ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANAMAN OBAT DI KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) BOGOR PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANAMAN OBAT DI KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) BOGOR PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANAMAN OBAT DI KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) BOGOR PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI REZY VEMILINA ASRIL H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN REZY VEMILINA ASRIL. Analisis Risiko Pasca Panen Tanaman Obat di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Saat ini, adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa mengkomsumsi obat herbal relatif lebih aman dibanding dengan obat sintetik, maka berdampak tingginya permintaan dunia akan obat herbal. Dengan demikian prospek pasar tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun di luar negeri semakin besar peluangnya. Peningkatan permintaan akan obar herbal ini, juga didukung oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia khususnya penduduk Indonesia. Pengolahan bahan baku obat herbal dalam bentuk simplisia mempengaruhi jumlah penawaran dari obat herbal itu sendiri. Peluang ini membuat banyak perusahaan untuk menjadikan tanaman obat menjadi bisnis yang cukup menjanjikan. Salah satu perusahaan tersebut adalah PT Biofarmaka Indonesia. PT Biofarmaka Indonesia salah satu perusahaan yang mengolah bahan baku obat herbal (simplisia) menjadi obat herbal dan jamu. PT Biofarmaka Indonesia berlokasi di Taman Kencana No.3 Bogor, Jawa Barat. PT Biofarmaka Indonesia memilik bahan baku obat herbal atau simplisia dari kebun Unit Konsevasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). Permasalahan yang dihadapi oleh kebun UKBB adanya risiko pasca panen dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini dapat dilihat dari rendemen simplisia yang berfluktuatif setiap periodenya, selama proses pasca panen berlangsung. Kebun UKBB telah melakukan kegiatan diversifikasi dalam menjalankan usahanya. Sehingga dapat dilakukan analisis alternatif untuk mengatasi risko pasca panen simplisia sebagai bahan baku obat herbal atau jamu yang dihadapi oleh kebun UKBB. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis usaha diversifikasi yang dilakukan oleh kebun Unit Konservasi Budiaya Biofarmaka (UKBB) dalam upaya menurunkan risiko, dan (2) menganalisis manajemen risiko pengolahan (pasca panen) bahan baku obat herbal yang dihadapi oleh kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dalam menjalankan usahanya. Penelitian ini dilakukan di kebun UKBB yang berlokasi di Blok C Biofarmaka, Kebun percobaan Cikabayan, Kampus IPB Dramaga. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena kebun UKBB merupakan salah satu instansi yang membudidayakan tanaman obat yang ada di Indonesia, khusunya di Jawa Barat. Selain itu mempertimbangkan adanya ketersediaan data yang mampu menjawab kebutuhan dalam penelitian yang dilaksanakan. Waktu penelitian selama bulan Mei-Juni Penelitian ini menggunakan metode analisis risiko yaitu variance, standard variation, dan coefficient variation serta melihat pengaruh usaha diversifikasi (portofolio) dalam manangani risiko. Sumber-sumber risiko pasca panen tanaman obat pada kebun UKBB anatara lain adalah keadaan cuaca (sinar matahari) yang tidak menentu, ketebalan dalam perajangan, peralatan pasca panen yang tidak memadai, serta tidak adanya alat pengatur suhu ruangan penyimpanan. Akibat sumber risiko tersebut terjadi ii

3 fluktuasi simplisia yang diproduksi dan kurang terpenuhinya standarisasi yang telah ditetapkan oleh Badan POM yaitu simplisia yang baik untuk bahan baku obat herbal adalah memiliki kadar air dibawah 10 persen. Hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan bahwa pada analisis usaha spesialisasi diperoleh nilai coefficient variation pada simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa masing-masing sebesar 0,086096; 0,170637; dan 0, Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap satu kilogram yang dihasilkan akan menghadapi risiko sebesar 0, untuk simplisia temulawak. Begitu juga dengan pegagan, setiap satu kilogram pegagan yang dihasilkan akan menghadapi risiko sebesar 0, dan setiap satu kilogram mahkota dewa yang dihasilkan akan menghadapi risiko sebesar 0, Nilai coefficient variation yang paling tinggi adalah simplisia temulawak yang berarti simplisia pegagan memiliki risiko yang paling tinggi dari simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Hal ini disebabkan simplisia temulawak sangat rentan dengan proses pencucian, ketebalan perajangan dan keadaan cuaca (sinar matahari) yang tidak menentu. Pada usaha diversifikasi, analisis risiko produksi yang dilakukan untuk dua jenis simplisia yaitu simplisia temulawak dengan simplisia pegagan, simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa, dan simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa. Analisis risiko portofolio dari kombinasi ketiga komoditi yaitu simplsia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio adalah positif satu (+) karena kombinasi produksi simplisia temulawak dengan simplisia pegagan, kombinasi simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa, serta simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa dilakukan secara bersamaan. Berdasarkan nilai coefficient variation pada portofolio dua komoditi diperoleh hasil diversifikasi simplisia simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa memiliki risiko paling tinggi yaitu 0, jika dibandingkan dengan diversifikasi simplisia temulawak dengan pegagan dan diversifikasi simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa sebesar 0, dan 0, Hasil analisis risiko portofolio untuk tiga jenis komoditi yaitu simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa diperoleh nilai coefficient variation sebesar 0, Apabila dibandingkan pada setiap diversifikasi, diversifikasi dengan tiga komoditi memiliki nilai coefficient variation lebih rendah dari diversifikasi dua komoditi yang artinya diversifikasi dengan tiga komoditi memiliki risiko yang lebih rendah. Akan tetapi, secara keseluruhan usaha diversifikasi dapat meminimalkan risiko yang ada. Strategi pengelolaan risiko merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Saat kebun UKBB telah melakukan strategi pengelolaan risiko yaitu diversifikasi produksi simplisia untuk mengurangi risiko dan penggunaan oven pada saat proses pengeringan untuk mengatasi risiko keadaan cuaca (sinar matahari) yang tidak menentu. Selain itu, penanganan risiko dapat juga dilakukan dengan penerapan teknologi yaitu penggunaan alat pengatur suhu ruangan penyimpanan serta peningkatan manajemen pada kebun UKBB untuk melakukan fungsi manajemen yang tepat dan terarah. iii

4 ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANAMAN OBAT DI KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) BOGOR PROVINSI JAWA BARAT REZY VEMILINA ASRIL H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Nama NIM : Analisis Risiko Pasca Panen Tanaman Obat di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor Provinsi Jawa Barat : Rezy Vemilina Asril : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Pasca Panen Tanaman Obat di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Rezy Vemilina Asril H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Agam, Sumtera Barat pada tanggal 28 September Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Asril.A dan Ibunda Afridawita, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD 06 Kamang Hilir, Kabupaten Agam pada tahun 2000 dan pendidikan menengah diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 01 Kamang Magek, Kabupaten Agam. Pendidikan lanjut menengah atas di SMAN 01 Kamang Magek, Kabupaten Agam diselesaikan pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Peratnian Bogor melalui ujian masuk Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kepanitian beberapa kegiatan yang diadakan di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus serta aktif dalam organisasi eksternal kampus seperti organisasi daerah minang. vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia_nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Risiko Pasca Panen Tanaman Obat di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Bogor Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis antara risiko usaha spesialisasi dengan risiko usaha portofolio dalam menajalankan proses pasca panen tanaman obat serta strategi yang dapat digunakan dalam menangani risiko yang ada. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bagi Kebun Unit Konsevasi Budidaya Biofarmaka (UKBB), penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengembangankan usahanya. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan membantu untuk penelitian selanjutnya. Bogor, Oktober 2011 Rezy Vemilina Asril viii

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Narni Farmayanti, MSi dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS yang telah menjadi dosen yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Program Sarjana Agribisnis Penyelengaraan Khusus Departemen Agribisnis. 4. Kepada kedua orang tua dan keluarga penulis yang tidak hentinya memberikan do a dan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Agus Fachrudin Kosim dan Karyawan PT Biofarmaka Indonesia atas kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Bapak Taopik Ridwan dan tenaga kerja kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) atas kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Teman teman seperjuangan dan teman teman Ekstensi Agribisnis angkatan 7 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi. 8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuaannya. Bogor, Oktober 2011 Rezy Vemilina Asril ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Tanaman Biofarmaka Proses Pasca Panen pada Tanaman Biofarmaka Penelitian Terdahulu Analisis Risiko III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko Sumber-Sumber Risiko Manajemen Risiko Konsep Penangan Risiko Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Data Metode Analisis Analisis Deskriptif Pengukuran Risiko Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA Sejarah Perusahaan Organisasi dan Manajemen Kebun UKBB Sumber Daya Perusahaan dan Kebun Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber Daya Fisik Aspek Permodalan Unit Usaha Pengadaan Bahan Baku Teknik dan Teknologi pada Kebun Pemasaran x

11 VI ANALISIS RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO Analisis Risiko Pasca Panen Sumber-Sumber Risiko Penilaian Risiko Produksi Pada Kegiatan Spesialisasi Penilaian Risiko Produksi Pada Kegiatan Diversifikasi Strategi Pengelolaan Risiko VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai Poduk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun Perbandingan Luas Panen Tanaman Biofarmaka di Indonesia pada Tahun 2008 dan Perbandingan Produksi Tanaman Biofarmaka di Indonesia Tahun 2008 dan Produktivitas Tanaman Biofarmaka Indonesia pada Tahun 2008 dan Luas lahan untuk Beberapa Komoditi di UKBB Peluang pada Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa dengan Kondisi Tinggi, Normal, dan Rendah Penilaian Expected Return Berdasarkan Produksi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa Penilaian Risiko Spesialisasi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa pada Kebun UKBB Penilaian Risiko Portofolio Komoditi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa di Kebun UKBB Perbandingan Risiko Spesialisasi, Risiko Protofolio Dua Komoditi, dan Risiko Portofolio Tiga Komoditi xii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Hubungan Total Utility dengan Kekayaan Proses Pengelolaan Risiko Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi Kebun UKBB Ruang Lingkup Kegiatan di Kebun UKBB xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Rendemen Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa dengan Sinar Matahari Rendemen Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota dengan Menggunakan Oven Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa xiv

15 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah BraziRismawati. Dari jenis flora yang ada di dunia sebanyak jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Keanekaragaman hayati ini merupakan komoditi nasional yang bernilai tinggi untuk pengembangan industri agromedisin di dunia. Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa mengkomsumsi obat herbal relatif lebih aman dibanding dengan obat sintetik, maka berdampak tingginya permintaan dunia akan obat herbal sehingga prospek pasar tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun di luar negeri semakin besar peluangnya 1. Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu memiliki tradisi memanfaatkan tumbuhan dari lingkungan sekitarnya sebagai obat tradisional. Kecenderungan masyarakat mencari pemecahan terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan akhir-akhir ini. Fenomena ini terus meningkat sejak krisis ekonomi tahun 1997 yang menyebabkan harga obat sintetik melonjak tinggi karena sebagian besar bahan baku obat sintetik tersebut merupakan komoditi impor. Salah satu upaya pemerintah melalui Direktorat Jendral Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mendukung pengembangan agroindustri tumbuhan obat herbal Indonesia adalah ditetapkannya 13 komoditi tumbuhan obat herbal unggulan yaitu temulawak, jati belanda, sambiloto, mengkudu, pegagan, daun ungu, sanrego, pasak bumi, daun jinten, kencur, pala, jambu mete, dan tempuyung dengan pertimbangan bahwa komoditi tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mempunyai peluang pasar, dan potensi produksi yang tinggi, serta berpeluang dalam pengembangan teknologi (18 Maret 2011) 1

16 2 Peluang pengembangan obat tradisional Indonesia masih terbuka lebar karena permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi dan menyadari mahalnya harga obat sintetik belakangan ini. Tingginya minat masyarakat akan obat herbal yang minim dengan efek samping, banyak perusahaan industri farmasi nasional menawarkan produk obat herbal dalam bentuk ekstrak tumbuhan obat (fitofarmaka) yang diolah dan dikemas secara modern. Di Indonesia sendiri telah berdiri beberapa perusahaan yang memanfaatkan tanaman obat (biofarmaka) sebagai bahan baku utama seperti PT Sido Muncul, PT Nyonya Meneer, dan PT Mustika Ratu. Selain itu, dengan adanya usaha tanaman obat ini juga menambah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi tanaman biofarmaka terhadap pendapatan nasional. Kontribusi tanaman obat (Biofarmaka) terhadap nilai PDB Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun di Indonesia Nilai PDB (dalam milyar rupiah) Komoditi 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % Buah-buahan , , , ,60 Sayuran , , , ,78 Tanaman hias , , , ,21 Biofarmaka , , , ,41 Total Keterangan : Hasil kajian Ditjen Hortikultura Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2010(Diolah) Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa, nilai PDB biofarmaka mengalami peningkatan dari tahun 2006 ke 2007 sebesar 9,12 persen. Keadaan ini disebabkan oleh adanya peningkatan lahan produksi tanaman obat herbal dan peningkatan perdagangan tanaman obat herbal. Peningkatan luas lahan ini salah satunya merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang menetapkan 13 tanaman obat herbal menjadi komoditi utama Indonesia. Pada tahun 2008 dan 2009 nilai PDB Biofarmaka cukup stabil. Hal ini dapat menjadi peluang perkembangan tanaman obat (biofarmaka) di Indonesia. 2 peluang-tanaman-rempah-dan-obat-sebagai-sumber-pangan-fungsional.com/, (21 Maret 2011) 2

17 Peluang perkembangan tanaman obat didorong dengan bertambahnya luas budidaya tanaman obat di Indonesia untuk 13 komoditi utama tanaman obat (biofarmaka). Daerah pertanaman tumbuhan obat-obatan (untuk 13 tanaman biofarmaka utama) menyebar di seluruh provinsi di Indonesia. Pengusahaan tumbuhan obat di Indonesia dalam skala luas dengan areal penanaman seluas m 2 yang dikelola oleh Ditjen Bina Produksi Hortikultura (Ditjen Perkebunan, 2004) pada tahun 2003 masih terbatas untuk 13 komoditi tumbuhan obat yaitu: jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, kejibeling, dringo, kapulaga, temukunci, mengkudu, dan sambiloto. Data tanaman biofarmaka yang dikumpulkan melalui laporan Statistik Pertanian Hortikultura (SPH) pada tahun 2009 mencakup 15 jenis tanaman dengan tambahan tanaman mahkota dewa dan lidah buaya. Perkembangan luas panen 15 tanamana obat utama pada tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Luas Panen Tanaman Biofarmaka di Indonesia pada Tahun 2008 dan 2009 No. Komoditi Luas Panen (m 2 ) Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan/ Penurunan (%) 1 Jahe ,19 2 Laos/Lengkus ,53 3 Kencur ,92 4 Kunyit ,70 5 Lempuyang ,55 6 Tamulawak ,69 7 Temuireng ,86 8 Temukunci ,41 9 Dringo/Dlingo ,98 10 Kapulaga ,87 11 Mengkudu/Pace*) ,00 12 Mahkota Dewa*) ,69 13 Kaji Beling ,84 14 Sambiloto ,62 15 Lidah Buaya ,33 Keterangan : *) Luas Panen mengkudu dan mahkota dewa dalam satuan pohon Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2010 Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen tanaman biofarmaka mengalami peurunan dari tahun 2008 ke tahun 2009 sebesar 9,66 persen untuk tanaman jenis rimpang, yaitu dari meter persegi menjadi meter 3

18 persegi. Komoditi non rimpang seperti mengkudu, kejibeling, dan sambiloto juga mengalami penurunan luas panen, sedangkan yang mengalami peningkatan luas panen adalah kapulaga, mahakota dewa, lidah buaya, temukunci, laos/lengkuas, temulawak, dan lempuyang. Perbandingan luas panen tanaman biofarmaka ini juga dapat dilihat perbandingan produksi pada tanaman biofarmaka. Perbandingan produksi tanaman biofarmaka untuk 15 komoditi utama tanaman biofarmaka dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Produksi Tanaman Biofarmaka di Indonesia Tahun 2008 dan 2009 No. Komoditi Produksi (kg) Tahun 2008 Tahun 2009 Peningkatan/ Penurunan (%) 1. Jahe ,16 2. Laos/Lengkus ,44 3. Kencur ,25 4. Kunyit ,49 5. Lempuyang ,53 6. Tamulawak ,12 7. Temuireng ,99 8. Temukunci ,83 9. Dringo/Dlingo , Kapulaga , Mengkudu/Pace*) , Mahkota Dewa*) , Kaji Beling , Sambiloto , Lidah Buaya ,69 Keterangan : *) Luas Panen mengkudu dan mahkota dewa dalam satuan pohon Sumber : Direktorat Jendral Holtikultura, 2010 Peningkatan luas panen pada beberapa tanaman biofarmaka juga diikuti dengan peningkatan produksi tanaman biofarmaka tersebut. Secara umum tanaman biofarmaka jenis rimpang mengalami peningkatan produksi sebesar 2,35 persen dari tahun Komoditi tanaman biofarmaka yang mengalami peningkatan diataranya mahkota dewa, lidah buaya, temulawak, temukunci, kapulaga, dan laos/lengkuas. Namun ada beberapa tanaman biofarmaka jenis rimpang yang mengalami penurunan seperti jahe dan temuireng. Produktivitas tanaman biofarmaka mengalami fluktuatif produksi setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari total produksi per luas lahannya setiap 4

19 tahunnya. Tanamana biofarmaka jenis rimpangan umumnya mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke tahun 2009 kecuali temuireng dan temukunci mengalami penurunan produkstivitas. Tanaman biofarmaka jenis lainya yang mengalami peningkatan produktivitas adalah mengkudu, sambiloto dan lidah buaya. Produktivitas 15 tanaman biofarmaka dari tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produktivitas Tanaman Biofarmaka Indonesia pada Tahun 2008 dan 2009 Produktivitas (kg/m 2 ) No. Komoditi Tahun 2008 Tahun Jahe 1,78 1,78 2. Laos/Lengkus 2,13 2,49 3. Kencur 1,31 1,70 4. Kunyit 1,88 2,27 5. Lempuyang 1,54 1,61 6. Tamulawak 1,47 1,76 7. Temuireng 1,59 1,90 8. Temukunci 1,69 1,89 9. Dringo/Dlingo 1,91 3, Kapulaga 7,86 1, Mengkudu/Pace*) 16,56 23, Mahkota Dewa*) 152,41 73, Kaji Beling 2,55 2, Sambiloto 2,83 2, Lidah Buaya 15,22 13,34 Keterangan : *) Luas Panen mengkudu dan mahkota dewa dalam satuan pohon Sumber : Direktorat Jendral Holtikultura, 2010 (Diolah) Tabel 4 menunjukkan produktivitas tanaman biofarmaka dari tahun 2008 ke tahun Beberapa jenis tanaman biofarmaka diatas adalah temulawak dari jenis rimpangan dan mahkota dewa dari jenis buah, serta pegagan dari jenis daun. Saat ini pegagan belum menjadi 15 tanaman biofarmaka utama. Perubahan produktivitas tanaman biofarmaka dapat disebabkan oleh berbagai kejadian yang berpeluang terjadi baik dalam proses budidaya dan pasca panen tanaman obat serta pengolahan tanaman obat atau simplsia menjadi obat herbal. Perlakuan tanaman obat sebelum diolah menjadi obat herbal merupakan salah satu kegiatan yang dapat menentukan kualitas obat herbal yang akan dihasilkan. 5

20 Pengusahaan tanaman biofarmaka menjadi obat herbal atau jamu telah menyebar keseluruh Indonesia. Salah satu instansi di Jawa Barat yang memproduksi tanaman obat-obatan (biofarmaka) adalah Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) yang berlokasi di Blok C Kebun percobaan Cikabayan, Kampus IPB Dramaga, Bogor. Kebun UKBB membudidayakan tanaman biofarmaka. Kebun UKBB membudidayakan 310 tanaman obat yang terdiri dari tanaman koleksi dan tanaman komersial. Diantara tanaman obat yang dibudidayakan di kebun UKBB adalah Sambiloto, Jati belanda, Sidaguri, Lidah buaya, Bangle, Brotowali, Pegagan, Daun ungu, Mahkota dewa, Mengkudu, Mimba, Jambu biji, Sirih hijau, Temulawak, Jahe, dan Kunyit. Temulawak (curcumae xanthoriza rhizoma), Pegagan (guazumae folium), dan Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa) merupakan komoditi utama pada setiap jenisnya di kebun UKBB. Temulawak (curcumae xanthoriza rhizoma) merupakan tanaman obat jenis rimpang. Temulawak dapat dikonsumsi dalam bentuk kering (simplisia kering) maupun dalam bentuk yang telah diolah seperti serbuk atau kapsul. Temulawak berkhasiat meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, pencegah kanker, anti oksidan dan anemia. Pegagan (guazumae folium) merupakan tanaman obat jenis daun. Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), dan penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika). Pegagan dapat dikonsumsi langsung sebagai lalapan atau dikeringkan dan diseduh seperti teh. Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa) merupakan tanaman obat yang memanfaatkan buahnya. Mahkota dewa dapat mentralisir racun, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula, melancarkan peredaran darah, dan anti alergi. Mahkota dewa dapat dikonsumsi dalam bentuk simplisia kering atau yang sudah diolah seperti dalam bentuk kapsul. Salah satu kegiatan kebun UKBB yang sangat mempengaruhi kualitas tanaman obat yang akan dihasilkan adalah kegiatan pasca panen. Kegiatan pasca panen tanaman obat sebelum menjadi obat herbal yang sering disebut juga dengan simplisia berupa penyortiran basah, pencucian, perajangan untuk jenis tanaman rimpang, pengeringan, dan penyortiran kering serta penyimpanan. Setiap proses 6

21 tersebut akan menimbulkan peluang kejadian yang dapat mendatangkan kerugian bagi perusahaan atau yang sering disebut dengan risiko usaha. Kurang optimalnya proses pasca panen tanaman obat ini dapat menimbulkan risiko seperti berkurangnya kualitas simplisia yang dihasilkan dan tidak dapat memenuhi standar dari Badan POM yaitu simplisia yang baik untuk diolah menjadi obat herbal adalah 10 persen. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama dan tempat penyimpanan yang tidak baik menyebabkan simplisia busuk atau rusak dan akhirnya simplisia tidak dapat diproduksi. Salah satu startegi manajemen risiko yang dapat mengurangi risiko yang ada, dapat dilakukan diversifikasi usaha. Berbeda dengan usaha spesialisasi yang hanya mengusahakan satu unit usaha (satu komoditi) maka usaha diversifikasi dilakukan dengan menggabungkan beberapa unit usaha yang ada dalam perusahaan sehingga apabila terjadi kegagalan salah satu unit usaha maka tidak akan menghabiskan komoditi yang ada atau mengurangi risiko yang dihadapai perusahaan. 1.2 Perumusan Masalah Setiap kegiatan dalam usaha tanaman obat (biofarmaka) akan mempengaruhi kualitas obat herbal yang akan dihasilkan. Salah satu kegiatan yang menentukan hasil produksi obat herbal adalah pengolahan bahan baku obat herbal. Kegiatan pasca panen pada tanaman obat umumnya sama, namun memiliki perbedaan pada beberapa perlakuan pada setiap jenisnya. Pada simplisia yang berasal dari daun (pegagan) dan buah (mahkota dewa) tidak dilakukan perajangan seperti yang dilakukan terhadap rimpang (temulawak). Salah satu yang mempengaruhi kualitas obat herbal yang akan dihasilkan adalah keadaan cuaca. Perubahan cuaca yang tidak menentu sangat mempengaruhi proses pengeringan tanaman obat karena, cahaya matahari yang dibutuhkan untuk proses pengeringan tanaman obat tidak maksimal. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya standar yang ditetapkan oleh Badan POM yaitu simplisia kering yang baik untuk diolah menjadi obat herbal adalah memiliki kadar air dibawah 10 persen. Selain itu, proses pencucian yang tidak benar juga sangat mempengaruhi kualitas tanaman obat yang akan diolah menjadi obat herbal. Pencucian tanaman 7

22 obat dengan air yang tidak bersih akan menambah bakteri dan dapat menambah kontaminasi pada tanaman obat tersebut. Ketika pencucian dilakukan dalam waktu yang lama akan mengurangi zat yang bermanfaat dalam tanaman obat tersebut. Perhitungan waktu dan keadaan penyimpanan tanaman obat yang akan diolah menjadi obat herbal atau sering disebut simplisia juga mempengaruhi kualitas obat herbal yang akan dihasilkan. Pada kebun UKBB bak pencucian hanya terdapat satu buah, sedangkan banyak bak pencucian yang baik untuk simplisia basah minimal tiga bak pencucian. Dengan adanya kendala ini, proses pencucian berlangsung lama sehingga akan menyebakan simplisia akan cepat kehilangan kandungan yang dibutuhkan. Ukuran perajangan sangat berpengaruh pada kualitas bahan simplisia. Jika perajangan terlalu tipis dapat menambah kemungkinan berkurangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Sebaliknya, jika terlalu tebal maka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pengeringan. Simplisia yang berasal dari daun lebih cepat kering dari simplisia yang berasal dari buah dan rimpang. Apabila simplisia sulit dikeringkan atau hanya kering di permukaan simplisia maka akan mudah rusak atau busuk (Wardana, et al, 2002). Kegiatan pasca panen khususnya kegiatan penyortiran yang dilakukan oleh kebun UKBB hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat simplisia basah atau pada saat pencucian simplisia. Pada saat simplisia sudah kering tidak dilakukan penyortiran lagi, sehingga ada kemungkinan simplisia bercampur dengan bahanbahan lain seperti pasir atau tanah pada saat penjemuran. Selain itu, dengan tidak adanya kepastian permintaan simplisia pada kebun UKBB dapat berpengaruh pada proses penyimpanan simplisia yang ada di kebun UKBB. Semakin lama simplisia disimpan maka akan semakin berkurang kualitas simplisia tersebut. Berbagai faktor penyebab risiko tersebut, membuat rendemen dari simplisia basah ke simplisia kering tidak sama setiap produksinya. Salah satu alternatif untuk mengatasi risiko yang ada tersebut, kebun UKBB telah melakukan diversifikasi usaha yaitu dengan melakukan pengolahan pasca panen beberapa jenis simplisia tanaman obat. Kebun UKBB telah mengusahakan 310 jenis tanaman obat yang terdiri dari tanaman komersial dan tanaman koleksi. Menurut pihak kebun UKBB sendiri, dengan melakukan 8

23 diversifikasi ini telah dapat mengurangi risiko yang dihadapi dalam pasca panen tanaman obat. Temulawak (curcumae xanthoriza rhizoma), Pegagan (guazumae folium), dan Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa) merupakan komoditi utama pada setiap jenisnya di kebun UKBB. Salah satunya faktor indicator risiko pada ketiga komoditi tersebut adalah rendemen dari setiap komoditi yang cukup berfluktuatif. Pada Lampiran 1 dapat dilihat, bahwa rendemen dari simplisia basah ke simplisia kering setiap komoditi berfluktuasi setiap bulannya selama setahun. Rendemen yang menjadi acuan adalah rendemen hasil pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari. Hal ini dikarenakan, pengeringan dengan menggunakan sinar matahari tidak optimal sehingga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari simplisia tersebut. Berdasarkan informasi di lapangan, kualitas simplisia yang memanfaatkan sinar matahari kurang baik dan akan membutuhkan proses lain untuk meningkatkan kualitas simplisia tersebut. Kuantitas simplisia yang memanfaatkan sinar matahari lebih berat dari kuantitas simplisia yang memanfaatkan alat pengeringan (oven), karena masih memiliki kadar air yang lebih banyak dari simplisia yang memanfaatkan oven. Selain faktor sinar matahari, ada beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi rendemen dari setiap komoditi tersebut seperti ketebalan perajangan, proses pencucian, dan proses penyimpanan. Selain itu, ketiga tanaman obat ini menjadi komoditi utama untuk kebun UKBB dikarenakan Pusat Studi Biofarmaka IPB dan kebun UKBB telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu dan kuantitas untuk simplisia yang diproduksi terutama simplisia temulawak. Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka IPB dan kebun UKBB adalah mengikuti berbagai seminar atau talkshow mengenai tanaman obat dan melakukan kerjasama dengan pihak luar seperti dalam memasarkan produk untuk diekspor. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini : 1. Apakah diversifikasi pasca panen untuk tiga jenis simplisia tanaman obat dapat menurunkan risiko pada kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB)? 9

24 2. Bagaimana manajemen risiko yang dilakukan oleh kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) untuk menangani risiko yang dihadapi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukan diatas, maka tujuan penelitian dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis usaha diversifikasi yang dilakukan oleh kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dalam upaya menurunkan risiko. 2. Menganalisis manajemen risiko pengolahan (pasca panen) bahan baku obat herbal jamu yang dihadapi oleh kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dalam menjalankan usahanya. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan gunakan memberikan manfaat sebagai : 1. Bagi Pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan dalam pengolahan (pasca panen) bahan baku obat herbal atau jamu. 2. Bagi Peniliti sebagai penerapan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan. 3. Bagi Perusahaan sebagai bahan pertimbangan yang dapat diterapkan untuk pengembangan usaha. 4. Bagi Pembaca sebagai sumber pengetahuan atau informasi tentang risiko yang dihadapi oleh pengusaha tanaman biofarmaka khususnya dalam proses pengolahn (pasca panen) bahan baku obat herbal atau jamu. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian Analisis Risiko Pasca Panen Tanaman Obat di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka yang berlokasi di Blok C Biofarmaka, Kebun percobaan Cikabayan, Kampus IPB Dramaga memiliki keterbatasan yaitu : 1. Penelitian ini mengkaji proses pasca panen tanaman obat atau simplisia dari Temulawak (curcumae xanthoriza rhizoma), Pegagan (guazumae folium), dan Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa) karena ketiga komoditi tersebut merupakan komoditi unggulan pada masing-masing jenisnya di kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB). 10

25 2. Penelitian ini memandingkan proses pasca panen yang memanfaatkan sinar matahari pada Temulawak (curcumae xanthoriza rhizoma), Pegagan (guazumae folium), dan Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa) dengan proses pasca panen menggunakan alat pengering (oven) pada Temulawak (curcumae xanthoriza rhizoma), Pegagan (guazumae folium), dan Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa). 11

26 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Tanaman Biofarmaka Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya genetik yang sangat besar yang berpotensi dalam pengembangan industri biofarmaka nasional. Diseluruh dunia pada saat ini diperkirakan terdapat jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan baku industri, Indonesia menggunakan 250 jenis tumbuhan telah digunakan sebagai bahan baku industri tanaman obat. Tanaman Obat atau Tanaman Biofarmaka adalah tanaman yang bermanfaat sebagai obat-obatan yang dikonsumsi dari bagian tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi (rimpang) atau akar (Badan Pusat Statistik, 2005). Disisi lain, jumlah penduduk yang besar dan mempunyai warisan budaya dalam menggunakan produk herbal merupakan potensi yang besar untuk permintaan terhadap obat herbal. Selain itu, dengan adanya pola hidup masyarakat Indonesia kembali ke alam (back to nature) mendorong menigkatnya permintaan akan obat herbal. Harga obat herbal yang relatif murah dan minim efek samping merupakan salah satu faktor meningkatnya permintaan akan obat herbal ini baik permintaan dalam negeri maupun luar negeri. Meningkatnya permintaan terhadap obat herbal atau jamu mendorong meningkatnya jumlah industri dan perusahaan obat tradisional setiap tahunnya. Pada tahun 2005 berdasarkan data Badan POM terdapat 326 pabrik jamu dan 59 diantaranya tergolong industri pabrik sedang besar, yang menggunakan 180 spesies tumbuhan obat dan aromatik dengan total bahan baku segar yang dibutuhkan per tahun ± ton (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008). Saat ini, produksi tanaman biofarmaka hampir tersebar di wilayah Indonesia dengan produksi tertinggi di daerah Jawa Barat. Tanaman obat dan hasil olahannya mempunyai nilai ekonomi yang sangat signifikan baik dalam skala global maupun skala dalam negeri. Penggunaan obat herbal dari tahun ke tahunya terus meningkat. Volume ekspor tanaman biofarmaka pada tahun 2005 mencapai 8.590,45 ton dengan nilai ekspor US$ 5,12 juta (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008). Penggunaan tanaman biofarmaka yang terus meningkat setiap tahunnya juga diikuti dengan pertumbuhan pasar farmasi Indonesia. Pertumbuhan obat farmasi pada tahun 2003 sebesar 17 triliyun 12

27 rupiah dan tahun 2005 meningkat menjadi 21,3 triliyun rupiah (naik 25,29 persen). Hal ini menggambarkan masih tingginya peluas pasar untuk obat herbal di Indonesia. Pada tahun 2006 Direktorat Jendral Hortikultura menetapkan 13 tanaman utama untuk tanaman biofarmaka. Namun pada tahun 2009, Direktorat Jendral Hortikultura menetapkan tanaman utama dari tanaman biofarmaka menjadi 15 komoditi. Hal ini dikarenakan makin banyaknya tanaman tanaman yang dapat dimanfaatkan menjadi obat. 2.2 Proses Pasca Panen pada Tanaman Biofarmaka Penanganan pasca panen bertujuan agar mutu tanaman obat tetap terjaga dengan baik. Menurut Kitinoja dan Kader (1993) pasca panen dimulai sejak komoditi dipisahkan dari tanaman (dipanen) dan berakhir bila komoditi tersebut dikonsumsi. Menurut Wardana, et al, (2002) pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan pemanenan. Tujuan akhir kegiatan pasca panen adalah agar bahan nabati atau simplisia yang dihasilkan memiliki nilai jual tinggi. Proses pasca panen pada tanaman biofarmaka terdiri dari : a. Penyortiran basah Penyortiran basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya dari bahan tanaman/simplisia, misalnya kotoran atau bahan asing pada simplisia jenis akar adalah tanah, kerikil, rumput, akar yang rusak, bagian tanaman lain selain akar, dan sebagainya. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan bahan organik asing tidak lebih dari 2 persen. Proses penyortiran pertaman ini bertujuan untuk menguragi jumlah pengotor yang ikut tertinggal untuk proses selanjutnya. b. Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada simplisia. Pencucian juga berguna untuk mengurangi mikroba-mikroba yang terdapat pada simplisia. Karena itu, pencucian harus dilakukan dengan menggunakan air bersih seperti air dari mata air, air sumur, dan air PAM. Bila menggunakan air yang kotor akan menambah jumlah mikroba yang ada pada simplisia. Pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk 13

28 menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Pencucian simplisia dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti perendaman bertingkat, penyemprotan, dan penyikatan. c. Perajangan Perajangan pada simplisia dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada simplisia yang tebal dan tidak lunak seperti akar, rimpang, dan batang. Ukuran perajangan sangat berpengaruh pada kualitas bahan simplisia. Jika perajangan terlalu tipis dapat menambah kemungkinan berkurangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Sebaliknya, jika terlalu tebal maka kandungan air dalam simplisia akan sulit dihilangkan. Apabila simplisia sulit dikeringkan atau hanya kering di bagian permukaan maka akan mudah busuk atau rusak. d. Pengeringan Syukur dan Hernani (1999) dan Wardana, et al, (2002) menyatakan bahwa pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang diinginkan sehingga tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalan jangka waktu yang lama. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10 persen. Waktu pengeringan biasanya bervariasi tergantung pada jenis simplisia dan metode yang digunakan. Metode pengeringan simplisia dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari atau secara modern dengan menggunakan alat pengering/oven. Syukur dan Hernani (1999) menyatakan dengan adanya keragaman dalam bentuk bahan baku simplisia maka ada perbedaan cara mengeringkan pada masing-masing bahan tersebut. Ada bahan yang dapat langsung dikeringkan dibawah sinar matahari, dikeringkan di bawah nauangan, dan ada pula pengeringan lambat atau pemeraman terlebih dahulu setelah panen. Berikut cara pengeringan beberapa bahan tanaman obat : - Bahan yang berasal dari daun : pemanen dilakukan pada saat pagi atau sore hari untuk memperkecil kehilangan senyawa-senyawa yang dibutuhkan didalam daun. Daun dilayukan di bawah naungan dan tidak dijemur langsung dibawah sinar matahari. Untuk mencegah terjadinya fermentasi atau berjamur maka sebaiknya daun disimpan dalam keadaan kering pada kondisi dingin. 14

29 - Bahan yang berasal dari buah : bahan yang berasal dari buah bisa langsung dijemur setelah dipanen. - Bahan yang berasal dari rimpang : simplisia yang berasal dari rimpang terlebih dahulu dilakukan perajangan sebelum dilakukan penjemuran. Pada saat pengeringan dengan sinar matahari harus sering dibolak balik agar tidak terjadi fermentasi yang menyebabkan bahan jadi busuk. e. Penyortiran kering Penyortiran kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan benda-benda asing yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Setelah penyortiran selesai, simplisia yang dihasilkan ditimbang untuk menghitung rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan. Menurut Rismawati (2010) kriteria penyortiran berdasarkan pada warna, bentuk, berat, kerusakan mekanis, dan busuk, serta derajat kematangan. f. Pengemasan Syukur dan Hernani (1999) dan Wardana, et al, (2002) menyatakan bahwa dalam pengemasan simplisia harus menggunakan bahan yang bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi antara bahan kemasan dengan simplisia. Selain itu, bahan pengemasan sebaiknya kering, dapat menjamin produk bahan yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan selanjutnya, dan dapat melindungi isi pada saat pengangkutan. Untuk pengemasan bahan yang telah dikeringkan dapat digunakan karung plastik, karung goni, dan peti kayu yang kedap udara. g. Penyimpanan Menurut Syukur, Hernani (1999) dan Rismawati (2010) penyimpanan adalah upaya untuk memperpanjang ketersediaan produk sehingga membantu memenuhi kebutuhan pemasaran, distribusi, dan penggunaan. Penyimpanan yang baik dirancang untuk mencegah menurunnya kelembaban, terjadinya pembusukan, dan perkecambahan dini, serta menghilangkan panas akibat respirasi. Wardana, et al, (2002) menyatakan bahwa sumber utama kerusakan simplisia adalah air, kelembaban, sinar matahari langsung, dan hama seperti kutu, rayap, dan tikus. Kondisi penyimpanan yang ideal adalah ruangan yang dilengkapi dengan pengaturan kelembaban dan suhu yang tepat. 15

30 2.3 Penelitian Terdahulu Analisis Risiko Kegiatan manajemen risiko dapat diawali dengan identifikasi terhadap sumber-sumber risiko pada pasca panen. Kegiatan indetifikasi risiko pada setiap komoditi dapat dilihat dari sumber sumber risiko yang mungkin akan terjadi dan telah terjadi. Setelah identifikasi sumber-sumber risiko dilakukan maka dapat dilakukan pengukuran risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variance. Alat ukur risiko ini digunakan untuk mengukur sejauh mana risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha terhadap hasil yang diperoleh perusahaan. Semakin kecil nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation nya maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Analisis risiko yang dilakukan oleh Safitri (2009) meneliti tentang Analisis Risiko Produksi Daun Potong Di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat, Silaban (2011) mengenai Analisis Risiko Produksi Ikan Hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, serta Sianturi (2011) dengan Analisis Risiko Pengusahaan Bunga pada PT Saung Mirwan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Analisis risiko yang dilakukan pada kegiatan spesialisasi pada masingmasing komoditi pada perusahaan tersebut. Analisis risiko yang dilakukan pada masing-masing komoditi dapat melihat berapa besar risiko yang dihadapi pada setiap komoditi yang diusahakan atau dibudidayakan. Metode analisis risiko dengan variance, standard deviation, dan coefficient variaton dilakukan juga untuk usaha diversifikasi. Analisis risiko pada usaha diversifikasi dilakukan terhadap komoditi yang diusahakan secara bersamaan dan nantinya risiko yang dihadapi merupakan risiko gabungan komoditi yang diusahakan atau dibudidayakan. Analisis risiko lain yang dapat dilakukan adalah dengan meniliti risiko portofolio dilakukan oleh Firmansyah (2009) yang meneliti risiko portofolio pemasaran sayuran organik dengan judul penelitian Risiko Portofolio Pemasaran Sayuran Organik pada Perusahaan Permata Hati Organic Farm Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis single-index portofolio dengan bantuan Software SPSS. 16

31 2.4 Penelitian Terdahulu Penanganan Risiko Penanganan risiko sangat diperlukan dalam mengurangi dampak risiko yang terjadi. Penangan risiko yang dapat dilakukan pada penelitian Firmansyah (2009), dimana strategi penanganan risiko portofolio pemasaran sayuran organik adalah menjaga kestabilan pesanan produk agar berada pada kondisi penjualan normal atau penjualan tinggi yaitu dengan cara memperbanyak agen atau distributor serta melakukan kerjasama dengan supermarket-supermarket atu tokotoko. Penangan risiko yang berbeda dilakukan dalam penelitian Safitri (2009) mengenai analisis risiko produksi daun potong, didapat penanganan risiko dengan melakukan kegiatan diversifikasi dan pola kemitraan. Penanganan risiko yang sama dilakukan dalam penelitian Silaban (2011) di PT Taufan Fish Farm adalah dengan kegiatan diversifikasi dengan memilih kombinasi komoditi yang paling rendah risikonya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sianturi (2011) menggunakan penanganan risiko dengan diversifikasi, penerapan teknologi baru, serta peningkatan manajemen perusahaan yang tepat dan terarah. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diatas maka terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu terdapat pada alat analisis yang digunakan, yaitu dengan variance, standard deviation, dan coefficient variation seperti yang dilakukan pada penelitian Safitri (2009), Silaban (2011) dan Sianturi (2011). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi komoditi yang diteliti dan tempat penelitian. Penelitian ini meneliti komoditi tanaman biofarmaka khususnya temulawak, pegagan, dan mahkota dewa. Penelitian terdahulu seperti Safitri (2009) meneliti daun potong Asparagus bintang dan Philodendron merble, Firmansyah (2009) meneliti sayuran organik brokoli, wortel, tomat, dan jagung, Silaban (2011) meneliti ikan hias discus, lobster, dan manvis dan Sianturi (2011) melakukan penelitian pada komoditi bunga krisan, kalandiva, kalanchoe, dan kastuba. 17

32 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang berguna untuk membantu menjelaskan secara deskriptif berbagai aspek untuk pendukung dalam penelitian. Pengetahuan, teori, dan dalil tersebut diperoleh dari sumber bacaan atau literatur, jurnal, dan logika penulis Konsep Risiko Risiko merupakan suatu kejadian yang dapat diramalkan dan mendatangkan kerugian bagi pengambil keputusahan atau pengusaha. Menurut Kountur (2006), risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulakan kerugian. Risiko memiliki tiga unsur yang sangat pengting yaitu : 1) risiko itu adalah suatu kejadian, 2) kejadian tersebut masih mengandung kemungkinan yang bisa terjadi atau tidak bisa terjadi, dan 3) jika terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian. Risiko menurut Umar (1998) adalah kesempatan timbulnya kerugian, peluang terjadinya kerugian, ketidakpastian, penyimpangan aktual dari yang diharapkan, terjadi jika probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan. Sedangkan menurut Gordon dan Dickson 3 menyatakan bahwa risiko adalah sebagai berikut : 1. Risiko adalah ketidakpastian akan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian ekonomis. 2. Risiko adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi, dimana kadangkala kenyataan yang terjadi berbeda dengan hasil hasil prediksinya. 3. Risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan. 4. Risiko adalah kemungkinan kerugian (Risk is the chance of Loss). 5. Risiko adalah kombinasi dari berbagai keadaan yang mempengaruhinya (Risk is the combination of hazards), dll. Risiko sering disamakan dengan ketidakpastian dan digunakan secara bersamaan. Namun secara ilmiah, risiko dan ketidakpastian itu memiliki arti yang 3 Konsep Risiko dan Manjemen Risiko (3 Mei 2011) 18

33 berbeda. Risiko merupakan peluang kejadian yang dapat diperhitungkan oleh pengambil keputusan, sedangkan ketidakpastian merupakan suatu peluang yang tidak dapat diperhitungan kejadiannya. Menurut Kountur (2008), ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Sedangkan risiko terjadi karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan dan luar perusahaan. Pengaruh terjadinya risiko yang berasal dari luar perusahaan diantaranya terjadi karena kondisi dunia internasional sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi negara Indonesia, teknologi yang dapat menimbulkan inovasi usaha atau efesien dalam operasional usaha, peraturan pemerintah terhadap dunia usaha serta kekuatan ekonomi masyarakat dalam membeli produk yang dihasilkan perusahaan. Pengaruh terjadinya risiko dari dalam perusahaan dapat berupa sumber daya manusia di perusahaan kurang ahli dibidangnya sehingga mempengaruhi produktivitas produk yang dihasilkan dan dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Selain itu. Kondisi keuangan perusahaan juga akan mempengaruhi risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan, apabila perusahaan banyak melakukan pinjaman maka pendapatan dari perusahaan tersebut akan berkurang karena sebagian pendapatan perusahaan dikeluarkan untuk membayar bunga pinjaman. Dalam menghadapi risiko yang ada, setiap pelaku bisnis atau pengusaha memiliki pandangan dan prilaku yang berbeda terhadap risiko yang ada. Ada yang berusaha untuk menghindar, namun ada juga yang sebaliknya sangat senang menghadapi risiko sementara yang lain mungkin tidak terpengaruh oleh risiko tersebut. Menurut Kountur (2006), pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat dijelaskan dalam Teori tentang utility (utility theory), menurut teori ini prilaku orang dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu orang yang tidak menyukai risiko (risk avversion), orang yang senang menghadapi risiko (risk taker), dan orang yang tidak terpengaruh dengan adanya risiko (risk netral). Ketiga kelompok orang tersebut dapat dijelaskan dengan melihat hubungan antara kekayaan dan manfaat (utility) seperti yang terlihat pada Gambar 1. 19

34 Total Utilitty (Util) Risk Taker Risk Netral Risk Avert Kekayaan (Rp) Gambar 1. Hubungan Total Utility dengan Kekayaan Sumber : Kountur (2006) Gambar 1 menunjukkan bahwa hubungan antara kekayaan dengan total utility yang didapat. Gambar di atas menjelaskan bahwa : A. Risk Avert merupakan orang yang berusaha sebisa mungkin untuk menghindari risiko. Semakin banyak kekayaan yang didapat maka pertambahan manfatta (utility) dari kekayaan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya semakin kecil kekayaan, semakin besar manfaat (utility) yang dikorbankan. Jika diaplikasikan kepada risiko, semakin rugi semakin besar penderitaan atas kerugian tersebut dibandingkan kenikmtan yang diperoleh jika menguntungkan. B. Risk Netral merupakan orang yang tidak terpengaruh dengan ada atau tidaknya risiko. Rendah atau tingginya kekayaan yang didapat tidak berpengaruh terhadap manfaat yang diterima oleh pembuat keputusan. C. Risk Taker menunjukkan bahwa utility yang diterima dengan adanya peningkatan kekayaan lebih besar dari utility yang dikorbankan dengan penurunan kekayaan pada jumlah yang sama. Kebahagiaan yang diterima jika berhasil lebih besar dari sengsara yang diderita jika rugi dengan jumlah yang sama Sumber-Sumber Risiko Menurut Harwood et al (1999), ada beberapa sumber risiko yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain : 20

35 1. Risiko pasar yaitu pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap perusahaan. Risiko pasar atau yang lebih dikenal dengan market risk merupakan risiko yang terjadi karena adanya pergerakan harga pada input dan output yang dihasilkan oleh perusahaan. 2. Risiko produksi yaitu risiko yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dan biasanya berhubungan dengan keadaan alam seperti curah hujan yang berubah secara tidak menentu, perubahan cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan, serta serangan hama dan gulma. 3. Risiko institusional yaitu risiko yang terjadi karena adanya perubahan kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti kebijakan harga bibit tanaman, kebijakan harga, kebijakan penggunaan bahan kimia, maupun kebijakan ekspor dan impor. 4. Risiko sumber daya manusia yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang berkaitan dengan prilaku manusia, maupun hal-hal yang dapat mempengaruhi perusahaan, seperti kesalahan dalam pencatatan data, kesalahan dalam memberikan pupuk, mogok kerja, ataupun meninggalnya tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya. 5. Risiko finansial yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dalam bidang finansial, seperti perubahan modal, perubahan bunga kredit bank, maupun perubahan UMR (Upah Minimum Regional). Menurut Kountur (2008) risiko dapat diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan dan sudut pandang kejadian yang terjadi menjadi empat jenis, yaitu : 1. Risiko Dari Sudut Pandang Penyebab Berdasarkan sudut pandang penyebab kejadian, risiko dapat dibedakan kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perunbahan harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor non euangan seperti manusia, teknologi, dan alam. 21

36 2. Risiko Dari Sudut Pandang Akibat Dilihat dari sudut pandang akibat dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Risiko murni versus risiko spekulatif Risiko dianggap sebagai risiko murini jika suatu ketidakpastian terjadi, maka kejadian tersebut pasti menimbulakn kerugian, tidak ada kemungkinan akan menghasilkan keuntungan seperti barang rusak karena terbakar, barang hilang karena banjir, kerusakan mesin, dan kahancuran gudang. Risiko spekulatif yaitu risiko dimana perusahaan mengharapkan terjadinya untung dan rugi seperti dalam usaha kerugian akibat spekulatif akan merugiakan individu tertentu tetapi akan menguntungkan individu lainnya. b. Risiko statis versus risiko dinamis Munculnya risiko statis ini dari kondisi keseimbangan tertentu. Contonya risiko murni statis adalah ketidakpastian terjadinya sambaran petir dan angin topan. Risiko dinamis mungkin murni mungkin juga spekulatif. Contoh risiko dinamis adalah urbanisasi, perkembangan teknologi yang kompleks dan perubahan undang-undang atau peraturan pemerintah. c. Risiko subjektif versus risiko objektif Risiko subjektif adalah ketidakpastian secara kejiwaan yang berasal dari sikap mental atau kondisi pemikiran seseorang. Risiko objektif adalah probabilitas penyimpangan aktual yang diharapkan (dari rata-rata) sesuai pengalaman. Risiko objektif lebih mudah diamati secara akurat dibandingkan dengan risiko subjektif karena dapat diukur. 3. Risiko Dari Sudut Pandang Aktivitas Banyakanya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak jumlah aktivitas yang ada. Segala aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang dikenal dengan risiko kredit. 4. Risiko Dari Sudut Pandang Kejadian Risiko yang dinyatakan bberdasarkan kejadian merupakan pernyataan risiko yang paling baik, misalnya terjadinya kebakaran Manajemen Risiko Menurut Lam (2007) manajemen risiko dapat didefenisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko adalah mengelola keseluruhan 22

37 risiko yang dihadapi oleh perusahaan sehingga dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan profit. Hal ini penting untuk mengoptimalkan profit dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan. Manajemen risiko meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengelolaan serta koordinasi dalam setiap pengelolaan risiko yang ada. Selain itu dapat dilakukan pengidentifikasian risiko, mengukur risiko, memikirkan mengenai konsekunsi risiko yang ada dan mengkomunikasikan keseluruhan bagian berbagai risiko yang ada sehingga dapat dicari penanganannya. Dengan adanya manajemen risiko maka akan mengurangi risiko yang ada didalam perusahaan. Menurut Kountur (2008) manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko tertentu saja. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang telah diketahui yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengendarismawatin (controling) atau dikenal dengan istilah POAC. Dengan demikian ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko. Ada beberapa alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi manajemen yaitu manajer adalah orang yang harus bertanggungjawab atas risiko-risiko yang terjadi di unitnya. Semua manajer bertanggungjawab atas risiko di unitnya masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu fungsi manajemen yang tidak boleh diabaikan. Selai itu penanganan risiko sangat diperlukan karena walaupun ada unit di dalam perusahaan yang melakukan pekerjaan manajemen risiko, bukan berarti tanggung jawab risiko lepas dari setiap manajer. Manajer yang membawahi suatu unit bertanggungjawab atas risiko yang terjadi pada unitnya (Kountur, 2008). Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan. 23

38 Startegi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi dapat dilihat pada Gambar 2. PROSES Identifikasi Risiko OUTPUT Daftar Risiko Evaluasi Pengukuran Risiko Expected Return Penanganan Risiko Strategi pengelolaan risiko Keterangan : garis proses garis output Gambar 2. Proses Pengelolaan Risiko Sumber : Kountur (2008) Penanganan risiko yang ada dalam perusahaan diperlukan suatu proses yang dikenal dengan istilah proses pengelolaan risiko (Siregar, 2010). Proses manajemen atau proses pengelolaan risiko dapat dimulai dengan mengidentifikasi sumber risiko krusial apa saja yang terjadi di perusahaan. Sumber risiko ini dapat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu risiko lingkungan, risiko proses, dan risiko informasi. Tahap ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang kemudian akan dilakukan pengukuran risiko atau penilaian risiko. Setelah dilakukan penilaian terhadap risiko maka dapat dilakukan penanganan risiko dengan strategi penanganan risiko yang ada Konsep Penangan Risiko Menurut Kountur (2008) berdasarkan hasil dari penilaian risiko dapat diketahui stategi penanganan risiko seperti apa yang tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu : 1. Preventif Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : (a) membuat atau memperbaiki sistem dan 24

39 prosedur, (b) mengembangkan sumber daya manusia, dan (c) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. 2. Mitigasi Startegi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah sebagai berikut : a) Diversifikasi Diversifikasi adalah cara menempatkan komoditi atau harta dibeberapa tempat sehingga jika salah satu terkena musibah maka tidak akan menghabiskan semua komoditi yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko. b) Penggabungan Penggabungan ini merupakan salah satu cara penanganan risiko yang dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan yang melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi. c) Pengalihan risiko Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penangan risiko dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini bertujuan untuk mengurangi kerugian yang dihadapi oelh perusahaan. Cara ini dapat dilakukan melalui aruransi, leasing, autsourcing, dan hedging. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha tanaman obat merupakan salah satu jenis usaha yang sangat berpotensi saat ini dan dimasa yang akan datang karena perubahan pola hidup masyakat yang kembali alam (back to nature), mengkonsumsi obat herbal yang minim efek samping dan lebih murah dari obat berbahan kimia. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan dari dalam negeri maupun di luar negeri setiap tahunnya. Selain itu, meningkatnya jumlah industri yang mengolah tanaman obat menjadi obat herbal atau jamu juga menjadi bukti bahwa usaha tanaman obat sangat memiliki peluang yang sangat besar. 25

40 Peluang usaha masih terbuka luas tersebut harus dihadapkan dengan beberapa masalah dalam menjalankan usahanya. Salah satunya adalah risiko yang dihadapi oleh perusahaan agribisnis, terutama dalam proses pasca panen tanaman obat atau yang sering disebut simplisia. Indikasi adanya risiko dalam proses pasca panen tanaman obat itu adalah faktor cuaca (sinar matahari) yang tidak menentu sehingga proses pengeringan tidak maksimal dan tidak mampu standar yang diberikan oleh Badan POM yaitu simplisia yang layak digunakan adalah yang memiliki kadar air dibawah 10 persen. Penyusutan untuk simplisia kering dari tanaman rimpang mencapai 1/8 dari total berat simplisia basah. Penyusutan simplisia kering yang berasal dari tanaman daun dapat mencapai 1/9 dari total berat simplisia basah. Selain itu, peralatan pencucian yang kurang memadai juga akan menimbulkan risiko. Salah satu peralatan pencucian yang digunakan adalah bak pencucian yang digunakan sebanyak tiga buah. Pada kebun UKBB, bak pencucian yang digunakan hanya satu. Hal ini akan mennyebabkan hasil pencucian yang kurang maksimal dan lama sehingga menyebabkan kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia tersebut akan berkurang. Penyimpanan yang dilakukan terlalu lama dan ruang penyimpana yang tidak memiliki pengaturan kelembaban ruangan, akan menyebabkan simplisia rusak seperti jamuran ataupun busuk. Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) merupakan salah satu kebun yang budidaya tanaman obat dan mengolah tanaman obat menjadi obat herbal. Walaupun menghadapi permasalah dalam menjalankan usahanya, kebun UKBB masih tetap menjalankan usahanya khususnya penanganan pada saat pengolahan (pasca panen) bahan baku obat herbal atau jamu pada Temulawak, Pegagan, dan Mahkota Dewa. Keadaan ini menjadi daya tarik sebagai pembelajaran dalam manajemen risiko. Analisis risiko pasca panen ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pada tahap pertama dilakukan identifikasi risiko apa saja yang dihadapi oleh perusahaan dalam proses pasca panen tanaman biofarmaka dan apa sumber risikonya. Analisis selanjutnya adalah pengukuran terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Pengukuran risiko dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan portofolio pada simplisia temulawak, pegagan, dan mahkota dewa. Selanjutnya 26

41 mengidentifikasi strategi manajemen risiko yang dilakukan oleh kebun UKBB. Analisis ini menggunakan analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan pihak perusahaan mengenai manajemen risiko yang dilaksanakan oleh perusahaan. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3. 27

42 Pengolahan (pascapanen) bahan baku obat herbal pada Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Fluktuasi rendemen simplisia di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Indikasi sumber risiko : Kondisi cuaca (cahaya matahari) Proses pencucian Ketebalan perajangan Proses penyimpanan Analisis kuantitatif : Identifikasi variance. Standar deviation, coefficient variance Penilaian risiko kegiatan spesialisasi (Temulawak, Pegagan, dan Mahkota Dewa) Penilaian risiko pada kegiatan diversifikasi: Temulawak dan Pegagan Temulawak dan Mahkota Dewa Pegagan dan Mahkota Dewa Strategi manajemen risiko kebun UKBB Keterangan : cakupan penelitian manajemen kebun UKBB Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 28

43 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu unit usaha Pusat Studi Biofarmaka IPB yaitu Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka yang berlokasi di Blok C Biofarmaka, kebun percobaan Cikabayan, Kampus IPB Dramaga, Bogor Jawa Barat. Pemilihan kebun UKBB sebagai tempat penelitian dilakukan dengan sengaja (pruposive) karena kebun UKBB merupakan salah satu instansi yang membudidayakan tanaman obat yang ada di Indonesia khusunya di Jawa Barat dan mempertimbang adanya ketersediaan data yang mampu menjawab kebutuhan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada 1 Mei sampai 30 Juni Luas lahan kebun UKBB ini adalah 2,8 hektar. Jumlah tanaman obat yang dibudidayakan saat ini ada 310 jenis tanaman obat dengan komoditi utamanya yaitu temulawak, pegagan, dan mahkota dewa. Pusat Studi Biofarmaka juga memiliki kebun di Sukabumi dengan luas lahan 9000 meter persegi dan membudidayakan delapan jenis tanaman obat. Di Sukabumi, Pusat Studi Biofarmaka melakukan pembinaan terhadap dua petani tanaman obat. Bibit untuk kebun di Sukabumi masih di pasok dari kebun yang ada di Cikabayan. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan antara lain jumlah produksi, luas lahan produksi, proses pasca panen tanaman obat dan kendala yang pernah dihadapai oleh perusahaan serta cara penanggulangan dari kendala yang dihadapi oleh perusahaan. Data primer diperoleh dengan observasi dan wawancara langsung kepihak manajemen perusahaan, pembimbing lapang, dan karyawan serta datadata pendukung dari perusahaan. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data produktivitas tanaman obat Indonesia, proses pasca panen tanaman obat, data produksi simplisia di kebun UKBB dari Mei tahun 2009 sampai April 2010 dan peranan sektor pertanian khususnya tanaman obat terhadap PDB Indonesia diperoleh dari studi literatur berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait 29

44 seperti Direktorat Jendral Holtikultura, Perpustakaan Pertanian, PSESK, dan Lembaga Studi Indonesia (LSI). 4.3 Metode Pengambilan Data Proses pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara, observasi, dan diskusi secara tertutup dengan pihak manajer, pembimbing lapang dan tenaga kerja untuk analisis risiko dan analisis manajemen risiko kebun. Observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan pada kegiatan pasca panen tanaman obat pada kebun UKBB yang meliputi kegiatan panen, pencucian, penyortiran, pengeringan, dan penyimpanan. Wawancara dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko pada proses pasca panen serta pananggulan risiko yang dilakukan oleh kebun UKBB. Sumber data sekunder diperoleh dari pihak perusahaan dan kebun berupa informasi yang berupa data produksi, proses pasca panen dan data terkait yang mendukung penelitian. 4.4 Metode Analisis Analisis Deskriptif Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran pada fenomena-fenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang akan dipecahkan (Nasir, 2005). Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko dan untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan oleh kebun UKBB. Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan penilaian beberapa pengambil keputusan di kebun secara subjektif. Analisis deskriptif untuk menganalisis strategi manajemen risiko perusahaan dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi dengan manajer kebun serta tenaga kerja produksi khususnya yang menangani proses pasca panen tanamana obat. 30

45 4.4.2 Pengukuran Risiko Kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku bisnis dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kegiatan bisnis yang bersifat spesiarismawatisasi (tunggal) dan bersifat diversifikasi (portofolio). Dalam menjalankan kegiatan produksi, pelaku bisnis menghadapi produktivitas yang tinggi, rendah, dan normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga kejadian yang dihadapi pelaku bisnis, kemudian dari kejadian-kejadian tersebut dihitung peluang kejadiannya. Pengukuran peluang pada setiap kondisi diperoleh dari frekuensi kejadian setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. Nilai peluang dapat dihitung dengan menggunakan rumus : P = f/t Dimana : f = frekunsi kejadian (kondisi tinggi, normal, dan rendah). t= periode waktu proses pasca panen pada masing-masing komoditi (simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa). P = peluang. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Penyelesaian pengambilan keputusan dalam risiko dapat dilakukan dengan menghitung expected return, yaitu jumlah dari nilai-nilai yang diharapkan terjadi peluang dari masing-masing kejadian. Rumus Expected return adalah sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995): Dimana : Ř = Besarnya return yang diharapkan dari setiap komoditi P ij = Peluang dari suatu kejadian R ij = Return (produksi simplisia) i = 1,2,3 (1=Temulawak, 2=Pegagan, 3=Mahkota Dewa) j = 1,2,3 (1=kondisi tinggi, 2=kondisi normal, 3=kondisi rendah) m = 12 observasi 31

46 Penilaian untuk kedua bisnis tersebut memiliki perbedaan, yaitu : (1) Penilaian Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu komoditi. Beberapa pengukuran yang dapat digunakan untuk pengukuran penyimpangan diantaranya adalah varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien varian (coefficient variance). Ukuranukuran tersebut merupakan ukuran statistik. Menurut Elton dan Gruber( 1995), penilaian risiko terhadap kegiatan spesialisasi adalah sebagai berikut : Variance Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadran dari return dengan Expected Return dikalikan dengan peluang setiap kejadian. Nilai variance dapat ditulis dengan rumus (Elton dan Gruber, 1995): σ² = pi(ri-ři) 2 Dimana : Dimana : σ 2 = Variance dari return komoditi p ij = Peluang suatu kejadian setiap bulannya R ij = Return pada masing-masing kejadian Ř i = Expected Return dari setiap komoditi i = 1,2,3 (1=Temulawak, 2=Pegagan, 3=Mahkota Dewa) j = 1,2,3 (1=kondisi tinggi, 2=kondisi normal, 3=kondisi rendah) Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variane maka semakin kecil penyimpangan sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut. Standard Deviation Standard Deviation dapat diukur dari akar kuadran dari nilai variance. Risiko dalam penilaian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995): 32

47 Dimana : σ 2 σ i = Variance atau penyimpangan dari masing-masing komoditi = Standars deviantion dari setiap komoditi = 1,2,3 (1=Temulawak, 2=Pegagan, 3=Mahkota Dewa) Coefficient Variation Coefficient Variation diukur dari rasio standard deviation dengan return yang diharapkan (expected return). Semakin kecil coefficient variation maka akan semakin tinggi risiko yang akan dihadapi. Rumus coefficient variation adalah (Elton dan Gruber,1995): Dimana : CV σ Ř i i CV = σ/ř i = Coefficient variation dari setiap komoditi = Standard deviation dari setiap komoditi = Expected return dari setiap komoditi = 1,2,3 (1=Temulawak, 2=Pegagan, 3=Mahkota Dewa) (2) Penilaian Risiko pada Kegiatan Diversifikasi Kegiatan usaha diversifikasi tidak terlepas dari risiko. Risiko yang dihadapi dalam usaha diversifikasi dinamakan risiko portofolio (portofolio risk). Pengukuran untuk risiko portofolio dapat dilakukan dengan penggabungan variance dari beberapa kegiatan usaha. Jika investasi digunakan untuk dua komoditi maka variance gabungan dapat dituliskan sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995): Cavariance antara kedua aktiva i dan j dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Keterangan : σ 2 p =Variance portofolio untuk investasi dua simplisia yang digabungkan σ ij = Covariance antara investasi dua komoditi yang digabungkan k = Fraction portofolio pada investasi komoditi i (simplisia temulawak) (1-k) = Fraction portofolio pada investasi komoditi j (simplisia pegagan) 33

48 ρ ij = Nilai koefisien korelasi diantara komoditi i dan j Nilai koefisien korelasi investasi komoditi diantara i dan j (ρ ij ) mempunyai nilai maksimum positif satu (+1) dan minimum negatif (-1). Beberapa kemungkinan korelasi diantara dua komoditi diantaranya sebagai berikut : 1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua komoditi i dan j selalu bergerak bersama-sama. 2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua komoditi i dan j selalu berlawanan arah. 3. Nilai koefisien korelasi sam dengan nol (0) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua komoditi i dan j tidak ada hubungan satu sam lain. 4. Nilai koefisien korelasi sama dengan 0,5 mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua komoditi i dan j tidak ada hubungan sama sekali. Beberapa nilai koefisien korelasi tersebut dapat menunjukkan bagaimana risiko portofolio yang dihadapi dibandingkan dengan risiko masimg-masing komoditi atau spesialisasi. Jika terdapat tiga komoditi, yaitu komoditi 1, 2 dan 3 maka bobot untuk ketiga komoditi adalah wa, wb dan wc dengan jumlah ketiga bobot adalah satu (wa+wb+wc = 1). Besarnya expected return gabungan kombinasi tiga komoditi dapat dituliskan sebagai berikut (Diether, 2009) : Dimana : E(rp) = w 1 E(ra) + w 2 E(rb) + w 3 E(rc) E(rp) = Expected return gabungan ketiga investasi (1, 2 dan 3) W 1 = Bobot atau fraction portofolio pada investasi komoditi 1 W 2 = Bobot atau fraction portofolio pada investasi komoditi 2 W 3 = Bobot atau fraction portofolio pada investasi komoditi 3 E(r 1 ) = Expected return dari investasi komoditi 1 E(r 2 ) = Expected return dari investasi komoditi 2 E(r 3 ) = Expected return dari investasi komoditi 3 i = 1,2,3 (1=Temulawak, 2=Pegagan, 3=Mahkota Dewa) Nilai variance gabungan ketiga komoditi dapat dituliskan sebagai berikut (Diether 2009) : σ 2 (r p ) = w 1 2 σ 2 (r 1 ) + w 2 2 σ 2 (r 2 ) + w 3 2 σ 2 (r 3 ) + 2w 1 w 2 covar (r 1, r 2 ) + 2w 1 w 3 covar Dimana : (r 1,r 3 ) + 2w 2 w 3 covar (r 2, r 3 ) σ 2 (r p ) = Variance portofolio untuk investasi komoditi 1, 2 dan 3 34

49 σ 2 (r 1 ) = Variance investasi komoditi 1 σ 2 (r 2 ) = Variance investasi komoditi 2 σ 2 (r 3 ) = Variance investasi komoditi 3 w 1 = Bobot atau fraction portofolio pada investasi komoditi 1 w 2 = Bobot atau fraction portofolio pada investasi komoditi 2 w 3 = Bobot atau fraction portofolio pada investasi komoditi 3 covar (r 1, r 2 ) = Covariance antara investasi 1 dan 2, diperoleh dengan rumus : ρ 12 σ 1 σ 2 dimana ρ 12 diasumsikan nilainya +1 covar (r 1, r 3 ) = Covariance antara investasi 1 dan 3, diperoleh covar (r 2, r 3 ) dengan rumus : ρ 13 σ 1 σ 3 dimana ρ 13 diasumsikan nilainya +1 = Covariance antara investasi 1 dan 3, diperoleh dengan rumus : ρ 23 σ 2 σ 3 dimana ρ 23 diasumsikan nilainya +1 σ 1 = Standar Deviation komoditi 1 σ 2 = Standar Deviation komoditi 2 σ 3 = Standar Deviation komoditi 3 i = 1,2,3 (1=Temulawak, 2=Pegagan, 3=Mahkota Dewa) Perhitungan fraction portofolio (untuk diversifikasi tiga komoditi) pada penelitian ini berdasarkan alokasi investasi kebun yaitu besarnya lahan yang digunakan untuk masing-masing komoditi yaitu temulawak, pegagan, dan mahkota dewa dengan total lahan 160 m 2. Komposisi lahan untuk ketiga komoditi adalah 100 m 2 untuk komoditi temulawak, 60 m 2 untuk komoditi pegagan, dan 900 m 2 komoditi mahkota dewa. 35

50 V GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) 5.1 Sejarah Perusahaan Pusat Studi Biofarmaka merupakan suatu lembaga yang meneliti dan mengembangkan tanaman biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka berlokasi di Taman Kencana, Bogor. Pusat Studi Biofarmaka memiliki tiga sub divisi yaitu kebun Unit Konsevasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) sebagai tempat budidaya tanaman biofarmaka dan produksi simplisia basah dan simplisia kering, Laboratorium Pelayanan sebagai tempat penelitian dan pengembangan tanaman biofarmaka, dan PT Biofarmaka Indonesia sebagai unit yang bergerak dalam kegiatan produksi obat yang berbahan baku tanaman biofarmaka untuk dikomersialkan. Penelitian ini dilakukan di Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) dibangun pada tahun 1999 dengan luas lahan sekitar 2,8 hektar. Luas lahan untuk masing-masing komoditi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas lahan untuk Beberapa Komoditi di UKBB No. Komoditi Luas Lahan (m 2 ) 1. Temulawak Jahe Tempuyung Temuputih Kunyit Kencur Pegagan Brotowali Sambiloto Meniran Sidaguri Mahkota Dewa Jati Belanda Lidah Buaya Mengkudu 10 Sumber : Kebun Unit Konsevasi Budidaya Biofarmaka (UKBB), 2011 Kebun ini berfungsi sebagai konservasi dan budidaya tanaman biofarmaka, sebagai tempat penelitian, dan sebagai kunjungan wisata alamiah. Kebun ini 36

51 terdiri dari beberapa bagian yaitu areal display tanaman biofarmaka, areal budidaya (produksi) tanaman biofarmaka, serta areal pembibitan dan koleksi. Beberapa tanaman biofarmaka telah melakukan uji kandungan bioaktif sebagai bahan obat yang dilakukan pada laboratorium layanan di Pusat Studi Biofarmaka IPB. Sub divisi PT Biofarmaka Indonesia sebagai Satuan Usaha Akademik (SUA) bertugas mengembangkan produk dan membuat contoh-contoh produk, baik berbasis penelitian dan paten serta memberikan berbagai informasi mengenai biofarmaka. Seiring dengan berkembangnya manajemen sub divisi dan adanya keinginan untuk mempertajam tujuan Pusat Studi Biofarmaka IPB mengsinegiskan komersialisasikan produk biofarmaka dan pelayanan masyarakat serta adanya permintaan dari para stekholder, maka pada tahun 2005 dibentuklah perseroan terbatas dengan nama PT Biofarmaka Indonesia atau disingkat dengan PT Biofarindo. PT Biofarmaka Indonesia berlokasi di Kampus IPB Taman Kencana Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor. Lokasi PT Biofarmaka Indonesia cukup strategis karena berada di pusat Kota Bogor. Bangunan PT Biofarmaka Indonesia masih menjadi satu dengan Pusat Studi Biofarmaka (PSB) karena PT Biofarmaka Indonesia merupakan Satuan Usaha Akademik (SUA) Pusat Studi Biofarmaka. Adapun lokasi kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka di Blok C, Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus IPB Dramaga. Kebun PT Biofarmaka Indonesia merupakan Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) yang merupakan salah satu unit dari Pusat Studi IPB. 5.2 Organisasi dan Manajemen Kebun UKBB Walaupun tiga sub divisi Pusat Studi Biofarmaka IPB dibawah satu nauangan, namun ketiga sub divisi ini memiliki manajemen masing-masing, baik dalam organisasi, manajemen, maupun keuangan. Kebun UKBB tetap dibawah naungan Kepala Pusat Studi Biofarmaka IPB. Kepala Pusat Studi Biofarmaka IPB membawahi Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Alam dan Budidaya Biofarmaka. Setelah Kepala Divisi tersebut langsung membawahi Manajer Operasional Kebun UKBB. Manajer Operasional Kebun UKBB membawahi 37

52 Manajer Teknik Kebun UKBB dan pegawai. Struktur organisasi yang digunakan adalah struktur organisasi tipe lurus karena kebun UKKB mempunyai fungsi kerja yang terfokus pada produksi dan tidak terlalu membutuhkan banyak karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengembangan karir dan karyawan diharapkan lebih mengerti kinerja keseluruhan secara dinamis. Struktur organisasi KebunUKBB dapat dilihat pada Gambar 4. Kepala Pusat Studi Biofarmaka Kepala Divisi Pengembangan SDA dan Budidaya Biofarmaka Manajer Oprasional UKBB Manajer Teknik UKBB Karyawan Gambar 4. Struktur Organisasi Kebun UKBB, 2011 Sumber : Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Berikut adalah tugas dan wewenang dari setiap jabatan tersebut : 1. Kepala Studi Biofarmaka Kepala Studi Biofarmaka bertanggungjawab untuk mengawasi jalannya kagiatan operasional setiap sub divisi dan aliran dana, administrasi, mengevaluasi seluruh kegiatan operasi setiap sub divisi, serta memberikan laporan secara berkala kepada para pemilik saham. 2. Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Alam dan Budidaya Biofarmaka Kepala Divisi ini bertanggungjawab dalam mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan penggunaan sumber daya alam yang ada serta kebijakan mengenai budidaya biofarmaka. 38

53 3. Manajer Operasional UKBB Manajer Operasional UKBB bertanggungjawan atas semua kegiatan yang dilakukan dalam kebun UKKB. Manajer Operasional UKBB juga bertugas melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan. 4. Manajer Teknik UKBB Manajer Teknik UKBB bertanggungjawab dalam kegiatan khususnya teknik budidaya tanaman biofarmaka pada kebun UKBB mulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen. Manajer Teknik bertugas melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh karyawan kebun. 5. Karyawan Karyawan produksi bertanggungjawab dalam melaksanakan semua proses budidaya tanaman biofarmaka yang telah diarahkan oleh Manajer Teknik UKBB mulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen serta melakukan proses pasca panen. Selain itu, karyawan kebun UKBB juga bertugas mencatat setiap jumlah produksi setiap panennya. 5.3 Sumber Daya Perusahaan dan Kebun Sumber daya perusahaan merupakan seluruh sumberdaya atau asset yang dimiliki perusahaan, baik Sumber Daya Manusia (SDM)/karyawan, sumber daya fisik, dan aspek permodalan. Sumber daya kebun terdiri dari seluruh asset yang dimiliki oleh kebun seperti Sumber Daya Manusia (SDM)/pekerja, sumber daya fisik, dan tanaman biofarmaka Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber Daya Manusia pada kebun terdiri dari satu orang sebagai Manajer Teknik UKBB dan empat orang pekerja yang bertugas pada perawatan areal display,tanaman dan peralatan, perawatan dan pengelolaan areal pembibitan dan koleksi, perawatan pada areal penelitian dan pengadaan bahan baku serta perawatan pada areal produksi. Jam kerja pada kebun lebih fleksibel, disesuaikan dengan kegiatan yang harus dilakukan pada saat itu. Sistem perekrutan kayawan kebun berdasarkan CV yang dikimkan ke Pusat Studi Biofarmaka. Namun, tidak ada keahrismawatin khusus yang dimiliki oleh karyawan kebun hanya karyawan 39

54 itu harus mengerti bagaimana proses budidaya dan pasca panen tanaman biofarmaka Sumber Daya Fisik Sumber daya fisik terdiri dari barang, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kebun UKBB yang mendukung dan melancarkan berbagai kegiatan dalam kebun. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kebun UKKB adalah rumah untuk yang penjaga kebun, musholla, rumah plastik untuk pembibitan, dan lahan seluas 2,8 hektar yang terdiri atas arel display, areal pembibitan, areal penelitian, areal produksi. Gudang yang berfungsi untuk menyimpan peralatan kebun dan diatas gudang terdapat ruangan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan Aspek Permodalan Modal merupakan salah satu aspek yang sangat berperan penting dalam menjalankan sebuah bisnis. Modal awal yang digunakan oleh kebun UKBB dalam menjalankan usahanya berasal dari Pusat Studi Biofarmaka IPB berupa pinjaman. Namun untuk 2 tahun terakhir ini, kebun UKBB mampu mandiri dalam modal dan hampir tidak pernah melakukan pinjaman kepada Pusat Studi Biofarmaka IPB. 5.4 Unit Usaha Kebun UKKB bergerak dalam budidaya tanaman biofarmaka dan melakukan pengolahan pasca panen tanaman biofarmaka sebagai bahan baku jamu dan obat herbal. Proses budidaya dan pasca panen yang dilakukan oleh kebun sangat menentukan kualitas dari tanaman biofarmaka dan simplisia yang akan dihasilkan. Jumalah komoditi yang diusahakan dalam kebun UKBB ini ada 128 tanaman dengan 15 komoditi menjadi komoditi utama. Ruang lingkup kegiatan di kebun UKBB mencakup pengadaan input, proses budidaya, proses pasca panen, dan pemasaran (distribusi) yang dapat dilihat pada Gambar 4. 40

55 Input Proses Budidaya Proses Pasca panen Pemasaran (Distribusi Gambar 5. Ruang Lingkup Kegiatan di Kebun UKBB, 2011 Sumber : Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka (UKBB) Pengadaan Bahan Baku Dalam melakukan aktivitasnya, UKBB membutuhkan bahan baku berupa bibit tanaman biofarmaka. Bibit tanaman biofarmaka diperoleh dari pemasok utama yaitu Pusat Studi Biofarmaka IPB dan pemasok lainnya. Namun untuk saat ini, kebun UKKB berusaha mandiri dalam hal pengadaan bahan baku khususnya bibit tanaman biofarmaka dengan cara membudidayakan bibit sendiri Teknik dan Teknologi pada Kebun Pada kebun, proses produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu proses budidaya dan proses pasca panen. Proses budidaya pada tanaman biofarmaka terdiri dari : a. Persiapan lahan Persiapan lahan yang dilakukan berupa pembersihan lahan dari berbagai tanaman pengganggu dan pembuatan bedengan untuk tanaman temulawak dan pegagan. Setelah itu, dilakukan pemupukan lahan dengan memberikan pupuk kandang. b. Pembibitan Pembibitan dilakukan di tempat terpisah dari lahan untuk budidaya. Pembibitan tanaman biofarmaka dilakukan di polibag yang berukuran kecil dan diletakkan di di lahan yang dilindungi dengan jaring yang berwarna hitam. Luas areal pembibitan ini 350 m 2. Setelah bibit telah siap dipindahkan, maka bibit dikelurkan dari polibag. c. Penanaman Setelah bibit siap untuk di pindahkan ke lahan yang lebih besar, bibit dikeluarkan dari polibag. Umur temulawak yang sudah siap untuk dipindahkan adalah tiga minggu dan telah tumbuh tunas. Umur pegagan yang sudah siap untuk dipindahkan adalah dua minggu sedangkan bibit mahkota dewa yang siap untuk 41

56 dipindahkan adalah 1,5 bulan. Setelah dipindahkan, tanaman harus tetap diperhatikan dan dilakukan perawatan terhadap tanaman tersebut. d. Pemeliharaan Pemeliharaan untuk tanaman biofarmaka berupa penyiangan atau pemisahaan tanaman dari gulam-gulam pengganggu. Penyiraman dilakukan apabila tanah terlalu kering karena panas yang berkepanjangan. Saat ini, kebun UKBB mulai mencoba memberikan pemupukan pada saat pemeliharaan dengan tujuan agar tanaman tumbuh subur dan berkembang dengan baik. e. Panen Panen terhadap tanaman biofarmaka dilakukan secara manual. Untuk tanaman rimpang khususnya temulawak dipanen pada umur sembilan bulan atau pada musim kemarau. Pemanenan temulawak dilakukan dengan cara mencabut tanaman tersebut dari tanah dengan cangkul berbentuk garpu. Setelah temulawak dicabut dari tanah maka dilakuakan penyortiran yang dilakukan dengan cara pemisahan tanah dari tanaman temulawak tersebut. Pemanen untuk pegagan (daun) dilakukan setelah tanaman berumur 3 bulan. Pegagan dipanen dengan hanya memangkas daun pegagan dengan menggunakan sabit atau pisau. Panen untuk jenis tanaman buah khususnya mahkota dewa hanya dengan memetik buah mahkota dewa tersebut dari pohonnya. Mahkota dewa yang telah bisa dipanen adalah yang telah berwarna merah dan tidak busuk. Setelah tanaman biofarmaka dipanen, maka tanaman biofarmaka harus melalui proses pasca panen sebelum dilakukan pengolahan untuk dijadikan obat herbal. Proses pasca panen pada tanaman biofarmaka pada kebun terdiri dari : a. Sortasi Tanaman biofarmaka yang telah dipanen atau disebut simplisia harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Sortasi ini dilakukan untuk memisahkan benda asing yang terdapat pada simplisia seperti tanah pada tanaman rimpang, batu, dan memisahkan antara tanaman yang busuk atau jelek. b. Pencucian Setelah simplisia disortasi maka akan dilakukan pencucian. Pencucian yang dilakukan pada kebun UKKB hanya menggunakan air mengalair dan satu bak penampungan. Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya 42

57 Temulawak 4, pencucian dilakukan secara bertahap pada bak pencucian yang bertingkat dan pada air yang mengalir. Minimal banyak bak pencucian yang disediakan untuk pencucian sebanyak tiga bak. Tidak berbeda jauh dengan tanaman rimpang (temulawak), simplisia yang berasal daun juga harus dilakukan pencucian. Simplisia yang berasal dari buah (mahkota dewa) jarang dilakukan pencucian karena ummnya setelah dilakukan sortasi langsung dilakukan perajangan. c. Perajangan Perajangan hanya dilakukan pada simplisia yang berasal dari rimpangan (temulawak) dan buah (mahkota dewa). Perajangan dilakukan untuk mempercepat pengeringan dilakukan dengan membujur. Perajangan dilakukan dengan alat mesin perajang atau secara manual dengan arah rajangan yang seragam ketebalan 5-7 mm atau sesuai keinginan pasar. Ukuran ketebalan perajangan sangat berpengaruh pada kualitas bahan simplisia. Jika terlalu tipis akan mengurangi kandungan bahan aktifnya dan jika terlalu tebal akan mempersulit proses pengeringannya 5. Di kebun UKKB perajangan hanya menggunakan pisau yang tajam. d. Pengeringan Pengeringan merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan simplisia, karena selain memperpanjang daya simpan juga menentukan kualitas simplisia 6. Pengeringan yang dilakukan pada kebun UKKB dengan dua tahap. Tahap pertama, pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari. Tahap kedua, pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan oven. Proses pengeringan melalui dua tahap ini bertujuan untuk mendapat kualitas yang sesuai dengan standarisasi yang diberikan oleh Badan POM yaitu simplisia yang baik untuk bahan obat adalah yang memiliki kadar air sama atau dibawah 10 persen. e. Pengemasan Setelah pengeringan, maka harus segera dilakukan pengemasan untuk menghindari penyerapan uap air kembali. Pengemasan dilakukan dengan kantong 4 Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Temulawak (6 Juni 2011) 5 Loc. cit 6 Loc. cit 43

58 yang bersih dan tertutup rapat. Isi dari setiap kemasannya jangan terlalu padat agar simplisia tidak terlalu hancur Pemasaran Strategi pemasaran yang diterapkan oleh kebun UKKB adalah menjual produk yang berkualitas dan sesuai dengan permintaan pelanggan guna memberikan kepuasan kepada pelanggan dan konsumen. a. Product (Produk) Produk yang dihasilkan oleh kebun UKKB ini berupa simplisia kering maupun basah dari semua tanaman yang ada. Temulawak, Pegagan, dan mahkota Dewa juga diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk simplisia basah dan simplisia kering. Simplisia yang dihasilkan merupakan bahan baku yang siap dilolah menjadi jamu. Bagi perusahaan industri, simplisia menjadi bahan baku untuk memproduksi obat herbal. b. Price (Harga) Kebun UKKB melakukan kegiatan pemasaran sendiri, sehingga dapat menentukan kebijakan harga simplisia yang dihasilkan. Harga simplisia basah lebih murah dari harga simplisia kering. Kebijakan ini dikeluarkan karena simplisia kering mengalami proses yang lebih panjang dari simplisia basah. Simplisia basah setelah panen dan pencucian dapat dilakukan pemasaran, sedangkan simplisia kering setelah pencucian harus dilakukan pengeringan dan pengukuran kadar air didalam simplisia tersebut. Selain itu, simplisia kering dapat lebih tahan lama dari simplisia basah. Harga untuk setiap simplisa berbeda-beda. Harga simplisia basah temulawak adalah Rp ,- per kilogram dan harga simplisia kering temulawak adalah Rp ,- per kilogram. Harga simplisia basah pegagan adalah Rp ,- per kilogram dan harga simplisia kering pegagan adalah Rp ,- per kilogram. Sedangkan harga simplisia basah mahkota dewa adalah Rp ,- per kilogram dan harga simplisia kering mahkota dewa adalah Rp ,- per kilogram. c. Place (Distribusi) Distribusi untuk simplisia dari kebun UKKB ini masih terbatas. Simplisia didistribusikan ke PT Biofarmaka Indonesia dan laboratorium layanan yang masih 44

59 satu instansi dengan kebun UKBB yaitu Pusat Stusi Biofarmaka IPB, begitu juga dengan ketiga komoditi tersebut (temulawak, pegagan, dan mahkota dewa). Selain itu, simplisia juga didistribusikan ke Kios Herbal Biofarindo yang berada di Botani Square. Kebun ini juga melayani permintaan dari luar misalnya menerima pesanan dari mahasiswa IPB yang akan melakukan penelitian mengenai tanaman biofarmaka. d. Promotion (Promosi) Saat ini, promosi yang dilakukan oleh kebun UKKB hanya melalui personal atau langsung. Hal ini dikarenakan distribusi utama simplisia untuk kebun UKKB adalah PT Biofarmaka Indonesia dan laboratorium layananan yang masih berada dibawah naungan Pusat Studi Biofarmaka IPB. 45

60 VI ANALISIS RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO 6.1 Analisis Risiko Pasca Panen Kebun Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka dalam menjalankan kegiatannya, mengalami beberapa risiko kegiatan salah satunya risiko dalam pasca panen. Kegiatan pasca panen merupakan salah satu kegiatan yang sangat mempengaruhi kualitas simplisia sebagai bahan baku jamu atau obat herbal. Bahan baku obat herbal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu simplisia basah dan simplisia kering. Simplisia basah merupakan tanaman obat setelah panen. sedangkan simplisia kering merupakan simplisia basah yang telah melalui beberapa proses panen dan menjadi kering sehingga siap untuk menjadi bahan baku obat herbal. Risiko pasca panen akan mempengaruhi tingkat produksi simplisia dan kualitas simplisia. Risiko pasca panen yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Penentuan risiko pada penelitian ini didasarkan pada penelitian varian, standar deviasi, dan coefficient variation yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya satu kejadian Sumber-sumber risiko Dalam proses pasca panen simplisia ini terdapat faktor-faktor yang dapat menimbulkan risiko. Faktor faktor menyebabkan terjadinya risiko adalah faktor cuaca (sinar matahari), ketebalan perajangan, kelembaban udara pada ruang penyimpanan, dan peralatan yang kurang dalam proses pencucian seperti kurangnya bak pencucian simplisia. Hal ini dapat dilihat pada keterangan sebagai berikut : a. Faktor cuaca (sinar matahari) Sinar matahari merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas simplisia yang akan dihasilkan. Sinar matahari yang maksimal akan mempercepat proses pengeringan simplisia dan menghasilkan simplisia yang baik yaitu memiliki kadar air dibawah 10 persen. Apabila sinar matahari tidak terlalu panas maka akan menyebabkan simplisia berjamur karena pengeringan yang 46

61 terlalu lama (lembab) atau simplisia masih memiliki kadar air yang tinggi (diatas 10 persen). Sinar matahari yang baik untuk proses pengeringan adalah sinar matahari pagi antara jam sampai WIB. Hal ini dikarenakan sinar matahari pada jam ini masih segar dan belum banyak bercampur dengan berbagai polusi. Sinar matahari siang (diatas jam WIB) kurang baik untuk proses pengeringan, karena pada jam ini sinar matahari sudah terlalu panas yang akan menyebabkan kandungan yang terdapat pada simplisia cepat menguap (hilang). Oleh karena itu, kebun UKBB dalam meminimalisasi risiko terhadap sinar matahari ini adalah dengan menggunakan oven pengeringan sehingga pengeringan dapat optimal dan memiliki kadar air dibawah 10 persen. Pada musim hujan, kualitas produksi simplisia berkurang karena akan menyebabkan proses pengeringan berlangsung lebih lama. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sinar matahari sehingga proses pengeringan harus dilakukan secara berulang-ulang. Musim hujan juga akan mempengaruhi kelembaban suhu ruangan penyimpanan. Di kebun UKBB karena tidak adanya suhu pengatur ruangan membuat pihak kebun tidak dapat melakukan penyimpanan terlalu lama karena suhu ruangan yang terlalu lembab akan membuat simplisia akan cepat rusak atau busuk. Pada musim kemarau, proses pengeringan akan berlangsung lebih cepat karena sinar matahari lebih baik pada saat musim hujan. Keadaan ini akan mempengaruhi kualitas simplisia yang akan dihasilkan. Semakin kering simplisia dan serta memiliki kadar air dibawah 10 persen maka simplisia tersebut dapat dilakukan penyimpanan yang lebih lama. Secara kuantitas, produksi simplisia pada saat musim hujan dengan musim kemarau tidak terlalu mengalami perbedaan. Pengaruh musim ini lebih banyak mempengaruhi kadar air yang terdapat dalam simplisia. Kadar air dalam simplisia yang masih lembab atau tidak terlalu kering mempunyai kadar air diatas 10 persen. b. Ketebalan perajangan pada simplisia rimpangan Ketebalan perajangan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia. Perajangan dilakukan pada simplisia jenis rimpangan dan buah. 47

62 Perajangan dilakukan setelah proses pencucian. Perajangan harus menggunakan pisau yang tajam dengan ketebalan antara 5-7 mm. Ketebalan perajangan sangat berpengaruh pada waktu proses pengeringan. Perajangan yang terlalu tebal akan memakan waktu yang lebih lama dalam pengeringan. Pengeringan yang terlalu lama akan berpotensi simplisia akan berjamur. Simplisia berjamur atau busuk tersebut disebabkan karena tidak maksimalnya pengeringan sehingga simplisia masih memiliki kadar air yang tinggi atau diatas 10 persen. Apabila kadar air dalam simplisia masih tinggi maka pihak kebun harus melakukan pengeringan dengan oven pengeringan. Kadar air yang tinggi atau masih diatas 10 persen yang terdapat didalam simplisia tidak baik untuk diolah menjadi obat herbal. Begitu pula sebaliknya, perajangan yang terlalu tipis akan membuat kandungan yang terdapat simplisia akan cepat menguap. Sinar matahari yang terik akan membuat proses pengeringan akan berlangsung cepat dan apabila simplisia yang terlalu tipis dilakukan saat perajangan akan membuat penguapan kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia tersebut akan dikhawatirkan cepat hilang atau menguap atau hilang. c. Kekurangan peralatan yang dibutuhkan dalam proses pencucian Salah satu peralatan yang dibutuhkan dalam proses pencucian adalah bak pencucian yang minimal dibutuhkan adalah 3 (tiga) buah. Penyediaan bak pencucian 3 buah ini adalah agar pencucian maksimal dan mikroorganisme asing dan benda-benda asing lainnya benar tidak menempel lagi simplisia. Selain itu, tujuan dengan penyediaan bak pencucian yang lebih banyak ini agar simplisia tidak terlalu lama berada didalam air dan mengurangi simplisia kehilangan kandungan yang dibutuhkan. Air yang digunakan untuk pencucian sebaiknya adalah air yang mengalir dan bersih. Tujuan dari penggunaan air yang mengalir ini adalah untuk mempercepat proses pencucian. Penggunaan air yang mengalir ini juga mencegah simplisia bercampur dengan bahan lain atau mencegah benda-benda asing menempel kembali pada saat proses pencucian. Pada kebun UKBB, bak pencucian digunakan hanya satu buah Hal ini menyebabkan pencucian yang kurang maksimal sehingga simplisia basah masih 48

63 bercampur dengan benda asing lainnya. Pencucian yang hanya menggunakan satu bak pencucian ini berlangsung lama. Pada saat pencucian dilakukan dalam kapasitas yang banyak, pihak kebun UKBB menumpuk simplisia basah tersebut dalam satu bak pencucian. Sehingga ketika dilakukan pencucian, simplisia yang berada paling bawah bak akan lebih lama terendam didalam air dan membuat mikroorganisme lainya akan cepat menempel pada simplisia tersebut. d. Kelembaban udara di ruang penyimpanan Ruangan penyimpanan yang baik adalah memiliki pengatur suhu ruangan sehingga simplisia disimpan tidak cepat rusak atau busuk karena suhu ruangan dapat diatur sesuai dengan simplisia yang disimpan. Suhu ruangan yang baik untuk penyimpanan adalah tidak lebih dari 30 o c 7. Selain itu, dengan adanya pengatur suhu ruangan dapat menjaga kualitas simplisia pada saat proses penyimpanan. Dengan adanya suhu pengatur ruangan akan mencegah organismeorganisme pengganggu lain yang dapat mempengaruhi kualitas simplisia pada saat proses penyimpanan. Di kebun UKBB sendiri, ruangan penyimpanan tidak memiliki pengatur suhu ruangan penyimpanan. Sehingga ketika suatu komoditi setelah dilakukan pengolahan pasca panen dan tidak dipasarkan karena tidak ada permintaan, simplisia tersebut rusak (busuk/berjamur). Tidak adanya suhu pengatur ruangan penyimpanan, kebun UKBB tidak dapat melakukan penyimpanan terlalu lama karena dikahwatirkan kualitas simplisia akan menurun atau simplisia tersebut rusak/busuk. Besar kecilnya peluang dipengaruhi oleh kajadian internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, peluang yang didapat adalah sama karena setiap kejadian memiliki peluang yang sama untuk terjadi. Dalam perhitungan peluang menggunakan data atau pengalaman beberapa waktu sebelumnya (time series). Pengukuran peluang pada penelitian ini menggunakan data produksi simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Peluang suatu kejadian dapat dilihat pada kondisi tertinggi, normal, dan rendah seperti yang terlihat pada Tabel 6. Pendekatan yang dilakukan untuk kondisi normal, digunakan pendekatan dengan mengambil rata-rata rendemen 10 kejadian. 7 Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Temulawak (6 Juni 2011) 49

64 Tabel 6. Peluang pada Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa dengan Kondisi Tinggi, Normal, dan Rendah. Komoditi Kondisi Return (kg) Peluang Tertinggi 0,1377 0,333 Temulawak Normal 0,1075 0,333 Rendah 0,1071 0,333 Tertinggi 0,1173 0,333 Pegagan Normal 0,1032 0,333 Rendah 0,0992 0,333 Tertinggi 0,1428 0,333 Mahkota Dewa Normal 0,1333 0,333 Rendah 0,1234 0,333 Pada Tabel 6 memperlihatkan peluang yang diperoleh pada kondisi pada setiap simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Kondisi tertinggi, normal, dan rendah dihitung dari proporsi rendemen pada beberapa kali produksi mencapai tertinggi, normal, dan rendah selama kegiatan pasca panen pada setiap simplisia. Rendemen yang digunakan merupakan rendemen dengan memanfaatkan sinar matahari pada proses pengeringannya. Kondisi tertinggi merupakan kondisi atau tingkat produksi yang paling maksimal yang diperoleh oleh kebun selama menjalankan kegiatannya (dua belas bulan). Kondisi rendah merupakan kondisi atau tingkat produksi yang paling minimal yang pernah diperoleh oleh kebun selama menjalankan kegiatannya. Data yang digunakan untuk melakukan penilaian risiko ini, menggunakan data produksi selama 12 kejadian selama satu tahun dari tahun 2009 sampai 2010 dari bulan Mei April. Data 12 kejadian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Lampiran 1 menggambarkan produksi simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa di kebun UKBB. Pada simplisia pegagan pada bulan Juli dan simplisia mahkota dewa pada bulan September tidak ada produksi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak kebun UKBB sendiri, hal ini terjadi karena pihak kebun UKBB tidak melakukan produksi terhadap simplisia pegagan dan simplisia mahkota dewa. Keadaan ini dilakukan oleh pihak kebun UKBB karena untuk meminimalkan risiko penyimpanan. Kebun UKBB tidak memiliki alat pengatur suhu ruangan untuk ruang penyimpanan. Apabila kebun UKBB tetap melakukan produksi terhadap kedua simplisia ini, akan berdampak 50

65 kerugian bagi kebun UKBB karena kualitas dari simplisia yang akan berkurang karena teralalu lama dilakukan penyimpanan. Setelah melakukan pengukuran peluang dan kejadian yang terjadi maka dilakukan pengambilan keputusan yang mengandung risiko dengan menggunakan expected return. Expected return dihitung berdasarkan jumlah produksi dari nilai yang diharapkan terjadinya peluang masing-masing kejadian dari simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Expected return merupakan nilai yang diharapkan setelah memperhitungkan risiko yang ada. Besarnya nilai expected return yang diharapkan oleh pihak kebun UKBB dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Penilaian Expected Return Berdasarkan Produksi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa. Komoditi Kondisi Return (kg) Peluang expected return Tertinggi 0,1377 0,333 Temulawak Normal 0,1075 0,333 11, Rendah 0,1071 0,333 Tertinggi 0,1173 0,333 Pegagan Normal 0,1032 0,333 10, Rendah 0,0992 0,333 Tertinggi 0,1428 0,333 Mahkota Dewa Normal 0,1333 0,333 13, Rendah 0,1234 0,333 Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa expected return berdasarkan peluang kejadian dan produksi simplisia pada masing-masing simplisia, maka diperoleh expected return tertinggi pada simplisia mahkota dewa dengan nilai Berdasarkan keadaaan di lapangan, karena keadaan cuaca yang tidak menentu menyembabkan proses pengeringan yang dilakukan dengan sinar matahari tidak maksimal dan pengeringan dilakukan harus dilakukan sampai sore. Keadaan ini tidak baik untuk kualitas simplisia temulawak, karena sinar matahari yang baik untuk pengeringan adalah pada pagi hari. Sinar matahari siang tidak baik untuk pengeringan karena sudah bercampur dengan berbagai polusi. Selain itu, kurangnya bak pencucian simplisia membuat proses pencucian akan berlangsung lebih lama. Berdasarkan keadaan di lapangan, ketika simplisia 51

66 mahkota dewa diproduksi dalam jumlah yang banyak, akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencuci simplisia. Hal ini akan mempercepat simplisia kehilangan kandungan yang dibutuhkan didalamnya karena akan larut dalam air. Meminimalkan risiko yang terdapat dalam proses pasca panen maka pihak kebun harus membuat perencanaan produksi. Perencanaan produksi dilakukan pada proses pasca panen mulai dari proses penyortiran, pencucian, perajangan, pengeringan, penyortiran kering, dan pengemasan. Salah satu perencanaan produksi pada proses pasca panen yang dilakukan oleh kebun UKBB adalah dengan melakukan diversifikasi komoditi yaitu dengan portofolio dimana dalam satu luas lahan diproduksi beberapa komoditi. Hal ini dapat meningkatkan kuantitas produksi karena saling menguntungkan antara satu komoditi yang satu dengan komoditi lainnya. Saat ini, perencanaan produksi ini sudah dilakukan oleh pihak kebun UKBB namun belum maksimal. Hal ini dikarenakan kurangnya peralatan proses pasca panen di kebun UKBB yaitu salah satunya bak pencucian yang digunakan hanya satu. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Badan POM bak pencucian yang baik untuk simplisia minimal ada tiga bak pencucian. Selain itu, kurang dijalankannya fungsi-fungsi manajemen kebun dengan baik juga mempengaruhi perencanaan pasca panen pada kebun UKBB. Hal lain yang menjadi indikator keberhasilan dalam kegiatan pasca panen untuk simplisia tanaman biofarmaka, adalah terpenuhinya standar dari Badan POM yaitu simplisia yang baik untuk bahan baku oabt herbal yaitu memiliki kadar air dibawah 10 persen dan kekeringan yang maksimal sehingga tahan lama. Adanya kondisi risiko pasca panen menyebabkan tingkat randemen simplisia yang dihasilkan berbeda-beda setiap produksinya sehingga randamen simplisia dapat dikatakan berfluktuasi Penilaian Risiko Produksi Pada Kegiatan Spesialisasi Penilaian risiko pada kegiatan pasca panen spesialisasi untuk simplisia tanaman obat dilihat berdasarkan tingkat produksi simplisia yang diperoleh dari simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Penilaian risiko pasca panen dapat dihitung dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variantion yang dapat dilihat pada Tabel 8. 52

67 Tabel 8. Perhitungan Risiko Spesialisasi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa pada Kebun UKBB. Komoditi Expected Variance Standard Coefficient Return (Kg) (Kg) Deviation (Kg) Variation Temulawak , , , Pegagan 10, , , , Mahkota Dewa 13, , , , Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa penilaian risiko dengan variance berbanding lurus dengan standard deviation yaitu semakin tinggi nilai variance maka akan menghasilkan nilai standard deviation tinggi pula. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan variance pada simplisia mahkota dewa yang lebih tinggi dari komoditi lainnya yaitu 4, menghasilkan standard deviation sebesar 2,028135, artinya risiko yang dihadapi oleh mahkota dewa lebih tinggi dari risiko yang dihadapi oleh simplisia temulawak dengan simplisia pegagan. Nilai variance yang terendah yaitu pada simplisia temulawak sebesar 1, akan menghasilkan nilai standard variation yang rendah dari komoditi lainnya yaitu 1, Perhitungan risiko yang baik untuk dipertimbangkan adalah nilai coefficient variation. Coefficient variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diharapkan. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 8. Nilai coefficient variation simplisia pegagan lebih tinggi dari pada nilai coefficient variation simplisia temulawak dan mahkota dewa yaitu 0, dengan 0, dan 0, Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap satu kilogram yang dihasilkan dari simplisia pegagan akan menghasilkan risiko sebesar 0, dan risiko yang dihadapi lebih tinggi dari simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin tinggi risiko yang akan dihadapi. Berdasarkan informasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa risiko pasca panen simplisia pegagan lebih tinggi dari risiko pasca panen simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak kebun UKBB, hal ini disebabkan keadaan cuaca (sinar matahari) saat ini 53

68 tidak menentu sangat mempengaruhi lamanya proses pengeringan. Sinar matahari yang baik untuk proses pengeringan adalah pada saat jam sampai pagi. Sinar matahari pada jam ini belum terlalu bercampur dengan berbagai polusi. Proses pengeringan yang tidak maksimal akan menyebabkan simplisia cepat busuk karena kadar air dalam simplisia masih tinggi dan akan mengurangi kualitas simplisia yang akan dihasilkan sehingga harga jual dari simplisia akan turun. Selain itu, ketebalan perajangan untuk simplisia temulawak dan mahkota dewa juga sangat berpengaruh terhadap kualitas dan dalam proses pengeringan. Perajangan simplisia temulawak yang terlalu tebal akan membuat proses pengeringan akan lebih lama. Perajangan yang telalu tebal juga akan menyebabkan simplisia cepat rusak atau berjamur karena apabila pengeringan tidak sempurna maka kadar air dalam simplisia masih tinggi (diatas 10 persen) dan tidak dapat dilakukan penyimpanan yang terlalu lama. Sebaliknya, perajang yang telalu tipis, akan mempercepat menguapnya zat zat yang dibutuhkan dalam simplisia. Berdasarkan keadaan di kebun UKBB, tempat pencucian simplisia basah tidak memadai. Menurut ketentuan dari Badan POM tempat pencucian untuk simplisia minimal harus ada tiga bak pencucian agar proses pencucian optimal dan cepat. Namun pada kebun UKBB hanya memiliki satu bak pencucian dan akan membuat proses pencucian lebih lama, sehingga kemungkinan simplisia akan kehilangan zat atau kandungan yang ada pada simplisia lebih besar karena terlalu lama terendam dalam air. Keadaan ini sangat terlihat jelas pada saat produksi simplisia pada jumlah yang banyak. Kebun UKBB melakukan pencucian semua simplisia pada satu bak, sehingga simplisia yang berada di bawah akan terendam dalam air lebih lama dan akan mempercepat zat-zat atau senyawa yang dibutuhkan dalam simplisia larut dalam air serta membuat simplisia terkontaminasi dengan organisme lainnya Penilaian Risiko Produksi Pada Kegiatan Diversifikasi Perhitungan risiko yang telah dilakukan diatas menjelaskan risiko yang dihadapi pada masing-masing komoditi yang diusahakan. Kebun UKBB telah melakukan penggabungan beberapa komoditi dalam menjalankan usahanya yang 54

69 sering disebut juga dengan diversifikasi. Risiko yang dihadapi dengan pengusahaan komoditi secara diversifikasi disebut risiko portofolio (risk portofolio). Pada pengusahaan diversifikasi, risiko yang dihadapi tidak tunggal tetapi gabungan atau portofolio. Nilai perbandingan risiko produksi yang dilakukan berdasarkan return yaitu hasil produksi simplisia itu sendiri. Nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu (+) yang diartikan bahwa kombinasi komoditi tersebut dilakukan secara bersamaan. Dalam melakukan perbandingan terhadap risiko spesialisasi dan portofolio maka ukuran risiko yang dilakukan dengan menghitung variance gabungan dari beberapa kegiatan komoditi. Perhitungan risiko portofolio yang dilakukan mencakup gabungan dua komoditi dan tiga komoditi berdasarkan produksi simplisia. Risiko portofolio dari kombinasi dua komoditi yang dihitung adalah diversifikasi simplisia temulawak dengan pegagan, simplisia temulawak dengan mahkota dewa, dan simplisia pegagan dan mahkota dewa. Risiko portofolio untuk tiga komoditi yaitu diversifikasi simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Untuk mengukur risiko portofolio dapat dilakukan dengan menghitung variance gabungan dari beberapa kegiatan atau komoditi. Perhitungan risiko portofolio pada simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa pada kebun UKBB dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penilaian Risiko Portofolio Komoditi Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa pada Kebun UKBB. Komoditi Expected Variance Standard Coefficient Return (Kg) (Kg) Deviation (Kg) Variation S.T+S.P 11, , , , S.T+S.MD 12, , , , S.P+S.MD 11, , , , S.T+S.P+S.MD 13, , , , Keterangan : S.T = Simplisia Temulawak S. P = Simplisia Pegagan S. MD = Simplisia Mahkota Dewa 1) Risiko Portofolio Simplisia Temulawak dengan Simplisia Pegagan Berdasarkan hasil perhitungan risiko pada Tabel 9 diatas, didapatkan nilai coefficient variation untuk dua komoditi simplisia temulawak dengan simplisia 55

70 pegagan adalah 0, Nilai coefficient variation untuk dua komoditi ini berada diantara nilai coefficient variation untuk risiko tunggal pada simplisia temulawak dan simplisia pegagan yaitu antara 0, dan 0, Berdasarkan keadaan dilapangan atau di Kebun UKBB sendiri, simplisia temulawak dengan simplisia pegagan lebih rentan terhadap risiko yang ada. Simplisia temulawak dipengaruhi pada proses pencucian yang terlalu lama. Proses pencucian simplisia lama disebakan oleh bak pencucian yang tidak memadai sehingga kandungan yang ada didalam simplissia temulawak tersebut akan cepat hilang karena terlalu lama didalam air. Simplisia pegagan berisiko pada saat pengeringan yang dilakukan oleh kebun UKBB langsung dibawah sinar matahari. Keadaan ini akan mempercepat penguapan zat-zat yang terkandung dalam simplisia pegagan karena simplisia pegagan berasal dari daun dan tipis. Mengusahakan dua simplisia ini, mampu mengurangi risiko pada pasca panen tanaman obat ini. Hal ini akan lebih menguntungkan pihak kebun daripada mengusahakan hanya satu simplisia saja. Walaupun kebun telah melakukan usaha diversifikasi antara simplisia temulawak dengan simplisia pegagan, namun tidak dapat menghilangkan risiko atau membuat risiko menjadi nol. 2) Risiko Portofolio Simplisia Temulawak dengan Simplisia Mahkota Dewa Berdasarkan perhitungan yang didapat pada Tabel 9 diatas, nilai coefficient variation untuk simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa didapat lebih rendah dari dua kombinasi diversifikasi simplisia temulawak dengan simplisia pegagan yaitu 0, Kombinasi diversifikasi dapat meminimalkan risiko yang ada karena risiko yang dihadapi merupakan risiko gabungan dari simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Hal ini dapat dilihat dari nilai coefficient variation potofolio berada diantara nilai coefficient variation masingmasing simplisia. Hal ini berarti bahwa setiap menghasilkan satu kilogram simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa akan menghadapi risiko sebesar 0, Berdasarkan informasi di lapang, risiko yang dihadapi untuk kedua simplisia tersebut adalah keadaan cuaca yang tidak menentu sehingga proses pengeringan tidak maksimal. Apabila sinar matahari tidak maksimal pada pagi hari, maka kebun akan melakukan pengeringan sampai siang. Hal ini akan akan 56

71 mempengaruhi kualitas simplisia itu sendiri, karena sinar matahari siang dan sore tidak baik untuk simplisia. Risiko ini sudah dikendalikan oleh manajemen kebun dengan menggunakan oven (alat pengering) untuk memaksimalkan proses pengeringan. Dahulu ketebalan perajangan tidak terlalu diperhatikan oleh tenaga kerja, sehingga mempengaruhi lamanya waktu pengeringan. Ketika dilakukan perajangan untuk mahkota dewa, apabila tidak dilakukan dengan baik maka daging mahkota dewa akan bercampur dengan biji mahkota dewa. Hal ini akan mempengaruhi kualitas simplisia mahkota dewa. Risiko pada usaha diversifikasi ini dapat dikurangi karena proporsi produksi simplisia mahkota dewa labih banyak dari simplisia mahkota dewa. 3) Risiko Portofolio Simplisia Pegagan dengan Simplisia Mahkota Dewa Berdasarkan Tabel 9 tersebut, dapat dilihat perbandingan risiko portofolio yang dihadapi Kebun UKBB jika mengusahakan dua komoditi dan tiga komoditi. Pada perhitungan tersebut nilai coefficient variation portofolio antara simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa paling lebih tinggi dari kombinasi portofolio lainnya yaitu 0, Hal ini disebabkan karena pada proses pasca panen pada simplisia pegagan dan simplisia mahkta dewa bergantung dalam proses perajangan dan pengeringan (sinar matahari). Cuaca yang tidak menentu saat ini, mempengeruhi proses pengeringan simplisia. Sinar matahari yang tidak maksimal pada pagi hari membuat pihak kebun UKBB harus melakukan proses pengeringan sampai pada siang hari. Sementara sinar matahari yang baik untuk untuk pengeringan adalah pada jam sampai pagi, karena pada jam ini sinar matahari masih belum terlalu bercampur dengan polusi dan tidak terlalu terik sehingga kandungan pada simplisia tidak cepat hilang. Di kebun UKBB, pengeringan simplisia pegagan dilakukan langsung dibawah matahari. Hal ini akan menyebabkan kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia pegagan akan cepat hilang (menguap), karena simplisia pegagan yang berasal dari daun dan tipis sehingga apabila dikeringkan dengan sinar matahari langsung akan cepat kering. Pengeringan yang baik untuk simplisia yang berasal dari daun khususnya pegagan dinaungi dengan jaring bewarna hitam. Tujuan dinaungi dengan jaring hitam ini, adalah agar simplisia tidak langsung terkena 57

72 sinar matahari dan mengurangi kandungan yang dibutuhkan dalam simplisia hilang (menguap). Keadaan cuaca (sinar matahari) yang tidak menentu juga mempengaruhi kadar air yang terkandung didalam simplisia. Menurut Badan POM, simplisia yang baik untuk dijadikan obat herbal atau jamu adalah simplisia yang memiliki kadar air dibawah 10 persen. Berdasarkan informasi dari pihak kebun UKBB untuk mengatasi keadaan cuaca yang tidak menentu ini dan dapat memenuhi simplisia dengan kadar air dibawah 10 persen, maka pihak kebun UKBB telah menggunakan oven (alat pengering) untuk mengatasi risiko yang disebabkan oleh tidak maksimalnya pengeringan dibawah sinar matahari. Kapasitas oven yang ada di UKBB masih kecil yaitu 5 kilogram. Keadaan cuaca yang tidak menentu ini, juga akan sangat berpengaruh terhadap proses pengeringan pada simplisia temulawak dan simplisia mahkota dewa. Ketika pertama kali melakukan proses pasca panen panen mahkota dewa di kebun UKBB, ketebalan perajangan tidak terlalu diperhatikan. Ketika perajangan terlalu tebal dan pengeringan dengan sinar matahari tidak maksimal serta dilakukan penyimpanan dalam jangka waktu yang panjang, maka simplisia rusak atau berjamur. Hal ini terjadi juga karena ruangan penyimpanan di kebun UKBB sendiri tidak ada pengaturan suhu ruangan. Selain itu, risiko dalam proses pasca panen simplisia di kebun UKBB ini adalah masih kurangnya bak pencucian simplisia dan proses pencucian yang terlalu lama. Standar tempat pencucian (bak pencucian) yang baik untuk pencucian simplisia adalah tiga bak. Di kebun UKBB tempat pencucian simplisia hanya satu buah bak pencucian simplisia sehingga pencucian simplisia basah kurang bersih dan simplisia masih bercampur dengan tanah atau benda asing lainnya. Bak pencucian hanya satu dan biasanya dilakukan hanya satu orang pekerja menyebabkan proses pencucian lama dan kemungkinan besar kandungan yang terdapat didalam simplisia basah, larut dengan air pencucian yang disebabkan oleh terlalu lama terendam di dalam air. 4) Risiko Portofolio Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa. Perhitungan risiko portofolio yang dilakukan untuk tiga komoditi yaitu simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. 58

73 Perhitungan ekspected return tiga komoditi merupakan gabungan ekspected return dari ketiga komoditi yang dikalikan dengan fraksi atau bobot berdasarkan luas lahan dari masing-masing komoditi. Perbandingan risiko portofolio dengan risiko spesialisasi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel. 10 Perbandingan Risiko Spesialisasi, Risiko Protofolio Dua Komoditi, dan Risiko Portofolio Tiga Komoditi. Komoditi Expected Standard Return (Kg) Deviation (Kg) Coefficient Variation Temulawak , , Pegagan 10, , , Mahkota Dewa 13, , , S.T+S.P 11, , , S.T+S.MD , , S.P+S.MD 11, , , S.T+S.P+S.MD 13, , , Berdasarkan hasil penilaian risiko portofolio untuk tiga komoditi (simplisia temulawak + simplisia pegagan + simplisia mahkota dewa) yang dilihat dari nilai coefficien variation sebesar 0, lebih rendah dari nilai coefficien variation dari risiko portofolio dengan dua komoditi antara simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa, yaitu 0, Jadi, dengan mengusahakan dua atau tiga komoditi langsung dapat mengurangi risiko yang akan muncul daripada mengusahakan hanya satu komoditi. Melakukan usaha diversifikasi komoditi tidak membuat risiko menjadi nol karena risiko tidak dapat dihilangkan. Kebun UKBB telah melakukan usaha diversifikasi, namun kebun UKBB akan tetap akan menghadapi risiko pasca panen simplisia dan hanya akan mengurangi risiko yang akan muncul. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan nilai risiko yang dihasilkan dari variance, standard deviation, coefficient variation yang tidak sama dengan nol. Dengan adanya usaha diversifikasi, maka kegagalan pada sah satu kegiatan pasca panen disatu komoditi masih dapat ditutupi dengan kegiatan pasca panen komoditi yang lain. Oleh karena itu, kegiatan diversifikasi merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus untuk melindungi dari fluktuasi produksi simplisia pada kebun UKBB. 59

74 6.2 Strategi Pengelolaan Risiko Startegi pengelolaan risiko merupakan kegiatan usaha yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi pengelolaan risiko yang baik akan mampu menekan dampak dari risiko tersebut walaupun dampak dari risiko tersebut tidak mungkin hilang atau habis. Strategi pengelolaan risiko yang diterapkan diharapkan merupakan strategi yang tepat dan efektif untuk mengurangi risiko. Startegi pengelolaan risiko atau manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen kebun UKBB untuk menangani berbagai risiko yang dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen kebun yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengontrolan (controlling) atau POAC. Keberhasilan manajemen kebun UKBB tergantung dengan kemampuan pihak kebun dalam menggunakan sumber daya yang ada. Dalam menajalankan usahanya, kebun UKBB menghadapi berbagai macam risiko yaitu risiko produksi pasca panen simplisia yang berfluktuatif yang dipengaruhi oleh cuaca (sinar matahari), peralatan yang pasca panen yang tidak memadai, ketebalan perajangan, dan tidak adanya pengaturan suhu ruangan. Untuk itu perlu dilakukan strategi manajemen risiko produksi yang tepat agar risiko tersebut dapat diminimalkan. Saat ini kebun UKBB telah melakukan salah satu strategi dalam memanajemen risiko yaitu dengan melakukan diversifikasi produksi beberapa komoditi. Upaya yang dilakukan oleh pihak kebun UKKB dalam mengatasi risiko yang dihadapi adalah dengan melakukan identifikasi risiko yang akan muncul dalam proses pasca panen simplisia terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan pengambilan tindakan untuk meminimalkan risiko. Upaya untuk meminimalkan risiko itu adalah sebagai berikut : 1. Diversifikasi Diversifikasi merupakan strategi investasi dalam berbagai kegiatan usaha dengan tujuan untuk meminimalkan risiko. Diversifikasi dapat dilakukan jika dalam suatu perusahaan terdapat beberapa komoditi yang diusahakan. 60

75 Diversifikasi akan dapat menutupi risiko salah satu kegiatan usaha dengan kegiatan usaha lainnya. Diversifikasi yang dilakukan oleh kebun UKBB adalah dengan mengusahakan tiga komoditi yaitu temulawak, pegagan, dan mahkota dewa. Diversifikasi yang akan dilakukan, diharapkan risiko yang dihadapi pihak kebun dalam pasca panen simplisia dapat diminimalkan, walaupun risiko tidak dapat dihilangkan. Analisis risiko pasca panen yang telah dilakukan adalah portofolio dengan dua komoditi yaitu simplisia temulawak dengan simplisia pegagan, simplisia temulawak dengan simplisia mahkota dewa, dan simplisia pegagan dengan simplisia mahkota dewa. Analisis risiko portofolio untuk tiga komoditi dengan mengusahakan ketiga komoditi secara bersamaan yaitu simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Dari hasil analisis tersebut menggambarkan bahwa dengan melakukan diversifikasi dapat mengurangi risiko yang ada. Selain itu diversifikasi dapat mengefisienkan biaya karena peralatan dan tenaga kerja yang digunakan dapat dipakai secara bersamaan sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya pasca panen lagi untuk setiap proses pasca panen dan dapat diminimalkan. Oleh karena itu, diversifikasi merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko pasca panen simplisia di kebun UKBB. 2. Penggunaan Teknologi Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pengusahaan simplisia ini adalah penggunaan teknologi. Salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam pasca panen simplisia ini adalah penggunaan oven dan pengatur suhu ruangan. Penggunaan oven bertujuan untuk memaksimalkan proses pengeringan simplisia sehingga dapat mencapai standar simplisia yang telah ditetapkan oleh Badan POM untuk bahan baku obat herbal atau jamu yang baik adalah simplisia yang memiliki kadar air dibawah 10 persen. Oven ini telah digunakan oleh pihak kebun UKBB, namun masih menggunakan oven dalam kapasitas yang sedikit. Penggunaan oven dapat menjaga kualitas dan kuantitas simplisia. Penggunaan oven dapat menjaga kualitas simplisia pada saat pengeringan dan penyimpanan sehingga dapat dilakukan penyimpanan dalam waktu yang lama. Pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa, setelah dilakukan pengeringan dengan oven 61

76 dan dilakukan konversi setiap bulannya dapat dilihat bahwa hasil rendemen simplisia basah ke simplisia kering tetap. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan pengolahan simplisia basah ke simplisia kering setelah menggunakan oven lumayan cukup stabil dan cukup meminimalkan risiko. Teknologi lainnya yang dapat digunakan oleh kebun UKBB dalam meminimalkan risiko di proses pasca panen simplisia adalah penggunaan pengatur suhu ruangan untuk penyimpanan. Saat ini, ruangan penyimpanan untuk simplisia di kebun UKBB masih menyatu dengan tempat peralatan produksi simplisia. Dengan penggunaan pengatur suhu ruangan, diharapkan dapat menjaga kualitas simplisia selama proses penyimpanan. Penggunaan teknologi, sebaiknya diimbangi dengan manajemen yang baik. Sehingga teknologi yang digunakan bisa tepat guna dan tepat waktu. 3. Memaksimalkan Pelaksanaan Fungsi Manajemen Saat ini, di kebun UKBB telah menerapkan fungsi manajemen dalam menjalankan usaha, namun masih belum maksimal. Fungsi manajemen yang dapat dilakukan di kebun UKBB adalah sebagai berikut : a. Perencanaan pelaksanaan proses pasca panen (planning) Perencanaan proses pasca panen di kebun UKBB dimulai dari pemanenan, penyortiran awal, pencucian, perajangan, pengeringan, penyortiran akhir, pengemasan, dan penyimpanan. Hal ini bertujuan agar kualitas dan kuanlitas dari simplisia yang dihasilkan tetap terjaga dan dapat ditingkatkan. Perencanaan untuk pemanen sebaiknya dilakukan lebih pagi sehingga proses pengeringan mendapatkan sinar matahari yang maksimal. Selain itu, perencanaan untuk penambahan bak pencucian simplisia sebaiknya segera dilakukan agar proses pencucian dapat berjalan dengan baik dan tidak mempengaruhi kualitas dari simplisia itu sendiri. Tujuan penamabahan bak pencucian ini adalah agar pencucian simplisia basah dapat maksimal. b. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian pekerja yang terlibat langsung terhadap kegiatan pasca panen dengan cara mengoptimalkan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang dimiliki oleh kebun UKBB. Mengoptimalkan tenaga kerja dilakukan dengan cara pembagian tugas yang jelas untuk masing-masing tenaga kerja. Dengan adanya 62

77 pengorganisasian tenaga kerja akan menghasilkan produksi yang optimal dan maksimal. c. Pelaksanaan (actuating) Dalam melaksanaan suatu kegiatan, harus ada \komunikasi yang jelas dan baik agar pelaksanaan kegiatan dalam suatu usaha dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan kegiatan di kebun UKBB dilakukan selalu berdasarkan arahan dari pihak atasan dari kebun mulai dari Pusat Studi Biofarmaka, Kepala Divisi Pengembangan SDA dan Budidaya Biofarmaka, Manajer Oprasional UKBB, dan Manajer Produksi UKBB. Dalam pelaksanaan kegiatan di kebun UKBB tidak hanya berjalan satu arah saja (dari atasan ke bawahan), namun informasi atau komunikasi juga bisa berasal bawah atau tenaga kerja. Pelaksanaan kegiatan di kebun dalam proses pasca panen terdiri dari pelaksanaan penyortiran basah, pencucian, perajangan, pengeringan, penyortiran kering, pengemasan, dan penyimpanan. Atasan selalu memberikan arahan dan informasi dalam pelaksanaan kegiatan pasca panen agar berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan dan mendapatkan hasil yang optimal. Selain itu, sebaiknya pihak kebun sendiri berlanjut atau continue dalam pencatatan setiap produksinya. Tujuannnya adalah agar dapat memberikan informasi yang jelas dan baik untuk melihat produktivitas simplisia itu sendiri dan dapat diambil tindakan dalam peningkatan produksi simplisia. d. Pengontrolan (controling) Agar tidak terjadi berbagai kecurangan atau kesalahn dalam pelaksanan proses pasca panen simplisia ini, maka pihak manajem kebun selalu melakukan pengawasan dalam pelaksanaan proses pasca panen dan kinerja tenaga kerja. pengontrolan sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen kebun, tapi sebaiknya dilakukan oleh tenaga kerja juga. Selain itu, pengontrolan dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketika pelaksanaan tidak sesuai dengan rencana, maka dapat dilakukan alternatif yang baik dan cepat agar tidak mempengaruhi prose pasca penen selanjutnya. 63

78 VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Risiko yang dihadapi antara kegiatan usaha spesialisasi (satu komoditi) dengan kegiatan usaha diversifikasi (dua atau tiga komoditi) atau sering disebut risiko portofolio berbeda. Penilaian risiko yang didapat untuk proses pasca panen yang dilakukan secara bersamaan yaitu simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa di kebun UKBB Dramaga, lebih rendah daripada risiko spesialisasi yaitu dapat dilihat dari nilai coefficien variation dengan tiga komodoti sebesar 0, lebih rendah dari nilai coefficien variation untuk usaha spesialisasi pada masing-masing komoditi. Hal ini dikarenakan dalam usaha diversifikasi, risiko yang dihadapi tidak hanya pada satu komoditi saja, namun risiko yang dihadapi terdapat pada beberapa komoditi yang diusahakan. Walupun usaha diversifikasi dapat meminimalisasikan risiko, namun tidak dapat menjadikan risiko menjadi nol. Dari perhitungan yang telah dilakukan, dapat terbukti bahwa dengan melakukan usaha diversifikasi pada kebun UKBB khususnya pada ketiga komoditi (simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa), dapat mengurangi risiko yang dihadapi oleh kebun UKBB. 2. Manajemen risiko yang dapat dilakukan oleh kebun UKKB untuk menghadapi risiko yang muncul dalam usaha pasca panen tanaman obat adalah dengan usaha diversifikasi antara simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa. Karena dengan diversifikasi, risiko yang dihadapi dapat diminimalisasi walupun risiko tidak bisa menjadi nol. Selain itu manajemen risiko yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan teknologi didalam proses pasca panen tanaman obat seperti penggunaan oven dan alat pengatur suhu dalam ruangan penyimpanan. Mengoptimalkan fungsi manajemen dalam kebun juga dapat mengurangi risiko risiko yang akan muncul. Mengoptimalkan fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengontrolan (controling) diharapkan dapat menjaga kualitas dan kuantitas 64

79 simplisia sebagai bahan baku obat herbal atau jamu serta dapat memenuhi kualitas standar yang telah ditetapkan yang akhirnya dapat memenuhi pasar. 7.2 Saran 1. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dan keadaaan lapang (di kebun UKBB), maka sebaiknya kebun UKBB mengoptimalkan pelaksanaan proses pasca panen untuk usaha diversifikasi ketiga komoditi yaitu simplisia temulawak, simplisia pegagan, dan simplisia mahkota dewa tersebut. Karena dengan mengusahakan ketiga komoditi tersebut dapat mengurangi risiko yang akan dihadapi. Selain itu dengan diversifikasi dapat mengurangi biaya produksi dan pemanfaatan lahan yang ada. Selain itu, pengoptimalan fungsi manajem di kebun UKBB juga dapat meminimlisir risiko yang ada. 2. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi manajemen yang ada, maka akan meminimalisasi kesalahan-kesalahan dalam proses pasca panen dan akhirnya akan meminimalisis risiko yang akan muncul. Penambahan bak pencucian dalam proses pencucian sebaiknya dilakukan agar proses pencucian dapat maksimal dan agar simplisia basah tidak terlalu lama di dalam air. Selain itu, penggunaan peralatan pasca panen, sebaiknya diimbangi dengan manajemen pengunaan yang baik. Sehingga peralatan pasca panen dapat tejaga dan digunakan dalam waktu panjang. 65

80 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi Tanaman Biofarmaka Indonesia. Statistik Indonesia. BPS Indonesia. Direktorat Jendral Hortikultura Road Map Tanaman Biofarmaka. Jakarta : Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Hortikultura Statistik Produksi Tanaman Biofarmaka. Jakarta : Departemen Pertanian. Diether K,B Fisher College of Business: Mean Variance Analisis. Elton E. J., M. J. Gruber Modern Portofolio Theory And Investmen Analysis. Fifth Edition. New York : John Willey and Sons, Inc. Firmansyah Risiko Portofolio Pemasaran Sayuran Organik pada Perusahaan Permata Hati Organic Farm Kabupaten Bogor Jawa Barat.[skripsi]. Bogor: Program Studi Ekstensi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Harwood, et al Market and Trade Division and Resource Economics Division. US Department of Agriculture. Kitinoja, L., dan A. A, Kader Small-Scale Post Harvest Handling Practices: A Manual for Horticultural Crops. Departemen of Pomology, University of California. Davis, California. Kountur, R Manajemen Risiko. Jakarta: Penerbit Abdi Tandur. Kountur, R Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta: Penerbit PPM. Lam J Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat. PT Ray Indonesia. Nazir, M Metode Penelitian. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia. Sembiring, Lustri Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Rismawati, Lia Penanganan Pasca Panen kentang (solanum tuberosum L.) di Hikmah Farm, Pengalengan, Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 66

81 Robison L.J, Barry P.J The Competitive Firm s Response to Risk. Macmillan Publisher. London. Safitri NA Analisis Risiko Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat.[skripsi]. Bogor: Program Studi Ekstensi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sianturi N Analisis Risiko Pengusahaan Bunga pada PT Saung Mirwan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.[skripsi]. Bogor : Program Studi Ekstensi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sialaban F Analisis Risiko Produksi Ikan Hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.[skripsi]. Bogor: Program Ekstensi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Syukur, C, Hernani Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta : PT Penebar Swadaya. Wardana, et al Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Jakarta : PT Penebar Swadaya. 67

82 LAMPIRAN 68

83 Lampiran 1. Rendemen Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa dengan Sinar Matahari Produksi (Kg) Komoditas Bulan Simplisia Basah (Kg) Simplisia Kering (Kg) Rendemen Mei Temulawak Pegagan Mahkota Dewa Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April

84 Lampiran 2. Rendemen Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa dengan Menggunakan Oven. Produksi (Kg) Komoditi Bulan Simplisia Basah (Kg) Simplisia Kering (Kg) Rendemen Temulawak Pegagan Mahkota Dewa Mei 20 2,5 0,125 Juni 20 2,5 0,125 Juli 8,8 1,1 0,125 Agustus 120,8 15,1 0,125 September 4 0,5 0,125 Oktober ,125 November 81,6 10,2 0,125 Desember 20 2,5 0,125 Januari ,125 Februari ,125 Maret ,125 April 50,4 6,3 0,125 Mei 11,7 1,3 0,111 Juni ,111 Juli 0 0 0,000 Agustus ,111 September ,111 Oktober 24,3 2,7 0,111 November 8,1 0,9 0,111 Desember 13,5 1,5 0,111 Januari 9 1 0,111 Februari 7,2 0,8 0,111 Maret 9 1 0,111 April 20,25 2,25 0,111 Mei ,125 Juni 86,4 10,8 0,125 Juli 41,6 5,2 0,125 Agustus 8,8 1,1 0,125 September 0 0 0,000 Oktober 28,8 3,6 0,125 November 9,6 1,2 0,125 Desember 28,8 3,6 0,125 Januari 12,8 1,6 0,125 Februari 62,4 7,8 0,125 Maret ,125 April 20 2,5 0,125 70

85 Lampiran 3. Simplisia Temulawak, Simplisia Pegagan, dan Simplisia Mahkota Dewa Gambar 1. Simplisia Temulwak Gambar 2. Simplisia Pegagan Gambar 3. Simplisia Mahkota Dewa 71

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah BraziRismawati. Dari 40 000 jenis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang berguna untuk membantu menjelaskan secara deskriptif

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB)

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) V GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) 5.1 Sejarah Perusahaan Pusat Studi Biofarmaka merupakan suatu lembaga yang meneliti dan mengembangkan tanaman biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah Indonesia memiliki iklim dan wilayah tropis yang menyebabkan banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, sehingga wilayah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi memerlukan kondisi kesehatan yang optimal. Kondisi kesehatan tubuh tentunya tidak bisa lepas dari konsumsi makanan yang sehat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kepentingan yang besar terhadap sektor pertanian. Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia yang dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impor yang serba mahal dan sebagainya. Mulai era 2000an pelan-pelan manusia

BAB I PENDAHULUAN. impor yang serba mahal dan sebagainya. Mulai era 2000an pelan-pelan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya teknologi telah membawa peradaban manusia yang terus menerus berubah dari zaman ke zaman. Pola hidup manusia pun berubah begitu drastis sehingga faktor kesehatan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR Oleh : Surya Yuliawati A14103058 Dosen : Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt TANAMAN BERKHASIAT OBAT By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt DEFENISI Tanaman obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan/

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, umumnya dijadikan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT 1)

PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT 1) PERENCANAAN AGRIBISNIS, PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN OBAT 1) Sandra Arifin Aziz 2) Tanaman obat adalah tanaman hasil budidaya yang dikonsumsi langsung yang disebut sebagai herbal atau sebagai

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA A. Sasaran Umum Selama 5 (lima) tahun ke depan (2015 2019) Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) sasaran utama, yaitu: 1. Peningkatan ketahanan pangan, 2.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Tipe Data dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Tipe Data dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perusahaan Natalia Nursery. Perusahaan ini merupakan perusahaan pribadi yang memiliki dua lahan budidaya yaitu di Desa Tapos,

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS ADENIUM DI PERUSAHAAN ANISA ADENIUM, BEKASI TIMUR PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS ADENIUM DI PERUSAHAAN ANISA ADENIUM, BEKASI TIMUR PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS ADENIUM DI PERUSAHAAN ANISA ADENIUM, BEKASI TIMUR PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI YUNITA ARIANI ZEBUA H34096127 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan kesehatan. Gaya hidup yang kembali ke alam (Back to nature)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan kesehatan. Gaya hidup yang kembali ke alam (Back to nature) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamu merupakan ramuan tradisional kesehatan yang telah dikenal secara turun temurun dan digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman herbal merupakan jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman herbal merupakan jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman herbal merupakan jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi. Tanaman herbal tergolong rempah-rempah dan tanaman buah yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun 9 2.1 Tanaman Sayuran Tabel 2.1.1 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun 20112015 Uraian A. 1 Bawang Merah Tahun * Luas Panen (Ha) 2,00 7,00 * Produktivitas (Ku/Ha) 45,00 90,00 * Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang dan menyejukkan yang diberikan alam dirindukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di perusahaan Anisa Adenium, yang berada di Bekasi Timur, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilaksanakan secara sengaja

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor) ANALISIS KELAYAKAN USAHA SERBUK MINUMAN INSTAN BERBASIS TANAMAN OBAT (Studi Kasus:Koleksi Taman Obat Dan Spa Kebugaran SYIFA, Bogor) Oleh: NADIA LARASATI UTAMI A14104085 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011.

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi sayuran organik ini dilaksanakan di PT Masada Organik Indonesia, Desa Ciburial, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Dewoto (2007), jumlah industri obat tradisional yang terdaftar di Badan Pengawas

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat) ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat) Oleh : Zahakir Haris A14104638 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah diberlakukan pada akhir 2015 lalu tidak hanya menghadirkan peluang yang sangat luas untuk memperbesar cakupan bisnis bagi para pelaku dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan yang berbahan dasar air dan berbahan dasar susu skim.

I. PENDAHULUAN. kesehatan yang berbahan dasar air dan berbahan dasar susu skim. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan bagi masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting dan merupakan anugrah yang tidak ternilai. Meningkatnya kesadaran untuk hidup sehat dan menjalankan aktivitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI ARDIAN SURBAKTI H34076024 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

SKRIPSI MARIA MONTESORI H

SKRIPSI MARIA MONTESORI H OPTIMALISASI ALOKASI MODAL PORTOFOLIO PEMASARAN PRODUK DENGAN PENDEKATAN MINIMISASI RISIKO PADA LEMBAGA PERTANIAN SEHAT, KECAMATAN BOGOR SELATAN, KOTA BOGOR SKRIPSI MARIA MONTESORI H34066077 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci

SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG)

SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2011 PENGARAH : Direktur Budidaya dan Pascapanen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FELIX BOB SANFRI SIREGAR H 34076064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di CV Multi Global Agrindo yang berlokasi di Jl. Solo, Tawangmangu KM 30 Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Langkah awal dalam menganalisis suatu risiko adalah dengan melakukan identifikasi pada risiko dan sumber risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan,

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN 6.1. Identifikasi Sumber-sumber Risiko

VI. PEMBAHASAN 6.1. Identifikasi Sumber-sumber Risiko VI. PEMBAHASAN Risiko produksi merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar pada keberhasilan produksi. Risiko ini berdampak pada kualitas dan kuantitas hasil produksi yang dihasilkan. risiko

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Oleh YANDI ASDA MUSTIKA H 34066131 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia. Perkembangan hortikultura di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan produksi

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil-hasil produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil-hasil produk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil-hasil produk pertanian ini diharapkan

Lebih terperinci