BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menonjol di dunia karena jumlahnya cukup banyak. Sapi FH berasal dari negeri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menonjol di dunia karena jumlahnya cukup banyak. Sapi FH berasal dari negeri"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Pustaka Karakteristik Sapi Perah Bangsa sapi perah Fries Holland (FH) adalah bangsa sapi perah yang sangat menonjol di dunia karena jumlahnya cukup banyak. Sapi FH berasal dari negeri Belanda yaitu propinsi Holand Utara dan Friesland Barat (Blakely and Bade, 1994). Bangsa sapi FH murni memiliki bulu berwarna hitam dan putih atau merah dan putih dengan batas warna yang jelas. Sapi FH memiliki karakteristik pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga, bagian perut dan kaki mulai dari teracak sampai lutut berwarna putih, berbadan besar (large breeds), mempunyai kapasitas makan yang banyak, sapi betina mempunyai ambing yang besar, bentuk kepala panjang, sempit dan lurus, tanduknya relatif pendek mengarah ke depan dan membengkok ke dalam (Makin dkk., 1980 dan Mukhtar, 2006). Sapi FH merupakan bangsa sapi perah berproduksi tinggi bila dibandingkan dengan bangsa sapi perah lain, dengan kadar lemak susu rendah. Produksi susu berkisar antara kg per laktasi dengan kadar lemak 3,65% (Blakely dan Bade, 1994). Sapi FH betina mempunyai temperamen yang tenang dan jinak sedangkan jantan agak liar. Dewasa kelamin (sexual maturity) sapi FH ini tergolong agak lambat. Sapi FH betina umumnya baru dapat dikawinkan pertama kali pada 6

2 7 umur bulan dengan bobot badan berkisar kg, sehingga beranak pertama kali pada umur bulan (Sudono, dkk., 2003). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, akan tetapi dengan kadar lemak susu yang rendah. Produksi susu sapi FH di Amerika Serikat rata-ratanya sekitar kg per laktasi dengan kadar lemak 3,65%, sementara itu produksi susu sapi FH saat ini di Indonesia memiliki produksi rata-rata 10 liter/ekor/hari atau sekitar kg per laktasi (Anggraeni, 2012) Performans Pertumbuhan 1) Pertumbuhan Konsep pertumbuhan secara sederhana adalah bertambah besar. Ternak merespon apa yang didapatkan dari lingkungannya, yaitu dengan performans yang melekat pada ternak tersebut. Respon yang diperhatikan dalam pemeliharaan ternak salah satunya adalah pertumbuhan (Lawrence dan Fowler, 2002). Pertumbuhan adalah manifestasi dan perubahan perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil, yakni sel yang mengalami hiperplasi (bertambah jumlah) dan hipertrofi (pembesaran ukuran). Sapi perah yang masih muda dapat berubah bentuknya, bertambah besar bobot badannya dan bertambah ukuran tubuhnya (Soeharsono, 1980). Melalui pemahaman yang baik pada sifat pertumbuhan, dapat diperkirakan kapan saat pubertas tercapai, sehingga dapat ditentukan waktu dan bobot badan yang tepat untuk perkawinan pertama pada sapi dara. Hal tersebut dikarenakan umur

3 8 pubertas dan kawin pertama sapi dara akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan bobot badan yang dicapai selama masa prepubertas (Sejrsen dan Purup, 1997) Tazkia dan Anggraeni (2009) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan ukuranukuran tubuh dan bobot badan secara umum berpola sigmoid S yang mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian fase percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya relatif konstan. Pertumbuhan dimulai sejak terjadinya pembuahan dan berakhir pada saat dicapainya kedewasaan tubuh sesuai dengan Gambar 1. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati. Gambar 1. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati (Suarsana, 2010) Keterangan: Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju pertumbuhan; X=Umur; C=Pembuahan; B=Kelahiran; P=Pubertas; M=Dewasa tubuh; D=Mati

4 9 Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah kelahiran (postnatal). Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadinya implantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai terbentuknya organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke- 34 masa kebuntingan sampai kelahiran. Pertumbuhan postnatal biasanya dibagi menjadi pertumbuhan prasapih dan pascasapih. Pertumbuhan prasapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah susu yang dikonsumsi, bobot lahir, umur induk, dan jenis kelamin anak. Pertumbuhan pascasapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan (suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya) (Lawrence dan Fowler, 2002 dan Suarsana, 2010). 2) Bobot Badan Bobot badan dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam pengukuran laju pertumbuhan yang mencakup perubahan dalam bentuk dan berat jaringan pembangun tubuh seperti urat daging, tulang, otak dan jaringan tubuh lainnya kecuali jaringan lemak dan alat alat tubuh (Anggorodi, 1994). Ternak yang memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi akan mencapai usia pubertas lebih awal. Hal ini dikarenakan pubertas lebih dipengaruhi oleh bobot badan dari pada pengaruh umur. Pertambahan

5 10 bobot badan merupakan pencerminan dari penambahan bobot organ dan struktur jaringan yang dapat dipengaruhi oleh zat gizi dalam ransum (Tillman dkk., 1998). Bobot badan suatu ternak biasanya dijadikan ukuran dalam penilaian ternak. Bobot badan merupakan sifat kuantitatif yang penting secara komersil dan diperhatikan sebagai evaluasi pemeliharaan yang telah dilakukan. Sapi perah mempunyai bobot badan yang perlu diperhatikan, hal ini terkait dengan umur kawin pertama (Sudono, 1999) Salah satu aspek yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk menunjukkan kondisi ternak adalah pertambahan bobot badan sejak ternak dilahirkan. Pertambahan bobot badan seekor ternak meliputi dua hal yaitu peningkatan struktur kerangka dan pembangunan perdagingan. Pertambahan bobot badan seekor ternak dari lahir sampai dewasa tubuh, yang dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, pakan dan bobot lahir (Heinrich, 1993). 3) Bobot Lahir Bobot lahir sapi perah Fries Holland (FH) yang normal berkisar antara 25 sampai 40 kg (Makin dkk., Bobot lahir anak jantan 8,5% lebih berat daripada bobot lahir anak betina (Kertz dkk., 1997). Bobot lahir anak sapi betina yang lahir dari induk pada kelahiran ketiga atau keempat lebih berat 7-8% daripada anak betina yang lahir pada kelahiran pertama. Bobot badan anak sapi kembar lebih ringan 15% daripada anak sapi yang lahir tunggal (Johanson dan Berger, 2003).

6 11 Bobot lahir yang berat biasanya diasosiasikan dengan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan dengan bobot lahir yang besar merupakan salah satu indikasi kematangan fisiologis, cadangan dan efisiensi energi yang lebih baik (Lawrence dan Fowler, 2002). Rasio antara bobot badan anak dengan bobot badan induknya adalah 1:13,8 sehingga bobot lahir anak sebesar 40,3 kg harus dilahirkan oleh induk dengan bobot badan 556,14 kg. Hal tersebut untuk mencegah kematian prenatal (Johanson dan Berger, 2003). Berdasarkan Lawrence dan Fowler (2002), faktor utama yang menyebabkan perbedaan bobot lahir adalah (1) genetik dari pejantan dan induk, (2) umur dan ukuran kondisi tubuh sapi ketika konsepsi, (3) kualitas dan kematangan sel telur saat dibuahi, (4) jumlah anak yang lahir, (5) nutrisi dari induk selama bunting, (6) adanya infeksi penyakit dan (7) tingkat stress dari induk. Menurut Purwanto dkk (2013) menyatakan bahwa besarnya bobot lahir dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan relatif mencukupi kebutuhan, sehingga energi yang diberikan untuk hidup pokok, produksi susu dan pertumbuhan fetus terpenuhi. 4) Bobot Sapih Bobot sapih yaitu bobot pada saat pedet mulai diberhentikan pemberian air susunya, baik susu yang berasal dari induk sendiri maupun dari induk lain (Sudono, 1999), sedangkan menurut Makin dkk., (1980) bobot sapih adalah bobot badan pada saat pedet sudah tidak diberi lagi susu dan sudah mampu mengkonsumsi konsentrat sebnayak 1 kg per hari dan mengkonsumsi rumput yang berkualitas baik. Berikut

7 12 adalah Tabel 1. yang memperlihatkan periode pertumbuhan bobot lahir berbagai bangsa sapi perah sampai dengan disapih. Tabel 1. Bobot Badan Normal Sapi Pedet Sampai dengan Disapih (Periode Pertumbuhan) Bobot Badan Umur (bulan) Holstein Ayrshire Guernsey Jersey Lahir Sumber : Bath (1985)...kg 43,5 53,5 73,0 97,0 123,4 151,9 179,6 32,7 44,5 59,9 81,2 107,1 132,0 154,2 30,0 40,0 55,3 74,4 98,4 120,2 137,9 25,4 32,7 46,3 65,6 82,1 103,4 125,6 Bobot lahir dan bobot sapih sapi FH lebih tinggi dibandingkan dengan bobot sapi perah lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa bobot sapih setiap bangsa sapi berbeda, untuk sapi Fries Holland mencapai 178 kg, Guernsey 121 kg, dan Ayrshire 127 kg (Schmidt, dkk., 1988). Perbedaan bobot badan pada saat sapih dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga terjadi perbedaan diantara penelitian yang satu dengan yang lainnya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan bobot sapih yaitu faktor genetik, bobot lahir, kuantitas susu induk, umur induk dan umur sapih (Heinrich, 1993). 5) Bobot 6-18 Bulan Bobot badan umur 12 bulan merupakan bobot badan yang paling menentukan untuk produktivitas ternak selanjutnya, karena pada umur 12 bulan merupakan masa pubertas, bila pada umur ini ternak memiliki bobot badan yang besar maka akan

8 13 menyebabkan ternak tersebut dapat berproduksi secara optimal, karena setelah masa pubertas, pertumbuhan akan lambat kembali sampai mencapai dewasa. Bobot badan pada umur 12 bulan yaitu kg (McDowell, 1989). Melalui pemberian pakan dan pemeliharaan yang baik, pada umur 12 bulan sapi FH dapat mencapai bobot badan antara kg (Heinrich, 1993). Sapi perah akan mencapai dewasa tubuh apabila bobot tubuhnya telah mencapai 30 40% dari bobot badan dewasa (Bath, 1985). Umur kawin pertama pada sapi perah ditentukan oleh kesiapan dewasa kelamin dan kondisi tubuh yang sipa untuk dikawinkan, biasanya disebut layak kawin setelah berumur bulan dengan bobot badan kg (Sudono, 1999), sejalan dengan pendapat McDowell (1989) bahwa bobot badan sapi FH umur 18 bulan dapat mencapai kg. Penting pada umur bulan untuk mengoptimalkan potensi bobot badannya. Bobot badan yang besar akan menunjang sapi untuk mengkonsumsi pakan yang banyak, sehingga lebih banyak zat zat gizi makanan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kelenjar susu yang lebih baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan produksi susu (Anggorodi, 1994). 6) Pengaruh Hormon terhadap Pertumbuhan Hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh yang dibawa oleh aliran darah. Secara hormonal, pertumbuhan dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon. Turner dan Bagnara (1976) mengemukakan bahwa

9 14 pertumbuhan dipengaruhi oleh GH (somatotropin) disamping melibatkan hormonehormon lainnya seperti tiroksin, epinephrine, insulin, glucagon, androgen, estrogen dan glukokortikoid. Hormon-hormon tersebut mempengaruhi dimensi dan massa tubuh, terutama melalui perubahan pertulangan (skeleton) ataupun melalui metabolism nitrogen. Pengaruh hormon terhadap pertumbuhan disajikan pada tabel berikut: 1. Tabel 2. Pengaruh Hormon-Hormon terhadap Pertumbuhan Hormon Pengaruh Terhadap Skeleton Metabolisme Protein Somatotropin Stimulasi pertumbuhan 1. Peningkatan retensi nitrogen (STH) a tulang endochondrial 2. Peningkatan sintesis protein 2. Stimulasi pertumbuhan 3. Efek stimulasi tiroksin tulang pipa (tl. Panjang) 4. Efek stimulasi insulin Tiroksin a 1. Stimulasi pertumbuhan tulang pipa 2. Penting buntuk pengaruh STH Estrogen b 1. Inhibisi pertumbuhan skeleton 2. Memacu penutupan hipofisis Glukokortikoid b 1. Penurunan pertumbuhan epifisis 2. Penurunan stimulasi epifisis oleh STH Sumber : Hafez (1969) Keterangan : a Efek umum : anabolik b Efek umum : katabolic 1. Stimulasi sintesis protein 2. Stimulasi peningkatan BMR 3. Kurang/lebih akan bersifat katabolisme 1. Peningkatan retensi nitrogen pada ruminansia 2. Dosis tinggi, katabolik pada hewan lain 3. Memacu pertumbuhan organ lain 1. Menaikkan degradasi protein dan asam amino 2. Induksi sintesis protein dalam jaringan ekstra hepatic Sistem hormonal meningkatkan pertumbuhan melalui pengaturan konsumsi makanan dan menyebarkannya diantara berbagai jalan (pathways) metabolisme.

10 15 Hormon pertumbuhan (GH) mempengaruhi transport asam amino, metabolisme asam amino, metabolism RNA dan aspek sintesis protein pada ribosom, terutama pada otot Performans Reproduksi 1) Umur Pertama Kawin Rata-rata umur pertama kali sapi dara dikawinkan melalui inseminasi pada umur 601 hari atau 21 bulan, sehingga didapatkan umur beranak pertama 28,8 bulan pada Holstein Ontario (Moore dkk., 1989). Jika nutrisi yang diberikan pada sapi berimbang dan mencukupi maka sapi-sapi dara dapat diinseminasi antara umur bulan (Rakes, 1978). Mekir (1982) menyatakan bahwa berhasil tidaknya perkawinan pada sapi perah yang menghasilkan kebuntingan ditentukan oleh faktor kesuburan pejantan, kesuburan betina induk dan tatalaksana perkawinan. Standar umur kawin pertama di Jepang adalah pada umur bulan dengan bobot badan kg sehingga dicapai umur beranak pertama 25 bulan (Yamada, 1992). Hasil Penelitian Lin dkk., (1986) bahwa menunda umur kawin pertama dari 350 menjadi 462 hari meningkatkan produksi susu selama laktasi pertama sekitar 7% masing-masing (14,3 dan 15,3 kg/hari). Menurut Pirlo dkk., (2000) bahwa faktorfaktor yang menyebabkan penundaan umur kawin pertama adalah (1) birahi yang terlambat, (2) kesalahan deteksi birahi, (3) kurangnya bobot badan, dan (4) faktor lingkungan.

11 16 2) Umur Beranak Pertama Umur beranak pertama tergantung pada datangnya masa pubertas, tercapainya pubertas pada setiap individu hewan bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain iklim dan makanan (Partodihardjo, 1982). Sapi dara harus dikawinkan pada umur 15 bulan sebab pada umur tersebut sapi dara sudah mencapai bobot optimal sehingga diharapkan pada umur sekitar 2,5 tahun dapat beranak yang pertama kalinya. Apabila sapi dikawinkan lebih dari umur tersebut maka produksi susu selama hidupnya akan menurun. Produksi susu akan tinggi bila sapi perah beranak pada umur bulan (Bath dkk., 1985). Hedah dkk. (1994) mengatakan bahwa tertundanya birahi pertama secara langsung akan mengakibatkan tertundanya saat beranak pertama yang merupakan saat awal produksi susu dari sapi tersebut. Pada umumnya sapi-sapi di Indonesia beranak pertama pada umur 27 bulan dengan selang beranak 13,5 bulan dan lama bunting 9 bulan. Lambatnya umur beranak pertama sapi perah (> 27 bulan) di daerah tropis disebabkan karena pengaruh iklim, tatalaksana dan kualitas pakan yang berbeda dari daerah asalnya (Amburgh, dkk., 1998) 3) Masa Kosong Masa kosong adalah jarak antara waktu induk beranak sampai dengan bunting kembali. Masa kosong merupakan faktor yang penting dalam tata laksana sapi perah dalam hal waktu kebuntingan yang diinginkan. Panjang masa kosong akan berbeda pada tiap ternak, untuk mencapai selang beranak 365 hari, maka sapi betina harus

12 17 bunting pada 80 sampai 85 hari setelah beranak. Salah satu ukuran yang menandakan adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan sapi perah adalah masa kosong yang melebihi 120 hari (Hardjopranjoto, 1995). Lama masa kosong sapi perah yang ideal adalah 90 hari (Purwantara dkk., 2001). Menurut Toelihere (1981), sesudah partus hewan betina harus menghasilkan susu untuk anaknya dan menyiapkan uterus, ovarium dan organ-organ kelamin lainnya dan sistem endokrin untuk memulai lagi suatu siklus normal dan untuk kebuntingan baru. Uterus harus kembali pada ukuran normal dan posisi semula (dikenal sebagai involusi) dan mempersiapkan diri untuk kebuntingan berikutnya. Waktu yang diperlukan untuk involusi pada sapi berkisar antara hari. Involusi uterus terjadi pada saat menjelang estrus pertama setelah beranak. Ovulasi pertama setelah melahirkan biasanya terjadi tanpa disertai gejala estrus dan berlangsung hari setelah melahirkan anak. Interval antar partus ke estrus pertama post partus adalah hari (Toelihere, 1985). Interval perkawinan setelah beranak menentukan panjang interval kelahiran, supaya kemungkinan konsepsi menaik dan kemungkinan gangguan reproduksi yang lebih kecil sebaiknya mengawinkan sapi itu paling sedikit 60 hari sesudah kelahiran (Salisbury, 1985). 4) Service per conception (S/C) Jumlah kawin per kebuntingan (S/C) menunjukan jumlah perkawinan yang telah dilakukan untuk menghasilkan suatu kebuntingan. Menurut Toelihere (1985) mengatakan bahwa nilai S/C yang normal adalah 1,6-2,0, sedangkan menurut Sutan

13 18 (1988) nilai yang ideal adalah sama dengan satu. Ini berarti makin kecil angka S/C maka makin tinggi tingkat kesuburan sapi betina tersebut dan sebaliknya makin tinggi nilai S/C akan mengindikasikan rendahnya kesuburan sapi betina tersebut. Meskipun demikian, karena berbagi faktor dan kondisi alam manajemen peternakan di Indonesia, maka S/C sudah dapat dikatakan baik untuk ukuran Indonesia bila mencapai nilai 2,0 (Toelihere, 1981). 5) Selang Beranak Selang beranak adalah jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat beranak berikutnya. Selang beranak normal untuk sapi perah adalah 12 bulan, namun untuk mencapai selang beranak tersebut, perlu diupayakan sapi betina sudah bunting kembali dalam hari setelah beranak (Anggraeni, 2008). Selang beranak dipengaruhi oleh daya reproduksi. Selang beranak ditentukan oleh lamanya masa kosong dan angka perkawinan per kebuntingan. Siregar (1995) berpendapat bahwa selang beranak dipengaruhi oleh cepat lambatnya sapi dikawinkan setelah beranak dan hal ini berhubungan dengan masa kosong. Keteraturan jarak beranak yang setahun sekali menjamin kesinambungan produksi susu dan replacement stock dalam usaha sapi perah (Sugiarti dan Hidayati, 1997). Bila selang beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7 9,5% pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya. Jika selang beranak diperpanjang sampai 450 hari, akan meningkatkan produksi susu yang dihasilkan pada laktasi yang sedang berjalan dan laktasi yang akan datang sebesar 3,5%.

14 19 Meskipun demikian, jika ditinjau dari segi ekonomi akan merugikan karena susu yang dihasilkan tidak sepadan jika dibandingkan dengan pakan yang diberikan (Sudono dkk. 2003) Performans Produksi Susu 1) Produksi Susu Menurut Schmidt dan Van Vleck (1988), yang termasuk kepada sifat-sifat produksi susu sapi perah adalah produksi susu, lama laktasi dan lama kering. Di antara ketiga sifat-sifat produksi tersebut produksi susu memegang peranan yang paling penting karena merupakan produk utama dari sapi perah, mempunyai nilai genetik dan ekonomis yang tinggi, sedangkan kedua sifat yang lain mempunyai hubungan langsung dengan jumlah susu yang dihasilkan. Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Musim, curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban, dan manajemen pemeliharaan juga merupakan faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi susu. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu terbagi menjadi faktor lingkungan internal diantaranya yaitu umur beranak pertama, lama laktasi, masa kering, masa kosong dan selang beranak. Lingkungan eksternal merupakan faktor yang berpengaruh dari luar tubuh ternak seperti iklim, pemberian pakan dan menajemen pemeliharaan (Anggraeni, 2000).

15 20 Gambar 2. Kurva Produksi Susu dalam satu periode (Siregar, 1993) Produksi susu biasanya cukup tinggi setelah enam minggu masa laktasi sampai mencapai produksi maksimum sekitar minggu ke-8, setelah itu terjadi penurunan produksi secara bertahap sampai akhir masa laktasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penurunan produksi susu setelah mencapai puncak laktasi kira-kira 6% setiap bulannya (Blakely dan Bade, 1994). Produksi puncak tergantung pada kondisi tubuh induk pada saat melahirkan, keturunan, terbebasnya induk dari pengaruh metabolik dan infeksi penyakit serta pakan setelah melahirkan (Schmidt dkk., 1988). Induk yang mengalami penurunan produksi setelah puncak produksi berarti mempunyai persistensi yang rendah. Persistensi produksi adalah kemampuan sapi induk untuk mempertahankan produksi tinggi selama masa laktasi, persistensi dipengaruhi oleh umur sapi, kondisi sapi waktu beranak, lama masa kering sebelumnya, banyaknya makanan yang diberikan pada sapi dan lain-lain (Blakely dan Bade, 1994).

16 21 Produksi susu total setiap laktasi bervariasi, namun umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6-7 tahun atau pada laktasi ke 3 dan 4. Mulai dari laktasi pertama produksi susu akan meningkat sampai umur dewasa. Umur sapi yang semakin bertambah menyebabkan penurunan produksi secara perlahan. Produksi susu pada laktasi pertama adalah 70%, laktasi kedua 80%, laktasi ketiga 90%, laktasi keempat 95% dari produksi susu pada umur dewasa dengan selang beranak 12 bulan dan beranak pertama pada umur 2 tahun (Ensminger, 1971). 2) Masa Laktasi Masa laktasi adalah periode sapi selama menghasilkan air susu yaitu antara waktu beranak dengan masa kering. Menurut Blakely dan Bade (1994) umumnya laktasi yang normal adalah 305 hari dengan 60 hari masa kering. Namun dalam prakteknya panjang laktasi seekor sapi bervariasi dari 270 sampai 400 hari. Biasanya lama laktasi lebih pendek apabila sapi terlalu cepat dikawinkan lagi setelah melahirkan atau dikeringkan dan karena suatu penyakit. Sapi perah yang terlambat bunting mengakibatkan selang beranak menjadi lebih lama kemudian diikuti dengan lama laktasi yang panjang dan akhirnya lama hidup produktif lebih singkat Setelah sapi beranak produksi susu akan meningkat, produksi maksimum akan dicapai sekitar minggu keempat sampai minggu keenam dan kemudian akan turun perlahan-lahan sampai akhir laktasi. Induk yang mengalami penurunan produksi setelah puncak produksi berarti mempunyai persistensi yang rendah.

17 22 Persistensi produksi adalah kemampuan sapi induk untuk mempertahankan produksi tinggi selama masa laktasi. 3) Masa Kering Masa kering yaitu periode atau lamanya sapi berhenti diperah hingga beranak. Menurut Sudono (1999) masa kering yang terbaik adalah 50 sampai 60 hari karena akan menghasilkan produksi susu yang lebih tinggi pada laktasi berikutnya bila dibandingkan masa kering yang diperpendek atau diperpanjang dari masa kering tersebut. Periode masa kering berguna untuk memperbaiki tubuh dengan nutrisi yang telah dipakai selama masa laktasi, memperbaiki dan memperbaharui sistem pembentukan kelenjar susu dan saluran-salurannya dan tambahan stimulasi untuk laktasi berikutnya (Smith, 1962). Periode kering memungkinkan glandula mamari dari sapi induk untuk memulihkan kondisi kembali dan memungkinkannya untuk membentuk cadangan dari zat-zat makanan dalam tubuh yang siap untuk laktasi berikutnya. Sebagai contoh, satu penelitian menunjukan bahwa periode kering selama 55 hari kehilangan 4,6% susu dibandingkan dengan tanpa periode kering pada laktasi yang sedang berlangsung, tetapi bertambah 28,7% pada laktasi berikutnya (Williamson dan Payne, 1993). Schaeffer dan Henderson (1972) juga mencatat penurunan produksi susu laktasi berikutnya sebanyak 610 dan 230 kg pada dua masa kering singkat antara hari dan hari dibandingkan terhadap masa laktasi rekomendasi selama hari dengan produksi susu sebanyak kg.

18 23 Sapi harus mempunyai kondisi badan yang baik pada saat beranak dan harus mempunyai masa kering untuk mencapai produksi maksimum, sapi yang mempunyai kondisi tubuh yang buruk pada akhir masa laktasi membutuhkan masa kering untuk mengisi kembali persediaan tubuhnya dan untuk regenerasi jaringan yang rusak (Schmidt dkk., 1988). Blakely dan Bade (1994) berpendapat bahwa sapi betina yang dikeringkan atau dihentikan pemerahannya 50 atau 60 hari sebelum tanggal kelahiran yang diperkirakan, berguna untuk memberi kesempatan sistem kelenjar ambing serta sapi itu sendiri pulih dari stress yang timbul akibat masa laktasi. Berkurangnya masa kering kandang dari waktu optimum ini menyebabkan proses regenerasi dari sel-sel epitel ambing tidak sempurna sehingga persiapan untuk produksi pada laktrasi berikutnya jadi menurun Faktor Lingkungan Eksternal yang Mempengaruhi Produksi Susu 1) Pemberian Pakan Usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan menambahkan pakan atau perbaikan sistem pemberian pakan tanpa penambahan biaya pakan yang besar. Sapi perah hendaknya diberi pakan dengan kualitas yang tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Kebutuhan sapi perah akan pakan terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu (Bath dkk., 1985). Sapi perah dengan produksi susu yang tinggi, bila tidak mendapatkan pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya, tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Pakan yang diberikan

19 24 pada sapi perah digolongkan menjadi tiga yaitu pakan hijauan, pakan konsentrat, dan pakan tambahan (Ensminger, 1971). Pakan hijauan adalah rumput dan hijauan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Pemberian rumput pada sapi berpatokan pada 10% dari bobot badan. Kualitas hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang akan dihasilkan, terutama kadar lemaknya. Bila mengkonsumsi hijauan dengan kualitas baik, sapi perah dapat berproduksi sampai 70% dari kemampuan genetiknya. Kebutuhan pokok dan produksi susu sapi perah dapat dipenuhi selain dari hijauan sebagai makanan pokoknya juga dengan penambahan konsentrat. Bahan pakan penguat atau konsentrat merupakan pakan pelengkap bagi hewan ruminanasia, sebab tidak semua zat-zat pakan dapat dipenuhi oleh rumput atau hijauan lain (Chuzaemi dan Hartutik, 1988). Rasio untuk hijauan dalam bahan kering ransum harus berkisar 40-70%, jika rasio hijauan kurang dari 40%, maka kadar lemak susu akan turun atau sebaliknya jika rasionya melebihi 70%, produksi susu yang tinggi akan tercapai. Dalam mencapai produksi yang tinggi dengan tetap memperlakukan kadar lemak susu dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan kualitas, rasio hijauan konsentrat adalah 60:40. Sapi perah yang sedang berproduksi dapat hanya diberikan hijauan, namun produksi susu akan sangat rendah, sehingga tidak akan ekonomis. Demikian pula halnya apabila yang diberikan seluruhnya adalah pakan konsentrat akan tercapai produksi susu yang maksimal, namun kualitas susu yang dihasilkan akan menurun, dan hal ini juga tidak akan ekonomis (Sudono, dkk., 2003).

20 25 2) Manajemen Pemeliharaan Peningkatan produksi susu menurut Talib (1999) tidak hanya bergantung pada kualitas genetik ternak secara independen, tetapi yang lebih penting adalah seberapa besar potensi genetik yang dibawanya dapat ditampilkan melalui manipulasi faktor lingkungan seperti manajemen pemeliharaan yang baik. Manajemen pemeliharan yang mempengaruhi produksi susu salah satunya yaitu frekuensi pemerahan. Makin sering sapi diperah makin tinggi produksi susunya sekitar 20 % dibandingkan dengan pemerahan 2 kali sehari. Foley dkk. (1973) menyatakan interval pemerahan juga akan mempengaruhi kadar lemak susu. Interval pemerahan 12 jam adalah interval pemerahan yang seimbang dan optimal untuk sapi perah dengan potensi produksi yang tidak terlalu tinggi. 3) Iklim Menurut Williamson dan Payne (1993), produksi ternak di negara tropis dipengaruhi oleh iklim dengan dua cara, yaitu pengaruhnya secara langung dan tidak langsung. Iklim berpengaruh secara langsung terhadap ternak melalui perilaku merumput, konsumsi dan penggunaan makanan, pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu. Pengaruh tidak langsung pada ternak terutama pada kuantitas dan kualitas pakan yang tersedia bagi ternak, timbulnya penyakit dan parasit, serta berpengaruh pula pada penyimpanan dan penanganan hasil ternak.

21 26 Iklim tropis di Indonesia menjadi tantangan terbesar dalam upaya optimalisasi produksi susu tersebut. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa sapi perah akan dapat berproduksi dengan baik apabila dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermo neutral zone (ZTN). Di luar kondisi tersebut sapi perah akan mudah mengalami stres. Stres panas terjadi ketika temperatur dan kelembaban berada di atas ZTN (Sudrajad dan Adiarto, 2011). Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar o C (Hafez, 1969); o C (McDowell, 1972) dengan kelembaban 55-65%; 4 25 o C (Yousef, 1985). Bligh dan Johnson (1985) membagi beberapa wilayah suhu lingkungan berdasarkan perubahan produksi panas hewan, sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu antara batas suhu kritis minimum dengan maksimum (Gambar 3). Gambar 3. Diagram Produksi Panas Sapi Perah pada Beberapa Suhu Lingkungan

22 27 Suhu sangat berpengaruh pada produksi susu, pada suhu panas nafsu makan sapi berkurang karena sapi mengalami kesulitan dalam mengeluarkan panasnya sehingga mengurangi produksi susu. Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa temperatur kritis pada sapi Friesian Holstein adalah 21 sampai 27 C. Menurut Yousef (1985) iklim memiliki efek mengganggu reproduksi dan pada suhu lingkungan diatas suhu kritis atas yaitu 21ºC, sehingga angka kebuntingan akan menurun Tabel 3. Indeks Suhu dan Kelembaban Relatif untuk Sapi Perah o C Kelembaban Relatif , , , , , , , , Stres ringan 46, Stres sedang 48, Stres berat Sumber: Wierama (1990) dalam Yani dan Purwanto (2006) Hubungan besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut Temperature Humidity Index (THI) yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi perah dapat dilihat pada Tabel 3. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72 THI 79), stres sedang (80 THI 89) dan stres berat (90 THI 97).

23 28 Produksi susu akan menurun selama ternak mengalami stres panas. Pengaruh langsung stres panas terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelebihan beban panas, mengurangi laju metabolik dan menurunkan konsumsi makanan Kerangka Pemikiran Produktivitas pada sapi perah dapat diketahui dengan melihat performans pertumbuhan dari lahir sampai siap untuk dikawinkan, performans reproduksi dan performans produksi susu. Performans reproduksi perlu diketahui sebagai upaya evaluasi untuk mencapai efisiensi reproduksi dan produksi susu. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan melihat pencatatan (recording) yang dilakukan oleh para peternak. Produktivitas sapi perah dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara keduanya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu terbagi menjadi faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor lingkungan internal diantaranya faktor fisiologis yang meliputi aspek pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu sedangkan faktor lingkungan eksternal diantaranya pemberian pakan, manajemen pemeliharaan dan iklim. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan sapi perah baik jumlah maupun nutrisinya untuk kebutuhan pokok, pertumbuhan maupun produksi susu. Sapi perah yang berada pada daerah tropis harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban lingkungan yang cukup tinggi, agar tidak mengalami

24 29 cekaman panas. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana pemeliharaan yang baik agar sapi berada dalam kondisi yang nyaman. Faktor pertumbuhan yang normal bagi setiap ternak digambarkan dengan pola sigmoid. Pola sigmoid bermakna kurva pertumbuhan mengalami laju kenaikkan secara cepat mulai dari konsepsi sampai titik infleksi yang biasanya saat pubertas tercapai, kemudian laju pertumbuhan menurun sampai mencapai konstan saat umur dewasa tercapai. Pertumbuhan yang baik untuk sapi perah mempunyai pernanan penting untuk menyeleksi pedet dan dara yang akan dijadikan replacement stock. Melalui pemahaman yang baik pada sifat pertumbuhan, dapat diperkirakan kapan saat pubertas tercapai, sehingga dapat ditentukan waktu dan bobot hidup yang tepat untuk melakukan kawinan pertama pada sapi dara (Place dkk., 1998). Hasil penelitian Salisbury dan Van Demark (1985) menyatakan agar pertumbuhan pedet berjalan normal, maka pedet harus mencapai rataan berat lahir sekitar 46 kg. Sejrsen dan Purup (1997) menyatakan pada bangsa sapi perah besar biasanya mencapai pubertas dicapai sekitar umur 9 11 bulan dengan bobot hidup sekitar kg. Sapi-sapi dara dikawinkan untuk pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat beranak pada umur 2 tahun. Selain aspek pertumbuhan, aspek reproduksi dari sapi perah juga harus diperhatikan sehingga dapat dicapai efisiensi reproduksi yang akan menghasilkan produksi susu yang optimal. Efisiensi reproduksi, hanya dapat diraih melalui suatu manajemen yang baik dan pengambilan kebijakan yang tepat dalam tata laksana kegiatan

25 30 sehari-harinya. Sistem tata laksana reproduksi yang tepat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan produksi suatu usaha peternakan sapi perah. Parameter keberhasilan manajemen reproduksi dapat juga diukur dari tingkat pencapaian performans reproduksi. Sapi perah yang sudah dewasa kelamin, pertama kali dikawinkan semenjak umurnya 15 bulan yang pada saat tersebut dapat melahirkan pada umur 2 tahun atau 24 bulan sehingga dewasa tubuh dapat dicapai pada umur 6 tahun. Pada saat tersebut sapi perah akan mengalami puncak laktasi pada periode laktasi 4, jika terlalu lama maka produksi susunya pun akan mengalami penurunan. Umur kawin pertama sapi dara FH di KPSBU Cikole yaitu bulan, sedangkan BPPTSP Cikole bulan (Prihatin dkk., 2007) Pasca melahirkan sapi perah akan mengalami masa laktasi yang merupakan periode produksi susu. Pada sapi yang memiliki selang beranak (calving interval) 12 bulan dengan masa kosong 2 bulan, masa laktasi akan terjadi selama 305 hari atau 10 bulan. Pada kenyataannya, setiap individu sapi perah mempunyai masa laktasi yang bervariasi antara hari (Blakely dan Bake, 1994). Menjelang sapi melahirkan produksi susu akan semakin berkurang karena adanya hambatan dari hormon steroid dari sel-sel sekresi sehingga sapi perlu dilakukan kering kandang. Masa kering diperlukan sebagai upaya untuk mengistirahatkan organ-organ yang berperan selama masa laktasi terutama sel-sel sekretori dalam kelenjar ambing, pembentukan kolostrum dan menimbun cadangan

26 31 makanan untuk laktasi berikutnya. Masa kering yang baik untuk sapi perah selama 60 hari. Masa kosong adalah rentang waktu dari induk sapi beranak sampai sapi tersebut dikawin kembali yang menghasilkan kebuntingan. Izquierdo dkk., (2008) menyatakan bahwa periode masa kosong adalah hari setelah beranak yang merupakan masa untuk deteksi awal kelainan reproduksi dan indikator efisiensi reproduksi. Masa kosong bergantung pada lingkunagan dan manajemen reproduksi terutama perkawinan. Selang beranak atau calving interval yang dikehendaki selama 1 tahun atau 365 hari sehingga setiap tahun sapi bisa memproduksi susu dan tercapai efisiensi ekonomi. Selang beranak dipengaruhi oleh masa kosong dan S/C atau service per conception. Diharapkan saat sapi dikawinkan dapat langsung menghasilkan kebuntingan dengan nilai S/C adalah 1. Dudi dkk., (2006) menyatakan bahwa rata-rata S/C di Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari, Kabupaten Sumedang adalah 2. Nilai S/C hasil penelitian Rasad (2009) di KUD Sinarjaya adalah 2,2.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang

Lebih terperinci

disusun oleh: Willyan Djaja

disusun oleh: Willyan Djaja disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein(FH) memiliki ciri badan menyerupai baji, terdapat belang berbentuk segitiga putih di dahi, warna tubuhbelang

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN.1. Sapi Perah Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Sapi Perah Produksi Susu Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Sapi Perah Produksi Susu Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Sapi Perah Bangsa sapi perah memiliki sifat-sifat tersendiri dalam menghasilkan susu, baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Bangsa sapi perah yang ada diantaranya Fries Holland,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan. PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan. PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan merupakan sebuah perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Sapi Perah Dalam kerangka budidaya sapi perah, pembibitan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari ketiga pilar bidang peternakan yaitu, pakan, bibit dan manajemen.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstien Sapi FH telah banyak tersebar luas di seluruh dunia. Sapi FH sebagian besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Sapi Perah FH Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, Belanda. Sapi tersebut di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Perah Fries Holland Sapi Fries Holland (FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode pemerintahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein (FH) Mukhtar (2006) menyatakan bahwa perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode pemerintahan Belanda pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari Provinsi Belanda bagian Utara dan Provinsi Friesland Barat. Sapi FH di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos Banteng).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura adalah salah satu plasma nutfah yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan sebagai ternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh Jepang dan Klasifikasinya Burung puyuh liar banyak terdapat di dunia, nampaknya hanya baru Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut Nugroho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 IV. MENGENAL BERBAGAI BANGSA SAPI PERAH Dari berbagai bangsa sapi perah yang terdapat di dunia pada dasarnya dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa (PE) betina. Kambing hasil persilangan ini mulai berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sapi Perah Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Puyuh ( Coturnix Coturnix Japonica) Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan terus berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing dapat menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani di Indonesia. Kambing merupakan

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan Didin S. Tasripin ; Asep Anang ; Heni Indrijani Fakultas Peternakan Universitas Padjadjarani Disampaikan pada Ruminant

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci