SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA.
|
|
- Sri Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA. Vinni Ardwifa 1, Jumirah 2, Etty Sudaryati 2 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan 2 Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan ABSTRAK Tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max ) dapat diolah menjadi biskuit. Biskuit merupakan makanan yang disenangi semua kalangan usia termasuk balita. Biskuit memiliki bentuk yang menarik dan rasa yang manis.tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit yang disubstitusikan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga perlakuan yaitu penambahan tepung pisang awak masak 40%, tepung kecambah kedelai 40% dan campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai masing masing 20%. Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Riset dan Standarisasi Industri Medan. Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang awak masak 20% dan kecambah kedelai 20%. Daya terima pada anak balita menunjukkan semua balita menyukai ketiga perlakuan biskuit. Hasil analisis Kandungan gizi ketiga perlakuan mengandung karbohidrat sebesar 61,95%, 55,47%, 55,46%, protein sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3%, lemak sebesar 22,4%, 24,3%, 25,9%. Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai sebagai alternatif makanan tambahan untuk balita. Kata kunci: tepung pisang awak masak, kecambah kedelai, biskuit PENDAHULUAN Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya kecerdasan dan gangguan mental. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi di Indonesia meliputi anemia, kekurangan vitamin A, gangguan akibat kekurangan yodium, defisiensi zat besi, dan kekurangan energi protein (KEP).Balita termasuk kelompok rawan kekurangan zat gizi termasuk KEP. Ini
2 terjadi tidak hanya didahulukan dari kelaparan atau kekurangan pangan tetapi dapat terjadi dari aspek makanan yang kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi kurang gizi di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi 19,6% pada tahun Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Utara menempati urutan ke 16 dari 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Peningkatan masalah gizi tersebut kemungkinan disebabkan oleh asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita baik zat gizi makro dan mikro. Semakin meningkat usia balita maka semakin meningkat pula kebutuhan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Salah satu upaya untuk memperbaiki asupan zat gizi pada balita melalui pemberian makanan.biskuit merupakan makanan yang disenangi balita karenamemiliki variasi bentuk yang menarik dan rasa yang manis. Jajanan sehat seperti biskuit dengan penambahan beberapa jenis bahan makanan yang mengandung zat gizi yang tinggi sangat tepat dijadikan sebagai tambahan makanan. Pertimbangannya balita telah dikategorikan mampu mengkonsumsi makanan padat yang memiliki tekstur renyah dan memiliki varian rasa. Disamping itu sistem pencernaan yang telah mampu mencerna makanan padat dan gigi yang mulai tumbuh, membantu proses peralihan makanan dari hanya mengkonsumsi ASI saja menjadi mengkonsumsi makanan padat. Hasil penelitian tentang modifikasi biskuit dengan penambahan berbagai jenis makanan bergizi antara lain telah dilakukan oleh Febrina (2012), yang menambahkan tepung wortel dalam pembuatan biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terbukti menambah kadar vitamin A. Selain itu pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan oleh Ramadhani (2013) menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit dengan perbandingan 15%, 20%, 25% yaitu 201,0 mg 237,9 mg, 313,6 mg. Penelitian Mervina (2009) tentang formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang.dengan memberikan kontribusi protein 25.12% dan 39.20% dari AKG, produk biskuit dapat dikatakan biskuit tinggi protein karena memberikan kontribusi yang cukup terhadap pemenuhan zat gizi, terutama protein dan energi. Tujuan penambahan isolat protein kedelai selain sebagai penambah kandungan protein juga untuk memperbaiki tekstur biskuit. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit umumnya adalah tepung terigu. Biskuit yang berbahan dasar tepung terigu hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan sedikit mengandung zat gizi mikro seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Banyak biskuit yang beredar dipasaran mengandung terlalu banyak gula. Baik didalam adonan maupun sebagai pelengkap misalnya selai atau salut coklat. Selain itu sedikit biskuit yang mengandung karbohidrat kompleks seperti tepung gandum. Salah satu alternatif pembuatan biskuit adalah dengan penambahan
3 pisang awak masak dan kecambah kedelai yang telah dibuat menjadi tepung. Pisang awak sering dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan bayi, keripik, makanan tradisional seperti godok-godok, pisang sale. Hasil penelitian Puspita (2011) terdapat 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara diberikan pisang awak dengan cara dilumatkan, dikerok dan terkadang dicampur bersama nasi. Pisang Awak yang telah dibuat menjadi tepung dapat dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan biskuit. Untuk menambah zat gizi dapat ditambahkan tepung kecambah kedelai pada proses pembuatannya. Proses bahan makanan yang dijadikan tepung dapat menambah masa ketahanan bahan makanan tersebut. Sehingga jangka waktu penyimpanannya dapat lebih lama daripada sebelum dijadikan tepung. Kedelai dalam bentuk kering yang dikecambah mengalami peningkatan protein dan dapat melipatgandakan jumlah vitamin A sebanyak 300% dan vitamin C hingga % (Cahyadi,2007) sedangkan menurut hasil penelitian pengembangan formula MP-ASI tepung pisang awak dengan kecambah kedelai yang dilakukan oleh Jumirah & Fitri (2013) ternyata mampu meningkatkan kandungan zat gizi terutama serat (7,5%), karbohidrat (54,43%), energi (400,27 kkal), lemak (10%), dan protein (17,85%). Selain itu campuran tepung pisang awak dan kecambah kedelaimengandung sejumlah zat prebiotik yaitu Inulin sebesar 3,53%, Frukto Oligo Sakarida (FOS) sebesar 2,72 dan Galakto Oligo Sakarida (GOS) sebesar 0,36. Sejalan dengan fenomena diatas penulis tertarik membuat biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai. Hal ini didasarkan pada kandungan gizi dari tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai yang hanya dari zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro. Selain itu jenis bahan makanan ini belum banyak dimanfaatkan menjadi biskuit, khususnya terkait perbaikan gizi pada anak balita. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu tepung pisang awak masakdan tepung kecambah kedelaidengan 3 perlakuan.dengan perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang awak 60% : 40%, tepung terigu dengan kecambah kedelai sebesar 60%:40%, dan tepung terigu dengan tepung pisang awak dan kecambah kedelai 60%:20%:20%. Pembuatan biskuit dilakukan di Laboratoriun FKM USU. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Pelaksanaan uji daya terima dilakukan di posyandu Namogajah kecamatan Medan tuntungan.penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni Data yang dikumpulkan, diolah secaramanual. Hasil nilai rata-rata dianalisisuntuk mengetahui apakah databerdistribusi normal atau tidak denganmenggunakan Uji Kesamaan Varians(Uji Bartlet). Apabila data berdistribusinormal maka dilanjutkan denganmenggunakan Analisa Sidik Ragam.Apabila data tidak berdistribusi normalmaka dilanjutkan dengan Uji Kruskal Wallis. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari ketiga perlakuan yang berbeda terhadap biskuit maka
4 dihasilkan biskuit yang berbeda. Biskuit tepung pisang awak A1 berwarna coklat, aroma biskuit pisang, rasa khas pisang, dan memiliki tekstur sedikit keras. Biskuit kecambah kedelai A2 berwarna putih kekuningan, beraroma biskuit kedelai, rasa khas kedelai, dan tekstur renyah. Biskuit dengan campuran tepung pisang awak dan kecambah kedelai berwarna kuning kecoklatan, beraroma pisang dan sedikit kedelai, rasa khas pisang dan sedikit kedelai gurih, dan memiliki tekstur renyah. Analisis Organoleptik Warna Biskuit Hasil analisis organoleptik warna biskuit dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini Tabel 1. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Kriteria A1 A2 A3 Warna Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka Kurang suka Tidak suka Total % 76,6 90,0 88,9 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi 81 (90,0%). Berdasarkan uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah seragam (homogen) yaitu b h (0,940) > b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Sidik Ragam. Tabel 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna Sumber perlakuan Galat Total keragaman Db JK 2,96 29,27 32,23 KT 1,48 0,34 F hitung 4,39 F tabel (α=0,05) 3,15 Keterangan Ada perbedaan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung (4,39) > F tabel (3,15). Hal ini berarti bahwa ada perbedaan warna pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Maka dapat dilanjutkan uji ganda duncan. Tabel 3. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Warna Perlakuan A1 A3 A2 Rata-rata 2,3 2,67 2,7 A2 A3 = 2,7 2,67 = 0,03 < 0,31 A2 A1 = 2,7 2,3 = 0,4 > 0,32 A3 A1 = 2,67 2,3 = 0,37 > 0,31 Jadi A2 = A3 Jadi A2 A1 Jadi A3 A1 Berdasarkan Uji Duncan seperti pada tabel 3, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit A3 sama dengan A2, namun biskuit A1 berbeda dengan kedua biskuit lainnya. Hal ini berarti bahwa warna biskuit A2 dan A3 lebih disukai daripada warna biskuit A1 karena biskuit A1 mempunyai penilaian yang paling rendah (2,3) dimana semakin rendah tingkat penilaian maka biskuit akan kurang disukai. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Hasil analisis organoleptik aroma biskuit dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini Tabel 4. Hasil Analisis Organoleptik AromaBiskuit Kriteria A1 A2 A3 Warna Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka Kurang suka Tidak suka Total % 95,6 85,6 96,7 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan
5 A 3 memiliki skor tertinggi yaitu 87 (96,7%). Dari uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah tidak seragam (tidak homogen) yaitu b h (0,649)< b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Kruskal Wallis. Tabel 5. Hasil Analisis Kruskal Wallis terhadap AromaBiskuit Aroma N Mean Rank p-value Perlakuan A1 3 45,50 A ,36 0,939 A ,91 Total 90 Berdasarkan hasil analisis Kruskal Wallis pada Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa nilai p-value = 0,939 >α=0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan aroma pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Hasil analisis organoleptik rasa biskuit dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini Tabel 6.Hasil Analisis Organoleptik AromaBiskuit Kriteria A1 A2 A3 Rasa Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka Kurang suka Tidak suka Total % 92,3 84,5 94,5 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A 3 memiliki skor tertinggi 85(94,5%). Dari uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah seragam (homogen) yaitu b h (0,972)> b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Sidik Ragam. Tabel 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa Sumber keragaman perlakuan Galat Total Db JK 1,49 21,00 22,49 KT 0,74 0,24 F hitung 3,08 F tabel (α=0,05) 3,15 Keterangan Tidak ada perbedaan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung (3,08) < F tabel (3,15). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rasa pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Hasil analisis organoleptik tekstur biskuit dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini Tabel 8. Hasil Analisis Organoleptik teksturbiskuit Kriteria A1 A2 A3 warna Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka Kurang suka Tidak suka Total % 91,1 88,9 90,0 Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A 1 memiliki skor tertinggi 82 (91,1%). Dari uji Barlett maka dapat diketahui bahwa varians data populasi dimana sampel ditarik adalah seragam (homogen) yaitu b h (0,99)> b c (0,93)sehingga dapat dilanjutkan ke Analisis Sidik Ragam.
6 Tabel 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur Sumber Perlakuan Galat Total Keragaman Db JK 0,07 22,83 22,90 KT 0,03 0,26 F hitung 0,127 F tabel (α=0,05) 3,15 Keterangan Tidak ada perbedaan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung (0,127) < F tabel (3,15). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan tekstur pada setiap biskuit yang dihasilkan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3. Analisis Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu dan Air pada Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai Hasil analisis kandungan karbohidrat, protein, lemak, abu dan air pada biskuit dengan tiga perlakuan dapat dilihat pada tabel 10 Tabel 10. Kandungan Zat Gizi dalam 100 grambiskuit Zat Gizi A1 A2 A3 Karbohidrat 61,95 55,47 55,46 (gr) Protein (gr) 7,69 13,7 10,3 Lemak (gr) 22,4 24,3 25,9 Kadar Air (gr) 6,69 4,88 6,76 Kadar Abu (gr) 1,27 1,65 1,58 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat hasil dari kandungan gizi biskuit menunjukkan kandungan karbohidrat paling tinggi terdapat pada A1 yaitu biskuit dengan substitusi tepung pisang awak sebesar 61,95%. Kandungan protein paling tinggi terdapat pada A2 yaitu biskuit dengan substitusi kecambah kedelai yaitu sebesar 13,7%. Sedangkan pada A3 terdapat kandungan lemak paling tinggi yaitu 25,9%. Biskuit dengan subtitusi tepung pisang awak masak memberi kontribusi karbohidrat sebesar 61,95%, biskuit dengan penambahan tepung kecambah kedelai 55,47% dan biskuit dengan campuran tepung pisang dan kecambah kedelai mengandung 55,46% karbohidrat. Menurut syarat mutu biskuit SNI kandungan karbohidrat mencapai 70% sedangkan biskuit substitusi tepung pisang awak masak dengan kecambah kedelai dengan tiga perlakuan belum mencapai 70%. Kandungan protein yang terdapat pada biskuit masing masing sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3% ini menunjukkan sudah memenuhi syarat mutu biskuit menurut SNI dengan minimum kadar protein sebesar 6%. Biskuit dengan penambahan tepung kecambah kedelai menyumbang protein paling banyak dari ketiga perlakuan pada biskuit. Kandungan Protein yang tinggi dalam suatu makanan berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun yang dapat berperan dalam proses pertumbuhan dan pembentukan jaringan pada masa pertumbuhan khusus nya pada balita. Kandungan lemak pada biskuit yaitu sebesar 22,4% pada perlakuan pertama, 24,3%, dan 25,9% untuk perlakuan kedua dan ketiga, sudah memenuhi syarat yaitu minimum kandungan lemak 9,5% dalam 100 gram biskuit. Lemak merupakan zat gizi penghasil energi yang paling tinggi konsentrasinya. Energi yang diperoleh dari lemak menghemat protein agar digunakan untuk sintesis jaringan. Untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan neurologis makanan balita mengandung asam lemak esensial berupa asam linoleat dan asam linolenat. (Almatsier, 2011). Kandungan air pada biskuit yaitu masing masing sebesar 6,69%,
7 4,88% dan 6,76%, hanya perlakuan kedua yaitu biskuit dengan penambahan tepung kecambah kedelai yang memenuhi syarat yaitu maksimal kandungan air 5%. Dengan kandungan air yang banyak pada biskuit menurunkan daya tahan biskuit untuk jangka waktu simpan yang lama. Pada kadar abu maksimum 2% pada biskuit menurut syarat SNI sedangkan biskuit dengan penambahan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai mengandung masing masing 1,27%, 1,65% dan 1,58% sudah memenuhi. Balita dianjurkan mengkonsumsi protein perharinya yaitu sebesar 35 gram perhari menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Bangsa Indonesia. Biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai dapat menyumbang 5,3% - 9,4% protein dari kebutuhan perhari balita. Karbohidrat paling banyak terkandung dalam biskuit dengan penambahan tepung pisang awak masak. Jika balita mengkonsumsi sebanyak 24 gram biskuit diperkirakan dapat menyumbang karbohidrat sebanyak 6,7% dari kebutuhan karbohidrat perhari yaitu 220 gram. Dengan demikian biskuit dapat dijadikan makanan selingan atau cemilan pada balita karena telah diperkaya akan protein. Protein yang lebih banyak didapat dari biskuit kecambah kedelai dan biskuit dengan campuran tepung pisang awak masak sedangkan untuk karbohidrat paling banyak terdapat biskuit dengan penambahan tepung pisang awak masak. KESIMPULAN DAN SARAN Penambahan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai pada biskuit menunjukkan ada perbedaan berdasarkan warna, tidak ada perbedaan berdasarkan indikator aroma, rasa dan tekstur Berdasarkan uji daya terima panelis ibu balita menunjukkan biskuit campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai yang paling disukai, uji daya terima panelis balita menunjukkan biskuit tepung pisang awak masak, kecambah kedelai, campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai disukai balita. Kandungan gizi pada biskuit substitusi tepung pisang awak masak, kecambah kedelai, campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai memberikan kontribusi karbohidrat sebesar 61,95%, 55,47%, 55,46%. Protein sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3%, lemak sebesar 22,4%, 24,3%, 25,9%. Disarankan agar ketiga perlakuan biskuit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif makanan tambahan. Jika ditinjau dari kandungan protein biskuit kecambah kedelai lebih disarankan agar dapat dikonsumsi balita sebagai makanan tambahan untuk pencegahan gizi kurang. DAFTAR PUSTAKA Almatsier Sunita, Susirah Soetardjo, Moesjianti Soekatri Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Ardiani Fitri dan Jumirah Pengembangan formula MP-ASI dari bahan dasar pisang awak (Musa paradisiaca var Awak) dengan kecambah kedelai (Glycin max) dan ikan lele dumbo(claria gariepinus). Cahyadi, W Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta Depkes R.I.,2013.Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia
8 (Riskesdas) 2013, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Febrina, Y Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya Terima Dan Kadar Vitamin A Pada Biskuit. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Mervina, Formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. Skripsi, departemen gizi masyarakat fakultas ekologi manusia, IPB, Bogor. / /12282 PerMenKes R.I. No Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Dibuka pada website pada tanggal 30 mei 2015 Puspita Winda, Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Ramadhani, M Pemanfaatan Tepung Ceker Ayam Pada Pembuatan Biskuit Dan Uji Daya Terima. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Standar Nasional Indonesia (SNI) Syarat Mutu Biskuit. Departemen Perindustrian RI
BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program
Lebih terperinciSUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa paradisiaca var Awak) DAN IKAN LELE DUMBO (Clariasis garipinus) DALAM PEMBUATAN BISKUIT SERTA UJI DAYA TERIMANYA
SUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa paradisiaca var Awak) DAN IKAN LELE DUMBO (Clariasis garipinus) DALAM PEMBUATAN BISKUIT SERTA UJI DAYA TERIMANYA Rini Puspa Sari 1, Jumirah 2, Fitri Ardiani 2 1 Alumni
Lebih terperinciGAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN
GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2014 Titin Herlina 1, Fitri Ardiani 2, Albiner Siagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas (golden
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan
Lebih terperinciSUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA SKRIPSI
SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA SKRIPSI Oleh : VINNI ARDWIFA NIM. 101000268 FAKULTAS KESEHATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,
Lebih terperinciUJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS
UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS Acceptability test and nutrient compositon of rice with the addition of pumpkin and sweet corn Hadiah Kurnia Putri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), legum (polong-polongan) dan umbi-umbian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan sejahtera yang meliput fisik, mental,dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan
Lebih terperinciLampiran 1 FORMULIR UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK) 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel.
Lampiran 1 FORMULIR UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK) Nama panelis : Umur : Jenis kelamin : Tlp/HP : Peminatan : Instruksi 1. Ciciplah sampel satu persatu. 2. Pada kolom kode sampel berikan penilaian anda dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Ketergantungan manusia terhadap pangan yang tinggi tidak diimbangi
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (SNI, 1992). Berdasarkan SNI biskuit dapat dikelompokkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan konsumen pada makanan jajanan di Indonesia telah semakin meningkat dan memegang peranan penting, karena makanan jajanan juga dikonsumsi oleh golongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah (7-9 tahun) merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada anak-anak di Indonesia adalah kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak membuat 250.000-500.000 anak buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok. KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mempunyai laju pertumbuhan fisik yang lambat tetapi konsisten. Kebiasaan yang terbentuk pada usia ini terhadap jenis makanan yang disukai merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buahbuahan merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang
Lebih terperinciUJI DAYA TERIMA ROTI TAWAR DENGAN MODIFIKASI TEPUNG JAGUNG DAN KENTANG DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMENUHAN KECUKUPAN ENERGI PADA ANAK SD
UJI DAYA TERIMA ROTI TAWAR DENGAN MODIFIKASI TEPUNG JAGUNG DAN KENTANG DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMENUHAN KECUKUPAN ENERGI PADA ANAK SD (The acceptability test of white bread modified with corn flour and
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi
53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan
Lebih terperinciPERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN
PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur
TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP berisiko mengalami defisiensi zat gizi
Lebih terperincikabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak
Lebih terperinciSUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA
SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi
Lebih terperinciPEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA
PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA Zuraidah Nasution, Tiarlince Bakkara, Mincu Manalu Abstrak Dalam upaya penanggulangan masalah gizi
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN DIET YANG MENGANDUNG CRACKERS DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG ASIA SEBAGAI SUMBER. Oleh : ESTHER YUNIANTI
PENGARUH PEMBERIAN DIET YANG MENGANDUNG CRACKERS DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG ASIA SEBAGAI SUMBER SERAT MAKANAN TERHADAP KADAR KOLESTEROL DAN BERAT BADAN TIKUS Oleh : ESTHER YUNIANTI A. 301434 JURUSAN GIZI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi dibagi menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah
Lebih terperinciMETODE. Waktu dan Tempat
13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Lebih terperinci3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4
3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciUJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BAKSO YANG BERBAHAN DASAR TEPUNG RUMPUT LAUT. Masyarakat USU, Medan
UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BAKSO YANG BERBAHAN DASAR TEPUNG RUMPUT LAUT Rahmi 1, Etti Sudaryati 2, Fitri Ardiani 2 1 Alumni Mahasiswa Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika
Lebih terperinciPENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA
ii PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah SI Gizi
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air
4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan
Lebih terperinciMAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT
MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2014 Wilayah Indonesia Rawan Bencana Letak geografis Wilayah Indonesia Pertemuan 3 lempengan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciEffect of Substitution Soy Flour and Flour Anchovy towards Protein and Calcium Crackers
Effect of Substitution Soy Flour and Flour Anchovy towards Protein and Calcium Crackers Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai dan Tepung Ikan Teri terhadap Kadar Protein dan Kalsium Crackers Enik Sulistyowati
Lebih terperinciPEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI
PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: FARHANA A420090154 PROGRAM STUDI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pangan telah menjadi aspek yang penting karena berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya, masalah yang berkaitan dengan pangan dapat menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi komoditas perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Jumlah produksi di suatu saat tinggi, di saat lain rendah atau tidak ada sama sekali. Saat produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran strategis sektor pertanian yakni menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan merupakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki asupan protein rendah pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negaranegara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki
Lebih terperinciEVAKUASPENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP CITA RASA COOKIES PISANG OWAK (Musa paradisiaca L)
EVAKUASPENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP CITA RASA COOKIES PISANG OWAK (Musa paradisiaca L) Zulhera 1, Suryati Sufiat. Nurhayati 2 Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Keguruan dan Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Rasanya enak, kandungan gizinya tinggi, mudah didapat, dan harganya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia untuk bertahan hidup. Pangan sebagai sumber gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air)
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE
NASKAH PUBLIKASI KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE Disusun oleh: Florencia Grace Ferdiana NPM : 120801253 UNIVERSITAS ATMA JAYA
Lebih terperinciPEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:
PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim merupakan merupakan salah satu produk olahan susu berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dan dibuat melalui proses pembekuan dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balita adalah penerus masa depan kita, balita juga menentukan masa depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah satu golongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas
Lebih terperinciDAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... ii iii v RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR
Lebih terperinciPEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi
Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi menjadi beras. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak 60-65%. Sementara bekatul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
vii DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh (Khomsan, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan sehat maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mulai bergeser. Bahan pangan yang saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dan hewani Indonesia sangat berlimpah. Salah satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan Patin (Pangansius hypopthalmus).
Lebih terperinciPengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume, Nomor, September 0 Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo Didi Indrawan Bunta, Asri Silvana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU BALITA DENGAN POLA PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU MENUR IV KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH
Lebih terperinciPENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :
PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI Oleh : PRAPTI AKHIRININGSIH NPM : 0533010001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk bahan dasar olahan pangan sangat tinggi. Hal ini terjadi karena semakin beragamnya produk olahan pangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerupuk merupakan suatu jenis makanan kecil yang sudah lama dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan dikonsumsi sebagai
Lebih terperinci