Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Gianyar, Bali
|
|
- Suhendra Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Gianyar, Bali Made Prarabda Karma Perencanaan Manajemen Pembangunan Desa dan Kota, Magister A rsitektur, F akultas Teknik, Univ ersitas Uday ana. Abstrak Bali kaya akan tradisi dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun. Perkembangan desa maupun kawasan akan berpengaruh terhadap kelestarian tradisi dan kebudayaan tersebut. Sebagai contoh, tradisi ngerebeg yang hanya ada di Desa Tegallalang keberadaannya mulai mendapat ancaman akibat perkembangan pembangunan saat ini. Hal ini akibat dari kurangnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut. Keberadaan Desa Tegallalang sebagai salah satu desa tua di Gianyar, sedianya akan berpengaruh terhadap penataan kawasannya. Apakah menjadi kawasan urban heritage atau kawasan permukiman biasa. Oleh karena itu, perlu adanya penelusuran nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ngerebeg, khususnya nilai tangible dan intangible heritage. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pertimbangan dalam penataan kawasan di Desa Tegallalang Gianyar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif eksploratif, dianalisis menggunakan lima elemen pembentuk kawasan (tangible) dan metode hermeneutika (intangible). Kata-kunci : intangible, ngerebeg, tangible, tradisi, Tegallalang Pendahuluan Kabupaten Gianyar merupakan sebuah wilayah dengan destinasi pariwisata unggulan berupa seni dan budaya. Di kabupaten ini akan sangat mudah ditemukan berbagai kegiatan kesenian dan kebudayaan. Objek heritage juga banyak ditemukan di wilayah ini. Salah satunya yang sudah masuk dalam warisan budaya dunia oleh UNESCO yaitu DAS Tukad Pakerisan. Selain itu, sebagai destinasi unggulan berupa kebudayaan, Gianyar memiliki tradisi yang tidak dimiliki oleh desa lainnya yaitu tradisi ngerebeg. Tradisi ini hanya terdapat di Desa Tegallalang Gianyar tepatnya di Pura Duurbingin, Desa Adat Tegallalang. Tradisi ngerebeg merupakan rentetan prosesi ritual yang dilaksanakan di Pura Duurbingin, dengan peserta yaitu anak-anak hingga remaja Desa Tegallalang. Semua peserta berhiaskan layaknya seorang raksasa sambil membawa sebilah penjor (ranting pohon salak atau pohon enau yang dililit dengan janur dan diujungnya berisi bunga). Prosesi ini dilaksanakan pada siang hari yaitu pada pukul Wita. Sebelum melaksanakan acara ngerebeg, para peserta yang telah berhias akan dijamu oleh para tetua adat di Pura Duurbingin. Acara jamuan tersebut bernama pica gede. Jamuan dilaksanakan secara bersama-sama atau sering disebut dengan istilah megibung (makan bersama). Setelah acara jamuan se lesai, prosesi ngerebeg dimulai. Peserta bersama-sama berjalan mengelilingi desa sembari mengucapkan yel-yel suka cita suryak eyo-eyo, yang tentunya memberikan nuansa keramaian pada saat kegiatan. Pada prosesi mengelilingi desa, peserta akan singgah di Pura yang berada di sepanjang jalur yang dilewati oleh peserta tradisi ngerebeg untuk melaksanakan persembahyangan. Setelah bersembahyang peserta akan melanjutkan kembali prosesi mengelilingi desa hingga finish di Pura Duurbingin. Tradisi ngerebeg sangatlah unik dan memiliki nilai magis yang Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 B 103
2 Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Giany ar, Bali sangat kental. Karena dalam prosesi ini dipercaya tidak hanya diikuti oleh manusia saja, tetapi juga diikuti oleh anak-anak dan remaja kaum jin, memedi, wong samar (manusia gaib) yang bermukim disepanjang daerah aliran sungai yang terletak di sebelah barat Pura Duurbingin. Penggunaan hiasan layaknya seorang raksasa oleh semua peserta diperkirakan sebagai usaha untuk menyeragamkan wujud peserta sehingga secara kasat mata sulit untuk membedakan manusia asli dan manusia gaib. Tradisi ngerebeg merupakan pusaka budaya (cultural heritage) milik Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya. Budaya sebagai hasil, cipta dan karsa manusia didefinisikan dalam bentuk cara hidup, bahasa, teknologi, pola permukiman, arsitektur, praktek budaya, norma dan sistem kepercayaan (Koetjaraningrat, 1984). Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tegallalang tidak lepas dari sistem kepercayaan Hindu Bali. Tradisi ini adalah sebuah kepercayaan yang menggambarkan proses interaksi antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya atau sering disebut dengan istilah Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana merupakan salah satu konsep yang diajarkan oleh leluhur orang Bali, bagaimana kita menjaga keharmonisan dan keselarasan untuk mencapai keseimbangan. Ada kepercayaan bahwa, jika tradisi ini tidak dilaksanakan maka diyakini akan terjadi bencana di wilayah Desa Adat Tegallalang. Hal inilah yang menjadikan tradisi ngerebeg masih dilestarikan hingga saat ini. Keberadaan tradisi ini tidak bisa lepas dari sejarah Desa Tegallalang. Karena Pura Duurbingin yang menjadi pusat kegiatan tradisi ngerebeg merupakan cikal bakal berdirinya desa ini (Agung, 1983). Hal tersebut menjadikan tradisi ini juga memiliki nilai historis yang tinggi. Pemahaman terkait nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan tradisi ngerebeg umumnya tidak banyak diketahui oleh masyarakat Tegallalang. Desa Tegallalang yang saat ini masuk dalam kawasan perkotaan Sarbagita (Ubud dan sekitarnya) menyebabkan pertumbuhan pembangunan semakin pesat. Penetapan zonasi tersebut menjadikan Desa Tegallalang sebagai kawasan urban yang tentunya mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam pembangunan. Penetapan Desa Tegallalang sebagai bagian dari kawasan Sarbagita tersebut belum didukung dengan pengembangan dan preservasi yang baik terhadap tradisi ngerebeg. Hal tersebut tentunya akan memberikan ancaman serta ditakutkan memberi pengaruh terhadap kelestarian tradisi itu sendiri. Dengan potensi yang dimiliki sedianya desa ini dapat dijadikan sebagai kawasan urban heritage. Karena selain hanya satu-satunya di Dunia, kegiatan ini juga memiliki keterkaitan dengan elemen-elemen pembentuk kawasan Desa Tegallalang. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa terdorong untuk melakukan penelusuran terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ngerebeg, khususnya nilai tangible dan intangible heritage. Metode Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif eksploratif (Groat & Wang, 2002). Pendekatan penelitian secara fenomenologi (Creswell, 2012), karena berfokus pada penelusuran nilai atau makna yang terkandung dalam tradisi ngerebeg. Ini juga didasari oleh kesadaran penulis sebagai warga asli Desa Tegallalang, yang tentunya merasakan, melaksanakan dan mengikuti kegiatan tersebut. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu, observasi langsung terhadap kegiatan tradisi ngerebeg di Desa Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Studi Gambar 1. Lokasi Tradisi Ngerebeg B 104 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
3 Made Prarabda Karma literatur berkenaan dengan tradisi ngerebeg dan wawancara dengan beberapa informan terkait antara lain (Bendesa Pakraman, Pemangku Pura Duurbingin, Tetua Masyarakat Tegallalang). Metode Analisis Data Metode analisis data yang diterapkan dibagi menjadi dua yaitu kajian elemen pembentuk kawasan diterapkan dalam menganalisis nilai tangible dalam tradisi ngerebeg. Sedangkan untuk nilai intangible menggunakan metode hermeneutika (Howard, 2001) yang pada dasarnya untuk menafsirkan makna yang terkandung dalam kegiatan tradisi ngerebeg. Analisis dan Interpretasi Nilai Tangible Tabel 1. Nilai Tangible dan Intangible dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang Gianyar No Nilai Tangible Nilai Intangible 1 Pura Duurbingin dan beberapa Pura disepanjang jalur Tradisi Ngaturang Artos (bersedekah kegiatan sebagai tempat kegiatan upacara dan rentetan dalam bentuk mentah) dalam tradisi ngerebeg. 2 Jalur sirkulasi peserta tradisi ngerebeg Tradisi Pica Alit (menerima sedekah berupa makanan nasi dan lawar) 3 Catus Patha Desa Tegallalang Tradisi Pica Gede (menerima sedekah berupa makanan nasi, lawar dan sate) 4 5 Banjar yang merupakan wilayah kecil dari desa menjadi tempat tinggal para peserta tradisi Pendekatan terhadap nilai tangible dianalisis menggunakan lima elemen pembentuk kota atau kawasan yang dikemukakan oleh Kevin Lynch (1960). Elemen tersebut antara lain: Landmark (tengaran), Path (jalur), Nodes (simpul/persimpangan), District (wilayah) dan Edges (batas). yang Batas desa yang menjadi batas dari sirkulasi kegiatan tradisi. Tradisi Ngerebeg (parade mengelilingi desa dengan berhiaskan layaknya seorang raksasa) C atus Patha Desa Batas Utara Desa Pura Duurbingin Batas Selatan Desa Pura Penataran Peliatan Bale Banjar Jalur Sirkulasi Gambar 2. Sirkulasi Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang Gianyar Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 B 105
4 Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Giany ar, Bali Lima elemen ini menjadi pilihan karena elemen-elemen tersebut merupakan nilai tangible yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi ngerebeg. Dimulai dari Pura Duurbingin (sebagai pusat kegiatan), jalur yang dilewati oleh peserta, batas-batas desa, persimpangan desa serta wilayahwilayah kecil yang dilewati oleh peserta merupakan nilai tangible dari kegiatan. Landmark sebagai vocal point sebuah kawasan membentuk identitas kawasan karena keberadaanya yang menonjol. Dalam tradisi ngerebeg, yang menjadi landmark adalah Pura Duurbingin (Gambar 3). Karena Pura Duurbingin merupakan pusat kegiatan tradisi dan menjadi titik start hingga finish kegiatan. Diawali dari prosesi pica gede hingga pelaksanaan ngerebeg dimulai dan berakhir semua dipusatkan di tempat ini. Selain itu, pura yang dilewati oleh peserta bisa dikatakan sebagai landmark kawasan, karena dilihat dari keberadaannya merupakan pusat kegiatan persembahyangan bagi masyarakat Tegallalang pada umumnya. Peserta dalam hal ini juga melakukan persembahyangan di pura tersebut. Pura yang dilewati memiliki status Pura Kahyangan Desa (Pura Prajapati, Pura Dalem, Puseh, Desa, dan Bale Agung), Pura Dang Kahyangan (Pura Bolo dan Pura Gria), Pura Dadia (Pura Tanjung Sari), Pura Dalem Batur, Pura Penataran Peliatan (milik Kerajaan Peliatan dan Tegallalang), dan Pura Tirta Empul. Ini merupakan tempat yang sangat disucikan oleh masyarakat serta menjadi saksi bisu berdirinya Desa Tegallalang Gianyar (Abad ke-17 Masehi). Gambar 3. Area Jeroan Pura Duurbingin Ketika Prosesi Ngemedalin (kiri) dan Nunas Pica Gede (kanan) Path merupakan jalur sirkulasi dari kegiatan tradisi ngerebeg. Jalur sirkulasi ini merupakan jalur-jalur yang digunakan oleh masyarakat Tegallalang. Path dari tradisi ini yaitu jalan lingkungan Banjar Penusuan dan Banjar Tengah, Jalan Raya I Wayan Lunga/Jalan Raya Tegallalang (merupakan jalan provinsi, menjadi penghubung antara Ubud dan Kintamani) serta Jalan lingkungan Banjar gagah- Pejengaji-Tegal. Di sepanjang jalan akan dijumpai permukiman tradisional Bali dengan ciri khas telajakan dan angkul-angkul (pintu masuk) tradisional. Akan tetapi, pada jalan provinsi telah mengalami beberapa perubahan terutama hilangnya beberapa telajakan akibat dari perkembangan kepariwisataan (Gambar 4). Gambar 4. Kondisi Path Dekat Batas Selatan Desa (kiri) dan Path Dekat Catus Patha (kanan) B 106 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
5 Made Prarabda Karma District merupakan wilayah kecil yang menjadi bagian dari Desa Tegallalang. Wilayah kecil ini bernama banjar atau dusun. Secara konsepsual, banjar merupakan kelompok masyarakat yang menempati sebuah wilayah yang menjadi bagian dari desa induk (Adhika, 2015). Dalam tradisi ngerebeg, peserta akan melewati tujuh banjar yang merupakan bagian kecil dari Desa Tegallalang. Banjar tersebut antara lain Banjar Penusuan, Tengah, Tegal, Triwangsa, Tegallalang, Gagah dan Banjar Pejengaji. Pola permukiman banjar mengikuti pola desa linier yang membentang dari utara hingga selatan mengikuti jalur aliran sungai. Banjar merupakan bagian kecil dari desa yang memiliki peran sangat penting dalam melestarikan tradisi ini. Peran banjar cukup signifikan karena baik peserta maupun tetua adat berasal dari banjar-banjar ini. Sehingga dalam prosesi ini, peserta akan melewati rumahnya masing-masing, keluarga para peserta tentunya akan ikut menonton tradisi yang tentunya menimbulkan keramaian pada saat acara berlangsung. Nodes dalam kegiatan tradisi ngerebeg merupakan persimpangan yang berada di pusat desa (Gambar 5). Di Bali, istilah persimpangan ini disebut sebagai catus patha (perempatan agung). Di area Nodes, pada saat pelaksanaan kegiatan terjadi kemacetan karena menjadi crossroad. Selain sebagai persimpangan, catus patha menjadi tempat kegiatan upacara masyarakat. Pelaksanaan kegiatan seperti tawur agung kesanga (rentetan upacara Nyepi) menyebabkan tempat ini sangat penting bagi umat Hindu Bali pada umumnya dan Tegallalang pada khususnya. Gambar 5. Kondisi Nodes Sisi Barat (kiri) dan Nodes Sisi Timur (kanan) Desa Tegallalang Edge yaitu batas/tepian Desa Adat Tegallalang yang sering disebut tangluk. Elemen tangluk merupakan elemen arsitektur yang menjadi pembatas sebuah kawasan. Elemen ini dibuat dari bambu sebagai rangka dan ditutup menggunakan klangsah (pelepah daun kelapa yang diulat). Konsep pembuatannya mengambil konsep tembok bangunan bali (penyengker). Penempatan tangluk memiliki nilai spiritual, karena masyarakat Bali pada umumnya melaksanakan upacara nangluk merana di tempat tangluk tersebut diletakkan (kegiatan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali). Jadi, edge di Desa Tegallalang fungsinya ada dua yaitu fungsi kegiatan spiritual dan batas desa adat. Gambar 6. Edge Sebelah Selatan (kiri) dan Edge Sebelah Utara (kanan) Desa Tegallalang Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 B 107
6 Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Giany ar, Bali Nilai Intangible Tradisi ngerebeg mengandung banyak nilai dan konsep kehidupan. Rentetan prosesi kegiatan ini dimulai dari H-5 tradisi ngerebeg, tepatnya hari Sabtu wuku Pujut (Bulan Kalender Bali). Peserta atau pengayah yang didominasi oleh anak-anak akan membawa artos (persembahan dalam wujud yang masih mentah) seperti daun pisang, buah pepaya muda dan buah nangka muda. Bahan-bahan tersebut akan diolah oleh para tetua adat sebagai bahan untuk membuat pica alit (lawar dan nasi yang dibungkus dengan daun pisang). Setelah pica alit selesai dibuat, selanjutnya akan dibagikan pada pukul 11 siang (sebelum makan siang) kepada para pengayah. Saat itu, anak-anak desa akan berebut meminta pica alit (Gambar 7). Pelaksanaan pica alit ini dilangsungkan hingga hari ke - 5 (Sabtu, Minggu, Senin, Selasa dan Rabu). Sedangkan pica gede (lawar, sate dan nasi) dilaksanakan pada hari H, tepatnya hari Rabu wuku Pahang (Bulan kalender Bali). Gambar 7. Pembagian Pica Alit oleh Para Tetua (kiri) dan Anak-Anak yang Meminta Pica Alit (kanan) Pelaksanaan pica alit dan pica gede memiliki makna yang cukup dalam. Pengayah (peserta) memberikan persembahan berupa hasil alam yang masih mentah (artos), setelah diolah para tetua adat, pengayah mendapatkan kembali hasil dalam bentuk yang sudah matang. Kegiatan tersebut merupakan sebuah bentuk pendidikan bagaimana kita bersedekah dengan tulus ikhlas dan pada akhirnya kita akan menerima kembali pahalanya. Menurut kepercayaan Hindu, konsep ini disebut karma phala yang didasari dengan konsep yadnya (sebuah pengorbanan suci secara tulus ikhlas). Selain itu, kegiatan ini juga dipercaya oleh masyarakat Tegallalang sebagai wujud rasa sayang Tuhan dalam manifestasinya yang ber-stana di Pura Duurbingin kepada anak-anak Desa Tegallalang baik yang berwujud manusia nyata maupun manusia gaib. Hal ini memiliki makna bagaimana kita menjaga keseimbangan alam nyata dan alam metafisika Gambar 8. Jamuan Pica Gede di Area Jeroan Pura Duurbingin (kiri) dan Prosesi Makan Bersama (Megibung) B 108 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
7 Made Prarabda Karma Pada prosesi selanjutnya yaitu mengelilingi desa, peserta yang telah mendapat pica gede mulai berbaris acak (mererod) di jaba sisi (luar) Pura Duurbingin. Sembari dipercikan tirta oleh pemangku, peserta mulai melakukan perjalanan sambil mengucapkan yel-yel suryak eyo-eyo yang dikomandoi oleh remaja desa (Gambar 9). Kegiatan tersebut menimbulkan suasana yang sangat ramai, dimana masyarakat setempat juga ikut bersorak-sorak karena melihat anak-anaknya mengikuti tradisi ngerebeg. Tradisi ini merupakan sebuah kegiatan yang berbentuk parade, dilaksanakan secara suka cita karena akan menyambut upacara piodalan di Pura Duurbingin. Gambar 9. Peserta Remaja sebagai Koordinator Tradisi Ngerebeg (kiri) dan Peserta Anak-Anak (kanan) Prosesi kegiatan ini diawasi penuh oleh para tetua adat yang dibantu oleh masyarakat setempat. Hal ini karena tradisi dilaksanakan di jalan umum yang lalu lintasnya cukup padat (jalur penghubung antara Ubud-Kintamani). Kepadatan lalu lintas juga diperparah oleh kendaraan wisatawan yang akan menuju Daya Tarik Wisata Kintamani. Karena pada saat kegiatan berlangsung para pramuwisata akan memberhentikan kendaraannya agar wisatawan dapat menonton prosesi ini. Gambar 10. Pawai Ngerebeg dengan Hiasan Satu Warna (kiri) dan Hiasan dengan Berbagai Warna (kanan) Tradisi Ngerebeg merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tegallalang untuk membentuk kepribadian generasi penerusnya dalam menjaga keseimbangan (Tri Hita Karana). Kepribadian ini terbentuk melalui proses sosialisasi dan internalisasi yang secara tidak langsung telah meresapkan norma-norma sosial dan pola-pola tingkah sosial ke alam psikis (jiwa) seseorang (Narwoko dan Suyanto, 2004). Pembentukan kepribadian pada tradisi ngerebeg ini dilakukan oleh kelompok. Karena peran kelompok (para tetua adat) sangatlah tinggi, dimulai dari persiapan awal Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 B 109
8 Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Giany ar, Bali hingga akhir kegiatan dilakukan oleh kelompok. Di Desa Tegallalang, kelompok ini disebut dengan istilah pemaksan, sekaa atau pengiring. Kelompok ini terbentuk dari rasa solidaritas dan loyalitas (ngayah) yang sangat tinggi dalam mengurus dan mengayomi kepentingan upacara maupun prosesi ritual yang dilaksanakan di Pura Duurbingin. Tradisi ngerebeg adalah sebuah karya seni yang berkembang secara terus menerus. Menurut para tetua adat, seni menghias tubuh ini telah mengalami perubahan. Dulu hanya berupa hiasan biasa (sekedar mencoret muka dengan satu warna), akan tetapi saat ini kreatifitas peserta dalam merias tubuhnya sangat tinggi. Hal ini tentu memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang menonton tradisi ngerebeg. Dilihat dari filsafat ilmu, Seni merupakan sesuatu yang mengarah kepada estetika (Gie, 2007). Karena, estetika sebagai wujud keindahan bersifat komunikatif sehingga mudah dipahami (Latif, 2014). Dalam mengekspresikannya tentu memerlukan kreatifitas agar penikmat memahami apa makna yang dimaksud. Kesimpulan Tradisi ngerebeg mengandung nilai tangible dan intangible heritage. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis tangible dan intangible. Dimana, nilai tangible yang diperoleh berupa lima elemen pembentuk kawasan yang semuanya berkaitan dengan tradisi ngerebeg. Sedangkan, nilai intangible yang diperoleh berupa pendidikan moral (bersedekah), parade sebagai luapan kegembiraan karena akan melaksanakan upacara piodalan di Pura Duurbingin dan tidak lupa bersyukur atas berkah yang diperoleh dengan tetap mengucapkan terima kasih berupa bersembahyang saat melewati pura yang dilewati. Selain itu, tradisi ngerebeg merupakan suatu proses pembentukan kepribadian bagi peserta oleh para tetua desa. Karena peserta secara tidak langsung telah diterapkan nilai dan norma sosial dalam mengikuti tradisi. Tradisi ngerebeg juga merupakan sebuah karya seni karena memiliki unsur estetika yang maknanya mudah untuk dipahami. Oleh karena itu, nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan tradisi ngerebeg sedianya dapat dijadikan sebagai acuan dalam penataan kawasan di Desa Tegallalang yang dapat diarahkan sebagai kawasan urban heritage. Daftar Pustaka Adhika, I.M. (2015). Banjar dan Konsep Komunitas. Denpasar: Udayana University Press. Agung, T.G. (1983). Sejarah Awal Berdiri dan Berkembangnya Puri Agung Tegallalang dan Penataran Agung Tegallalang Gianyar. Tegallalang: (Tidak Dipublikasikan) Creswell, J.W. (2012). Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing Among Five Approches. California: Sage Publications, Inc. Gie, T. L. (2007). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Howard, Roy J. (2001). Hermeneutika Wacana Analisis Psikososial dan Ontologis. Bandung: Nuansa. Koetjaraningrat (Ed). (1984). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (People and Cultures in Indonesia). Jakarta: Djambatan Latif, Mukhtar. (2014). Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenada Media Group Lynch, Kevin. (1960). Image of the City. Massachusets: MIT press Narwoko, J. D. & Suyanto, B. (Ed). (2004). Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Surabaya: Prenada Media Group B 110 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota (Studi Kasus : Kawasan Pasar Buah Kota Kendari) Weko Indira Romanti Aulia weko.indira@gmail.com Perencanaan dan Perancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Penjelasan pertama pada pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang dengan melihat kondisi yang ada secara garis besar dan dari latar belakang tersebut didapatkan suatu rumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana
Lebih terperinciPersepsi Penilaian dan Keinginan Pengunjung terhadap Pasar Dadakan Sunday Morning (Sunmor) di Kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada, D.
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Persepsi Penilaian dan Keinginan Pengunjung terhadap Pasar Dadakan Sunday (Sunmor) di Kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada, D.I Yogyakarta Puja Kurniawan Program Studi Magister
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-
BAB I. PENDAHULUAN Bab Pendahuluan terdiri dari subbab (I.1) Latar Belakang; (I.2) Pertanyaan Dan Tujuan Penelitian; (I. 3) Manfaat Penelitian; (I. 4) Keaslian Penelitian; (I. 5) Batasan Penelitian; dan
Lebih terperinciUPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)
UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayuk Denyka Mayrina Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Lebih terperinciPersepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai
TEMU ILMIAH IPLBI 0 Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai Binar T. Cesarin (), Chorina Ginting () () Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Lebih terperinciSENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :
SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia, Bali kaya akan berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia, Bali kaya akan berbagai potensi daya tarik wisata, baik berupa daya tarik wisata alam, budaya maupun buatan.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah
BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan
Lebih terperinciKonservasi Puri Smarapura di Klungkung, Bali
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Konservasi Puri Smarapura di Klungkung, Bali Ni Ketut Agusintadewi nkadew i@unud.ac.id Laboratorium Perumahan dan Permukiman, Program Studi A rsitektur, F akultas
Lebih terperinciKorespondensi antara Faktor Penyebab Kemacetan dan Solusinya
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Korespondensi antara Faktor Penyebab Kemacetan dan Solusinya Alfiani Rahmawati Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, Institut Teknologi
Lebih terperinciCitra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Citra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota Riska Amelia Rachman (1), Rizki Fitria Madina (2), Sudarman (3) (1) Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK,
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinci1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan
Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan
Lebih terperinciKepentingan Ruang Terbuka di dalam Kota
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Kepentingan Ruang Terbuka di dalam Kota Hindra K. P. Handana Mahasiswa Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
Lebih terperinciKonsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah I Made Suarya (1), I Nyoman Widya Paramadhyaksa (2), Ni Ketut
Lebih terperinciRITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR
RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan gb. 1.1. Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar Potensi dan daya tarik Pantai Lebih 1. Potensi alam Pantai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. 1.1 Latar belakang Pariwisata di Bali, khususnya Kabupaten Badung sudah sangat berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku
Lebih terperinciOleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut
Lebih terperinciPERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015
PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-95
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-95 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kawasan Pusat Kota Ubud yang Mencitrakan Ruang Tradisional Bali Ni Luh Putu Sukma,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan segala sesuatu yang melatarbelakangi penataan dan pengembangan daya tarik wisata di Pantai Purnama, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan yang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat
Lebih terperinciIdentifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung Devi Johana Tania, Witanti Nur Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah
Lebih terperinciIdentifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali Annisa Nurul Lazmi (1), Dita Ayu Rani Natalia (1) annisanurullazmi@gmail.com (1) Preserv
Lebih terperinciKreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi
Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Konsep Perancangan dari 5 Elemen Kawasan. berdasarkan Teori Kevin Lynch menyimpulkan bahwa dari 5 elemen yang
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Konsep Perancangan dari 5 Elemen Kawasan Hasil Indentifikasi yang dilakukan pada Kawasan Pasar Ikan dengan berdasarkan Teori Kevin Lynch menyimpulkan bahwa dari 5
Lebih terperinciBAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji
82 BAB IV Kesimpulan Komersialisasi seni pertunjukan yang menurut para tokoh sosiologis maupun antropologis yang lebih menekankan bahwa komersialisasi seni pertunjukan di Bali telah memberikan banyak dampak
Lebih terperinciEkspektasi Wisatawan dalam Memilih Penginapan sesuai Anggaran
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Ekspektasi Wisatawan dalam Memilih Penginapan sesuai Anggaran Maulani Faradina Salilana, Aldissain Jurizat Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. Abstrak
Lebih terperinciHubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Tamiya Miftau Saada Kasman Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
Lebih terperinciDAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA
ABSTRAK Ida Bagus Surya Mahayana.NIM.1417151017. Perencanaan Jalur Sepeda Sebagai Tujuan Wisata Desa di Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Pembimbing I: Ir. Ida Ayu Mayun, M.P. Pembimbing II: Ir. Anak
Lebih terperinciKegiatan Joging dan Tempat-Tempat Aktivitas Joging di Lingkungan Kota
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Kegiatan Joging dan Tempat-Tempat Aktivitas Joging di Lingkungan Kota Dicko Quando Armas (1), Tubagus M. Aziz Soelaiman (2) dominoharvard_insert@yahoo.com (1) Program Studi Magister
Lebih terperinciornamen yang disakralkan. Kesakralan ornamen ini berkaitan dengan lubang pintu kori agung yang difungsikan sebagai jalur sirkulasi yang sifatnya sakra
UNDAGI Jurnal Arsitektur Warmadewa, Volume 4, Nomor 2, Tahun 2016, Hal 48-55 ISSN 2338-0454 TIPOLOGI ORNAMEN KARANG BHOMA PADA KORI AGUNG PURA DI KECAMATAN BLAHBATUH, GIANYAR Oleh: I Kadek Merta Wijaya,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tri Hita Karana Menurut Nadia dan Prastika (2008), Tri Hita Karana berasal dari suku kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti kemakmuran dan Karana berarti penyebab atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan
Lebih terperinciPEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA
PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA Elfrida Rosidah Simorangkir Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali (1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan.
BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN 4.1 Aspek Geografis dan Kondisi Fisik Pantai Kedonganan terletak di Kelurahan Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dan merupakan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch. Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari Menggunakan Teori Kevin Lynch Berdasarkan hasil analisa dari data dan hasil survey wawancara yang dilakukan di kawasan Petak Sembilan, masih banyak yang perlu
Lebih terperinciPhysical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali
TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Physical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali Mahasiswa S3, Sejarah Teori dan Kritik Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Pengembangan Kebijakan,
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan
Lebih terperinciOkokan. Kiriman: I Nyoman Putra Janiasa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar
Okokan Kiriman: I Nyoman Putra Janiasa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar Ritual erat kaitannya dengan budaya, Pulau Bali terkenal akan berbagai macam ritual dan budayanya, dan merupakan daya tarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari ritual kematian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan
Lebih terperinciPengaruh Perilaku Masyarakat pada Pembentukan Karakter Pasar Tradisional Melayu Kampar
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengaruh Perilaku Masyarakat pada Pembentukan Karakter Pasar Tradisional Melayu Kampar Ratna Amanati, Neni Meilani Damanik, Noni Septiani Program Studi Arsitektur Universitas Riau.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang melimpah. Kebudayaan ini diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan
Lebih terperinciIdentifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang
TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Kota Palembang Wienty Triyuly, Fuji Amalia Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T (Transportation, Technology, Telecommunication, Tourism) yang disebut sebagai The Millenium 4.
Lebih terperinciIdentifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta Angela Upitya Paramitasari angelaupito@gmail.com Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perancangan,
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Kawasan Pura Agung Besakih
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada
Lebih terperinciI. DESKRIPSI KEGIATAN
I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan
Lebih terperinciPerencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar
TEMU ILMIAH IPLBI 203 Perencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar Umi Kalsum (), Syahriana Syam (2) () Prodi Pengembangan Wilayah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha melaksanakan program pemerintah tentang peraturan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah (Undang-Undang No. 22 & 32 Tahun 1999), setiap pemerintah daerah
Lebih terperinci2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang harus terpenuhi. Pemahamannya bukan hanya sekedar sebagai mengisi perut, makanan juga erat kaitannya dengan
Lebih terperinciLAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN
LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut
Lebih terperinciKata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu
ESENSI LINGGA YONI DI PURA BATUR NING DESA PAKRAMAN SAYAN, KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR OLEH: I NYOMAN SUDIANA Email : sudiana_syn@yahoo.com Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I I Ketut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Desa Tegallalang merupakan salah satu desa dari 64 jumlah desa yang ada di wilayah Kabupaten Gianyar dan terletak kurang lebih 17 km dari pusat kota Gianyar. Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1-1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan
Lebih terperinciPenataan dan Optimalisasi Kawasan Lahan Basah sebagai Destinasi Wisata Kota Kasus: Kawasan Waduk Pusong Kota Lhokseumawe
TEMU ILMIAH IPLBI 2014 dan Optimalisasi Kawasan Lahan Basah sebagai Destinasi Wisata Kota Kasus: Kawasan Waduk Pusong Kota Lhokseumawe Nova Purnama Lisa Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Kota, Program
Lebih terperinciKriteria Ruang Publik untuk Masyarakat Usia Dewasa Awal
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Kriteria Ruang Publik untuk Masyarakat Usia Dewasa Awal Ardian Hario Wibowo Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut
BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis
Lebih terperinciTRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)
TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali Tradisional yang dibentuk oleh pupuh-pupuh. Setiap pupuh
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang
115 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. B. Kesimpulan Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan oleh para leluhur kepada masyarakat kampung adat cireundeu. Kesenian Angklung
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.
Lebih terperinciRumah Baca sebagai Representasi Pemikiran Arsitektur Achmad Tardiyana
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Rumah Baca sebagai Representasi Pemikiran Arsitektur Achmad Tardiyana Imam Adlin Sinaga, Nurul Aini, Jeumpa Kemalasari Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan
Lebih terperinciPersepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi
TEMU ILMIAH IPLBI 06 Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi Tri Amartha Wiranata Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung Abstrak Saat ini, isu penggunaan energi
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Skylight & Sidelight pada Shopping Mall terhadap Perilaku Manusia
TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Pengaruh Penggunaan Skylight & Sidelight pada Shopping Mall terhadap Perilaku Manusia Wenny Tanner K.T, Cindy Olivia L, Catherine Nathania, Anneke Debora K, Lily Ekashandy Kelompok
Lebih terperinciPenilaian Masyarakat terhadap Penggunaan Material Bambu pada Bangunan
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Penilaian Masyarakat terhadap Penggunaan Material Bambu pada Bangunan Gilang I. Noegraha (1), Siti Aisyah Damiati (2), Rakhmat Fitranto (3). (1) Program Studi Magister Arsitektur,
Lebih terperinciKonservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli Ida Ayu Dyah Maharani (1), Imam Santosa (2), Prabu Wardono (3),
Lebih terperinciDesain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan
Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan
Lebih terperinciKONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI
KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI Kade Praditya S. Empuadji, Abraham M. Ridjal, Chairil B. Amiuza Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi
Lebih terperinci5 elements IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH )
IMAGES OF THE CITY ( KEVIN A. LYNCH ) Jalur (paths) Tepian (edges) Kawasan (district) Simpul (nodes) Tengaran (landmark) 5 elements paths, the streets, sidewalks, trails, and other channels in which people
Lebih terperinciTESIS. Sampul Depan PROGRAM
TESIS STUDI MORFOLOGIDESA BAYUNG GEDE Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Feliksdinata Pangasih No.Mhs.: 15.54.024.50/PS/MTA Sampul Depan PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTURR PROGRAM
Lebih terperinciSANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER
SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali I Gusti Ngurah Wiras Hardy ngurahwiras@gmail.com Arsitektur
Lebih terperinciPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com
Lebih terperinci