BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Devi Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbentuknya kepribadian yang partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi suatu keharusan khususnya di kalangan pemuda belakangan ini. Harapan terhadap pemuda dalam pembangunan bangsa ini memang cukup besar karena pemuda merupakan tonggak pembangunan. Namun pada kenyataanya masih banyak pemuda yang kurang menyadari peran dan tanggung jawabnya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Rasa acuh tak acuh salah satunya yang belakangan ini terjadi di kalangan pemuda merupakan hal negatif yang dapat membentuk budaya individualisme di masyarakat. Perubahan sosial masyarakat berpotensi meningkatkan permasalahan sosial saat ini yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian lebih. Para pemuda harus didorong agar mampu mengembangkan diri menjadi sumber daya manusia yang unggul sehingga menjalankan tugasnya bagi kemajuan bangsa. Para pemuda wajib menyadari sejumlah permasalahan mendasar yang dihadapi oleh bangsa dan negara. Masalah masalah itu antara lain kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan yang masih ada di sebagian masyarakat kita. Para pemuda hendaknya tidak hanya pandai dalam mengkritisi suatu keadaan tetapi juga harus mampu mencari alternatif yang tepat dalam menanggulangi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Sesuai dengan paradigma pembangunan desentralistik yang berorientasi pada penghargaan otoritas dan potensi daerah beserta pemberdayaan masyarakat lokal, pertisipatif pemuda dalam pembangunan 1
2 2 di masyarakat sangat diperlukan untuk membangun kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik. Partisipatif berasal dari kata partisipasi yang berarti ambil bagian atau ikut berperan serta dalam suatu usaha bersama dengan orang lain untuk kepentingan bersama Sastropoetro (1988: 13) mendefinisikan partisipasi sebagai keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan lahiriahnya. Berdasarkan pengertian tersebut partisipatif dapat terbentuk karena adanya suatu pelaksanaan peranan baik itu hak maupun kewajiban yang secara umum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu berdasarkan cara tertentu. Sedangkan menurut Merdikanto (2003) mendefinisikan partisipatif sebagai berikut: partisipatif merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Lebih lanjut ditegaskan, dalam kehidupan sehari-hari partisipatif merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud disini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipatif akan lebih tepat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang di dalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya partisipasi dapat melalui beberapa pendekatan disiplin keilmuan. Partisipasi masyarakat menurut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah sebagai berikut, proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka.
3 3 Kemauan untuk berpartisipasi adalah kunci bagi tumbuh dan berkembangnya individu yang partisipatif di masyarakat. Individu yang partisipatif adalah pribadi yang memberikan kontribusi positif bagi sistem masyarakat ataupun sistem apapun juga. Menurut Notoatmodjo (2007), di dalam partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana atau finansial saja tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat diiwujudkan di dalam 4 M, yakni, manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, batu dan sebagainya), dan mind (ide atau gagasan). Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain tahun 1980 dalam Ndraha (1990), berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika: 1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat. 2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan 3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat. 4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan. Menurut Sastropoetro (1988), ada lima unsur penting yang menentukan gagal dan berhasilnya partisipasi yaitu: 1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil 2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran 3. Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan. 4. Kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain 5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama. Kita tumbuh dan berkembang pada suatu negara. Sejak itulah sudah banyak norma yang melekat pada diri kita secara tidak tertulis namun nyata. Sehingga kita harus memiliki kesadaran yang tinggi akan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
4 4 Untuk itu dibutuhkan pribadi yang partisipatif di masyarakat. Dimana menjadi individu yang ikut serta dalam memecahkan permasalahan-permasalahan pendidikan misalnya, berarti memecahkan masalah pendidikan membangun perpustakaan desa. masyarakat tersebut. Partisipasi dibidang keikutsertaan anggota masyarakat dalam mereka sendiri diantaranya dengan Dalam kehidupan bermasyarakat, interaksi sosial sudah menjadi suatu keharusan mengingat hakekat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi pribadi yang partisipatif di masyarakat dapat dilakukan diantaranya melalui kegiatan Karang Taruna. Kita mengenal organisasi kepemudaan di masyarakat dengan sebutan Karang Taruna. Karang taruna merupakan pilar partisipasi masyarakat sebagai wadah pembinaan pembangunan dan pengembangan generasi muda di bidang kesejahteraan sosial. Tujuan yang diharapkan tercapai dalam organisasi kepemudaan di masyarakat ialah menjadi wadah partisipasi khususnya di kalangan pemuda sehingga muncul rasa tanggung jawab sosial dan bermanfaat bagi masyarakat. Seperti halnya makna dari terbentuknya organisasi pemuda berdasarakan Peraturan Menteri Sosial No. 83 Tahun 2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna sebagai berikut: Karang Taruna merupakan pilar partisipasi masyarakat sebagai wadah pembinaan pembangunan dan pengembangan generasi muda dibidang kesejahteraan sosial. Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisipan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Desa/Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial.
5 5 Kesadaran akan pentingnya peran organisasi kepemudaan dapat menjadi fondasi dalam membangun semangat gotong royong kehidupan bermasyarakat. Dalam karang taruna pembinaan dan pemberdayaan dilakukan kepada para anggotanya, misalnya dalam bidang keorganisasian, ekonomi, olahraga, advokasi, keagamaan dan kesenian. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemuda dalam organisasi Karang Taruna seperti disebutkan dalam Penjelasan lebih lanjut Peraturan Menteri Sosial No. 83 Tahun 2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna sebagai berikut: 1. Melatih organisasi yang kompak dan sehat, ajang silaturahmi 2. Mengadakan kegiatan kerja bakti kebersihan dan penataan lingkungan setiap minggu pagi 3. Menggalakkan penanaman apotik hidup dan warung hidup disetiap halaman rumah warga 4. Mengadakan jadwal pengajian dan olahraga bersama 5. Mengadakan lomba hal-hal positif 6. Mengadakan sekolah gratis untuk anak prasekolah yang tidak mampu 7. Mendirikan perpustakaan sederhana 8. Setiap tahun diadakan acara wisata Peranan Karang Taruna melalui berbagai kegiatan yang dilakukan jika dilaksanakan dengan baik dan tepat, dapat membantu pemerintah dalam memajukkan dan menata kondisi lingkungan dan mental masyarakat ke arah yang lebih baik dan memacu kita untuk berpikir mengenai apa yang harus kita lakukan selalu memberikan dampak positif ataupun berguna bagi orang lain. Peranan didefinisikan oleh Gross, Masson, dan McEachren sebagai berikut, seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma didalam masyarakat.
6 6 Dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaanya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau sekelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah maupun bathiniah yang diterima dan diikuti banyak orang. Menurut Suparto (1987: 75), mendefinisikan peranan sebagai berikut, peranan adalah aspek dinamis dari suatu kedudukan atau status, yang mana merupakan konsep tentang hal apa saja yang dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat. Kegiatan dalam Karang Taruna jika dilaksanakan melalui pembinaan yang baik dan berkesinambungan akan membawa hasil yang positif diantaranya, melatih sifat individualisme agar tidak tertanam kuat dalam diri, karena kalau hal ini sudah tertanam kuat akan mengakibatkan sifat egois yang tinggi dan selalu mementingkan diri sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Karang Taruna menjadi wadah partisipasi pemuda yang memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada setiap anggotanya sekaligus menanamkan kepribadian yang partisipatif sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan. Bertolak dari pemahaman-pemahaman yang telah dipaparkan di atas, terlihat jelas bahwa Karang Taruna memiliki peran yang sangat penting dalam mewadahi sekaligus memupuk kepribadian individu yang partisipatif dalam kehidupan di masyarakat. Maka dengan demikian peneliti mengambil judul:
7 7 PERANAN KARANG TARUNA DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN YANG PARTISIPATIF DI MASYARAKAT B. Identifikasi Masalah Beradasarkan latar belakang di atas penulis dapat mengidentifikasikan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Peranan Karang Taruna kurang maksimal 2. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan pemuda tentang organisasi Karang Taruna 3. Karang Taruna belum bisa membina masyarakat untuk berpartisipatif C. Perumusan dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peran Karang Taruna Dalam Membina Pribadi yang Partisipatif di Masyarakat? D. Batasan masalah Atas dasar pemikiran tersebut, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang akan dijadikan fokus penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana metode Karang Taruna dalam membina partisipasi pemuda di masyarakat? 2. Apa yang menjadi kendala yang dihadapi Karang Taruna dalam membina pemuda agar memiliki pribadi yang partisipatif di masyarakat? 3. Bagaimana upaya Karang Taruna dalam membina pemuda agar memiliki pribadi yang partisipatif di masyarakat?
8 8 4. Bagaimana partispasi pemuda setelah dibina Karang Taruna dalam kegiatan di masyarakat? E. Tujuan Penelitian Menurut Cesar M. Mercando (1982: 11), tujuan penelitian adalah pernyataan tentang apa yang kita capai. Sehubungan dengan rumusan tersebut maka hal-hal yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan menganalisis tentang peranan Karang Taruna dalam membina pemuda agar memiliki pribadi yang partisipatif di masyarakat. 2. Tujuan Khusus Dari tujuan umum diatas kemudian memunculkan tujuan khusus untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang : 1. Metode Karang Taruna dalam membina partisipasi pemuda di masyarakat. 2. Kendala yang dihadapi Karang Taruna dalam membina pemuda agar memiliki pribadi yang partisipatif di masyarakat. 3. Upaya Karang Taruna dalam membina pemuda agar memiliki pribadi yang partisipatif di masyarakat. 4. Partispasi pemuda setelah dibina Karang Taruna dalam kegiatan di masyarak. F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam tataran teoritis bagi pengembangan keilmuwan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Penulis juga berharap dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan memperkaya fakta-fakta dan teori tentang peranan pelaksanaan organisasi kepemudaan, selain itu
9 9 dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmuilmu yang berkaitan dengan ilmu kewarganegaraan, nilai moral, manajemen sumber daya manusia (MSDM), dll. 2. Secara Praktis a) Bagi Peneliti 1. Penelitian ini dapat menambah dan meningkatkan wawasan serta pengetahuan dan sebagai latihan dalam menerapkan teori-teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan. 2. Penelitian ini dilakukan sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan di Universitas Pasundan Bandung. b) Bagi Mahasiswa Sebagai salah satu sarana penerapan serta pengembangan teori yang telah didapat selama proses perkuliahan. c) Bagi Karang Taruna Desa Soreang 1. Dapat membina para pemuda agar terus aktif dalam berbagai kegiatan di masyarakat. 2. Bermanfaat bagi Karang Taruna dalam menyikapi berbagai tuntutan yang dihadapi. d) Bagi Masyarakat Sebagai pengetahuan tambahan bagi masyarakat agar kedepan mampu menjalankan keorganisasian kepemudaan secara maksimal dan sesuai dengan harapan.
10 10 G. Kerangka Pemikiran Menurut Sugiyono (2011:60) mengemukakan bahwa, Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting. Bahwasanya peran Karang Taruna saat ini adalah menumbuhkan rasa peduli terhadap keadaan dan situasi di lingkungannya. Dimana seharusnya demi kemajuan bangsa yang berperan aktif dalam kegiatan Karang Taruna tersebut. Karang Taruna menjadi wadah partisipasi pemuda yang memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada setiap anggotanya sekaligus menanamkan kepribadian yang partisipatif sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan. Dengan melihat kondisi bangsa hari ini dengan program-program yang berangkat dari bawah dengan rencana membangun dari Desa maka karnag taruna menjdi wadah strategis untuk kemajuan bangsa dan negara secara signifikan, efesien dan masip. Maka dari itu pemuda dengan segala kekuatannya banyak sekali yang bisa dilakukan ketika pemuda faham akan Karang Taruna dan berperan aktif di dalamnya untuk kemajuan masyarakat sekitarnya, nusa bangsa dan agama.nh 1. Asumsi Dalam hal ini peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi yang kuat tentang kedudukan permasalahan yang sedang diteliti. Asumsi yang harus diberikan tersebut, diberi nama asumsi dasar atau anggapan dasar. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam pelaporan hasil penelitian nanti.
11 11 Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad M.Sc.Ed. anggapan dasar atau postulat merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik, dimana setiap penyelidik dapat merumuskan postulat yang berbeda. Untuk membina pribadi yang partisipatif khususnya di kalangan pemuda mampu meberikan bukti nyata atas kemajuan lingkungan sekitarnya. Semakin banyak anggota dalam organisasi kepemudaan dan semakin berkulitas. Maka, akan semakin partisipatif dan peduli akan kesejaheraan lingkunganya. 2. Hipotesis Hal ini dijelaskan oleh Sugiyono (2008:64) yaitu sebagai berikut, Hipotesis penelitan merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan ke dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penulis mengajukan hipotesis penelitian adalah melalui peran karang taruna dalam membina kepribadian yang partisipatif di masyarakat akan membagun lingkungan sekitar secara signifikan yang beraangkat dari subjek masyarakat setempat melalui wadah Karang Taruna, yang secara wawasan dan pengetahuan sudah berpengalaman dan mengetahui situasi dan kondisi di lingkungan tersebut dengan hal itu, tujuan pembangunan kepribadian akan lebih efektif. H. Definisi Opersional Definisi Operasional adalah definisi menunjukan spesifikasi atau ciriciri spesifik (indikator-indikator) yang lebih substantif dari sesuatu konsep. Dengan kata lain definisi operasional adalah batasan yang dibuat berdasarkan karakteristik, ciri-ciri spesifik dari sesuatu konsep yang dikemukakan secara lebih terurai, sehingga lebih jelas menunjukan makna dari konsep tersebut.
12 12 Untuk menghindari perbedaan dalam hal memaknai konsep-konsep pokok dalam penelitian ini, maka peneliti menganggap penting untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut, sebagai berikut: 1. Peranan Peranan adalah aspek dinamis dari suatu kedudukan atau status, yang mana merupakan konsep tentang hal apa saja yang dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat (Suparto, 1987: 75) 2. Karang Taruna Karang Taruna adalah lembaga yang menghimpun segenap potensi anak muda. Di masyarakat Karang Taruna dikenal dengan sebutan Karang Taruna yang mana merupakan pilar partisipasi masyarakat sebagai wadah pembinaan pembangunan dan pengembangan generasi muda dibidang kesejahteraan sosial dan menjadi wadah pengembangan generasi muda nonpartisipan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah. Desa/Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial (Peraturan Menteri Sosial No. 83 Tahun 2005) 3. Membina Membina adalah upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, terarah, terencana dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian yang seimbang, untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri menambah dan meningkatkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri. B. Simanjuntak (1990 :84).
13 13 Membina dalam penelitian ini maksudnya adalah memelihara dan menyebar luaskan tanggung jawab sosial generasi muda dengan melakukan pembinaan dan bimbingan agar memiliki pribadi yang partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 4. Pribadi Pribadi atau kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik. Agus Sujanto dkk (2004) 5. Partisipatif Partisipatif adalah suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Merdikanto (2003). 6. Masyarakat Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama. (Koentjaraningrat 1990: 146).
14 14 I. Struktur Organisasi Skripsi LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PRNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan D. Batasan Masalah E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Penelitian G. Kerangka Pemikiran H. Definisi Operasional I. Struktur Organisasi Skripsi BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1.1 Tinjaun Tentang Organisasi 1.2 Tinjauan Tentang Organisasi Kepemudaan 1.3 Tinjauan Tentang Karang Taruna 1.4 Tinjauan Tentang Kepribadian 1.5 Tinjauan Tentang Partisipasi BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian B. Desain Penelitian
15 15 C. Partisipan dan Tempat Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data E. Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil dan Temuan Penelitian B. Pembahasan Penelitian BAB V SIMPULAN dan SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
16 16
BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbentuknya kepribadian yang partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi suatu keharusan khususnya di kalangan pemuda belakangan ini. Harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Merdikanto (2003) mendefinisikan partisipatif sebagai. berikut:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Terbentuknya kepribadian yang partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi suatu keharusan khususnya dikalangan pemuda belakangan ini. Harapan terhadap
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007
Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai
BAB I A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO
PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO Menimbang : bahwa dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan juga tidak terlepas dari adanya
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan juga tidak terlepas dari adanya partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat desa baik sebagai kesatuan kelompok
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Remaja adalah generasi penerus, dimana sosok remaja diharapkan dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Remaja adalah generasi penerus, dimana sosok remaja diharapkan dapat melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya. Suatu bangsa pastinya memiliki harapan yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN
BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)
Lebih terperinciDISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemuda merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam memajukan suatu bangsa dan juga perubahan bangsa di era globalisasi saat ini. Generasi mudalah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO
PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 94
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2007 SERI D ===============================================================
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2007 SERI D =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN
Lebih terperinciT E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO
PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat adalah sebagai penerus cita-cita bangsa dan bagaimana
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Generasi muda pada umumnya dapat dipandang sebagai salah satu tahap dalam pembentukan kepribadian manusia dalam proses mencari bagaimana bentuk masa muda
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO
PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang
Lebih terperinci2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersinggungan dengan generasi muda yang lainnya atau masyarakat pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda sebagai manusia biasa tentunya tidak dapat hidup tanpa bersinggungan dengan generasi muda yang lainnya atau masyarakat pada umumnya. Hal tersebut
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH
PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA
PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh
11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang
Lebih terperinciHimpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA/KELURAHAN (LPMD/K)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA/KELURAHAN (LPMD/K) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki harapan yang besar agar pada masa yang akan datang para pemuda dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda adalah generasi penerus bangsa, dimana sosok pemuda diharapkan dapat melanjutkan perjuangan dari generasi sebelumnya. Suatu bangsa pastinya memiliki harapan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN POSO
PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERTAURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari suami, istri, anak-anak, juga termasuk kakek dan nenek serta cucu-cucu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga menurut para psikolog adalah sebuah ikatan sosial yang terdiri dari suami, istri, anak-anak, juga termasuk kakek dan nenek serta cucu-cucu dan beberapa kerabat
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN
PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 97
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 12, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya akan Sumber Daya Alamnya (SDA). Karena, kecendrungan negaranegara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan dikenal dengan negara yang kaya akan Sumber Daya Alamnya (SDA). Karena, kecendrungan negaranegara berkembang adalah ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi mempengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari prosesnya, globalisasi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG
PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 25 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA ATAU
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam
Lebih terperinciBUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang:
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pendidikan merupakan aspek penting bagi
Lebih terperinciPEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:
Lebih terperinciAntropologi Psikologi
Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Antropologi Psikologi Manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai makhluk sosial Manusia sebagai makhluk budaya Kehidupan kolektif manusia dan defenisi masyarakat Wenny
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisa menjadi bisa seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Sistem. Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga
Lebih terperinciBAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH
60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciDHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG
DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DIDESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bermasyarkat. Menurut Samani dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan karakter merupakan upaya perwujudan dan amanat Pancasila dari pembukaan UUD 1945. Karakter merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas Sumber
Lebih terperinciTENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT KELURAHAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut diberlakukannya Undang-Undang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa guna melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusiayang berkualitas dan berkarakter.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAJENE
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL
PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL - 1
Lebih terperinciMengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan. Nomor 53. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, - Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak akan pernah hilang selama kehidupan manusia berlangsung. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KAMPUNG DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,
333333333333 SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa perkembangan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN
S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI BARITO KUALA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : Mengingat : a. b. 1. 2. 3. 4. 5. bahwa
Lebih terperinciS A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010
S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik melalui proses pembelajaran dengan tujuan untuk memperoleh berbagai ilmu berupa pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi kemahasiswaan dibagi menjadi dua, yaitu organisasi intra kampus dan ekstra kampus. Organisasi mahasiswa intrakampus adalah organisasi mahasiswa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN
1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Karang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca reformasi tahun 1998, partai politik memiliki kedudukan yang semakin penting dalam sistem politik Indonesia. Dari sisi kaderisasi untuk mengisi jabatan-jabatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena/gejala kian merenggangnya nilai-nilai kebersamaan, karena semakin suburnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa, dan rasa manusia, berupa normanorma, nilai-nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang dipelajari dan dimiliki oleh semua individu
Lebih terperinci