Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia"

Transkripsi

1 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia Ayi Darmana 1 Anna Permanasari 2 Sofyan Sauri 3 Yayan Sunarya 4 1 Dosen UNIMED, mahasiswa program doktor Pendidikan IPA. 2,3,4 Dosen SPs UPI Bandung ayidarmana2013@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid dalam materi termokimia pada siswa SMA program percepatan Al- Azhar Medan Sumatra Utara. Efektifitas didasarkan pada pandangan positif siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK). Penelitian melibatkan semua siswa semester 4 (27 orang) yang telah belajar materi termokimia. Setelah dilakukan sosialisasi siswa diminta untuk mengisi kuesioner untuk memperoleh gambaran tentang pandangannya terhadap INTMMK. Kuesioner terdiri dari 5 pernyataan dengan rubrik 5 skala, telah direview oleh 2 orang ahli. Hasil menunjukkan, skor rata-rata kelas adalah 19,8 (skor maksimum 25, atau 79,3 dalam skala 100) dengan skor terendah 15 dan skor tertingi 25. Sedangkan skor rata-rata untuk tiap pernyataan adalah 3,4; 3,7; 4,3; 4,4; dan 4,0 (skor maksimum 5), masing-masing berturut-turut untuk pernyataan ke-1 sampai ke- 4 yaitu nilai tauhid memberikan : pemahaman agama melalui materi termokimia; pemahaman yang lebih baik pada isi dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam materi termokimia; pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah; dorongan kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah; dan pernyataan ke-5 tentang tingkat keperluan nilai tauhid dijelaskan dalam materi kimia. Dari 27 siswa ada 14 siswa 51,9 % yang memperoleh skor 2, dan 13 siswa 48,2 % yang memperoleh skor antara 15 dan < dari 2. Walaupun korelasi antara pandangan siswa terhadap INTMMK dengan kemampuan kognitif termokimia adalah rendah ( r = 0,2), namun temuan ini menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid telah memberikan kontribusi dalam pembentukan pandangan positif siswa terhadap INTMMK. Kata kunci : Sosialisasi, internalisasi nilai tauhid, termokimia PENDAHULUAN Allah, Tuhan Yang Maha Esa telah menganugrahkan semua yang ada di dunia ini termasuk sumber daya alam yang diperuntukan bagi manusia [1]. Pengembangan sumber daya alam sangat memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kriteria kualitas otak dan hati nurani. Kualitas otak akan memastikan pengembangan sumber daya alam yang efektif, efesien dan bernilai guna yang tinggi, sedangkan kualitas hati nurani akan memastikan pengembangan sumber daya alam akan membawa kesejahtraan lahir dan bathin, material dan spiritual bagi semua bangsa Indonesia bahkan bagi semua umat manusia. Pemenuhan sumber daya manusia yang memiliki kriteria tersebut hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang mengembangkan potensi otak dan hati nurani. Potensi otak akan menghasilkan sains dan teknologi sedangkan potensi hati nurani akan menghasilkan etika. Pengembangan kedua-duanya akan menghasilkan sains dan teknologi yang beretika (etika sains & teknologi). Sains yang mengandalkan logika hanya akan menjadi kebaikan jika pengembangan dan pemanfaatannya mematuhi etika, yang Semirata 2013 FMIPA Unila 37

2 Ayi Darmana dkk: Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia berbicara baik dan buruk, boleh dan tidak boleh. Secara formal Indonesia telah memiliki dan menetapkan rumusan tujuan pendidikan yang dapat mengembangkan kedua potensi tersebut. Tujuan tersebut selain merupakan cita-cita juga merupakan amanat UUD Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang sama dalam UUSPN no 20 tahun 2003 pasal 3, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Berdasarkan uraian di atas, secara yuridis formal Negara Indonesia sudah memiliki tujuan pendidikan yang sangat baik, yang merupakan rumusan standar mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Apabila dicermati lebih dalam, dari semua tujuan pendidikan, yang merupakan tujuan paling penting dan menaungi yang lainnya adalah iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat dipahami selain urutan penyebutannya dalam undang-undang lebih awal juga dapat dipastikan tanpa iman dan taqwa, pencapaian tujuan pendidikan yang lain tidak akan membawa kebaikan bagi umat manusia di dunia apalagi di akhirat. Bahkan ahlak mulia hanya akan terwujud jika ada iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Dalam undang-undang tersebut jelas bahwa dimensi yang hendak dicapai dari tujuan pendidikan nasional adalah dimensi lahir-batin, fisik-mental, material-spiritual, dunia-akhirat. Bahkan dimensi hati nurani lebih diutamakan dari dimensi otak. Hal ini karena kemajuan sains dan teknologi yang tingi tetapi iman dan taqwanya rusak maka akibatnya jauh lebih buruk dari pada sebaliknya. Di sisi lain Negara Indonesia telah menyelenggarakan pendidikan sejak berpuluh-puluh tahun setelah merdeka, namun demikian tingkat ketercapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana amanat undang-undang masih jauh dari yang diharapkan baik dari sisi pengembangan sumber daya manusia yang ahli, terampil dan cerdas terlebih lagi jika diukur dengan indikator pencapaian iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia. Bahkan tidak menutup kemungkinan makin banyak kasus-kasus dekadensi moral yang menunjukkan berbanding terbalik atau tidak ada korelasi antara pengembangan otak dengan hati urani atau antara pengembangan kemampuan kognitif dengan iman taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia. Bahkan ada kecenderungan, dekadensi moral lebih sering terjadi dikalangan orang yang berpendidikan. Kenyataan ini menunjukkan telah terjadi mismatch dalam dunia pendidikan di Indonesia. Telah terjadi ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan. Salah satu penyebabnya diduga diakibatkan oleh sumber masalah yang utama yaitu pemisahan agama dan sains. Hal ini memicu masalah masalah berikutnya, di antaranya : 1) Sikap apatis guru sains terhadap agama, sebagian guru tidak suka membicarakan sains dengan agama karena dianggap dua hal yang sangat berbeda, berlainan, di mana agama dimulai dengan keyakinan sedangkan sains dimulai dengan ketidakyakinan. 2 Sebagian guru menganggap sains bebas nilai. 3) Pada umumnya pemikir, perencana, pelaksana kurikulum terutama para guru tidak mampu/tidak cukup mengerti bagaimana mempersiapkan dan mengajarkan materi sains berbasis nilai moral agama yang dapat mengantarkan siswa memungkinkan 38 Semirata 2013 FMIPA Unila

3 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 menjadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan mereka juga tidak pernah mendapatkan nya selama dipersekolahan. 4) Sangat terbatasnya referensi, baik berupa buku maupun ahli yang dapat dijadikan sebagai rujukan atau model dalam pembelajaran sains berbasis moral yang dapat mengantarkan siswa memungkinkan menjadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana pembelajaran sains dapat berkontribusi pada pencapaian iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sementara pembelajaran sains steril dari nilia-nilai agama. Cukup bagi kita bercermin kepada Negara yang sangat maju dalam sains dan teknologi yaitu Amerika, di mana keberhasilan dari sains dan teknologi tersebut hanya berkontribusi terhadap keberhasilan material. Hal ini berarti jika negara Indonesia mengadopsi pengembangan dan pembelajaran sains sebagaimana Amerika maka hasil maksimumnya tidak jauh dari keadaan mereka, yaitu hanya keberhasilan material. Dengan demikian untuk meningkatkan kontribusi relatif pembelajaran sains terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional terutama dimensi iman dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa serta ahlak mulia maka menghadirkan aspek spiritual keagamaan dalam pembelajaran sains adalah suatu kemestian. Banyak kajiankajian yang mengisyaratkan tentang pentingnya menghadirkan aspek spiritual keagamaan pada sains untuk memastikan sains akan memiliki kontribusi yang lebih besar terutama kepada kehidupan yang lebih bermakna, perdamaian, kesejahtraan dan kebahagiaan lahir dan bathin. Menghadirkan aspek spiritual keagamaan melalui penanaman nilai-nilai agama tidak akan mengurangi bobot ilmiah dari sains, bahkan akan memastikan tercapainya pemahaman yang lebih komprehensip terhadap hakikat sains itu sendiri. Sains dapat dipahami bukan saja dari segi empiris tetapi juga dari segi metafisik, bukan saja dari segi rasio tetapi hati hurani. Pemahaman terhadap suatu penomena bukan saja dipahami berdasarkan teori-teori sains tetapi juga berdasarkan wahyu. Bukankah pada dasarnya sains merupakan produk pengembangan dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di alam (ayat kauliyah). Dengan demikian pasti kedua-duanya akan makin saling menguatkan. Bukankah menghadirkan aspek wahyu pada sains akan meningkatkan pemahaman terutama dari beberapa hal yang bersumber dari keterbatasan sains, akan memberikan spirit dan motivasi, mengarahkan mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang baik dan buruk. Demikian juga sebaliknya bukankah menghadirkan sains pada agama akan meningkatkan pemahaman terhadap agama itu sendiri, sekurang-kurangnya sains dalam batas tertentu berkontribusi untuk mengurangi tingkat dogmatis. Permasalahannya sekarang bagaimana mengembangkan model yang tepat agar memasukkan nilai-nilai tauhid pada materi sains atau kimia dapat memberikan manfaat yang besar bagi tertanamnya keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang maha Esa. Kekeliruan dalam memasukkan nilai-nilai ini dapat berakibat sebaliknya, bukannya kebaikan tetapi keburukan yang dapat berupa pengkaburan konsep sains dan atau konsep agama itu sendiri. Secara teoritis ada beberapa kaidah dalam memasukkan atau mengintegrasikan nilai-nilai agama kepada materi sains, di antaranya tidak memaksakan, tidak Dalam penelitian ini telah dilakukan kegiatan sosialisasi internalisasi nilai-nilai tauhid dalam materi termokimia pada siswa SMA program percepatan Al-Azhar Medan Sumatra Utara. Untuk memperoleh informasi tentang efektifitasnya, diakhir sosialisasi siswa diminta untuk mengisi kuesioner yang menggambarkan teantang pandangannya terhadap internalisasi Nilai tauhid. Nilai tauhid dipilih karena Semirata 2013 FMIPA Unila 39

4 Ayi Darmana dkk: Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia merupakan nilai yang paling utama dalam ajaran islam, selain itu tauhid yang berarti meng-esakan llah Tuhan Yang Maha Esa dipandang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional maupun tujuan pembelajaran kimia. Sosialisasi ini sangat diperlukan, mengingat walaupun SMA Al Azhar menjalankan dua kurikulum yaitu Depag dan Diknas namun kedua-duanya baru dijalankan secara bersama-sama belum pada tahap integrasi atau two in one. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid pada materi termokimia yang melibatkan 27 siswa SMA program percepatan Al Azhar Medan Sumatra Utara. Kegiatan ini dilakukan bulan otober 2012 pada awal semester 4, selama tiga kali pertemuan dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, masing-masing selama 60 menit. Materi sosialisasi meliputi : makna tauhid, tauhid dan kimia, internalisasi nilainilai tauhid dalam materi termokimia. Setelah kegiatan sosialisasi berakhir siswa diminta mengisi kuesioner untuk memperoleh gambaran tentang pandangannya terhadap Internalisasi Nilai Tauhid melalui Materi Termokimia (INTMMK). Kuesioner terdiri dari 5 pernyataan dengan rubrik 5 skala, telah direview oleh 2 orang ahli. HASIL DAN PEMBAHASAN Pandangan siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia (INTMMK) merupakan gambaran dari tingkat internalisasi nilai tauhid yang terjadi pada dirinya. Dalam tabel 1 di bawah ini disajikan perolehan skor. Berdasarkan tabel 1 di atas, perolehan skor rata-rata siswa (19,8) atau rata-rata tingkat INTMMK (79 %). Hasil ini cukup memuaskan, mengingat kegiatan ini baru No Skor (max 25) Jumlah Siswa Rata-rata/ Tingkat INTMMK 19,8 79 % Tabel 2 Tingkat INTMMK untuk tiap Pernyataan No Pernyataan Nilai Tauhid 1 memberikan pemahaman agama melalui materi termokimia 2 memberikan pemahaman yang lebih baik pada isi dan nilai-nilai agama yang terkandung dalam materi termokimia 3 memberikan pemahaman bahwa materi termokimia merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah 4 mendorong kesadaran untuk meningkatkan ibadah kepada Allah 5 perlu dijelaskan saat guru mengajar kimia Skor ratarata ( max 5) Tingkat INTMM K (%) 3,4 68 3,7 74 4,3 86 4,4 88 4,0 80 Rata-rata 19, Semirata 2013 FMIPA Unila

5 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 dilakukan selama tiga kali pertemuan (3 x Tabel 1 Skor dan Berdasarkan Jumlah responden 60 menit). Perolehan rentang skor terendah 15 (60 %) sampai mencapai maksimum 25 (100 %), menunjukkan 100 % responden memiliki respon yang positif terhadap kegiatan sosialisasi, sehingga kegiatan ini dapat dianggap efektif walaupun masih dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Ada 14 siswa dari 27 siswa (51,9 %) yang memperoleh skor 2 dan 13 siswa dari 27 48,2 % yang memperoleh skor antara 15 dan < dari 20. Hal ini berarti siswa sebanyak 51,9 % memiliki tingkat INTMMT 8 %. Siswa yang terbiasa dengan dua kurikulum (Depag dan Diknas) sangat mudah untuk menerima dan memandang sangat positif terhadap nilai tauhid yang diinternalisasikan dalam materi termokimia. Adapun untuk masing-masing pernyataan, diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam tabel 2 berikut ini : Dari tabel 2 memberikan informasi bahwa skor rata-rata terendah 3,4 (tingkat INTMMK 68 %) untuk pernyataan no 1, dan tertinggi 4,4 (tingkat INTMMK 88 %) untuk pernyataan no 4. Dari pernyataan no 1 sampai no 4 skor rata-rata memiliki kecenderungan naik (dari 3,4 sampai 4,4 ) dan pada pernyataan no 5 turun kembali (4,0). Berdasarkan hasil tersebut nampaknya pembahasan lebih bermanfaat jika lebih menekankan kepada kecenderungan/relatif pandangan siswa berdasarkan perolehan skor rata-rata tiap pernyataan dan bukan membahas atau menjawab kenapa besarannya sejumlah tertentu, karena pada dasarnya skor semua pernyataan (1-5) sudah cukup memadai. Untuk membahas kecenderungan ini maka akan dilihat terlebih dahulu untuk pernyataan 1 4, hal ini karena pernyataanpernyataan tersebut merupakan hirarki dari sisi tingkat urgensinya/pentingnya yang susuai dengan harapan. Hal ini berarti pernyataan no 4 merupakan hal yang paling penting (inti). Kita berharap pernyataan no 4 ini memiliki tingkat internalisasi tertinggi dan hal ini ternyata sesuai dengan hasil yang diperoleh. Hasil ini mengindikasikan bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat telah berhasil mendorong motivasi siswa untuk meningkatkan beribadah kepada Allah. Walaupun baru merupakan pengakuan siswa tetapi hal ini sudah cukup memberikan informasi bahwa kegiatan sosialisasi yang pada dasarnya menginternalisasikan nilai-nilai tauhid pada materi ajar termokimia telah berhasil memberikan kontribusi yang relatif lebih besar menuju pencapaian tujuan utama pendidikan nasional dan tujuan pembelajaran kimia SMA/MA yaitu iman dan taqwa serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Pernyataan no 1 merupakan pandangan siswa yang menunjukkan pemahaman atau keyakinannya bahwa melalui kegiatan sosialisasi tersebut dirinya memahami nilai-nilai agama. Siswa meyakini melalui materi termokimia dapat memahami nilai agama. Jika pemahaman siswa berdasarkan pengakuannya ini akan diverifikasi maka harus diukur kemampuannya dalam menjelaskan kaitan antar konsep-konsep termokimia berdasarkan ayat al-quran yang bersesuaian, mengungkapkan hikmah berdasarkan sudut pandang islam. Jadi pernyataan no 1 merupakan pengakuan siswa/klaim tentang pemahaman materi termokimia berdasarkan sudut pandang islam terutama sudut pandang tauhid. Perolehan skor untuk pernyataan no 1 ini cukup baik, walaupun paling rendah dibanding dengan 4 nomor yang lainnya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : walaupun mereka diyakini sangat tertarik dengan kegiatan ini namun karena pernyataan no 1 memerlukan pengetahuan yang rinci tentang termokimia dan kaitannya dengan nilai-nilai tauhid Semirata 2013 FMIPA Unila 41

6 Ayi Darmana dkk: Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia sehingga siswa belum dapat mencapainya dalam batas waktu yang telah ditentukan. Dalam pengetahuan umum hirarki akan menunjukkan urutan prasyarat, hal ini berarti tingkat pengetahuan atau pemahaman konsep yang baru akan ditentukan oleh pemahaman konsep sebelumnya atau dengan kata lain ketidak mampuan dalam memahami suatu konsep akan membawa akibat ketidak mampuan pada konsep berikutnya. Namun demikian tidaklah berarti hirarki itu harus ditunjukkan dengan perolehan nilai hasil pengukuran yang makin rendah ataupun makin tinggi. Dalam kasus penelitian ini pemahaman terhadap pernyataan no 1 hingga pernyataan no 4 ternyata mengalami kenaikan. Informasi ini sangat mendukung berdasarkan 2 alasan. Pertama, alasan bahwa pernyataan no 1 sampai pernyataan no 4 merupakan hirarki sehingga pemahaman untuk pernyataan no 1 yang sudah cukup baik akan berpengaruh terhadap pemahaman pernyataan no 2, 3 dan 4 yang makin baik. Kedua, alasan bahwa temuan data ini sesuai dengan hirarki dari segi tujuan, di mana tujuan utama kegiatan ini adalah agar dengan internalisasi nilai tauhid tersebut timbul motivasi siswa untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dengan diwujudkan dalam bentuk meningkatkan beribahdah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan utama pembelajaran melalui sosialisasi ini adalah agar siswa memiliki motivasi yang kuat untuk beribadah/mengabdi kepada Allah Tuhan Yang maha Esa. Pernyataan no 1 sampai no 3 seyogyanya merupakan pentahapan untuk menunjukkan hal yang positif pada pernyataan no 4. Jadi harapan kita pandangan siswa harus sangat positif pada pernyataan no 4. Bahkan tidak perlu dibandingkan dengan pandangan pada pernyataan sebelumnya dalam hal skor (pernyataan no 1,2 dan 3). Boleh jadi pandangan pada pernyataan no 1, 2 dan 3 lebih positif atau justru kurang positif dari pandangan siswa yang terungkap dari pernyataan 4. Kedua keadaan ini menjadi tetap absah. Pada prinsipnya pernyataan no 4 harus positif karena pernyataan no 4 ini merupakan pernyataan utama dari pernyataan yang lain (no 1,2, dan 3 bahkan no 5). Hal ini dapat diilustrasikan, siswa memiliki pemahaman yang rendah, sedang dan tinggi terhadap nilai-nilai islam yang ada pada materi termokimia, namun semangat untuk beribadahnya kuat maka hal itu dianggap sudah sampai pada tujuan. Adapun secara kuantitatif, kurang tingginya perolehan skor untuk pernyataan no 1, diduga karena beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut dapat bersumber dari berbagai hal, di antaranya dari proses penyajiannya yang mungkin terlalu singkat sehingga siswa hanya memahami secara global dan belum memahami secara detil. Demikian juga dari faktor materi yang merupakan hal yang baru, karena baru mereka tertarik walaupun belum memahami hakikat sebenarnya. Selain itu dapat juga karena pengaruh penyaji, yang belum begitu mengenal secara tepat tentang karakteristik dan pemahaman awal siswanya. Untuk pernyataan No 2, dimaksudkan untuk mengungkapkan apakah siswa merasa lebih memahami termokimia, bukan saja dari sudut ilmiah tetapi juga dari sudut pandang agama, bukan saja dari aspek logika tetapi dari hati nurani, bukan saja memahami tentang energi dan fungsinya tetapi juga memahami siapa yang menciptakan energi, apa pesan agama/tuhan Yang Maha Esa berkenaan dengan energi? Pernyataan ini akan menjadi inisitor menuju terbentuknya generasi hasil belajar yang beriman dan bertaqwa setelah melalui pengaguman akan Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan pembejalajar kimia di SMA/MA [6]. 42 Semirata 2013 FMIPA Unila

7 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Dari tabel 2 di atas, pernyataan no 2 ini mendapatkan skor rata-rata 3,7 atau tingkat INTMMK sebesar 74 %. Perolehan ini lebih baik dari pernyataan no 1. Dilihat dari tingkat kekomplekannya, perolehan skor untuk pernyataan No 2 seharusnya lebih rendah dari skor pernyataan no 1, namun kenyataannya bahkan lebih besar. Pandangan siswa yang lebih positif pada pernyataan no 2 diduga lebih diakibatkan karena siswa lebih melihat dari aspek bahwa internalisasi nilai tauhid pada materi termokimia telah memberi kesan kepada para siswa, di mana para siswa merasa telah memperoleh pemahamanan secara umum mengenai nilai-nilai agama selain memahami termokimianya. Berbeda dengan pernyataan no 1 siswa merasa harus memahami keseluruhannya secara rinci. Untuk pernyataan no 3, diperoleh skor yang lebih tinggi dari skor pernyataan no 1 dan 2. Pernyataan no 3 ini benar-benar ingin mengungkapkan pandangan siswa yang berupa sikap bukan pemahaman sebagaimana pernyataan no 1 dan 2. Pemahaman yang cukup baik dari pernyataan no1 dan meningkat di pernyataan no 2 akan menghantarkan pada pandangan yang lebih positif pada pernyataan no 3, yaitu kesadaran bahwa termokimia merupakan bagian dari tandatanda kekuasaan Allah. Kesadaran ini yang diharapkan memicu kekaguman kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan sumber energi yang dipelajari dalam termokimia dan bukan kekaguman kepada energi ataupun kepada alam. Diharapkan akan timbul kesadaran untuk bersyukur dan meningkatkan kesadaran serta motivasi untuk meningkatkan ibadah yang mencerminkan iman dan taqwanya. Pernyataan no 4 sebagaimana yang telah kita bahas di atas, pernyataan ini secara hirarki benar-benar merupakan pernyataan dengan hirarki tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan diperoleh skor tertinggi. Oleh karena itu sangat sesuai dengan harapan. Dalam pernyataan no 4 siswa mengungkapkan pandangannya bahwa mereka sangat ingin lebih taat, ingin meningkatkan ibadah (berhasrat menjadi orang yang bertaqwa). Walaupun siswa berpandangan bahwa dirinya hanya memahami secara garis besar tentang sebagaimana yang diajukan dalam pernyataan no 1 namun pemahaman tersebut sudah cukup membangkitkan semangat yang tinggi untuk meningkatkan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa (88 %). Adapun untuk pernyataan no 5 dimaksudkan untuk mengungkapkan apakah siswa memandang perlu bahwa nilai-nilai tauhid di internalisasikan dalam materi kimia secara keseluruhan. Pernyataan no 5 ini tidak dapat dikatakan hirarki, karena boleh jadi bagi siswa yang merasa kurang perlu mungkin bukan tidak memiliki sikap positif tapi lebih mempertimbangkan tergantung materi atau kontennya, walaupun pada umumnya para siswa memandang perlu sehingga perolehan skornya tinggi (4,0). Perolehan skor yang tinggi ini memberikan informasi bahwa para siswa sangat tertarik dengan kegiatan sosialisasi dan merasa perlu untuk dilanjutkan pada materi-materi kimia yang lainnya. Berdasar kan korelasinya terhadap kemampuan termokimia yang rendah (r = 0,2), hal ini menunjukkan bahwa sikap atau pandangan tidak selalu ditentukan atau dipengaruhi oleh kemampuan kognitif. Walaupun sangat mungkin untuk kasus tertentu sikap atau pandangan yang paling positif akan berkorelasi dengan kemampuan kognitif yang paling tinggi, namun secara umum tidak berlaku, ternyata banyak yang hanya memahami secara global, secara garis besar namun memiliki sikap atau pandangan yang sangat baik atau bahkan ekstrim. Bukankah sudah menjadi keyakinan umum bahwa orang yang melakukan bom bunuh diri umumnya memiliki latar belakang ilmu pengetahuan Semirata 2013 FMIPA Unila 43

8 Ayi Darmana dkk: Pandangan Siswa terhadap Internalisasi Nilai Tauhidmelalui Materi Termokimia atau pemahaman agama yang tidak mendalam tetapi memiliki semangat yang sangat tinggi. Rendahnya korelasi ini juga mengindikasikan bahwa sosialisasi nilainilai tauhid ini sangat berhasil dalam memotivasi siswa terutama dari kelompok siswa yang berkemampuan rendah dalam termokimia sehingga para siswa memiliki pandangan yang sangat positif terhadap INTMMK, tidak terbedakan antara siswa yang memiliki kemampuan kognitif rendah maupun tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan sosialisasi internalisasi nilai tauhid melalui materi termokimia sangat efektif berdasarkan hasil pandangan siswa terhadap internalisasi nilai tauhid melalui materi kimia yang positif dengan tingkat internalisasi rata-rata 79 %. Selain itu, kegiatan ini jug dapat memotivasi kelompok siswa yang memiliki kemampuan kognitif termokimia rendah sehingga tidak terbedakan dengan kelompok siswa yang memiliki kemampuan kognitif tinggi dalam hal memberikan kontribusi terhadap perolehan rata-rata tigkat internalisasi nilai tauhid yang tinggi. Sosialisasi nilai tauhid disarankan dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dengan penanaman konsep kimianya. Internalisasi nilai tauhid hendaknya dilakukan secara terus menerus dalam keseluruhan konsep kimia, baik melalui integrasi konsep kimia dan tauhid maupun sebagai pengantar yang berfungsi sebagai spirit atau motivasi maupun sebagai penutup yang berfungsi untuk memberi arahan dan nasehat. DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama.(1989). Al-Quran dan terjemahannya, QS 2:29. Jakarta : Departemen Agama RI Blanch, A. (2007). Integrating Religion and Spirituality in Mental Health: The Promise and the Challenge. Psychiatric Rehabilitation Journal, 30(4), Reich, H. K. (2012). How coudl we get to a more peaceful and sustainable human World society? The role of Science and Religion. Zygon : Journal of Religion & Science, 47 (2), Darmana, A. (2012). Internalisasi Nilai Tauhid dalam Pembelajaran Sains.Media pendidikan : Jurnal pendidikan Islam, 27 (1), Darmana, Internalisasi Nilai- Nilai Agama Islam Dalam Pembelajaran Kimia di SMA Plus Al Azhar Medan Sumatra Utara. Makalah pada Seminar nasional IPA IV UNNES, Semarang. Depdiknas. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa : Pedoman Sekolah, Jakarta : Depdiknas. 44 Semirata 2013 FMIPA Unila

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai urgensi (arti penting) yang sangat besar untuk eksistensi suatu bangsa, karena dengannya peradaban dan pewarisan nilai-nilai kebangsaan

Lebih terperinci

PANDANGAN SISWA TERHADAP INTERNALISASI NILAI TAUHID MELALUI MATERI TERMOKIMIA SERTA PERLUNYA DALAM MATERI PELAJARAN IPA

PANDANGAN SISWA TERHADAP INTERNALISASI NILAI TAUHID MELALUI MATERI TERMOKIMIA SERTA PERLUNYA DALAM MATERI PELAJARAN IPA ISSN 0852-0151 Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19(2): 87-97, 2013 PANDANGAN SISWA TERHADAP INTERNALISASI NILAI TAUHID MELALUI MATERI TERMOKIMIA SERTA PERLUNYA DALAM MATERI PELAJARAN IPA Ayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah pendidikan, nilai, moral, etika dalam pandangan masyarakat pada umumnya sering dicampuradukkan. Hal itu terwakili dalam pandangan Brian Hill dalam Sutardjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UUD 1945 Pasal 31 ayat (3), pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ahlak mulia dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional pada hakekatnya untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana tertuang dalam Undang Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bertaqwa, bersikap mulia dan berpengetahuan yang sesuai dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan bertaqwa, bersikap mulia dan berpengetahuan yang sesuai dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan ajar memiliki posisi strategis untuk membentuk manusia beriman dan bertaqwa, bersikap mulia dan berpengetahuan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI Nomor 20 Tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI Nomor 20 Tahun 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan Nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah dalam mengatasi dekadensi moral. Dekadensi moral terjadi di kalangan pelajar, berupa meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan pokok Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Lokasi Penelitian. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Plus Al-Azhar Medan Sumatra Utara. Sebanyak 18 siswa (kelas XIC) telah terlibat pada saat uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menjelaskan tentang dasar, fungsi dan tujuan sisdiknas yaitu sebagai berikut: Pendidikan

Lebih terperinci

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunannya membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia Indonesia yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang apalagi diera globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih berkualitas. Dalam menciptakan SDM yang berkualitas tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih berkualitas. Dalam menciptakan SDM yang berkualitas tidak terlepas 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan era globalisasi menuntut sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas. Dalam menciptakan SDM yang berkualitas tidak terlepas dari peran pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan, sebagaimana dalam Undang-Undang RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan, sebagaimana dalam Undang-Undang RI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk mewujudkan sumber daya yang berkualitas, maka diperlukan suatu tujuan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa, terutama bagi bangsa yang sedang berkembang, yang sedang membangun negaranya. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya suatu negara diukur melalui sistem pendidikannya, pendidikan juga tumpuan harapan bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi setiap manusia. Tanpa adanya pendidikan seseorang akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah mengembangkan individu sebagai manusia. Sehingga dapat hidup optimal, baik sebagai pribadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan manusia sempurna melalui pendidikan, di dalam pendidikan berlaku

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan manusia sempurna melalui pendidikan, di dalam pendidikan berlaku 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembentukan manusia sempurna melalui pendidikan, di dalam pendidikan berlaku undang-undang pada saat ini adalah Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional (BNSP, 2006) menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

Lebih terperinci

K UNIVERSITAS SEBELAS MARET

K UNIVERSITAS SEBELAS MARET Korelasi antara konsep diri dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri I Wonosari Gunungkidul Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 Anik Mukharomah K.7402003 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Pendidikan berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Pendidikan berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik secara pribadi maupun sebagai modal dasar pembelajaran, guru tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan dan pengembangan pembelajaran yang selalu diusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN. usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Karena pengetahuan, wawasan dan pengalaman didapatkan dari pendidikan. Tanpa pendidikan manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 (dalam Triana, 2015) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 (dalam Triana, 2015) menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan diadakan untuk mengembangkan kemampuan setiap individu yang terlibat di dalamnya agar menjadi manusia yang berkembang dan bertanggung jawab dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. GBHN dan UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam UU No. 20/2003

BAB I. PENDAHULUAN. GBHN dan UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam UU No. 20/2003 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keimanan dan ketaqwaan merupakan salah satu ciri manusia Indonesia seutuhnya yang hendak dicapai melalui sistem pendidikan nasional sebagaimana dinyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentukan sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan dan

Lebih terperinci

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kunci utama kemajuan suatu bangsa. Apabila suatu bangsa ingin semakin maju, maka pendidikan yang ada juga harus semakin maju. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan suatu konsep universal, dan diwajibkan setiap negara untuk memeberikan pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya. Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU tentang Pendidikan Nasional yang sudah ditetapkan pada Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas dan kredibelitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan. mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan. mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus berkembang pesat sangat berdampak pada semua bidang, salah satunya adalah pendidikan. Perubahan yang terus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting bagi kecerdasan bangsa dan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan, sebab kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan BAB.I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran yang menjadikan seseorang mengerti atas suatu hal yang mana sebelumnya seseorang tersebut belum mengerti. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam negara. SDM yang akan mampu memajukan dan mengembangkan negara adalah SDM yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha di negara lain. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan

I. PENDAHULUAN. usaha di negara lain. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini zaman semakin berkembang pesat, hal ini ditandai dengan adanya globalisasi. Globalisasi berarti tiap negara bebas untuk mengembangkan usaha di negara

Lebih terperinci

Prof.Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

Prof.Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd Prof.Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd Fenomena melorotnya akhlak generasi bangsa, termasuk di dalamnya para elit bangsa, acapkali menjadi apologi bagi sebagian orang untuk memberikan kritik pedasnya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya yang berkualitas. Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran cukup penting untuk mencetak masyarakat yang cerdas dan berwawasan yang luas. Sebagaimana dengan tujuan dan fungsi pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus. Selaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan serta memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya (Suprijono 2011: 3). Belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat dengan perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain-lain. Perubahan itu merupakan kecakapan baru yang terjadi karena adanya

I. PENDAHULUAN. lain-lain. Perubahan itu merupakan kecakapan baru yang terjadi karena adanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pokok bahasan elektrolit dan non elektrolit merupakan materi kimia yang diberikan siswa kelas X semester genap, yang membahas tentang sifat-sifat larutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu diantara kebutuhan pokok manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan perubahan pemahaman,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS)

PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS) PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS) Semester Gasal 2012/2013 suranto@uny.ac.id 1 A. Pendahuluan Selama ini pendidikan cenderung diartikan aktivitas mempersiapkan anak-anak dan pemuda untuk memasuki kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. PENGARUH KEMANDIRIAN SISWA DALAM MENGERJAKAN TUGAS DAN PERSEPSI SISWA TENTANG GURU DALAM MENGAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SIMO TAHUN AJARAN 2008 / 2009 Skripsi

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan pada semua jenjang pendidikan di Indonesia. Tujuan mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No.20 Tahun 2003 pasal 3 terdapat 10 indikator Tujuan Pendidikan Nasional agar menjadi manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam mencerdaskan kehidupan dan untuk memajukan kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diupayakan untuk tanggap terhadap perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dalam Hari (2003:30) menyebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dipenuhi sepanjang masa. Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. dipenuhi sepanjang masa. Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang masa. Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN AJAR CHARACTER BUILDING BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA

BAHAN AJAR CHARACTER BUILDING BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA BAHAN AJAR CHARACTER BUILDING BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA C H A R A C T E R B U I L D I N G PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 ABSTRAK Bahan Ajar Character

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya peningkatan mutu pendidikan menjadi kewajiban semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan. Pemerintah dalam hal ini telah berupaya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh akhlak bangsa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh akhlak bangsa tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh akhlak bangsa tersebut. Bangsa yang menjunjung tinggi dan membiasakan akhlak mulia diikuti dengan penguasaan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa, yang melibatkan banyak komponen untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang berkualitas. Dwi Siswoyo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang. Pendidikan merupakan wadah yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan syarat penting bagi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci