BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pengertian Maintenance Maintenance adalah semua aktifitas penting yang dilakukan untuk menjaga sistem dan semua komponen didalamnya untuk mampu bekerja dengan baik. Pemeliharaan mesin sangat berpengaruh pada produktifitas mesin sehingga pemeliharaan mesin sebaiknya dilakukan diluar waktu produksi atau pemeliharaan dijadwalkan pada waktu-waktu tertentu. Semakin sering pemeliharaan dilakukan maka akan semakin meningkatkan biaya pemeliharaan. Namun di sisi lain jika pemeliharaan tidak dilakukan akan mengurangi performa kerja mesin. Semakin tinggi level perbaikan pemeliharaan maka akan semakin tinggi biaya oemeliharaan yang ditanggung tetapi biaya kerusakan yang ditanggung semakin kecil. Hal ini akan meningkatkan biaya total meningkat pula. Maka oleh sebab itu perlu dicari pola pemeliharaan kombinasi antara biaya perawatan dan biaya kerusakan pada tingkat biaya total yang paling minimum. Pada posisi biaya kombinasi yang terendah inilah keputusan pemeliharaan dipilih sehingga dapat mengoptimalkan semua sumber daya yang ada. 3 Dalam industri manufaktur, pada saat proses produksi akan dimulai diharapkan mesin/peralatan yang tersedia dalam keadaan yang siap pakai. Tetapi tidak selamanya kondisi mesin dalam keadaan prima dalam melakukan proses produksi yang disebabkan oleh sering terjadinya kerusakan sehingga kemampuan 3 Nachrul, A. dan M.Imron, Sistem Perawatan Terpadu.Yogyakarta: Graha Ilmu, Hal. 2.

2 mesin menurun. Tetapi hal tersebut masih dapat diatasi dengan melakukan perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat. Menurunnya kemampuan mesin menurut The Japan Institute of Plan Maintenance ada dua jenis yaitu : 1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaannya secara benar. 2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat pemburukan/keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan. Kondisi mesin yang siap bekerja secara normal atau memiliki availability tinggi sangat diharapkan oleh perusahaan untuk dapat berproduksi optimal. Oleh karenanya diperlukan sebuah aktifitas menjaga ketersediaan mesin tersebut atau biasa disebut dengan aktifitas pemeliharaan (maintenance). Menurut Corder (1992) menyatakan bahwa pemeliharaan (maintenance) adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima. 4 Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pmeliharaan mesin/peralatan (equipment maintenance) adalah sebagai berikut : 1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang 4 Corder. Anthony.Teknik Manajemen Pemeliharaan: Erlangga, hal. 1.

3 terdapat didalam mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya. 2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi Tujuan Maintenance Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka dalam kegiatannya maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan ini maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu. Secara umum tujuan perawatan yang utama antara lain: 5 1. Agar kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjaga kualitas produksi pada tingkat yang tepat dan mengusahakan agar kegiatan produksi tidak terganggu. 3. Menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan dalam waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan. 4. Mencapai tingkat biaya maintenance serendah mungkin melalui pelaksanaan kegiatan maintenance dengan baik. 5 Ibid

4 5. Menghindari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja selama proses produksi. 6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan pihak-pihak terkait dalam perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu mencapai tingkat keuntungan setinggi mungkin dan total biaya serendah mungkin Jenis-Jenis Maintenance Jenis - jenis maintenance kedalam dua bentuk, yaitu pemeliharaan terencana (planned maintenance) dan pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance). 1. Planned Maintenance (pemeliharaan terencana) Planned maintenance adalah proses pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Antony 1992). Pemeliharaan terencana terdiri dari tiga bentuk pelaksanaan, yaitu : 1. Preventive Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menentukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Preventive maintenance ini sangat efektif digunakan dalam menghadapi fasilitas produksi yang termasuk dalam critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi termasuk

5 dalam critical unit apabila kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja, mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, menyebabkan kemacetan pada seluruh produksi, dan modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau harganya mahal (Assauri, 2004). Secara umum tujuan dari preventive maintenance adalah : a. Meminimumkan downtime serta meningkatkan efektifitas mesin/peralatan dan menjaga agar mesin dapat berfungsi tanpa ada gangguan. b. Meningkatkan efisiensi dan umur ekonomis mesin/peralatan. 2. Corrective Maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian termasuk penyetelan dan reparasi yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima (Corder 1992). Menurut The Japan Institue of Plant Maintenance, corrective maintenance menuntut para operator yang mengoperasikan mesin/peralatan untuk melaksanakan dua hal yang mencakup. a. Mencatat hasil yang diperoleh dari inspeksi harian mencakup semua kerusakan-kerusakan yang timbul secara detail dan terperinci. b. Secara aktif ikut berperan untuk memberikan ide-ide yang membangun bertujuan pencegahan terjadinya kerusakan

6 mesin/peralatan dan mengantisipasi kondisi yang memungkinkan akan mengakibatkan kerusakan mesin/peralatan, 3. Predictive Maintenance adalah pemeliharaan pencegahan yang diarahkan untuk mencegah kegagalan suatu sarana, dan dilaksanakan dengan memeriksa mesin-mesin tersebut pada selang waktu yang teratur dan ditentukan sebelumnya, pelaksanaan tingkat reparasi selanjutnya tergantung pada apa yang ditemukan selama pemeriksaan. (Corder 1992). Bentuk pemeliharaan ini sangat baik dilakukan karena dapat mencegah kerusakan sebelum mesin berhenti beroperasi atau mengalami kerusakan sehingga tidak mengganggu jalannya proses produksi Unplanned Maintenance (pemeliharaan tidak terencana) Pada Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah tindakan maintenance yang tidak akan dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur pakai dari mesin/peralatan,dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan. 6 Blanchard,S.B. Verma and P.L.Elmer,Maintaibility A Key To Effective Serviceability And Maintenance Management, John Wiley & Sons Inc, New York. 1994, pp.15

7 gambar 3.1 Bagan jenis jenis pemeliharaan (maintenance) dapat dilihata pada Pemeliharaan Pemeliharaan terencan Pemeliharaan tak terencana Pemeliharaan pencegahan Pemeliharaan korektif Pemeliharaan darurat Pemeriksaan termasuk pelumasan dan penyetalan Penggantian komponen minor Reparasi minor yang tidak ditemukan waktu pemeriksaan Overhaul terencana Pemeliharaan waktu berjalan Pemeliharaan waktu berhenti Gambar 3.1 Hubungan antara berbagai jenis pemeliharaan Autonomous Maintenance (pemeliharaan mandiri) Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri adalah perawatan mandiri mesin yang dilakukan oleh operator mesin. Bila selama ini operator hanya dilatih untuk mengoperasikan mesin, maka sudah saatnya untuk dilatih lebih lanjut. Operator hendaknya dilatih untuk mampu mendeteksi kejanggalankejanggalan kecil pada mesin dan melakukan perbaikan sendiri. Sasaran autonomus maintenance adalah mengembangkan kemampuan operator agar mampu mendeteksi gejala kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang sesungguhnya. Untuk itu terlebih dahulu operator harus menciptakan tempat

8 kerja yang teratur sehingga setiap penyimpangan mesin dapat terdeteksi dengan cepat. 7 Contoh kegiatan autonomous maintenance terhadap mesin adalah pengecekan harian, pembersihan, pelumasan, pengencangan mur/baut, reparasi sederhana dan pendeteksian penyimpangan. Selama melakukan hal-hal kecil itu operator dapat mendeteksi bila terjadi penyimpangan pada mesin. Untuk dapat melakukan autonomous maintenance, seorang operator terlebih dahulu harus dilatih tentang dasar-dasar kerja mesin. Operator juga harus tahu mengapa harus dilakukan serangkaian pengecekan terhadap mesin dan akibat yang terjadi bila pengecekan di abaikan. Operator juga dilatih untuk mengetahui potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh mesin dan cara pencegahannya. Setelah dilatih hendaknya dibuat kualifikasi untuk menentukan operator-operator yang kompeten untuk menjalankan mesin. Dalam autonomous maintenance peran operator bukan sekedar mengerjakan pekerjaan rutin tetapi juga melakukan improvement. Operator mencari-cari hal-hal kecil yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja mesin atau untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin. Cita-cita tertinggi autonomous maintenance adalah mesin tidak mengalami breakdown tanpa peran orang maintenance. Jadi mesin dirawat secara intensif oleh operator produksi tanpa bantuan orang maintenance sehingga mesin tidak pernah mengalami breakdown sehingga tidak membutuhkan orang maintenance untuk memperbaikinya. 7 Suzuki.T, Total Productive Maintenace In Process Industries, Productivity Press, Portland Oregon.1990,pp.15

9 Idealnya autonomous maintenance harus mendapat dukungan dari pihak manajemen agar dapat berjalan dengan baik. Dengan dukungan manajemen para manajer dapat mulai menerapkan auotomous maintenance dengan leluasa tanpa hambatan birokrasi di unit kerjanya Total Productive Maintenance Definisi Total Productive Maintenance (TPM) Menurut Nakajima (1988) TPM adalah suatu program untuk pengembangan fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi yang melibatkan seluruh SDM-nya. Jika di implementasikan secara penuh, TPM secara dramatis meningkat produktivitas dan kualitas, menurunkan biaya, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur. TPM memerlukan partisipasi penuh dari semuanya, mulai manajemen puncak sampai karyawan lini terdepan. Operator bukan hanya bertugas menjalankan mesin sebelum dan sesudah pemakaian. TPM memungkinkan perusahaan memiliki program pemeliharaan pada peralatan produksi sehingga nantinya proses produksi dapat berjalan dengan seefektif dan seefisien mungkin. 8 Menurut Suzuki (1990) definisi dari Total Productive Maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut : 1. Menciptakan suatu sistem preventive maintenance untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan. 8 Nakajima,S. Introduction to Total Productive Maintenance, Productivity Press, Cambridge.1988,pp.10

10 2. Memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara keseluruhan. 3. Melibatkan seluruh departemen perusahaan. 4. Melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi. 5. Merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan preventive maintenance melalui manajemen motivasi Manfaat TPM TPM diperlukan untuk mengatasi six big losses dalam proses produksi perusahaan manufaktur. TPM berusaha untuk memastikan bahwa peralatan produksi memiliki daya tahan yang optimal. Beberapa hal yang berhubungan dengan TPM untuk mengoptimalkan daya tahan peralatan produksi adalah : a. TPM dilakukan untuk mengembalikan kondisi peralatan produksi pada keadaan yang optimal untuk dipakai dalam proses produksi. b. TPM diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan operator dalam pemeliharaan peralatan peralatan produksi. c. TPM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pemeliharaan. d. TPM diperlukan untuk melatih para karyawan untuk meningkatkan keahlian kerja mereka. e. TPM diperlukan untuk melakukan manajemen pemeliharaan alat dan tindakan pencegahan terhadap kerusakan peralatan produksi. 9 Ibid

11 f. TPM diperlukan untuk pemakaian yang efektif dan teknologi pemeliharaan peralatan produksi Six Big Losses (Enam Kerugian Besar) Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin, akan tetapi banyak faktor yang dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin. Rendahnya produktivitas mesin yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin yang tidak efektif dan efisien terdapat enam faktor yang disebut enam kerugian besar (six big losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik proses mengukur performansi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang telah ditetapkan. Sedangkan efektivitas merupakan karakteristik lain dari proses mengukur derajat pencapaian output dari sistem produksi. Efektivitas diukur dari aktual output rasio terhadap output direncanakan. Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu kapasitas, efisiensi dan efektivitas. 10 Ibid

12 Menggunakan mesin seefesien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin pada six big losses. Adapaun enam kerugian tesebut adalah sebagai berikut : 1. Downtime Losses, terdiri dari: a. Equipment failures (breakdowns) yaitu kerusakan mesin/peralatan yang tiba-tiba atau kerusakan yang tidak diinginkan tentu saja akan menyebabkan kerugian, karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Hal ini akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia dan kerugian material serta produk cacat yang dihasilkan semakin banyak. Adapun rumus untuk menghitung Equipment failures (breakdowns) adalah : Equipment failure loss = b. Setup and Adjustment (kerugian karena pemasangan dan penyetelan) adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan pengganti satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya. Adapun rumus untuk menghitung Setup and Adjustment adalah :

13 Setup and Adjustment loss = x100% 2. Speed Loss (penurunan kecepatan), terdiri dari: a. Idling and Minor Stoppage Losses disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan idle time dari mesin. Kenyataanya, kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak. Ketika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat minor stoppage dalam waktu yang telah ditentukan, dapat dianggap sebagai suatu breakdown. Adapun rumus untuk menghitung Idling and Minor Stoppage Losses adalah : Idling and Minor Stoppages loss = x100% b. Reduced Speed Losses yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal yang terjadi jika kecepatan aktual operasi mesin lebih kecil dari kecepatan optimal atau kecepatan mesin yang dirancang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya kecepatan produksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti: 1. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin yang dugunakan.

14 2. Kecepatan produksi mesin menurun akibat operator tidak mengetahui berapa kecepatan normal mesin yang sesungguhnya. 3. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah pada mesin dan kualitas produk yang dihasilkan jika diproduksi pada kecepatan produksi yang elbih tinggi. Adapun rumus untuk menghitung Reduced Speed Losses adalah : Reduced Speed Loss = x100% 3. Defect Loss, terdiri dari: a. Process Defect yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang. Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, biaya tambahan untuk pengerjaan ulang dan limbah produksi meningkat. Adapun rumus untuk menghitung Process Defect adalah : Rework = x100% b. Reduced Yield Losses (kerugian pada awal waktu produksi hingga mencapai kondisi produksi yang stabil) adalah kerugian waktu dan material yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas produk yang telah diharapkan. Kerugian yang timbul tergantung pada faktor-faktor seperti keadaan

15 operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin atau cetakan ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang dilakukan. Adapun rumus untuk menghitung Reduced Yield Losses adalah : Yield/scrap loss = x100% Secara garis besar keenam kerugian dalam identifikasi tersebut dapat dipetakan dalam beberapa klasifikasi waktu pemesinan antara lain waktu operasi yang bernilai tambah (valuable operating time), waktu operasi bersih (net operating time), waktu operasi (operating time), waktu proses (loading time) yang ditunjukkan pada gambar 3.2 Time 6 major losses Calculation of OEE Downtime losses Equipment failure Set up and adjustment loss Availability = loading time downtime X 100 Loading time Speed losses Idling and minor stoppages Reduced speed Performancy = processed amount x ideal cycle time X 100 Operating time Defect losses Defect in process Reduced yield Quality Rate = processed amount defect amount X 100 Processed amount Gambar 3.2 Perhitungan OEE berdasarkan Six Big Losses

16 3.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) OEE merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan. Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu Availability ratio, performance ratio, Quality ratio. Formula matematis dari OEE dirumuskan sebagai berikut : OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%) Untuk mendapatkan nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih dahulu. 11 Adapun standar world class untuk nilai OEE dari ketiga rasio utama tersebut yaitu: 1. Availability rate 90% atau lebih 2. Performance rate 95% atau lebih 3. Quality rate 99% atau lebih 4. OEE 85% atau lebih Hal yang mempengaruhi pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah 1. Availability Ratio Availability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin/peralatan. Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari operation time, dengan 11 Ibid

17 mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah : Availability = x100% = x100% Loading time adalah waktu yang tersedia perhari atau perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime). Loading Time = Total Available Time Planned Downtime Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non operation time). Dengan kata lain, operation time adalah waktu operasi yang tersedia setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin, penggantian cetakan, pelaksanaan prosedur set up dan adjustment dan lain-lainnya. 2. Performance Ratio Performance ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan mengacu kepada perbandingan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur

18 pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency : 1. Ideal cycle (waktu siklus ideal/waktu standar) 2. Processed amount (jumlah produk yang diproses) 3. Operation time (waktu operasi mesin) Performance efficiency dapat dihitung sebagai berikut : Performance rate = x100% 3. Quality Ratio atau Rate of Quality Product Quality ratio adalah suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Quality ratio merupakan perbandingan nilai jumlah produk yang lebih baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: Quality rate = x100%

19 3.5 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram sebab akibat dikenal juga dengan istilah diagram tulang ikan (fishbone) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo university). Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya peyimpangan kualitas hasil kerja maka, ada lima fator penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu : a. Manusia (man) b. Metode kerja (work method) c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment) d. Bahan baku (raw material) e. Lingkungan kerja (work environment) Langkah-langkah dalam membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut: 1. Menentukan masalah atau akibat yang ingin dianalisa. 2. Membentuk tim untuk menganalisa masalah atau akibat tersebut (dapat dilakukan dengan menggunakan (brainstorming). 3. Menggambarkan kotak akibat dan garis tengah 4. Membedakan kelompok akibat yang potensial dan gabungkan semuanya kedalam kotak yang dihubungkan dengan garis tengah.

20 5. Mengidentifikasi akibat-akibat yang mungkin. Bentuk kategori baru jika diperlukan 6. Memberi peringkat pada akibat-akibat untuk membedakan yang mana yang mempengaruhi masalah. 7. Mengambil langkah correcti MESIN METODE KUALITAS HASIL KERJA MATERIAL LINGKUNGAN KERJA MANUSIA Gambar 3.3 Contoh Diagram Sebab Akibat

21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang berlokasi di Jl. Access Road Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara Sumatra Utara. Penelitian diselenggarakan pada tanggal 21 April sampai dengan 21 Oktober Rancangan Penelitian Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian deskriptif (descriptif research). Tujuan dari deskriptif ini adalah untuk mengetahui tingkat produktivitas dan efektivitas mesin/peralatan dengan mengukur nilai Availability ratio, Performance ratio, dan Quality ratio dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) serta menghitung besarnya masing-masing faktor yang memberikan kontribusi terbesar yang terdapat dalam six big losses dan tindakan perbaikan dalam usaha peningkatan dan efisiensi produksi. 4.3 Objek Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah casting machine no.2 (mesin pencetakan) di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM).

22 4.4 Variabel Penelitian Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari (Sinulingga, 2011): 1. Variabel Dependen Variabel dependen adalah suatu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Adapun variabel dependen pada penelitian ini adalah efektifitas maintenance. 2. Variabel Independen Variabel Independen adalah suatu variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Adapun variabel independen pada penelitian ini yaitu availibility, performance ratio dan quality rate. 4.5 Kerangka Berfikir Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah menurunnya tingkat efektivitas mesin yang sering mengalami kerusakan. Hal ini terkait dengan faktor availability mesin yang menyebabkan waktu set up menjadi lama dan ketersediaan waktu produksi berkurang, faktor performance mesin yang menunjukkan ketidakkonsistenan dalam pengaturan kecepatan mesin dan faktor quality rate mesin yang menghasilkan sebagian produk yang reject. Oleh karena itu dilakukan pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) serta menghitung besarnya masing-masing faktor yang memberikan kontribusi terbesar yang terdapat dalam six big losses dan tindakan perbaikan dalam usaha peningkatan dan efisiensi produksi. Kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1

23 Equipment failures Set up and adjustment loss Availability Idling and minor stoppages Reduced Speed losses Performancy Ratio Efekitvitas mesin (OEE) Rework loss Yield/scrap loss Quality Rate Gambar 4.1 Kerangka Berfikir Penelitian 4.6 Instrumen Penelitian Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis untuk mencatat keterangan yang diperoleh dari perusahaan. 4.7 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut (Sinulingga, 2011): 1. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian. 2. Teknik wawancara, yaitu melakukan wawancara kepada pihak perusahaan. 3. Teknik kepustakaan, yaitu mencatat dan mempelajari data-data yang berasal dari perusahaan serta teori-teori yang berhubungan dengan pemecahan masalah dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan yang diamati.

24 Adapun sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Sekunder Data sekunder berisikan data umum perusahaan yang menyangkut visi, misi, sejarah perusahaan, struktur organisasi dan informasi-informasi lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara informal secara tidak langsung yang digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi secara umum yang berlangsung di perusahaan. Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data untuk digunakan sebagai sumber informasi dalam melaksanakan analisa terhadap masalah. Data yang telah terkumpul digunakan dalam pengolahan data, antara lain : a. Data downtime b. Planned downtime c. Data waktu set-up d. Data produksi casting machine no.2

25 Perumusan Masalah Penetapan Tujuan Studi Pendahuluan 1. Kondisi PT. INALUM 2. Informasi pendukung Studi Literatur 1. Metode pemecahan masalah 2. Teori pendukung Pengumpulan Data Data Sekunder 1. Gambaran umum PT.INALUM - Struktur organisasi - Visi dan misi - Sejarah 2. Data Mesin Pengolahan Data Pengukuran Tingkat Efektifitas dan Efisien dengan menggunakan Metode OEE Analisis Pemecahan Masalah 1. Analisa OEE 2. Analisa OEE six big losses 3. Analisa Diagram Sebab Akibat 4. Usulan Penyelesaian Masalah Kesimpulan dan Saran Gambar 4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian 4.8 Pengolahan Data Data yang dikumpulkan kemudian diolah agar dapat digunakan dalam penelitian. Tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Penentuan Availability Ratio Dalam pengolahannya digunakan rumus : Availability = x 100%

26 2. Perhitungan Performance Efficiency Dalam pengolahannya digunakan rumus : Performance rate = x100% 3. Perhitungan Rate of Quality Product Dalam pengolahannya digunakan rumus : Quality rate = x100% 4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness Perhitungan OEE adalah perkalian nilai-nilai availability, performance efficiency dan rate of quality product yang sudah diperoleh. Rumusnya sebagai berikut : OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%) 5. Perhitungan OEE Six Big Losses a. Downtime losses 1. Equipment failures Dalam pengolahannya digunakan rumus : Equipment failure loss = x100% 2. Set up dan Adjustment Dalam pengolahannya digunakan rumus: Setup and Adjustment loss = x100%

27 b. Speed loss 1. Idling dan minor stoppages Dalam pengolahannya digunakan rumus: Idling and Minor Stoppages loss = x100% 2. Reduced speed Dalam pengolahannya digunakan rumus: = x100% c. Defect loss 1. Rework loss Dalam pengolahannya digunakan rumus: Rework = x100% 2. Yield/Scrap loss Dalam pengolahannya digunakan rumus: Yield/scrap loss = x100% 6. Penentuan six big losses yang paling dominan. 7. Menganalisis faktor terbesar dari six big losses dengan menggunakan Diagram Cause and Effect.

28 4.9 Analisis Pemecahan Masalah Menganalisis hasil pengolahan data untuk mengetahui seberapa besar perubahan tingkat efektivitas penggunaan mesin atau peralatan produksi dan untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada antara lain : 1. Analisis perhitungan OEE = Availability x Performance Rate x Quality Rate 2. Analisis perhitungan OEE six big losses 3. Analisis faktor terbesar dari six big losses dengan menggunakan Diagram Cause and Effect 4. Evaluasi/Usulan pemecahan masalah 4.10 Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) dapat ditarik beberapa kesimpulan dan kemudian dilakukan pemberian saran.

29 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1 Pengumpulan Data Mesin/peralatan yang menjadi objek penelitian pada pengumpulan data adalah pada bagian casting (pencetakan) PT INALUM yaitu pada casting machine no.2. Mesin ini berfungsi untuk mencetak aluminium cair menjadi aluminium batangan (ingot). Mesin ini terdiri dari beberapa komponen/peralatan seperti lounder, pouring device, mould, marking device, hummering device, returnning roller, ingot pusher, receiving arm, water jacket, bearing, roller assy, chain conveyor, O-ring, shave sleeve, asbestos sheet, washer, spraying device, dan cyrculating pump. Dari hasil penelitian pada casting machine no.2 di PT INALUM sering dilakukan kegiatan pergantian atau perawatan. Kegiatan atau jadwal maintenance yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Perawatan mingguan meliputi inspeksi dan lubrikasi peralatan dari casting machine no.2 seperti pembersihan mould, penggantian oli, memeriksa tekanan udara, lubricator dan presure gauge. 2. Perawatan bulanan meliputi Maintanance Inspection of casting machine no.2 dengan melakukan penggantian spare part seperti side roller dan split pin dari chain conveyor yang abrasi dan lepas.

30 3. Perawatan tahunan yang dilakukan pada akhir tahun, namun untuk mempersingkat overhoul maka dilakukan perawatan setiap bulannya seperti pengecekan air cyculating dari retaining roller casting machine no.2. Salah satu contoh prosedur perawatan dan pembersihan dari bagian casting machine no.2 adalah sebagai berikut: 1. Prosedur penggantian conveyor chain dari casting machine no.2 a. Pembongkaran Tutup valve air masuk ke cooling pan dan buka valve pembuangan Pastikan power OFF Pindahkan tangga dan lepaskan cover chain pouring lounder Kendorkan chain conveyor Lepaskan split pin penyambungan pipa support dan pin Gantung chain conveyor 4 link sampai melewati frame Pisahkan link bagian luar dengan link bagian dalam, gunakan chisel dan hammer 3 Kg Lakukan hal yang sama pada sisi sebelah dan pada ujung conveyor chain sepanjang mould Gulung conveyor chain yang sudah tidak ada mouldnya, ikat dengan kawat agar tidak lepas, angkat dan letakkan didaerah aman

31 b. Pemasangan Bersihkan cooling pan dari metal dan lain-lain Naikkan chain conveyor yang baru sebanyak yang dibongkar Sambungkan chain conveyor, pastikan pin terpasang bagus Pasang mould, baut mould, O-blong washer Kunci baut mould dan O-blong washer Pasang cover chain conveyor dan tangga Pastikan tidak ada peralatan yang tertinggal di cooling pan, dibawah atau diatas mould sebelum dilakukan test operasi Test operasi 2. Proses pembersihan mould dari casting machine no.2. a. Persiapan pembersihan Tentukan nomor mould yang akan dibersihkan dengan melihat jadwal harian Bawa peralatan ke mould yang akan dibersihkan Angkat retaining roller dengan mencantelkan rantai pada hook semaksimal mungkin Pastikan roller tidak menyentuh mould Pasangkan selang udara pada sumber udara tekan di pilar Hubungkan selang udara pada jet chisel ke coupler sumber udara tersedia Buka katup udara tekan

32 Pastikan jet chisel dapat dioperasikan dengan menekan throttle lever Tekan tombol start untuk power source di control panel for main circuit Jalankan casting machine dengan menekan foot switch 4 Hentikan casting machine dengan menekan foot switch 5, jika nomor mould yang akan dibersihkan berada pada posisi atas dan dekat dengan marking device b. Operasi pembersihan Letakkan tempat duduk pada posisi yang tepat diatas mould Arahkan needle tegak lurus terhadap bidang yang akan dibersihkan Tekan throttle lever untuk mengoperasikan jet chisel Lakukan pembersihan setiap permukaan mould Lepaskan jet chisel dari selang udara Semprotkan udara dengan selang udara untuk membersihkan kerak-kerak yang sudah lepas Jalankan casting machine dengan menekan foot switch 4 Hentikan casting machine dengan menekan foot switch 5, jika nomor mould yang akan dibersihkan berada pada posisi atas dan dekat dengan marking device Hubungkan kembali selang udara pada jet chisel Lepaskan rantai ingot retaining roller dari cantolan

33 Cantelkan kembali rantai ingot retaining roller pada posisi semula dan pastikan tidak menyentuh mould Tekan tombol stop untuk power source di control panel for main circuit Tutup katup udara tekan pada pilar Lepaskan jet chisel dari selang udara Letakkan selang udara pada tempat yang tersedia dipilar Bawa jet chisel ketempat penyimpanan Tulis nomor mould yang dibersihkan pada formulir spearing, water cooling pan and mould cleaning data Perawatan mesin/peralatan ini dilakukan oleh tenaga kerja bagian departemen maintenance. Berikut jabatan dan kualifikasi tenaga kerja bagian maintenance dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja Maintenance No Nama Jabatan Pendidikan 1 Agusmar Panggabean Assistant Superintendent Sarjana Masa Kerja 30 tahun 2 Edison Sinaga Operator 3 Abdul Kadir Uhar Operator Sekolah Teknik Menengah Sekolah Teknik Menengah 10 tahun 15 tahun

34 Tabel 5.1 Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja Maintenance (Lanjutan) No Nama Jabatan Pendidikan Masa Kerja 4 Suwandi Rastiman Operator 5 Banner Haloho 6 Azhari A. Halim Assistant Superintendent Assistant Superintendent 7 Rizal Efendi Tukiran Operator 8 Dofrin Irwan Sitorus Operator 9 Ferdiansyah Pulungan Operator 10 Rizky Pramadya Usman Operator Sumber: PT INALUM Sekolah Teknik Menengah D3 Sekolah Teknik Menengah Sekolah Teknik Menengah Sekolah Menengah Atas Sekolah Teknik Menengah Sekolah Menengah Atas 20 tahun 15 tahun 30 tahun 10 tahun 5 tahun 10 tahun 5 tahun Kegiatan pelatihan tenaga kerja maintenance dilakukan hanya pada saat masa training kerja. Adapun pelatihan yang dilakukan tenaga kerja maintenance dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Pelatihan tenaga kerja maintenance No Jabatan Pelatihan 1 Superintendent Manajemen pemeliharaan peralatan elektrik dan mekanik Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

35 Tabel 5.2 Pelatihan tenaga kerja maintenance (Lanjutan) No Jabatan Pelatihan 2 Asisten Superintendent Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran Manajemen tata graha Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) 3 Senior Operator Proses maintenance dan produksi di plant Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) 4 Operator Proses maintenance dan produksi di plant Teori dan aplikasi mekanik, elektrik dan pengukuran Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Sumber: PT INALUM Sasaran dari penerapan TPM ini adalah meminimumkan six big losses yang terdapat pada casting machine no.2, sehingga dapat diperoleh efektivitas penggunaan mesin pada area tersebut secara maksimal. Untuk itu dilakukan pengukuran terlebih dahulu guna mengetahui tingkat efektivitas mesin/peralatan yang digunakan dengan menggunakan indikator OEE (Overall Equipment Effectiviness). Dengan peningkatan OEE akan menghasilkan peningkatan efisiensi dan produktivitas pada casting machine no.2. Untuk pengukuran efektivitas dengan menggunakan OEE pada casting machine no.2 dibutuhkan data yang bersumber dari laporan produksi. Data yang digunakan adalah dalam periode April 2013 Maret 2014, yaitu:

36 1. Data waktu downtime Downtime merupakan waktu dimana mesin tidak dapat melakukan operasi karena adanya gangguan terhadap mesin. Pada casting machine no.2, faktor yang menyebabkan downtime adalah pencucian mesin, waktu set up, mesin rusak (machine break). Data waktu downtime dapat dilihat dalam tabel 5.3 Tabel 5.3 Data Waktu Downtime Casting Machine No.2 periode April Maret 2014 Tahun Bulan Machine Machine Waktu Downtime cleaning break set up (jam) (jam) (jam) (jam) April Mei 12 31,5 8,5 52 Juni ,5 50,5 Juli 12 32,5 9 53, Agustus 10 27,5 9,2 46,7 September 10,5 32 7,5 50 Oktober 11 29,5 8,6 49,1 November 12 33,5 9 54,5 Desember 11 30,5 7 48,5 Januari ,6 45, Februari ,5 50,5 Maret 10,5 31, Total ,5 102,4 602,9 Sumber : PT. INALUM 2. Planned Downtime Planned Downtime adalah waktu yang sudah dijadwalkan dalam rencana produksi, termasuk pemeliharaan seperti mengisi oli pelumas, memeriksa alat pelumas (lubricator), memeriksa alat pengukur tekanan (pressure gauge) dan kegiatan manajemen yang lain. Data waktu pemeliharaan dapat dilihat pada tabel 5.4.

37 Tabel 5.4 Data Waktu Pemeliharaan Casting Machine No.2 periode April Maret 2014 Periode Planned Time (jam) April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret Sumber : PT. INALUM 3. Data Waktu Setup Casting Machine Waktu setup merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setup mesin mulai dari waktu berhenti mesin sampai proses untuk kegiatan produksi berikutnya. Data waktu setup casting machine no.2 dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Data Waktu Setup Casting Machine No.2 periode April Maret 2014 Periode Total Waktu set up (jam) April Mei ,5 Juni ,5 Juli Agustus ,2 September ,5 Oktober ,6 November

38 Tabel 5.5 Data Waktu Setup Casting Machine No.2 periode April Maret 2014 (Lanjutan) Periode Total Waktu set up (jam) Desember Januari ,6 Februari ,5 Maret Sumber : PT. INALUM 4. Data Produksi Data produksi mesin aluminium pada departemen di PT INALUM dalam periode April 2013 Maret 2014 yang dikumpulkan adalah : a. Total available time adalah total waktu mesin pencetakan aluminium ingot yang tersedia untuk melakukan proses produksi dalam satuan jam. b. Total product processed adalah jumlah berat total produk aluminium ingot yang diproses oleh mesin pencetakan aluminium ingot dalam satuan kilogram (kg). c. Total good product adalah jumlah berat total produk aluminium ingot yang baik sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan dalam satuan kilogram (kg). d. Total reject weight adalah jumlah berat total produk aluminium yang ditolak karena cacat pada produk sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang ditentukan dalam satuan kilogram (kg).

39 e. Total scrap weight adalah jumlah berat total aluminium scrap berupa produk yang rusak atau sisa hasil proses pencetakan aluminium ingot dalam satuan kilogram (kg). Data produksi mesin pencetakan aluminium ingot yaitu Casting Machine No.2 dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.6 Data Produksi Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan Total Available (jam) Total Product (ton) Total Good Product (ton) Total Reject (ton) Total Scrap (ton) April , ,87 5,01 6,44 Mei , ,24 4,11 6,75 Juni , ,95 4,96 7,06 Juli , ,15 4,18 5,06 Agustus , ,23 4,73 3,45 September , ,57 4,18 4,13 Oktober , ,48 4,86 3,17 November , ,53 4,58 3,55 Desember , ,48 4,11 4,52 Januari , ,09 4,16 4,24 Februari , ,49 5,81 3,81 Maret , ,13 5,00 3,94 Total , ,21 55,69 56,12 Sumber : PT. INALUM

40 5. Data Hasil Pengamatan Breakdown Mesin Data hasil pengamatan breakdown mesin dapat dilihat pada tabel 5.7 Tabel 5.7 Data Breakdown Mesin Bulan April 2013 Tanggal Breakdown (jam) Kerusakan 21 April ,15 Water jacket bocor 22 April April ,10 Side roller chain conveyor abrasi Split pin chain conveyor lepas 24 April April April ,35 27 April April April April ,27 Oli bocor Taken holder hammering patah dan abrasi Ganti mould retak Pembersihan mould 1 Mei Mei Mei ,38 Posisi shaft marking device tidak sejajar 4 Mei Mei Mei ,24 Cyrculating pump rusak Water piping rusak 7 Mei Mei Mei ,15 Bearing rusak 10 Mei Mei Mei ,20 Maintenance inspection of casting machine no.2 13 Mei Mei Mei ,20 Ganti baut dan key input pusher 16 Mei Mei Mei Mei ,70 Ganti ingot retainning roller Sumber : PT. INALUM

41 5.2 Pengolahan Data Dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai proses pengolahan data yang dilakukan sehingga dapat diperoleh hasil yang dibutuhkan dalam analisis Bab VI Penentuan Idle Cycle Time (ICT) Idle Cycle Time adalah siklus waktu proses yang diharapkan dapat dicapai dalam keadaan optimal atau tidak mengalami hambatan. Idle Cycle Time pada mesin Casting machine merupakan waktu siklus ideal mesin dalam mencetak aluminium cair menjadi aluminium batangan. Dalam proses produksi, casting machine no.2 membutuhkan waktu 1 jam untuk memproduksi 13 ton ingot. Perhitungan Ideal cycle time adalah sebagai berikut: Ideal Waktu Pr oses Cycle Time = Jumlah Pr oduksi 1 jam = = 0,07692 jam / ton 13ton 0,08 jam/ton Perhitungan Availability Availability adalah rasio waktu operation time terhadap loading time-nya. Untuk mengetahui nilai Availability terlebih dahulu dicari nilai loading time dan operation time dengan rumusannya adalah : Loading time = Total Available Time Planned Downtime Operation time = Loading time Downtime Downtime = Machine break + Set up + Machine cleaning

42 Sehingga diperoleh nilai Availability Casting Machine No.2 untuk April 2013 Maret 2014 adalah sebagai berikut : Loading time = = 514 jam Downtime = = 52 jam Operation time = = 462 jam Availability = x 100% Availability = x 100% = 89,88% Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung nilai Availability sampai periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Nilai Availability untuk Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan loading time (jam) total downtime (jam) operation time (time) availability (%) April ,88 Mei ,56 Juni ,5 433,5 89,57 Juli ,5 444,5 89,26 Agustus ,7 423,3 90,06 September ,02 Oktober ,1 434,9 89,86 November ,5 459,5 89,40 Desember ,5 427,5 89,81 Januari ,6 416,4 90,13 Februari ,5 425,5 89,39 Maret ,02 Sumber : Hasil Pengolahan Data

43 5.2.3 Perhitungan Performance Efficiency Performance efficiency adalah rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time) dengan rumus sebagai berikut : Performance efficiency = x100% Sehingga diperoleh rasio Performance Efficiency dari Casting Machine untuk periode April 2013 adalah sebagai berikut : Performance Efficiency = x 100% = 57,31 % Dengan cara perhitungan yang sama, maka untuk nilai Performance Effeciency Casting Machine No.2 untuk periode April Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.9 Tabel 5.9 Performance Effeciency untuk Casting Machine No.2 Periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan Good ideal cycle performance operation Product time efficiency time (jam) (ton) (jam/ton) (%) April 3441,87 0, ,31 Mei 3048,24 0, ,57 Juni 3352,95 0,08 433,5 59, Juli 3018,15 0,08 444,5 52,23 Agustus 3198,23 0,08 423,3 58,12 September 2770,57 0, ,26 Oktober 3180,48 0,08 434,9 56, November 3172,53 0,08 459,5 53,11

44 Tabel 5.9 Performance Effeciency untuk Casting Machine No.2 Periode April 2013 Maret 2014 (Lanjutan) Tahun Bulan Good ideal cycle performance operation Product time efficiency time (jam) (ton) (jam/ton) (%) Desember 3084,48 0,08 427,5 55,5 Januari 3089,09 0,08 416,4 57,07 Februari 2813,49 0,08 425,5 50,86 Maret 3135,13 0, ,47 Sumber : Hasil Pengolahan Data Perhitungan Rate of Quality Product Rate of Quality Product adalah rasio produk yang baik yang sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap jumlah produk yang diproses. Dalam perhitungan Rate of Quality Product ini digunakan rumusan sebagai berikut : Rate of Quality Product = x100% Maka diperoleh rasio Rate of Quality Product untuk Casting Machine pada periode April 2013 adalah sebagai berikut : - Defect Amount = (Total Reject Weight + Total Scrap Weight) kg = 5,01 ton + 6,44 ton = 11,45 ton - Rate of Quality Product = x 100% = 99,67 % Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk rasio Rate of Quality Product Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.10

45 Tabel 5.10 Rate of Quality Product Casting Machine no.2 Periode April 2013 Maret 4 Tahun Bulan Rate of Good Total Total Defect quality Product Reject Scrap Amount product (ton) (ton) (ton) (ton) (%) April 3441,87 5,01 6,44 11,45 99,67 Mei 3048,24 4,11 6,75 10,86 99,64 Juni 3352,95 4,96 7,06 12,02 99,64 Juli 3018,15 4,18 5,06 9,24 99, Agustus 3198,23 4,73 3,45 8,18 99,74 September 2770,57 4,18 4,13 8,31 99,70 Oktober 3180,48 4,86 3,17 8,03 99,75 November 3172,53 4,58 3,55 8,13 99,74 Desember 3084,48 4,11 4,52 8,63 99,72 Januari 3089,09 4,16 4,24 8,40 99, Februari 2813,49 5,81 3,81 9,62 99,66 Maret 3135,13 5,00 3,94 8,94 99,71 Sumber : Hasil Pengolahan Data Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Setelah nilai Availability, Performance Efficiency, dan Rate of Quality Product pada Casting Machine No.2 diperoleh maka dilakukan perhitungan nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk mengetahui besarnya efektivitas penggunaan Casting Machine No.2 di PT INALUM. Dalam perhitungan OEE ini digunakan rumusan sebagai berikut : OEE = Availability (%) x Performance Efficiency (%) x Rate of Quality (%) Sehingga diperoleh nilai OEE untuk Casting Machine No.2 pada periode April 2013 adalah sebagai berikut : OEE = (89,88% x 57,31% x 99,67%) x 100% = 51,34%

46 Dengan perhitungan yang sama, maka nilai OEE untuk Casting Machine No.2 pada periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel Tabel 5.11 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Casting Machine No.2 Periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan availability performance Rate of quality OEE (%) efficiency (%) product (%) (%) April 89,88 57,31 99,67 51,34 Mei 89,56 52,57 99,64 46,92 Juni 89,57 59,50 99,64 53,10 Juli 89,26 52,23 99,69 46, Agustus 90,06 58,12 99,74 52,21 September 90,02 47,26 99,70 42,41 Oktober 89,86 56,25 99,75 50,42 November 89,40 53,11 99,74 47,36 Desember 89,81 55,50 99,72 49,71 Januari 90,13 57,07 99,73 51, Februari 89,39 50,86 99,66 45,31 Maret 90,02 53,47 99,71 48,00 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.3 Perhitungan Six Big Losses Downtime Losses Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment failures) mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi sebagaimana semestinya. Dalam perhitungan Overall Equipment Effectiviness (OEE) ini, Equipment Failures dan waktu Setup and Adjustment dikategorikan sebagai kerugian waktu downtime (downtime losses). 1. Equipment Failures (Breakdowns) Kegagalan mesin melakukan proses (equipment failure) atau kerusakan (breakdown) yang tiba tiba dan tidak diharapkan terjadi adalah penyebab

47 kerugian yang terlihat jelas, karena kerusakan tersebut akan mengakibatkan mesin tidak menghasilkan output. Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang akibat faktor breakdowns loss dapat dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut : Breakdowns Loss = x100% Faktor faktor yang menyebabkan terjadinya breakdown time adalah gangguan listrik perusahaan dan machine break (kerusakan mesin). Secara rinci, total breakdown time dapat dilihat pada tabel Tabel 5.12 Perhitungan Total Breakdown Time periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan gangguan listrik (jam) machine break (jam) breakdown (jam) April Mei 2,68 31,5 34,18 Juni 2, , Juli 2,45 32,5 34,95 Agustus 2,19 27,5 29,69 September Oktober 1,98 29,5 31,48 November 2,23 33,5 35, Desember 2,69 30,5 33,19 Januari Februari 2, ,5 Maret 2,79 31,5 34,29 Total 30,01 367,5 397,51 Sumber : Hasil Pengolahan Data

48 Sehingga dapat diperoleh perhitungan breakdowns loss untuk Casting Machine pada periode April 2013 sebagai berikut : Breakdowns Loss = x100% = 7,00% Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk nilai persentase breakdown loss Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel Tabel 5.13 Equipment Failure Loss pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan loading time (jam) breakdown (jam) breakdown loss April ,00 Mei ,18 6,86 Juni ,5 6,51 Juli ,95 7, Agustus ,69 6,32 September ,99 Oktober ,48 6,50 November ,73 6,95 Desember ,19 6,97 Januari , Februari ,5 6,83 Maret ,29 6,84 Total ,51 81,07 Sumber : Hasil Pengolahan Data 2. Setup and Adjustment Kerusakan pada mesin maupun pemeliharaan mesin secara keseluruhan akan mengakibatkan mesin harus diberhentikan terlebih dahulu. Sebelum mesin difungsikan kembali akan dilakukan penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut yang dinamakan dengan waktu setup and adjustment mesin.

49 Dalam perhitungan Setup and Adjustment loss dipergunakan data waktu setup mesin yang mengalami kerusakan dan pemeliharaan mesin secara keseluruhan di Casting Machine no.2. Untuk mengetahui besarnya persentase downtime loss yang diakibatkan oleh waktu setup and adjustment tersebut digunakan rumusan sebagai berikut : Setup/adjustment Loss = x100% Sehingga dapat diperoleh perhitungan Setup and Adjustment loss untuk Casting Machine No.2 pada periode April 2013 sebagai berikut : Setup/adjustment Loss = x100% = 1,36% Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk nilai persentase Setup and Adjustment loss Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.14 Tabel 5.14 Setup and Adjustment loss pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan waktu set up (jam) loading time (jam) set up and adjustment loss (%) April , Mei 8, ,71 Juni 10, ,17 Juli ,81 Agustus 9, ,96 September 7, ,50 Oktober 8, ,78 November ,75 Desember ,47 Januari 8, , Februari 9, ,00 Maret ,60 Total 102, ,95

50 5.3.2 Speed Loss Speed loss terjadi pada saat mesin tidak beroperasi sesuai dengan kecepatan produksi maksimum. Faktor yang mempengaruhi speed loss ini adalah idling and minor stoppages 1. Idling and Minor Stoppages Idling and Minor Stoppages terjadi jika mesin berhenti secara berulang ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk. Jika idling and minor stoppages sering terjadi maka dapat mengurangi efektivitas mesin. Untuk mengetahui besarnya faktor efektivitas mesin yang hilang karena faktor Idling and Minor Stoppages digunakan rumusan sebagai berikut : Idling and Minor Stoppages = x100% Berdasarkan data delay mesin yang diperoleh maka faktor yang termasuk non productive time adalah machine cleaning. Sehingga dapat diperoleh perhitungan Idling and Minor Stoppages untuk Casting Machine No.2 pada periode April 2013 sebagai berikut : Idling and Minor Stoppages = x100% = 2,33% Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk nilai persentase Idling and Minor Stoppages Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.15

51 Tabel 5.15 Idling and Minor Stoppages pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan loading time (jam) machine cleaning (jam) idling and minor stoppages (%) April ,33 Mei ,41 Juni ,27 Juli ,41 Agustus ,13 September ,5 2,10 Oktober ,27 November ,33 Desember ,31 Januari ,16 Februari ,31 Maret ,5 2,10 Total ,14 Sumber : Hasil Pengolahan Data 2. Reduced Speed Reduced Speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual dengan kecepatan produksi mesin yang ideal. Untuk mengetahui besarnya persentase faktor reduced speed yang hilang, maka digunakan rumusan berikut : Reduced Speed Loss = x100% Untuk mengetahui nilai Ideal production time pada Casting Machine No.2 periode April 2013 sebagai berikut : Ideal production time = Ideal cycle time x Total product procecced

52 Sehingga dapat diperoleh perhitungan Ideal production time untuk Casting Machine no.2 pada periode April 2013 sebagai berikut : Ideal production time = Ideal cycle time x Total product procecced = 0,08 x 3453,32 = 265,64 jam Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk Ideal production time pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.16 Tabel 5.16 Ideal production time pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan Total ideal ideal cycle Product production time (jam) (ton) time (jam) April 0, ,32 265,64 Mei 0, ,09 235,31 Juni 0, ,97 258,84 Juli 0, ,39 232, Agustus 0, ,41 246,65 September 0, ,88 213,76 Oktober 0, ,51 245,27 November 0, ,66 244,67 Desember 0, ,11 237, Januari 0, ,49 238,27 Februari 0, ,16 Maret 0, ,85 Sumber : Hasil Pengolahan Data Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk nilai Reduced Speed Loss pada Casting Machine No.2 periode April 2013 sebagai berikut : Reduced Speed Loss = x100% Reduced Speed Loss = x100% = 38,20%

53 Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk nilai persentase Reduced Speed Loss Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.17 Tabel 5.17 Reduced Speed Loss pada Casting Machine no.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan operation time (jam) ideal production time (jam) reduced speed loss time (jam) reduced speed loss time (%) April 462,00 265,64 196,36 38,20 Mei 446,00 235,31 210,69 42,31 Juni 433,50 258,84 174,66 36,09 Juli 444,50 232,88 211,62 42, Agustus 423,30 246,65 176,65 37,59 September 451,00 213,76 237,24 47,35 Oktober 434,90 245,27 189,63 39,18 November 459,50 244,67 214,83 41,80 Desember 427,50 237,93 189,57 39, Januari 416,40 238,27 178,13 38,56 Februari 425,50 217,16 208,34 43,77 Maret 451,00 241,85 209,15 41,75 Total 2396,87 Sumber : Hasil Pengolahan Data Defect Loss Defect loss adalah mesin tidak menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditentukan dan scrap sisa hasil proses selama produksi berjalan. Faktor yang dikategorikan kedalam defect loss adalah rework loss dan yield/scrap loss. 1. Rework Loss Rework loss adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki ataupun dikerjakan ulang.

54 Untuk mengetahui besarnya persentase faktor Rework Loss yang hilang, maka digunakan rumusan berikut : Rework Loss = x100% = x100% = 0,08% Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk nilai persentase Rework Loss Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.18 Tabel 5.18 Rework Loss pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan ideal cycle time Total Reject (ton) loading time (jam) Rework Time (jam) Rework Loss (%) April 0,08 5, ,39 0,08 Mei 0,08 4, ,32 0,06 Juni 0,08 4, ,38 0,08 Juli 0,08 4, ,32 0, Agustus 0,08 4, ,36 0,08 September 0,08 4, ,32 0,06 Oktober 0,08 4, ,37 0,08 November 0,08 4, ,35 0,07 Desember 0,08 4, ,32 0,07 Januari 0,08 4, ,32 0, Februari 0,08 5, ,45 0,09 Maret 0,08 5, ,38 0,08 Total 55, ,28 0,88 Sumber : Hasil Pengolahan Data 2. Yield/Scrap Loss Yield/Scrap loss adalah kerugian yang timbul selama proses produksi belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai dilakukan sampai tercapainya keadaan proses yang stabil, sehingga produk yang

55 dihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang diharapkan. Untuk mengetahui besarnya persentase Yield/Scrap Loss yang hilang, maka digunakan rumusan berikut : Yield/Scrap Loss = x100% Sehingga dapat diperoleh perhitungan Yield/Scrap Loss untuk Casting Machine No.2 pada periode April 2013 sebagai berikut : Yield/Scrap Loss = x100% = 0,10% Dengan cara perhitungan yang sama maka untuk nilai persentase Yield/Scrap Loss Casting Machine No.2 untuk periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 5.19 Tabel 5.19 Yield/Scrap Loss pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan ideal Total loading Yield/Scrap Yield/Scrap cycle Scrap time time (jam loss (%) time (ton) (jam) April 0,08 6, ,50 0,10 Mei 0,08 6, ,52 0,10 Juni 0,08 7, ,54 0, Juli 0,08 5, ,39 0,08 Agustus 0,08 3, ,27 0,06 September 0,08 4, ,32 0,06 Oktober 0,08 3, ,24 0,05 November 0,08 3, ,27 0,05 Desember 0,08 4, ,35 0, Januari 0,08 4, ,33 0,07 Februari 0,08 3, ,29 0,06 Maret 0,08 3, ,30 0,06 Total 56, ,32 0,88 Sumber : Hasil Pengolahan Data

56 5.4 Pengaruh Six Big Losses Untuk melihat lebih jelas faktor apa saja dari six big losses yang mempengaruhi efektivitas penggunaan Casting Machine No.2, maka akan dilakukan perhitungan time loss untuk masing-masing faktor dalam six big losses tersebut seperti yang terlihat pada hasil perhitungan di tabel 5.20 Tabel 5.20 Persentase Faktor Six Big Losses pada Casting Machine No.2 Periode April 2013 Maret 2014 No Six Big Losses Total Time Persentase Loss (jam) (%) 1 Equipment failure loss 397,51 13,08 2 Setup/Adj. Loss 102,40 3,37 3 Reduced Speed Loss 2396,78 78,89 4 Idling/Minor Stoppages 133 4,38 5 Rework Loss 4,28 0,14 6 Yield/Scrap Loss 4,32 0,14 Total 3038,29 Sumber : Hasil Pengolahan Data Persentase time loss dari keenam faktor tersebut juga akan lebih jelas lagi diperlihatkan dalam bentuk histogram yang terlihat pada Gambar 5.1 Gambar 5.1 Histogram Persentase Six Big Losses pada Casting Machine No.2

57 Dari histogram dapat dilihat bahwa faktor yang memiliki persentase terbesar dari keenam faktor tersebut adalah Reduced Speed Loss sebesar 78,89% Untuk melihat urutan persentase keenam faktor tersebut mulai yang terbesar dapat dilihat pada tabel 5.21 Tabel 5.21 Pengurutan Persentase Faktor Six Big Losses pada Casting Machine No.2 periode April 2013 Maret 2014 No Six Big Losses Persentase Total Time Persentase Kumulatif Loss (jam) (%) (%) 1 Reduced Speed Loss 2396,78 78,89 78,89 2 Equipment failure loss 397,51 13,08 91,97 3 Idling/Minor Stoppages 133 4,38 96,35 4 Setup/Adj. Loss 102,40 3,37 99,72 5 Yield/Scrap Loss 4,32 0,14 99,86 6 Rework Loss 4,28 0,14 100,00 Total 3038,29 Sumber : Hasil Pengolahan Data 5.5 Diagram Sebab Akibat/Fishbone Melalui histogram dapat dilihat bahwa faktor yang memberikan kontribusi terbesar dari faktor six big losses tersebut adalah Reduced Speed Loss sebesar 78,89%, maka selanjutnya dilakukan identifikasi untuk mengetahui penyebabnya menggunakan metode 5 whys dan dianalisa lebih lanjut dalam cause and effect diagram yang dikelompokkan ke dalam faktor manusia, mesin, metode, material dan lingkungan. Tabel why-why dari faktor reduced Speed Loss dapat dilihat pada tabel 5.22.

58 Tabel Tabel Why-why dari Faktor Reduce Speed Loss Why Why Why Why Why Water jacket Machine break Usia mesin tua bocor (Mesin) (Mesin) (Mesin) Reduce Speed Loss Metal menggumpal (Material) Arm hammering lepas (Mesin) Dross menggumpal (Material) Tumpahan oli (Lingkungan) Kadar Fe tinggi (Material) Mesin kotor (Lingkungan) Kurang konsentrasi (Manusia) Kelelahan (manusia) Penyortiran kurang baik (Material) Tabel Tabel Why-why dari Faktor Reduce Speed Loss (Lanjutan) Why Why Why Why Why Umur mesin Tumpukan sisa scrap tua dan aus (Lingkungan) (mesin) Sumber: Pengolahan Data Diagram sebab akibat dari faktor - faktor penyebab tingginya Reduced Speed Loss dapat dilihat pada Gambar 5.2.

59 Manusia Kelelahan Mesin Chain conveyor rusak Water jacket bocor dan sumbat Umur mesin tua dan aus Kurang konsentrasi Mould retak Mesin rusak dan berhenti Arm hammering lepas Komponen tidak berfungsi Reduced Speed Loss Sisa scrap Mesin kotor Kadar Fe tinggi Metal menyangkut Penyortiran yang tidak baik Tumpahan oli Dross menggumpal Lingkungan Material Gambar 5.2. Diagram Sebab Akibat Reduced Speed Loss

60 BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Analisis Perhitungan Overall Equipment Effektiviness (OEE) Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness di PT INALUM dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan Casting Machine No.2 selama bulan April Maret Adapun ukuran yang akan ditetapkan perusahaan adalah sebagai berikut: Availability lebih besar dari 95% Performancy efficiency lebih besar dari 95% Rate of quality production lebih besar dari 99% Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) lebih besar dari 85% Dari hasil penelitian diperoleh nilai availability Casting Machine No.2 selama bulan April Maret 2014 berada diantara 89,26% sampai 90,13%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat availability Casting Machine No.2 masih berada dibawah 95%. Rendahnya nilai availability diakibatkan oleh tingginya downtime pada Casting Machine No.2. Pada faktor performancy efficiency Casting Machine No.2 selama bulan April Maret 2014 berada diantara 47,26% sampai 59,50%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat performancy efficiency Casting Machine No.2 masih berada dibawah 95%. Rendahnya nilai performancy efficiency diakibatkan oleh

61 rendahnya jumlah produksi yang diproses akibat kerusakan pada Casting Machine No.2. Pada faktor rate of quality product Casting Machine No.2 selama bulan April Maret 2014 berada diantara 99.64% sampai 99,75%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat rate of quality product efficiency Casting Machine No.2 sudah mencapai standart yang ditentukan yaitu sebesar 99%. Pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) ini merupakan kombinasi dari faktor waktu, kualitas pengoperasian mesin dan kecepatan produksi dari Casting Machine No.2 yang digunakan. Berdasarkan pada pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka diperoleh nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) sebagai berikut: Tabel 6.1 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Casting Machine No.2 Periode April 2013 Maret 2014 Tahun Bulan availability performance Rate of quality OEE (%) efficiency (%) product (%) (%) April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret Sumber : Hasil Pengolahan Data

62 Dari tabel tersebut didapatkan gambaran bahwa secara total pencapaian Overall Equipment Effectiveness (OEE) masih jauh atau rendah dari target yang ada ( 85%). Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) terendah berada di periode September 2013 yaitu sebesar 42,41% dan nilai tertinggi pada periode Juni 2013 yaitu sebesar 53,10%. Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada setiap periode dari April 2013 Maret 2014 kurang dari 85% dimana komposisi performancy efficiency rata rata lebih rendah dibandingkan dari faktor lainnya. Karena hubungan yang berbanding lurus antara faktor utama dengan Overall Equipment Effectiveness (OEE), dimana jika nilai faktor utama rendah maka akan menyebabkan pencapaian Overall Equipment Effectiveness (OEE) pun akan rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada mesin casting no.2 untuk produksi batangan aluminium (ingot) yang menyebabkan rendahnya pencapaian Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah performancy effectiviness dimana waktu yang tersedia untuk kegiatan manufaktur tidak dimanfaatkan secara efektif dan efesien Analisis Perhitungan OEE Six Big Losses Analisis perhitungan OEE six big losses dilakukan agar perusahaan mengetahui faktor apa saja dari keenam faktor six big losses yang memberikan kontribusi terbesar dan berakibat pada efektifitas penggunaan Casting Machine No.2 maka dilakukan analisa terhadap OEE six big losses, sehingga didapat

63 prioritas utama untuk perbaikan efektifitas Casting Machine No.2. Berikut persentase faktor six big loses dari casting machine no.2 pada periode April 2013 Maret 2014 dapat dilihat pada tabel 6.2 adalah Tabel 6.2 Persentase Faktor Six Big Losses mesin Casting No.2 Periode April 2013 Maret 2014 No Six Big Losses Total Time Loss (jam) Persentase (%) Persentase Kumulatif (%) 1 Reduced Speed Loss 2396,78 78,89 78,89 2 Equipment failure loss 397,51 13, Idling/Minor Stoppages 133 4, Setup/Adj. Loss 102,40 3, Yield/Scrap Loss 4,32 0, Rework Loss 4,28 0, Total 3038,29 Sumber:Pengolahan Data Dari tabel 6.2 Casting Machine No.2 terlihat bahwa faktor Reduced Speed Loss merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap rendahnya efisiensi mesin dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya. Faktor Reduced Speed Loss mengakibatkan pemakaian waktu yang tidak efisien sebesar 78,89% Analisa Diagram Sebab Akibat Sebelum dilakukan langkah-langkah perbaikan, maka terlebih dahulu harus dilakukan analisa terhadap faktor yang memberikan kontribusi terbesar penyebab rendahnya efisiensi Casting Machine No.2 yaitu Reduced Speed Loss. Analisa dilakukan dengan menggunakan Cause and Effect Diagram atau diagram Sebab Akibat. Melalui alat ini dapat diketahui penyebab-penyebab tingginya nilai faktor Reduced Speed Loss tersebut secara rinci, dimulai dari faktor-faktor

64 utamanya hingga faktor-faktor yang lebih kecil. Dengan demikian langkahlangkah perbaikan dapat dilakukan secara bertahap berdasarkan faktor-faktor penyebab tersebut. Faktor-faktor penyebab dari Reduced Speed Loss dapat dilihat dalam diagram sebab akibat pada gambar 6.1 sebagai berikut Manusia Kelelahan Mesin Chain conveyor rusak Water jacket bocor dan sumbat Umur mesin tua dan aus Kurang konsentrasi Mould retak Mesin rusak dan berhenti Arm hammering lepas Komponen tidak berfungsi Reduced Speed Loss Sisa scrap Mesin kotor Kadar Fe tinggi Metal menyangkut Penyortiran yang tidak baik Tumpahan oli Dross menggumpal Lingkungan Material Gambar 6.1 Diagram Sebab Akibat Reduced Speed Loss Faktor penyebab Reduced Speed Loss adalah sebagai berikut: a. Manusia/operator Kurang konsentrasi akibat kelelahan dan kejenuhan saat bekerja karena memerlukan tingkat ketelitian tinggi ataupun karena jumlah jam kerja yang berlebih dari batas normal (8 jam) dan suhu tinggi yang terjadi akibat radiasi dari aluminium cair dengan tingkat suhu kurang lebih 720 C menyebabkan area kerja menjadi sangat panas sehingga menjadi tidak kondusif bagi para operator (Nilai Ambang Batas tertinggi iklim kerja 30 C).

65 b. Mesin/peralatan Mesin berhenti secara tiba-tiba karena umur mesin yang sudah tua yaitu berumur 29 tahun (umur pakai/ekonomis mesin ±20 tahun) mengakibatkan mesin sering terjadi gangguan sehingga menghambat kelancaran produksi, seperti arm hammering patah, water jacket bocor, mould retak, chain conveyor rusak dan lainlain. c. Lingkungan Tingkat kebersihan mesin kurang baik, terlihat masih banyaknya sisa scrap dan tumpahan oli yang tercecer disekitar mesin casting no.2 yang dapat mengakibatkan tersangkutnya jalannya mesin. d. Material Bahan baku sering menyangkut di mesin karena dross menggumpal dan metal menyangkut akibat tindakan penyortiran tidak dilakukan dengan baik. Tingginya kadar Fe dalam molten sehingga menyebabkan turunnya kecepatan mesin. 6.2 Pembahasan Evaluasi /Usulan Pemecahan Masalah Berdasarkan perhitungan persentase total time loss dari diagram pareto faktor six big losses dapat diketahui bahwa persentase faktor Reduced Speed Loss yang memiliki persentase terbesar dan merupakan faktor yang sangat

66 mempengaruhi dalam efektivitas mesin. Oleh sebab itu perlu dirumuskan usulan pemecahan masalah untuk Reduced Speed Loss. Usulan peningkatan efektivitas mesin dapat dikembangkan melalui hasil analisis langkah-langkah perbaikan terhadap faktor penghambat usaha peningkatan efektivitas mesin. Langkah-langkah yang dilaksanakan antara lain dapat dilihat pada tabel 6.3 Tabel 6.3 Usulan Penyelesaian Masalah Reduced Speed Loss No Item Faktor Penyebab Penyelesaian Masalah 1 Manusia - Kurang konsentrasi akibat kelelahan dan suhu panas - Menyediakan baju khusus bagi operator untuk melindungi maupun mengurangi radiasi panas yang ditimbulkan dari aluminium cair 2 Mesin - Mesin berhenti - Melakukan pergantian sparepart mesin yang telah rusak sesuai jadwal perawatan - Melakukan studi memperbaiki kinerja mesin sehingga dapat beroperasi dengan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Mesin atau peralatan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian pengeringan di PT. XYZ yaitu pada mesin Dryer Twind. Karena mesin ini bersifat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Total Productive Maintenance (TPM) merupakan salah satu konsep inovasi dari Jepang, dan Nippondenso adalah perusahaan pertama yang menerapkan dan mengembangkan konsep

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. 3.1 Studi Literatur Studi literatur merupakan tahapan penyusunan landasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada PT. Kakao Mas Gemilang dan pengambilan data dilakukan pada department teknik dan produksi. 3.2. Pelaksanaan Penelitian

Lebih terperinci

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY 55184 1,2)Email: teknik.industri@uii.ac.id ABSTRAK

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY 55184 1,2)Email: teknik.industri@uii.ac.id ABSTRAK Penerapan Metode Total Productive Maintenance (TPM) untuk Mengatasi Masalah Six-Big Losess dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi Kasus pada PT. Itokoh Ceperindo) Aldila Samudro Mukti 1, Hudaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian Berdasarkan sifatnya, maka penelitian ini digolongkan sebagai penelitian deskritif yaitu penelitian yang berusaha untuk memaparkan pemecahan masalah terhadap

Lebih terperinci

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall 1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Six Big Losses sesuai dengan prinsip TPM (Total Produktive Maintenance) untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengukuran Performansi Pengukuran performansi sering disalah artikan oleh kebanyakan perusahaan saat ini. Indikator performansi hanya dianggap sebagai indikator yang menunjukkan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha perbaikan pada industri manufaktur, dilihat dari segi peralatan adalah dengan meningkatkan efektivitas mesin/peralatan yang ada seoptimal mungkin. Pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness di PT. Gramedia Printing Group dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian secara sistematik, sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Hasil yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam) BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN 5.1 Analisa Nilai Availability Table 5.1 Nilai Availability Mesin Steam Ejector Planned Equipment Loss Time Availability Januari 42 6 36 85.71 Februari 44 7 37 84.09 Maret

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian dan Tujuan Maintenance 2.1.1. Pengertian Maintenance Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu industri manufaktur yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain

Lebih terperinci

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Achmad Nur Fauzi Program

Lebih terperinci

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Masalah Tahap identifikasi masalah adalah tahap dimana peneliti ingin menemukan masalah yang akan menjadi fokus penelitian. Tahap ini merupakan penggabungan dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodelogi penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapatahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk Disusun Oleh : Nama : Gabriella Aningtyas Varianggi NPM : 33412072 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE). BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE). Analisis perhitungan overall equipment effectiveness pada PT. Selamat Sempurna Tbk. dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahaluan Total Produktive Maintenance (TPM) merupakan salah satu konsep inovasi dari Jepang, dan Nippondenso adalah perusahaan pertama yang menerapkan dan mengembangkan konsep

Lebih terperinci

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN: Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun 201 4 ISBN: 978-602-1180-04-4 ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) MENGGUNAKAN OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE) DAN SIX BIG LOSSES PADA MESIN CAVITEC DI

Lebih terperinci

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan) Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan) Melani Anggraini *1), Rawan Utara *2), dan Heri Wibowo

Lebih terperinci

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeliharaan 2.1.1 Definisi Pemeliharaan Beberapa definisi pemeliharaan (maintenance) menurut para ahli: Menurut Patrick (2001, p407), maintenance adalah suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu paradigma untuk memecahkan masalah yang terjadi agar penelitian ini lebih sistematis dan terarah. Bab ini berisi langkahlangkah pembahasan

Lebih terperinci

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September PRESENTASI SIDANG SKRIPSI 1 ANALISIS KINERJA DAN KAPABILITAS MESIN DENGAN PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DI PT. X Disusun oleh Nama : Teguh Windarto NPM : 30408826 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang Yustine Intan Dwi Wijaya1), Ilham Priadythama2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL 5.1.Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan OEE di PT. XYZ dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan mesin di mesi reaktor R-102

Lebih terperinci

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pabrik Tuban Tofiq Dwiki Darmawan *1) dan Bambang Suhardi 2) 1,2) Program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian

Lebih terperinci

Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho

Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho KALKULASI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS MESIN KOMATZU 80T (Studi Kasus pada PT. Yogya Presisi Tehnikatama Industri) Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Dalam penulisan tugas akhir ini diperlukan teori-teori yang mendukung, diperoleh dari mata kuliah yang pernah didapat dan dari referensi-referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) 48 BAB V ANALISA HASIL 5.1. Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisis perhitungan overall equipment effectiveness di PT. Inkoasku dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu : BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi maintenance Maintenance (perawatan) menurut Wati (2009) adalah semua tindakan teknik dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang PERHITUNGAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS MESIN MIXER BANBURY 270 L DAN MESIN BIAS CUTTING LINE 2 (STUDI KASUS PT. SURYARAYA RUBBERINDO INDUSTRIES) Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya perusahaan. Semakin berkembangnya industri semakin banyak pula teknologi yang dikembangkan. Salah satu

Lebih terperinci

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness Friendy Negarawan 1, Ja far Salim 2, Wahyu Susihono 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI Tugas Akhir 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Total productive Maintenance (TPM) merupakan salah satu konsep inovasi dari Jepang dan Nipondenso adalah perusahaan pertama yang menerapkan konsep TPM

Lebih terperinci

Suharjo Jurnal OE, Volume VI, Maret No. 1, 2014

Suharjo Jurnal OE, Volume VI, Maret No. 1, 2014 USULAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PADA MESIN BOILER PT. INDAH KIAT SERANG DENGAN KONSEP TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE Suharjo Universitas Esa Unggul suharjosuharjo666@gmail.com Abstract. PT. Indah Kiat Pulp

Lebih terperinci

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Seminar Nasional Teknik IV STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS () MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Didik Wahjudi, Soejono Tjitro, Rhismawati Soeyono Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI) PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI) Fitri Agustina Jurusan Teknik Industri, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang Po Box 2 Kamal,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan (maintenance) 1 adalah suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau untuk memperbaikinya

Lebih terperinci

PDF Compressor Pro. Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

PDF Compressor Pro. Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi --- 45 Kata Pengantar Alha dulillahi robbil ala i, puji syukur kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena Tekinfo, Jurnal Ilmiah Teknik Industri

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper Melani Anggraini* 1), Marcelly Widya W 2), Kujol Edy F.B. 3) 1,2,3) Program Studi Teknik Industri

Lebih terperinci

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT PENULISAN ILMIAH MEMPELAJARI PROSES PERAWATAN MESIN POTONG VELEG RODA DUA DENGAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DI PT. ENKEI INDONESIA Nama : Teguh Windarto NPM : 30408826 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA TURNTABLE VIBRRATING COMPACTOR GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero)

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA TURNTABLE VIBRRATING COMPACTOR GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero) ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA TURNTABLE VIBRRATING COMPACTOR GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero) SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN PERHITUNGAN TINGKAT EFEKTIFITAS MESIN CANE MILL DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS SEBAGAI DASAR USULAN PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada industri manufaktur mesin/peralatan yang telah tersedia dan siap

BAB I PENDAHULUAN. Pada industri manufaktur mesin/peralatan yang telah tersedia dan siap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada industri manufaktur mesin/peralatan yang telah tersedia dan siap pakai dibutuhkan pada setiap saat ketika proses produksi akan dimulai. Fungsi mesin/peralatan

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Pengantar Manajemen Pemeliharaan P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Topik Bahasan Perkembangan manajemen pemeliharaan Sistem pemeliharaan Preventive maintenance (PM) Total

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Konsep Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam perusahaan

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN Achmad Said, Joko Susetyo Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Sains

Lebih terperinci

Universitas Widyatama

Universitas Widyatama BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Tujuan Maintenance 2.1.1 Definisi Maintenance Perawatan atau yang lebih dikenal dengan kata Maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Total Porductive Maintenance 3.1.1 Pengertian Total Productive Maintenance Salah satu cara yang sangat efektif dan efesien untuk meningkatkan pendayagunaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR...

BAB II KAJIAN LITERATUR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i PERNYATAAN KEASLIAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN....iii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...iv LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN...vi HALAMAN

Lebih terperinci

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance Program perawatan yang melibatkan semua pihak yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat Effektivitas dari pada mesin mesin m/c.cr.shaft yaitu mesin : Grinding,Fine Boring,dan Gun drilling. Sebagai langkah di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi 3.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Untuk tetap bertahan di persaingan usaha, sebuah industri harus selalu melakukan perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE) NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS MESIN CUTTING GLASS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk.

PENINGKATAN EFEKTIVITAS MESIN CUTTING GLASS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk. PENINGKATAN EFEKTIVITAS MESIN CUTTING GLASS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk. Sidoarjo) Oleh Ferry Wicaksono, Enny Aryani, Dwi Sukma Prodi TeknikIndustri,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... DAFTAR ISI Judul... i Pengajuan... ii Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar Lampiran... xii Abstrak... xiii Abstract... xiv Bab I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terhentinya suatu proses pada lantai produksi sering kali di sebabkan adanya masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo) Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo) Maulita Farah Zevilla*, Wahyunanto Agung Nugroho, Gunomo Djojowasito

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN)

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN) ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN) ANALYSIS OF TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE IN CARDING

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menunjukkan penelitian melalui penelitian lapangan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan

BAB II LANDASAN TEORI. diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan pertama kali diperkenalkan di Jepang.

Lebih terperinci

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance Program perawatan yang melibatkan semua pihak yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Manajemen Perawatan 1 Perawatan (maintenance) adalah semua tindakan yang dibutuhkan untuk memelihara suatu unit mesin atau alat di dalamnya atau memperbaiki sampai pada kondisi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ Muhammad Kholil (1), Rudini Mulya (2) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap industri manufaktur berusaha untuk efektif, dan dapat berproduksi dengan biaya produksi yang rendah untuk meningkatkan produktivitas. Usaha ini diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan overall equipment effectiveness di PT. Sulfindo Adi Usaha dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.04 Vol. 03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2015 PENERAPAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE

Lebih terperinci

Analisis OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada Mesin Discmill di PT Tom Cococha Indonesia

Analisis OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada Mesin Discmill di PT Tom Cococha Indonesia Analisis OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada Mesin Discmill di PT Tom Cococha Indonesia Heru Winarno 1) dan Setiyawan 2) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Serang Raya Banten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sinurat dkk (2015) melakukan penelitian di suatu perusahaan manufaktur yang dalam proses produksinya menggunakan mesin bubut. Permasalahan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI KABUPATEN ACEH TAMIANG

ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI KABUPATEN ACEH TAMIANG ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI KABUPATEN ACEH TAMIANG Dewi Mulyati Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DI PT INALUM TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Penulisan

Lebih terperinci

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis Petunjuk Sitasi: Himawan, R., Choiri, M., & Saputra, B. (2017). Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES FOCUSED IMPROVEMENT Definisi Semua kegiatan yang diarahkan untuk melakukan improvement pada kinerja dan kapabilitas mesin dan tidak terbatas pada merawat kondisi dasar mesin saja Pada umumnya diarahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance) 8 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) 2.1.1 Pengertian Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan merupakan kegiatan pengembalian setiap peralatan dan mesin pada kondisi siap beroperasi. Presepsi

Lebih terperinci

Evaluasi Efektivitas Mesin Filter Press

Evaluasi Efektivitas Mesin Filter Press Petunjuk Sitasi: Yusrizal, & Mesra, T. (2017). Evaluasi Efektivitas Mesin Filter Press. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. C175-180). Malang: Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya. Evaluasi Efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu organisasi yang dibentuk dengan tujuan ekonomi dalam melakukan kegiatan usahanya. Untuk mencapai tujuan ekonomi tersebut maka perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa Peningkatan..., Achmad, Fakultas Teknik 2016

BAB I PENDAHULUAN. Analisa Peningkatan..., Achmad, Fakultas Teknik 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada setiap industri manufaktur hampir semua proses produksinya menggunakan mesin atau peralatan sebagai fasilitas produksi yang utama. persaingan dalam penjualan produk

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Industri ISSN:

Prosiding Teknik Industri ISSN: Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-8137 Peningkatan Produktivitas Mesin Stripping Chen Tai dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus: Pabrik Farmasi Y) Proposal in Increasing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses operasional kapal laut yang berlangsung dalam suatu industri pelayaran semuanya menggunakan mesin dan peralatan. Menurut Siringoringo dan Sudiyantoro (2004)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang semakin pesat memacu industri-industri terus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkannya. Dalam bidang

Lebih terperinci

Universitas Bakrie BAB I

Universitas Bakrie BAB I BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi, persaingan dunia usaha yang semakin berkembang, menuntut perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan lingkungan. Perusahaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN MANAJEMEN PERAWATAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

PENGUKURAN MANAJEMEN PERAWATAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENGUKURAN MANAJEMEN PERAWATAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) SEBAGAI DASAR PERBAIKAN EFEKTIFITAS MESIN PT.PERKEBUNAN NUSANTARA XIII PMS NGABANG (PERSERO) Hendra Fasla Silalahi Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman ubikayu tumbuh tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, namun penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 32% dari total luas

Lebih terperinci

HASBER F. H. SITANGGANG

HASBER F. H. SITANGGANG KAJIAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP BLOK I ST 1.0 SICANANG BELAWAN DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin ( Maintenance 2.2 Manajemen Perawatan

BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin ( Maintenance 2.2 Manajemen Perawatan BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin (Maintenance) Perawatan adalah suatu konsep dari semua aktifitas yang diperlukan untuk menajaga atau mempertahankan kualitas peralatan agar tetap dapat

Lebih terperinci

USULAN PENINGKATANOVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESINTAPPING MANUAL DENGAN MEMINIMUMKAN SIX BIG LOSSES *

USULAN PENINGKATANOVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESINTAPPING MANUAL DENGAN MEMINIMUMKAN SIX BIG LOSSES * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.03 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2015 USULAN PENINGKATANOVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESINTAPPING MANUAL

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan atau perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai

Lebih terperinci

Kata Kunci Life Cycle Cost (LCC), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Six Big Losses

Kata Kunci Life Cycle Cost (LCC), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Six Big Losses PERANCANGAN KEBIJAKAN MAINTENANCE PADA MESIN KOMORI LS440 DENGAN MENGGUNAKAN METODE LIFE CYCLE COST (LCC) DAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) (Studi Kasus : PT ABC) Chairun Nisa 1, Judi Alhilman

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Lebih terperinci

Analisis Produktivitas Perawatan Mesin dengan Metode TPM (Total Productive Maintenance) Pada Mesin Mixing Section

Analisis Produktivitas Perawatan Mesin dengan Metode TPM (Total Productive Maintenance) Pada Mesin Mixing Section Malikussaleh Journal of Mechanical Science and Technology ISSN : 2337-6945 Vol. 4. No. 2 (2016) 10-13 Analisis Produktivitas Perawatan Mesin dengan Metode TPM (Total Productive Maintenance) Pada Mesin

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijelaskan dalam Bab V, bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kinerja mesin high pressure die casting

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pemeliharaan Pemeliharaan atau perawatan dalam suatu industri merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung proses produksi. Oleh karena itu proses produksi harus didukung

Lebih terperinci