BAB III KONSEP PEMBERIAN HADIAH DAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KONSEP PEMBERIAN HADIAH DAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM"

Transkripsi

1 BAB III KONSEP PEMBERIAN HADIAH DAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Hakikat Pendidikan Islam 1. Definisi Pendidikan Islam Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. 1 Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. 2 Pendidikan merupakan proses pewarisan kebudayaan dan pengembangan potensi-potensi pada manusia. 3 Dalam pendidikan Islam, istilah pendidikan (tarbiyah) kadangkadang disebut dengan al-ta lim dan al-ta dib. Menurut Al-Abrasy, Pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus 1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: Teori dan Parktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm

2 50 perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian. 4 Pendidikan Islam juga merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. 5 Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, pendidikan Islam adalah penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk taat pada Islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Prinsip pendidikan dapat diartikan dengan kebenaran yang universal sifatnya, yang dijadikan dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan. prinsip pendidikan diambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama ataupun ideologi negara yang dianut. Dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur an dan hadits-hadits Nabi SAW yang merupakan sumber pokok ajaran Islam. 4 Ramayulis, Op. Cit., hlm. 3 5 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, terjemahan Herry Noer Ali (Bandung: CV Diponegoro, 1996), hlm. 41.

3 51 Al-Syaibani memperluas lagi dasar tersebut mencakup ijtihad, pendapat, peninggalan, keputusan-keputusan dan amalan-amalan para ulama terdahulu dikalangan umat Islam. Berikut prinsip-prinsip pendidikan Islam yang didasari oleh ajaran Islam: a. Prinsip pendidikan Islam merupakan implikasi dari karakteristik manusia menurut Islam Ajaran Islam mengemukakan ciri-ciri manusia yang membedakannya dengan makhluk lain yaitu: 1) Fitrah Fitrah manusia adalah mempercayai adanya Allah SWT sebagai Tuhan. Ini berarti manusia mempunyai potensi aktualisasi sifat-sifat Tuhan ke dalam diri manusia yang harus dipertanggung jawabkan sebagai amanah Allah dalam bentuk Ibadah. 2) Kesatuan roh dan jasad Dari segi jasad manusia memiliki dorongan untuk berkembang dan mempertahankan diri serta berketurunan. Sedangkan dari segi roh manusia mempunyai dua daya, yaitu daya berpikir (aql) dan daya rasa (qalb). Dengan daya aql manusia memperoleh ilmu pengetahuan, memperhatikan, dan menyelidiki alam sekitar. Dengan daya qalb manusia berusaha mendekatkan diri (taqarrub) dengan Tuhan.

4 52 3) Memiliki karakter kebebasan berkemauan Kebebasan berkemauan artinya manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memutuskan tingkah lakunya sendiri. Kebebasan manusia meliputi berbagai dimensi seperti kebebasan dalam beragama, berbuat, mengeluarkan pendapat, memiliki, berpikir, berekspresi dan sebagainya. b. Prinsip Pendidikan Islam adalah integral dan terpadu Integral dan terpadu artinya Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Penyatuan antara kedua sistem pendidikan adalah tuntunan akidah Islam. Implikasinya dalam pendidikan adalah bahwa Pendidikan Islam tidak dibenarkan adanya dikotomi pendidikan. Peserta didik harus menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang dapat mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. c. Prinsip Pendidikan Islam adalah seimbang Seimbang artinya Pendidikan Islam harus seimbang terhadap semua aspek kehidupan yaitu kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi (akhirat). d. Prinsip Pendidikan Islam adalah universal Prinsip ini maksudnya adalah pandangan yang menyeluruh pada agama, manusia, masyarakat, dan kehidupan. Menurut Zakiah Darajat, pendidikan Islam harus menumbuhkembangkan dimensi fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial

5 53 masyarakat secara seimbang, serasi dan terpadu sehingga membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. e. Prinsip Pendidikan Islam adalah dinamis Dinamis artinya pendidikan Islam tidak beku dalam tujuan-tujuan kurikulum dan metode-metodenya, tetapi selalu berkembang sesuai kebutuhan zaman, tuntutan perkembangan, dan perubahan sosial dalam individu maupun masyarakat. 7 Selain prinsip-prinsip di atas, Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan dasar-dasar pokok untuk pendidikan anak dalam rangka Pendidikan Islam yaitu: a. Tidak ada pembatasan umur untuk mulai belajar. b. Tidak ditentukan lamanya seorang anak di sekolah. c. Metode dalam memberikan pelajaran harus berbeda (bervariasi) d. Dua ilmu jangan dicampur adukkan, artinya masing-masing guru memegang suatu subyek khusus, di mana ia mempunyai spesialisasi sehingga dapat menguasai sepenuhnya. e. Memperhatikan pembawaan anak dalam beberapa bidang mata pelajaran. f. Adanya permainan dan hiburan agar anak tidak merasa bosan. 8 7 Ramayulis, Op. Cit., hlm M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam terjemahan Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm

6 54 3. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir dan batin, di dunia dan akhirat. 9 Dengan demikian, tujuan akhir pendidikan Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. 10 Adapun tujuan Pendidikan Islam menurut para intelektual muslim yaitu: a. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa Pendidikan Islam mempunyai 2 tujuan, yaitu tujuan keagamaan dan tujuan ilmiah. Tujuan keagamaan ialah beramal untuk akhirat, sedangkan tujuan ilmiah ialah tujuan yang bersifat keduniaan. b. Al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan Pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan taqarrub kepada Allah. 11 sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-ku. (Q.S. Ad-Dzariyat: 56). 9 M. Arifin, Op. Cit., hlm Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., hlm Ramayulis, Op. Cit., hlm

7 55 c. Al-Abrasy merumuskan tujuan Pendidikan Islam ke dalam lima pokok yaitu: 1) Pembentukan budi pekerti atau akhlak mulia 2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. 3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya. 4) Menumbuhkan rasa keikhlasan dalam mencari ilmu. 5) Mempersiapkan pelajar untuk suatu profesi dalam rangka mencari rezeki. 12 d. Abdurrahman Saleh Abdullah mengklasifikasikan tujuan Pendidikan Islam dalam empat hal: 1) Tujuan pendidikan jasmani Artinya tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat dan kuat jasmaninya serta memilki keterampilan yang tinggi. 2) Tujuan pendidikan rohani Tujuan ini diarahkan kepada pembentukan akhlak mulia, ketaatan dan kepatuhan kepada Allah, dan mengikuti keteladanan Rasulullah SAW. 3) Tujuan pendidikan akal Aspek tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensi (kecerdasan) yang berada dalam otak. 12 M. Athiyah Al-Abrasy, Op. Cit., hlm. 1-4.

8 56 4) Tujuan pendidikan sosial Tujuan ini berkaitan dengan fitrah manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi yang mempunyai kepribadian yang utama dan seimbang sehingga tidak mungkin manusia menjauhkan diri dari kehidupan bermasyarakat. 13 Beragamnya konsep tujuan Pendidikan Islam di atas merupakan bukti adanya usaha dari para intelektual muslim untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang baik bagi masyarakatnya. Namun berkembangnya pemikiran tersebut tidak pernah melenceng dari prinsip dasar dalam pengembangan Pendidikan Islam Metode Pendidikan Islam Metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang harus dimiliki dan digunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan dan memberikan pengajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan. 15 Para ahli telah merumuskan berbagai metode pendidikan seperti metode ceramah, pembiasaan, keteladanan, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, karya wisata, pemecahan masalah, sosiodrama, pemberian tugas, ganjaran dan hukuman, simulasi, dan lain-lain. Metode mengajar dalam Pendidikan Islam sebenarnya dapat mengadopsi metode yang umum dipakai dalam pengajaran asalkan 13 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori Pendidikan Menurut Al-Qur an, terj. M. Arifin dan Zainuddin (Jakarta: Rhineka Cipta, 1990), hlm Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm Ramayulis, Op. Cit., hlm. 156.

9 57 tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya yaitu Al- Qur an dan Hadits. Tetapi akan lebih baik lagi bila pendidik menggunakan metode-metode yang terdapat dalam Al-Qur an dan Hadits karena keduanya merupakan sumber utama ajaran Islam. Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan metode Qur an dan Hadits yang bisa digunakan oleh pendidik diantaranya: a. Metode hiwar (dialog) Qur ani dan Nabawi. b. Metode kisah-kisah Qur ani dan Nabawi. c. Metode amtsal (perumpamaan). d. Mendidik dengan memberi teladan. e. Metode pembiasaan diri dan pengamalan. f. Metode ibrah (pelajaran) dan mau idhah (peringatan). g. Metode targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut). 16 Dalam Pendidikan Islam, suatu metode yang baik adalah bila memiliki watak dan relevansi yang senada atau sejiwa dengan tujuan Pendidikan Islam. Dalam memilih metode, seorang pendidik hendaknya memperhatikan aspek nilai yang terkandung dalam tujuan Pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode pendidikan tersebut yaitu: a. Membentuk manusia didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepada-nya. 16 Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., hlm

10 58 b. Bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur an maupun hadits. c. Berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai ajaran Al- Qur an yang disebut pahala dan siksaan (tsawab dan iqab). 17 B. Konsep Pemberiah Hadiah dalam Pendidikan Islam 1. Pengertian dan Tujuan Pemberian Hadiah Pendidikan Islam memahami hadiah dengan istilah ganjaran yang didefinisikan sebagai balasan yang baik maupun balasan yang buruk. Dalam bahasa Arab, ganjaran diistilahkan dengan tsawab. Kata tsawab berarti pahala, upah, dan balasan. Ganjaran (tsawab) dalam pendidikan Islam adalah pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik. 18 Dalam Pendidikan Islam, ganjaran diistilahkan dengan tsawab yang didapatkan dalam Al-Qur an dalam menunjukkan apa yang diperbuat oleh seseorang dalam kehidupan ini atau diakhirat kelak karena amal perbuatan yang baik. 19 Allah SWT berfirman: Artinya: Maka Allah memberikan ganjaran kepada mereka di dunia dan di akhirat dengan ganjaran yang baik. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.(q.s. Ali Imran: 148). 17 M. Arifin, Op. Cit., hlm Armai Arief, Op. Cit., hlm Abdurrahman Saleh Abdullah, Op. Cit., hlm. 221.

11 59 Ganjaran (tsawab) juga bermakna sesuatu yang diperoleh seseorang dalam hidup ini atau di hari akhirat sebab ia telah mengerjakan amal saleh. Kebesaran ganjaran di akhirat berasal dari kebesaran sumber ganjaran itu yaitu Allah. Inilah yang menggambarkan kenapa Nabi Muhammad SAW hanya mengharapkan ganjaran Allah semata. Namun karena ganjaran hari akhirat itu jauh, terutama bagi anak-anak, maka ganjaran dalam hidup ini juga diperlukan. Inilah yang memastikan pemberian ganjaran kepada anakanak yang kurang tertarik kepada ganjaran yang terlalu jauh (ganjaran di akhirat). Mengingat pemberian ganjaran ini sangat dibutuhkan dalam mendidik anak, maka guru harus menggunakan segala macam cara untuk menjadikan ganjaran itu lebih menarik. 20 Istilah lain dari ganjaran adalah targhib yaitu janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap suatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk. 21 Dalam pembahasan yang lebih luas, baik ganjaran maupun targhib mempunyai pengertian yang sama yaitu: a. Alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. 20 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995), hlm Abdurrahman An Nahlawi, Op. Cit., hlm. 412.

12 60 b. Hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan. 22 Ganjaran merupakan salah satu alat untuk mendidik anak-anak supaya dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapatkan penghargaan. Maksud pemberian ganjaran adalah agar anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapainya. Jadi maksud pemberian ganjaran yang terpenting bukanlah hasilnya, melainkan dengan ganjaran itu mampu membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu. 23 Seorang anak didik menganggap hadiah merupakan bukti tentang penerimaan dirinya dalam berbagai norma-norma kehidupan (dalam hal ini adalah kegiatan belajar) dan dengan mendapatkan hadiah, ia menjadi tenang dan tenteram hatinya. Rasa tenang dan aman adalah kebutuhan pokok anak didik dalam belajar Bentuk-bentuk Ganjaran Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada anak didik merupakan hal yang sulit. Ganjaran sebagai alat pendidikan banyak macamnya, diantaranya sebagai berikut: 22 Armai Arief, Op. Cit., hlm Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm M. Arifin, Op. Cit., hlm. 217.

13 61 a. Peringkat atau nilai Pemberian peringkat dengan cara yang betul dan adil merupakan hadiah yang tepat jika dikaitkan langsung dengan usaha siswa, prestasi, dan kemampuan. Yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan nilai sebagai hadiah atau imbalan hasil kerja siswa adalah agar siswa mengetahui bagaimana cara memperoleh nilai sebanding dengan jeri payah yang mereka lakukan. b. Penghargaan Hadiah ini dapat berupa hal yang mempunyai arti adanya perhatian kepada siswa. Pemberian penghargaan hendaknya hanya diberikan kepada siswa yang betul-betul menunjukkan prestasi gemilang. 25 Bentuk penghargaan bisa berupa pujian atau piagam penghargaan. Pujian dapat digunakan untuk meneguhkan gerak balas yang dikehendaki. Guru boleh menyatakan kepuasannya terhadap pencapaian murid-muridnya dengan ucapan seperti bagus, cemerlang, dan lain sebagainya. 26 c. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh anak. d. Ganjaran berupa kegiatan atau pekerjaan. Contohnya, engkau akan saya beri soal yang lebih sukar sedikit karena soal yang ini terlalu baik atau mudah engkau kerjakan. 25 Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1993), hlm Hasan Langgulung, Op. Cit., hlm. 42.

14 62 e. Ganjaran berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak, seperti pensil, buku tulis, permen, dan lain-lain. Hadiah pada dasarnya dapat berupa materi dan non materi, yang berupa materi seperti barang atau benda dan yang non materi tentunya lebih banyak lagi seperti nilai, penghargaa, pujian, perhatian, kegiatan, pekerjaan, dan lain sebagainya. 3. Kaidah-kaidah Pemberian Hadiah atau Ganjaran Memberikan ganjaran bukanlah soal yang mudah. Ganjaran sebagai alat pendidikan jangan sampai bersifat seperti upah. Jika ganjaran itu sudah bersifat seperti upah, ganjaran itu tidak lagi bernilai mendidik. Anak mau bekerja giat dan berlaku baik karena mengharapkan upah. Agar tidak terjadi hal yang demikian, pendidik perlu memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian ganjaran kepada anak, diantaranya: a. Guru harus mengenal betul-betul muridnya dan memahami karakter murid sehingga mampu memberikan penghargaan dengan tepat. b. Ganjaran jangan sampai menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain. c. Ganjaran hendaklah hemat. d. Janganlah memberi ganjaran dengan menjanjikan lebih dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya.

15 63 e. Pendidik harus berhati-hati memberikan hadiah, jangan sampai hadiah yang diberikan berubah fungsi menjadi upah. 27 f. Hadiah disesuaikan dengan kesenangan dan minat siswa. g. Pada waktu menyerahkan hadiah hendaknya disertai dengan penjelasan rinci tentang alasan mengapa yang bersangkutan menerima hadiah tersebut. 28 Dalam pemberian ganjaran, ada pertalian positif antara kesan ganjaran dan penyebabnya. Ini menguatkan bahwa ganjaran di akhirat lebih baik dari pada ganjaran dunia sebab langsung dari Allah. Seorang guru yang ingin agar ganjarannya berkesan haruslah ia dihormati, kalau tidak demikian maka murid tidak akan menganggap pujian itu berkesan. 29 Guru atau pendidik yang menginginkan pelaksanaan metode ganjaran agar efektif, seharusnya memperhatikan dengan seksama pelaksanaannya. Di dalam Al-Qur an, pribadi seorang alim sangat dihormati sebab ia selalu dihubungkan dengan Allah dan malaikat (Ali-Imran (3): 18). Ganjaran yang diberikan oleh orang alim itu adalah lebih mulia dan berbobot unggul. Jadi haruslah guru itu memiliki sifat-sifat alim jika ganjarannya diinginkan lebih berkesan dan efektif dalam mendidik para pelajarnya Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm Hasan Langgulung, Op. Cit., hlm Abdurrahman Saleh Abdullah, Op. Cit., hlm. 223.

16 64 Seorang pendidik hendaknya menginsafi bahwa yang dididik adalah anak, yang masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa. Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya mereka megerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan diri sendiri. Untuk itu pujian atau ganjaran sangat diperlukan bagi pembentukan kata hati dan kemauan. Tapi yang perlu diperhatikan lagi oleh pendidik yaitu tujuan pendidikan ialah membawa anak dalam pertumbuhannya menjadi manusia yang tahu akan kewajiban, mau mengerjakan dan berbuat yang baik bukan karena mengharapkan suatu pujian atau ganjaran. Maka dari itu dalam memberikan ganjaran, pendidik hendaklah selalu ingat akan syaratsyarat ganjaran dan janganlah sembarangan memberi ganjaran. 31 C. Konsep Pemberian Hukuman dalam Pendidikan Islam 1. Pengertian dan Tujuan Pemberian Hukuman ( iqab) Dalam bahasa Arab, hukuman diistilahkan dengan iqab yang berarti balasan sebagaimana dalam firman Allah: 31 Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm. 187.

17 65 Artinya: (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan Barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya Allah Amat keras siksaan- Nya.(Q.S. Al Anfal: 13). Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa kata iqab ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. 32 Istilah lain dari iqab dalam pendidikan Islam adalah tarhib yaitu ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah. Dengan kata lain tarhib adalah ancaman dari Allah yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para hamba-nya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu hatihati dalam bertindak serta melakukan kesalahan dan kedurhakaan. 33 Baik iqab dan tarhib pada dasarnya mempunyai kesamaan maksud yaitu sebagai hal yang kurang menyenangkan yang diperoleh seseorang akibat kesalahan yang telah diperbuat. Ada 3 kategori hukuman dalam syari at Islam yaitu hudud, qishas, dan ta zir. Hudud dan qishas adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syari at yang wajib dilaksanakan karena Allah. Sedangkan ta zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah untuk setiap perbuatan maksiat yang di dalamnya tidak terdapat had 32 Arma i Arief, Op. Cit., hlm Abdurrahman An Nahlawi, Op. Cit., hlm. 412.

18 66 atau kafarah. 34 Dari pengertian istilah tersebut, hukuman dalam pendidikan bisa dikategorikan sebgai ta zir dimana guru mempunyai hak untuk menentukan hukuman apa yang akan diberikan. Dalam beberapa hal mungkin guru bisa memberikan ganjaran apapun bentuknya untuk mengarahkan belajar-belajar muridnya secara efektif. Akan tetapi pada suatu saat pemberian ganjaran justru tidak efektif atau gagal menciptakan respon yang baik. Seorang pelajar yang mungkin mendapat perhatian yang lebih bukannya akan memberi respon atau menghargai sang pendidik terhadap penghargaan yang diberikan, malah kadangkala sebaliknya yaitu terdapat problemaproblema pendidikan yang muncul. Dalam situasi seperti ini, hukuman perlu diberikan kepada anak seperti pemberian nasihat untuk mengingatkan anak didiknya berkenaan dengan akibat yang tidak baik yang telah diperbuat oleh anak didik tersebut. Peringatan atau nasihat itu akan membantu pribadi anak didik dalam mengevaluasi tingkah lakunya sendiri. 35 Hukuman ialah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Hukuman merupakan alat pendidikan untuk memperbaiki kelakuan dan budi pekerti anak didiknya Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terjemahan Jamaluddin Miri (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm Abdurrahman Saleh Abdullah, Op. Cit., hlm Ngalim purwanto, Op. Cit., hlm. 186.

19 67 Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hukuman memiliki tujuan perbaikan, bukan menjatuhkan hukuman pada anak didik dengan alasan balas dendam. Dari itulah seorang pendidik dan orang tua dalam menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana, artinya ketika menjatuhkan hukuman tidak sekadar menyakiti atau membuat jera anak. 2. Pandangan tokoh-tokoh pendidikan Islam mengenai hukuman a. Ibnu Sina Ibnu Sina berpendapat bahwa pendidikan anak-anak dengan pembiasaan tingkah laku yang terpuji haruslah dimulai sejak sebelum tertanam padanya sifat-sifat yang buruk, karena akan sulit bagi anak melepaskan kebiasaan-kebiasaan tersebut bila sudah menjadi kebiasaan dan tertanam dalam jiwanya. Sekiranya juru didik terpaksa harus menggunakan hukuman, haruslah ia timbang dari segala segi dan diambil kebijaksanaan dalam penentuanpenentuan batas-batas hukuman tersebut. Ibnu Sina menasehatkan supaya penghukum jangan terlalu keras dan kasar pada tingkat permulaan akan tetapi haruslah dengan lunak dan lembut, dimana dipergunakan cara-cara perangsang seperti manakut-nakuti. Caracara keras, celaan, dan menyakitkan hati hanya dipergunakan kalau perlu saja. Terkadang nasehat, dorongan, dan pujian itu lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan.

20 68 b. Al-Ghazali Menurut Imam Ghazali, setiap anak harus dilayani dengan layanan yang sesuai, diselidiki latar belakang yang meyebabkan ia berbuat kesalahan serta mengenai umur yang berbuat kesalahan itu sehingga mampu membedakan antara anak kecil dan besar dalam menjatuhi hukuman dan memberikan pendidikan. Al Ghazali tidak setuju dengan cepat-cepat menghukum seorang anak yang salah, bahkan beliau menyerukan supaya kepadanya diberikan kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannya, sehingga ia menghormati dirinya dan merasakan akibat perbuatannya. Sementara itu dipuji dan disanjung pula bila ia melakukan perbuatan-perbuatan terpuji yang harus mendapatkan ganjaran, pujian, dan dorongan. c. Al- Abdari Menurut pendapat Al- Abdari, sifat-sifat anak yang berbuat salah itu harus diteliti dan satu pandangan mata saja terhadap anak mungkin cukup untuk pencegahan dan perbaikan. Akan tetapi ada anak-anak yang memang membutuhkan celaan dan pukulan sebagai hukumannya. Dalam hal ini seorang juru didik tidak boleh menggunakan tongkat kecuali kalau memang sudah putus asa dari mempergunakan jalan-jalan perbaikan yang sifatnya halus, lunak dan lembut. Jika terpaksa harus menjatuhkan hukuman atas anak kecil, cukuplah kiranya diberi tiga pukulan ringan.

21 69 d. Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun anti dengan menggunakan kekerasan dalam pendidikan anak-anak. Menurutnya kekerasan dengan anak-anak menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan penakut, menjauhkan anaknaka dari kegairahan belajar, keberanian bertindak, dan menyebabkan ia senantiasa sengsara. Pendidikan Islam dalam banyak hal sejalan dengan sistem pendidikan di zaman sekarang yang berusaha ke arah perbaikan, dan menjauhkan cara-cara yang keras, kasar dan sebaliknya mempergunakan cara-cara lunak dan lembut dalam dalam hal pemberian hukuman Bentuk-bentuk Hukuman dalam Pendidikan Tingkat hukuman berbeda-beda karena perbedaan tingkat manusia. Ada orang yang sudah cukup baginya isyarat dari kejauhan, hatinya sudah bergetar dan perasaannya sudah kecut, dan akan memperbaiki kesalahan yang dilakukannya. Tetapi ada pula orang yang hanya bisa tergerak oleh marah yang jelas dan keras. Adakalanya pula cukup dengan ancaman hukuman yang akan dilaksanakan nanti, tetapi adapula yang harus didekatkan tongkat kepadanya sampai betulbetul melihat di depan matanya. Dan adapula jenis orang yang harus merasakan sengatan hukuman itu lebih dahulu untuk bisa kembali baik Athiyah Al Abrasyi, Op. Cit., hlm Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terjemahan Salman Harun (Bandung: Al Ma arif, 1993), hlm. 347.

22 70 Pada dasarnya hukuman dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: a. Hukuman preventif Adalah hukuman yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Contoh: perintah, pengawasan, larangan, dan ancaman. b. Hukuman represif Adalah hukuman yang dilakukan karena adanya pelanggaran. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan. 39 Dari penjelasan di atas dapat dijabarkan lagi terkait bentuk-bentuk hukuman dalam pendidikan diantaranya: a. Hukuman bersifat fisik seperti : menjewer telinga, mencubit dan memukul. Hukuman ini diberikan apabila anak melakukan kesalahan, terlebih mengenai hal-hal yang harus dikerjakan anak. b. Hukuman verbal seperti : memarahi, maksudnya mengingatkan anak dengan bijaksana dan bila para pendidik atau orang tua memarahinya maka pelankanlah suaranya. c. Isyarat non verbal seperti : menunjukkan mimik atau raut muka tidak suka. Hukuman ini diberikan untuk memperbaiki kesalahan anak dengan memperingatkan lewat isyarat. 39 Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm. 189.

23 71 d. Hukuman sosial seperti : mengisolasi dari lingkungan pergaulan agar kesalahan tidak terulang lagi dengan tidak banyak bicara dan meninggalkannya agar terhindar dari ucapan buruk. 4. Kaidah-kaidah Pemberian Hukuman Hukuman adalah bukan tindakan yang pertama kali terbayang oleh seorang pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan. Nasehatlah yang paling didahulukan. Akan tetapi ketika hukuman itu diperlukan, maka sang guru harus mengetahui kaidah-kaidah dalam memberikan hukuman. Sebagai alat pendidikan, hukuman hendaklah: a. Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran. b. Sedikit banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan. c. Selalu bertujuan ke arah perbaikan dan diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri. 40 Adapun hukuman yang bersifat pendidikan (pedagogis), harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang. b. Harus didasarkan pada alasan keharusan. c. Harus menimbulkan kesan di hati anak. d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. e. Diikuti pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan. 41 f. Hukuman harus ada hubungannya dengan kesalahan. 40 Ibid., hlm Arma i Arief, Op. Cit., hlm. 131.

24 72 g. Hukuman harus disesuaikan dengan kepribadian anak. h. Hukuman harus diberikan dengan adil. 42 Adapun hukuman berupa fisik, Athiyah al-abrasyi memberikan kriteria yaitu : a. Sebelum anak berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul. b. Pukulan tidak boleh lebih dari 3 kali. c. Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya. 43 Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan, dalam memberikan hukuman pukulan hendaknya mempertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut: a. Pendidik tidak terburu menggunakan pukulan, kecuali setelah menggunakan semua metode lembut, yang mendidik dan membuat jera. b. Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya terhadap anak. c. Ketika memukul hendaknya menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala, muka, dada, dan perut. d. Pukulan untuk hukuman, hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti, pada kedua tangan atau kaki dengan tongkat yang tidak besar. e. Tidak memukul anak sebelum ia berusia 10 tahun. 42 Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm Athiyah Al Abrasyi, Op. Cit., hlm. 153.

25 73 f. Jika kesalahan anak untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertobat dari perbuatan yang telah dilakukan, memberi kesempatan untuk minta maaf, dan diberi kelapangan dan mengambil janji untuk tidak mengulangi kesalahannya. g. Pendidik hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkan kepada orang lain. h. Jika anak sudah menginjak dewasa dan pendidik melihat bahwa pukulan sepuluh kali tidak juga membuatnya jera, maka boleh ia menambah dan mengulanginya, sehingga anak menjadi baik kembali. 44 Dengan kaidah-kaidah diatas, diharapkan pendidik dapat menerapkan metode hukuman dengan bijak sesuai kebutuhan siswa sehingga tidak terjadi kasus kekerasan terhadap siswa melalui hukuman. 44 Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit., hlm

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN A. Perbandingan Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 A. Analisis Terhadap Konsep Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN IMAM AL- GHAZALI DAN SYED MUHAMMAD NAQUIB AL ATTAS A. Persamaan pemikiran Imam Al Ghazali dan Syed Muhammad Naquib Al Attas. Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang menekankan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB II. Reward dan Rasa Percaya Diri. berarti penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak

BAB II. Reward dan Rasa Percaya Diri. berarti penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak BAB II Reward dan Rasa Percaya Diri A. Reward 1. Pengertian Reward Menurut bahasa reward berasal dari bahasa inggris yang berarti penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pengumpulan data yang menunjang dalam rangka menjawab tiga permasalahan

BAB V PENUTUP. pengumpulan data yang menunjang dalam rangka menjawab tiga permasalahan 114 BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah melakukan penelusuran melalui mendiskripsikan teori dan pengumpulan data yang menunjang dalam rangka menjawab tiga permasalahan yang telah diajukan oleh penulis, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada konsep al-nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar sistematis, dilakukan orang-orang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhlakul karimah, pembiasaan-pembiasaan atau keterampilan siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. akhlakul karimah, pembiasaan-pembiasaan atau keterampilan siswa sebagai bekal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia serta meningkatkan prestasi belajar bagi siswa-siswa, berkembang sesuai dengan ajaran Islam dan mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia serta meningkatkan prestasi belajar bagi siswa-siswa, berkembang sesuai dengan ajaran Islam dan mempersiapkan diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam merupakan proses untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta meningkatkan prestasi belajar bagi siswa-siswa, terutama bagi siswa yang

Lebih terperinci

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan Mendidik Anak Menuju Surga Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA Tugas Mendidik Generasi Unggulan Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam proses perubahan dan pertumbuhan manusia. Perubahan dan pertumbuhan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelolah pembelajaran peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan

Lebih terperinci

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrumen penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL 71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dosen merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pendidikan formal karena bagi mahasiswa dosen sering kali dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2008, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2008, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia ( SDM ) melalui kegiatan pengajaran. 1 Pendidikan merupakan sesuatu yang esensial

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql.

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql. 147 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Corak Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb Muhammad Abduh dalam corak pemikiran pendidikannya, memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada aspek metodologi pembelajaran. Guru masih bersifat normatif, teoritis dan

BAB I PENDAHULUAN. pada aspek metodologi pembelajaran. Guru masih bersifat normatif, teoritis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu problematika dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam yaitu pada aspek metodologi pembelajaran. Guru masih bersifat normatif, teoritis dan kognitif,

Lebih terperinci

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia A. Landasan Sosial Normatif Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia. Landasan normatif akhlak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disisi Tuhan-Nya, dan untuk berpacu menjadi hamba-nya yang menang di

BAB 1 PENDAHULUAN. disisi Tuhan-Nya, dan untuk berpacu menjadi hamba-nya yang menang di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama Islam merupakan tuntunan yang sangat penting dan mendasar yang merupakan tujuan untuk mengatur setiap sikap dan tingkah laku manusia, terutama kaum muslimin,

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini dengan terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan, selain dapat mengindikasikan kemajuan umat manusia di satu pihak, juga mengindikasikan

Lebih terperinci

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:???????????????????????????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. ersepsi Ulama terhadap Akhlak Remaja di Desa Sungai Lulut Kecamatan

BAB IV ANALISIS. ersepsi Ulama terhadap Akhlak Remaja di Desa Sungai Lulut Kecamatan BAB IV ANALISIS A... P ersepsi Ulama terhadap Akhlak Remaja di Desa Sungai Lulut Kecamatan Banjarmasin Timur Dimaksud dengan persepsi disini adalah tanggapan atau pendapat ulama pemimpin majelis taklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Edukatif (Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis), (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm Cemerlang, 2009), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Edukatif (Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis), (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm Cemerlang, 2009), hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukuman adalah salah satu alat pendidikan yang juga diperlukan dalam pendidikan. Hukuman diberikan sebagai akibat dari pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Seperti: orang kaya membutuhkan orang miskin, orang miskin membutuhkan orang kaya, orang kuat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember,

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember, BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Terdahulu Dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak mengesampingkan hasil dari penelitian yang lebih dahulu dilakukan oleh peneliti lain. Hal ini dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah

Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Al Qur an merupakan petunjuk dari Allah Swt bagi makhluknya, jin dan manusia, yang harus diikuti sebagai pedoman dalam

Lebih terperinci

Hanifah Pendidikan Akhlak pada Anak Usia Dini permsalahan ini ialah, kehadiran seorang ibu di dalam keluarga. sebagai ibu menjadi sumber rasa kasih da

Hanifah Pendidikan Akhlak pada Anak Usia Dini permsalahan ini ialah, kehadiran seorang ibu di dalam keluarga. sebagai ibu menjadi sumber rasa kasih da PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA DINI DI KELUARGA KARIR (Studi Kasus di RW 03 Kelurahan Skabungah Kecamatan Sukajadi) Oleh: Hanifah Abstrak Dalam konteks kehidupan berbangsa, pembinaan dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2011), hlm. 9. (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2007), hlm Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga,

BAB I PENDAHULUAN. 2011), hlm. 9. (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2007), hlm Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lahir ke alam dunia dalam keadaan yang paling sempurna. Selain diberi akal manusia juga diberi kesempurnaan jasmani. 1 Dengan akal dan jasmani yang sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia yakni al-qur'an dan al-hadits yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia yakni al-qur'an dan al-hadits yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Islam adalah agama yang memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Islam memiliki dasar pokok yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia yakni al-qur'an

Lebih terperinci

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK1313 Psikolgi Pembelajaran

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK1313 Psikolgi Pembelajaran DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK1313 Psikolgi Pembelajaran Minggu 4 (Terakhir) Pensyarah: Ustazah Dr Nek Mah Bte Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) Penilaian

Lebih terperinci

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA)

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA) TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA) KAJIAN DALIL (AL-Qur an & Hadits) 30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang

Lebih terperinci

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah

Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan pendidikan yang memperbaiki sikap dan tingkah laku manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran keikhlasan, kejujuran, keadilan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN UTSMAN NAJATI TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN UTSMAN NAJATI TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN UTSMAN NAJATI TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM Kecerdasan emosional mengajarkan seseorang untuk mengarahkan emosi pada tempatnya, dengan kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang binasa. 1 Keluarga merupakan satu elemen terkecil dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak ketika pertama kali lahir kedunia dan melihat apa yang ada didalam rumah dan sekelilingnya, tergambar

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Hambali ABSTRAK Manusia adalah makhluk yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: Akhlaq Pribadi Islami Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Abstraksi Akhlak memiliki pengertian yang sangat luas. Standar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan murabbi, mu alim dan muaddib. Kata murabi berasal dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. dengan murabbi, mu alim dan muaddib. Kata murabi berasal dari kata 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Upaya Guru PAI 1. Pengertian Upaya Guru PAI Guru sebagai pendidik dalam konteks pendidikan Islam disebut dengan murabbi, mu alim dan muaddib. Kata murabi berasal dari kata rabba-yurabbi.

Lebih terperinci

Qana ah dan Tasamuh. Aspek Akhlak

Qana ah dan Tasamuh. Aspek Akhlak Aspek Akhlak 4 Qana ah dan Tasamuh Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, siswa akan mengetahui tentang pengertian qanaah dan tasamuh, menampilkan contoh perilaku qanaah dan tasamuh serta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Masalah. perkembangan zaman yang berdasarkan Undang-undang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Masalah. perkembangan zaman yang berdasarkan Undang-undang pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi manusia karena dengan pendidikan manusia dapat maju dan berkembang supaya

Lebih terperinci

Bab II Pendidikan Islam

Bab II Pendidikan Islam Bab II Pendidikan Islam Tujuan agama Islam diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui utusan-nya, Muhammad Saw., adalah untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam, mengandung implikasi bahwa Islam sebagai

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL QUR AN Oleh SRI WAHYUNINGSIH (Dosen STAI An-Nur Lampung)

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL QUR AN Oleh SRI WAHYUNINGSIH (Dosen STAI An-Nur Lampung) 154 KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL QUR AN Oleh SRI WAHYUNINGSIH (Dosen STAI An-Nur Lampung) Abstrak Akhlak yang mulia merupakan cermin kepribadian seseorang, selain itu akhlak yang mulia akan mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemberian Reward 1. Pengertian Reward Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa Reward atau dalam bahasa indonesianya adalah ganjaran adalah hadiah sebagai pembalas

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG Pada bab ini akan dibahas analisis dari hasil penelitian bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penulisan Dalam kehidupan yang modern seperti sekarang ini tanggung jawab semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam menjelaskan bahwa pada hakikatnya penciptaan jin dan manusia untuk menjadi pengabdi kepada pencipta-nya yaitu Allah swt. Dalam hal ini manusia harus senantiasa

Lebih terperinci

TAKABUR (SOMBONG) Ustzh. Umi Hanik

TAKABUR (SOMBONG) Ustzh. Umi Hanik No.34/Th.2/ Sya ban 1429H/Agustus 2008 Jum at IV TAKABUR (SOMBONG) Ustzh. Umi Hanik Kata takabur berasal dari kata Kabiru yang berarti besar. Untuk itu takabur bisa berarti sifat seseorang atau sekelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki tujuan untuk menyiapkan peserta didik yang beriman, bertakwa, kreatif dan inovatif serta berwawasan keilmuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PERSEPSI SISWA KELAS VIII TERHADAP PROGRAM PEMBELAJARAN BTQ DI SMP NEGERI 12 PEKALONGAN A. Analisis Pelaksanaan Program Pembelajaran BTQ di SMP Negeri 12 Pekalongan Alquran merupakan kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid. Baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang ada dalam kenyataan sosial yang ada. Berkaitan dengan judul skripsi ini,

BAB V PEMBAHASAN. yang ada dalam kenyataan sosial yang ada. Berkaitan dengan judul skripsi ini, BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan membahas dan menghubungkan antara teori dari temuan sebelumnya dengan teori temuan saat penelitian. Menggabungkan antara pola-pola yang ada dalam teori sebelumnya dan

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN KONSEP RABBANI DALAM PENINGKATAN KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB IV PENGEMBANGAN KONSEP RABBANI DALAM PENINGKATAN KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 78 BAB IV PENGEMBANGAN KONSEP RABBANI DALAM PENINGKATAN KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Hubungan Konsep Rabbani dengan Kepribadian guru Sebagaimana telah dimaklumi bahwa pada hakikatnya seorang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU KARYA WIWID PRASETYO

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU KARYA WIWID PRASETYO 75 BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU KARYA WIWID PRASETYO Setelah dilakukan penelitian dan pengkajian adapun kandungan dalam novel Nak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 6. Islami, (Jogjakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 83

BAB I PENDAHULUAN. ( Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 6. Islami, (Jogjakarta: Darul Hikmah, 2009), hlm. 83 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan Agama Islam Kesalehan Sosial Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN KESALEHAN SOSIAL Kesalehan sosial adalah suatu perilaku

Lebih terperinci

3 Wasiat Agung Rasulullah

3 Wasiat Agung Rasulullah 3 Wasiat Agung Rasulullah Dalam keseharian kita, tidak disangsikan lagi, kita adalah orang-orang yang senantiasa berbuat dosa menzalimi diri kita sendiri, melanggar perintah Allah atau meninggalkan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter dan akhlak generasi muda sangatlah urgent, karena maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengisi dunia ini dengan berbagai macam ciptaannya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengisi dunia ini dengan berbagai macam ciptaannya, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT mengisi dunia ini dengan berbagai macam ciptaannya, sehingga tampaklah keindahan yang tercipta di hamparan bumi ini. Namun Allah SWT menciptakan berbagai macam

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM EDUSIANA: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam Available online at: http://ejournal.stainim.ac.id/index.php/edusiana METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Volume 4 No 1 Hal 24 31 2017 P-ISSN: 2355-2743;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat. Dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat. Dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan lingkungan yang menjadi tempat terlibatnya individu yang saling berinteraksi. Dalam interaksi antar individu ini baik antara guru dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. satu dari komponen tersebut maka tidaklah akan terjadi proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. satu dari komponen tersebut maka tidaklah akan terjadi proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk pembinaan dan pengembangan diri manusia untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik oleh pendidik maupun peserta didik, oleh karena

Lebih terperinci

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Guru PAI berperan sangat sentral dalam memberdayakan sekolah sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa.

Lebih terperinci

Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah sajalah hati akan menjadi tenteram (QS Ar Ra d : 28).

Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah sajalah hati akan menjadi tenteram (QS Ar Ra d : 28). MENCARI KEBAHAGIAN Secara naluri setiap manusia menginginkan kebahagian, menginginkan sesuatu yang baik terjadi pada dirinya. Siapapun dia dan apapun latar belakangnya. Walaupun ukuran kebahagian masing-masing

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS. Nuryani, M. IAIN Palopo

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS. Nuryani, M. IAIN Palopo FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS Nuryani, M. IAIN Palopo Abstrak: Filsafat merupakan sebuah sistem komprehensif dari ide-ide mengenai keadaan yang murni

Lebih terperinci

MENDIDIK ANAK DENGAN NASEHAT. Muzdalifah M Rahman* 1

MENDIDIK ANAK DENGAN NASEHAT. Muzdalifah M Rahman* 1 MENDIDIK ANAK DENGAN NASEHAT Muzdalifah M Rahman* 1 Anak adalah amanah. Membesarkan anak bukan semata dengan memenuhi berbagai keinginannya. Lebih dari itu, yang paling penting adalah bagaimana menanamkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 156 A. Simpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan diambil dari analisis dan penafsiran terhadap hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan pada Bab I. Oleh karena itu, kesimpulan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan, manusia akan lebih berpengetahuan luas dan menjadi lebih bijaksana dalam

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR A. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian

BAB II PEMBELAJARAN DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian BAB II PEMBELAJARAN DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Istilah pembelajaran bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Program Bimbingan Keagamaan Islam dalam Coping Stress Narapidana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Program Bimbingan Keagamaan Islam dalam Coping Stress Narapidana BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Program Bimbingan Keagamaan Islam dalam Coping Stress Narapidana 4.1.1. Fashalatan Tingkat fashalatan ini mengajarkan kepada narapidana tata cara shalat yang

Lebih terperinci

Merasakan Manisnya Keimanan

Merasakan Manisnya Keimanan Merasakan Manisnya Keimanan Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A.

BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A. 56 BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A. Analisis Moral Klien Anak di Balai Pemasyarakatan Klas I Semarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan esensial dalam kehidupan manusia, karena pendidikan, manusia dapat di bedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan

Lebih terperinci

Sucikan Diri Benahi Hati

Sucikan Diri Benahi Hati Sucikan Diri Benahi Hati Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????...????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesungguhnya usia anak merupakan usia yang paling subur dan panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang pendidik untuk menanamkan pondasi-pondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang urgen bagi kehidupan manusia. Maju tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan. Untuk itu manusia berpacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia ini sangat dinamis dalam arti perjalanan kehidupan seorang manusia dipengaruhi oleh apa yang terjadi di sekelilingnya dan manusia belajar apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, potensi manusia diposisikan sebagai makhluk yang istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, potensi manusia diposisikan sebagai makhluk yang istimewa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan di dunia ini tanpa pengetahuan apapun, tetapi dalam kelahirannya manusia dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkan untuk menguasai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001), hlm. 42. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

BAB I PENDAHULUAN. 2001), hlm. 42. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia mempunyai beberapa tujuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diantaranya sebagaimana berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. diantaranya sebagaimana berikut: BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pendidikan Islam Berbagai definisi tentang pendidikan Islam sangat beragam diantaranya sebagaimana berikut: Pendidikan dari sudut pandang manusia adalah proses sosialisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu harapan bangsa dimana nantinya remaja diharapkan dapat meneruskan nilai-nilai perjuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan) 1. meningkatkan kemampuannya setinggi mungkin dalam setiap

BAB II KAJIAN TEORI. tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan) 1. meningkatkan kemampuannya setinggi mungkin dalam setiap BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena dengan akhlak-nya yang mulia beliau

BAB I PENDAHULUAN. dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena dengan akhlak-nya yang mulia beliau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ajaran agama Islam tidak hanya mengajarkan agar seseorang cerdas dari segi pendidikan namun juga harus memiliki akhlak terpuji seperti yang dicontohkan oleh

Lebih terperinci

kurikulum. Bahkan, ada yang mengatakan No teacher no education. Maksudnya, tanpa guru, tidak terjadi proses pendidikan. 3

kurikulum. Bahkan, ada yang mengatakan No teacher no education. Maksudnya, tanpa guru, tidak terjadi proses pendidikan. 3 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing dan mengembangkan anak khususnya di sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Surakarta agar mencapai kedewasaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi, sosial budaya dan juga pendidikan. kepribadian yang bulat dan untuk membentuk manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi, sosial budaya dan juga pendidikan. kepribadian yang bulat dan untuk membentuk manusia sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan, kehidupan bangsa dan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci