MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN"

Transkripsi

1 MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN

2 Perbankan merupakan sektor usaha yang diatur dengan sangat ketat karena alasan-alasan tertentu. Bagian pertama bab ini membicarakan manajemen risiko yang dirumuskan oleh Komite Basel, yang berujung pada perhitungan modal yang berbasis risiko. Pembicaraan diteruskan dengan membahas peraturan manajemen risiko bank di Indonesia. Bagian kedua membicarakan manajemen risiko di Chase Manhattan Bank. Chase merupakan bank dengan operasi global.

3 RISIKO PERBANKAN Komite Basel merupakan komite yang terdiri dari perwakilan bank sentral dari negara G10 plus dua negara lainnya, yang mempunyai tiga tujuan dalam kaitannya dengan regulasi mengenai perbankan. Ketiga tujuan tersebut adalah: 1. Memperkuat kelayakan dan stabilitas sistem perbankan internasional 2. Menciptakan kerangka yang adil untuk mengukur kecukupan modal bank internasional 3. Mempunyai kerangka yang bisa diterapkan secara konsisten untuk menyamakan level playing field (ketidaksamaan landasan kompetisi) antar bank internasional. Komite tersebut merumuskan regulasi perbankan, yang pada akhirnya banyak diadopsi oleh regulator perbankan di negara lainnya. Bagian ini membicarakan rumusan aturan yang dikembangkan oleh komite Basel. Komite Basel 1 untuk pengawasan perbankan didirikan pada tahun 1974 oleh gubernur bank sentral Negara G10 plus 2 negara lainnya (Spanoly dan Luxemburg).

4 Tabel 1. Negara anggota Komite Basel Belgia Kanada Perancis Jerman Italia Jepang Belanda Swedia Swis Inggris Amerika Serikat Spanyol Luxemburg

5 Salah satu rumusan Basel 1 untuk mencapai tujuannya adalah konsep risk weighted assets (Aset berbobot risiko). Aset berbobot risiko adalah aset bank yang dikalikan dengan bobot risiko (risk weight), yang kemudian dipakai untuk perhitungan modal yang disyaratkan. Semakin tinggi risiko aset bank, semakin tinggi bobot risiko aset tersebut. Komite Basel menggunakan lima kategori kelas aset, yang berarti menggunakan lima kategori bobot risiko, yaitu 0%, 10%, 20%, 50%, dan 100%.

6 Tabel 2. Bobot Risiko Aset Bank Kategori Aset Bobot Risiko (%) Kas Pinjaman kepada pemerintah pusat Negara OECD 0 0 Pinjaman kepada pemerintah local Negara OECD dan sektor public Negara OECD 0-50 Pinjaman antar bank OECD dan bank pembangunan internasional Bank Non-OECD dengan jangka waktu kurang 1 tahun Pinjaman hipotik (mortgage) Pinjaman ke perusahaan dan personal Bank Non-OECD jangka waktu lebih dari 1 tahun Hutang pemerintah non-oecd

7 Sebagai contoh, misal bank memberikan pinjaman kepada bank non-oecd dengan jangka waktu enam bulan, sebesar Rp1 milyar. Aset berbobot risiko untuk pinjaman tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini. Aset berbobot risiko = Rp1 milyar x 20% = Rp200 juta Selanjutnya, Komite Basel merumuskan target rasio modal yang ditetapkan sebesar 8% dari aset berbobot risiko. Target rasio modal bisa dirumuskan sebagai berikut ini. Target rasio Eligible capital Modal 8% = x 100% = Risk weighted assets Dalam contoh di atas, modal yang diperlukan (yang dipegang) jika bank memberikan pinjaman kepada bank non-oecd adalah: Eligible capital = 0,08 x Rp200 juta = Rp16 juta Perhatikan bahwa jika bank mempunyai aset dengan risiko yang tinggi, maka bank tersebut harus memegang modal yang juga lebih besar.

8 Ekuivalen Risiko Kredit Item-item off-balance sheet (diluar neraca tetapi mempunyai konsekuensi sama dengan item on-balance sheet) harus dimasukkan dalam perhitungan modal. Contoh item on-balance sheet: hutang Contoh item off-balance sheet: menjamin (berjanji) akan memberikan hutang Item off-balance sheet dirubah ke on-

9 Tabel 2. Conversion Factor Item Off Balance Sheet Item off-balance sheet Penjaminan Item kontinjensi yang berkaitan dengan transaksi tertentu Perjanjian jual beli dengan recourse (risiko kredit masih di bank) Komitmen lainnya dengan jangka waktu kurang dari satu tahun Komitmen lainnya jangka waktu kurang dari satu tahun, Bisa dibatalkan setiap saat CF (Conversion factor) 100%

10 Kontrak derivative merupakan kontrak kontinjensi (off balance sheet) lainnya, tetapi mendapat perlakukan khusus. Contoh kotrak tersebut adalah forward, futures, opsi, dan swap (lihat bab mengenai derivative). Dalam kontrak derivative, besarnya kewajiban biasanya tidak sebesar nilai nominal kontrak. Sebagai contoh, misal dua bank melakukan swap tingkat bungan dengan nilai nominal Rp1 milyar. Bank A membayarkan tingkat bunga tetap sebesar 10% kepada bank B. Sebaliknya, bank B membayarkan tingkat bunga mengambang ke bank A (misal LIBOR+1%). Jika tingkat bunga LIBOR adalah 11%, maka bank A membayarkan 10%, dan menerima 12%. Dalam hal ini bank A hanya menerima sisa sebesar 2% (12% -10%), kemudian dikalikan dengan nilai nominalnya sebesar Rp1 milyar, yaitu Rp20 juta. Bank A menerima Rp20 juta meskipun nilai kontraknya adalah Rp1 milyar. Ada dua metode perhitungan credit equivalence untuk kontrak derivative, yaitu: Current exposure method Originak exposure method

11 Current Method Credit equivalence (CE) untuk transaksi derivative sebagai berikut ini. CE = nilai pasar saat ini + (notional amount x add on) Tambahan (add on) dilakukan karena risiko kredit dari transaksi derivative bisa berubahubah (tidak konstan). Untuk mengantisipasi perubahan risiko kredit tersebut, maka ada semacam cadangan kompensasi untuk kenaikan risiko kredit.

12 Tabel 3. Add-on Perhitungan Derivatif Sisa jangka waktu Tingkat bunga Kurs dan Emas < 1 tahun >1 dan < 5 tahun > 5 tahun 0% 0,5 1,5 1,0 5,0 1,5 Saham 6,0 8,0 10,0 Logam berharga (kecuali emas) 7,0 7,0 8,0 Komoditas lainnya 10,0 12,0 15,0 Misalkan Bank A melakukan kontrak swap dengan bank OECD senilai Rp1 milyar dengan jangka waktu enam tahun. Sisa kontrak adalah dua tahun (kontrak sudah berjalan selama empat tahun). Bank A berjanji untuk membayar bunga tetap 5%, dan akan menerima tingkat bunga LIBOR (tingkat bunga mengambang, bisa berubah-ubah. Biasanya perubahan diatur setiap enam bulan). Tingkat bunga saat ini mengalami kenaikan sehingga swap tersebut bernilai positif, misal nilai pasar kontrak tersebut adalah Rp150 juta. Berapa modal yang harus dipegang bank tersebut?

13 METODE ORIGINAL EXPOSURE Tabel 4. Credit Equivalence Metode Original Jangka waktu Kontrak tingkat bunga Kontrak Valas dan emas < 1 tahun 1 < jk waktu < 2 tahun Setiap tambahan 1 tahun 0,5% 1,0 1,0 2% 5,0 3,0 Untuk menghitung Credit Equivalence, angka tersebut (dalam tabel di atas), dikalikan dengan nilai nominal untuk perhitungan CE. Dengan metode tersebut, bank tidak perlu untuk menghitung nilai pasar kontrak tersebut.

14 ELIGIBLE CAPITAL Tier 1: Saham biasa yang disetor penuh dan saham preferen non-kumulatif perpetual, dan disclosed reserves Tier 2: Undisclosed reserves, cadangan dari revaluasi aset, provisi umum, cadangan kerugian kredit, instrument hybrid, dan hutang subordinasi Tier 2 tidak boleh melebihi 50% dari total modal.

15 Modal dasar tidak memasukkan: Goodwill Investasi pada perusahaan keuangan dan banking yang tidak dikosolidasi Investasi pada modal bank lain dan perusahaan keuangan (berdasarkan kebijakan pengawas di Negara tersebut) Investasi minoritas di perusahaan/bank yang tidak dikonsolidasi Tier 3 hanya bisa digunakan hanya untuk mendukung portofolio perdagangan.

16 Perbaikan Risiko Pasar (Market Risk Amendment 1996) Metode yang dikembangkan Basel Accord tersebut masih mempunyai kekurangan, terutama sensitivitas terhadap risiko yang dirasa masih kurang. Pada tahun 1996 komite Basel mengeluarkan Market Risk Amendment Amendment tersebut memfokuskan pada risiko pasar. Perbaikan (amendment) tersebut dilakukan setelah komite melakukan investigasi mengenai metodologi internal yang sering digunakan oleh bank-bank besar untuk mengukur risiko perbankan. Metodologi tersebut seringkali berbeda secara signifikan dengan metode aset berbobot risiko yang dikembangkan oleh komite Basel. Investigasi tersebut mengarah pada penerimaan metodologi internal yang dikembangkan oleh bank-bank besar tersebut. Model kuantitatif yang banyak digunakan oleh bank dan akhirnya diadopsi oleh komite Basel adalah VAR (Value At Risk). Bab mengenai pengukuran risiko pasar membicarakan tehnik perhitungan VAR.

17 Basel II Basel I mempunyai kelemahan seperti risiko yang dicakup untuk perhitungan permodalan adalah risiko kredit, yang kemudian diperbaiki dengan memasukkan risiko pasar. Bobot risiko untuk risiko kredit masih kasar dimana untuk pinjaman kepada perusahaan, hanya mempunyai satu tingkat pembobotan, yaitu 100%. Padahal risiko kredit perusahaan bisa berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, perusahaan dengan rating rendah (misal AAA) mempunyai risiko yang rendah. Menggunakan hanya satu tingkat risiko dengan demikian kurang tepat. Pada tahun 1999, komite Basel bekerja sama dengan beberapa bank besar untuk mengembangkan permodalan bank yang baru. Basel II mempunyai kerangka permodalan yang lebih kompleks dibandingkan dengan Basel I. Dari sisi risiko, jika Basel I hanya membicarakan risiko kredit dengan risiko pasar, maka Basel II memasukkan risiko operasional dan lainnya.

18 Kerangka (Tiga Pilar) Basel II Pilar 1: Modal minimum Bank diwajibkan menghitung modal minimum yang harus dipegang untuk menutup risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. Pilar 2: Review Pengawasan Proses review pengawasan ditujukan untuk memformalkan praktek sekarang yang dilakukan banyak regulator, khususnya bank sentral Amerika Serikat dan Inggris. Review pengawasan ditujukan untuk memfokuskan perhatian pada perhitungan modal diatas modal minimum pada pilar 1 dan tindakan awal yang diperlukan jika bank mengalami kesulitan. Pilar 2 juga memasukkan review risiko spesifik yaitu risiko tingkat bunga yang dihadapi perbankan (dituliskan pada paper Juli 2004). Pilar 3: Disclosure Pilar 3 memfokuskan pada disiplin pasar yang didefinisikan sebagai mekanisme corporate governance internal dan eksternal di pasar bebas diluar intervensi lansung dari pemerintah.

19 Basel II untuk pertama kalinya mencantumkan risiko operasional. Dengan demikian Pilar 1 Basel II mencantumkan risiko kredit, pasar, dan operasional. Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian karena proses internal yang tidak memadai atau gagal, sistem dan orang, dan dari kejadian eksternal. Risiko operasional mencakup aspek yang sangat luas. Beberapa contoh sumber risiko operasional adalah: Risiko eksekusi, gangguan bisnis, transaksi Risiko orang, manajemen yang jelek Risiko criminal, pencurian, perampokan, dan lainnya Risiko teknologi, aset fisik Risiko kepatuhan dan risiko legal Risiko informasi Risiko tersebut mencakup aspek yang luas, meskipun ada beberapa risiko yang belum masuk dalam cakupan risiko operasional, seperti risiko bisnis, risiko strategis, dan risiko reputasi.

20 Review Pengawasan Basel II memasukkan review pengawasan sehingga regulator bisa meminta bank tertentu untuk meningkatkan modalnya jika regulator merasa bahwa bank tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi (risiko lainnya atau residual risks). Pilar 2 juga mencakup risiko yang spesifik yaitu risiko perubahan tingkat bunga. Jika suatu bank mempunyai risiko tingkat bunga yang tinggi, maka pengawas bank bisa meminta bank tersebut untuk menambah modalnya. Disamping itu Pilar 2 juga mencakup proses pengawasan sehingga tindakan dini bisa dilakukan jika suatu bank mengalami kesulitan.

21 Manajemen Risiko Perbankan Indonesia Perbankan di Indonesia diawasi oleh Bank Indonesia, yang merupakan bank sentral di Indonesia. Secara umum, Bank Indonesia mempunyai tujuan untuk mempertahankan nilai Rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap: Merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter Menjaga dan mempertahankan sistem pembayaran Mengatur dan mengawasi perbankan Manajemen risiko perbankan diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) 5/8/PBI/2003 yaitu mengenai Pelaksanaan Manajamen Risiko Bank.

22 Bank diharuskan mengelola risiko secara terintegarsi dan membuat sistem, struktur manajemen yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Bank Indonesia mengharuskan bank untuk mengelola empat risiko berikut ini: Pasar: risiko karena harga pasar yang bergerak ke arah yang tidak menguntungkan Kredit: risiko karena counterparty mengalami gagal bayar (tidak bisa memenuhi kewajibannya) Operasional: risiko yang terjadi karena proses internal yang gagal, tidak memadai, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan masalah eksternal yang mempengaruhi operasi bank Likuiditas: risiko yang terjadi karena bank tidak bisa memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo

23 Untuk bank yang lebih besar dan kompleks, bank juga diharuskan untuk mengelola risiko: 1. Risiko legal: risiko yang muncul karena tindakan atau tuntutan hukum 2. Risiko reputasi: risiko yang muncul karena publisitas dan persepsi negatif mengenai operasi bank 3. Risiko strategis: risiko karena pelaksanaan strategi yang kurang baik, pengambilan keputusan yang kurang baik, kurangnya respons terhadap perubahan eksternal 4. Risiko kepatuhan: risiko kegagalan bank patuh terhadap hukum, peraturan, dan perundangan yang berlaku

24 ILUSTRASI MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN : CHASE MANHATTAN Chase Manhattan merupakan bank dengan bisnis global yang mencakup tiga kelompok bisnis besar: Global Services, Consumer Services, dan Global Bank Sebagai bank besar, kegiatan bisnis Chase Manhattan lebih luas dibandingkan dengan kegiatan bisnis perbankan tradisional. Kegiatan bisnis perbankan tradisional memfokuskan pada menarik dana dari masyarakat dan meminjamkan dana tersebut. Bank memperoleh interest income dari bisnis tersebut. Kegiatan bank konvensional semacam itu mendatangkan dua risiko, yaitu risiko kredit (jika kredit yang diberikan macet) dan risiko likudiitas (jika masyarakat menarik dananya di luar perkiraan bank). Chase menjual sebagian besar kredit yang diberikan (hampir 90%). Chase kemudian memperoleh pendapatan dari fee (komisi) untuk memulai (credit initiation) dan melayani (servicing) kredit tersebut. Chase mengurangi risiko kredit, menghemat modal yang dipakai untuk bisnisnya (modal tidak perlu terikat pada kredit yang diberikan). Hampir separuh dari laba Chase berasal dari kegiatan pasar modal dan investasi saham individu (private equity investment) risiko pasar cukup besar.

25 Chase percaya bahwa kunci untuk mengelola risiko adalah diversifikasi dan pengendalian yang kuat. Bagian penting dari proses pengendalian adalah komite manajemen risiko. Chase muluncurkan program SVA sebagai bagian dari manajemen risiko bank tersebut. Chase ingin mengkomunikasikan konsep manajemen risiko yang tidak terlalu kompleks, mudah dipahami oleh semua tingkatan dalam organisasi. SVA pada dasarnya merupakan konsep residual income, yaitu menghitung laba dengan mengurangkan beban untuk modal dari pendapatan operasional. SVA = Pendapatan operasional Beban untuk modal

26 Bagaimana cara kerja SVA? SVA = Pendapatan operasional beban modal Misalkan ada dua orang trader (A dan B) sama-sama menggunakan dana sebesar Rp100 juta. Trader A memperdagangkan surat berharga pemerintah yang risikonya lebih rendah. Trader B memperdagangkan saham yang risikonya lebih tinggi. Karena risikonya lebih rendah, keuntungan yang disyaratkan (beban modal) untuk A adalah 6%, sedangkan untuk B adalah 11% (karena risikonya lebih tinggi). Jika A ingin memperoleh SVA yang positif, maka ia harus memperoleh keuntungan sebesar minimal 6%, sementara bagi B, ia harus memperoleh keuntungan sebesar minimal 11%. Melalui cara seperti itu, risiko akan secara otomatis diperhitungkan dalam evaluasi kinerja trader tersebut.

27 Risiko Pasar Chase Chase menggunakan beberapa ukuran risiko pasar, yaitu Value At Risk (VAR), stress-testing, dan ukuran non-statistik lainnya. Ketiga ukuran tersebut diharapkan memberikan gambaran risiko pasar yang komprehensif yang dihadapi oleh Chase. Chase menggunakan VAR harian dengan confidence level 99%. Chase menghitung VAR dengan metode histories, yaitu dengan menggunakan data satu tahun terbaru untuk indikator pasar seperti tingkat bunga, perubahan kurs, harga pasar saham dan komoditas, dengan asumsi indikator tersebut bisa memprediksi kondisi di masa mendatang. Metode simulasi data histories digunakan dengan menggunakan nilai indikator harian pada saat pasar tutup. Chase menghitung VAR untuk setiap posisi individu, dan agregat berdasarkan tipe bisnis, geografis, valuta asing, dan tipe risiko. Tentu saja Chase juga menyadari bahwa validitas model tersebut tergantung dari kualitas data yang dipakai, karena itu Chase juga melakukan back-testing untuk melihat akurasi model VAR tersebut.

28 Tabel 7. Perhitungan VAR oleh Chase Tingkat bunga Valuta asing Saham Komoditas Investasi Hedge Fund Dikurangi: Diversifikasi portofolio Rata-Rata VAR $20,2 7,0 6,3 3,5 4,1 VAR minimum $10,7 2,3 3,4 1,9 3,1 VAR maksimum $36,5 21,3 10,1 9,0 4,6 VAR 31Des99 $20,0 3,0 7,2 3,4 3,3 VAR 31Des98 $20,1 2,3 4,6 2,6 NA (17,0) NM NM (13,7) (8,9) Total VAR $24,1 $12,3 $41,8 $23,2 $20,7 NM: not meaningful (tidak banyak artinya), karena maksimum dan minimum bisa muncul pada waktu yang berbeda sehingga tidak bisa langsung dipakai untuk menghitung efek diversifikasi NA: not available (tidak tersedia) Sumber: 1999 Chase Manhattan 10-K filing, dikutip dari Barton, etc, 2002.

29 Chase melengkapi VAR dengan analisis stress-test yang cukup rinci. Berikut ini contoh hasil analisis stress-test yang dilakukan oleh Chase. Tabel 8. Perhitungan Stress Test Oleh VAR Rata-Rata VAR VAR minimum VAR maksimum VAR 31Des99 VAR 31Des98 Potensi Kerugian sebelum pajak- melalui Stress Test $(186) $(112) $(302) $(231) $(150) Sumber: 1999 Chase Manhattan 10-K filing, dikutip dari Barton, etc, 2002.

30 Ukuran Risiko Pasar Non-Statistik (Non-Kuantitatif) Indikator risiko pasar non-statistik digunakan untuk melengkapi indikator kuantititaif. Indikator yang digunakan antara lain adalah posisi terbuka bersih (net open position), nilai basis poin, konsentrasi posisi, dan perputaran posisi. Indikator tersebut diharapkan memberikan tambahan informasi mengenai besar dan arah dari eksposur. Sebagai contoh, nilai basis poin portofolio menunjukkan apakah perubahan indikator pasar sebesar satu basis poin (1 bps atau 1/100 dari 100%) akan mengakibatkan kerugian atau keuntungan dan seberapa besar.

31 Manajemen Risiko Pasar Beberapa manajemen risiko pasar yang digunakan oleh Chase adalah penetapan batas VAR dan stress-test yang disetujui oleh Dewan Direksi dan memasukkan ekspsur stress-test dalam metologi perhitungan alokasi modal. Jika batas tersebut terlewati, maka secara otomatis portofolio akan direview. Pengendalian yang pokok dilakukan melalui penetapan batas. Struktur penetapan batas tersebut berlanjut sampai ke level bawah (level trading desk), dan mencakup instrument yang bisa diperdagangkan, pengalaman dari trader, batas non-statistik, dan konsultasi kerugian. VAR dihitung baik pada level agregat maupun unit bisnis. Pembatasan non-statistik diperlukan karena dalam kondisi tertentu, misal krisis keuangan, asumsi statistic tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Batas non-statistik memasukkan faktor-faktor likuiditas pasar, strategi bisnis, kinerja sebelumnya, pengalaman manajer. Batas risiko direview secara regular minimal dua kali dalam satu tahun. Chase juga menggunakan anjuran stop-loss untuk mengendalikan risiko. Dengan demikian, Chase menggunakan indikator statistic (VAR, stress-test), non-statistik, anjuran stop-loss, untuk mengelola risiko pada kondisi pasar normal dan tidak normal

32 Risiko Kredit Chase menggunakan tehnik statistic untuk mengestimasi kerugian yang diharapkan dan kerugian yang tidak diharapkan (di luar perkiraan). Kerugian yang tidak diharapkan merupakan penyimpangan dari kerugian yang diharapkan. Estimasi tersebut menentukan alokasi biaya kredit untuk unitunit bisnis, yang kemudian dimasukkan ke dalam pengukuran SVA unit bisnis. Untuk kredit ritel (consumer), Chase menggunakan model portofolio yang canggih, model scoring kredit, dan alat kuantitatif lainnya untuk menghitung dan menetapkan standar risiko kredit ritel. Parameter ditentukan sejak awal, dan biaya kredit (misal persentase yang macet) merupakan bagian integral untuk penentuan haga dan evaluasi kredit. Portofolio kredit ritel dimonitor untuk mengidentifikasi penyimpangan dari standar yang diharapkan, dan pergeseran pola perilaku nasabah.

33 Untuk kredit komersial, proses manajemen risiko kredit dimulai dengan proses pemilihan nasabah. Pendekatan industri global yang dilakukan Chase membantu pengenalan risiko industri yang muncul, sehingga antisipasi bisa dilakukan lebih awal. Nasabah internasional juga penting diperhatikan. Chase memfokuskan pada perusahaan terbesar, pemimpin dalam sektornya, dengan kebutuhan pendanaan internasional. Manajemen konsentrasi kredit juga penting dilakukan. Chase mengelola konsentrasi kredit berdasarkan tingkat risiko, industri, produk, lokasi geografis.

34 Manajemen Risiko Kredit 1. Mentransfer risiko kredit ke pihak lain melalui penjualan kredit. Chase memberikan kredit sekitar $500 milyar setiap tahunnya, tetapi hanya menahan sekitar 7% dari kredit tersebut. Penjualan semacam itu secara signifikan mengurangi risiko kredit Chase. Chase memperoleh fee dari kegiatan memulai kredit dan pelayanan kredit. Disamping itu modal bisa cepat kembali, yang kemudian diputar lagi. Meskipun penjualan kredit cukup gencar dilakukan oleh Chase, tetapi Chase masih mempertahankan sebagian (kecil) dari kredit tersebut. Chase berargumen bahwa dengan mempertahankan sebagai kredit tersebut, Chase ingin menunjukkan bahwa Chase masih mempunyai komitmen dengan bisnis kredit tersebut. Jika ada kesulitan yang berkaitan dengan kredit, Chase masih bisa membantu dan mempunyai keahlian untuk menangani kredit tersebut. 2. Menggunakan metode SVA untuk mengevaluasi kinerja unit pemberi kredit. Melalui metode SVA, manajer unit kredit akan melihat risiko dari kredit yang akan diberikan sehingga mereka akan berhati-hati dalam mengambil keputusan pemberian kredit.

35 Risiko Operasional Kerugian dari risiko operasional lebih sulit diprediksi dan lebih sulit untuk dikuantifisir. Risiko operasional mencakup hal-hal seperti kejahatan oleh karyawan atau pihak luar, transaksi yang tidak diberi otorisasi, kesalahan pencatatan, kesalahan karena sistem computer atau telekomunikasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Chase sudah melakukan pengendalian yang cukup, tetapi tidak ada jaminan bahwa kerugian akibat risiko operasional tidak terulang di masa mendatang.

36 Risiko operasional akan mempengaruhi perhitungan SVA, tetapi metodologi pengukuran risiko operasional masih relative sederhana. Perhitungan modal berdasarkan risiko operasional dilakukan setiap kuartal. Perhitungan risiko operasional didasarkan pada tiga hal: Biaya operasional (dalam dolar) Skor dari audit internal Ranking evaluasi risiko Manajer unit yang memperoleh skor risiko A (risiko rendah), maka modalnya (berbasis risiko) akan diperhitungkan lebih rendah, sehingga akan meningkatkan SVA manajer tersebut.

37 Disamping audit internal untuk mengevaluasi risiko operasional, Chase juga menggunakan COSO based selfassessment program untuk mengevaluasi risiko operasional. Melalui program tersebut, manajer diminta untuk mengevaluasi risiko operasional di unit bisnis yang dibawahinya, menggunakan kerangka yang dikembangkan oleh COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission). Kuesioner tersebut menjadi salah satu masukan untuk skor dari audit internal dan ranking evaluasi risiko. Bab mengenai risiko operasional menyajikan lebih lengkap evaluasi diri (self-evaluation) yang dilakukan untuk mengevaluasi risiko operasional Chase Manhattan dengan menggunakan kerangka COSO tersebut.

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR

TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN MEMPERHITUNGKAN

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Pasar

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Pasar Pengelolaan Risiko Pasar Manajemen Risiko, Sesi 7 Latar Belakang Risiko Pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

Konsep Dasar Kegiatan Bank

Konsep Dasar Kegiatan Bank REGULASI PERBANKAN Konsep Dasar Kegiatan Bank Bank berfungsi sebagai financial intermediary antara source of fund dan use of fund Use of fund Revenue Loan BANK Cost Deposit Source of fund Bank merupakan

Lebih terperinci

PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM (TIER

PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM (TIER PT. BANK Lampiran 1 ACTION PLANS PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM (TIER - 1) NO SUMBER PEMENUHAN MODAL INTI jutaan Rp 2005 2006 2007 2008 2009 2010 31-Dec 30-Jun 31-Dec 30-Jun 31-Dec 30-Jun 31-Dec 30-Jun 31-Dec

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada tiga penelitian sebelumnya yang sangat bermanfaat bagi penulis sebagai bahan acuan, yaitu dilakukan oleh : 1. Riski Yudi Prasetyo 2012 Penelitian yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/31/PBI/2005 TENTANG TRANSAKSI DERIVATIF GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/31/PBI/2005 TENTANG TRANSAKSI DERIVATIF GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/31/PBI/2005 TENTANG TRANSAKSI DERIVATIF GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung upaya Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN PUBLIKASI BANK UMUM KONVENSIONAL OTORITAS

Lebih terperinci

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 30 SEPTEMBER 2003 & 2002

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 30 SEPTEMBER 2003 & 2002 PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA NO POS - POS AKTIVA 1 Kas 62.396 50.624 2 3 4 5 6 7 Penempatan pada Bank Indonesia a. Giro Bank Indonesia 999.551 989.589 b. Sertifikat Bank Indonesia - 354.232

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk).

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Risiko menjadi bagian dari kehidupan manusia, karena manusia selalu dihadapkan dengan risiko baik risiko itu besar maupun kecil. Menurut Kountur, (2004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN. (dalam jutaan rupiah) (dalam jutaan rupiah) (dalam jutaan rupiah)

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN. (dalam jutaan rupiah) (dalam jutaan rupiah) (dalam jutaan rupiah) PT BANK INDEX SELINDO PT BANK INDEX SELINDO PT BANK INDEX SELINDO LAPORAN POSISI KEUANGAN BULANAN LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN LAPORAN KOMITMEN DAN KONTINJENSI BULANAN January18

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perusahaan memiliki struktur keuangan yang terdiri dari hutang, modal sendiri, dan laba ditahan. Akan tetapi, perusahaan perbankan memiliki struktur pendanaan

Lebih terperinci

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO Introduction Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta

Lebih terperinci

NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 31 MARET 2007 (Dalam Jutaan Rupiah)

NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 31 MARET 2007 (Dalam Jutaan Rupiah) NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 31 MARET 2007 KONSOLIDASI NO. POS-POS 31 Mar. 2007 31 Mar. 2006 31 Mar. 2007 31 Mar. 2006 (Tidak Diaudit) (Tidak Audit) (Tidak Diaudit)

Lebih terperinci

4.3 Kepemilikan silang pada entitas lain yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat 0 0

4.3 Kepemilikan silang pada entitas lain yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat 0 0 Tabel 01.a Pengungkapan Kuantitatif Struktur Permodalan Bank Umum Bank : Bank Sinarmas Tbk KOMPONEN MODAL 30-Jun-17 30-Jun-16 I Modal Inti (Tier 1) 4,184,369 3,819,657 1 Modal Inti Utama/Common Eqiuty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi, turunnya nilai kurs dan indeks harga saham gabungan dari bursa luar

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi, turunnya nilai kurs dan indeks harga saham gabungan dari bursa luar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pasar uang dan pasar modal bergejolak drastis pada tahun 2008-2009 pasca kasus subprime mortgage yang melanda Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh dampak krisis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan

Lebih terperinci

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012 No. NERACA TRIWULANAN Tanggal : 30 Juni 2013 dan 31 Desember 2012 POS POS (dalam jutaan rupiah) Posisi 31 Desember Th. ASET 1. Kas 11.925 11.327 2. Penempatan pada Bank Indonesia 215.761 264.622 3. Penempatan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM. PT BANK BALI Tbk ( Induk Perusahaan ) Per 31 Maret 2002 dan 2001.

PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM. PT BANK BALI Tbk ( Induk Perusahaan ) Per 31 Maret 2002 dan 2001. A. MODAL INTI PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM I. KOMPONEN MODAL 1. Modal Disetor 2. Cadangan Tambahan Modal ( Disclosed Reserves ) a. Agio Saham b. Disagio ( -/- ) c. Modal Sumbangan d.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

9 31 Desember 2009 Unit Kontrol Tabel 1.a Pengungkapan Kuantitatif Struktur Permodalan Bank Umum (dalam Jutaan Rupiah) KOMPONEN MODAL Posisi

Lebih terperinci

NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 30 SEPTEMBER 2007 DAN 2006 (Dalam Jutaan Rupiah)

NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 30 SEPTEMBER 2007 DAN 2006 (Dalam Jutaan Rupiah) NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN KONSOLIDASI NO. POSPOS Per 30 Sept 2007 Per 30 Sept 2006 Per 30 Sept 2007 Per 30 Sept 2006 (Tidak Diaudit) (Tidak Audit) (Tidak Diaudit)

Lebih terperinci

NERACA KONSOLIDASIAN

NERACA KONSOLIDASIAN NERACA KONSOLIDASIAN KONSOLIDASIAN No. POS-POS 31-Des-2009 31-Des-2008 31-Des-2009 31-Des-2008 AKTIVA 1. Kas 747.870 681.321 767.238 683.155 2. Penempatan pada Bank Indonesia a. Giro pada Bank Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI PT. BANK MEGA Tbk. PER 30 JUNI 2010 dan 30 JUNI 2009 NERACA

LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI PT. BANK MEGA Tbk. PER 30 JUNI 2010 dan 30 JUNI 2009 NERACA No. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI POS - POS NERACA 30-Jun-10 30-Jun-09 Aset 1 Kas 677,722 758,248 2 Penempatan pada Bank Indonesia 3,419,512 3,275,170 3 Penempatan pada bank lain 482,595 350,735 4 Tagihan

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berinvestasi adalah kata-kata yang sering kita dengar dari pengusaha maupun individu yang memiliki kelebihan dana, untuk mengembangkan kelebihan dananya tersebut. Dengan

Lebih terperinci

NERACA PER 31 MARET 2005 & 2004 (Dalam Jutaan Rupiah) NO POS - POS

NERACA PER 31 MARET 2005 & 2004 (Dalam Jutaan Rupiah) NO POS - POS NERACA PER 31 MARET 2005 & 2004 NO POS - POS AKTIVA 1 Kas 68.597 55.437 2 Penempatan pada Bank Indonesia a. Giro Bank Indonesia 1.410.533 982.799 b. Sertifikat Bank Indonesia 743.202 800.000 c. Lainnya

Lebih terperinci

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012

NERACA TRIWULANAN Tanggal : 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 No. NERACA TRIWULANAN Tanggal : 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 POS POS (dalam jutaan rupiah) Posisi 31 Desember Th. ASET 1. Kas 10,117 11,327 2. Penempatan pada Bank Indonesia 226,726 264,622 3. Penempatan

Lebih terperinci

N E R A C A Per 31 Maret 2010 Dan 2009 (Dalam Jutaan Rupiah)

N E R A C A Per 31 Maret 2010 Dan 2009 (Dalam Jutaan Rupiah) N E R A C A No. Per 31 Maret 2010 Dan 2009 Pos - Pos A S E T 1. K a s 15,537 15,837 2. Penempatan pada Bank Indonesia 172,038 119,680 3. Penempatan pada bank lain 1,601 2,076 4. Tagihan spot dan derivatif

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Triwulanan 30 September 2009

Laporan Keuangan Triwulanan 30 September 2009 Laporan Keuangan Triwulanan 30 September 2009 Bangkok Bank Public Company Limited Jakarta Branch NERACA BANGKOK BANK PCL Per 30 September 2009 dan 2008 (dlm.jutaan rupiah) No. POS - POS 30 September 2009

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1997/1998 merupakan tahun terberat. Berawal dari krisis nilai tukar yang terjadi

I. PENDAHULUAN. 1997/1998 merupakan tahun terberat. Berawal dari krisis nilai tukar yang terjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama tiga puluh tahun pembangunan perekonomian di Indonesia, tahun 1997/1998 merupakan tahun terberat. Berawal dari krisis nilai tukar yang terjadi sejak semester II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam era persaingan global setiap negara ingin bersaing secara internasional, sehingga dalam hal ini kebijakan yang berbeda diterapkan untuk memfasilitasi investor

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah

Lebih terperinci

BANK METRO EXPRESS LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 31 Maret 2015 dan 2014 #VALUE! #VALUE! #VALUE! #VALUE!

BANK METRO EXPRESS LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 31 Maret 2015 dan 2014 #VALUE! #VALUE! #VALUE! #VALUE! LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 31 Maret 2015 dan 2014 #VALUE! #VALUE! #VALUE! #VALUE! No. Pos-pos Posisi 31 Maret 2015 Posisi 31 Maret 2014 L DPK KL D M Jumlah L DPK KL D

Lebih terperinci

PT Bank Rabobank International Indonesia

PT Bank Rabobank International Indonesia PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Wouter Jacob Kolff - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih

Lebih terperinci

NERACA P.T.BANK MASPION INDONESIA PER 30 JUNI 2011 DAN 2010

NERACA P.T.BANK MASPION INDONESIA PER 30 JUNI 2011 DAN 2010 NERACA P.T.BANK MASPION INDONESIA No. POS-POS 30-Jun-11 30-Jun-10 ASET 1. Kas 64,675 45,693 2. Penempatan pada Bank Indonesia 592,565 215,130 3. Penempatan pada bank lain 31,328 28,543 4. Tagihan spot

Lebih terperinci

PENGURUS BANK PEMILIK BANK

PENGURUS BANK PEMILIK BANK PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Wouter Jacob Kolff - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih

Lebih terperinci

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 31 DESEMBER 2003 & 2002

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 31 DESEMBER 2003 & 2002 PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 31 DESEMBER 2003 & 2002 NO POS - POS AKTIVA 1 Kas 78.536 88.602 2 3 4 5 6 7 Penempatan pada Bank Indonesia a. Giro Bank Indonesia 1.145.346 1.029.529 b. Sertifikat

Lebih terperinci

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto Dewan Direksi

Lebih terperinci

NERACA KONSOLIDASI. Tanggal 30 September 2002 dan ( Dalam jutaan rupiah )

NERACA KONSOLIDASI. Tanggal 30 September 2002 dan ( Dalam jutaan rupiah ) No. AKTIVA POS - POS NERACA KONSOLIDASI Tanggal 30 September 2002 dan 2001 ( Dalam jutaan rupiah ) BANK BII 30-Sep-02 30-Sep-01 30-Sep-02 30-Sep-01 KONSOLIDASI 1. Kas 492.740 496.965 492.784 497.022 2.

Lebih terperinci

KONSOLIDASI POS-POS. Des 2005 Des 2004 Des 2005 Des 2004 AKTIVA 41,215 28,657

KONSOLIDASI POS-POS. Des 2005 Des 2004 Des 2005 Des 2004 AKTIVA 41,215 28,657 NERACA POS-POS KONSOLIDASI Des 2005 Des 2004 Des 2005 Des 2004 1. AKTIVA Kas 41,215 28,657 2. Penempatan pada Bank Indonesia 850,832 615,818 a. Giro Bank Indonesia 732,894 554,179 b. Sertifikat Bank Indonesia

Lebih terperinci

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto Dewan Direksi

Lebih terperinci

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL

Lebih terperinci

N E R A C A Per 30 September 2009 Dan 2008 (Dalam Jutaan Rupiah) Pos - Pos

N E R A C A Per 30 September 2009 Dan 2008 (Dalam Jutaan Rupiah) Pos - Pos N E R A C A A K T I V A 1. K a s 22,951 21,458 2. Penempatan pada Bank Indonesia a. Giro Bank Indonesia 117,863 165,135 b. Sertifikat Bank Indonesia 154,903 89,736 c. Lainnya - - 3. Giro pada bank lain

Lebih terperinci

asuransi, industri asuransi dan fungsi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Modul 5 mengenai manajemen risiko: instrumen derivatif, manajemen

asuransi, industri asuransi dan fungsi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Modul 5 mengenai manajemen risiko: instrumen derivatif, manajemen i M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah Manajemen Risiko (EKMA4262) ini membahas tentang risiko, proses manajemen risiko dan enterprise risk management (ERM), identifikasi, pengukuran risiko dan beberapa tipe

Lebih terperinci

BANK METRO EXPRESS LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 31 Maret 2014 dan 2013

BANK METRO EXPRESS LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 31 Maret 2014 dan 2013 LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 31 Maret 2014 dan 2013 No. Pos-pos Posisi 31 Maret 2014 Posisi 31 Maret 2013 L DPK KL D M Jumlah L DPK KL D M Jumlah I. PIHAK TERKAIT 1. Penempatan

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Robert Jan Van Zadelhoff *) - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Robert Jan Van Zadelhoff *) - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Robert Jan Van Zadelhoff *) - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto Dewan

Lebih terperinci

N E R A C A Per 30 Juni 2010 Dan 2009 (Dalam Jutaan Rupiah) Pos - Pos A S E T 1 K a s 19,237 21,544 2 Penempatan pada Bank Indonesia

N E R A C A Per 30 Juni 2010 Dan 2009 (Dalam Jutaan Rupiah) Pos - Pos A S E T 1 K a s 19,237 21,544 2 Penempatan pada Bank Indonesia N E R A C A No. Pos - Pos 2010 2009 A S E T 1 K a s 19,237 21,544 2 Penempatan pada Bank Indonesia 262,255 113,412 3 Penempatan pada bank lain 1,112 1,307 4 Tagihan spot dan derivatif 5 Surat berharga

Lebih terperinci

NERACA KONSOLIDASI Tanggal 30 Juni 2002 dan 2001 ( Dalam jutaan rupiah )

NERACA KONSOLIDASI Tanggal 30 Juni 2002 dan 2001 ( Dalam jutaan rupiah ) No. AKTIVA POS - POS NERACA KONSOLIDASI Tanggal 30 Juni 2002 dan 2001 ( Dalam jutaan rupiah ) BANK BII KONSOLIDASI 30-Jun-02 30-Jun-01 30-Jun-02 30-Jun-01 1. Kas 481.501 552.300 481.538 552.376 2. Penempatan

Lebih terperinci

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, memiliki kemampuan untuk menyalurkan dana kepada para debiturnya dengan cara mendayagunakan dana dari para tabungan deposannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam membangun perekonomian sebuah negara karena bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

TEHNIK-TEHNIK MANAJEMEN RISIKO

TEHNIK-TEHNIK MANAJEMEN RISIKO TEHNIK-TEHNIK MANAJEMEN RISIKO Pak Joko baru saja membeli mobil BMW baru seri 7 yang berharga Rp1,5 milyar. Dia sangat khawatir jika terjadi sesuatu dengan mobil barunya, seperti kecelakaan yang bisa membutuhkan

Lebih terperinci

PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK

PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK DEWAN KOMISARIS - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Robert Jan Van Zadelhoff - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto Dewan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza

Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza Asset Liabilities Management (ALMA) Muniya Alteza Manajemen Likuiditas Pengertian likuiditas: Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya pada saat ditagih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/13/PBI/2005 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/13/PBI/2005 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/13/PBI/2005 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan sistem

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan Neraca STANDARD CHARTERED BANK WISMA STANDARD CHARTERED,.JL.SUDIRMAN KAV 33 A, Telp.

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan Neraca STANDARD CHARTERED BANK WISMA STANDARD CHARTERED,.JL.SUDIRMAN KAV 33 A, Telp. Neraca (Dalam Jutaan Rupiah) Bank Konsolidasi 03-2006 03-2005 03-2006 03-2005 AKTIVA Kas 39,883 33,731 Penempatan pada Bank Indonesia 1,213,314 1,541,286 a. Giro Bank Indonesia 833,099 543,590 b. Sertifikat

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERMODALAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN DANA BANK

MANAJEMEN PERMODALAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN DANA BANK MANAJEMEN PERMODALAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN DANA BANK PENDAHULUAN Dari perspektif bankir, penggunaan modal yang kurang adalah cara untuk menarik (mengungkit) keuntungan aset, sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto

Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto PT Bank Rabobank International Indonesia PENGURUS BANK Dewan Komisaris - Presiden Komisaris : Humayunbosha - Komisaris : Fergus John Murphy - Komisaris : Shanti Lasminingsih Poesposoetjipto Dewan Direksi

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA No. 7/53/DPbS Jakarta, 22 November 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGISIAN LAPORAN PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR

PEDOMAN PENGISIAN LAPORAN PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR Lampiran 11 269 PEDOMAN PENGISIAN LAPORAN PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT MENGGUNAKAN PENDEKATAN STANDAR A. PETUNJUK UMUM 1. Bank hanya mengisi data dalam sel yang telah disediakan dan tidak diperkenankan

Lebih terperinci

Tabel 1.a. Pengungkapan Kuantitatif Struktur Permodalan Bank Umum (dalam jutaan rupiah) KETERANGAN

Tabel 1.a. Pengungkapan Kuantitatif Struktur Permodalan Bank Umum (dalam jutaan rupiah) KETERANGAN Tabel 1.a. Pengungkapan Kuantitatif Struktur Permodalan Bank Umum KETERANGAN Bank Konsolidasi (1) (2) (3) (4) I KOMPONEN MODAL A Modal Inti 1 Modal disetor 1,663,146 1,663,146 2 Cadangan tambahan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai Financial Intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. perubahan rasio-rasio CAMEL yang bersifat kuantitatif. Secara singkat, rasio

BAB III METODOLOGI. perubahan rasio-rasio CAMEL yang bersifat kuantitatif. Secara singkat, rasio BAB III METODOLOGI 3. Kerangka pikir Yang akan diuji dalam tesis ini adalah perbaikan kesehatan bank dinilai dari perubahan rasio-rasio CAMEL yang bersifat kuantitatif. Secara singkat, rasio keuangan CAMEL

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5811 KEUANGAN. OJK. Bank Umum. Pemberian Remunerasi. Tata Kelola. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 371) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO KECUKUPAN LIKUIDITAS (LIQUIDITY COVERAGE RATIO) TRIWULANAN

LAPORAN PERHITUNGAN KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO KECUKUPAN LIKUIDITAS (LIQUIDITY COVERAGE RATIO) TRIWULANAN LAPORAN PERHITUNGAN Posisi Laporan : Triwulan IV 2016 No. Komponen Nilai (dalam jutaan rupiah) INDIVIDUAL KONSOLIDASIAN 31 Desember 2016 30 September 2016 31 Desember 2016 30 September 2016 Nilai Nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto (2014) Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto melakukan penelitian ini dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai industri yang berkembang pesat dan memiliki kegiatan usaha yang semakin beragam, perbankan dihadapkan dengan risiko yang semakin kompleks terutama karena kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Perubahan Penerapan PSAK No.50 (revisi 2006) pada Bank. yang berkaitan dengan penyajian instrumen keuangan:

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Perubahan Penerapan PSAK No.50 (revisi 2006) pada Bank. yang berkaitan dengan penyajian instrumen keuangan: BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Perubahan Penerapan PSAK No.50 (revisi 2006) pada Bank Tabungan Pensiun Nasional Tbk. IV.1.1. Penyajian Instrumen Keuangan Terdapat beberapa perubahan pada pos instrumen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PEMENUHAN RASIO PENDANAAN STABIL BERSIH (NET STABLE FUNDING RATIO) BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005

Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/4/ DPNP tanggal 8 April 2005 Pengendali Bank Pengendali Akhir > 0% saham PT. A > 0% saham PT. A > 0% saham BANK Diagram di atas merupakan contoh dari Bank yang

Lebih terperinci

PT Bank DBS Indonesia Pengungkapan Permodalan sesuai dengan kerangka Basel III 31 Maret 2016

PT Bank DBS Indonesia Pengungkapan Permodalan sesuai dengan kerangka Basel III 31 Maret 2016 PT Bank DBS Indonesia Pengungkapan Permodalan sesuai dengan kerangka Basel III 31 Maret 2016 Komponen Permodalan Modal Inti Utama (Common Equity Tier I) /CET 1: Instrumen dan Tambahan Modal Disetor 1 Saham

Lebih terperinci

LIABILITAS DAN EKUITAS LIABILITAS

LIABILITAS DAN EKUITAS LIABILITAS Laporan Keuangan Publikasi triwulanan Laporan Posisi Keuangan/Neraca PT BANK SINAR HARAPAN BALI JL MELATI NO 65 DENPASAR BALI 80233 Telp (0361) 227076 FAX (0361) 227783 per March 2014 dan 2013 (Dalam Jutaan

Lebih terperinci

N E R A C A PT. BANK SINAR HARAPAN BALI Tanggal : 31 Maret 2011 dan 2010 ( Dalam Jutaan Rupiah )

N E R A C A PT. BANK SINAR HARAPAN BALI Tanggal : 31 Maret 2011 dan 2010 ( Dalam Jutaan Rupiah ) N E R A C A Tanggal : 31 Maret 2011 dan 2010 ( Dalam Jutaan Rupiah ) NO POS - POS B A N K 31 Maret 2011 31 Maret 2010 A S E T 1 Kas 23.345 18.589 2 Penempatan pada Bank Indonesia 87.831 82.917 3 Penempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan adanya persaingan bebas dan globalisasi. Persaingan bebas dalam dunia bisnis ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya dengan baik. Bank merupakan salah satu industri yang kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan

Lebih terperinci

BANK METRO EXPRESS LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 30 September 2014 dan 2013

BANK METRO EXPRESS LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 30 September 2014 dan 2013 LAPORAN KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA Tanggal 30 September 2014 dan 2013 No. Pos-pos Posisi 30 September 2014 Posisi 30 September 2013 L DPK KL D M Jumlah L DPK KL D M Jumlah I. PIHAK TERKAIT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitan atau relevansi dengan penelitian yang sedang di teliti oleh peneliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitan atau relevansi dengan penelitian yang sedang di teliti oleh peneliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penjelasan dari hasil penelitian terdahulu. Dimana peneliti menganggap bahwa penjelasan dari penelitian terdahulu memiliki keterkaitan

Lebih terperinci

LAPORAN PUBLIKASI ( BULANAN ) NERACA / BALANCE SHEET (Dalam Jutaan Rupiah)

LAPORAN PUBLIKASI ( BULANAN ) NERACA / BALANCE SHEET (Dalam Jutaan Rupiah) NERACA / BALANCE SHEET POSPOS 29 Februari 2016 ASET Kas 9,267 Penempatan pada Bank Indonesia 582,347 Penempatan pada bank lain 1,120 Tagihan spot dan derivatif Surat berharga 415,294 a. Diukur pada nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 31 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Yth. Bank Umum Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

Nama Bank : Bank Mayapada Internasional.Tbk Posisi : Triwulan I 2018

Nama Bank : Bank Mayapada Internasional.Tbk Posisi : Triwulan I 2018 Nama Bank : Bank Mayapada Internasional.Tbk Posisi : Triwulan I 2018 A. PERHITUNGAN NSFR ASF (Available Stable Funding) Komponen ASF (Dalam Jutaan Rupiah) Nilai Tercatat Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Total

Lebih terperinci

BANK ROYAL INDONESIA PERIODE : 31 MEI 2015

BANK ROYAL INDONESIA PERIODE : 31 MEI 2015 No. LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN BANK ROYAL INDONESIA PERIODE : 31 MEI 201 (dalam jutaan rupiah) 31-Mei-1 PENDAPATAN DAN BEBAN OPERASIONAL A. Pendapatan dan Beban Bunga 1.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM - 1 - Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH

MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH MANAJEMEN RESIKO PERBANKAN SYARIAH PENGERTIAN RESIKO GALLATI (2003) mendefinisikan resiko sebagai: A CONDITION IN WHICH THERE EXIST AN EXPOSURE TO ADVERSITY (Suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 15 /PBI/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 15 /PBI/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 15 /PBI/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usahanya, bank menghadapi berbagai risiko antara lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

Lebih terperinci