PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAHAT TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAHAT TAHUN"

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAHAT TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Lahat dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lahat Tahun Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;

2 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten / Kota. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Lahat Nomor 14 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Lahat Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Lahat Tahun 2008 Nomor 14); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Lahat Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Lahat Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Lahat Tahun 2009 Nomor 7); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Lahat Nomor 26 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lahat (Lembaran Daerah Kabupaten Lahat Tahun 2008 Nomor 26; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAHAT dan BUPATI LAHAT

3 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG KABUPATEN LAHAT TAHUN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Provinsi adalah Provinsi Sumatera Selatan. 3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 4. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Selatan. 5. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lahat. 6. Kabupaten adalah Kabupaten Lahat 7. Bupati adalah Bupati Lahat. 8. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Lahat. 9. Ruang adalah wadah yang terdiri atas ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 11. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 12. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. 13. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang terdiri atas peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. 14. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 15. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang terdiri atas pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. 16. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 17. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 20. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.

4 21. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 22. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lahat yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah rencana struktur tata ruang wilayah yang mengatur struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten Lahat. 23. RTRWN adalah singkatan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 24. RTRWP adalah singkatan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan. 25. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 26. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. 27. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. 28. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 29. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 30. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 31. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 32. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 33. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. 34. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. 35. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. 36. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 37. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 38. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi akan datang (suatu variasi defenisi pembangunan berkelanjutan).

5 39. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 40. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 41. Pusat Kawasan Lingkungan yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. 42. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 43. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 44. PKLp adalah singkatan dari Pusat Kegiatan Lokal promosi; 45. PPKp adalah singkatan dari Pusat Pelayanan Kawasan promosi; 46. PPLp adalah singkatan dari Pusat Pelayanan Lingkungan promosi; 47. PLTU adalah singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap; 48. DI adalah singkatan dari Daerah Irigasi; 49. IPAM adalah singkatan dari Pengolahan Air Minum; 50. TPS adalah singkatan dari Tempat Pembuangan Sementara sampah; 51. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; 52. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan bersifat menerus yang memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus walaupun masuk ke dalam kawasan perkotaan. 53. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. 54. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. 55. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum. 56. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 57. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lahat. 58. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Lahat dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. 59. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

6 BAB II FUNGSI DAN KEDUDUKAN Pasal 2 (1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arahan struktur dan pola ruang, pemanfaatan sumberdaya, dan pembangunan daerah serta penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten. RTRW Kabupaten juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten dan pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten; (2) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah: a. sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang nasional; penyelaras bagi kebijakan penataan ruang provinsi; dan pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lahat; dan b. sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar wilayah lain yang berbatasan; dan kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem. BAB III LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN MUATAN RTRW KABUPATEN Pasal 3 (1) Wilayah Kabupaten Lahat terdiri atas 22 (dua puluh dua) kecamatan dengan luas wilayah kurang lebih 5.398,3 Km 2 atau hektar. (2) Batas wilayah Kabupaten terdiri atas : a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Rawas; b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kota Pagar Alam dan Kabupaten Muara Enim; dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Empat Lawang, Kota Pagar Alam dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu. (3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Kecamatan Lahat; b. Kecamatan Gumay Talang; c. Kecamatan PSEKSU; d. Kecamatan Kikim Timur; e. Kecamatan Kikim Tengah; f. Kecamatan Kikim Selatan; g. Kecamatan Kikim Barat; h. Kecamatan Merapi Barat; i. Kecamatan Merapi Timur; j. Kecamatan Pulau Pinang; k. Kecamatan Pagar Gunung;

7 l. Kecamatan Kota Agung; m.kecamatan Mulak Ulu; n. Kecamatan Tanjung Sakti PUMI; o. Kecamatan Tanjung Sakti PUMU; p. Kecamatan Pajar Bulan; q. Kecamatan Jarai; r. Kecamatan Merapi Selatan; s. Kecamatan Gumay Ulu; t. Kecamatan Tanjung Tebat; u. Kecamatan Muara Payang; dan v. Kecamatan Sukamerindu. Pasal 4 Ruang lingkup dan muatan RTRW Kabupaten terdiri atas: a. tujuan, kebijakan dan strategi tata ruang wilayah; b. rencana struktur ruang wilayah; c. rencana pola ruang wilayah; d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah; f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah; dan g. hak, kewajiban dan peran masyarakat. BAB IV TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG Pasal 5 Penataan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lahat bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang produktif sesuai dengan potensinya terutama disektor pertambangan serta pertanian dengan tetap memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pasal 6 (1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten. (2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; b. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah kabupaten; c. pemantapan kawasan lindung di wilayah Kabupaten yang telah ditetapkan dalam RTRWN dan RTRWP dan menambah kawasan lindung dalam kewenangan Kabupaten;

8 d. pengelolaan kawasan budidaya mendukung pengembangan ekonomi melalui pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan berbasis pertanian, perkebunan, pariwisata, dan industri; e. perwujudan usaha untuk perubahan fungsi dari kawasan hutan ke kawasan bukan hutan untuk kawasan budidaya yang diperlukan untuk kepentingan pembangunan Kabupaten sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Pasal 7 (1) Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, terdiri atas : a. mengembangkan satu pusat kegiatan utama wilayah kabupaten (PKW) sesuai arahan RTRWN dan mempromosikan pusat utama lainnya sesuai dengan potensinya; b. menetapkan minimal 1 (satu) pusat kegiatan sebagai PPK pada masing-masing kecamatan; c. menetapkan pusat kegiatan/pusat permukiman yang memiliki wilayah layanan antar desa dan atau lebih dari satu desa sebagai PPL, selain yang telah ditetapkan sebagai PPK; dan d. menetapkan pusat permukiman yang memiliki tingkat layanan mendekati pusat kegiatan di atasnya, dipromosikan menjadi pusat kegiatan di atasnya yaitu PKLp, PPKp atau PPLp. (2) Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, terdiri atas : a. peningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat; b. pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi/ kawasan perdesaan; c. peningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; d. peningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan pengembangan sistem pengairan pada sektor pertanian; dan e. peningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi yang optimal. (3) Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c terdiri atas: a. mempertahankan kawasan lindung yang telah ada dan sesuai RTRWN dan RTRWP; b. mengembalikan fungsi lindung untuk kawasan lindung yang telah ditetapkan pada RTRWN dan RTRWP yang telah mengalami perubahan pemanfaatan non lindung, sepanjang syarat dan ketentuan sebagai kawasan lindung terpenuhi sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. menyediakan Ruang Terbuka Hijau minimal 30 (tiga puluh) persen dari kawasan fungsional perkotaan serta mendorong masyarakat untuk menanam pohon; d. mempertahankan sempadan sungai dan kawasan sekitar mata air konservasi untuk perlindungan setempat; dan e. mengendalikan kegiatan-kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi kawasan lindung

9 (4) Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d terdiri atas: a. mengembangkan kawasan budidaya pertanian didasarkan pada hasil analisis kesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan budidaya pertanian serta memperhatikan adanya produk-produk rencana sektoral serta penggunaan lahan yang ada. Secara umum pengembangan kawasan budidaya pertanian diarahkan untuk mengakomodasi kegiatan sektor pertanian Provinsi Sumsel melalui intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian; b. mengembangkan kawasan budidaya perkebunan diarahkan untuk pengembangan ekonomi produktif wilayah yang memiliki daya dongkrak tinggi terhadap produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah; c. mengembangkan kawasan pariwisata diarahkan untuk peningkatan kenyamanan hidup masyarakat sekaligus menjadi bagian pengembangan ekonomi produktif wilayah yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi produktif di dalam kawasan wisata maupun wilayah yang lebih luas dalam wilayah kabupaten; d. mengembangkan kawasan peruntukan industri diarahkan untuk industri pengelolaan potensi sumber daya alam untuk peningkatan nilai tambah dan produktifitas wilayah, secara berkelanjutan; e. mengembangkan kawasan permukiman diarahkan untuk mendukung pengembangan pusat-pusat kegiatan dan pusat pelayanan yang tersebar sebagaimana Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten; f. mengembangkan Kawasan budidaya kehutanan diarahkan untuk dapat menstimulai kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan dan peningkatan produktivitas wilayah kabupaten pada sektor kehutanan; dan g. mengembangkan kawasan pertambangan untuk pengelolaan potensi sumber daya alam secara berimbang dan berkelanjutan dengan memprioritaskan aspek keseimbangan ekosistem dan pelestarian lingkungan hidup. (5) Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf e terdiri atas: a. menetapkan kembali kawasan hutan yang termasuk dalam kawasan budidaya di Kabupaten Lahat, sebagaimana dalam RTRWP yang telah disetujui oleh Menteri Kehutanan; b. mewujudkan pengelolaan kawasan yang telah disetujui Menteri Kehutanan sebagai kawasan yang dilepaskan statusnya dari kawasan hutan, sebesarbesarnya untuk pengembangan ekonomi produktif masyarakat berbasis pertanian, perkebunan, pariwisata dan industri; c. melakukan pengendalian kegiatan terhadap kawasan yang telah ditetapkan statusnya dari kawasan hutan agar tidak meluasnya konversi lahan pada kawasan sekitar yang statusnya masih termasuk dalam kawasan hutan, baik Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam maupun Hutan Lindung. (6) Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf f terdiri atas: a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan peruntukannya; c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai zona penyangga; dan d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan.

10 BAB V RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu Pusat Pelayanan Pasal 8 (1) Rencana sistem pusat perkotaan wilayah yang terdiri atas: a. PKW; b. PKLp; c. PPK; dan d. PPL. (2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu kawasan perkotaan Lahat di Kecamatan Lahat. (3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. kawasan perkotaan Bunga Mas di Kecamatan Kikim Timur; b. kawasan perkotaan Jarai di Kecamatan Jarai; c. kawasan perkotaan Merapi di Kecamatan Merapi Barat; d. kawasan perkotaan Kota Agung di Kecamatan Kota Agung; dan e. kawasan perkotaan Pajar Bulan di Kecamatan Tanjung Sakti PUMI. (4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. kawasan perkotaan Pagar Jati Kecamatan Kikim Selatan; b. kawasan perkotaan Simpang Tigo Pomo Kecamatan Tanjung Sakti PUMU; c. kawasan perkotaan Perangai Kecamatan Merapi Selatan; dan d. kawasan perkotaan Tanjung Tebat Kecamatan Tanjung Tebat. (5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. Kecamatan Gumay Talang; b. Kecamatan Kikim Barat; c. Kecamatan Kikim Tengah; d. Kecamatan Pajar Bulan; e. Kecamatan PSEKSU; f. Kecamatan Pagar Gunung; g. Kecamatan Mulak Ulu; h. Kecamatan Merapi Timur; i. Kecamatan Pulau Pinang; j. Kecamatan Gumay Ulu; k. Kecamatan Muara Payang; dan l. Kecamatan Sukamerindu.

11 Bagian Kedua Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Pasal 9 (1) Sistem jaringan transportasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan pergerakan orang, barang dan jasa serta memfungsikannya sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. (2) Rencana sistem jaringan jalan transportasi a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan perkeretaapian; dan c. sistem transportasi udara; Pasal 10 (1) Rencana sistem jaringan jalan transportasi darat yang merupakan jalan arteri primer terdiri atasi: a. ruas batas Kabupaten Lebuai Bandung; b. ruas Lebuai Bandung Merapi; c. ruas Merapi Lahat; d. ruas Lahat Sukarame; e. ruas Sukarame Bungamas; f. ruas Bungamas Tanjung Aur; g. ruas Tanjung Aur Saung Naga; Dan h. ruas Saung Naga Batas Kabupaten. (2) Rencana sistem jaringan jalan transportasi darat yang merupakan jalan jalan kolektor primer terdiri atas: a. ruas Lahat Kedaton; b. ruas Karang Agung Muara Tiga; c. ruas Kedaton Air Dingin Lama; d. ruas Air Dingin Lama Kota Agung; e. ruas Air Dingin Lama Perbatasan Kabupaten; f. ruas Muara Tiga Kota Agung; g. ruas Muara Tiga Perbatasan Kabupaten; Dan h. ruas Lahat Sukarame. (3) Rencana sistem jaringan jalan transportasi darat yang merupakan jalan lokal primer terdiri atas: a. ruas jalan dalam kota lahat b. ruas Kedaton Karang Agung; c. ruas jalan Manggul Senabing; d. ruas jalan Talang Mangkurat Simpang SP III; e. ruas jalan Banjar Negara Kerung; f. ruas jalan Air Lingkar Talang Perangai; dan g. ruas jalan Telatang Perangai.

12 (4) Rencana Sistem jaringan jalan tol/bebas hambatan yang menghubungkan Kotabumi- Baturaja-Muara Enim-Lahat-Lubuk Linggau-Sarolangun. Pasal 11 (1) Rencana pengembangan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang merupakan pengembangan terminal penumpang tipe A terletak di Kecamatan Lahat. (2) Rencana pengembangan terminal penumpang tipe B di Desa Jati Kecamatan Pulau Pinang. (3) Rencana pengembangan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang merupakan pengembangan terminal penumpang tipe C terletak di desa Tanjung Aur Kecamatan Kikim Tengah, Kecamatan Kota Agung, desa Tanjung Sakti Kecamatan Tanjung Sakti PUMI, Kecamatan Jarai dan di desa Merapi Kecamatan Merapi Barat. Pasal 12 (1) Rencana pengembangan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan angkutan antar pedesaan terdiri atas: a. Lahat Kikim; b. Lahat Pagar Gunung; c. Lahat Muara Lawai; d. Lahat Kota Agung; e. Lahat Perangai; dan f. Lahat Talang Sawah. (2) Rencana pengembangan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan angkutan antar Kota: a. Lahat Muara Siban; b. Lahat Lembayung; c. Lahat Bandar Agung; dan d. Lahat PGA Perumnas. (3) Rencana pengembangan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan angkutan antar Kota/Kabupaten; a. Lahat Palembang; b. Lahat Pagar Alam; dan c. Lahat Tebing Tinggi Pasal 13 (1) Rencana sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b, jalur kereta api internal terdiri atas: a. pembangunan jalur ganda Lahat - Patratani (Kab. Ogan Ilir)- Tanjung Api-api; dan b. perkuatan jalur ganda Lahat - Lubuk Linggau (2) Rencana sistem jaringan jalur kereta api regional terdiri atas: a. pembangunan jalur ganda Lahat Muara Belida (dermaga); b. rehabilitasi jalur Lahat - Lubuk Linggau; dan

13 c. peningkatan spoor emplasemen lintas Muara Enim Lahat. (3) Pengembangan prasarana sinyal kereta (railroad signal) dari sistem mekanik ke sistem elektrik dengan jaringan fiber optics/fo terdiri atas: a. Lahat Prabumulih; dan b. Lahat Lubuk Linggau. Pasal 14 Rencana pengembangan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 huruf c, meliputi pengembangan bandar udara yang berlokasi di desa Tanjung Menang Kecamatan Tanjung Tebat yang akan dikembangkan sebagai bandar udara perintis. Paragraf 2 Rencana Sistem Jaringan Energi Pasal 15 (1) Sistem jaringan energi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi masa datang dalam jumlah yang memadai dan dalam upaya menyediakan akses berbagai macam jenis energi bagi segala lapisan masyarakat. (2) Rencana pembangkit tenaga listrik meliputi : a. pengembangan PLTU Mulut Tambang di Desa Banjar Sari Kecamatan Merapi Timur dan Desa Kebur Kecamatan Merapi Barat; b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Kecamatan Tanjung Sakti PUMI dan Desa Tunggul Bute Kecamatan Kota Agung c. Pengembangan PLTMH di Kecamatan Tanjung Sakti PUMI, PUMU, Kecamatan Kota Agung, Kecamatan Mulak Ulu, Kecamatan Pulau Pinang dan Kecamatan Gumay Ulu; dan d. Pengembangan Gardu Induk Lahat. (3) Rencana pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik. dengan menggunakan jaringan kabel mengikuti pola jaringan jalan dan peletakan bangunan yang meliputi : a. jaringan transmisi tenaga listrik 275 kv Lahat Lubuk Linggau; b. jaringan transmisi tenaga listrik 275 kv Lahat Muara Enim; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik 150 kv antara Lahat PLTP Lumut Balai, Lahat PLTU Keban Agung, Lahat PLTU Simpang Belimbing, dan Lahat Pagar Alam. (4) Pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 3 Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 16 (1) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat dan dunia usaha terhadap layanan telekomunikasi (2) Pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

14 a. pengembangan jaringan kabel mikro analog dan digital sebagai bagian dari sistem telekomunikasi nasional, yaitu interkoneksi Provinsi Sumatra Selatan dan Kabupaten Lahat; b. pembangunan jaringan telepon kabel (terestrial) yang menjangkau seluruh pusat kota kecamatan; c. pembangunan layanan internet di ibukota Kabupaten Lahat; dan d. pembangunan serat optik yang menghubungkan setiap kantor pemerintahan dengan kawasan strategis lainnya serta ibukota Kabupaten Lahat dengan ibukota kabupaten lainnya. Paragraf 4 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 17 (1) Sistem jaringan sumber daya air bertujuan untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan air agar dapat berperikehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. (2) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. wilayah sungai; b. jaringan irigasi; c. prasarana air baku untuk air bersih; dan Pasal 18 (1) Pengembangan wilayah sungai disusun berdasarkan wilayah sungai yang ada di Kabupaten Lahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, terdiri atas: a. sungai Lematang; b. sungai Air Mulak; c. sungai Endikat; d. sungai Kikim; e. sungai Lingsing ; f. sungai Pangi; g. sungai Serelo; h. sungai Air Keruh; dan i. sungai Selangis. (2) Pengembangan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b terdiri atas : a. DI untuk mendukung kawasan sentra produksi pertanian yang dilaksanakan sesuai dengan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten meliputi : 1. DI kewenanganan pemerintah terdiri atas : a) DI Air Mulak dengan luas (tiga ribu lima ratus) Ha; b) DI Masam Bulau dengan luas (tiga ribu) Ha; 2. DI kewenangan provinsi terdiri atas: a) DI Air Merendang dengan luas (seribu tiga ratus) Ha; b) DI Tebing Panjang dengan luas (seribu seratus tujuh puluh empat) Ha; dan c) DI Air Pangi dengan luas (seribu) Ha. 3. DI kewenangan kabupaten terdiri atas: a) DI Air Betung Besar dengan luas 400 (empat ratus) Ha; b) DI Air Betung Kecil dengan luas 458 (empat ratus lima puluh delapan) Ha; c) DI Air Dingin dengan luas 245 (dua ratus empat puluh lima) Ha; d) DI Air Gohong dengan luas 616 (enam ratus enam belas) Ha; e) DI Air Lematang II dengan luas 208 (dua ratus delapan) Ha;

15 f) DI. Air Lim dengan luas 75 (tujuh puluh lima) Ha; g) DI Air Lingkar dengan luas 150 (seratus lima puluh) Ha; h) DI Air Manna I dengan luas 310 (tiga ratus sepuluh) Ha; i) DI Air Manna II dengan luas 94 (sembilan puluh empat) Ha; j) DI. Air Mengkenang dengan lus 150 (seratus lima puluh) Ha; k) DI Air Nibung Tanjung Bay dengan luas 300 (tiga ratus) Ha; l) DI Air Pagar Ruyung dengan luas 150 (seratus lima puluh) Ha; m) DI Air Payang dengan luas 274 (dua ratus tujuh puluh empat) Ha; n) DI Air Resam dengan luas 216 (dua ratus enam belas) Ha; o) DI Air Saling dengan luas 144 (seratus empat puluh empat) Ha; p) DI Air Segoreng dengan luas 450 (emapt ratus lima puluh) Ha; q) DI Air Selepah dengan luas 150 (seratus lima puluh) Ha; r) DI Air Temiang dengan luas 120 (seratus dua puluh) Ha; s) DI Batu Sarau dengan luas 420 (empat ratus dua puluh) Ha; t) DI Gelung Sakti dengan luas 245 (dua ratus empat puluh lima) Ha; u) DI Kebon Jati dengan luas 100 (seratus) Ha; v) DI Kelampaian dengan luas 120 (seratus dua puluh) Ha; w) DI Lesung Batu dengan luas 125 (seratus dua puluh lima) Ha; x) DI. Lubuk Sepang dengan luas 214 (dua ratus empat belas) Ha; y) DI Muara Payang dengan luas 125 (seratus dua puluh lima) Ha; z) DI Nibung Br. Indah dengan luas 578 (lima ratus tujuh puluh delapan) Ha; aa)di Pandan Arang dengan luas 250 (dua ratus lim puluh) Ha; bb)di Perangai dengan luas 143 (seratus empat puluh tiga) Ha; cc) DI Renah Ubar dengan luas 350 (tiga ratus lima puluh) Ha; dd)di Tanjung Alam dengan luas 75 (tujuh puluh lima) Ha; ee)di Tanjung Aur dengan luas 750 (tujuh ratus lima puluh) Ha; ff) DI Tanjung Jati dengan luas 230 (dua ratus tiga puluh) Ha; gg)di Tanjung Ning dengan luas 655 (enam ratus lima puluh lima) Ha; hh)di Tebat Besar Lintang dengan luas 75 (tujuh puluh lima) Ha; ii) DI Air Dendan dengan luas 35 (tiga puluh lima) Ha; dan jj) DI Air Sadan dengan luas 30 (tiga puluh) Ha. b. rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada; c. pendayagunaan potensi jaringan sumber daya air antar Daerah Aliran Sungai untuk mendukung ketersediaan air baku untuk jaringan irigasi; dan d. pengembangan jaringan irigasi yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan. (3) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e, terdiri atas: a. pendekatan secara struktural yang terdiri atas: 1. upaya mempertahankan kondisi hidrologis daerah tangkapan sungai yang memungkinkan sebagian besar air hujan dapat terserap kedalam tanah; 2. membangun dam pengendali debit sehingga pada saat terjadi hujan besar maka sebagain besar volume air dapat ditampung di dalam waduk, yang kemudian akan dilepas secara perlahan lahan ketika kondisi debit sungai relative kecil; 3. membangun tanggul banjir disepanjang sungai sehingga air tidak meluap; 4. memperbaiki dan meningkatkan kapasitas penampang sungai; 5. membangun polder untuk menampung air banjir dan kemudian mengalirkan air banjir pada saat memungkinkan dengan cara gravitasi atau menggunakan pompa; 6. mengembangkan sistem drainase yang menyebabkan aliran air lancar; dan 7. menyediakan daerah genangan untuk menampung air banjir. b. pengendalian banjir dengan cara non struktural yang terdiri atas: 1. menerapkan penataan ruang secara ketat; 2. menerapkan pembangunan perumahan dengan tipe yang sesuai untuk daerah banjir;

16 3. membatasi jumlah penduduk sesuai dengan batas kemampuan daya dukung lahan; dan 4. meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bahaya banjir dan degradasi lingkungan. Paragraf 5 Rencana Sistem Prasarana Lingkungan Pasal 19 (1) Rencana sistem prasarana lingkungan terdiri atas: a. rencana sistem pengolahan sampah; b. rencana sistem pengolahan air limbah; c. rencana sistem drainase; dan d. rencana sistem jaringan air minum. (2) Rencana pengembangan sistem pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. tempat pembuangan akhir (TPA) di Kecamatan Gumay Talang dengan menggunakan metode sanitary landfill; ditambahkan dalam penjelasan: sanitary landfill dilaksanakan secara bertahap. b. TPS di seluruh kawasan permukiman dan pusat kegiatan (3) Rencana pengembangan sistem pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas : a. sistem on-site dengan tangki septik dikembangkan untuk penanganan limbah domestik; b. sistem off-site dapat direncanakan untuk pusat perkantoran, pasar, kawasan industri dan terminal dengan kepadatan bangunan yang cukup tinggi; c. pembangunan saluran limbah sistem tertutup dilakukan pada kawasan perdagangan, perkantoran dan komersil; dan d. instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) untuk mengolah air limbah domestik di kawasan perkotaan. (4) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. sistem drainase tertutup akan diterapkan di kawasan pusat pemerintahan, kawasan perkotaan, komersial dan kepadatan tinggi; b. jaringan drainase sistem terbuka dikembangkan sepanjang tepi jalan dan kawasan lingkungan permukiman; c. penyediaan kolam retensi pada kawasan permukiman, terutama pada kawasan permukiman baru skala besar dan kawasan rawan banjir. (5) Pengembangan jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas : a. pengembangan sistem jaringan primer dan sekunder dengan mengikuti pola jaringan jalan dan peletakan bangunan; dan b. pembangunan bangunan pengambilan air pada sumber air baku pada Sungai Lematang dan Sungai Lingsing. (4) Pengembangan air baku untuk air minum pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. pembangunan sumber dan distribusi air minum untuk memenuhi kebutuhan air terutama untuk kawasan industri, perdagangan, jasa, fasilitas umum dan permukiman perkotaan; dan, b. pengembangan IPAM di setiap ibukota kecamatan yang terdiri atas : 1. IPAM Pasar Baru terletak di Kecamatan Lahat; 2. IPAM Gunung Gajah terletak di Kecamatan Lahat; dan 3. IKK PAM Bungamas di Kecamatan Kikim Timur. 4. sumber air baku yang direncanakan adalah sumur air baku eksisting dari Sungai Lematang, Sungai Lingsing dan mata air.

17 c. Pengembangan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d terdiri atas : 1. pembangunan sumber dan distribusi air bersih untuk memenuhi kebutuhan air terutama untuk kawasan industri, perdagangan, jasa, fasilitas umum dan permukiman perkotaan; dan, 2. pengembangan IPAM di setiap ibukota kecamatan yang terdiri atas: 3. IPAM Pasar Baru terletak di Kecamatan Lahat; 4. IPAM Gunung Gajah terletak di Kecamatan Lahat; dan 5. IKK PAM Bungamas di Kecamatan Kikim Timur. 6. sumber air baku yang direncanakan adalah sumur air baku eksisting dari Sungai Lematang dan mata air. d. Pengembangan jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d, terdiri atas : 1. Pengembangan sistem jaringan primer dan sekunder dengan mengikuti pola jaringan jalan dan peletakan bangunan; dan 2. Pembangunan bangunan pengambilan air pada sumber air baku pada sungai lematang dan mata air. Paragraf 6 Rencana Sistem Prasarana Lainnya Pasal 20 (1) Rencana sistem prasarana lainnya terdiri atas : a. sistem pengendalian erosi dan longsor; dan b. ruang dan jalur evakuasi bencana. (2) Sistem pengendalian erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. melakukan penghijauan dan/atau penanaman vegetasi yang mampu menahan erosi pada lahan-lahan berlereng dengan kategori agak curam, curam dan sangat curam yang memiliki kemiringan mulai 25 persen hingga lebih dari 40 persen; b. melakukan rekayasa teknik berupa pembangunan tembok penyokong (talud) pada lahan-lahan berlereng dengan kategori agak curam, curam dan sangat curam yang memiliki kemiringan mulai 25 persen hingga lebih dari 40 persen; c. melakukan pembangunan konstruksi penahan (tanggul) sebagai pengaman pada lokasi-lokasi yang diindikasi memiliki kerawanan terjadinya erosi dan longsor; dan d. melakukan pelandaian atau penyesuaian tingkat kecuraman lereng pada lokasilokasi yang dimungkinkan. (3) Ruang dan jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. pemanfaatan ruang terbuka hijau dan sarana fasilitas sosial dan umum sebagai salah satu kawasan evakuasi; dan b. mengintegrasikan/menghubungkan jalan eksisting dan menambah jalan baru sebagai rencana jalur penyelamatan dengan fasilitas perlindungan dan sistem kota/wilayah secara umum. Bagian Ketiga Rencana Penanggulangan Bencana Pasal 21 (1) Rencana penanggulangan bencana terdiri atas : a. sistem pengendalian banjir; b. sistem pengendalian erosi dan longsor; dan c. pemanfaatan ruang terbuka hijau dan sarana fasilitas sosial dan umum sebagai salah satu kawasan evakuasi.

18 (2) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. pendekatan secara struktural yang terdiri atas : 1. upaya mempertahankan kondisi hidrologis daerah tangkapan sungai yang memungkinkan sebagian besar air hujan dapat terserap kedalam tanah; 2. memperbaiki dan meningkatkan kapasitas penampang sungai; dan 3. mengembangkan sistem drainase yang menyebabkan aliran air lancar. b. pengendalian banjir dengan cara non struktural yang terdiri atas : 1. menerapkan penataan ruang secara ketat; 2. menerapkan pembangunan perumahan dengan tipe yang sesuai untuk daerah banjir; dan 3. meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bahaya banjir dan degradasi lingkungan. (3) Sistem pengendalian erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas : a. melakukan penghijauan dan atau penanaman vegetasi yang mampu menahan erosi; b. melakukan rekayasa teknik berupa pembangunan tembok penyokong (talud) pada lahan-lahan berlereng dengan kategori agak curam,curam dan sangat curam yang memiliki kemiringan mulai 25 % (dua puluh lima persen) hingga lebih dari 40 % (empat puluh persen); c. melakukan pembangunan konstruksi penahan (tanggul) sebagai pengaman pada lokasi-lokasi yang diindikasi memiliki kerawanan terjadinya erosi dan longsor; dan d. melakukan pelandaian atau penyesuian tingkat kecuraman lereng pada lokasilokasi yang dimungkinkan. (5) Ruang dan jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas : a. pemanfaatan ruang terbuka hijau dan sarana fasilitas sosial dan umum sebagai salah satu kawasan evakuasi ; dan b. mengintegrasikan/menghubungkan jalan eksisting dan menambahkan jalan baru sebagai rencana jalur penyelamatan dengan fasilitas pelindungan dan sistem kota/wilayah secara umum. (1) Rencana pola ruang wilayah terdiri atas: a. rencana kawasan lindung; dan b. kawasan budidaya. BAB VI RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 22

19 (2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 23 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan kawasan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana; dan f. kawasan lindung geologi. Paragraf 1 Kawasan Hutan Lindung Pasal 24 Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, meliputi Hutan Lindung Bukit Dingin, Bukit Jambul Gunung Patah dan Hutan Lindung Gumai Tebing Tinggi dengan luas kurang lebih (empat puluh empat ribu lima ratus dua puluh delapan) hektar yang terletak di Kecamatan Kikim Selatan, Kecamatan Kikim Barat, Kecamatan Jarai, Kecamatan Tanjung Sakti PUMI, Kecamatan Tanjung Sakti PUMU, Kecamatan Kota Agung dan Kecamatan Mulak Ulu. Paragraf 2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 25 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b terdiri atas kawasan resapan air yang terdapat hutan lindung Bukit Dingin, Bukit Jambul Gunung Patah, Gumai Tebing Tinggi, Bukit Serelo dan hutan Lindung Bukit Napal. Paragraf 3 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 26 (1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, terdiri atas : a. kawasan sempadan sungai; b. kawasan sekitar mata air. (2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. sungai Lematang, sungai Kikim dan sungai Endikat dengan luas kurang lebih (tujuh ribu seratus empat puluh dua) hektar; dan

20 b. ketentuan jarak kawasan sempadan sungai selebar 100 (seratus) meter di kiri kanan sungai besar, dan selebar 50 (lima puluh) meter di kiri kanan sungai kecil serta (sepuluh sampai dengan lima belas) meter di kiri kanan sungai di kawasan permukiman. (3) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlokasi menyebar di setiap kecamatan dengan ketentuan jarak sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air. Paragraf 3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 27 Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d, meliputi kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata dengan luas kurang lebih (lima puluh satu ribu enam ratus lima puluh tiga) hektar terletak di Kecamatan Kikim Selatan, Kecamatan PSEKSU, Kecamatan Pajar Bulan, Kecamatan Jarai, Kecamatan Pagar Gunung dan Kecamatan Pulau Pinang. Paragraf 4 Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 28 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf e terdiri atas: a. kawasan rawan banjir; dan b. kawasan rawan longsor. (2) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kecamatan Kikim Timur, Kecamatan Merapi Timur, Kecamatan Merapi Barat dan Kecamatan Lahat. (3) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlokasi di Kecamatan PSEKSU, Kecamatan Pajar Bulan, Kecamatan Jarai, Kecamatan Pulau Pinang, Kecamatan Tanjung Sakti PUMI, Kecamatan Tanjung Sakti PUMU, Kecamatan Gumay Talang, Kecamatan Kikim Selatan, Kecamatan Kikim Barat dan Kecamatan Kota Agung; Paragraf 5 Kawasan Lindung Geologi Pasal 29 (1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf f terdiri atas: a. kawasan rawan letusan gunung berapi; b. kawasan yang terletak di zona patahan aktif; dan c. kawasan rawan gempa bumi. (2) Kawasan rawan letusan gunung berapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlokasi di Kecamatan Pajar Bulan, Kecamatan Jarai dan Kecamatan Tanjung Sakti PUMI. (3) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlokasi di Kecamatan Tanjung Sakti PUMI dan Kecamatan Tanjung Sakti PUMU. (4) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlokasi di Kecamatan Tanjung Sakti PUMI dan Kecamatan Tanjung Sakti PUMU.

21 Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 30 Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; dan h. kawasan peruntukan lainnya. Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 31 (1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, terdiri atas: a. kawasan hutan produksi tetap; dan b. kawasan hutan produksi terbatas. (2) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dengan luas kurang lebih (lima puluh satu ribu sembilan puluh tiga) hektar terdiri atas : a. Kecamatan Kikim Timur dengan luas kurang lebih (dua puluh tiga ribu seratus empat puluh empat) hektar; b. Kecamatan Lahat dengan luas kurang lebih (dua ribu enam puluh empat) hektar; dan c. Kecamatan Merapi Barat dengan luas kurang lebih (dua puluh lima ribu delapan ratus delapan puluh lima) hektar. (3) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan luas kurang lebih (lima ribu empat ratus lima puluh delapan) hektar, terdiri atas : a. Kecamatan Tanjung Sakti PUMU dengan luas kurang lebih 888 (delapan ratus delapan puluh delapan) hektar; b. Kecamatan Pulau Pinang dengan luas kurang lebih (empat ribu lima ratus enam puluh empat) hektar; dan c. Kecamatan Lahat dengan luas kurang lebih 6 (enam) hektar. Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 32 (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b terdiri atas: a. kawasan peruntukan tanaman pangan; b. kawasan peruntukan hortikultura; c. kawasan peruntukan perkebunan; dan d. kawasan peruntukan peternakan. (2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan di semua kecamatan dengan luas kurang lebih (tiga puluh delapan ribu empat ratus sebelas) hektar.

22 (3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan komoditas unggulan berupa durian, duku, manggis, alpukat, kubis, sawi, cabe dan wortel yang dikembangkan di Kecamatan Pagar Gunung, Kecamatan Pulau Pinang, Kecamatan Gumay Ulu, Kecamatan Gumay Talang, Kecamatan Lahat, Kecamatan Kikim Selatan dan Kecamatan PSEKSU dengan luas kurang lebih (dua ribu sembilan ratus enam puluh delapan) hektar. (4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan komoditas utama perkebunan karet, kelapa sawit dan kopi yang dikembangkan hampir di seluruh kecamatan dengan luas (seratus empat puluh lima ribu empat) hektar, terdiri atas : a. karet meliputi : 1. perkebunan besar dengan luas kurang lebih (empat ribu tiga ratus tiga puluh lima) hektar; 2. perkebunan rakyat dengan luas kurang lebih (tiga puluh tujuh ribu sembilan ratus tujuh) hektar. b. kelapa sawit meliputi : 1. perkebunan besar dengan luas kurang lebih (tiga puluh dua ribu lima ratus delapan puluh sembilan) hektar; 2. perkebunan rakyat dengan luas kurang lebih (lima ribu seratus lima puluh tujuh) hektar; c. lada dengan luas kurang lebih 738 (tujuh ratus tiga puluh delapan) hektar; d. kopi dengan luas kurang lebih (enam puluh satu ribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh) hektar; e. kakau dengan luas kurang lebih (seribu seratus) hektar; f. kelapa dengan luas kurang lebih 810 (delapan ratus sepuluh) hektar; g. kemiri dengan luas kurang lebih 89 (delapan puluh sembilan) hektar; h. kayu manis dengan luas kurang lebih 161 (seratus enam puluh satu) hektar; i. cengkeh dengan luas kurang lebih 60 (enam puluh) hektar; dan j. pinang dengan luas kurang lebih 61 (enam puluh satu) hektar. (5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi peternakan sapi, kambing dan unggas dengan skala rumah tangga yang diarahkan pada seluruh kecamatan. Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 33 (1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c terdiri atas : a. kawasan perikanan tangkap; dan b. perikanan budidaya. (2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. pengembangan kegiatan perikanan darat kolam; dan b. pengembangan kegiatan perikanan darat sawah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAHAT TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAHAT TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAHAT TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUARA ENIM NOMOR : 18 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN TINGKAT II MUARA ENIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUARA ENIM NOMOR : 18 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN TINGKAT II MUARA ENIM PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUARA ENIM NOMOR : 18 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN TINGKAT II MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS TUMPANG PITU KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 2035

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LEBONG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LEBONG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LEBONG TAHUN 2012-2032 TAHUN 2012 ~1~ PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MESUJI, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN 2002 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GRESIK TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GRESIK TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GRESIK TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 1 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 0 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci