BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 38 BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 3.1 Survey Preferensi Lokal Terhadap Prioritas Pembangunan Kota Bandung Penelitian mengenai preferensi lokal terhadap prioritas pembangunan di Kota Bandung dilaksanakan melalui tiga tahapan. Tahapan tersebut terdiri dari desk study, pengumpulan data, dan analisis data hasil survey. Desk study dilakukan untuk menyusun kuesioner dengan tepat melalui pemahaman teori dan konsep yang benar. Selanjutnya, berikut ini akan diuraikan mengenai pengumpulan data dan analisis data Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan kuesioner ke resident (penduduk) dan business (industri dan perdagangan) di Kota Bandung. Selain itu, juga dilakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dengan mendatangi instansi-instansi yaitu Bappeda Kota Bandung, Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, BPS Propinsi Jawa Barat, Dinas Kependudukan Kota Bandung, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bandung, dan Disperindag Propinsi Jawa Barat. Data sekunder tersebut digunakan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan kuesioner, pengambilan sampel dan pelaksanaan survey data primer. Data sekunder yang diperoleh yaitu informasi mengenai kondisi pembangunan di Kota Bandung, daftar populasi penduduk Kota Bandung tahun 2005, dan daftar populasi industri dan perdagangan di Kota Bandung tahun Data sekunder tersebut tidak seluruhnya dapat diperoleh dengan mudah dari setiap instansi. Selanjutnya, dari daftar populasi resident dan business di Kota Bandung, dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan metode random sampling. Pengambilan sampel juga dilakukan secara acak proporsional berdasarkan

2 39 pembagian wilayah pengembangan di Kota Bandung. Responden resident yang dipilih adalah penduduk yang berumur 17 tahun ke atas dengan asumsi penduduk tersebut telah memiliki hak sebagai voter. Responden business yang dipilih adalah pemilik industri atau perdagangan yang terdaftar di Disperindag Kota Bandung. Untuk menjaga apabila ada responden yang tidak dapat ditemukan, karena sudah pindah atau meninggal, maka jumlah sampel yang dirun adalah sebanyak 130 untuk sampel resident dan 60 untuk sampel business. Dari 130 sampel resident, 100 diantaranya digunakan sebagai sampel utama dan 30 sisanya dijadikan sebagai cadangan. Dari 60 sampel business, 20 diantaranya digunakan sebagai sampel utama dan 40 sisanya dijadikan sebagai cadangan. Pembagian jumlah sampel resident untuk masing-masing wilayah pengembangan Kota Bandung dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel III. 1 Pembagian Jumlah Sampel Resident Untuk Tiap Wilayah Pengembangan Kota Bandung No Wilayah Pengembangan Jumlah Populasi Jumlah Responden 1 Cibeunying Karees Tegallega Bojonegara Ujung Berung Gedebage Total Sumber : Data Nominatif Penduduk Kota Bandung Tahun 2005 dan Hasil Analisis 2007 Slovin yaitu : Jumlah sampel resident tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus

3 40 n> ( 1 Z(0.5 α ) ) p p b 2 dengan n : ukuran sampel p : besar populasi sampel terhadap populasi Z ( 0.5α ) : tingkat kepercayaan α b : derajat kepercayaan yang diinginkan : estimasi tingkat kesalahan Karena nilai p tidak diketahui, maka nilai p umumnya dapat dianggap 0,5. Nilai ini adalah nilai maksimum yang mungkin dicapai sehingga diperoleh nilai p(1-p) sebesar 0,25. Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, nilai ( 0.5α ) adalah 1,96. Nilai b dianggap 0,1 yang berarti kekeliruan dalam menarik kesimpulan dianggap 10%. Dengan demikian, agar sampel bisa dikatakan representatif (mewakili populasi resident), maka jumlahnya harus lebih dari 97 (n > 97). Penentuan jumlah sampel business sebanyak 20 merupakan pengambilan sampel kecil sehingga dalam dsitribusi sampel merupakan distribusi t-student. Pengambilan sampel kecil untuk business dilakukan karena keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga surveyor. Selain itu, penentuan sampel business juga dilakukan dengan mempertimbangkan proporsi jumlah populasi resident yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah populasi business. Pada kenyataannya, ketika melakukan penyebaran kuesioner di lapangan, terdapat banyak kendala dan kesulitan yang ditemui. Data yang diperoleh dari Disperindag dan Dinas Kependudukan ternyata sudah tidak valid lagi. Banyak resident yang terpilih sebagai responden tidak lagi bertempat tinggal di alamat sebagaimana yang tertulis pada data nominatif penduduk Kota Bandung tahun 2005 karena sudah pindah dan ada juga yang sudah meninggal. Demikian juga banyak business yang terpilih sebagai responden tidak lagi berlokasi di alamat sebagaimana yang tertulis pada daftar industri dan perdagangan Kota Bandung tahun 2006 karena sudah pindah dan ada juga yang sudah bangkrut. Z

4 41 Selain itu, banyak diantara responden yang terpilih, baik responden resident maupun business, yang menolak untuk mengisi kuesioner. Oleh sebab itu, penyebaran kuesioner pada akhirnya tidak dilakukan murni secara random sampling sebagaimana yang direncanakan semula. Hal ini juga disebabkan karena keterbatasan biaya, tenaga surveyor dan waktu. Akan tetapi, dalam melakukan analisis, data sampel diasumsikan terdistribusi normal dan diambil secara acak sehingga dapat dianggap mewakili populasi dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % Analisis Data Pengujian data dan analisis data secara statistik dilakukan dengan menggunakan alat bantu software SPSS (Statistical Program for Social Science) dan dengan tingkat kepercayaan 95%. Data yang digunakan diasumsikan terdistribusi normal dan acak sehingga dengan statistik inferensi, sampel dapat ditarik ke populasi. Sebelum melakukan analisis data preferensi, dilakukan uji keselarasan Kendall untuk mengetahui apakah terdapat keselarasan atau kesesuaian pendapat dalam menilai tiap atribut pada masing-masing data preferensi. Selain itu, uji keselarasan Kendall juga dilakukan untuk mengetahui derajat/tingkat keselarasan dan mean rank untuk masing-masing data preferensi yang dianalisis dalam penelitian ini. Uji keselarasan Kendall merupakan uji non parametrik yang tidak mensyaratkan data harus terdistribusi normal. Hipotesis untuk uji keselarasan Kendall tersebut adalah : Ho : tidak ada kesepakatan atau keselarasan di antara para responden dalam menilai atribut yang ditentukan Hi : ada kesepakatan atau keselarasan di antara para responden dalam menilai atribut yang ditentukan Jika statistik hitung < statistik tabel, maka Ho diterima (tidak terdapat keselarasan) dan jika statistik hitung > statistik tabel, maka Ho ditolak (terdapat keselarasan). Nilai statistik hitung dapat dilihat pada tabel hasil analisis dengan bantuan SPSS dan nilai statistik tabel dapat dilihat pada tabel Chi-Square pada tingkat signifikansi 5 % berdasarkan nilai derajat kebebasan (df).

5 42 Uji keselarasan Kendall juga bisa dilakukan berdasarkan nilai probabilitas. Jika probabilitas atau nilai asymptotic significance (2 - tailed) lebih besar dari 0,5 maka Ho diterima (tidak ada keselarasan) dan sebaliknya. Nilai koefisien konkordansi Kendall menunjukkan besarnya tingkat keselarasan. Jika nilainya jauh dibawah 1 (< 0,5), maka tingkat keselarasannya bisa dikatakan lemah. Analisis data yang dilakukan pada dasarnya merupakan kombinasi dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis juga dilakukan dengan mengacu pada teori yang terkait. Secara garis besar, analisis tersebut terbagi atas analisis preferensi local resident terhadap prioritas pembangunan (sebagaimana yang diuraikan dalam sub bab 3.2) dan analisis preferensi local business terhadap prioritas pembangunan (sebagaimana yang diuraikan dalam sub bab 3.3). Metode analisis yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik data atau informasi yang diperoleh. Berikut ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan untuk masing-masing analisis terhadap data atau informasi yang diperoleh tersebut. 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Local Resident di Kota Bandung Analisis yang dilakukan diantaranya berupa analisis terhadap data usia, gender, lama tinggal, pendidikan terakhir, status pekerjaan utama dan jumlah penghasilan per bulan. Metode yang digunakan dalam analisisis tersebut yaitu metode analisis statistik deskriptif frekuensi dan inferensi. Selanjutnya, analisis terhadap data lokasi pekerjaan utama, pekerjaan sampingan dan lokasinya dilakukan dengan metode analisis kualitatif. 2. Karakteristik Local Business di Kota Bandung Karakteristik local business di Kota Bandung dapat ditunjukkan oleh variabel lama usaha bisnis, besar modal usaha, dan besar keuntungan usaha per bulan. Analisis terhadap ketiga variabel tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif frekuensi dan inferensi. Di samping itu, dilakukan juga analisis kualitatif terhadap variabel jenis usaha bisnis, jumlah cabang usaha bisnis dan rencana membuka cabang usaha bisnis (di dalam dan di luar Kota Bandung).

6 43 3. Kecenderungan Mobilitas Local Resident di Kota Bandung Kecenderungan mobilitas local resident di Kota Bandung dapat ditunjukkan oleh variabel tempat tinggal sebelum menetap di Kota Bandung, alasan memilih tinggal di Kota Bandung, dan rencana untuk pindah lokasi tempat tinggal ke kota lain. Metode analisis yang digunakan terhadap ketiga variabel tersebut yaitu metode analisis statistik deskriptif frekuensi dan inferensi. Analisis kualitatif dilakukan terhadap variabel alasan pindah dan kota yang ingin dituju. 4. Kecenderungan Mobilitas Local Business di Kota Bandung Kecenderungan mobilitas local business di Kota Bandung dapat ditunjukkan oleh variabel lokasi usaha sebelumnya, alasan memilih membuka usaha bisnis di Kota Bandung, dan rencana untuk pindah lokasi usaha ke kota lain. Metode analisis yang digunakan terhadap ketiga variabel tersebut yaitu metode analisis statistik deskriptif frekuensi dan inferensi. Analisis kualitatif dilakukan terhadap variabel alasan pindah dan kota yang ingin dituju. 5. Kondisi Pembangunan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Menurut Local Resident dan Local Business Kondisi yang diperbandingkan antara sebelum dan sesudah otonomi daerah adalah sebagai berikut : wewenang pemerintah kota dalam pengelolaan keuangan daerah (mencari sumber sumber pemasukan dan menetapkan pos-pos pengeluaran untuk keuangan daerah) tanggung jawab pemerintah kota dalam menyediakan fasilitas/pelayanan perkotaan transparansi penggunaan dana yang berasal dari pembayaran pajak tingkat partisipasi local resident dan local businesss dalam pengadaan dan peningkatan kualitas fasilitas/pelayanan perkotaan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan perkotaan

7 44 jumlah biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pengadaan fasilitas perkotaan variasi pengadaan fasilitas perkotaan dalam hal inovasi dan pendekatan serta jumlah dan variasi pelaku swasta yang menyediakan fasilitas umum perkotaan tingkat persaingan antara pihak-pihak penyedia fasilitas umum dalam merebut perhatian masyarakat tingkat efisiensi dalam proses pengadaan fasilitas umum perkotaan tingkat ketersampaian penyaluran fasilitas umum perkotaan dari pihak penyedia kepada masyarakat Analisis terhadap perbandingan kondisi tersebut dilakukan dengan menggunakan metode statistik dekriptif frekuensi, inferensi dan analisis kualitatif. 6. Tingkat Kepuasan Local Resident dan Local Business Terhadap Pembangunan di Kota Bandung Analisis ini berupa analisis terhadap tingkat kepuasan dengan pembangunan di Kota Bandung, tingkat kepuasan terhadap pajak dan tingkat kepuasan terhadap pelayanan fasilitas perkotaan. Fasilitas perkotaan yang dimaksud meliputi jalan, drainase, listrik, telepon, air bersih, pengelolaan taman, fasilitas persampahan, pelayanan pemadam kebakaran, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Metode analisis yang digunakan yaitu metode statistik dekriptif frekuensi, inferensi dan analisis kualitatif. 7. Karakteristik Local Resident dan Local Business dalam Merespon Pembangunan yang Tidak Sesuai dengan Preferensinya Analisis ini berupa analisis terhadap variabel tingkat partisipasi dalam pembangunan, pentingnya preferensi masyarakat lokal diperhatikan dalam pembangunan, bentuk menyatakan preferensi terhadap pembangunan dan tingkat kepuasan dengan tanggapan pemerintah terhadap aspirasi yang

8 45 disampaikan. Metode analisis yang digunakan yaitu metode statistik dekriptif frekuensi, inferensi dan analisis kualitatif. 8. Prioritas Pembangunan Menurut Preferensi Local Resident dan Local Business Analisis terhadap jawaban terbuka yang diberikan responden local resident dan local business mengenai bidang yang seharusnya menjadi prioitas pembangunan di Kota Bandung dilakukan secara kualitatif. Selanjutnya, analisis preferensi local resident dan local business terhadap prioritas pembangunan yang dilakukan secara kuantitatif meliputi: aspek pembangunan sumber daya manusia (kependudukan dan sosial budaya) aspek pembangunan ekonomi aspek pembangunan perumahan dan permukiman aspek pembangunan transportasi aspek pembangunan sistem jaringan jalan aspek pembangunan fasilitas umum/sosial aspek pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup Metode analisis yang digunakan yaitu dengan metode rank sum dan metode statistik nonparametrik Uji Keselarasan Kendall. Metode rank sum tersebut pada dasarnya sama dengan metode pilihan berdasarkan pilihan ganda (plurality voting) dalam teori pemungutan suara untuk alokasi sumber daya publik. Variabel yang paling penting diberi angka 1 dan nilai yang semakin besar untuk variabel yang paling tidak penting. Nilai (rank sum) terkecil, menunjukkan prioritas yang paling utama. Selain itu, nilai mean rank yang diperoleh dari hasil uji Keselarasan Kendall (dengan bantuan SPSS) juga dapat menunjukkan hasil yang sama dengan hasil rank sum untuk mengetahui preferensi local resident dan local business. Metode ini juga digunakan untuk mengetahui urutan prioritas pembangunan menurut preferensi local resident dan local business.

9 46 9. Upaya Merefleksikan Preferensi Local Resident dan Local Business dalam Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Bandung Analisis ini dilakukan secara kualitatif dan dikaitkan juga dengan hasil analisis statistik deskriptif frekuensi dan inferensi terhadap jawaban yang diberikan responden. 3.2 Preferensi Local Resident Terhadap Prioritas Pembangunan Local resident merupakan bagian dari segmen masyarakat Kota Bandung yang secara langsung merasakan dampak pembangunan. Pembangunan akan berimplikasi terhadap kesejahteraan dan keberlangsungan aktivitas local resident tersebut. Agar pembangunan yang dilaksanakan dapat memberikan kepuasan yang maksimal bagi local resident dan tercapai efisiensi dalam alokasi sumber daya publik, maka penting untuk memahami preferensi local resident tersebut Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Local Resident di Kota Bandung Preferensi local resident terhadap prioritas pembangunan juga tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonominya. Sebagian besar local resident di Kota Bandung didominasi oleh gender laki-laki dan sebagian besar aktivitasnya terkonsentrasi di Wilayah Pengembangan (WP) Cibeunying. Mayoritas local resident tersebut berada pada kelompok usia produktif sehingga berpotensi tinggi dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan kota. Berikut ini dapat dilihat persentase local resident di Kota Bandung berdasarkan kelompok umur.

10 47 Gambar 3.1 Persentase Local Resident di Kota Bandung Menurut Kelompok Umur 27% 10% 21% 23% 19% > 55 Sumber : Hasil Analisis, 2007 Selain itu, berdasarkan hasil survey, terdapat indikasi bahwa Kota Bandung memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup berkualitas jika dilihat dari dominasi tingkat pendidikan penduduknya. Tingkat pendidikan sebagian besar local resident di Kota Bandung yaitu SLTA dan S1 dan terdapat penduduk yang tingkat pendidikannya yaitu S2 dan S3. Namun demikian, masih ditemui penduduk yang pendidikan terakhirnya hanya sampai pada tingkat SD dan SLTP. Persentase jumlah local resident di Kota Bandung berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 3.2 Persentase Local Resident di Kota Bandung Menurut Tingkat Pendidikan 29% 7% 4% 14% 38% 8% SD SLTP/sederajat SLTA/sederajat S1 S2 S3 Sumber : Hasil Analisis, 2007 Sebagian besar local resident tersebut telah tinggal di Kota Bandung selama lebih dari 10 tahun. Hanya sebagian kecil yang merupakan pendatang baru yang menetap di Kota Bandung kurang dari 1 tahun. Jenis pekerjaan utama local

11 48 resident di Kota Bandung cukup bervariasi yaitu wiraswasta, karyawan swasta, TNI/Polri, PNS dan lainnya (ibu rumah tangga, pensiunan, dan mahasiswa) dengan mayoritas pekerjaan utama local resident tersebut adalah wiraswasta. Lokasi pekerjaan utama local resident tersebut sebagian besar berada di WP Cibeunying dan tersebar di WP Karees, Tegallega, Ujungberung dan Gedebage. Terdapat juga local resident yang lokasi pekerjaan utamanya berada di luar Kota Bandung seperti Cimahi, Lembang, Kopo, Garut dan Jakarta. Selain itu, cukup banyak jumlah local resident yang memiliki pekerjaan sampingan yaitu wiraswasta dan sebagian besar lokasi usahanya berada di rumah. Jenis usaha tersebut antara lain jasa wartel, catering, rental Play Station, usaha menjahit, klinik, dan konsultan. Ada juga local resident yang pekerjaan utamanya adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan memiliki pekerjaan sampingan sebagai karyawan swasta atau wiraswasta. Tingkat penghasilan local resident di Kota Bandung juga cukup bervariasi. Penghasilan per bulan yang diperoleh sebagian besar local resident tersebut yaitu antara 1-4 juta rupiah. Hanya sebagian kecil local resident yang memiliki penghasilan yang besarnya antara 8 10 juta rupiah dan masih terdapat local resident yang berpenghasilan rendah yakni di bawah 1 juta rupiah. Bagi local resident yang belum memiliki penghasilan, mayoritas pekerjaan utamanya adalah mahasiswa dan ibu rumah tangga. Berikut ini dapat dilihat persentase local resident berdasarkan besarnya penghasilan yang diperoleh setiap bulan. Gambar 3.3 Persentase Local Resident di Kota Bandung Menurut Tingkat Penghasilan 14% 2% 18% belum memiliki penghasilan < 1 juta 44% 22% > 1-4 juta > 4-8 juta > 8-10 juta Sumber : Hasil Analisis, 2007

12 Kecenderungan Mobilitas Responden Local Resident di Kota Bandung Kecenderungan mobilitas local resident perlu untuk diketahui karena mempengaruhi karakteristik prilaku local resident dalam memberikan respon terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan preferensinya. Dari hasil analisis, sebagian besar local resident sudah tinggal di Kota Bandung sejak lahir sehingga sebagian besar local resident telah tinggal di Kota Bandung selama lebih dari 10 tahun, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini secara tidak langsung akan berimplikasi pada kecenderungan rendahnya tingkat mobilitas resident di Kota Bandung. Kota tempat tinggal resident yang bukan tinggal di Kota Bandung sejak lahir umumnya adalah kota di dalam Pulau Jawa seperti Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Cimahi, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Malang, Kuningan, Kerawang, Cianjur, Semarang, dan Solo. Ada juga yang berasal dari kota di luar Pulau Jawa, diantaranya adalah Padang, Pekanbaru, Medan, dan Makassar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa resident di Kota Bandung merupakan masyarakat yang majemuk yang memiliki beragam karakteristik budaya dan terlihat dapat hidup berdampingan dengan rukun. Selain itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan Kota Bandung dalam menarik resident dari kota lain untuk bertempat tinggal di Kota Bandung termasuk tinggi. Alasan resident memilih tinggal di Kota Bandung cukup bervariasi. Akan tetapi, dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa faktor pekerjaaan yang lebih menjanjikan dan ketersediaan fasilitas di Kota Bandung bukan menjadi alasan utama resident memilih Kota Bandung sebagai lokasi tempat tinggal. Sebagian besar local resident memilih menetap di Kota Bandung dengan alasan ingin tinggal bersama anggota keluarga yang sudah lama tinggal di Bandung. Selain itu, terdapat sebagian kecil local resident yang memilih tinggal di Kota Bandung karena sedang menjalani tugas belajar/pendidikan atau sedang menjalani tugas dinas dari perusahaan tempat bekerja. Berdasarkan hasil analisis, sebagian besar resident di Kota Bandung tidak berencana untuk pindah lokasi tempat tinggal ke kota lain. Sementara itu, alasan resident yang berencana untuk pindah lokasi tempat tinggal diantaranya yaitu

13 50 ingin memperoleh pekerjaan yang lebih baik, ingin tinggal bersama keluarga yang menetap di kota lain, ingin mendapatkan fasilitas kota yang lebih memadai dan ingin menambah pengalaman atau mengembangkan diri. Kota yang menjadi tujuan tempat tinggal mereka diantaranya adalah Jakarta, Surabaya, Tasikmalaya, Denpasar, Cimahi, Tegal, Menado, Kuningan, Cianjur, Batam, kota di Papua dan ada juga kota di luar negeri. Sebagian besar resident tidak berencana untuk pindah lokasi tempat tinggal ke kota lain mengindikasikan bahwa tingkat mobilitas resident tersebut termasuk rendah. Selain itu, hal tersebut bisa mengindikasikan bahwa kota-kota di Indonesia tidak cukup kompetitif dalam penyediaan fasilitas perkotaan dan lapangan kerja yang dapat menarik resident untuk menetap di suatu kota. Kotakota lain di Indonesia terutama yang berada di Pulau Jawa tampaknya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Kota Bandung dalam hal ketersediaan fasilitas dan lapangan kerja untuk resident. Gambar 3.4 Rencana Local Resident Untuk Pindah Lokasi Tempat Tinggal 21% 79% Ya Tidak Sumber : Hasil Analisis, Kondisi Pembangunan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Menurut Responden Local Resident Penilaian local resident di Kota Bandung terhadap perbandingan kondisi sebelum dan sesudah otonomi daerah perlu untuk diketahui agar dapat memperoleh gambaran mengenai sampai sejauh mana penyelenggaraan otonomi daerah di Kota Bandung telah mencapai sasaran yang diharapkan.

14 51 Penyelenggaraan otonomi daerah seharusnya bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Bandung. Perubahan tersebut bisa dilihat dari tingkat akuntabilitas pemerintah daerah yang semakin tinggi, tingkat partisipasi local resident yang semakin tinggi dalam pembangunan, penyediaan fasilitas perkotaan yang semakin bervariasi, pengadaan fasilitas perkotaan yang semakin efisien dan efektif serta tingkat persaingan yang semakin ketat antara pihak-pihak penyedia fasilitas perkotaan sehingga mendorong terciptanya inovasi dalam penyediaan fasilitas. Dari hasil analisis, sebagian besar resident yaitu sekitar 49 % berpendapat bahwa tidak terlihat perbedaan derajat kewenangan pemerintah Kota Bandung dalam pengelolaan keuangan baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah. Sekitar 47 % berpendapat derajat kewenangan tersebut terlihat semakin besar. Di samping itu, ada juga yang berpendapat bahwa derajat kewenangan pemerintah Kota Bandung dalam pengelolaan keuangan sesudah otonomi daerah terlihat semakin kecil dibandingkan sebelum otonomi daerah. Padahal, melalui penyelenggaraan otonomi daerah, wewenang pemerintah Kota Bandung dalam pengelolaan keuangan daerah seharusnya terlihat semakin besar. Sebagian besar dari resident di Kota Bandung yaitu sekitar 61 % berpendapat bahwa tanggung jawab pemerintah kota dalam menyediakan fasilitas pelayanan perkotaan sesudah otonomi daerah sama saja dengan sebelum otonomi daerah. Ada juga yang menilai bahwa pemerintah kota semakin tidak bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas pelayanan perkotaan sesudah otonomi daerah karena ketersediaan dan kualitas fasilitas di Kota Bandung masih belum memadai. Hanya sebagian kecil local resident yaitu sekitar 17 % menilai bahwa pemerintah semakin bertanggungjawab. Dari penilaian yang diberikan local resident tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa penyelenggaraan otonomi daerah di Kota Bandung belum dapat mendorong pemerintah kota untuk semakin bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas perkotaan. Sebagian besar dari resident di Kota Bandung (79 %) juga berpendapat bahwa transparansi penggunaan dana yang berasal dari pembayaran pajak sesudah otonomi daerah sama saja dengan sebelum otonomi daerah. Ada juga yang

15 52 menilai bahwa pemerintah kota semakin transparan dan hanya sebagian kecil (9 %) yang menilai bahwa pemerintah semakin tidak transparan. Penilaian transparansi tersebut dilihat dari faktor perubahan kelengkapan substansi informasi mengenai penggunan dana yang berasal dari pajak daerah dan kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai penggunaan dana yang berasal dari pajak tersebut. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran bahwa penyelenggaraan otonomi daerah di Kota Bandung belum dapat mendorong peningkatan akuntabilitas pemerintah kota terutama dalam hal transparansi penggunaan pajak untuk pembangunan. Tingkat partisipasi sebagian besar local resident dalam pengadaan dan peningkatan kualitas pelayanan fasilitas perkotaan sesudah otonomi daerah terlihat semakin rendah dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. Hanya sebagian kecil yaitu sekitar 8 % menilai tingkat partisipasinya semakin tinggi. Hal ini tidak sejalan dengan maksud penyelenggaraan otonomi daerah yang menekankan pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dari hasil analisis, persentase resident yang berpendapat bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan fasilitas perkotaan setelah otonomi daerah semakin tinggi tidak jauh berbeda dengan yang berpendapat bahwa tidak ada perubahan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa jumlah biaya untuk memperoleh pelayanan semakin rendah setelah otonomi daerah. Jumlah biaya yang semakin tinggi untuk mendapatkan pelayanan perkotaan merupakan salah satu implikasi dari upaya pemerintah kota dalam mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan selain dari pemerintah pusat. Selain itu, sebagian besar resident berpendapat bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pengadaan fasilitas terlihat semakin tinggi. Jumlah biaya yang semakin tinggi baik dalam mendapatkan pelayanan maupun dalam pengadaan fasilitas tersebut seharusnya diimbangi dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan pelayanan atau fasilitas. Akan tetapi, pada kenyataannya, menurut sebagian besar local resident, terlihat tidak ada perubahan tingkat efisiensi dan efektivitas dalam proses pengadaan fasilitas perkotaan dibandingkan sebelum otonomi daerah. Hanya sebagian kecil

16 53 local resident yang menilai terlihat semakin efisien dan efektif, namun ada juga yang menilai semakin tidak efisien dan tidak efektif. Menurut sebagian besar resident, jumlah dan variasi pelaku swasta serta pendekatan dalam penyediaan fasilitas umum perkotaan semakin banyak dan bervariasi setelah otonomi daerah. Dengan demikian, tingkat persaingan antara pihak-pihak penyedia fasilitas perkotaan terlihat semakin ketat oleh sebagian besar local resident tersebut. Selain itu, menurut mereka, variasi dari inovasi/terobosan baru yang dilakukan pihak-pihak penyedia sarana dan prasarana perkotaan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat juga semakin bervariasi. Namun, hampir sebagian resident berpendapat bahwa setelah otonomi daerah, tidak ada perubahan baik dalam variasi inovasi, pelaku swasta, dan pendekatan dalam penyediaan fasilitas perkotaan dan ada juga yang berpendapat semakin tidak bervariasi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah di Kota Bandung belum sepenuhnya dapat mendorong variasi dan inovasi dalam penyediaan fasilitas di Kota Bandung. Adanya penilaian local resident yang berbeda-beda terhadap kondisi pembangunan sebelum dan sesudah otonomi daerah bisa disebabkan oleh perbedaan tingkat pengetahuan di antara local resident mengenai otonomi daerah. Di samping itu juga disebabkan oleh perbedaan dampak pembangunan yang dirasakan oleh local resident setelah otonomi daerah diberlakukan. Akan tetapi, secara umum dapat disimpulkan bahwa belum seluruh local resident di Kota Bandung telah merasakan kondisi pembangunan di Kota Bandung yang lebih baik dibandingkan sebelum otonomi daerah Tingkat Kepuasan Responden Local Resident Terhadap Pembangunan di Kota Bandung Dengan mengetahui bagaimana tingkat kepuasan masyarakat lokal terhadap pembangunan di suatu kota, dapat diperoleh gambaran mengenai kondisi pembangunan apakah sudah sesuai dengan preferensi lokal. Dari hasil analisis, sebagian besar resident di Kota Bandung merasa kurang puas dengan pembangunan di Kota Bandung dan hanya sebagian kecil yang telah merasa puas.

17 54 Untuk lebih jelas, tingkat kepuasan local resident terhadap pembangunan di Kota Bandung ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 3.5 Tingkat Kepuasan Local Resident Terhadap Pembangunan di Kota Bandung Persentase puas kurang puas tidak puas Sumber : Hasil Analisis, 2007 Tingkat Kepuasan Faktor penyebab mayoritas resident merasa kurang puas atau tidak puas terhadap pembangunan di Kota Bandung antara lain : penataan kota yang masih semrawut fasilitas yang belum memadai, terutama fasilitas jalan, taman, dan persampahan adanya indikasi ketidaktegasan pemerintah dalam kebijakan terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang kurangnya lapangan pekerjaan pembangunan kota yang belum memperhatikan kesejahteraan masyarakat miskin pembangunan yang belum merata di seluruh bagian Kota Bandung Ketidakpuasan local resident terhadap pembangunan di Kota Bandung juga terlihat dari ketidakpuasan terhadap pelayanan fasilitas perkotaan seperti jalan, drainase, air bersih, persampahan, taman, dan pendidikan. Akan tetapi, pada

18 55 umumnya, local resident sudah merasa puas terhadap fasilitas tertentu seperti fasilitas pemadam kebakaran, telepon, listrik, dan kesehatan. Local resident yang merasa kurang puas dengan pelayanan fasilitas perkotaan tersebut merasa bahwa jumlah dan kualitas fasilitas yang diperoleh belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai contoh, masalah kemacetan belum juga dapat teratasi, banyak jalan yang masih rusak dan berlubang, sistem drainase yang belum memadai sehingga kalau hujan sering terjadi banjir, biaya pendidikan yang mahal, air yang jarang mengalir, sampah yang jarang diangkut, dan taman yang tidak terawat dengan baik. Dengan demikian, terlihat bahwa fasilitas perkotaan yang tersedia di Kota Bandung saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan para resident yang bertempat tinggal dan menjalankan aktivitasnya sehari-hari di Kota Bandung. Berdasarkan hasil analisis, juga dapat diketahui bahwa sebagian besar resident merasa kurang puas terhadap penetapan pajak di Kota Bandung. Hal ini disebabkan peningkatan pajak tidak diikuti dengan perbaikan fasilitas atau belum terlihat jelas wujud nyata penggunaan pajak dalam pembangunan. Selain itu, terdapat indikasi adanya tindakan penyelewengan penggunaan dana pajak, alokasi dana pajak untuk pembangunan masih belum jelas, serta besarnya pajak termasuk tinggi dan tidak seimbang dengan besarnya penghasilan yang diperoleh resident. Untuk lebih jelas, tingkat kepuasan local resident terhadap penetapan pajak di Kota Bandung ditunjukkan pada gambar berikut ini. Gambar 3.6 Tingkat Kepuasan Local Resident Terhadap Pajak di Kota Bandung Persentase puas kurang puas tidak puas Tingkat Kepuasan Sumber : Hasil Analisis, 2007

19 Karakteristik Responden Local Resident dalam Merespon Pembangunan yang Tidak Sesuai dengan Preferensinya Local resident sebagai bagian dari komponen masyarakat dapat menyatakan preferensinya terhadap pembangunan melalui partisipasi. Tingkat partisipasi resident di Kota Bandung cukup bervariasi namun mayoritas resident merasa bahwa tingkat partisipasinya dalam pembangunan termasuk kurang. Resident menilai bahwa tingkat partisipasinya termasuk tinggi apabila resident tersebut selalu membayar pajak dan terlibat dalam kegiatan musyawarah di RT/RW. Umumnya, bentuk partisipasi sebagian besar resident hanya dalam lingkup RT/RW dan dalam kegiatan membersihkan lingkungan serta perbaikan sarana dan prasarana lingkungan. Ada juga yang menilai telah berpartisipasi dalam pembangunan di bidang pendidikan dikarenakan profesinya di bidang pendidikan. Selain itu, terdapat resident yang merasa bahwa tingkat partisipasinya sedang atau rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya karena kesibukan, kurang bisa bersosialisasi, kurang mengerti dengan pembangunan, dan pemerintah tidak memberikan penyuluhan dan informasi yang jelas bagaimana resident dapat berpartisipasi langsung dalam pembangunan. Local resident di Kota Bandung pada umumnya berpendapat bahwa preferensinya sangat penting untuk diperhatikan dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan resident tersebut merasa sebagai bagian dari masyarakat Kota Bandung dan sebagai pembayar pajak yang aspirasinya perlu didengar dan sudah seharusnya memperoleh pelayanan yang sesuai dengan yang diinginkan. Dengan diperhatikannya preferensi resident dalam pembangunan, menurut resident tersebut, dapat terwujud ketentraman/keamanan/kenyamanan kota, tercapai peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan dapat berjalan lancar. Bagi resident yang merasa preferensinya kurang penting atau tidak penting untuk diperhatikan, resident tersebut menerima saja hasil pembangunan lagipula menurutnya sudah menjadi tugas pemerintah untuk mengatur jalannya pembangunan. Ada juga yang merasa bahwa preferensinya kurang penting untuk diperhatikan karena beranggapan bahwa aspirasi yang disampaikan tidak akan

20 57 didengar oleh pemerintah dan preferensi resident tersebut belum tentu sesuai dengan kepentingan orang banyak. Di samping itu, sebagian besar resident tersebut merasa kurang puas dengan tanggapan pemerintah terhadap aspirasi yang disampaikan karena pada umumnya aspirasi yang disampaikan belum direalisasikan pemerintah. Menurut local resident tersebut, pemerintah kota tampaknya tidak begitu memperdulikan aspirasi masyarakat padahal keterlibatan masyarakat sangat penting dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang efektif. Bentuk menyatakan preferensi terhadap pembangunan yang dipilih oleh resident di Kota Bandung cukup bervariasi. Mayoritas memilih untuk menyuarakan apa yang menjadi preferensinya kepada pemerintah atau tidak melakukan apa-apa. Hal ini menandakan bahwa kecenderungan mobilitas local resident termasuk rendah karena hanya sebagian kecil yang memilih untuk pindah lokasi tempat tinggal apabila pembangunan tidak sesuai dengan preferensi mereka. Di samping itu, adanya resident yang memilih untuk pindah tempat tinggal namun masih berlokasi di dalam Kota Bandung mengindikasikan bahwa terdapat ketidakmerataan pembangunan antar bagian wilayah Kota Bandung. Gambar 3.7 Karakteristik Local Resident Dalam Merespon Pembangunan yang Tidak Sesuai dengan Preferensinya berniat pindah ke kota lain 36% 8% 4% 52% pindah lokasi tempat tinggal (masih di dalam Kota Bandung) menyuarakan preferensi kepada pemerintah tidak melakukan apa-apa Sumber : Hasil Analisis, 2007

21 58 Bagi resident yang memilih tidak melakukan apa-apa meskipun pembangunan tidak sesuai dengan preferensi, hampir semuanya menerima saja pembangunan yang dilaksanakan dan tetap mau berpartisipasi atau mendukung pembangunan. Namun ada juga yang menerima pembangunan dan tidak mau berpartisipasi karena kesibukan dan ada yang tidak begitu peduli. Bagi yang memilih untuk menyuarakan preferensinya, sebagian besar menyuarakan preferensi melalui forum RT/RW dan media massa (berupa opini/tulisan/komentar). Hanya sebagian kecil resident yang memilih menyuarakan preferensinya melalui Jaring Asmara atau Musrenbang. Bagi yang berniat untuk pindah lokasi tempat tinggal, kota yang dijadikan sebagai tujuan tempat tinggal diantaranya adalah Tasikmalaya, Garut, Jakarta, Surabaya, kota di luar Pulau Jawa, kota yang bersih dan nyaman dan menyediakan fasilitas yang memadai Prioritas Pembangunan Menurut Preferensi Responden Local Resident Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, terlihat bahwa local resident merasa masih belum puas dengan pembangunan di Kota Bandung. Selain itu, masalah pembangunan yang terjadi di Kota Bandung cukup kompleks. Oleh sebab itu, mengingat keterbatasan anggaran dana pembangunan, maka perlu diketahui apa yang sebenarnya menjadi prioritas pembangunan menurut preferensi local resident di Kota Bandung. Berdasarkan hasil analisis terhadap jawaban terbuka yang diberikan responden local resident, dapat diperoleh gambaran mengenai bidang yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan di Kota Bandung. Bidang tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Bidang sosial kependudukan, budaya dan hukum Menurut local resident di Kota Bandung, hal yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan di bidang ini diantaranya yaitu pendidikan, kesehatan, mental spiritual, peningkatan disiplin masyarakat, penanganan gelandangan/ pengamen/ pengemis/ pedagang kaki lima, peningkatan kualitas mental dan

22 59 spiritual (keagamaan), peningkatan keamanan lingkungan, serta peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. 2. Bidang ekonomi Menurut local resident di Kota Bandung, hal yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan di bidang ekonomi diantaranya yaitu pengurangan tingkat pengangguran atau penambahan penyediaan lapangan kerja, pengembangan UKM, pengembangan kegiatan perdagangan dan industri, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 3. Bidang penyediaan fasilitas umum/sosial Sebagian besar local resident berpendapat bahwa kualitas dan kuantitas penyediaan fasilitas umum/sosial di Kota Bandung harus ditingkatkan. Fasilitas yang dimaksud diantaranya fasilitas kesehatan (dapat dijangkau oleh masyarakat miskin), fasilitas pendidikan (dengan harga yang terjangkau), pengelolaan tempat rekreasi dan taman. 4. Sistem jaringan jalan Hal utama yang perlu diperhatikan dalam pembangunan sistem jaringan jalan diantaranya adalah upaya mengatasi kemacetan, perbaikan jalan, penyediaan penerangan jalan dan trotoar yang memadai. 5. Bidang transportasi Dalam bidang transportasi, hal utama yang perlu diperhatikan dalam pembangunan menurut local resident yaitu penyediaan angkutan umum yang dapat dijangkau masyarakat. 6. Bidang perumahan dan permukiman Dalam bidang perumahan dan permukiman, hal utama yang perlu diperhatikan dalam pembangunan menurut local resident diantaranya yaitu penataan permukiman kumuh, penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau

23 60 masyarakat atau perumahan sederhana, peningkatan kualitas penyediaan utilitas permukiman seperti listrik, air bersih, drainase, persampahan dan telekomunikasi. 7. Bidang penataan ruang dan lingkungan Hal utama yang perlu diperhatikan dalam bidang penataan ruang dan lingkungan diantaranya adalah pengendalian pemanfaatan ruang, kebersihan lingkungan, pengendalian polusi, penambahan jumlah ruang terbuka hijau, penataan ruang kota dan pemerataan pembangunan. Selanjutnya, preferensi local resident terhadap prioritas pembangunan yang dianalisis secara kuantitatif meliputi preferensi terhadap aspek pembangunan sumber daya manusia, aspek pembangunan ekonomi, aspek pembangunan perumahan dan permukiman, aspek pembangunan transportasi, aspek pembangunan sistem jaringan jalan, aspek pembangunan fasilitas umum/sosial, serta aspek pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Ketujuh aspek dalam prioritas pembangunan tersebut pada dasarnya telah mencerminkan bidang prioritas pembangunan yang dianggap penting oleh local resident untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berikut ini akan diuraikan mengenai urutan pengalokasian dana untuk tiap-tiap aspek prioritas pembangunan (dari yang paling penting sampai dengan yang paling tidak penting). A. Pembangunan Sumber Daya Manusia Urutan pengalokasian dana untuk pembangunan sumber daya manusia di Kota Bandung menurut preferensi local resident yaitu : 1. pendidikan 2. kesehatan 3. mental dan spiritual 4. laju pertumbuhan penduduk 5. pemerataan penduduk 6. pengembangan seni, budaya, dan olahraga

24 61 7. lainnya (seperti peningkatan kesadaran bermasyarakat, kemandirian masyarakat, penegakan hukum dan keadilan) Urutan pengalokasian dana dalam pembangunan sumber daya manusia menurut preferensi local resident pada masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) dapat dilihat pada tabulasi preferensi berikut. Tabulasi Preferensi III.1 Preferensi Local Resident Terhadap Pembangunan Sumber Daya Manusia Berdasarkan Urutan Pengalokasian Dana WP Cibeunying 1. pendidikan 2. kesehatan 3. mental dan spiritual 4. pemerataan penduduk 5. laju pertumbuhan penduduk 6. pengembangan seni, budaya, dan olahraga 7. lainnya WP Karees 1. pendidikan 2. kesehatan 3. mental dan spiritual 4. laju pertumbuhan penduduk 5. pemerataan penduduk 6. pengembangan seni, budaya, dan olahraga 7. lainnya WP Tegallega 1. pendidikan 2. kesehatan dan mental spiritual 3. laju pertumbuhan penduduk 4. pemerataan penduduk 5. pengembangan seni, budaya, dan olahraga 6. lainnya Sumber : Hasil Analisis, 2007 WP Bojonegara 1. pendidikan 2. kesehatan 3. mental dan spiritual 4. laju pertumbuhan penduduk 5. pemerataan penduduk 6. pengembangan seni, budaya, dan olahraga 7. lainnya WP Ujungberung 1. pendidikan 2. kesehatan 3. mental dan spiritual 4. laju pertumbuhan penduduk 5. pemerataan penduduk 6. pengembangan seni, budaya, dan olahraga 7. lainnya WP Gedebage 1. pendidikan 2. kesehatan 3. mental dan spiritual 4. laju pertumbuhan penduduk 5. pemerataan penduduk 6. pengembangan seni, budaya, dan olahraga 7. lainnya

25 62 B. Pembangunan Ekonomi Urutan pengalokasian dana untuk pembangunan ekonomi di Kota Bandung menurut preferensi local resident yaitu : 1. penambahan penyediaan lapangan kerja 2. pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya (diantaranya adalah pengembangan sektor-sektor ekonomi, regulasi ekonomi yang ketat) Urutan pengalokasian dana dalam pembangunan ekonomi menurut preferensi local resident pada masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) dapat dilihat pada Tabulasi Preferensi III.2. Preferensi local resident terhadap pembangunan ekonomi terlihat identik untuk setiap WP, kecuali untuk WP Tegallega. Resident yang bertempat tinggal di WP Tegallega menilai bahwa pengembangan usaha kecil dan menengah menempati urutan yang paling atas dalam pengalokasian dana untuk pengembangan ekonomi. Menurut preferensi resident di WP Tegallega, pengembangan usaha kecil dan menengah lebih penting dibandingkan dengan penambahan penyediaan lapangan kerja. Preferensi resident di WP Tegallega tersebut pada dasarnya berkaitan dengan berkembangnya kegiatan perdagangan dan usaha kecil dan menengah yang cukup intensif di WP tersebut.

26 63 Tabulasi Preferensi III.2 Preferensi Local Resident Terhadap Pembangunan Ekonomi Berdasarkan Urutan Pengalokasian Dana WP Cibeunying 1. penambahan penyediaan lapangan kerja 2. pengembangan UKM 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya WP Karees 1. penambahan penyediaan lapangan kerja 2. pengembangan UKM 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya WP Tegallega 1. pengembangan UKM 2. penambahan penyediaan lapangan kerja 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya Sumber : Hasil Analisis, 2007 WP Bojonegara 1. penambahan penyediaan lapangan kerja 2. pengembangan UKM 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya WP Ujungberung 1. penambahan penyediaan lapangan kerja 2. pengembangan UKM 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya WP Gedebage 1. penambahan penyediaan lapangan kerja 2. pengembangan UKM 3. peningkatan daya beli masyarakat 4. peningkatan daya tarik investasi 5. lainnya C. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Urutan pengalokasian dana untuk pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Bandung menurut preferensi local resident yaitu : 1. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat 2. upaya penyediaan utilitas yang memadai 3. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh

27 64 Urutan pengalokasian dana dalam pembangunan perumahan dan permukiman menurut preferensi local resident pada masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) dapat dilihat pada tabel berikut. Tabulasi Preferensi III.3 Preferensi Local Resident Terhadap Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berdasarkan Urutan Pengalokasian Dana WP Cibeunying 1. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat 2. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh 3. upaya penyediaan utilitas yang memadai WP Karees 1. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh 2. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat 3. upaya penyediaan utilitas yang memadai WP Tegallega 1. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh 2. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat dan upaya penyediaan utilitas yang memadai Sumber : Hasil Analisis, 2007 WP Bojonegara 1. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat 2. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh 3. upaya penyediaan utilitas yang memadai WP Ujungberung 1. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat 2. upaya penyediaan utilitas yang memadai 3. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh WP Gedebage 1. upaya penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat 2. upaya penyediaan utilitas yang memadai 3. upaya pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh Preferensi local resident terhadap pembangunan perumahan dan permukiman tidak identik untuk setiap WP. Menurut preferensi resident di WP Karees dan Tegallega, pengendalian/peremajaan kawasan permukiman kumuh menempati urutan yang paling utama dalam pembangunan perumahan dan permukiman.

28 65 Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terdapat kawasan permukiman kumuh yang lebih banyak di kedua WP tersebut dibandingkan dengan WP lainnya. Sedangkan menurut preferensi resident di WP Cibeunying, Bojonegara, Ujungberung dan Gedebage, penyediaan perumahan yang harganya dapat dijangkau oleh masyarakat menempati urutan yang paling utama. Resident yang bertempat tinggal di WP Ujung Berung dan Gedebage menilai penyediaan utilitas yang memadai lebih penting daripada pengendalian kawasan kumuh. Preferensi tersebut berbeda dengan preferensi resident yang tinggal di keempat WP lainnya. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa penyediaan utilitas di WP Ujungberung dan WP Gedebage masih belum memadai seperti yang diharapkan. Dalam upaya penyediaan utilitas yang memadai, urutan pengalokasian dana untuk penyediaan utilitas tersebut (dari yang paling penting sampai dengan yang paling tidak penting) adalah sebagai berikut : 1. persampahan 2. air bersih 3. drainase/jalan lingkungan 4. air kotor/limbah 5. listrik/telekomunikasi/energi Urutan pengalokasian dana untuk penyediaan utilitas yang memadai menurut preferensi resident pada masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) dapat dilihat pada tabulasi preferensi berikut.

29 66 Tabulasi Preferensi III.4 Preferensi Local Resident Terhadap Penyediaan Utilitas yang Memadai Berdasarkan Urutan Pengalokasian Dana WP Cibeunying 1. persampahan 2. air bersih 3. drainase/jalan lingkungan 4. air kotor/limbah 5. listrik/telekomunikasi/energi WP Karees 1. air bersih 2. persampahan 3. drainase/jalan lingkungan 4. air kotor/limbah 5. listrik/telekomunikasi/energi WP Tegallega 1. air bersih 2. persampahan 3. drainase/jalan lingkungan 4. air kotor/limbah 5. listrik/telekomunikasi/energi Sumber : Hasil Analisis, 2007 WP Bojonegara 1. persampahan 2. air bersih 3. air kotor/limbah 4. drainase/jalan lingkungan 5. listrik/telekomunikasi/energi WP Ujungberung 1. air bersih 2. persampahan 3. drainase/jalan lingkungan 4. air kotor/limbah 5. listrik/telekomunikasi/energi WP Gedebage 1. persampahan dan drainase/jalan lingkungan 2. air bersih 3. air kotor/limbah 4. listrik/telekomunikasi/energi Preferensi local resident terhadap penyediaan utilitas tidak identik untuk setiap WP. Menurut preferensi resident di WP Karees, Tegallega, dan Ujungberung, air bersih menempati urutan yang paling utama dalam penyediaan utilitas dan persampahan menempati urutan berikutnya setelah air bersih. Sedangkan menurut preferensi resident di WP Cibeunying, Bojonegara dan Gedebage, persampahan menempati urutan yang paling utama baru kemudian air bersih. Selain itu, dapat diketahui bahwa menurut preferensi resident di WP Gedebage, persampahan dan drainase/jalan lingkungan menempati urutan yang sama dalam pengalokasian dana untuk penyediaan utilitas. Hal ini disebabkan kondisi drainase yang buruk di WP Gedebage dan sering terjadi banjir di WP tersebut ketika hujan.

30 67 D. Pembangunan Transportasi Urutan pengalokasian dana untuk pembangunan transportasi di Kota Bandung menurut preferensi local resident yaitu : 1. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat 2. angkutan umum 3. terminal 4. lainnya (seperti ketertiban berlalu lintas, leamanan dalam penggunaan angkutan umum, peningkatan kualitas dan jumlah halte, pengendalian jumlah kendaraan pribadi ) Urutan pengalokasian dana untuk pembangunan transportasi menurut preferensi resident pada masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) dapat dilihat pada tabulasi preferensi berikut. Tabulasi preferensi III.5 Preferensi Local Resident Terhadap Pembangunan Transportasi Berdasarkan Urutan Pengalokasian Dana WP Cibeunying 1. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat 2. angkutan umum 3. terminal 4. lainnya WP Karees 1. angkutan umum 2. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat 3. terminal 4. lainnya WP Tegallega 1. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat 2. angkutan umum 3. terminal 4. lainnya Sumber : Hasil Analisis, 2007 WP Bojonegara 1. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat dan peningkatan kualitas/kuantitas angkutan umum 2. terminal 3. lainnya WP Ujungberung 1. angkutan umum 2. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat 3. terminal 4. lainnya WP Gedebage 1. penyediaan angkutan yang dapat dijangkau masyarakat 2. angkutan umum 3. terminal 4. lainnya

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISIS

BAB III DATA DAN ANALISIS BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil studi mengenai penyediaan set pelayanan umum perkotaan yang sesuai dengan preferensi local business di Kota Depok

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISIS

BAB III DATA DAN ANALISIS BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses demokratisasi yang berlangsung sejak tahun 1998 memberikan pengaruh besar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Proses yang menawarkan mekanisme keterbukaan

Lebih terperinci

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan desentralisasi pembangunan di Indonesia pada era otonomi daerah tidak dapat terpisahkan dari upaya perwujudan demokrasi dalam pembangunan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 92 BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 4.1 Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Pada Era Otonomi Daerah Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN

PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN Berdasarkan analisis tingkat kean local business terhadap fasilitas pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik, diperoleh informasi bahwa: jenis pelayanan yang cenderung memberikan kean yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN UMUM

BAB VI KEBIJAKAN UMUM BAB VI KEBIJAKAN UMUM Visi sekaligus tujuan pembangunan jangka menengah Kota Semarang tahun 2005-2010 adalah SEMARANG KOTA METROPOLITAN YANG RELIGIUS BERBASIS PERDAGANGAN DAN JASA sebagai landasan bagi

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Dengan memperhatikan kondisi, potensi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Bogor, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016 Syauriansyah Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Esa Unggul LAMPIRAN I LEMBAR KUESIONER MASYARAKAT IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

Tabel 4.3. Prioritas Pembangunan, Program, Indikator dan Target Kinerja SKPD Tahun 2016

Tabel 4.3. Prioritas Pembangunan, Program, Indikator dan Target Kinerja SKPD Tahun 2016 Tabel 4.3. Prioritas Pembangunan, Program, Indikator dan Target Kinerja SKPD Tahun 2016 No. Prioritas Pembangunan Program/Pembangunan Indikator Kinerja Target SATUAN AWAL 2014 2015 2016 2017 2018 1 Percepatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 Dishubkombudpar 55 BAB II PERENCANAANKINERJA A. RENCANA STRATEGIS SKPD Penetapan Visi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA KAWASAN PERUMAHAN DAN KAWASAN

Lebih terperinci

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK Analisis yang telah dilakukan terhadap data sekunder dan primer telah menghasilkan informasi

Lebih terperinci

persentase. Sedangkan analisis inferensial yaitu analisis yang mengacu pada hasil

persentase. Sedangkan analisis inferensial yaitu analisis yang mengacu pada hasil 42 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di perusahaan jasa transportasi PT. KA spesifikasi Kereta Api Eksekutif Sancaka jurusan Yogyakarta-Surabaya. Penelitian bertujuan untuk menganalisa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menjaga keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menjaga keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap aktivitas yang dilakukan tidak pernah lepas dari penggunaan jalan, khususnya jalan raya. Jalan raya merupakan salah satu elemen pembentuk suatu kawasan

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

Tabel 9.2 Target Indikator Sasaran RPJMD

Tabel 9.2 Target Indikator Sasaran RPJMD "Terwujudnya Kota Cirebon Yang Religius, Aman, Maju, Aspiratif dan Hijau (RAMAH) pada Tahun 2018" Tabel 9.2 Target Indikator Sasaran RPJMD Misi 1 Mewujudkan Aparatur Pemerintahan dan Masyarakat Kota Cirebon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses yang disusun secara sengaja dan terencana untuk mencapai situasi yang diingingkan dengan sendirinya terdapat proses perencanaan yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG Pada bab ini akan dipaparkan mengenai responden pelaku pergerakan Cimahi-Bandung yang berpotensial untuk menggunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Toni Mardiantono. L2D 300 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN BAB VI TUJUAN DAN SASARAN Penetapan tujuan dan sasaran organisasi di dasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan dan sasaran dirumuskan dalam bentuk

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM PADA BIAYA PERJALANAN TERHADAP PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI MASYARAKAT DI DAERAH PINGGIRAN KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kota Ambon Pembangunan Kota Ambon tahun 2011-2016 diarahkan untuk mewujudkan Visi Ambon Yang Maju, Mandiri, Religius,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1.2 LANDASAN HUKUM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1.2 LANDASAN HUKUM. KATA PENGANTAR Dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah RKPD Kota Semarang, sesuai dengan tahapan sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tersebut dalam butir 1 d, disebutkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kota Ambon Pembangunan Kota Ambon tahun 2011-2016 diarahkan untuk mewujudkan Visi Ambon Yang Maju, Mandiri, Religius,

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PAGU INDIKATIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008 BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi/Objek Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara merupakan salah satu daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten Bolaang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Keterkaitan Karakteristik Pergerakan di Kawasan Pinggiran Terhadap Kesediaan Menggunakan BRT di Kota Palembang

Keterkaitan Karakteristik Pergerakan di Kawasan Pinggiran Terhadap Kesediaan Menggunakan BRT di Kota Palembang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-116 Keterkaitan Karakteristik di Kawasan Pinggiran Terhadap Kesediaan Menggunakan BRT di Kota Palembang Dian Nur afalia, Ketut

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat 16 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Dinas Permukiman Dan Provinsi Jawa Barat Dinas Permukiman dan Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu unsur Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Wonosobo tahun 2012 merupakan periode tahun kedua dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TATA RUANG, TATA BANGUNAN, DAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perumahan relokasi yang di Surakarta merupakan perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar bantaran sungai Bengawan Solo. Perumahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional menurut Kotler (2007) pasar merupakan tempat fisik dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang. Pasar dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kewenangan untuk mengelola potensi daerah dalam rangka menggali

BAB I PENDAHULUAN. adalah kewenangan untuk mengelola potensi daerah dalam rangka menggali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diterapkannya konsep otonomi daerah, pemerintah daerah semakin memperoleh peluang untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan kemampuan daerah.

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang bappeda@malangkota.go.id BAB I Ketentuan Umum (pasal 1) BAB II Tujuan, Prinsip dan Ruang Lingkup (pasal 2, 3,4) BAB III Prasarana, Sarana, dan Utilitas

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU 1. Jabatan : Sekretaris Kecamatan LAMPIRAN KEPUTUSAN CAMAT AMPELGADING NOMOR: 188.45/ /35.07.06/2017 TENTANG KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG 2. Tugas : a. Melaksanakan koordinasi perencanaan evaluasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab VIII Indikasi Rencana Program Prioritas dan Kebutuhan Pendanaan

Bab VIII Indikasi Rencana Program Prioritas dan Kebutuhan Pendanaan Bab VIII Indikasi Rencana Program Prioritas dan Kebutuhan Pendanaan Perumusan Kebutuhan Pendanaan dalam perencanaan jangka menengah ini berlandaskan kaidah Budget follows Program. Selaras dengan penganggaran

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU LAMPIRAN KEPUTUSAN CAMAT WAJAK NOMOR: 188.45/ 06 /KEP/35.07.08/2017 TENTANG INDIVIDU KECAMATAN WAJAK KABUPATEN MALANG INDIVIDU 1. Jabatan : Sekretaris Kecamatan 2. Tugas : a) Melaksanakan koordinasi perencanaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 A. Capaian Kinerja Tahun Pengukuran kinerja atas sasaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Bab ini berisi analisis mengenai karakteristik dan preferensi pengguna mobil pribadi, taksi, maupun bus DAMRI yang menuju

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

Strategi dan Arah Kebijakan

Strategi dan Arah Kebijakan dan Dalam rangka pencapaian visi dan misi yang diuraikan dalam tujuan dan sasaran, penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan. adalah langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN A. Strategi Pembangunan Daerah Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi pembangunan Kabupaten Semarang

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Dari keseluruhan proses analisis dan pembahasan untuk merumuskan arahan penataan lingkungan permukiman kumuh di Wilayah Kecamatan Semampir melalui pendekatan

Lebih terperinci

BAB VI PENGUMPULAN DATA

BAB VI PENGUMPULAN DATA BAB VI PENGUMPULAN DATA 6.1. Umum Pengumpulan data dalam tugas akhir ini dibagi dalam 2 jenis. Yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metoda

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 1. Tema pembangunan tahun 2018 : Meningkatnya Pelayanan Publik yang Berkualitas Menuju Kota Yogyakarta yang Mandiri dan Sejahtera Berlandaskan Semangat Segoro Amarto.

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS Nama Organisasi : Pemerintah Kabupaten Tanggamus Visi INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS TERWUJUDNYA MASYARAKAT KABUPATEN TANGGAMUS YANG SEJAHTERA, AGAMIS, MANDIRI, UNGGUL DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

TERMINAL BUS KELAS A KOTA SEMARANG

TERMINAL BUS KELAS A KOTA SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TERMINAL BUS KELAS A KOTA SEMARANG PENEKANAN KONSEP DESAIN RICHARD

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1. Optimalisasi peran dan fungsi Persentase produk hukum kelembagaan pemerintah daerah daerah ditindaklanjuti

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MEMUTUSKAN : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011

INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011 INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011 LIVABLE CITY Livable City merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Malang 2014 SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH 1 Penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJPD Provinsi Jawa Timur dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN I. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PASAR KOTA MADIUN Isu-isu strategis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMD 2013-2017 baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PADA KAWASAN INDUSTRI, PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN Pada dasarnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Banggai Kepulauan tahun 2011-2016 diarahkan untuk menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci