinya baik dan ibunya memiliki pengetahuan yang baik. Selain itu anak balita yang menderita pneumonia rata-rata memiliki anggota keluarga yang merokok dan hal tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Asap rokok dari orang tua atau orang lain yang tinggal di rumah, tidak saja merupakan bahan pencemar dalam ruangan yang serius, tetapi juga akan menambah resiko sakit dari bahan toksik yang lain. Pada anak-anak, paparan asap rokok dapat menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan fungsi paru pada waktu dewasanya nanti (Riyadina, 1995). Perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asma (Amstrong dalam Nurzajuli, 2012). Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian pneumonia pada balita dengan nilai p value = (p value < 0.05). Hasil analisis multivariate juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara adanya anggota keluarga yang merokok dengan kejadian pneumonia. Berdasarkan hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel anggota keluarga yang merokok yaitu 10,118 (95% CI: 3,033 33,749), artinya adanya anggota keluarga balita yang merokok mempunyai resiko sebesar 10,1 kali lebih tinggi menderita pneumonia dibandingkan dengan tidak adanya anggota keluarga balita yang merokok. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian di wilayah puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam yang membuktikan bahwa ada hubungan signifikan antara keberadaan anggota keluarga merokok dalam rumah dengan kejadian pneumonia. Hasil analisis regresi logistik diperoleh nilai OR = 5,743, ini berarti balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga merokok dalam rumah berisiko 5,743 kali lebih besar dibanding dengan Balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok (Nurjazuli, 2012). Polusi asap rokok merupakan faktor risiko kejadian pneumonia pada balita. Bayi dan anak balita mempunyai risiko yang lebih besar karena paru-paru bayi dan anak balita lebih kecil dibanding orang dewasa, sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna, akibatnya lebih mudah terkena radang paruparu. Hubungan Usia dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Usia merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal ini disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi kesehatan seseorang. Anak-anak yang 12

13 berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak yang berusia diatas 2 tahun. Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif sempit (DepKes RI, 2004). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia dengan kejadian pneumonia pada balita diperoleh nilai p value = (p value < 0.05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian pneumonia pada balita. Sedangkan hasil analisis multivariat juga menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia balita dengan kejadian pneumonia. Odds Ratio (OR) dari variabel usia balita yaitu 7,097 (95% CI: 2,388 21,088), artinya usia balita 12 bulan berisiko 7,1 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang berusia bulan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hananto (2004) bahwa bahwa anak usia 12 bulan mempunyai resiko pneumonia sebesar 2,30 kali (95% CI : 1,59 3,33) dibanding responden yang berusia > 12 bulan dan juga hasil penelitian Hartati (2011) yang menyebutkan bahwa balita berusia 12 bulan mempunyai peluang 3,24 kali untuk menderita pneumonia dibanding balita yang berusia > 12 bulan - < 60 bulan dengan hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia balita dengan kejadian pneumonia (p value = 0,002 ; α = 0,05). Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian di indramayu terhadap mortalitas balita, yaitu makin tua usia bayi atau anak balita yang sedang menderita pneumonia makin kecil resiko meninggal karena pneumonia (Sutrisna, 1993). Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Pneumonia pada Balita UU Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 128 ayat 1 tentang ASI ekslusif menjelaskan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan kecuali ada indikasi medis. ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (Depkes RI, 2003). Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian pneumonia pada balita dengan nilai p value = (p value < 0.05). Hasil analisis multivariat juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI secara eksklusif dengan kejadian pneumonia. Nilai Odds Ratio (OR) dari variabel ASI eksklusif yaitu 3,250 (95% CI: 1,189 8,881), artinya balita yang tidak diberikan ASI eksklusif berisiko sebesar 3.2 kali lebih tinggi menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang diberikan ASI eksklusif. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nurjazuli (2012) di wilayah kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam membuktikan bahwa ada hubungan signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian pneumonia. Hasil analisis regresi logistik diperoleh nilai OR = 8,958, ini berarti Balita yang mengkonsumsi ASI tanpa cairan lainnya kurang enam bulan berisiko 8,958 kali lebih besar dibanding dengan Balita yang mengkonsumsi ASI tanpa cairan lainnya lebih atau sama dengan enam bulan dan CI (2,843 23,232) menunjukkan bahwa riwayat pemberian ASI 2,843 23,232 kali dapat menyebabkan pneumonia. Analisis nilai p (0,000) < 0,05, dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian pneumonia pada Balita. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi tingkat penghasilan orang tua balita tidak merata. Paling banyak adalah orang tua balita yang berpenghasilan rendah yaitu sebanyak 71 orang (71%). Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui ada hubungan signifikan antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia pada balita dengan nilai p value = (p value < 0.05). Sedangkan berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui juga ada 13

14 hubungan antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia dengan nilai OR = 3,227 (95% CI: 0,987 10,556), artinya balita yang sosial ekonomi orang tuanya rendah beresiko 3,2 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang sosial ekonomi orang tuanya tinggi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hananto (2004) yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan kejadian pneumonia dengan p = 0,0005. Anak yang berasal dari keluarga status ekonomi rendah mempunyai risiko pneumonia sebesar 2, 39 kali (95% CI : 1,39-4,09) dibanding anak yang berasal dari keluarga status sosial ekonomi tinggi. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga status sosial ekonomi sedang mempunyai risiko pneumonia sebesar 2,15 kali (95% CI : 1,25 3,70) dibanding dengan anak yang berasal dari keluarga status sosial ekonomi tinggi. Sosial ekonomi rumah tangga berperan secara bermakna terhadap kejadian pneumonia balita, yang berarti rumah tangga miskin akan lebih besar terkena pneumonia. Kemiskinan merupakan pangkal dari timbulnya proporsi yang lebih besar terhadap kejadian pneumonia balita pada level rumah tangga. Balita bergizi baik maupun buruk, jika berada dalam rumah tangga miskin berisiko lebih besar terserang pneumonia. Dan proporsi ini akan bertambah besar jika pendidikan ibu balita tersebut rendah, pengetahuan tentang pneumonia rendah, dan kondisi lingkungan yang buruk akibat kemiskinan (Machmud, 2006). Orang tua yang mempunyai penghasilan tinggi diharapkan dapat memberikan pemenuhan kebutuhan terhadap anaknya dengan lebih baik, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan terhindar dari penyakit. Hubungan Status Gizi, Status Imunisasi, Pengetahuan Ibu, Sosial Ekonomi, dan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Keadaan gizi balita dinilai berdasarkan indeks berat badan terhadap umur (BB/U), dengan mengukur skor simpang baku (Z-score) sesuai standar WHO. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan antara status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita dengan nilai p value = (p value < 0.05). Namun berdasarkan hasil analisis multivariat, status gizi balita tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian di RSUD Pasar Rebo yang menjelaskan ada hubungan yang signifikan antara status gizi balita kurang dengan kejadian pneumonia, responden yang memiliki status gizi kurang berpeluang untuk terjadinya pneumonia sebesar 6,52 kali (95% CI: 2,28-18,63) dibanding responden yang berstatus gizi baik (Hartati, 2011). Selain itu berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh hubungan yang signifikan antara status imunisasi DPT dan Campak dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0.012, p value < 0.05). Namun hasil analisis multivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Hananto (2004) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara anak yang status imunisasi DPT dan Campak tidak lengkap dengan anak yang status imunisasinya lengkap (p value = 0,529) dan peluang untuk terjadi pneumonia pada anak yang status imunisasi DPT dan Campak tidak lengkap sebesar 1,16 kali (95% CI 0,73 1,84) dibanding dengan anak yang imunisasi DPT dan Campak lengkap. Hasil penelitian berikutnya diperoleh hasil uji chi square nilai p value = (p value > 0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita. Hasil analisis multivariat juga menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian pneumonia pada balita. 14

15 Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herman (2002) yang menyebutkan bahwa pengetahuan ibu tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia dengan nilai p = 0,83. Tingkat pengetahuan biasanya berkaitan erat dengan pendidikan ibu, hal tersebut juga berdampak besar dalam kejadian pneumonia, namun tingginya angka kesakitan dan kematian bukan karena ibunya tidak sekolah, melainkan karena anak-anak tersebut mendapatkan makanan yang kurang memadai, ataupun terlambat di bawa ke pelayanan kesehatan (Machmud, 2006). Disamping itu berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia pada balita dengan nilai p value = (p value < 0.05). Namun hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia pada balita. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2011) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan orang tua dengan kejadian pneumonia. Tingkat penghasilan dalam penelitian ini diukur berdasarkan besarnya UMR di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian berikutnya yang menghubungkan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia diketahui bahwa tidak ada hubungan signifikan dengan nilai p value = (p value > 0.05). Hasil analisis multivariat juga menunjukkan hal serupa bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Listyowati (2013) yang dilakukan di Tegal, hasil uji statistik Chi Square menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,497). Kepadatan hunian dalam Rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran tahun 2014 yaitu dari 100 anak balita yang diambil sebagai sampel penelitian mempunyai beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa adanya anggota keluarga yang merokok merupakan faktor yang mempunyai hubungan paling bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita. Balita yang mempunyai anggota keluarga yang merokok beresiko 10,3 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang anggota keluarganya tidak ada yang merokok. 2. Variabel lainnya yang mempunyai hubungan bermakna dengan pneumonia adalah usia balita, sosial ekonomi, dan pemberian ASI eksklusif. Balita yang berusia 12 bulan beresiko 7,4 kali menderita pneumonia, balita yang sosial ekonominya rendah beresiko 3,2 kali menderita pneumonia dan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif beresiko 3,4 kali menderita pneumonia. 3. Berdasarkan hasil analisa bivariat diketahui dari 8 variabel independen yang diteliti terhadap kejadian pneumonia pada balita, terdapat 6 variabel yang berhubungan secara bermakna, ditandai dengan nilai p value < 0.05, yaitu pada variabel usia balita, ASI eksklusif, status gizi, status imunisasi DPT dan Campak, sosial ekonomi, dan anggota 15

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas baik seperti yang diharapkan, dan dapat memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) yang sering disebut Tujuan Pembangunan Milenium berkomitmen mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI (Studi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2014 ) Nurlia Savitri e-mail : savitri.nurlia@gmail.com Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR R.I No. IVMPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling sensitif untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan anak, biasanya digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan, perekonomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju.insidens menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI TIDAK EKSKLUSIF DAN KETIDAKLENGKAPAN IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DENGAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK Volume 1, Nomor 1, Juni 2016 HUBUNGAN STATUS IMUNISASI, STATUS GIZI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN UPTD PUSKESMAS SEKAR JAYA KABUPATEN OGAN KOM ERING ULU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menanda tangani Tujuan Pembangunan Millenium Developmen Goals (MDGs) berkomitmen mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa dan pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab kematian utama pada balita di dunia termasuk Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2) ANALISIS FAKTOR RESIKO TERJADINYA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI LINGKUNGAN PABRIK KERAMIK WILAYAH PUSKESMAS DINOYO, KOTA MALANG Ijana 1), Ni Luh Putu Eka 2), Lasri 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015 HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015 Puspita Sari*,Vitawati** * Departemen Patologi Klinik,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Cheryn D. Panduu *, Jootje. M. L. Umboh *, Ricky.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3 HUBUNGAN STATUS GIZI, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, STATUS IMUNISASI DASAR DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN AKUT (ISPA) PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT KOTA MEDAN (THE CORRELATION

Lebih terperinci

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang serius terutama pada anak usia 1-5 tahun dan merupakan penyebab kematian anak di negara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang terletak di Kabupaten Gorontalo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit pembunuh utama pada balita di dunia, kasus tersebut lebih banyak jika dibandigkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, yang menyerang satu bagian/ lebih saluran pernafasan, mulai dari hidung sampai alveoli.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

SUMMARY ABSTRAK BAB 1 SUMMARY ABSTRAK Sri Rahmawati, 2013. Hubungan Umur Dan Status Imunisasi Dengan Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bulawa. Jurusan Keperawatan. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional melalui pengamatan sesaat atau dalam suatu periode tertentu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran 21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat derajat kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah. Pada penentuan derajat kesehatan terdapat

Lebih terperinci

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA. 20 Jurnal Keperawatan Volume 2, Nomor 1, Juli 2016 Hal 20-25 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Nandang Sutrisna 1, Nuniek Tri Wahyuni 2 1 Kepala Pustu Tajur Cigasong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di tengah munculnya new-emerging disease, penyakit infeksi tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh belahan dunia. Penyakit infeksi masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit ISPA

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

DEA YANDOFA BP

DEA YANDOFA BP SKRIPSI HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI PADA BALITA TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBACANG KECAMATAN KURANJI PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Anak DEA YANDOFA BP.07121016

Lebih terperinci

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Eti Rohayati ABSTRAK Angka kejadian pneumonia yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan case control (retrospective), yaitu efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA SKRIPSI Disusun oleh: WAHYU PURNOMO J 220 050 027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan prioritas utama manusia dalam menjalani kehidupan. Setiap orang berharap mempunyai tubuh yang sehat dan kuat serta memiliki kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur

Lebih terperinci

Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu

Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu Kondisi Fisik dengan Kejadian pada Balita di Indramayu Physical Condition House with Genesis ARDs in Toddlers in Indramayu Tasirah, Tating Nuraeni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di Puskesmas Bonepantai Kabupaten Bone Bolango dan waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu penyakit infeksi yang belum mengalami penurunan jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Hasil analisa univariat menggambarkan karakteristik responden yang terdiri dari jenis pekerjaan orang tua, jenis kelamin serta usia balita. Hal

Lebih terperinci