PROSIDING Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSIDING Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang"

Transkripsi

1

2 PROSIDING Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang ISBN : Penanggung Jawab : Ir. Ahmad Saerozi Ir. Nina Juliaty, MP Tata Letak : Iin Syahfitri, S.Sos Maria Anna Raheni, S.Sos Dipublikasikan Oleh : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja Samarinda Kalimantan Timur Telp Fax admin@diptero.or.id Website Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dari buku ini dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, micro film dan cetak, tanpa izin penerbit

3 PROSIDING Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Editor: Dr. Rizki Maharani Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014

4 i KATA PENGANTAR Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang ini disusun sebagai salah satu inisiasi penyusunan strategi nasional terhadap perlindungan jenis Shorea penghasil Tengkawang. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan dalam ITTO Project PD 586/10 Rev. 1 (F) Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan hasil kerjasama antara Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) dan International of Tropical Timber Organization (ITTO). Workshop ini diselenggarakan berdasarkan hasil-hasil penelitian Tengkawang terintegrasi yang telah dilakukan sepanjang kegiatan ITTO PD 586/10 Rev.1 (F) dan dukungan penelitian awal dalam kegiatan DIPA (B2PD). Semua hasil penelitian tersebut terangkum dalam sebuah formulasi yang diawali dengan assesment berbagai referensi hasil-hasil penelitian tentang tengkawang termasuk hasil-hasil pelatihan, sosialisasi dan diseminasi yang diadakan di berbagai tempat di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Assesment dengan menguraikan faktorfaktor biofisik, sosial ekonomi, konservasi dan pendukung yakni tentang kearifan lokal dan peraturan. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan workshop ini. Harapannya agar di masa datang, seluruh kegiatan yang terangkum dalam Workshop ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Kepala Balai Besar Ir. Ahmad Saerozi NIP i

5 ii DAFTAR ISI Kata Pengantar. i Daftar Isi ii Laporan Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. iv Sambutan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat vi Arahan dan Pembukaan Kepala Badan Litbang Kehutanan ix PELAKSANAAN WORKHOP I. Rumusan Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas Dan Beberapa Indikator Terkait.. 1 II. Materi Diskusi 18 III. Diskusi IV. Kesimpulan Diskusi Kelompok MAKALAH PENUNJANG 1. Agroforestri Tengkawang Dalam Pembangunan Berkelanjutan Oleh : Sri Purwaningsih dan Abdurachman Asosiasi Jenis Pohon Tengkawang Di Hutan Penelitian Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur Oleh : Amiril Saridan Pengaruh Dosis Dan Kolonisasi Hifa Pada Penambahan Inokulan Alami (Ektomikoriza) Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea Pinanga Asal KHDTK Labanan Di Persemaian Oleh : Karmilasanti dan Nilam Sari Pengemasan Lemak Tengkawang dalam Bambu Oleh : Andrian Fernandez dan Rizki Maharani Potensi Lemak Tengkawang sebagai Alternatif Pembuatan Permen Cokelat Oleh : Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes Riap Diameter Tengkawang Rambai (Shorea Pinanga Scheff) di Hutan Alam Labanan Berau, Kalimantan Timur Oleh : Abdurachman Serangan Hama Buah dan Daun pada Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Oleh : Ngatiman dan Andrian Fernandez Evaluasi Awal Uji Spesies-Provenan Jenis-Jenis Shorea Penghasil Tengkawang di KHDTK Labanan, Kalimantan Timur Oleh : Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan. 88 ii

6 iii 9. Potensi Pohon Tengkawang, Tingkat Generasi Alaminya dan Pola Sebaran Pohon Tengkawang di Kalimantan Barat Oleh : M. Fajri dan Nilamsari.. 95 LAMPIRAN JADWAL ACARA DAFTAR HADIR PESERTA iii

7 iv LAPORAN PENYELENGGARAAN KEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang Bismilahirrohmanirrohim, Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili oleh Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, Perwakilan Lembaga Donor International Tropical Timber Organization (ITTO), para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang yang kami muliakan. Assalamu alaikum Wr.Wb. (Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian). Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, karena hari ini atas perkenan-nya kita dapat hadir dan berkumpul di tempat ini, dalam rangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatan Pengembangan Tengkawang, yaitu Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang. Workshop ini merupakan salah satu Rangkain Program Kerjasama antara Kementerian Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) bekerjasama dengan lembaga internasional International Tropical Timber Organization (ITTO). Program ini merupakan program pengembangan Tengkawang secara terpadu melalui judul kerjasama : Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan, dengan durasi waktu tiga tahun (Juli 2011-Juni 2014). Dalam annya seluruh ragkaian kegiatan pengembangan Tengkawang dilakukan di 5 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Barat (Bengkayang, Sekadau, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu), 3 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Timur (Samarinda, Kutai Kartanegara dan Berau) dan 1 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Utara (Malinau). Pemilihan lokasi pilot project tersebut didasarkan pada pertimbangan potensi penyebaran alami Tengkawang dan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat lokal. Meskipun tengkawang telah nyata berkontribusi dan layak untuk diprioritaskan, bahkan dilindungi dan terlarang untuk ditebang (PP No. 7/1999 dan Keputusan Menteri Kehutanan No.692/Kpts-II/1998), namun kelestarian keragaman genetik tengkawang masih terancam. Pengaruh pemanenan hutan dan biji tengkawang serta fragmentasi hutan mengarahkannya pada penurunan atau bahkan lenyapnya keragaman genetik di tingkat spesies dan populasi, merubah struktur interpopulasi, meningkatkan kemungkinan inbreeding dan penyimpangan genetik. Kondisi ini mengakibatkan rentannya kelestarian keragaman genetik. iv

8 v Keterlibatan dan komitmen semua pihak diperlukan untuk membangun perlindungan/ konservasi jenis tengkawang secara terintegrasi dan masif. Strategi dan tindakan yang tepat bagi upaya konservasi jenis tengkawang sangat penting untuk segera dikembangkan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menyusun suatu formulasi khusus dalam rangka mendukung upaya strategi nasional yang jelas dan aplikatif bagi kepentingan konservasi genetik jenis tengkawang. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan dari kegiatan workshop ini adalah : 1. Membangun pemahaman melalui berbagi (sharing) gagasan dan informasi antar pihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagai tambahan referensi penyusunan formula strategi perlindungan tengkawang dalam rangka mendukung action plan strategi nasional konservasi genetik tengkawang 2. Membangun kesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strategi nasional perlindungan jenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuk setiap tindakan terintegrasi yang merupakan bagian dari usaha konservasi jenis tengkawang di Indonesia 3. Memperkenalkan beberapa output terkait konservasi jenis tengkawang yang merupakan inisiasi dari action plan pendukung Workshop ini akan dilaksanakan hari ini selama 1 hari penuh dengan jumlah peserta sebanyak 70 orang yang meliputi kalangan stakeholder, civitas akademika, LSM Lokal serta para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang. Sedangkan untuk narasumber akan disampaikan dari Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat; Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, Balitbanghut, Kemenhut, dengan LSM Lokal (PRCF) sebagai Fasilitator. Demikian yang dapat kami sampaikan, besar harapan kami agar acara ini dapat berjalan lancar dan mampu memberikan kontribusi nyata pada upaya pengembangan dan perlindungan Tengkawang di masa yang akan datang. Terima Kasih. Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, Wassalamu alaikum Wr.Wb. Salam Sejahtera dan Salam Tengkawang. Kepala Balai Besar Ir. Ahmad Saerozi NIP v

9 vi SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN BARAT Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang Selamat Pagi, Salam Damai dan Sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili oleh Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Kepala Balai Besar Peneltian Dipterokarpa, Perwakilan Lembaga Donor International Tropical Timber Organization (ITTO), para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang yang saya cintai dan yang saya banggakan. (Alhamdullillah) Puji syukur atas berkat dan rahmat Tuhan YME (Allah SWT), hari ini kita hadir di tempat ini, dalam rangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatan Pengembangan Tengkawang, yaitu Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang. Melalui kegiatan ini, diharapkan agar Tengkawang yang merupakan Primadona dan Maskot Kalimantan Barat dapat kembali Bersinar, sekaligus untuk membulatkan tekad dan langkah-langkah nyata kita dalam mendukung program perlindungan/konservasi jenis Tengkawang yang hampir punah dan terlupakan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan terhadap Kementerian Kehutanan, dimana melalui Program Kegiatan Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Tengkawang antara Balai Besar Penelitian Dipterokarpa dan International Tropical Timber Organization (ITTO) ini, merupakan suatu prakarsa dan inisiasi untuk menggerakkan kita semua agar Tengkawang yang kita cintai benar-benar bisa memiliki potensi atau nilai tambah yang layak untuk diprioritaskan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, termasuk lembaga pemerintah terkait yang juga telah berupaya sekuat tenaga dalam mendukung program ini, dan tentunya tak lepas dukungan dari organisasi kemasyarakatan serta para penggiat, pemerhati dan pelopor Pengembangan Tengkawang yang selama ini tak kenal lelah dalam perjuangannya menjadikan Tengkawang untuk tetap eksis di tengah kuatnya terpaan konversi maupun eksploitasi yang mengancam keberadaannya. Para Hadirin yang saya hormati, Jika kita berbicara tentang Tengkawang, maka Tengkawang sangat identik dengan lambang kebanggaan (Maskot) masyarakat setempat (warga Dayak) di Kalimantan Barat. Selain jenisnya beragam, potensi keberadaannya juga sangat besar dan tersebar hampir di seluruh daerah di Kalimantan Barat. Tengkawang (terutama buah Tengkawang) sudah sejak lama mampu mendatangkan nilai tambah yang cukup penting dalam kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Secara tradisional, vi

10 vii lemak/minyak Tengkawang digunakan untuk memasak (pengganti minyak goreng), penyedap masakan dan untuk ramuan obat-obatan. Dalam perkembangannya, di dunia industri, Tengkawang diekspor ke manca negara karena minyak tengkawang sangat berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan kosmetika. Pada masa lalu tengkawang juga dipakai dalam pembuatan lilin, sabun, margarin, pelumas dan sebagainya. Untuk itulah mengapa Tengkawang sempat menjadi Primadona /kebanggaan warga kami, selain nilai ekonominya yang tinggi dan merupakan cash income bagi masyarakat setempat, keseluruhan pohonnya dapat dimanfaatkan dan mengandung nilai-nilai penting diantaranya nilai sosial, budaya dan ekologi yang sangat tinggi, bahkan mengandung nilai sakral khusus bagi masyarakat setempat. Saudara-saudara sekalian, Di Kalimantan Barat masih banyak ditemukan pohon Tengkawang yang dipelihara dalam suatu kawasan hutan masyarakat yang dikenal dengan Tembawang (sebutan masyarakat setempat/dayak). Pada daerah ini pohon Tengkawang dipelihara dengan baik untuk diambli buahnya. Setiap kali musim pohon Tengkawang berbuah, hutan tersebut ramai dikunjungi oleh masyarakat pemilik Tembawang tersebut. Umumnya Tengkawang hidup berdampingan dengan tanaman buah-buahan maupun tanaman perkebunan yang sengaja ditanam oleh masyarakat pemilik tembawang. Tembawang ini telah ada ratusan tahun yang lalu dan diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa Tengkawang melalui Tembawang telah diupayakan pelestariaannya. Upaya pelestarian hutan masyarakat (Tembawang) ini, secara tradisional merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat sekitar hutan. Tanpa adanya kearifan lokal tersebut, kemungkinan besar pohon Tengkawang sulit dijumpai lagi. Hal ini mengingat maraknya konversi hutan menjadi areal perkebunan dalam skala besar di Kalimantan. Saudara sekalian yang berbahagia, Adanya dilema antara upaya pelestarian dan godaan kuat untuk mengkonversi lahan Tengkawang, menuntut kita memikirkan langkah-langkah konkrit dalam hal melindungi pohon Tengkawang dari terancam punah, serta mendorong peningkatan nilai tambah Tengkawang sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat. Untuk itu, maka dipandang perlu untuk membangun pemahaman melalui berbagi (sharing) gagasan dan informasi antar pihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagai tambahan referensi penyusunan formulasi langkah-langkah konkrit dalam wujud action plan strategi nasional perlindungan jenis tengkawang; membangun kesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strategi nasional perlindungan jenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuk setiap tindakan terintegrasi yang merupakan bagian dari usaha konservasi jenis tengkawang di Indonesia. Saudara-saudara, itulah sebagian besar poin yang ingin saya sampaikan karena yang hadir di tempat ini sesungguhnya adalah pahlawan-pahlawan Tengkawang. Oleh vii

11 viii karena itu, saya bangga, saya berterima kasih tapi tugas belum rampung. Mari terus kita tingkatkan upaya kita, kerja keras kita, bangun koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi sebaik-baiknya. Saya mengajak organisasi internasional, lembaga pemerintahan terkait dan para pejuang Tengkawang untuk bekerja sama dan saling mendukung agar tugas mulia tetapi penuh tantangan ini dapat kita laksanakan dengan baik. Demikian kata sambutan yang dapat kami sampaikan, semoga segala tujuan dan harapan kita diberi kelancaran dan dikabulkan oleh Tuhan YME (Allah SWT). Aamiin (Ya Robbal 'Alamiin). Pada kesempatan ini saya Gubernur Provinsi Kalimantan Barat menyatakan Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang dibuka dengan resmi. Terima kasih Selamat Pagi dan Salam Tengkawang. Gubernur Provinsi Kalimantan Barat ttd Drs. Cornelis, MH viii

12 ix ARAHAN DAN PEMBUKAAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang Selamat Pagi Salam damai dan sejahtera bagi kita semua Yang saya hormati Bapak Gubernur Prov. Kalimantan Barat (mewakili) beserta jajarannya Saudara Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Daerah Propivinsi dan Kabupaten/Kota se- Kalimantan Barat Para Dosen, Mahasiswa dan segenap Civitas Akademika Para pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan tengkawang, serta Para peserta workshop dan Hadirin sekalian yang saya muliakan, Puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan ridho- Nya, pada hari ini kita dapat berkumpul bersama dalam keadaan sehat dan penuh semangat untuk mengikuti acara Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang. Terlebih dahulu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi terhadap dukungan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan semua pihak terkait terhadap keseluruhan rangkaian program pengembangan tengkawang yang merupakan program kerjasama penelitian pengembangan terpadu antara Kementerian Kehutanan dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) melalui judul program kerjasama: Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan. Saya menyambut baik penyelenggaraan workshop ini sebagai salah satu wujud nyata dari upaya bersama, antara pemerintah, civitas akademika, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha serta masyarakat, untuk terus mencari upaya dan peluang guna memanfaatkan secara optimal HHBK jenis tengkawang di samping tingginya pemanfaatan tegakan/kayu tengkawang. Keterlibatan dan komitmen semua pihak inilah yang diperlukan untuk membangun perlindungan/konservasi jenis tengkawang secara terintegrasi dan masif. Dimana pada masa mendatang dapat ix

13 x mendorong pengambilan strategi dan tindakan yang tepat bagi upaya konservasi jenis tengkawang. Saya juga memberikan penghargaan yang sangat tinggi atas inisiatif dari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD), yang ditunjuk sebagai executing agency, yang mempelopori kegiatan Pengembangan dan Perlindungan tengkawang, baik melalui program rutin (DIPA) ma upun dukungan dari lembaga donor Internasional, ITTO. Hasil-hasil yang dicapai workshop ini sangat ditunggu oleh masyarakat, khususnya di Kalimantan Barat yang merupakan host dari program ini. Saya sungguh berharap dalam kesempatan yang baik ini agar B2PD sebagai sebuah center of excellence, mampu bertindak lebih kreatif, lebih inovatif menawarkan gagasan-gagasan segar dalam menciptakan teknologi tepat guna yang baru. Semua itu sangat besar artinya bagi kembalinya tengkawang sebagai salah satu primadona dan sekaligus mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali memperjuangkan tengkawang sebagai salah satu penopang perekonomian mereka. Hadirin yang saya hormati, HHBK memang bagian yang sangat penting dari sumber daya kekayaan alam yang berpotensi tinggi. Fokus kehutanan yang di masa lalu memang ada pada kayu, yang berkontribusi signifikan untuk pemasukan negara dan penyedia lapangan kerja. Sejalan dengan potensi dan produksi, potensi kayu pun berkurang, dan perhatian mulai dialihkan pada HHBK. HHBK sekarang dianggap setara, bahkan merupakan produk masa depan kehutanan. Sebuah studi mengklaim, bahwa dari seluruh potensi hutan, kontribusi kayu hanya kurang dari 5%. Oleh karena itu Menhut membuat pokja, untuk mengembangkan HHBK di sentra-sentra HHBK. Karena setelah diidentifikasi dan telah diputuskan dalam Kepmen, ada lebih dari 400 jenis HHBK. Dipilihlah HHBK prioritas yang terbatas, yang dianggap sangat potensial. HHBK juga penting karena ke depannya, produk kehutanan yang penting adalah produk-produk yang disebut sebagai biomaterial, seperti obat-obatan, herbal, kosmetik, dll. Karena kayu sebenarnya adalah produk yang mudah disubstitusi, mudah diganti oleh produk lain walau suatu saat kayu langka. Contoh subsitusi adalah adanya baja ringan, furnitur dari bahan sintesis dll. Biomaterial akan makin tinggi prospek ke depannya, karena kesadaran kita yang mulai muncul bahwa produk keseharian kita lebih diharapakan berasal dari produk-produk alami daripada yang berbahan sintetis. Misalnya kulit manggis sebagai penghalus kulit dan obat-obatan. tengkawang adalah salah satu yang sangat berpotensial untuk biomaterial. HHBK juga penting karena sangat berkaitan erat dengann pendapatan masyarakat. Kayu umumnya diusahakan oleh perusahaan besar, sementara HHBK biasanya diusahakan oleh masyarakat atau perusahaan kecil. HHBK juga penting dengan adanya rencana trend ke depan yaitu ekonomi hijau yang menjadi sasaran dunia. Ekonomi hijau berarti baik bahan baku, proses, produk, da pengolahan limbahnya, semua ramah lingkungan. HHBK penting untuk penyedia energi ramah lingkungan. x

14 xi Dari 4 provinsi di Kalimantan, Kalimantan Barat memiliki potensi tengkawang tertinggi diikuti oleh Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Namun hanya Kalimantan Barat yang dari dulu sampai sekarang masih memiliki pasar tengkawang sekaligus pabrik pengolahannya. Selain secara tradisional, beberapa komoditas dihasilkan oleh masyarakat setempat. Dalam dunia industri, minyak tengkawang (green butter) biasa diekspor ke mancanegara dan digunakan sebagai pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan bahan kosmetik.. Ironisnya harga buah tengkawang hanya Rp 1000 sam Rp 2000 per kilo, hal ini lah yang menyebabkan daya tarik bisnis tengkawang menjadi berkurang. Seiring dengan berjalannya waktu, pengusahaan tengkawang dianggap kurang menjanjikan dan kalah bersaing dengan kompetitor baru lainnya, yaitu karet dan sawit. Namun bila mengingat potensinya, harusnya tak terjadi hal demikian. Persoalan mungkin terletak pada mekanisme tata niaga tengkawang yang mengakibatkan harga tengkawang di tingkat petani menjadi rendah. Jika dibenahi, tengkawang pasti tak kalah dengann karet dan sawit. Tidak salah jika akhirnya para petani memilih sawit dan karet dibanding tengkawang. Pemerintah harus mencari penyebabnya. Hal demikian bukan hanya terjadi pada HHBK tengkawang, HHBK lain juga demikian. Contohnya getah jernang yang memiliki harga puluhan juta di Singapura tapi rendah di tingkat petani. Demikian juga dengan gemor atau menyan. Tak dapat dipungkiri jika tengkawang memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat lokal, baik berupa pemanfaatan HHBK maupun kayunya. Target utama dari program pengembangan dan perlindungan ini adalah masyarakat. Oleh karena itu perlu pemikiran dan perumusan yang mendalam agar masyarakat dapat turut serta memberikan/membangun informasi sekaligus manfaat (dari, oleh dan untuk masyarakat). Masyarakat demikian akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan informasi serta menjadikan informasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan kualitas kehidupan. Kita menyakini bahwa penciptaan teknologi tepat guna yang inovatif adalah salah satu kunci pengembangan tengkawang saat ini, sebagai upaya pemulihan ekonominya. Kontribusi perekonomian ini tentunya tidak lepas dari upaya perlindungan terhadap tegakan pohon jenis tengkawang itu sendiri, agar pemanfaatan HHBK dimaksud dapat terus lestari dan berkesinambungan. Workshop ini harus disambut baik dan hendaknya menjadi awal langkah nyata yang mempertemukan stakeholder tengkawang untuk menemukan cara dan upaya bagaimana meningkatkan profile potensi tengkawang dalam bentuk strategi nasional konservasi tengkawang dan perannya dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Jangan sampai menyesal jika suatu saat tengkawang punah padahal akhirnya diketahui bahwa tengkawang sangat dibutuhkan. Gemor misalnya, sudah langka, dan bahkan dicari oleh Jepang, yang berarti gemor mempunyai suatu potensi tertentu yang belum diketahui oleh kita. xi

15 xii Proyek ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan progam-program selanjutnya dan tak harus tergantung pada proyek ITTO saja. Diakui bahwa dana penelitian hanyalah kurang dari 10% dari anggaran dan HHBK masih mendapat perhatian yang kurang. Diharapkan ke depannya semua itu akan berubah ke arah yang lebih proporsional. Langkah awalnya adalah, agar pemerintah daerah dapat memberi suntikan teknologi yang dapat mensinergikan antara energi dan industri. Untuk itu pada kesempatan ini, diharapkan para pihak yang terlibat dalam proses diskusi (masyarakat, peme rintah, NGO, entrepreneur dan masyarakat lokal) dapat mengetahui dan perlindungan tengkawang dalam rangka mendukung action plan strategi nasional konservasi genetik tengkawang. Demikian prakata dari saya, semoga bermanfaat. Selamat pagi dan salam sejahtera. membuka pemikiran serta ide tentang upaya perumusan formula strategi Kepala Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan ttd Putera Parthama, Ph.D NIP xii

16 Makalah Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014

17 1 RUMUSAN FORMULASI STRATEGI PERLINDUNGAN TENGKAWANG BERDASARKAN PRIORITAS DAN BEBERAPA INDIKATOR TERKAIT PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI MEMBANGUN KOMITMEN Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya (1) Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang di dalamnya termasuk menyebutkan 13 species tengkawang yang dilindungi. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai (2) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998, bahwa tengkawang termasuk species yang dilindungi dan tidak boleh ditebang, sekalipun penebangan tersebut dilakukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, proyek transmigrasi, kegiatan usaha budidaya perkebunan dan pertanian. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai 1

18 2 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (3) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357/Kpts-II/1998 tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutan produksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perlu dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai (4) Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutan alam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknya terhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya. pengguna fleksibel Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati (5) Penerbitan aturan mengenai perlindungan jenis tengkawang yang seharusnya menyebut semua species Shorea spp. yang menghasilkan tengkawang. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai (6) Penerbitan aturan teknis pada tingkat Kementerian Kehutanan mengenai Pemerintah Pusat sebagai pengguna dan Fleksibel 2

19 3 NO INDIKATOR pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik di areal hutan alam. PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT pembuat kebijakan penilai PERGURUAN TINGGI (7) Penerbitan aturan mengenai pembangunan hutan tanaman produksi tengkawang yang dikelola secara lestari. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai (8) Penerbitan aturan mengenai pemanenan tengkawang dari hutan tanaman produksi. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai (9) Penerbitan aturan mengenai peredaran hasil hutan kayu dan non kayu tengkawang yang berasal dari hutan tanaman produksi yang dikelola secara lestari. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan Fleksibel penilai (10) Peninjauan kembali peraturan pemerintah terkait dengan konservasi genetik, pemasaran dan eksport biji tengkawang penyusun kebijakan dan pengguna dan Fleksibel penilai (11) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentang konservasi tengkawang dari budidaya, pemasaran, dan konservasi di tingkat propinsi dan dapat diturunkan di tingkat kabupaten. penyusun kebijakan dan pengguna dan pengguna dan penilai 3

20 4 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (12) Penerbitan aturan mengenai perlindungan status plot konservasi eks-situ dan in-situ yang telah dibangun/ditetapkan sebagai sumber penghasil tengkawang (khususnya hutan alam) dari alih fungsi lahan pembuat kebijakan dan (13) Penerbitan dan penegakan aturan hukum yang pasti terhadap para pelaku penebang tengkawang di areal hutan/yang dilindungi, mulai dari pekerja lapangannya hingga pembeli dari produk kayu. pembuatan kebijakan dan Fleksibel (14) Menginisiasi dan mengembangkan pasar international dalam bentuk rantai pasar (marketchain) ke pasar-pasar Eropa dengan isu produk ramah lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi sebagai pembuat kebijakan dan utama sebagai pengguna dan Fleksibel utama sebagai penilai (Perg. Tinggi dan Masyarakat Sipil, termasuk Badan Internasional) (15) Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasi harga untuk menjamin kualitas dan pasar. Pembuat Kebijakan kebijakan utama sebagai kebijakan utama sebagai pendamping (16) Pembuatan Surat Edaran (SE) mengatur perdagangan dan pelaporan biji tengkawang agar dapat terdata secara baik dengan harga yang layak di tingkat petani. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi utama sebagai pengguna dan Fleksibel utama sebagai penilai 4

21 5 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI sebagai pembuat kebijakan dan Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang (17) Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semua species tengkawang (revisi IUCN redlist). pembuat kebijakan (18) Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untuk menetapkan base line sumberdaya genetik. pembuat kebijakan (19) Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif. pembuat kebijakan (20) Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikan komponen ekosistem alami. pembuat kebijakan (21) Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yang representatif. pembuat kebijakan 5

22 6 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (22) (23) (24) Pembentukan Desa/kabupaten konservasi genetik tengkawang Peremajaan kembali pohon-pohon tengkawang, agar ada regenerasi pertumbuhan tengkawang Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, agar memiliki kewajiban memelihara dan membudidayakan tengkawang pada areal yang telah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. (Dinas Kehutanan) sebagai pembuat kebijakan dan sebagai Pembuat kebijakan sebagai Pelaksana sebagai Penerima dan Pelaksana kebijakan sebagai Pelaksana sebagai Penerima sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) sebagai (25) Pengembangan pola agroforestri atau tumpang sari, dengan tanaman utama tengkawang yang dikombinasi dengan tanaman karet atau sawit, bahkan dengan tanaman padi dan palawija. Sebagai Pelaksana Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (26) Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dan pembuat kebijakan 6

23 7 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI kandungan lemak nabati. (27) Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. (28) Pembangunan populasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan. dan (29) Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang. dan (30) Memberdayakan masyarakat melalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang. pembuat kebijakan (31) Pendampingan dari lembaga masyarakat, pemerintah dan BUMN lembaga untuk kegiatan usaha pengusahaan tengkawang di tingkat petani: pemanenan, pengolahan, dan pemasaran agar terbentuk kemandiri masyarakat dalam mengelola produk biji tengkawang. Pendampingan tersebut dalam bentuk: (1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawang dan memfasilitasi Rutin dan kontinyu sebagai penunjang dan memfasilitasi dan sebagi pendukung (1) Kerjasama dan memfasilitasi berpartisipasi aktif sebagai manfaat (1) Rutin dan kontinyu Mediasi : (1) Masy. sipil 7

24 8 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI sebagai bahan baku multi produk (2) Analisa usaha ekonomi tengkawang (3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam konservasi tengkawang - Dinas Kehutanan - Koperasi - Dinas terkait lainnya (2) Kerjasama (3) kerjasama (2) sda -- (3) -- sda --- (2) Perg Tinggi, kerjasama (3) Masy. Adat dan masy. sipil (32) Perlu adanya teknologi efisien dan efektif untuk diversifikasi produk buah tengkawang, sehingga mempunyai nilai jual dan daya saing yang lebih baik di pasaran dan terhindar dari permainan harga oleh tengkulak. Fasilitator sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) (33) Peningkatan kapasitas masyarakat dengan mengadakan penyuluhan teknologi Tepat Guna (TTG) pengolahan buah tengkawang dan memfasilitasi pelatihan pengolahan buah tengkawang diantaranya pengembangan produk turunan dan peningkatan mutu produk berbasis tengkawang sebagai Fasilitator sebagai Penerima sebagai Penerima sebagai Pelaksana (Masyarakat Sipil) (34) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, membantu pengolahan produksi dan tataniaganya (program Bapak Asuh). Mengingat panen tengkawang yang tidak rutin. Skala Fasilitator sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) 8

25 9 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI dan lokasi pabrik lebih cocok yang bersifat menengah (di kecamatan) dan kecil (di desa). Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik (35) Pemahaman peran keragaman genetik untuk konservasi genetik tengkawang perlu ditingkatkan (36) Pemahaman tentang konservasi genetik dari para pihak perlu disamakan Meningkatkan kerjasama para pihak (37) (38) Meningkatkan dan memperluas keterlibatkan para pihak dalam berbagai bentuk jejaring, pertemuan, riset, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain Memperkuat kemitraan dalam konservasi genetik dan pengembangan tengkawang antara pemerintah, lembaga pendidikan/penelitian, perusahaan, lembaga masyarakat dan masyarakat berdasarkan kapasitas masing-masing dan mengacu pada komitmen pengguna pengguna mitra dan pengguna mitra dan pengguna mitra dan pengguna mitra dan pengguna pengguna pengguna 9

26 10 NO (39) (40) INDIKATOR Meningkatkan kerjasama kegiatan konservasi tengkawang dari para pihak PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang Pembentukan lembaga konservasi tingkat propinsi/ kabupaten dan masyarakat untuk kegiatan konservasi tengkawang, termasuk mengelola plot/areal konservasi genetik tengkawang pengguna pengguna PERGURUAN TINGGI pengguna (41) Pembentukan forum komunikasi yang mewadahi semua stakeholder pada tingkat pusat dan daerah untuk mendukung kegiatan konservasi tengkawang (42) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi seperti kelompok usaha bersama atau Koperasi Unit Desa (KUD) dan CU, termasuk pemantapan koperasi/kelompok usaha, CU yang sudah ada, terutama di sentra-sentra pemasaran biji tengkawang di tingkat petani penghasil. Fasilitator sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat dan Masyarakat Sipil) 10

27 11 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (43) Pembentukan sekretariat bersama komoditas biji tengkawang dan hasil hutan non kayu lainnya di tingkat kabupaten, untuk: - mengkoordinasikan aktivitas produksipemasaran-termasuk pendataan hasil. - memantapkan informasi tentang hasil hutan secara komprehensive akan lebih terdata dengan baik. (Pemda setempat) sebagai pengguna utama sebagai mitra dan pengguna utama sebagai pengguna utama sebagai pengguna PEMUTAKHIRAN DATA Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang (44) Perbaikan/pemantapan data (Updating-data) tengkawang baik potensi pohon/tegakannya maupun hasil biji tengkawang, volume produk olahan (salai) sampai ke pemasaran dalam negeri dan ekspor Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi (45) Inventarisasi plot konservasi in-situ dan ekssitu tengkawang yang telah dibangun, dan populasi tengkawang yang mempunyai potensi cukup tinggi sebagai calon lokasi plot konservasi in-situ Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi 11

28 12 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang (46) Inventarisasi informasi keragaman genetik tengkawang yang telah dilakukan Fleksibel sebagai pemberi informasi Fleksibel sebagai pemberi informasi (47) Koleksi materi genetik yang mewakili sebaran dan potensi sebaran tengkawang Fleksibel sebagai Fleksibel sebagai (48) Analisis keragaman genetik populasi tengkawang dilakukan menggunakan penanda molekuler Fleksibel Fleksibel (49) Potensi variasi genetik dan sebarannya dievaluasi untuk pemetaan sebaran keragaman genetik tengkawang Fleksibel Fleksibel SOSIALISASI DAN DISEMINASI Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (50) Pemberian pemahaman mengenai selukbeluk jenis tengkawang. dan 12

29 13 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (51) Pemberian pemahaman kesesuaian habitat untuk berbagai jenis tengkawang. dan (52) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. dan (53) Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang. dan (54) Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang ramah lingkungan. dan (55) Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat. dan (56) Pelaksanaan workshop tingkat nasional para penyusun kebijakan konservasi genetik tanaman 13

30 14 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (57) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran (58) Sosialisasi tentang kebijakan pemerintah dan peraturan yang terkait kepada para konservasi genetik tengkawang tentang perlindungan tengkawang dengan segala konsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta dan para terkait dan evaluator (59) Sosialisasi tentang peran penting konservasi genetik tengkawang terhadap kegiatan konservasi tengkawang secara keseluruhan p (60) (61) Penyusunan manual pembangunan plot konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang Pembuatan buku saku mengenai Peraturanperaturan yang berhubungan dengan konservasi genetik 14

31 15 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (62) (63) (64) Penyusunan metode pemanenan berbasis konservasi genetik Tersedianya guideline untuk pemantauan dan inventarisasi populasi tengkawang Pembuatan website tentang konservasi tengkawang yang memuat berbagai informasi tentang tengkawang, termasuk peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan (65) Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desa tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Sebagai Pelaksana dan Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Pelaksana (Masyarakat sipil dan Prguruan Tinggi) (66) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Pelaksana Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Fasilitator (67) Pertemuan multi pihak di tingkat propinsi tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana 15

32 16 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran agar dapat mendorong pembuatan PERDA Tengkawang (68) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku laporan ini dari bidang pengembangan budidaya yaitu bidang provenance, bidang genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana; Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda (69) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturanperaturan, PERDA, buku-laporan Sebagai Pelaksana dan Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima MONITORING DAN EVALUASI (70) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, an, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. pembuat kebijakan dan dan 16

33 17 PRIORITAS PADA NO INDIKATOR PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (71) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan konservasi genetik tengkawang dan pemasaran, meliputi budidaya, penanaman dan pemanenan tengkawang serta terhadap seluruh kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan ekssitu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetik pemberi informasi pemberi informasi Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta) 17

34 13 NO INDIKATOR PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (51) Pemberian pemahaman kesesuaian habitat untuk berbagai jenis tengkawang. dan (52) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. dan (53) Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang. dan (54) Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang ramah lingkungan. dan (55) Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat. dan (56) Pelaksanaan workshop tingkat nasional para penyusun kebijakan konservasi genetik tanaman 13

35 14 NO (57) INDIKATOR Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (58) Sosialisasi tentang kebijakan pemerintah dan peraturan yang terkait kepada para konservasi genetik tengkawang tentang perlindungan tengkawang dengan segala konsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta dan para terkait dan evaluator (59) Sosialisasi tentang peran penting konservasi genetik tengkawang terhadap kegiatan konservasi tengkawang secara keseluruhan p (60) (61) Penyusunan manual pembangunan plot konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang Pembuatan buku saku mengenai Peraturanperaturan yang berhubungan dengan konservasi genetik 14

36 15 NO (62) (63) (64) INDIKATOR Penyusunan metode pemanenan berbasis konservasi genetik Tersedianya guideline untuk pemantauan dan inventarisasi populasi tengkawang Pembuatan website tentang konservasi tengkawang yang memuat berbagai informasi tentang tengkawang, termasuk peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (65) Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desa tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Sebagai Pelaksana dan Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Pelaksana (Masyarakat sipil dan Prguruan Tinggi) (66) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Pelaksana Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Fasilitator (67) Pertemuan multi pihak di tingkat propinsi tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana 15

37 16 NO INDIKATOR tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran agar dapat mendorong pembuatan PERDA Tengkawang PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI (68) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku laporan ini dari bidang pengembangan budidaya yaitu bidang provenance, bidang genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana; Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda (69) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturanperaturan, PERDA, buku-laporan Sebagai Pelaksana dan Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima MONITORING DAN EVALUASI (70) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, an, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. pembuat kebijakan dan dan 16

38 17 NO (71) INDIKATOR Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan konservasi genetik tengkawang dan pemasaran, meliputi budidaya, penanaman dan pemanenan tengkawang serta terhadap seluruh kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan ekssitu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetik PRIORITAS PADA PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN TINGGI pemberi informasi pemberi informasi Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta) 17

39 18 II. MATERI DISKUSI Pembicara: Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko (BPPTH Yogyakarta) Fasilitator: Imanul Huda Sejak jaman dahulu kita sudah sering mendengar dan akrab dengan tengkawang, mungkin orang tua kita jaman dulu ada yang petani, pengumpul pengolah atau pemasar tengkawang dan pemakai. Saat ini jika kita bicara tentang tengkawang seperti bernostalgia, karena dulu cerita dan berita tentang tengkawang sangat sering kita dengar, misalnya penelitian tentang tengkawang, seminar tentang tengkawang, penebangan hutan tengkawang dll. Kondisi sekarang, tengkawang digunakan secara lebih luas misalnya untuk kosmetik, bahan pencampur farmasi dan coklat, pelumas dan bahkan untuk bahan bakar pesawat. Pemaparan materi akan disampaikan oleh 3 pemateri tentang formulasi perlindungan tengkawang berdasarkan prioritas dan beberapa indikatornya: Bidang Ekonomi : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc Bidang Konservasi Ekosistem : Dr. Sapto Indrioko Bidang Konservasi Genetik : Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko A. Bidang ekonomi Generasi sekarang sudah mengkonversi hutan tengkawang dengan tanaman lain karet dan bahkan sawit, tanaman pangan, hal ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan. Pertumbuhan tengkawang di asia tenggara terutama di hutan Indonesia masih banyak, ada 10 s/d 13 jenis tengkawang yang potensial untuk dikembangkan (lampiran slide). Proses penyalaian yang sangat sederhana menyebabkan buah salai tidak terlalu bersih dan kering betul sehingga hasil akhirnya masih ada aroma tengik. Ini berpengaruh pada harga jual, selain itu ditingkat petani rantai pemasarannya sangat panjang belum lagi soal pungutan pembayaran di dalam perjalanan. Kontrak penjualan dari pedagang antara, ada perjanjian di Sanggau, di Bodok, sistem kontraknya harga Rp 9000/kg kalau perjanjiannnya bisa menghasilkan 1000 ton, ini dilihat dari hasil panen, tapi bagaimana kalau tidak bisa memenuhi kontrak, sangat variatif sekali baik di tingkat petani maupun di penyalur (lihat lampiran slide).

40 19 Di Ensaid Panjang ada pohon tengkawang yang dikelola secara komunal masyarakat, tengkawang tumbuh di tembawang yang mereka miliki secara adat. Artinya ini bisa dikelola dengan kelembagaan yang diperkuat sistem administrasi dan manajemennya. Unsur penunjang ini sudah cukup kuat, ada potensi, ada pengelolaan dan dilengkapi lagi dengan adanya pemasaran yang terkelola dengan baik, sehingga kita bisa sekaligus melakukan pelestarian tengkawang yang bisa menjamin sektor ekonominya. Oleh karena itu perlu disusun suatu formulasi strategi perlindungan tengkawang. Perlu memperluas jejaring kerjasama pengelolaan tengkawang, baik dalam maupun luar, kemitraan antar dinas terkait dan di lapangan dipandang penting. Matriks formulasi mencakup 5 indikator, yaitu: Membangun komitmen - Kebijakan dan regulasi tengkawang berbasis masyrakat - Pembentukan, pemantapan lembaga ekonomi untuk tata niaga tengkawang - Kerjasama parapihak diatur dalam nota kesepemahaman di tingkat provinsi - Rehabilitasi dan pengembangan pohon tengkawang pada target lokasi Sosialisasi - Lokakarya dan diskusi terfokus di desa - Lokakarya multipihak di tingkat kabupaten - Pertemuan multipihak di tingkat provinsi Penyusunan dokumen dan Deseminasi - Pembuatan dokumen dalam bentuk laporan - Menyebar luaskan dokumen Perbaikan atau pemantapan data - Perbaikan up dating data tengkawang - Penelusuran informasi2 sebelumnya - Di tingkat petani pengumpul, pedagang antara dan exporter - Produksi biji tengkawang ditingkat petani Monitoring dan evaluasi - Kegiatan budidaya pemasaran dan konservasi terus dipantau dan dievaluasi B. Bidang Konservasi Ekosistem Beberapa indikator terkait bidang konservasi ekosistem mencakup 3 indikator berdasarkan prioritas: Membangun komitmen - Penegakan aturan terkait pelestarian sumber daya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya - Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati - Menghilangkan tekanan atau gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang

41 20 - Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi Sosialisasi dan Diseminasi Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi Monitoring dan evaluasi Bidang konservasi Pengelolaan Sumber Daya Alam perlu dikelola dan dijaga pada semua tingkatan mulai dari ekosisten, spesies dan genetik. Di hutan khusus seperti di Kalimantan dengan potensi terbesar tengkawang memiliki ekosistem yang menunjang untuk pemuliaan tanaman, walaupun demikian di Kalimantan pun beberapa tipe daerah yang tergenang air, ditepi sungai, di daerah yang tapak agak atas, tengkawang hidup dengan beberapa jenis tanaman lain, diperlukan hara dan penyinaran matahari penuh. Kalau ingin melestarikan tengkawang, dibuat kondisi hutan alam tegakan yang hampir sama dengan ekosistem yang bagus. Sudah ada aturannya bahwa tidak boleh melakukan penebangan jenis-jenis Shorea, ada 13 jenis, semestinya bisa ditegakkan, jika sudah aturan bahwa jenis tanaman yang dilindungi, maka setiap yang mengusahakan tengkawang harus memperhatikan hal ini, perguruan tinggi akan memfasilitasinya. Tengkawang termasuk spesies yang dilindungi dan tidak boleh di tebang, oleh karena itu sangat diistimewakan harus dilindungi. Keputusan Menteri Kehutanan melindungi kawasan pelestarian plasma nutfah, yang dikelola untuk KPH, meliputi pengawasan dan pengecekan, ada study mengenai pemanenan. Ada pengusaha pemilik HPH di dalam kawasan ada potensi tengkawang sehingga perlu pengamanan, saat penebangan, penyaradan sehingga anakan alam tengkawang baik tingkat semai, tiang dan pancang, tidak akan rusak akibat pembalakan, terutama soal keragaman genetik. Kalau ada yang mati maka akan berpengaruh pada keragaman genetik, sehingga berakibat pada kelestariannya. Perlu juga penerbitan aturan yang mencakup apakah semua shorea, termasuk tengkawang, karena ada sekitar 13 Shorea penghasil tengkawang yang ada di Indonesia. Tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutan produksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perlu dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah. Tengkawang dihutan alam, maka ekosistemnya harus di jaga, aturan tentang ini sebenarnya dalam keputusan Kemenhut sudah termaktub dalamnya ex-situ, in-situ, seed-bank, dan sumber benih. Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutan alam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknya terhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya. Kalau kita bicara tentang kelestarian hasil, maka kita melakukan pemuliaan dengan memperhatikan kelestarian hasil, dengan adanya pelarangan terhadap penebangan tengkawang perlu diwadahi dengan aturan yang khusus, perspektif ke depan mengenai

42 21 potensi tengkawang perlu di siapkan aturan pemanenannya, terutama di dalam hutan tanaman produksi. Misalnya ada log trading, maka perlu peredaran hasil hutan kayu non tengkawang, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pembuat kebijakannya. Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semua species tengkawang (revisi IUCN redlist). Kita perlu menghilangkan tekanan, pengaruh manusia secara langsung dan tidak langsung, terutama terhadap hutan alam, sebagai penyanggah kehidupan, secara optimun hutan bisa dilestarikan, mestinya kita plot hutan tanaman, perlu memberikan data aktual kepada lembaga IUCN. Lembaga ini menerbitkan berbagai jenis tumbuhan yang termasuk katagori langka dan memiliki prospek punah atau tidak dan kritis. Supaya kita semua memberikan perhatian bahwa sebetulnya tengkawang kita dalam kondisi bagaimana, secara umum di Kalimantan di Indonesia bagaimana kondisinya. Dikatakan jika dalam kondisi kritis maka dikhawatirkan dalam 10 thn kedepan punah, maka probility kepunahannya, ada beberapa kriteria dari daftar kondisi. Perlu upaya konservasi, kita juga mengupayakan pembudidayaan supaya tidak berharap saja pada hutan alam untuk melakukan pemuliaan. Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untuk menetapkan base line sumberdaya genetik. Menetapkan base line, supaya punya gambaran kondisinya sekarang, dulu bisa menjadi maskot dan kondisi sekarang bagaimana sebarannya, sehingga bisa memastikan apa yang akan dilakukan ke depan. Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif. Penanaman kembali areal bekas kegiatan pembalakan dengan tanaman tengkawang kembali atau areal lain dengan tengkawang harus memperhatikan hara tanah. Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikan komponen ekosistem alami. Pengelolaan areal dengan kondisi ekologis dan genetis secara alami, semua komponen harus di jaga, sementara jenis-jenis yang mengganggu harus dihilangkan. Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yang representatif. Diperlukan untuk melihat kemampuan tanaman beradaptasi dengan lingkungannya untuk tumbuh dan berkembang. Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dan kandungan lemak nabati, perlu penanganan yang serius dan komitmen yang tinggi. Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. Jika dalam jumlah banyak ketersediaan jenisnya di alam maka akan mudah. Pembangunan populasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan. Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang. Memberdayakan masyarakat melalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang. Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang. Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang

43 22 ramah lingkungan. Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat. Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, an, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. Pemberian pemahaman mengenai seluk beluk tengkawang, yang masuk dalam daftar kemenhut diperjelas jenisjenisnya sehingga bisa diketahui dengan jelas mana yng terancam punah dan tidak C. Bidang Konservasi Genetik Konservasi genetik merupakan indikatornya. Strategi konservasi genetik untuk tengkawang pasti berbeda dengan konservasi jenis tanaman lainnya. Karena tengkawang di ambil buahnya sehingga strategi konservasinya juga berbeda, kalau tengkawang diambil buahnya sehingga kalau buahnya banyak kita lupa menanam atau meninggalkan buah dengan variasi yang baik untuk pemuliaan tanaman, harus disisakan yang terbaik. Variasi genetik dilihat dari : Pertumbuhan Daya Tahan/adaptasi Kandungan Sifat kayu Morfologi Variasi genetik dimulai dari : Antar genis Satu jenis Antar populasi Dalam populasi Antar individu Status suatu jenis, tanaman yang punah biasanya memiliki 4 faktor Jumlahnya /ukuran populasinya sedikit Jumlah individunya Meregenerasinya lemah Penebangan/pemanenn yang besar tidak sebanding dengan kemampuan meregenerasi/budidayanya lambat Variasi genetiknya, kalau semua klon artinya tidak ada variasinya, jika terserang hama maka akan lama, tapi jika variasinya besar ada atau tinggi maka kita tidak khawatir Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konservasi genetik: Besaran variasi genetik, Distribusi variasi genetik Degradasi variasi genetik. Umumnya semakin tinggi tanaman di atas tanahnya, semakin banyak populasi tingkat semainya,

44 23 Keragaman genetik dan jarak genetik pohon-pohon yang tersisa dalam tegakan alam, baik dari sebaran individunya dan populasi maupun sebaran alamnya antar populasi misalnya Ramin, Ulin, Kalau keragaman genetiknya sudah berkurang, maka lihat lagi distribusinya, jarak genetiknya, kalau tinggi maka kita masih bisa merasa aman. Contohnya: keragaman dan jarak genetik ramin berdasarkan penanda RAPD keragaman dan jarak genetik ulin Formulasi kebijakan Bidang Konservasi Genetik perlu keterlibatan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, akademisi, peneliti, pelaku, pendamping, sehingga kita tidak perlu takut lagi tengkawang hilang dari bumi Borneo ini. Indikatornya: Pemutakhiran data, inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang Membangun komitmen, membangun kesepahaman tentang konservasi genetik Kegiatan konservasi genetik, pembangunan dan penetapan konservasi insitu dan eksitu, pembentukan desa konservasi, membangun plot pemanenan berbasis konservasi genetik Sosialisasi, workhsop para penyusun kebijakan nasional dan provinsi/kabupaten, sosialisasi peraturan pemerintah, peran penting konservasi, Penyusunan buku dan deseminasi, manual pembangunan plot insitu dan eksitu, guidline untuk pemantauan inventarisasi, website ttg konservasi tengkawang Monitoring dan evaluasi, kegiatan budidaya penananman, dan pemanenan tengkawang

45 24 III. DISKUSI A. Sesi Pertama Pertanyaan dan tanggapan peserta Disperindagkop Sanggau: Bagaimana hasil pertemuan hari ini bisa ditindaklanjuti dengan masyarakat, yang kita sampaikan hari ini sangat baku, teoritis, kita lupa bagaimana mempraktekkannya di luar. Jika tidak salah tengkawang di larang eksport, lalu apa opsi yang dilakukan masyarakat, mau suplai kemana, harga tidak terlalu tinggi, sejak ada pembatasa berupa pasal yang mengatakan hasil hutan pertanian dan hasil hutan lainnya sebenarnya free. Jadi artinya dilematis, kalau semua warga Sanggau tanam tengkawang kemana menjualnya, opsinya bagaimana kalau sudah menanam. Khawatir menjadi persoalan, kita anti sawit tapi ternyata sawit mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, masyarakata perlu solusi, apa jalan keluarnya, jangan hanya ada litbang (sulit berkembang) analisis sosialnya bagaimana menjadikan masyarakat sejahtera. Bagaimana hasil hari ini bisa ditindaklanjuti, jangan hanya menjadi konsep formulasi yang tidak ditindaklanjuti. Pak Sugiri (Disperindag Provinsi): Menarik karena buah ini dikatakan akan punah karen tidak ada aksi konservasinya, tengkawang tentunya menjadi ellip nut mengapa menjadi komuditi yang tinggi karena diminati pasar, karena bisa menjadi kebutuhan hidup untuk kosmetik, lipgloss, di Malaysia 3300/kg di Amerika 75 rb berarti mempunyai nilai, sementara itu pemerintah melarang eksport biji tengkawang, minyak boleh, karena masuk dalam PP no 7 dasar utama untuk memayungi itu, kita perlu atur tataniaga minyak tengkawng dari petani sampai ekportir, perlu hasil riset, yang mendorong kebijakan-kebijakan baik tingkat perda dari petani sampai provinsi sampai ekspor, pola pikir petani dan pedagang berbeda. Petani genjot di produksi sedangkan penjual di pasarnya yang digenjot. Peluang kerjasama dengan Malaysia yang bisa menghambat transaksi bebas, tapi jika ada pelarangan maka ada penyelundupan, karena permintaan terus ada. Kemarin ada kunjungan dari buyer Belanda dan Malaysia, yang datang bertamu dengan kami, maka perlu pembinaan kerjasama di kabupaten, difasilitasi stakeholder baik tingkat kabupaten dan pusat. Jangan ekspor kalau banjir berlimpah, harga bisa turun nilainya an kalau sudah dalam bentuk minyak skala industri ikm saja jangan industri besar kita kejar, nah yang untung besar pasti masyarakat/petani pengolahnya. Sebelumnya saya mengharapkan ada tata niaga, kebijakan nasional provinsi dan daerah bagaimana mengerem yang keluar ke Malaysia tanpa ijin dan dokumen, apalagi menghadapi MEA 2015, kita harus bisa menelorkan kegiatan nyata Harus komitmen dan kesepemahaman, untuk bersama, petani dimainkan oleh pasar tidak ada protek.

46 25 Harus ada tata niaga dan regulasi yang jelas mengenai pemasaran tengkawang kedepannya, ada pasar /permintaan tengkawang dari Belanda dan Malaysia, hanya saja kita belum tahu kualitas, kwantitas dan kontinuitas produksi tengkawang secara pasti shng belum bisa menjamin dan memastikan kerjasamanya. Pak Khairul (desa Nanga Yen): Kalau dibilang hampir punah, memang sudah hampir punah, sekarang kami sebagai masyarakat menanyakan bagaiman mengembangkan itu lagi, kami sudah membentuk koperasi Produsen, kami fokuskan penelitian tengkawang, tengkawang yang ada yang berumur 40 thn, kami menginginkan penelitian buahnya, kalau pokok-pokoknya di dalam hutan masih banyak menurut kami, pihak pemerintah mau mendampingi kami agar harga lebih baik. Lemaknya kemarin di tempat saya dibuat, jadi untuk lemaknya bagaiman caranya kami mengolahnya, kami minta pihak pemerintah turun ke masyarakat langsung bagaimana pengempresnya yang dijepit dengan kayu kami tidak mampu kalau jumlahnya bertonton. Potensi masih banyak di daerah, hanya saja perlu pendampingan baik dari NGO maupun pemerintah soal pemasaran produk dan pengolahan hasil yang masih menggunakan cara tradisional. Tanggapan pembicara Ibu Augustine: Analisa sosial dan formulasinya, nanti kita lihat sama-sama pas diskusi kelompok kita akan kemas semuanya satu persatu, termasuk siapa melakukan apa, supaya jelas tupoksinya. Pertanyaan Pak sugiri: Jangan sampai menjual dalam bentuk buah supaya ada nilai tambah, jangan sampai nanti harga jatuh karena kwalitasnya yang sudah menurun, jadi kita harus bisa buat rambu-rambu, wilayah pembuat kebijakan nantinya. Sawit karet dan hutan, saat ini sawit paling seksi, karet yang diinginkan, tengkawang tidak, tapi dulu ya, manusia ini memang begitu, saat ini kita kondisikan dimana tengkawang punyai nilai yang kita angkat. Kajian ini secara nasional akan kita angkat, bagaimana kita kemas lagi, bicara tengkawang jangan tanggung-tanggung basah, basahkan sekali. Tidak bisa kita menghambat masyarakat menjual dengan jalur tidak resmi, karena kemampuan pasar dalam negeri untuk membeli memang masih rendah. Pak Sapto: Tidak bisa diselesaikan dalam satu aspek saja harus beberapa 2 atau lebih aspek terkait misalnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga kita harus mendorong dari semua hal, kita berupaya melihat dari semua aspek, dan komitmen harus di yakinkan, kita tahu menjelang punah, tapi bagaimana bisa membuat nilai tambah sehingga bisa dikonservasi, bisa dimanfaatkan, bisa didiversifikasi produknya dan bisa diterima pasar dan berdampak pada peningkatan pendapatan petani, jadi komplek.

47 26 Tidak mengekspor dalam bentuk buah salai ini menjadi tantangan,buat kita bukan hanya menjual dalam bentuk buah salai, tapi harus bisa mengolahnya menjadi produk jadi dapat harga dengan nilai baik. Bagaimana kita buat pengolahan sederhana, bukan level pabrik, misalnya koperasi di gunung kidul yang mewadahi hasil hutan rakyat, ini legal dan dikelola masyarakat, terutama level kecamatan, seandainya koperasi di sini bisa diberdayakan bisa untuk meningkatkan pola olahan sampai penjualannya ini yang menjadi masalah utama, sehingga petani bisa mendapatkan posisi tawar tinggi. Tata niaga ini bisa kita menyiapkan stakholdernya, kalau ada pelakunya yang akan melakukan eksport, difasilitasi perijinannya, pengemasannya. Pak Anton: Soal barang produksi adalah antara suply dan demand, buyer dari luar datang kita tinggal mengatur bagaimana menjual, tapi kalau harus berbenturan dengan aturan pemerintah, mungkin status faktor karena misalnya jual biji tidak boleh, minyak boleh, artinya memang ada nilai tambah dulu baru menjual sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Kalau populasi tengkawang banyak maka bisa merubah regulasi ini, karena stok tengkawang saat ini kurang banyak, maka dibuat aturan untuk mengatur ini, saya ambil contoh misalnya China membangun perkebunan cendana, sehingga untuk memenuhi kebutuhan china sudah biss sendiri, bagaimana dengan tengkawang kalau akhirnya tingkat kebutuhan tinggi akan dikembangkan oleh negara lain, maka harga bisa turun, karena semua negara lain bisa memilih produk yang sama dari negara berbeda. Tentang tata niaga, dengan adanya koperasi atau kerjasama dengan pihak luar, tidak dalam bentuk biji tapi sudah di olah, sehingga petani bis meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, apalagi sudah di-diversifikasi produk sehingga bisa efektif dan efisien meningkat Ibu Augustine: Belanda dan Jerman akan menampung hasil minyak tengkawang, teman-teman NGO akan sangat membantu ini. Karena tengkawang bukan hanya sebagai bahan pencampur kosmetik dan farmasi saja bahkan bisa pengganti bahan bakar pesawat, dan ini akan dilirik. Saya ingatkan Jerman dan Belanda lebih suka kerja dengan NGO jadi tolonglah pihak pemerintah bisa bangun kerjsama yang baik dengan pengiat-pengiat yang langsung melakukan pendampingan kepada masyarakat mulai dari kelembagaan, diversifikasi produk dan pemasarannya. Kita lihat secara lebih jelas lagi nanti pada matrik lebih baik, bagaimana peran-peran masing-masing untuk meningkatkan kesejahteraan.

48 27 B. Sesi Kedua Pertanyaan dan tanggapan peserta Deman Huri: Saya membantu membuat film dokumenter dan tulisan di hutan alam Sangasit, Bengkayang, dimana tengkawang masih banyak sekali disini. Sebenarnya tengkawang dan kayu termasuk sumber daya alam yang resorsis, artinya bisa di pulihkan dengan cara penanaman kembali, kerusakan terbesar disebabkan oleh manusinya, kalau memang mau penanamannya sangat mudah, penanaman tengkawang yang dilakukan masyarakat sangat mudah dan terbukti berhasil tumbuh, hanya saja pengaturan tata niaganya yang mesti di fasilitasi, juga teknologi pengolahannya masih sangat sederhana hanya dengan alat kepit yang terbuat dari kayu belian, harus ada peralatan yang disiapkan untuk bisa memperbaiki hasil. Sedangkan pemasarannya masih pasar dengan sistim rentenir, buah dijual di Malaysia kemudian di ekspor ke Swiss, di Swiss digunakan sebagai pencampur coklat dan kita tahu bahwa Swiss adalah produsen coklat terbaik di dunia. Seharusnya kalau kita bisa kelola dengan baik, maka petani tengkawang akan bisa lebih baik lagi. Di Bengkayang tengkawang banyak hidup di kawasan hutan adat, bagaimana ijin pengelolaan kawasan, saat ini di Bengkayang sudah masuk HTI dan sawit sudah masuk kedalam kawasan hutan adat, bagaimana akan mempertahankannya Pak Sulaiman (YPSBK Sanggau): Upaya konservasi menyusun rencana aksi, budidaya, kebijakan semua sudah dibuat dan semua saya setuju, ada masyarakat yang melakukan perlindungan terhadap hutan adat yang sekaligus memelihara tengkawang yang ada didalamnya, yang terpenting ada insentiflah untuk pelaku2 pelestari ini yang bisa mendorong semangat pelestari tengkawang. Kalau hutan kota, taman kota, kalau ada kegiatan diakitkan dengan penanaman kembali dengan tanaman tengkawang ini, yang saya inginkan adasedikit insentif buat pelestari tengkawang. Pak Rupinus (Sanggau): Tengkawang bukan hanya dilihat dari sisi ekonomi, ekologi tetapi yang terpenting nilai sosial budayanya nilai eksotiknya bahwa masyarakat dayak, ini menentukan sistem kekerabatan didalam keluarga besar mereka, tengkawang ini ditanam oleh komunal masyarakat, mereka bersama-sama menanamnya dan ketika panen juga bersama, baik yang dilakukan dulu oleh ortua mereka jaman dulu maupun sekarang, ini nilai pentingnya. Dampak tengkawang bagaiman bisa memberi nilai tambah, perlu kita bahas bersama sehingga bisa kita perkirakan kondisinya di 5 atau 10 tahun kedepan, karena kemarin kami menyalainya banyak tapi binggung mau menjualnya kemana. Kita lihat memang sekarang sawit berdampak langsung dan bagus bagi perekonomian masyrakat, jadi bagaimana jika tengkawang bisa juga seperti itu.

49 28 Pak Suhartian (LEH): Tadi dikatakan bahwa akan ada Launching alat pengolahan tengkawang, dulu kita pernah mendiskusikan alat ini di Sanggau, Workshop juga. Alat yang akan dilaunchingkan ataupun yang akan di buat nantinya harus disesuaikan dengan kapasitas produksi tengkawang itu sendiri sehingga bisa efektif, dan mudah dalam penggunaannya oleh masyarakat. Apakah ini baru prototype, sudah dalam pengujiankah kapasitasnya, karena masyarakat sangat berharap sekali dengan alat ini, dan saat ini masyarakat juga sangat berharap akses pasarnya kemana, kalau ada tolong beri rekomendasi. Pak Damianus (Bengkayang): Berita tentang perkembangan tengkawang pasti berbeda menurut daerah dan kabupaten, tidak ada tata petani tengkawang, Bengkayang ada petani dan sadar menanam tengkawang, tengkawang ini di dalam hutan berdekatan 200 ha pull tengkawang usianya, banyaknya, kami pertahankan, dengan Bupati dan Dinas kehutanan, sehingga hutan ini dikukuhkan di thn 2002 jadi hutan adat oleh menteri kehutanan, posisinya masih utuh sampai sekarang, bahkan mau digusur oleh HTI Malaysia untuk sawit, kami tidak mau. Perekonomian di daerah kami seluas ditunjang dengan pertanian dan perkebunan, sahang, jagung, padi, karet dan tengkawang, di tahun ini berbuah 2 kali, padahal dari teorinya 3 thn sampai 5 thn. tengkawang ini ada yang ditanam masyarakat ada yang ditanam Tuhan, kami tidak ada nanam memang sudah ada, di pinggir2 sungai, dari ukuran kecil sampai yang besar. Meskipun belum dapat harga yang baik tapi kami tidak akan menebang pohon apalagi hanya karena sawit Pak Hendra (Kepala Desa Nanga Yen): Kayu tengkawang biasa digunakan untuk bangunan fasilitas umum, kami tidak tahu ada aturan mengenai pelarangan penebangan pohon tengkawang, mungkin perlu disosialisasikan lagi peraturan tersebut karena kalau tidak banyak dari kami disalahkan karena melanggar aturan yang ada. Pada tahun 2010 ada proyek gerhan di Kapuas Hulu, bibit yang ditanam adalah bibit gaharu, karet dan tengkawang, tapi yang banyak ditanam masyarakat adalah karet dan gaharu, perlu ditindaklanjuti lagi untuk penanaman tengkawang lagi. Kesepakatan pembuatan peta pemukiman dan hutan lindung Tanggapan pembicara Pak Anton: Kekhawatiran kami dengan semakin berkurangnya pohon tengkawang jadi sirna karena bapak sudah menyakinkan kami tidak akan menebang hutan pohon tengkawang. Kita tahu potensinya sangat besar, apalagi ada permintaan yang bagus akan minyak tengkawang, jadi memang harus kita perbaiki tata kelola dan mengatur sistemnya.

50 29 Daerah yang akan kita tunjuk sebagai in-situ untuk pengembangan tengkawang, ternyata sudah dalam kondisi yang baik, tengkawang akan mudah diregenerasi di tempat asalnya, mungkin karena alih fungsi lahan yang mempengaruhi semakin berkurangnya pohon tengkawang. Kemungkinan pengembangan ex- situ menjadi alternatif untuk meningkatkan potensi tengkawang kedepannya. Potensi tengkawang masih sangat besar di Bengkayang, dan tengkawang di Bengkayang mematahkan teori tengkawang berbuah 4 s/d 5 tahun sekarang bahkan bisa berbuah tiap tahun, hanya saja belum ada pasar yang baik dan harga yang cukup memadai. Meskipun demikian kami tidak akan menebang pohon adalah pernyataan yang sangat memuaskan buat kita semua. Pak Sapto: Kriteria pembangunan hutan kota ¼ ha pun 29ias, dan masih ada ketentuan lainnya lagi, coba nanti lihat lagi, hanya untuk formasi ek-situ dan keragaman genetik, ini yang harus kita perhatikan, memang harus ada perhitungan berapa jumlah induk, kalau di sini masih banyak populasi jenis dan keragaman genetiknya tinggi maka Pontianak 29ias tetap mempertahankan maskotnya, mungkn tidak semua jenis, pilih beberapa jenis saja, sekedar etalase tengkawang, kalau eksitu biasanya ada banyak keberagaman jenis. Peran BPDAS di sini bagaiman, mereka punya tupoksi untuk membangun hutan bersama rakyat BPDAS PS ada program yang mengakomodir kebutuhan rakyat, membantu baik sisi teknis maupun sisi bibitnya Ibu Augustine: Insentive YPSBK pernah menerima ini, insentif untuk masyarakat ini di kemas untuk diskusi kita nanti. Hutan kota, tawaran baik, di Fakultas Kehutanan punya areal, bu Debby bagaimana kita jadikan areal hutan epndidik seluas 5000 ha yang dikelola Fahutan kita tanami untuk ek-situ tengkawang. Pelayanan finansial bagi masyarakat akan diperhitungkan, akses pasar, baik, semua barang produksi kita perhitungkan.

51 30 IV. KESIMPULAN DISKUSI KELOMPOK Fasilitator: Imanul Huda, S.Hut Metode Diskusi: Seluruh peserta dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan profesi dan tupoksinya masing-masing. Ada 3 kelompok, yaitu: Kelompok Stakeholders, Kelompok NGO dan Kelompok Enterpreneur/Masyarakat Lokal Pemilik tengkawang. Hasil Diskusi: Dalam diskusi kelompok ini, semua persoalan dikemas satu persatu termasuk langkah strategis pemecahannya, termasuk siapa melakukan apa, sehingga jelas tupoksinya. Analisa formulasi strategi perlindungan tengkawang diarahkan berdasarkan prioritas dan beberapa indikator terkait. Penyusunan Formulasi strategi ini dibagi menjadi 3 (tiga) bidang utama, yaitu Bidang Sosial Ekonomi (pembahas : Ibu Augustine), Bidang Ekologi Ekosistem (pembahas : Pak Sapto) dan Bidang Konservasi Genetik (pembahas : Pak Anton). K eseluruhan bidang tersebut dijabarkan dalam tabel formulasi berikut :

52 31 Tabel 2. No Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas Dan Beberapa Indikator Terkait Bidang Sosial Ekonomi Titik Prioritas Indikator Pemerintah Swasta-Pedagang Pengumpul Masyarakat Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat 3.1. MEMBANGUN KOMITMEN Kebijakan dan Regulasi Tengkawang Berbasis Masyarakat (1) Peninjauan kembali peraturan terkait pemasaran dan ekspor biji tengkawang dengan mengubah kebijakan lama yakni agar bisa mengekspor supaya ada pasar baru dan tidak monopoli (2) Menginisiasi dan mengembangkan pasar international dalam bentuk rantai pasar (marketchain) ke pasar-pasar Eropah dengan isu produk ramah lingkungan (3) Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasi harga untuk menjamin kualitas dan pasar. (4) Pembuatan Surat Edaran (SE) mengatur perdagangan dan pelaporan biji tengkawang agar dapat terdata secara baik dengan harga yang layak di tingkat petani. (5) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentang konservasi tengkawang dari budidaya, pemasaran, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi sebagai pembuat kebijakan dan pengguna Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi sebagai pembuat kebijakan dan Pembuat Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi sebagai pembuat kebijakan dan Pemerintah Provinsi dan DPRD Kalbar sebagai utama sebagai pengguna dan utama sebagai pengguna dan kebijakan utama sebagai pengguna dan utama sebagai pengguna dan Fleksibel Fleksibel utama sebagai kebijakan Fleksibel utama sebagai pengguna dan utama sebagai penilai (Perguruan Tinggi dan Masyarakat Sipil) utama sebagai penilai (Perg. Tinggi dan Masyarakat Sipil, termasuk Badan Internasional) utama sebagai pendamping utama sebagai penilai utama sebagai Penyusun dan

53 32 No Indikator Pemerintah Titik Prioritas Swasta-Pedagang Pengumpul Masyarakat dan konservasi di tingkat provinsi dan dapat diturunkan di tingkat kabupaten. (6) Penegakan hukum yang pasti terhadap pelaku penebang tengkawang di areal hutan/yang dilindungi, mulai dari pekerja lapangannya hingga pembeli dari produk kayu. sebagai Pelaksana Peraturan sebagai Penerima Sebagai Penerima (7) Perlindungan terhadap sumber penghasil tengkawang (khususnya hutan alam) dari alih fungsi Sebagai Pembuat kebijakan Sebagai Penerima Sebagai Penerima lahan dan Pelaksana Pembentukan/Pemantapan Lembaga Ekonomi untuk Tata Niaga Tengkawang (8) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi seperti kelompok usaha bersama atau Koperasi Unit Desa Fasilitator (KUD) dan CU, termasuk pemantapan sebagai Pelaksana koperasi/kelompok usaha, CU yang sudah ada, terutama di sentra-sentra pemasaran biji tengkawang di tingkat petani penghasil. (9) Lembaga ekonomi: menampung dan memasarkan produk biji tengkawang agar proses tata niaga dapat Fasilitator berjalan wajar dan harga jual yang layak diterima masyarakat sebagai produsen biji tengkawang. Untuk itu perlu: - Pendampingan dan pengorganisasi pasar bersama di tingkat petani, - Fasilitasi dan penguatan usaha ekonomi produktif masyarakat untuk memperpendek rantai pasar dari petani ke pembeli besar Fleksibel sebagai Pelaksana Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat sebagai Pelaksana Sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat dan Masyarakat Sipil) sebagai Pelaksana Pendamping (Masyarakat Sipil)

54 33 No Indikator Pemerintah (10) Pembentukan sekretariat bersama komditas biji tengkawang dan hasil hutan non kayu lainnya di (Pemda setempat) tingkat kabupaten, untuk: sebagai - mengkoordinasikan aktivitas produksipemasaran-termasuk pendataan hasil. pengguna - memantapkan informasi tentang hasil hutan secara komprehensive akan lebih terdata dengan baik. (10) Pendampingan dari lembaga masyarakat, pemerintah dan BUMN lembaga untuk kegiatan usaha pengusahaan tengkawang di tingkat petani: pemanenan, pengolahan, dan pemasaran agar terbentuk kemandiri masyarakat dalam mengelola produk biji tengkawang. Pendampingan tersebut dalam bentuk: (1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawang sebagai bahan baku multi produk (2) Analisa usaha ekonomi tengkawang (3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam konservasi tengkawang (11) Perlu adanya teknologi efisien dan efektif untuk diversifikasi produk buah tengkawang, agar bernilai jual dan daya saing yang lebih baik di pasaran dan terhindar dari permainan harga oleh tengkulak. (12) Peningkatan kapasitas masyarakat dengan mengadakan penyuluhan teknologi Tepat Guna (TTG) pengolahan buah tengkawang dan dan memfasilitasi Rutin dan kontinyu sebagai penunjang - Dinas Kehutanan - Koperasi - Dinas terkait lainnya Fasilitator sebagai Fasilitator Titik Prioritas Swasta-Pedagang Pengumpul utama sebagai mitra dan pengguna dan memfasilitasi dan sebagi pendukung (1) Kerjasama (2) Kerjasama (3) kerjasama sebagai Pelaksana sebagai Penerima Masyarakat utama sebagai pengguna dan memfasilitasi berpartisipasi aktif sebagai manfaat (1) Rutin dan kontinyu (2) sda -- (3) -- sda --- sebagai Pelaksana sebagai Penerima Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat utama sebagai pengguna Mediasi : (1) Masy. sipil (2) Perg Tinggi, kerjasama (3) Masy. Adat dan masy. sipil sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) sebagai Pelaksana

55 34 No Indikator Pemerintah memfasilitasi pelatihan pengolahan buah tengkawang diantaranya pengembangan produk turunan dan peningkatan mutu produk berbasis tengkawang (13) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, membantu pengolahan produksi dan tata-niaganya Fasilitator (program Bapak Asuh). Mengingat panen tengkawang yang tidak rutin. Skala dan lokasi pabrik lebih cocok yang bersifat menengah (di kecamatan) dan kecil (di desa) Kerjasama Para Pihak Diatur dalam Nota Kesepahaman di Tingkat Provinsi (14) Memperluas keterlibatan para pihak dalam bentuk (Pemda setempat) jejaring, pertemuan, riset, pelatihan, lokakarya sebagai termasuk dengan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa pengguna di Samarinda (15) Memperkuat kemitraan pengembangan tengkawang antara dinas terkait, masyarakat sipil, masyarakat; berdasarkan kapasitas masing-masing dan mengacu pada komitmen. (Dinas Kehutanan) sebagai pengguna Rehabilitasi dan Pengembangan Pohon Tengkawang pada Ttarget Lokasi (16) Peremajaan kembali pohon-pohon tengkawang, agar ada regenerasi pertumbuhan tengkawang (17) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, agar memiliki kewajiban memelihara dan (Dinas Kehutanan) sebagai pembuat kebijakan dan sebagai Pembuat kebijakan Titik Prioritas Swasta-Pedagang Pengumpul sebagai Pelaksana utama sebagai mitra dan pengguna utama sebagai mitra dan pengguna sebagai Pelaksana sebagai Penerima Masyarakat Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat (Masyarakat Sipil) sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) utama sebagai mitra dan pengguna utama sebagai mitra dan pengguna utama sebagai pengguna utama sebagai pengguna sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) sebagai Penerima sebagai

56 35 No Indikator membudidayakan tengkawang pada areal yang telah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. (18) pengembangan pola agroforestri atau tumpang sari, dengan tanaman utama tengkawang yang dikombinasi dengan tanaman karet atau sawit, bahkan dengan tanaman padi dan palawija. konservasi 3.2. SOSIALISASI Pemerintah Sebagai Pelaksana Titik Prioritas Swasta-Pedagang Pengumpul dan Pelaksana kebijakan Sebagai Penerima Masyarakat Sebagai Penerima Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat Sebagai Pelaksana (19) Sosialisasi terkait kebijakan Pemerintah, tentang perlindungan tengkawang dengan segala konsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta dan para terkait dan fasilitasi: - Dinas Kehutanan Pemda setempat Lokakarya dan Diskusi Terfokus di Kampung/Desa (20) Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desa tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Sebagai Pelaksana dan Penerima Sebagai Penerima dan terukur Sebagai Penerima utama sebagai dan terukur Sebagai Penerima sebagai Pelaksana dan Evaluator Pelaksana (Masyarakat sipil dan Prguruan Tinggi) Lokakarya Multi Pihak di Tingkat Kabupaten (21) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Pelaksana Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Fasilitator

57 36 No Indikator Pertemuan Multi Pihak di Tingkat Provinsi (22) Pertemuan multi pihak di tingkat provinsi tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran agar dapat mendorong pembuatan PERDA tengkawang Pemerintah Titik Prioritas Swasta-Pedagang Pengumpul Sebagai Penerima Masyarakat Sebagai Penerima Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat Sebagai Pelaksana 3.3. PENYUSUNAN DOKUMEN DAN DISEMINASI (24) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku laporan ini dari bidang pengembangan budidaya yaitu bidang provenance, bidang genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. (25) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-peraturan, PERDA, buku-laporan 3.4. PERBAIKAN/PEMANTAPAN DATA Sebagai Pelaksana dan Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana; Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Sebagai Penerima (26) Perbaikan/pemantapan data (Updating-data) tengkawang baik potensi pohon/tegakannya maupun Sebagai Fasilitator dan hasil biji tengkawang sampai ke pemasaran dalam Pelaksana dan terukur negeri dan ekspor perlu dilakukan. Kegiatan pendataan dilakukan dgn menelusuri dari berbagai sumber dan melalui kegiatan penelitian bersama pemberi informasi dan terukur pemberi informasi dan terukur Sebagai Fasilitator dan (Perguruan Tinggi dan masyarakat sipil) dan terukur

58 37 No Indikator (27) Penelusuran informasi-informasi sebelumnya supaya diperoleh database tengkawang dari semua aspek Pemerintah Sebagai Fasilitator dan Penerima dan terukur Tahap Pertama di Tingkat Petani Pengumpul, Pedagang Antara, dan Eksportir (28) Mendata volume produk olahan dan volume pemasaran. Alasannya data ini relatif tersedia dan berkelompok pada tempat/ sentra produksi dan pemasaran tertentu. Sebagai Fasilitator dan Penerima dan terukur Tahap Kedua Produksi Panen Biji Tengkawang di Tingkat Petani. (29) Mendata jumlah pohon tengkawang, volume panen biji mentah, volume produk olahan (salai) dan volume pemasaran. Alasannya petani penghasil tersebar sporadis sehingga memerlukan penanganan khusus mulai dari kabupaten, kecamata, dan desa. Sebagai Fasilitator dan Penerima dan terukur Titik Prioritas Swasta-Pedagang Pengumpul Masyarakat pemberi informasi dan terukur pemberi informasi dan terukur pemberi informasi dan terukur pemberi informasi dan terukur pemberi informasi dan terukur pemberi informasi dan terukur Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat Sebagai Fasilitator dan (Perguruan Tinggi, masyarakat sipil) dan terukur Sebagai Fasilitator dan (Perguruan Tinggi, masyarakat sipil) dan terukur Sebagai Fasilitator dan (Perguruan Tinggi, masyarakat sipil) dan terukur 3.5. MONITORING DAN EVALUASI (30) Kegiatan budidaya, pemasaran, dan konservasi perlu terus di pantau dan di evaluasi agar anya dapat lebih dipertanggung-jawabkan dan terdokumentasi dengan baik. Sebagai Fasilitator dan Penerima dan terukur pemberi informasi pemberi informasi (Perguruan Tinggi & masyarakat sipil) dan terukur

59 38 Tabel 3. No Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait Bidang Konservasi Ekosistem Indikator Titik Prioritas Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi MEMBANGUN KOMITMEN Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya (1) Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang di dalamnya termasuk menyebuntukan 13 species tengkawang yang dilindungi. (2) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998, bahwa tengkawang termasuk species yang dilindungi dan tidak boleh ditebang, sekalipun penebangan tersebut dilakukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, proyek transmigrasi, kegiatan usaha budidaya perkebunan dan pertanian. (3) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357/Kpts-II/1998 tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutan produksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perlu dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan pengguna dan pengguna dan Fleksibel Fleksibel Fleksibel penilai penilai penilai

60 39 No Indikator (4) Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutan alam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknya terhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya. Titik Prioritas Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi pengguna fleksibel Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati (5) Penerbitan aturan mengenai perlindungan jenis tengkawang yang seharusnya menyebut semua species Shorea spp. yang menghasilkan tengkawang. (6) Penerbitan aturan teknis pada tingkat Kementerian Kehutanan mengenai pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik di areal hutan alam. (7) Penerbitan aturan mengenai pembangunan hutan tanaman produksi tengkawang yang dikelola secara lestari. (8) Penerbitan aturan mengenai pemanenan tengkawang dari hutan tanaman produksi. (9) Penerbitan aturan mengenai peredaran hasil hutan kayu dan non kayu tengkawang yang berasal dari hutan tanaman produksi yang dikelola secara lestari. Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan pengguna dan pengguna dan pengguna dan pengguna dan pengguna dan Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang (10) Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semua species tengkawang (revisi IUCN redlist). pembuat kebijakan Fleksibel Fleksibel Fleksibel Fleksibel Fleksibel penilai penilai penilai penilai penilai

61 40 No Indikator (11) Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untuk menetapkan base line sumberdaya genetik. (12) Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif. (13) Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikan komponen ekosistem alami. (14) Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yang representatif. Titik Prioritas Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi pembuat kebijakan pembuat kebijakan pembuat kebijakan pembuat kebijakan Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (15) Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dan kandungan lemak nabati. (16) Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. (17) Pembangunan populasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan. pembuat kebijakan dan (18) Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang. (19) Memberdayakan masyarakat melalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang. pembuat kebijakan dan

62 41 No Indikator Titik Prioritas Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi SOSIALISASI DAN DISEMINASI Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (20) Pemberian pemahaman mengenai seluk-beluk jenis tengkawang. dan (21) Pemberian pemahaman kesesuaian habitat untuk berbagai jenis tengkawang. (22) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. (23) Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang. (24) Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang ramah lingkungan. (25) Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat. MONITORING DAN EVALUASI (26) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, an, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. pembuat kebijakandan dan dan dan dan dan dan

63 42 Tabel 4. No A Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait Bidang Konservasi Genetik Indikator PEMUTAKHIRAN DATA Pemerintah Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Titik Prioritas Masyarakat Lembaga Masyarakat, Perusahaan A.1 Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang (1) Data sebaran dan potensi populasi tengkawang diiventarisasi dan diper-baharui melalui laporan dari para pihak dan inventarisasi langsung ke lapangan (2) Inventarisasi populasi tengkawang yang mempunyai potensi cukup tinggi sebagai calon lokasi plot konservasi in-situ (3) Inventarisasi plot konservasi in-situ dan ekssitu tengkawang yang telah dibangun dan potensinya (4) Data data dan informasi mengenai pemanfaatan/pemanenen buah tengkawang A.2 Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang (5) Inventarisasi informasi keragaman genetik tengkawang yang telah dilakukan (6) Koleksi materi genetik yang mewakili sebaran dan potensi sebaran tengkawang (7) Analisis keragaman genetik populasi tengkawang dilakukan menggunakan penanda molekuler Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai pemberi informasi Fleksibel sebagai Fleksibel Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai /pemberi informasi Fleksibel sebagai pemberi informasi Fleksibel sebagai Fleksibel

64 43 No Indikator (8) Potensi variasi genetik dan sebarannya dievaluasi untuk pemetaan sebaran keragaman genetik tengkawang Pemerintah Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Titik Prioritas Fleksibel Masyarakat Lembaga Masyarakat, Perusahaan Fleksibel B MEMBANGUN KOMITMEN B.1 Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik (9) Pemahaman peran keragaman genetik untuk konservasi genetik tengkawang perlu ditingkatkan (10) Pemahaman tentang konservasi genetik dari para pihak perlu disamakan B.2 Kebijakan dan Regulasi (11) Peninjauan kembali peraturan pemerintah terkait dengan konservasi genetik tanaman, khususnya tengkawang (12) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentang konservasi genetik tengkawang (13) Perlindungan tentang status plot konservasi eks-situ dan in-situ yang telah dibangun/ditetapkan dan pemanfaatannya (14) Penegakan hukum yang pasti terhadap para pelaku pemanenan/penebangan di lokasi plot konservasi penyusun kebijakan dan penyusun kebijakan dan sbgi pembuatan kebijakan dan penyusun dan pengguna penyusun dan pengguna dan pengguna dan pengguna pengguna pengguna pengguna pengguna pengguna

65 44 No B.3 Kerjasama para pihak Indikator (15) Meningkatkan keterlibatkan para pihak dalam berbagai bentuk pertemuan guna membahas konservasi genetik tengkawang (16) Memperkuat kemitraan dalam konservasi genetik tengkawang antara pemerintah, lembaga pendidikan/penelitian, perusahaan, lembaga masyarakat dan masyarakat (17) Meningkatkan kerjasama kegiatan konservasi tengkawang dari para pihak Pemerintah B.4 Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang (18) Pembentukan lembaga konservasi tingkat provinsi/ kabupaten dan masyarakat untuk kegiatan konservasi tengkawang, termasuk mengelola plot/areal konservasi genetik tengkawang (19) Lembaga konservasi berusaha agar potensi populasi tengkawang semakin meningkat dan keberlangsungan plot/areal konservasi dan pemanfaatannya di masa mendatang tetap terjaga (20) Pembentukan forum komunikasi yang mewadahi semua stakeholder pada tingkat pusat dan daerah untuk mendukung kegiatan konservasi tengkawang Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian pengguna pengguna Titik Prioritas Masyarakat pengguna pengguna Lembaga Masyarakat, Perusahaan pengguna pengguna

66 45 No Indikator Pemerintah Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Titik Prioritas Masyarakat Lembaga Masyarakat, Perusahaan C KEGIATAN KONSERVASI GENETIK (21) Penetapan dan Pengembangan konservasi insitu sekaligus sebagai sumber benih (22) Pembangunan plot konservasi eks-situ, dan pemanfataannya sebagai sumber benih di masa mendatang (23) Pembentukan Desa/kabupaten konservasi genetik tengkawang (24) Pemeliharaan dan evaluasi plot konservasi genetik tengkawang (25) Pembangunan plot pemanenan berbasis konservasi genetik pengguna dan pengguna pengguna pengguna pengguna D SOSIALISASI (26) Workshop tingkat nasional para penyusun kebijakan konservasi genetik tanaman (27) Workshop tingkat provinsi/kabupaten dengan melibatkan lembaga masyarakat, perusahaan dan masyarakat (28) Sosialisasi tentang peraturan pemerintah dan peraturan yang terkait kepada para konservasi genetik tengkawang (29) Sosialisasi tentang peran penting konservasi genetik tengkawang terhadap kegiatan konservasi tengkawang secara keseluruhan dan evaluator dan evaluator dan evaluator dan evaluator

67 46 No Indikator Pemerintah Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Titik Prioritas Masyarakat Lembaga Masyarakat, Perusahaan E PENYUSUNAN BUKU DAN DISEMINASI (30) Penyusunan manual pembangunan plot konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang (31) Pembuatan buku saku mengenai Peraturanperaturan yang berhubungan dengan konservasi genetik (32) Penyusunan metode pemanenan berbasis konservasi genetik (33) Tersedianya guideline untuk pemantauan dan inventarisasi populasi tengkawang (34) Data sebaran potensi populasi tengka-wang ter-update minimal 5 tahun sekali (35) Pembuatan website tentang konservasi tengkawang yang memuat berbagai informasi tentang tengkawang, termasuk peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan F MONITORING DAN EVALUASI (36) Kegiatan budidaya, penanaman dan pemanenan tengkawang dipantau untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetik (37) Kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan eks-situ dimonitor dan dievaluasi dan pemberi informasi pemberi informasi dan pemberi informasi dan pemberi informasi pemberi informasi dan pemberi informasi

68 Makalah Tambahan Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014

69 47 AGROFORESTRI TENGKAWANG DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Sri Purwaningsih 1 dan Abdurachman 2 1) Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis Jl. Raya Ciamis Banjar Km 4, Ds Pamalayan Ciamis Telp. (0265) , Fax. (0265) ) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda ; Telp. (0541) , Fax. (0541) sripurwa1985@gmail. com ABSTRAK Tengkawang merupakan jenis Shorea dari famili Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi tinggi, sehubungan dengan pemanfaatan hasil berupa buah dan batangnya dapat juga digunakan sebagai kayu pertukangan. Jenis ini termasuk yang dilindungi, sementara itu keberadaannya di hutan alam semakin sedikit. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan praktek pengelolaan tengkawang dalam rangka menjaga keberadaannya. Agroforestri merupakan salah satu pengelolaan yang dapat dilakukan dimana prakteknya dalam masyarakat berupa tembawang dan gupung yang merupakan manifestasi dari kearifan lokal. Pengelolaan ini mendukung pembangunan berkelanjutan karena mencakup nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Kata Kunci: Tengkawang, Agroforestri, Berkelanjutan I. PENDAHULUAN Tengkawang merupakan salah satu jenis famili Dipterocarpaceae yang banyak terdapat di Hutan Alam Kalimantan. Jenis ini dapat menghasilkan kayu dan komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa biji (Winarti, dkk., 2004). Menurut Winarni, dkk., (2004) jenis HHBK yang diperoleh berupa: biji. Biji tengkawang (Borneo Illipe nut) merupakan HHBK yang penting sebagai bahan baku lemak nabati. Karena sifatnya yang khas, lemak tengkawang berharga lebih tinggi dibanding minyak nabati lain seperti minyak kelapa, dan digunakan sebagai bahan pengganti minyak coklat, bahan lipstik, minyak makan dan bahan obat-obatan. Walaupun jenis ini dilindungi dari kepunahan berdasarkan PP No.7/1999 dan dilarang ditebang menurut Kepmen No.692/Kpts-II/1998. Tetapi, keberadaan tengkawang di hutan alam sudah sangat sedikit. Salah satu penyebabnya adalah pembalakan liar yang semakin marak serta eksploitasi oleh sebagian besar pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang dilakukan tanpa mengindahkan aspek kelestarian jenis penghasil tengkawang (Heriyanto dan Mindawati, 2008). Selain itu, tahuntahun belakangan ini kayu tengkawang banyak yang ditebang karena harga buahnya yang relatif rendah dan permintaan pasar akan komoditi kayu tengkawang yang meningkat seiring dengan semakin habisnya kayu-kayu di Kalimantan. Tengkawang dipungut dari pohon yang tumbuh di hutan alam untuk memenuhi ekspor ke luar negeri dengan harga yang cukup menjanjikan sebagai komoditi non migas. Saat ini jenis tersebut sudah langka karena banyak ditebang dan diperdagangkan kayunya tetapi tidak diimbangi dengan upayaupaya penanaman agar lestarai. Tingginya permintaan pasar akan buah tengkawang dan menurunnya ketersediaan pohon penghasil tengkawang di hutan alam menuntut

70 48 perhatian kita untuk mengkonservasi jenis pohon penghasil tengkawang. Agroforestri tengkawang merupakan salah satu alternatif menjanjikan yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian tengkawang. Sesungguhnya masyarakat mulai paham arti pentingnya tengkawang bagi kehidupan sehingga secara tidak langsung telah melakukan praktek agroforestri dalam penanamannya baik di pekarangan maupun di kebun. Hal ini merupakan bentuk kearifan lokal dari masyarakat untuk menjaga keanekaragam hayati khususnya tengkawang. Tulisan ini bertujuan untuk mengenal keuntungan praktek agroforestri tengkawang dalam pembangunan berkelanjutan. II. TENGKAWANG DAN KEGUNAANNYA Tengkawang merupakan jenis kayu Shorea dari keluarga Dipterocarpaceae. Banyak penamaan untuk Tengkawang selain nama ilmiahnya antara lain dalam bahasa Inggris disebut Illipe nut atau Borneo tallow nut. Dalam bahasa Dayak Iban disebut Engkabang, bahasa Dayak Kanayatn disebut Angkabatgn,, Dayak Kenyah Kawang dan Kokawang. Di Kalimantan ada puluhan jenis tengkawang dan hingga saat ini ada 13 jenis tengkawang yang sudah ditetapkan sebagai jenis kayu yang dilindungi di Indonesia dari kepunahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, di antaranya adalah Shorea stenoptera (Tengkawang Tungkul) yang buahnya relatif lebih besar dibandingkan dengan jenis lain, Shorea pinanga (Tengkawang Rambai) jenis tengkawang ini buahnya tidak begitu besar, tetapi mengandung minyak lebih banyak, selain itu ada Shorea mecystopteryx (Tengkawang Layar), Shorea semiris (Tengkawang Terendak), Shorea beccariana (Tengkawang Tengkal), Shorea micrantha (Tengkabang Bungkus), Shorea singkawang (Sengkawang Pinang) dan jenis lainlainnya (Heri, 2013). Pohon tengkawang adalah tanaman hutan yang baru akan berbuah pada usia 8-9 tahun dengan masa panen raya 3-5 tahun sekali. Setiap tahun umumnya akan ada panen tengkawang di Kalimantan Barat, hanya biasanya lokasi yang pada tahun sebelumnya pernah panen raya, kemungkinan besar pada tahun berikutnya akan tidak panen raya, melainkan lokasi lain. Biasanya kalau jumlah buah tidak begitu banyak yang jatuh pada musimnya, masyarakat enggan untuk mengambil, dibiarkan begitu saja jatuh ditanah, karena tidak memadai untuk di jual. Dengan demikian biasanya binatang liar di hutan terutama babi yang mencari dan memakannya, saat ini biasanya babi hutan terlihat lebih gemuk (Heri, 2013). Pohon tengkawang ini biasanya berbunga pada bulan Agustus- Oktober dan baru akan matang dan jatuh pada bulan Januari- Maret. Setiap pohon dapat menghasilkan kg buah tengkawang atau sekitar 600 kg perhektar buah yang belum diproses. Buah tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke tanah lembab akan segera berkecambah dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini lekas tumbuh karena tidak memiliki masa dormansi. Pada waktu biji berkecambah, kandungan minyak pada biji menurun dengan cepat. Oleh karena itu buah tengkawang harus dikumpulkan secepat mungkin setelah jatuh (Heri, 2013). Pemanfaatan tengkawang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang diperoleh dari buah (biji) Tengkawang. Selama ini, ketika musim buah tiba masyarakat terutama di Kalimantan Barat menjual biji atau buah tengkawang yang sudah dibuang kulit luarnya dengan cara mengasapkannya atau di salai terlebih dahulu hingga kulitnya mudah dilepaskan, kemudian baru dijemur. Setelah cukup kering, biji-biji tersebut dijual

71 49 dan diangkut ke kota untuk proses selanjutnya. Secara tradisional, biji Tengkawang memberi manfaat sebagai penyedap masakan, ramuan obat-obatan, dan minyak goring (ITTO, 2011). Sementara itu dalam bidang industri, biji tengkawang merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang penting sebagai bahan baku lemak nabati. Karena sifatnya yang khas, lemak tengkawang berharga lebih tinggi dibanding minyak nabati lain seperti minyak kelapa, Pemanfaatan lemak tengkawang sebagian besar hanya dalam industri coklat, yang ditujukan untuk meningkatkan titik leleh lemak coklat terutama lemak coklat yang berasal dari Amerika Latin. Minyak tengkawang dalam industri makanan dikenal dengan nama cacao butter substitute, yang digunakan sebagai pengganti minyak coklat. Pada industri farmasi dan kosmetika dikenal dengan nama oleum shorea yang dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obat-obatan. Minyak tengkawang juga cocok digunakan pada industri margarine, coklat, sabun, lipstik dan obat-obatan; karena memiliki keistimewaan, yaitu titik lelehnya yang tinggi berkisar antara C. Selain untuk pangan, prospek yang baik dari minyak tengkawang yang dikenal dengan nama vegetable thallow atau illip nut, dapat dipakai sebagai minyak pelumas mesin, pembuatan sabun, peti kemas, harde kernseep, bahan baku pembuatan lilin, stearine, dan palmitat. Nilai gizi yang tinggi serta sifat titik cairnya yang juga tinggi bukan saja cocok sebagai pengganti minyak cokelat, tetapi juga sebagai penambah campuran minyak coklat agar mutunya menjadi lebih baik dan tahan disimpan pada suhu panas (Departemen Pertanian, 1990 dalam Winarni, dkk., 2004). Ekstrak lemak tengkawang memberi nilai tambah yang sangat tinggi yaitu mencapai 200%. Setiap tahun harga minyak tengkawang selalu meningkat, pada tahun 1994 bernilai US$ 1,85 per kg dan pada tahun 1998 bernilai US$ 2,87 per kg. Sejak tahun 1996 tidak tercatat ekspor biji tengkawang, kemungkinan besar terserap habis untuk memproduksi lemak tengkawang (Sumadiwangsa, 2001 dalam Winarni, dkk., 2004). III. AGROFORESTRI TENGKAWANG DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan kita saat ini tanpa menghilangkan kemampuan generasi yang akan dating untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan berkelanjutan dapat dicapai apabila memenuhi tiga syarat yaitu terlanjutkan secara ekologi, ekonomi, dan social budaya (Asdak, 2012). Secara ekologi, hidup selaras dan tidak melawan hukum lingkungan. Secara ekonomi, menghasilkan komoditi yang bernilai ekonomis. Secara sosial dan budaya, adanya partisipasi masyarakat dan terjaganya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat. Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Hairiah dkk, 2002). Agroforestri dipandang sebagai salah satu bentuk pengelolaan yang berkelanjutan karena memiliki keunggulan dalam hal produktivitas, diversitas, kemandirian dan stabilitas (Hairiah dkk., 2003). Pada prakteknya agroforestri terdiri atas dua atau lebih tanaman yang tumbuh bersama-sama atau bergiliran pada lahan yang sama. Pemilihan jenis tanaman hendaknya mempertimbangkan aspek teknis dan non teknis sehingga tujuan dari agroforestri tercapai dengan baik

72 50 Pada prinsipnya pemilihan jenis untuk agroforestri mengkombinasikan jenis tanaman daur pendek, menengah, dan panjang. Pemilihan jenis mempunyai andil yang cukup besar dalam keberhasilan produksi pola tanam, sehingga pemilihan jenis setidaknya memenuhi criteria aspek ekologi dan sosial ekonomi. Dasar pemilihan jenis secara umum seperti yang dikemukan oleh F/Fred Winrock International (1992) dalam Mile (2007) dapat dijadikan salah satu acuan. Pemilihan jenis ini memperhatikan unsur unsur sebagai berikut : a. Mudah beradaptasi terhadap kondisi tanah dan iklim yang ada b. Tahan terhadap hama dan penyakit c. Sedikit biaya dan waktu untuk pengolahan d. Tahan terhadap kekeringan dan tekanan iklim lainnya e. Toleran terhadap perlakuan pemangkasan dan trubusan f. Memiliki pertumbuhan awal yang cepat g. Mempunyai percabangan rendah yang dapat dengan mudah dipotong dengan peralatan sederhana dan mudah diangkut h. Mempunyai kadar air kayu yang rendah sehingga mudah dikeringkan i. Mempunyai karakteristik akar yang baik Tengkawang merupakan salah satu jenis alternatif yang dikembangan dalam agroforestri. Pohon tengkawang ini bisa hidup berdampingan dengan tanaman jenis lain, sehingga dengan demikian tanaman hutan ini dapat dijadikan tanaman yang bisa mempertahankan keberadaan hutan yang mendukung model pengelolaan agro-forest dan terlebih lagi bisa menghasilkan minyak nabati organik atau green butter yang dapat menyehatkan masyarakat. Praktek pengembangan tengkawang secara agroforestri diterapkan oleh masyarakat di areal bekas kampung (Tembawang) dan bekas ladang (Gupung). Tembawang adalah sistem penggunaan lahan oleh masyarakat lokal Kalimantan Barat dan merupakan suatu ekosistem unik dengan nilai-nilai yang sangat tinggi. Dalam pengelolaannya, masyarakat membagi sistem Tembawang menjadi : (i) Tembawang umum/ komunal, yang dapat diman-faatkan secara bersama-sama oleh penduduk dalam satu desa atau lebih; (ii) Tembawang khusus/individual, merupakan warisan turun temurun atau yang disebut pula sebagai Gupung. Gupung ini ada yang dianggap sebagai tempat keramat (religius) bagi masyarakat lokal dan merupakan suatu kebanggaan bagi garis keturunan tertentu (ITTO, 2011). Tembawang sebagai manifestasi dari agroforestri lokal merupakan salah satu praktek pengelolaan lahan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan ini tidak hanya menguntungkan dipandang dari aspek ekonomi, tetapi juga mampu menjaga nilai-nilai ekologi dan sosial budaya. Nilai sosial budaya yang luhur yaitu memikirkan kebutuhan generasi yang akan datang, sementara pemanfaatan mengandung nilai ekonomi. Nilai-nilai sosial budaya dan ekonomi yang terintegrasi menciptakan suatu nilai ekologi. Agroforestri tembawang merupakan sistem pengelolaan lahan yang memiliki tiga komponen tersebut, bukan hanya sekedar sistem agroforestri yang memiliki berbagai jenis tumbuhan yang membentuk lapisan-lapisan tajuk, tetapi juga mengandung nilai-nilai yang sangat luhur (Soeharto, 2010). Nilai Ekologi. Agroforestri tembawang sudah terbukti memiliki nilai ekologi yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan yang ada di dalamnya menyediakan jasa ekosistem, berupa: (1) pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan, misalnya sumber bahan makanan dan obat-obatan; (2) sebagai jasa pengatur sistem, misalnya penyedia air; (3) sebagai jasa dalam budaya, misalnya perekat

73 51 hubungan kekerabatan dan (4) sebagai pendukung kehidupan misalnya menjaga tingkat kesuburan tanah. Di dalam agroforestri tembawang tumbuh berbagai jenis tumbuhan penghasil pangan seperti buah-buahan, penghasil karbohidrat dan tumbuhan obat. Berbagai jenis tumbuhan dengan tajuk berlapis-lapis mampu memberikan perlindungan terhadap kesuburan tanah, baik melalui masukan bahan organik yang berasal dari seresah yang jatuh, maupun dari kemampuan menahan terpaan air hujan yang dapat merusak struktur tanah. Hal ini menunjukkan agroforestri tembawang mampu memberikan jasa pendukung sistem kehidupan yang berpengaruh positif terhadap system tata air yang ada di dalamnya. Struktur kanopi yang menyerupai hutan memungkinkan berbagai jenis satwa datang ke sistem ini, baik untuk mencari makan maupun bertempat tinggal. Dinamika pergerakan satwa dan cara mencari makannya secara tidak langsung dapat membantu penyerbukan dan pemencaran biji yang pada akhirnya berperan dalam pengaturan sistem regenerasi tumbuhan. Pepohonan pada sistem tembawang yang mencapai umur puluhan tahun berpotensi besar dalam menyerap karbondioksida dari udara sehingga memiliki peranan dalam pengaturan iklim makro, namun terutama terhadap iklim mikro di sekitarnya (Soeharto, 2010). Nilai Ekonomi. Pembangunan agroforestri tembawang tidak memerlukan tenaga kerja dan modal yang besar, demikian pula untuk pengelolaannya. Agroforestri tembawang dikelola secara minimal, tidak ada pembersihan gulma, pemupukan apalagi pengendalian hama penyakit. Pembabatan tumbuhan yang tidak berguna hanya dilakukan saat akan panen untuk mempermudah pemanenan. Hasil dari agroforestri tembawang multi produk. Biji tengkawang yang merupakan maskot daerah Kalimantan Barat sudah sejak ratusan tahun yang lalu dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor, bahkan sebelum perang dunia kedua ekspor biji tengkawang pernah mencapai ton setahun (Departemen Kehutanan, 1986 dalam Winarni, dkk., 2004). Komoditi biji tengkawang dijual dalam bentuk bahan mentah yang hampir keseluruhannya untuk ekspor dan hasil olahannya diimpor kembali oleh Indonesia dalam bentuk bahan jadi dan bahan setengah jadi untuk industri. Dalam dunia perdagangan, minyak tengkawang dikenal dengan nama green butter, karena mirip mentega yang berwarna hijau atau disebut juga Borneo tallow (minyak dari Kalimantan), sementara bahasa perdagangan yang lebih sering dipergunakan adalah tengkawang oil (BPS, 1999 dalam Winarni, dkk., 2004). Beberapa hasil dari sistem agroforestri tembawang seperti lateks (getah tanaman karet), biji tengkawang, getah perca dari jenis nyatuh dan getah jelutung merupakan produkekspor. Sementara itu, hasil buahbuahan seperti durian, nangka, mangga, cempedak, duku, rambutan, langsat, rotan, gula merah, ijuk dan lain-lain mereka jual ke pasar dan hasil penjualannya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian kebutuhan sehari-hari masyarakat Dayak hampir seluruhnya dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam sistem agoforestri tembawang (Soeharto, 2010). Nilai Sosial Budaya. Pengelolaan agroforest tembawang yang diatur kepemilikan dan pemanfaatannya berdasarkan kelompok-kelompok masyarakat, mulai dari pemanfaatan pribadi, keluarga inti, keluarga besar hingga ke tingkat desa mengandung nilainilai sosial budaya yang sangat tinggi. Kepatuhan antar anggota masyarakatnya merupakan manifestasi dari rasa tanggung jawabnya terhadap aturan. Demikian pula, dengan perijinan penebangan pohon yang hanya diperbolehkan bilamana ada ijin dari seluruh anggota keluarga besar. Aturan-

74 52 aturan ini sudah menjadi pembatas dari kerusakan dan kepunahan akibat pemanfaatan dan penebangan pohon yang tanpa memperhatikan kemampuan regenerasi dari pohon tersebut. Agroforest tembawang yang dimiliki dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga mencapai lima atau enam generasi yang mengandung nilai keberlanjutan bagi generasinya. Penanaman dan pemeliharaan pohon berumur panjang seperti tengkawang, jelutung, nyatoh dan kemenyan merupakan pemikiran jauh ke depan, artinya tidak hanya berfikir untuk dirinya tetapi juga memikirkan generasi berikutnya. Agroforest tembawang juga merupakan sistem yang telah dikembangkan sejak ratusan tahun lalu, sehingga merupakan bagian dari tradisi, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Dayak (Soeharto, 2010). IV. PENUTUP Tengkawang merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang banyak dimanfaatkan masyarakat lokal di Kalimantan yang semakin langka keberadaanya. Pengembangan secara agroforestri merupakan salah satu cara untuk menjaga kelestariannya karena dinilai menguntungkan baik secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Tembawang dan gupung merupakan praktek agroforertri yang dikembangkan masyarakat sebagai manifestasi dari kearifan lokal yang dianutnya. Praktek pengembangan ini merupakan salah satu kegiatan yang mendukung pembangunan berkelanjutan karena mampu mencakup nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. DAFTAR PUSTAKA Asdak Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Jalan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. UGM Press. Yogyakarta. Hairiah, K; Widianto; S Rahayu; B. Lusiana Wanulcas : Model Simulasi Untuk Sistem Agroforestri. Bogor : ICRAF. Heri. V Tengkawang dari Kalimantan Barat. Suara Bekakak edisi 1. Diakses dari [02/06/14] Heriyanto, N. M & N. Mindawati Konservasi Jenis Tengkawang (Shorea spp) pada Kelompok Hutan Sungai Jelai-Sungai Delai-Sungai Seruyan Hulu di Provinsi Kalimantan Barat. Info Hutan Vol. V No. 3 : ITTO Potensi Tengkawang di Lahan Masyarakat Lokal Kalimantan Barat. Brief Info No. 4 November Diakses dari [02/06/14] Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 692/Kpts- Ii/1998 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261/Kpts-Iv/1990 Tentang Pohon- Pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi. Mile, MY Prinsip prinsip Dasar dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam, dan Teknik Produksi Agribisnis Hutan Rakyat. Info Teknis Vol. 5 No. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Soeharto, B Tengbawang: Bukan Sekedar Sistem Agroforestri. Diakses dari ecord/5477/files/ma10365.pdf [02/06/14] Winarni, I; S. Sumadiwangsa; & D. Setyawan Pengaruh Tempat

75 53 Tumbuh, Jenis dan Diameter Batang terhadap Produktivitas Pohon Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1, Juni 2004 : Hal 23-33

76 54 ASOSIASI JENIS POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Amiril Saridan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) , Fax. (0541) ABSTRAK Tengkawang tumbuh dengan baik di hutan tropis yang dikenal sebagai penghasil buah dan lemak tengkawang yang merupakan jenis pohon yang dilindungi keberadaannya, untuk kepentingan masyarakat di sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi jenis tengkawang di Hutan Penelitian Labanan. Dalam penelitian ini digunakan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha) yang dibagi dalam 25 sub-plot berukuran 20 x 20 m. Hasil analisis jenis pohon tercatat sebanyak 123 jenis/ha dengan kerapatan pohon sebanyak 537 batang/ha dan untuk dipterokarpa terdapat 24 jenis/ha dengan kerapatan 167 batang/ha, sedangkan jenis tengkawang tercatat sebanyak 3 jenis meliputi Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton, S.pinanga Scheff. dan S.seminis Sym.. Jenis yang dominan antara lain: Dipterocarpus tempehes V. Sl. (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%), Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%), Elateriospermum tapos Blume (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%) dan Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton (NPJ = 8.62%). Dari perhitungan pasangan jenis pohon tengkawang dengan 7 jenis pohon dominan menunjukkan bahwa tidak satupun pasangan jenis yang berasosiasi bersifat nyata, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre tabel pada taraf uji 1% maupun 5%, yang mengindikasikan bahwa pasangan jenis pohon tengkawang dengan jenis dominan memiliki kecenderungan untuk hidup bersama lebih kecil, dibandingkan dengan pasangan jenis yang tidak memiliki kecenderungan untuk hidup secara bersama. Kata kunci: Asosiasi, tengkawang, nilai penting, jenis I. PENDAHULUAN Hutan tropis kaya akan berbagai jenis flora terutama jenis dipterokarpa yang merupakan penyusun utama tegakan dalam hutan. Hutan dipterokarpa merupakan tipe hutan hujan yang sangat penting (Ediriweera, et al, 2008). Salah satu jenis yang terpenting adalah tengkawang yang banyak tumbuh di hutan tropis di Indonesia dan dipertahankan untuk tidak ditebang, hal ini disebabkan pohon tengkawang merupakan pohon penghasil buah yang dapat digunakan untuk bahan komestik, obat-obatan dan sumber nabati yang bernilai tinggi bagi kehidupan masyarakat di sekitar hutan. Yusliansyah et al. (2007), menyebutkan buah tengkawang dapat diproses untuk diambil minyaknya digunakan sebagai bahan pengolahan makanan (coklat), kosmetik, sabun dan lilin. Beberapa jenis tengkawang di Indonesia dilindungi keberadaannya seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 yang meliputi S. gyberstiana, S. Pinanga Scheff., S. compressa, S. Seminis Sym, S. martiniana, S. Mecistopteryx Ridl., S. Beccariana Burck, S. micrantha, S. Palembanica Miq., S. lepidota dan S. singkawang. Tengkawang untuk hidupnya perlu adanya keterkaitan dan interaksi dengan jenis lainnya yang merupakan satu kesatuan dalam ekosistem hutan. Bunyavejchewin, et al (2003) menyebutkan distribusi spasial dalam hutan merupakan salah satu petunjuk eksistensi satu jenis terhadap jenis lainnya hingga terbentuk suatu asosiasi. Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas, ditemukan dengan kondisi yang sama dan berulang dibeberapa

77 55 lokasi. Asosiasi dicirikan dengan adanya komposisi floristik yang mirip, memiliki fisiognomi yang seragam dan sebarannya memiliki habitat yang khas (Mueller- Dombois dan Ellenberg, 1974; Barbour et al., 1999). Asosiasi terbagi menjadi asosiasi positif dan asosiasi negatif. Asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis pohon hadir secara bersamaan dengan jenis pohon lainnya dan tidak akan terbentuk tanpa adanya jenis pohon lainnya tersebut, sedangkan asosiasi negatif terjadi apabila suatu jenis pohon tidak hadir secara bersamaan (McNaughton dan Wolf, 1992). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai asosiasi jenis pohon tengkawang dan jenis lain di hutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di hutan penelitan Labanan, berdasarkan SK Menhut Nomor 121/Menhut-II/2007 mempunyai luas kawasan sebesar 7900 hektar yang terletak di Desa Labanan, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Tipe hutan penelitian Labanan adalah hutan campuran dipterokarpa dataran rendah, karena sebagian besar banyak didominasi oleh jenis jenis dari suku dipterokarpa dan sedikitnya terdapat 76 jenis dipterokarpa di areal ini. B. Bahan dan Alat Bahan penelitian yang diperlukan adalah semua jenis pohon yang mempunyai ukuran diameter 10 cm dan keatas, termasuk jenis pohon tengkawang. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi phiband, kompas, pita ukur, cat, kuas, tally sheet dan parang. C. Prosedur Kerja Untuk mengetahui asosiasi jenis pohon tengkawang dilakukan pembuatan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha). Dari plot tersebut dibuat jalur sebanyak 5 jalur penelitian yang berukuran 20 x 100 m (0.2 ha), kemudian dibuat sub-plot sebanyak 25 buah yang berukuran 20 x 20 m (0.04 ha). Pengamatan dilakukan terhadap semua jenis pohon yang terdapat dalam sub-plot penelitian yang berdiameter 10 cm. Data yang dikumpulkan meliputi semua individu pohon yang berdiameter 10 cm dan keatas yang meliputi nomor pohon, nama jenis dan diameter pohon setinggi dada. D. Analisis data Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2007 yang meliputi: 1. Nilai Penting Jenis (NPJ) dengan menggunakan rumus menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) yaitu: NPJ (%) = KR + DoR + FR KR (%) = FR (%) = DoR (%) = Jumlah individu suatu jenis dalam plot Jumlah individu seluruh jenis dalam plot Jumlah kehadiran suatu jenis dalam plot Jumlah kehadiran seluruh jenis dalam plot Jumlah Luas Bidang Dasar suatu jenis Jumlah Luas Bidang Dasar seluruh jenis X 100 X 100 X 100 Keterangan : KR= Kerapatan Relatif FR= Frekuensi Relatif DoR= Dominasi Relatif

78 56 2. Assosiasi Jenis Asosiasi jenis pohon tengkawang dengan jenis dominan dilakukan dengan menggunakan tabel kontingensi 2x2 (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974) sebagai berikut: Tabel 1. Bentuk tabel kontingensi asosiasi jenis Jenis A Jenis B Ada Tidak ada Jumlah Ada a b a + b Tidak ada c d c + d Jumlah a + c b + d N = a + b + c + d Keterangan : a = Jumlah petak yang mengandung jenis A dan jenis B b = Jumlah petak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak c = Jumlah petak yang mengandung jenis B saja, jenis A tidak d = Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jenis B N = Jumlah semua petak Untuk mengetahui adanya kecenderungan berasosiasi atau tidak, digunakan Chi-square Test dengan formulasi sebagai berikut: X 2 = (ad bc) 2 x N. (a+b) (c+d) (a+c) (b+d) Nilai Chi-square hitung, kemudian dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada taraf uji 1% dan 5%, masingmasing dengan nilai 6,63 dan 3,84. Apabila nilai Chi-square hitung > nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat nyata. Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat tidak nyata. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat atau kekuatan asosiasi, maka dihitung koefisien asosiasi (C) menggunakan rumus sebagai berikut: 1. Bila ad bc, maka C = ad bc (a+b) (b+d) 2. Bila bc > ad dan d > a, maka C = ad bc (a+b) (b+c) 3. Bila bc > ad dan a > c, maka C = ad bc (a+d) (c+d) Nilai positif atau negatif dari hasil perhitungan menunjukkan asosiasi positif atau negatif antara pasangan jenis. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kerapatan dan Nilai Penting Jenis Berdasarkan hasil analisis data vegetasi yang telah dilakukan terdapat sebanyak 123 jenis/ha dengan kerapatan jenis mencapai 537 batang/ha. dengan jumlah bidang dasar m2/ha. Untuk jenis dipterokarpa terdapat sebanyak 24 jenis/ha yang terdiri dari 5 marga yaitu Dipterocarpus (3 jenis), Hopea (1 jenis), Parashorea (2 jenis), Shorea (15 jenis) dan Vatica (3 jenis), sedangkan untuk jenis tengkawang terdapat 3 jenis meliputi Shorea macrophylla, S.pinanga dan S.seminis. Di areal ini masih banyak ditemukan jenis-jenis dipterokarpa yang merupakan penyusun utama tegakan hutan dipterokarpa. Purwaningsih (2004) yang menyebutkan sebagian besar hutan primer yang masih tersisa di wilayah Kalimantan vegetasinya masih banyak didominasi oleh suku dipterokarpa, sehingga sering disebutnya sebagai Hutan dipterokarpa. Apannah dan Turnbull (1998) menyebutkan bahwa Kalimantan dan Sumatera merupakan pusat pertumbuhan dipterokarpa di hutan tropika basah. Dari 123 jenis pohon yang terdapat areal penelitian tersebut jenis yang mendominasi areal penelitian

79 57 adalah Dipterocarpus tempehes (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus (NPJ =14.61%), Shorea smithiana (NPJ = 12.39%), Elateriospermum tapos (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%), Shorea parvifolia (NPJ = 8.91% dan Shorea macrophylla (NPJ = 8.62%) seperti tertera pada Tabel 1. Pratiwi dan Garsetiasih (2007) menyebutkan bahwa secara ekologis nilai vegetasi ditentukan oleh fungsi species dominan yang merupakan hasil interaksi dari komponen-komponen yang ada dalam ekosistem tersebut. Species dominan merupakan species yang mempunyai nilai tertinggi di dalam ekosistem yang bersangkutan, sehingga jenis-jenis tersebut dapat mempengaruhi kestabilan di dalam ekosistem. Jenis yang dominan merupakan jenis yang mampu menguasai tempat tumbuh dan mengembangkan diri sesuai kondisi lingkungannya yang secara keseluruhan atau sebagian besar berada pada tingkat yang paling atas dari semua jenis yang berada dalam suatu komunitas vegetasi. Tabel 1. 7 (tujuh) jenis pohon yang mempunyai nilai penting terbesar di Hutan Penelitian Labanan, Kalimantan Timur. Nomor Jenis Nilai Penting (%) 1 Dipterocarpus tempehes V. Sl Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea smithiana Sym Elateriospermum tapos Blume Syzygium sp Shorea parvifolia Dyer Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton 8.62 B. Asosiasi Jenis Hasil perhitungan asosiasi jenis tengkawang dengan 7 jenis pohon dominan yang memiliki nilai penting jenis 8 % dan keatas (Tabel 1), menunjukkan bahwa nilai Chi-square hitung lebih kecil dibandingkan nilai Chisquare tabel baik pada taraf uji 1% dan 5%, hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada korelasi yang nyata atau asosiasi bersifat tidak nyata antara 7 jenis pohon dominan tersebut dengan jenis tengkawang. Apabila dilihat dari hasil perhitungan koefisien asosiasi (C) yang digunakan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat atau kekuatan asosiasi, nilai koefisien asosiasinya ada yang besifat positif dan negatif seperti tertera pada Tabel 2. Terdapat 9 jenis pohon yang memiliki nilai koefisien asosiasi (C) yang positif yaitu: Shorea macrophylla dengan Syzygium sp (C=0.31), Shorea macrophylla dengan Mallotus muticus (C=0.61), Shorea macrophylla dengan Dipterocarpus tempehes (C=1.00), Shorea pinanga dengan Shorea parvifolia (C=0.17), Shorea pinanga dengan Elateriospermum tapos (C=0.28) Shorea pinanga dengan Mallotus muticus (C=1.00), Shorea pinanga dengan Dipterocarpus tempehes (C=1.00), Shorea seminis dengan Syzygium sp (C=0.85) dan Shorea seminis dengan Mallotus muticus (C=0.10). Sedangkan yang mempunyai nilai negative antara lain: Shorea macrophylla dengan Shorea parvifolia (C=-0.25), Shorea macrophylla dengan Elateriospermum tapos (C=-0.04), Shorea macrophylla dengan Shorea smithiana (-0.19), Shorea pinanga dengan Syzygium sp (C=-1.78), Shorea pinanga dengan Shorea smithiana (C=- 0.19) dan Shorea seminis dengan Shorea parvifolia (C=-0.41). Adanya nilai koofisien asosiasi (C) positif,

80 58 mengindikasikan bahwa walaupun tidak ada hubungan yang nyata antara ke-7 jenis pohon dominan tersebut dengan jenis tengkawang, tetapi mereka masih bisa hidup secara bersama-sama dan tidak saling mengganggu satu sama lainnya dan secara tidak langsung jenis tersebut mempunyai hubungan baik atau ketergantungan antara satu dengan jenis yang lainnya. Barbour et al. (1999) menyebutkan bahwa apabila jenis berasosiasi secara positif, maka akan menghasilkan hubungan spasial positif terhadap pasangannya. Jika pasangan didapatkan dalam sampling, maka kemungkinan besar akan ditemukan pasangan lainnya tumbuh di dekatnya. Sedangkan yang mempunyai nilai koefisien assosiasi negatif, berarti bahwa pasangan jenis tersebut tidak menunjukkan adanya toleransi untuk hidup bersama pada area yang sama atau tidak ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, khususnya dalam pembagian ruang hidup. Fajri dan Saridan (2012), menyebutkan bahwa assosiasi negatif berarti secara tidak langsung beberapa jenis mempunyai kecenderungan untuk meniadakan atau mengeluarkan yang lainnya atau juga berarti dua jenis mempunyai pengaruh atau reaksi yang berbeda dalam lingkungannya. Tabel 2. Asosiasi jenis pohon tengkawang dengan jenis pohon dominan di Hutan Penelitian Labanan, Berau, Kalimantan Timur Jenis X 2 t (1%) Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea parvifolia Dyer X 2 t (5%) X 2 t Tipe asosiasi 6,63 3, negative Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Syzygium sp 6,63 3, positif Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan 6,63 3, negative Elateriospermum tapos Blume Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea 6,63 3, negative smithiana Sym. Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw 6,63 3, positif Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Dipterocarpus tempehes V. Sl. 6,63 3, positif Shorea pinanga Scheff dengan Shorea parvifolia Dyer 6,63 3, positif Shorea pinanga Scheff dengan Syzygium sp 6,63 3, negatif Shorea pinanga Scheff dengan Elateriospermum tapos 6,63 3, positif + Blume 0.28 Shorea pinanga Scheff dengan Shorea smithiana Sym. 6,63 3, negative Shorea pinanga Scheff dengan Mallotus muticus 6,63 3, Positif (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea pinanga Scheff dengan Dipterocarpus tempehes V. Sl. 6,63 3, positif Shorea seminis Sloot. dengan Shorea parvifolia Dyer 6,63 3, negative Shorea seminis Sloot. dengan Syzygium sp 6,63 3, positif Shorea seminis Sloot. dengan Elateriospermum tapos 6,63 3, negative Blume Shorea seminis Sloot. dengan Shorea smithiana Sym. 6,63 3, negative C

81 59 Shorea seminis Sloot. dengan Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea seminis Sloot. dengan Dipterocarpus tempehes V. Sl. Keterangan: + asosiasi positif, - asosiasi negatif * Berbeda nyata pada taraf uji 1% ** Berbeda nyata pada taraf uji 5% IV. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa : di areal penelitian terdapat sebanyak 124 jenis pohon per hektar dengan kerapatan 537 batang/ha dengan jumlah bidang dasar sebesar m2/ha. Untuk jenis dipterokarpa terdapat sebanyak 23 jenis/ha, sedangkan untuk jenis tengkawang terdapat 3 jenis meliputi Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton, S.pinanga Scheff dan S.seminis Sloot.. Jenis yang mendominasi areal penelitian adalah Dipterocarpus tempehes V.Sl. (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%), Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%), Elateriospermum tapos Blume (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%), Shorea parvifolia Dyer (NPJ = 8.91% dan Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton (NPJ = 8.62%). Tidak satupun pasangan jenis yang berasosiasi bersifat nyata atau positif, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre tabel, dengan demikian asosiasi bersifat tidak nyata. Terdapat 9 pasangan jenis yang mempunyai nilai koefisien asosiasi (C) positif, mengindikasikan bahwa walaupun tidak ada hubungan yang nyata antara ke-7 jenis pohon dominan tersebut dengan jenis tengkawang, tetapi mereka masih bisa hidup secara bersama-sama dan tidak saling mengganggu satu sama lainnya. Demikian juga adanya pasangan jenis yang mempunyai koefisien asosiasi negative yang mengidikasikan bahwa pasangan jenis tersebut tidak menunjukkan adanya toleransi untuk hidup secara bersama dalam suatu ruang tumbuh. 6,63 3, positif ,63 3, negative DAFTAR PUSTAKA Appanah, S. and J.M. Turnbull A Review of Dipterocarps: taxonomy, ecology and silviculture. CIFOR, Bogor. Barbour, B.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts Terrestrial plant ecology. The Benjamin/Cummings. New york. Bunyavejchewin, S, JV La Frankie, PJ Baker, M Kanzaki, PS Ashton dan T Yamakura Spatial Distribution Patterns of the Dominant Canopy Dipterocarps Species in a Seasonal Dry vergreen Forest in Western Thailand. Forest Ecology and management Journal. Vol Elsevier. Ediriweera, S, BMP Singhakumara, MS Ashton Variation in Canopy Structure, Light and Soil Nutrition Across Elevation of a Sri Lanka Tropical Rain Forest. Forest Ecology and Management Journal. Vol Elsevier. Fajri, M; Saridan, A Kajian Ekologi Parashorea melaanonan Merr Di Hutan Penelitian Labanan, Berau. Jurnal Dipterokarpa Volume 6 No.2 Desember Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Yusliansyah; Supartini; S.E.Prasetya Rangkuman Hasi-Hasil Penelitian dan Non Kayu Dipterokarpa. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. McNaughton, S.J. and W.L. Wolf Ekologi umum. Edisi kedua. Penerjemah: Sunaryono P. dan Srigandono. Penyunting: Soedarsono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

82 60 Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg Aims and method of vegetation ecology. John Wiley & Sons Inc. Toronto. Purwaningsih Review: Sebaran ekologi jenis-jenis dipterocarpaceae di Indonesia. Jurnal Biodiversitas Vol. 5 No.2. Pratiwi dan R. Garsetiasih Sifat fisik dan Kimia Tanah Tanah Serta Komposisi Vegetasi Di Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

83 61 PENGARUH DOSIS DAN KOLONISASI HIFA PADA PENAMBAHAN INOKULAN ALAMI (EKTOMIKORIZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI Shorea pinanga ASAL KHDTK LABANAN DI PERSEMAIAN Karmilasanti dan Nilam Sari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) , Fax. (0541) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulan alami terhadap pertumbuhan semai Shorea pinanga di persemaian dan pengaruh kolonisasi hifa dengan penambahan inokulan alami. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap penyediaan bibit dan inokulasi ektomikoriza, penanaman dan pemeliharaan di persemaian. Pengamatan dan pengukuran dilakukan terhadap variabel tanaman yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, pembentukan tunas dan kematian semai. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam dengan 5 perlakuan dosis inokulan alami yaitu 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15 gram dan 20 gram kemudian dilakukan uji lanjut LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis memberikan pengaruh terhadap setiap variabel pertumbuhan yang berbeda-beda. Untuk semua variabel pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan. Dosis 10 gram pada variabel pertambahan tinggi memberikan respon pertumbuhan terbaik, dosis 15 gram untuk pertambahan jumlah daun, dan pada variabel pertambahan diameter, tunas baru dan persentase kematian semai terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami). Sedangkan pengaruh terhadap kolonisasi hifa menunjukan bahwa dosis inokulan alami sebesar 20 gram memberikan penambahan jumlah hifa delapan belas kali lipat lebih banyak dibanding dengan kontrol. Kata kunci : Dosis inokulan alami, pertumbuhan semai, mikoriza, Shorea pinanga. I. PENDAHULUAN Salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk dikembangkan di pulau Kalimantan adalah biji tengkawang sebagai bahan baku lemak nabati (Suharisno, 2009). Karena sifatnya yang khas, lemak tengkawang berharga lebih tinggi dibanding minyak nabati lain seperti minyak kelapa dan digunakan sebagai bahan pengganti minyak coklat, bahan lipstik, minyak makan dan bahan obatobatan (Anggraeni et al., 1995). Di Indonesia terdapat 13 jenis pohon penghasil tengkawang yang tersebar terutama di Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatera (Al Rasyid et al., 1991). Shorea pinanga Scheff, tingginya dapat mencapai 23,5 m, batang bebas cabang tinggi, tumbuh baik pada punggung-punggung bukit (Soeprijadi et al., 2008). Nama daerah dari S.pinanga adalah Brunai : kawang, meranti langgai bukit; Indonesia : awang boi (Kalimantan Selatan bagian Timur), tengkawang biasa, tengkawang rambai (Kalimantan Barat); Malaysia : kawang pinang (Sabah), meranti langgai bukit (Serawak). Pohon berukuran sedang hingga besar, banir kecil dengan tinggi 1,5 meter, daun jorong hingga bulat telur menyempit, benang sari 15, kepala sari seperti bola memanjang (Riniarti, 2002). Beberapa jenis meranti dan pohon penghasil tengkawang diantaranya Shorea pinanga tidak berbuah setiap tahun. Secara periodik panen raya terjadi setelah musim kemarau yang kering sekitar empat tahun sekali. Apabila pengambilan bibit dilakukan setelah masa

84 62 berbuah lewat, maka selanjutnya pengumpulan bibit hanya dapat dilakukan dengan sistem cabutan. Berdasarkan hasil analisis mikrobiologi, fungi ektomikoriza merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang dapat berasosiasi dengan tengkawang (S.pinanga) yaitu jumlah koloni dalam satu gram sampel fungi ektomikoriza berjumlah koloni. Dengan adanya asosiasi fungi ektomikoriza ini dapat meningkatkan serapan N,P, dan K, meningkatkan ketahanan terhadap senyawa beracun, juga ketahanan terhadap berbagai pathogen tanah dengan terbentuknya mantel hifa yang melindungi akar secara fisik sehingga berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman (Zuliana, 2008). Tanah mempunyai sifat fisik yang baik dan sering mengandung populasi seimbang mikrosimbion yang telah beradaptasi, sehingga anakan/cabutan dimungkinkan terinokulasi secara alami dan disebut sebagai inokulan alami. Lebih dari itu tanah akan melekat pada jaringan mikoriza sehingga dapat menyerap guncangan ketika anakan dipindahkan ke lapangan. Khususnya pada anakan berakar telanjang, mikoriza dapat juga mengurangi resiko pengeringan pada akar selama pengangkutan (Schmidt, 2000). Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel tumbuhan secara tidak langsung (Dewi, 2007). Beberapa pustaka yang ada diperkuat dengan pendapat R. Nussbaum et al (1995), yang menyatakan sejumlah kecil top soil dari tanah sekitar pohon induk diberikan pada setiap polybag untuk memastikan adanya infeksi mikoriza pada anakan/cabutan. Dan cara efesien agar tanaman bagian akarnya bermikoriza adalah dengan cara inokulan alami, karena tanah dari bawah tegakan induk di duga mampu bersimbiosis dengan spora yang sesuai dengan inangnya/pohon induknya. Menurut Omon (2009) pemberian inokulan tablet mikoriza yang dikemas dari satu jenis fungi mikoriza terhadap pertumbuhan kelima jenis Shorea, belum efektif mengingat setiap fungi mikoriza memiliki peran spesifik. Artinya pemberian inokulan tablet mikoriza dengan hanya spesifik satu fungi untuk lima jenis Shorea belum memberikan pertumbuhan efektif karena setiap spesies memiliki karakteristik dan kebutuhan hara yang berbeda dibanding dengan inokulan alami yang dapat menularkan langsung fungi mikoriza yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Dengan kondisi tersebut, maka penularan mikoriza dengan pemberian inokulan alami pada anakan/cabutan yang disemai di persemaian diharapkan mampu mengurangi keperluan akan pupuk di persemaian sehingga mengurangi biaya pemeliharaan di persemaian dan efek negatif terhadap serangan hama dan penyakit akibat penggunaan pupuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis inokulan alami terhadap pertumbuhan semai Shorea pinanga di persemaian dan pengaruh kolonisasi hifa pada akar dengan penambahan inokulan alami. Melalui penelitian ini diharapkan tersedia informasi standar dosis pemberian inokulan alami yang mampu memberikan pertumbuhan terbaik yang menghasilkan bibit bermutu secara generatif di persemaian. II. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pengambilan cabutan dan pengambilan tanah di bawah tegakan induk jenis Shorea pinanga berasal dari areal KHDTK Labanan Kabupaten

85 63 Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Sedang lokasi pembibitan jenis Shorea macrophylla dilakukan di persemaian Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Samarinda. Penelitian dilakukan pada pertengahan tahun 2011 dan dimulai dengan pengambilan tanah di bawah tegakan induk Shorea pinanga sebagai campuran media di persemaian. Selanjutnya pengambilan cabutan di lapangan, setelah itu disemai pada polybag dengan campuran media top soil + inokulan alami dengan dosis yang sudah ditetapkan, kemudian terakhir bibit ditutup dengan sungkup. Setelah 2 bulan sungkup dibuka dan dilakukan pengukuran selama 3 kali dari bulan September s/d Nopember B. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan untuk kegiatan penelitian di persemaian adalah bahan generatif (anakan alam hasil cabutan) jenis Shorea pinanga, top soil, polybag ukuran (20 x 30 cm), plastik sungkup, pipa plastik, bambu, sarlon, label, tali tukang dan tanah di bawah pohon induk sebagai campuran media bibit. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah penggaris, kaliper, mikroskop, timbangan digital, oven, cutter, alat tulis dan kamera. C. Prosedur Kerja Tahapan pembibitan di persemaian di lakukan setelah pengambilan cabutan di lapangan. Cabutan yang diambil di lapangan terlebih dahulu diseleksi untuk mencari bibit yang berkualitas menurut SNI yaitu kokoh teguh, batang tunggal dan utuh, sehat dan pangkal batang berkayu. Setelah itu dilakukan kegiatan sebagai berikut : - Cabutan yang sudah disiapkan, disemai langsung ke polybag ukuran 20 x 30 cm, yang telah diisi media semai yaitu campuran top soil + inokulan alami dengan dosis berikut : A. Jenis Shorea pinanga : 1. Shorea pinanga + top soil sebagai kontrol; 2. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 5 gram per polybag; 3. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 10 gram per polybag; 4. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 15 gram per polybag; 5. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 20 gram per polybag. - Pemeliharaan dilakukan secara rutin meliputi : penyiraman, penyiangan, pembukaan naungan/sarlon sesuai dengan kebutuhan sinar matahari bagi pertumbuhan bibit dan lainnya. - Pengamatan dan pengukuran bibit dilakukan setiap 1 bulan sekali sampai bibit siap tanam. - Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi bibit (cm), diameter bibit (mm), jumlah daun dan tunas baru. - Pengukuran tinggi bibit dilakukan dengan menggunakan mistar/penggaris diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas selama 3 bulan. - Pengukuran diameter batang bibit menggunakan kaliper dan diukur pada ketinggian sekitar 10 cm di atas pangkal batang. - Pengamatan pertambahan jumlah daun dan tunas baru dilakukan setelah bibit berumur 2 bulan. - Selanjutnya dilakukan pengamatan kolonisasi hifa pada akar dengan cara menghitung biomassa semai. Biomassa semai dihitung dengan memisahkan bagian akar dan batang kemudian diukur panjang akar dan jumlah hifa pada tanaman, setelah itu dioven pada suhu 103±2 o C selama 3 hari. Pengamatan dilakukan secara acak pada unit percobaan. Data biomassa diperoleh pada tahap

86 64 pengukuran awal penanaman dan akhir pengukuran. D. Analisis Data Parameter yang diukur adalah pengaruh dosis inokulan alami terhadap pertumbuhan cabutan semai Shorea pinanga diantaranya : tinggi bibit (cm), diameter bibit (mm), pertambahan jumlah daun dan tunas baru. Analisis data yang digunakan adalah uji sidik ragam atau analisis variance (ANOVA), kemudian dilakukan uji lanjut LSD. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian dosis inokulan alami Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea pinanga asal Labanan di Persemaian Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian dosis inokulan alami terhadap pertambahan riap tinggi, riap diameter, pembentukan tunas baru, penambahan jumlah daun dan persentase kematian pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan Perlakuan Dosis 0 gram Dosis 5 gram Dosis 10 gram Dosis 15 gram Dosis 20 gram Signifikan Riap tinggi (cm) 2.18 a 2.37 a 2.66 b 2.45 a 2.42 a s Riap diameter (mm) 0.62 a 0.34 b 0.42 b 0.39 b 0.43 b ss Daun baru 0.85 a 0.84 a 1.44 b,c 1.64 b,c 1.31 b ss Tunas baru 0.76 a 0.18 b 0.38 b,c 0.41 c 0.39 c s Mati 0.29 a 0.19 b 0.18 b 0.18 b 0.19 b ss Keterangan : ns : non signifikan s : signifikan ss : sangat signifkan 1. Pertambahan Tinggi (Riap Tinggi) Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pertambahan tinggi semai jenis Shorea pinanga memberi hasil yang signifikan atau berbeda nyata dengan rerata pertambahan tinggi (riap tinggi) terbaik pada dosis 10 gram (2,66 cm). Hal tersebut disebabkan karena pada pemberian dosis inokulan lebih dari 10 gram diduga dapat menurunkan serapan unsur hara pada tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Unsur-unsur yang berguna dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman seperti P, Cu, dan Zn yang terkandung dalam inokulan alami dapat diserap dengan baik oleh tanaman dengan bantuan mikoriza (fungi) yang diinokulasi pada media dengan dosis yang sesuai dengan sifat genetika dan morfologi dari tanaman tersebut. Fosfor merupakan kunci kehidupan. Disebut kunci kehidupan karena P mendorong pertumbuhan akar. Untuk itu pada tanaman tingkat semai juga perlu P dengan dosis yang sesuai untuk merangsang pertumbuhan akar. Tetapi jika kekurangan atau berlebihan akan menyebabkan kekerdilan/pertumbuhan terhambat. Sedangkan untuk K, karena berperan terhadap 50 enzim penting baik langsung maupun tidak langsung, maka pemupukan juga mestinya diberikan. Keseimbangan pemberian dosis hendaknya seimbang, karena dikhawatirkan timbul reaksi saling mengusir. 2. Pertambahan Jumlah Daun

87 65 Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pertambahan jumlah daun semai jenis Shorea pinanga memberi hasil yang sangat signifikan atau sangat berbeda nyata dengan jumlah daun terbanyak pada dosis 15 gram. Hal ini diduga pada dosis 0 gram, 5 gram, 10 gram dan 20 gram dapat menurunkan penyerapan unsur hara pembentuk daun khususnya nitrogen yang mengakibatkan pembentukan daun terhambat. Sehingga Pemberian inokulan alami dengan dosis 15 gram dianggap sebagai dosis standar/optimum yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan daun secara maksimal pada jenis shorea pinanga. Fungi mikoriza yang terdapat pada inokulan alami tersebut mampu meningkatkan serapan hara berupa Mg, Mn, Cl. Unsur Mg berperan sebagai penyusun klorofil, unsur Mn berperan sebagai elemen struktural kloroplas, sedangkan Cl berpengaruh terhadap evolusi O2 di dalam kloroplas. Keberadaan unsur ini dapat mempercepat pembentukan daun pada tanaman, jumlah daun pada tiap tanaman menunjukkan intensitas pertumbuhan (Setiadi (2006) dalam Rossiana (2010). 3. Pertambahan Diameter (Riap Diameter) Pada Tabel 1 terlihat bahwa pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pertambahan diameter (riap diameter) memberi hasil yang sangat signifikan atau sangat berbeda nyata dengan pertumbuhan terbaik pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami) dibandingkan dengan dosis yang lain, hal ini berarti semai Shorea pinanga cukup mampu beradaptasi dengan tanah persemaian/top soil. Tanah persemaian/top soil mengandung unsur hara dalam hal ini nitrogen yang cukup dan mampu diserap oleh tanaman untuk mempercepat pertumbuhan kambium tanpa adanya fungi mikoriza pada inokulan alami. Fungi mikoriza yang berperan adalah hifa yang menempel pada akar cabutan semai Shorea pinanga pada saat diambil di lapangan yang mampu bersimbiosis dengan spora pada media top soil untuk menularkan mikoriza pada tanaman. 4. Pembentukan Tunas Baru Pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pembentukan tunas baru memberi hasil signifikan atau berbeda nyata dengan pertambahan jumlah tunas terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol). Hal ini menunjukan semai Shorea pinanga mengalami pembentukan tunas tanpa adanya inokulan alami. Tunas terbentuk dari batang, dimana pertumbuhan batang ditandai adanya pertumbuhan kambium. Sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pertambahan diameter batang yang terbaik pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami), maka jika perlakuan terbaik untuk pertambahan diameter adalah dosis 0 gram (kontrol) maka otomatis pertambahan tunas baru juga terbaik pada dosis tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Youn and Werner, (1982) dan Dwi Joseputro (1983) dalam Mashudi et al., (2008) bahwa tanaman menstimulasi tumbuhnya tunas baru pada axiler batang. Sehingga peningkatan diameter semai mengindikasikan tumbuhnya tunas baru atau cabang pada semai tersebut. 5. Kematian Semai Pengaruh inokulan alami terhadap kematian semai adalah sangat berbeda nyata atau sangat signifikan. Dimana hasil yang diperoleh disebutkan bahwa pada perlakuan 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami) paling banyak semai Shorea pinanga mati, karena tanpa fungi mikoriza (inokulan alami) maka kemampuan semai untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang jauh dari habitat aslinya sangat kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian (2008) dalam Setiani, L (2010) menyatakan

88 66 bahwa dengan adanya hifa fungi mikoriza kelembaban di sekitar akar naik sehingga penyerapan air menjadi lebih mudah. B. Pengaruh Kolonisasi Hifa pada Akar dengan penambahan Inokulan Alami Pada dosis yang sesuai penambahan inokulan alami akan memberikan pertumbuhan maksimal dan menambah kolonisasi hifa yang menempel di akar seperti tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah kolonisasi hifa dan kadar air pada awal penanaman sampai dengan akhir pengamatan pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan Awal penanaman akhir pengamatan Kontrol Inokulan 20 gram KA batang KA akar T/R Jumlah hifa yang menempel pada permukaan akar Pengamatan terhadap jumlah hifa yang menempel pada akar menjadi parameter pendukung yang diamati untuk melihat berapa banyak fungi mikoriza yang mampu terinjeksi melalui inokulan alami. Seperti tersaji pada Tabel 2 menunjukan bahwa di awal penanaman jumlah hifa yang terlihat sebesar 0.67 dan setelah di tambah inokulan alami menjadi 12.33, sedang kontrol jumlah hifanya hanya sebesar Dengan demikian penambahan inokulan alami dengan dosis 20 gram menambah jumlah hifa delapan belas kali lipat menjadi lebih banyak. Artinya dosis 20 gram inokulan alami mampu menularkan lebih banyak fungi mikoriza pada akar tanaman. Walaupun ada beberapa parameter pertumbuhan memberikan hasil terbaik tanpa penambahan fungi mikoriza (inokulan alami) seperti pertambahan diameter semai dan pembentukan tunas baru. Hal ini disebabkan dari sifat genetik dan morfologi semai itu sendiri serta kondisi awal pada saat diambil di lapangan. Untuk semai Shorea pinanga yang kondisi awalnya bervariasi seperti tinggi, diameter, jumlah daun maka pada saat berpindah tempat akan cenderung beradaptasi dengan lingkungan dan perlakuan terhadap ketahanan hidup dan tingkat pertumbuhannya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaruh inokulan alami terhadap variabel pertumbuhan tinggi semai Shorea pinanga umur 5 bulan memberikan hasil yang signifikan pada dosis 10 gram, untuk variabel pertambahan jumlah daun memberikan hasil yang sangat signifikan pada dosis 15 gram, untuk variabel pertambahan diameter dan persentase kematian semai memberikan hasil sangat signifikan pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan), sedang untuk pembentukan tunas baru memberikan hasil signifikan pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan). Sedangkan untuk pengaruh kolonisasi hifa terhadap penambahan inokulan alami menunjukan bahwa dosis inokulan alami sebesar 20 gram memberikan penambahan jumlah hifa delapan belas kali lipat lebih banyak dibanding dengan kontrol. Fungi mikoriza (inokulan alami) pada semai Shorea pinanga yang berasal dari KHDTK Labanan umur 5 bulan berfungsi pada pertambahan tinggi dan penambahan jumlah daun. B. Saran

89 67 Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan di lapangan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit Shorea pinanga yang diberikan perlakuan inokulan alami atau penularan mikoriza dengan metode inokulasi yang berbeda utamanya pada penanaman di lahan-lahan kritis. DAFTAR PUSTAKA Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H, Hendarsyah D Vedemikum Dipterocarpaceae. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Anggraeni, I.M.D, Wiharta dan Masano Tengkawang Dalam Pohon Kehidupan. Yayasan Prosea Indonesia. Bogor. Dewi, R.I Peran Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Jatinangor. Bandung. Mashudi, Adinugraha, Dedi Setiadi, dan Anita Pertumbuhan Tunas Tanaman Pulai pada Beberaa Tinggi Pangkasan dan Dosis Pupuk NPK. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 2 No. 2. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Omon, R. M Pengaruh Dosis Tablet Mikoriza Terhadap Beberapa Jenis Stek Meranti di HPH PT ITCIKU, Balikpapan Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.6 No.4, September Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor. R. Nussbaum, J Anderson dan T Spencer Factors Limiting the Growth of Indigenous tree seedling Planted on Degraded Rainforest Soils in Sabah, Malaysia, Forest Ecology and Management, vol. 74, hal , file : sdarticle_5a.pdf). Riniarti, M Perkembangan Kolonisasi Ektomikoriza dan Pertumbuhan Semai Dipterocarpaceae dengan Pemberian Asam Oksalat dan Asam Humat serta Inokulasi Ektomikoriza. Tesis Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Rossiana, N Penurunan Kandungan Logam Berat dan Pertumbuhan Tanaman Sengon Paraserianthes falcataria L (Nielsen). Universitas Padjajaran. Bandung. Schmidt, L Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis Danida Forest Seed Centre. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. PT. Gramedia. Jakarta. Setiani, L Studi Keanekaragaman Fungi Ektomikoriza di Bawah Tegakan Meranti (Shorea spp) pada Areal Cagar Alam Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak. SNI Mutu Bibit Bagian 1 : Mangium, Ampupu, Gmelina, Sengon, Tusam, Meranti dan Tengkawang. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Soeprijadi, D, Sukirno DP, Adriyanti D, Adriana, Nurjanto H, Indrioko S Butir-butir Harapan dari Meranti. Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam, Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Suharisno Grand Strategy Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Ditjen RLPS. Jakarta. Zuliana Studi Keberadaan Ektomikoriza di Bawah Tegakan Shorea spp di Kawasan Bukit Siling Bangai Hutan Lindung Gunung Belungai Desa Lumut Kecamatan Toba Kabupaten Sanggau. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.

90 69 PENGEMASAN LEMAK TENGKAWANG DALAM BAMBU Andrian Fernandes dan Rizki Maharani Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda ABSTRAK Pada masa panen Tengkawang, penduduk lokal di Kalimantan Barat akan mengolah biji menjadi lemak Tengkawang. Secara tradisional lemak Tengkawang dikemas dan disimpan agar dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengemasan lemak Tengkawang secara tradisional. Penelitian dilakukan pada November 2013 hingga Februari 2014 dengan cara mewawancarai pengolah lemak Tengkawang di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tradisional lemak Tengkawang disimpan dalam bambu dan dapat bertahan hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai bahan yang mudah diperoleh memiliki keunggulan sebagai bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai bahan anti mikroorganisme. Kata kunci : lemak Tengkawang, pengemasan tradisional, bambu, Kalimantan Barat. I. PENDAHULUAN Penggunaan hasil hutan non kayu dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat sekitar hutan (Jensen, 2009). Pada masa panen, pohon Tengkawang yang produktif dapat menghasilkan buah kg/pohon (Sumarhani, 2007). Buah tengkawang tergolong dalam jenis rekalsitran, sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu penduduk lokal telah mengembangkan pembuatan lemak dari biji Tengkawang. Tengkawang sebagai bahan baku lemak nabati telah dikenal sejak dulu. Brown, et al. (1975) telah mempublikasikan kandungan hidrokarbon minyak dari biji Shorea stenoptera. Di sisi lain, untuk daerah Kalimantan Barat, pengolahan dan penggunaan lemak tengkawang secara tradisional telah dilakukan secara turuntemurun. Jahurul (2012) menyebutkan bahwa buah tengkawang dari jenis S stenoptera mengandung 40-60% lemak yang dapat dimakan. Artinya pada masa panen, akan didapatkan lemak Tengkawang dalam jumlah besar. Lemak Tengkawang yang dihasilkan pasti akan dikemas dan disimpan agar dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, penelitian ini betujuan untuk mengetahui cara pengemasan lemak Tengkawang secara tradisional. II. METODE PENELITIAN Untuk mengetahui proses pengemasan lemak tengkawang, dilakukan pengamatan di daerah yang mengolah lemak tengkawang secara tradisional. Penelitian dilakukan pada November 2013 hingga Februari Lokasi pengamatan berada di tiga kabupaten di Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang. Penelitian dilaksanakan dengan cara mewawancarai pembuat lemak tengkawang secara tradisional.

91 70 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Pengemasan lemak Tengkawang pada Kabupaten Bengkayang, Sintang dan Kapuas Hulu Kabupaten Bengkayang Sintang Kapuas Hulu Desa Desa Sahan Desa Ensaid Panjang Desa Nanga Yen Tempat penyimpanan lemak Diameter bambu Paling besar, diameter bagian dalam bambu sekitar 5 cm. Panjang bambu Panjang minimal 1 ruas bambu, maksimal mencapai 3 m. Harga jual Tempat penyimpanan bambu yang berisi lemak tengkawang 1 ruas bambu berisi lemak sekitar 1,5-2 kg, dengan harga Rp ,-. Diletakkan di dapur. Diameter dalam bambu sekitar 4 cm. Panjang berkisar antara 40 cm hingga 100 cm. Diameter dalam bambu sekitar 4 cm dan 1 cm. Panjang bambu sekiar cm. 1 kg Rp ,-. Belum memiliki harga jual. Diletakkan dalam lemari khusus. Diletakkan di dapur. Corrales, et al (2014) menyebutkan bahwa sistem pengemasan makanan harus memperhatikan tingkat keamanan dan keuntungan pembuat makanan. Selama ini lemak tengkawang secara tradisional dikemas dalam batang bambu. Bambu sangat mudah didapatkan dari lingkungan sekitar desa penghasil Tengkawang. Dari tabel 1, menunjukkan adanya perbedaan ukuran bambu yang digunakan pada tiga kabupaten di Kalbar. Selain itu bambu adalah bahan yang kuat dan dapat melindungi lemak tengkawang secara fisik apabila dipindahkan atau dikirim ke luar daerah. Gambar 1. Lemak tengkawang dalam bambu dari Bengkayang (kiri) dan Kapuas Hulu (kanan)

92 71 Saat membeli produk makanan atau minuman, konsumen sangat melihat kemasan yang kuat (kemasan tidak mudah rusak), menarik, memberikan rasa yang khas pada produk dan memiliki ciri khas (Becker, et al, 2011). Bambu memiliki bentuk yang bulat dengan rongga di tengah batang. Bambu memiliki kulit atau lapisan luar dengan warna yang khas. Babalis, et al (2013) menjelaskan bahwa pengemasan produk untuk produk-produk saat ini tidak hanya menarik namun juga menggunakan bahan yang ramah lingkungan. Bambu sebagai bahan alami dapat terdekomposisi secara alami bila tidak dipergunakan lagi. Buonocore (2014) menjelaskan bahwa bahan-bahan yang dapat terdekomposisi secara alami yang berasal dari polimer dan selulosa sangat disarankan untuk digunakan sebagai bahan pengemasan makanan. Di sisi lain, Rubio, et al (2006) menyebutkan bahwa penggunaan kemasan dari bahan biologis dapat meningkatkan kualitas bahan makanan menjadi bahan yang lebih menyehatkan bila dibandingkan dengan kemasan buatan pabrik seperti kemasan plastik. Berdasarkan informasi pembuat lemak tengkawang menyatakan bahwa lemak tengkawang yang disimpan dalam bambu masih aman untuk dikonsumsi hingga sekitar lima tahun. Afrin, et al (2012) menjelaskan bahwa bambu merupakan bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai bahan anti mikroorganisme. Kemasan makanan yang bersifat anti mikroorganisme merupakan implementasi dari sebuah inovasi di bidang teknologi makanan (Corrales, et al, 2014). Artinya para pengolah lemak Tengkawang di jaman dulu telah melakukan inovasi di bidang pengemasan lemak Tengkawang, hanya belum mengetahui teori ilmiah yang mendasari mengapa lemak Tengkawang yang dikemas dalam bambu dapat awet untuk jangka panjang. Velasco, et al (2014) menjelaskan bahwa pengemasan makanan tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan kualitas makanan dalam kemasan, namun juga berguna untuk memperoleh perhatian konsumen dan merupakan salah satu cara dalam mengkonservasi makanan tersebut. Artinya lemak tengkawang dalam bambu dapat dijual sebagai bahan makanan dan juga oleh-oleh khas Kalimantan Barat. Dengan membeli lemak dalam bambu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pemilik tengkawang, dan dalam jangka panjang akan menyukseskan program konservasi tengkawang. IV. KESIMPULAN Berdasarkan informasi pembuat lemak tengkawang menyatakan bahwa lemak tengkawang yang disimpan dalam bambu masih aman untuk dikonsumsi hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai bahan yang mudah diperoleh memiliki keunggulan sebagai bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai bahan anti mikroorganisme. V. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada pak Nadu (Bengkayang), pak Nikun (Sintang), pak Choirul (Kapuas Hulu), dan teman-teman pendamping dari PRCF Indonesia. Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada ITTO PD 586/10 Ref (F) atas dukungan program- program terkait Perlindungan dan Pemanfaatan Tengkawang DAFTAR PUSTAKA Afrin, T, T Tsuzuki, RK Kanwar dan X Wang The Origin of the Antibacterial Property of Bamboo. The Journal of The Textile Institute. Vol No. 8. Hal Taylor and Francis Online.

93 72 Babalis, A., J Ntintakis, D Chaidas dan A Makris Design andn Developmnet of Innovative Packaging for Agricultural Product. 6 th International Conference on Information and Communication Technology in Agriculture, Food and Environment (HAICTA 2013). Procedia Technology Journal. Vol. 8. Hal Elsevier. Becker, L, TJL van Rompay, HNJ Schifferstein dan M Galetzka Tough Package, Strong Taste : The Influence of Packaging Design on Taste Impressions and Product Evaluations. Food Quality and Preference Journal. Vol. 22. Hal Elsevier. Brown, S. O., R. J. Hamilton dan S. Shaw Hydrocarbons from Seeds. Phytochemistry Journal. Vol. 14. Hal Pergamon Press. Buonocore, G Safety of Food and Beverage : Packaging Material and Auxiliary Items. Encyclopedia of Food Safety. Vol. 3 : Food, Materials, Technologies and Risks. Hal Academic Press. Corrales, M., A. Fernandez dan JH Han Chapter 7 Antimicrobial Packaging Systems. Innovations in Food Packaging. 2 nd Edition. Hal Academic press. Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini, F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM Sharif, AKM Omar Cocoa Butter Fats and Possibilities of Substitution in Food Products Concerning Cocoa Varieties, Alternative Source, Extraction Methods, Composition, and Characteristics. Journal of Food Engineering. Vol Hal Elsevier. Jensen, A Valuation of Non-timber Forest Product Value Chain. Forest Policy and Economics Journal. Vol. 11. Hal Elsevier. Rubio, AL, R Gavara dan JM Lagaron Bioactive Packaging : Turning Foods into Healthier Foods Through Biomaterials. Trends in Food Science and Technology Journal. Vol. 17. Hal Elsevier. Sumarhani Pemanfaatan dan Konservasi Jenis Meranti Merah Penghasil Tengkawang. Info Hutan Vol IV (2) : Velasco, C, AS Montejo, FM Ramos dan C Spence Predictive Packaging Design : Tasting Shapes, Typefaces, Names, and Sounds. Food Quality and Preference Journal. Vol. 34. Hal Elsevier.

94 73 POTENSI LEMAK TENGKAWANG SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PEMBUATAN PERMEN COKLAT Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) , Fax. (0541) ABSTRAK Coklat merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi, selain memiliki cita rasa yang enak, coklat juga sangat berguna bagi kesehatan. Dalam perkembangan jaman, pihak industri berusaha mencari pengganti lemak coklat atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter Replacer (CBR). CBR dibedakan menjadi Cocoa Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa Butter Substitutes (CBS). Salah satu CBE adalah lemak Tengkawang. Lemak tengkawang berpotensi sebagai bahan pengganti lemak coklat karena memiliki sifat yang mirip dengan coklat, sehingga berpotensi sebagai bahan baku permen coklat. Pada masa panen perlu diantisipasi untuk mengolah dan menyimpan lemak tengkawang yang jumlahnya sangat besar. Di masa datang perlu dilakukan diversifikasi produk lainnya yang berbahan baku lemak tengkawang. Kata kunci : lemak coklat, lemak tengkawang, CBE I. PENDAHULUAN Coklat merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi, selain memiliki cita rasa yang enak, coklat juga sangat berguna bagi kesehatan (Elkalyoubi, et al, 2011). Permen coklat juga dapat digunakan sebagai bahan untuk orang-orang yang membutuhkan ketahanan tubuh yang tinggi, misalnya pendaki gunung, anggota SAR,dan lainlain. Di bidang kesehatan, coklat mengandung flavanoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami untuk menangkal radikal bebas dalam tubuh. Cokelat mengandung serotonin, antidepresan alami. Coklat juga merangsang produksi endorphin yang dapat menghilangkan perasaan depresi dengan menciptakan perasaan bahagia dan senang (Macdiarmid dan Hetherington, 1995). Permen coklat dibuat dengan mencampurkan mencampur lemak coklat (cocoa butter), bubuk coklat,gula halus, serta beberapa bahan lain yang dibuat adonan kemudian dicetak (Koswara, S., 2009). Lemak coklat (cocoa butter) sebagai bahan utama dalam pembuatan permen coklat terkandung dalam biji coklat (Theobroma cacao), hal tersebut mempengaruhi harga lemak coklat sehingga menjadi relatif lebih mahal dibandingkan lemak tumbuhan lain. Tanaman coklat hanya dibudidayakan di beberapa negara seperti Côte d Ivoire (40% dari produksi kakao dunia), sekitar 33% dihasilkan oleh Ghana, Indonesia dan Nigeria, dan 5 % dihasilkan di Brasil (Rice, and Greenberg, 2003). Dalam perkembangan jaman, produsen permen berusaha mencari bahan alternatif pengganti lemak coklat atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter Replacer (CBR). Beberapa bahan yang termasuk CBR antara lain: minyak kelapa sawit, lemak biji mangga, minyak biji bunga matahari dan lemak tengkawang (Jahurul et al, 2013). CBR diartikan sebagai lemak non-lauric yang bisa menggantikan lemak coklat baik sebagian atau secara lengkap dalam permen coklat atau produk makanan lain. Komposisi asam lemak dalam CBR mirip dengan lemak coklat tetapi dengan kandungan trigliserida lebih banyak atau justru lebih

95 74 sedikit. CBR dibedakan menjadi Cocoa Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa Butter Substitutes (CBS). Cocoa Butter Equivalent (setara lemak coklat) mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang sama dengan lemak coklat, sehingga bisa dicampur dengan lemak coklat dalam jumlah tertentu tanpa mengubah sifat produk akhir. Sedangkan Cocoa Butter Substitutes (pengganti lemak coklat) mempunyai sifat fisik yang mirip dengan lemak coklat tetapi mempunyai sifat kimia yang sama sekali berbeda. Salah satu jenis CBE yang paling potensial adalah lemak tengkawang yang diekstrak dari biji tengkawang. Lipp dan Anklam (1998) menyebutkan bahwa biji tengkawang (Borneo Illipe nut) merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang penting sebagai bahan baku lemak nabati yang bernilai tinggi sebagai pengganti coklat. Sebagai hasil tambahan bila produksi biji telah menurun, kayunya dapat dipungut untuk dimanfaatkan sebagai salah satu jenis kayu bernilai tinggi yang banyak diminati baik untuk industri kayu lapis maupun industri kayu gergajian. II. POTENSI TENGKAWANG SEBAGAI COCOA BUTTER EQUIVALENT (CBE) Biji tengkawang atau illipe nut mengandung lemak (green butter) yang dapat di olah menjadi minyak goreng, pengganti coklat, bahan farmasi, kosmetik, sabun dan margarine. Beberapa jenis pohon Shorea sp. yang dikenal sebagai peghasil utama biji tengkawang yaitu Shorea macrophylla, S. palembanica, S. splendida, S. stenoptera dan S. gibbosa (Soerianegara dan Lemmens, 1997). Pohon tengkawang sudah sejak turun temurun di tanam terutama oleh masyarakat Dayak di Kalimantan, bahkan ada banyak yang tumbuh liar di hutan, karena pohon ini lebih mudah tumbuh di lahan basah seperti daerah rawa dan di bantaran sungai. Sehingga saat buah jatuh kemudian hanyat dibawa air lalu tumbuh di sepanjang tepi sungai. Namun tahuntahun belakangan ini kayu tengkawang banyak yang ditebang karena harga buahnya yang relatif rendah dan ada permintaan pasar akan komoditi kayu tengkawang ini meningkat seiring dengan semakin habisnya kayu-kayu di Kalimantan. Meskipun begitu Kalimantan Barat masih menduduki peringkat terbanyak di dunia yang menghasilkan biji tengkawang, walaupun tidak ada data pasti yang menyebutkan berapa jumlah produksinya setiap kali panen dalam tahun-tahun terakhir ini. Pohon tengkawang ini biasanya berbunga pada bulan Agustus-Oktober dan baru akan matang dan jatuh pada bulan Januari-Maret. Setiap pohon dapat menghasilkan kg buah tengkawangatau sekitar 600 kg perhektar buah yang belum diproses. Buah tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke tanah lembab akan segera berkecambah dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini lekas tumbuh karena tidak memiliki masa dormansi. Pada waktu biji berkecambah, kandungan minyak pada biji menurun dengan cepat. Oleh karena itu buah tengkawang harus dikumpulkan secepat mungkin setelah jatuh. Proses pengolahan buah tengkawang menjadi lemak diawali dengan pemisahan biji dari daging buah. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan cara perendaman dalam air mengalir dan penjemuran di atas bara api (pengasapan). Biji tengkawang yang mengandung lemak tersebut selanjutnya di ekstrak dengan cara perebusan, pengempaan atau penggunaan bahan kimia. Lemak yang diperoleh selanjutnya dimurnikan dengan cara penetralan dalam alkali, pemucatan dan penghilangan bau.

96 75 Proses pengolahan biji tengkawang menjadi lemak, relatif lebih sederhana dibandingkan dengan pengolahan biji kakao. Sebagai perbandingan untuk mendapatkan lemak kakao biji-biiji kakao diproses untuk menghasilkan sejumlah produk kakao, termasuk cokelat. Tahap pertama adalah pemanggangan (roasting), diikuti oleh pemecahan (cracking) dan pelepasan dari biji (de-shelling) untuk menghasilkan biji yang disebut nibs. Biji (nibs) ini kemudian digiling dengan berbagai metode menjadi berbentuk pasta, yaitu coklat cair (chocolate liquor) atau pasta kakao. "Cairan" ini kemudian diproses lebih lanjut menjadi cokelat dengan mencampurkan (lebih banyak) lemak kakao dan gula (kadang-kadang ditambahkanva nila sebagai perasa dan lesitin sebagai pengemulsi), dan kemudian dimurnikan, dihaluskan dengan coche, lalu dipanaskan dan didinginkan berulang kali (tempered). Metode lain adalah dengan memisahkannya menjadi kakao bubuk dan lemak kakao menggunakan mesin tekanan hidrolik (hydraulic press). Proses pemisahan ini menghasilkan sekitar 50% lemak kakao dan 50% kakao bubuk. Kakao bubuk standar memiliki kandungan lemak sebesar 10-12%. Lemak kakao digunakan dalam produksi cokelat batangan, produk gula lain, sabun, serta produk kosmetik. III. KANDUNGAN DALAM BIJI COKLAT DAN BIJI TENGKAWANG Perbandingan karakteristik lemak kakao dan lemak tengkawang bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Parameter Tengkawang (Fernandes, et al, 2013) Kakao (JB cocoa, Singapura) Indeks bias 1,461 1,456-1,459 Titik leleh FFA (asam lemak bebas) 1,36 <1,75 Bilangan Iod 12, Bilangan penyabunan 187, Warna Kuning Muda Putih Kekuningan Perbandingan presentase relatif Komposisi asam lemak dalam lemak kakao dan lemak tengkawang: Profil Methyl Ester Asam Lemak Tengkawang (Shorea macrophylla) (Nesaretnam dan Ali,1992) Kakao (Jahurul et al, 2013) C16=0 (asam palmitat) ,7 C18=0 (asam stearat) 46,7 33,7-40,2 C18=1 (asam oleat) 33,2 26,3-35 C18=2 (asam linoleat) 0,0921 1,7-3% Dalam dunia industri, asam palmitat dijadikan bomb, dan umum digunakan ketika perang dunia (napalm). Selain itu, asam palmitat tidak digunakan secara luas. Asam palmitat umum terkandung dalam minyak kelapa sawit dan makanan berlemak tinggi (junkfood). Asam stearat digunakan sebagai bahan baku kosmetik, lilin, plastik, untuk memperkeras sabun, dsb. Senyawa ester dari asam stearat digunakan sebagai bahan baku shampoo, sabun, dan

97 76 kosmetik lainnya. Asam stearat juga digunakan dalam industri makanan dalam pembuatan permen. Asam oleat digunakan dalam dunia farmasi, yaitu sebagai bahan pelarut dan pengental untuk obat-obatan tertentu. Asam oleat juga digunakan sebagai bahan pelarut dan pengental untuk bahan aerosol. Asam linoleat digunakan sebagai bahan pembuat sabun dan pengental. Dalam industri makanan, asam linoleat digunakan sebagai suplemen karena di dalam tubuh, asam linoleat akan disintesis menjadi asam arakhidonat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Berdasarkan perbandingan karakteristik serta kandungan asam lemak dalam lemak kakao dan lemak tengkawang didapatkan adanya kemiripan sifat baik fisik maupun kimianya, Hal ini sesuai dengan definisi lemak tengkawang sebagai Cocoa Butter Equivalent (Setara Lemak Kakao), sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan permen. Kadar asam stearat pada lemak tengkawang relatif lebih tinggi dibandingkan lemak coklat, hal ini akan berpengaruh pada titik leleh yang lebih tinggi pada hasil akhir produk permen. IV. KESIMPULAN Lemak tengkawang berpotensi sebagai bahan pengganti lemak coklat karena memiliki sifat yang mirip dengan coklat, sehingga berpotensi sebagai bahan baku permen coklat. Pada masa panen perlu diantisipasi untuk mengolah dan menyimpan lemak tengkawang yang jumlahnya sangat besar. Di masa datang perlu dilakukan diversifikasi produk berbahan baku lemak tengkawang. V. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih dihaturkan kepada ITTO PD 586/10 Ref (F) atas dukungan program- program terkait Perlindungan dan Pemanfaatan Tengkawang. Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada seluruh pihak terkait yang mendukung terlaksanya kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA El-Kalyoubi, M., MF Khallaf, A Abdelrashid, dan EM Mostafa Quality Characteristics of Chocolate Containing Some Fat Replacer. Annals of Agricultural Science Journal. Vol. 56, No. 2. Hal Fernandes, A., M. Fajri, S. Sunarta dan T. Widowati Dari Pohon Hingga Minyak Tengkawang. Makalah dalam Pelatihan Teknologi Tepat Guna Tengkawang di Sanggau Maret Tidak dipublikasikan. Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini, F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM Sharif, AKM Omar Cocoa Butter Fats and Possibilities of Substitution in Food Products Concerning Cocoa Varieties, Alternative Source, Extraction Methods, Composition, and Characteristics. Journal of Food Engineering. Vol Isue 4. Hal Elsevier. Koswara,S., Teknologi Pembuatan Permen. Ebook.com. diakses 21 April Lipp, M. dan E. Anklam Review of Cocoa Butter and Alternative Fats for Use in Chocolate Part A. Compositional Data. Food Chemistry Journal. Vol. 62 (1) : Elsevier. Macdiarmid, J. I., dan Hetherington, M.M Mood Modulation by Food : an Exploration of affect and cravings in chocolate addicts. British Journal of Clinical psychology. Vol 34. Hal : Nesaretnam, K dan AR bin Mohd Ali Engabkang (Illipe) an Excellent Component for Cocoa Butter Equivalent Fat. Journal Science Food Agriculture. Vol. 60. Hal

98 77 Rice, Robert A. & Greenberg, Russell, 2003, Natural History. Jul/Aug 2003, Vol. 112 Issue 6, p36. 8p. 8 Color Photographs. Soerianegara and Lemmens, RHMJ (Editors) Plant Resources of SouthEast Asia No. 5 (1). Timber Trees: Commercial timbers. Prosea, Bogor.

99 78 RIAP DIAMETER TENGKAWANG RAMBAI (Shorea pinanga Scheff) DI HUTAN ALAM LABANAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Abdurachman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A.W Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) , Fax. (0541) ABSTRAK Usaha melestarikan tanaman dengan melakukan kegiatan penanaman memerlukan informasi pertumbuhan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dari riap diameter tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) yang berada di hutan alam.. Penelitian dilakukan di hutan alam Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Pengambilan data dilakukan pada plot penelitian sebanyak 3 plot dengan ukuran plot masing-masing seluas 4 (200 m x 200 m). Pohon yang diukur semua pohon tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) yang berdiameter 10 cm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Shorea pinanga Scheff di hutan alam memiliki kecenderungan untuk dapat tetap bertahan yang ditunjukkan dengan sebaran diameter yang bertingkat dari kecil hingga besar yaitu Diameter terkecil 10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm, bila pohon besar mati maka pohon yang kecil dapat menggantikannya, adapun riap diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th dengan galat baku 0,07 cm Kata kunci : Shorea pinanga Scheff, riap diameter, hutan alam I. PENDAHULUAN Hutan alam Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi dengan menghasilkan sumber devisa bagi negara baik berupa kayu maupun non kayu yang lebih di kenal dengan HHBK (hasil hutan bukan kayu). Kekayaan alam ini perlu dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu informasi tumbuhan ini sangat diperlukan baik mengenai sebaran jenis dalam suatu kawasan maupun besarnya riap dari suatu jenis. Salah satu jenis yang dapat menghasilkan keduanya yaitu kayu dan non kayu adalah Shorea pinanga Scheff yang merupakan salah satu jenis penghasil buah tengkawang yang menghasilkan minyak nabati, selain itu memiliki ukuran besar. Dengan demikian usaha penanaman jenis ini perlu digalakkan. Tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) termasuk dalam marga Shorea yang berada dalam famili Dipterocarpaceae. Di Indonesia Meranti ini tersebar di pulau Kalimatan. Jenis ini tumbuh dalam hutan primer, khusus pada punggung-punggung bukit di bawah ketinggian 700 m dpl. Pohon ini memiliki ukuran yang sangat besar, tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameternya dapat mencapai 130 cm, batang tinggi, lurus, berbentuk silinder; banir tebal, curam sederajat, tinggi dan bentangan mencapai 1,5 m, cekung, bulat. (Soerianegara dan Lemmens, 1994 dan Newman et.al., 1999). Untuk menjaga agar jenis pohon penghasil tengkawang tersebut terhindar dari kepunahan, maka pemerintah telah mengeluarkan PP No.7/1999 untuk melindungi dari kepunahan dan Kepmen No.692/Kpts-II/1998 yang melarang penebangan dari jenis ini. Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai riap pohon Shorea pinanga Scheff di hutan alam Labanan, dengan harapan informasi ini dapat digunakan sebagai bahan

100 79 masukan dalam usaha penenaman dan budidaya jenis pohon tersebut. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian terletak di areal hutan Labanan, merupakan plot penelitian permanen kerjasama antara Balai Penelitian Kehutanan Samarinda, PT Inhutani I Berau dan Berau Forest management Project (BFMP) di mana plot ini sebelumnya merupakan kegiatan Silvicultural Tecniques for the Regeneration of Logged Over Forest in East Kalimantan (STREK) Project yang berada di Berau Kalimantan Timur. Pada saat ini masuk dalam lokasi KHDTK hutan penelitian Labanan. Berada pada ketinggian antara m dpl. Jenis tanah didominasi oleh Podsolik Haplik (Typic Paleudults) dan Podsolik cromik (Typic Hapluduts). Tanah-tanah tersebut memiliki tekstur lempung, lempung liat berpasir hingga lempung berliat dan liat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan struktur gumpal tak bersudut hingga bersudut. Tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) lokasi penelitian memiliki nilai Q = 16,17% tergolong tipe iklim B (Q = %), sementara di bagian selatan memiliki nilai Q = 4,20% termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata mm per tahun. Suhu udara maksimum 35 0 C terjadi pada bulan September dan Nopember dan terendah 33 0 C pada bulan Januari. Suhu udara minimum tertinggi 22 0 C terjadi pada bulan Mei dan Juni dan minimum terendah 21 0 C terjadi pada bulan Februari dan Agustus. B. Pengumpulan data lapangan Data di lapangan diperoleh dari pengukuran pohon Shorea pinanga Scheff yang berada pada plot penelitian permanen sebanyak 3 plot di hutan primer, setiap plot berukuran 200 m x 200 (4 ha). Plot berbentuk bujur sangkar yang dibagi kedalam empat kuadran dengan luas masing-masing 1 ha. pengukuran dilakukan dengan sensus 100% untuk semua pohon Shorea pinanga Scheff yang terdapat dalam plot penelitian. C. Analisis data Menghitung diameter (d) dan riap diameter (Rd) Diameter Pohon diperoleh dari konversi keliling sebagai berikut: (Dephut, 1992) D = K / Dimana: D = diameter pohon (cm) K = keliling pohon (cm) = konstanta phi = 3,1415 Riap diameter pohon diperoleh dari rumus berikut: Rd = d n - d (n-1) Dimana: Rd = riap diameter pohon (cm/th) d n = diameter tahun ke-n d (n-1) = diameter tahun ke (n-1) Data dari hasil pengukuran selanjutnya diolah dalam bentuk perhitungan berdasarkan Snedecor & Cochran (1989) sebagai berikut : a. Nilai rataan (x) X X / i n b. Nilai simpangan baku (sd) dan ragam (S²) S d S 2 2 x ( x) n 1 x 2 ( n 1 x) 2 2 / n c. Nilai galat baku (Se) 2 x ( x) S e n( n 1) 2 / n / n Dimana: xi = nilai pengamatan individu ke i n = ukuran sample pangamatan

101 Jumlah pohon Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 80 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sebaran dan Pergeseran Diameter Dari hasil dua pengukuran, baik yang pertama maupun yang kedua, sebaran diameter yang diklasifikasikan ke dalam kelas kelas diameter dengan interval 10 cm dimana didapat kelas diameter terkecil adalah 10 cm dan tertinggi 70 cm yang diperoleh di lapangan terlihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter pada dua periode pengukuran Kelas Diameter Jumlah pohon Jumlah pohon Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa jumlah pohon terbanyak berada pada kelas diameter kecil dan secara umum makin besar makin sedikit. Kondisi terjadi pada 2 periode pengukuran yang dilakukan. Model merupakan suatu yang umum terjadi di hutan alam untuk semua jenis yang ada, untuk satu jenis yang diamati pada penelitian ini, hal yang sama terjadi pula. Bentuk sebaran dari dua periode pengukuran dan juga pergeseran diameter yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini Kelas Diameter (cm) Pengukuran 1 Pengukuran 2 Gambar 1. Kurva sebaran dan pergeseran diameter Shorea pinanga Scheff di hutan alam Pada Gambar 1 tersebut terlihat bahwa dari dua periode pengukuran, dua kurva sebaran diameter hampir menyerupai J terbalik. Walaupun pada sebaran ini hanya pada satu jenis yang tumbuh di alam, ternyata bentuknya mirip pada hutan alam pada umumnya bila dibuat untuk semua jenis, seperti yang dilaporkan tetang sebaran diameter di hutan alam (Abdurachman, 2013;

102 81 Susanty dan Setiawan, 2013). Dari sebaran itu terlihat pula bahwa secara alami jenis ini telah membentuk suatu sistem untuk mempertahankan diri dari kepunahan dengan logika pohon yang besar akan mati dan akan diganti oleh pohon yang lebih kecil, walaupun pada hutan alam pohon yang besar belum tentu lebih tua dari pohon yang kecil. Pada Gambar 1 itu pula terlihat bahwa dengan berjalannya pengamatan dari dua peride pengukuran, ada pergeseran jumlah pohon pada kelaskelas diameter, dimana jumlah pohon pada diameter 10 cm jumlahnya berkurang dan masuk pada kelas diatasnya, hal ini berarti ada pertumbuhan dengan bertambahnya diameter, demikian pula pada kelas diameter diatasnya. Pergeseran ini merupakan gejala yang umum terjadi dalam pembuatan sebaran diameter di dalam membandingkan 2 pengukuran yaitu pengukuran pertama dan kedua. 2. Riap Diameter Perhitungan riap diameter yang didapat berdasarkan dengan menghitung riap tahunan. Hasil perhitungan riap diameter untuk jenis Shorea pinanga Scheff ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Nilai rataan, simpangan baku, ragam dan galat baku dari Shorea pinanga Scheff Peubah Rataan Simpangan baku Ragam Galat baku Diameter (cm) 0,41 0, ,07 Shorea pinanga Scheff merupakan salah satu jenis dari jenis shorea yang pada umumnya memiliki pertumbuhan yang cukup besar sebagaimana yang dinyatakan oleh Susanty (2013) bahwa Jenis shorea spp. Mempunyai kontribusi besar terhadap rataan diameter kelompok jenis Dipterocarpaceae, untuk hutan bekas tebangan setelah 3 tahun adalah 0,97 2,15 cm 2th 1. Nilai riap diameter seperti yang tertera pada Tabel 2 di atas yaitu 0,41 cm/thn sedikit lebih kecil dari nilai riap Shorea spp pada hutan bekas tebangan, hal ini wajar karena niali ini diperoleh dari hutan primer yang memiliki tingkat kerapatan tinggi dan kondisi yang sudah tetap dalam arti untuk membantu percepatan dengan masuknya sinar matahari dan ruang tumbuh dari pohon yang ada didalamnya. Pada penelitian lain Susanty dan Suhendang (2013) yang menyatakan riap diameter rataan setelah penebangan akan lebih besar dibandingkan pada kondisi hutan primer, terutama terjadi karena adanya respon pembukaan ruang tumbuh setelah penebangan. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, Shorea pinanga Scheff di hutan alam memiliki kecenderungan untuk dapat tetap bertahan yang ditunjukkan dengan sebaran diameter yang bertingkat dari kecil hingga besar yaitu diameter terkecil 10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm, bila pohon besar mati maka pohon yang kecil dapat menggantikannya. Adapun riap diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th dengan galat baku 0,07 cm. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, Model struktur tegakan hutan primer di Sangai, Kalimantan Tengah. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Dephut Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 692/Kpts- Ii/1998 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan

103 82 Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261/Kpts- Iv/1990 Tentang Pohon-Pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi Newman, M. F., P.F Burgess and T.C Whitmore Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. Yayasan PROSEA. Bogor. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Snedecor, G. and W.G. Cochran Statistical Methods Eighth Edition. The Iowa State University Press. Ames Iowa. USA Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J. (Eds.). (1994) Timber trees: Major ommercial timbers. Plant resources of South-East Asia No. 5 (1). Prosea, Bogor, Indonesia. Susanty F.H Keragaan Karakteristik Biometrik Hutan Dipterocarpaceae Campuran di Kalimantan Timur. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Susanty F.H dan A. Setiawan Studi Pemulihan Tegakan Setelah Penebangan Dengan Pendekatan Model Struktur Tegakan. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda Susanty F.H dan E. Suhendang Riap Individu Dan Tegakan Periodik Hutan Dipterocarpaceae Setelah Penebangan. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda

104 83 SERANGAN HAMA BUAH DAN DAUN PADA JENIS SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG Ngatiman dan Andrian Fernandes Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) , Fax. (0541) ABSTRAK Tengkawang merupakan jenis tanaman kehutanan penghasilkan buah yang dapat digunakan sebagai lemak nabati pengganti coklat. Dalam budidaya jenis Shorea penghasil Tengkawang ditemukan serangan hama pada buah dan daunnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai serangan hama pada buah dan daun jenis Shorea penghasil tengkawang. Metode yang digunakan adalah pengamatan secara langsung pada buah Shorea mecistopteryx yang terserang hama. Sedangkan pengamatan hama daun dilaksanakan dengan cara mengamati bibit Shorea stenoptera di persemaian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan hama pada buah S mecistopteryx mengakibatkan biji kehilangan daya kecambah. Sedangkan hama daun di persemaian terdiri atas ulat kantung dan kutu daun. Ulat kantung mengakibatkan daun berlubang-lubang dan kutu daun mengakibatkan daun menjadi kering. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi awal yang sangat penting dalam rangka membudidayakan jenis Shorea penghasil tengkawang, khususnya di persemaian. Kata kunci : Tengkawang, hama, ulat kantung, kutu daun I. PENDAHULUAN Tengkawang (Shorea spp) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang tumbuh di hutan hujan tropis. Keberadaan tengkawang di habitat alaminya saat ini mulai berkurang dan sulit ditemukan (Istono dan Hidayati, 2010). Buah tengkawang dapat digunakan sebagai sumber lemak nabati pengganti coklat yang bernilai tinggi (Lipp dan Anklam, 1998). Lemak dari buah tengkawang juga dipergunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obatobatan (Rahman, et al., 2011). Dalam pengembangan (budidaya) tanaman tengkawang ditemukan permasalahan yang perlu diketahui dan dipertimbangkan dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian. Kerugian dapat terjadi akibat adanya serangan hama pada buah dan daun tengkawang di persemaian. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai hama buah dan daun pada jenis Shorea penghasil Tengkawang. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala dan bentuk serangan hama buah dan daun pada jenis Shorea penghasil Tengkawang. II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah tengkawang, bibit tengkawang, kantung plastik, gunting stek, penggaris dan kamera. Buah tengkawang (S mecistopteryx) diperoleh dari Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang, Kalbar pada bulan Januari Buah dikumpulkan dari buah yang jatuh di bawah pohon induk. Buah yang terserang hama dipisahkan dari buah yang baik. Buah yang terserang hama kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik yang lembab dan dibawa ke Lab. Hama Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD). Selanjutnya buah dipindahkan ke toples plastik untuk mengetahui bentuk imago dari hama buah tersebut.

105 84 Pengataman hama daun di persemaian dilaksanakan dari bulan Desember 2013 hingga Mei Hama pada daun tengkawang terdiri atas ulat kantung dan kutu daun. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat gejala dan bentuk kerusakan daun yang ditimbulkannya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hama pada buah tengkawang Buah tengkawang dari jenis S mecistopteryx yang terserang hama ditandai dengan adanya lubang pada buah. Lubang tersebut menembus kulit dan sayap buah hingga ke bagian daging buah. Serangan hama dalam bentuk larva yang sudah berlanjut pada bagian luar lubang terdapat kotoran larva berbentuk butiran-butiran coklat kehitaman. Sebagian besar dalam satu buah ditemukan satu lubang, bahkan beberapa buah dapat ditemukan lebih dari satu lubang serangan hama. Buah yang terserang hama tidak dapat berkecambah, karena larva memakan daging buah. Larva, pupa dan imago dari hama buah tengkawang disajikan pada gambar 1. a b c Gambar 1. Hama pada buah tengkawang a = larva, b = pupa dan c = imago (kupu-kupu) Proses terjadinya serangan hama (bentuk larva) pada buah diduga pada saat buah masih berada di pohon atau belum jatuh ke lantai hutan. Hal ini berdasarkan pengamatan di lapangan, buah yang jatuh dan masih segar telah terindikasi adanya serangan hama ditandai oleh adanya lubang gerek. Serangan hama buah juga terjadi pada jenis meranti (Shorea spp) lainnya. Namun terdapat perbedaan bentuk imagonya. Pada buah tengkawang, imago berupa kupu-kupu, sedangkan pada jenis meranti (S leprosula) imagonya berbentuk kumbang moncong. Natawiria (1989) menyebutkan bahwa serangan hama terhadap lembaga buah lebih fatal akibatnya dibandingkan dengan serangan pada perikarp buah. Serangan hama pada buah mengakibatkan terjadinya perubahan warna buah, buah berguguran, buah berlubang-lubang, muncul butiranbutiran kotoran dari lubang gerek dan pengeluaran resin dari luka buah. 2. Hama ulat kantung pada daun tengkawang Hama ulat kantung (Psychidae, Lepidoptera) menyerang bibit Tengkawang (S stenoptera) menyerang pada bulan April Ciri serangan ulat kantung adalah daun berlubang-lubang karena larva memakan daging daun dan urat daun. Ulat daun biasanya menyerang secara berkelompok, yang mengakibatkan daun menjadi rusak berat. Ulat kantung dan bentuk kerusakan pada daun dapat dilihat pada gambar 2.

106 85 a b Gambar 2. a = ulat kantung dan b = kerusakan daun akibat serangan ulat kantung Berbagai ulat kantung diketahui aktif makan pada pagi hari ( ) dan sore hari saat matahari tidak terik lagi. Ulat kantung makan dengan cara menjulurkan kepalanya dan kaki yang bertumpu pada daun dengan posisi kantung menggantung ke bawah atau tegak ke atas (Suharti, et al, 2000). 3. Hama kutu daun pada daun tengkawang Hama kutu daun menyerang bibit tengkawang (Shorea stenoptera) memiliki ciri serangan daun menjadi kering, menggulung pada bagian tepi daun dan bahkan daun menjadi rontok. Kutu daun memakan bagian epidermis bawah daun secara berkelompok. Brennan (2013) menjelaskan bahwa kutu daun menyerang secara berkoloni, sehingga dapat merusak daun secara cepat dan sulit diberantas. Serangan kutu daun di persemaian terjadi pada bulan Desember 2013 ketika musim hujan. Karnawati dan Balfas (2009) menjelaskan bahwa kutu daun menyerang pada akhir musim hujan. Kerusakan akibat serangan kutu daun dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut. a b Gambar 3. Kerusakan daun akibat serangan kutu daun a = kutu daun, b = epidermis bawah daun hilang akibat serangan kutu daun.

TEKNOLOGI TEPAT GUNA TENGKAWANG DALAM RANGKA DIVERSIFIKASI PRODUK TENGKAWANG UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP MASYARAKAT LOKAL LATAR BELAKANG

TEKNOLOGI TEPAT GUNA TENGKAWANG DALAM RANGKA DIVERSIFIKASI PRODUK TENGKAWANG UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP MASYARAKAT LOKAL LATAR BELAKANG TEKNOLOGI TEPAT GUNA TENGKAWANG DALAM RANGKA DIVERSIFIKASI PRODUK TENGKAWANG UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP MASYARAKAT LOKAL TIM TENGKAWANG B2PD Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN 1 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PERESMIAN PROGRAM MECU (MOBILE EDUCATION CONSERVATION UNIT) DAN PENYERAHAN SATWA DI DEALER FORD ROXY MAS HARI JUMAT TANGGAL 11 MARET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan menjadi salah satu pulau yang memiliki keragaman biologi dan ekosistem yang tinggi (MacKinnon, 1997). Hakim

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN 1 PROSIDING Workshop Nasional 2006 2 LAPORAN KETUA PANITIA PENYELENGGARA Oleh: Ir. Tajudin Edy Komar, M.Sc Koordinator Pre-Project ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F) Assalamu

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN SEMINAR NASIONAL HHBK DAN PERESMIAN ASOSIASI BAMBU SLEMAN SEMBADA TANGGAL : 6 NOVEMBER 2014

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN SEMINAR NASIONAL HHBK DAN PERESMIAN ASOSIASI BAMBU SLEMAN SEMBADA TANGGAL : 6 NOVEMBER 2014 1 SAMBUTAN BUPATI SLEMAN SEMINAR NASIONAL HHBK DAN PERESMIAN ASOSIASI BAMBU SLEMAN SEMBADA TANGGAL : 6 NOVEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang kami hormati, Bapak/Ibu

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN DIREKTORAT BINA USAHA KEHUTANAN TANAMAN Alamat : Gedung Manggala Wanabakti Blok I lt.v, Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270. Telepon : (021)

Lebih terperinci

CAPAIAN KEGIATAN LITBANG

CAPAIAN KEGIATAN LITBANG Balai Besar CAPAIAN KEGIATAN LITBANG 10-14 CAPAIAN RENSTRA 10-14 B2PD 1. Pengelolaan Hutan Alam /sub kegiatan A. Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari 1) pembinaan/pengayaan intensif di hutan alam pasca

Lebih terperinci

Bismillahirrahmanirrahim,

Bismillahirrahmanirrahim, SAMBUTAN SEKRETARIS BADAN LITBANG KEHUTANAN PADA ACARA PEMBUKAAN SEMINAR HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN PALEMBANG TAHUN 2013 Palembang, 2 Oktober 2013 Bismillahirrahmanirrahim, Yang saya hormati

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA KUNJUNGAN MENTERI KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEGIATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA TAHUN 2014 DI KAB

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA KUNJUNGAN MENTERI KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEGIATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA TAHUN 2014 DI KAB SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA KUNJUNGAN MENTERI KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM KEGIATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA TAHUN 2014 DI KAB. SLEMAN TANGGAL : 19 NOVEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr.

Lebih terperinci

Assalamualaikum Wr. Wb.

Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PROGRAM PRIORITAS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2018 Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Assalamualaikum Wr. Wb.

Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA FORUM PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita Semua. 1.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. PADA ACARA PEMBUKAAN GELAR IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. PADA ACARA PEMBUKAAN GELAR IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014 SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN PADA ACARA PEMBUKAAN GELAR IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014 Yth. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Yth. Para Sekretaris Badan,

Lebih terperinci

SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN PERTEMUAN FORUM PERBENIHAN SE-SULAWESI TENGAH SELASA, 24 MEI 2011

SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN PERTEMUAN FORUM PERBENIHAN SE-SULAWESI TENGAH SELASA, 24 MEI 2011 GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN PERTEMUAN FORUM PERBENIHAN SE-SULAWESI TENGAH SELASA, 24 MEI 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA BAGI

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah - Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah SAMBUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PADA LOKAKARYA MENYIAPKAN SKEMA PENGELOLAAN HUTAN BERBASISKAN MASYARAKAT SEBAGAI PENERIMA MANFAAT UTAMA PENDANAAN KARBON

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER 24 28 JUNI 2015 Yth. Presiden Republik Indonesia beserta istri; Yth. Para Menteri Kabinet

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang Kami hormati,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara RAPAT PEMBAHASAN TRAYEK BATAS KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TETAP KABUPATEN KULONPROGO

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara RAPAT PEMBAHASAN TRAYEK BATAS KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TETAP KABUPATEN KULONPROGO BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara RAPAT PEMBAHASAN TRAYEK BATAS KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TETAP KABUPATEN KULONPROGO Wates, 21 Februari 2013 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera

Lebih terperinci

Yang Kami hormati, Wates, 4 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita sekalian. BUPATI KULONPROGO

Yang Kami hormati, Wates, 4 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita sekalian. BUPATI KULONPROGO BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PELETAKAN BATU PERTAMA PEMBANGUNAN KUBAH KANDANG ORANGUTAN Wates, 4 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita sekalian. Yang Kami hormati, Ì Bapak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT DALAM HUTAN TANAMAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 Yang kami hormati, Gubernur Jawa Tengah, Bapak H. Ganjar Pranowo, Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Hari Tanggal : Sabtu /17 Mei 2008 Pukul : 10.50 WIB

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI KONSERVASI ALAM NASIONAL (HKAN) TAHUN 2014 DI SELURUH INDONESIA TANGGAL 10 AGUSTUS 2014

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI KONSERVASI ALAM NASIONAL (HKAN) TAHUN 2014 DI SELURUH INDONESIA TANGGAL 10 AGUSTUS 2014 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI KONSERVASI ALAM NASIONAL (HKAN) TAHUN 2014 DI SELURUH INDONESIA TANGGAL 10 AGUSTUS 2014 Assalamu'alaikum warahmatullahi

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan Strategi Penyelamatan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) dari... STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 telah ditetapkan ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA PUNCAK PERINGATAN HARI PANGAN SEDUNIA DAN PENYERAHAN HADIAH LOMBA TANGGAL : 9 OKTOBER 2014

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA PUNCAK PERINGATAN HARI PANGAN SEDUNIA DAN PENYERAHAN HADIAH LOMBA TANGGAL : 9 OKTOBER 2014 1 SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA PUNCAK PERINGATAN HARI PANGAN SEDUNIA DAN PENYERAHAN HADIAH LOMBA TANGGAL : 9 OKTOBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb, Salam sejahtera bagi kita semua, Bapak / Ibu tamu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT PEMBAHASAN ROAD MAP PUSAT KAJIAN ANOA DAN PEMBENTUKAN FORUM PEMERHATI ANOA Manado,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA 2015 DAN PENELITIAN INTEGRATIF

RENCANA KERJA 2015 DAN PENELITIAN INTEGRATIF RENCANA KERJA 2015 DAN PENELITIAN INTEGRATIF 2015-2019 PUSLITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN Bogor, 7 Agustus 2014 OUTLINE Visi dan Misi Rencana Kerja 2015 RPI Kontribusi Sektor Kehutanan dalam Penanganan

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO Sambutan Pada Acara

BUPATI KULON PROGO Sambutan Pada Acara BUPATI KULON PROGO Sambutan Pada Acara TEMU LAPANG PETANI DALAM RANGKA PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN PENYULUHAN PENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) Wates, 06 Desember 2012 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah Gubernur Bank Indonesia Laporan Pengendalian Inflasi Daerah Rakornas VI TPID 2015, Jakarta 27 Mei 2015 Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia Yth. Para Menteri Kabinet Kerja Yth. Para Gubernur Provinsi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Panitia Pelaksana

KATA PENGANTAR. Panitia Pelaksana KATA PENGANTAR Salah satu kunci keberhasilan revitalisasi pertanian adalah meningkatnya pemahaman dan kemampuan petani serta stakeholder lainnya dalam memanfaatkan teknologi yang bersifat spesifik lokasi

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Pada Acara

SAMBUTAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Pada Acara SAMBUTAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Pada Acara PADA ACARA PENANDATANGAN NASKAH PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BANK BRI DENGAN KELOMPOK PENERIMA MANFAAT PNPM MANDIRI Yogyakarta, 16 Januri 2012 Bismillahir rahmaanir

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN LOKAKARYA ANALISIS ISU DAN PERMASALAHAN LINGKUP KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT SELASA, 31 MEI 2011 ASSALAMU ALAIKUM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN International Conference on Sustainable Mangrove Ecosystems Bali, 18 April 2017 Yang kami

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN KEPALA BAPPEDA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH pada acara

LAPORAN KEPALA BAPPEDA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH pada acara PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jalan P. Diponegoro Nomor 60 Telepon (0536) 3221645, Fax 3221715 PALANGKA RAYA 73111 ---------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Sambutan Gubernur Bank Indonesia Karya Kreatif Indonesia Pameran Kerajinan UMKM Binaan Bank Indonesia Jakarta, 26 Agustus 2016

Sambutan Gubernur Bank Indonesia Karya Kreatif Indonesia Pameran Kerajinan UMKM Binaan Bank Indonesia Jakarta, 26 Agustus 2016 Sambutan Gubernur Bank Indonesia Karya Kreatif Indonesia Pameran Kerajinan UMKM Binaan Bank Indonesia Jakarta, 26 Agustus 2016 Yang Terhormat, Ibu Mufidah Jusuf Kalla Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS SELUAS ± 29.000 (DUA PULUH SEMBILAN RIBU) HEKTAR DI KELOMPOK HUTAN PESISIR, DI

Lebih terperinci

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 Yang saya hormati: 1. Kepala Dinas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA (HMPI) DAN BULAN MENANAM NASIONAL (BMN)

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA (HMPI) DAN BULAN MENANAM NASIONAL (BMN) SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA (HMPI) DAN BULAN MENANAM NASIONAL (BMN) TAHUN 2014 DI SELURUH INDONESIA Yang terhormat : Gubernur/Bupati/Walikota

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 TANGGAL 12 JUNI 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu

Lebih terperinci

Hotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016

Hotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016 SAMBUTAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN/ SEKRETARIS DEWAN KETAHANAN PANGAN PADA SIDANG REGIONAL DEWAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH TIMUR Hotel Aston Pontianak, 3 Agustus 2016 Assalaamu

Lebih terperinci

Jakarta, 5 Desember Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Jakarta, 5 Desember Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Sambutan KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN Pada Launching Road Map Keuangan Berkelanjutan dan Buku Pedoman Energi Bersih yang dilanjutkan dengan Seminar Nasional Jakarta, 5 Desember 2014 Assalamu

Lebih terperinci

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat :

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat : SAMBUTAN KADISTAN ACEH PADA ACARA WORKSHOP/PERTEMUAN PERENCANAAN WILAYAH (REVIEW MASTER PLAN) PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH DI GRAND NANGGROE HOTEL BANDA ACEH TANGGAL

Lebih terperinci

KAMIS, 05 MEI 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN,

KAMIS, 05 MEI 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR, WAB, SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN, GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN PENJABAT GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA SOSIALISASI KEBIJAKAN BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN LINGKUP KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2011 KAMIS, 05 MEI 2011

Lebih terperinci

BUPATI BENGKALIS. SAMBUTAN Bupati bengkalis PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BENGKALIS, 4 MEI 2017

BUPATI BENGKALIS. SAMBUTAN Bupati bengkalis PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BENGKALIS, 4 MEI 2017 BUPATI BENGKALIS SAMBUTAN Bupati bengkalis PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BENGKALIS, 4 MEI 2017 ASSALAMU ALAIKUM WR. WB, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci