Karakteristik Terapi Adiksi yang Efektif, NIDA (National Institute on Drug Abuse, 1999) menunjuk 13 prinsip dasar terapi efektif berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karakteristik Terapi Adiksi yang Efektif, NIDA (National Institute on Drug Abuse, 1999) menunjuk 13 prinsip dasar terapi efektif berikut:"

Transkripsi

1 Terapi dan Upaya Pemulihan Gangguan Zat Jenis Stimulan Karakteristik Terapi Adiksi yang Efektif, NIDA (National Institute on Drug Abuse, 1999) menunjuk 13 prinsip dasar terapi efektif berikut: 1. Tidak ada satupun bentuk terapi serupa yang sesuai untuk semua individu. 2. Kebutuhan mendapatkan terapi harus selalu siap tersedia setiap waktu. Seorang dengan an untuk masuk dalam program terapi. Pada kesempatan pertama ia mengambil keputusan, harus secepatnya dilaksanakan (agar ia tidak berubah pendirian kembali). 3. Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyak kebutuhan ( needs ) individu tersebut, tidak semata-mata karena hanya untuk memutus menggunakan Napza. 4. Rencana program terapi seorang individu harus dinilai secara kontinyu dan kalau perlu dapat dimodifikasi guna memastikan apakah rencana terapi telah sesuai dengan perubahan kebutuhan orang tersebut atau belum. 5. Mempertahankan dalam satu periode waktu program terapi yang adekuat yang merupakan sesuatu yang penting guna menilai apakah terapi cukup efektif atau tidak. 6. Konseling (perorangan/kelompok) dan terapi perilaku lain merupakan komponen kritis untuk mendapatkan terapi yang efektif untuk pasien adiksi. 7. Medikasi atau psikofarmaka merupakan elemen penting pada terapi banyak pasien, teutama bila dikombinasikan dengan konseling dan terapi lain. 8. Seorang yang mengalami adiksi yang juga menderita gangguan mental, harus mendapatkan terapi keduanya secara integratif. 9. Detoksifikasi medik hanya merupakan taraf permulaan terapi adiksi dan detoksifikasi hanya sedikit bermakna untuk menghentikan terapi jangka panjang. 10. Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin menghasilkan suatu bentuk terapi yang efektif. 11. Kemungkinan penggunaan zat psikoaktif selama terapi berlangsung harus dimonitorsecara kontinyu. 12. Program terapi harus menyediakan assesmentuntuk HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, Tuberkulosis, dan penyakit infeksi lain, dan juga menyediakan konseling untuk membantu pasien agar mampu memodifikasi tidak menyebabkan dirinya atau diri orang lain pada posisi yang berisiko mendapatkan infeksi. 13. Recovery dari kondisi adiksi NAPZA merupakan suatu proses jangka panjang dan sering mengalami episoda terapi yang berulang-ulang. Sasaran Terapi Sasaran jangka panjang terapi pasien/klien dengan adiksi NAPZA termasuk di dalamnya mengurangi penggunaan dan efek penyalahgunaan NAPZA, mencapai konidis abstinensia (bebas NAPZA), mengurangi frekuensi kambuhan dan rehabilitasi. Pada beberapa

2 pasien/klien NAPZA, abstinensia tidak pernah dicapai dengan mudah, sebagian memperoleh abstinensia setelah mengalami berkali-kali episode terapi atau rehabilitasi dan bahkan mereka yang telah berhasil mencapai abstinensia bertahun-tahun dengan mudahnya jatuh relaps dan akhirnya menggunakan NAPZA kembali secara rutin. Sasaran terapi adiksi NAPZA, antara lain: 1. Abstinensia atau mengurangi penggunaan NAPZA bertahap sampai abstinensia total. Hasil yang ideal untuk terapi adiksi NAPZA adalah penghentian total penggunaan NAPZA. Sebagian besar pasien/klien tidak mampu dan tidak memiliki motivasi yang cukup untuk mencapai sasaran ini, khususnya pada awal terapi. Pasien/klien masih dapat dibantu dengan meminimalisasi efek langsung dan tidak langsung dari NAPZA yang digunakan. Konselor yang melakukan intervensi pada kondisi ini mungkin dapat membicarakan mengenai kesulitan yang dialami pasien/klien ketika mengurangi NAPZA yang digunakan atau mengalihkan dengan menggunakan jenis NAPZA lain ( alih profesi ) atau berkurangnya risiko perilaku yang berbahaya (misalnya tidak kriminal). Perjanjian pada awal terapi sangat penting dilakukan, terutama dalam komitmen terapi jangka panjang. Komitmen tersebut membantu menurunkan angka morbiditas dan penggunaan NAPZA. Dokter/psikiater sering menghadapi pasien-pasien yang hanya ingin mengurangi penggunaan NAPZA hanya sampai tingkat penggunaan NAPZA terkendali. Misalnya, pada penggunaan alkohol, seorang pasien/klien meminta pertolongan kepada dokter/psikiater agar mampu mencapai tingkat yang stabil pada peminum yang terkendali. Keadaan tersebut hanya bersifat sementara saja. Umumnya, mayoritas pasien/klien perlu mendapat motivasi yang cukup untuk menerima abstinensia total sebagai sasaran terapi. Pada beberapa pasien, pencapaian abstinensia yang terus menerus (sustained anstinence) adalah sasaran jangka panjang. Karena itu, beberapa klinisi bersama-sama pasien, dengan alasan klinis menetapkan bahwa pengurangan penggunaan zat secara bertahap dan pengurangan frekuensi harmful dari penggunaan zat (tanpa abstinensia total) dapat dipahami sebagai sasaran antara ( intermediate goal ). Pandangan lain berpendapat bahwa sasaran penggunaan zat terkendali dianggap tidak mungkin dapat dicapai. Klinisi menganggap pasien/klien tidak pernah mampu mencapai dan mengerjakannya. Karena itu, mereka menganjurkan agar pasien/klien tidak perlu mencobanya sebab mereka sangat yakin bahwa setiap penggunaan zat sekecil apapun pasti dapat membawa risiko akut/ kronik (misalnya risiko tinggi menimbulkan efek harmful untuk dirinya atau

3 orang lain seperti pada transmisi hepatitis, HIV-AIDS). Klinisi percaya bahwa sasaran abstinensia total adalah prognosis yang terbaik. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa membenarkan penggunaan NAPZA terkendali, tetap saja selalu disertai ketidak mampuan menahan diri, meningkatkan craving terhadap jenis NAPZA lain, melemahnya penilaian umum (baik moral maupun kesehatan) dan meningkatnya relaps. Mereka tetap menganggap bahwa pasien harus abstinensia total dari semua jenis bentuk NAPZA termasuk minuman alkohol. Pasien/klien yang menyetujui dan patuh kepada pencapaian abstinensia total sebagai sasaran, dinasehatkan tentang adanya kemungkinan mengalami kekambuhan dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan rencana terapi termasuk di dalamnya metode deteksi dini dan intervensi pada episode relaps. 2. Mengurangi frekuensi dan keparahan relaps. Pengurangan frekuensi penggunaan NAPZA dan keparahannya merupakan sasaran kritis dari terapi. Fokus utama dari pencegahan relaps adalah membantu pasien/klien mengidentifikasi situasi yang menempatkan dirinya kepada risiko relaps dan mengembangkan respons alternatif asal bukan menggunakan NAPZA. Tergolong dalam situasi berisiko tinggi adalah craving, yaitu suatu fenomena rumit yang terjadi sebagai akibat respon fisiologik menahun terhadap gejala-gejala withdrawal putus zat atau respons yang selama ini dialaminya secara klasik terhadap adanya isyarat-isyarat yang dikaitkan dengan tersedianya NAPZA atau respons unik yang menahun bila mereka mengalami withdrawal. Pada beberapa pasien/klien, situasi sosial atau interpersonal dapat merupakan faktor berisiko terjadinya relaps. 3. Perbaikan dalam fungsi psikologi dan penyesuaian fungsi sosial dalam masyarakat. Gangguan penggunaan NAPZA sering dikaitkan dengan masalah psikologi dan sosial, melepaskan diri dari hubungan antar teman dan keluargal, kegagalan dalam performance di sekolah maupun dalam pekerjaan, masalah finansil dan hukum dan gangguan dalam fungsi kesehatan umum. Sering juga adiksi NAPZA dikaitkan dengan kegagalan pasien/klien dalam mengembangkan keterampilan mengatasi persoalan dalam kelompok usia sebayanya, bahkan secara bertahap terjadi penurunan dari fungsi-fungsi tersebut. Pasien/klien adiksi NAPZA mengalami kesulitan di sekolah dan selalu tampak menonjol di masyarakat. Mereka memerlukan terapi spesifik untuk memperbaiki gangguan hubungannya dengan orang lain tersebut, mengurangi impulsivitas yang terjadi, mengembangkan keterampilan sosial dan vokasional serta mempertahankan status dalam pekerjaannya di samping mempertahankan dirinya semaksimal mungkin agar tetap dalam kondisi bebas zat. Tahapan Terapi

4 Proses terapi adiksi zat umumnya dapat dibagi atas beberapa fase, yaitu: 1. Fase Penilaian (assesment phase), sering disebut dengan fase penilaian awal (initial intake), pada fase ini diperoleh informasi dari pasien/klien tentang gambaran crosssectional dan longitudinal yang dinilai secara kritis dan integratif. Dalam melakukan penilaian terhadap pasien/klien yang dicurigai menggunakan zat, maka perlu dilakukan evaluasi psikiatrik yang komprehensif. Informed consent dapat diperoleh dari pasien. Informasi juga dapat diperoleh dari anggota keluarga, karyawan sekantor, atau orang yang menanggung biaya. Termasuk yang perlu dinilai adalah: - Penilaian yang sistematik terhadap tingkat intoksikasi, keparahan gejala-gejala putus zat, dosis zat terbesar yang digunakan terakhir, lama waktu setelah penggunaan zat terakhir, awitan gejala, frekuensi dan lamanya penggunaan, efek subjektif dari semua jenis-jenis NAPZA lain selain yang menjadi pilihan utama pasien/klien. - Riwayat medik dan psikitri umum yang komprehensif, termasuk status pemeriksaan fisik dan mental lengkap, untuk memastikan ada atau tidaknya gangguan kormobiditas psikiatrik dan medik seperti tanda-tanda dan gejal-gejala intoksikasi atau withdrawal. Pada beberapa kasus diindikasikan juga pemeriksaan psikologik dan neuropsikologik. - Riwayat terapi gangguan penggunaan NAPZA sebelumnya, termasuk karakteristik berikut: setting terapi, kontekstual (voluntary, non-voluntary), modalitas terapi yang digunakan, kepatuhan terhadap program terapi, lamanya (singkat 3 bulanan, intermediate sedang 1 tahun, dan hasil dengan program jangka panjnag berikut dengan jenis NAPZA yang digunakan, level fungsi sosial dan okupasional yang telah dicapai dan variabel hasil terapi lainnya. Harus didiskusikan juga upaya-upaya untuk mengendalikan atau menghentikan penggunaan NAPZA sebelumnya, termasuk juga sikap pasien terhadap terapi-terapi yang telah dilakukan sebelumnya serta pengalamanpengalaman pasien ketika tidak mendapat terapi. - Riwayat penggunaan NAPZA sebelumnya, riwayat keluarga, dan riwayat sosioekonomik lengkap, termasuk informasi tentang kemungkinan adanya gangguan penggunaan NAPZA dan gangguan psikiatri pada keluarga, faktor-faktor dalam keluarga yang mengkontribusi penggunaan NAPZA terus menerus (perilaku enabling), penyesuaian sekolah dan vokasional, hubungan dalam kelompok sebaya, masalah finansil dan hukum, pegaruh lingkungan kehidupan sekarang terhadap kemampuannya untuk mematuhi terapi agar tetap abstinensia di komunitasnya, karakteristik lingkungan pasien/klien ketika menggunakan NAPZA (di mana, dengan siapa, berapa kali/banyak, bagaimana cara penggunaanya: suntik, hisap, sedot, atau dragon).

5 - Penapisan urin dan darah kualitatif dan kuantitatif untuk jenis-jenis NAPZA yang disalahgunakan, pemeriksaan laboratorium lainnya terhadap abnormalitas yang diakitkan dengan penggunaan NAPZA akut atau menahun. Pemeriksaan tersebut kelak digunakan selama terapi untuk pemantauan potensi terjadinya relaps. - Skrining penyakit infeksi dan penyakit lain yang sering ditemukan pada pasien/klien ketergantungan NAPZA (seperti HIV, tuberculosis, hepatitis). Khusus pada beberapa kasus dengan adanya fungsi immunitas yang mengkhawatirkan, yang umumnya berisiko tingi untuk gangguan penggunaan zat, perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih rinci. 2. Fase Terapi Detoksifikasi, sering disebut dengan fase terapi withdrawal atau fase terapi intoksikasi. Fase ini memiliki beragam variasi, antara lain: - Rawat inap dan rawat jalan - Intensive out-patient treatment, terapi residensi, home based detoxification program - Cold Turkey, terapi simptomatik - Rapid detoxification, Ultra Rapid Detoxification - Detoksifikasi dengan menggunakan: a. Kodein dan Ibuprofen b. Klontrex (klonidin dan naltrekson) c. Buprenorfin d. Metadon Bila program terapi selanjutnya adalah terapi substitusi, maka tidak perlu dilakukan terapi detoksifikasi, tetapi terapi withdrawal. Namun bila terapi selanjutnya adalah terapi yang berorientasi abstinensia maka mutlak dilakukan terapi detoksifikasi. Dalam setting One Stop Center, umumnya fasilitas-fasilitas sejenis mutlak harus disediakan dengan jelas. 3. Fase Terapi Lanjutan. Dalam fase ini perlu dikembangkan dan diimplementasikan strategi terapi secara keseluruhan. Tergantung kepada keadaan klinis, strategi terapi harus ditekankan kepada individual s need agar tetap drug free atau menggunakan program terapi substitusi (seperti antagonis-naltrekson, agonis-metadon, partial-agonis buprenorfin). Gangguan penggunaan NAPZA dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan dan fungsi pecandu sehingga seringkali mereka membutuhkan multi-modalitas terapi yang beragam. Beberapa komponen terapi difoukuskan secara langsung kepada penggunaan NAPZA, dan yang lainnya berfokus pada kondisi-kondisi yang turut mengkontribusi terjadinya gangguan penggunaan NAPZA itu sendiri. Tergantung pada filosofi yang mendasarinya, ada beberapa variasi: a. Program Terapi Substitusi, ada Antagonis (naltrekson), Agonis Parsial (buprenorfin) atau dengan Full Agonist (metadon)

6 b. Program Terapi yang berorientasi abstinensia, ada therapeutic community, The 12- step Recovery Program, Narcotic Anonymous, SMART recovery, Faith-based Recovery Program. Umumnya terapi yang baik berjalan antara 24 sampai 36 bulan. Terapi yang lamanya kurang dari jangka waktu tersebut, umumnya memiliki relapse rate yang tinggi. Beberapa ahli menyarankan aftercare program setealah terapi jangka panjang. Bentuk aftercare program adiksi NAPZA juga bervariasi. Terapi Substitusi Terapi substitusi sering juga disebut dengan terapi rumatan ( maintenance ). Karakteristik obat yang ideal untuk terapi rumatan: - Rendah potensi untuk didiversikan - Lamanya aksi cukup panjang - Potensi rendah menggunakan zat lain selama terapi - Toksisitas rendah untuk terjadinya overdose - Fase detoksifikasi harus singkat, sederhana, dan gejala-gejala rebound withdrawal minimal - Memfasilitasi abstinensia terhadap opioid ilegal lain - Pasien menerimanya dengan ikhlas dan baik Tidak ada satu obatpun yang memenuhi persyaratan ideal tersebut. Untuk ketergantungan opioid, beberapa jenis obat yang mendekati kriteria karakteristik tersebut, seperti: - Agonis : metadon - Partial agonis : buprenorpin - Antagonis : naltrekson Terapi rumatan yang tersedia di Indonesia, antara lain: Buprenorfin SL dan Metadon. Metadon hanya masuk melalui akses khusus resmi pemerintah. Methadone Maintenance Treatment Program Sejak tahun 1960 an di Amerika dan Eropa, penggunaan metadon sebagai suatu substitusi opioid yang bersifat agonis dan long acting, merupakan terapi baku untuk pasien ketergantungan opioid. Klinik-klinik metadon berkembang di beberapa tempat dengan variasi program. Di AS terapi metadon disingkat dengan MMTP dan di Indonesia disebut dengan

7 PTRM atau Program Terapi Rumatan Metadon. Hasil cukup baik, bila diselenggarakan dalam program yang terstruktur dan dilaksanakan dengan baik. Metadon efektif secara oral, berpengaruh selama 24 jam, sehingga pasien harus meminumnya dalam program setiap hari. Beberapa kelemahan terapi metadon: harus memerlukan datang ke fasilitas kesehatan sekali sehari, terjadinya overdosis, ketergantungan sampai menaikkan dosis metadon, dan kemungkinan tejadinya peredaran ilegal metadon. LAAM-Levo alpha acetyl methadol, salah satu derivat metadon dengan efek durasi yang cukup panjang (72 jam), potensi abuse dan withdrawal berkurang. Dengan LAAM, pasien tidak perlu datang setiap 24 jam ke klinik metadon. LAAM diberikan secara take home dan kepatuhan pasien mengikuti program menjadi lebih baik. Karena adanya beberapa kasus cardiac arrest, maka LAAM ditarik dari peredaran. Buprenorphin- Partial Agonist Buprenorfin dewasa ini menjadi obat yang paling populer di banyak negara sebagai terapi rumatan bagi pasien pasien ketergantungan opioid. Seperti levacetyl-methadol, buprenorphin juga dapat diberikan 2 sampai 3 kali dalam seminggu karena masa aksinya yang panjang. Karena kemungkinan disalahgunakan, kombinasi formula buprenorfin dan nalokson telah digunakan untuk terapi ketergantungan opioid.buprenorfin mengurangi efek agonis opioid dan mengurangi potensi menekan sentra pernafasan. Gejala-gejala withdrawal lebih mudah dikendalikan. Pada pemberiaan awal dapat menimbulkan precipitated withdrwal. Buprenorphine diberikan secara sublingual. Sampai saat ini, buprenorfin menjadi satusatunya yang paling signifikans untuk adiksi heroin di Indonesia. Naltrekson- Opiate Antagonist Maintenance Treatment Program Farnakoterapi rumatan dapat dilakukan dengan menggunakan naltrekson. Program terapi tersebut dikenal dengan istilah Opamat-ED (Opiate antagonist Maintenance Therapy) yang merupakan komninasi antara farmakoterapi dan konseling kelompok Opamat-ED dimulai ketika setelah pasien berhasil menyelesaikan terapi rapid detox atau 1-2 minggu clean pada terapi detoksifikasi konvensional. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi risiko relaps dan mencegah terjadinya ketergantungan fisik kembali. Ada banyak cara pemberiandosis harian naltrekson, antara lain dengan pemberian naltrekson 50 mg setiap hari atau dosis 100 mg/100 mg/150 mg dalam waktu 3 kali seminggu. Pemeberian naltrekson disarankan sekurang-kurangnya selam satu tahun.

8 Pemberian naltrekson disarankan sekurang-kurangnya selamanya satu tahun. Angka drop out dengan penggunaan naltrekson cukup tinggi khususnya kalau terapi tergantung pada hanya pemberian naltrekson tanpa relapse prevention therapy atau training. Namun program terapi naltrekson sangat bermanfaat untuk pasien yang mempunyai motivasi tinggi, dukungan keluarga yang kuat serta sedang meniti jenjang karir dalam pekerjaan atau legitimate. Umumny pemberian naltrekson digunakan sebagai tool dalam relapse prevention. Angka drop out cukup tinggi. Tujuan Terapi Rumatan Terapi rumatan ketergantungan oipiod bertujuan, antara lain: - Mencegah atau mengurangi terjaidnya craving terhadap opioid ilegal - Mencegah relaps untuk menggunakan kembali opioid - Restrukturisasi kepribadian - Memperbaiki fungsi fisiologi organ yang telah rusak akibat penggunaan opioid Penelitian menunjukan program terapi substitusi sangat bermanfaat untuk menekan angka kriminal, mencegah transmisi HIV/AIDS dan blood borne disease lainnya dan pemulihan life style. Penggunaan farmakoterapi dalam program terapi bertujuan untuk: - Menambah holding power untuk pasien yang berobat jalan sehingga menekan biaya pengobatan - Menciptakan suatu window of oppurtunity sehingga pasien dapat menerima intervensi psikososial selama terapi rumatan dan mengurangi risiko - Mempersiapkan kehidupan yang produktif selama menggunakan terapi rumatan.

REHABILTASI PADA NAPZA

REHABILTASI PADA NAPZA REHABILTASI PADA NAPZA dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, Sp.KJ Suwanda Hendrawan, S.Ked Akhmad Rendy Firmansyah, S.ked RSJ Islam Klender Fase Penilaian Penilaian yang sistimatik terhadap level intoksikasi Riwayat

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika tidak mampu atau kurang termotivasi

Lebih terperinci

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II Latar Belakang Gangguan addiksi merupakan suatu brain disease sehingga memerlukan penanganan yang komprehensif, dan berproses, karena suggest

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 I. INFORMASI WAWANCARA 1. Nomor Urut Responden... 2. Nama Responden...

Lebih terperinci

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Rehabilitasi Medis. Penyalahgunaan Narkotika. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2415/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1501, 2016 KEMENKES. Terapi Buprenorfina. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA

Lebih terperinci

Methadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas

Methadon sejak 1972 disetujui FDA telah terbukti secara klinis mengurangi jumlah orang kecanduan opiat dengan efek samping jangka panjang terbatas Methadone dan Suboxone Methadone pertama kali digunakan dan dipasarkan pada tahun 1939 di di Jerman sebagai obat penghilang rasa sakit yang efektif. Pada awal 1950-an, penggunaan metadon mulai di di Amerika

Lebih terperinci

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi

Oleh : MASYKUR KHAIR. Definisi Oleh : MASYKUR KHAIR Definisi Konsep aspek ketergantungan : perilaku dan fisik. Perilaku : menekankan pada aktivitas mencari zat dan bukti terkait tentang pola penggunaan patologis. Fisik : Efek fisiologis

Lebih terperinci

MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN

MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN DETOKSIFIKASI DETOKSIFIKASI ADALAH BENTUK TERAPI UNTUK MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NARKOTIKA DAN ZAT ADIKTIF. (HAWARI, 2000) DETOKSIFIKASI ADALAH UPAYA

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan dan Program AIDS pada Kelompok Pengguna Napza

Implementasi Kebijakan dan Program AIDS pada Kelompok Pengguna Napza Implementasi Kebijakan dan Program AIDS pada Kelompok Pengguna Napza Disampaikan oleh: Suhendro Sugiharto Persaudaraan Korban Napza Indonesia Forum Nasional IV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Hotel

Lebih terperinci

17. Keputusan Menteri...

17. Keputusan Menteri... Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) 2.1.1 Pengertian PTRM Metadon pertama kali dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1937. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BNN dan Puslitkes UI pada 10 kota besar di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di seluruh dunia, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbidilitas. WHO telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk hak azazi manusia (Declaration

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1103, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Terapi. Rumatan Metadona. Program. Pedoman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA sesuai dengan Surat Edaran

Lebih terperinci

2012, No.1156

2012, No.1156 5 2012, No.1156 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIS BAGI PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia 14 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi ini semakin banyak masalah yang dihadapi oleh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali dengan negara kita. Salah satu

Lebih terperinci

Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona

Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona 616.979 2 Ind p PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 57 TAHUN 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013 DAFTAR ISI PERATURAN MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkenalkan istilah NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) atau yang sering dikenal dengan Narkoba(Narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus penyakit HIV/AIDS masih merupakan masalah di DKI Jakarta, dimana strategi penanggulangan laju peningkatan penyakit ini belum mampu mengatasi problem secara komprehensive.

Lebih terperinci

RELEVANSI ILMU PSIKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM HR. Riza Sarasvita, PhD Kemenkes RI

RELEVANSI ILMU PSIKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM HR. Riza Sarasvita, PhD Kemenkes RI RELEVANSI ILMU PSIKOLOGI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM HR Riza Sarasvita, PhD Kemenkes RI Pendekatan Holistik Biologis Sosial Psikologi Fakta Angka kekambuhan > 80% setelah program perawatan (Fisher & Harrison,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah untuk menampung orang-orang yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah untuk menampung orang-orang yang melanggar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan (LP) merupakan suatu lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lembaga tersebut disediakan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/s TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/s TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/s TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK BURUK PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK BURUK PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK - 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK BURUK PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Mutakhir dan Komprehensif Ketergantungan Napza

Penatalaksanaan Mutakhir dan Komprehensif Ketergantungan Napza TINJAUAN KEPUSTAKAAN Penatalaksanaan Mutakhir dan Komprehensif Ketergantungan Napza Al Bachri Husin Direktur Pengawasan Napza, Badan POM, Jakarta PENDAHULUAN Masalah penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika,

Lebih terperinci

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH Latar Belakang: Kualitas merupakan indikator penting dari keberhasilan sebuah terapi. Program terapi metadon adalah salah satu pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberitaan media massa mengenai narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya) akhir-akhir ini kian marak. Pemberitaan ini cukup mengkhawatirkan beberapa orang tua yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 996/MENKES/SK/VIII/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 996/MENKES/SK/VIII/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 996/MENKES/SK/VIII/2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN REHABILITASI PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI BUPRENORFINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1238, 2015 KEMENKES. Pengguna Napza Suntik. Dampak. Pengurangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terapi rumatan metadon adalah sebuah terapi dimana terdapat substitusi yang mengantikan narkotika jenis heroin yang menggunakan jarum suntik yang berbentuk cair yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada bulan Juni 2009.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada bulan Juni 2009. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penilaian sistem, dalam hal ini peneliti melakukan analisis terhadap interaksi yang terjadi pada input-proses-output yang terjadi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.l. Latar Belakang Penelitian Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas Negara, juga menjadi bahaya global yang mengancam

Lebih terperinci

PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN HIV&AIDS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN BERISIKO HIV&AIDS

PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN HIV&AIDS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN BERISIKO HIV&AIDS Lampiran 1 PENELITIAN TENTANG PENGETAHUAN HIV&AIDS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN BERISIKO HIV&AIDS Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang hubungan pengetahuan HIV&AIDS dengan perilaku

Lebih terperinci

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON 45 GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON DESCRIPTION 0F THERAPY DOSAGES FOR THE PATIENT OF METHADONE TREATMENT PROGRAM IN RSUD GUNUNG JATI CIREBON

Lebih terperinci

wkkh~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 183 TAHUN 2012 TENTANG PEMULIHAN ADIKSI BERBASIS MASYARAKAT

wkkh~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 183 TAHUN 2012 TENTANG PEMULIHAN ADIKSI BERBASIS MASYARAKAT 1}6. [ff~pj>~~~~ wkkh~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 183 TAHUN 2012 TENTANG PEMULIHAN ADIKSI BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwa narkoba di Indonesia sudah merajalela. Kepala Badan Narkotika Nasional, menyatakan Indonesia darurat narkoba sejak tahun 2015 (Rachmawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini, masalah penyalahgunaan narkoba meningkat luas, tidak hanya di kota besar namun juga di kota-kota kecil dan pedesaan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lampiran 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengguna Narkoba Suntik Pengguna narkoba suntik (penasun) atau Injecting Drug User (IDU) adalah individu yang menggunakan obat terlarang atau narkotika dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika

Lebih terperinci

Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet

Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet Tri Rahayu, Syahrizal Syarif Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini juga akan di sajikan konsep-konsep dan teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya adalah : 2.1 Program Program dapat di definisikan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Narkotika dan Psikotropika 1. Narkotika Menurut UU No. 35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai suatu perjalanan

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI 2.2 EPIDEMIOLOGI

2.1 DEFINISI 2.2 EPIDEMIOLOGI 2.1 DEFINISI Diagnosis ganda adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pasien dengan kedua penyakit mental berat (terutama gangguan psikotik) dan bermasalah obat dan / atau penggunaan alkohol.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KATA PENGANTAR

LAMPIRAN 1 KATA PENGANTAR LAMPIRAN 1 KATA PENGANTAR Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti ujian akhir di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung adalah menyusun skripsi. Adapun judul skripsi yang

Lebih terperinci

TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN

TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN 2008 TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN H. WIBOWO JOKO HARJONO, Bc.IP,SH,MM LAPAS NARKOTIKA JAKARTA [10 Juli 2008] Oleh: H. WIBOWO JOKO HARJONO, Bc.IP,SH,MM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. United Nations Drugs Control Programee (UNDPC), saat ini kurang lebih 200 juta

BAB I PENDAHULUAN. United Nations Drugs Control Programee (UNDPC), saat ini kurang lebih 200 juta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, yang lebih dikenal dengan istilah napza atau narkoba, dalam beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PUSKESMAS LAYANAN SATU ATAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara

Lebih terperinci

Relapse Opiat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Tahun

Relapse Opiat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Tahun PENDIDIKAN KESEHATAN ILMU PERILAKU Relapse Opiat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Tahun 2003-2005 Akhmad Muttaqin* Abstrak Penyalahgunaan ulang opiat merupakan penyakit kronik yang berkali-kali

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi NAPZA NAPZA terdiri dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. NAPZA adalah obat, bahan atau zat, bukan makanan, yang jika masuk ke

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI, 2013) Program Terapi Rumatan Metadon atau yang disingkat PTRM adalah rangkaian kegiatan terapi yang

Lebih terperinci

REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA

REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSD MadaniPalu Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako REFLEKSI KASUS GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT MULTIPEL dan PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF

Lebih terperinci

HEPATITIS FUNGSI HATI

HEPATITIS FUNGSI HATI HEPATITIS Hepatitis adalah istilah umum untuk pembengkakan (peradangan) hati (hepa dalam bahasa Yunani berarti hati, dan itis berarti pembengkakan). Banyak hal yang dapat membuat hati Anda bengkak, termasuk:

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program terapi efektif untuk diabetes mellitus membutuhkan latihan komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis, dan regimen farmakologis

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penyalahgunaan Narkoba meliputi pelayanan rehabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg

2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1146, 2015 KEMENKES. Pecandu. Penyalahguna. Korban. Rehabilitasi Medis. Wajib Lapor. Petunjuk Teknis. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab ini akan mengulas tentang permasalahan penyalahgunaan NARKOBA dan upaya-upaya penanggulangannya yang sudah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya melalui Pusat

Lebih terperinci

Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan

Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Catatan Kebijakan # 2 Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Apakah penting penanggulangan HIV di Rutan/Lapas Jumlah tahanan dan warga binaan dewasa di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya serta bidangbidang yang lain telah membawa

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2017 KEMENKUMHAM. Layanan Rehabilitasi Narkotika. Tahanan dan WBP. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pendahuluan. Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pendahuluan. Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ketergantungan seseorang terhadap obat-obatan (NAPZA) khususnya opiat merupakan suatu fenomena yang menarik dibicarakan dewasa ini.ketergantungan zat

Lebih terperinci

TATA CARA PELAYANAN PTRM SERTA PROSEDUR MONITORING DAN EVALUASI

TATA CARA PELAYANAN PTRM SERTA PROSEDUR MONITORING DAN EVALUASI 19 2013, No.1103 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA TATA CARA PELAYANAN PTRM SERTA PROSEDUR MONITORING DAN EVALUASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA (Narkotika dan bahan/obat berbahaya)

Lebih terperinci

Mau sampai kapan saya metadon?: Memperkuat layanan program terapi rumatan metadon

Mau sampai kapan saya metadon?: Memperkuat layanan program terapi rumatan metadon Research Brief Mau sampai kapan saya metadon?: Memperkuat layanan program terapi rumatan metadon ABSTRAK Permasalahan layanan program terapi metadon (PTRM) utama adalah Pembelajaran yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia Posted by Lahargo Kembaren ABSTRAK Skizofrenia merupakan gangguan kronik yang sering menimbulkan relaps. Kejadian relaps yang terjadi pada pasien skizofrenia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer dengan

Lebih terperinci

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Disampaikan di hadapan: Workshop P2 HIV&AIDS di Kabupaten Bantul 30 Mei 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang Lampiran 4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia masih menjadi permasalahan nasional yang tidak kunjung tuntas bahkan semakin memprihatinkan dan mengancam

Lebih terperinci

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi Konseling & VCT Dr. Alix Muljani Budi Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien utk memberikan dukungan mentalemosinal kepada klien mencakup upaya-upaya yang spesifik, terjangkau dan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya. IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau dikenal dengan Narkoba telah ada sejak peradaban Mesir kuno dan penggunaannya ditujukan untuk pengobatan,

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.749 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

Hubungan Self Hypnotherapy pada Persentase Relapse (kekambuhan) Pengguna NAPZA

Hubungan Self Hypnotherapy pada Persentase Relapse (kekambuhan) Pengguna NAPZA Hubungan Self Hypnotherapy pada Persentase Relapse (kekambuhan) Pengguna NAPZA Muhammad John Elang Lanang Sismadi, Muhammad Ardiansyah 2 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY, 2 Bagian Syaraf FKIK UMY Abstrak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIS BAGI PECANDU, PENYALAHGUNA, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG SEDANG DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci