ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II. Mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention On The Right

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II. Mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention On The Right"

Transkripsi

1 BAB II 2.1 Anak Pelaku Tindak Pidana Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keturunan kedua. Dalam Penjelasan Undang-Undang Perlindungan Anak, Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention On The Right Of The Child) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 (delapan belas) tahun, kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal. Berdasarkan aturan dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak, Indonesia membuat batasan umur untuk anak. Batasan umur untuk anak diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan juga yurisprudensi serta hukum adat yang berlaku di Indonesia. Batasan Usia Anak dalam Perundang-Undangan, Yurisprudensi, dan Hukum Adat di Indonesia 1. Undang-Undang Kesejahteraan Anak Anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin 10

2 11 2. Undang-Undang Hak Asasi Manusia 3. Undang-Undang Perkawinan 4. Undang-Undang Perlindungan Anak 5. Yurisprudensi Mahkamah Agung Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Anak adalah yang masih dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaanya. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Penetapan batas kedewasaan tidak seragam. Seperti dalam Putusan MA Nomor 53 K/Sip/1952 tanggal 1 Juni 1955, 15 tahun dianggap telah dewasa untuk perkara yang telah terjadi di daerah Bali. Dalam Putusan MA Nomor 601 K/Sip/1976 tanggal 18 November 1976, umur 20 tahun dianggap telah dewasa untuk perkara yang terjadi di daerah Jakarta Hukum Adat Tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dikatakan dewasa dan mempunyai wewenang untuk bertindak dalam melakukan sesuatu. Namun, menurut hasil penelitian Mr. R. Soepomo tentang hukum perdata Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang diukur dari segi: (1) dapat bekerja sendiri; (2) cakap untuk melakukan apa yang diisyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab; (3) dapat mengurus harta kekayaan sendiri. Dari syarat diatas didapati kesimpulan bahwa kedewasaan h Irma Setyowari Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990,

3 12 seseorang menurut hukum adat tidak dinilai dari umur seseorang melainkan dari ciri tertentu sebagaimana yang disebutkan. 10 Dari berbagai macam peraturan yang menentukan batasan umur untuk anak menunjukkan adanya disharmonisasi peraturan perundang-undangan yang ada. Sehingga pada prakteknya dilapangan akan banyak kendala yang terjadi dari perbedaan tersebut. 11 Hadi Supeno mengungkapkan pendapatnya bahwa semestinya setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai lex-specialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus disesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan dan berkaitan dengan pemenuhan hak anak. 12 Dengan adanya satu konsep tentang anak dalam peraturan perundangundangan, maka akan mencegah timbulnya tumpang tindih peraturan perundangundangan. Untuk itu, Undang-Undang Perlindunga Anak menjadi rujukan dalam penentuan kebijakan yang berhubungan batasan umur anak dan pengaturan hak dan kewajiban anak. 10 Ibid. 11 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, h Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, h.41.

4 13 Konsep anak pelaku tindak pidana atau juvenile delinquent diatur dari berbagai instrumen, baik instrumen hukum internasional maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam Resolusi PBB 40/33 tentang UN Standard Minimun Rules for the Administration of Juvenile Justice, selanjutnya disebut dengan Beijing Rules, khususnya dalam Rule 2.2 menyatakan : For purposes of these Rules, the following definitions shall be applied by Member States in a manner which is compatible with their respective legal systems and concepts: ( a ) A juvenile is a child or young person who, under the respective legal systems, may be dealt with for an offence in a manner which is different from an adult; ( b ) An offence is any behaviour (act or omission) that is punishable by law under the respective legal systems; ( c ) A juvenile offender is a child or young person who is alleged to have committed or who has been found to have committed an offence. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, pada dasarnya anak pelaku tidak pidana dikategorikan dalam istilah anak nakal, yang mengacu pada Undang-Undang Pengadilan Anak. Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan Anak Nakal adalah :

5 14 a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Ketentuan dalam pasal diatas dinilai telah bertentangan dengan asas legalitas, karena memasukkan peraturan lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan dengan kategori pidana. Sebagai contoh, ketika kenakalan anak menurut hukum adat dapat diselesaikan melalui Pengadilan Anak. Dalam hal ini dapat berakibat adanya pengkriminalisasian kenakalan anak, padahal belum tentu itu sesuai dengan konsep hukum pidana yang berlaku di Indonesia. 13 Sehingga, berdasarkan asas legalitas, dari dua pengertian Anak Nakal dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Pengadilan Anak yang dapat diselesaikan melalui jalur hukum hanyalah anak nakal dalam pengertian huruf a, yaitu anak yang melakukan tindak pidana karena pada dasarnya KUHP hanya mengatur tentang tindak pidana dan tidak mengenal anak nakal dari pengertian huruf b. 14 Setelah diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Anak, maka istilah tersebut berubah menjadi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa : Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya 13 M. Nasir Djamil, op.cit, 2013, h Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, Jakarta, 2010, h. 57.

6 15 (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Namun, setelah diundangkannya dan berlakunya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak maka anak pelaku tindak pidana disebut dengan istilah anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebut dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa: Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Paul M. Tappan memberikan perumusan tentang pengertian Juvenile Delinquent sebagai berikut : The juvenile delinquent is a person has been ajudicated as such by a court proper jurisdiction though he may be no different up until the time of court contact and ajudication at any rate, from masses of children who are not delinquent. 15 Tentang Juvenile Delinquency, beberapa sarjana memberikan padangannya tentang kenakalan anak atau yang dikenal dengan Juvenile Delinquency. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, delinkuensi diartikan sebagai tingkah laku yang menyalahi secara ringan norma dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. 15 Ibid, h.10.

7 16 Dalam bukunya, Wagiati Soetodjo menjabarkan istilah kenakalan anak. Kenakalan Anak diambil dari istilah asing yaitu Juvenile Delinquency, tetapi kenakalan anak disini bukan yang dimaksud dalam Pasal 489 KUHP. Juvenile memiliki arti young, anak-anak, anak muda, atau ciri karakteristik pada masa muda dan sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Delinquency artinya doing wrong, terabaikan/mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya jahat, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. 16 Paul Moedikno memberikan perumusan mengenai pengertian juvenile delinquency sebagai berikut : 17 a. Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan delinquency. Jadi, semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh, dan sebagainya. b. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang menimbulkan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki tidak sopan, mode you can see, dan sebagainya. c. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial, termasuk gelandangan, pengemis, dan lain-lain. 16 Wagiati Soetodjo, Op.Cit, h Ibid

8 17 R. Kusuanto Setyonegoro mengungkapkan pendapatnya tentang juvenile delinquency sebagai berikut: 18 Tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik, oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaan tertentu. Apabila individu itu masih anak-anak, maka sering tingkah laku serupa itu disebut dengan istilah tingkah laku yang sukar atau nakal. Jika ia berusaha adolescent atau preadolescent, maka tingkah laku itu sering disebut delinkuen dan jika ia dewwasa maka tingkah laku ia seringkali disebut psikpatik dan jika terang-terangan melawan hukum disebut kriminal. Romli Atmasasmita mengatakan bahwa delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan yang oleh masyarakat itu dirasakan sendiri serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela. 19 Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan dari berbagai pendapat sarjana bahwa Juvenile Delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak dalam usia muda. Secara etimologis, juvenile delinquency memiliki arti kejahatan anak. 20 Namun istilah kejahatan anak dirasakan sangat tajam dan memiliki konotasi negatif terhadap kejiwaan anak itu sendiri, sehingga para h Ibid, h Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak dan Remaja, Armico, Bandung, 1984, 20 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency Pemahaman dan Penanggulangannya, PT Citra Aditya Bakti, 1997, h.10-11

9 18 sarjana sepakat dengan penggunaan kenakalan remaja atau kenakalan anak sebagai pengartian dari juvenile delinquency Tujuan Pemidanaan dan Jenis-Jenis Pidana Berdasarkan pandangan sarjana, Muladi dan Barda Nawawi Arief, dalam bukuya Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, menyimpulkan bahwa ciri-ciri pidana yaitu: 22 a. pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau derita atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; berwenang; b. pidana itu diberikan dengan sengaja oleh kekuasaan atau badan yang c. pidana itu diberikan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Widodo mengemukakan bahwa pengertian pemidanaan adalah penjatuhan pidana oleh negara melalui organ-organnya tehadap seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. 23 Dalam bukunya yaitu Asas-Asas Hukum Pidana, Andi Hamzah menulis bahwa tujuan pidana dalam literatur Bahasa Inggris, 3R dan 1D yaitu: Ibid. 22 Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h Widodo, Prisonisasi Anak Nakal: Fenomena dan Penanggulangannya, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, h Ibid.

10 19 1. Reformation, yang berarti memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik berguna bagi masyarakat; 2. Restrain, maksudnya mengasingkan pelanggar dari masyarakat; 3. Retribution, yang berarti pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan; 4. Deterrence, berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individu maupun orang lain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut melakukan kejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa. Untuk melihat tujuan dari adanya pemidanaan, maka ditinjau dari sejarah perkembangan hukum pidana dikenal tentang 3 (tiga) teori pemidanaan, yaitu teori absolut (pembalasan), teori relatif (tujuan), dan teori gabungan. a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan Menurut teori pembalasan, titik pangkal penjatuhan pidana adalah pada pembalasan yang diberikan kepada penjahat sebagai pelaku tindak pidana sehingga siapa saja yang berbuat jahat harus dipidana tanpa melihat akibat-akibat atau manfaat apa saja yang dapat timbul karena penjatuhan pidana. 25 Disebut absolut, sebab pidana merupakan suatu tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi merupakan sebuah keharusan karena hakikat dari 25 Sri Sutatiek, op.cit, 2013, h.21.

11 20 pidana dalam teori ini adalah pembalasan. 26 Tokoh-tokoh yang menganut teori ini adalah Van Hattum, Krannenburg, Immanuel Kant, Vos, Hegel, Herbart, Sthal, dan Leo Polak. Menurut Vos, teori absolut ada 2 (dua) macam, yaitu : Pembalasan subjektif, yaitu pembalasan terhadap kesalahan pelaku. 2. Pembalasan objektif, yaitu pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan oleh pelaku di dunia luar. Dalam hal ini, teori absolut memiliki kelemahan, yaitu : Dapat menimbulkan ketidakadilan. Sebagai contoh pada pembunuh tidak semua pelaku dijatuhkan hukuman mati, tetapi harus didasarkan pada pembuktian; 2. Dalam teori ini hanya negara yang memberikan pidana, padahal yang menjadi dasar teori ini adalah untuk pembalasan. b. Teori Relatif atau Teori Tujuan Andi Hamzah dan Siti Rahayu menulis bahwa dalam teori ini, adanya pemidanaan adalah diarahkan agar kejahatan yang pernah terjadi tidak diulang 26 Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h Ibid 28 Ibid

12 21 lagi. 29 Tokoh dalam teori ini adalah von Feurbach, Muller, Utrech, van Hamel, von Listz. Ada beberapa tujuan pemidaan menurut teori relatif, yaitu : 30 a. Menyelenggarakan tertib masyarakat; b. Memperbaiki kerugian masyarakat akibat tindak pidana; c. Memperbaiki si penjahat; d. Membinasakan si penjahat; e. Mencegah kejahatan (preverensi). Preverensi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu preverensi khusus dan preverensi umum. Preverensi khusus menjadikan tujuan pemidanaan adalah memperbaiki narapidana sehingga tidak melakukan tindak pidana lagi setelah menjalankan masa hukuman. Sedangkan menurut preverensi umum, pemidanaan bertujuan agar masyarakat tidak melakukan perbuatan pidana yang serupa atau tindak pidana lainnya di kemudian hari. 31 Dalam hal ini, teori relatif memiliki kelemahan, yaitu: Dapat menimbulkan ketidakadilan. Sebagai contoh pelaku kejahatan ringan dijatuhi pidana berat sekedar hanya untuk menakut-nakuti; 2. Kepuasan masyarakat terabaikan, semata-mata demi si penjahat; 29 Andi Hamzah, Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemdianaan di Indonesia, Akademi Presindo, Jakarta, 1983, h Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h Andi Hamzah, Siti Rahayu, op.cit, 1983, h Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h.93.

13 22 3. Sulit untuk dilaksanakan dalam praktik, sebagai contoh terhadap residive. c. Teori Gabungan yaitu: 33 Teori gabungan mucul dengan beberapa pandangan tentang pemidanaan, a. Adanya pidana bertujuan untuk membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Adanya tindakan dimaksudkan untuk mengamankan dan memelihara tujuan yang ingin dicapai. Sehingga, adanya pidana dan tindakan bertujuan untuk mempersiapkan pelaku tindak pidana yang telah menjalani masa hukuman dalam rangka kembali ke kehidupan dan lingkungan masyarakat. b. Keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarakat. Dalam hal ini, pemidanaan memberikan titik berat yang sama antara pembalasan dan sebagai hal yang berguna untuk masyarakat dalam rangka perlindungan terhadap masyarakat dan pembelajaran terhadap masyarakat itu sendiri. 34. c. Dasar-dasar pidana adalah adanya penderitaan yang beratya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan terpidana. Namun, penerapan pidana tersebut tidak boleh melampaui batas dan cukup untuk dapat mempertahankan tata tertib dan menegakkan aturan yang ada Ibid. 34 Made Sadhi Astuti, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, IKIP Malang, Malang, 1997, h Ibid.

14 23 Berdasarkan pada uraian diatas maka dapat diketahui bahwa teori gabungan merupakan teori kombinasi antara teori absolut dan teori relatif. Dalam teori gabungan, aspek pembalasan dengan aspek mempertahankan tata tertib guna ketentraman dalam masyarakat diakumulasikan dalam bentuk suatu kebijakan pemidanaan dan konsep inilah yang mengilhami sistem lembaga permasyarakatan sebagai pengganti sistem pemenjaraan di Indonesia. 36 Tokoh yang menganut teori ini adalah Pompe, Van Bemmelen, Grotius, Rossi, dan Zevenbergen. Didik Endro Purwoleksono dalam bukunya Hukum Pidana menulis tentang teori keseimbangan sebagai salah satu bentuk teori pemidanaan. Dasar adanya teori keseimbangan adalah: Bahwa ketiga teori yaitu teori Absolut, teori Relatif, dan Teori Gabungan hanya tertuju kepada pelaku dan masyarakat, artinya dalam hal ini mengabaikan hak-hak korban atau keluarga korban dari tindak pidana. 2. Pihak-pihak dalam hukum acara pidana selain aparat penegak hukum, yang terdiri dari aparat kepolisian, pengadilan, dan lembga permasyarakatan, juga ada pihak korban. 3. Dalam praktiknya, baik penuntut umum maupun terdakwa dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan atau meringankan sudah memasukkan unsur korban dan keluarga korban. 36 Sri Sutatiek, op.cit, 2013, h Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h.93.

15 24 Teori keseimbangan dalam dilihat dengan jelas dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak salah satunya dalam Pasal 60 ayat (2) yang disebutkan bahwa dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Anak Korban adalah menurut Pasal 1 angka 4 yaitu anak yang menjadi korban tindak pidana yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Jenis-jenis pidana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Alasan penetapan jenis-jenis pidana dalam undang-undang yaitu: Menyediakan sarana untuk penegak hukum dalam rangka menanggulangi kejahatan; 2. Membatasi para penegak hukum dalam menggunakan sarana berupa pidana yang telah ditetapkan. Jenis jenis pidana umum diatur dalam pasal 10 KUHP, yaitu Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana Pokok terdiri dari Pidana Mati, Pidana Penjara, Kurungan, dan Denda. Sedangkan Pidana Tambahan terdiri dari pencabutan hakhak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak diatur tentang jenis-jenis pidana yang dapat diterapkan kepada anak pelaku tindak pidana. Dalam Pasal 23 Undang-Undang Pengadilan Anak disebutkan bahwa: 38 Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h.94.

16 25 Ayat (1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan. Ayat (2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah: a. pidana penjara; b. pidana kurungan; c. pidana denda; atau d. pidana pengawasan. Ayat (3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau pembayaran ganti rugi. Ayat (4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan jenis-jenis pidana dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Pasal 71 yang disebutkan ada 2 jenis pidana yaitu Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana pokok bagi anak yang terdiri atas a) pidana peringatan; b) pidana dengan syarat: pembinaan di luar lembaga; pelayanan masyarakat; atau pengawasan; c) pelatihan kerja; d) pembinaan dalam lembaga; dan e) penjara. Sedangkan Pidana tambahan terdiri atas a) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindakan pidana; atau b) pemenuhan kewajiban adat. Ketentuan dalam Pasal 71 ayat (3) disebutkan bahwa apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja dan dalam Pasal (4) disyaratkan bahwa pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak. 2.3 Pertanggungjawaban Anak Pelaku Tindak Pidana

17 26 Moeljatno dalam bukunya Hukum Pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh sutau aturan hukum yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana bagi siapapun yang melanggar larangan tersebut. 39 Dalam hal pertanggungjawaban pidana dikenal asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sist rea). 40 Menurut Didik Endro Purwoleksono unsur kesalahan terdiri dari: 41 a. Melakukan tindak pidana Mengenai hal melakukan tindak pidana, parameter seseorang melakukan tindak pidana adalah adanya aturan yang mengatur tentang perbuatan tersebut atau dikenal dengan asas legalitas. 42 Aturan tersebut bisa jadi melarang atau mewajibkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Contohnya adalah pencurian yang dilakukan oleh Doni Yoga Simangunsong dan Rinaldy Sinaga. Pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP dan dalam hal ini pencurian yang dilakukan oleh Doni Yoga Simangunsong dan Rinaldy Sinaga diatur dalam Pasal 363 ayat (1) angka 4 KUHP b. Diatas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab 39 Moeljatno, op.cit, 2009, h Ibid, h Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h Ibid.

18 27 Mengenai batasan umur anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, diatur berbeda sepanjang peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang peradilan anak di Indonesia. Tanggal 3 Januari 1997 diundangkan Undang-Undang Pengadilan Anak yang berlaku 1 (satu) tahun setelah diundangkan, yang berarti Undang-Undang Pengadilan Anak berlaku sejak 3 Januari Berdasarkan Undang-Undang Pengadilan Anak Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa: batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Setelah adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi tentang batas usia dalam kriteria anak nakal dan dikabulkannya gugatan tersebut dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010, maka batas umur untuk anak pelaku tindak pidana yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah 12 tahun. Dalam amar putusannya disebutkan bahwa: Menyatakan frasa,... 8 (delapan) tahun..., dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668), beserta penjelasan Undang-Undang tersebut khususnya terkait dengan frasa...8 (delapan) tahun... adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya inkonstitusional, kecuali dimaknai...12 (dua belas) tahun... ; Menyatakan frasa,... 8 (delapan) tahun..., dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668), beserta penjelasan Undang-Undang tersebut khususnya terkait dengan frasa...8 (delapan) tahun... tidak mempunyai kekuatan hukum

19 28 mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya inkonstitusional, kecuali dimaknai...12 (dua belas) tahun... Putusan ini berlaku mengikat sejak diputus hari Kamis, 24 Februari 2011 untuk seluruh perkara yang melibatkan anak pelaku tindak pidana dengan adanya amar putusan yang menyatakan untuk memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Dan dengan adanya putusan ini, ketentuan dalam Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4) secara otomatis tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 43 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berlaku sejak 2 (dua) tahun diundangkan dan sejak tanggal 30 Juli 2014 undang-undang ini sudah berlaku sehingga Undang-Undang Pengadilan Anak dinyatakan tidak berlaku. Pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana menurut Pasal 69 Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak hanya bisa dilakukan : (1) Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2) Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan. Dari ketentuan pasal diatas, dapat ditarik pernyataan bahwa batasan umur anak pelaku tindak pidana yang dapat dimintai pertanggung jawaban dalam bentuk pemidanaan adalah 14 (empat belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun. 43 Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h.67.

20 29 Dalam hal ini, tahun 2014 merupakan masa transisi dari perubahan Undang- Undang Pengadilan Anak ke Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Banyak sekali orang-orang awam yang berfikir bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak sebelum tanggal 30 Juli 2014 dapat diadili dengan menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Untuk itu, asas tempus delikti berlaku terhadap penerapan undang-undang tentang peradilan anak. Tempus Delicti sangat berhubungan erat dengan : 1. Apakah perbuatan yang bersangkutan ada saat itu sudah dilarang dan diancam dengan pidana (dalam Pasal 1 KUHP yaitu asas legalitas). 2. Apakah terdakwa pada saat melakukan tindak pidana sudah dewasa atau belum dewasa. KUHP). 4. Apakah perbuatan itu sudah kadaluarsa atau belum (dalam Pasal Diketahuinya perbuatan dalam keadaan tertangkap tangan (dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP). 6. Alibi. 7 Upaya Hukum. Mezger dalam hal ini berpendapat bahwa untuk tempus delicti dibedakan menurut maksud dari peraturan, yaitu: Moeljatno, op.cit, 2009, h. 89.

21 30 1. Untuk keperluan dari tanggal daluwarsa dan hak penuntutan, yang diperlukan adalah dihitung dimulai setelah terjadinya tindakan pidana atau adanya akibat. 2. Untuk keperluan dalam asas legalitas, apakah pelaku mampu bertanggung jawab, atau ada tidaknya perbuatan melawan hukum, tempus delicti adalah waktu melakukan kelakuan dan waktu terjadinya akibat tidak mempunya arti. Jika dilihat dari pendapat Mezger diatas tentang asas tempus delicti, maka untuk menentukan undang-undang mana yang dapat digunakan dalam hal mengadili anak pelaku tindak pidana adalah saat terjadinya peristiwa atau waktu melakukan pidana. Sehingga, anak yang melakukan tindak pidana sebelum tanggal 30 Juli 2014 tetap diadili dengan menggunakan hukum acara dalam Undang-Undang Pengadilan Anak. Seluruh ketentuan dalam Undang-Undang Pengadilan Anak berlaku bagi anak pelaku tindak pidana yang melakukannya sebelum tanggal 30 Juli 2014, seperti batasan umur anak pelaku tindak pidana, penahanan, pemidanaan dan tindakan. Undang-Undang Sistem Peradilan Anak berlaku tanggal 30 Juli 2014 sehingga anak yang melakukan tindak pidana setelah diberlakukannya undangundang tersebut diadili dengan hukum acara dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan segala ketentuan yang diatur didalamnya.

22 31 Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pengadilan Anak diatur tentang tempus delicti mengenai persidangan terhadap pelaku pidana anak yang telah dewasa. Dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak, disebutkan bahwa dalam hal anak melakukan tindak pidana pada umur 12 tahun (setelah diganti dengan Putusan Mahkaman Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010) dan diajukan ke sidang pengadilan anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetap diajukan ke Sidang Anak. Begitu pula dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang ini juga mengatur hal yang sama seperti undang-undang sebelumnya. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkuan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun, anak tetap diajukan ke sidang anak. Dari kedua aturan diatas, ditentukan bahwa untuk menentukan tempus delikti dalam hal menerapkan sistem peradilan anak adalah waktu ketika dilakukannya perbuatan pidana. Dalam hal bertanggung jawab, seeorang dinyatakan sebagai orang yang mampu bertanggung jawab adalah:

23 32 a. Jika mampu menentukan niat, kehendak, dan rencana atas perbuatan yang dilakukannya. 45 b. Mengetahui atau menginsafi bahwa perbuatannya dipandang tidak patut oleh masyarakat. 46 c. Mempunyai kemampuan untuk membedakan perbuatan yang baik dan buruk, yang sesuai dengan hukum atau melawan hukum. 47 Dalam Pasal 44 KUHP disbutkan tentang orang yang tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya, yaitu karena jiwanya cacat atau jiwanya terganggu karena penyakit. Pelaku yang tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya sebagaimana yang memenuhi syarat dalam Pasal 44 KUHP maka tidak dipidana melainkan dimasukkan ke rumah sakit jiwa untuk disembuhkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44 ayat (2) KUHP. c. Dengan kesengajaan atau kealpaan; Yaitu ketika seseorang dalam hal melakukan tindak pidana mempunyai maksud, dengan mengetahui, dengan berkehendak, dengan perencanaan, dengan tujuan, dengan pemaksaan, dengan kekerasan, dan dengan memalsuka. Adanya syarat-syarat tersebut menjadikan unsur kesengajaan terpenuhi. Sedangkan untuk kealpaan dengan adanya syarat kurang berhati-hati atau praduga-duga. d. Tidak ada alasan pemaaf 45 Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h Ibid. 47 Moeljatno, op.cit, 2009, h. 178

24 33 Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan suatu tindak pidana, namun tidak dapat dipidana karena tidak adanya kesalahan. 48 Dalam hal ini, anak pelaku tindak pidana yang memenuhi syarat-syarat dalam unsur kesalahan dapat dimintai pertanggungjawabannya. 2.4 Pemidanaan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Jika unsur-unsur kesalahan telah terpenuhi oleh anak yang melakukan tindak pidana, maka diperlukan adanya pembuktian untuk membuktikan terpenuhinya unsur-unsur dalam suatu tindak pidana. Maka dari itu, pembuktian dilakukan jika ada tindak pidana dan ada kesalahan pada pelakunya. 49 Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak pelaku tindak pidana dibatasi oleh Undang-Undang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pidana dalam Undang-Undang Pengadilan Anak hanya bisa diterapkan pada anak pelaku tindak pidana. Dalam pasal 25 ayat (1) disebutkan bahwa terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, Hakim menjatuhkan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atau tindakan sebagaimana dalam Pasal 24. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Jika anak nakal h Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h Hendar Soetarna, Hukum Pembuktian dalam Acara Pidana, Alumni, Bandung, 2011,

25 34 diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2), pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah paling lama 10 (sepuluh) tahun. Sama halnya dengan Undang-Undang Pengadilan Anak, dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 81 ayat (2) disebutkan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Dalam Pasal 81 ayat (5) disebutkan bahwa pidana penjara merupakan upaya terakhir yang sebelumnya harus didahulukan dengan adanya diversi. Pasal (6) disebutkan bahwa jika tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan adalah paling lama 10 (sepuluh) tahun. Pemberlakuan pembuktian terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak pelaku tindak pidana dalam KUHAP didasarkan pada Pasal 40 Undang-Undang Pengadilan Anak, disebutkan bahwa hukum acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan pula dalam Pasal 16 bahwa ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Pasal 183 KUHAP disebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dari ketentuan tersebut terkandung dua asas pembuktian, yaitu:

26 35 1. Asas Minimum Pembuktian Dalam KUHAP diatur jelas tentang alat bukti yang sah dan yang diakui oleh undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. 2. Asas Pembuktian menurut undang-undang secara negatif Asas ini merupakan suatu prinsip hukum pembuktian yang mengajarkan bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup terbukti, harus diikuti dengan adanya keyakinan hakim akan kebenaran-kebenaran tentang kesalahan terdakwa. Penjatuhan pidana dapat dilakukan jika memenunhi kedua syarat adanya alat bukti minimum dan keyakinan hakim. Apabila tidak memenuhi syarat dalam Pasal 183 KUHAP tersebut maka hakim tidak boleh menjatuhkan pidana 50. Dalam Pasal 191 KUHAP juga disebutkan bahwa jika tidak terbukti bahwa terdakwa bersalah dalam perbuatan pidana sebagaimana didakwakan sehingga berakibat putusan bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP) dan jika tidak terbukti adanya tindak 50 Ibid, h.83.

27 36 pidana yang didakwakan sehingga mengakibatkan adanya putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Mengenai apa yang diatur dalam Pasal 191 KUHAP bisa diperluas dengan syarat-syarat putusan pembebasan atau pelepasan yang ada di dalam KUHP. 51 Dalam Pasal 45 yang telah dicabut dengan adanya Undang-Undang Pengadilan Anak yang telah digantikan dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa terhadap anak yang melakukan tindak pidana namun bukan termasuk kedalam kategori anak nakal yang dapat diajukan ke persidangan anak atau Anak yang Berkonflik dengan Hukum, maka putusan yang seharusnya diberikan hakim adalah memerintahkan supaya anak dikembalikan kepada orang tua atau pihak yang bewenang sebagaimana diatur dalam undang-undang tanpa adanya hukuman pidana 52. Maka, putusan yang diterima anak yang belum termasuk dalam batasan umur anak pidana dalam undang-undang mendapatkan putusan bebas. Pemberian putusan bebas dilakukan karena adanya penghapusan pidana, yang diperluas dengan tidak terpenuhinya syarat batas umur anak yang dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Pada dasarnya, ada beberapa alasan penghapusan pidana yaitu: Menurut Undang-undang a. tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP); 51 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, h Ibid, h Didik Endro Purwoleksono, op.cit, 2014, h. 98

28 37 b. daya paksa dan keadaan darurat; c. pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas; d. menjalankan peraturan perundang-undangan; e. menjalankan perintah jabatan. 2. Di luar undang-undang a. tidak ada kesalahan sama sekali; b. tidak ada sifat melawan hukum materiil. Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak, disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa anak yang belum mencapai umur 12 tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Kemudian Pasal 5 ayat (2) disebutkan jika penyidik berpendapat bahwa anak masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. Dan jika anak tersebut menurut penyidik tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) anak tersebut diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan pembimbing Kemasyarakatan. Begitu pula dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik,

29 38 pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk: a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 bulan. Dalam hal pemidanaa terhadap anak pelaku tindak pidana, tidak lepas dari adanya asas ultimum remidium. Asas tersebut menjadikan pidana sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Asas tersebut berlaku dalam hal penjatuhan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana, baik dalam Undang-Undang Pengadilan Anak maupun Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak disebutkan bahwa anak nakal dapat dikenai sanksi pidana dan tindakan. Hal ini mejadikan bahwa hakim memiliki pilihan terhadap sanksi yang dijatuhkan kepada anak pelaku tindak pidana. Dalam penjelasan Pasal 25 Undang-Undang Pengadilan Anak disebutkan bahwa: Dalam menentukan pidana atau tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak, hakim memperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang bersangkutan. Disamping itu Hakim juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali, atau orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungannya. Demikian pula Hakim wajib memperhatikan laporan Pembimbing Kemasyarakatan.

30 39 Penjatuhan sanksi pidana atau tindakan terhadap perkara anak masih digantungkan pada putusan hakim anak. Namun dalam menerapkan hukum positif hakim tetap harus memahami doktrin dalam ilmu pengetahuan hukum (Pidana) sebagai salah satu sumber hukum. 54 Kecenderungan hakim menjatuhkan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana bertentangan atau tidak sesuai dengan asas ultimum remidium karena pemberian pidana walaupun dalam jangka waktu pendek memberikan stigma yang buruk kepada pelaku dalam hal ini anak yang harus dilindungi kepentingannya (masa depan anak). 55 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan secara tegas dalam Pasal 81 ayat (5) disebutkan bahwa pejatuhan pidana hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak juga diwajibkan adanya diversi sebelum hakim menjatuhkan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana. Hal ini menyatakan secara tegas bahwa asas ultimum remidium harus ditegakkan dalam penjatuhan putusan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana. 54 Riza Alifianto Kurniawan, Asas Ultimum Remedium Dalam Pemidanaan Anak Nakal, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Anak adalah masa depan suatu bangsa sebagai tunas dan potensi yang mempunyai peran untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anaklah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D 101 07 502 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG 3.1. Penerapan Hukum Positif Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Adanya asas Lex Spesialis

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235] UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 77 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan : a. diskriminasi terhadap anak

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Anak Sebuah Masyarakat yang di dalamnya memiliki individu yang mempunyai kepentingan yang tidak hanya sama tetapi dapat bertentangan, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis

Lebih terperinci

seumur hidup dan pidana mati tidak diberlakukan terhadap anak. Kata kunci: Anak, Peradilan Pidana.

seumur hidup dan pidana mati tidak diberlakukan terhadap anak. Kata kunci: Anak, Peradilan Pidana. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Jefferson B. Pangemanan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI ANAK YANG MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI ANAK YANG MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA Jurnal Ilmiah Kopertis Wilayah IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI ANAK YANG MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA Yuli Susanti Sekolah Tinggi Hukum Garut ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR 51 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Sanksi Aborsi yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur di Pengadilan Negeri Gresik Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA 79 BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA A. Tinjauan Umum Keterangan Anak Dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Anak Dibawah Umur Dalam Hukum Indonesia Pengertian anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini menyebabkan pergeseran perilaku di dalam masyarakat dan bernegara yang semakin kompleks. Perilaku-perilaku

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga baik oleh masyarakat maupun Negara karena dalam dirinya melekat harkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Pelaku Tindak Pidana 1. Pengertian Anak Nakal Pengertian Anak Nakal diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 sebagai berikut: Anak Nakal

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK A. Tinjauan Tentang Anak 1. Pengertian Anak Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian anak di mata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci