Bakteri Koliform pada Tempe Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Selama Masa Penyimpanan SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bakteri Koliform pada Tempe Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Selama Masa Penyimpanan SKRIPSI"

Transkripsi

1 Bakteri Koliform pada Tempe Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Selama Masa Penyimpanan Oleh Albert Oloan Tona as Karwur NIM: SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (Biologi) dari Program Studi Biologi, Fakultas Biologi Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016

2

3

4

5

6

7

8 KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Penulis menyadari adanya kekurangan pada penulisan skripsi ini sehingga masih jauh dari sempurna. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari berkat, semangat, doa, bimbingan, nasihat, dan dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak, baik selama melakukan penelitian maupun di dalam pembuatan skripsi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. Lusiawati Dewi M.Sc., selaku pembimbing skripsi, atas semua bimbingan dan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kiranya Tempe ikan dapat terus berkembang menjadi produk inovasi yang bersaing di pasaran. 2. Drs. Sucahyo, M.Sc., selaku Kaprogdi Biologi Murni, Korbidkem sewaktu masih menjabat sebagai Ketua SMF-FB Periode , serta figur bapak di Fakultas Biologi; untuk semua bimbingan dan bantuan hingga studi saya di Fakultas Biologi dapat terselesaikan. Semua nasihat dan celetukan bapak tidak akan pernah saya lupakan. 3. Papa, Mama, Bang Oscar, Mbak Ros, Bang Raja, Romy, Pretty, Rambo, dan Sena yang telah memberikan banyak dukungan serta doa yang selalu diberikan tiada henti. 4. Maria Charlita Theresia, thanks for your love, care, and spirit. 5. Sahabat semasa perjuangan di Lembaga Kemahasiswaan: CM, Fany, Hendra, Enjel, Ian, Alan, Arron, Richard, Elia, Lamberg, Adi Prasetyo, Anka, Hana, Novena, Gouvana, Sebastian, Ari Wirawan, Dimas, Yaya, Tito, Ateng, Yanuar (yang sudah duluan menikah), Hanif, Daniel Andre, Filia, Ersan, Arief Utomo, Malinton, Beta Ubaya, Timo FTEK, dan semua fungsionaris LK yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu disini; untuk dinamika, proses, dan pelajaran yang telah diberikan hingga boleh menjadi bekal bagi saya dalam pembuatan skripsi. 6. Rekan kerjaku, kawan sependeritaan; Syuhuud Arumbinang Wajdi atas mujizat dan kerja kerasnya dalam melewati studi di Fakultas Biologi hingga boleh lulus bersama.

9 7. Kawan setia pace Antonyus Seh atas fasilitas, doa, dan bantuannya selama pengerjaan skripsi. Tak lupa juga untuk dukungan berupa lagu-lagu dangdut yang memotivasi dalam pengerjaan skripsi. Segala pengalaman dan bantuan yang telah diberikan akan selalu berkesan bagi saya. 8. Mahasiswa Fakultas Biologi Angkatan 2012: Syuhud, Anton, Kartika, Andis, Iky, Vini, Lovely, Dalvi, Ard, Remon, Wawa, Dian, Deppy, Mbok Febi, Zakheus, Metet, Dini, Lin, Adel untuk bantuan, dukungan, dan motivasi selama pengerjaan skripsi. 9. Para laboran (Mbak Nano dan Mas Joko) yang sudah menyediakan bahan dan alat untuk pengerjaan skripsi. Penulis mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Apabila terdapat banyak kesalahan dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Salatiga, 20 September 2016 Albert Oloan Tona as Karwur

10 Abstrak Tempe ikan nila (tekan nila) merupakan inovasi dalam diversifikasi pangan berbasis tempe yang telah diperkenalkan kepada masyarakat. Bahan pembuatan tekan nila ini menggunakan sumber protein hewani berupa ikan nila yang dikombinasikan dengan sumber protein nabati berupa kedelai. Cemaran mengenai koliform pada tempe kedelai telah banyak dilaporkan, namun cemaran tersebut pada tekan nila belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar air terhadap jumlah bakteri koliform selama masa penyimpanan tekan nila. Jumlah bakteri koliform dianalis dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Kadar air tekan nila diamati selama masa simpan selama lima hari. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistika. Kadar air tekan nila selama masa simpan menunjukkan kenaikan, berturut turut sebesar 61,67%, 63,48% dan 69,73% yaitu pada penyimpanan hari ke 1, 3 dan 5. Kadar air yang tinggi pada tekan nila dengan masa simpan 5 hari menunjukkan jumlah bakteri koliform melebihi batas SNI , sedangkan jumlah bakteri koliform tekan nila masa simpan 3 hari masih dibawah ambang batas SNI dan masih aman dikonsumsi. Kata kunci: Tempe kedelai, koliform, ikan nila (Oreochromis niloticus), masa simpan PENDAHULUAN Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup digemari oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat Jawa, yang merupakan hasil fermentasi oleh Rhizopus sp.. Tempe semakin digemari orang bukan hanya karena rasanya yang gurih dan lezat, tetapi juga karena sarat gizi. Produk fermentasi tempe yang berbahan dasar kedelai (Glycine max) diolah dengan bantuan kapang berupa Rhizopus oryzae, Rhyzopus oligosporus Saito, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus arrhizus (Anonim 3, 1982). Tempe kedelai tersusun oleh miselia kapang yang tumbuh dan merekatkan biji-biji kedelai satu sama lain, sehingga membentuk tekstur yang padat. Adanya proses fermentasi yang berlangsung mempengaruhi kondisi fisik maupun kimia dari tempe. Senyawa kompleks akan dihidrolisis melalui proses fermentasi sehingga membentuk senyawa yang lebih sederhana untuk kemudian lebih mudah dicerna tubuh (Pelczar, 2008). Kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram tempe kedelai berupa air 64 gram, protein 18,3 gram, lemak 4 gram, karbohidrat 12,7 gram, abu 1,0 gram, kalsium 129,0 mg dan zat besi 10 mg (Anonim 1, 2005). Jumlah asam lemak bebas yang ada pada kedelai sebesar 1 persen akan meningkat menjadi 30 persen ketika kedelai difermentasikan menjadi tempe (Sukardi dkk., 2008). Kadar protein dalam tempe 18,3 gram per 100 gram tempe merupakan alternatif sumber protein nabati, yang kini semakin popular dalam gaya hidup manusia modern (Kasmidjo, 1990).

11 Selain itu, pada tempe kedelai mengandung beberapa asam amino penting yang dibutuhkan tubuh manusia. Tempe mengandung 8 (delapan) asam amino esensial secara seimbang, yaitu tryptophan, phenilalanin, lysine, treonin, methionine, leusin, isoleusin dan valine (Anonim 1, 2005). Asam amino esensial tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari; sehingga keberadaannya harus selalu ada. Dari segi gizi, tempe menjadi produk makanan yang bermutu dan mudah diolah sehingga menjadi kajian penelitian yang menarik. Seiring perkembangan jaman, sudah banyak dilakukan berbagai penelitian seputar tempe baik secara proses pengolahan, kontrol kualitas, dan juga gizi. Salah satu terobosan terbaru dalam perkembangan tempe adalah tempe ikan. Tempe ikan merupakan produk inovasi yang mengkombinasikan protein nabati dari kedelai dan protein hewani dari ikan dalam satu produk makanan yang digemari masyarakat (Alli, 2004). Dari sebagian jenis pangan hewani yang kaya protein, kekayaan aquakultur dalam sektor pangan di Indonesia cukup besar sebagai negara maritim. Produksi ikan air tawar yang mencapai 46% dari produk akuakultur di Indonesia berdasarkan Gusrina (2008) membuktikan bahwa ikan air tawar menjadi pilihan masyarakat Indonesia. Dari beragam pilihan ikan air tawar, ikan nila memiliki kandungan gizi yang baik bagi tubuh sehingga akan melengkapi satu sama lain dengan kombinasi gizi pada kedelai tempe (Halver, 2002). Ikan nila memiliki kandungan lemak yang rendah, sehingga tidak meningkatkan kadar kolesterol dan tidak berbahaya. Ikan nila juga dikenal rendah kalori dan karbohidrat yang juga didukung adanya kandungan kandungan Omega-6 dan fosfor yang ada dalam ikan nila bermanfaat mencegah dermatitis serta pembentukan tulang dan gigi. Selenium yang ada dalam daging ikan nila bemanfaat untuk mencegah kanker, serangan jantung dan katarak. Kandungan gizi pada ikan nila dilengkapi juga dengan vitamin B 12 bermanfaat untuk membentuk sel darah merah, serta potassium yang berguna mencegah pembentukan batu ginjal dan melancarkan aliran oksigen ke otak. Kekayaan gizi ikan nila menjadikan bahan ikan nila sebagai kombinasi yang cocok untuk dipadukan dengan kedelai sebagai bahan olahan tempe ikan. Pada dasarnya protein hewani dan protein nabati terdiri dari susunan yang sama; yaitu asam amino. Perbedaanya terletak pada kandungan protein nabati yang tidak mengandung kolesterol atau lemak jenuh dibandingkan dengan protein hewani yang pada gilirannya mengurangi risiko tekanan darah tinggi dan penyakit jantung terkait. Protein nabati juga dikemas penuh dengan berbagai macam vitamin dan nutrisi lainnya seperti β- karoten, serat makanan, vitamin C, vitamin E, magnesium, besi, folat dan kalsium daripada protein hewani (Kasmidjo, 1990). Walaupun protein nabati mengandung hampir jumlah yang sama dari nilai protein hewani, asam amino dari protein nabati saja dianggap tidak cukup untuk tubuh manusia. Bahkan kacang kedelai yang dianggap sebagai produk tanaman dengan set hampir lengkap dari protein tanaman memiliki kadar methionine yang

12 sedikit, yang merupakan asam amino esensial yang terdapat dalam protein hewani (Kasmidjo, 1990). Proses pembuatan tempe kedelai diawali dengan pensortiran kedelai, lalu kedelai dimasak dan direndam selama semalam. Kemudian kedelai dicuci, dihilangkan kulit tipisnya, ditiriskan dan diberikan ragi tempe dengan perbandingan tertentu, dikemas dalam wadah plastik atau daun pisang, serta inkubasi (Anonim 2, 1982). Tempe segar hanya dapat disimpan sekitar 2-3 hari dalam suhu ruang atau 5 hari dalam suhu rendah dan kemudian kualitasnya akan menurun. Tempe yang disimpan lebih dari waktu tersebut akan membuat pertumbuhan kapang terhenti dan bakteri pengurai tumbuh, sehingga tempe menjadi busuk (Sukardi dkk., 2008). Pembusukan ditandai dengan adanya pertumbuhan dari kontaminan, sehingga dapat menimbulkan penyakit jika dikonsumsi (Fardiaz, 1989). Pada bahan makanan, ada berbagai macam indikator dalam kebersihan pangan, salah satunya adalah uji koliform (Hatta, 2012). Uji koliform sering dijadikan standar utama kebersihan pangan, karena mengindikasikan adanya kontaminasi bakteri lain yang berpotensi menyebabkan penyakit (Bambang, 2014). Kualitas pangan yang rendah terlihat pada jumlah koliform yang melebihi batas standar sehingga membahayakan konsumen akibat toksin yang dihasilkan (Mujianto, 2013). Kuantitas bakteri koliform yang telah melewati batas standar bisa disebabkan karena faktor sanisitas penyajian produk yang kurang memadai, maupun proses pembuatan yang kurang bersih (Odonkor, 2013). Baik dalam proses pembuatan maupun penyajian produk harus steril dari komponen-komponen lain yang berpotensi mengkontaminasi produk (Sukardi dkk., 2008). Kandungan bakteri koliform yang melebihi batas mengindikasikan adanya mikroorganisme yang bersifat enteropatogenik atau toksigenik bagi kesehatan konsumen (Nurjanah, 2006). Kelompok bakteri koliform meliputi Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii, sehingga keberadaan bakteri-bakteri tersebut juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain seperti, Shigella yang menyebabkan diare hingga muntaber (Antara dkk., 2008). Tempe merupakan produk fermentasi yang mempunyai umur simpan yang singkat yaitu 48 jam dan setelah itu, tempe yang disimpan pada suhu ruang akan mengalami pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi (Kasmidjo, 1990). Sarwono (2002) melaporkan bau busuk pada tempe disebabkan oleh enzim protease yang menguraikan protein menjadi peptida atau asam amino, yang selanjutnya oleh enzim deaminase diuraikan lebih lanjut menghasilkan H 2S, amoniak, metil sulfida, amin, dan senyawasenyawa lain berbau busuk (Oktaviani, 2000). Dalam hal ini, mutu kedelai tempe berbanding lurus dengan semakin lamanya proses pembusukan yang terjadi. Badan Standar Nasional (BSN) membuat standar mutu tempe kedelai untuk konsumsi masyarakat dengan kriteria yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Berikut merupakan standar mutu tempe kedelai berdasarkan SNI :

13 Kriteria Uji Satuan Persyaratan Tekstur - Kompak, jika diiris tetap utuh (tidak mudah rontok) Warna - Putih merata pada seluruh permukaan Bau - Bau khas tempe tanpa adanya bau amoniak Kadar air (b/b) fraksi massa, % maks. 65 Kadar lemak (b/b) fraksi massa, % min. 7 Kadar Protein (N 5,71) fraksi massa, % min.15 (b/b) Kadar serat kasar (b/b) fraksi massa, % maks. 2,5 Cemaran logam Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,25 Timah (Sn) mg/kg maks. 40 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,25 Cemaran mikroba Bakteri coliform APM/g maks. 10 Salmonella sp. - negatif/25 g Tabel 4. Standar Mutu Tempe Kedelai Berdasarkan SNI Dari SNI 3144:2015, diketahui bahwa bakteri koliform yang diperbolehkan adalah maksimum 10 APM/g. Diperlukan analisis standar kualitas pada produk tempe ikan (tekan) nila yang diukur dengan standar bakteri koliform yang telah ditetapkan. Belum ada data sebelumnya mengenai analisis kualitas produk tekan nila 2% dari cemaran bakteri koliform. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data jumlah cemaran koliform pada tekan nila dengan penambahan tepung ikan nila (2%) yang disimpan selama 5 hari, data kadar air dengan masa simpan produk tekan nila, serta rekomendasi masa simpan tekan nila yang aman dikonsumsi dengan acuan cemaran koliform terendah sesuai dengan standar ketentuan SNI agar standar mutu tempe kedelai ikan nila terjaga dan menghindari penyebaran penyakit melalui makanan. BAHAN DAN METODE 1. Pembuatan Tekan Nila Tepung ikan nila dibuat berdasarkan metode Abowei dan Tawari (2011) dan Litaay dan Santoso (2013) yang dimodifikasi. Pembuatan tepung dilakukan dengan tahapan penyeleksian bahan dasar, penggilingan, pengeringan, penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan. Tahap penyeleksian bahan dasar dilakukan dengan memilih Ikan nila yang segar yang kemudian dipisahkan dagingnya saja, kemudian diggiling. Lalu, daging ikan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari, atau dioven dengan suhu 70ᵒC selama 4 jam. Setelah kering, daging ikan digiling kembali hingga halus dan dikemas dalam wadah tertutup untuk disimpan pada wadah yang kering.

14 Proses pembuatan tempe ikan nila menggunakan metode pendek Steinkrause (1965) yang dilakukan dengan merebus kacang kedelai selama 1 jam. Setelah perebusan, kacang kedelai direndam selama 1 malam. Setelah perendaman, kulit kacang dikupas dan dibuang. Kemudian, kedelai dikukus selama 30 menit. Setelah itu kedelai dibiarkan dingin dan diinokulasikan jamur tempe (usar). Kemudian dilakukan pengemasan menggunakan kantong plastik dan diinkubasikan selama 2 hari. Pada proses pembuatan tempe ikan, sebelum dilakukan inokulasi jamur tempe, kedelai dicampurkan dengan tepung ikan nila dengan konsentrasi 2% (w/w). Setelah dicampurkan, kemudian diinokulasikan jamur tempe, dikemas dalam kantong plastik dan diinkubasikan selama 2 hari pada suhu kamar (27-30 C). 2. Pengukuran Kadar Air Tekan Nila Tahapan pengukuran kadar air dilakukan dengan memanaskan cawan yang akan digunakan dalam pengukuran dalam oven pada suhu C selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang sebagai kontrol (A). Kemudian, sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), lalu dioven pada suhu C selama 6 jam dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit untuk kemudian ditimbang (C). Tahapan ini diulangi hingga mencapai bobot yang konstan. Penghitungan kadar air dilakukan berturut-turut dari H-1 sampai H-5 setelah masa inkubasi tempe selama 2 hari. Penghitungan kadar air dilakukan dengan rumus: % Kadar Air = (B - C) : (C - A) x 100 % Keterangan: A : berat cawan kosong dalam satuan gram B : berat cawan + sampel awal dalam satuan gram C : berat cawan + sampel kering dalam satuan gram 3. Pengujian Bakteri Koliform 3.1. Uji Dugaan (Presumtive Test) Pada uji ini dilakukan pengenceran sampel dalam larutan pengencer NaCl 0,85% dengan seri pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan 25 g sampel yang telah dihancurkan ke dalam 225 ml NaCl 0,85% dan dihomogenkan. Pengenceran 10-1 dilakukan dengan mengambil 1 ml suspensi awal dan dimasukkan dalam 9 ml NaCl 0,85% dan dihomogenkan. Pengenceran dilakukan secara berturut-turut hingga mendapatkan seri pengenceran Pada seri pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5, diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam tabung yang berisikan 9 ml Lactose Broth (LB) dengan tabung durham terbalik sehingga didapatkan 9 suspensi dengan masing-masing 3 seri pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 pada Lactose Broth (LB). Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37 C selama jam. Setelah 24 jam dicatat jumlah tabung yang membentuk gas pada masing-masing

15 pengenceran, kemudian dicatat jumlah tabung yang membentuk gas setelah 48 jam (Kartika dkk., 2014) Uji Penegasan (Comfirmative Test) Uji konfirmasi dilakukan dengan cara memindahkan sebanyak 1 Ose dari tiap tabung yang membentuk gas (hasil positif) pada tabung durham terbalik dalam media Lactose Broth (LB) ke tabung yang berisi 10 ml Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) 2% dengan tabung durham terbalik. Kemudian, semua tabung diinkubasikan pada suhu 37 C selama jam. Adanya gas pada tabung durham dalam media BGLB 2% memperkuat adanya bakteri koliform. Hasil angka bakteri koliform didapatkan dari tabel Most Probable Number (MPN) / Jumlah Perkiraan Terbatas (JPT) (Anonim 2, 2014) yang memberikan nilai duga terdekat dengan kombinasi tabung yang positif dan tabung yang negatif pada uji konfirmasi yang dinyatakan dalam satuan APM/g. 4. Analisis Data Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan analisis perbandingan hasil dari setiap pengujian menggunakan statistika sederhana (deskriptif) pada sampel tempe dengan penambahan serbuk ikan nila sebanyak 3 kali ulangan pada sampel tekan nila yang berbeda. Pengujian koliform dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan hasil yang akurat. Data yang didapat akan diolah sebaran bakteri koliform menurut tabel MPN (Anonim 2, 2014) dalam bentuk tabel, deskriptif, serta narasi. HASIL DAN PEMBAHASAN I. Pengukuran Kadar Air Tekan Nila Pengukuran kadar air dilakukan untuk melihat pengaruh kadar air terhadap kualitas produk tempe ikan. Prosentase kadar air yang diamati berupa nilai deviasi berat basah dan berat kering sampel dalam satuan gram yang dibandingkan dalam jangka waktu total jam, dengan pengukuran sebanyak 3 kali dengan 3 ulangan untuk mendapatkan berat konstan. Pengukuran dilakukan berturut-turut pada jam ke 24, 72, dan 120. Data pengukuran dimuat dalam tabel 5, tabel 6, dan tabel 7. Pengukuran kadar air pada tekan nila dengan penambahan tepung ikan nila 2% setelah 24 jam menunjukkan hasil adanya rata-rata kadar air sebesar 61,67%, dengan kisaran 61,50-62,00%. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas pembusukan yang mulai terjadi pada tempe ikan. Nilai pada setiap ulangan memiliki nilai perbedaan yang kecil; paling besar terdapat dari perbandingan ulangan pertama dan ketiga terhadap ulangan kedua sebesar 0,50%. Hal ini menjelaskan adanya nilai konstan yang berhasil didapat pada penghitungan prosentase tempe ikan setelah 24 jam. Dari data kisaran maupun rata-rata prosentase kadar air pada tempe ikan nila setelah 24 jam, dapat dikatakan bahwa kadar air memenuhi standar SNI sebesar 65%. Pada pengukuran kadar air dengan penambahan serbuk ikan nila 2% setelah 72 jam, terdapat kenaikkan rata-rata prosentase kadar air sebesar 1,81% dari pengukuran sebelumnya pada jam ke-24 sebesar 61,67% menjadi 63,48% pada pengukuran setelah jam

16 ke-72. Pada pengukuran ini, didapatkan nilai yang cukup konstan pada setiap ulangannya, dengan hasil pengukuran ulangan pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut sebesar 63,50%, 63,00%, dan 63,95%. Nilai deviasi terbesar pada pengukuran setelah 72 jam terdapat pada perbandingan hasil ulangan kedua dibandingkan dengan ulangan ketiga, dengan nilai 0,95%. Adanya kenaikkan pada prosentase kadar air ini menunjukkan aktivitas pembusukan yang terjadi pada tempe ikan semakin tinggi. Pada jam ke-72, kadar air pada tempe ikan meningkat semakin tinggi dikarenakan adanya aktivitas pertumbuhan bakteri sehingga merusak bahan pangan, terlebih lagi adanya kandungan protein dari ikan nila yang mempercepat proses pembusukan. Pada pengukuran kadar air dengan penambahan tepung ikan nila 2% setelah 120 jam, terdapat kenaikkan signifikan pada rata-rata prosentase kadar air sebesar 6,25% dari pengukuran sebelumnya pada jam ke-72 sebesar 63,48% menjadi 69,73% pada pengukuran setelah jam ke-120. Jika dibandingkan dengan kenaikkan rata-rata prosentase kadar air pada perbandingan pengukuran setelah 24 jam dan 72 jam sebesar 1,81%, nilai pengukuran ini sangat tinggi. Hal ini menunjukkan adanya nilai pembusukkan yang bertambah secara drastis dari meningkatnya kadar air pada pengukuran setelah 120 jam. Perbedaan nilai pertambahan kadar air yang jauh dari hasil pengukuran sebelumnya menandakan adanya pola pembusukan yang eksponensial, serta nilai pengukuran pada jam ke-120 juga tidak memenuhi standar SNI, sehingga dapat dikatakan bahwa pada jam ke-120, tempe ikan nila sudah tidak layak dikonsumsi. Hasil pengukuran setelah 120 jam juga memiliki nilai yang konstan, dengan nilai deviasi terbesar pada ulangan pertama dan kedua sebesar 0,70%. Data ini menunjukkan bahwa prosentase data kadar air pada pengukuran ini teruji dengan baik, karena dari nilai ulangan yang didapatkan hasil yang tidak beda jauh. Pada pengukuran prosentase kadar air setelah 120 jam, kenaikkan prosentase kadar air menunjukkan aktivitas pembusukan yang sangat tinggi dibandingkan pengukuran sebelumnya. Secara garis besar, hasil pengukuran kadar air pada grafik 1 diamati adanya pola pertambahan prosentase kadar air yang linier dengan lama hari penyimpanan tekan nila yang dibiarkan pada suhu ruang. Pola ini terlihat jelas pada hasil prosentase kadar air pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3 yang menunjukkan adanya penambahan dari pengukuran pada jam ke-24, jam ke-72, dan jam ke 120 dengan rata-rata prosentase kadar air berturut-turut sebesar 1,93%, 2,08%, dan 2,56%. Pada pengukuran prosentase kadar air jam ke-24 ke jam ke-72 terjadi penambahan sebesar 0,15%, serta pengukuran prosentase kadar air jam ke- 72 ke jam ke-120 terjadi penambahan sebesar 0,44%. Hal ini menunjukkan adanya prosentase pembusukan tempe ikan yang konstan pada selang jam ke-72 hingga jam ke- 120.

17 Grafik 1. Kenaikkan Prosentase Kadar Air Tekan Nila pada masa simpan 24 jam, 72 jam, dan 120 jam. Hasil uji kadar air pada sampel tekan nila 24 jam sebesar 61,67%, sampel tekan nila 72 jam sebesar 63,48%, sedangkan sampel tekan nila 120 jam sebesar 69,73%. Pada Grafik 1, terlihat adanya sedikit kenaikkan prosentase kadar air dari pengukuran setelah 24 jam dan pengukuran setelah 72 jam. Kenaikkan eksponesial terjadi pada pengukuran prosentase kadar air pada pengukuran setelah 72 dan pengukuran setelah 120 jam. Hasil pada grafik ini menunjukkan adanya penambahan prosentase kadar air yang linier dengan lama waktu dibiarkan. Setelah pembusukan memasuki jam ke 72, prosentase kadar air akan meningkat secara signifikan hingga jam ke 120 sampai terjadi pembusukan secara sempurna. Dari hasil pengukuran prosentase kadar air, tempe dengan penambahan tepung ikan nila 2% memenuhi persyaratan mutu pada batas jam ke-72. Sehingga masa optimum konsumsi tempe ikan nila berlangsung selama 72 jam. Nilai pembusukan terlihat dari pola kenaikkan prosentase kadar air menunjukkan pada jam ke-72 sampai seterusnya akan melewati batas yang ditetapkan pada SNI yaitu maksimal 65%. Hal ini mengindikasikan adanya aktivitas pertumbuhan mikroba yang mendegradasi komponen-komponen pada tempe ikan nila. Tidak memenuhinya standar mutu bukan berarti tempe tersebut tidak layak dikonsumsi, namun tngginya kadar air dalam bahan pangan menyebabkan mikroba dapat cepat hidup dan berkembang mengkontaminasi tempe, sehingga akan memperpendek masa simpan bahan tersebut. Pada tempe yang memiliki kadar air yang tinggi, bakteri akan sangat mudah berkembang biak di dalam bahan pangan tersebut, sesuai dengan pernyataan Winarno (1980) yang menyatakan bahwa kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.

18 Menurut Syarief dan Halid (1993), aktifitas air yang merupakan nilai jumlah kandungan air minimum yang diperlukan mikroorganisme untuk tumbuh sangat berpengaruh terhadap masa simpan. Pada tekan nila yang sarat gizi, pembusukan yang dilakukan oleh bakteri maupun jamur kontaminan akan mendegradasi komponenkomponen pada tempe sehingga akan menguraikan air sehingga kadar air tekan nila semakin meningkat Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). II. Hasil Pengujian Koliform pada Tekan Nila Hasil analisis Uji Most Probable Number (MPN)/Angka Paling Mungkin (APM) pada cemaran koliform tekan nila menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Data pengukuran diamati pada hari ke-1, 3 dan 5 dalam variabel D (day). Pada sampel D-1 U 1, D-1 U 2, dan D- 3 U 1 secara nyata memenuhi standar cemaran koliform yang ditetapkan pada SNI yaitu sebesar 10 APM/g. Sedangkan pada sampel D-3 U 2, D-5 U 1, dan D-5 U 2 secara nyata belum memenuhi standar. Berdasarkan uji penegasan dengan BGLB 2%, nilai APM terendah yang memenuhi standar SNI terdapat pada sampel D-1 U 2 sebesar 6,1 APM/g dengan kombinasi tabung durham terbalik Nilai APM lainnya yang memenuhi standar terdapat pada sampel D-1 U 1 sebesar 7,2 APM/g dengan kombinasi tabung durham terbalik dan D-3 U 1 sebesar 9,2 APM/g dengan kombinasi tabung durham terbalik Nilai APM tertinggi pada uji penegasan dengan BGLB 2% yang belum memenuhi standar SNI terdapat pada sampel D-5 U 2 sebesar 36 APM/g dengan kombinasi tabung durham terbalik Nilai APM lainnya yang belum memenuhi standar terdapat pada sampel D-3 U 2 sebesar 11 APM/g dengan kombinasi tabung durham terbalik dan D-5 U 1 sebesar 28 APM/g dengan kombinasi tabung durham terbalik Hasil dapat dilihat pada tabel berikut: Uji Dugaan Uji Penegasan No Sampel Kombinasi Kombinasi Tabung Hasil MPN Tabung Positif Positif Koliform Koliform Keterangan Kolifom LB BGLB 2% (APM/g) 1 D-1 U ,2 MS 2 D-1 U ,1 MS 3 D-3 U ,2 MS 4 D-3 U BMS

19 5 D-5 U BMS 6 D-5 U BMS Tabel 10. Data Hasil Uji Most Probable Number (MPN) / Angka Paling Mungkin (APM) Koliform dengan Sampel Tempe Ikan Nila Seri Tiga Tabung Setelah 48 Jam Inkubasi Keterangan: BMS = Belum Memebuhi Standar MS = Memenuhi Standar D = Day (Hari) U = Ulangan Sebaran bakteri koliform pada pengukuran hari ke-1 setelah inokulasi kapang sepenuhnya menunjukkan tekan nila aman dikonsumi, namun pada hari ke-3 menunjukkan nilai yang sudah di ambang batas standar SNI sebesar 10 APM/g. Pada pengukuran hari ke- 3 ulangan pertama (D-3 U 1) menunjukkan hasil 9,2 APM/g sedangkan pada pengukuran ulangan kedua di hari yang sama (D-3 U 2) menunjukkan hasil 11 APM/g. Hal ini menunjukkan adanya batas aman konsumsi di hari ketiga setelah proses inokulasi kapang selama ± 2 hari. Data ini didukung juga dengan hasil pengukuran hari kelima pada ulangan pertama maupun kedua yang tidak memenuhi standar SNI. Pada hasil cemaran koliform yang diukur pada hari ke 1, 3, dan 5 berturut-turut menunjukkan adanya kenaikkan jumlah bakteri koliform. Hal ini menandakan adanya penurunan kualitas produk tekan nila 2% yang berbanding lurus dengan lama hari inkubasi. Berdasarkan Sukardi (2008), masa simpan tempe segar setelah fermentasi adalah selama 2-3 hari dalam suhu ruang. Pada tekan nila, ditunjukkan nilai cemaran koliform yang telah di ambang batas SNI pada pengukuran hari ke-3 setelah proses fermentasi selesai. Adanya jumlah bakteri koliform yang tumbuh pada hari ke-3 sampai seterusnya disebabkan karena adanya pertumbuhan bakteri pengurai yang mengakibatkan proses pembusukan terjadi. Dalam hal ini, tekan nila yang sarat gizi lebih berpotensi cepat dalam menjadi medium bakteri patogenik, terlebih saat starter yang digunakan dalam fermentasi telah terdegradasi. Jamur Rhizopus oryzae sebagai starter dalam pembuatan tekan nila tergolong aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Astuti, 2000). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Sukardi, 2008). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease (Astuti, 2000). Menurut Wang (1968), Rhizopus sp. tumbuh baik pada kisaran ph 3,4-6. Semakin lama waktu fermentasi, ph tempe semakin meningkat sampai ph 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena ph tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain ph dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur (Reddy, 1986).

20 Berdasarkan data kadar air dan uji cemaran koliform, maka sampel tekan nila memenuhi syarat SNI sampai batas hari ke-3 setelah fermentasi berlangsung (±2 hari). Pada sampel tekan nila setelah hari ke-3, akan terjadi kenaikkan kadar air yang melebihi batas 65% dengan nilai cemaran koliform diatas 10 APM/g. Rangkuman hasil tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 11. Rangkuman Hasil Pengujian Kadar Air dan Cemaran Koliform Sampel Tempe Ikan Nila 2% yang Memenuhi Syarat SNI No Ketentuan Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 BMS MS BMS MS BMS MS 1 Sampel Pengujian Kadar Air yang memenuhi syarat (Kadar Air maks. 65%) 2 Sampel yang memenuhi syarat (koliform lebih dari 10 APM/g) Keterangan: BMS = Belum Memebuhi Standar MS = Memenuhi Standar KESIMPULAN Sampel tekan nila aman dikonsumsi sampai batas hari ke-3 setelah fermentasi berlangsung. Rata-rata kadar air tekan nila pada hari ke-1 dan 3 berturut-turut sebesar 61,67% dan 63,48%. Setelah hari ke-3 kadar air tekan nila mengalami kenaikkan, terlihat pada pengukuran hari ke-5 sebesar 69,73%. Sedangkan pada pengujian cemaran koliform sampel tekan nila memiliki jumlah cemaran koliform yang melebihi batas setelah hari ke- 3, sehingga tekan nila aman dikonsumsi sampai batas hari ke-3 setelah fermentasi selesai. SARAN Diperlukan analisis dan inovasi lebih mendalam terhadap proses pengolahan maupun pengemasan produk tekan nila agar produk bisa lebih awet terhadap kontaminasi maupun degradasi fisika-kimiawi pada produk tekan nila. Pada suhu ruang (34ᵒC) dengan pembungkus plastik, produk tekan nila aman dikonsumsi sampai batas hari ke-3 setelah fermentasi produk selesai. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Lusiawati Dewi, M.Sc. sebagai pembimbing dalam menyelesaikan penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang sudah memberikan dukungan dan dana kepada penulis untuk studi dan penelitian yang telah dilakukan.

21 PUSTAKA [BSN]. Badan Standardisasi Nasional SNI 3144: 2009, Tempe Kedelai. [terhubung berkala] (diakses tanggal 1 Maret 2016). Abowei, J., Tawari, C Some Basic Principles of Fish processing in Nigeria. Asian Journal of Agricultural Sciences 3(6): , ISSN; Alli, Inteaz Food Quality Assurance: Principles and Practices. CRC Press LLC, Florida. Anonim 1, Komposisi Tempe Kedelai. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan [Depkes] RI.,Jakarta. Anonim 2, Most Probable Number Procedure and Tables - United States Department of Agriculture Food Safety and Inspection Service, MLG Appendix USA: Laboratory QA Staff 950 College Station Road Athens, GA Anonim Tempe Kedelai: Paket Industri Pangan Untuk Daerah Pedesaan. Pusat Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Anonim Tempe Kedelai. SNI 3144:2015. Antara, Nyoman Semadi, Ida Bagus Djaya Utama Dauh, Ni Made Ita Seri Utami Tingkat Cemaran Bakteri Coliform, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus Pada Daging Babi. Jurnal Agrotekno, Volume (14 (2): Astuti, M., Andreanyta, M., Fabian, S., Mark, L Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pasific J Clin Nutr ( (4) : Bambang, Andrian G., Fatimawali, Novel, S. Kojong Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Escherichia coli Pada Air Isi Ulang Dari Depot Di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, Volume (3) (3): Fardiaz, Srikandi dan Jenie BSL Uji Sanitasi Dalam Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gusrina Budidaya Ikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Halver, J. E Fish Nutrition. Academic Press. An imprint of Elsevier Science. 824p. Hatta, Wahyuni, Dini Marmansari, Endah Murpi Ningrum Sumber-Sumber Kontaminasi Bakteri Pada Dangke di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Universitas Hasanuddin, Makasar. Hermana dan M Karmini Pengembangan teknologi pembuatan tempe. Di dalam Sapuan dan N Soetrisno (eds.) Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe Indonesia. Kartika, Emma, Siti Khotimah, Ari Hepi Yanti Deteksi Bakteri Indikator Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontianak. Probiont, Volume (3) (2): Kasmidjo, R.B Tempe Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatanya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta Litaay, C., Santoso, J Pengaruh Perbedaan Metode Perendaman dan Lama Perendaman terhadap Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.5, No.1, Hlm Mansfield, J.L., Weston and S. Boothman Sources of Faecal Coliform pollution Within the manly lagoon catchment. In : UTS Fresswater Ecology Report Departement of Environmental Sciences. University of Technology. Sydney

22 Mujianto Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk UMKM di Kabupaten Sidoarjo. REKA Agroindustri, Volume (1) (1). Nurjanah, Siti Kajian Sumber Cemaran Mikrobiologis Pangan Pada Beberapa Rumah Makan Di Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Volume (11) (3): Odonkor, Stephen T. dan Joseph K. Ampofo Escherichia coli As An Indicator of Bacteriological Quality of Water: an Overview. Microbiology Research 2013, Volume (4) (2): Oktaviani, N Pengaruh Macam Varietas Kedelai Terhadap Mutu Tempe Selama Penyimpanan Suhu Beku (Kajian Sifat Fisiokimia dan Organoleptik). Universitas Brawijaya, Malang. Pelczar, M. J. dan Chan E.C.S Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Prahasta, Arief Budidaya Ikan Nila dan Ikan Bandeng. CV. Pustaka Grafika. Bandung Reddy, N. R., Merle Pierson, dan D. K. Salunkhe Legume-Based Fermented Foods. CRC Press, Florida. Steinkraus, K.H., Buren, J.P. van, Hackler, L.R., and Hand, D.B A Pilot Plant Process for the Production of Dehydrated Tempeh. Food Technol. 19:63, Jan Sukardi, Wigniyanto, Isti Purwaningsih Uji Coba Penggunaan Inokulum Tempe Dari Kapang Rhizopus oryzae Dengan Subtrat Tepung Beras dan Ubikayu Pada Unit Produksi Tempe Sanan Kodya Malang. Jurnal Teknologi Pertanian, Volume (9) (8): Wang, H.,Doris, I., Hasseltine, C Protein Quality of Wheat and Soybeans After Rhizopus oligosporus Fermentation. The Journal of Nutrition, 96: Winarno, F.G., Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yunaenah Kontaminasi E. coli Pada Makanan Jajanan Di Kantin Sekolah Dasar Wilayah Jakarta Pusat Tahun Universitas Indonesia Press, Depok.

23 Lampiran Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Tempe Kedelai dalam 100 gram Sumber: Anonim 1, 2005 No. Zat Gizi Tempe Kedelai 1. Energi 149,0 kalori 2. Air 64,0 gram 3. Protein 18,3 gram 4. Lemak 4,0 gram 5. Karbohidrat 12,7 gram 6. Serat - 7. Abu 1,0 gram 8. Kalsium 129,0 mg 9. Zat Besi 10,0 mg 10. Vitamin B 1 0,17 mg 11. Vitamin B 2 - Tabel 2. Komposisi Asam Amino Tempe Kedelai (mg/gr nitrogen total) Sumber: Anonim 1, 2005 No. Asam amino Tempe Kedelai 1. Nitrogen (gr) 8,52 2. Isolensin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Treonin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Asam asportat Asam glutamat Glisin Prolin Serin 271

24 Tabel 3. Komposisi Gizi Ikan Nila dalam 100 gram No. Zat Gizi Tempe Kedelai 1. Energi 402/96 KJ/kkal 2. Lemak 1,7 gram 3. Lemak Jenuh 0,571 gram 4. Lemak Tak Jenuh Ganda 0,387 gram 5. Lemak Tak Jenuh Tunggal 0,486 gram 6. Kolesterol 50 mg 7. Serat - 8. Karbohidrat - 9. Kalium 302 mg 10. Gula Sodium 52 mg 12. Protein 20,08 gram Sumber: Prahasta, 2011 Tabel 5. Pengukuran Kadar Air Tempe dengan Penambahan Serbuk Ikan Nila 2% setelah 24 jam Kadar Air Pengukuran 24 Jam (gram) A B C Presentase Kadar Air U1 40,71 42,71 41,48 61,50% U2 47,30 49,30 48,06 62,00% U3 45,24 47,24 46,01 61,50% rata-rata 61,67% Tabel 6. Pengukuran Kadar Air Tempe dengan Penambahan Serbuk Ikan Nila 2% setelah 72 jam Kadar Air Pengukuran 72 Jam (gram) A B C Presentase Kadar Air U1 40,72 42,72 41,45 63,50% U2 47,30 49,30 48,04 63,00% U3 43,36 45,36 44,08 63,95% rata-rata 63,48% Tabel 7. Pengukuran Kadar Air Tempe dengan Penambahan Serbuk Ikan Nila 2% setelah 120 jam Kadar Air Pengukuran 120 Jam (gram) A B C Presentase Kadar Air U1 40,71 42,72 41,32 69,65% U2 47,30 49,30 47,89 70,35% U3 43,36 45,36 43,98 69,20% rata-rata 69,73%

25 Tabel 8. Hasil Pengamatan Tabung Positif Suspensi Tempe Ikan Nila 2% dari Uji Dugaan pada Medium Lactose Broth Setelah Masa Inkubasi 48 jam No Sampel Lactose Broth 10-3 Lactose Broth 10-4 Lactose Broth 10-5 Kombinasi Tabung Positif D-1 U D-1 U D-3 U D-3 U D-5 U D-5 U Tabel 9. Hasil Pengamatan Tabung Positif Suspensi Tempe Ikan Nila 2% dari Uji Penegasan pada Medium Brilliant Green Lactose bile Broth 2% Setelah Masa Inkubasi 48 jam No Sampel BGLB 2% 10-3 BGLB 2% 10-4 BGLB 2% 10-5 Kombinasi Tabung Positif 1 D-1 U D-1 U D-3 U D-3 U D-5 U D-5 U Keterangan: - = Negatif Coliform + = Positif Coliform Tidak terbentuk gas dan perubahan warna media (tabung negatif) Terbentuk gas dan perubahan warna media (tabung positif) LB Sampel D-3 U LB Sampel D-3 U Gambar 1. Contoh Medium LB yang Diduga Positif dan Negatif Coliform Pada Sampel D-3 U dan D-3 U akibat pembentukan Asam dan Gas Tidak terbentuk gas dan perubahan warna media (tabung negatif) Terbentuk gas dan perubahan warna media (tabung positif)

26 BGLB 2% Sampel D-5 U BGLB 2% Sampel D-3 U Gambar 2. Contoh Medium BGLB 2% yang Diduga Positif dan Negatif Coliform Pada Sampel D-5 U dan D-3 U akibat pembentukan Asam dan Gas Gambar 3. Kondisi Tekan Nila pada Hari ke-1 Gambar 4. Kondisi Tekan Nila pada Hari ke-3

27 Gambar 5. Kondisi Tekan Nila Hari ke-5 Gambar 6.Kontaminan yang Terdeteksi pada Tekan Nila 2% Gambar 7. Proses Uji Penegasasan pada BGLB 2 %

DETEKSI CEMARAN COLIFORM DAN SALMONELLA SP. PADA TEMPE KEDELAI DARI KECAMATAN SIDOREJO DAN TINGKIR, KOTA SALATIGA

DETEKSI CEMARAN COLIFORM DAN SALMONELLA SP. PADA TEMPE KEDELAI DARI KECAMATAN SIDOREJO DAN TINGKIR, KOTA SALATIGA DETEKSI CEMARAN COLIFORM DAN SALMONELLA SP. PADA TEMPE KEDELAI DARI KECAMATAN SIDOREJO DAN TINGKIR, KOTA SALATIGA 1. Rizky Dewi Darma Kusuma, 2. Lusiawati Dewi 1,2. Fakultas Biologi, Universitas Kristen

Lebih terperinci

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya sebagai Media Usar Tempe (The Use of Tempe, Soybean Flour and Both as a media of Tempe Starter) Oleh, Fitriana Wahyu Nugraheni NIM : 412011003 SKRIPSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Tempe Bergaram (Growth of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation)

Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Tempe Bergaram (Growth of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation) Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Tempe Bergaram (Growth of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation) Oleh, Dessy Haryani NIM 412009001 SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi: Biologi, Fakultas Biologi

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya ANALISIS CEMARAN MIKROBA

Lebih terperinci

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT Tempe tradisional Digunakan untuk makanan Modifikasi limbah pertanian bahan tidak bernilai ekonomi dapat dipakai langsung atau untuk pakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ( ragi tempe ). Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ( ragi tempe ). Selain itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ( ragi tempe ). Selain itu terdapat pula makanan serupa tempe yang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional khas dan telah dikenal lama di Indonesia. Dalam SNI 3144-2009 tempe didefinisikan sebagai produk makanan hasil fermentasi biji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM :

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM : KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM : 10 11 4210 1 INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE 1). Pengertian Tempe Tempe adalah makanan yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata)

UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Disusun Oleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini membahas mengenai inokulum tape. Tape adalah sejenis panganan yang dihasilkan dari proses peragian ( fermentasi). Tape bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

DETEKSI CEMARAN BAKTERI KOLIFORM DAN Salmonella sp. PADA TEMPE YANG DIKEMAS DAUN PISANG DI DAERAH SALATIGA

DETEKSI CEMARAN BAKTERI KOLIFORM DAN Salmonella sp. PADA TEMPE YANG DIKEMAS DAUN PISANG DI DAERAH SALATIGA Deteksi cemaran bakteri koliform dan Salmonella Sp. pada tempe yang dikemas daun pisang (Khanifa Nurul Khaq & Lusiawati Dewi) Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT Tempe tradisional Digunakan untuk makanan Modifikasi limbah pertanian bahan tidak bernilai ekonomi dapat dipakai langsung atau untuk pakan Bahan dibungkus

Lebih terperinci

TEMPE. Sub Pokok Bahasan

TEMPE. Sub Pokok Bahasan TEMPE Agroindustri Produk Fermentasi TIP FTP UB Mas ud Effendi Sub Pokok Bahasan Mikrobiologis inokulum tempe Mekanisme pembenntukan tempe Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tempe Tahapan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TEMPE MENDOAN BERBAGAI RASA DISUSUN OLEH : NAMA : REENATO GILANG NIM : 11.11.5583 KELAS : 11-S1 TI-14 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 ABSTRAK Pada saat ini,sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI (Shrimp Paste Composition Test Using Shrimp Paste Molder) Suwandi 1,2), Ainun Rohanah 1), Adian Rindang 1) 1) Program Studi Keteknikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KEDELAI MENJADI TEMPE KEJO SECARA SEDERHANA

PENGOLAHAN KEDELAI MENJADI TEMPE KEJO SECARA SEDERHANA PENGOLAHAN KEDELAI MENJADI TEMPE KEJO SECARA SEDERHANA DI UNIT PENGOLAHAN HASIL BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI Oleh : Kemas Muhammad Erwansyah, S.TP NIP. 19820916200901 1010 I. PENDAHULUAN Kedelai mempunyai

Lebih terperinci

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PEDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

UJI BAKTERIOLOGIS SUSU KEDELAI PRODUK RUMAH TANGGA YANG DI JUAL DIPASARAN. Oleh: Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

UJI BAKTERIOLOGIS SUSU KEDELAI PRODUK RUMAH TANGGA YANG DI JUAL DIPASARAN. Oleh: Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat 0 UJI BAKTERIOLOGIS SUSU KEDELAI PRODUK RUMAH TANGGA YANG DI JUAL DIPASARAN Oleh: Helpida 1, Gustina Indriati 1, Irdawati 2 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat 1 Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

JURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017

JURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 JURNAL ISSN 2407-4624 TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 PENENTUAN UMUR SIMPAN GETUK PISANG RAINBOW YANG DIKEMAS MENGGUNAKAN KEMASAN PLASTIK POLIETILEN FATIMAH 1*, DWI SANDRI 1, NANA YULIANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Tabel 1: Hasil Analisis Bakteri Koliform dengan Metode MPN. Sampel Kode sampel Tes perkiraan

LAMPIRAN. Tabel 1: Hasil Analisis Bakteri Koliform dengan Metode MPN. Sampel Kode sampel Tes perkiraan LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel 1: Hasil Analisis Bakteri Koliform dengan Metode MPN Sampel Kode sampel Tes perkiraan Tes penegasan MPN Air Bersih 290/B/AB/02/201 4 5-1-0 5-1-0 33 Lampiran 2 Flowsheet Pembuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL OBSERVASI PEMBUATAN TEMPE

LAPORAN HASIL OBSERVASI PEMBUATAN TEMPE LAPORAN HASIL OBSERVASI PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: AHMAD FIRDAUS AHMAD RIKI PADILA AL-IMRON ANDREANSYAH SEKOLAH sman 20 kab tangerang TAHUN AJARAN 2017 1 Kata Pengantar Puji syukur saya panjatkan ke

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter

BAB V PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter BAB V PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter 1. Kualitas Fisik dan Organoleptik Berdasarkan Parameter Warna Tempe Parameter warna pemberian dosis ragi sebanyak 0,5-3 grafik berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia terdapat lebih dari 12.000 jenis kacang-kacangan, diantaranya kacang tanah, hijau, merah, jogo, kapri, koro, tolo, dan kedelai (Bakti, 2003). Di antara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci