Bab IV Data dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Data dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Data dan Pembahasan 4.1. Data Karakteristik Sampel Air Karakteristik Fisik dan Kimia Sampel Air Air yang digunakan pada percobaan ini berasal dari Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Dago Pakar. Sampel air diambil dari unit prasedimentasi serta dari unit filtrasi dan dilakukan secara sesaat. Pengukuran kualitas air dilakukan terhadap beberapa parameter yang akan mempengaruhi proses ozonisasi dan pembentukan aldehid. Dari parameter-parameter tersebut, beberapa paramater seperti ph, kekeruhan dan temperatur diukur secara on site. Karakteristik fisik dan kimia hasil pengukuran sampel air dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1. Karakteristik fisik dan kimia sampel Air No Parameter Sampel Air dari Unit Sampel Air dariunit Prasedimentasi Filtrasi 1 ph 6,53 7,22 2 Temperatur ( o C) Alkalinitas (mg/l CaCO3) Kesadahan total (mg/l) 25,35 24,75 5 Mangan Fe(mg/L),59-7 TOC (mg/l) 5,9* 3,9 8 Kekeruhan (NTU) 4,7 1,5 9 UV 254 (abs),76,12 Ket:*Pengukuran dilakukan setelah sampel air disaring Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kandungan Fe pada sampel air dari unit prasedimentasi mengalami penurunan dibandingkan dengan sampel air dari unit filtrasi yaitu dari,59 mg/l menjadi nol sedangkan alkalinitas menurun dari 5,25 mg/l menjadi 46,23, serta TOC juga menurun dari 5,9 mg/l menjadi 3,9 mg/l (dengan efisiensi penyisihan 33,89%). Untuk mencegah kerusakan alat TOC analyzer, maka pada pengukuran TOC sampel air dari unit prasedimentasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyaring sampel air tersebut dengan menggunakan kertas saring berdiameter pori lebih besar dari,45 µm, resikonya nilai TOC yang didapat bisa lebih rendah dari nilai yang sebenarnya. 41

2 Dengan kandungan alkalinitas yang tinggi pada kedua sampel maka ozon tidak akan terdekomposisi dengan cepat karena karbonat dan bikarbonat berperan sebagai inhibitor reaksi berantai, berdasarkan reaksi berikut (von Gunten,23): OH* + CO 3 CO 3 * + OH - OH* + HCO 3 CO 3 * + H 2 O Dari reaksi diatas, jika karbonat atau bikarbonat bereaksi dengan OH radikal akan terbentuk karbonat radikal yang tidak akan bereaksi kembali dengan ozon Kandungan NOM pada Sampel Air Reaksi ozon dengan NOM dapat berlangsung dengan NOM bertindak sebagai inisiator, propagator bahkan sebagai inhibitor reaksi berantai. Jenis NOM yang dapat bertindak sebagai inhibitor adalah yang mengandung alkohol primer kecuali MeOH (Acero dan von Gunten, 2). Kandungan NOM pada sampel air sebelum diozonisasi diukur dengan menggunakan GC-MS. Dari hasil yang didapatkan pada sampel air dari unit prasedimentasi terdapat alkohol primer yaitu 2-Decen-1-ol atau 3-methylbutanal dengan berat molekul (BM) 156 dan rumus molekul C 1 H 2 O. Selain itu pada sampel air dari unit ini juga terdeteksi Oktanal, sebesar 9,25%; Isooktana, sebesar 9,13%; dan Nonanal, sebesar 5,98%. Jadi selain alkalinitas, pada sampel air dari unit prasedimentasi terkandung alkohol primer yang merupakan NOM inhibitor pada reaksi berantai berdasarkan reaksi (von Gunten,23): OH* + NOM4 NOM4* + H2O NOM4 * + O 2 NOM4*-O 2 Pada reaksi diatas, reaksi OH radikal dengan NOM tidak akan menghasilkan bahan radikal baru seperti O 2 * sehingga NOM tersebut merupakan inhibitor reaksi berantai. Pada sampel air yang berasal dari unit filtrasi berdasarkan hasil deteksi GC-MS, mengandung senyawa Isovaleraldehide sebesar 23,3%; Pentylpropiolate sebesar 52,66%; dan Hexanal sebesar 24,31%. Keberadaan aldehid pada sampel air disebabkan karena aldehid terbentuk secara alami akibat proses fotokimia lignin (Shon,26). Total aldehid pada sampel air dari unit prasedimentasi adalah sebesar 15,23% sedangkan pada sampel air dari unit filtrasi, aldehid yang terdeteksi adalah sebesar 47,34%. Kondisi tersebut diduga terjadi karena air mengalami oksidasi. Hal tersebut diperkuat dengan terbentuknya bahan lain berupa 42

3 asam karboksilat (Pentylpropiolate) sebesar 52,66%. Selain itu pada proses koagulasiflokulasi umumnya bahan organik yang tersisih adalah bahan organik humic, yang bersifat hidrophobik. Lebih besarnya komposisi aldehid dari sampel air unit filtrasi jika dibandingkan dengan sampel air dari unit prasedimentasi, tidak berarti konsentrasi absolut aldehid yang sesungguhnya pada sampel air dari unit prasedimentasi lebih kecil. Dengan perbedaan nilai TOC dan UV 254 pada sampel air maka nilai DOC pada sampel air dari unit prasedimentasi pasti akan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai DOC pada sampel air dari unit filtrasi. Dugaan tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Siddiqui (1997) yang menyatakan bahwa pada rangkaian koagulasi yang diikuti oleh proses filtrasi maka nilaidoc akan mengalami penurunan sebesar 48%. Rumus struktur senyawa dan persentase komposisi aldehid yang terdeteksi dapat dilihat pada Tabel IV.2. dibawah ini. Tabel IV.2. Rumus Struktur dan Komposisi Aldehid dari Sampel Air Nama Senyawa Komposisi Pada Sampel Air dari Unit Filtrasi (%) Komposisi Pada Sampel Air dari Unit Prasedimentasi (%) Isovaleraldehyde 23,3 - Hexanal 24,31 - Rumus Struktur 2-Decent-1-ol - 65,47 Pentyl propiolate 52,66 - HC CCOOH Isooktane - 9,13 Nonanal - 5,98 Oktanal - 9, Ozon yang Terbentuk pada Fase Gas Suplai udara ke ozone generator dilakukan oleh dua unit aerator yang dipasang secara pararel. Sebelum diinput ke ozone generator, udara dilewatkan ke flow meter. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari setiap debit udara yang diinputkan akan dihasilkan ozon dalam fase gas seperti tampak pada Tabel IV.3. 43

4 Tabel IV.3. Pembentukan Kuantitas Ozon dalam Fase Gas Debit udara (LPM) 2 1,5 Waktu (detik) 1,5 3 6 Produksi Ozon (ppm/detik) 66,67 33,33 16,67 Sumber: Kharisma,27 Pada penelitian ini debit udara diatur konstan sebesar 2 LPM sehingga menghasilkan ozon dalam fase gas sebesar 66,67 ppm/detik Konsentrasi Sisa Ozon Terlarut pada Proses Ozonisasi Penelitian dilakukan dengan variasi ph netral (kondisi alami), asam dan basa. Suplai ozon dilakukan secara menerus kepada kontaktor batch bervolume 7 L. Variasi waktu kontak yang diambil untuk mengukur konsentrasi ozon pada penelitian ini adalah 3, 5 dan 1 menit. Waktu kontak tersebut diambil karena ozon merupakan oksidator yang cukup kuat dan memiliki nilai CT yang jauh lebih rendah dibandingkan desinfektan lainnya Konsentrasi Sisa Ozon pada Proses Ozonisasi, Sampel Air dari Unit Filtrasi Ozonisasi air pada sampel air dari unit filtrasi dimaksudkan untuk mengetahui nilai pembentukan DBPs pada proses desinfeksi. Hasil pengukuran konsentrasi sisa ozon pada berbagai kondisi ph dan waktu kontak dapat dilihat pada Tabel IV.4. dan Gambar IV.1. dibawah ini. Tabel IV.4. Konsentrasi sisa ozon pada berbagai waktu kontak pada sampel air dari unit filtrasi No Waktu konsentrasi sisa ozon ph netral (mg O 3 /L) konsentrasi sisa ozon ph asam (mg O 3 /L) konsentrasi sisa ozon ph basa (mg O 3 /L) 1 2 3,38,96,27 3 5,5,147,33 4 1,61,331,44 44

5 Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L) Waktu kontak 1 Filtrasi, ph normal Filtrasi, ph asam Filtrasi, ph basa Gambar IV.1. Grafik konsentrasi sisa ozon Vs waktu kontak pada sampel air dari unit filtrasi Konsentrasi sisa ozon secara umum mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu kontak. Pada waktu kontak yang sama, konsentrasi sisa ozon dalam air dengan ph asam akan jauh lebih tinggi dibandingkan pada kondisi ph netral maupun ph basa. Hal tersebut disebabkan oleh adanya reaksi dekomposisi ozon seperti diungkapkan von Gunten (23): O 3 + OH - HO O 2 O 3 + HO - 2 OH* + O 2 * + O 2 Dari reaksi diatas, dekomposisi ozon dapat dipercepat dengan menaikkan nilai ph atau dengan penambahan hidrogen peroxide sehingga pada ph basa, dekomposisi ozon berlangsung lebih cepat. Pada kondisi ph diturunkan (asam) maka ozon akan berperan lebih banyak dibandingkan dengan OH radikal, pengkondisian ini digunakan sebagai strategi dalam meminimasi bromate sebagai DBPs Konsentrasi Sisa Ozon pada Proses Ozonisasi, Sampel Air dari Unit Prasedimentasi Ozonisasi sampel air dari unit prasedimentasi dimaksudkan untuk mengetahui pembentukan DBPs pada proses pra-desinfeksi. Hasil pengukuran konsentrasi sisa ozon pada berbagai kondisi ph dan waktu kontak dapat dilihat pada Tabel IV.5. dan Gambar IV.2. dibawah ini. 45

6 Tabel IV.5. Konsentrasi sisa ozon pada berbagai waktu kontak pada sampel air No dari unit prasedimentasi Waktu konsentrasi sisa ozon ph netral (mg O3/L) konsentrasi sisa ozon ph asam (mg O3/L) konsentrasi sisa ozon ph basa (mg O3/L) 1 2 3,73,38,67 3 5,11,56,73 4 1,13,124,78.14 Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L) Waktu kontak 1 Prasedimentasi, ph normal Prasedimentasi, ph asam Prasedimentasi, ph basa Gambar IV.2. Grafik konsentrasi sisa ozon Vs waktu kontak pada sampel air dari unit prasedimentasi Dari grafik diatas, pada waktu kontak 3 dan 5 menit, konsentrasi sisa ozon pada ph basa lebih tinggi dari kondisi ph asam. Kondisi ini terjadi karena karakteristik air pada unit ini lebih keruh dan memiliki kandungan bahan organik dan anorganik yang cukup besar sehingga memungkinkan bagi ozon untuk bereaksi dengan solut yang ada dalam larutan pada ph asam. Namun pada waktu kontak 1 menit, konsentrasi sisa ozon pada ph asam kembali lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ph basa. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh von Gunten (23). 46

7 Perbandingan Konsentrasi Sisa Ozon Sampel Air Terozonisasi dari Unit Prasedimentasi dan Filtrasi Pada kondisi ph alami (netral), konsentrasi sisa ozon pada proses pradesinfeksi dengan waktu kontak yang sama akan lebih tinggi jika dibandingkan pada proses desinfeksi. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan alkalinitas serta adanya NOM yang berfungsi sebagai inhibitor (alkohol primer) yang lebih tinggi pada sampel air dari unit prasedimentasi dibandingkan dengan sampel air dari unit filtrasi. Akibatnya dekomposisi ozon akan berjalan lebih lambat pada sampel air yang berasal dari unit prasedimentasi. Selain itu sampel air dari unit prasedimentasi memiliki ph yang lebih rendah sehingga mampu menahan laju dekomposisi ozon dibandingkan dengan air dari sampel air dari unit filtrasi dengan ph yang lebih besar. Pada kondisi ph asam, konsentrasi sisa ozon pada sampel air dari unit filtrasi memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan nilai lainnya sedangkan pada sampel air dari unit prasedimentasi dengan waktu kontak 3 dan 5 menit, terjadi sebaliknya yaitu konsentrasi sisa ozon memiliki nilai terendah sebelum kembali sesuai teori pada menit ke 1. Hal tersebut terjadi karena pada sampel air dari unit prasedimentasi, lebih banyak kandungan bahan organik dan anorganik yang bereaksi langsung dengan ozon. Setelah 1 menit, konsentrasi sisa ozon pada ph asam akan kembali tinggi dibandingkan kondisi basa Komposisi Aldehid yang Terbentuk pada Proses Ozonisasi Pengukuran aldehid organik dilakukan dengan menggunakan GC-MS jenis QP 5 dan sampel dipreparasi melalui ekstraksi dengan menggunakan hexane. Pengukuran dilakukan pada sampel yang diambil dari ozon kontaktor pada waktu kontak 3, 5 dan 1 menit. Pengukuran LMW pada penelitian ini difokuskan pada pembentukan aldehid. Selain aldehid, bahan organik lain yang terbentuk adalah alkohol, namun karena aldehid merupakan bagian dari Biodegradable Organic Carbon (BOC) yang dapat dijadikan sumber karbon bagi mikroorganisme untuk pertumbuhannya maka penelitian ini memberi fokus pada pembentukan aldehid akibat ozonisasi saja. Mekanisme pembentukan alkohol dan aldehid dapat dijelaskan melalui mekanisme Criegge atau melalui pemisah paksaan secara segera yang dapat dilihat pada Bab 2. 47

8 Komposisi Aldehid yang Terbentuk pada Proses Ozonisasi, Sampel Air dari Unit Filtrasi Setelah sampel diambil pada kontaktor, sampel segera diekstraksi dengan menggunakan n-hexane, dengan perbandingan antar sampel dan hexane sebesar 5 : 5. Kuantitas campuran sampel (linarut) yang disuntikkan pada GCMS adalah sebesar 1 µl. Untuk menilai potensi pembentukan aldehid pada proses desinfeksi, dilakukan ozonisasi pada sampel air dari unit filtrasi. Data aldehid yang terbentuk pada waktu kontak 3, 5 dan 1 menit pada kondisi ph netral; ph asam; dan ph basa dapat dilihat pada Tabel IV.6 sampai Tabel IV.8, serta Gambar IV.3. Tabel IV.6. Komposisi aldehid, ph netral pada sampel air dari unit filtrasi Waktu kontak Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi 3 Pentanal Pentanal 86 54,55 1 Dodecanal 184 6,24 Tabel IV.7. Komposisi aldehid pada ph asam pada sampel air dari unit filtrasi Waktu kontak Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi Hexanal 1 18,59 3 Nonanal ,6 Pentanal 86 19,36 5 Hexanal 1 42,21 Pentanal 86 57,79 1 Pentanal 86 18,13 Tabel IV.8. Komposisi aldehid pada ph basa pada sampel air dari unit filtrasi Waktu kontak Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi 3 TT TT 5 Pentanal Pentanal

9 1 9 Normalisasi (%) Aldehid Waktu Kontak ph NORMAL ph ASAM ph BASA Gambar IV.3. Komposisi total aldehid pada berbagai kondisi percobaan sampel air dari unit filtrasi Pada Tabel IV.6 sampai IV.8 dan Gambar IV.5 dapat dilihat komposisi aldehid maksimal yang dideteksi oleh GC-MS sebesar 1%. Aldehid yang terbentuk berupa pentanal dengan Berat Molekul (BM) 86, dodecanal dengan BM 184 dan hexanal dengan BM 1. Pada ph normal, seperti terlihat pada tabel IV.6. total aldehid yang terbentuk mencapai maksimum pada waktu kontak 3 menit yaitu sebesar 1% dan minimum pada waktu kontak 1 menit yaitu sebesar 6,24%. Pada ph asam, seperti terlihat pada tabel IV.7, dari waktu kontak 3 menit ke waktu kontak 5 menit, persen normalisasi total aldehid adalah konstan lalu pada menit ke-1 kembali mengalami penurunan menjadi 18,13%. Sedangkan pada ph basa, aldehid baru terbentuk pada menit ke-5 dan persentase akan tetap sama hingga menit ke-1 yaitu sebesar 1%. Pada setiap penambahan waktu kontak, aldehid yang terbentuk umumnya mengalami perubahan berat molekul, dimana pada setiap penambahan waktu kontak, berat molekul yang terdeteksi semakin rendah (Nawrocki,22). 49

10 Komposisi Aldehid yang Terbentuk pada Proses Ozonisasi, Sampel Air dari Unit Prasedimentasi Untuk meneliti potensi pembentukan LMW pada proses pra-desinfeksi, dilakukan pengukuran komposisi aldehid yang terbentuk pada ozonisasi sampel air dari unit prasedimentasi. Data LMW berupa aldehid pada waktu kontak 3, 5 dan 1 menit pada sampel air dari unit prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel IV.9 hingga IV.11 serta Gambar IV.4. sebagai berikut: Tabel IV.9. Komposisi aldehid pada ph netral pada sampel air dari unit prasedimentasi Waktu kontak Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi Decanal 156 3,96 Dodecanal 184 3,25 Nonanal 142 1,25 Oktanal ,17 Decanal ,48 Nonanal ,35 Hexanal 1 34,41 Heptanal ,87 Pentanal 86 43,71 Tabel IV.1. Komposisi aldehid pada ph asam pada sampel air dari unit prasedimentasi Waktu kontak Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi 3 TT 5 Pentanal Methyl butanal 86 65,76 Pentanal 86 34,24 Tabel IV.11. Komposisi aldehid pada ph basa pada sampel air dari unit prasedimentasi Waktu kontak Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi 3 TT 5 Heptanal 86 89,22 Pentanal 86 31,46 1 Dodecanal ,7 Pentanal 86 31,48 5

11 Normalsasi (%) Aldehid Waktu Kontak ph NORMAL ph ASAM ph BASA Gambar IV.4. Komposisi total aldehid pada berbagai kondisi percobaan sampel Air dari unit Prasedimentasi Dari Gambar IV.4. dapat dilihat bahwa pada sampel air dari unit prasedimentasi, komposisi total aldehid mengalami peningkatan pada setiap kondisi ph seiring dengan penambahan waktu kontak hingga 1 menit. Fenomena tersebut berbeda dengan sampel air dari unit filtrasi. Jenis aldehid yang terbentuk pada unit ini adalah oktanal, decanal, nonanal, 3 methyl butanal dan pentanal, dengan berat molekul dari 156 hingga 86. Pada ph normal, seperti terlihat pada tabel IV.9 persentase total aldehid yang terbentuk mencapai maksimum pada waktu kontak 1 menit yaitu sebesar 1% dan minimum pada waktu kontak 3 menit yaitu sebesar 17,46%. Pada ph asam, seperti terlihat pada tabel IV.1 komposisi total aldehid terbentuk pada menit ke-5 dan 1 dengan persentase konstan sebesar 1%. Sedangkan pada ph basa, seperti terlihat pada tabel IV.11 aldehid baru terbentuk pada menit ke-5 dan terus naik hingga menit ke-1 masing-masing sebesar 89,2% dan 1%. Seperti halnya pada unit filtrasi, untuk setiap penambahan waktu kontak, aldehid yang terbentuk umumnya mengalami perubahan berat molekul dimana pada setiap penambahan waktu kontak, berat molekul yang terdeteksi akan semakin kecil. Hasil ini membuktikan bahwa setiap penambahan waktu kontak ozon maka akan terjadi pemecahan senyawa yang lebih kompleks menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih sederhana (Nawrocki,22). 51

12 Struktur Aldehid yang Terbentuk pada Sampel Air Terozonisasi Jenis aldehid yang terbentuk pada ozonisasi sampel air dari unit prasedimentasi dan filtrasi terdiri dari 8 jenis aldehid. Aldehid tersebut adalah pentanal, dodecanal, hexanal, heptanal, oktanal, decanal, nonanal, dan 3 methyl butanal. Rumus struktur aldehid tersebut dapat dilihat pada tabel IV.12. Tabel IV.12. Struktur Aldehid yang terbentuk pada proses ozonisasi Nama Senyawa Rumus Struktur Pentanal Hexanal Dodecanal Heptanal Oktanal Decanal Nonanal 3 methyl butanal Contoh hasil pengukuran GC-MS sebelum dan sesudah ozonisasi dapat dilihat pada lampiran. Aldehid yang terdeteksi dikelompokkan menjadi 2 jenis aldehid yaitu hexanal, dan heptanal yang telah digolongkan oleh USEPA sebagai organic oxidation 52

13 byproduct. Dodecanal tergolong DBPs nonhalogenated aldehydes dengan Activity ConcernLevel_Carcinogenicity yang tergolong rendah. Hexanal berdasarkan uji toksisitas memiliki nilai LC 5 sebesar 17,5 mg/l (USEPA,29) Faktor yang mempengaruhi pembentukan Aldehid pada Proses Ozonisasi Untuk melihat pengaruh karakteristik air yang didesinfeksi terhadap pembentukan aldehid maka dibuat komparasi antara perbedaan ph, konsentrasi dan waktu kontak serta karakteristik air lainnya terutama kekeruhan, UV 254 dan TOC. Juga dianalisa komposisi aldehid sebelum dan sesudah proses ozonisasi. Pada Gambar IV.5, dapat dilihat kompilasi komposisi aldehid pada setiap kondisi ph di setiap unit sampel air, sebelum dilakukan proses ozonisasi (waktu kontak menit) dan pada setiap penambahan waktu kontak (3,5, dan 1 menit) selama proses ozonisasi dilakukan. Norm alisasi(% ) aldehid Filtrasi Prased Filtrasi Prased Filtrasi Prased ph normal ph asam ph basa menit 3 menit 5 menit 1 menit Gambar IV.5. Kompilasi aldehid sebelum dan sesudah ozonisasi pada sampel air dari unit filtrasi dan prasedimentasi Pengaruh ph pada Pembentukan Aldehid Kondisi ph akan sangat mempengaruhi konsentrasi sisa ozon yang terbentuk dimana konsentrasi ozon tersebut akan bereaksi dengan bahan organik sehingga terbentuk LMW berupa aldehid. 53

14 Untuk kondisi ph netral (kondisi alami), jika dibandingkan dengan komposisi sebelum proses ozonisasi dilakukan pada sampel air dari unit filtrasi dengan waktu kontak 3 menit, kuantitas aldehid yang terbentuk akan meningkat. Namun pada waktu kontak 5 menit dan 1 menit, kuantitas aldehid mengalami penurunan. Pada unit prasedimentasi dengan kondisi ph netral, kuantitas aldehid yang terbentuk sebelum dan sesudah ozonisasi akan terus mengalami peningkatan pada setiap penambahan waktu kontak ozonisasi. Pada kondisi ph asam, kuantitas aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit filtrasi jika dibandingkan dengan sebelum dilakukannya proses ozonisasi akan mengalami peningkatan pada waktu kontak 3 dan 5 menit, namun pada menit ke-1 komposisi aldehid akan menurun. Untuk sampel air dari unit prasedimentasi, aldehid menjadi tidak terdeteksi pada waktu kontak 3 menit. Namun pada waktu kontak selanjutnya, aldehid mengalami peningkatan. Hilangnya aldehid pada sampel air dari unit prasedimentasi disebabkan karena pada waktu kontak 3 menit konsentrasi sisa ozon berada pada nilai terendah sehingga memungkinkan reduksi aldehid yang terjadi akibat adisi gugus karbonil yang dapat terjadi dalam suasana asam, seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2.6. Kondisi ph basa, baik pada sampel air dari unit filtrasi dan prasedimentasi pada waktu kontak 3 menit aldehid menghilang, padahal sebelum diozonisasi aldehid terdeteksi. Hal tersebut diduga terjadi karena air merupakan pelarut yang bersifat atau berfungsi sebagai nukleofilik, kondisi tersebut diperkuat dengan penambahan NaOH yang merupakan basa kuat sehingga gugus karbonil dapat mengalami adisi dalam suasana basa. Fenomena adisi pada larutan asam dan basa telah dijelaskan pada Bab 2.6. Dari uraian diatas maka baik pada unit filtrasi dan prasedimentasi, pengaruh ph hanya terlihat pada waktu kontak 3 menit, dimana aldehid tidak terbentuk pada ph basa pada ke-2 unit dan dalam ph asam pada unit prasedimentasi. Namun setelah waktu kontak 5 dan 1 menit, pengaruh ph terhadap komposisi aldehid tidak signifikan, dimana komposisi aldehid yang terbentuk tidak memiliki perbedaan yang tidak jauh berbeda. Hasil tersebut dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siddiqui (1997), dan Hammes (26). Fenomena tersebut terjadi karena pembentukan aldehid merupakan proses reaksi antara bahan organik dan ozon secara spontan, melalui 54

15 pemisahpaksaan (cleavage) yang dapat terjadi secara segera dan melalui Mekanisme Criegge, yang dapat dilihat pada Bab Pengaruh prekursor dan kekeruhan terhadap pembentukan Aldehid Dari Gambar IV.5. dapat dilihat pada unit filtrasi terdapat kecenderungan konsentrasi aldehid menurun hingga menit ke-1, sementara pada unit prasedimentasi aldehid yang terbentuk cenderung mengalami kenaikan hingga menit ke-1. Kondisi tersebut seiring adanya perbedaan nilai TOC, kekeruhan dan UV 254. Pada unit prasedimentasi kandungan TOC sebesar 5,9 mg/l, kekeruhan 4,7 NTU, serta UV 254,76 sedangkan pada unit filtrasi komposisi TOC sebesar 3,9 mg/l kekeruhan 1,5 NTU dan UV 254,12. Jika melihat nilai parameter tersebut diatas maka pada sampel air dari unit prasedimentasi bahan organik akan berkompetisi lebih ketat untuk dapat bereaksi dengan ozon. Untuk melihat pengaruh prekursor analisa dapat dilakukan melalui perbandingan antara konsentrasi ozon dan TOC awal terhadap aldehid yang terbentuk. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.13-IV.14. dan grafik pada Gambar IV.6-IV.7 dibawah ini. Tabel IV.13. Konsentrasi ozon/toc terhadap kuantitas aldehid pada unit Kondisi ph Netral Asam Basa Filtrasi Waktu kontak % Normalisasi Aldehid 3 1,1 5 54,55,13 Konsentrasi ozon/toc 1 6,24,16 3 1,25 5 1, ,13,85 3,7 5 1,8 1 1,11 55

16 Tabel IV.14. Konsentrasi ozon/toc terhadap kuantitas aldehid pada unit Kondisi ph Prasedimentasi Waktu kontak % Normalisasi Aldehid Konsentrasi ozon/toc Netral Asam Basa 3 17,46,12 5 1,18 1 1,22 3,6 5 1,9 1 1,21 3, ,22,12 1 1,13 (%) Normalisasi aldehid Konsentrasi ozon/toc awal Filtrasi ph normal Filtrasi ph asam Filtrasi ph basa Gambar IV.6. Perbandingan nilai konsentrasi ozon/toc awal terhadap pembentukan aldehid pada sampel air dari unit filtrasi 56

17 (%) Normalisasi aldehid Konsentrasi ozon/toc awal Prasedimentasi ph normal Prasedimentasi ph asam Prasedimentasi ph basa Gambar IV.7. Perbandingan nilai konsentrasi ozon/toc awal terhadap pembentukan aldehid pada sampel air dari unit prasedimentasi Pada sampel air dari unit filtrasi dengan kondisi ph asam dan netral, komposisi aldehid berkurang seiring dengan peningkatan perbandingan konsentrasi ozon dan TOC awal. Nilai kekeruhan yang lebih rendah pada unit filtrasi menyebabkan pada kondisi ph asam dengan perbandingan,25 dan,38, serta pada perbandingan,1 dalam ph netral, aldehid dapat terdeteksi dengan persentase 1%, namun karena prekursor berupa bahan organik hidrophobik yang terbatas maka pada nilai perbandingan selanjutnya komposisi aldehid yang terdeteksi mengalami penurunan. Fenomena tersebut terjadi karena aldehid yang telah terbentuk mengalami oksidasi lebih lanjut. Pada perbandingan konsentrasi sisa ozon dan TOC yang lebih rendah (kurang dari,7) dengan kondisi ph basa, aldehid tidak terbentuk, namun pada nilai perbandingan C:TOC selanjutnya aldehid terbentuk dengan nilai persentase yang konstan sebesar 1%. Rendahnya kandungan bahan hidrophobik pada unit filtrasi karena bahan humic (hidrophobik) telah disisihkan pada proses koagulasi-flokulasi. Pada sampel air dari unit prasedimentasi seiring peningkatan perbandingan konsentrasi ozon dan TOC, maka % normalisasi aldehid bertambah. Kondisi tersebut diduga terjadi karena sifat bahan organik yang terkandung dalam sampel air dari unit ini dominan bersifat hidrophobik, yang merupakan bahan organik pembentuk aldehid ( Schechter dan Singer, 1994). Pada nilai perbandingan 57

18 konsentrasi sisa ozon dan TOC kurang dari,12 yang terjadi pada ph asam dan basa, aldehid tidak terbentuk, namun pada nilai perbandingan selanjutnya aldehid terbentuk dan mencapai maksimum pada perbandingan,22 dalam kondisi ph netral,,9 dalam kondisi ph asam dan,13 dalam kondisi ph basa. Kecenderungan hasil penelitian membenarkan hasil penelitian Bose (27), dimana pada larutan yang mengandung bahan hidrophobik (humic) dan non-humic maka ozon cenderung bereaksi dengan bahan yang humic, namun bila secara khusus bereaksi dengan bahan non-humic seperti aldehid maka ozon akan mengoksidasi bahan tersebut. Sehingga penempatan ozonisasi setelah proses koagulasi-flokulasi akan memaksimumkan penyisihan bahan organik. Strategi penempatan unit pengolahan dengan cara ini akan mengurangi dosis klor pada proses yang dibutuhkan untuk proses post-desinfeksi. Pengaruh lain akibat adanya perbedaan kuantitas dan karakteristik prekursor adalah jenis aldehid yang terbentuk. Pada unit prasedimentasi jenis aldehid yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan jenis aldehid pada unit filtrasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar IV.8-IV.9. Sampel air dari unit Filtrasi, ph normal Sampel air dari unit Filtrasi, ph asam me ni t Pentanal Dodecanal % Normalitas menit Nonanal Hexanal Pentanal Sampel Air dari Unit Filtrasi, ph basa % Normalitas menit Pentanal Gambar IV.8. Aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit filtrasi 58

19 Sampel dari Unit Prasedimentasi ph normal Sampel dari unitprasedimentasi ph asam 12 Pentanal 12 % Normalisasi Heptanal Hexanal Nonanal Oktanal Dodecanal Decanal % Normalisasi Methyl butanal Pentanal menit menit % Normalisasi Sampel dari unitprasedimentasi ph basa menit Heptanal Pentanal Hexanal 3 Methyl butanal Gambar IV.9. Aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit prasedimentasi Dari hasil penelitian dapat dilihat perbedaan nilai TOC memiliki efek yang tidak signifikan pada komposisi maksimum aldehid yang terbentuk. Hasil penelitian yang sama ditunjukan Hammes (26) yang dilakukan pada air dengan sumber air dengan karakteristik yang berbeda, dimana kuantitas aldehid yang terbentuk tidak memiliki perbedaan yang signifikan Pengaruh Konsentrasi dan waktu kontak (CT) terhadap pembentukan aldehid Penilaian efektifitas desinfeksi dengan ozon dilakukan dengan konsep CT, dimana pemaparan desinfektan dihitung dengan waktu sebagai variable dependen dan konsentrasi sebagai variable independent (C=f(t)) atau dengan mengalikan konsentrasi (C) dan waktu kontak (T) (von Gunten,23). Nilai CT yang dihasilkan dari penelitian ini umumnya berada pada range CT yang digunakan untuk inaktivasi mikroorganisme patogen yang dikeluarkan oleh USEPA, dimana untuk inaktifasi sebesar,5 log nilai CT sebesar,8 mg.menit/l dan untuk 3 log sebesar,46 mg.menit/l pada suhu 25 C. Nilai CT dan konsentrasi 59

20 LMW berupa aldehid yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel IV.15 sampai IV.19 dan Gambar IV.1-IV.11 dibawah ini. Tabel.IV.15. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit filtrasi ph netral Waktu kontak Konsentrasi sisa ozon (mg O 3 /L) CT (mg.menit L -1 ) % Normalisasi aldehid 3,38, ,5,249 54,55 1,61,612 6,24 Tabel.IV.16. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit filtrasi ph asam Waktu kontak Konsentrasi sisa ozon (mg O 3 /L) CT (mg.menit L -1 ) % Normalisasi aldehid 3,96, ,147, ,331 3,38 18,13 Tabel.IV.17. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit filtrasi ph basa Waktu kontak Konsentrasi sisa ozon (mg O 3 /L) CT (mg.menit L -1 ) % Normalisasi aldehid 3,27,81 5,33, ,44,44 1 Tabel IV.18. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit Waktu kontak prasedimentasi ph netral Konsentrasi sisa ozon (mg O 3 /L) CT (mg.menit L -1 ) % Normalisasi aldehid 3,73,218 17,46 5,17, ,13 1,31 1 6

21 Tabel.IV.19. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit Waktu kontak prasedimentasi ph asam Konsentrasi sisa ozon (mg O 3 /L) CT (mg.menit L -1 ) % Normalisasi aldehid 3,38,115 5,56, ,124 1,243 1 Tabel.IV.2. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit Waktu kontak prasedimentasi ph basa Konsentrasi sisa ozon (mg O 3 /L) CT (mg.menit L -1 ) % Normalisasi aldehid 3,67,21 5,73,364 89,22 1,78, Normalitas aldehid (%) CT (mg.l^-1.m enit) Filtrasi ph normal Filtrasi ph asam Filtrasi ph basa Gambar IV.1. Hubungan CT dan komposisi aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit Filtrasi 61

22 12 Normalitas aldehid (%) CT (mg.l^-1.menit) Prasedimentasi ph normal Prasedimentasi ph asam Prasedimentasi ph basa Gambar IV.11. Hubungan CT dan komposisi aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit prasedimentasi Pada sampel air dari unit filtrasi seperti terlihat pada gambar IV.1, dengan kondisi ph asam nilai CT berada pada nilai yang tertinggi dibandingkan pada ph normal dan yang terendah adalah pada ph basa. Konsentrasi sisa ozon yang lebih tinggi pada ph asam menyebabkan dari CT sebesar,287 mg.menit/l ke,736 mg.menit/l komposisi aldehid yang terdeteksi meningkat namun pada menit ke-1 komposisi aldehid mengalami penurunan. Kondisi serupa terjadi pada ph netral dimana pada CT sebesar,115 mg.menit/l komposisi aldehid yang terdeteksi mencapai nilai maksimum dan terus mengalami penurunan dari CT sebesar,249 mg.menit/l hingga,612 mg.menit/l. Dugaan yang menyebabkan fenomena tersebut telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Fenomena dalam kondisi ph basa sedikit berbeda, dengan nilai CT terendah sebesar,8 mg.menit/l belum ada aldehid yang terbentuk, namun pada nilai CT selanjutnya aldehid terbentuk cukup besar dan konstan dari menit ke-5 hingga menit ke-1. Dari gambar IV.11 pada sampel air dari unit prasedimentasi, trend yang terjadi dalam setiap kondisi ph serupa, dimana pada setiap penambahan CT konsentrasi aldehid terus mengalami penambahan. Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh karakteristik prekursor yang ada. Pada unit prasedimentasi dan unit filtrasi, dalam kondisi dimana nilai CT paling rendah aldehid belum terbentuk, namun setelah tidak terbentuk pada nilai CT terendah tersebut maka pada CT seterusnya aldehid terbentuk dengan komposisi 62

23 yang cukup besar dan relatif konstan. Terjadinya fenomena tersebut terjadi karena konsentrasi ozon terlarut yang terkandung dalam sampel air belum mampu untuk memecah bahan organik menjadi aldehid, sementara OH radikal meskipun tidak membentuk aldehid, dapat memecah senyawa aromatik membentuk alkena (Yunzheng et al.,24). Alkena merupakan bahan baku pembentuk aldehid. Setelah bahan baku tersebut tersedia maka pada waktu kontak selanjutnya aldehid akan terbentuk dengan komposisi yang konstan hingga menit 1. Bukti tersebut semakin menguatkan hipotesa bahwa aldehid terbentuk akibat reaksi langsung ozon dan NOM yang diwakili oleh nilai TOC dan UV 254. Pada sampel air dari unit prasedimentasi, aldehid tidak terdeteksi pada CT dibawah,2 mg.menit/l sedangkan pada unit filtrasi aldehid tidak terdeteksi pada CT sebesar,81 mg.menit/l. Kedua nilai CT tersebut jika dibandingkan dengan nilai CT untuk inaktifasi mikroorganisme menurut USEPA, maka dapat menginaktifasi sebesar,5 log untuk CT,8 mg.menit/l dan 1 log untuk CT,2 mg.menit/l. Namun nilai CT tersebut terjadi akibat pengkondisian ph yang dilakukan pada penelitian ini. Sementara pada kondisi ph alami (netral) dengan nilai CT terendah sebesar,115 mg.menit/l pada proses ozonisasi sampel air unit filtrasi dan dengan CT sebesar,218 mg.menit/l pada proses ozonisasi sampel air unit prasedimentasi, aldehid tetap terbentuk masing-masing sebesar 1% dan 17,46%, sehingga setelah unit ozonisasi diperlukan proses penyisihan LMW. Penyisihan tersebut biasanya dengan menggunakan proses adsorpsi Analisa Kejadian Regrowth Setelah Ozonisasi Sesuai dengan lingkup penelitian, pada tahap ini hanya dilakukan pemeriksaan pada kondisi sampel air pada ph alami (netral). Pemeriksaan Coli dilakukan dengan pemeriksaan Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT). Pengukuran dilakukan melalui uji dugaan, uji penetapan dan uji kelengkapan. Pengukuran dilakukan dua kali. Pengukuran pertama (T-1) dilakukan sesaat setelah ozonisasi dan pengukuran kedua (T-2) dilakukan setelah 24 jam dari proses ozonisasi. Pengukuran T-2 ditujukan untuk membuktikan terjadinya pertumbuhan kembali (regrowth) mikroorganisma akibat proses ozonisasi yang diduga dapat membentuk LMW. Metode yang digunakan pada T-2 yaitu dengan reinokulasi dan tanpa reinokulasi. 63

24 Seperti telah dipaparkan dalam Bab 3, reinokulasi dilakukan dari coli yang terkandung pada sampel air dari unit prasedimentasi dan sampel air dari unit filtrasi yang belum diozonisasi. Coli yang diinokulasikan diperoleh dari hasil uji penetapan pada tabung medium EMB (Eosin Metilen Blue) pada sampel air dari ke-2 unit tersebut. A. Pengukuran T-1 Kandungan Coli Setelah Ozonisasi Kandungan bakteri coli setelah ozonisasi dapat dilihat pada tabel 21 dibawah ini Tabel IV. 21. Kandungan Bakteri Coli pada Pengukuran T-1 Waktu kontak Kandungan coli, Unit Filtrasi (JPT/1mL) Kandungan coli unit prasedimentasi (JPT/1mL) Pada tabel IV.21 dapat dilihat kandungan coli pada unit filtrasi masih tinggi pada waktu kontak 3 menit sebesar 43 JPT/1mL, sedangkan kandungan coli minimum dicapai pada waktu kontak 1 menit sebesar nol, sementara pada unit prasedimentasi kandungan coli masih tinggi pada waktu kontak 3 menit sebesar 46 JPT/1ml, dan mencapai minimum pada waktu kontak 1 menit sebesar 16 JPT/1mL. Sampel air yang berasal dari unit filtrasi memiliki kualitas yang cukup baik dan siap untuk didesinfeksi. Rendahnya kandungan bahan organik serta tidak terkandungnya bahan anorganik seperti Fe dan Mn yang dapat menganggu proses desinfeksi menyebabkan pada waktu kontak 1 menit tidak ada coliform yang terdeteksi. Pada sampel air dari unit prasedimentasi, hingga waktu kontak 1 menit coli masih terdeteksi, hal tersebut disebabkan karakteristik sampel air dari unit ini memiliki kandungan bahan organik dan kekeruhan yang masih tinggi, sehingga kompetisi mikroorganisme untuk dapat bereaksi dengan ozon lebih ketat, akibatnya proses desinfeksi terganggu (K.Bancroft et al.,1983). 64

25 B. Pengukuran T-2 Kandungan Coli Setelah Ozonisasi Pengukuran kedua (T-2) dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu: Dengan melakukan reinokulasi, diadopsi dari the cooperative research centre for water quality treatment Australia. Dengan membiarkan sampel selama 24 jam, kemudian dilakukan pengukuran Hasil pengukuran coli dengan reinokulasi dapat dilihat pada tabel 22, sedangkan pengukuran tanpa reinokulasi terdapat pada tabel 23 dibawah ini. Tabel IV. 22. Kandungan Bakteri Coli pada Pengukuran T-2, Dengan Waktu kontak Reinokulasi Kandungan coli, Unit Filtrasi (JPT/1mL) 3 >11 >11 5 >11 >11 1 >11 >11 Kandungan coli unit prasedimentasi (JPT/1mL) Tabel IV. 23. Kandungan Bakteri Coli pada Pengukuran T-2, Tanpa Reinokulasi Waktu kontak Kandungan Fecal coli, Unit Filtrasi (JPT/1mL) Kandungan fecal coli unit prasedimentasi (JPT/1mL) Perbandingan dilakukan terhadap kandungan coli yang terdapat Tabel IV. 21 dengan Tabel IV. 22 dan IV.23. Pada perbandingan antara Tabel IV.21 dan IV.22 kandungan JPT bakteri coli mengalami peningkatan secara signifikan baik pada sampel air dari unit filtrasi dan unit prasedimentasi. Pada perbandingan Tabel IV.21 dan IV.23, fenomena pertumbuhan kembali (regrowth) lebih jelas terlihat pada unit prasedimentasi. Fenomena yang terjadi pada pada pengukuran T-1 dan pada pengukuran T-2 baik dengan dan tanpa reinokulasi dapat disebabkan oleh: Pada sampel air dari unit filtrasi dengan waktu kontak yang sama antara pengukuran T-1 dengan pengukuran T-2 tanpa reinokulasi terjadi penurunan JPT bakteri coli. Menurunnya kandungan coli dikarenakan walaupun proses desinfeksi dengan ozon tidak dapat membunuh mikroorganisme secara langsung pada T-1 dengan waktu kontak 3 dan 5 menit, namun karakteristik air dari unit ini cukup baik untuk proses desinfeksi sehingga ozonisasi 65

26 mampu untuk merusak struktur sel, menganggu fungsí enzim dan mempengaruhi fungsí biosíntesis dan pertumbuhan mikroorganisma (USEPA,1999). Akibatnya JPT bakteri coli setelah 24 jam yang diukur pada T-2 mengalami penurunan yaitu menjadi 15 JPT/1 ml pada kontak 3 menit, dan JPT/1 ml pada kontak 5 menit. Pada sampel air dari unit prasedimentasi, dari pengukuran T-1 ke pengukuran T-2 tanpa reinokulasi dengan waktu kontak yang sama, umumnya mengalami kenaikan, kecuali pada kontak 3 menit. Fakta ini membuktikan bahwa proses desinfeksi pada sampel air dari unit ini tidak berjalan dengan baik, sehingga jumlah bakteri yang mengalami kerusakan sel dan mengalami gangguan fungsí enzim jumlahnya terbatas, akibatnya bakteri dapat mengalami pertumbuhan kembali dengan cepat, apalagi ditunjang dengan LMW yang merupakan subtrat bagi mikroorganisme (termasuk aldehid) dalam kondisi yang cukup banyak. Pada perbandingan antara pengukuran T-1 dan T-2 tanpa reinokulasi, sampel dimana JPT coli tidak mengalami kenaikan, bahkan ada yang mengalami penurunan pada T-2, terjadi pada sampel yang mengandung dodecanal. Dodecanal merupakan aldehid yang terdeteksi dengan berat molekul yang paling tinggi yaitu sebesar 184. Besarnya berat molekul akan mempengaruhi luas permukaan LMW tersebut sehingga akan lebih sulit bagi mikroorganisme untuk memanfaatkannya sebagai subtrat. Pada komparasi antara JPT coli pengukuran T-1 dan T-2 dengan reionokulasi terdapat kecenderungan yang sama, yaitu baik pada sampel air dari unit prasedimentasi dan sampel dari unit filtrasi JPT coli mengalami kenaikan hinga lebih dari 1 JPT/1mL, hal tersebut menunjukan terjadinya pertumbuhan kembali mikroorganisme estela proses desinfeksi. Inokulasi pada sampel yang akan diuji cobakan pada pengukuran T-2 hanya berasal dari 1 tabung yang terdeteksi positif dari uji penetapan, atau setara dengan 3 JPT/1 ml. Setelah 24 jam pada pengukuran T-2 terdeteksi coli sebesar lebih dari 1 JPT/1 ml. Data tersebut menandakan jika diinokulasikan bakteri dengan kondisi sehat belum terpapar ozon, maka bakteri tersebut dapat tumbuh dengan cepat pada air yang mengandung LMW. Meskipun berdasarkan hasil penelitian ini pada sampel air dari unit filtrasi komposisi aldehid sebagai subtrat menurun. Namun aldehid tersebut 66

27 dapat mengalami oksidasi lanjut menjadi asam karboksilat, yang masih merupakan salah satu dari LMW yang tergolong BOC (Nawrocki et al., 21). Reaksi oksidasi aldehid menjadi asam karboksilat dapat dilihat dibawah ini (Siddiqui et al., 1997): Analsisa tersebut didukung oleh hasil penelitian Hammes (26), Nawrocki (21) yang menyimpulkan bahwa asam karboksilat merupakan produk LMW dominan dibandingkan dengan aldehid pada proses desinfeksi. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan mengenai pembentukan asam karboksilat akibat proses ozonisasi. 67

BAB III Metodologi Penelitian

BAB III Metodologi Penelitian BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Tahap penelitian Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada gambar III.1. Perumusan Masalah Tahap Persiapan Persiapan alat: Aerator, ozon generator dan dekomposer Pembuatan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang

Lebih terperinci

EFISIENSI OZONISASI AIR TANAH DALAM PROSES DESINFEKSI

EFISIENSI OZONISASI AIR TANAH DALAM PROSES DESINFEKSI EFISIENSI OZONISASI AIR TANAH DALAM PROSES DESINFEKSI Moh. Rangga Sururi 1, Kancitra Pharmawati 2 Eka Wardhani 3 Sofi Widayani 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Lingkungan, ITENAS, Bandung E-mail : 1 rangsoer@yahoo.com;

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Proses Desinfeksi Desinfeksi adalah suatu proses dalam pengolahan air yang bertujuan untuk menginaktivasi mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, dan protozoa. Desinfeksi

Lebih terperinci

Efek Perlakuan ph pada Ozonisasi

Efek Perlakuan ph pada Ozonisasi Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol.1 Jurnal Institut Teknologi Nasional [Februari 2013] Efek Perlakuan ph pada Ozonisasi NANDA NURITA SARI 1,M.RANGGA SURURI 2,KANCITRA PHARMAWATI 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencuci pakaian, untuk tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencuci pakaian, untuk tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran air minum oleh virus, bakteri patogen, dan parasit lainnya, atau oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya, ataupun terjadi pada saat pengaliran air olahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Analisa Kualitas Air Gambut Hasil analisa kualitas air gambut yang berasal dari Riau dapat dilihat pada Tabel IV.1. Hasil ini lalu dibandingkan dengan hasil analisa air

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen Kekeruhan (NTU) BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Kualitas Air 1. Nilai Kekeruhan Air Setelah dilakukan pengujian nilai kekeruhan air yang dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang pengaruh elektrodisinfeksi terhadap Coliform dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang pengaruh elektrodisinfeksi terhadap Coliform dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang pengaruh elektrodisinfeksi terhadap Coliform dan E.Coli dalam air dengan menggunakan elektroda platina-platina (Pt/Pt) dilakukan di Laboratorium Penelitian

Lebih terperinci

K I M I A A I R. A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas

K I M I A A I R. A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas K I M I A A I R A N A L I S I S K I M I A Asiditas dan Alkalinitas Asiditas/ alkalinitas Berbeda dengan ph, tetapi ph bisa menjadi indikasi Pertahanan air terhadap pengasaman dan pembasaan (buffer) Parameter

Lebih terperinci

IV.1 Kualitas Air Sumur di Daerah Bandung

IV.1 Kualitas Air Sumur di Daerah Bandung Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian yang telah dilakukan beserta pembahasannya disajikan dalam format tabel, gambar serta narasi. Melalui perhitungan dan analisis diharapkan dapat diketahui kondisi

Lebih terperinci

PENYISIHAN Fe-ORGANIK PADA AIR TANAH DENGAN PROSES OZONISASI

PENYISIHAN Fe-ORGANIK PADA AIR TANAH DENGAN PROSES OZONISASI PENYISIHAN Fe-ORGANIK PADA AIR TANAH DENGAN PROSES OZONISASI Kancitra Pharmawati 1, Moh. Rangga Sururi, 2 Eka Wardhani 3 Indra Suryana 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Lingkungan, ITENAS E-mail: 1 kancitra@yahoo.com;

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Desinfeksi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air minum ataupun air limbah. Pada penelitian ini proses desinfeksi menggunakan metode elektrokimia yang dimodifikasi

Lebih terperinci

Untuk mengetahui konsentrasi besi (total, Fe2+), maka dilakukan pengujian

Untuk mengetahui konsentrasi besi (total, Fe2+), maka dilakukan pengujian 39 BABV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil pemeriksaan di laboratorium 5.1.1 Pemeriksaan besi Untuk mengetahui konsentrasi besi (total, Fe2+), maka dilakukan pengujian besi total dan ferro (Fe2+)

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

DISINFEKSI DAN NETRALISASI

DISINFEKSI DAN NETRALISASI DISINFEKSI DAN NETRALISASI PROSES Disinfeksi ADALAH PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN TUJUAN UNTUK MEMBUNUH MIKROORGANISME (BAKTERI) DALAM AIR YANG MENYEBABKAN PENYAKIT Cara-cara Disinfeksi 1. Cara Fisik a.

Lebih terperinci

Pengolahan Lindi dengan Menggunakan Advanced Oxidation Process (AOP) dengan Variasi Debit Udara

Pengolahan Lindi dengan Menggunakan Advanced Oxidation Process (AOP) dengan Variasi Debit Udara Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol.5 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2017 Pengolahan Lindi dengan Menggunakan Advanced Oxidation Process (AOP) dengan Variasi Debit Udara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

Konsentrasi Sisa Ozon pada Pengolahan Lindi TPA Paripurna menggunakan Advanced Oxidation Process (AOP)

Konsentrasi Sisa Ozon pada Pengolahan Lindi TPA Paripurna menggunakan Advanced Oxidation Process (AOP) Jurnal Rekayasa Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2015 Konsentrasi Sisa Ozon pada Pengolahan Lindi TPA Paripurna menggunakan Advanced Oxidation

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu kehidupan manusia maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah merupakan bahan yang sangat vital

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416 / MENKES / PER / 1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

Studi Kinetika Proses Adsorpsi NOM pada Air Permukaan dengan Zeolit dan Karbon Aktif

Studi Kinetika Proses Adsorpsi NOM pada Air Permukaan dengan Zeolit dan Karbon Aktif Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Juni 2009, Halaman 107 116 ISSN: 2085 1227 Studi Kinetika Proses Adsorpsi NOM pada Air Permukaan dengan Zeolit dan Karbon Aktif M. Rangga Sururi,

Lebih terperinci

Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Air tanah merupakan sumber air yang sangat potensial bagi manusia, yaitu meliputi 99% dari air bersih yang siap pakai. Kualitasnya pun lebih baik daripada air permukaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian dilaksanakan pada tanggal 22 September 2016 dengan pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment melalui segmen 1 koagulasi, flokulasi, segmen 2 sedimentasi,

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna. Di Pipet

LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna. Di Pipet LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna Benda uji Tabung reaksi berisi laktosa broth Di Pipet Diinkubasi pada suhu 35 ± 0,5ºC selama 24 jam Tahap Pendugaan Gas + dalam 24 jam Gas dalam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota

BAB III METODE PENELITIAN. yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di tiap depot yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB 4 Analisa dan Bahasan

BAB 4 Analisa dan Bahasan BAB 4 Analisa dan Bahasan 4.1. Penentuan Komposisi untuk Kolom Dari data yang telah didapatkan setelah melakukan percobaan seperti pada 3.5 maka selanjutnya di analisa untuk mendapatkan komposisi yang

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

from drinking water sources., Water Research, 31, Schechter., DS, Singer., (1994), Formation of Aldehydes During Ozonation, Ozone Science &

from drinking water sources., Water Research, 31, Schechter., DS, Singer., (1994), Formation of Aldehydes During Ozonation, Ozone Science & Daftar Pustaka Kruithof, CJ, Bromate Formation by Ozonation and andvaced Oxidation and Potential Treatment Option in Dringking Water Treatment, Kiwa N.V. Research and Consultancy, Nieuwegein, Netherlands

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LOGAM FE DAN MN DALAM AIR DENGAN METODE OZONASI (O 3 ) DAN ADSORPSI (STUDI KASUS : DANAU BEKAS TAMBANG DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG)

PENGOLAHAN LOGAM FE DAN MN DALAM AIR DENGAN METODE OZONASI (O 3 ) DAN ADSORPSI (STUDI KASUS : DANAU BEKAS TAMBANG DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG) PENGOLAHAN LOGAM FE DAN MN DALAM AIR DENGAN METODE OZONASI (O 3 ) DAN ADSORPSI (STUDI KASUS : DANAU BEKAS TAMBANG DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG) Novarida Hidayanti *), Arya Rezagama **), Veny Luvita **)

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM V.1 Umum Pemilihan unit-unit pengolahan air minum merupakan hal yang sangat penting dalam merencanakan suatu instalasi pengolahan air minum.

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi,

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

8. ASIDI-ALKALINITAS

8. ASIDI-ALKALINITAS Asidialkalinitas 8. ASIDIALKALINITAS 8.1. Umum Pengertian asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa, sedangkan alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan asam. Asidialkalinitas

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04 Yuniati, PhD KOMPONEN SPAM Materi yang akan dibahas : 1.Komponen SPAM 2.Air baku dan bangunan intake KOMPONEN SPAM Sumber air baku Pipa transimisi IPAM Reservoar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

DISINFEKSI 13. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

DISINFEKSI 13. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3 DISINFEKSI 13 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR 3

ANALISIS KUALITAS AIR 3 ANALISIS KUALITAS AIR 3 Program Studi Nama Mata Kuliah Teknik Lingkungan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum Jumlah SKS 3 Pengajar Sasaran Belajar Mata Kuliah Prasyarat Deskripsi Mata Kuliah 1. Prof.

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai analisis kualitas air dengan alat uji model filtrasi buatan diantaranya; Eka Wahyu Andriyanto, (2010) Uji

Lebih terperinci

PENYISIHAN Fe-ORGANIK PADA AIR TANAH DENGAN AOP (ADVANCED OXIDATION PROCESS)

PENYISIHAN Fe-ORGANIK PADA AIR TANAH DENGAN AOP (ADVANCED OXIDATION PROCESS) Reaktor, Vol. 15 No. 4, Oktober 215, Hal. 218-223 PENYISIHAN Fe-ORGANIK PADA AIR TANAH DENGAN AOP (ADVANCED OXIDATION PROCESS) Siti Ainun *), Mohamad Rangga Sururi, Kancitra Pharmawati, dan Indra Suryana

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM

AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM PENURUNAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM (Suatu Penelitian di RT 1 Kelurahan Wumialo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo) Clara Shinta Dilapanga 1), Herlina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Kebutuhan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian. III.1 Umum

Bab III Metodologi Penelitian. III.1 Umum Bab III Metodologi Penelitian III.1 Umum Seluruh penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung dari Bulan Februari hingga

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Berdasarkan data hasil penelitian daya bunuh disinfektan uji terhadap. (Salmonella thyphosa dan Staphylococcus aureus) dibandingkan

BAB VI PEMBAHASAN. Berdasarkan data hasil penelitian daya bunuh disinfektan uji terhadap. (Salmonella thyphosa dan Staphylococcus aureus) dibandingkan BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil penelitian daya bunuh disinfektan uji terhadap bakteri uji (Salmonella thyphosa dan Staphylococcus aureus) dibandingkan larutan fenol, kaporit 4 kali lebih kuat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan kali ini secara keseluruhan digambarkan oleh Gambar III.1. Pada penelitian kali akan digunakan alum sebagai koagulan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan Bahan baku yang dikomposkan memiliki kandungan C/N rasio yang berbeda (Tabel 2). Pengomposan terhadap bahan baku (raw

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang Persentase hasil BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Persentase Plastik dan Cangkang Sawit Terhadap Kuantitas Produk Pirolisis Kuantitas bio-oil ini menunjukkan seberapa banyak massa arang, massa biooil, dan

Lebih terperinci

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA Part I IKATAN KIMIA CHEMISTRY Summer Olympiad Camp 2017 - Kimia SMA 1. Untuk menggambarkan ikatan yang terjadi dalam suatu molekul kita menggunakan struktur Lewis atau 'dot and cross' (a) Tuliskan formula

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Asiditas dan Alkalinitas.

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU Oleh : Andri Lukismanto (3306 100 063) Dosen Pembimbing : Abdu Fadli Assomadi S.Si MT Jurusan

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian

Bab III. Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1. Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian potensi pemanfatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral sebagai alternatif

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) D-120

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) D-120 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-120 Penggunaan Unit Slow Sand Filter, Ozon Generator dan Rapid Sand Filter Skala Rumah Tangga Untuk Meningkatkan Kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Aerasi untuk Menurunkan Polutan Lindi Pengolahan lindi menjadi efluen yang aman untuk dibuang ke lingkungan dilakukan melalui proses aerasi dengan memberikan empat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah zat di alam yang dalam kondisi normal di atas permukaan bumi ini berbentuk cair, akan membeku pada suhu di bawah nol derajat celcius dan mendidih pada suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN BAB IV HASIL & PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sampel Hasil pengujian sampel air yang berasal dari tandon Masjid K. H. Ahmad Dahlan UMY yang dilakukan oleh BBTKLPP Yogyakarta adalah sebagai berikut : Parameter

Lebih terperinci

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-78 Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi modern selain menguntungkan. manusia juga dapat menimbulkan dampak negatif yang meru-

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi modern selain menguntungkan. manusia juga dapat menimbulkan dampak negatif yang meru- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kemajuan teknologi modern selain menguntungkan manusia juga dapat menimbulkan dampak negatif yang meru- gikan, salah satu contoh terjadinya pencemaran -akibat

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Laporan Praktikum Senyawa Organik Polifungsi KI2251 1 Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Antika Anggraeni Kelas 01; Subkelas I; Kelompok C; Nurrahmi Handayani

Lebih terperinci

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN STANDAR KOMPETENSI 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Kerja Penelitian Pelaksanaan penelitian di PDAM Kota Surakarta dilaksanakan mulai tanggal 17 Februari 2010 sampai dengan tanggal 27 Februari 2010 3.2. Metode

Lebih terperinci

penanganan limbah, yaitu dengan menampung limbah laboratorium tersebut,

penanganan limbah, yaitu dengan menampung limbah laboratorium tersebut, BAB1 PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Selama ini Universitas Islam Indonesia sudah melakukan penanganan limbah, yaitu dengan menampung limbah laboratorium tersebut, oleh karena itu perlu adanya alternatif

Lebih terperinci

V.2 Persyaratan Air Baku Air Minum Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh air baku dalam sistem pengolahan air minum, yaitu:

V.2 Persyaratan Air Baku Air Minum Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh air baku dalam sistem pengolahan air minum, yaitu: BAB V V.1 Umum Dalam sebuah proses pengolahan hal terpenting yang harus ada adalah bahan baku. Bahan baku yang dijadikan input dalam proses pengolahan air minum dinamakan air baku. Air baku yang diolah

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Air Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian,

Lebih terperinci

Kajian Efektivitas Aerator dan Penambahan Kapur serta Slow Sand Filter dalam menurunkan kadar Besi air tanah.

Kajian Efektivitas Aerator dan Penambahan Kapur serta Slow Sand Filter dalam menurunkan kadar Besi air tanah. Kajian Efektivitas Aerator dan Penambahan Kapur serta Slow Sand Filter dalam menurunkan kadar Besi air tanah. Oleh Bambang Prayitno NRP. 3309201008. Latar belakang. Kebutuhan sehari-hari air minum penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci