Kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon yang pernah dilaporkan. dilakukan survei pendahuluan dan pelacakan kasus, ditemukan lagi dua penderita

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon yang pernah dilaporkan. dilakukan survei pendahuluan dan pelacakan kasus, ditemukan lagi dua penderita"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMJ3AHASAN 1 Epidemiologi filariasis Kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon yang pernah dilaporkan oleh Puskesmas Gondanglegi kepada Sub Direktorat Filariasis Departemen Kesehatan RI. sampai dengan Oktober 2000, sebanyak tiga orang. Setelah dilakukan survei pendahuluan dan pelacakan kasus, ditemukan lagi dua penderita elefantiasis sehingga menjadi lima orang. Survei epidemiologi di Kabupaten Malang menemukan kasus elefantiasis skroti di kecamatan Bantur yang tempat tinggal asalnya adalah desa Gondanglegi. Kelima penderita elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon sejak terkena gejala penyakit pertama kali sampai terjadi elefantiasis, selalu bertempat tinggal di desa tersebut, yang berarti te jadi penularan setempat (indigenous). Hasil pemeriksaan filariasis terhadap 323 orang penduduk di sekitar penderita, ditemukan adanya beberapa penduduk yang mengalami gejala klinis akut filariasis. Gejala tersebut di antaranya berupa pembengkakan kelenjar getah bening pada lipat paha atau ketiak yang disertai demam berulang atau tidak (Iimfadenitis), dan perstdangan pada payudara dan di sekitar kelamin. Jumlah penduduk yang mengalami gejala klinis akut tersebut sebanyak 24 orang, yang berarti angka kesakitan akut (AKA) sebesar 7,4 %, sedangkan penderita elefantiasis yang ditemukan adalah sebanyak lima orang, yang berarti angka kesakitan kronis (AKK) sebesar 135 % (Tabel 2).

2 Tabel 2 Hasil pemeriksaan darah terhadap filariasis berdasar sebaran umur dan jenis kelamin di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Februari Keterangan : Pos = Positif L = Laki - laki P = Perempuan Menurut Partono (1989) jika ditemukan satu penderita kronis (elefantiasis), maka diperkirakan 10 % penduduk dalam satu wilayah epidemiologis akan tertular filariasis dan 10 % dari yang tertular filariasis diperkirakan akan menunjukkan gejala klinis filariasis. Dengan demikian keadaan kesakitan filariasis di desa Gondanglegi Kulon sudah cukup tinggi bila dikaitkan dengan pernyataan di atas. Berdasarkan tanda-tanda klinis akut yang ditemukan, kasus filariasis di desa Gondanglegi Kulon dapat dikategorikan sebagai filariasis bancrofti (WHO 1984). Gejala klinis akut yang khas berupa peradangan pada lipat paha dan berlanjut pada alat kelamin dan sekitarnya serta payudara, juga disertai demam

3 berkala atau tidak. Berdasarkan gejala klinis kronis, elefantiasis yang ada juga termasuk jenis elefantiasis bancrofti. Hasil anamnese penduduk dan pemeriksaan fisik penderita elefantiasis diketahui bahwa, sebelum terjadi limfudema umumnya didahului dengan peradangan atau pembengkakan pada kelenjar limfe (limfadenitis), dan menjalar pada saluran limfe sampai ke bagian bawah kaki (limfmgitis). Gejala limfadenitis dan limfangitis yang dialami penderita elefantiasis terkadang disertai demam berkala 3-5 hari atau tidak, dan dapat terjadi sebanyak 4-7 kali setiap tahunnya. Tabel 3 Sebaran umur dan jenis kelamin penderita filariasis klinis di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Pebruari 2001 Keterangan : AKA : Angka Kesakitan Akut AKK : Angka Kesakitan Kronis

4 Gambar 3 dan 4 menunjukkan adanya limfudema pada kaki bagian bawah (distar) pada penderita yang berumur 15 dan 25 tahun, dan Gambar 5 untuk limfudema pada kaki bagian bawah lutut pada penderita yang berumur 60 tahun. Gejala tersebut dialami para penderita selama kurun waktu sembilan sampai dengan 35 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan darah terhadap 323 penduduk di desa Gondanglegi Kulon sebagai sarnpel tidak ditemukan adanya mikrofilaria dalam. Padahal cara pengambilan dan pemeriksaan darah telah menggunakan metode pemeriksaan darah tepi dan darah vena segar di bawah mikroskop, dengan provokasi obat DEC (diethyl carbamazine citrate) sebelum diambil darahnya, pemeriksaan sediaan darah tetes tebal dan pemeriksaan sediaan darah dengan membran filter (Tabel 2). Filariasis di desa Gondanglegi Kulon mengena pada hampir semua kelompok urnur (Tabel 2), dari kelompok umur 0-5 tahun sampai > 65 tahun ditemukan penderita klinis filariasis akut dan kronis. Dari penyebaran kasus menurut kelompok umur tersebut dapat dinyatakan bahwa kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon semakin tahun semakin bertambah jumlahnya dm mengena pada penderita berumur tua (70 tahun) sampai muda (15 tahun). Pada umumnya penderita elefantiasis adalah perempuan (100 Oh). Di samping itu dari segi penyebaran kasus menurut wilayah, penderita elefantiasis menyebar pada radius satu sampai tiga kilometer, yang berarti masih dalam satu wilayah epidemiologi atau dalam jangkauan penularan vektor. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah tersebut telah terjadi peningkatan kasus filariasis

5 Gambar 3 Elefantiasis (limfbdema) di kaki bean bad (disral) pda penderita be~mur 15 tahun (di Gondanglegi, Malang, Tahun 2001). Gambar 4 Hefantiasis (limfidema) di kaki bagian bad (distaf) pada penderita berumur 25 tahun (Di Gondanglegi, Malang, Tahun 2001). Gambar 5 Elefantiasis (limfudema) di kaki bagian bawah lutut pada penderita berumur 60 Gondanglegi, Malang, Tahun 2001).

6 secara klinis atau perbanyakan kasus pada jangka waktu tertentu, semakin lama semakin bertambah dan mengena pada umur yang lebih muda. Diduga di daerah tersebut mungkin telah terjadi penularan kasus filariasis pada waktu yang lalu. Saat ini penularan filariasis belum dapat dibuktikan secara mikroskopis karena belurn ditemukan mikrofilaria dalam darah penderita dan penduduk yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian tidak dapat dikatakan bahwa di daerah tersebut tidak ada penularan filariasis, karena secara epidemiologi telah ditemukan bukti yang cukup mengarah akan adanya penyebaran atau perbanyakan kasus. Selain itu saat ini secara berkala penderita elefentiasis masih sering menunjukkan gejala klinis 1 Komunitas nyamuk dan vektor filariasis yang diduga 1.1 Komunitas nyamuk yang tertangkap Sebanyak 3310 nyamuk berhasil ditangkap dengan beberapa cara penangkapan. Nyamuk yang tertangkap terdiri atas empat genus dan 11 spesies, yaitu empat spesies dari genus Culex, lima spesies Anopheles, satu spesies Aedes dan satu spesies Armigeres. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang dalam rumah didapatkan sembilan spesies, dengan umpan orang di luar rumah memperoleh sembilan spesies, sedangkan yang hinggap di dinding dalam rumah 11 spesies (Tabel 4). Di antara 11 spesies nyamuk yang diperoleh di daerah penelitian, terdapat enam spesies yang telah dinyatakan dan dikonfirmasi sebagai vektor filariasis bancrofti di luar propinsi Jawa Timur (DEPKES 1996). Keenam spesies tersebut adalah Cx. quinquefasciatus Cx. bitaeniorhynchus, An. subpictus, An. aconitus, An. vagus dan Ar. subalbatus.

7 Hasil penangkapan nyamuk dengan beberapa cara penangkapan menunjukkan bahwa Cx. quinquefasciatus mempunyai populasi paling besar yaitu 9,204 ekor/orang/jam, kemudian diikuti berturut-turut Cx. tritaeniorhynchus (2,804), An. vagus (0,796), Ae. aegypti (0,4831, An. indeflnitus (0,183), An. aconitus (0,158), An. subpictus (0,063), Cx. hitaeniorhynchus (0,058), Ar. subalbutus (0,033), An. annularis (0,004) dan Cx. pseudovishnui (0,004) (Tabel 4). Tabel 4 Banyaknya nyamuk yang tertangkap per orang per jam (MHD) Di desa Gondanglegi Kulon, Maret - Agustus Keterangan : UD : Umpan orang dalam rumah HD : Hinggap di dinding dalam rumah UL : Umpan orang luar rurnah MHD : Man Hour Density

8 Spesles Nyamuk Gambar 6 Kepadatan nyarnuk per orang per jam berdasar cara penangkapan Di desa Gondanglegi Kulon, Maret - Agustus Analisis komunitas nyamuk yang tertangkap Hasil penangkapan menunjukan bahwa komunitas dan angka kepadatan populasi nyamuk digambarkan dalam beberapa parameter yaitu angka padat populasi (MHD), angka kelimpahan nisbi, angka kekerapan tertangkap dan angka dominasi Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi spesies nyarnuk yang tertangkap dengan umpan orang di dalam rumah Hasil penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah, diketahui bahwa nyamuk dengan angka kelimpahan nisbi yang paling tinggi adalah Cx. quinquefasciatus (70,63 %), diikuti oleh Cx. tritaeniorhynchus (1 8,76 %), An. vagus (3,93 %) dan Ae. aegypti (3,63 96). Spesies lain angka kelimpahan nisbinya antara 1,08 % - 0,O %. Angka kekerapan tertangkap yang tertinggi juga pada Cx. quinquefasciatus (9 133 %), selanjutnya Cx. tritaeniorhynchus (62,7 1

9 %), Ae. aegypti (26,27 %) dan An. vagus (20,34 %), sedangkan spesies lainnya antara 9,3 Oh - 0,O %. Angka dominasi dapat menggambarkan peranan komunitas nyamuk yang sebenamya di suatu daerah dibanding parameter kepadatan yang lain. Angka dominasi spesies nyamuk dari hasil penangkapan urnpan orang di dalam rumah yang tertinggi adalah Cx. quinquejhsciatus (64,64 %), diikuti Cx. tritaeniorhynchus (11,76 %), Ae. aegypti (0,95 %) dan An. vagus (0,79 %), sedangkan spesies Iainnya antara 0,101 'X- 0,000 % (Tabel 5). Tabel 5 Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi spesies nyarnuk yang tertangkap dengan umpan orang di dalam rumah Di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Maret - Agustus An. annularis 0,OO 0,OO 0, Cx. pseudovishnui 0,OO 0,OO 0,000

10 Garnbar 7 Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi nyamuk per spesies di dalam rumah Di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Maret - Agustus Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi spesies nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah Hasil penangkapan nyarnuk dengan umpan orang di luar rumah, diketahui bahwa nyamuk dengan angka kelimpahan nisbi yang paling besar pada Cx. quinquefasciatus (64,51 %), diikuti oleh Cx. tritaeniorhynchus (22,36 %), An. vagus (6,24 %), Ae. aegypti (2,88 %). Spesies lain angka kelimpahan nisbinya antara 1,36 % - 0,O %. Nyamuk yang paling kerap tertangkap adalah Cx. quinquefasciatus (93,22 Oh), selanjutnya Cx. tritaeniorhynchus (58,47 Oh), An. vagus (28,81 %) dun Ae. aegypti (22,88 %), sedangkan spesies lainnya antara 10,17 Oh-O,o %.

11 Tabel 6 Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi spesies nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah Di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Maret - Agustus An. annularis , Cx. pseudovishnui ,000 Spesies Nyarnuk Gambar 8 Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi nyamuk per spesies di luar rumah di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Maret - Agustus 2001.

12 Angka dominasi spesies nyamuk dari hasil penangkapan umpan orang di luar rumah yang tertinggi adalah Cx. quinquefasciatus (60,135 %), diikuti Cx.tritaeniorhynchus (13,09 %), An. vagus (0,00,18 %) dan Ae. aegypti (0,67 %), sedangkan spesies lainnya antara 0,14 %-0,00 % (Tabel 6) Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi spesies nyarnuk yang tertnngkap yang hinggap di dinding dalam rumah Hasil penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah, diketahui bahwa nyamuk dengan angka kelimpahan nisbi yang tertinggi adalah Cx. quinguefasciatus (65,61 %), diikuti oleh Cx. tritaeniorhynchus (19,40 %), An. vagus (7,01 %) dan Ae. aegypti (4,13 %). Spesies lain angka kelimpahan nisbinya antara 1,54 Oh - 0,10 Oh. Nyamuk yang paling kerap tertangkap adalah Cx. quinquefasciatus (91,53 %), diikuti Cx. tritaeniorhynchus (58,47 %), Ae. aegypti (27,12 %) dan An. vagus (25,42 %), sedangkan spesies lainnya antara 9,32 %- Tabel 7 Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi spesies nyamuk yang hinggap di dinding dalarn rumah Di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Maret - Agustus 2001

13 Garnbar 9 Angka kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dm angka dominasi nyamuk per spesies di dinding dalam rumah di Desa Gondanglegi Kulon, Malang, Maret - Agustus Angka dominasi spesies nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang tertinggi adalah Cx. quinquefasciatus (60,050), diikuti Cx. tritaeniorhynchus (1 1,347), An. vagus (01,783) dun Ae. aegypti (1,120), sedangkan spesies lainnya antara 0,143-0,001 (Tabel 7). Dari hasil penelitian di atas terlihat bahwa Cx. quinquefasciatus memiliki kepadatan populasi, kelimpahan nisbi, kekerapan tertangkap dan angka dominasi yang paling besar pada berbagai jenis penangkapan. Angka dominasi tertinggi diperoleh pada cara penangkapan umpan orang dalam rumah malam hari. Dengan demikian Cx. quinquefasciatus telah memenuhi dua persyaratan sebagai vektor filariasis bancrofti karena mempunyai komunitas paling dominan dan paling sering berkontak fisik dengan manusia dari pada spesies nyamuk yang lain.

14 2.3 Perkiraan umur nyamuk Perkiraan umur nyamuk dapat diketahui berdasarkan angka nyamuk pernah bertelur (parous rate) dan angka peluang hidup nyamuk per hari. Angka parous rate menunjukkan angka besarnya nyamuk yang pemah bertelur dari semua nyamuk yang diperiksa. Peluang hidup nyamuk per hari menggambarkan adanya besarnya peluang nyamuk untuk hidup dimasa mendatang. Tabel 8 dan lampiran 7 menunjukan bahwa perkiraan umur nyamuk sangat bervariasi, dengan kisaran umur antara dua sampai 24,5 hari. Untuk dapat memenuhi syarat menjadi vektor filariasis nyarnuk harus mempunyai umur relatif lebih panjang dari pada masa inkubasi ekstrinsik cacing (Sasa 1976). Masa inkubasi ekstrinsik W bancroftti hari (Beaver et al. 1984) atau 6-12 hari (Brown 1969), sedangkan B. maiayi 6-6,5 hari (Sasa 1976) atau dalam waktu 10 hari (Edeson dan Wharton 1957) atau pada suhu optimum 7-9 hari (Bahang 1987), dan B. timori 7-10 hari (WHO 1987). Tabel 8 Perkiraan umur nyamuk di Gondanglegi Kulon, Malang, Maret-Agustus An. subpiclus Cx. bitaeniorhynchus Ar. subalbatzcs An. annularis 2-24,5 2-24,5 2-24,5 2-24,5 Cx. ~seudovishnui I I I I Catatan : Perkiraan umur nyamuk rata-rata per spesies per penangkapan (Lampiran 7) ,9 4,3 10,4 2

15 Berdasarkan perkiraan umur nyamuk menurut angka modus maupun angka median, dapat dinyatakan bahwa Cx. quinquefasciatus dapat bertindak sebagai vektor filariasis bancrofti, karena angka modusnya 10,5 hari dan angka mediannya 11,5 hari, yang berarti masih lebih panjang umurnya dari pada masa inkubasi ekstrinsik cacing filaria. Apabila melihat hasil penangkapan nyamuk setiap kali penangkapan, maka Cx. quinquefisciatus di desa Gondanglegi Kulon dan sekitarnya tidak setiap saat atau setiap bulan dapat bertindak sebagai vektor filariasis bancrofti (Lampiran 7), karena pada bulan-bulan tertentu perkiraan umur nyamuk Cx. quinquefasciatus lebih pendek daripada masa inkubasi ekstrinsik W. bancrofti. Ar. subalbatus rnempunyai angka median (10,4), artinya meskipun dapat bertindak sebagai vektor filariasis bancrofti kernungkinannya lebih kecil, karena angka modusnya kecil sekali (2 hari), yang berarti perkiraan umur nyamuk lebih pendek daripada masa inkubasi ekstrinsik W. bancrofti. Spesies nyamuk yang lain, kemungkinan dapat bertindak sebagai vektor filariasis akan lebih kecil lagi karena baik angka median (2-8,9 hari) maupun angka modusnya (2-7,4 hari) relatif lebih pendek daripada masa inkuhasi ekstrinsik W: bancrofti. 2.3 Kerentanan nyamuk terhadap lama filariasis Keberadaan larva filariasis dalam tubuh nyamuk secara alami Dari 3310 nyamuk (11 spesies) yang tertangkap dengan berbagai cara penangkapan setelah dilakukan pendedahan tidak ditemukan larva cacing filaria di dalam tubuhnya (Tabel 9).

16 Tabel 9 Hasil pembedahan nyamuk di Desa Gondanglegi Kulon, Maret - Agustus 2001 Karena angka infeksi filariasis secara mikroskopis pada manusia belum ditemukan atau mungkin sangat rendah, sehingga intensitas infeksinya terutama dalam tubuh vektor mungkin juga rendah, maka masih diperlukan metode lain yang lebih sensitif daripada yang telah dilakukan Keberadaan larva dalam nyamuk secara eksperimental Pada infeksi percobaan, nyamuk dari lokasi penelitian di desa Gondanglegi Kulon Malang digigitkan pada penderita filariasis yang positif mengandung mikrofilaria di daerah Bekasi, Jawa Barat. Penderita filariasis yang dijadikan umpan untuk digigitkan ke nyamuk sebanyak lima orang, dengan kepadatan mikrofilaria antara ekor /20 mm3 atau 0,s - 2,25 mikrofilaria per mm3.

17 Jumlah nyamuk yang digigitkan sebanyak 200 ekor. Setelah itu dibawa ke Surabaya dan dipelihara sampai 14 hari, jumlah yang masih hidup atau yang dapat dibedah sebanyak 126 ekor yang terdiri atas enam spesies, di antaranya Cx. quinquefaciatw (60 ekor), Cx. tritaeniorhynchus (30 ekor), An vagw (27 ekor), Ae. aegypti (5 ekor), An. inde3nitus (2 ekor) dan An. subpictus (2 ekor). Dari nyamuk yang dibedah ditemukan 8 nyamuk Cx. quinquejasciatus yang positif mengandung Iarva W. bancrojli bentuk L2 dan L3 ( Tabel 10). Angka infeksi dan angka infektif Cx. quinquefasciatus adalah sama yaitu 13,33, karena nyamuk yang mengandung L2 dan L3 maupun L3 saja jumlahnya sama, yaitu delapan ekor dari semua nyamuk yang dibedah. Spesies nyamuk lain tidak mengandung larva W. bancrofti baik bentuk infektif rnapun non infektif. Adapun kepadatan larva L3 per nyamuk adalah 13,87. Tabel 10 Hasil infeksi percobaan vektor filariasis

18 Menurut Oemijati (1999) W. bancrof;'i kurang adaptif terhadap inang definitif dan sangat adaptif terhadap vektornya. Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan tersebut di atas, yaitu lebih sulit ditemukan mikrofilaria dalarn tubuh manusia, sedangkan dalarn tubuh nyamuknya sendiri dapat dibuktikan adanya larva infektif filaria melalui infeksi percobaan, dengan demikian berarti larva infektif lebih adaptif terhadap vektornya. Dengan hasil infeksi percobaan diatas telah terbukti bahwa nyamuk Cx. quinquefasciatus dapat dikatakan bersifat toleran terhadap kehadiran larva W. bancrofti secara eksperimen. 2.5 Kebiasaan nyamuk menggigit Kebiasaan nyamuk menggigit manusia mempunyai pola tertentu yang terjadi di dalam maupun di luar rumah. Aktifitas menggigit nyamuk dipengaruhi oleh siklus gonotrofik dan waktu. Tabel 11 Aktifitas menggigit Cx. quinquefasciatus di dalarn dan di luar rumah Di Desa Gondanglegi Kulon, Maret - Agustus , ,7 Jumlah Persentase ,85 100

19 .*,. ~~absa dalam satu siklus gonotropik nyamuk dapat menggigit lebih dari satu kali akan lebih efektif untuk menjadi vektor. Aktifitas menggigit nyamuk * I juga sangat erat kaitannya dengan efektifitas nyamuk menjadi vektor. Iiasil penelitian di desa Gondanglegi Kulon (Tabel 11) menunjukkan bahwa Cx. quinquefasciutw menggigit umpan orang di dalam rumah pada jam penangkapan pertama ( ) mpai penangkapm terakhir ( ). Aktifitas menggigit nyamuk Cx. quinquefbuha di dalam maupun di luar nunah menunjukkan fl- yang relatif sama, yaitu mulai meningkat kepadatan menggigitnya pada puku sampai (48,4 % ) dan mencapai puncaknya pada puku Pukul menurun dan meningkat lagi pukul (Tabel 11 dan Gambar 10). Gambar 10 Pola men&$ Cx. quinquefaciatw di dalam $an di luar ruinah di Desa Oondanglegi Kulon, Maret - Agustus

20 EIasil di atas sesuai dengan penelitian terdahulu di Jakarta yang menerangkan bahwa Cx. quinquefasciarus aktif menggigit dari pukul dengan puncak aktifitas antara pukul sampai pukul (Hoedojo 1962). Hasil penelitian di Tangerang menyebutkan bahwa aktifitas menggigit Cx. quinquefasciatus di dalam rumah terbanyak antara pubil sampai pukul (71,22 %) dan diluar rumah antara pukul sampai (57,81 %), dengan puncak kepadatan menggigit sesuai dengan puncak kepadatan mikrofilaria di dalam darah tepi penderita yaitu antara pukul sampai (Munir 1992). Dalam penelitian ini, karena tidak ditemukan mikrofilaria dalam darah penderita filariasis klinis, maka pola menggigit Cx. quinquefasciarus tidak dapat dibandingkan dengan kepadatan mikrofilaria. Tabel 12 Aktifitas menggigit Cx. tritaeniorhynchus di dalam dan di luar rumah Di Desa Gondanglegi Kulon, Maret - Agustus Jumlah Persentase

21 ~d& menggigit Cx. quinquefosciatus di luar nunah had uji. I statistiknya menunjukkan tidak ada beda nyata (P>O,O5) antara kepadatan nyamuk menggigit orang di dalam rumah dengan di Luar rumah. M t a s menggigit Cx. tritaeniorhynchus terhadap manusia di dalam dan di luar rumah meski tidak selalu ditemukan pada setiap jam penangkapan (dalam - rekapitulasi hasil penangkapan), namun angka total selama enam bulan penelitian menunjukan bahwa 13. tritaeniorhynchus dapat ditemukan pada awal jam - + penangkapan (18.00) sampai pada akhir jam penangkapan (06.00), baik menggigit di dalam maupun di luar mah. Pola fluktuasi menggigit Cx. tritaeniorbchus di dalam nunah relatif sama dengan di luar m ah (Gambar 1 l), dengan kepadatan menggigit di dalam mah lebih rendah (40,52 %) dibandingkan di luar rumah (59,48%) (Tabel 12). Gambar 11 Pola menggigit Cx. tritaeniorhynchus di dalam dan di luar rumah di Desa Oondanglegi Kulon, Maret - Agustus 2001.

22 2 Pembahasan umum 3.1 Aspek epidemiologi filariasis Kasus filariasis di desa Gondanglegi Kulon diketahui sejak dilaporkan adanya kasus elefantiasis oleh Puskesmas Gondanglegi kepada Dinas kesehatan Kabupaten Malang dan Sub Direktorat FiIariasis dan Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI. pada tahun Data hasil penelitian menunjukkan bahwa desa Gondanglegi Kulon dapat dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis klinis, karena telah diketahui adanya penduduk yang mengalami gejala klinis filariasis akut dan kronis, dengan angka kesakitan akut sebesar 7,4 % dan angka kesakitan kronis sebesar 1,55 %. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penderita eiefantiasis sebanyak lima orang, dengan gejala klinis berupa limfudema pada kaki bagian bawah atau bawah lutut, yang dialami sejak sembilan tahun sampai 35 tahun yang lalu. Semua penderita elefantiasis sebelum terjadi limfudema didahului oleh adanya gejala limfadenitis pada kelenjar getah bening dan limfangitis pada saluran getah bening yang menjalar ke kaki bagian bawah sehingga terjadi pembengkakan. Setiap timbul gejaia limfadenitis dan limfangitis disertai demam berkala 3-5 hari, dan kejadian tersebut berulang 4-7 kali setiap tahunnya. Secara epidemiologi kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon terjadi penularan setempat, dan sebaran umur berkisar antara tahun, serta proporsi jenis kelamin 100 % perempuan. Adanya penderita elefantiasis semua perempuan, mungkin berkaitan dengan aktifitas penduduk perempuan di desa Gondanglegi Kulon, yang sebagian besar aktifitasnya lebih banyak berada di sekitar rumah dibandingkan dengan penduduk IakClakinya. Hal ini didukung adanya hasil pemeriksaan darah filariasis

23 terhadap penduduk, sebagian besar (67,18 %) yang datang dan diperiksa darahnya adalah perempuan. Meskipun pemeriksaan dilakukan pada tiga tempat (wilayah RT) yang berbeda dan waktu pemeriksaan juga berbeda, serta telah diupayakan mendatangi rumah-rumah penduduk, namun yang datang dan dapat diperiksa tetap sebagian besar perempuan. Data Sub Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI. tentang sebaran urnur dan jenis kelamin penderita filariasis positif di desa Perigi Baru Tangerang Tahun 1990, menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang bermakna antara penderita lakilaki (43,33 %) dan penderita perempuan (56,67%). Transrnisi filariasis pada saat ini dan beberapa tahun terakhir diduga tidak te jadi. Hal ini terlihat pada hasil pemeriksaan darah baik terhadap penderita klinis filariasis maupun kontak serumah serta penduduk di sekitar penderita sarnpai radius 1-2 km tidak ditemukan adanya penderita positif mikrofilaria. Tetapi melihat semakin bertarnbahnya jumlah penderita elefantiasis dari satu menjadi lima penderita, berarti pada waktu yang lalu telah terjadi penularan filariasis, karena tempat domisili penderita elefantiasis masih dalam satu wilayah epidemiologi, yang berarti penularan filariasis di desa Gondanglegi Kulon bersifat setempat (indigenous). 3.2 Aspek ekologi dan kevektoran Desa Gondanglegi Kulon terutama di sekitar tempat penderita elefantiasis, merupakan tempat yang sangat sesuai bagi perkembangbiakan vektor filariasis. Di daerah ini banyak dijumpai genangan air yang positif terdapat jentik nyamuk dari berbagai spesies, diantaranya berupa empang yang banyak dipunyai

24 warga masyarakat yang digunakan untuk mandi cuci sehari-hari, genangan air limbah rumah tangga yang terbuka, got yang tidak mengalir, sawah yang airnya tergenang, juga banyak dijumpai semak-semak, kebun dan tegalan serta pepohonan rindang yang sangat mungkin menjadi ternpat istirahat nyamuk. Beberapa jenis genangan air tersebut temyata sesuai dengan spesies nyamuk yang diternukan saat penangkapan (Tabel 4). Beberapa aspek kevektoran dalam penelitian ini adalah, perkiraan umur nyamuk, kepadatan populasi nyamuk, adanya kontak nyamuk dengan manusia dan tingkat reseptifitas nyamuk terhadap larva infektif filaria (L3) melalui infeksi percobaan, ha1 ini telah sesuai dengan syarat-syarat nyamuk untuk menjadi vektor. Hasil penelitian terhadap komunitas nyamuk dan vektor filariasis yang diduga, menunjukan bahwa nyamuk di desa Gondanglegi Kulon jenisnya bervariasi, yaitu ditemukan sebanyak 11 spesies nyamuk (Tabel 4), enam spesies diantaranya telah dilaporkan dan dikonfirmasi atau diisolasi sebagai vektor filariasis bancrofti, yaitu Cx. quinquefasciarus di Aceh (Brug 1931) di Jakarta dan Jawa Barat (Lie 1970) di Semarang (Brug 1931) dan Tangerang (Munir 1992) dan Cx. bitaeniorhynchus (Lie 1970 dan Munir 1992), An. subpictus dan An. vagus sebagai vektor filariasis bancrofti di Flores (Lee et al. 1983), An. aconitus telah diisolasi melalui infeksi percobaan sebagai vektor filariasis bancrofti (Lie 1970). Di antara komunitas nyamuk yang terdapat berkontak fisik dengan manusia, populasi Cx. quinquefasciarus yang paling besar, baik dilihat dari analisis kelirnpahan nisbi (67,57 Oh), angka kekerapan (92,38 %) maupun angka

25 dominasi (62,39 76). Dengan demikian Cx. quinquefasciatus telah memenuhi syarat sebagai vektor dari segi padat populasi tertinggi dan spesies yang paling sering berkontak fisik dengan manusia. Dari segi reseptifitas nyamuk terhadap filariasis tidak ditemukan larva infektif filaria dalam tubuh nyamuk secara alami, tetapi melaui infeksi percobaan (isolasi) terbukti Cx. quinquefasciatus mengandung L3 W. bancrofti dengan angka infektif 13,33 % dan kepadatan larva per nyamuk 13,87 ekor. Dengan demikian dari segi reseptifitas nyamuk terhadap cacing filaria, Cx. quinquefasciatus di desa Gondanglegi Kulon telah memenuhi syarat sebagai vektor filariasis bancrofti. Populasi Cx. quinquejasciatus sangat dominan dibanding dengan spesies yang lain, ha1 ini karena didukung adanya habitat yang sesuai untuk perkembangbiakan nyamuk tersebut. Keadaan ekologi desa Gondanglegi Kulon tersebut seperti banyak terdapat empang (kolam) yang digunakan untuk kebutuhan mandi cuci sehari-hari, banyak terdapat buangan air limbah rumah tangga yang berupa genangan air atau got terbuka yang kurang lancar aliran airnya dan banyak didapatkan jentik Cx. quinquefasciatus. Empang dan buangan air limbah yang kurang memenuhi syarat kesehatan tersebut sangat cocok untuk tempat perindukan nyamuk, seperti dikemukakan oleh Hoedojo (1962) bahwa tempat perkembangbiakan pradewasa Cx. quinquefisciatus adalah di air tawar yang mengandung material organik seperti genangan air tanah yang kotor dan terutama air ymg terpolusi. Sebagian empang juga ditemukan ikan beunter (Puntius binotatus) yang terbawa dari aliran sungai, dan pada empang tersebut ternyata jarang ditemukan jentik nyamuk. Sesuai penelitian Usman dan Soemarlan (1974),

26 bahwa jumlah jentik rata-rata yang dimakan ikan beunter (Puntius binotatus) yakni 52,8 ekor setiap harinya. Keadaan lingkungan lain yang mendukung populasi Cx. quinquefasciatus dan spesies lain seperti Cx. tritaeniorhynchus, An. vagus dan Cx. bitaeniorhynchus adalah adanya kandang sapi dan buangan air limbah yang bercampur dengan kotoran sapi yang kebanyakan sangat berdekatan dengan rumah. Ketiga spesies tersebut dikenal sebagai nyamuk kandang, maka keadaan lingkungan tersebut telah cocok sebagai faktor penunjang perkembangbiakan nyamuk. Keadaan ini tepat, karena masyarakat di desa Gondanglegi Kulon banyak yang betemak sapi perah sebagai mata pencaharian selain bertani. 3.3 Upaya pengendalian Secara klinis akut dan kronis desa Gondanglegi Kulon telah terbukti merupakan daerah endemis filariasis klinis, meskipun secara mikroskopis belum ditemukan positif mikrofilaria dan di alam belum ditemukan vektornya. Namun bukan berarti filariasis di desa Gondanglegi Kulon dan sekitarnya bukan bermasalah, bahkan sebaliknya penderita elefantiasis dan keluarganya telah mengalami penderitaan dan kerugian yang cukup besar baik secara fisik, psikologi, materi maupun sosial. Untuk itu upaya pemberantasan penyakit filariasis dan pengendalian vektornya perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar untuk melakukan pemberatasan penyakit filariasis dm pengendalian vektornya, di antaranya adalah (1) Terhadap penderita elefantiasis pengobatan dengan DEC perlu dilanjutkan, karena telah terbukti setelah dilakukan pengobatan sebanyak 25 kali para penderita banyak mengalami kemajuan kesehatannya. Terutama dari gejala klinis

27 yang biasa dialami penderita secara berkala seperti demam 3-5 hari yang diikuti rasa nyeri dan panas pada permukaan tubuh yang mengalami limfudema, perasam mual dan hilang nafsu makan, rasa gelisah dan tidak dapat tidur, gejala tersebut sering dialami penderita harnpir setiap satu atau dua bulan sekali. Setelah diberikan pengobatan maka penderita tidak menunjukkan gejala klinis lagi, dan kaki yang mengalmi limfudema juga mengecil ukurannya. (2) Terhadap penderita klinis akut filariasis perlu dipantau terus kesehatannya dan perlu dilakukan pemeriksaan darah ulang. Akan lebih baik bila dilakukan penelitian dengan metode pemeriksaan darah yang lebih sensitif dan lebih tepat waktu pengambilannya disesuaikan dengan puncak kepadatan vektomya. (3) Untuk pengendalian vektomya, perlu dilakukan penataan keadaan lingkungan fisik khususnya sistem pembuangan air limbah rumah tangga agar memenuhi syarat kesehatan dan tidak menjadi tempat perindukan vektor filariasis. Kolam (empang) di sekitar rumah yang banyak terdapat di desa Gondanglegi Kulon perlu diisi ikan, terutama ikan yang dapat berperan sebagai pemakan jentik dan sekaligus dapat dikonsumsi masyarakat, seperti ikan mujaer, ikan emas dan lainlain. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan tidak ditemukannya mikrofilaria dalarn darah antara lain adalah (1) kepadatan mikrofilaria dalam darah penderita sangat rendah, dan kemungkinan mikrofilaria yang dihisap sangat rendah atau jarang sekali terjadi (2) kepadatan populasi Cx. quinquefasciutus dengan berbagai cara penangkapan cukup tinggi, tetapi umur nyamuk pada setiap penangkapan tidak selalu panjang (melebihi masa inkubasi ekstrinsik), sehingga kemungkinan nyamuk menjadi vektor filariasis tidak terjadi secara terus menerus

28 (3) galur Cx. quinquefisciatus di daerah penelitian relatif tidak akomodatif terhadap larva (4) telah timbul respon kekebalan terhadap filariasis pada penderita, terutama penderita yang dewasa (5) metode pemeriksaan darah yang digunakan masih kurang sensitif untuk mendeteksi mikrofilaria dalam konsentrasi yang rendah (6) waktu pengambilan darah pada penderita dan penduduk masih kurang tepat pada kepadatan mikrofilaria tertinggi (7) petugas yang melakukan penangkapan nyamuk masih kurang terampil.

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR Oleh : Akhmad Hasan Huda PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 AKHMAD HASAN HUDA,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan METODOLOGI PENELITIAN 1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Desa Gondanglegi Kulon terletak di sebelah selatan dari kabupaten Malang,

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA Editor: Nama : Istiqomah NIM : G1C015022 FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015 /2016 1 IDENTIFIKASI FILARIASIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang terdapat di dunia. Sekitar 115 juta penduduk terinfeksi W. Bancrofti dan sekitar 13 juta penduduk teridentifikasi sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik adalah penyalit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan berdampak pada kerusakan sistem limfe

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR dr. I NYOMAN PUTRA Kepala Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF) Definisi Merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG Kepadatan nyamuk tersangka vektor...(endang P A, Mara I, Tri W & Umar R) KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN 7 Candriana Yanuarini ABSTRAK Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis TINJAUAN PUSTAKA 1 Filariasis di Indonesia. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis merupakan penyakit meqular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing Wuchereria Bancrofti (W. Bancrofti), Brugia(B) Malayi dan B. Timori. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan

Lebih terperinci

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam (The Analysis of Mosquitoes as The Vector of Filariasis at Pidie District Nanggroe Aceh Darussalam) Fauziah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih me rupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, jumlah ini menurun dari tahun 2012 yang ditemukan sebanyak 36 kasus (Dinkes Prov.SU, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia dan memiliki kelembaban dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Filariasis 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis 2.1.1. Pengertian Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi klinis yang luas yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan yang tinggi pada mereka yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran

Lebih terperinci

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 013 Hal : 16-166 Penulis : 1. Juhairiyah. Budi Hairani Korespondensi : Balai Litbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda, penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. BAB 1 RANGKUMAN 1.1. Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. 1.2. Pemimpin / Penanggung Jawab Penelitian akan dipimpin langsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Puskesmas Tirto I Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan yang terletak di dataran rendah Pantai

Lebih terperinci

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 2012 Ety Rahmawati 1, Johanis Jusuf Pitreyadi Sadukh 2, Oktofianus Sila 3 1 Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah menyebutnya

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ' DENNY SOPIAN

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi.

SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi. SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 24 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi. PENDAHULUAN Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009 FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009 Oleh : Yulian Taviv, SKM, M.Si* PENDAHULUAN Chikungunya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui gigitan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Etiologi dan Penularan Filariasis Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing Filaria. Filariasis di Indonesia

Lebih terperinci

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 2, Desember 2012 Hal : 73-79 Penulis : 1 1. Amalia Safitri 2 2. Hijrahtul Risqhi 3. M Rasyid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Penyakit Filariasis 2.1.1. Pengertian Penyakit Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan karena cacing filaria, yang hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FILARIASIS 1. Perkembangan Penyakit filaria merupakan penyakit parasit yang penyebarannya tidak merata, melainkan terkonsentrasi di beberapa kantong-kantong wilayah tertentu.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. untuk menentukan lokasi tempat perindukan larva nyamuk Anopheles. Penelitian

3 METODOLOGI. untuk menentukan lokasi tempat perindukan larva nyamuk Anopheles. Penelitian 3 METODOLOGI 1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di desa Lengkong kecamatan Lengkong kabupaten Sukabumi dan di mulai pda tanggal 10 Mei sampai &ngan 20 Oktober 2001. Sebelum dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Aktivitas enggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Tri Ramadhani 1, Bambang Yunianto 1 Biting Activities of Culex

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR Reni Oktarina 1, Yahya 1, Milana Salim 1, Irfan Pahlevi 1 1 Loka Litbang P2B2 Baturaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana saat dewasa hanya bisa hidup di sistem limfatik manusia. Penularannya

Lebih terperinci

(Kec. Bagelen Purworejo). Bagian utara Kec. Girimulyo, sebelah selatan dan timur

(Kec. Bagelen Purworejo). Bagian utara Kec. Girimulyo, sebelah selatan dan timur MATERI DAN METODE 1 Lokasi Penelitian Kokap I1 mempunyai wilayah kerja dua desa dan 23 dusun, yaitu desa Hargotirto dan Hargowilis. Batas-batas wilayah kerjanya : bagian barat berbatasan dengan Desa Kalirejo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Filariasis limfatik adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Praba Ginandjar* Esther Sri Majawati** Artikel Penelitian *Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian V. PEMBAHASAN UMUM Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian dan pemukiman mengakibatkan timbulnya berbagai habitat. Habitat yang ada dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

Prevalensi pre_treatment

Prevalensi pre_treatment Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL Sebanyak 757 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah sebelum pengobatan masal dan 301 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN 11-15 Wilhelmus Olin,SF.,Apt.,M.Scˡ Mariana Hartini Dhema Deto² ABSTRAK Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aedes aegypti merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Aedes aegypti adalah salah satu spesies vektor nyamuk yang paling penting di dunia karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex,

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 Devi Rahmadianti 04091041003 Nyimas Praptini Nurani 04091041009 Lutfia Rahmawati 04091041016 Dwi Yunia Meriska 04091041018

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah satunya adalah musim penghujan. Pada setiap musim penghujan datang akan mengakibatkan banyak genangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena nyamuk ini merupakan salah satu vektor penyebar penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 3 dan RW 4 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci