KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG POLOS. Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam s With Plain Wulung Bamboo SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG POLOS. Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam s With Plain Wulung Bamboo SKRIPSI"

Transkripsi

1 KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG POLOS Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam s With Plain Wulung Bamboo SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : HANANTO NUGROHO NIM. I JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

2

3

4 ABSTRAK Hananto Nugroho, Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Baja Tulangan adalah produk hasil tambang yang keberadaannya suatu saat akan habis. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebagai alternatif dicoba pemakaian tulangan bambu yang murah dan berkekuatan tinggi. Bambu adalah tanaman yang termasuk Gramineae, salah satu anggota sub familia rumput, pertumbuhannya sangat cepat. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 6 buah. Benda uji yang digunakan adalah balok beton berukuran 100 x 150 x 1700 mm. Tiga buah menggunakan tulangan baja dan tiga buah menggunakan tulangan bambu Wulung polos. Mutu beton yang direncanakan adalah fc = 15 MPa. Uji lentur dilakukan pada umur 28 hari dengan metode third point loading. Ditinjau dari kapasitas lenturnya, balok beton dengan tulangan bambu Wulung polos memiliki kapasitas lentur setara dengan 72,33% dibanding pada balok dengan tulangan baja pada momen hasil pengujian dan 95,76% pada momen analisis. Pola keruntuhan pada balok beton dengan tulangan baja maupun pada balok beton dengan tulangan bambu Wulung polos terletak antara 1/3 bentang tengah. Keruntuhan yang demikian termasuk dalam keruntuhan lentur. Kata kunci: Bambu, tulangan, kapasitas lentur. vi

5 ABSTRACT Hananto Nugroho, Flexural Capacity of Reinforced Concrete Beam s With Plain Wulung Bamboo. Skripsi, Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University of Surakarta. Steel Reinforcement is the product of mine whose existence will someday be depleted. To overcome these problems, as an alternative effort using bamboo reinforcement that cheap and has high strength. Bamboo is a plant included Gramineae, one member of the sub-family of grasses and it is growing very fast. This study uses an experimental method with a total of 6 samples objects. The sample used in this research is a concrete block measuring 100 x 150 x 1700 mm. The three samples using plain steel reinforcement and three others using plain bamboo Wulung. The quality of concrete is planned fc'= 15 MPa. Bending test performed at 28 days with third-point loading method. The results of this research, reinforced twisted bamboo Wulung beams has a plain moment capacity is equivalent to 72.33% compared to the beams with steel reinforcement at the moment of the test and 95.76% at the moment of analysis. Crack pattern on a block of concrete with steel reinforcement in concrete beams and bamboo Wulung with torsion bars are located plain 1 / 3 spans the middle. Such a collapse is included in the bending collapse. Key words: Bamboo, fleksibel moment capacity, reinforced. vii

6 KATA PENGANTAR Alhamdulilllah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian skripsi dan penyusunan laporannya. Kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Yang terhormat Bapak Agus Setiya Budi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I. 4. Yang terhormat Bapak Edy Purwanto, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II. 5. Yang terhormat Ibu Endah Safitri, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademis. 6. Tim Penguji Pendadaran pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Semua staff Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi kami khususnya dan semua pihak pada umumnya. Surakarta, Februari 2013 Penyusun viii

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PESEMBAHAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Landasan Teori Pengertian Beton Material Penyusun Beton Semen PPC Agregat Air Bambu ix

8 Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Beton Tulangan Balok Anggapan-anggapan Pembatasan Tulangan Tarik Analisis Balok Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Benda Uji Peralatan Penelitian Tahap dan Prosedur Penelitian Perancangan Campuran Beton ( Mix Design ) Pengujian Bahan Dasar Beton Pengujian Gradasi Agregat Halus Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus Pengujian Kadar Zat Organik Dalam Agregat Halus Pengujian Spesific Grafity Agregat Halus Pengujian Gradasi Agregat Kasar Pengujian Spesific Grafity Pengujian Abrasi Pengujian Gradasi Pengujian Bambu Wulung Alat-alat yang digunakan Pengujian Pendahuluan Pengujian Karakteristik Bambu Pengujian Kuat Tekan Beton Pembuatan Benda Uji x

9 3.10. Perawatan (Curing) Pengujian Kuat Lentur BAB 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Material Hasil Pengujian Agregat Halus Hasil Pengujian Agregat Kasar Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Dan Bambu Wulung Polos Rencana Campuran Adukan Beton Hasil Pengujian Slump Hasil Pengujian Kuat Desak Beton Hasil Pengujian Kuat Lentur Dan Analisis Data Perhitungan Kapasitas Lentur Hasil Pengujian Analisis Tampang Kuat Lentur Balok Beton Bertulang Pembahasan Kuat Tarik Tulangan Kuat Lentur Balok Beton Bertulang Pola Retak Balok Beton Beton Bertulang BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

10 DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL % = Persentase = Phi (3,14285) ASTM = American Society for Testing and Material A = Luas permukaan benda uji tertekan cm = Centimeter fc = Kuat tekan beton fy = Tegangan leleh baja gr = Gram kn = Kilo Newton kg = Kilogram lt = Liter mm = Milimeter MPa = Mega Pascal P = Beban tekan PBI = Perencanaan Beton Bertulang Indonesia xii

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Susunan Unsur Semen Portland Tabel 2.2. Jenis-jenis Unsur Semen Portland.. 11 Tabel 2.3. Persyaratan Gradasi Agregat Halus Tabel 2.4. Berat jenis dari 6 jenis bambu (gr/cm 2 ) Tabel 2.5. Kuat tarik bambu kering oven Tabel 2.6. Nilai Kuat Batas Dan Tegangan Ijin Bambu ( Morisco, 1999 ) Tabel 2.7. Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis Pada Kadar Air 15% (Berdasarkan PKKI NI ) Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji Untuk Uji Kuat Lentur Tabel 3.2. Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan Faktor Air Semen 0, Tabel 3.3. Persyaratan Faktor Air-Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus. 38 Tabel 3.4. Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter) Tabel 3.5. Kebutuhan semen Minimum Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Tabel 3.6. Daerah Gradasi Agregat Halus Tabel 3.7. Pengaruh Zat Organik Terhadap Persentase Penurunan Kekuatan Beton Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Pasir Seberat 100 Gram Tabel 4.2. Tabel Perubahan Warna Tabel 4.3. Hasil Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus Serta Persyaratan Batas dari ASTM C Tabel 4.5. Hasil Pengujian Spesific Grafity agregat Kasar Tabel 4.6. Hasil Pengujian abrasi Agregat Kasar Tabel 4.7. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar Tabel 4.8. Hasil pengujian Kuat Tarik Baja ( Pmaks ) Tabel 4.9. Hasil pengujian Kuat Tarik Baja ( Pleleh ) xiii

12 Tabel Hasil pengujian Kuat Tarik Bambu Wulung Tabel Kebutuhan Bahan Untuk Benda Uji Kuat Lentur Beton Bertulang Tabel Hasil Pengujian Kuat desak Beton Normal Umur 28 Hari Tabel Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulangan Baja Tabel Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos Tabel Beban Dan Lendutan Pada Saat Retak Pertama Tabel Beban Dan Lendutan Pada Pembebanan Maksimum Tabel Hasil Perhitungan Kapasitas Lentur Balok Bertulangan Baja Tabel Hasil Perhitungan Kapasitas Lentur Dengan Tulangan Bambu Wulung Tabel Hasil Perhitungan Kekakuan Benda Uji Tabel Perbandingan Momen Pada Balok Hasil Analisis Dan Perhitungan xiv

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Bambu Wulung (Gigantochloa Antroviolacea)... 6 Gambar 2.2. Diagram Tegangan-Regangan Bambu dan baja (Morisco, 1999)... 8 Gambar 2.3. Batang Bambu Menerima Gaya Tarik Gambar 2.4. Batang Bambu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat Gambar 2.5. Batang Bambu Menerima Gaya Geser Gambar 2.6. Batang Bambu Menerima Beban Lentur Gambar 2.7. Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton (Dipohusodo, 1999) Gambar 2.8. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton Gambar 2.9. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton Gambar 3.1. Tulangan Bambu Wulung Polos Gambar 3.2. Benda Uji Balok Beton Gambar 3.3. Penulangan dan Pembebanan Balok Gambar Neraca Murayama Siesakusho Ltd Japan Gambar 3.5. Timbangan Bascule Gambar 3.6. Ember, Gelas Ukur Kapasitas 250 ml Gambar 3.7. Ayakan Untuk Sieve Analysis Gambar 3.8. Oven Gambar 3.9. Mesin Los Angeles Gambar Kerucut Abrams Gambar Cetakan silinder Gambar Universal Testing Machine (UTM) Gambar Compression Testing Machine (CTM) Gambar Setting Up Alat Pengujian Balok Gambar Dial Gauge Gambar Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Tarik Bambu Sejajar Serat Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Tekan Tegak Lurus Serat Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Lentur Bambu xv

14 Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Geser Sejajar Serat Bambu Gambar Benda Uji Pendahuluan Kadar Air Dan Kerapatan Bambu Gambar Pembebanan Benda Uji Pada Pengujian Kuat Tekan Gambar Alat Uji Kuat Tekan ( Compression Testing Machine ) Gambar Bambu Wulung Dan Pemotongan Bambu Gambar Pembuatan Tulangan Bambu Gambar Perangkaian Tulangan Gambar Memasukan Tulangan Kedalam Begisting Gambar Pengadukan Beton Dengan Mollen Gambar Pengujian Nilai Slump Gambar Pengecoran Balok Gambar Perawatan Benda Uji Balok Bertulang Gambar Memasang Balok Pada Perletakan Gambar Penggambaran Garis Kotak-kotak Untuk Mengetahui Pola Retak Beton Gambar Pembagi Beban Gambar Pemasangan Load cell Gambar Pemasangan Dial Gauge di Bagian Bawah balok Uji Gambar Pemasangan Kabel Power Supply Tranducer ke Trafo Gambar Tranducer Gambar Hidraulic Pump Gambar Pengujian Kuat Lentur Gambar Kondisi Retakan Pertama Gambar Kondisi Balok Beton Sudah Runtuh Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat Halus Gambar 4.2. Grafik Gradasi Agregat Kasar Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung pada Dial Gauge Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung pada Dial Gauge xvi

15 Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung pada Dial Gauge Gambar 4.7. Rencana Pengujian Balok Uji dan Diagram Gayanya Reaksi Tumpuan Gambar 4.8. Pola Retak Balok Beton Normal Gambar 4.6. Pola Retak Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos xvii

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Pengujian Pendahuluan Bambu Lampiran B. Penrencanaan Adukan Beton (Mix Design) Lampiran C. Pemeriksaan Agregat Halus Lampiran D. Pemeriksaan Agregat Kasar Lampiran E. Data Pengujian Lendutan Kuat Lentur Lampiran F. Administrasi xviii

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan baja sebagai tulangan beton ternyata masih menimbulkan beberapa kendala, misalnya harga yang cukup mahal, sehingga biaya pembuatan beton bertulang menjadi besar. Selain itu, ketersediaan bahan dasar pembuatan baja (bijih besi) juga semakin terbatas dan tidak mungkin diupayakan peningkatan produksinya karena termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Para ahli struktur telah meneliti kemungkinan penggunaan bahan lain, seperti yang dilakukan oleh Morisco (1996) yaitu dengan memanfaatkan bambu sebagai tulangan beton. Bambu tergolong hasil hutan non kayu yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bambu dikatakan sebagai tanaman serba guna yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu. Bambu yang digunakan diharapkan dapat mengurangi penggunaan kayu yang akhirnya dapat mengurangi penebangan hutan. Bambu merupakan tanaman berumpun dan dimasukan dalam family Gramineae (Krisdianto et al. 2000). Semakin mahalnya harga tulangan baja ini sangat memberatkan bagi masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi lemah dan masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan primer mereka yang berupa bangunan perumahan sederhana layak huni. Oleh sebab itulah perlu diupayakan mencari alternatif baru pengganti tulangan baja pada beton Bambu dipilih sebagai tulangan beton alternatif karena selain harganya lebih murah, bambu juga mempunyai kuat tarik cukup tinggi yang mana setara dengan kuat tarik baja lunak. Kuat tarik bambu dapat mencapai 1280 kg/cm 2 (Morisco,1996). Menurut Jansen (1980), kekuatan tarik bambu sejajar serat antara commit 1 to user

18 MPa, kekuatan lentur rata-rata 84 MPa, modulus elastisitas MPa. Bambu merupakan produk hasil alam yang renewable yang dapat diperoleh dengan mudah, murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek global warming serta memiliki kuat tarik sangat tinggi yang dapat dipersaingkan dengan baja (Setiyabudi, A, 2010). Hasil penyelidikan yang dilaporkan dalam referensi menyatakan bahwa bambu dapat digunakan sebagai tulangan beton pengganti baja karena mempunyai kekuatan tarik tinggi yang mendekati kekuatan baja. Mengacu pada penelitian tersebut dapat dipertimbangkan bahwa bambu dapat digunakan sebagai bahan baku pada struktur bangunan. Dengan demikian pemakai bahan lokal di samping dapat merangsang tumbuh dan barkembangnya industri lokal yang yang pada akhirnya menambah penghasilan rakyat khususnya di pedesaan. Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan sangat penting. Oleh karena itulah dalam penelitian ini akan mengkaji kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu Wulung polos pada balok yang dapat dipergunakan sebagai komponen struktur, dengan harga murah serta secara teknis aman dipergunakan. Penelitian ini sebagai kelanjutan dari penelitian yang telah dilakukan penulis dengan tema Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung, pada tahun Hasil akhir penelitian akan menampilkan besar kapasitas lentur balok beserta analisis perhitungannya, sehingga dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan secara riil di lapangan struktur, terutama bagi masyarakat di pedesaan yang umumnya disekitar pekarangan/lahan mereka masih mempunyai potensi tanaman bambu yang melimpah Rumusan Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah yang timbul adalah mengkaji kapasitas lentur balok beton bertulangan bambu Wulung polos.

19 Batasan Masalah Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut : a. Mix design balok beton direncanakan dengan f c minimal = 15 MPa. b. Semen yang digunakan adalah semen PPC. c. Bambu masih dalam keadaan segar dan mengalami susut alami selama satu minggu pada suhu kamar. d. Sebagai tulangan digunakan bambu Wulung yang berasal dari Jatipuro Karanganyar dengan umur diatas 2,5 tahun, sesuai yang dikemukakan Morisco (1999) bahwa bambu dengan kualitas baik dapat dipanen pada usia 2,5 3 tahun. Selain itu bambu pada usia tersebut dapat mengurangi sifat higroskopis. e. Mechanical properties dipakai adalah small sample dimana bambu yang diteliti merupakan bambu yang masih alami dan tidak ada perubahan bentuk fisik akibat proses pengawetan atau proses kimia lainnya. f. Mechanical properties konstan dari setiap jenis bambu pada tiap sampel Tujuan Penelitian Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah dapat menyusun analisis dan perhitungan kebutuhan tulangan bambu polos pada balok beton bertulangan bambu Wulung, yang dapat diaplikasikan secara riil dan dapat digunakan untuk analisis kapasitas lentur balok beton Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

20 4 1. Dapat memberi wawasan baru bagi pengembang ilmu pengetahuan khususnya pada penelitian balok beton normal dengan tulangan bambu. 2. Sebagai salah satu input data desain dalam perancangan balok beton normal dengan tulangan bambu.

21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai bahan perekatnya dan air sebagai bahan pembantu untuk keperluan untuk reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (chemical admixture) atau bahan pengisi tertentu bila diperlukan (Neville, 1996). Beton sangat banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen PPC, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi, mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahan dasar tersebut diatas, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan. Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lainlain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan (Murdok & Brook, 1999). Bambu merupakan tanaman berumpun yang hidup di daerah tropis dan subtropis dan termasuk dalam family gramineae dan terdapat hampir diseluruh dunia kecuali di Eropa, Jumlah yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara kirakira 80% dari keseluruhan yang ada di dunia, Di seluruh dunia diperkirakan ada commit 5 to user

22 6 sekitar jenis bambu dimana Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik (hanya terdapat di satu kawasan) maupun yang tersebar di Asia Tenggara. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu secara luas telah banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi. Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick, 2004). Bambu merupakan salah satu dari beberapa material atau bahan konstruksi yang sudah cukup lama dikenal di masyarakat. Sebagai material bangunan, bambu sangat mudah didapatkan tanaman rakyat ini dikenal pertumbuhannya sangat cepat, bambu dengan kualitas tinggi dapat diperoleh pada umur 2 sampai 5 tahun. (Morisco, 1999). Panennya pun cukup ramah lingkungan. Proses panen yang masih menyisakan rumpun bambu tidak mengganggu keseimbangan kondisi tanah sehingga erosi dapat dihindari. Gambar Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea) Bambu memiliki potongan melintang dengan bagian-bagian sebagai berikut: 1. Kulit Luar Kulit luar adalah bagian yang paling luar atau paling atas, pada bambu Wulung biasanya berwarna hijau kehitam-hitaman atau hitam. Tebal kulit bambu relatif seragam pada sepanjang batang yaitu kurang lebih 1 mm,

23 7 sifatnya keras dan kaku. Maka dari itu bambu yang tipis akan mempunyai porsi kulit besar, sehingga kekuatan rata-ratanya tinggi, sedangkan pada bambu tebal berlaku sebaliknya (Morisco, 1999). 2. Bambu Bagian Luar Bagian ini terletak di bawah kulit atau diantara kulit luar dan bagian tengah. Tebal bagian ini kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku. 3. Bambu Bagian Tengah Bagian tengah terletak di bawah luar atau antara bagian luar dan bagian dalam, disebut juga daging bambu. Tebalnya kurang lebih 2/3 dari tebal bambu, seratnya padat dan elastis. Untuk bagian tengah yang paling bawah sifat seratnya agak kasar. 4. Bambu Bagian Dalam Bagian dalam adalah bagian yang paling bawah dari tebal bambu, sering pula disebut hati bambu. Sifat seratnya kaku dan mudah patah. Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu: 1. Nodia (ruas/buku bambu) Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari bambu, karena pada nodia sebagian serat bambu berbelok., pada nodia arah gaya tidak lagi sejajar semua serat (Morisco,1999). Secara umum nodia mempunyai kapasitas memikul beban yang tidak efektif baik dari segi kekuatan maupun deformasi. Meskipun demikian adanya nodia pada batang bambu mencegah adanya tekuk lokal yang sangat penting pada perancangan bambu sebagai elemen tekan (kolom). 2. Internodia (antar ruas) Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia mengarah pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Bagian internodia adalah bagian terkuat dari bambu, sehingga mempunyai kapasitas memikul beban yang efektif. Tiap-tiap jenis bambu memiliki panjang internodia yang berbeda-beda.

24 8 Menurut Morisco berdasarkan penelitiannya pada tahun dalam membandingkan kuat tarik bambu Ori dan Petung dengan baja struktur bertegangan leleh 2400 kg/cm2, dilaporkan kuat tarik kulit bambu Ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm2 atau sekitar dua kali tegangan leleh baja. Sedang untuk spesimen dari bambu petung kuat tarik rata-ratanya juga lebih tinggi dari tegangan leleh baja, hanya satu spesimen saja yang kuat tariknya dibawah tegangan leleh baja. Gambar Diagram Tegangan Regangan Bambu dan Baja (Morisco, 1999) Landasan Teori Pengertian Beton Beton diperoleh dari pencampuran agregat halus, semen dan air serta kadangkadang bahan tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen, sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir maka akan menjadi mortar semen dan jika ditambah dengan kerikil atau batu pecah sehingga mengeras maka akan disebut beton. Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m ³, kuat tekan 15 sampai 40 MPa dan menghantarkan panas. Agregat dalam bahan penyusun beton paling berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Pada beton

25 9 normal biasanya digunakan agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7 kg/m³, seperti granit, basalt, kuarsa dan sebagainya. Beton sering digunakan dalam konstruksi bangunan dikarenakan mempunyai banyak sekali keuntungan diantaranya adalah : a. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah. b. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran. c. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan ukuran seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa kali sehingga ekonomis dan menjadi lebih murah. d. Perawatannya mudah dan murah. e. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempattempat yang posisinya sulit. f. Beton sangat kuat dalam menahan tekan serta mempunyai sifat tahan terhadap perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila dibuat dengan cara baik kuat tekannya sama dengan batuan alami. Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam merencanakan struktur bangunan, antara lain : a. Beton mempunyai kuat tarik rendah. Sehingga mudah retak, oleh karena itu perlu diberi baja tulangan atau serat. b. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton. c. Beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (contraction joint) perlu diadakan pada beton yang panjang atau lebar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton. d. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

26 Material Penyusun Beton Pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang mempunyai kualitas baik, perhitungan proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan yang baik dan penambahan bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang diperlukan akan menentukan kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk beton diantaranya adalah semen, agregat, air, dan bahan tambahan Semen PPC Semen PPC dibuat dari semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terbuat dari batu kapur (CaCO3) yang jumlahnya amat banyak serta tanah liat dan bahan dasar berkadar besi, terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu ikat. (SK SNI ). Semen PPC berfungsi sebagai perekat antara butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi juga rongga-rongga diantara butir agregat. Bahan dasar pembentuk semen Portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk yang terbentuk akibat peleburan. Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen Portland Oksida Persen (%) Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) 3-8 Besi (Fe2O3) 0,5-6 Magnesium (MgO) 0,5-4 Sulfur (SO3) 1-2 Soda/ 0,5-1 Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996

27 11 Menurut Kardiyono Tjokrodimuljo unsur yang paling penting pada semen ada empat buah, yaitu: a. Trikalsium Silikat (C2S) atau 3CaO.SiO2 b. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 c. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 d. Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3 Berdasarkan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Jenis-jenis Semen Portland Jenis Semen Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV Karakteristik Umum Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah terjadi pengikatan Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan Jenis V yang kuat terhadap sulfat Sumber : Tjokrodimuljo, Agregat Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60% sampai 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, namun agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

28 12 a. Agregat Halus Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 5 mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadi. Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.3. berikut ini : Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%) 9,5 mm (3/8 in) 100 4,75 mm (No.4) ,36 mm (No.8) ,18 mm (No.16) mm (No.30) mm (No.50) mm (No.100) 0-10 Sumber : ASTM C33-03 b. Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yang licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 70 mm. Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini : Tabel 2.4. Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%) 2 in (50 mm) 100 1,5 in (38 mm) /4 in (19 mm) /8 in (9,5 mm) No.4 (4,75 mm) 0-5 Sumber : ASTM C33-03

29 Air Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen, untuk membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air dapat dipakai untuk campuran beton. Di dalam adukan beton, air mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan antara pasta semen dengan agregat pada saat terjadinya pengerasan, dan yang kedua adalah sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar mudah dalam proses pencetakan beton. Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau dan cukup jernih. Tetapi jika masih diragukan, dapat dilakukan uji Laboratorium sehingga memenuhi persyaratan, yaitu : a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter Bambu Sifat-sifat dasar pada bambu meliputi: 1. Sifat Fisika a. Kandungan Air Menurut Leise (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung pada umur, waktu penebangan, dan jenis bambu.

30 14 Untuk menghitung kadar air benda uji tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut : = 100 % Dengan : W b = berat kering udara W a = berat kering oven K a = kadar air (%) b. Penyusutan Menurut Prawiroatmodjo (1990), perubahan dimensi bambu tidak sama dalam ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu bersifat anisotropik. c. Berat Jenis Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Menurut Leise (1980), berat jenis bambu berkisar antara 0,5 0,9 gr/cm 2. Tabel 2.5. Berat Jenis Dari 6 Jenis Bambu (gr/cm 2 ) Jeni Nilai berat jenis Apus 0,590 Legi 0,613 Wulung 0,685 Petung 0,717 Ori 0,744 Ampel 0,769 Rata-rata 0,685 Sumber : Hakim, Sifat Kimia Penelitian sifat kimia bambu telah dilakukan oleh Sumadiwangsa (1988) dalam Ganie (2008) meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, kelarutan dalam air dingin, air panas, dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4%- 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8%-26,2%, kadar pentosan

31 15 1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77%, kadar silika 0,10%-1,78%, kadar kelarutan dalam air dingin 4,5%-9,9%, air panas 5,3%-11,8%, kadar kelarutan dalam alkohol benzen 0,9%-6,9%. 3. Sifat Mekanik Bambu a. Kuat Tarik Bambu Kuat tarik bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya yang cederung menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Kekuatan tarik dibedakan menjadi dua macam yaitu kekuatan tarik tegak lurus serat dan kekuatan tarik sejajar serat. Kekuatan tarik sejajar arah serat merupakan kekuatan tarik yang terbesar pada bambu. Kekuatan tarik tegak lurus serat mempunyai hubungan dengan ketahanan bambu terhadap pembelahan. Untuk menghitung besarnya tegangan tarik dari bambu sejajar serat dapat dipergunakan rumus sebagai berikut : Dengan : Pmaks A = kekuatan/tegangan tarik bambu = beban tarik maksimum = luas tampang tarik bambu Gambar Batang Bambu Menerima Gaya Tarik Kekuatan tarik bambu untuk menahan gaya-gaya tarik berbedabeda pada bagian batang dalam atau bagian luar, garis-tengah batang (batang yang langsing memiliki ketahanan terhadap gaya tarik yang lebih tinggi), serta pada bagian batang mana yang digunakan karena bagian kepala atau ujung memiliki kekuatan terhadap gaya tarik yang 12% lebih rendah dibandingkan dengan bagian batang kaki atau pangkal.

32 16 Tabel Kuat Tarik Bambu Kering Oven Jenis Bambu Kuat Tarik (Kg/cm 2 ) Tanpa Nodia Dengan Nodia Ori Petung Wulung Tutul Sumber :Morisco, (1996) Dari tabel diatas terlihat bahwa kekuatan bambu dengan nodia lebih rendah dari bambu tanpa nodia. Turunnya kekuatan ini disebabkan karena serat bambu di sekitar nodia tidak lurus, sebagian berbelok menjauhi sumbu batang sedang sebagian lain berbelok menuju sumbu batang. b. Kuat Tekan Bambu Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan bagian bambu secara bersama-sama (Pathurahman, 1998). Gaya tekan yang bekerja sejajar serat bambu akan menimbulkan bahaya tekuk pada bambu sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada bambu. Untuk menghitung besarnya kuat tekan/tegangan tekan bambu sejajar serat dapat dipergunakan rumus sebagai berikut : = = ; = Dengan : = kekuatan/tegangan tekan bambu = kekuatan/tegangan tekan pada batas maksimum A = luas tampang tekan bambu

33 17 Pn = beban tekan bambu Pmaks = beban tekan maksimum E p p = modulus elastisitas = kekuatan/tegangan tekan pada batas elastic = regangan tekan pada batas elastic Gambar Batang Bambu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat Kekuatan tekan bambu semakin tinggi dari pangkal menuju ujung, sesuai dengan meningkatnya jumlah serat sklerenkim yang merupakan pendukung utama keteguhan bambu dan dipengaruhi oleh berat jenis dan masa dari bambu tersebut. Jadi kekuatan tekan dari bambu meningkat dari pangkal menuju ujung seiring dengan berkurangnya kadar air/kenaikan berat jenis dari bambu tersebut juga diakibatkan prosentase kulit (bagian yang keras) terhadap tebal dinding pada ujung lebih besar dari pangkal. c. Kuat Geser Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain didekatnya. Gambar Batang Bambu Menerima Gaya Geser

34 18 Kekuatan geser berbeda-beda pada tebalnya dinding batang bambu (kekuatan geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah daripada dinding bambu setebal 6 mm), pada bagian ruas dan bagian antara ruas batang bambu. Bambu umur 5 tahun mempunyai keteguhan tekan sejajar serat tertinggi. Nilai kuat geser bambu memiliki prinsip dan hubungan yang sama dengan kuat tekan bambu dimana kekuatan geser bambu juga turut dipengaruhi oleh berat jenis bambu dan masa serat dari bambu itu sendiri. P = A Dengan: = kekuatan/tegangan geser bambu P = beban maksimum (kg) A = luas bidang geser (cm 2 ) d. Kuat Lentur Bambu Kuat Lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (Beban) yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di tumpu pada kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap. Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat Lentur statik dan kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahanlahan, sedangkan kuat Lentur pukul adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak. Gambar Batang Bambu Yang Menerima Beban Lentur

35 19 Balok bambu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar (lihat Gambar 2.6). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan bambu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya. = 3PI 2. b. h 2 Dengan: = kekuatan/tegangan lentur P = beban maksimum (kg) L = bentang bebas (cm) b = lebar benda uji (cm) h = tebal benda uji (cm) Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis, aman dan tidak mengkhawatirkan. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur harus didasarkan kekuatan bambu dengan memperhitungkan faktor aman secukupnya. Menyadari bahwa pemakaian bambu sebagai bahan bangunan cukup banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya dalam upaya untuk membuat pedoman bagi masyarakat untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu. Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. 7.

36 20 Tabel Kuat batas dan tegangan ijin bambu (Morisco, 1999) Pada Tabel 2. 7 merekomendasikan tegangan ijin yang dapat dipakai oleh berbagai macam bambu. Tentunya tegangan ijin yang direkomendasikan ini cenderung berada pada posisi yang aman untuk pemakaian. Dengan demikian angka-angka tersebut jika dipakai sebagai dasar dalam perancangan tentunya akan menghasilkan struktur yang konservatif. Dalam praktek bambu sering dipasang dalam keadaan masih segar sehabis dipotong dari rumpun. Setelah terpasang pada bangunan, secara berangsur-angsur air bambu akan menguap. Prawirohatmodjo (1990) telah membuktikan bahwa pemakaian bambu segar tidak membahayakan, karena setelah bambu kering kekuatannya bahkan sedikit meningkat Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.8 Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.8 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standarstandar eksperimen yang baku.

37 21 Tabel Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% ( berdasarkan PKKI NI ) Dimana : Ew = Modulus elastis lentur Fb = Kuat lentur Ft = Kuat tarik sejajar serat Fc = Kuat tekan sejajar serat Fv = Kuat Geser Fc

38 Beton Tulangan Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif rendah terhadap tarik maka umumnya beton hanya diperhitungkan bekerja dengan baik hanya di daerah tekan saja pada penampangnya dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan. Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc ) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum b) mencapai nilai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc akan turun dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur pada Gambar 2.7. Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton (Dipohusodo, 1999) Pada SK SNI menetapkan regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah sebagai batas hancur namun tidak konservatif untuk beton kuat tinggi dengan nilai fc' antara MPa. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi berkisar antara MPa. (Dipohusodo, 1999).

39 23 Faktor faktor penting lainnya yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu antara lain: 1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata rata dan kuat batas beton. 2. Perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40 % dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. 3. Suhu pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat hancur akan tetap rendah untuk waktu yang lama. 4. Umur pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan dengan umurnya, Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen. Misalnya dengan kadar alumina yang tinggi menghasilkan beton yang kuat hancurnya pada 24 jam sama dengan Semen Portland biasa pada umur 28 hari. Pengerasan berlangsung terus secara lambat sampai beberapa tahun Balok Penelitian yang dilakukan Pathurahman, (2003), menunjukkan bahwa keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya. Dan dari hasil perbandingan antara teori dengan eksperimen menunjukkan bahwa bambu memiliki peluang untuk digunakan sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana Anggapan - anggapan Menurut Istimawan (1994), pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut : 1. Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku.

40 24 2. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak. 3. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpah kan kepada tulangan bambu. Gambar Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, digunakan persamaan a Dimana : c = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton Menurut SK SNI T , menetapkan nilai fc 30 MPa = < fc < 50 MPa = 0.85 (fc 30) fc 50 MPa = Pembatasan Tulangan Tarik Pada perhitungan beton bertulang menurut SK SNI T , ditetapkan bahwa jumlah tulangan baja tarik, As, tidak boleh melebihi 0.75 dari tulangan balans, Asb, yaitu jumlah tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai regangan hancur, As 0,75. Asb Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak lebih dari 60 persen tulangan balans, As 0,60. Asb

41 25 Sedangkan modulus elastisitas dan tegangan leleh bambu ditetapkan sebagai berikut: Es = Modulus elastisitas bambu = kg/m² fy = Tegangan leleh bambu = 223,33 Mpa Analisis Balok Gambar Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika : = dan = Dimana: fy = tegangan leleh bambu = 223,33 MPa Es = Modulus elastisitas bambu = kg/m² Pada kondisi balans didapat: ab * Cb Cc = 0.85 fc *b*ab T = Asb * fy Karena H = 0, maka T = Cc Asb * fy = 0.85 * fc * b * ab Mn = T (d - a/2) Mr = 0.80 Mn

42 26 Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban, P, yang dapat bekerja pada balok, dari hasil percobaan juga akan diperoleh nilai P yang berguna untuk menghitung besarnya momen ultimit yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Pengujian bahan pembentuk beton dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakterikstik dari material pembentuk. Pengujian dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Sedangkan untuk semen tidak dilakukan pengujian. Air yang digunakan sesuai dengan spesifikasi standar air dalam PBI 1971 pasal Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus Pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus harus berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang ditentukan ASTM. Standar pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut : a. ASTM C-23 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat halus. b. ASTMC-40 : Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam agregat halus c. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk agregat yang lolos saringan no. 200 dengan pencucian. d. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity agregat halus. e. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar a. ASTM C-29 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat kasar. b. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity agregat kasar. c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan (abrasi) agregat kasar. d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis ayakan agregat kasar.

43 BAB III METODE PENELITIAN Tinjauan Umum Metodologi sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Metodelogi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental Laboratorium, metode dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan data hasil penelitian. Kemudian data dianalisis untuk pengambilan kesimpulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis dan perhitungan kebutuhan tulangan bambu pada balok beton bertulangan bambu Wulung polos yang dapat digunakan untuk analisis kapasitas lentur balok bertulangan bambu Wulung polos pada beton normal. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dan ditarik kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Benda Uji Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk balok dengan dimensi P = 170 cm, L = 10 cm, T = 15 cm. Ditanam bambu Wulung polos pipih dengan dimensi P = 1500 mm, L = 15 mm dan T = 5,2 mm (setara dengan tulangan diameter 10 mm) di tengahnya dengan panjang penanaman 150 cm. Sebagai pembanding ditanam baja polos dengan diameter 8 mm dengan panjang penanaman yang sama. Mix design dihitung dengan metode Inggris (The British Mix Design Method). Pada bagian tengah balok (50 cm) diharapkan akan terjadi lentur murni. Hal ini dimaksudkan agar pada bagian tersebut tulangan yang berpengaruh hanya tulangan tarik saja dan menjadi bagian yang terlemah dari balok uji. Maksud pemasangan penulangan tersebut agar kemungkinan patah benar-benar pada daerah lentur murni, sehingga tidak terjadi kegagalan percobaan karena patah pada bagian lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.1 berikut ini: commit 27 to user

44 28 Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji untuk Uji Kuat Lentur NO DITANAM KODE JUMLAH SAMPEL 1 Baja polos BNB 3 2 Bambu Wulung polos BNBW 3 5,2 mm 1500 mm Gambar 3. 1 Tulangan Bambu Wulung Polos 15 mm 150 mm 1700 mm Gambar Benda Uji Balok Beton 100 mm cm 50 cm 50 cm 50 cm 10 cm 2 8 mm 2 5,2 mm x 15 mm 150 mm 15 mm 15 mm 150 mm 100 mm 100 mm Potongan 2-2 potongan 1-1 Gambar Penulangan dan Pembebanan Balok

45 Peralatan Penelitian Pada pelaksanaan penelitian diperlukan peralatan untuk menunjang kelancaran serta untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan dan Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, antara lain: a. Timbangan Ada dua jenis timbangan yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Neraca merk Murayama Seisakusho Ltd Japan, dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian hingga 0,10 gram. Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang berada di bawah kapasitasnya. Gambar Neraca Murayama Seisakusho Ltd Japan 2. Timbangan Bascule merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,10 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang sangat tepat. Gambar Timbangan Bascule

46 30 Untuk kelancaran dan kemudahan penelitian, pada saat pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu yaitu: a) Cetok semen, digunakan untuk memindahkan bahan batuan dan memasukkan campuran beton kedalam cetakan beton. b) Gelas ukur kapasitas 250 ml digunakan untuk meneliti kandungan zat organik dan kandungan lumpur agregat halus. c) Ember untuk tempat air dan sisa adukan. d) Cangkul untuk mengaduk campuran beton. e) Mollen untuk mengaduk campuran beton. f) Gelas ukur dengan kapasitas 2000 ml, untuk mengukur kebutuhan air. (a) Gambar Ember (a) ; Gelas ukur kapasitas 250 ml (b) (b) b. Ayakan Ayakan yang digunakan adalah merk Control Italy, bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran 38 mm, 25 mm, 19,0 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm dan pan. Gambar Ayakan Untuk Sieve Analysis

47 31 c. Mesin Pengetar Ayakan Mesin penggetar ayakan yang digunakan adalah mesin penggetar dengan merk Controls Italy, mesin digunakan sebagai dudukan sekaligus penggetar ayakan. Penggunaannya untuk uji gradasi agregat halus maupun kasar. d. Oven Oven yang digunakan merk Binder, dengan temperatur maksimum 300 o C, daya listrik 1500 W, digunakan untuk mengeringkan material (pasir dan kerikil). Gambar Oven e. Corong konik / Conical mould Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus. f. Mesin Los Angeles Mesin Los Angeles dengan merk Controls, italy, yang dilengkapi dengan 12 buah bola baja. Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar. Gambar Mesin Los Angeles

48 32 g. Kerucut Abrams Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja penusuk dengan ukuran panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton. Gambar Kerucut Abrams h. Cetakan benda uji Digunakan untuk mencetak benda uji beton yang berbentuk silinder. Cetakan benda uji yang digunakan adalah cetakan silinder baja dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Gambar Cetakan Silinder i. Universal Testing Machine ( UTM ) Universal Testing Machine atau mesin uji kuat tarik dengan merek SHIMATSU tipe UMH 30 yang berkapasitas 30 ton. Alat ini digunakan untuk pengujian pendahuluan yaitu uji kuat tarik bambu sejajar serat dan kuat geser sejajar serat bambu serta uji kuat tekan bahan pengisi (beton).

49 33 Gambar Universal Testing Machine (UTM) j. Compression Testing Machine ( CTM ) Compression Testing Machine dengan kapasitas 2000 kn digunakan untuk pengujian kuat desak beton. Gambar Compression Testing Machine (CTM) l. Loading Frame Bentuk dasar loading frame berupa portal segiempat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara pelat dasar dari besi setebal 14 mm. agar loading frame tetap stabil, pelat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua kolomnya dihubungkan oleh balok WF 450 x 200 x 9 x 14 mm. Posisi balok portal dapat diukur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut. Alat ini digunakan dalam pengujian utama yaitu pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang.

50 34 Loading Frame Balok Uji Hidraulic Jack Load Cell Dial Gauge Hidraulic Pump Tranducer Gambar Setting Up Alat Pengujian Balok m. Dial Gauge Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya gaya dan regangan yang terjadi pada saat pengujian. Gambar Dial Guage

51 35 TAHAP I Mulai Studi Literatur Persiapan alat dan bahan TAHAP II Uji pendahuluan: Bambu : Uji tarik Uji tekan Uji lentur Uji geser Bahan pengisi: Uji tekan TAHAP III Pengujian utama: Uji lentur beton normal dengan tulangan bambu Wulung, baja dan uji silinder TAHAP IV Analisa data Kesimpulan TAHAP V Selesai Gambar Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian

52 Tahap dan Prosedur Penelitian a. Tahap I Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan studi literatur, seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. b. Tahap II Disebut tahap uji pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan penelitian sampel material bambu (Bambu Wulung) dan baja tulangan polos tentang uji tarik, uji tekan, uji lentur dan uji geser, serta uji pendahuluan beton normal berupa uji kelayakan agregat halus, agregat kasar dan uji desak beton normal. c. Tahap III Disebut tahap uji pendahuluan, Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah melakukan pengujian kuat lentur bambu Wulung, baja dan uji silinder. d. Tahap IV Disebut tahap analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian. e. Tahap V Disebut tahap kesimpulan. Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian Perancangan Campuran Beton (Mix Design) Perhitungan rancang campur beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran berat semen, agregat halus, agregat kasar dan air sehingga mendapatkan campuran yang berkualitas baik sesuai dengan yang direncanakan. Perancangan campuran beton normal ini menggunakan metode Perancangan Menurut Cara Inggris (The British Mix Design Method), adapun langkah-langkah pokoknya sebagai berikut :

53 37 a. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc ) pada umur tertentu dan nilai standar deviasi (S d ) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana. b. Menghitung nilai tambah (margin) (M) dengan rumus berikut : M = k. S d Dengan : M = nilai tambah, MPa k = 1,64 S d = deviasi standar, MPa c. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f cr) dengan rumus : f cr dengan : f cr f c M = f c + M = kuat tekan rata-rata, MPa = kuat tekan yang disyaratkan, MPa = nilai tambah, MPa d. Menetapkan jenis semen PPC. e. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 3.2 Tabel 3.2. Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen Jenis Semen I, II, III III 0,50. Jenis Agregat Umur (hari) Kasar Alami Batu pecah Alami Batu pecah f. Menetapkan faktor air-semen berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata.

54 38 g. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel.3.3. Tabel Jenis Pembetonan Persyaratan Faktor Air-Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus. Beton di dalam ruang bangunan : FAS Maksimum a. Keadaan keliling non-korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosi 0,60 0,52 Beton di luar ruang bangunan : a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,55 0,60 Beton yang masuk ke dalam tanah : a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut 0,55 Lihat Tabel 3.3.a Lihat Tabel 3.3.b h. Menentukan nilai slump. i. Menetapkan besar butir agregat maksimum. j. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan. Tabel Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter) Besar Ukuran Maks. Kerikil (mm) Jenis Slump (mm) Batuan Alami Batu pecah Alami Batu pecah Alami Batu pecah

55 39 k. Menghitung Berat semen yang diperlukan dan kebutuhan semen minimum berdasarkan tabel 3.5 berikut : Tabel Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus. Jenis Pembetonan Beton di dalam ruang bangunan : a. Keadaan keliling non-korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosi Beton di luar ruang bangunan : a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Semen Minimum (kg/m 3 beton) Beton yang masuk ke dalam tanah : a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut 325 Lihat Tabel 3.5.a Lihat Tabel 3.5.b l. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 3. 6 berikut : Tabel Daerah Gradasi Agregat Halus Lubang Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan Ayakan (mm) , , , , , , m. Menetapkan nilai perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar. n. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran dengan rumus :

56 40 Bj. Camp = P K bj. ag. halus+ bj. ag. kasar Dengan : Bj. Camp = berat jenis agregat campuran bj. ag. halus = berat jenis agregat halus bj. ag. Kasar = berat jenis agregat kasar P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran o. Menghitung kebutuhan agregat campuran dengan rumus : Wpasir + kerikil = Wbeton - kebutuhan air kebutuhan semen p. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan dengan rumus : W pasir = (Persentase agregat halus) x W pasir + kerikil q. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan dengan rumus : W kerikil = W pasir + kerikil - W pasir Pengujian Bahan Dasar Beton Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karateristik dari material pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar, sedangkan terhadap semen tidak dilakukan pengujian Pengujian Gradasi Agregat Halus Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan dari pada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan kohesi campuran adukan beton.

57 41 a) Tujuan : Pengujian ini untuk mengetahui variasi diameter butiran pasir, persentase gradasi dan modulus kehalusannya. b) Alat dan bahan : 1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm, dan pan. 2. Mesin penggetar ayakan. 3. Timbangan 4. Pasir kering oven. c) Cara kerja : 1. Menyiapkan pasir sebanyak 2000 gram. 2. Memasang saringan dengan susunan sesuai dengan urutan besar diameter lubang dan yang paling bawah adalah pan. 3. Memasukkan pasir ke dalam saringan teratas kemudian ditutup rapat. 4. Memasang susunan saringan tersebut pada mesin penggetar selama 5 menit, kemudian mengambil susunan tersebut. 5. Memindahkan pasir yang tertinggal dalam masing-masing saringan ke dalam cawan lalu ditimbang. 6. Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus : Modulus kehalusan pasir = Dimana : d = å prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan. e = åprosentase berat pasir yang tertinggal Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus Pasir adalah salah satu bahan dasar pembentuk beton yaitu sebagai agregat halus. Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang akan dihasilkan. Untuk itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih. Pasir bersih yaitu pasir yang tidak mengandung lumpur lebih dari 5 % dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian-bagian pasir yang lolos dari ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur

58 42 dalam pasir lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pembuatan campuran adukan beton. a) Tujuan : Untuk mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir. b) Alat dan bahan : 1. Pasir kering oven 2. Air bersih 3. Gelas ukur ukuran 250 cc 4. Oven 5. Timbangan 6. Cawan c) Cara kerja : 1. Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkannya dalam oven. 2. Mengeringkan pasir dalam oven dengan temperatur C selama 24 jam. 3. Mengambil pasir kering oven 100 gram lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 cc. 4. Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 10 cm di atas permukaan pasir. 5. Mengocok air dan pasir minimal 10 kali, lalu membuang airnya. 6. Mengulangi perlakuan di atas hingga air tampak bersih. 7. Memasukkan pasir kedalam cawan lalu mengeringkan pasir dalam oven dengan temperatur C selama 24 jam. 8. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga mencapai suhu kamar. 9. Menimbang pasir dalam cawan Berat pasir awal G 0 = 100 gram, berat pasir akhir = G 1, sehingga dapat dirumuskan : Kadar lumpur = 100 % 10. Membandingkan dengan persyaratan PBI NI , yaitu kadar lumpur maksimum 5 %, Bila lebih dari 5 % maka sebelum digunakan pasir harus dicuci terlebih dahulu.

59 Pengujian Kadar Zat Organik dalam Agregat Halus Pasir umumnya diambil dari sungai, maka kemungkinan pasir kotor sangat besar, misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3 % sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971). Tabel Pengaruh Zat OrganikTerhadap Persentase Penurunan Kekuatan Beton No. Warna Persentase kandungan zat organik Jernih Kuning muda Kuning tua Kuning kemerahan Coklat kemerahan Coklat tua 0 % 0 % - 10 % 10 % - 20 % 20 % - 30 % 30 % - 50 % 50 % % Sumber : Tabel Prof. Ir. Rooseno, 1995 a) Tujuan : Untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir berdasarkan Tabel perubahan warna (Tabel 3. 7). b) Alat dan bahan : 1. Pasir kering oven 2. Larutan NaOH 3 % 3. Gelas ukur 250 cc 4. Oven 5. Timbangan 6. Cawan c) Cara kerja : 1. Mengambil pasir kering oven sebanyak 130 gr dan dimasukkan ke dalam gelas ukur.

60 44 2. Memasukkan NaOH 3 % hingga volume mencapai 200 cc. 3. Mengocok pasir selama ± 10 menit. 4. Mendiamkan campuran tersebut selama 24 jam. 5. Mengamati warna air yang terjadi, bandingkan dengan Tabel Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. a) Tujuan : 1. Untuk mengetahui bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2. Untuk mengetahui bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. 3. Untuk mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir. 4. Untuk mengetahui daya serap (aborbsion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering. b) Alat dan bahan : 1. Cawan alumunium 2. Volumetric flash 3. Conical mould 4. Timbangan 5. Oven listrik 6. Pasir kering oven 500 gr 7. Air bersih c) Cara kerja : 1. Membuat dalam kondisi SSD(Saturated Surface Dry) dengan cara :

61 45 a. Mengambil pasir yang telah disediakan. Dianggap kodisi lapangan SSD. b. Memasukkan ke dalam conical mould 1/3 tinggi lalu ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm. c. Pasir ditambah lagi hingga 2/3 tinggi lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. d. Pasir ditambah hingga penuh lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. e. Memasukkan pasir lagi sampai penuh kemudian diratakan permukaannya. f. Mengangkat conical mould lalu mengukur penurunan pasir yang terjadi. Pasir berada dalam kondisi SSD apabila penurunan yang terjadi sebesar 1/3 tinggi conical mould. 2. Mengambil pasir dalam kondisi SSD sebanyak 500 gram dan memasukkan ke dalam volumetric flask dan direndam dalam air selama 24 jam. 3. Menimbang berat volumetric flask + air + pasir (c). 4. Mengeluarkan pasir dari volumetric flask lalu menimbang volumetric flask + air (b). 5. Mengeringkan pasir dalam oven selam 24 jam. 6. Menimbang pasir yang telah kering oven (a). 7. Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan sebagai berikut : Bulk Specific gravity : Bulk Specific gravity SSD : Apparent Specific gravity : Absorbtion : 100% Pengujian Gradasi Agregat Kasar Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu (stone crusher) dengan ukuran butiran antara 5 mm sampai 70 mm. agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

62 Pengujian Spesific Gravity Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang akan dicapai dalam suatu konstruksi adalah sangat penting, karena sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengerjakan bangunan tersebut. Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. a) Tujuan : 1. Untuk mengamati bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2. Untuk mengetahui bulk spesific SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total. 3. Untuk mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil kering dengan volume butir kerikil. 4. Untuk mengetahui daya serap (absorbsion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering. b) Alat dan bahan : 1. Timbangan / neraca kapasitas 5 kg ketelitian 100 mg. 2. Bejana dan kontainer. 3. Ember 4. Oven. 5. Agregat kasar. 6. Air jernih. c) Cara kerja : 1. Mengambil kerikil (sampel) kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran. 2. Mengeringkan kerikil dalam oven dengan suhu C selama ± 24 jam. 3. Mendiamkan kerikil setelah dioven hingga mencapai suhu ruang. 4. Menimbang kerikil seberat 3000 gram (kode a). 5. Memasukkan kerikil ke dalam kontainer dan direndam selam 24 jam. 6. Setelah 24 jam, menimbang kontainer dan kerikil dalam keadaan terendam dalam air.

63 47 7. Mengangkat kontainer dari dalam air kemudian mengeringkan kerikil dengan dilap. 8. Menimbang kerikil dalam kondisi SSD (kode b). 9. Menimbang kontainer (dalam keadaan tercelup air). 10. Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil penimbangan langkah ke-6 dengan kontainer (kode c). Bulk Spesific Gravity = Bulk Spesific Gravity SSD = Apparent Spesific Gravity = Absorbsion = 100% Pengujian Abrasi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan batuan atau daya tahan aus batuan, dalam hal ini adalah agregat kasar akibat gesekan atau perputaran yang dinyatakan dalam prosentase. a) Tujuan : Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. b) Alat dan bahan : 1. Set ayakan dengan diameter lubang 19,5 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm, dan pan. 2. Mesin penggetar. 3. Mesin Los Angeles (dipakai 12 bola baja). 4. Timbangan 5. - Kerikil lolos saringan 19,5 mm dan tertampung saringan 12,5 mm - Kerikil lolos saringan 12,5 mm dan tertampung saringan 9,5 mm. c) Cara kerja : 1. Mencuci agregat kasar sampai bersih kemudian mengeringkan dalam oven dengan suhu C selama 24 jam. 2. Mengambil kerikil dari oven dan membiarkannya hingga suhu kamar kemudian mengayak dengan ayakan Æ 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm.

64 48 3. Mengayak dengan ketentuan : a. Mengayak sampel hingga lolos ayakan 19,5 mm dan tertampung diayakan 12,5 mm sebanyak 5 kg. b. Mengayak sampel hingga lolos ayakan 12,5 mm dan tertampung diayakan 9,5 mm sebanyak 5 kg. 4. Memasukkan benda uji yang sudah diayak sebanyak 10 kg ke mesin Los Angeles. 5. Mengunci lubang-lubang mesin Los Angeles rapat-rapat lalu hidupkan mesin. 6. Mengatur perputaran mesin sampai 1000 kali perputaran. 7. Setelah diputar, mengeluarkan sampel dari mesin Los Angeles kemudian menimbang hasil perputaran yang tertahan pada ayakan 2 mm (b). 8. Mencatat hasil pengujian 9. Presentase yang hilang = 100% Dengan : a = berat sampel oven mula-mula. b = berat sampel tertahan pada ayakan Pengujian Gradasi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variasi diameter agregat kasar, prosentase, dan modulus halusnya. Modulus kehalusan merupakan angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat keausan butir dalam agregat. a) Tujuan : Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran butiran dan agregat kasar, prosentase, dan modulus halusnya. b) Alat dan bahan : 1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 38 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, pan dan mesin penggetar. 2. Timbangan. 3. Sampel kerikil oven sebanyak 3000 gram.

65 49 c) Cara kerja : 1. Menyiapkan kerikil yang telah dioven selama 24 jam dengan suhu C seberat 3000 gram. 2. Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari diameter bawah ke atas : pan, 2,36 mm, 4,75 mm, 9,5 mm, 12,5 mm, 19 mm, 25 mm, 38 mm. 3. Menuangkan kerikil ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat susunan ayakan tersebut dan diletakkan dimesin getar. 4. Menghidupakan mesin getar selama ± 5 menit. 5. Menimbang dan mencatat berat agregat kasar yang tertinggal di atas masing-masing ayakan. Prosentase yang hilang : 100% Dimana : a = berat awal (gram) b = berat setelah diayak (gram) Modulus Kehalusan : Dimana : a = å prosentase kumulatif serta agregat kasar yang tertinggal selain dalam pan. b = å prosentase berat agregat kasar yang tertinggal Pengujian Bambu Wulung Alat-alat yang digunakan Pada pelaksanaan penelitian diperlukan peralatan untuk menunjang kelancaran serta untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di laboratorium Bahan dan Struktur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, antara lain: 1. Universal Testing Machine (UTM) Universal Testing Machine (UTM) atau mesin uji kuat tarik dengan merk "SHIMATSU" type UMH 30 yang berkapasitas 30 ton. Alat ini digunakan

66 50 untuk pengujian pendahuluan yaitu uji kuat tarik bambu sejajar serat dan kuat geser sejajar serat bambu serta uji kuat tekan bahan. 2. Bending Test Machine (BTM) Bending Test Machine (BTM) atau mesin uji lentur yang digunakan adalah dengan merk Controls, model CII/C MATR berkapasitas 150 KN yang dilengkapi dengan alat pembacaan beban. Alat ini digunakan dalam uji pendahuluan meliputi uji kuat tekan bambu tegak lurus serat dan kuat lentur bambu. 3. Loading Frame Bentuk dasar Loading Frame berupa portal segiempat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara plat dasar dari besi setebal 14 mm. Agar Loading Frame tetap stabil, plat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua kolomnya dihubungkan oleh balok WF 450 x 200 x 9 x 14 mm. Posisi balok portal dapat diatur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut. Alat ini digunakan dalam pengujian utama yaitu pengujian kuat geser balok bambu. 4. Dial Gauge Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya penurunan yang terjadi. Untuk penelitian berskala penuh digunakan Dial Gauge dengan kapasitas penurunan maksimum 30 mm dengan tingkat ketelitian 0,01 mm. 5. Hydraulic Jack Alat ini digunakan untuk memberikan pembebanan pada pengujian kuat lentur dan kuat geser balok berskala penuh dengan kapasitas maksimum 25 ton. 6. Transducer Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya pembebanan atau untuk mengetahui pembebanan secara bertahap. 7. Load Cell Alat ini digunakan untuk mentransfer beban dari Hydraulic Jack ke Tranducer.

67 Pengujian Pendahuluan Tahap pengujian pendahuluan meliputi tiga hal yaitu: a. Uji kekuatan beton normal yang digunakan Pengujian dilakukan dengan Compression Testing Machine (CTM) terhadap benda uji yang telah berumur 7 hari dengan memberikan tekanan terhadap benda uji sampai runtuh kemudian mencatat gayanya. Langkah-langkah dalam pengujian ini adalah: 1) Menyiapkan balok beton yang diuji yang telah diukur dimensi dan meletakkan balok beton pada alat uji. 2) Penekanan dimulai ditandai dengan bergeraknya jarum penunjuk pada piringan ukur. 3) Jarum penunjuk terdiri dari dua buah jarum yang berhimpitan. Ketika beban maksimum yang dapat ditahan beton terlampaui, maka beton akan hancur. Di saat itulah jarum penunjuk beban akan kembali ke titik semula ( nol ) dan jarum penunjuk satunya akan berhenti dan menunjuk pada beban maksimum yang terjadi. b. Uji kuat tarik baja tulangan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tegangan leleh dan tegangan maksimum baja sehingga dapat diketahui mutu baja yang digunakan. Hal ini perlu diketahui sebelumnya untuk menghindari lelehnya baja tulangan sebelum benda uji mencapai kondisi keruntuhan yang ditandai dengan tergelincirnya baja tulangan atau terbelahnya beton setelah gaya tarik diterapkan pada ujung tulangan. Pelaksanaan pengujian baja sebagai berikut: 1) Menghitung diameter baja tulangan lalu menghitung luasnya (A). 2) Meletakkan pada alat tarik lalu memberikan beban (P). 3) Mencatat beban saat baja terjadi leleh, beban maksimum baja dan beban saat baja mengalami putus. Untuk mendapatkan nilai tegangan leleh baja, dilakukan pengujian tarik baja dengan Universal Testing Machine (UTM) dan dihitung dengan persamaan:

68 52 s leleh = s maks = Dengan: s leleh = tegangan leleh baja (kgf/mm 2 ) s maks = tegangan maksimum baja (kgf/mm 2 ) P leleh P maks = gaya tarik leleh baja (kgf) = gaya taril maksimum baja (kgf) A = Luas penampang (mm 2 ) Pengujian Karakteristik Bambu Pada pembuatan benda uji karakteristik bambu, specimen diambil dari bagian tengah bambu dari dua batang bambu yang diambil secara random berjumlah 6 buah, 3 sampel berasal dari batang bambu bagian atas atau ujung dan 3 sampel dari batang bambu bagian pangkal. Hal ini dilakukan dengan harapan karakteristik dari bambu yang dipilih dapat mewakili karakteristik bambu secara keseluruhan. a. Uji kuat tarik sejajar serat Benda uji kuat tarik sejajar serat berbentuk seperti huruf I dengan ukuran panjang 50 dan lebar 3 cm. Pengujian dilakukan dengan cara benda uji dijepit pada kedua ujungnya, kemudian ditarik hingga dicapai beban maksimumnya. Pengujian kuat tarik sejajar serat menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Adapun benda uji kuat tarik sejajar serat dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Tarik Bambu Sejajar Serat

69 53 b. Uji kuat tekan tegak lurus serat Pengujian kuat tekan tegak lurus serat dengan cara benda uji diletakkan pada plat datar, kemudian ditekan sampai diperoleh beban maksimum. Pengujian menggunakan alat Bending Testing Machine (BTM). Benda uji kuat tekan tegak lurus serat berukuran panjang 15 cm dan lebar 5 cm seperti pada Gambar di bawah ini. Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Tekan Tegak Lurus Serat c. Uji kuat lentur Pengujian kuat lentur menggunakan mesin uji lentur dengan cara sampel diletakkan pada kedua tumpuan dengan kondisi seimbang, kemudian sampel ditekan pada bagian tengah bentang hingga mencapai beban maksimumnya ditandai dengan patahnya sampel. Benda uji berukuran panjang 40 cm dan lebar 5 cm. Benda uji kuat lentur dapat dilihat pada Gambar berikut ini. Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Lentur Bambu

70 54 d. Uji kuat geser sejajar serat Pengujian ini menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) dengan cara ditekan hingga sampel bambu pecah dan mendapatkan beban maksimumnya. Benda uji berbentuk seperti huruf L dengan panjang 20 cm. Benda uji kuat geser sejajar serat dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar Benda Uji Pendahuluan Kuat Geser Sejajar Serat Bambu e. Kadar air Pengujian kadar air dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu sampel, kemudian sampel dioven selama 24 jam, lalu sampel ditimbang lagi beratnya setelah dioven. Benda uji kadar air bambu berukuran panjang 12 cm dan lebar 1 cm. f. Kerapatan Kerapatan bambu dihitung dengan membandingkan antara berat dan volume benda uji. Benda uji kerapatan bambu berukuran panjang 12 cm dan lebar 1 cm. Benda uji kadar air dan kerapatan bambu dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar Benda Uji Pendahuluan Kadar Air dan Kerapatan Bambu

71 Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengujian ini bertujuan untuk mengamati besarnya beban (P) maksimum atau beban pada saat beton hancur dengan menggunakan alat uji kuat tekan (Compression Testing Machine). Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM 39 atau yang disyaratkan PBI Pada pengujian kuat tekan beton, benda uji diberi beban (P) dari atas perlahan-lahan sampai beton tersebut hancur, proses pembebanan dan alat uji kuat tekan (CTM) dapat dilihat pada Gambar : Gambar Pembebanan benda uji pada pengujian kuat tekan Gambar Alat Uji Kuat Tekan (Compression Testing Machine)

72 56 Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton adalah sebagai berikut : a. Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji. b. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan (CTM). c. Mengatur jarum Compression Testing Machine tepat pada posisi nol. d. Menyalakan Compression Testing Machine kemudian membaca jarum penunjuk beban sampai silinder beton hancur. e. Mencatat besarnya nilai beban tekan maksimum yang kemudian digunakan untuk menghitung nilai kuat tekan silinder beton Pembuatan Benda Uji Dalam penelitian ini, dibuat balok beton bertulang dengan ukuran P = 170 cm, L = 10 cm, T = 15 cm. Dengan perincian dalam satu kali pencampuran/pengadukan dibuat satu buah balok beton bertulang. Ditanam bambu Wulung polos pipih dengan dimensi P = 1500 mm, L = 15 mm dan T = 5,2 mm (setara dengan tulangan diameter 10 mm) di tengahnya dengan panjang penanaman 150 cm. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan benda uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menyiapkan bambu Wulung dengan ketebalan ± 6 mm. Gambar Bambu Wulung dan Pemotongan Bambu b. Bambu yang dipakai adalah bagian kulitnya dengan ketebalan 30% dari ketebalan total. Kemudian bambu dipotong berbilah-bilah.

73 57 Gambar Pembuatan Tulangan Bambu c. Tulangan bambu dibentuk pipih dengan dimensi P = 1500 mm, L = 15 mm dan T = 5,2 mm (setara dengan tulangan diameter 10 mm). Gambar Perangkaian Tulangan d. Meletakkan bambu kedalam cetakan balok. Gambar Memasukan Tulangan Kedalam Begisting

74 58 e. Proses pencampuran dan pengadukan beton dilakukan dengan mollen. Gambar Pengadukan Beton Bengan Mollen f. Untuk mengetahui kelecakan adukan beton, maka dilakukan pengukuran slump dengan kerucut Abrams. Pelaksanaan pengujian slump dilakukan dengan cara kerucut didesak pada penyokong kakinya sambil diisi adukan beton. Dibuat tiga lapis adukan dan tiap lapis ditumbuk sebanyak 25 kali, bagian atas kerucut Abrams adukan diratakan dan didiamkan selama 0,5 menit, lalu kerucut Abrams diangkat perlahan-lahan dengan tegak lurus dan diletakkan di samping adukan tadi dan diukur antara puncak kerucut dengan puncak adukan beton yang telah mengalami penurunan akibat terangkatnya kerucut Abrams, selisih tinggi tersebut dinamakan sebagai nilai slump. Proses pengujian nilai slump dapat dilihat pada Gambar 3.29 : Gambar Pengujian Nilai Slump g. Setelah nilai slump sesuai dengan rencana, adukan dimasukkan dalam bekisting balok beton bertulang dan balok beton tanpa tulangan yang telah dipersiapkan. Adukan beton dimasukkan dengan berlapis dan tiap

75 59 lapis ditumbuk dengan vibrator sampai padat. Kemudian sisi bekisting diketuk- ketuk dengan palu sehingga terjadi pemadatan yang sempurna dan gelembung udara yang terperangkap akan keluar. Permukaan adukan diratakan dengan sendok semen. Adukan yang telah dicetak didiamkan dan diletakkan ditempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari. Proses pembuatan benda uji dapat dilihat pada Gambar : Gambar Pengecoran Balok h. Begisting atau cetakan pada umur 27 hari Perawatan (Curing) Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton segar selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar proses reaksi hidrasi berlangsung dengan sempurna sehingga timbulnya retak-retak dapat dihindarkan dan mutu beton dapat terjamin. Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji pada hari kedua selama 7 hari di dalam air. Kemudian dikeluarkan dari air dan ditutup dengan karung goni dan setiap harinya disiram air. Perawatan ini dilakukan hingga benda uji berumur 21 hari. Kemudian beton diangin-anginkan hingga waktu dilakukan pengujian terhadap benda uji yaitu pada umur 28 hari.

76 60 Gambar Perawatan Benda Uji Balok Bertulang Pengujian Kuat Lentur Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui nilai kuat lentur beton pada benda uji berupa balok beton bertulang. Pengujian ini dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Alat yang digunakan adalah loading frame dan alat pembagi gaya menjadi 2 gaya sama besar. a. Tahap Persiapan Pengujian Tahap persiapan ini disebut juga tahap setting alat. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : 1. Menyesuaikan ketinggian Loading Frame dengan menggeser Frame yang melintang ke atas/bawah sesuai lubang baut yang tersedia. 2. Memasang perletakan sendi pada dasar Frame yang jaraknya disesuaikan dengan panjang balok beton bertulang. 3. Memasang Hidraulic Jack pada Frame bagian atas dan menghadap ke bawah. 4. Balok uji yang telah dicat diangkat menggunakan tali baja/dadung dan dikaitkan pada Crane kemudian beban diletakkan diatas perletakan sendi. Gambar Memasang Balok Pada Perletakan

77 61 5. Menggambar garis kotak-kotak pada sisi kanan dan kiri bagian badan balok untuk menggambar pola retak beton. Gambar Menggambar Garis Kotak-kotak Untuk Mengetahui Pola Retak Beton 6. Memasang pendistribusian beban melintang di atas balok beton bertulang dan disesuaikan dengan jarak pendistribusian beban yang direncanakan yaitu 0,5 m. Alat pembagi beban dapat dilihat pada Gambar : Gambar Pembagi Beban 7. Setelah balok beton bertulang dalam posisi seimbang kemudian dipasang Load Cell diantara Hydraulic Jack dan batang pendistribusian beban. Pemasangan load cell dapat dilihat pada Gambar : Gambar Pemasangan Load Cell

78 62 8. Memasang Dial Gauge di bagian bawah balok uji pada bagian dibawah beban sebelah kanan dan kiri serta tengah bentang kemudian jarum disetel pada posisi angka 0. Gambar Pemasangan Dial Gauge di Bagian Bawah Balok Uji 9. Menghubungkan kabel Load Cell ke Tranducer. 10. Menghubungkan kabel Power Supply Tranducer ke Trafo 110 Volt. Pemasangan kabel power supply dapat dilihat pada Gambar : Gambar Pemasangan Kabel Power Supply Tranducer ke Trafo 11. Menghidupkan Trafo sehingga pada Tranducer muncul angka. Alat tranducer dapat dilihat pada Gambar 3.38 : Gambar Tranducer

79 Memompa Hidraulic pump perlahan-lahan sehingga terbaca suatu angka pada Tranducter. Alat Hidaraulic pump dapat dilihat pada Gambar : Gambar Hidraulic Pump b. Tahap Pelaksanaan Pengujian Langkah-langkah pelaksanaan pengujian kuat lentur adalah sebagai berikut : 1) Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dan dinaikkan perlahanlahan pada interval pembebanan 50 kg dengan menggunakan hydraulic jack dan tranducer. Setiap kenaikan pembebanan, dilakukan pembacaan dial gauge untuk mengetahui penurunan yang terjadi. Setelah alat-alat pengujian lengkap, dilakukan Setting Up pengujian untuk kuat Lentur. Proses ini dapat dilihat pada Gambar : Gambar Pengujian Kuat Lentur 2) Mengamati adanaya retak pertama yang muncul, kemudian setelah ada retak digambar dengan spidol dan ditulis nomor

80 64 pembebanannya, demikian juga untuk retakan selanjutnya. Proses ini dapat dilihat pada Gambar : Gambar Kondisi Retakan Pertama 3) Melanjutkan penambahan beban hingga mencapai beban maksimal yaitu ditandai dengan terjadinya keruntuhan dan angka pada tranducer mengalami dua kali penurunan dan menghentikan pembebanan. Pada kondisi ini balok mengalami retak dan hancur, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.42 : Gambar Kondisi Balok Beton Sudah Runtuh

81 BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Material Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, dan gradasi agregat halus. Hasil pengujian agregat halus adalah sebagai berikut : a. Kadar Lumpur dalam Pasir Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Pada Pasir Seberat 100 Gram. Simbol Keterangan Berat (gr) G 0 Pasir sebelum dicuci (kering C, 24 jam) 100 G 1 Pasir setelah dicuci (kering C, 24 jam) 88 G 0 - G 1 Selisih pasir sebelum dan setelah dicuci 12 G0 - G1 Persentase kandungan lumpur = 100% G Kadar lumpur = 100% = 12% 100 Kandungan lumpur dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 5% (PBI 1971) pasal 3.3 ayat 3, berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kandungan lumpur dalam pasir adalah 13 %, sehingga pasir tidak layak digunakan sebagai agregat halus, sehingga harus dicuci. commit 65 to user

82 66 b. Kandungan Zat Organik Tabel 4.2. Tabel Perubahan Warna Warna Larutan Persentase (%) Jernih 0% Kuning muda 0% - 10% Kuning tua 10% - 20% Kuning kemerahan 20% - 30% Coklat kemerahan 30% - 50% Coklat tua 50% - 100% Sumber : Prof. Ir. Rooseno Agregat halus yang mengandung bahan organik dapat dipakai, asal kekuatan tekan pada umur 7 hari dan 28 hari tidak kurang dari 95 % dari kekuatan adukan yang sama tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3 % yang kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur yang sama atau penurunan yang diperbolehkan maksimum 5 % (PBI 1971). Warna larutan hasil pengamatan adalah kuning tua. Hal ini menunjukkan bahwa pasir mengandung zat organik (10% - 20%). Oleh karena itu pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. c. Specific Grafity Tabel 4.3. Hasil Pengujian Specific Gravity Agregat Halus Simbol Keterangan Berat (gr) a Pasir kondisi SSD 500 b Pasir kering oven 496 c Berat volumetric flash + air 715 d Berat volumetric flash + pasir + air 1020

83 67 Bulk Specific Grafity = Bulk Specific Gravity SSD = A B+ D- C = 496 = 2,54Kg / cm ³ D B+ D- C = 500 = 2,56Kg / cm ³ Apparent Specific Grafity = A 496 = = 2,60Kg / cm³ B+ A- C D - A Absorbtion = x 100% = x 100% = 0,81 % A 496 Menurut ASTM C syarat Bulk Specific Gravity SSD antara 2,5-2,7 maka pasir memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai agregat halus. d. Gradasi Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus Serta Persyaratan Batas Dari ASTM C 33 Diameter Berat tertahan Berat lolos ASTM No ayakan Berat % Komulatif Komulatif C 136 (mm) (gram) (%) (%) 1 9, , , , , , , Pan Total Berat awal pasir (a) Berat pasir setelah diayak (b) = 3000 gr = 2975 gr Prosentase yang hilang = 100% = 100% = 0,833% < 1%

84 68 Modulus halus butir = = å %. = % 120 GRAFIK GRADASI AGREGAT HALUS 100 Komulatif Lolos (%) Hasil Pengujian Batas Bawah Batas Atas 0 Pan Diameter Ayakan (mm) Gambar Grafik Gradasi Agregat Halus Syarat : Modulus halus agregat halus berkisar antara (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996). Analisis : Dari hasil perhitungan, modulus kehalusan pasir sebesar % sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat halus pasir. Modulus halus dan gradasi dari agregat halus berada diantara batas maksimum dan minimum. Hal ini menandakan bahwa agregat halus yang digunakan telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan ASTM C Hasil Pengujian Agregat Kasar Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi)

85 69 dan gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3, sedangkan Tabel 4.4. Menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga dapat diketahui gradasinya. Perhitungan serta data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran Tabel 4.5. Hasil Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar Simbol Keterangan Berat (gr) A Kerikil kering oven 3000 B Berat kerikil kondisi SSD 3080 C Berat agregat dalam air 1935 Bulk Spesific Gravity = = = 2,62 Kg / cm³ Bulk Spesific Gravity SSD = = = 2,69Kg / cm³ Apparent Specific Gravity = = = 2,82Kg / cm³ Absorbsion = 100% = 100% = 2.67 % Tabel 4.6. Hasil Pengujian Abrasi Agregat Kasar Simbol Keterangan Berat (gr) a Berat kerikil kering oven mula-mula 5000 b Sisa kerikil kering oven diatas ayakan 2, Prosentase yang hilang = 100% = 100% = % Syarat : Kehilangan berat tidak boleh lebih dari 50 % (PBBI 1971 pasal 3.4 ayat 5)

86 70 Analisis : Abrasi (keausan) yang terjadi adalah % sehingga memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu kurang dari 50 %. Tabel 4.7. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar Diameter Berat tertahan Berat lolos ASTM No ayakan Berat % Komulatif Komulatif C 136 (mm) (gram) (%) (%) , , , , , , , , Pan Total Berat awal pasir (a) = 3000 gr Berat pasir setelah diayak (b) = 2984 gr Prosentase yang hilang = 100% = 100% = 0,533 % Modulus halus butir = = å % å %. å % = %

87 71 GRAFIK GRADASI AGREGAT KASAR Komulatif Lolos (%) Hasil Pengujian Batas Bawah Batas Atas 0 2,36 4,75 12, Diameter Ayakan (mm) Gambar Grafik Gradasi Agreagat Kasar Syarat : Modulus halus agregat kasar berkisar antara 5 8 (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996). Analisis : Dari hasil perhitungan, modulus kehalusan agregat kasar sebesar % sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat kasar. Modulus halus dan gradasi dari agregat kasar berada diantara batas maksimum dan minimum. Hal ini menandakan bahwa agregat kasar yang digunakan telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan ASTM C Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan dan Bambu Wulung Polos. Untuk mengetahui kualitas tulangan yang terpasang dalam benda uji balok beton dilakukan uji kuat tarik baja dan bambu Wulung polos. Uji tarik dilakukan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengujian dengan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine). Hasil Pengujian didapat gaya leleh (P). Contoh perhitungan tulangan diameter 10 mm.

88 72 Diperoleh data sebagai berikut : Gaya ada kondisi leleh : 3000 kgf = 29430N Luas penampang :. =. 10 = 78,5 Maka tegangan lelehnya : = = ,5 = 374,90446 Hasil selengkapnya uji kuat tarik baja tulangan dan bambu Wulung polos ditunjukan pada Tabel 4.8 dan 4.10 berikut: Tabel 4.8. Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja (P maks ) Kode Benda Uji Ukuran Penampang Diameter Luas Penampang Panjang (mm 2 ) Beban Maks (kgf) (N) Hasil Kuat Tarik Rata-rata (mm) (mm) (mm) (3.14*r 2 ) (MPa) (MPa) Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kuat Tarik Baja (P leleh ) Kode Benda Uji Ukuran Penampang Luas Penampang Beban Leleh Kuat Tarik Jarijari Jarijari Diameter Panjang (mm 2 ) Hasil Rata-rata (kgf) (N) (mm) (mm) (mm) (3.14*r 2 ) (MPa) (MPa)

89 73 Tabel Hasil Pengujian Kuat Tarik Bambu Wulung. Kode Benda Uji Ukuran Penampang Luas Penampang Beban Maks Kuat Tarik Tebal Lebar Panjang (mm 2 ) Hasil Rata-rata (kgf) (N) (mm) (mm) (mm) (T*L) (MPa) (MPa) ,8 175, ,5 179, ,1 179, ,9 182, ,4 166, , Rencana Campuran Adukan Beton Dari perhitungan rencana campuran (mix design) adukan beton dengan mengacu pada SK SNI T diperoleh kebutuhan bahan untuk 1 m 3 beton sebagai berikut : a. Air = 225 liter b. Semen = 409,09 kg c. Pasir = 676,36 kg d. Kerikil = 1014,55 kg Total material yang dibutuhkan untuk membuat 6 buah balok beton bertulang dengan ukuran 150mm x 100mm x 1700mm dapat dilihat pada Tabel Tabel Kebutuhan Bahan Untuk Benda Uji kuat Lentur Beton Bertulang Benda Uji Jumlah Total Volume (m 3 ) Air (liter) Semen (kg) Pasir (kg) Kerikil (kg) Baja 3 0, , , , ,6139 Bambu 3 0, , , , ,6139 Total 6 0,153 34,425 62, , ,2278 Pencampuran bahan-bahan dilakukan dengan mollen dengan kapasitas 0,125 m 3, jadi untuk sebuah balok 150mm x 100mm x 1700mm diperlukan 1 kali

90 74 pencampuran. Secara lengkap perhitungan rencana campuran adukan beton atau mix design terdapat pada lampiran B Hasil Pengujian Slump Dari pengujian terhadap campuran adukan beton didapat nilai slump dari campuran tersebut. Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas campuran beton. Nilai slump dari campuran adukan beton pada penelitian ini adalah 12 cm Pengujian Kuat Desak Beton Pengujian dilakukan saat beton berumur 14 hari. Dari pengujian tegangan yang dilakukan dengan alat Compression Testing Machine didapatkan beban maksimum, yaitu pada saat beton hancur menerima beban tersebut (P maks ). Dari data tersebut maka diperoleh tegangan hancur (kuat desak maksimum) beton dengan rumus sebagai berikut: = Dengan: f c P maks = kuat desak beton (MPa) = beban maksimum (N) A = luas penampang beton (mm 2 ) Hasil pengujian kuat desak beton selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.2. berikut:

91 75 Tabel Hasil Pengujian Kuat Desak Beton Normal. Kode Benda Uji Luas Penampang Silinder (mm 2 ) Beban Maks 28 Hari (N) Kuat Tekan (MPa) Kuat Tekan Rerata (MPa) , , ,108 16, , Hasil Pengujian Kuat Lentur dan Analisis Data Pengujian kuat lentur beton terhadap benda uji balok dengan ukuran 100mm x 150mm x 1700mm dilakukan pada umur 28 hari. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.13 untuk balok bertulangan baja dan pada tabel 4.14 untuk balok bertulangan bambu Wulung polos. Tabel Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulangan Baja Kode Beban Saat Retak Pertama (N) Beban Maksimum (N) Posisi Runtuh BJ /3 bentang tengah BJ /3 bentang tengah BJ ,8 1/3 bentang tengah Tabel Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulangan Bambu Kode Wulung Polos. Beban Saat Retak Pertama (N) Beban Maksimum (N) Posisi Runtuh BB /3 bentang tengah BB2 5591,7 5591,7 1/3 bentang tengah BB3 3727,8 3727,8 1/3 bentang tengah Pada pengujian kuat lentur juga diperoleh data mengenai besarnya lendutan yang terjadi pada balok. Data beban dan lendutan saat retak pertama dapat dilihat pada

92 76 Tabel data beban dan lendutan pada pembebanan maksimum dapat dilihat pada Tabel Tabel Beban dan Lendutan Pada Saat Retak Pertama Beban Saat Retak Lendutan Retak Kode Benda Uji Pertama (N) Pertama (-10-2 mm) BJ ,5 245 BJ BJ BB BB2 5591,7 680 BB3 3727,8 414 Tabel Beban dan Lendutan Pada Pembebanan Maksimum Kode Benda Uji Beban Maksimum (N) Lendutan Maksimum (-10-2 mm) BJ BJ BJ , BB BB2 5591,7 680 BB3 3727,8 414 Dalam pengujian kuat lentur balok bertulang ini menggunakan 3 buah dial gauge yang dipasang pada balok, yaitu: Dial gauge 1 : terletak pada jarak 127,5 mm dari tumpuan sebelah kiri Dial gauge 2 : terletak pada jarak 850 mm dari tumpuan sebelah kiri Dial gauge 3 : terletak pada jarak 42,5 mm dari tumpuan sebelah kiri Untuk mengetahui lebih jelas hubungan beban dengan lendutan yang terjadi pada setiap kenaikan beban dapat dilihat pada Gambar 4. 3, Gambar 4. 4, dan Gambar 4.5. Sedangkan data lendutan tiap balok pada setiap kenaikan pembebanan dapat dilihat pada lampiran C.

93 77 a. Dialgauge 1 (1/3 bentang kiri) 3000 Dial Gauge 1 (1/3 bentang kanan) Beban (kg) Lendutan (mm) baja 1 baja 2 baja 3 wulung 1 wulung 2 wulung 3 Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung Polos Pada Dial Gauge 1. b. Dialgauge 2 (Tengah bentang) 2500 Dial Gauge 2 (bentang tengah) ,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Beban (kg) Lendutan (mm) baja 1 baja 2 baja 3 wulung 1 wulung 2 wulung 3 Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung Polos Pada Dial Gauge 2.

94 78 c. Dial gauge 3 (1/3 bentang kanan) 2500 Dial Gauge 3 ( 1/3 bentang kiri) ,5 0 0,5 1 1,5 2 Beban (kg) Lendutan (mm) baja 1 baja 2 baja 3 wulung 1 wulung 2 wulung 3 Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Lendutan Antara Balok Bertulangan Baja dan Bambu Wulung Polos Pada Dial Gauge Perhitungan Kapasitas lentur Hasil Pengujian Perhitungan kapasitas lentur ini menggunakan konsep statika dimana simple beam dibebani dengan beban merata dan beban terpusat sebesar P/2 pada sepertiga bentangnya. Dari perhitungan ini kita dapat mengetahui momen maksimal yang terjadi. P P /2 P /2 q A C 6 66,6 7 m m 6 6 6,6 7 m m 6 66,6 7 m m D B A + C D - B Bidang D A + B Bidang M M c M m ax M d Gambar 4.6. Rencana Pengujian Balok Uji dan Diagram Gayanya Reaksi Tumpuan

95 79 = 0 = = = = = Momen = = = = Pengujian Kapasitas Lentur (Mn) Hasil Pengujian a. Sampel balok dengan tulangan baja Data : Gaya (P) = 2400 kg = N L = 1500 mm b = 100 mm h = 150 mm q = 0,10 x 0,15 x 2,4 = 0,36 t/m = 0,3531 N/mm

96 80 Maka : = = , = ,37 = 0, Hasil perhitungan kapasitas lentur balok bertulangan baja selengkapnya ditunjukan pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Kapasitas Lentur Balok Bertulangan Baja No Kode Pmax Mn Benda Uji (ton) (ton-m) BJ1 2,4 0, BJ2 2,13 0, BJ3 1,98 0, Rata-rata 0, b. Sampel balok dengan tulangan bambu Wulung polos Contoh Perhitungan: Gaya (P) = 500 kg = 4905 N L = 1500 mm b = 100 mm h = 150 mm q = 0,10 x 0,15 x 0,5 = 0,0075 t/m = 0,07355 N/mm Maka : =

97 81 = , = ,93 = 0, Hasil perhitungan kapasitas lentur balok dengan tulangan bambu Wulung polos selengkapnya ditunjukkan pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Kapasitas Lentur Balok Bertulangan Bambu Wulung Polos. No 1 Kode Pmax Mn Benda Uji (ton) (ton-m) BB1 0,5 0, BB2 0,57 0, BB3 0,38 0, Rata-rata 0, Dalam teori elastisitas, kekakuan sebanding dengan M/ Nilai perbandingan M/ ini dapat digunakan untuk membandingkan sifat material satu dengan lainnya dalam resistensinya melawan lendutan saat menerima beban. Dari grafik hubungan momen dan lendutan, masing-masing variasi benda uji dapat dihitung nilai kekakuannya. Nilai kekakuan benda uji disajikan dalam Tabel berikut: Tabel Hasil Perhitungan Kekakuan Benda Uji Kode Benda Uji Lendutan (m) Momen (ton-m) M/ M/ BJ BJ BJ BB BB ,950 BB

98 Analisis Tampang Kuat Lentur Balok Beton Bertulang 1. Balok Tulangan Baja 150 mm 2Ø10 0,03 As 0,85 f'c a Cc Ts a/2 garis netral d-a/2 100 mm Data : b= 100 mm; h = 150 mm d= = 130mm dimana : 15 mm adalah selimut beton bagian bawah di hitung dari bagian terluar balok menuju bagian terluar tulangan 5 mm adalah jari-jari tulangan fc = 16,411 MPa (Hasil Pengujian Lab) fy = 267,932 MPa (Hasil Pengujian Lab) Menurut SNI halaman 70, menetapkan nilai 30 MPa < fc < 50 MPa.... = 0.85 direduksi 0,05 dari setiap kelebihan 7 MPa diatas 30 MPa tetapi tidak boleh melebihi 0,65 1 = 0,85 0,05 =0,80 0,003 Cb = x130 = 89, 925 mm 267,932 0,003 + ( ) 5 2 x10 Luas tulangan : 0,25* 3,14*10 2 = 78,5 mm 2 Tulangan As=2*78,5 = 157 mm 2

99 83 = As bd 157 = 100 x130 = 0, 0121 Check tulangan minimum : 1,4 1,4 = = fy 267,932 min = 0, Check tulangan maksimum : b b b 0,85 xfc' = fy 0,85 x16,411 æ 600 ö = x0,80 xç 267,932 è ,932ø = max max = 0,75 x b = 0,02159 æ 600 ö ç è 600+ fyø 1 < max ( ok) Menghitung Mn : ( Asxfy ) a= 0,85 xfcb ' (157 x267,932) a= 0,85 x16,411 x100 = 30,155 mm Mn = Mn Mn Mn Mn = ( Asxfy )( d - a ) ( 157 x 267,932) = = 0, x10 = 0, çæ ,155 è 2 Nmm 7 tonm Nmm ö ø

100 84 2. Balok Tulangan Bambu Wulung Polos. 0,03 0,85 f'c a Cc a/2 garis netral 150 mm 2Ø10 As Ts d-a/2 100 mm Data : b= 100 mm; h = 150 mm d= ,6= 132,4 mm dimana : 15 mm adalah selimut beton bagian bawah di hitung dari bagian terluar balok menuju bagian terluar tulangan 5 mm adalah jari-jari tulangan fc = 16,411 Mpa (Hasil Pengujian Lab) fy = 182,727 Mpa (Hasil Pengujian Lab) Menurut SNI halaman 70, menetapkan nilai 30 MPa < fc < 50 MPa.... = 0.85 direduksi 0,05 dari setiap kelebihan 7 MPa diatas 30 MPa tetapi tidak boleh melebihi 0,65 0,003 Cb= x132,4 = 24, 794mm 182,727 0,003+ ( ) 5 2 x10 Luas tulangan : 15*5,2 = 78 mm 2 Untuk fc <30 MPa, maka 1 = 0,85 Tulangan As=2*78 = 156 mm 2

101 85 As 156 = = = 0, bd 100x132,4 Check tulangan minimum : 1,4 1,4 = = fy 182,727 min = Check tulangan maksimum : b b b max max 0,85xfc' = fy = 0,75x 1 = 0, æ 600 ö ç è 600+ fyø 0, ,85x16,411 æ 600 ö = x0,85xç 182,727 è ,727ø = 0, b < ( ok max ) Menghitung Mn : ( Asxfy ) a= 0,85 xfcb ' (157x182,727) a= = 20,565mm 0,85 x16,411 x100 ( Asxfy)( d- a ) Mn= 2 Mn= ( 156x182,727) çæ 132,4-20,565 2 ö è ø Mn= ,50 Nmm 7 Mn= 0, x10 Nmm Mn= 0,34810 tonm

102 86 Tabel Perbandingan Momen Pada Balok Hasil Analisis dan Pengujian Momen Hasil Benda Uji Analisis (ton-m) Momen Hasil Pengujian (ton-m) Beton Tulangan Baja 0, ,571 Beton Tulangan Bambu 0, , Pembahasan Kuat Tarik Tulangan Dari hasil pengujian baja tulangan diperoleh tegangan lelehnya sebesar 267,931 MPa. Sedangkan pada bambu Wulung polos tegangan lelehnya sebesar 182,727 MPa. Nilai ini sebesar 68,20% jika dibanding dengan kuat tarik baja. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Morisco (1999) terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini karena dalam penelitian ini bambu yang akan digunakan untuk tulangan tidak diberikan treatment khusus. Selain itu dalam selang waktu antara pembuatan dan pengujian sangat mungkin terjadi susut sehingga hal ini akan mengurangi kualitas bambu. Mengingat bambu adalah bahan alami yang bersifat higroskopis dan rentan terhadap kerusakan. Treatment yang dapat diberikan pada bambu dapat dibagi menjadi: non-kimia (tradisional) dan kimia. Metode non-kimia (tradisional) telah digunakan sejak lama di daerah pedesaan. Kelebihan metode ini yaitu: tidak membutuhkan biaya dan dapat dilakukan sendiri tanpa penggunaan alat-alat khusus. Metode non-kimia, misalnya: curing, pengasapan, pelaburan, perendaman dalam air dan perebusan. Metode pengawetan secara kimia biasanya menggunakan bahan pengawet. Bahan pengawet yang terkenal adalah Copper-Chrrome-Arsenic (CCA). Metode kimia relatif mahal tetapi menghasilkan perlindungan yang lebih baik. Keberhasilan metode ini sangat tergantung pada ketepatan konsentrasi larutan pengawet yang diberikan. Metode kimia misalnya: metode Butt Treatment, metode tangki terbuka, metode Boucherie, dan fumigasi (dengan senyawa metil-bromida).

103 Kuat Lentur Balok Beton Bertulang a. Balok beton dengan tulangan baja Pada pengujian balok beton dengan tulangan baja, beton runtuh pada beban maksimum 2400 kg. Dan lendutan maksimum yang terjadi yaitu 4162 mm. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya pembacaan beban pada tranducer. Lendutan maksimum terjadi pada dial gauge 2, yaitu pada jarak 850 mm dari tumpuan dan terjadi pada tengah bentang atau momen maksimum. Hal ini bisa terjadi karena balok beton homogen, sehingga kepadatan beton di daerah tepi tersebut baik sehingga lendutan lebih besar. Pada pengujian ini, retak yang terjadi pada balok berada 1/3 bentang tengah balok, dan balok tersebut dapat dikatakan retak lentur, sehingga pada pengujian ini retak yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan yaitu berada di 1/3 bentang tengah balok. Retak pertama terjadi pada beban 1050 kg. Secara analisis, momen nominal pada balok normal ini lebih rendah, yaitu 0,54684 ton-m bila dibandingkan dengan hasil pengujian balok tersebut yaitu rata-rata sebesar 0,571 ton-m. Ini berarti beban yang dipikul balok secara analisis lebih kecil bila dibandingkan dengan pengujian di Laboratorium karena dalam menganalisis suatu penampang beton bertulang sudah memperhitungkan faktor reduksi kekuatan. b. Balok beton dengan tulangan bambu Wulung polos Pada pengujian ini, retak yang terjadi pada balok berada diantara 1/3 bentang tengah balok, dan balok tersebut dapat dikatakan retak lentur. Beban saat retak pertama sama dengan beban maksimal yaitu 500 kg. Hal ini karena bambu bersifat getas sehingga tidak dapat melendut terlalu besar. Lendutan maksimum yang terjadi terletak pada tengah bentang dan lebih rendah bila dibandingkan dengan beton dengan tulangan baja yaitu 2,1 mm. Secara analisis, momen nominal pada balok dengan tulangan bambu Wulung polos ini lebih rendah, yaitu 0,37741 ton-m bila dibandingkan dengan hasil pengujian balok tersebut yaitu rata-rata sebesar 0,273 ton-m.

104 Pola Retak balok Beton Bertulang Pola retak saat kondisi runtuh yang ingin dicapai yaitu terjadi retak pada daerah 1/3 bentang tengah dari balok. Pengujian pola retak balok beton tulangan baja dan balok beton tulangan bambu Wulung polos ini menghasilkan pola retak yang relatif sama yaitu pada bagian 1/3 bentang tengah sehingga dapat dikatakan bahwa retak yang terjadi termasuk retak lentur. Retak maksimal yang terjadi yaitu pada 1/3 bentang tengah dan menuju beban yang bekerja. Pola retak hasil pengujian balok beton tulangan baja dan balok beton tulangan bambu Wulung polos dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. a. Pola Retak Balok Beton Tulangan Baja 1) Balok Baja 1 Side A (sebelah timur) Side B (sebelah barat) 2) Balok Baja 2 Side A (sebelah timur) Side B (sebelah barat)

105 89 3) Balok Baja 3 Side A (sebelah timur) Side B (sebelah barat) Gambar Pola Retak Balok Beton Normal b. Pola Retak Balok Beton Bertulangan Bambu Wulung Polos 1) Balok bambu 1 Side A (sebelah timur) Side B (sebelah barat) 2) Balok Bambu 2 Side A (sebelah timur)

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dalam perancangan beton bertulang dengan variasi panjang sambungan lewatan. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu dengan melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil yang menunjukkan hubungan antara

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus atau pasir yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana. Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret.

SKRIPSI. Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana. Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. KAJIAN KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU WULUNG DENGAN TAKIKAN SEJAJAR Study of Flexural Capacity of Concrete Beams with Reinforcement Wulung Bamboo with Parallel Notches SKRIPSI Disusun Sebagai

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN Devi Nuralinah Dosen / Teknik Sipil / Fakultas Teknik / Universitas Brawijaya Malang Jl. MT Haryono 167, Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodelogi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium. Pengujian dilakukan untuk menguji perbandingan kuat lekat bambu petung bertakikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 24 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium. Eksperimen pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas lentur balok beton

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Upaya peningkatan kualitas beton terus dilakukan dari waktu ke waktu, untuk mencapai kekuatan yang paling maksimal. Upaya ini terbukti dari munculnya berbagai penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL Suci Indah Suryani 1), Agus Setiya Budi 2), Sunarmasto 3) 1) Mahasiswa Program S1 Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret 2) 3) Pengajar Program Studi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semen Semen adalah bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai pengikat butiran agregat dan mengisi ruang antar

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK. TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON Hendra Purnomo Alumni Jurusan Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI JUDUL i PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii ABSTRAK iv ABSTRACT v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xvii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Opak Sungai Opak atau kali opak adalah nama sungai yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SERABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN (Sahrudin - Nadia) PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON oleh: Sahrudin Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS Diajukan Kepada Program Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Beton merupakan campuran antara semen, agregat, air, dan kadangkadang memakai bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuat Geser Balok Bentang geser pada balok beton tanpa tulangan geser terjadi di daerah sepanjang kurang lebih tiga kali tinggi efektif balok. Retak akibat tarik diagonal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah balok dengan ukuran panjang 300 cm, tinggi 27 cm dan lebar 15 cm. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah beton

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton diartikan sebagai campuran semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Penggunaan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR.

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR. PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I ( Kajian Eksperimental) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN JUDUL ENGLISH... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR ISTILAH... xi DAFTAR NOTASI...

Lebih terperinci

KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU PETUNG POLOS SKRIPSI

KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU PETUNG POLOS SKRIPSI KAPASITAS LENTUR PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU PETUNG POLOS (Flexural Capacity of Reinforced Concrete Plate With Plain Petung Bamboo) SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode penelitian adalah langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah, kasus, gejala, issue atau lainnya dengan jalan

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Basuki 1, Aris Widanarko 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional

Lebih terperinci

KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 15 CM

KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 15 CM KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 5 CM Alsenda Kemal Pasa ), Agus Setiya Budi 2), Edy Purwanto 3) ) Mahasiswa Program S Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan merupakan pengujian yang dilaksanakan untuk mengetahui karateristik material yang akan digunakan pada saat penelitian.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN BAB V HASIL PEMBAHASAN A. Umum Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, dalam pelaksanaan eksperimen

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK Stevie Andrean M. D. J. Sumajouw, Reky S. Windah Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:stevee.pai@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau kerikil) dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT LEKAT DAN KUAT LENTUR BALOK BERTULANGAN BAMBU ORI PADA BETON NORMAL SKRIPSI

KAJIAN KUAT LEKAT DAN KUAT LENTUR BALOK BERTULANGAN BAMBU ORI PADA BETON NORMAL SKRIPSI KAJIAN KUAT LEKAT DAN KUAT LENTUR BALOK BERTULANGAN BAMBU ORI PADA BETON NORMAL Study of Bond Strength and Flexural Strength of Ori Bamboo Reinforcement Beams in Normal Concrete SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR Regina Deisi Grasye Porajow M. D. J. Sumajouw, R. Pandaleke Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 5 CM

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 5 CM KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 5 CM Bagus Zaki Baridwan 1), Agus Setiya Budi 2), Sugiyarto 3) 1) Mahasiswa Program S1 Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK

PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK PEMANFAATAN BAMBU DAN KARET TALI TIMBA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TULANGAN BAJA PADA PELAT BETON PRA CETAK Basuki 1, David Nur Nugroho 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG Denny 1,Jonathan 2 dan Handoko 3 ABSTRAK : Dalam dunia konstruksi, balok beton bertulang adalah barang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton merupakan hasil pencampuran portland cement, air, dan agregat. Terkadang ditambah menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu,

Lebih terperinci

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error! DAFTAR ISI JUDUL... i PERSETUJUAN... ii LEMBAR PLAGIASI...iii ABSTRAK...iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR NOTASI...xvi BAB I PENDAHULUAN... Error!

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium. Eksperimen pengujian dilakukan untuk mengetahui kapasitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Dengan semakin banyaknya pemakaian bahan alternatif untuk beton, maka penelitian yang bertujuan untuk membuka wawasan tentang hal tersebut sangat dibutuhkan, terutama penggunaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON 1. PENDAHULUAN Beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya, telah digunakan sebagai bahan bangunan sejak zaman dahulu Penggunaan beton bertulangan dengan lebih intensif baru dimulai pada awal abad

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa padat.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Beton berdasarkan SNI-03-2847-2007 didefinisikan sebagai campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah komposit yang terbentuk dari beberapa bahan batuan dan direkalkan oleh bahanjkat. Beton dibentuk dari pasir (agregat halus), kerikil (agregat kasar), dan ditambah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Batako 3.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini terbukti dari semakin meningkatnya jumlah individu di Indonesia serta semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Beton merupakan bahan yang tersusun dari semen (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air,dan bahan tambah (admixture atau additive). Pada umumnya, beton mengandung

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR Oleh : Garnasih Tunjung Arum 09510134004 ABSTRAK Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus

Lebih terperinci

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011 21 Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana Hery Suroso & Aris widodo Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bambu 2.1.1.1. Umum Bambu merupakan bahan konstruksi yang banyak dimanfaatkan sebagai komponen bangunan. Bambu dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Material Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Menurut Tjokrodimuljo (2007), beton adalah campuran antara semen portland, agregat kasar, agregat halus, air dan terkadang ditambahkan dengan menggunakan bahan tambah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON Oleh : Soeparno dan Didiek Purwadi *) Abstrak : Dalam pembangunan fisik infrastruktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah: BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Agregat kasar ringan dari limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PS BALL SEBAGAI PENGGANTI PASIR TERHADAP KUAT LENTUR BETON

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PS BALL SEBAGAI PENGGANTI PASIR TERHADAP KUAT LENTUR BETON STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PS BALL SEBAGAI PENGGANTI PASIR TERHADAP KUAT LENTUR BETON Prasthi Aldri Pratiwi NRP:1021009 Pembimbing: Ronald Simatupang, S.T., M.T. ABSTRAK Saat ini pemanasan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pengujian Agregat Hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang telah diperoleh sesuai dengan tinjauan peneliti akan disajikan pada bab ini. Sedangkan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan **

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT LENTUR PANEL PELAT BETON RINGAN PRACETAK BERONGGA DENGAN PENAMBAHAN SILICA FUME

PENGUJIAN KUAT LENTUR PANEL PELAT BETON RINGAN PRACETAK BERONGGA DENGAN PENAMBAHAN SILICA FUME PENGUJIAN KUAT LENTUR PANEL PELAT BETON RINGAN PRACETAK BERONGGA DENGAN PENAMBAHAN SILICA FUME Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton sebagai salah satu bahan utama yang digunakan dalam bidang konstruksi mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Beton adalah campuran antara semen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Beton Menurut SNI 2847:2013, beton adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (admixture).

Lebih terperinci

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan RABID LANDASAN TEORI 3.1 Umum Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan agregat pada perbandingan tertentu.

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 9 BAB III LANDASAN TEORI A. Beton 1. Pengertian Beton Beton merupakan salah satu bahan gabungan dari suatu material-material diantaranya semen Portland, agregat (agregat kasar dan agregat halus), dan air.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERSEMBAHAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERSEMBAHAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii KATA PENGANTAR iv PERSEMBAHAN v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI xv ABSTRAK xvii

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange L. 1 PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR Hasil penelitian : No Jenis Bahan Volume (cc) Volume Total (cc) Warna Larutan yang terjadi 1 Pasir 130 200 Nomor 2 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

Lebih terperinci