PERANAN KONVENSI KESELAMATAN NUKLIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN PLTN SECARA GLOBAL
|
|
- Hengki Suharto Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ABSTRAK PERANAN KONVENSI KESELAMATAN NUKLIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN PLTN SECARA GLOBAL Yusri Heni N.A. 1, Suhartono Zahir 2, Amil Mardha P2STPIBN BAPETEN. 2. Deputi PI BAPETEN. 3. DP2IBN-BAPETEN UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN PLTN SECARA GLOBAL MELALUI KONVENSI KESELAMATAN NUKLIR. Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi Keselamatan Nuklir melalui Keputusan Presiden Nomor 106 tahun 2001 dan ditetapkan sebagai negara pihak pada konvensi ini sejak 11 Juli Konvensi keselamatan nuklir mencakup tiga hal yaitu keselamatan Instalasi nuklir dalam hal ini adalah PLTN, Badan Pengawas dan perijinan. Konvensi keselamatan nuklir mengandung makna tentang arti pentingnya aspek budaya keselamatan instalasi nuklir secara global. Kewajiban negara negara pihak peserta konvensi dinyatakan dalam: Ketentuan Umum, Perundang-undangan dan Pengawasan, Pertimbangan Keselamatan Umum, Keselamatan dalam Instalasi. Sesuai dengan tuntutan konvensi Indonesia telah mengatur pemisahan antara fungsi Badan Pengawas dan Badan Pelaksana dalam kelembagaan yang terpisah. Laporan nasional untuk sidang review meeting negara peserta memuat langkah-langkah yang telah dilakukan dari pasal-pasal konvensi keselamatan nuklir. Hasil pertemuan berkala pada sidang review meeting ketiga, bermanfaat untuk mengikuti perkembangan keselamatan nuklir PLTN dunia, yang dapat digunakan untuk penyiapan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan pengembangan kerangka kerja pengawasan PLTN di Indonesia. Kata Kunci : PLTN, Konvensi Keselamatan Nuklir ABSTRACT EFFORT FOR ENHANCEMENT OF THE SAFETY OF NPP GLOBALLY THROUGH CONVENTION ON NUCLEAR SAFETY. Indonesian Government have ratifyed the convention of Nuclear Safety through President Decree number 106 year 2001, and specified as contracting party for this convention since 11 Juli Convention on nuclear safety include cover three things that is the safety of nuclear Installation in this case is PLTN, Regulatory body and licensing. Convention on nuclear safety have meaning concerning an importance aspect of safety culture for nuclear installation globally. Obligation contracting parties of nuclear safety convention expressed in: General provisions, Legislation and regulation, General Safety Consideration, Safety of Installation. As according to nuclear safety convention Indonesia have arranged separation between the function of regulatory body and those other body concerned with the promotion or utilization of nuclear energy. National report for the review meeting of contracting parties contain stages steps which have been conducted from paragraf of nuclear safety convention. The result of third review meeting usefull for to keep the development of nuclear safety in the world of nuclear power plant, which can used for the preparation and completion of law and regulation and development of regulatory framework for controling nuclear power plant in Indonesia. Key Word : NPP, Convention on Nuclear Safety 1. PENDAHULUAN 205
2 Konvensi keselamatan nuklir mengandung konsepsi luhur akan arti pentingnya aspek budaya keselamatan instalasi nuklir secara global, untuk mencapai dan mempertahankan kualitas keselamatan nuklir yang tinggi di seluruh dunia, melalui peningkatan langkah-langkah atau kegiatan yang dilakukan secara nasional, dan kerjasama internasional. Konvensi keselamatan nuklir pada hakekatnya akan memberi jaminan perlindungan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Kebijakan nasional telah menetapkan bahwa, kegiatan ketenaganukliran di Indonesia dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, dengan selalu memberikan prioritas pada keselamatan sepadan dengan kepentingannya. Selaras dengan hal tersebut, ketentuan keselamatan nuklir menetapkan konsepsi dasar prinsip keselamatan untuk setiap instalasi nuklir pada konsep pertahanan berlapis. Isu keselamatan PLTN yang akan diterapkan menggunakan teknologi yg sudah teruji, sistem perizinan multistep, field inspection, legislasi dan regulasi mengacu pada rekomendasi internasional (IAEA), dan atau negara pemasok. Konvensi keselamatan nuklir mencakup tiga hal yaitu Instalasi nuklir dalam hal ini adalah PLTN, Badan Pengawas dan perizinan. Ketiga hal ini secara nasional sudah diatur dalam UU nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang memberi kewenangan kepada BAPETEN untuk melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir melalui peraturan perizinan dan inspeksi. Konvensi keselamatan nuklir disetujui pada tanggal 17 Juni 1994 melalui konferensi diplomatik yang diselenggarakan oleh IAEA. Konvensi dibuka untuk penandatanganan pada tanggal 20 September 1994, yaitu pada saat sidang umum IAEA yang ke 38. Indonesia menandatangani konvensi keselamatan nuklir pada tanggal 20 September 1994, seiring dengan upaya pembaharuan UU tentang ketenaganukliran di Indonesia waktu itu. Sesuai pasal 31 ayat 1 konvensi keselamatan nuklir berlaku setelah diratifikasi oleh 22 negara. Ketentuan tersebut telah tercapai sejak 24 Oktober 1996, dan saat ini terdapat 56 negara peserta konvensi termasuk Indonesia. Indonesia telah meratifikasi konvensi keselamatan nuklir dengan Keputusan Presiden no. 106 tahun 2001, dimasukkan dalam deposit instrumen of ratification 12 April 2002, dan ditetapkan sebagai Negara Pihak pada konvensi ini sejak 11 Juli Sesuai dengan pasal 3 ditetapkan bahwa, ketentuan-ketentuan dalam konvensi ini diberlakukan untuk instalasi nuklir. Sedangkan pengertian instalasi nuklir sesuai pasal 2 ialah tiap pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) didarat yang berada dibawah yurisdiksinya termasuk fasilitas penyimpanan, penanganan dan pengolahan bahanbahan radioaktif, yang berada di lokasi yang sama dan berkaitan langsung dengan pengoperasian PLTN tersebut. Pertimbangan dari negara-negara peserta konvensi terhadap penetapan konvensi keselamatan nuklir didasarkan antara lain : i. Menyadari pentingnya untuk meyakinkan masyarakat internasional, bahwa penggunaan tenaga nuklir adalah aman, terkendali dan ramah lingkungan; 206
3 ii. Menegaskan kembali perlunya meningkatkan derajat keselamatan nuklir diseluruh dunia secara berkelanjutan. iii. Menegaskan kembali bahwa tanggung jawab terhadap keselamatan nuklir, terletak pada negara yang memiliki yurisdiksi atas instalasi nuklir. iv. Berkeinginan untuk meningkatkan budaya keselamatan nuklir yang efektif v. Menyadari bahwa kecelakaan yang terjadi pada instalasi nuklir, dapat menimbulkan dampak lintas batas negara. vi. Mengingat konvensi tentang proteksi fisik bahan nuklir (Convention on physical protection of nuclear material 1979), Konvensi tentang pemberitahuan dini kecelakaan nuklir ( convention on early notification of nuclear accident 1986 ), dan konvensi tentang bantuan dalam hal terjadi kecelakaan nuklir atas kedaruratan radiologi (convention on assistance in the case of nuclear accident or radiological emergency 1986). vii. Menegaskan pentingnya kerjasama internasional, untuk peningkatan keselamatan nuklir, melalui mekanisme bilateral dan multilateral, serta penetapan penegakan konvensi ini. viii. Mengakui bahwa konvensi ini membangun ikatan pada penerapan prinsip fundamental (pokok) keselamatan terhadap instalasi nuklir dari standar keselamatan yang rinci, dan bahwa terdapat garis-garis pedoman keselamatan yang disusun secara internasional yang diperbaharui terus menerus, sehingga dapat memberikan pedoman tentang sarana-sarana mutakhir, untuk mencapai tingkat keselamatan yang tinggi. Adapun tujuan dari konvensi keselamatan nuklir yang ditetapkan pada pasal 1 menyebutkan : i Untuk mencapai dan memelihara derajat keselamatan nuklir yang tinggi di seluruh dunia, melalui peningkatan langkah nasional dan kerjasama internasional, termasuk kerjasama teknik yang berkaitan dengan keselamatan. ii Bilamana perlu untuk menetapkan dan memelihara pertahanan yang efektif pada setiap instalasi nuklir, terhadap potensi bahaya radiologi untuk melindungi individu, masyarakat, dan lingkungan dari akibat yang merugikan dari radiasi pengion dari instalasi tersebut. iii Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang mempunyai akibat radiologis, dan mengurangi akibat tersebut jika kecelakaan itu terjadi. Indonesia telah menjadi negara peserta konvensi keselamatan nuklir, laporan nasional pertama pelaksanaan konvensi keselamatan nuklir secara nasional telah dikoordinasikan dan dikirim oleh BAPETEN September 2004 untuk pertemuan review meeting ke III April Sedangkan laporan kedua perlu disampaikan ke sekreatriat konvensi September 2007 untuk review meeting April
4 2. TINJAUAN TERHADAP KEWAJIBAN NEGARA PESERTA KONVENSI KESELAMATAN NUKLIR Ketentuan Umum Penggunaan tenaga nuklir yang begitu pesat menuntut perlu adanya jaminan keselamatan yang selaras dengan jaminan penggunaan tenaga nuklir untuk maksud damai, karena dengan persyaratan dasar demikian, ketergantungan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir dimasa mendatang dapat dipertahankan. Hal ini sebetulnya sudah diatur dalam ketentuan nasional di banyak negara, namun masih ada perbedaan dalam penempatan tanggungjawab tersebut antara masyarakat internasional dan negara yang bersangkutan. Untuk menjembatani masalah ini pada ketentuan umum konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara peserta konvensi harus mengambil, dalam batas-batas kerangka hukum nasionalnya, langkah legislatif, pengawasan dan administrasi, serta tindakan lain untuk melaksanakan kewajiban menurut konvensi ini. Pasal 5 menyatakan bahwa setiap negara peserta konvensi harus menyerahkan laporan mengenai yang telah diambil untuk melaksanakan setiap kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi ini untuk dikaji sebelum pertemuan berkala dilaksanakan Perundang-undangan dan Pengawasan Dalam rangka membangun ikatan pada penerapan prinsip fundamental (pokok) keselamatan terhadap instalasi nuklir dari standar keselamatan yang rinci, dan bahwa terdapat garis-garis pedoman keselamatan yang disusun secara internasional yang diperbaharui terus menerus, untuk mencapai tingkat keselamatan yang tinggi, serta sebagai acuan ketentuan nasional negara peserta konvensi, maka pasal 7 konvensi menetapkan kerangka perundang-undangan dan pengawasan mencakup : 1. Setiap negara peserta harus menetapkan dan mempertahankan kerangka perundangundangan dan pengawasan untuk mengatur keselamatan instalasi nuklir. 2. Kerangka perundang-undangan dan pengawasan harus memberikan kemungkinan untuk: i. Penetapan peraturan dan persyaratan yang berlaku secara nasional. ii. Sistem perizinan yang berkaitan dengan instalasi nuklir dan larangan pengoperasian instalasi nuklir tanpa izin. iii. Sistem inspeksi dan pengkajian instalasi nuklir untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan persyaratan izin. iv. Penegakan peraturan yang berlaku dan persyaratan izin, termasuk penangguhan, perubahan dan pencabutan Pemerintah RI telah menetapkan UU nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran sebagai landasan pengaturan ketentuan keselamatan nuklir di Indonesia. Beberapa Peraturan Pemerintah yang sudah diterbitkan yaitu: 208
5 - PP nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion. - PP nomor 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. - PP nomor 48 Tahun 2001 tentang Perubahan atas PP nomor 134 tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di BAPETEN. - PP nomor 26 Tahun 2002 Tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif. - PP nomor 27 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. Adapun peraturan keselamatan nuklir untuk PLTN yang sedang dipersiapkan dan saat ini telah memasuki tahap finalisasi, adalah perumusan rancangan peraturan pemerintah tentang perizinan reaktor nuklir, dan penyusunan peraturan kepala BAPETEN antara lain: - Peraturan Kepala tentang Keselamatan Evaluasi Tapak PLTN. - Peraturan Kepala tentang Jaminan Mutu Keselamatan PLTN dan Instalasi Pendukungnya. - Peraturan Kepala tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya. - Peraturan Kepala tentang Keselamatan Operasi Reaktor Daya. - Peraturan Kepala tentang Keselamatan Komisioning PLTN. - Peraturan Kepala tentang Ketentuan Penyusunan LAK PLTN. Dalam kaitan upaya peningkatan transparansi dan keterbukaan dalam penanganan keselamatan PLTN mutlak diperlukan. Upaya kearah ini dalam konvensi dilakukan dengan adanya pengawasan dari pihak lain diluar organisasi badan pelaksana, yaitu Badan Pengawas (pasal 8). Setiap negara peserta harus menetapkan atau menunjuk Badan Pengawas, yang ditugasi untuk melaksanakan kerangka perundang-undangan dan pengawasan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, dilengkapi dengan kewenangan, kecakapan, keuangan, serta SDM yang memadai, untuk melaksanakan tanggungjawab yang diembannya. Setiap negara peserta harus mengambil langkah yang sesuai untuk menjamin adanya pemisahan yang efektif antara Badan Pengawas dengan badan atau organisasi lain yang berkaitan dengan promosi atau pemanfaatan tenaga nuklir. Dengan ditetapkannya UU no. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Indonesia telah mengatur pemisahan yang efektif antara fungsi Badan Pengawas dan badan pelaksana dalam kelembagaan yg berbeda, sebagai bagian dari pelaksanaan konvensi keselamatan nuklir. Dalam hal tanggungjawab pemegang izin (pasal 9) konvensi keselamatan nuklir menetapkan bahwa setiap negara peserta harus menjamin bahwa tanggungjawab utama untuk melaksanakan keselamatan instalasi nuklir terletak pada pemegang izin, yang bersangkutan dan harus mengambil langkah yang tepat, untuk menjamin bahwa pemegang izin tersebut memenuhi tanggungjawabnya. Berkaitan dengan hal tersebut dalam prinsip pengawasan yang dituangkan dalam kebijakan keselamatan nuklir, BAPETEN menetapkan bahwa tanggungjawab utama keselamatan nuklir terletak pada 209
6 pemegang izin atau organisasi operasi. Tanggungjawab ini tidak dapat dipindahkan melalui kegiatan ketenaganukliran lain. dibagi atau 2.3. Pertimbangan keselamatan umum Adanya pertimbangan penetapan konvensi keselamatan nuklir, untuk meningkatkan budaya keselamatan nuklir yang efektif secara global. Konvensi ini menyelaraskan tanggungjawab masyarakat internasional dan negara yang bersangkutan/ negara peserta dalam mengelola keselamatan nuklir. Dalam hal prioritas keselamatan dinyatakan sebagai: Setiap negara peserta harus mengambil langkah yang sesuai untuk menjamin bahwa semua organisasi yang berkaitan dengan kegiatan yang berhubungan langsung dengan instalasi nuklir, harus menetapkan kebijakan yang memberikan prioritas yang memadai, pada keselamatan nuklir dengan selalu memperhatikan aspek keuangan dan sumberdaya manusia, faktor manusia (Human factor pasal 12) dan jaminan kualitas (pasal 13), untuk memberi keyakinan bahwa persyaratan tertentu untuk semua kegiatan penting terhadap keselamatan nuklir dipenuhi, selama pengoperasian instalasi nuklir. Sebagai pelaksanaan konvensi ini, BAPETEN telah menetapkan kebijakan keselamatan, yang memberikan prioritas yang tinggi kepada keselamatan nuklir dalam pernyataan kebijakan keselamatan nuklir BAPETEN sejak Juni Tujuannya untuk memberikan kerangka kerja bagi pelaksana dalam mengelola pengawasan, untuk mencapai keselamatan nuklir yang tinggi, melalui peningkatan pendekatan dan dialog, dan mengikuti sistem pengawasan dunia internasional, yang meletakkan dasar bahwa keselamatan nuklir adalah prioritas utama, yang harus mendapat perhatian sebelum tenaga nuklir dimanfaatkan. Pengkajian keselamatan yang sistematis dan menyeluruh dilaksanakan sebelum konstruksi dan komisioning intalasi nuklir, dan selama pengoperasian instalasi nuklir. Verifikasi dengan cara analisa, pengamatan, pengujian, dan inspeksi dilaksanakan untuk menjamin bahwa keadaan fisik dan operasi instalasi nuklir masih sesuai dengan desain, persyaratan keselamatan nasional yang berlaku serta batas-batas dan kondisi pengoperasian. Paparan radiasi terhadap pekerja dan masyarakat yang disebabkan oleh instalasi nuklir harus diusahakan serendah mungkin dan tidak ada individu yang terkena paparan radiasi melebihi batas dosis yang telah ditentukan. Ketentuan nasional terkait dengan proteksi radiasi diatur dalam PP nomor 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion. Sedangkan penetapan limit dosis diatur dalam SK Kepala BAPETEN nomor 1 tahun 1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi mengacu ICRP no. 26 dan akan diperbarui dengan menggunakan konsep yang tertuang dalam BSS-115. Konvensi ini juga mewajibkan tiap negara peserta konvensi untuk menyiapkan rencana penanggulangan keadaan darurat, demikian pula pelatihan-pelatihan yang diperlukan, termasuk memberi informasi kepada negara sekitar tentang upaya yang tepat bagi perencanaan kedaruratan dan penanggulangannya. 210
7 Kesiapsiagaan penanggulangan keadaan darurat ini di Indonesia telah diatur dalam peraturan pemerintah dan keputusan Kepala BAPETEN Keselamatan dalam instalasi Dalam kaitannya dengan keselamatan instalasi, dalam konvensi keselamatan nuklir, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mulai dari perencanaan tapak (pasal 17), desain dan konstruksi (pasal 18), dan pengoperasian (pasal 19). Dalam hal penentuan tapak, peserta konvensi selain menempuh prosedur baku di negara masingmasing, sesuai pasal 17 (iv) negara peserta tersebut harus berkonsultasi masalah tapak tersebut, kepada negara peserta konvensi lain yang berada disekitar PLTN yang direncanakan (vicinity). Demikian juga dalam hal desain, dan konstruksi, serta pengoperasian, juga harus dapat menunjukkan bahwa PLTN yang dibangun, telah dilengkapi dengan desain dan konstruksi yang handal, metode proteksi radiasi yang lengkap dan menyeluruh, dengan batasan operasional yang diperoleh dari hasil analisis keselamatan dan uji coba, dan pengalaman pengoperasian. 3. PERTEMUAN NEGARA PESERTA Tujuan dari penyelenggaraan sidang review meeting adalah melakukan kajian status keselamatan nuklir tiap-tiap negara pihak peserta konvensi, terutama mengenai langkah-langkah dan tindakan yang telah dilaksanakan, dan tindaklanjut untuk mengimplementasikan kewajiban negara pihak peserta konvensi, sesuai yang terdapat dalam pasal konvensi keselamatan nuklir. Pertemuan negara peserta konvensi ini merupakan pelaksanaan dari pasal 5 tentang laporan, pasal 20 Pertemuan berkala, Pasal 21 jadwal pertemuan, pasal 22 pengaturan prosedural. Setiap negara peserta konvensi, wajib membuat laporan nasional, untuk pertemuan berkala yang disebut dengan sidang review meeting, yang diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun sekali. Laporan disampaikan ke sekretariat konvensi di IAEA 6 bulan sebelum pelaksanaan review meeting. Setiap negara peserta mengirimkan wakil untuk meninjau kembali hal-hal spesifik yang terdapat dalam laporan, dan berhak untuk membahas laporan yang disampaikan oleh negara peserta lain, dan meminta klarifikasi dari laporan tersebut. Indonesia pertama kali mengikuti sidang review meeting negara peserta konvensi keselamatan nuklir pada sidang review meeting ketiga yang dilaksanakan di markas besar IAEA di Wina pada tanggal April 2005, dihadiri oleh 50 negara dari 56 negara pihak. Pelaksanaan sidang review meeting dimulai diskusi panel, dengan pokok bahasan Tantangan kedepan terhadap keselamatan nuklir diakibatkan permasalahan pimpinan di industri dan Badan Pengawas. Resume hasil diskusi panel meliputi: - Akar permasalahan terletak pada : pengetahuan manajemen dan masa pensiun para eksekutif industri berpengalaman, termasuk yang tanpa latar belakang nuklir, kurangnya kerangka kerja pengawasan yang spesifik pada persyaratan pimpinan; 211
8 tidak adanya dialog antara regulator dan Chief executive officer (CEO) dibidangbidang dimana isu pimpinan dapat berdampak pada keselamatan. - Langkah-langkah untuk menghadapi tantangan mencakup : Usaha dari industri baik perusahaan individu maupun asosiasi, untuk menegaskan kewajiban pimpinan sebagai komponen penting terhadap keselamatan nuklir, memberikan program pendidikan bagi board of directors / pemilik / pengusaha dan para eksekutif tentang pentingnya perhatian yang berkelanjutan terhadap keselamatan nuklir. Pengembangan peraturan dan pedoman yang diharapkan, sampai dengan indikator-indikator pimpinan. Melanjutkan penyelidikan tentang akar penyebab permasalahan dan kejadian, untuk mendeteksi dampak kegagalan pimpinan. Dari summary report pelaksanaan sesi kelompok laporan negara-negara peserta konvensi keselamatan nuklir, didapatkan informasi pokok antara lain : - Deregulasi ekonomi pada pasar energi membawa perubahan dalam kepemilikan dan pengaturan operasional perusahaan listrik termasuk PLTN. - Perubahan kepemilikan dan manajemen menekankan pada perolehan keuntungan dan persaingan dengan sumber energi yang lain, merupakan tantangan terhadap prioritasisasi keselamatan. - Negara peserta tidak membicarakan masalah keamanan dan proteksi fisik, tetapi banyak negara peserta yang menjelaskan adanya hubungan antara keselamatan dengan keamanan PLTN. - Membentuk dan mempertahankan kerangka pengaturan dan pengawasan yang kuat, merupakan hal utama untuk keselamatan nuklir global. - Metodologi internasional melalui Regulatory review team (IRRT) IAEA merupakan alat penting dalam memberikan kajian internasional dan meningkatkan kemampuan kaji diri sendiri identifikasi kekuatan dan kelemahan, dalam perbaikan kerangka kerja legislasi dan pengawasan. - Penggunaan IAEA safety standard, negara peserta setuju safety standar sebagai acuan bersama, dan telah mempertimbangkan menggunakannya, dalam penyusunan kerangka kerja pengawasan dan peraturan nasional. Banyak negara menyatakan komitmennya, untuk melakukan harmonisasi nasional, terhadap kerangka kerja legislasi dan pengawasan. - Negara peserta berusaha mengembangkan kerangka kerja pengawasan yang baru, untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan. Beberapa negara peserta didalam Badan Pengawas, telah terjadi perubahan menuju pendekatan pengawasan berdasarkan resiko. 212
9 - Technical support organization mempunyai peranan penting untuk melakukan kajian atas nama badan pengawas. - Perlunya dialog antara regulator dengan operator, baik pada tatanan senior manajemen maupun pekerja, untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan isu keselamatan jangka menengah dan panjang. - Badan pengawas yang efektif berdiri sendiri, merupakan elemen penting dalam keselamatan nuklir. - Beberapa negara yang memperluas program nuklirnya, menyatakan keprihatinannya untuk mempertahankan dan membangun kompetensi, adanya penuaan tenaga kerja, dan meningkatnya kebutuhan internasional tenaga spesialis keselamatan nuklir. Perlunya kebijakan nasional, untuk mengembangkan dan menyusun program sistematis, untuk mengatasi pensiun dan hilangnya tenaga spesialis. - Keselamatan operasi PLTN didunia, tergantung dari gema pentingnya budaya keselamatan yang kuat. Pada RM-II prioritas diberikan pada konsep jaminan kualitas, manajemen keselamatan, budaya keselamatan dan operasi jangka panjang. Sedangkan pada RM-III diperluas dengan konsep yang lebih spesifik, dari jaminan kualitas dan budaya keselamatan menjadi konsep sistem manajemen keselamatan, dan perlu digabungkan dengan persyaratan keselamatan nasional didasarkan pada pengalaman (good practices). - Banyak negara peserta menegaskan pentingnya peningkatan budaya keselamatan pada PLTN harus diperkuat, mengingat kecenderungan berkurangnya pengambil kebijakan, manajemen dan komunikasi internal. - Banyak Badan Pengawas yang menyatakan bahwa, pengaturan budaya keselamatan dan manajemen keselamatan lainnya, masih merupakan tantangan, sulitnya mengkuantifikasi performance indikator, untuk penilaian budaya keselamatan. Perlunya melanjutkan usaha-usaha untuk mencari early warning sign, inferensial indicators, dan cara untuk mengatur program yang mempengaruhi budaya keselamatan, dan mendeteksi degradasi dari manajemen keselamatan didalam organisasi operasional. - Negara peserta setuju bahwa, proses manajemen keselamatan yang komprehensif dan kajian diri dilakukan oleh organisasi operasional. Banyak perangkat untuk penilaian budaya keselamatan, dan sistem manajemen keselamatan, yang masih dalam pengembangan dan akan dilaporkan dalam RM-IV. - Human performance dan interfase antara manusia dan mesin/alat/komponen dan instrumentasi (man machine interface), termasuk juga hubungan antar manusia memegang peranan penting dalam budaya keselamatan. Beberapa negara peserta melaporkan mempunyai metodologi, untuk menganalisis kejadian-kejadian yang 213
10 disebabkan faktor manusia, dan spesialis untuk menilai faktor-faktor manusia dan organisasional. - Dalam kejadian kedaruratan nuklir yang berakibat keluar lingkungan, diperlukan perencanaan tanggap darurat terintegrasi, yang merupakan kesatuan untuk keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan PLTN, dan negara tetangga yg berbatasan. Terdapat kesulitan untuk melibatkan masyarakat umum, dan tingkat pimpinannya dalam pelatihan. Banyak negara peserta melaporkan pelaksanaan peningkatan program kesiapsiagaan nuklir, termasuk modernisasi pusat manajemen kedaruratan dan pelatihan yg lebih luas seperti pemulihan. Negara peserta agar melaporkan pada RM-IV tentang bagaimana tanda bahaya kedaruratan dilaporkan ke negara lain secara effisien dan cepat. - Dalam hal transparansi dan keterbukaan, negara peserta setuju bahwa keterbukaan dan transparansi dengan masyarakat merupakan elemen penting, untuk mempertahankan kepercayaan kepada Badan Pengawas, dan kegiatan organisasi operasional PLTN. Digunakan internet untuk komunikasi dan transmisi informasi, dan juga database kejadian nuklir yang terbuka untuk umum, dan penggunaan website IAEA untuk laporan nasional konvensi keselamatan nuklir. - Prinsip ALARA dan rekomendasi ICRP 60 tetap digunakan negara peserta, untuk dasar pengawasan dosis pekerja dan pelepasan ke lingkungan. Banyak negara peserta yang telah memperbaiki kerangka kerja legislasi dan pengawasan, untuk meningkatkan pengawasan pada kesalahan proteksi radiasi. - Terdapat peningkatan penggunaan periodic safety reviews (PSR), sebagai bagian dari proses pengawasan. - Negara peserta menggunakan Risk informed decision making sebagai perangkat bagi pengawasan, dan digunakan untuk kegiatan kunci pengawasan, misalnya inspeksi. PSA merupakan perangkat dalam penilaian dan verifikasi keselamatan pada PLTN. PSA digunakan sebagai salah satu elemen pada risk informed decision making sebagai tambahan pada pendekatan deterministik. - Pada RM-II negara peserta dengan pembangunan PLTN, melaksanakan kegiatan untuk menjamin keselamatan tapak, design dan konstruksi. Pada RM-III negara peserta melaporkan fitur-titur desain utama, meliputi aspek keselamatan terkait pada rancangan PLTN maju. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 214
11 Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Energi Nasional dan Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN) tahun akan memberikan Opsi PLTN beroperasi pada tahun Rencana pembangunan dan pengoperasian PLTN tersebut perlu dipersiapkan dengan memberikan prioritas yang tinggi terhadap keselamatan yang dilaksanakan dengan benar, seksama dan penuh tanggungjawab oleh berbagai institusi terkait diantaranya adalah BAPETEN. Upaya peningkatan keselamatan PLTN secara global melalui konvensi keselamatan nuklir telah dilakukan oleh negara-negara pihak peserta konvensi keselamatan nuklir termasuk Indonesia. Konvensi keselamatan nuklir ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan kualitas keselamatan nuklir yang tinggi di seluruh dunia, melalui peningkatan langkah-langkah atau kegiatan yang dilakukan secara nasional, dan kerjasama internasional. Konvensi keselamatan nuklir mengandung konsepsi luhur akan arti pentingnya aspek budaya keselamatan instalasi nuklir secara global, yang pada hakekatnya akan memberi jaminan perlindungan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Kewajiban negara peserta konvensi adalah membuat laporan nasional, dan menghadiri pertemuan berkala sidang review meeting yang dilaksanakan di markas besar IAEA di Wina Austria setiap 3 tahun sekali. Laporan nasional dan hasil review meeting memberikan arti penting dalam membangun keterbukaan dan transparansi serta kerjasama internasional dalam melakukan kajian keselamatan nuklir diantara negara-negara pihak peserta konvensi. Hasil review meeting merupakan hasil kajian dari negara-negara peserta konvensi, untuk melakukan penyempurnaan kerangka perundang-undangan dan pengawasan nasional didasarkan atas perkembangan keselamatan nuklir mutakhir, yang merupakan pengalaman baik (good practice) negaranegara peserta konvensi dan isu global keselamatan nuklir. Hasil-hasil sidang review meeting tersebut sangat bermanfaat dalam melakukan kajian untuk meningkatkan keselamatan nuklir yang tinggi. Indonesia saat ini belum memiliki PLTN, namun demikian dengan adanya program pemerintah untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN pada tahun 2016, konvensi ini akan bermanfaat untuk bertukar pikiran dan menimba pengalaman dan perkembangan terkini isu keselamatan PLTN dunia, dari negara-negara pihak peserta konvensi, sekaligus untuk menunjukkan itikad baik pemerintah RI dalam membina kerjasama internasional. Hasil pertemuan berkala pada sidang review meeting ketiga, yang dikuti oleh wakil dari BAPETEN sangat bermanfaat untuk mengikuti perkembangan keselamatan PLTN dunia, yang dapat digunakan untuk penyiapan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan maupun kerangka kerja pengawasan PLTN di masa mendatang. Beberapa hal penting hasil sidang review meeting ketiga, meliputi: Penerapan konsep sistem manajemen keselamatan perlu digabung dengan persyaratan keselamatan nasional didasarkan pengalaman (good practices). Perangkat penilaian budaya keselamatan dan sistem manajemen keselamatan masih dalam pengembangan utk dilaporkan di RM-IV. 215
12 Komitmen untuk melakukan harmonisasi terhadap kerangka kerja legislasi dan pengawasan, dan mempertimbangkan IAEA safety standard. Perubahan pendekatan pengawasan berdasarkan resiko dan risk informed decision making sebagai perangkat pengawasan. ICRP-60 dasar pengawasan dosis pekerja dan pelepasan ke lingkungan. 5. KESIMPULAN - Konvensi keselamatan nuklir ditetapkan sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan nuklir secara global melalui perbaikan peraturan nasional, dan kerjasama internasional, dalam upaya melindungi masyarakat maupun lingkungan atas dampak bahaya dari instalasi nuklir PLTN. Hal ini menjadi pertimbangan Pemerintah RI untuk meratifikasi konvensi keselamatan nuklir dengan keputusan presiden no. 106 Tahun Indonesia telah mengatur pemisahan secara efektif, antara fungsi badan pengawas dan badan pelaksana dalam kelembagaan yang terpisah, pada pasal 4 UU nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, sesuai dengan tuntutan konvensi keselamatan nuklir. - Sebagai konsekuensi pengesahan konvensi keselamatan nuklir, pemerintah RI berkewajiban untuk membuat laporan nasional dan hadir dalam sidang review meeting setiap 3 tahun sekali. Pertemuan ini merupakan forum tukar pikiran dan pengalaman dalam bidang keselamatan nuklir. Perkembangan keselamatan nuklir terkini dari hasil review meeting antara lain, penerapan konsep sistem manajemen keselamatan PLTN, pengawasan berdasarkan resiko dan risk informed decision making sebagai perangkat pengawasan. 216
13 DAFTAR ACUAN 1. UU No. 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran 2. Keppres 106 Tahun 2001 Tentang Ratifikasi Konvensi Keselamatan Nuklir 3. Convention on Nuclear Safety, IAEA Laporan Nasional I Sidang Review Meeting ke III Konvensi Keselamatan Nuklir, September Laporan Hasil Review Meeting III Konvensi Keselamatan Nuklir, April
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA
KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NUCLEAR ENERGY REGULATORY AGENCY BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jl. Gajah Mada 8, Jakarta-10120, Telp.021-638 582 69-70, Fax: 021-638 566 13 Homepage: www.bapeten.go.id E-mail:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Organisasi Tahun 1954 1957 : Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktif: Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktif dilatarbelakangi oleh adanya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF
KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF Prof. Dr. Jazi Eko Istiyanto, M.Sc. Kepala BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jl. Gajah Mada 8 Jakarta 10120 Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah XII
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinci2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.234, 2015 BAPETEN. Tanggap Darurat. Penatalaksanaan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENATALAKSANAAN TANGGAP DARURAT BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciJAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN
JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN Syahrudin PSJMN-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, GD71, Lt.2,Cisauk, Tangerang Abstrak Jaminan Mutu untuk Persiapan Pembangunan PLTN. Standar sistem manajemen terus
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1)
PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN 1) Amil Mardha, Khoirul Huda dan Anri Amaldi Ridwan Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi Dan Bahan Nuklir Badan Pengawas
Lebih terperinciFORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN
Lebih terperinciKETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1
KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 Dewi Prima Meiliasari, Zulfiandri, dan Taruniyati Handayani Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK.
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciHIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU III Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
No.758, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN
Lebih terperinci3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF 301. Pengelolaan limbah radioaktif yang bertanggungjawab memerlukan implementasi dan pengukuran yang menghasilkan perlindungan kesehatan manusia dan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PERIZINAN INSTALASI NUKLIR
PENGEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PERIZINAN INSTALASI NUKLIR Bambang Riyono, Yudi Pramono dan Dahlia Cakrawati Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 10
Lebih terperinci2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET
2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET KRITERIA DAN TANGGUNG-JAWAB PENGKAJIAN 201. Untuk suatu reaktor riset yang akan dibangun (atau mengalami suatu modifikasi
Lebih terperinciPELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI
PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 1. Nama Organisasi : BADAN PENGAWAS TENAGA
Lebih terperinciUPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif
UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif Amil Mardha Direktorat Peraturan Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Lebih terperinciKETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR
KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR Agus Yudhi P, Midiana Ariethia, Efa Aunurrofiq, Dahlia C. Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas
Lebih terperinciOLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF
INSPEKSI OLEH : Dra. Suyati I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN UU No 10/97 Ps. 4 : Pemerintah membentuk Badan pengawas yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga
Lebih terperinciPENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI BAPETEN Sukarman Aminjoyo Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ) Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta INDONESIA http/www.bapeten.go.id.
Lebih terperinciHUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis
HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax:
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 10
Lebih terperinci2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI
Lebih terperinciLAKIP TAHUN 2012 Laporan Akuntabilita s Kinerja Pemerintah DEPUTI PKN - BAPETEN
LAKIP TAHUN 2012 Laporan Akuntabilita s Kinerja Pemerintah DEPUTI PKN - BAPETEN Deputi Kepala BAPETEN Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR ==========================================================================
Lebih terperinciRuang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:
Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi: Izin pembangunan dan Pengoperasian termasuk dekomisioning reaktor nuklir Izin pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor Izin
Lebih terperinciSISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI B.Y. Eko Budi Jumpeno Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070 PENDAHULUAN Pemanfaatan
Lebih terperinciTATA CARA DAN ETIKA INSPEKSI. Oleh : SUYATI
TATA CARA DAN ETIKA INSPEKSI Oleh : SUYATI PENYELENGGARAAN INSPEKSI DASAR HUKUM KEWENANGAN INSPEKSI UU NO. 10/1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN, PASAL 20 PP 33/2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN
Lebih terperinciKESIAPAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA
KESIAPAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA Aris Sanyoto 1 dan Eko Legowo 2 1 Balai Diklat Badan Pengawas Tenaga Nuklir 2 Biro Umum Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTN
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PLTN PENDAHULUAN Pemenuhan kebutuhan energi pada sektor a.l.: rumah tangga, industri, transportasi dari tahun ke tahun terus
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 12-1972 dicabut: PP 29-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 137, 2000 IPTEK.Badan.Instalasi.Perizinan.Pemanfaatan.Tenaga Nuklir.
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinciGAMBARAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA
GAMBARAN SUMBER DAYA PENGAWAS PLTN DI INDONESIA Aris Sanyoto 1, Eko Legowo 2 1 Balai Diklat Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat 2 Biro Umum Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl.
Lebih terperinciKAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)
KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY) Djibun Sembiring dan Taruniyati Handayani BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN JOINT CONVENTION ON THE SAFETY OF SPENT FUEL MANAGEMENT AND ON THE SAFETY OF RADIOACTIVE WASTE MANAGEMENT (KONVENSI
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION U M U M Peraturan Pemerintah ini, dimaksudkan sebagai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.844, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BATAN. Unit Kerja. Rinvian Tugas. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN
Lebih terperinci- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
- 1 - RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA
Lebih terperinciLAPORAN PERJALANAN DINAS
LAPORAN PERJALANAN DINAS Pelapor : Topan Setiadipura NIP : 19800605 200604 1 006 Unit Kerja : Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir 1. Nama Kegiatan Technical Meeting to Review First Draft of
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
2. Tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di bidang tenaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku 3. Fungsi : a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang tenaga ; b.
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.653, 2012 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan, karena penelitian bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis berarti
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci- 1 - RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BAB 1. PENDAHULUAN
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang
Lebih terperinciJl. Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat 10120, Telp. (+62-21) , , Fax. (+62-21) Po.Box Jkt Perijinan
Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat 10120, Telp. (+62-21) 63858269-70, 6302164, 630 2485 Fax. (+62-21) 6385 8275 Po.Box. 4005 Jkt 10040 Perijinan Kesehatan + Industri : Telp. (+62-21) 6385 48883 Fax. (+62-21)
Lebih terperinciTANTANGAN PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR PERTAMA (PLTN I): SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
TANTANGAN PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR PERTAMA (PLTN I): SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) LILIANA Y. PANDI, YUSRI HENI NA, BUDI ROHMAN Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR U M U M Pemanfaatan tenaga nuklir telah berkembang pesat dan secara luas di berbagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undangundang
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciKESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA
YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,
Lebih terperinciNuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya
Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PAPER Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciREVIU PERATURAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA
REVIU PERATURAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA Muttaqin Margo Nirwono Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat radioaktif Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinci*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciKEGIATAN BUDAYA KESELAMATAN NUKLIR FNCA. Ir. Alfahari Mardi, MSc. dan Ir. Johnny Situmorang
KEGIATAN BUDAYA FNCA=FORUM ON NUCLEAR COOPERATION IN ASIA KESELAMATAN NUKLIR FNCA Lokakarya Budaya Keselamatan Instalasi Nuklir 17-20 Mei 2005, Jakarta Badan Pengawas Tenaga Nuklir - BAPETEN Ir. Alfahari
Lebih terperinciNuklir Nomor 7 Tahun 2016 tentang
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2OI7 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinci- 5 - INDIKATOR KINERJA UTAMA BAPETEN
- 5 - LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN
Lebih terperinciRevisi ke : 03 Tanggal : 12 Agustus 2014
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan
Lebih terperinciPENGATURAN i. MENGENAI PERTUKARAN INFORMASI TEKNIS DAN KERJA SAMA DI BIDANG KESELAMATAN RADIOLOGI DAN NUKLIR ANTARA
PENGATURAN i. MENGENAI PERTUKARAN INFORMASI TEKNIS DAN KERJA SAMA DI BIDANG KESELAMATAN RADIOLOGI DAN NUKLIR ANTARA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR (BAPETEN) REPUBLIK INDONESIA DAN BADAN PERLINDLINGAN RADIASI
Lebih terperinci