BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
|
|
- Susanti Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan profesi dokter gigi meliputi pendidikan akademik dan pendidikan profesional (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006). Sistem pembelajaran pada pendidikan klinik kedokteran gigi berbeda dengan pendidikan profesi kesehatan lainnya. Pembelajaran klinik kedokteran gigi mewajibkan mahasiswa untuk memberikan perawatan dan kontrol kepada pasien, di bawah pengawasan pembimbing klinik (Yoder, 2005; Fugill, 2005; Taleghani et al., 2006; Feather dan Fry dalam Ormrod, 2009). Sejak dahulu, sistem pembelajaran pada pendidikan profesi kedokteran gigi diselenggarakan dengan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik (numerical requirement system). Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa ketika lulus, mahasiswa telah memiliki sejumlah pengalaman dalam melakukan tindakan klinis berupa perawatan gigi dan mulut. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa secara umum, kegiatan praktik dan pengulangan merupakan elemen dalam pencapaian kompetensi (Spector et al., 2008; Chambers, 2012). Standar pendidikan dokter gigi Indonesia ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan dituangkan dalam buku Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi. Standar tersebut mewajibkan institusi kedokteran gigi di Indonesia untuk mengembangkan sistem pembelajaran dengan acuan Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI). Bab III menjelaskan program, salah satu penjelasannya adalah mengenai metode evaluasi. Menurut standar tersebut, metode evaluasi ditentukan oleh institusi pendidikan dan disesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan. Kegiatan evaluasi dilakukan oleh dosen secara reguler untuk mengetahui perkembangan pencapaian kompetensi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
2 2 Merujuk pada standar pendidikan profesi dokter gigi, Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menerapkan sistem evaluasi berupa observasi harian, ujian lisan dan tertulis serta ujian komprehensif. Observasi harian dilakukan untuk melihat performa mahasiswa dalam melakukan perawatan pasien sesuai dengan daftar jumlah kasus yang telah ditetapkan. Sistem ini mewajibkan mahasiswa untuk melakukan sejumlah tindakan klinis sebagai bagian dari pembelajaran dan sebagai upaya pelayanan kepada pasien, di bawah pengawasan dosen pembimbing klinik. Selama melakukan tindakan perawatan, mahasiswa akan diobservasi oleh pembimbing klinik dan mendapatkan umpan balik sebagai penilaian formatif, kemudian setelah kasus diselesaikan, mahasiswa akan mendapatkan skor atau nilai sebagai penilaian sumatif. Sistem ini serupa dengan sistem pembelajaran yang diaplikasikan pada beberapa institusi kedokteran gigi di Amerika dan Inggris (Fugill, 2005; Formicola et al., 2006). Berikut ini merupakan contoh daftar jumlah kasus dua bidang ilmu dari sembilan bidang ilmu yang wajib diselesaikan oleh mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Gigi Universitas Jenderal Soedirman: Tabel 1.1 Daftar kasus klinik bidang ilmu konservasi gigi No Jenis kasus / tindakan Jumlah 1 Restorasi amalgam kelas I 2 2 Restorasi amalgam kelas II 2 3 Restorasi dengan intervensi minimal (minimal mengerjakan 1x kelas IV/VI komposit dan 1x kelas III/V GIC/komposit) 10 4 Pulp capping direct/ indirect 2 5 Pulpektomi/ PSA akar tunggal 2 6 Pulpektomi/ PSA akar ganda 2 7 Restorasi mahkota pasak (non vital, follow up post endo) 2 8 Restorasi inlay (vital/non vital) 1 9 Restorasi onlay (vital/non vital, follow up post endo) 1
3 3 Tabel 1.2 Daftar kasus klinik bidang ilmu kedokteran gigi anak No Jenis kasus/ tindakan Jumlah 1 Profilaksis + DHE 5 2 Topikal aplikasi fluor 1 3 Fissure sealant 2 4 Restorasi amalgam kelas I 1 5 Restorasi dengan intervensi minimal 4 6 SSC 2 7 Pulpotomi 1 8 PSA 1 9 Space maintainer / regainer 1 10 Ekstraksi dengan CE 5 11 Ekstraksi dengan infiltrasi local 5 12 Ekstraksi dengan blok 1 13 Polykarboksilat crown 1 Penelitian untuk melihat pengaruh penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik telah banyak dilakukan, terutama untuk melihat pengaruhnya terhadap tingkat stres dan kecemasan, pencapaian akademik mahasiswa serta produktivitas kerja mahasiswa (Hicks et al., 1985; Dodge et al., 1993; Evangelidis-Sakellson, 1999; Holmes et al., 2000; Henzi et al., 2007; Spector et al., 2008; Park et al., 2011). Penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik dinilai telah menyebabkan stres dan kecemasan yang tinggi pada mahasiswa (Hicks et al., 1985; Dodge et al., 1993). Tingkat stres dilaporkan dapat mempengaruhi proses belajar mahasiswa, namun tidak dapat ditetapkan sebagai faktor yang menghambat pembelajaran (Emilia, 2003; Joels et al., 2006). Hicks et al. (1985) melakukan studi mengenai pengaruh banyaknya jumlah kasus klinik terhadap proses belajar mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam nilai harian klinik, performa pada ujian komprehensif, indeks prestasi kumulatif maupun jumlah prosedur yang diselesaikan antara kelompok kontrol (jumlah tetap) dan kelompok eksperimen (jumlah telah dikurangi). Penelitian tersebut menegaskan bahwa banyaknya jumlah kewajiban untuk menyelesaikan
4 4 kasus tidak menyebabkan gangguan pada pencapaian akademik mahasiswa. Park et al. (2011) melaporkan temuan sejumlah permasalahan dalam penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik. Sistem ini dinilai kurang memotivasi mahasiswa untuk melakukan perawatan secara komprehensif. Mahasiswa dilaporkan cenderung tidak menambah jumlah perawatan bila jumlah minimal telah tercapai, meskipun jenis perawatan tersebut diperlukan oleh pasien. Sebagai contoh, ketika mahasiswa menjumpai seorang pasien yang memiliki sejumlah gigi yang perlu dilakukan perawatan saluran akar, namun mahasiswa tersebut hanya memiliki kekurangan perawatan saluran akar sejumlah satu kasus, maka mahasiswa cenderung hanya akan melakukan perawatan sesuai dengan daftar kewajiban (requirement), bukan sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini dinilai mengakibatkan penurunan produktivitas mahasiswa dan mengurangi kesempatan belajar. Masalah lain yang dijumpai adalah seringnya pasien dipindahkan kepada mahasiswa lain karena mereka berupaya untuk memenuhi jumlah kasus tertentu. Contohnya adalah ketika mahasiswa menjumpai seorang pasien yang memerlukan pencabutan tiga gigi, sedangkan mahasiswa tersebut hanya memiliki kekurangan melakukan tindakan mencabut satu gigi, maka setelah pasien selesai dirawat oleh mahasiswa tersebut (untuk pencabutan satu gigi), pasien akan dipindahkan kepada mahasiswa lain yang masih memerlukan tindakan mencabut gigi (untuk dua gigi lainnya). Kelulusan mahasiswa juga menjadi alasan tidak selesainya perawatan pasien secara menyeluruh. Sebagai contoh, bila mahasiswa melakukan pencabutan gigi untuk memenuhi jumlah yang ditetapkan kemudian mahasiswa tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk lulus, padahal pasien yang telah dicabut giginya masih memerlukan waktu untuk menunggu kesembuhan jaringan pasca pencabutan untuk dapat dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan.
5 5 Jumlah banyaknya perawatan yang dapat diberikan mahasiswa kepada pasien adalah indikasi penilaian produktivitas mahasiswa. Produktivitas mahasiswa dinilai tidak dipengaruhi oleh sistem pemenuhan jumlah kasus klinik (Holmes et al., 2000). Fakta lain dari sebuah studi retrospektif yang dilakukan oleh Evangelidis-Sakellson (1999) di Columbia University, School of Dental and Oral Surgery pada rentang tahun menyebutkan bahwa terjadi peningkatan rencana perawatan yang diselesaikan oleh mahasiswa setelah sistem pemenuhan jumlah kasus diganti menjadi model perawatan komprehensif sesuai kebutuhan pasien. Kesimpulan dari penelitian-penelitian terdahulu memberi informasi bahwa sistem pemenuhan jumlah kasus klinik ternyata berkaitan dengan tingkat stres dan produktivitas mahasiswa. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan beberapa institusi kedokteran gigi di Amerika untuk meninggalkan sistem ini (Park et al., 2011). Murtomaa (2009) menuliskan bahwa dalam 30 tahun terakhir telah terjadi perubahan sistem pembelajaran pada perguruan tinggi di Eropa. Hal ini menyebabkan terjadinya pula perubahan dan perkembangan pada sistem pembelajaran di institusi kedokteran gigi negara-negara Eropa. Harvard School of Dental Medicine menerapkan kurikulum PBL sejak tahun Hal ini dinilai telah menyebabkan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik menjadi sistem yang tidak sesuai lagi untuk pembelajaran klinik, kemudian diterapkan sistem baru yang dikenal dengan comprehensive care system (CCS) sejak tahun 2009 (Park et al., 2011). Pengaruh suatu sistem terhadap pembelajaran merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam penerapan sistem pembelajaran. Kenyataannya, studi mengenai pengaruh sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap proses belajar mahasiswa masih jarang dijumpai, terutama di Indonesia. Belajar merupakan proses kompleks dan unik yang terjadi di dalam diri individu. Aktivitas belajar dipengaruhi banyak faktor, meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Ramsden (2003) menuliskan bahwa ketika
6 6 mahasiswa belajar, mereka akan menyesuaikan cara belajarnya dengan tugas yang diberikan. Strategi strategi yang dilakukan mahasiswa dalam belajar merupakan upaya penyesuaian dalam proses belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, hal ini dikenal juga dengan istilah pendekatan belajar (approaches to learning). Studi mengenai pendekatan belajar telah banyak dipublikasikan sejak tahun 1970-an. Marton dan Säljő (1976) membuktikan bahwa hasil belajar mahasiswa dipengaruhi oleh pendekatan belajar yang dilakukan selama proses belajar. Pendekatan belajar secara umum dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu : deep, surface dan strategic. Deep approach merupakan pendekatan belajar yang berorientasi pada pemahaman mendalam. Surface approach menekankan pada hapalan sehingga pemahaman mahasiswa terhadap materi menjadi superficial atau dangkal. Strategic approach atau disebut juga achieving approach merupakan pendekatan belajar yang berorientasi pada pencapaian prestasi dengan proses belajar yang cenderung menyesuaikan jenis metode evaluasi hasil belajar atau assessment (Entwistle dan Ramsden, 1983; Ramsden, 2003; Wickramasinghe dan Samarasekera, 2011). Al Kadri, et al. (2011) menuliskan bahwa penerapan deep approach merupakan hal yang penting untuk mencapai kesiapan mahasiswa dalam memecahkan masalah klinik dan mengatur keselamatan pasien (safe patient management). Sistem pemenuhan jumlah kasus klinik masih banyak diadopsi sebagai sistem pembelajaran klinik pada institusi kedokteran gigi di Indonesia, salah satunya pada Jurusan Kedokteran Gigi Unsoed yang menerapkan sistem ini pada pendidikan profesi mulai tahun ajaran Keluhan mengenai ketidaksiapan mahasiswa khususnya dalam aspek kognisi sering dikeluhkan oleh dosen pembimbing klinik, padahal mahasiswa sangat aktif memenuhi ketentuan jumlah requirement yang disyaratkan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai pengaruh sistem ini terhadap strategi belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.
7 7 Deskripsi dari strategi-strategi belajar yang dilakukan merupakan perwujudan dari pendekatan belajar yang dilakukan mahasiswa. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambahkan bukti baru mengenai pengaruh dari penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap proses belajar mahasiswa profesi dokter gigi. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang ditemui adalah penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terbukti mempengaruhi stres dan produktivitas mahasiswa. Namun, pengaruhnya terhadap proses belajar belum banyak dilaporkan, padahal hal ini penting untuk dikaji secara mendalam, karena pengaruh penerapan suatu sistem terhadap proses belajar merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan agar kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggali strategi belajar mahasiswa dalam penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik (numerical requirement system) pada pendidikan profesi dokter gigi di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Menambahkan bukti baru mengenai pengaruh sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap pembelajaran pada mahasiswa pendidikan profesi dokter gigi.
8 8 2. Manfaat praktis Memberi masukan kepada institusi mengenai pengaruh penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap proses belajar dan strategi belajar yang dilakukan mahasiswa, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran. E. Keaslian Penelitian Proses pembelajaran klinik pada kedokteran gigi sejak dahulu telah diselenggarakan dengan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik (Spector et al., 2008). Sistem ini berbeda dengan pembelajaran klinik yang diterapkan di fakultas kedokteran. Pembelajaran klinik kedokteran gigi mewajibkan mahasiswa untuk memberikan perawatan dan kontrol kepada pasien (Feather and Fry dalam Ormrod, 2009). Henzi et al. (2006) melakukan penelitian untuk melihat persepsi mahasiswa kedokteran gigi terhadap pendidikan profesi. Pandangan mahasiswa secara umum menunjukkan bahwa pendidikan profesi merupakan pengalaman belajar yang positif. Namun, mahasiswa melaporkan adanya empat hambatan yang dijumpai dalam pembelajaran klinik. Salah satu hambatan yang disampaikan adalah mengenai daftar kewajiban pemenuhan kasus klinik (requirement). Laporan tersebut menuliskan bahwa hambatan tidak terkait dengan jumlah kasus, melainkan terkait dengan tindakan prosedural yang dilakukan. Sebagian besar mahasiswa mempertanyakan etika ketika mereka diwajibkan melakukan sejumlah perawatan kepada pasien, padahal mereka masih dalam proses belajar sehingga mungkin belum memiliki kompetensi untuk melakukan perawatan tersebut. Hicks et al. (1985) melakukan penelitian untuk melihat efek dari berkurangnya jumlah kasus klinik yang menjadi kewajiban. Laporan hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan jumlah kasus klinik yang lebih sedikit, mahasiswa menunjukkan tingkat stres dan kecemasan yang lebih
9 9 rendah. Penelitian Dodge et al. (1993) membandingkan dua kelompok mahasiswa, satu kelompok mengikuti sistem pemenuhan jumlah kasus klinik, sedangkan pada kelompok lainnya tidak diberlakukan sistem tersebut. Hasil penelitian tersebut tidak berbeda dari sebelumnya. Kelompok yang tidak menerapkan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik menunjukkan tingkat stres yang lebih rendah. Evangelidis-Sakellson (1999) menyimpulkan bahwa penerapan sistem comprehensive care pada pendidikan profesi dokter gigi ternyata meningkatkan jumlah rencana perawatan yang diselesaikan oleh mahasiswa dibandingkan dengan pada penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik. Produktivitas mahasiswa dinyatakan lebih baik pada sistem comprehensive care. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Holmes et al. (2000) juga menyatakan bahwa sistem pemenuhan jumlah kasus klinik bukan faktor penting yang menyebabkan peningkatan produktivitas mahasiswa. Hal ini disimpulkan dari fakta penelitian yang menunjukkan jumlah prosedur klinis yang dikerjakan mahasiswa lebih sedikit pada mahasiswa yang menerapkan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik dibandingkan dengan mahasiswa pada angkatan lain yang menerapkan sistem comprehensive care. Berdasarkan tinjauan beberapa penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk menambah bukti baru mengenai efek dari penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap proses pembelajaran, yaitu terhadap strategi belajar yang dilakukan mahasiswa dalam memenuhi jumlah kasus klinik yang diwajibkan. Rencana penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif fenomenografi dengan menerapkan observasi dan wawancara mendalam untuk menggali pengalaman belajar mahasiswa. Keaslian dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini memiliki sudut pandang yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan menggambarkan variasi strategi belajar mahasiswa pada pembelajaran klinik dengan penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik.
10 10 2. Metode pada penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenografi yang bertujuan untuk menggali informasi dan fakta yang dialami oleh mahasiswa berupa pengalaman belajar klinik. Penelitian ini dilakukan dengan kegiatan observasi pada saat pembelajaran klinik dan kegiatan wawancara mendalam kepada mahasiswa secara individual. 3. Penelitian ini merupakan penelitian pertama mengenai strategi belajar mahasiswa pada pembelajaran klinik dengan penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik yang diselenggarakan pada pendidikan profesi dokter gigi di Indonesia.
PEDOMAN PENGAJUAN PENUGASAN KLINIS BAGI DOKTER GIGI DI RUMAH SAKIT
PEDOMAN PENGAJUAN PENUGASAN KLINIS BAGI DOKTER GIGI DI RUMAH SAKIT Kolegium Dokter Gigi Indonesia 2016 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pemerintah adalah dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, merata, terpadu dan bermutu. Upaya kesehatan yang dilakukan
Lebih terperinciStandard Operating Procedure PENDIDIKAN AKHIR PROFESI DOKTER GIGI
Standard Operating Procedure PENDIDIKAN AKHIR PROFESI DOKTER GIGI PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 207 0 LEMBAR IDENTIFIKASI Nama Dokumen : Pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi yang terjadi dapat dirawat dengan melakukan perawatan prostodontik. 1 Tujuan dari perawatan prostodontik adalah memperbaiki dan memelihara kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering dilakukan adalah ekstraksi atau pencabutan gigi. 1 Ekstraksi gigi merupakan bagian paling
Lebih terperinciPEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN
BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan
Lebih terperinciGARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)
GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : PEDODONSIA TERAPAN NOMOR KODE / SKS : KGM / 427 / 2 SKS A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah ini membahas mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara oleh Departemen Kesehatan sebesar 25,9% penduduk Indonesia mempunyai
Lebih terperinciAESTHETIC DENTISTRY 2
AESTHETIC DENTISTRY 2 ORGANISASI BLOK TAHUN AKADEMIK : 2013-2014 KODE BLOK : KGB 183 SEMESTER / SKS : VIII (DELAPAN) / 6 SKS ORGANISASI BLOK KETUA : drg. RINAWATI SATRIO, M.Si. SIE AKADEMIK : drg. YUDI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar. Hal ini mempengaruhi kebutuhan akan pendidikan yang direalisasikan dengan pendirian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan saat ini memiliki paradigma baru yaitu menempatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan saat ini memiliki paradigma baru yaitu menempatkan pasien sebagai pelanggan dan menjadi fokus pelayanan, yang berarti kepuasan, keselamatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free Trade Area (AFTA) menuntut peningkatan mutu calon pekerja di negara-negara Asean,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran di pendidikan kedokteran terdiri dari : a. Outcome-based curriculum Pembelajaran metode outcome-based curriculum
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1019/MENKES/SK/VII/2000 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1019/MENKES/SK/VII/2000 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal yang penting di dalam pendidikan klinik, karena umpan balik tersebut akan berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterampilan klinis, salah satunya adalah feedback (Kneebone dan Nestel,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pembelajaran keterampilan klinis, salah satunya adalah feedback (Kneebone dan Nestel, 2005). Feedback adalah informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap momen baru dalam kehidupan adalah proses belajar yang harus dijalani
Lebih terperinciPROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA
PROFIL LULUSAN DOKTER GIGI DI INDONESIA Lulusan dokter gigi yang diharapkan sesuai dengan standar pendidikan dan kompetensi sebagai berikut: DOMAIN I : PROFESIONALISME Melakukan praktik di bidang kedokteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini yang paling dibutuhkan dalam dunia kesehatan adalah kerja sama tim antar sesama profesi kesehatan. Keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan bergantung
Lebih terperinciBab II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang. sebagai bekal untuk belajar sepanjang hayat (Konsil Kedokteran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kedokteran merupakan suatu rangkaian pendidikan yang ditempuh untuk menjadi seorang dokter maupun dokter gigi. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama yang efektif dalam pendidikan klinik (Hesketh & Laidlaw, 2002).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Umpan balik untuk mahasiswa telah lama diakui sebagai komponen utama yang efektif dalam pendidikan klinik (Hesketh & Laidlaw, 2002). Tindakan yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi program sarjana merupakan komponen utama dalam menilai kemampuan peserta didik pada pendidikan tinggi ilmu keperawatan. Pengujian klinik lapangan merupakan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komplikasi dan kematian akibat pembedahan menjadi salah satu masalah kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sedikitnya ada setengah juta kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan oleh sebuah institusi adalah untuk menyediakan dan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan daya saing dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting saat ini dimana masyarakat dituntut menjadi SDM yang berkualitas. Hal tersebut bisa didapat salah satunya melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah (problem solving skill) serta berfokus pada mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem PBL (Problem Based Learning) merupakan metoda pembelajaran yang meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal berpikir kritis dan memecahkan masalah (problem solving
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1392/Menkes/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1392/Menkes/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti
70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti PAL. 2. Mahasiswa yang mengikuti PAL mempunyai persepsi yang baik tentang PAL. 3.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan. Upaya tersebut ditinjau dari beberapa aspek, di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan. Upaya tersebut ditinjau dari beberapa aspek, di antaranya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mulut yang merupakan pusat rujukan, pendidikan dan penelitian (Peraturan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan khusus yang komprehensif yaitu berupa Rumah Sakit Gigi dan Mulut yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi khususnya pada bidang kesehatan, mendorong pelayanan kesehatan untuk terus berupaya meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang penting pada mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010) yang mengungkapkan bahwa kemampuan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan bahwa terdapat negara dengan beban Human Immunodeficiency Virus (HIV) tertinggi dan kasus
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang efektif harus didasarkan pada pemahaman tentang bagaimana mahasiswa belajar. Perkembangan teori belajar dari perspektif konstruktivisme menyebutkan
Lebih terperinciSEJ S A EJ R A AH A PROS PR E OS S E KEPER
SEJARAH PROSES KEPERAWATAN RAHMAD GURUSINGA Proses keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat yang dididik sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses keperawatan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif (http://www.depdiknas.go.id). Pemerintah Indonesia khususnya
BAB I Pendahuluan 1.2 Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, maka standarisasi pendidikan nasional menjadi lebih tinggi, mutu dan daya saing bangsa menjadi lebih kompetitif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengobati dan menyembuhkan pasien dari penyakit. Dalam menjalankan tujuannya, rumah sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini banyak pemberitaan tentang layanan rumah sakit, bukan karena kualitas pelayanan yang berkualitas yang masuk kedalam pemberitaan
Lebih terperincimemenuhi semua Kriteria Akreditasi. Kriteria Akreditasi & Prosedur Evaluasi Akreditasi Akreditasi IABEE IABEE Pembelajaran (OBE).
Kriteria Akreditasi IABEE Akreditasi IABEE IABEE mengakreditasi program studi teknik yang menerapkan sistem pendidikan berbasis Capaian Pembelajaran (OBE). Semua program studi teknik yang ingin mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedang terjadi dalam diri individu yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar, apa yang sedang terjadi dalam diri individu yang sedang belajar, tidak dapat diketahui
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
No.519, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKI. Dokter Gigi. Kompetensi. Standar. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI INDONESIA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan positif di berbagai bidang kehidupan baik dalam bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada abad 21 sebagai era globalisasi, masyarakat Indonesia diharapkan mengalami perubahan positif di berbagai bidang kehidupan baik dalam bidang pendidikan,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. sekitar 3,86 sehingga dapat dideskripsikan bahwa rata-rata orang Indonesia memiliki
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Survei kesehatan dasar di Indonesia tahun 2007 memperlihatkan indeks DMF- T nasional adalah 4,85. Komponen yang paling besar adalah hilangnya gigi yaitu sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara serta terdiri dari banyak pulau dan terbagi dalam 34 provinsi. Berdasarkan data sensus penduduk pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus menggunakan model,
Lebih terperinciPEMBELAJARAN ILMU FARMASI KEDOKTERAN DI FK UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI. Oentarini Tjandra
PEMBELAJARAN ILMU FARMASI KEDOKTERAN DI FK UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI Oentarini Tjandra Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara ABSTRAK Seiring dengan diterapkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Selama berabad-abad lamanya sejarah manusia telah beradaptasi dengan berbagai metode pengobatan dan perkembangannya. Salah satu hal yang konsisten dalam perjalanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan kesehatan yang semakin kompleks dan tuntutan pelayanan profesional dari masyarakat yang terus meningkat mendorong terjadinya perubahan paradigma
Lebih terperinciSURAT KEPUTUSAN KOLEGIUM DOKTER GIGI INDONESIA Nomor : 54/SK-KDGI/IX/2016. Tentang
SURAT KEPUTUSAN KOLEGIUM DOKTER GIGI INDONESIA Tentang PEDOMAN PELAKSANAAN TES PENEMPATAN CALON PESERTA PROGRAM ADAPTASI DOKTER GIGI WARGA NEGARA INDONESIA LULUSAN LUAR NEGERI Menimbang : Mengingat Bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan teoretis yang melandasi penelitian ini. Kemudian, definisi operasional
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoretis, definisi operasional, dan sistematika penulisan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Masalah Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penelitian Basic Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur darurat yang digunakan untuk menjaga oksigenasi darah dan perfusi jaringan yang bertujuan
Lebih terperinciWORKSHOP PERUBAHAN DAN INOVASI KURIKULUM PSPDG FKIK UMY BLOK 6 BASIC TECHNOLOGY AND BIOMATERIAL
WORKSHOP PERUBAHAN DAN INOVASI KURIKULUM PSPDG FKIK UMY BLOK 6 BASIC TECHNOLOGY AND BIOMATERIAL CP Umum (diambil dari KPT ) CP Khusus BLOK (Learning Objective) Bidang Ilmu Topik Pembelajaran Bentuk kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masing-masing profesi kesehatan di pelayanan kesehatan memiliki peran yang berbeda. Namun pada praktiknya, profesional kesehatan tidak akan bekerja sendirian namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah memprogramkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan nasional yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang kesehatan (Hanafiah dan Amir,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN
SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat dewasa ini menuntut masyarakat untuk menyikapinya
Lebih terperinciABSTRAK TUJUAN METODE
Mengevaluasi Profesionalisme dan Keterampilan Interpersonal dan Komunikasi: Menerapkan Instrumen Evaluasi 360-Derajat pada Program Dokter Magang Anestesiologi. ABSTRAK TUJUAN Untuk menerapkan instrumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung singkat dan dapat dikendalikan. Kecemasan berfungsi sebagai suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anxiety adalah perasaan berupa ketakutan atau kecemasan yang merupakan respon terhadap ancaman yang akan datang. Kecemasan merupakan respon normal terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga untuk negara manapun. Setiap negara dapat berkembang cepat ketika penduduknya sehat dan menjalani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan
Lebih terperinciPHARMACEUTICAL CARE. DALAM PRAKTEK PROFESI KEFARMASIAN di KOMUNITAS
PHARMACEUTICAL CARE DALAM PRAKTEK PROFESI KEFARMASIAN di KOMUNITAS PELAYANAN KEFARMASIAN (Kep.Men.Kes.1027/MenKes/SK/IX/2004) PASIEN PRODUK Pengelolaan obat Kualitas hidup pasien APOTEKER dituntut utk
Lebih terperinciperlunya dilakukan : Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gingiva dan Periodontal baik di klinik/tempat praktek maupun di masyarakat.
Penyakit periodontal dibiarkan tanpa dirawat cenderung berlanjut sehingga merusak struktur periodontal pendukung. Sebagai konsekuensinya tenaga kesehatan gigi dituntut u dapat mengatasi masalah periodontal
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Teknis Gigi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN TEKNISI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta jiwa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran dengan teman sebaya (Peer-Assisted Learning; selanjutnya disingkat PAL) sudah cukup populer dan sejak lama digunakan dalam pendidikan kedokteran. Jika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan gigi anak merupakan salah satu komponen penting dalam mencegah timbulnya permasalahan lebih lanjut pada rongga mulut. Pencegahan yang dilakukan sejak
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh peneliti terkait rekam medis pasien BPJS Kesehatan di poli gigi Puskesmas Mergangsan, Puskesmas Temon I, dan Puskesmas Dlingo
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profesi Farmasi Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Farmasis adalah sarjana farmasi
Lebih terperinciMETODE BIMBINGAN KLINIK
METODE BIMBINGAN KLINIK I. PENDAHULUAN. Pengalaman belajar bimbingan klinik pada pendidikan tinggi keperawatan maupun kebidanan adalah merupakan proses transformasi dari mahasiswa menjadi seorang perawat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adaptasi yang juga berbeda pada setiap individu baik secara biologis, psikologis dan sosial (Ntoumanis, Edmunds & Duda, 2009).
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stres disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan respon yang berbeda terhadap stres sehingga menghasilkan adaptasi yang juga berbeda
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu model yang sering digunakan untuk menjelaskan proses belajar adalah model
Lebih terperinciSAHIRA Htl, Sept 2010
TIM PERUMUS "KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI" SAHIRA Htl, 21-22 Sept 2010 DASAR Dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang mendasar dalam keperawatan, bahkan efektivitas pelayanan pasien dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi yang dibangun perawat selama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, yang sebelumnya pembelajaran berbasis pengajar (teacher-centered
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Problem-based Learning (PBL) merupakan sebuah inovasi dalam dunia pendidikan kedokteran yang pertama kali dikembangkan oleh McMaster University pada pertengahan 1960-an.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Oranization (WHO) mencetus kan Interprofessional Education (IPE) sebagai sebuah konsep pendidikan terintegrasi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menampilkan kemampuan professional yang optimal. Untuk membentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi program sarjana merupakan komponen utama dalam menilai kemampuan peserta didik pada pendidikan tinggi ilmu keperawatan. Pengujian klinik lapangan merupakan
Lebih terperinciENDODONTIC-EMERGENCIES
ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pergeseran paradigma pendidikan kedokteran di Indonesia dari pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning/tcl) kearah pembelajaran berpusat pada
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa
BAB IV PEMBAHASAN Menurut Roberson (2006) tujuan dari restorasi adalah membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa restorasi setelah perawatan endodontik yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi jaminan kesehatan nasional Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 71 Tahun 2013 jaminan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut. Tindakan medik. sulung maupun permanen (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi dokter gigi merupakan tugas mulia bagi kehidupan manusia dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut. Tindakan medik kedokteran gigi salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan khusus yang komprehensif yaitu pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut disetiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tinggi lainnya karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinci2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U
No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciKONSERVASI GIGI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI BUKU PANDUAN MAHASISWA NAMA :
BUKU PANDUAN MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI KONSERVASI GIGI NAMA : NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI 1 KG DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSPDG UMY) telah berdiri sejak tahun 2004. PSPDG UMY merupakan salah satu program studi yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu bagian dari rantai pelayanan kesehatan tidak terlepas dari tanggung jawab memberikan pelayanan gawat darurat. Di dalam PERMENKES RI Nomor:
Lebih terperinci