SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA"

Transkripsi

1 SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2009 Adi Gumbara Putra C

3 ABSTRAK ADI GUMBARA PUTRA, C Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh DINIAH dan MOCH. PRIHATNA SOBARI. Palabuhanratu merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap di Selatan Jawa Barat dan merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Sukabumi. Sektor pariwisata dan perikanan tangkap merupakan sektor yang paling berpengaruh bagi perekonomian masyarakat Palabuhanratu, namun selama ini pengembangan kedua sektor tersebut masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal jika pengembangannya dilakukan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sinergisitas antara kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata di Palabuhanratu, sehingga dapat meningkatkan kontribusi kedua sektor dalam PDRB Kabupaten Sukabumi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis produktivitas untuk kegiatan perikanan tangkap, serta analisis persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata dan analisis permintaan wisata untuk kegiatan pariwisata bahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu memiliki trend produktivitas rata-rata yang menurun dari Tahun Kawasan wisata Palabuhanratu memiliki nilai utilitas (U) sebesar Rp ,00, nilai surplus konsumen sebesar Rp ,00 dan nilai ekonomi total (NET) sebesar Rp ,00. Tiga strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu, yaitu peningkatan kualitas fasilitas PPN Palabuhanratu, penambahan atraksi wisata dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik wisata dan melakukan pembenahan dalam pelaksanaan event upacara adat hari nelayan. Kata kunci: sinergisitas, produktivitas, permintaan pariwisata, nilai ekonomi wisata

4 SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 Judul Skripsi Nama NRP Mayor : Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat : Adi Gumbara Putra : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Diniah, M.Si. Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. NIP NIP Diketahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Tanggal lulus: 25 Juni 2009

6 KATA PENGANTAR Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan April 2008 ini adalah Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1) Ir. Diniah, M.Si. dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS. selaku Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingannya. 2) Dr. Ir. Tri wiji Nurani, M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas arahannya. 3) Akhmad Solihin, S.Pi. dan Ir. Mukhamad Dahri Iskandar, M.Si. selaku dosen penguji tamu atas arahan dan sarannya. 4) Bapak Wakil Bupati Sukabumi (H. Marwan Hamami) atas bantuan dana selama penulis menyelesaikan studi di IPB. 5) Bapak Yudi Pancayogo selaku Kepala Bidang Obyek dan daya Tarik Wisata dan Dra. Rukmi Utari selaku Kepala Bidang Sarana dan Pemasaran, Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi yang telah bersedia memberikan informasi dan data. 6) Kepala dan Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi atas bantuannya memberikan informasi dan data. 7) Kepala dan Staf Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu atas bantuannya memberikan informasi dan data. 8) Kepala dan Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi atas kesediaannya memberikan informasi dan data. 9) Kedua orang tua penulis atas doa dan dorongannya. 10) Yiyi yang telah membukakan mata ku setelah lama terlelap, memberikan arah setelah lama buta dan memberikan warna setelah lama gelap. Terima kasih karena selalu menjadi sumber motivasi, anugerah serta keindahan terbesar bagi penulis.

7 11) Seluruh teman-teman PSP 42 atas dukungannya. 12) Adik kelas ku (Ike, Kiki dan Q be) yang selalu memaksa penulis untuk mencantumkan namanya dalam skripsi ini. 13) Seluruh responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi dengan ikhlas dan sukarela. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan yang harus disempurnakan, sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Juli 2009 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Juni 1987 dari pasangan Bapak Saat dan Ibu Patimah. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisolok pada Tahun 2005 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Teknologi dan Manajemen perikanan Tangkap di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan sebagai kompetensi mayor dan manajemen fungsional di Departemen Manajemen sebagai kompetensi minor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar- Dasar Perikanan Tangkap pada tahun ajaran 2007/2008. Pengalaman berorganisasi penulis selama menjadi mahasiswa IPB adalah: Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Badminton IPB, Tahun ; Staf Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia, Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Sukabumi IPB (IKAMASI), Tahun ; Ketua Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Sukabumi IPB (IKAMASI), Tahun ; Sekertaris umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tenis Meja IPB, Tahun ; Staf Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN), Tahun Tanggal 25 Juni 2009 penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang dilakukan di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dengan judul skripsi Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... iii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu Kapal Alat penangkapan ikan Nelayan Hasil tangkapan Daerah penangkapan ikan Musim penangkapan Permintaan Pariwisata Hubungan Pariwisata dengan Perikanan Tangkap Strategi Pengembangan Pariwisata METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Responden Analisis Data Analisis terhadap sektor perikanan tangkap Analisis terhadap sektor pariwisata Analisis SWOT KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Keadaan Umum Palabuhanratu Letak dan luas wilayah Topografi dan bentang alam Iklim dan hidrologi Geologi Keadaan umum perikanan tangkap Keadaan umum lima unit penangkapan ikan dominan yang beroperasi di dalam Teluk Palabuhanratu Keadaan umum pariwisata i ii

10 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu Unit penangkapan ikan Produktivitas Peranan perikanan tangkap dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi Karakteristik Pengunjung Daerah asal pengunjung Umur pengunjung Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Lama kunjungan Biaya perjalanan Persepsi pengunjung Nilai waktu yang hilang selama melakukan kunjungan wisata Intensitas kunjungan ke objek wisata lain Fungsi Permintaan Pariwisata Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari Identifikasi Unsur SWOT Pengembangan Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Baharí di Palabuhanratu Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Analisis Matriks IFE dan EFE Analisis SWOT Strategi Pengembangan Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 97

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Penilaian bobot faktor strategis internal Penilaian bobot faktor strategis eksternal Matriks internal factor evaluation Matriks eksternal factor evaluation Matriks SWOT Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi Tahun Luas wilayah Palabuhanratu Jumlah unit penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu Tahun Jumlah kapal perikanan di PPN Palabuhanratu Tahun Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu Tahun Volume dan nilai produksi di PPN Palabuhanratu Tahun Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan Tahun Perkembangan jumlah nelayan Tahun Perkembangan jumlah trip penangkapan ikan Tahun Perkembangan volume produksi ikan di PPN Palabuhanratu Tahun Perkembangan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu Tahun Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap bagan apung Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap rawai layur Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap payang Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap trammel net Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap jaring rampus Perkembangan produktivitas per trip lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Perkembangan produktivitas unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Perkembangan produktivitas nelayan lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Daerah asal pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret

12 26 Kelompok umur pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Tingkat pendidikan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Tingkat pendapatan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Lama kunjungan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Jenis biaya perjalanan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Manfaat wisata pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Nilai keindahan kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Nilai kenyamanan kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Nilai waktu kunjungan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Intensitas kunjungan wisatawan ke lokasi objek wisata lain Koefisien regresi variabel model permintaan pariwisata Harga sewa dan kapasitas unit penangkapan ikan untuk menampung wisatawan Matriks IFE strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu Matriks EFE strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu Matriks SWOT pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu Perangkingan alternatif strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu... 89

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Desain payang Alat tangkap pancing ulur Desain jaring rampus Alat tangkap bagan apung Desain jaring tiga lapis (trammel net) Alat tangkap rawai layur Peta Teluk Palabuhanratu Diagram analisis SWOT Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan Tahun Perkembangan jumlah nelayan Tahun Perkembangan jumlah trip penangkapan ikan Tahun Perkembangan volume produksi ikan Tahun Perkembangan nilai produksi ikan Tahun Konstruksi bagan apung Konstruksi rawai layur Konstruksi payang Konstruksi trammel net Konstruksi jaring rampus Perkembangan produktivitas per trip Tahun Perkembangan produktivitas unit penangkapan ikan Tahun Perkembangan produktivitas nelayan Tahun Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Tahun Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi tanpa migas Tahun Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi dengan migas Tahun Sebaran daerah asal pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret

14 26 Sebaran kelompok umur pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Sebaran tingkat pendidikan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Sebaran tingkat pendapatan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Sebaran lama kunjungan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Sebaran jenis biaya perjalanan pengunjung kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Sebaran nilai waktu kunjungan wisatawan kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret Kurva permintaan pariwisata Peta wilayah pengembangan kegiatan wisata perikanan tangkap di Palabuhanratu Diagram analisis SWOT pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu... 87

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Unit penangkapan payang Unit penangkapan rawai layur Unit penangkapan trammel net Unit penangkapan jaring rampus Unit penangkapan bagan apung Obyek wisata di Palabuhanratu Peta wisata Kabupaten Sukabumi Rekapitulasi data responden di Kawasan Wisata Palabuhanratu Bulan Maret Hasil analisis regresi model permintaan pariwisata Perhitungan surplus konsumen dan nilai ekonomi kawasan wisata Palabuhanratu menggunakan Software Maple Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Kepala Bidang Sarana dan Pemasaran, Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Kepala Bidang Obyek dan daya Tarik Wisata, Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Staf Bagian Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi Penilaian bobot strategi internal dan eksternal oleh Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Perhitungan analisis SWOT

16 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan sentral kegiatan perikanan tangkap di Selatan Jawa Barat, dengan didukung oleh posisinya yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Luas wilayah laut Kabupaten Sukabumi 702 km 2 dan panjang garis pantai 117 km, memberikan peluang yang baik dalam pengembangan sub sektor perikanan tangkap dan pariwisata bahari. Kabupaten Sukabumi merupakan daerah tujuan wisata yang terkenal di Jawa Barat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan salah satu fungsi Kabupaten Sukabumi adalah sebagai daerah pengembangan wisata. Kegiatan pariwisata di Kabupaten Sukabumi terpusat di sekitar Pantai Palabuhanratu, Ujung Genteng dan Lereng Gunung Gede-Pangrango (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Berbeda dengan sektor pariwisata, sub sektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi belum menjadi perhatian utama. Padahal, selama ini perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Sukabumi. Pada Tahun 2006, PDRB dari sub sektor perikanan tangkap sebesar Rp atau 0,75% dari keseluruhan PDRB yang dihasilkan Kabupaten Sukabumi. Perikanan tangkap memberikan kontribusi sebesar 2,23% dari keseluruhan PDRB yang dihasilkan sektor pertanian. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan PDRB yang dihasilkan sub sektor kehutanan, sebesar 2,17%. Palabuhanratu sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata di Kabupaten Sukabumi. Keberadaan PPN Palabuhanratu telah memberikan kontribusi dalam peningkatan akivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, sedangkan pantai Palabuhanratu telah menjadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan selama ini. Kegiatan pariwisata di Palabuhanratu didominasi oleh jenis pariwisata bahari yang menyajikan keindahan alam berupa pantai dan laut. Obyek wisata di Palabuhanratu yang banyak dikunjungi oleh wisatawan antara lain Pantai Gadobangkong, Pantai Citepus Kebun Kelapa, Pantai

17 2 Citepus Balai Desa, Gua Lalay dan Muara Sungai Cimandiri (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Menurut Bappeda Kabupaten Sukabumi (2008), sektor pariwisata dan perikanan tangkap merupakan sektor yang paling berpengaruh bagi perekonomian masyarakat Palabuhanratu, namun selama ini pengembangan kedua sektor tersebut masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal, jika pengembangannya dilakukan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui sinergisitas antara kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata di Palabuhanratu, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kontribusi kedua sektor dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana keragaan perikanan tangkap di Palabuhanratu? 2) Bagaimana permintaan pariwisata terhadap obyek wisata yang ada di Palabuhanratu? 3) Bagaimana nilai ekonomi sumberdaya pariwisata yang ada di Palabuhanratu? 4) Bagaimana sinergisitas kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu? 5) Bagaimana menyusun strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu? 1.3 Tujuan Tujuan dilakukan penelitian ini adalah 1) Mengungkapkan keragaan perikanan tangkap di Palabuhanratu; 2) Menilai permintaan pariwisata bahari di Palabuhanratu; 3) Mengungkapkan sinergisitas kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata bahari, serta menentukan strategi pengembangannya di Palabuhanratu.

18 3 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah 1) Mendapatkan gambaran tentang sinergisitas antara kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata bahari untuk menunjang pengembangan pariwisata yang berbasis perikanan tangkap di Palabuhanratu; 2) Memberikan masukan terhadap pengembangan pariwisata dengan berbasiskan perikanan tangkap kepada Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi; 3) Memberikan masukan bagi nelayan Palabuhanratu dalam upaya meningkatkan pendapatannya.

19 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004). Menurut Monintja (1989), perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Komponen-komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan ikan. Menurut Kestevan (1973), unit penangkapan ikan merupakan kesatuan dari peralatan dan manusia yang terdapat dalam operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri atas kapal, alat tangkap dan nelayan. Kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu berpusat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu didirikan pada Tahun 1992 atas kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan beserta Departemen Kelautan dan Perikanan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2006) Kapal Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dijelaskan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Ekasari (2008), kapal merupakan faktor penting diantara komponen unit penangkapan ikan lainnya dan merupakan modal terbesar pada usaha penangkapan ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai wahana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh.

20 5 Jumlah kapal perikanan yang beroperasi di Palabuhanratu pada Tahun 2007 sebanyak buah. Jumlah tersebut terdiri atas 693 buah perahu motor tempel (PMT) dan 636 buah kapal motor (KM) (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2008). Perahu motor tempel menggunakan motor tempel (outboard engine) yang terletak di bagian luar kapal. Umumnya perahu motor tempel ini digunakan dalam usaha perikanan skala kecil, karena harga perahu yang relatif terjangkau. Kapal motor menggunakan mesin yang diletakkan di bagian dalam badan kapal (inboard engine). Umumnya kapal motor mempunyai skala usaha cukup besar (Ekasari 2008) Alat penangkapan ikan Alat penangkapan ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah, 2008). Alat penangkapan ikan yang beroperasi di dalam Teluk Palabuhanratu adalah payang, pancing ulur, jaring rampus, bagan apung, trammel net dan rawai layur (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2008). (1) Payang Menurut Standar Nasional Indonesia (2005), payang merupakan alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri atas dua bagian sayap, medan jaring bawah (bosoom), badan serta kantong jaring. Payang dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan ukuran badan jaring, yaitu payang berbadan jaring pendek dan payang berbadan jaring panjang. Desain kedua jenis payang tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Payang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan yang berada di permukaan perairan menggunakan tali selambar yang panjang. Penurunan jaring dilaksanakan pada sisi kiri buritan kapal, dengan gerakan maju kapal membentuk lingkaran pelayaran atau melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar, yaitu meter dan kecepatan kapal antara 1 1,5 knot. Penggunaan sayap jaring dan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh jarak liputan atau lingkaran payang yang besar dan jarak liputan atau tarikan payang yang panjang. Penarikan dan pengangkatan jaring (hauling) dilakukan dari buritan kapal tanpa menggunakan mesin bantu penangkapan (fishing machinery) dan kedudukan kapal terapung (drifting). Agar tidak terjadi

21 6 gerakan mundur kapal yang berlebihan, diupayakan kapal bergerak maju dengan kecepatan lambat, sesuai dengan kecepatan penarikan payang (Standar Nasional Indonesia, 2005). Jenis ikan yang biasa tertangkap payang adalah layang (Decapterus sp), selar (Selaroides sp), kembung (Rastrelliger sp), lemuru (Sardinella longiceps), tembang (Sardinella fimbriata), japuh (Dussumieria spp) dan lain-lain (Subani dan Barus 1988). Payang berbadan jaring panjang Keterangan gambar : 1) Panjang Bagian Bagian Jaring 2) Lebar Bagian Bagian Jaring a) Panjang tali ris atas : l a) Keliling mulut jaring : a b) Panjang tali ris bawah : m b) Setengah keliling mulut jaring : h c) Keliling mulut jaring : a c) Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2 d) Panjang total jaring :b d) Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 e) Panjang bagian sayap atas : c e) Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 f) Panjang bagian sayap bawah : d f) Lebar ujung belakang bagian sayap bawah:h1 g) Panjang bagian medan jaring bawah : bsm g) Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g h) Panjang bagian badan : e h) Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h i) Panjang bagian kantong : f i) Lebar ujung depan bagian bosoom : h j) Lebar ujung belakang bagian bosoom : h1 k) Lebar ujung depan bagian badan : i l) Lebar ujung belakang bagian badan : i1 m) Lebar ujung depan bagian kantong : j n) Lebar ujung belakang bagian kantong : j1 Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2005 Gambar 1 Desain payang. Payang berbadan jaring pendek

22 7 (2) Pancing ulur Menurut Subani dan Barus (1988), pancing ulur atau hand line (Gambar 2) adalah suatu konstruksi pancing yang umum digunakan oleh nelayan, khususnya nelayan skala kecil (small scale fishery). Secara garis besar pancing ulur terdiri atas komponen tali utama (main line) dan tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan PA monofilament, swivel yang terbuat dari bahan besi putih, mata pancing (hook) yang terbuat dari besi dan pemberat (sinkers) yang terbuat dari timah. Lokasi pemancingan dapat dilakukan di sembarang tempat seperti di perairan berkarang, perairan dangkal maupun dalam, juga di sekitar rumpon. Penggulung Tali utama Mata pancing Kili-kili (swivel) Tali cabang Mata pancing Pemberat Sumber: Saputra (2002) Gambar 2 Alat tangkap pancing ulur. (3) Jaring rampus Menurut Subani dan Barus (1988), jaring rampus (Gambar 3) merupakan alat tangkap yang termasuk kelompok jaring insang yang dioperasikan di dasar perairan atau jaring insang dasar. Menurut Standar nasional Indonesia (2006), alat penangkap ikan ini berbentuk empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya sama besar dan dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris

23 8 bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang arah renang ikan, sehingga ikan sasaran terjerat mata jaring atau terpuntal pada bagian tubuh jaring. Menurut Subani dan Barus (1988), satu set jaring rampus terdiri atas tinting dengan panjang 45 meter dan lebar 3,5 meter. Setiap set jaring rampus terdiri atas badan jaring berbahan PA monofilament, tali ris atas dan tali ris bawah dengan bahan PE multifilament, pelampung yang terbuat dari karet, pemberat yang terbuat dari bahan timah, pelampung tanda, tali selambar berbahan PE multifilament, tali jangkar berbahan PE multifilament dan jangkar. Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2006 Gambar 3 Desain jaring rampus. Pengoperasian jaring rampus dapat dilakukan dengan cara menetap, cara hanyut atau cara memancang tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan atau cara melingkar. Ikan sasaran tertangkap pada jaring rampus

24 9 dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal badannya pada tubuh jaring (Standar Nasional Indonesia, 2006). (4) Bagan apung (Raft lift net) Bagan apung (Gambar 4) adalah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindah-pindahkan di tempat yang diperkirakan banyak ikannya. Bagan apung dioperasikan hanya pada malam hari (light fishing), terutama pada hari gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan. Hasil tangkapan bagan antara lain jenis ikan pelagis kecil seperti teri (Stolephorus commersonii), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus spp) dan selar (Selaroides sp) (Subani dan Barus, 1988). Menurut Juniarti (1995), komponen-komponen bagan apung terdiri atas dek bagan, rumah bagan, roller, tali tarik, tali pemberat, pemberat, rakit, tali jangkar, jangkar, bingkai jaring dan jaring. Bahan yang digunakan untuk jaring bagan apung adalah waring. Waring merupakan anyaman pabrik yang terbuat dari poly prophylene (PP), tidak menggunakan simpul, warna jaring hitam dan mempunyai ukuran mata jaring 3 mm. Sumber: BPPI, 2007 Gambar 4 Alat tangkap bagan apung. (5) Trammel net Menurut Standar nasional Indonesia (2006), jaring tiga lapis atau trammel net merupakan salah satu alat tangkap dari jenis jaring insang (gill net) yang

25 10 dipergunakan untuk menangkap udang dengan cara terpuntal dan banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil. Trammel net (Gambar 5) terdiri atas satu lapis jaring bagian dalam (inner net), dua lapis jaring di bagian luar (outer net), serampat (selvadge), tali pelampung (float line), tali ris atas (head rope), tali ris bawah (ground rope), tali pemberat (sinker line), pelampung dan pemberat. Jaring lapis dalam (inner net) merupakan bagian jaring bermata kecil yang membentuk kantong jaring dan terletak di antara dua lapis jaring luar (outer net), sedangkan jaringan lapis luar (outer net) adalah bagian jaring bermata besar terletak simetris di sisi-sisi luar jaring lapis dalam yang berfungsi sebagai kerangka pembentuk atau pengendor kantong jaring. Serampat (selvadge) adalah lembaran jaring yang terpasang di atas dan di bawah tubuh jaring. Serampat berfungsi sebagai penguat tubuh jaring bagian atas dan bagian bawah. Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2006 Gambar 5 Desain jaring tiga lapis (trammel net).

26 11 Trammel net dioperasikan di dasar perairan dengan sasaran tangkapan udang. Waktu pengoperasian dilakukan pada siang hari (jam jam 14.00). Operasi penangkapan dilakukan dengan menggunakan dua cara penangkapan, yaitu secara pasif dan aktif. Operasi penangkapan secara pasif dilakukan dengan cara menurunkan jaring dari salah satu sisi lambung kapal dengan arah penurunannya menyilang arus. Ujung depan jaring dipasang pemberat batu dan ujung belakang disambung dengan tali selambar yang diikatkan pada kapal, kemudian trammel net dibiarkan hanyut mengikuti gerakan arus. Operasi penangkapan secara aktif dilakukan dengan menurunkan jaring dari salah satu sisi lambung kapal dengan arah penurunannya menyilang arus. Ujung depan jaring dipasang pemberat jangkar dan ujung belakang disambung dengan tali selambar yang diikatkan pada kapal, kemudian trammel net diputar dengan kapal membentuk gerakan setengah lingkaran atau bahkan membentuk 2-3 kali gerakan lingkaran atau putaran (Standar Nasional Indonesia, 2006). Menurut Subani dan Barus (1988), hasil tangkapan trammel net antara lain udang putih (Penaeus merguensis), bawal hitam (Formio niger), manyung (Arius spp) dan gulamah (Sciaenidae sp). (6) Rawai layur Menurut Astuti (2008), konstruksi rawai layur (Gambar 6) terdiri atas beberapa bagian, yaitu tali utama (main line), tali cabang (branch line), tali pelampung (float line), pelampung (float), pemberat (sinker), swivel, kawat barlen dan mata pancing (hook). Rawai layur dioperasikan secara one day fishing dan dilakukan pada malam hari. Daerah penangkapan ikan rawai layur dilakukan di Teluk Palabuhanratu. Hal ini disebabkan ukuran kapal yang digunakan nelayan rawai layur relatif kecil dan konstruksinya sederhana, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan operasi penangkapan ikan di luar Teluk Palabuhanratu (Astuti 2008).

27 12 Pelampung Tali pelampung Swivel Tali utama Mata pancing Pemberat Kawat barlen Tali cabang Tali pemberat Sumber: Astuti (2008) Gambar 6 Alat tangkap rawai layur Nelayan Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dijelaskan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Menurut Ekasari (2008), nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam unit penangkapan ikan, karena nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan asal daerahnya, nelayan yang ada di wilayah Palabuhanratu dapat dikategorikan sebagai nelayan asli dan nelayan pendatang. Nelayan asli adalah penduduk setempat yang telah turun-temurun berprofesi sebagai nelayan. Nelayan pendatang umumnya berasal dari Cirebon, Cilacap, Cidaun, Binuangeun dan Indramayu. Ditinjau dari sisi waktu kerja, nelayan di Palabuhanratu dikelompokkan menjadi nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai nelayan. Nelayan sambilan merupakan nelayan yang hanya pada waktu-waktu tertentu saja melakukan pekerjaan penangkapan ikan. Ekasari (2008) mengemukakan bahwa selain dikotomi seperti di atas, nelayan Palabuhanratu juga dapat dibedakan atas nelayan pemilik dan nelayan

28 13 buruh. Nelayan pemilik adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan atau disebut juga juragan. Nelayan buruh adalah orang yang bekerja sebagai kru atau anak buah kapal (ABK). Juragan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) Juragan laut adalah pemilik armada atau perahu yang ikut dalam operasi penangkapan ikan. (2) Juragan perahu adalah pemilik armada atau perahu penangkapan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan Hasil tangkapan Ikan yang tertangkap di Perairan Teluk Palabuhanratu didominasi oleh jenis ikan ekonomis sedang dan hanya sebagian kecil yang bernilai ekonomis tinggi. Jenis ikan tersebut antara lain layur (Trichiurus sp), peperek (Leiognathus spp), selar (Selaroides sp), tembang (Sardinella fimbriata), teri (Stolephorus commersonii), tongkol lisong (Auxis rochei), tongkol banyar (Rastrelliger kanagurta), tongkol abu-abu (Thunnus tonggol), udang rebon (Mysis sp), semar (Mene maculata) dan kembung (Rastrelliger sp). Jenis hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi, yaitu jenis udang yang biasa tertangkap oleh alat tangkap trammel net (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2008). Menurut Suhana (2008), di dalam perairan Teluk Palabuhanratu terkandung berbagai potensi sumberdaya ikan yang cukup melimpah, antara lain ikan pelagis, ikan demersal, udang dan biota laut lainnya. Jenis-jenis ikan yang sering tertangkap oleh nelayan Palabuhanratu antara lain teri (Stolephorus commersonii), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol lisong (Auxis rochei), udang putih (Penaeus merguensis) dan rajungan (Portunus pelagicus) Daerah penangkapan ikan Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Palabuhanratu umumnya dilakukan di sekitar perairan artisanal di bawah 3 mil, terutama di Perairan Teluk Palabuhanratu (Gambar 7). Hampir semua kapal dengan ukuran < 10 GT dan perahu motor tempel melakukan operasi penangkapan ikan di dalam Teluk Palabuhanratu. Penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) itu sendiri dilakukan berdasarkan pengalaman nelayan (Ekasari, 2008).

29 14 Menurut Wewengkang (2002), umumnya daerah penangkapan ikan di Palabuhanratu berada di sekitar Teluk Palabuhanratu, meskipun ada beberapa jenis alat tangkap yang daerah penangkapannya di luar Teluk Palabuhanratu. Alat tangkap seperti rawai layur dan bagan apung mempunyai daerah operasi penangkapan ikan di wilayah 2-3 mil dari pantai. Daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap payang dan jaring insang hanyut berada di sekitar teluk sampai jauh di luar teluk, seperti Perairan Ujung Genteng, Bayah, Cikara, Binuangeun, Pulau Tinjil dan Pulau Deli. 7º 00 Karang Payung Guhagede Cisolok Cimaja Palabuhanratu Citepus Cimandiri 7º 05 TELUK PALABUHANRATU Tg. Kembar Gedogan Ug. Karangbentang Sumber: Girsang, º º º º Keterangan: Bagan apung Trammel net Jaring rampus Rawai layur Payang Gambar 7 Peta Teluk Palabuhanratu Musim penangkapan Menurut Ekasari (2008), kegiatan penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu sangat dipengaruhi oleh kondisi musim. Selain musim timur dan musim barat, di kawasan Palabuhanratu dikenal musim peralihan dari musim barat ke musim timur dan dari musim timur ke musim barat. Penduduk setempat menyebut keadaan demikian dengan sebutan liwung.

30 15 Menurut Ekasari (2008), kondisi Teluk Palabuhanratu pada musim barat ditandai dengan intensitas hujan yang sangat tinggi dengan angin yang sangat kencang disertai dengan ombak yang sangat besar. Hal ini menyebabkan sebagian besar nelayan tidak berangkat melaut dengan alasan keamanan. Kalaupun ada kapal yang beroperasi jumlahnya tidak banyak dan daerah penangkapan ikannya pun terbatas tidak terlalu jauh. Lain halnya dengan musim timur yang berlangsung sekitar Bulan Mei sampai dengan September. Pada musim tersebut keadaan perairan biasanya tenang, jarang terjadi hujan dan ombak relatif kecil. Keadaan ini memungkinkan nelayan untuk melaut dan biasanya pada musim timur ini merupakan musim puncak penangkapan ikan. Kelimpahan ikan pada bulan-bulan tersebut diduga akibat adanya upwelling yang terjadi pada perairan di Perairan Teluk Palabuhanratu dan sekitarnya. Upwelling dapat terjadi karena pada musim timur gerakan arus air laut datang dari arah timur menuju ke barat dan bergerak menjauhi teluk. Hal tersebut akan mengakibatkan kekosongan massa air di sekitar Teluk Palabuhanratu, kemudian air dari bawah naik ke atas (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2007 yang dikutip oleh Ekasari, 2008). 2.2 Permintaan Pariwisata Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, dijelaskan hal-hal sebagai berikut (Ramly, 2007) : (1) Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. (2) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha terkait di bidang tersebut. (3) Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. (4) Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

31 16 (5) Obyek dan daya tarik wisata adalah segala yang menjadi sasaran wisata. (6) Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. (7) Wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan tujuan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu. Seseorang dapat disebut wisatawan, bila ia bepergian untuk sementara waktu dengan tujuan menikmati keseluruhan panorama alam dan lingkungan. Menurut Pramono (2001), terminologi wisata bahari memang tidak secara tegas tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, namun merupakan penjabaran dari kegiatan wisata tirta yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Wisata tirta adalah suatu kegiatan yang menjadikan laut, sungai, danau, rawa dan waduk sebagai lokasi aktivitas wisata. Secara umum wisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang melandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan atau kelautan. Daya tarik wisata bahari mencakup perjalanan di laut atau perairan yang dikemas atau diarahkan menjadi suatu pengalaman yang menarik. Kawasan yang dapat dikembangkan menjadi suatu obyek wisata bahari adalah kawasan yang memiliki kekayaan alam bahari serta peristiwa-peristiwa yang diselenggarakan di laut atau di pantai, seperti berselancar, menyelam, lomba layar, olahraga pantai, dayung, lomba memancing, upacara adat yang dilakukan di laut, termasuk adatistiadat dan budaya masyarakat pesisir (Pramono, 2001). Menurut Damardjati (2006), wisata bahari merupakan suatu pemanfaatan dari segi pariwisata atas kawasan air, sehingga pengembangannya secara lengkap dan profesional dapat menjadikan suatu obyek wisata yang menarik. Suatu obyek wisata bahari biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menyelam (scuba diving), memancing (fishing), berselancar (surfing), berperahu (boating) dan lain-lain. Permintaan (demand) sebagai suatu konsep mengandung makna berlakunya hukum tingkahlaku terhadap beberapa variabel, diantaranya kualitas produk (product quality), harga (price) dan kegunaan atau manfaat (benefit) barang bagi

32 17 pemakainya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi orang untuk melakukan perjalanan wisata pada suatu daerah tujuan wisata (DTW) tertentu. Faktor-faktor itu adalah jumlah pendapatan seseorang setelah dikurangi kewajiban pajak atau kewajiban lainnya yang harus dibayar, baik kepada pemerintah atau pihak lainnya (disposable personal income), waktu senggang (leasure time), teknologi, besar atau kecilnya jumlah keluarga (size of family), keamanan serta accessibility (Yoeti, 2006). Yoeti (2006) menyatakan bahwa sifat dan karakter permintaan untuk melakukan perjalanan wisata sangat berbeda dengan permintaan untuk produk yang dihasilkan perusahaan manufaktur (tangible goods). Perbedaan sifat atau karakter tersebut adalah permintaan pariwisata sangat elastis, karena permintaan tersebut menunjukkan elastisitas langsung terhadap pendapatan dan biaya perjalanan (elasticity), permintaan pariwisata sangat peka terhadap keadaan sosial, politik dan keamanan (sensitivity), permintaan pariwisata selalu meningkat (expansion) dan permintaan pariwisata bersifat musiman (seasonality). Menurut Middleton (1994), permintaan pasar dan perilaku konsumen dalam perjalanan wisata menggambarkan dua dimensi, yaitu faktor penentu dan faktor motivasi. Faktor penentu adalah faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor politik yang ada dalam suatu masyarakat yang membatasi jumlah permintaan terhadap perjalanan pariwisata. Faktor motivasi adalah faktor internal yang ada dalam setiap individu, seperti kebutuhan, keinginan dan impian. Ada delapan faktor penentu utama yang mempengaruhi permintaan perjalanan wisata, yaitu faktor ekonomi, demografi, geografi, sosio-kultur dan perilaku sosial, harga yang bersaing, mobilitas, peraturan pemerintah serta media komunikasi. Faktor penentu permintaan ini adalah faktor eksternal dari kepentingan setiap individu dan perubahan yang terjadi dalam setiap faktor tersebut akan sangat mempengaruhi ukuran dan pola pasar pariwisata (Middleton, 1994). 2.3 Hubungan Pariwisata dengan Perikanan Tangkap Pengembangan pariwisata yang dihubungkan dengan sektor perikanan tangkap (fishing) selama ini masih kurang di Indonesia. Hubungan antara sektor

33 18 perikanan tangkap dengan sektor pariwisata salah satunya terwujud dalam kegiatan rekreasi perikanan tangkap (recreational fisheries). Menurut Pitcher dan Hollingworth (2002), rekreasi perikanan dapat diartikan sebagai kegiatan menangkap ikan untuk kesenangan. Selain sebagai suatu kesenangan, ada manfaat pelengkap yang didapat dari rekreasi perikanan, seperti keuntungan ekonomi, sumber makanan dan suatu pelatihan olah raga (sport fishing). Berdasarkan data dari The National Marine Fisheries Service (NMFS), di Amerika Serikat rekreasi memancing di laut merupakan olah raga di luar kedua yang paling populer. Pada Tahun 1998 rekreasi memancing menghasilkan 6% dari total produksi ikan Amerika Serikat. Di bagian timur laut Amerika Serikat, pada Tahun 1994 telah terjadi perjalanan rekreasi perikanan dan pada Tahun 1997 perjalanan rekreasi perikanan meningkat menjadi perjalanan (Gentner dan Lowther, 2002). 2.4 Strategi Pengembangan Pariwisata Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat kepada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar atau lebih baik, memajukan sesuatu dari yang lebih awal kepada yang lebih akhir atau dari yang sederhana kepada yang lebih kompleks. Pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber daya, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan dan mengintegrasikan kemajuan. Dari segi kualitatif, pengembangan berfungsi sebagai peningkatan meliputi penyempurnaan program ke arah yang lebih baik. Hal-hal yang dikembangkan meliputi aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan itu sendiri. Pengembangan dalam hal ini mencakup pengembangan kuantitas dan kualitas, keterampilan produktif dan perluasan pasar. Dari segi kuantitatif, fungsi pengembangan dalam memperluas program dengan titik berat perluasan jangkauan wilayah dan jangkauan program (Ramly, 2007). Ramly (2007) menjelaskan bahwa pengembangan kawasan wisata harus didasarkan pada regulasi nasional maupun kesepakatan internasional. Seluruh regulasi dan kesepakatan internasional dijadikan landasan pengembangan ekowisata nasional. Pengembangan wisata regional atau lokal didasarkan pada

34 19 regulasi di daerah serta persepsi dan preferensi masyarakat sebagai bentuk realisasi paradigma baru yang memberdayakan rakyat. Tujuan pengembangan wisata yang ingin dicapai adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan hanya dilakukan terhadap aspek estetika, pengetahuan tentang ekosistem dan keanekaragaman hayati. Analisis situasi merupakan cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategis antara peluang-peluang eksternal dan kemampuan internal suatu daerah yang akan dikembangkan. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor dan berasal dari dalam sektor tersebut, sedangkan faktor-faktor eksternal adalah hal-hal yang yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor tetapi berasal dari luar sektor. Salah satu metode analisis situasi umum yang digunakan adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis ini merupakan identifikasi secara sistematik terhadap kekuatan dan kelemahan dari faktor internal serta kesempatan dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi (Rangkuti, 2008). SWOT adalah suatu kerangka yang bermanfaat untuk penilaian yang dilengkapi dengan penyajian informasi yang relevan hingga proses diagnosis dan pemberian petunjuk yang terbaik dalam pengembangan hingga peramalan, yang selanjutnya dapat memberikan informasi untuk taktik dan strategi pemasaran (Middleton, 1994). Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui alternatif strategi pengembangan yang paling baik. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan kesempatan yang dimiliki serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi (Rangkuti, 2008).

35 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April Lokasi penelitian bertempat di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Menurut Gulo (2005), metode survei merupakan metode pengumpulan data dengan menggunakan instrument untuk meminta tanggapan dari responden tentang sampel. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang diperoleh meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melihat langsung kegiatan perikanan tangkap dan pariwisata di Palabuhanratu, serta hasil wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang disediakan. Wawancara dilakukan terhadap nelayan dan wisatawan, meliputi: (1) Karakteristik pengunjung, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, intensitas kunjungan, daerah asal, persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata dan biaya perjalanan. (2) Kondisi perikanan tangkap, seperti kondisi nelayan, karakteristik alat penangkapan ikan, karakteristik kapal penangkapan ikan dan metode operasional alat penangkapan ikan. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sukabumi, Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Data tersebut yaitu 1) Data volume dan nilai produksi ikan di Palabuhanratu Tahun ; 2) Data perkembangan jumlah nelayan di Palabuhanratu Tahun ; 3) Data perkembangan jumlah kunjungan wisatawan Tahun ;

36 21 4) Data produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Sukabumi Tahun ; 5) Profil obyek wisata di Palabuhanratu; 6) Monografi masyarakat Palabuhanratu; 7) Data kebijakan pariwisata dan perikanan tangkap di Palabuhanratu; 8) Letak geografis, keadaan alam dan potensi wilayah Palabuhanratu. 3.3 Metode Pengambilan Responden Metode pengambilan responden dalam penelitian ini menggunakan teknik accidential sampling dan purposive sampling. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik antara dua populasi yang berbeda, yaitu wisatawan dan nelayan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Menurut Nasution 2007, teknik accidental sampling adalah metode pengambilan sampel secara tidak acak, proses pengambilan sampel dilakukan tanpa perencanaan yang seksama. Responden yang dimintai informasinya benarbenar diperoleh secara kebetulan tanpa suatu pertimbangan tertentu. Teknik ini digunakan untuk mengambil data dari wisatawan yang dijadikan responden. Responden untuk pariwisata berjumlah 30 orang wisatawan. Menurut Nasution 2007, metode purposive sampling adalah penarikan sampel yang dipilih secara cermat menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki sampel tersebut. Metode purposive sampling diterapkan pada nelayan yang ada di Palabuhanratu. Nelayan yang dipilih menjadi responden adalah nelayan yang memiliki pengetahuan tentang unit penangkapan ikan, seperti nelayan pemilik, juru mudi dan pembuat alat tangkap. Pengambilan data dilakukan pada lima jenis unit penangkapan ikan yang paling dominan dan memiliki daerah penangkapan di dalam Teluk Palabuhanratu. Unit penangkapan ikan tersebut adalah unit penangkapan payang, unit penangkapan bagan apung, unit penangkapan jaring rampus, unit penangkapan trammel net dan unit penangkapan rawai layur. Jumlah responden adalah 10% dari masing-masing unit penangkapan ikan. Responden dari unit penangkapan payang berjumlah 5 orang, responden dari unit penangkapan bagan apung berjumlah 20 orang, responden dari unit penangkapan jaring rampus berjumlah 4 orang, responden dari unit penangkapan jaring trammel

37 22 net berjumlah 3 orang dan responden dari unit penangkapan rawai layur berjumlah 23 orang. 3.4 Analisis Data Analisis terhadap sektor perikanan tangkap Analisis terhadap sektor perikanan tangkap dilakukan dengan mendeskripsikan masing-masing unit penangkapan ikan serta menghitung produktivitasnya. Nilai produktivitas didapat dengan mencari nilai relatif hasil tangkapan terhadap jumlah trip, jumlah nelayan dan jumlah unit penangkapan ikan per tahun. Perhitungannya menggunakan rumus: Produktivitas per trip penangkapan ikan = Produktivitas unit penangkapan ikan = Produktivitas nelayan = Analisis terhadap sektor pariwisata 1) Kurva permintaan rekreasi Metode yang digunakan untuk menganalisis permintaan rekreasi adalah metode biaya perjalanan (travel cost method). Menurut Lipton (1995) yang dikutip oleh Sobari dan Anggraini (2008), metode biaya perjalanan merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi (recreational value) dari suatu lokasi atau objek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar (non market good or service). Pendugaan tingkat kunjungan wisatawan terhadap obyek wisata yang ada di Palabuhanratu merupakan fungsi dari biaya perjalanan ke lokasi wisata, pendapatan, biaya perjalanan ke lokasi alternatif, biaya waktu yang dikeluarkan individu untuk berkunjung dan persepsi dan apresiasi pengunjung tehadap obyek wisata di Palabuhanratu, seperti pada fungsi berikut:

38 23 Q = f (X 1,X 2,X 3,X 4,X 5 ) Keterangan : Q = jumlah kunjungan (kali) X 1 = biaya perjalanan untuk mengunjungi lokasi wisata (Rp per orang) X 2 = pendapatan individu (Rp per bulan) X 3 = nilai waktu individu ketika mengunjungi lokasi wisata (Rp per orang) X 4 = biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif (Rp per orang) X 5 = manfaat wisata, keindahan dan kenyamanan obyek wisata Penggunaan metode biaya perjalanan dalam penelitian ini menggunakan pengelompokkan pengunjung berdasarkan pengeluaran individu (individual travel cost model). Menurut Grigalunas et al (1998) yang dikutip oleh Sobari dan Anggraini (2008), individual travel cost model adalah suatu metode untuk memperkirakan rata-rata kurva permintaan individu terhadap lokasi wisata, dalam pendekatan ini pengunjung dikelompokkan berdasarkan pengeluaran. Fungsi permintaan dan consumer surplus atas kunjungan wisata untuk model individual sebagai berikut: (a) Pendugaan fungsi permintaan Q = (b) Transformasi intersep baru fungsi permintaan ln Q = + ln + ln + ln + ln + ln ln Q = ( +( (ln + ( ln ) + ( ln ) + ( ln )) + ln ln Q = + ln (c) Transformasi fungsi permintaan di atas ke fungsi permintaan asal Q = (d) Menduga total kesediaan membayar U = (V)d(V) dimana: U = utilitas terhadap sumberdaya a = batas jumlah sumberdaya rata-rata yang dikonsumsi atau diminta f(v) = fungsi permintaan (e) Menduga konsumen surplus CS = U b 2 b 2 = a Q

39 24 (f) Menghitung nilai ekonomi total lokasi wisata NET = CS TV dimana: NET = nilai ekonomi total lokasi wisata CS = consumer surplus TV = total kunjungan per tahun 2) Analisis persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata Penggunaan analisis persepsi dan apresiasi dilakukan untuk mengukur tingkat keindahan dan kenyamanan obyek wisata, serta manfaat yang didapatkan wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. (a) Keindahan alam Keindahan alam merupakan nilai relatif yang diberikan oleh manusia kepada alam yang mempunyai ciri tertentu dan mendatangkan rasa keterkaitan atau kekaguman. Secara kuantitatif, dirumuskan: Ka = (Ers/Era) 100% keterangan: Ka = keindahan alami (%) Ers = jumlah responden yang sepakat menyatakan indah Era = jumlah seluruh responden Nilai (skor) dari keindahan >80% : sangat indah 60% -79% : lebih dari indah 40% -59% : indah 20% -39% : kurang indah <20% : tidak indah (b) Kenyamanan (Amenity/Comfortability) Kenyamanan merupakan nilai yang diberikan oleh manusia terhadap suatu rasa kelapangan, ketentraman dan keamanan. Secara kuantitatif, dirumuskan: Na = (Ers/Era) 100% keterangan: Na : kenyamanan alami (%) Ers : jumlah responden yang sepakat menyatakan nyaman Era : jumlah seluruh responden

40 25 Nilai (skor) dari kenyamanan >80% : sangat nyaman 60% -79% : lebih dari nyaman 40% -59% : nyaman 20% -39% : kurang nyaman <20% : tidak nyaman (c) Manfaat wisata Manfaat wisata dilihat dari kesan yang timbul pada diri pengunjung setelah melakukan kunjungan wisata. Kesan tersebut dapat berupa kesan negatif, netral dan positif. Kesan negatif merupakan kesan yang timbul dari ketidakpuasan pengunjung terhadap obyek wisata atau suasana saat melakukan kegiatan wisata, sedangkan kesan positif merupakan kesan yang timbul dari kepuasan pengunjung terhadap obyek wisata atau suasana saat melakukan kegiatan wisata. Kesan yang timbul pada pengunjung yang tidak mendapatkan kesan positif maupun negatif dari kunjungan wisatanya disebut kesan netral Analisis SWOT SWOT adalah alat untuk menyusun suatu strategi dalam mengembangkan suatu kegiatan. Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor eksternal dan faktor internal. Dengan analisis ini, kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang merupakan faktor eksternal (Rangkuti, 2008). Berbagai Peluang 3. Mendukung strategi Turn Around Kelemahan Internal 4. Mendukung strategi defensif 1. Mendukung strategi agresif Kekuatan Internal 2. Mendukung strategi diversifikasi Berbagai Ancaman Sumber : Rangkuti, 2008 Gambar 8 Diagram analisis SWOT.

41 26 a) Analisis Faktor Internal dan Eksternal Menurut Rangkuti (2008), analisis faktor internal dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE, sedangkan analisis faktor eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan matriks EFE. Tahap pertama yang harus dilakukan Penyusunan matriks IFE dan matriks EFE adalah dengan mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan semua peluang serta ancaman pada matriks EFE. b) Penentuan bobot setiap variabel Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan analisis faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear dan Taylor, 1991). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penentuan bobot setiap variabel digunakan skala 1,2,3. Skala digunakan untuk pengisian kolom adalah 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan faktor strategis internal dari objek wisata dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan untuk penilaian faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Internal A B C. TOTAL A B C. TOTAL Sumber : Kinnear dan Taylor, 1991 Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Eksternal A B C. TOTAL A B C. TOTAL Sumber : Kinnear dan Taylor, 1991

42 27 Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus : Keterangan : = bobot variabel ke-i = nilai variabel ke-i i = 1,2,3,..n n = jumlah variabel c) Penentuan peringkat (rating) Penentuan peringkat (rating) dilakukan oleh Staf Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi, staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sukabumi terhadap variabelvariabel dari hasil analisis situasi pariwisata dan perikanan tangkap. Menurut Rangkuti (2008), perhitungan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi pariwisata dan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Untuk matriks IFE skala peringkat yang digunakan, yaitu : 1 = sangat lemah; 2 = lemah; 3 = kuat; 4 = sangat kuat. Adapun untuk matriks EFE skala peringkat yang digunakan : 1 = rendah, respon kurang; 2 = sedang, respon rata-rata; 3 = tinggi, respon di atas rata-rata; 4 = sangat tinggi, respon superior. Nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil pembobotan dan rating ditampilkan dalam matriks berdasarkan analisis lingkungan dan situasi obyek wisata yang disajikan pada Tabel 3 dan 4.

43 28 Tabel 3 Matriks internal factor evaluation Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Kekuatan : 1. : Kelemahan : 1. : Total Sumber : David, 2003 Total skor pembobotan berkisar dari yang terendah 1,0 sampai yang tertinggi 4,0 dengan rata-rata skor 2,5. Total skor pembobotan di bawah 2,5 menunjukkan kondisi internal organisasi lemah, sedangkan jika di atas 2,5 mengindikasikan kondisi internal organisasi yang kuat (David, 2003). Tabel 4 Matriks eksternal factor evaluation Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Kekuatan : 1. : Kelemahan : 1. : Total Sumber : David, 2003 Total skor pembobotan tertinggi untuk sebuah organisasi adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0 dengan rata-rata 2,5. Total skor pembobotan 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi mampu merespon peluang maupun ancaman dengan baik. Dengan kata lain, strategi perusahaan sangat efektif dalam mengambil manfaat dari peluang yang ada dan meminimalisasi potensi yang kurang baik dari ancaman eksternal (David 2003). Keterkaitan faktor internal dan eksternal dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT seperti pada Tabel 5. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, untuk merumuskan beberapa alternatif strategi.

44 29 Tabel 5 Matriks SWOT IFAS EFAS Peluang (Opportunities) - Menentukan 5-10 faktorfaktor peluang eksternal Ancaman (Threat) - Menentukan 5-10 faktorfaktor ancaman eksternal Sumber : Rangkuti, 2008 Kekuatan (Strength) - Menentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal Strategi SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memafaatkan peluang Strategi ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Keterangan : IFAS : Internal Strategic Factors Analysis Summary EFAS : Eksternal Strategic Factors Analysis Summary Kelemahan (Weakness) - Menentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan internal Strategi WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaat- kan peluang Strategi WT Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Perankingan terhadap alternatif strategi pengembangan pariwisata dilakukan berdasarkan nilai hasil penjumlahan bobot dari masing-masing unsur yang terkait dengan masing-masing strategi.

45 30 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta. Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak antara 6º 57-7º 25 Lintang Selatan dan 106º º 00 Bujur Timur dengan luas wilayah km 2. Luas wilayah tersebut merupakan 14,39 % dari luas Jawa Barat dan 3,01% dari luas Pulau Jawa. Batas-batas wilayah Kabupaten Sukabumi secara administratif, yaitu (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008): - di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, - di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, - di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia, - di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Kabupaten Sukabumi secara administratif berbatasan juga secara langsung dengan wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah kantong (enclave). Kota Sukabumi dikelilingi beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Kecamatan tersebut, yaitu Kecamatan Sukabumi di sebelah Utara, Kecamatan Cisaat dan Kecamatan Gunung Guruh di sebelah Barat, Kecamatan Nyalindung di sebelah Selatan, Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Kebon Pedes di sebelah Timur (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008). Kabupaten Sukabumi memiliki iklim tropis. Pada Tahun 2006 curah hujan setahun sebesar mm dari 124 hari hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Januari dengan curah hujan 764 mm dan hari hujan 25 hari. Suhu udara di Kabupaten Sukabumi berkisar 17,2º - 32,8º C dengan suhu rata-rata 25,50º C dan kelembaban rata-rata sebesar 86,2% (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008). Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di bagian selatan dan bergunung di bagian utara dan tengah dengan ketinggian berkisar antara m. Kondisi permukaan tanah di Kabupaten Sukabumi bervariasi. Berdasarkan kelas kemiringan, kondisi

46 31 permukaan tanah di Kabupaten Sukabumi dapat digolongkan menjadi 5 kelas, yaitu (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008), - kelas I dengan kemiringan 0-8 luasnya sekitar ha, - kelas II dengan kemiringan 8-15 luasnya sekitar ha, - kelas III dengan kemiringan luasnya sekitar ha, - kelas IV dengan kemiringan luasnya sekitar ha, - kelas V dengan kemiringan >45 luasnya sekitar ha. Berdasarkan kemampuan efektif dan tekstur tanah, daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang atau tanah lempung. Kedalaman tanahnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu kedalaman tanah sangat dalam dengan kedalaman lebih dari 90 cm dan kedalaman tanah kurang dalam dengan kedalaman kurang dari 90 cm. Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di bagian utara, sedangkan kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian tengah dan selatan. Hal ini menyebabkan wilayah bagian utara lebih subur dibanding kandungan wilayah bagian selatan (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008). Sumberdaya air di wilayah Kabupaten Sukabumi terdiri atas air permukaan dan air tanah. Air permukaan yaitu berupa aliran sungai seperti Sungai Cimandiri dengan anak sungainya yaitu Sungai Cipelang, Sungai Citarik, Sungai Citatih, Sungai Cibodas. Air tanah merupakan sumber air yang banyak dikelola untuk air minum mineral, seperti di Kecamatan Cidahu, Kecamatan Cicurug, Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Parakan Salak (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Kabupaten Sukabumi memiliki potensi geologis. Potensi tersebut antara lain sumber panas bumi di daerah Gunung Salak dan Cisolok, bahan tambang dan bahan galian seperti emas, perak, batu bara, pasir kwarsa, marmer, pasir besi, bentonit, teras, batu gamping, tanah liat dan lain-lain (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008). Tipe pantai di wilayah Pesisir Teluk Palabuhanratu meliputi pantai karang, berbatu dan berpasir, satuan morfologi terdiri atas perbukitan dan dataran. Satuan morfologi perbukitan merupakan ciri utama pantai selatan dengan pantai terjal dan perbukitan bergelombang. Kemiringan perbukitan mencapai 40% serta tersusun

47 32 oleh sedimen tua. Satuan morfologi dataran berkembang sekitar muara sungai dengan susunan terdiri atas pasir dan kerikil yang berasal dari endapan limpahan banjir. Satuan ini tersebar di wilayah pantai mulai Cimandiri hingga Cisolok yang merupakan batuan geologi berupa endapan-endapan sedimen breksi gunung api (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2007 mencapai jiwa, terdiri atas laki-laki dan perempuan. Rasio antara penduduk laki-laki dan perempuan adalah 101, yang berarti dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi adalah 579,39 orag per km 2 (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008). Jumlah keluarga pra sejahtera di Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2007 sebanyak kepala keluarga. Keluarga pra sejahtera terbanyak berada di Kecamatan Cibadak, yaitu kepala keluarga (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi 2008). Berdasarkan kelompok umur sekolah dan jenis kelamin, penduduk Kabupaten Sukabumi terbanyak adalah kelompok umur lebih dari 25 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar jiwa. Jumlah penduduk terkecil adalah kelompok umur 0-6 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar jiwa (Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi 2008). Data selengkapnya mengenai jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi menurut kelompok umur dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi Tahun 2007 Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah > Jumlah Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, 2008

48 33 Kabupaten Sukabumi merupakan daerah tujuan wisata yang terkenal di Jawa Barat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan salah satu fungsi dari Kabupaten Sukabumi diantaranya sebagai daerah pengembangan wisata (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Obyek wisata di Kabupaten Sukabumi terkenal dengan istilah GURILAPSS, yaitu kependekan dari gunung, rimba, laut, pantai, sungai dan seni budaya. Potensi pariwisata di Kabupaten Sukabumi masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan. Wilayah pengembangan pantai berada di Kecamatan Surade, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Simpenan, Kecamatan Palabuhanratu dan Kecamatan Cisolok. Beberapa daya tarik wisata yang saat ini dikembangkan antara lain arung jeram di Kecamatan Cikidang dan Kecamatan Warungkiara serta wisata budaya di Kampung Gede Kaseupuhan Ciptagelar yang masih tetap mempertahankan nilainilai tradisi (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Pada Tahun 2008 di Kabupaten Sukabumi terdapat 46 obyek wisata, dengan jumlah kunjungan sebanyak orang. Jumlah tersebut terdiri atas 0,8% wisatawan mancanegara dan 99,2% wisatawan nusantara (Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi 2008). Hotel berbintang di Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2008 berjumlah 8 buah, sedangkan hotel melati sebanyak 95 buah yang tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Sukabumi. Jumlah rumah makan di Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2008 sebanyak 38 buah (Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi, 2008). 4.2 Keadaan Umum Palabuhanratu Letak dan luas wilayah Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31 BT-106º37 BT dan antara 6º57 LS-7º04 LS, sedangkan secara administratif wilayah Palabuhanratu meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Palabuhanratu dan Kecamatan Simpenan. Dalam unit kelurahan atau desa, cakupan wilayah Palabuhanratu meliputi 1 Kelurahan dan 4 Desa, yaitu Kelurahan Palabuhanratu,

49 34 Desa Citepus, Desa Citarik, Desa Cidadap dan Desa Loji. Batas-batas wilayah Palabuhanratu adalah sebagai berikut (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008): - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cibodas dan Desa Buniwangi yang merupakan wilayah Kecamatan Palabuhanratu; - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikadu, Desa Tonjong dan Desa Cibuntu yang merupakan wilayah Kecamatan Palabuhanratu, serta Desa Langkapjaya yang merupakan wilayah Kecamatan Lengkong; - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kertajaya dan Desa Cihaur yang merupakan wilayah Kecamatan Simpenan; - Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu dan Samudera Hindia. Berdasarkan luasan administratif, luas wilayah Palabuhanratu adalah 8.124,2 ha. Proporsi wilayah terluas adalah Desa Loji seluas 3.390,82 ha atau 41,74% dari keseluruhan luas wilayah Palabuhanratu, sedangkan proporsi terkecil adalah Desa Citarik sebesar 1.011,50 ha atau 12,45% dari luas wilayah Palabuhanratu. Selengkapnya mengenai luas kelurahan atau desa di wilayah Palabuhanratu disajikan dalam Tabel 7 (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Tabel 7 Luas Wilayah Palabuhanratu No Kelurahan/Desa Luas Wilayah (ha) Palabuhanratu Citarik Citepus Cidadap Loji 1.023, , , , ,82 Proporsi Luas Terhadap Kota (%) 12,59 12,45 16,58 16,64 41,74 Jumlah 8.214,20 100,00 Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008 Dalam konstelasi wilayah yang lebih luas, baik dalam lingkup kabupaten, provinsi bahkan nasional, wilayah Palabuhanratu akan diperankan sebagai pusat pertumbuhan (growth center) bagi Pantai Selatan Jawa Barat dan Banten. Diharapkan perkembangan dan pertumbuhan wilayah Palabuharatu akan menjadi pemicu (trigger) bagi perkembangan wilayah Selatan Jawa Barat, Banten dan sekitarnya (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008).

50 Topografi dan bentang alam Ketinggian permukaan tanah wilayah perencanaan Palabuhanratu berkisar antara meter dari permukaan laut (mdpl) dengan kemiringan lahan antara 0-70%. Topografi wilayah Palabuhanratu bervariasi mulai dari dataran datar sampai berbukit. Dataran datar terletak di sepanjang garis pantai dan sepanjang aliran sungai sampai dengan daerah perkotaan, sedangkan dataran berbukit terletak di daerah pinggiran kota dan menyebar ke arah timur kota (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Berdasarkan ketinggian dan kemiringan lahan menjadikan Palabuhanratu memiliki bentang alam yang sangat bervariasi, yaitu bergabung antara daerah dataran, daerah bergelombang, daerah berbukit sampai dengan daerah terjal. Berdasarkan data Bappeda Kabupaten Sukabumi kondisi bentang alam atau morfologi Palabuhanratu dapat dibagi menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008): 1) Satuan morfologi dataran Satuan ini mempunyai bentuk yang hampir datar sampai datar dengan sudut kemiringan lereng 0-3% dan ketinggian dataran berkisar 1-10 mdpl. Penyebaran satuan ini terletak di bagian barat yaitu sekitar Palabuhanratu dan merupakan daerah pantai serta lembah sungai. Dataran pantai ini dibentuk oleh pasir, krikil, sedikit lanau dan lempung ke arah barat. Sungai yang mengalir di daerah dataran ini umumnya mempunyai alur yang berkelokkelok, arusnya sudah lambat, sehingga daya kikisnya sudah sangat lemah. 2) Satuan morfologi medan bergelombang Satuan ini mempunyai kemiringan lereng antara 3-10%, dengan ketinggian tempat antara mdpl. Penyebaran satuan ini terutama di bagian barat, yaitu sekitar Palabuhanratu ke arah timur. Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini umumnya mempunyai lembah yang tidak terlalu lebar dan dangkal, alirannya membentuk pola mendaun. 3) Satuan morfologi perbukitan berelief halus Satuan ini mempunyai kelerengan 5-15% dan ketinggian tempat mdpl. Penyebarannya satuan ini di bagian timur, yaitu di sekitar Desa Cidadap dan bagian selatan Palabuhanratu.

51 36 4) Satuan morfologi perbukitan berelief sedang Satuan ini mempunyai lereng antara 15%-30% dengan ketinggian mdpl. Penyebaran satuan ini terutama di bagian utara, timur laut, selatan dan tenggara. Pola aliran sungai yang terjadi adalah subdendritik. 5) Satuan morfologi perbukitan berelief kasar Satuan ini mempunyai kemiringan >30% terletak pada ketinggian mdpl. Penyebaran satuan ini terutama di bagian utara dan timur laut, serta menyebar di bagian selatan sampai dengan tenggara menempati daerah Desa Cidadap dan Loji, yaitu Daerah Gunung Buleud, Gunung Jayanti, Gunung Manunggal dan Gunung Binong. Pola aliran sungai yang terjadi adalah subdendretik Iklim dan hidrologi Kondisi iklim tiap daerah berbeda-beda. Hal itu dapat terlihat dari perbedaan suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, tekanan udara, kecepatan angin dan radiasi matahari. Suhu udara di Palabuhanratu berkisar antara 18º-36ºC dengan intensitas hujan 13,6-20,4 mm per hari hujan atau mm per tahun, sedangkan kelembaban udara berada pada kisaran 70-90% (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Kondisi hidrologi di Palabuhanratu terdiri atas dua jenis perairan, yaitu perairan sungai dan anak sungai serta perairan pantai. Air permukaan merupakan sumber air yang paling banyak dan paling mudah pengambilannya untuk dimanfaatkan dalam pemenuhan berbagai kebutuhan. Air permukaan di wilayah Palabuhanratu terutama terdapat sebagai air sungai, yang banyak mengalir melalui wilayah ini (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Beberapa sungai yang mengalir di wilayah ini, mulai dari bagian utara hingga selatan ialah Sungai Citepus, Sungai Cipalabuhan, Sungai Cipanyairan, Sungai Cimandiri, Sungai Cidadap dan Sungai Cibuntu dengan beberapa anak sungai. Sungai utama di Palabuhanratu adalah Sungai Cimandiri yang mengalir membelah Kabupaten Sukabumi dan wilayah Palabuhanratu dari arah timur ke barat dan bermuara di Teluk Palabuhanratu. Anak Sungai Cimandiri yang relatif besar adalah Sungai Cidadap yang melintasi Desa Cidadap dan Desa Loji. Air

52 37 kedua sungai tersebut agak keruh, terutama pada musim hujan, karena beberapa anak sungainya mengalir melalui daerah yang dibentuk oleh batuan sedimen tersier yang relatif agak mudah terkikis dan batuan gunung api kwarter yang ditutupi oleh tanah penutup yang tebal. Pola aliran sungai terutama pada daerah berbukit yang relatif kasar mengikuti pola aliran subdendritik. Sungai yang ada tersebut memiliki fluktuasi yang besar terhadap musim, sehingga relatif optimum sebagai saluran irigasi yang terjadi hanya pada musim hujan. Produksi akuifer tanah banyak terdapat di kaki Gunung Gede-Pangrango dan memiliki kualitas air tanah yang cukup baik, sedangkan akuifer lainnya memiliki kualitas air yang kurang baik (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008). Air permukaan ini dimanfaatkan oleh penduduk yang mendiami daerah dekat alur-alur sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga untuk kebutuhan pengairan daerah-daerah yang relatif rata dan rendah di sepanjang aluralur sungai tersebut. Perbedaan tinggi muka air tanah pada musim penghujan dan kemarau cukup besar, bahkan tidak jarang ada sumur gali di daerah tersebut yang kering pada musim kemarau. Letak muka air tanah umumnya dalam, berkisar antara 5-10 meter di bawah permukaan setempat. Pada umumnya kualitas air tanah di daerah ini cukup baik dan dapat dimanfaatkan untuk air minum. Mata air pada umumnya terdapat di daerah yang masih tertutup oleh vegetasi, air keluar dari ujung-ujung lava di bagian kaki lereng atau tekukan di bagian lereng. Mata air yang terdapat pada umumnya mempunyai debit yang kecil, berkisar antara 1-8 liter per detik (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2008) Geologi Berdasarkan kajian teknis dari studi penyelidikan geologi teknik, tata lingkungan dan tata daerah dapat diketahui urutan satuan batuan yang membentuk wilayah Palabuhanratu, yaitu sebagai berikut (Bappeda Kabupaten Sukabumi 2008): 1) Alluvium Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, kerikil dan kerakal yang merupakan endapan sungai serta pasir dan kerikil endapan pantai yang terdapat sepanjang Teluk Palabuhanratu. Komposisi dari endapan alluvium ini berupa fragmen

53 38 batuan beku, breksi vulkanik yang bersifat lepas. Endapan ini tersebar di sepanjang Sungai Cimandiri dan Cidadap dan sungai besar lainnya serta sepanjang pantai Teluk Palabuhanratu. 2) Endapan undak muda Endapan ini disusun oleh kerikil dan konglomerat yang terdiri atas bongkahan batuan beku, kwarsa, kalsedon dan yapis. Penyebaran dari endapan ini terdapat di Sungai Cimandiri dengan ketinggian berkisar antara 5-10 m dari dasar sungai. 3) Breksi vulkanik Batuan ini disusun oleh andesit basal setempat terdapat konglomerat. Batuan ini telah mengalami pelapukan yang cukup intensif berwarna coklat kekuningan sampai dengan kemerahan. Sebaran dijumpai terutama pada selatan Sungai Cimandiri. 4) Lava vulkanik Batuan ini terdapat di sekitar Palabuhanratu bagian utara, bersusunan andesit dengan mineral utama oligoklasandesit pada beberapa tempat terdapat hornblenda yang melimpah menunjukkan struktur aliran. 5) Batuan anggota bojonglopang Batuan terdiri atas gamping koral, batu gamping globigerina, batu gamping bioklastika dan batu gamping pasiran sebagian berlapis, sebagian pejal dengan sisipan napal, napal pasiran dan batu pasir tufaan. Sebaran dijumpai di selatan Sungai Cidadap. 6) Formasi nyalindung Batu Gamping kaya akan moluska dan foraminera yang tersingkap sebagai lensa-lensa dalam formasi nyalindung. Sebaran dari batuan ini terbatas di sebelah Utara Citarik. 7) Formasi jampang Batuan terdiri atas breksi gunung api, tufa dan lava. Bagian utama dari formasi ini adalah breksi gunung api berbutir halus sampai dengan kasar dari beberapa centimeter hingga 100 centimeter, menyudut sampai dengan menyudut tanggung, setempat-setempat mengandung lensa batu gamping. Sebarannya dijumpai pada bagian selatan.

54 39 8) Batuan anggota cikarang formasi jampang Batuannya terdiri atas tufa dan tufa lapili berbatu apung, batu pasir berbatu apung, tufa gampingan, batu lempung tufaan, batu pasir gampingan, nafal tufaan globigerina dengan sisipan lava, breksi yang sebagian bersifat konglomerat. Sebarannya terdapat di bagian selatan. 9) Batuan anggota ciseureuh Batuan anggota ciseureuh merupakan anggota dari formasi Jampang, batuannya terdiri atas aliran lava andesit dari basal yang sebagian telah membreksi. Sebarannya dijumpai di bagian barat daya Keadaan umum perikanan tangkap Kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu berpusat di PPN Palabuhanratu. Pada Tahun 2008 unit penangkapan rawai layur memiliki jumlah terbesar sebanyak 254 unit, sedangkan unit penangkapan dengan jumlah terkecil adalah unit penangkapan purse seine sebanyak 3 unit. Data jumlah unit penangkapan ikan pada Tahun 2008 lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 8 (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009). Tabel 8 Jumlah unit penangkapan ikan di PPN Palabuhanratu Tahun 2008 No Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) 1 Payang 45 2 Rawai layur Jaring Rampus 35 4 Bagan Apung Trammel Net 30 6 Purse Seinne 3 7 Gill Net 50 8 Rawai 7 9 Pancing Tonda Tuna Longline 110 Jumlah 774 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Kapal perikanan yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai home base pada tahun 2008 terdapat 646 unit yang terbagi menjadi dua jenis kapal perikanan, yaitu perahu motor tempel (PMT) sebanyak 416 unit dan kapal motor (KM)

55 40 sebanyak 230 unit. Kondisi ini menunjukkan bahwa lebih dari 64% unit penangkapan ikan yang ada di PPN Palabuhanratu merupakan unit penangkapan skala kecil dengan daya jangkau daerah penangkapan ikan yang terbatas. Lebih rinci tentang data jumlah kapal perikanan di PPN Palabuhanratu pada Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah kapal perikanan di PPN Palabuhanratu Tahun 2008 No Jenis Jumlah (unit) 1 Perahu Motor Tempel (PTM) - Kincang Payang 68 - Dogol 35 - Angkutan bagan 2 2 Kapal Motor (KM) - Angkutan bagan 12 - < 10 GT GT GT 52 - > 30 GT 69 Jumlah 646 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Nelayan di PPN Palabuhanratu pada Tahun 2008 berjumlah orang. Jumlah tersebut terdiri atas orang yang menggunakan perahu motor tempel dan orang yang menggunakan kapal motor. Data jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu Tahun 2008 No Jenis kapal Jumlah nelayan (orang) 1 Perahu Motor Tempel (PTM) - Kincang Payang Dogol 70 - Angkutan bagan 22 2 Kapal Motor (KM) - Angkutan bagan < 10 GT GT GT > 30 GT 929 Jumlah Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Pada Tahun 2008 PPN Palabuhanratu menghasilkan volume produksi sebesar kg dengan nilai sebesar Rp ,00. Volume produksi terbesar terjadi pada Bulan Januari, yaitu sebesar kg dengan

56 41 nilai Rp ,00, sedangkan volume produksi terkecil terjadi pada Bulan September, yaitu sebesar kg dengan nilai Rp ,00. Penyajian data volume dan nilai produksi yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada Tahun 2008 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Volume dan nilai produksi di PPN Palabuhanratu Tahun 2008 Bulan Produksi Volume (kg) Nilai (Rp) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember , , , , , , , , , , , ,00 Jumlah ,00 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Keadaan umum lima unit penangkapan ikan dominan yang beroperasi di dalam Teluk Palabuhanratu 1) Unit penangkapan ikan Pada Tahun 2004 sampai dengan 2008, perkembangan jumlah unit penangkapan bagan apung, rawai layur, trammel net dan jaring rampus memiliki trend yang meningkat dan hanya unit penangkapan payang yang memiliki trend menurun. Jumlah unit penangkapan ikan tertinggi terjadi pada Tahun 2007 sebesar 908 unit dan jumlah unit penangkapan ikan terendah terjadi pada Tahun 2004 sebesar 463 unit. Jenis unit penangkapan ikan yang terbanyak rawai layur, sedangkan yang paling sedikit adalah trammel net. Data tentang perkembangan jumlah unit penangkapan ikan dari Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 9.

57 Jumlah unit penangkapan ikan (unit) 42 Tabel 12 Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan Tahun Unit Penangkapan Ikan Jumlah (unit) Payang Bagan apung Rawai layur Trammel net Jaring rampus Total Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Gambar 9 Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan Tahun ) Nelayan Tahun Jumlah nelayan unit penangkapan bagan apung, rawai layur, trammel net dan jaring rampus memiliki trend yang meningkat selama periode Tahun , sedangkan unit penangkapan payang mengalami trend yang menurun. Hal ini berkaitan dengan penurunan yang terjadi pada jumlah unit penangkapan payang selama Tahun 2004 sampai dengan Jumlah nelayan tertinggi terjadi pada Tahun 2006 sebesar orang dan jumlah nelayan terendah terjadi pada Tahun 2008 sebesar orang. Nelayan paling banyak terserap pada unit penangkapan payang, sedangkan paling sedikit pada trammel net. Data tentang perkembangan jumlah nelayan dari Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 10. Payang Bagan apung Rawai layur Trammel net Jaring rampus

58 Jumlah nelayan (orang) 43 Tabel 13 Perkembangan jumlah nelayan Tahun Unit Penangkapan Ikan Jumlah nelayan (orang) Payang Bagan apung Rawai layur Trammel net Jaring rampus Total Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Payang 1500 Bagan apung 1000 Rawai layur 500 Trammel net 0 Jaring rampus Tahun Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Gambar 10 Perkembangan jumlah nelayan Tahun ) Trip Penangkapan ikan Perkembangan jumlah trip penangkapan ikan unit penangkapan rawai layur dan jaring rampus memiliki trend yang meningkat pada Tahun , sedangkan untuk unit penangkapan bagan apung, payang dan trammel net memiliki trend yang menurun. Jumlah trip tertinggi terjadi pada Tahun 2007 sebesar trip dan jumlah trip terendah terjadi pada Tahun 2004 sebesar trip. Data tentang perkembangan jumlah trip penangkapan ikan dari Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 11. Tabel 14 Perkembangan jumlah trip penangkapan ikan Tahun Unit Penangkapan Ikan Jumlah trip Payang Bagan Pancing layur Trammel net Rampus Total Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009

59 Trip penangkapan (kali) Tahun Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Payang Bagan Pancing layur Trammel net Rampus Gambar 11 Perkembangan jumlah trip penangkapan ikan Tahun ) Volume produksi Volume produksi unit penangkapan rawai layur dan jaring rampus mengalami trend yang meningkat pada Tahun Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah trip penangkapan ikan selama tahun tersebut. Unit penangkapan payang, bagan apung dan trammel net memiliki trend perkembangan volume produksi yang menurun selama Tahun , disebabkan oleh penurunan jumlah trip penangkapan. Volume produksi tertinggi terjadi pada Tahun 2005 sebesar kg dan volume produksi terendah terjadi pada Tahun 2008 sebesar kg. Volume tertinggi selalu dihasilkan oleh unit penangkapan payang, sedangkan yang terendah dari unit penangkapan trammel net. Data perkembangan volume produksi ikan di PPN Palabuhanratu dari Tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 12. Tabel 15 Perkembangan volume produksi ikan di PPN Palabuhanratu Tahun Unit Penangkapan Ikan Volume produksi (kg) Payang Bagan Pancing layur Trammel net Rampus Total Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009

60 Nilai produksi (Rp) Volume produksi (kg) Payang Bagan Pancing layur Trammel net 0 Rampus Tahun Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Gambar 12 Perkembangan volume produksi ikan Tahun ) Nilai produksi Unit penangkapan bagan apung, rawai layur, jaring rampus dan trammel net memiliki trend perkembangan nilai produksi yang meningkat pada Tahun , sedangkan unit penangkapan payang memiliki trend yang menurun. Hal ini dipengaruhi oleh volume peroduksi dan fluktuasi harga ikan di Palabuhanratu. Data mengenai perkembangan nilai produksi Tahun di PPN Palabuhanratu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16 dan Gambar 13. Tabel 16 Perkembangan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu Tahun Unit Penangkapan Ikan Nilai produksi (Rp) Payang Bagan apung Rawai layur Trammel net Jaring rampus Total Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, ,000,000, ,000,000, Payang 10,000,000, Bagan apung Rawai layur 5,000,000, Trammel net - Jaring rampus Tahun Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2009 Gambar 13 Perkembangan nilai produksi ikan Tahun

61 Keadaan umum pariwisata Palabuhanratu memiliki beberapa obyek wisata yang sering dikunjungi wisatawan nusantara maupun wisatawan asing. Obyek wisata yang ada di Palabuhanratu adalah Pantai Gadobangkong, Pantai Citepus Kebun Kelapa, Pantai Citepus Balai Desa, Jembatan Gantung Bagbagan, Muara Cimandiri dan Goa Lalay. Pantai Gadobangkong terletak 2 km dari pusat kota Palabuhanratu. Pengelolaan obyek wisata ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi. Pada Tahun 2008 Pantai Gadobangkong dikunjungi wisatawan, terbagi menjadi wisatawan nusantara dan 332 wisatawan mancanegara. Kegiatan wisata yang biasa dilakukan oleh wisatawan di Pantai Gadobangkong antara lain berenang di pantai dan memancing di atas jetty yang merupakan peninggalan Jaman Belanda. Keunikan lain yang menjadi daya tarik di Pantai Gadobangkong adalah adanya aktivitas nelayan rawai layur ketika akan melaut pada sore hari dan mendaratkan perahu serta hasil tangkapannya pada pagi hari. Wisatawan yang berminat dapat membeli langsung hasil tangkapan yang didominasi oleh jenis ikan layur dalam keadaan segar. Pantai Citepus Kebun Kelapa merupakan obyek wisata yang terletak 4 km dari pusat kota Palabuhanratu. Wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata ini biasanya melakukan aktivitas wisata seperti berenang, bermain pasir di pantai, sepak bola, bola voli, atau hanya berjalan-jalan sambil menikmati suasana pantai yang banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa. Wisatawan juga dapat menikmati sajian sea food yang ada di restoran sepanjang pantai. Obyek wisata ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum seperti mushola, toilet dan kios makanan. Pengelolaan Pantai Citepus Kebun Kelapa dilakukan oleh Pemerintah Desa Citepus Kecamatan Palabuhanratu. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Pantai Citepus Kebun Kelapa pada Tahun 2008 adalah orang, dengan wisatawan nusantara dan 591 wisatawan mancanegara. Pantai Citepus Balai Desa merupakan salah satu obyek wisata yang dikelola oleh Pemerintah Desa Citepus Kecamatan Palabuhanratu. Wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata ini biasanya melakukan kegiatan wisata Obyek wisata ini terletak 3 km dari pusat kota Palabuhanratu. Fasilitas umum yang

62 47 terdapat di Pantai Citepus Balai Desa adalah mushola, toilet, kios makanan, tempat parkir dan pondok wisata. Pada Tahun 2008 Pantai Citepus Balai Desa dikunjungi wisatawan, dengan wisatawan nusantara dan 491 wisatawan mancanegara. Aktivitas wisata yang biasa dilakukan adalah berenang, bermain pasir, sepak bola, bola voli, atau hanya berjalan-jalan di pantai. Jembatan Gantung Bagbagan merupakan obyek wisata peninggalan Jaman Belanda yang berjarak 3 km dari pusat kota Palabuhanratu. Keberadaan jembatan tua ini menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan yang berminat pada obyek wisata sejarah. Jumlah wisatawan yang berkunjung pada Tahun 2008 di obyek wisata ini adalah orang, dengan wisatawan nusantara dan 207 wisatawan mancanegara. Muara Cimandiri merupakan obyek wisata yang dikelola oleh Pemerintah Desa Citarik Kecamatan Palabuhanratu. Obyek wisata ini berjarak 3 km dari pusat kota Palabuhanratu. Pada tahun 2008 wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata ini berjumlah orang, dengan wisatawan nusantara dan 169 orang wisatawan mancanegara. Wisatawan yang berkunjung ke Muara Cimandiri, selain dapat melakukan aktivitas wisata seperti berenang, bermain sepak bola atau bola voli pantai. Obyek lain yang disuguhkan adalah pemandangan alam yang menarik, yaitu adanya aktivitas nelayan di sekitar Muara Cimandiri yang sedang menangkap ikan. Obyek wisata Goa Lalay merupakan salah satu jenis obyek wisata alam di Palabuhanratu. Obyek wisata ini menampilkan fenomena alam berupa sarang kelelawar pemakan serangga. Pada sore hari kelelawar-kelelawar tersebut akan serentak keluar dari dalam gua. Pada Tahun 2008 obyek wisata Gua lalay dikunjungi oleh wisatawan. Jumlah tersebut terdiri atas wisatawan nusantara dan 129 wisatawan mancanegara.

63 48 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Perikanan Tangkap di Palabuhanratu Unit penangkapan ikan 1) Bagan apung Bagan apung merupakan unit penangkapan ikan yang banyak digunakan oleh nelayan di Palabuhanratu. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah bagan apung yang mencapai 25,84% dari seluruh unit penangkapan ikan yang ada di Palabuhanratu. Konstruksi bagan apung di Palabuhanratu secara umum terdiri atas tiang bagan, pelataran bagan, rumah bagan, roller atau penggulung tali tarik, tali tarik, tali pemberat, pemberat, lampu petromaks, drum pelampung, bingkai jaring dan jaring. Bahan pembuat dan ukuran bagan apung dapat dilihat pada Tabel 17, sedangkan konstruksi bagan apung lebih lengkapnya disajikan pada Gambar 14. Tabel 17 Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap bagan apung No Bagian alat Bahan Dimensi 1 Tiang dek tengah Bambu p = 3,5 m 2 Tiang dek samping Bambu p = 6 m 3 Tiang dek belakang Bambu p = 6,75 m 4 Rumah bagan Bambu p = 2 m; l = 2 m; t = 1,5 m 5 Tiang roller Bambu p = 1,4 m 6 Roller Bambu p = 5,15 m 7 Pegangan roller/takel Bambu p = 1,2 m 8 Tiang penyangga depan roller Bambu p = 3,7 m 9 Tiang penyangga samping roller Bambu p = 3,7 m 10 Dek depan Bambu p = 8.5 m 11 Dek samping Bambu p = 8.5 m 12 Tiang rangka tengah Bambu p = 2.25 m 13 Tiang rangka samping Bambu p = 2,25 m 14 Lampu petromaks = 4 buah 15 Tiang diagonal penyangga depan panjang Bambu p = 5,25 m 16 Tiang diagonal penyangga depan pendek Bambu p = 4,5 m 17 Tiang diagonal penyangga samping Bambu p = 4,5 m 18 Pondasi depan Bambu p = 9 m 19 Pondasi samping Bambu p = 10,5 m 20 Tiang rangka sudut Bambu p = 2.25 m 21 Drum pelampung plastik = 2 x 7 buah 22 Tali tarik depan PE multifilament ф = 18 mm; p =25,5-30 m 23 Tali tarik belakang PE multifilament ф = 18 mm; p =30-34,5 m 24 Bingkai jaring Bambu p = 17 m 25 Pemberat bingkai jaring Batu = 6 buah; w = 15 kg 26 Jaring Waring A = 200 m 2 27 Tali pemberat jaring PE multifilament ф = 2 mm; p = 3 m 28 Pemberat jaring Batu = 4 buah; w = 2 kg 29 Bambu dek diagonal Bambu p = 7,2 m Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Keterangan: ф = diameter, p = panjang, l = lebar, t = tinggi, w = berat, = jumlah, A = luas.

64 Depan Tampak depan Sumber : Hasil wawancara nelayan, Tampak atas Tampak samping Keterangan: 1. Tiang dek tengah 2. Tiang dek samping 3. Tiang dek belakang 4. Rumah bagan 5. Tiang roller 6. Roller 7. Pegangan roller /takel 8. Tiang penyangga depan roller 9. Tiang penyangga samping roller 10. Dek depan 11. Dek samping 12. Tiang rangka tengah 13. Tiang rangka samping 14. Lampu petromaks 15. Tiang diagonal penyangga depan panjang 16 Tiang diagonal penyangga depan pendek 17. Tiang diagonal penyangga samping 18. Pondasi depan 19. Pondasi samping 20. Tiang rangka sudut 21. Drum pelampung 22. Tali tarik depan 23. Tali tarik belakang 24. Bingkai jaring 25. Pemberat bingkai jaring 26. Jaring 27. Tali pemberat jaring 28. Pemberat jaring 29. Bambu dek diagonal Gambar 14 Konstruksi bagan apung. Nelayan bagan apung menggunakan kapal motor berkekuatan 33 HP sebagai sarana angkutan menuju fishing ground dan kembali ke fishing base beserta hasil tangkapan. Kapal angkutan bagan sering digunakan pula untuk memindahkan bagan apung ke lokasi fishing ground lain atau memindahkan bagan apung ke tempat yang aman ketika terjadi badai. Rata-rata satu kapal angkutan bagan memuat nelayan. Kapal angkutan bagan mempunyai

65 50 dimensi panjang (L) m, lebar (B) 3 m dan dalam (D) 1,5 m. Bahan bakar yang digunakan adalah solar dengan konsumsi 25 liter per trip penangkapan ikan. Kegiatan pengoperasian bagan dimulai dengan persiapan perbekalan dan pemberangkatan menuju fishing ground pada pukul WIB. Perjalanan menuju fishing ground memerlukan waktu sekitar 30 menit, karena lokasi tidak jauh dan berada di dalam Teluk Palabuhanratu. Ketika telah berada di fishing ground, nelayan segera melakukan persiapan untuk setting. Persiapan yang dilakukan, yaitu mengisi tabung bahan bakar lampu petromaks dengan minyak tanah dan menyalakannya. Lampu petromaks yang digunakan berjumlah 4-6 buah. Nelayan juga menyiapkan jaring dengan melepas beberapa ikatan badan jaring bagian tengah dari rangka bagan. Setelah semua persiapan telah dilakukan, nelayan mulai menurunkan jaring atau setting dan menurunkan lampu petromaks. Jarak lampu petromaks dengan permukaan air laut adalah 0,5 meter. Kegiatan ini dilakukan sekitar pukul WIB. Jaring dibiarkan berada di dalam air selama sekitar 3 jam hingga terlihat gerombolan ikan di bawah cahaya petromaks, kemudian dilakukan proses hauling. Proses hauling dimulai dengan mengangkat satu per satu petromaks hingga tersisa satu petromaks, dimaksudkan untuk mengkonsentrasikan gerombolan ikan. Setelah itu, dilakukan penarikan jaring menggunakan roller. Pengangkatan hasil tangkapan diawali dengan mengumpulkan ikan ke arah depan bagian kanan bagan dengan cara mengikatkan badan jaring bagian belakang dan bagian kiri ke rangka bagan. Pengangkatan hasil tangkapan dilakukan menggunakan serok sebagai alat bantu. Hasil tangkapan kemudian disimpan di dalam keranjang tanpa menggunakan es. Selama satu kali trip penangkapan ikan dilakukan sekitar 4 kali setting dan hauling. Kegiatan operasional bagan berakhir sekitar pukul WIB keesokan harinya. Nelayan bagan akan dijemput oleh kapal pengangkut bagan untuk diantarkan ke fishing base. 2) Rawai layur Unit penangkapan rawai layur di Palabuhanratu menggunakan perahu jukung sebagai sarana untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Perahu tersebut memiliki dimensi panjang (L) 4-9 meter, lebar (B) 0,8-1,5 meter dan dalam (D) 1-1,2 meter. Mesin penggerak perahu merupakan jenis motor tempel

66 51 dengan kekuatan 5,5 PK dan berjumlah 1-2 buah dalam satu perahu. Konstruksi rawai layur di Palabuhanratu terdiri atas beberapa bagian seperti pelampung tanda, pemberat, tali utama, tali cabang, mata pancing, kawat barlen dan tali selambar. Konstruksi rawai layur lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 15, sedangkan bahan pembuat rawai layur serta ukurannya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap rawai layur No Bagian alat Bahan Dimensi 1 Pelampung tanda Bambu dan sterofoam p = 4 m 2 Pemberat pelampung Batu w = kg tanda 3 Tali pelampung tanda PE multifilament ф = 5 mm; p = m 4 Tali pemberat PE multifilament ф = 2 mm; p = 20 cm 5 Tali utama PA monofilament no = 1000,1200 dan 2000 p = 303 m/basket 6 Tali cabang PA monofilament no = 300, 400,500; p = 1,5 m 7 Kawat barlen Tembaga no = 05 dan 06; p = 14 cm 8 Mata pancing Besi no = 8,9 dan 10 =80,90,100 dan 150 buah/basket total = pancing 9 Pemberat Batu Berat = 0,5-2,5 kg 10 Tali pelampung PE multifilament ф = 2 mm; p = m 11 Pelampung Sterofoam Bentuk = balok 12 Tali selambar PE multifilament ф = 5 mm; p = 128 m Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Keterangan: ф = diameter, p = panjang,, w = berat, = jumlah ( m) (128 m) Keterangan: 1. Pelampung tanda 2. Pemberat pelampung tanda 3. Tali pelampung tanda 4. Tali pemberat 5. Tali utama 6. Tali cabang 7. Kawat barlen 8. Mata pancing 9. Pemberat 10. Tali pelampung 11. Pelampung 12. Tali selambar (1,5 m) (14 cm) Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Gambar 15 Konstruksi rawai layur.

67 52 Kegiatan operasional unit penangkapan rawai layur dimulai dengan melakukan persiapan perbekalan berupa bahan makanan, es, umpan dan bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin 5-10 liter dan minyak tanah 3 liter untuk lampu petromaks, sedangkan umpan yang digunakan biasanya jenis ikan tembang atau layur. Satu ekor ikan umpan dibelah menjadi dua bagian terlebih dahulu sebelum dikaitkan pada mata pancing. Nelayan berangkat menuju fishing ground pada pukul WIB. Setelah berada di fishing groud, dilakukan setting alat tangkap dengan menurunkan terlebih dahulu pelampung tanda dan dilanjutkan dengan main line, branch line, pelampung, pemberat, hingga tali selambar. Ujung tali selambar kemudian diikatkan pada perahu. Setelah itu pancing dibiarkan di dalam air selama 2-3 jam. Proses hauling dilakukan dengan mengangkat satu per satu bagian rawai layur, dimulai dari tali selambar hingga pelampung tanda. Selama proses hauling, setiap hasil tangkapan langsung dilepaskan dari mata pancing dan dimasukkan ke dalam cool box berisi es. Selama satu kali trip penangkapan ikan dilakukan 2 kali setting dan hauling. Kegiatan operasional rawai layur berakhir sekitar pukul WIB di keesokan harinya. Nelayan kemudian kembali ke fishing base sekitar pukul WIB. 3) Payang Unit penangkapan payang menggunakan perahu motor tempel dengan kekuatan 40 PK. Perahu tersebut mempunyai dimensi panjang (L) 12,5 meter, lebar (B) 3,5 meter dan dalam (D) 1,2-1,5 meter. Satu unit penangkapan payang dioperasikan oleh orang nelayan. Konstruksi alat tangkap payang di Palabuhanratu terdiri atas bagian kantong, badan jaring dan sayap yang terbuat dari bahan PA multifilament. Ketiga bagian tersebut memiliki ukuran mata jaring yang berbeda. Bagian lain yang terdapat pada alat tangkap payang di Palabuhanratu adalah pelampung tanda, pelampung bambu, pemberat, tali selambar, tali ris atas dan tali ris bawah. Konstruksi payang lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 16, sedangkan bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap payang dapat dilihat pada Tabel 19.

68 (300 m) (18 m) (36 m) (162 m) Keterangan: 1. Kantong 2. Badan jaring 3. Sayap 4. Pelampung tanda 5. Tali selambar depan 6. Tali selambar belakang 7. Pelampung bambu 8. Pemberat 9. Tali ris bawah 10. Tali ris atas 11. Pelampung tengah 12. Pelampung plastik Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Gambar 16 Konstruksi payang. Tabel 19 Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap payang No Bagian alat Bahan Dimensi 1 Kantong PA multifilament = 1 cm; p = 18 m 2 Badan jaring PA multifilament = cm; p = 36 m 3 Sayap PA multifilament = 25 cm; p = 2 x 162 m 4 Pelampung tanda Plastik Bentuk = bola 5 Tali selambar depan PE multifilament ф = 16 mm; p = 10,5 m 6 Tali selambar belakang PE multifilament ф = 16 mm; p = 300 m 7 Pelampung bambu Bambu = buah; d = 7,5-10,5 m 8 Pemberat Batu dan timah w= 1,5 kg; = buah; d= 5,25 m 9 Tali ris bawah PE multifilament ф = 6-8 mm 10 Tali ris atas PE multifilament ф = 8 mm 11 Pelampung tengah Plastik v = 30 liter 12 Pelampung plastik Plastik = 2 buah Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Keterangan: ф = diameter, p = panjang, l = lebar, t = tinggi, w = berat, = jumlah, v = volume, = meshsize, d = jarak antar bagian.

69 54 Pengoperasian alat tangkap payang dimulai dengan melakukan persiapan perbekalan berupa bahan makanan, es, bensin dan solar. Pemberangkatan menuju fishing ground dilakukan pada pukul WIB. Operasi penangkapan ikan dimulai dengan pencarian gerombolan ikan oleh fishing master. Keberadaan gerombolan ikan dapat terlihat dengan ciri-ciri seperti adanya loncatan ikan di atas permukaan air, adanya buih-buih air di permukaan air laut yang merupakan hasil pergerakan ikan di bawah permukaan air, adanya perubahan warna permukaan perairan menjadi lebih gelap dibandingkan sekitarnya akibat warna punggung ikan yang berada di bawah permukaan air dan adanya burung-burung yang menukik ke perairan untuk memangsa ikan. Setelah gerombolan ikan dapat terlihat, maka dilakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan yang selalu bergerak dengan cepat. Setelah gerombolan ikan diduga dapat ditangkap, lalu jaring diturunkan dengan cara mengelilingi gerombolan ikan berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Penurunan jaring atau setting dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, tali selambar depan, badan jaring, hingga tali selambar belakang yang diikatkan pada haluan kapal. Penarikan jaring atau hauling dilakukan oleh tenaga manusia pada sisi kiri kapal. Lama waktu setting biasanya berkisar antara menit, sehingga dalam satu kali trip penangkapan payang dapat dilakukan sampai dengan 6 kali setting dan hauling. Operasi penangkapan payang berakhir pada pukul , kemudian nelayan kembali menuju fishing base. 4) Trammel net Unit penangkapan trammel net di Palabuhanratu berjumlah 30 unit pada Tahun Unit penangkapan ini mempunyai daerah penangkapan ikan di sekitar muara Sungai Cimandiri, dengan target tangkapan utama adalah udang. Kapal yang digunakan nelayan trammel net adalah jenis kapal motor dengan kekuatan mesin sebesar 16 HP. Kegiatan operasional trammel net dilakukan oleh tiga orang nelayan, terdiri atas dua orang sebagai ABK dan seorang sebagai juru mudi. Alat tangkap trammel net di Palabuhanratu dikenal pula dengan nama jaring kantong, karena lembar jaring bagian luar atau outer net akan membentuk kantong ketika dioperasikan. Konstruksi alat tangkap trammel net di Palabuhanratu secara

70 55 umum terdiri atas tali ris, pelampung tanda, outer net, selvedge, inner net, pemberat tambahan, pelampung, pemberat dan tali selambar. Konstruksi trammel net lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 17, sedangkan bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap trammel net dapat dilihat pada Tabel (65 cm) kapal 9 ( m) (40-50 m) Keterangan: 1. Tali ris atas 2. Pelampung 3. Selvedge 4. Outer net 5. Inner net 6. Pemberat 7. Tali ris bawah 8. Pelampung tanda 9. Tali pelampung tanda 10. Pemberat tambahan 11. Tali selambar Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Gambar 17 Konstruksi trammel net. Tabel 20 Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap trammel net No Bagian alat Bahan Dimensi 1 Tali ris atas PE multifilament ф = 4-5 mm 2 Pelampung karet d = 65 cm 3 Selvedge PE multifilament ф = 1 mm; = 2 inch; l = 3 mata 4 Outer net PA multifilament =5,5-6,5 inch; no 6 5 Inner net PA monofilament = 1,5-2 inch 6 Pemberat Timah w = 10 gram; d = 10 cm 7 Tali ris bawah PE multifilament ф = 1,4-1,5 mm 8 Pelampung tanda Sterofoam 9 Tali pelampung tanda PE multifilament ф = 5 mm; p = 30 m 10 Pemberat tambahan Batu w = 1-2 kg 11 Tali selambar PE multifilament ф = mm; p = m Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2009 Keterangan:` ф = diameter, p = panjang, l = lebar, w = berat, d = jarak antar bagian, = meshsize.

71 56 Operasional trammel net dilakukan one day fishing. Nelayan trammel net biasa memulai kegiatan operasi penangkapan ikan dengan melakukan persiapan perbekalan pada pukul WIB. Setelah melakukan semua persiapan, maka dilanjutkan dengan perjalanan menuju fishing ground. Selama perjalanan, nelayan menyiapkan alat tangkap agar ketika tiba di fishing ground dapat langsung dioperasikan. Penentuan fishing ground dilakukan oleh juru mudi. Pada saat setting, kapal bergerak dengan kecepatan rendah. Setting dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, tali ris, badan jaring, pemberat batu sampai dengan tali selambar. Ujung tali selambar diikatkan pada haluan kapal. Setelah semua bagian alat tangkap diturunkan, kapal bergerak melakukan penyapuan dasar perairan dengan membentuk setengah lingkaran dalam waktu kurang lebih 60 menit, kemudian dilakukan hauling. Nelayan trammel net biasanya melakukan setting dan hauling sebanyak 4-6 kali dalam satu kali trip penangkapan ikan. Operasi penangkapan trammel net berakhir pada pukul WIB. 5) Jaring rampus Jaring rampus merupakan unit penangkapan ikan yang memiliki daerah penangkapan ikan di sekitar Rawa kalong, Muara Cimandiri, Sukawayana, Cimaja dan Cisolok. Daerah penangkapan ikan yang relatif terbatas dikarenakan perahu yang digunakan nelayan jaring rampus adalah jenis perahu jukung dengan motor tempel berkekuatan 5,5 PK. Perahu tersebut memiliki dimensi panjang (L) 9 m, lebar (B) 0,6-1 m dan dalam (D) 1,2 m. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin dengan konsumsi 5 liter per trip penangkapan ikan. Konstruksi jaring rampus di Palabuhanratu terdiri atas delapan bagian, yaitu pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, badan jaring, pemberat, tali jangkar, jangkar dan tali selambar. Bahan dan ukuran bagian-bagian jaring rampus selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 21, sedangkan konstruksi jaring rampus lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 18.

72 57 Tabel 21 Bahan dan ukuran bagian-bagian alat tangkap jaring rampus No Bagian alat Bahan Dimensi 1 Pelampung Karet Bentuk = kotak; d =80 cm 2 Tali ris atas PE multifilament (2 rangkap) ф = 6 mm; p = 765 m 3 Badan jaring Nylon monofilament = 2-2,5 inch; l = 3 m p = 45 m/piece (17 piece) No benang = Tali ris bawah PE multifilament (2 rangkap) ф = 2 mm; p : 765 m 5 Pemberat Timah w = 16 gram; d = 30 cm; Bentuk = lonjong 6 Tali jangkar PE multifilament ф = 8 mm; p =15 m 7 Jangkar Kayu dan batu 8 Tali selambar PE multifilament ф : 8 mm; p =150 m Sumber: Hasil wawancara nelayan Keterangan:` ф = diameter, p = panjang, l = lebar, w = berat, d = jarak antar bagian, = meshsize. 2 1 (80 cm) (30 cm) 8 (45 m) (150 m) 6 Keterangan: 1. Pelampung 2. Tali ris atas 3. Badan jaring 4. Tali ris bawah 5. Pemberat 6. Tali jangkar 7. Jangkar 8. Tali selambar 7 Sumber: Hasil wawancara nelayan, 2009 Gambar 18 Konstruksi jaring rampus.

73 58 Operasi penangkapan jaring rampus biasanya dilakukan oleh dua orang dari pukul WIB. Tahap awal dalam operasional jaring rampus adalah persiapan di fishing base. Persiapan yang dilakukan berupa persiapan bahan bakar, makanan dan alat tangkap. Setelah persiapan dilakukan, nelayan jaring rampus menuju fishing ground yang ditentukan berdasarkan pengalaman nelayan. Tiba di fishing ground nelayan langsung melakukan penurunan alat tangkap yang diawali dengan menurunkan jaring, tali jangkar, jangkar sampai dengan tali selambar. Waktu perendaman adalah 2-3 jam, kemudian dilakukan hauling. Hauling dilakukan dengan menaikkan tali selambar, jangkar, tali jangkar sampai dengan jaring Produktivitas 1) Produktivitas per trip penangkapan ikan Produktivitas per trip secara keseluruhan lima unit penangkapan ikan yang dominan di PPN Palabuhanratu memiliki trend yang menurun dalam perkembangannya pada Tahun Hal ini disebabkan oleh penurunan volume produksi pada Tahun , walaupun jumlah trip penangkapan ikan mengalami peningkatan. Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan payang cenderung bersifat fluktuatif. Produktivitas payang tertinggi terjadi pada Tahun 2005 dengan nilai 732,19 kg per trip, sedangkan terendah terjadi pada Tahun 2008 dengan nilai 434,35 kg per trip. Unit penangkapan bagan memiliki produktivitas per trip tertinggi pada Tahun 2008 sebanyak 83,08 kg per trip, sedangkan terendah terjadi pada Tahun 2006 hanya menghasilkan 38,41 kg per trip. Produktivitas per trip terendah unit penangkapan rawai layur terjadi pada Tahun 2005 dengan hanya menghasilkan 21,28 kg per trip, sedangkan tertinggi terjadi pada Tahun 2008 sebanyak 33,03 kg per trip. Unit penangkapan trammel net memiliki produktivitas per trip tertinggi pada Tahun 2005 sebanyak 44,66 kg per trip, sedangkan terendah pada Tahun 2004 hanya menghasilkan 9,60 kg per trip. Unit penangkapan jaring rampus memiliki produktivitas terendah pada Tahun 2005 sebesar 60,70 kg per trip dan tertinggi pada Tahun 2008 mencapai 276,82 kg per

74 Volume produksi per trip (kg) 59 trip. Perkembangan produktivitas per trip untuk kelima unit penangkapan ikan dominan di Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 22 dan Gambar 19. Tabel 22 Perkembangan produktivitas per trip lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Unit Penangkapan Ikan Produktivitas per trip (Kg per trip) pada Tahun Payang 513,19 732,97 635,11 695,03 434,35 Bagan 79,96 51,92 38,41 56,57 83,08 Rawai layur 22,62 21,28 28,92 21,88 33,03 Trammel net 9,60 44,66 9,84 34,14 37,96 Jaring rampus 94,72 60,70 72,85 85,77 276,82 Sumber: Diolah dari Tabel 14 dan Tabel Payang Bagan Rawai layur Trammel net Jaring rampus Tahun Sumber: Diolah dari Tabel 22 Gambar 19 Perkembangan produktivitas per trip Tahun ) Produktivitas unit penangkapan ikan Produktivitas unit penangkapan ikan merupakan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh suatu unit penangkapan ikan setiap tahunnya. Perkembangan produktivitas lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu secara keseluruhan memiliki trend yang menurun pada Tahun Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah unit penangkapan ikan, sedangkan volume produksi mengalami penurunan. Unit penangkapan payang memiliki perkembangan produktivitas yang terus menurun pada Tahun Nilai produktivitas per unit tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebanyak ,73 kg per unit, sedangkan terendah pada Tahun 2008 sebanyak 4.217,98 kg per unit. Unit penangkapan bagan apung memiliki produktivitas tertinggi pada Tahun 2004 sebanyak 6.442,24 kg per unit,

75 Volume produksi per unit (kg) 60 sedangkan terendah pada Tahun 2008 sebanyak 2.379,86 kg per unit. Unit penangkapan rawai layur memiliki tertinggi terdapat pada Tahun 2006 sebanyak 650,96 kg per unit dan produktivitas terendah pada Tahun 2004 sebanyak 164,69 kg per unit. Produktivitas unit penangkapan trammel net mencapai nilai terendah pada Tahun 2004 sebanyak 7,11 kg per unit, sedangkan tertinggi pada Tahun 2005 sebanyak 287,35 kg per unit. Trend perkembangan produktivitas unit penangkapan jaring rampus cenderung meningkat hingga Tahun 2008, dengan produktivitas terendah pada Tahun 2005 sebanyak 2227,90 kg per unit dan tertinggi pada Tahun 2008 sebanyak ,83 kg per unit. Data selengkapnya mengenai perkembangan produktivitas unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 23 dan Gambar 20. Tabel 23 Perkembangan produktivitas unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Unit Penangkapan Ikan Produktivitas per unit (kg per unit) pada Tahun Payang , , , , ,98 Bagan 6442, , , , ,86 Rawai layur 164,69 405,57 650,96 436,38 589,72 Trammel net 7,11 287,35 121,58 50,70 64,53 Jaring rampus 2.227, , , , ,83 Sumber: Diolah dari Tabel 12 dan Tabel Payang Bagan Rawai layur Trammel net Jaring rampus Tahun Sumber: Diolah dari Tabel 23 Gambar 20 Perkembangan produktivitas unit penangkapan ikan Tahun

76 61 3) Produktivitas nelayan Perkembangan produktivitas nelayan kelima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu secara umum memiliki trend yang menurun pada Tahun Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah nelayan pada Tahun , sedangkan volume produksi terus menurun. Produktivitas nelayan payang tertinggi terjadi pada Tahun 2005 sebesar 2050,38 kg per orang, sedangkan terendah pada Tahun 2008 sebesar 186,09 kg per orang. Produktivitas nelayan bagan apung mencapai nilai tertinggi pada Tahun 2007 sebesar 3768,96 kg per orang, sedangkan terendah pada Tahun 2008 sebesar 1425,07 kg per orang. Trend perkembangan produktivitas nelayan rawai layur terus meningkat, walaupun sempat mengalami penurunan pada Tahun Produktivitas nelayannya tertinggi pada Tahun 2006 sebanyak 325,48 kg per orang dan terendah pada Tahun 2004 sebanyak 82,35 kg per orang. Produktivitas nelayan trammel net tertinggi pada Tahun 2005 sebesar 95,78 kg per orang dan terendah pada Tahun 2004 sebesar 2,37 kg per orang. Produktivitas nelayan jaring rampus mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada Tahun 2008 hingga mencapai ,34 kg per orang dan terendah pada Tahun 2005 sebesar 354,83 kg per orang. Data selengkapnya mengenai produktivitas nelayan dari lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 24 dan Gambar 21. Tabel 24 Perkembangan produktivitas nelayan dari lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Unit Penangkapan Ikan Produktivitas per nelayan (kg per orang) pada Tahun Payang 808, ,38 677,71 653,23 186,09 Bagan 3221, , , , ,07 Rawai layur 82,35 202,78 325,48 216,03 243,79 Trammel net 2,37 95,78 40,53 17,43 27,66 Rampus 1113,95 354,83 730, , ,34 Sumber: Diolah dari Tabel 13 dan Tabel 15

77 Volume produksi per nelayan (kg) 62 Sumber: Diolah dari Tabel 24 Gambar Tahun Payang Bagan Rawai layur Trammel net Jaring rampus Perkembangan produktivitas nelayan lima unit penangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu Tahun Peranan perikanan tangkap dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi Peranan perikanan tangkap dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi dapat dilihat dari produk domestik regional bruto (PDRB) yang dihasilkan. Dari Tahun 2002 sampai dengan 2006, kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB sektor pertanian mempunyai trend yang lebih meningkat dibandingkan sub sektor perikanan secara keseluruhan (Gambar 22), bahkan pada Tahun 2005 dan 2006 perikanan tangkap mempunyai PDRB yang lebih besar dibandingkan sub sektor kehutanan. Jika dilihat pada PDRB Kabupaten Sukabumi baik dengan minyak dan gas bumi maupun tanpa minyak dan gas bumi, kontribusi PDRB perikanan tangkap mempunyai trend yang meningkat dari Tahun 2002 sampai dengan 2006 (Gambar 23 dan 24). mempunyai trend yang menurun. Hal ini berbeda dengan sub sektor perikanan yang Dari kondisi di atas, terlihat bahwa perikanan tangkap memiliki peranan yang semakin besar terhadap perekonomian Kabupaten Sukabumi. Oleh karena itu, sudah saatnya perikanan tangkap diberikan perhatian yang lebih besar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, bahkan keberadaan perikanan tangkap dapat dijadikan sektor unggulan yang dapat mendukung sektor-sektor lain, seperti sektor pariwisata.

78 Kontribusi thd PDRB dng MIGAS (%) Kontribusi thd PDRB tanpa MIGAS (%) Kontribusi thd Sektor Pertanian (%) % 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Sukabumi, 2008 Gambar 22 y = 0.000x R² = y = 0.003x R² = Tahun Sektor Perikanan Perikanan Tangkap Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Tahun % 1.60% 1.20% 0.80% 0.40% y = x R² = y = 0.001x R² = % Tahun Sektor Perikanan Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Sukabumi, 2008 Gambar Perikanan Tangkap Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi tanpa migas Tahun % 1.60% 1.20% 0.80% 0.40% y = x R² = y = 0.001x R² = % Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Sukabumi, 2008 Gambar Tahun Sektor Perikanan Perikanan Tangkap Perkembangan kontribusi PDRB sektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi dengan migas Tahun

79 Karakteristik Responden Daerah asal responden Responden yang mengunjungi kawasan wisata Palabuhanratu berasal dari berbagai daerah, yaitu Bogor, Sukabumi, Garut, Bandung, Jakarta, Tangerang, Tasikmalaya, Cianjur, Depok dan Yogyakarta. Responden terbanyak berasal dari Sukabumi dan Bogor dengan persentase sebesar 33% dan 27%. Hal ini berkaitan dengan jarak kedua kota tersebut relatif dekat dengan Palabuhanratu, sehingga biaya perjalanan pengunjung pun lebih kecil. Daerah asal responden dengan persentase terkecil (3%) adalah Tasikmalaya, Cianjur dan Yogyakarta yang memiliki jarak lebih jauh dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sehingga biaya perjalanannya pun lebih besar. Data selengkapnya mengenai daerah asal responden dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 25. Tabel 25 Daerah asal responden Bulan Maret 2009 No Kota Responden (orang) Persentase (%) 1 Bogor Sukabumi Garut Bandung Jakarta Tangerang Tasikmalaya Cianjur Depok Yogyakarta 1 3 Jumlah Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Tangerang 3% Jakarta 3% Bandung 7% Garut 10% Tasikmalaya 3% Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Cianjur 3% Sukabumi 34% Gambar 25 Sebaran daerah asal responden Bulan Maret Depok 7% Yogyakarta 3% Bogor 27%

80 Umur responden Responden yang mengunjungi kawasan wisata Palabuhanratu memiliki rentang umur dari tahun. Responden terbanyak memiliki kelompok umur tahun sebesar 23%, sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok umur lebih dari 50 tahun sebanyak 3%. Hal ini berkaitan dengan jenis wisata di Palabuhanratu yang kebanyakan berupa wisata pantai yang cocok untuk pengunjung usia muda dengan kegiatan wisata yang biasa dilakukan seperti renang. Selengkapnya tentang kelompok umur responden dapat dilihat dalam Tabel 26 dan Gambar 26. Tabel 26 Kelompok umur responden Bulan Maret 2009 No Kelas Umur (tahun) Responden (orang) Persentase (%) > Jumlah Sumber: Hasil wawancara pengunjung, tahun 13% tahun 10% > 50 tahun 3% tahun 10% tahun 23% tahun 10% tahun 17% Sumber: Hasil wawancara pengunjung, tahun 14% Gambar 26 Sebaran kelompok umur responden Bulan Maret 2009.

81 Tingkat pendidikan Responden yang mengunjungi kawasan wisata Palabuhanratu memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai dengan master (S2). Responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA merupakan pengunjung terbanyak dengan persentase sebesar 47% dan tingkat pendidikan SMP di urutan kedua sebesar 20%, sedangkan yang paling sidikit adalah tingkat pendidikan Master (S2) sebesar 3%. Hal ini berkaitan dengan umur responden yang mayoritas berusia tahun. Selengkapnya tentang tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 27 dan Gambar 27. Tabel 27 Tingkat pendidikan responden Bulan Maret 2009 No Tingkat Pendidikan Responden (orang) Persentase (%) 1 SD SMP SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Master (S2) 1 3 Jumlah Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 SMA 47% Diploma (D3) 10% Sarjana (S1) 13% SMP 20% SD 7% Master (S2) 3% Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Gambar 27 Sebaran tingkat pendidikan responden Bulan Maret 2009.

82 Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan responden yang mengunjungi kawasan wisata Palabuhanratu berkisar antara Rp Rp Responden terbanyak memiliki tingkat pendapatan Rp Rp dan Rp Rp dengan persentase masing-masing sebesar 36% dan 37%, sedangkan paling sedikit memiliki tingkat pendapatan Rp Rp dengan persentase 3%. Data mengenai tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 28 dan Gambar 28. Tabel 28 Tingkat pendapatan responden Bulan Maret 2009 No Pendapatan (Rp) Responden (orang) Persentase (%) Jumlah Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp % Rp Rp % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Rp Rp % Gambar 28 Sebaran tingkat pendapatan responden Bulan Maret Lama kunjungan Responden yang mengunjungi kawasan wisata Palabuhanratu melakukan kunjungan selama 1-3 hari. Sebagian besar responden melakukan kunjungan selama satu hari atau tidak bermalam sebesar 77%. Hal ini disebabkan responden mayoritas berasal dari Bogor dan Sukabumi dengan tingkat pendapatan Rp Rp , sehingga responden memiliki dana yang terbatas

83 68 untuk menyewa penginapan. Lagi pula jarak tempuh yang hanya 2-3 jam ke Palabuhanratu menyebabkan responden lebih memilih untuk tidak menginap. Responden yang melakukan kunjungan selama 3 hari merupakan persentase terkecil sebesar 3%. Data lama kunjungan responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 29 dan Gambar 29. Tabel 29 Lama kunjungan responden Bulan Maret 2009 No Lama kunjungan (hari) Responden (orang) Persentase % % % Jumlah % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, hari 20% 3 hari 3% 1 hari 77% Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Gambar 29 Sebaran lama kunjungan responden Bulan Maret Biaya perjalanan Biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan pengunjung selama melakukan kunjungan wisata. Biaya perjalanan tersebut meliputi transportasi, penginapan, konsumsi, pembayaran tiket masuk kawasan wisata, penyewaan sarana hiburan, penggunaan fasilitas umum dan lain-lain. Biaya transportasi merupakan jenis biaya perjalanan terbesar yang dikeluarkan oleh responden sebesar 42,07%, sedangkan biaya terkecil adalah biaya lain-lain, seperti biaya dokumentasi dan pembelian souvenir sebesar 0,17%. Biaya perjalanan sangat dipengaruhi oleh daerah asal dan tingkat konsumsi pengunjung. Biaya perjalanan rata-rata responden yang mengunjungi kawasan

84 69 wisata Palabuhanratu berkisar antara Rp52.000,00 sampai dengan Rp ,00. Data selengkapnya mengenai biaya perjalanan responden dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 30. Tabel 30 Jenis biaya perjalanan responden Bulan Maret 2009 No Jenis biaya perjalanan Nilai Rp % 1 Transportasi , Penginapan , Konsumsi , Tiket masuk 3.000, Sewa sarana hiburan 1.333, Penggunaan fasilitas umum 1.916, lain-lain 700, Jumlah , Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Konsumsi 39.07% Tiket masuk Penggunaan 0.74% fasilitas umum 0.47% Penginapan 17.16% Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Transportasi 42.07% lain-lain 0.17% Sewa sarana hiburan 0.33% Gambar 30 Sebaran jenis biaya perjalanan responden Bulan Maret Persepsi responden 1) Manfaat wisata Manfaat wisata merupakan kesan yang timbul pada diri responden setelah melakukan kunjungan wisata. Perjalanan wisata diharapkan dapat menimbulkan manfaat positif bagi para wisatawan. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, manfaat positif yang dirasakan akan menimbulkan penyegaran terhadap semangat bekerja atau pun suasana psikologis lainnya. Manfaat yang netral yaitu kesan yang ditimbulkan dari perjalanan wisata tidak memberikan suatu penyegaran terhadap kondisi psikologis wisatawan. Sebanyak 77%

85 70 responden kawasan wisata Palabuhanratu mendapatkan kesan yang positif selama melakukan kunjungan wisata, sedangkan sisanya sebesar 23% mendapatkan kesan yang netral. Data manfaat wisata responden dapat dilihat pada Tabel 31dan Gambar 31. Tabel 31 Manfaat wisata responden Bulan Maret 2009 No Manfaat Wisata Responden (orang) Persentase 1 Positif % 2 Netral 7 23 % 3 Negatif 0 0 % Jumlah % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, ) Nilai keindahan Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, diketahui bahwa 90% responden menyatakan kawasan wisata Palabuhanratu memiliki kondisi alam yang indah, sedangkan 10% menyatakan tidak indah. Berdasarkan kriteria dari Ditjen PHPA, kisaran keindahan lebih dari 80% menunjukkan bahwa kawasan wisata Palabuhanratu memiliki kondisi alam yang sangat indah. Keindahan alam tersebut yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata Palabuhanratu. Keindahan alam kawasan wisata Palabuhanratu yang dapat dinikmati wisatawan adalah pantai yang yang landai dengan banyak ditumbuhi pohon kelapa terutama di kawasan Pantai Citepus. Selengkapnya tentang nilai keindahan dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Nilai keindahan kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret 2009 No Persepsi pengunjung Responden (orang) Persentase 1 Indah % 2 Tidak indah 3 10 % Jumlah % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, ) Nilai kenyamanan Nilai kenyamanan kawasan wisata Palabuhanratu dilihat berdasarkan persentase responden yang menyatakan nyaman. Berdasarkan data hasil penelitian, 80% responden menyatakan kawasan wisata Palabuhanratu memiliki kondisi yang nyaman, sedangkan sisanya sebesar 20% menyatakan tidak nyaman.

86 71 Nilai kenyamanan 80% menurut kriteria dari Ditjen PHPA menunjukkan kawasan wisata Palabuhanratu memiliki kondisi yang sangat nyaman. Kenyamanan kawasan wisata Palabuhanratu yang dirasakan wisatawan berupa ketersediaan fasilitas penunjang wisata, seperti hotel, restoran, kios makanan, toilet dan lainlain. Tabel 33 menyajikan data selengkapnya mengenai nilai kenyamanan kawasan wisata Palabuhanratu. Tabel 33 Nilai kenyamanan kawasan wisata Palabuhanratu Bulan Maret 2009 No Persepsi pengunjung Responden (orang) Persentase 1 Nyaman % 2 Tidak nyaman 6 20 % Jumlah % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, Nilai waktu yang hilang selama melakukan kunjungan wisata Selama melakukan kunjungan wisata wisatawan memiliki waktu produktif yang hilang. Nilai waktu produktif tersebut dikonfersikan dengan uang, sehingga dapat dilihat tingkat pengorbanan wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Nilai waktu yang hilang akan berbanding lurus dengan tingkat pendapatan wisatawan, sehingga nilai tersebut akan berbanding lurus pula dengan intesitas kunjungan. Berdasarkan data hasil penelitian, responden yang memiliki kisaran nilai waktu kunjungan Rp Rp merupakan yang paling dominan dengan persentase sebesar 40%, sedangkan yang terkecil yaitu 7% memiliki kisaran nilai waktu kunjungan Rp Rp Data selengkapnya mengenai nilai waktu kunjungan wisatawan kawasan wisata Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 34 dan Gambar 31. Tabel 34 Nilai waktu kunjungan wisata Palabuhanratu Bulan Maret 2009 No Nilai Waktu Kunjungan (Rp) Responden (orang) Persentase % % % % 5 > % Jumlah % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009

87 % % > % % % Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009 Gambar 31 Sebaran nilai waktu kunjungan responden Bulan Maret Intensitas kunjungan ke obyek wisata lain Keberadaan obyek wisata lain akan mempengaruhi tingkat kunjungan wisata. Wisatawan umumnya akan lebih memilih obyek wisata dengan biaya perjalanan lebih rendah. Jika biaya perjalanan ke obyek wisata lain lebih rendah akan menurunkan jumlah kunjungan, begitupun sebaliknya biaya perjalanan yang tinggi ke lokasi obyek wisata lain akan meningkatkan jumlah kunjungan wisata. Obyek wisata lain tersebut antara lain obyek wisata pantai di Kecamatan Cikakak dan Cisolok. Data intensitas kunjungan ke lokasi obyek wisata lain berdasarkan daerah asal responden disajikan pada Tabel 35. Tabel 35 Intensitas kunjungan wisatawan ke lokasi obyek wisata lain No Kota Rata-rata intensitas kunjungan ke lokasi objek wisata lain (kali) 1 Bogor 2 2 Sukabumi 8 3 Garut 2 4 Bandung 4 5 Jakarta 1 6 Tangerang 2 7 Tasikmalaya 1 8 Cianjur 12 9 Depok 1 10 Jogjakarta 1 Jumlah 34 Sumber: Hasil wawancara pengunjung, 2009

88 Fungsi Permintaan Pariwisata Permintaan wisata (Q) berdasarkan pendekatan individu ke Palabuhanratu menggambarkan tingkat kepuasan wisatawan terhadap obyek wisata di Palabuhanratu. Permintaan wisata di Palabuhanratu diperoleh dengan meregresikan lima variabel, yaitu biaya perjalanan selama melakukan wisata (X 1 ), tingkat pendapatan pengunjung (X 2 ), nilai waktu selama melakukan wisata (X 3 ), biaya perjalanan ke obyek wisata lain (X 4 ), persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata di Palabuhanratu (X 5 ). Hasil analisis regresi disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Koefisien regresi variabel model permintaan pariwisata No Variabel Coefficients Standard Error P-value 1 Intercept 0,1499 3,5922 0, lnx 1 ** -0,4393 0,2102 0, lnx 2 0,2492 0,3563 0, lnx 3 0,0039 0,1503 0, lnx 4 * 0,1764 0,1543 0, lnx 5 0,3224 0,8621 0,7117 Sumber: Diolah Lampiran 9 Keterangan: R Square = 0,2000 Adjusted R Square = 0,0307 Standard Error = 0,6292 F hitung = 1,1836 F tebel = 0,3464 * : Nyata pada selang kepercayaan 95% ** : Nyata pada selang kepercayaan 70% Pada Tabel 36 dapat diketahui nilai koefisien regresi dari variabel-variabel penduga yang diduga mempengaruhi permintaan pariwisata di Palabuhanratu. Berdasarkan nilai koefisien regresi tersebut dapat dibuat persamaan permintaan pariwisata sebagai berikut : lnq = 0,1499-0,4393lnX 1 + 0,2495lnX 2 + 0,0039lnX 3 + 0,1764lnX 4 + 0,3224lnX 5 atau: Q = 1,1618 X 1-0,4393 X 2 0,2495 X 3 0,0039 X 4 0,1764 X 5 0,3224 Berdasarkan hasil pendugaan koefisien regresi diketahui nilai R square (R 2 ) sebesar 0,2 yang mengindikasikan bahwa permintaan wisata di Palabuhanratu dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang termasuk dalam model sebesar 20%

89 74 dan sisanya sebesar 80% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model dugaan. Adjusted R square sebesar 0,0307 menjelaskan bahwa hubungan antara permintaan pariwisata dengan variabel-variabel yang digunakan adalah positif. Nilai standar error sebesar 0,6292 merupakan nilai galat baku dari model secara keseluruhan yang menunjukkan adanya kemungkinan bias pada nilai dari model yang diduga sebesar 0,6292. Koefisien regresi variabel biaya perjalanan (X 1 ) bertanda negatif yang menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya perjalanan akan mengurangi tingkat kunjungan wisata. Koefisien regresi variabel tingkat pendapatan pengunjung (X 2 ), nilai waktu selama melakukan wisata (X 3 ), biaya perjalanan ke obyek wisata lain (X 4 ), persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata di Palabuhanratu (X 5 ) mempunyai koefisien regresi bertanda positif yang menunjukkan bahwa peningkatan variabel-variabel tersebut berbanding lurus dengan peningkatan tingkat kunjungan wisata, begitu pun sebaliknya penurunan setiap variabel tersebut akan menurunkan tingkat kunjungan wisata. Nilai koefisien regresi variabel X 4 bertanda positif, karena dalam hal ini obyek wisata lain bersifat sebagai komplemen atau pelengkap. Hal ini terjadi karena obyek wisata di Palabuhanratu berdekatan dengan obyek wisata lain, seperti obyek wisata pantai di Kecamatan Cikakak dan Cisolok, serta obyek wisata Cipanas di Kecamatan Cisolok, sehingga wisatawan yang melakukan kunjungan ke obyek wisata tersebut biasanya melakukan kunjungan juga ke Palabuhanratu. Nilai P value variabel biaya perjalanan (X 1 ) adalah 0,0474 yang menyatakan bahwa biaya perjalanan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap permintaan pariwisata. Variabel biaya perjalanan ke obyek wisata lain (X 4 ) memiliki nilai P value sebesar 0,2641 yang menunjukkan bahwa biaya perjalanan ke obyek wisata lain berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 70% terhadap permintaan pariwisata. Untuk variabel tingkat pendapatan pengunjung (X 2 ), nilai waktu selama melakukan wisata (X 3 ) dan persepsi dan apresiasi terhadap obyek wisata di Palabuhanratu (X 5 ) berdasarkan nilai P value tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan wisata. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel terhadap permintaan pariwisata secara bersamaan. Nilai F hitung sebesar 1,1836

90 75 lebih besar dibandingkan nilai F tabel sebesar 0,3464, sehingga dapat disimpulkan semua variabel-variabel penduga yang digunakan secara bersamaan memberikan pengaruh nyata terhadap permintaan pariwisata pada selang kepercayaan 95%. Fungsi permintaan pariwisata di atas kemudian ditransformasikan ke dalam fungsi permintaan asal, yaitu permintaan suatu komoditas dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri dengan faktor lain diasumsikan tetap (cateris paribus). Hasil transformasi tersebut menjadi persamaan sebagai berikut: atau Nilai koefisien variabel biaya perjalanan dari fungsi permintaan di atas yaitu sebesar 0,4393. Nilai ini menunjukkan bahwa elastisitas permintaan pariwisata di Palabuhanratu sebesar 43,93% atau bersifat inelastis, sehingga peningkatan atau penurunan yang terjadi pada biaya perjalanan tidak akan terlalu berpengaruh terhadap permintaan pariwisata. Grafik persamaan di atas digambarkan dalam Gambar 32. Gambar 32 Kurva permintaan pariwisata. 5.4 Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Perhitungan surplus konsumen dengan pendekatan utilitas menggunakan intensitas kunjungan sebagai ukuran tingkat kepuasan. Variabel bebas yang

91 76 digunakan adalah biaya perjalanan yang merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan wisatawan dalam melakukan satu kali kunjungan wisata ke Palabuhanratu. Kurva permintaan wisata didapat dari penurunan fungsi permintaan sebelumnya, yang menghasilkan fungsi sebagai berikut: atau Pada kurva di atas, sumbu Y menunjukkan variabel biaya perjalanan (Rp), sedangkan sumbu X menunjukkan variabel intensitas kunjungan wisata (kali). Perhitungan luas wilayah di bawah kurva diperoleh dengan cara mengintegralkan fungsi permintan, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Batas atas 2,33 diperoleh dari rata-rata intensitas kunjungan wisatawan ke obyek wisata di Palabuhanratu. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden pada saat penelitian. Nilai utilitas (U) diperoleh dengan menggunakan software Maple 9.5, sehingga diperoleh luas wilayah dibawah kurva (U) sebesar Rp ,00. Nilai surplus konsumen yang didapat adalah Rp ,00. Nilai ekonomi total (NET) obyek wisata di Palabuhanratu merupakan hasil perkalian nilai surplus konsumen dengan jumlah kunjungan dalam satu tahun. Jumlah kunjungan yang digunakan adalah jumlah kunjungan pada tahun 2008 yaitu sebesar kali. Nilai ekonomi total yang diperoleh adalah Rp Nilai tersebut menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan jika obyek wisata di Palabuhanratu mengalami kerusakan, sehingga tidak mampu lagi menarik wisatawan. Nilai ekonomi akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi obyek wisata, sebaliknya jika jumlah kunjungan wisata menurun maka nilai ekonomi ini akan berkurang.

92 Sinergisitas Kegiatan Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari Selama ini kegiatan pariwisata di Palabuhanratu hanya bersifat wisata pantai. Aktivitas yang dilakukan pengunjung kebanyakan hanya menikmati pemandangan alam dan berenang. Keberadaan sub sektor perikanan tangkap dapat dijadikan komoditas wisata yang menarik di Palabuhanratu, bahkan dapat menjadi komoditas wisata unggulan yang menjadi ciri khas pariwisata di Palabuhanratu. Dalam hal ini perikanan tangkap tidak saja dijadikan sebagai pendukung sektor pariwisata, namun menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembangan pariwisata di Palabuhanratu. Kegiatan perikanan tangkap memiliki keunikan tersendiri yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Lokasi obyek wisata yang berdekatan dengan PPN Palabuhanratu semakin mendukung terciptanya sinergisitas antara kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata di Palabuhanratu. Beberapa potensi yang dapat dikembangkan dalam sinergisitas ini seperti pemanfaatan kegiatan operasional unit penangkapan ikan sebagai atraksi wisata tour penangkapan ikan, pemanfaatan kapal penangkapan ikan sebagai sarana wisata memancing dan wisata berperahu (boating), pemanfaatan tempat pelelangan ikan (TPI) sebagai obyek wisata, serta pemanfaatan hasil tangkapan sebagai pasokan ke restoran dan hotel di sekitar Palabuhanratu. Tour penangkapan ikan merupakan trip penangkapan ikan yang diikuti oleh wisatawan dalam beberapa jam saja. Wisatawan dapat menikmati keunikan kegiatan operasional penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Operasional unit penangkapan ikan dapat dilakukan di Perairan Teluk Palabuhanratu, sehingga dapat dijangkau dengan waktu yang singkat dari PPN Palabuhanratu sebagai fishing base. Lima unit penangkapan ikan yang dominan di PPN Palabuhanratu, yaitu bagan apung, rawai layur, payang, jaring rampus dan trammel net dapat digunakan sebagai sarana operasional yang terkait dengan kegiatan pariwisata. Operasional bagan apung yang dilakukan pada malam hari dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tour penangkapan ikan. Wisatawan dapat melihat aktivitas nelayan mulai dari mempersiapkan alat pengumpul ikan, penurunan dan penarikan jaring, serta pengangkatan hasil tangkapan. Wisatawan yang tertarik dapat mencoba bersama nelayan melakukan aktivitas tersebut. Pada saat soaking

93 78 time, wisatawan dapat menikmati suasana pantai Palabuhanratu yang terlihat dari bagan apung, sambil memancing atau hanya melihat ikan-ikan yang berkumpul karena tertarik oleh cahaya lampu petromaks. Tarif sewa bagan apung adalah Rp ,00 untuk satu kali paket kegiatan tour penangkapan ikan dengan kapasitas lima orang wisatawan. Pada unit penangkapan rawai layur kegiatan tour penangkapan ikan dapat dilakukan pada malam hari sesuai dengan waktu operasional rawai layur. Wisatawan dapat menyaksikan aktivitas nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap rawai layur. Pada saat perendaman alat tangkap (soaking time), wisatawan dapat melakukan pemancingan menggunakan alat tangkap pancing ulur. Suasana malam yang disajikan di perahu jukung dengan pemandangan lampu bagan apung di Teluk Palabuhanratu atau lampu-lampu di pantai, menambah daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Untuk menikmati kegiatan wisata ini, wisatawan dapat memilih dua alternatif perahu dengan tarif yang berbeda. Perahu dengan kapasitas dua orang wisatawan dapat disewa dengan tarif Rp ,00 per paket tour penangkapan ikan, sedangkan perahu dengan kapasitas satu orang wisatawan tarifnya sebesar Rp ,00. Kegiatan operasional unit penangkapan trammel net yang dilakukan pada siang hari dapat dimanfaatkan untuk tour penangkapan ikan. Proses pengoperasian alat tangkap trammel net yang unik dengan olah gerak kapal ketika melingkarkan jaring dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Tarif sewa satu kapal trammel net untuk satu paket kegiatan tour penangkapan ikan adalah Rp ,00 dengan kapasitas kapal 10 orang wisatawan. Unit penangkapan payang melakukan operasi penangkapan ikan pada siang hari. Operasi penangkapan ikan yang dimulai dengan pengejaran terhadap gerombolan ikan dan dilanjutkan dengan pelingkaran gerombolan ikan, penurunan dan penarikan jaring, serta pengangkatan hasil tangkapan menjadi suatu daya tarik tersendiri yang dapat dimanfaatkan untuk tour penangkapan ikan. Wisatawan yang ingin menikmati keunikan operasional unit penangkapan payang dapat menyewa dengan tarif Rp ,00 per paket dengan kapasitas 10 orang wisatawan.

94 79 Tour penangkapan ikan pada unit penangkapan jaring rampus dilakukan pada siang hari. Aktivitas nelayan ketika mempersiapkan alat tangkap, setting, hauling dan kegiatan melepaskan ikan hasil tangkapan dari jaring menjadi suatu hal yang menarik bagi wisatawan. Tarif wisata tour penangkapan ikan dengan unit penangkapan jaring rampus adalah Rp ,00 untuk perahu dengan kapasitas satu orang wisatawan atau Rp ,00 untuk perahu dengan kapasitas dua orang wisatawan. Lima unit penangkapan ikan dominan dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana kegiatan wisata memancing. Wisata memancing selama ini menggunakan kapal khusus dengan biaya sewa yang sangat mahal. Wisatawan dengan dana yang terbatas tentu saja tidak bisa menikmati wisata tersebut, namun dengan memanfaatkan perahu atau kapal penangkapan ikan atau pelataran bagan apung, wisatawan dapat berwisata memancing dengan biaya yang lebih murah. Bagan apung dapat dimanfaatkan sebagai sarana kegiatan wisata memancing baik pada malam maupun siang hari. Pada malam hari, cahaya lampu petromaks digunakan sebagai pengumpul ikan yang bersifat fototaksis positif. Ikan yang terkumpul di sekitar lampu biasanya ikan kecil, namun keberadaan ikan kecil ini akan mengundang ikan pemangsa yang dapat dijadikan target pemancingan. Pada siang hari alat tangkap bagan apung biasanya dibiarkan begitu saja. Keadaan ini sebenarnya dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana wisata memancing, terutama dengan memanfaatkan jenis alat pengumpul ikan lainnya seperti rumpon. Unit penangkapan lainnya seperti payang, trammel net, rawai layur dan jaring rampus dapat juga dimanfaatkan untuk wisata memancing. Wisatawan dapat menyewa perahu yang tidak dipakai di luar waktu operasi dan meminta nelayan untuk mengantarkan ke lokasi pemancingan yang diinginkan. Tarif sewa yang dipakai sama dengan tarif pada wisata tour penangkapan ikan. Daftar harga sewa masing-masing unit penangkapan ikan dan kapasitasnya dapat dilihat pada Tabel 37. Event upacara adat hari nelayan menarik banyak wisatawan untuk berkunjung ke Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu menjadi tempat berlangsungnya upacara adat hari nelayan, selain itu terdapat pula pagelaran

95 80 kesenian daerah seperti wayang golek. Kesempatan ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan utuk menyelenggarakan wisata berperahu (boating). Kapal yang digunakan biasanya kapal payang dan trammel net. Wisatawan akan dibawa berkeliling teluk Palabuhanratu sampai dengan sekitar Karang Hawu. Pemanfaatan unit penangkapan ikan untuk kegiatan wisata dapat dilakukan pada hari libur atau hari-hari tertentu, seperti event upacara adat hari nelayan yang memiliki tingkat kunjungan wisata lebih tinggi dibandingkan hari kerja. Pada hari kerja nelayan dapat tetap melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan seperti biasa, sehingga sinergisitas antara kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata ini dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Kegiatan perikanan tangkap lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata adalah kegiatan pelelangan ikan yang terjadi di tempat pelelangan ikan (TPI). Pemanfaatan kegiatan pelelangan ikan sebagai obyek wisata terkendala dengan jarangnya pelelangan dilakukan di TPI Palabuhanratu, serta kondisi kebersihan TPI yang kurang memadai. Padahal, kegiatan melelang hasil tangkapan dengan sentuhan seninya, unik dan dapat menarik minat wisatawan, karena itu aktivitas pelelangan ikan di Palabuhanratu perlu digalakkan kembali dengan jadwal yang rutin. Hasil tangkapan setelah dilelang masih dapat berperan dalam kegiatan wisata. Hasil tangkapan tersebut dapat dipasok ke restoran atau hotel di sekitar Palabuhanratu, atau jika ada pasar higienis di Palabuhanratu akan sangat menarik, karena hasil tangkapan tersebut dapat dijual di pasar higienis. Umumnya keberadaan pasar higienis dengan kebersihan yang sangat diperhatikan akan menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Pemanfaatan hasil tangkapan untuk pariwisata dapat disinergiskan juga dengan rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi untuk membangun floating restaurant di Daerah Cimandiri. Floating restaurant yang tentunya dapat menarik wisatawan, pasokan ikannya dapat diperoleh dari hasil tangkapan nelayan Palabuhanratu.

96 81 Tabel 37 Harga sewa dan kapasitas unit penangkapan ikan untuk menampung wisatawan No Unit penangkapan ikan Harga sewa per kapal (Rp) Kapasitas wisatawan (orang) 1 Payang , Bagan apung , Rawai layur ,00 dan ,00 1 dan 2 4 Trammel net , Jaring rampus ,00 dan ,00 1 dan 2 Sumber: Hasil wawancara, 2009 Pengelolaan sinergisitas kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu dapat dilakukan oleh Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang ada di Palabuhanratu. HNSI dapat memfasilitasi wisatawan yang ingin berwisata perikanan tangkap. Peta wilayah pengembangan sinergisitas kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 33. Kec. Cisolok Kec. Cikakak Cisolok Cimaja Kec. Palabuhanratu 7º 00 Karang Payung Guhagede Citepus Palabuhanratu Cimandiri 7º 05 Tg. Kembar Gedogan Kec. Simpenan Ug. Karangbentang Kec. Ciemas 106º º º º Keterangan: Bagan apung Trammel net Jaring rampus Rawai layur Payang Fishing base and recreational fishing base Recreational fishing base Wilayah pengembangan wisata perikanan tangkap Obyek wisata pantai Obyek wisata gua Obyek wisata sejarah Gambar 33 Peta wilayah pengembangan kegiatan wisata perikanan tangkap di Palabuhanratu.

97 Identifikasi Unsur SWOT Pengembangan Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu Kekuatan (1) Keindahan dan kenyamanan obyek wisata Kawasan wisata palabuhanratu memiliki daya tarik alam yang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengukuran terhadap persepsi pengunjung. Pengunjung yang menyatakan indah sebanyak 90%, sehingga berdasarkan skala skor dapat dimasukkan dalam kategori sangat indah. Keindahan alam berupa pantai yang landai dengan ditumbuhi banyak pepohonan memberikan pemandangan yang indah yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Dilihat dari faktor kenyamanan, pengunjung yang menyatakan nyaman sebanyak 80%, sehingga berdasarkan skala skor dapat dimasukkan dalam kategori sangat nyaman. Ketersediaan fasilitas di obyek wisata membuat pengunjung merasa nyaman melakukan kegiatan wisata di Palabuhanratu. (2) Lokasi obyek wisata dan PPN Palabuhanratu berdekatan Obyek wisata di Kota Palabuhanratu berada tidak jauh dari PPN Palabuhanratu sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap. Jarak terjauh adalah Pantai Citepus yang berlokasi 4 km dari PPN Palabuhanratu, sedangkan jarak terdekat adalah Pantai Gadobangkong yang hanya berjarak sekitar 100 m dari PPN Palabuhanratu. Kondisi ini menjadi suatu keuntungan dalam menarik minat wisatawan untuk mencoba berwisata perikanan di Palabuhanratu, karena mobilitas wisatawan akan lebih mudah. (3) Ketersediaan sarana penunjang Palabuhanratu memiliki sarana penunjang pariwisata yang cukup lengkap. Berdasarkan data Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Kepariwisataan terdapat 17 hotel dan penginapan di Kota palabuhanratu, sedangkan jumlah restoran dan rumah makan ada 9 buah. Sarana penunjang tersebut sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu, karena akan memberikan kemudahan wisatawan dalam melakukan kunjungan wisata. (4) Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder, trend jumlah nelayan dan unit penangkapan meningkat setiap tahunnya. Upaya pengembangan pariwisata

98 83 bahari tentunya harus didukung oleh ketersediaan unit penangkapan ikan yang dapat menjadi komoditas pariwisata tersendiri. Adanya trend peningkatan tersebut tentunya sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu. (5) Adanya obyek wisata budaya Upacara Adat Hari Nelayan Masyarakat Palabuhanratu memiliki acara adat tahunan yaitu upacara adat hari nelayan yang biasa dilaksanakan pada Bulan April. Upacara adat tersebut dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur nelayan atas hasil laut yang mereka peroleh selama satu tahun. Upacara adat hari nelayan memiliki daya tarik wisata tersendiri yang mampu menarik wisatawan untuk datang ke Palabuhanratu, selain itu lokasi upacara adat yang dilakukan di dalam kawasan PPN Palabuhanratu menjadikan suatu kesempatan untuk memperkenalkan sektor perikanan tangkap di Palabuhanratu kepada wisatawan. (6) Nilai ekonomi wisata besar Beradasarkan perhitungan nilai ekonomi dengan pendekatan utilitas, nilai ekonomi total adalah Rp ,0. Nilai tersebut cukup besar dan merupakan nilai yang akan hilang jika kawasan wisata Palabuhanratu tidak terpelihara, sehingga tidak mampu lagi menarik wisatawan. Nilai ekonomi yang cukup tinggi memberikan indikasi bahwa wisatawan mampu membayar lebih tinggi untuk menikmati wisata di Palabuhanratu Kelemahan (1) Wisatawan bersifat musiman Pola kedatangan wisatawan sangat berfluktuasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan waktu luang (leisure time) untuk melakukan kegiatan wisata. Jumlah wisatawan akan meningkat pada akhir pekan dan hari-hari libur, sebaliknya pada hari kerja jumlah wisatawan akan sangat berkurang. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata, karena berdampak pada ketidakpastian usaha. (2) Kondisi muara Sungai Cimandiri mengalami pendangkalan Muara Cimandiri yang merupakan salah satu obyek wisata dan daerah penangkapan ikan, kondisi perairannya mulai mengalami pendangkalan. Hal

99 84 tersebut terjadi akibat material yang terus dibawa oleh aliran sungai. Kondisi ini akan mengganggu fungsi muara Sungai Cimandiri (Bappeda Kabupaten Sukabumi 2008). (3) Produktivitas sektor perikanan tangkap menurun Berdasarkan pengolahan data sekunder, terlihat produktivitas per trip, produktivitas unit penangkapan ikan dan produktivitas nelayan memiliki trend yang menurun dari tahun Kondisi ini akan menghambat dalam pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu. Peranan perikanan tangkap yang akan menjadi salah satu komoditas periwisata, memerlukan produktivitas yang tinggi untuk sebagai pendukung. (4) Unit penangkapan ikan belum memiliki perlengkapan keamanan di laut Unit penangkapan ikan di palabuhanratu, masih belum memiliki standar perlengkapan keselamatan di laut. Hal tersebut tentu saja akan mengurangi daya tarik wisatawan terhadap kegiatan perikanan tangkap. Pariwisata yang sangat mengutamakan kenyamanan akan menuntut standar keselamatan yang tinggi dalam setiap aktivitas wisata. (5) Tingkat pendidikan wisatawan menengah ke bawah Karakteristik pendidikan wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Palabuhanratu adalah 27% SD dan SMP, 47% SMA, 10% D3 dan 16% S1 dan S2. Terlihat lebih dari 70% wisatawan memiliki pendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini akan berpengaruh terhadap selera dan motivasi ingin mencoba wisatawan terhadap atraksi wisata lain. Pengembangan pariwisata bahari yang akan menjadi komoditas wisata baru di Palabuhanratu memerlukan promosi yang lebih intensif karena kondisi tersebut Peluang (1) Rencana pembangunan PPS Palabuhanratu Menurut Bappeda Kabupaten Sukabumi (2008), rencana pembangunan Pelabuhan Paerikanan Samudera Palabuhanratu yang akan selesai pada tahun 2015, keberadaannya akan menjadi salah satu obyek wisata minat khusus di Palabuhanratu. Hal ini tentu saja sangat mendukung upaya pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu, karena keberadaan pelabuhan perikanan

100 85 sebagai pusat aktivitas peikanan tangkap akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. (2) Rencana pembangunan floating restaurant di daerah Cimandiri Rencana pengembangan floating restaurant di daerah Cimandiri dapat disinergiskan dengan keberadaan unit penangkapan trammel net yang memiliki daerah penangkapan ikan di wilayah tersebut. Sinergisitas tersebut dapat berupa atraksi wisata operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapan trammel net yang didominasi jenis udang dapat menjadi sajian di floating restaurant. (3) Rencana pengembangan dan pengelolaan pasar ikan Palabuhanratu menjadi obyek wisata. Keberadaan pasar ikan yang berstandar pariwisata tentu saja membutuhkan ikan berkualitas baik yang akan menambah biaya operasional unit penangkapan ikan. Hal tersebut akan sebanding dengan peningkatan harga ikan yang tentu saja pada akhirnya berpengaruh pula pada peningkatan pendapatan nelayan Ancaman (1) Maraknya pengembangan wisata sungai di Kabupaten Sukabumi Pengembangan jenis wisata sungai di kabupaten Sukabumi akan menarik perhatian wisatawan dan mengancam berkurangnya minat wisatawan terhadap obyek wisata bahari di Palabuhanratu. (2) Persaingan antar daerah yang semakin tinggi. Otonomi daerah telah meningkatkan iklim persaingan antar daerah di Indonesia. Hal tersebut juga terjadi pada sektor pariwisata. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi memiliki tugas berat untuk menarik investor dalam menanamkan modalnya di bidang pariwisata bahari. Kegiatan promosi juga harus semakin ditingkatkan, agar pesona pariwisata bahari di Palabuhanratu semakin dikenal wisatawan dan dapat bersaing dengan daerah lain.

101 Analisis Matriks IFE dan EFE Analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dilakukan dengan cara menentukan bobot dan rating yang disajikan dalam matriks IFE dan EFE. Penentuan bobot dan rating dilakukan oleh Staf Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan dan Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi kepariwisataan di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan hasil pengolahan faktor-faktor internal pada matriks IFE yang disajikan pada Tabel 38, total skor yang diperoleh adalah 2,626, sedangkan hasil pengolahan pada matriks EFE yang disajikan pada Tabel 39, total skor yang diperoleh adalah 3,169. Total skor matriks IFE dan EFE yang lebih dari 2,5, menunjukkan bahwa kekuatan dan peluang yang dimiliki dalam pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu mampu mengantisipasi kelemahan dan ancaman yang ada. Tabel 38 Matriks IFE strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu Faktor strategis internal Bobot Rating Skor Kekuatan 1. Keindahan dan kenyamanan obyek wisata 0, , lokasi obyek wisata dan PPN Palabuhanratu berdekatan 0, , Ketersediaan sarana penunjang 4. Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan 0,094 0, ,377 0, Adanya obyek wisata budaya upacara adat hari nelayan 0, , Nilai ekonomi wisata besar 0, ,290 Kelemahan 1. Wisatawan bersifat musiman 0, , Kondisi muara Sungai Cimandiri mengalami pendangkalan 0, , Produktivitas sektor perikanan tangkap menurun 0, , Unit penangkapan ikan belum memiliki perlengkapan keamanan di laut 0, , Tingkat pendidikan wisatawan menengah ke bawah 0, ,202 Total 1,000 2,626 Sumber: Diolah dari Lampiran 11, 12, 13 dan 14

102 87 Tabel 39 Matriks EFE strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu Faktor strategis eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1. Rencana pembangunan PPS Palabuhanratu 0, , Rencana pembangunan floating restaurant di daerah Cimandiri 0, , Rencana pengembangan dan pengelolaan pasar ikan Palabuhanratu menjadi obyek wisata 0, ,694 Ancaman 1. Maraknya pengembangan wisata sungai di Palabuhanratu 0, , Persaingan antar daerah yang semakin tinggi 0, ,225 Total 1,000 3,169 Sumber: Diolah dari Lampiran 11, 12, 13 dan 14 Dari hasil analisis pada matriks IFE dan EFE, kemudian dilihat posisi kuadran dari strategi pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu dalam diagram analisis SWOT (Gambar 34). Posisi kuadran tersebut diperoleh dengan menghitng selisih total skor kekuatan dan kelemahan yang dijadikan titik pada sumbu horizontal, dan selisih total skor peluang dan ancaman yang dijadikan titik pada sumbu vertikal. Hasil perhitungan selisih total skor diperoleh ordinat (1,040; 1,969) yang terletak pada kuadran I. Posisi kuadran I mengindikasikan bahwa strategi pengembangan pariwisata bahari di Palabuhanratu memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif. Berbagai Peluang (1,040; 1,969) Kelemahan Internal Kekuatan Internal Sumber: Diolah dari Lampiran 15 Berbagai Ancaman Gambar 34 Diagram analisis SWOT pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu.

103 Analisis SWOT Strategi Pengembangan Sinergisitas Perikanan Tangkap dengan Pariwisata Bahari di Palabuhanratu Formulasi alternatif strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT (Tabel 40) yang memperhatikan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Strategi yang diperoleh merupakan kombinasi strategi SO (strengths-opportunities), ST (strengths-threats), WO (weaknesses-opportunities) dan WT (weaknesses-threats). Tabel 40 Matriks SWOT pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu IFAS Kekuatan (Strength) 1. Keindahan dan kenyamanan obyek wisata 2. lokasi obyek wisata dan PPN Palabuhanratu berdekatan 3. Ketersediaan sarana penunjang 4. Peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan 5. Adanya obyek wisata budaya upacara adat hari nelayan 6. Nilai ekonomi wisata besar EFAS Peluang (Opportunities) Strategi SO 1.Rencana pembangunan PPS SO1 Peningkatan kualitas Palabuhanratu fasilitas PPN 2.Rencana pembangunan Palabuhanratu agar lebih floating restaurant di daerah memenuhi standar Cimandiri pariwisata (S1, S2, S3, S4, 3.Rencana pengembangan dan S5, S6, O1, O2) pengelolaan pasar ikan SO2 Melakukan pembenahan Palabuhanratu menjadi obyek wisata Ancaman (Threat) 1.Maraknya pengembangan wisata sungai di Palabuhanratu 2.Persaingan antar daerah yang semakin tinggi dalam pelaksanaan event upacara adat hari nelayan agar lebih memiliki nilai jual wisata (S1, S2, S4, S5, O1, O3) Strategi ST ST1 Menambah atraksi wisata dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik, sehingga dapat bersaing dengan jenis wisata lain dan pariwisata di daerah lain (S1, S2, S3, S4, S5, S6, T1, T2). ST2 Meningkatkan kualitas SDM dalam bidang pariwisata bahari untuk kepuasan pengunjung (S6, T1, T2). Kelemahan (Weaknesses) 1. Wisatawan bersifat musiman 2. Kondisi muara Sungai Cimandiri mengalami pendangkalan 3. Produktivitas sektor perikanan tangkap menurun 4. Unit penangkapan ikan belum memiliki perlengkapan keamanan di laut 5. Tingkat pendidikan wisatawan menengah ke bawah Strategi WO WO1 Penggunaan standar keselamatan pada setiap unit penangkapan ikan, agar dapat dipergunakan dalam pariwisata (W1, W3, W4, W5, O1, O2, O3). WO2 Menata kembali kondisi muara Sungai Cimandiri (W1, W2, W3, W4, O1, O2). Strategi WT WT1 Memanfaatkan musim liburan dengan kegiatan yang disusun dalam suatu paket wisata (W1, W3, W4, T1, T2). WT2 Melakukan strategi pemasaran wisata dengan targeting dan positioning yang khusus (W1, W4, W5, T1, T2).

104 89 Dari hasil matriks SWOT di atas, kemudian dilakukan pemilihan terhadap alternatif strategi yang menjadi prioritas. Pemilihan tersebut dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41 Perangkingan alternatif strategi pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu Alternatif Keterkaitan unsur SWOT Nilai Ranking strategi SO1 SO2 WO1 WO2 ST1 ST2 WT1 WT2 S1, S2, S3, S4, S5, S6, O1, O2 S1, S2, S4, S5, O1, O3 W1, W3, W4, W5, O1, O2, O3 W1, W2, W3, W4, O1, O2 S1, S2, S3, S4, S5, S6, T1, T2 S6, T1, T2 W1, W3, W4, T1, T2 W1, W4, W5, T1, T2 Sumber: Diolah dari Tabel 40 0,341+0,239+0,377+0,259+0,327+ 0,290+0,250+0,219=2,302 0,341+0,239+0,259+0,327+0,250+ 0,231=1,647 0,141+0,205+0,102+0,202+0,250+ 0,219+0,231=1,350 0,141+0,143+0,205+0,102+0,250+ 0,219=1,060 0,341+0,239+0,377+0,259+0,327+ 0,290+0,188+0,113=2,133 0,290+ 0,188+0,113=0,590 0,141+0,205+0,102+0,188+0,113 =0,748 0,141+0,102+0,202+0,188+0,113 =0, Hasil perankingan pada Tabel 41, diperoleh tiga prioritas strategi dengan rangking tertinggi. Ketiga strategi yang dapat diajukan dalam pengembangan sinergisitas perikanan tangkap dengan pariwisata bahari di Palabuhanratu adalah (1) Peningkatan kualitas fasilitas PPN Palabuhanratu agar lebih memenuhi standar pariwisata. Implikasi dari alternatif strategi ini adalah a) Pengelolaan kebersihan lingkungan PPN Palabuhanratu. b) Penambahan fasilitas penunjang wisata, seperti pusat informasi wisata. c) Perbaikan fasilitas-fasilitas yang rusak. d) Pengelolaan keamanan, agar wisatawan dapat berwisata dengan nyaman. (2) Menambah atraksi wisata dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik, sehingga dapat bersaing dengan jenis wisata lain dan pariwisata di daerah lain. Implikasi dari strategi ini adalah a) Pemanfaatan kegiatan operasional unit penangkapan ikan sebagai atraksi wisata tour penangkapan ikan.

105 90 b) Pemanfaatan kapal penangkapan ikan sebagai sarana wisata memancing dan wisata berperahu (boating). c) Pemanfaatan tempat pelelangan ikan (TPI) sebagai obyek wisata. (3) Melakukan pembenahan dalam pelaksanaan event upacara adat hari nelayan agar lebih memiliki nilai jual wisata. Implikasi dalam alternatif strategi ini adalah a) Melakukan promosi yang lebih baik pada setiap event upacara adat hari nelayan. b) Mengubah konsep event upacara adat hari nelayan yang selama ini lebih terkesan hanya sebagai pasar malam, menjadi yang lebih memiliki nilai budaya agar dapat lebih menarik wisatawan.

106 91 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Perkembangan produktivitas unit penangkapan payang, bagan apung, rawai layur dan trammel net pada Tahun memiliki trend yang menurun, sedangkan unit penangkapan jaring rampus memiliki trend yang meningkat. 2) Fungsi permintaan wisata di Palabuhanratu adalah: - Q = 1,1618 X 0, X 0, X 0, X 0,1764 0, X 5 Nilai utilitas (U) diperoleh sebesar Rp ,00. Nilai surplus konsumen yang didapat adalah Rp ,00. Nilai ekonomi total (NET) obyek wisata di Palabuhanratu yang diperoleh adalah Rp ,00. 3) Kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu dapat disinergikan dengan kegiatan pariwisata bahari, antara lain dengan memanfaatkan unit penangkapan ikan yang operasionalnya di dalam Teluk Palabuhanratu. Beberapa potensi yang dapat dikembangkan dalam sinergisitas ini seperti pemanfaatan kegiatan operasional unit penangkapan ikan sebagai atraksi wisata tour penangkapan ikan, pemanfaatan kapal penangkapan ikan sebagai sarana wisata memancing dan wisata berperahu (boating), pemanfaatan tempat pelelangan ikan (TPI) sebagai obyek wisata, serta pemanfaatan hasil tangkapan sebagai pasokan ke restoran dan hotel di sekitar Palabuhanratu. Ada tiga strategi yang dapat dilakukan untuk menciptakan sinergisitas tersebut, yaitu peningkatan kualitas fasilitas PPN Palabuhanratu agar lebih memenuhi standar pariwisata; menambah atraksi wisata dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap sebagai daya tarik, sehingga dapat bersaing dengan jenis wisata lain dan pariwisata di daerah lain; dan melakukan pembenahan dalam pelaksanaan event upacara adat hari nelayan agar lebih memiliki nilai jual wisata. 6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dapat melakukan pengelolaan pengembangan pariwisata bahari dengan memanfaatkan kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu, sehingga sinergisitas

107 92 yang terjadi antara kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata bahari dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Sukabumi dan dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

108 93 DAFTAR PUSTAKA Astuti W Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal. [BPPI] Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Katalog Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal 139. Bappeda Kabupaten Sukabumi Action Plant Kawasan Wisata Pantai Palabuhanratu, Cikakak dan Cisolok. Palabuhanratu: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi. 201 hal. Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi dalam Angka Sukabumi: Kerjasama Bappeda Kabupaten Sukabumi dengan BPS Kabupaten Sukabumi. 279 hal. Damardjati RS Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Cetakan Ketujuh. Edisi Revisi. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Hal 159. David FR Strategic Management, concepts and cases, 10 th ed. New Jersey: Pearson Education Inc. P: Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi Data Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu: Dinas Kepariwisataan Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi. 75 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Analisa Potensi Usaha Kelautan dan perikanan. Palabuhanratu: Dinas Kelautan dan perikanan kabupaten sukabumi. 71 hal. Diniah Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 62 hal. Ekasari D Analisis Resiko Usaha Parikanan Tangkap Skala Kecil di Palabuhanratu [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 173 hal. Gentner B dan A Lowther Evaluating Marine Sport Fisheries in the USA. Di dalam: Pitcher TJ dan C Hollingworth, editor. Recreational Fisheries: Ecological, Economic and Social Evaluation. Oxford: Blackwell Science Ltd. P: 188.

109 94 Girsang HS Studi Penentuan Daerah Penangkapan ikan Tongkol melalui Pemetaan Penyebaran Klorofil-A dan Hasil Tangkapan di Palabuhanratu Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 70 hal. Grigalunas TA et al Natural Resources Damage Assesment Manual for Tropical Ecosystem. International Maritime Organization. Gulo W Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia. 262 hal. Hermawan D Peningkatan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran dan Wisata Pantai dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hal 133. Juniarti R Studi tentang Uji Coba Pengoperasian Bagan Apung dengan Bouke Ami di Perairan Teluk Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 120 hal. Kinnear TL dan Taylor Marketing Research, An Applied Approach, 4 th ed. USA: Mc Graw Hill. Kesteven GL Manual of Fisheries Science: Part 1 An Introduction to Fisheries Science. Rome: Food and Agriculture of The United Nations. P:17. Lipton DW et al Economic Valuation of Natural Resources: A Handbook for Coastal Resources Policymakers. Decision Analysis Series No.5. Coastal Ocean Office. National Oceanic and Atmospheric Administration. US. Departement of Commerce. Middleton VTC Marketing in Travel and Tourism, 2 nd Butterworth-Heinemann Ltd. P: ed. Oxford: Monintja DR Perikanan Tangkap di Indonesia. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 47 hal. Nasution S Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara. 155 hal. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Statistik Perikanan Tahun 2004 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. 77 hal.

110 Statistik Perikanan Tahun 2005 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. 77 hal.s Statistik Perikanan Tahun 2006 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. 77 hal Statistik Perikanan Tahun 2007 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. 77 hal Statistik Perikanan Tahun 2008 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. 77 hal. Pitcher TJ dan C Hollingworth Fishing for Fun: Where s the Catch. Di dalam: Pitcher TJ dan C Hollingworth, editor. Rcreational Fisheries: Ecological, Economic and Social Evaluation. Oxford: Blackwell Science Ltd. P: 1. Pramono D Strategi Penyiapan Tenaga Profesional untuk Kegiatan Wisata Bahari. Laporan Forum Wisata Bahari (23 November 2000). Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal Ramly N Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Grafindo. Hal Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal Saputra A Seleksi Umpan untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma) dengan Pancing Ulur (Hand line) di Perairan Tanjung Pasir Banten [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 52 hal. Sobari MP dan E Anggraini Teknik Penilaian Ekonomi Sumberdaya Kawasan dengan Pendekatan Travel Cost Method (TCM). Modul Pelatihan Penilaian Sumberdaya Kawasan dan Lahan (13-22 Oktober 2008). Bogor: Kerjasama antara Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Hal 3-15.

111 96 Standar Nasional Indonesia Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Panjang. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 5 hal Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Pendek. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 5 hal Bentuk Baku Konstruksi Jaring Insang Dasar Monofilamen. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 5 hal Bentuk Baku Konstruksi Jaring Tiga Lapis (Trammel net). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. 6 hal. Subani W dan HR Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian. 248 hal. Suhana Analisis Ekonomi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 214 hal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wewengkang I Analisis Sistem Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus savala) di Palabuhanratu dan Kemungkinan Pengembangannya [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 92 hal. Yoeti OA Tours and Travel Marketing. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Hal

112 LAMPIRAN 96

113 97 Lampiran 1 Unit penangkapan payang Kapal Alat tangkap Mesin motor tempel

114 98 Lampiran 2 Unit penangkapan rawai layur Mesin Kapal Umpan Mata pancing Lampu kelip Tali pancing Pelampung Pelampung tanda

115 99 Lampiran 3 Unit penangkapan trammel net Pelampung dan selvedge atas Badan jaring Pemberat dan selvedge bawah Mesin Kapal

116 100 Lampiran 4 Unit penangkapan jaring rampus Kapal kayu Badan jaring Pelampung dan tali ris atas Pemberat dan tali ris bawah Mesin Kapal fiber

117 101 Lampiran 5 Unit penangkapan bagan apung Unit penangkapan bagan apung

118 102 Lampiran 6 Obyek wisata di Palabuhanratu Jembatan Gantung Bagbagan Muara Sungai Cimandiri

119 103 Lampiran 6 (lanjutan) Pantai Gadobangkong Jetty Pantai Gadobangkong

120 104 Lampiran 6 (lanjutan) Goa Lalay

121 105 Pantai Citepus Balai Desa Lampiran 6 (lanjutan) Pantai Citepus Kebun Kelapa

122 106 Lampiran 7 Peta wisata Kabupaten Sukabumi Sumber: Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi, 2008

123 107

124 108 Lampiran 8 Rekapitulasi data responden di Kawasan Wisata Palabuhanratu Bulan Maret 2009 No Nama Lama Intensitas Biaya Nilai waktu Biaya perjalanan Intensitas Umur Jenis Tingkat Pendapatan Manfaat Nilai Nilai Daerah asal kunjungan kunjungan perjalanan kunjungan ke DTW lain kunjungan ke (tahun) kelamin pendidikan (Rp) wisata keindahan kenyamanan (hari) (kali) (Rp) (Rp) (Rp) DTW lain (Rp) 1 Eka 24 L Garut D Positif Indah Nyaman Tidak 2 Firman 25 L Bogor D Positif Tidak indah nyaman Rizal 30 L Bogor SMP Netral Indah Nyaman Aat 41 P Bogor SMA Positif Indah Nyaman Tidak 5 Ari 35 L Sukabumi SD Netral Indah nyaman Wawan 48 L Bogor S Positif Indah Nyaman Rudi 24 L Jakarta S Positif Indah Nyaman Damar 25 L Tangerang D Netral Indah Nyaman Tidak nyaman Sopian 42 L Tasikmalaya S Positif Indah 10 Iki 45 L Sukabumi SD Netral Indah Nyaman Ana 43 P Sukabumi SMA Positif Indah Nyaman Nandi 40 L Sukabumi SMP Netral Indah Nyaman Tidak nyaman Candra 20 L Bogor SMK Positif Indah 14 Hendra 25 L Bogor SMK Positif Indah Nyaman Edi 35 L Sukabumi SMA Netral Indah Nyaman Mey 19 P Cianjur SMA Positif Indah Nyaman Ali 55 L Sukabumi SMA Positif Indah Nyaman Gusgi 38 L Sukabumi SMK Positif Indah Nyaman Rohim 26 L Bogor SMP Positif Indah Nyaman Agil 24 L Depok SMA Positif Indah Nyaman Alfin 24 L Depok SMK Positif Indah Nyaman Aan 30 P Sukabumi SMP Positif Indah Nyaman Yani 30 P Sukabumi SMP Positif Tidak indah Nyaman Dadang 50 L Bandung SMP Positif Indah Nyaman Tidak nyaman Dadan 46 L Bandung SMA Positif Tidak indah 26 Edwin 35 L Jogjakarta S Positif Indah Nyaman Yudi 32 L Garut SMA Positif Indah Nyaman Antoni 31 L Garut SMA Positif Indah Nyaman Tidak 29 Surya 40 L Sukabumi S Netral Indah nyaman Lely 18 P Bogor SMA Positif Indah Nyaman

125 109 Lampiran 9 Hasil analisis regresi model permintaan pariwisata Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 30 ANOVA df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept X Variable X Variable X Variable X Variable X Variable

126 110 Lampiran 10 Perhitungan surplus konsumen dan nilai ekonomi kawasan wisata Palabuhanratu menggunakan Software Maple 9.5 > restart: > a:= ;b0:= ;b1:= : a := b0 := b1 := > X:=(Q/b0)^b1: X := Q > plot(x,q): > U:=int(X,Q=0...a): > TC:=(a/b0)^b1: > b2:=tc*a: > CS:=U-b2: > TQ:=264936: > NET:=CS*TQ: U := TC := b2 := CS := TQ := NET :=

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net ) induk udang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi tiga lapis (trammel net ) induk udang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Error! Bookmark not defined. Prakata...ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Daerah Penelitian 5.1.1. Letak Geografis Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah perikanan potensial di perairan selatan Jawa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU RACHMAN SYUHADA

PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU RACHMAN SYUHADA PEMANFAATAN PERIKANAN TANGKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI PULAU PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU RACHMAN SYUHADA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 32 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Batas-batas Administrasi Kecamatan Cisolok Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok berada di Desa Cikahuripan Kecamatan Cisolok. Kecamatan Cisolok merupakan kecamatan

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi bangsa Indonesia, namun migas itu sendiri sifat nya tidak dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan 5.1.1 Unit penangkapan ikan multigear (Kapal PSP 01) Penangkapan ikan Kapal PSP 01 menggunakan alat tangkap multigear, yaitu mengoperasikan alat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi secara nyata telah menyebabkan jatuhnya ekonomi nasional khususnya usaha-usaha skala besar. Dampak nyata dari kondisi tersebut adalah terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100 STRATEGI DAN PERANAN SUBSEKT TOR PERIKANANN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANANN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 74/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN NILA DI ATAS Rp. 5 JUTA JUMLAH BIAYA PER TRIP USAHA PENANGKAPAN

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 Pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci