KEANEKARAGAMAN FLORA DAN FAUNA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN KABUPATEN GIANYAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN FLORA DAN FAUNA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN KABUPATEN GIANYAR"

Transkripsi

1

2 KEANEKARAGAMAN FLORA DAN FAUNA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN KABUPATEN GIANYAR

3

4 KEANEKARAGAMAN FLORA DAN FAUNA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN KABUPATEN GIANYAR GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS

5 KEANEKARAGAMAN FLORA DAN FAUNA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN KABUPATEN GIANYAR Penulis: Susilo Hadi Ratna Susandarini Siti Nurleily Marliana Rury Eprilurahman Donan Satria Yudha Hastin Ambar Asti Purnomo Tim Penyunting: Endang Semiarti Suwarno Hadisusanto Rury Eprilurahman Ratna Susandarini Donan Satria Yudha Korektor: Andayani Desain sampul: Pram s Tata letak isi: Narto Penerbit: Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI bekerjasama dengan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dan Badan Lingkungan Hidup Kab. Gianyar, Bali Ukuran: 15,5 23 cm; xxii + 96 hlm ISBN: B1E Redaksi: Jl. Grafika No. 1, Bulaksumur Yogyakarta, Telp./Fax.: (0274) ugmpress.ugm.ac.id gmupress@ugm.ac.id Cetakan pertama: November Hak Penerbitan 2016 Gadjah Mada University Press Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, photoprint, microfilm, dan sebagainya.

6 SAMBUTAN BUPATI GIANYAR Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan memiliki potensi dan posisi yang strategis untuk dilestarikan sekaligus dikembangkan sebagai kebudayaan dan pariwisata di Kabupaten Gianyar. Penataan pembangunan di wilayah DAS Pakerisan ini mengalami perkembangan yang pesat dengan terbukanya akses pariwisata di kawasan tersebut yang semakin tinggi. Pemerintah Kabupaten Gianyar berupaya mengoptimalkan pengelolaan wilayah DAS Pakerisan secara terpadu agar potensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dalam rangka pengelolaan wilayah DAS Pakerisan secara terpadu, Pemerintah Kabupaten Gianyar menyiapkan data dan informasi mengenai wilayah DAS Pakerisan dalam bentuk Buku Keanekaragaman Flora dan Fauna DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar. Buku ini agar dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam merumuskan kebijakan dan programprogram pembangunan sektoral dan lintas sektoral. Diharapkan pula agar masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya dapat berperan aktif dan mensinergi dalam pengelolaan wilayah DAS Pakerisan dan sekitarnya demi terwujudnya Masyarakat Gianyar yang Berkualitas dan Berbudaya Berdasarkan Tri Hita Karana. v

7 Besar harapan dengan tersusunnya Buku Keanekaragaman Flora dan Fauna DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar ini akan memberikan arahan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengembangkan pengelolaan wilayah DAS Pakerisan secara terpadu di Kabupaten Gianyar guna menjaga harmonisasi antara pembangunan ekonomi dengan upaya untuk tetap melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan lingkungan hidup. Gianyar, Oktober 2016 Bupati Gianyar, A.A Gde Agung Bharata. vi

8 SAMBUTAN KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP GIANYAR Puji syukur ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas asung kerta wara nugraha-nya, penyusunan Buku Keanekaragaman Flora dan Fauna DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar dapat diselesaikan sesuai rencana. Penyusunan buku ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi mengenai wilayah DAS Pakerisan sebagai penunjang pembuatan kebijakan pengelolaan wilayah secara terpadu serta memenuhi kebutuhan data dan informasi bagi para pemangku kepentingan. Sedangkan sasarannya adalah terwujudnya pengelolaan wilayah DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar secara optimal dan berkelanjutan yang didukung oleh ketersediaan data dan informasi secara memadai. Penyusunan buku ini merupakan langkah awal untuk mengembangkan pengelolaan wilayah DAS Pakerisan secara terpadu mengingat wilayah tersebut merupakan Warisan Budaya Dunia yang diakui oleh WHO. Diharapkan data dan infromasi yang terhimpun dalam buku ini dapat meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan tentang pentingnya perlindungan, pelestarian, dan pengembangan pemanfaatan sumber daya wilayah DAS Pakerisan secara berkelanjutan. vii

9 Buku Keanekaragaman Flora dan Fauna DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar ini disusun berdasarkan hasil survei bersama antara Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar dengan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Informasi yang disajikan dalam buku ini meliputi berbagai aspek keanekaragaman flora dan fauna wilayah DAS Pakerisan. Kami meyakini bahwa masih ada kesenjangan data dan informasi antara data yang telah tersaji dengan kebutuhan data dan informasi bagi pengelolaan wilayah DAS Pakerisan. Kesenjangan data dan informasi ini akan menjadi fokus perhatian yang perlu dilengkapi dalam program pengelolaan tahap selanjutnya. Mudah-mudahan buku ini dapat berguna bagi semua pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas kerja samanya yang baik dalam penyusunan buku ini. Selanjutnya kami mengharapkan masukan berupa saran dan kritik dari semua pihak guna perbaikan buku ini lebih lanjut. Gianyar, Oktober 2016 Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar A. A Bagus Ari Brahmanta, SE. viii

10 SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA Saya menyambut baik diterbitkannya buku bermuatan ilmiah, tetapi disusun dengan nuansa populer. Tujuan pokok disusunnya buku ini agar mudah dipahami oleh masyarakat luas dan tidak membosankan dibaca. Buku ini merupakan target pada kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Gianyar, Bali, dengan Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Substansi buku ini adalah tentang kondisi di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan yang bermuara di Pantai Lebih di bagian selatan Pulau Bali. Data dikumpulkan dari hasil survei di lapangan yang mewakili keseluruhan DAS Pakerisan. Secara umum hasil survei berupa data flora, fauna, dan etnobiologi, hal ini sebagai implementasi dari spirit Tri Hita Karana bagi masyarakat Bali khususnya masyarakat Hindu Dharma. Terlaksananya kerja sama ini sudah menjadi kewajiban perguruan tinggi, yaitu melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, dalam hal ini adalah aspek Pengabdian kepada Masyarakat. Kami sangat berterima kasih atas kepercayaan ini khususnya kepada Bapak Bupati Gianyar beserta seluruh SKPD Kabupaten Gianyar. Tidak lupa juga saya sampaikan terima ix

11 kasih kepada seluruh anggota Tim Survei yang telah bekerja keras dan saling membantu. Kekurangan di beberapa hal pasti ada, karena itu mohon saran atau kritik bagi pengembangan di masa mendatang. Pada gilirannya Kabupaten Gianyar merasa sadar bahwa melestarikan kawasan daerah aliran sungai berdampak positif besar sehingga perlu dipantau perubahan yang terjadi secara periodik. x

12 KATA PENGANTAR Keanekaragaman hayati di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan atau dikenal dengan Tukad Pakerisan merupakan kekayaan alam yang tak ternilai yang dimiliki oleh Kabupaten Gianyar. Latar belakang budaya dan sejarah yang kental mewarnai daerah di sepanjang Tukad Pakerisan. Keragaman habitat dari wilayah hulu hingga muara Tukad Pakerisan sangat mendukung keberadaan flora dan fauna baik jenis lokal Bali maupun kelompok flora dan fauna khas dari Daratan Asia (Oriental). Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapatkan kehormatan untuk meneliti dan melaporkan keanekaragaman hayati di sepanjang wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan. Kerja sama antara Fakultas Biologi UGM dengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar telah berlangsung sejak ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Rektor UGM dengan Bupati Gianyar pada tanggal 20 Desember 2013 dan berlaku selama 5 tahun sampai dengan 20 Desember Sebagai realisasi dari nota kesepahaman tersebut, dilakukan kerja sama dengan Fakultas Biologi UGM yang diawali dengan kegiatan bersama untuk membuat daftar jenis flora, fauna, dan etnobiologi di sepanjang lokasi penelitian. Buku ini disusun untuk mendokumentasikan dan xi

13 menyebarluaskan informasi tentang keanekaragaman hayati terutama flora dan fauna yang berada di Kabupaten Gianyar, khususnya wilayah DAS Pakerisan. Materi dalam buku ini mencakup ritus air di lembah Gianyar, Keanekaragaman flora dan fauna dan etnobiologi di sepanjang DAS Pakerisan, Gianyar, Bali. Bagian terakhir dari buku ini berisi rekomendasi untuk menjaga kelestarian flora, fauna, dan habitat yang ada di sepanjang DAS Pakerisan. Penyusun berharap buku ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dan seluas-luasnya terutama untuk masyarakat Bali dan masyarakat umum pembaca buku ini. Selain itu penyusun juga berharap agar buku ini dapat menambah pengetahuan, pemahaman, dan menggugah upaya konservasi khususnya di wilayah DAS Pakerisan. Beberapa informasi mengenai jenis-jenis flora dan fauna secara singkat dan ringkas dipaparkan dalam buku ini agar lebih mudah dipahami. Buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, tim penyusun menerima saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan buku ini. Yogyakarta, Oktober 2016 Tim Penyusun xii

14 UCAPAN TERIMA KASIH Tim Penyusun mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-nya sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada Bupati Gianyar dan Kepala Badan Lingkungan Hidup Gianyar beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian, analisis, dan proses penerbitan buku ini. Atas kerja samanya yang baik, terutama bantuan dari para Staf Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar dan segenap tim lapangan, maka buku ini dapat terselesaikan. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada seluruh anggota tim peneliti (mahasiswa dan dosen Fakultas Biologi UGM, serta staf Badan Lingkungan Hidup Gianyar), masyarakat Kabupaten Gianyar di sepanjang DAS Pakerisan dan seluruh institusi terkait yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Kontribusi dari semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu telah memberikan sumbangan besar terhadap ide dan realisasi penyusunan buku ini. xiii

15

16 D A F T A R I S I SAMBUTAN BUPATI GIANYAR... v SAMBUTAN KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP GIANYAR. vii SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA... ix KATA PENGANTAR... xi UCAPAN TERIMA KASIH... xiii DAFTAR ISI... xv DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR Gambar... xxi Bagian 1 RITUS AIR DI LEMBAH GIANYAR... 1 Air Suci... 1 Gambaran Umum DAS Pakerisan... 3 Konflik Nilai... 8 Masa Depan DAS di Gianyar... 9 Bagian 2 POTRET KECIL KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI RELIK HUTAN DAERAH TEDUNG SEBAGAI SUAKA FLORA DI KABUPATEN GIANYAR Jenis-jenis Tumbuhan di Relik Hutan Tedung Bagian 3 FAUNA DI SEPANJANG KAWASAN WARISAN BUDAYA DUNIA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN GIANYAR, BALI Udang dan Kepiting/Karsinofauna (Crustacea) xv

17 Ikan (Ikhtiofauna) Amfibi dan Reptil (Herpetofauna) a. Amfibi (Katak dan Kodok) b. Kadal dan Ular (Reptil) Burung (Avifauna) Sekilas mengenal Familia burung di DAS Pakerisan Mamal (Mammalia) Sekilas mengenal Familia anggota Mamalia di DAS Pakerisan Mata Air Pura Tegeh Daerah Aliran Sungai Pakerisan Wilayah Campuhan.. 71 Budaya Subak Pulagan Tampaksiring Hilir Sungai Pakerisan di Wilayah Pantai DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvi

18 D A F T A R T A B E L Tabel 1. Daftar jenis udang dan kepiting (Crustacea) di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali Tabel 2. Daftar jenis ikan yang dijumpai di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali Tabel 3. Daftar jenis amfibi (katak dan kodok) di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali Tabel 4. Daftar jenis reptil (kadal) yang dijumpai di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali Tabel 5. Daftar jenis reptil (ular) yang dijumpai di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali Tabel 6. Keanekaragaman jenis burung di Sungai Pakerisan, 30 Juli 6 Agustus Tabel 7. Jenis-jenis burung di DAS Pakerisan yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tabel 8. Keanekaragaman jenis mamalia di Sungai Pakerisan, 30 Juli 5 Agustus Tabel 9. Daftar nama suku, nama spesies dan nama lokal spesies pepohonan yang teridentifikasi di Wilayah Pura Tegeh xvii

19 Tabel 10. Spesies tumbuhan penyusun vegetasi di daerah Campuhan DAS, Pakerisan, Gianyar, yang teridentifikasi Tabel 11. Daftar spesies tumbuhan dan kaitannya dengan lingkungan hidup bagi hewan dan manusia Tabel 12. Daftar spesies tumbuhan di hilir DAS Pakerisan sebagai daerah permukiman dan budi daya pertanian xviii

20 D A F T A R G A M B A R Gambar 1. Peta Kabupaten Gianyar Bali beserta tujuh wilayah kecamatan... 5 Gambar 2. Lokasi sampling penelitian di daerah Hulu DAS Pakerisan: Pura Tegeh, Tirta Empul, Gunung Kawi dan Campuhan... 7 Gambar 3. Lokasi sampling penelitian di daerah Hilir DAS Pakerisan: daerah Pura Tedung dan Muara Pantai Lebih. 7 Gambar 4. Pohon kemiri Gambar 5. Bunga dan buah kemiri Gambar 6. Daun dan bunga Alstonia scholaris Gambar 7. Habitus pinang Gambar 8. Buah pinang Gambar 9. Tanaman dan perbungaan Arenga pinnata Gambar 10. Tanaman dewasa, tanaman muda, dan daun serta buah Artocarpus elasticus Gambar 11. Buah Kepundung Gambar 12. Buah Cresentia cujete Gambar 13. Daun dan buah beserta biji majegau Gambar 14. Bunga Michelia alba Gambar 15. Bunga Michelia champaca Gambar 16. Daun dan bunga Rempeni Gambar 17. Buah Syzygium polycephalum Gambar 18. Buah tanaman Pinanga kuhlii xix

21 Gambar 19. Daun dan bunga Tacca palmata Gambar 20. Daun dan buah Rubus rosifolius Gambar 21. Daun dan buah Freycinetia scandens Gambar 22. Dua varian daun Epipremnum pinnatum Gambar 23. Dua jenis udang di DAS Pakerisan, (a) Macrobrachium lanchesteri dan (b) Caridina sp Gambar 24. Dua jenis kepiting yang dijumpai di DAS Pakerisan, (a) Parathelphusa convexa berwarna gelap dan (b) Episesarma versicolor warna cokelat muda dan gelap Gambar 25. Ikan yang dijumpai di DAS Pakerisan (a) Channa gachua dan (b) Rasbora lateristriata Gambar 26. Duttaphrynus melanostictus (kodok buduk) Gambar 27. Ingerophrynus biporcatus (kodok puru hutan) Gambar 28. Microhyla palmipes (percil berselaput) Gambar 29. Fejervarya limnocharis (katak tegalan) Gambar 30. Occidozyga sumatrana (bancet biasa) Gambar 31. Chalcorana chalconota (kongkang kolam) Gambar 32. Polypedates leucomystax (katak pohon bergaris) Gambar 33. Bronchocela jubata (kadal pohon) Gambar 34. Cicak terbang/dangap dangap (Draco volans) Gambar 35. Cicak rumah (Hemidactylus platyurus) Gambar 36. Cicak rumah (Gehyra mutilata) Gambar 37. Cicak rumah (Hemidactylus frenatus) Gambar 38. Cicak batu (Cyrtodactylus sp) Gambar 39. Tokek rumah (Gekko gecko) Gambar 40. Kadal pohon hijau (Dasia olivacea) Gambar 41. Kadal kebun/lasan (Eutropis multifasciata) Gambar 42. Biawak air (Varanus salvator) Gambar 43. Ular pucuk (Ahaetulla prasina) Gambar 44. Ular tampar Jawa (Dendrelaphis pictus) Gambar 45. Ular kayu (Ptyas korros) Gambar 46. Hubungan lama waktu pengamatan dengan pertambahan jumlah spesies burung di sepanjang Sungai Pakerisan Gambar 47. Jumlah spesies burung yang dijumpai di hulu dan hilir Sungai Pakerisan Gambar 48. Burung-burung yang dijumpai di sepanjang Sungai Pakerisan (a) Pycnonotus aurigaster, (b) Eudynamys scolopacea, (c) Tringa glareola, (d) Streptopilia chinensis, (e) Phodilus badius, (f) Aegithina tiphia, (g) Dendrocopos macei, (h) Lonchura leucogastroides, (i) Chrysococcyx basalis xx

22 Gambar 49. Beberapa spesies burung yang dilindungi dalam PP RI No. 7 Th 1999 (a) Egretta alba, (b) Todirhampus chloris, (c) Nectarinia jugularis, (d) Arachnothera longirostra Gambar 50. Hubungan lama waktu pengamatan dengan pertambahan jumlah spesies mamalia di Sungai Pakerisan Gambar 51. Jenis-jenis mamalia di sepanjang DAS Pakerisan (a) Callosciurus notatus, (b) Tupaia javanica, (c) sarang dan kotoran tikus (Muridae), (d) bekas cakaran mamal Gambar 52. Pohon jaka atau aren: a. perawakan palem aren, b. buah aren Gambar 53. Tumbuhan Freycinetia discolor: a. Perawakan dengan bunga, b. daun dan buah, c. daun dan buah tua Gambar 54. Pohon poh-pohan: a. perawakan tumbuhan berbunga, b. daun dan buah xxi

23

24 Bagian 3 FAUNA DI SEPANJANG KAWASAN WARISAN BUDAYA DUNIA DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN GIANYAR, BALI Rury Eprilurahman, Donan Satria Yudha, & Hastin Ambar Asti Bali atau Pulau Dewata telah dikenal luas sebagai daerah tujuan wisata baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Masyarakat dan budayanya yang kental serta alamnya yang masih terjaga merupakan salah satu kelebihan yang menawan. Seiring terjaganya alam Bali tersebut maka berbagai ekosistem di Bali sangat sesuai sebagai habitat beraneka jenis makhluk hidup. Keistimewaan Pulau Bali sebagai habitat makhluk hidup memiliki karakter tersendiri. Sebagai batas wilayah paling timur dari kelompok flora dan fauna Oriental dengan Wallacea, Bali memiliki beberapa jenis flora dan fauna endemik serta keunikan yang lainnya. Selain itu, kentalnya budaya dan keharmonisan antara alam dan masyarakatnya menciptakan suatu kekuatan tersendiri dari sisi konservasi. Salah satu ekosistem yang terjaga adalah ekosistem perairan dan banyak dimanfaatkan untuk keperluan upacara keagamaan hingga pertanian. Bali terkenal dengan metode pengairan yang disebut Subak. Metode ini mengambil sumber air dari beberapa sungai yang mengalir di Bali. Salah satu daerah aliran sungai (DAS) yang terkenal di Bali adalah Sungai (Tukad) Pakerisan. Tukad Pakerisan terletak di Kabupaten Gianyar dan mengalir dari utara ke selatan 29

25 bermuara di Pantai Lebih. DAS Pakerisan cukup dikenal oleh wisatawan dan saat ini telah menjadi Warisan Budaya Dunia (World Heritage) yang dianugerahkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) bersama dua situs budaya lainnya yaitu Terasering Jatiluwih dan Pura Taman Ayun. Pada daerah sepanjang Tukad Pakerisan terdapat peninggalan sejarah antara lain: Pura Tirta Empul, Candi Pegulingan, Pura Gunung Kawi, Candi Mengening, Pengukurukuran, Candi Tebing Tegallinggah dan lainnya. Dengan cukup banyaknya peninggalan/benda cagar budaya di sepanjang Tukad Pakerisan, maka diasumsikan habitat makhluk hidup di sepanjang sungai tersebut masih sangat alami. DAS merupakan lokasi yang potensial sebagai habitat berbagai makhluk hidup, terutama fauna vertebrata, baik fauna darat maupun air. Pada umumnya, pada tepian sungai terdapat dan tumbuh berbagai jenis vegetasi yang disebut vegetasi riparian. Vegetasi riparian ini selain berfungsi untuk menjaga erosi tepian sungai juga merupakan habitat yang cocok bagi berbagai jenis fauna vertebrata. Fauna vertebrata darat yang sering dijumpai di sekitar vegetasi riparian sungai adalah burung, mamalia kecil hingga sedang, katak dan kodok, serta reptil seperti ular dan kadal. Bahkan sebagian besar fauna tersebut menjadikan vegetasi riparian sebagai sarang tempat tinggal mereka. Fauna vertebrata darat sering dijumpai berada di sekitar sungai. Selain bertempat tinggal di sana, mereka juga mencari makanan/mangsa berupa fauna air. Fauna air seperti ikan, udang dan kepiting umumnya menempati habitat/wilayah sungai dengan air yang jernih dan arus yang mengalir lancar. Aliran sungai yang jernih dan lancar serta banyak vegetasi riparian menjadikan habitat yang cocok bagi berbagai jenis ikan dan udang. Penelitian keanekaragaman fauna yang telah dilakukan di sekitar daerah aliran sungai mencatat berbagai jenis fauna, baik fauna air dan fauna vertebrata darat yang habitatnya berada di sekitar sungai maupun mencari makanan di sungai. Beberapa kelompok fauna yang diketahui berada di DAS Pakerisan adalah udang dan kepiting (Crustacea), ikan (Osteichthyes), amfibi/katak dan kodok (Anura), kadal dan ular (Reptilia: 30

26 Squamata), burung (Aves) dan mamal (Mammalia). Khusus amfibi dan reptil sering dimasukkan dalam satu kelompok fauna yaitu herpetofauna. Udang dan Kepiting/Karsinofauna (Crustacea) Udang dan kepiting merupakan kelompok fauna akuatik yang menempati berbagai macam tipe habitat perairan baik sungai, danau, saluran air dengan substrat batu dan lumpur serta pantai dan laut lepas. Kelompok hewan udang dan kepiting sering dikenal dengan karsinofauna. Sifat utama karsinofauna adalah memiliki kemampuan hidup dan sebaran sangat luas dari dataran tinggi hingga dataran rendah (Ng, 2004 dan Wowor et al. 2004). Sebaran yang cukup luas itu memberikan kemungkinan adaptasi dan terbentuklah kenekaragaman jenis yang sangat tinggi terutama berdasarkan morfologi (Ng et al. 2008, Ng 2004). Beberapa jenis udang dan kepiting menempati habitat di Sungai Pakerisan. Empat jenis Crustacea dari empat familia yang berbeda terdiri dari 2 jenis udang dan 2 jenis kepiting berhasil diidentifikasi dari Sungai Pakerisan. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 1. Daftar jenis udang dan kepiting (Crustacea) di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali No Nama Ilmiah Nama Indonesia/lokal Keterangan Palaemonidae 1. Macrobrachium lanchesteri Udang sawah LC Atyidae 2 Caridina sp. Udang air tawar - Parathelphusidae 3. Parathelphusa convexa Kepiting sawah DD Sesarmidae 4. Episesarma versicolor Kepiting - Keterangan status IUCN (International Union for Conservation of Nature): DD= data deficient, LC= least concern, NT= near threatened, VU= vulnerable, EN= endangered, CR= critically endangered. 31

27 Hasil penelitian dari sepanjang DAS Pakerisan menunjukkan hasil yang cukup bagus. Perwakilan fauna perairan darat antara lain adalah udang, kepiting, dan ikan. Jumlah udang dan kepiting (Crustacea) yang dijumpai tidak begitu banyak namun cukup mewakili keanekaragaman udang dan kepiting di lokasi penelitian. Dua jenis kepiting yang dijumpai mewakili wilayah perairan tawar dan payau. Parathelphusa convexa dikenal sebagai kepiting sawah atau yuyu yang dapat dijumpai di sepanjang aliran sungai. Sedangkan perwakilan daerah perairan payau adalah Episesarma versicolor yang dijumpai di daerah penelitian dekat dengan muara DAS Pakerisan di Pantai Lebih. (a) (b) Gambar 23. Dua jenis udang di DAS Pakerisan, (a) Macrobrachium lanchesteri dan (b) Caridina sp. (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) (a) (b) Gambar 24. Dua jenis kepiting yang dijumpai di DAS Pakerisan, (a) Parathelphusa convexa berwarna gelap dan (b) Episesarma versicolor warna cokelat muda dan gelap. (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Ikan (Ikhtiofauna) Ikan merupakan fauna perairan yang dapat dijumpai di berbagai ekosistem perairan laut dan darat. Perairan darat yang cukup banyak ditemukan berupa sungai dan danau. Sebagai bagian dari kelompok hewan 32

28 vertebrata (bertulang belakang), ikan diketahui memiliki keanekaragaman jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok vertebrata lainnya yaitu: amfibi, reptil, burung, dan mamal. Ikan yang masih hidup secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelas yaitu: Agnatha (ikan tanpa rahang), Chondrichtyes (ikan bertulang rawan-hiu dan pari), dan Osteichthyes (ikan bertulang sejati). Kelompok ikan dikenal mempunyai keanekaragaman yang cukup tinggi baik dalam bentuk, ukuran, warna, perilaku, maupun habitatnya. Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman jenis ikan air tawar yang sangat tinggi yaitu kurang lebih jenis ikan. Jumlah ini merupakan jumlah yang paling tinggi di Asia (Kottelat dan Whitten, 1996). Perairan tawar Indonesia bagian barat mengandung tidak kurang dari 99 suku dari 150 suku yang ada di Asia Tenggara. Bila dibandingkan dengan wilayah lain, Amerika Selatan hanya memiliki 60 suku dan Afrika memiliki 74 suku. Jenis-jenis ikan di Indonesia bagian timur juga akan menambah jumlah suku maupun jenis yang ada di Indonesia. Hal ini semakin memperkuat bahwa keanekaragamannya menjadi sangat tinggi. Sebagai contoh, ordo Cypiniformes dan Perciformes mempunyai keragaman jenis yang lebih tinggi dibandingkan anggota ordo yang lain. Ordo Perciformes yang hidup di air tawar diketahui mencapai jenis (Helfman et al, 2009). Setiap ikan memerlukan kondisi yang sesuai untuk dapat hidup dan berkembang biak. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan yang dapat memengaruhi kehidupan ikan meliputi kondisi fisik dan kimia antara lain kadar garam, kedalaman, kecerahan, keadaan suhu, laju arus, dan dasar perairan. DAS Pakerisan merupakan wilayah yang sesuai untuk habitat ikan. Beberapa jenis ikan dapat ditemukan di bagian tepi, lubuk, dan bagian berarus deras. Ikan dari Sungai Pakerisan yang berhasil diidentifikasi adalah 11 jenis dari 10 familia yang berbeda. Masing-masing jenis ikan memiliki karakter morfologi tersendiri. Jenis-jenis ikan tersebut terdiri atas: 33

29 Tabel 2. Daftar jenis ikan yang dijumpai di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali No Nama Ilmiah Nama Indonesia/lokal Keterangan Anguillidae 1. Anguilla marmorata Ikan sidat LC Cyprinidae 2. Rasbora lateristriata Ikan wader 3. Puntius binotatus Ikan wader LC Aplocheilidae 4. Aplocheilus panchax Ikan kepala timah LC Poecilidae 5. Poecilia reticulata Ikan guppy Cichlidae 6. Oreochromis niloticus Ikan nila Channidae 7. Channa gachua Ikan gabus LC Ambassidae 8. Ambassis buruensis - Eleotridae 9. Eleotris melanosoma - LC Gobiidae 10. Periophthalmus sp. Ikan gobi LC Loricariidae 11. Hypostomus pardalis Ikan sapu-sapu Keterangan status IUCN (International Union for Conservation of Nature): DD= data deficient, LC= least concern, NT= near threatened, VU= vulnerable, EN= endangered, CR= critically endangered. Keanekaragaman jenis ikan yang dijumpai juga cukup menarik. Perwakilan jenis ikan air tawar dan air laut dapat diperoleh dan didaftar. Beberapa diketahui sebagai jenis ikan asli Indonesia dan serupa dengan di Jawa yaitu: Rasbora lateristriata, Puntius binotatus, Aplocheilus panchax dan Channa gachua. Sedangkan jenis introduksi antara lain adalah Poecilia reticulata, Hypostomus pardalis, dan Oreochromis niloticus. Keempat ikan asli Indonesia tersebut menyukai habitat air yang jernih. Ikan jenis Rasbora lateristriata, Puntius binotatus, dan Aplocheilus panchax menyukai habitat sungai yang tidak terlalu dalam, jernih, berbatu dan berarus cukup deras, sedangkan ikan Channa gachua menyukai habitat sungai jernih dengan bebatuan besar dan jeluk agak dalam. 34

30 Gambar 25. Ikan yang dijumpai di DAS Pakerisan (a) Channa gachua dan (b) Rasbora lateristriata (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Amfibi dan Reptil (Herpetofauna) a. Amfibi (Katak dan Kodok) Amfibi adalah kelompok hewan bertulang belakang dengan ciri umum: kulit tipis berlendir dan tidak dapat jauh dari air atau tempat lembap. Hewan yang tergolong dalam kelompok amfibi (kelas Amphibia) adalah: katak dan kodok (ordo Anura), sesilia atau amfibi berekor tak bertungkai (ordo Caecilia), dan Salamander (ordo Caudata). Di Indonesia hanya terdapat dua kelompok amfibi, yaitu katak dan kodok (ordo Anura) serta sesilia (ordo Caecilia). Kelompok sesilia jarang dijumpai selain karena perilaku hidupnya yang meliang, mereka juga hidup pada area berair dengan kondisi habitat tertentu. Hal ini mengakibatkan penelitian pada hewan sesilia ini berjalan sangat lambat. Lain halnya dengan kelompok katak dan kodok yang dapat lebih mudah ditemukan. Aktivitas anura adalah di permukaan tanah, yaitu di sekitar sumber air dan vegetasi di dekat air. Amfibi di Indonesia memiliki rentang habitat yang luas, mulai dari daerah pesisir pantai sampai daerah pegunungan yang masih memiliki sumber air tawar. Amfibi yang ditemukan selama pelaksanaan penelitian flora dan fauna di sepanjang DAS Pakerisan, Kabupaten Gianyar tahun 2015 merupakan suatu informasi yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan. Informasi tersebut berguna untuk mengetahui jenis-jenis amfibi yang dijumpai di sekitar DAS Pakerisan sebagai data awal Pemerintah Kabupaten Gianyar, kemudian 35

31 dapat berperan sebagai awal mula bentuk monitoring keberadaan suatu spesies, serta juga dapat berfungsi sebagai panduan pengenalan jenis hewan yang memiliki habitat di wilayah Kabupaten Gianyar. Tim flora dan fauna DAS Pakerisan berhasil mencatat beberapa jenis amfibi, dengan sebaran dan keunikan beberapa jenis yang ditemui selama pelaksanaan penelitian. Wilayah DAS Pakerisan yang dijadikan lokasi penelitian meliputi daerah hulu sungai dan hilir sungai. Daerah hulu sungai termasuk hutan di dataran tinggi bagian utara sebagai pusat penyimpanan (reservoir) air. Daerah di sekitar hutan Pura Tegeh dan beberapa titik sampling di sepanjang Sungai Pakerisan merupakan lokasi yang digunakan untuk pengamatan. Daerah hilir meliputi lokasi aliran sungai yang dekat permukiman penduduk dan muara sungai (Pantai Lebih). Penelitian mendapatkan 7 jenis amfibi kesemuanya kelompok katak dan kodok (ordo Anura) dengan 5 familia. Berikut daftar jenis hewan anggota kelas Amphibia, ordo Anura di DAS Pakerisan: Tabel 3. Daftar jenis amfibi (katak dan kodok) di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali No. Suku/Familia Nama Ilmiah Nama Indonesia/Lokal Sungai Pakerisan Hulu Hilir 1. Bufonidae Duttaphrynus melanostictus Kodok buduk 2. Ingerophrynus Kodok puru hutan biporcatus 3. Microhylidae Microhyla palmipes Percil berselaput 4. Dicroglossidae Fejervarya limnocharis Katak tegalan 5. Occidozyga sumatrana Bancet biasa, bancet perut kuning 6. Ranidae Chalcorana chalconota Kongkang kolam 7. Rhacophoridae Polypedates leucomystax Katak pohon bergaris Jenis-jenis amfibi yang dijumpai selama penelitian ini kesemuanya merupakan anggota ordo Anura (katak dan kodok). Berikut adalah jenis katak dan kodok yang dijumpai selama pelaksanaan penelitian: 36

32 Kodok buduk (Duttaphrynus melanostictus (Schneider, 1799)) Kodok atau bangkong dengan postur tubuh gem bung, tubuh ber ukuran sedang, corak warna gelap, pada jantan terdapat corak kemerahan di kulit leher, kulit kasar berbintil, kepala berbentuk segitiga, moncong pendek, mata besar menonjol, memiliki pematang di kepala mulai dari preorbital, supraorbital, postorbital, hingga supratimpanum, memiliki kelenjar paratoid lonjong. Tung kai (kodok buduk) (dok. Tim Penelitian Gianyar, Gambar 26. Duttaphrynus melanostictus relatif pendek yang berfungsi untuk 2015) pergerakan hopping, memiliki nuptial pad dan discus, serta terdapat web di tungkai belakang setengah bagian. Katak ini umumnya dijumpai di daerah permukiman warga (disturbed area) (Iskandar, 1998). Kodok puru hutan (Ingerophrynus biporcatus (Gravenhorst, 1829)) Kodok atau bangkong dengan postur tubuh membulat, corak warna cokelat kemerahan, pada jantan kulit leher biasanya kemerahan, kulit kasar berbintil. Kepala berbentuk segitiga, memiliki kelenjar paratoid oval kecil-kecil berbaris ke arah caudal, dan memiliki sepasang pematang berbentuk bulan sabit di supraparietal. Tungkai relatif pendek untuk hopping. Tungkai belakang terdapat selaput 1/2 bagian. Memiliki discus berbentuk seperti gada, memiliki nuptial pad. Tidak punya geligi. Kodok jenis ini Gambar 27. Ingerophrynus biporcatus (kodok puru hutan) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) 37

33 biasanya dijumpai di hutan primer dan sekunder, termasuk di permukiman warga (Iskandar, 1998). Percil berselaput (Microhyla palmipes (Boulenger, 1897)) Gambar 28. Microhyla palmipes (percil berselaput) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Katak berukuran kecil, dengan ukuran kepala dan mulut kecil. Kulit pada tubuh halus tanpa bintil, warna tubuh kecokelatan dengan pola kepala anak panah ganda dibagian punggung. Jari-jari tungkai depan dan belakang pada bagian ujungnya membesar dengan lekuk sirkum marginal. Pada setiap sela jari-jari tungkai belakang terdapat selaput renang dengan ukuran 2/3 atau 3/4 jari. Katak ini sering dijumpai di sekitar rawa yang basah dengan ketinggian hingga m, atau di rerumputan sekitar rawa tersebut (Iskandar, 1998). Katak tegalan (Fejervarya limnocharis (Gravenhorst, 1829)) Katak dengan postur tubuh ramping, corak warna dorsal cokelat gelap, bagian lateral berwarna putih. Kulit halus tidak berbintil, terdapat pola garis di bagian dorsal. Kepala runcing segitiga, mata menonjol. Bibir bawah (labium inferior) berwarna putih dengan bercak cokelat Gambar 29. Fejervarya limnocharis gelap, bibir atas (labium superior) berwarna (katak tegalan) (dok. Tim Penelitian cokelat dengan bercak cokelat gelap, Gianyar, 2015) memiliki geligi. Tungkai belakang terdapat selaput 3/4 bagian, pada ujung jari tidak memiliki discus, memiliki nuptial pad. Katak jenis ini umumnya dijumpai di area persawahan (Iskandar, 1998). 38

34 Bancet biasa/bancet perut kuning (Occidozyga sumatrana (Peters, 1877)) Katak berukuran kecil dengan kepala yang kecil pula. Tungkai berselaput penuh dengan adanya pelebaran piringan pada ujung jari (digital disc). Bagian tubuh kulit sedikit bertuberkula dengan tanpa adanya lipatan pada tubuh, kecuali pada li pat an supratimpanum. Timpanum ter sembunyi. Corak warna kecokelatan hing ga keabu-abuan di sisi dorsal maupun ventral, gular kehitaman khu susnya pada jantan. Katak ini biasa dijumpai di sungai maupun di genangan air dalam hutan (Iskandar, 1998). Gambar 30. Occidozyga sumatrana (bancet biasa) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Kongkang kolam (Chalcorana chalconota (Schlegel, 1837)) Katak air dengan ukuran tubuh medium. Pada bagian kepala dengan timpanum cokelat tua. Tungkai belakang panjang dan ramping dengan selaput penuh. Pada bagian tubuh, kulit kesat bergranular. Pada jantan kulit tertutupi tuberkula. Corak warna cokelat kekuningan, gular tertutupi dengan garis longitudinal yang jelas. Katak jenis ini biasa dijumpai di daerah ber ve getasi dengan air di sekitarnya. Ka dang juga dapat ditemukan di daerah permukiman warga dengan air di sekitarnya (Iskandar, 1998). Gambar 31. Chalcorana chalconota (kongkang kolam) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) 39

35 Gambar 32. Polypedates leucomystax (katak pohon bergaris) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829)) Katak dengan postur tubuh ramping, corak warna cokelat, pada tungkai belakang terdapat corak garis-garis tebal (band) kehitaman. Mata menonjol dan terdapat lingkaran emas. Memiliki lipatan supratimpanum. Moncong segitiga, tidak terlalu runcing. Tungkai depan pendek, tidak berselaput, sedangkan tungkai belakang panjang, terdapat selaput 3/4 bagian, memiliki discus dan nuptial pad. Pelvic girdle sangat menonjol. Katak ini umumnya dijumpai di area bervegetasi rendah. Kadang juga banyak ditemukan di area permukiman warga (Iskandar, 1998). Pada bagian hulu DAS Pakerisan, pengamatan dilakukan juga di hutan Pura Tegeh. Hutan tersebut kami asumsikan sebagai daerah reservoir air sebagai sumber mata air Sungai Pakerisan. Pada Hulu Sungai Pakerisan, total dijumpai 7 jenis amfibi (kesemuanya dari ordo Anura). Secara umum, anura yang didapatkan adalah kelompok kodok dan katak. Kelompok kodok didapatkan dua jenis yang berasal dari familia Bufonidae, yaitu: Duttaphrynus melanostictus dan Ingerophrynus biporcatus. Kelompok katak didapatkan lima jenis dari empat familia (Tabel 4). Dua jenis kodok dari familia Bufonidae merupakan kodok yang mampu hidup di hampir setiap tipe habitat. Kodok tersebut memiliki kelenjar parotoid (racun) yang membantunya untuk beradaptasi dan hidup di berbagai tipe habitat. Kedua kodok tersebut, terutama jenis Duttaphrynus melanostictus adalah kodok yang mampu hidup di dekat/ sekitar wilayah aktivitas manusia (daerah terganggu). Sedangkan kodok jenis Ingerophrynus bipocartus memiliki habitat spesifik di hutan primer dan sekunder. Kedua jenis kodok ini dapat memberikan informasi bahwa kondisi hulu Sungai Pakerisan masih cukup lebat walaupun sudah banyak dikunjungi/menjadi aktivitas manusia. 40

36 Lima jenis katak dijumpai selama penelitian ini. Katak jenis Microhyla palmipes menyukai habitat berupa rawa yang basah dan rerumputan di sekitar rawa maupun perairan yang tenang. Katak Fejervarya limnocharis menyukai habitat perairan di dekat/sekitar persawahan. Katak Occidozyga sumatrana umumnya dijumpai di sungai dengan arus tenang dan jernih maupun genangan air dalam hutan. Katak Chalcorana chalconota umumnya menyukai daerah bervegetasi dengan air di sekitarnya dan terkadang di daerah permukiman warga dengan air di sekitarnya. Kemudian katak jenis Polypedates leucomystax adalah katak pohon yang menyukai habitat dengan vegetasi rendah dengan air di sekitarnya. Kelima jenis katak ini dapat memberikan gambaran bahwa DAS Pakerisan memiliki air yang jernih dengan vegetasi riparian yang lebat dan cenderung masih asri. Pada bagian hilir DAS Pakerisan, total dijumpai 2 jenis amfibi (kesemuanya dari ordo Anura). Secara umum, anura yang didapatkan adalah kelompok kodok dan katak. Kelompok kodok didapatkan satu jenis yang berasal dari familia Bufonidae, yaitu: Duttaphrynus melanostictus. Sedangkan kelompok katak juga didapatkan satu jenis yaitu Fejervarya limnocharis (Tabel 4). Sedikitnya jumlah kodok dan katak yang dijumpai, menandakan bahwa area di sekitar aliran sungai sudah sangat terganggu, artinya banyak sekali aktivitas manusia yang dilakukan di sekitar sungai. Berbagai jenis katak umumnya tidak dapat menempati area dengan aktivitas manusia yang sangat tinggi. Katak jenis Fejervarya limnocharis menunjukkan bahwa area di tepian atau sekitar hilir sungai sudah menjadi area persawahan. b. Kadal dan Ular (Reptil) Reptil adalah kelompok hewan bertulang belakang, dengan ciri utama: kulit terluar mengalami penandukan menjadi sisik atau penulangan menjadi tempurung, serta telur reptil dengan cangkang luar yang keras. Sisik dan cangkang telur pada reptil merupakan mekanisme adaptasi di darat terutama untuk melindungi diri dari dehidrasi. Reptil adalah hewan eksotermis, yaitu hewan yang memerlukan bantuan panas/kalor dari lingkungan untuk membantu proses metabolisme tubuhnya. Kondisi eksotermis menjadi salah satu faktor hewan ini sukses beradaptasi di 41

37 berbagai habitat. Secara umum reptil dapat menempati sebagian besar tipe habitat kecuali wilayah kutub. Reptil dapat hidup di habitat yang ekstrem seperti di laut yang diwakili oleh semua spesies penyu, satu spesies buaya dan spesies ular laut. Sedangkan di wilayah gurun reptil diwakili oleh beberapa jenis kadal (subordo Lacertilia) dan ular (subordo Serpentes) (Cogger & Zweifel, 2003; Pough et al., 1998; Zug, 1993). Hewan yang digolongkan ke dalam kelas Reptilia adalah buaya (ordo Crocodylia), kura-kura dan penyu (ordo Testudinata) dan ular serta kadal (ordo Squamata). Anggota ordo Crocodylia adalah aligator, buaya, senyulong dan gavial; anggota ordo Testudinata adalah kelompok kura-kura, penyu dan kura-kura tempurung lunak; sedangkan anggota ordo Squamata adalah kelompok ular dan kadal. Secara taksonomi, ordo Squamata dibagi menjadi 2 sub-kelompok (Subordo) yaitu Lacertilia dan Serpentes. Lacertilia adalah semua jenis kadal dan Serpentes yaitu segala jenis ular (De Rooij, 1915 & 1917; Pough et al., 1998; Zug, 1993). Selama pelaksanaan penelitian flora dan fauna di sepanjang DAS Pakerisan, Kabupaten Gianyar tahun 2015 tim mendapatkan beberapa spesies reptil. Data yang didapat berupa keanekaragaman jenis, sebaran dan habitat reptil di DAS Pakerisan. Informasi tersebut berguna untuk mengetahui jenis-jenis reptil yang dijumpai di sekitar DAS Pakerisan sebagai data awal Pemerintah Kabupaten Gianyar, kemudian dapat berperan sebagai awal mula bentuk monitoring keberadaan suatu spesies, serta juga dapat berfungsi sebagai panduan pengenalan jenis hewan yang memiliki habitat di wilayah Kabupaten Gianyar. Tim flora dan fauna DAS Pakerisan berhasil mencatat beberapa jenis reptil, dengan sebaran dan keunikan beberapa jenis yang ditemui selama pelaksanaan penelitian. Hasil penelitian memperoleh 10 jenis kadal (subordo Lacertilia) dan 3 jenis ular (subordo Serpentes). Berikut daftar jenis hewan anggota kelas Reptilia di DAS Pakerisan: 42

38 Tabel 4. Daftar jenis reptil (kadal) yang dijumpai di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali No. Suku/ Familia Nama Ilmiah Nama Indonesia/ Lokal Sungai Pakerisan Hulu Hilir 1. Agamidae Bronchocela jubata Kadal pohon 2. Draco volans Cicak terbang/ dangap dangap 3. Gekkonidae Cosymbotus platyurus Cicak rumah 4. Gehyra mutilata Cicak rumah 5. Hemidactylus frenatus Cicak rumah 6. Cyrtodactylus sp. Cicak batu 7. Gekko gecko Tokek rumah 8. Scincidae Dasia olivacea Kadal pohon hijau 9. Eutropis multifasciata Kadal kebun/lasan 10. Varanidae Varanus salvator Biawak air Tabel 5. Daftar jenis reptil (ular) yang dijumpai di DAS Pakerisan, Gianyar, Bali Sungai Suku/ Nama Indonesia/ No. Nama Ilmiah Pakerisan Familia Lokal Hulu Hilir 1. Colubridae Ahaetulla prasina Ular pucuk 2. Dendrelaphis pictus Ular tampar Jawa 3. Ptyas korros Ular kayu Hewan reptil yang dijumpai selama penelitian ini merupakan anggota ordo Squamata, yaitu kelompok kadal (subordo Lacertilia) dan ular (subordo Serpentes). Berikut adalah jenis kadal yang dijumpai selama pelaksanaan penelitian: Kadal pohon (Bronchocela jubata (Duméril & Bibron, 1837)) Kadal pohon berukuran sedang dengan panjang tubuh rata-rata (SVL) 130 mm. Kadal ini memiliki ekor tipis dan panjang dengan tungkai yang ramping. Umumnya berwarna hijau. Memiliki nuchal crest yang mencolok, memiliki semacam kantung di tenggorokan. Bagian dorsal memiliki sisik 43

39 Gambar 33. Bronchocela jubata (kadal pohon) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) berbentuk spina (McKay, 2006). Sisik ventral lebar daripada laterodorsal; hanya sisik pada baris akhir dari dorsal crest meruncing ke atas; timpanum lebar setengah atau lebih dari ukuran diameter orbit. Sembilan atau sepuluh sisik labial atas dan delapan sisik labial bawah; kantung gular dengan sisik besar berlunas; nuchal crest lebar dengan durinya falciform mengarah ke bela kang; tubuh pipih latero-lateral; sisik ventral paling lebar dan sangat berlunas; ekor sangat panjang, membulat sedikit pipih pada pangkal ekor; kaki panjang, kaki belakang hampir menyentuh nostril; jari-jari panjang, jari ke-3 dan ke-4 sama panjang, jari ke-5 lebih pendek dari jari ke-3 (De Rooij, 1915). Sering dijumpai di sekitar permukiman masyarakat, dijumpai juga pada hutan primer maupun sekunder dengan ketinggian m dpl. Tersebar dari Sumatra, Jawa, dan Bali (Kurniati, 2003). Cicak terbang/dangap-dangap (Draco volans Linnaeus, 1758) Gambar 34. Cicak terbang/dangap dangap (Draco volans) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Kadal kecil peluncur dengan membran untuk meluncur pada sisi lateral tubuh. Kepala kecil, tympanum terbuka dan berukuran lebih kecil dari mata. Nostril terbuka pada sisi lateral, kantung leher tertutup sisik-sisik kecil dan kantung leher lebih panjang dari kepala. Jantan mempunyai nuchal crest pendek. Warna tubuh bagian atas biasanya abu-abu pucat atau cokelat, dengan bulatan gelap yang 44

40 kadang membentuk lingkaran samar pada tungkai dan ekor. Terdapat bercak-bercak hitam di belakang kepala dan leher. Warna perut keputihan. Permukaan atas dari membran luncur umumnya berupa kombinasi warna kuning, oranye, merah, biru, hijau, abu-abu, cokelat atau hitam. Kadal ini sering dijumpai di pepohonan tinggi di sekitar daerah persawahan, ladang, hutan-hutan dan di lingkungan urban (De Rooij, 1915; McKay, 2006). Cicak rumah (Hemidactylus platyurus (Schneider, 1792)) Cicak rumah dengan ciri tubuh ramping memipih dorso-ventral, dengan jumbai kecil pada kulit di sisi tubuh dan bagian belakang dari tungkai belakang. Kulit halus dengan sedikit granula kecil. Bagian punggung berwarna abu-abu pudar dan ada garis abu-abu gelap di antara mata dan punggung. Ekor memipih dengan tepian berigi. Biasa dijumpai di sekitar rumah penduduk tetapi juga umum dijumpai di dalam hutan. Gambar 35. Cicak rumah (Hemidactylus platyurus) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Cicak rumah (Gehyra mutilata (Wiegmann, 1834)) Cicak rumah dengan ukuran tubuh jantan dewasa panjang SVL 4,2 cm. Kepala lebih panjang daripada lebar tubuhnya. Lubang telinga sedang atau lebar, semioval. Sisik labial atas 8 11 dan labial bawah 6 9. Dorsal dan tenggorokan tertutup oleh sisik granuler kecil, lebih lebar dan pipih di bagian punggung. Sisik ventral luas dan tumpang tindih. Ekor gilig tebal meruncing, tertutup oleh sisik pipih. Ventral dengan sisik pipih yang luas, memanjang di bagian tengah. Warna dorsal keabu-abuan, cokelat muda hingga cokelat tua atau bervariasi dengan cokelat lebih tua. Kadangkadang dengan bintik putih di bagian punggung. Bagian ventral berwarna putih kotor. Jantan dewasa dengan femoral pores berjumlah buah di tiap tungkai belakang. Ibu jari mereduksi tanpa cakar (De Rooij, 45

41 1917). Sering ditemukan di sekitar permukiman warga, berada di tembok rumah, atap rumah, ditemukan juga pada ketinggian mencapai m dpl. Tersebar dari India, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik (Kurniati, 2003). Gambar 36. Cicak rumah (Gehyra mutilata) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Cicak rumah (Hemidactylus frenatus (Duméril & Bibron, 1836)) Cicak dengan panjang SVL individu dewasa berkisar antara 4,18 5,66 cm. Kepala lebih panjang daripada jarak mata hingga lubang telinga. Lubang telinga kecil, membulat. Kepala tertutup sisik granuler yang melebar di bagian moncong. Rostral kuadranguler, berbatasan langsung dengan nostril. Sisik labial atas buah dan labial bawah 8 10 buah. Sisik mental triangular atau pentagonal berjumlah dua hingga tiga pasang. Tubuh bagian dorsal tertutup sisik granuler kecil berukuran lebih kecil dari lubang telinga. Sisik ventral sikloid tumpang tindih. Bagian ventral ekor tertutup sisik transversal. Jari memipih dengan pelebaran bagian ujung yang terdiri atas beberapa lamela. Cakar melekat di ba gian tengah jari. Warna Gambar 37. Cicak rumah (Hemidactylus frenatus) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) tubuh bagian dorsal cokelat ke merahan (pink), kadang dengan beberapa corak gelap. Bagian kepala terdapat corak cokelat gelap memanjang dari bagian lateral hingga tubuh. Bagian ventral lebih pucat dengan titik cokelat di bagian sisiknya (De Rooij, 46

42 1917). Sering ditemukan di sekitar permukiman warga, berada di tembok rumah, atap rumah, ditemukan juga pada ketinggian mencapai m dpl. Ter sebar hingga ke seluruh Indonesia, Asia Tenggara, Indo-Australia (Kurniati, 2003). Cicak batu (Cyrtodactylus sp. (Müller, 1895)) Cicak batu dengan ciri tubuh kekar, kepala lebar, moncong memanjang, per mukaan dorsal tubuh dengan sisik granular yang bercampur dengan tuberkula-tuberkula berlunas lemah. Sisik supralabial berjumlah 9 10 buah, sisik infralabials berjumlah 8 9 buah. Tubuh bagian dorsal berwarna cokelat keabu-abuan atau cokelat merah muda dengan bintik-bintik cokelat kehitaman yang mungkin membentuk garis transversal badan. Ekor bergaris hitam, perut Gambar 38. Cicak batu (Cyrtodactylus sp) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) ber warna krim atau cokelat. Cicak jenis ini sering dijumpai di bebatuan dan tanah vertikal di sekitar hutan-hutan sub-pegunungan, serta beraktivitas di malam hari (nokturnal) di antara pepohonan. Tokek rumah (Gekko gecko (Linnaeus, 1758)) Tokek dengan panjang SVL 11,35 16,2 cm. Kepala lebar, sebanding dengan dua kali jarak moncong hingga ke mata dan mata ke lubang telinga. Moncong triangular, tumpul, lebih panjang daripada diameter mata. Lubang telinga kecil, oblique, diameter vertikal setengah dari diameter mata. Kepala tertutup sisik poligonal. Bagian rostral lebar, dengan lebar dua kali tingginya. Nostril dibatasi oleh lima hingga enam sisik nasal. Bagian mental terdapat sisik yang lebih kecil daripada sisik labial, seragam dan berjumlah 4 hingga 5 pasang. Bagian dorsal dengan sisik kasar yang pipih dan biasanya terdapat 12 sisik granuler besar di sepanjang bagian dorsal. Sisik ventral pipih melebar dan tumpang tindih. Ekor silindris, 47

43 Gambar 39. Tokek rumah (Gekko gecko) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) ketinggian m dpl. Tersebar di seluruh wilayah Asia bagian timur (Cox et al., 1998). meruncing dengan pola cincin tertutup sisik granular halus. Tiap cincin terdapat 5-6 baris sisik di bagian dorsal dan 3 di ventral. Sedangkan bagian dorsal terdapat sisik yang lebih kasar sebanyak 6 buah secara longitudinal. Tungkai dengan lamela yang menyatu (tanpa pemisah) di tiap jarinya. Warna biasanya dengan dasar abuabu dengan corak terang dari oranye sampai merah. Ekor dengan pola cincin. Ekor baru dengan warna abuabu polos tanpa corak cincin. Bagian ventral lebih terang, biasanya abuabu muda (De Rooij, 1917). Dijumpai pada hutan hujan tropis mencapai Kadal pohon hijau (Dasia olivacea (Gray, 1839)) Kadal pohon dengan ciri: pada bagian kepala berwarna hijau pucat dan dengan bintik-bintik hitam, moncong runcing dan mata berukuran sedang. Pada bagian tubuh dengan sisik tampak berlunas halus, kemudian pada bagian permukaan dorsal badan berwarna pucat hingga cokelat muda, dengan banyak garis tebal hitam dan putih. Badan bagian ventral berwarna hijau pucat. Kadal pohon ini umumnya dijumpai di pepohonan dataran rendah hingga tepi pantai, daerah perkebunan, taman-taman dengan pepohonan tinggi Gambar 40. Kadal pohon hijau (Dasia olivacea) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) dan pepohonan kelapa. 48

44 Kadal kebun/lasan (Eutropis multifasciata (Kuhl, 1820)) Kadal berukuran sedang dengan tubuh yang kokoh dan mengkilap. Tiap sisik tubuh sebelah atas mempunyai tiga lunas yang menyolok dan sisik terbesarnya bisa mempunyai dua lunas lagi. Warna tubuh dan pola warnanya bermacam-macam. Sering kali berwarna kecokelatan, dengan atau tanpa strip berwarna gelap di punggung, sisinya berwarna lebih tua dan bertotol-totol putih atau ada hamparan warna kuning, jingga atau merah. Panjang dari moncong ke anus sekitar 100 mm SVL. Sedangkan untuk Total Length (TL) bisa mencapai mm. Moncong pendek dan tumpul, kelopak mata bawah bersisik; lubang telinga luar bulat, lebar dan berukuran setengah dari diameter mata; nostril di bagian posterior nasal; supranasal ada dan sering membentuk sutura; empat sisik supraocular yang kedua paling besar; lima atau enam sisik supraciliary yang kedua kecil; sisik frontoparietal lebih besar dari sisik interparietal; sisik tengah tubuh memutar berjumlah sisik; kaki belakang tidak sampai axilla; lamellae subdigital halus; sisik postanal ada (De Rooij, 1915; Mckay, 2006). Habitat kadal ini adalah hutan hujan dataran rendah, hutan Montana, hutan muson, savanna, daerah-daerah pesisir, tanah pertanian, kebunkebun dan lingkungan perkotaan. Tersebar dari Kepulauan Andaman dan Nikobar, Asia Tenggara, Cina Selatan termasuk Pulau Hainan dan Indonesia (Mckay, 2006). Gambar 41. Kadal kebun/lasan (Eutropis multifasciata) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) 49

45 Gambar 42. Biawak air (Varanus salvator) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Biawak air (Varanus salvator (Laurenti, 1768)) Kadal atau biawak air yang termasuk ke dalam familia Varanidae mempunyai ukuran panjang dari mulut hingga kloaka mencapai 104 cm, panjang total mencapai 320 cm. Hidung oval, sisik ventral berjumlah 85-95, sisik supraocular 4 8. Warna tubuh bagian dorsal cokelat atau hitam, terdapat bintik kuning pada bagian dorsal, bagian ventral tubuh berwarna kuning. Tidak memiliki seksual dimorfisme antara individu jantan dan betina. Umum dijumpai dalam hutan primer, hutan sekunder hingga ketinggian m dpl dan hutan mangrove, kadang juga dijumpai di sekitar permukiman warga yang tidak jauh dari perairan (Cox et al., 1998 ; Mistar, 2008). Berikut adalah jenis-jenis ular yang dijumpai selama pelaksanaan penelitian flora dan fauna DAS Pakerisan di Kabupaten Gianyar 2015: Ular pucuk (Ahaetulla prasina (Boie, 1827)) Karakter morfologi: Moncong tajam menjorok ke depan lebih dari dua kali panjang mata. Internasal biasanya bersentuhan dengan labial, satu hingga empat loreal kecil di baris di antara praefrontal dan labial. Frontal sepanjang atau sedikit lebih panjang dari jaraknya hingga ujung moncong, dan lebih panjang dari parietal. Praeokular satu bersentuhan 50

46 Gambar 43. Ular pucuk (Ahaetulla prasina) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) dengan frontal, dua postokular, temporal 2+2 atau 3+3. Sembilan labial atas, sisik keempat hingga keenam menyentuh mata. Empat labial bawah bersentuhan dengan chin shield anterior. Sisik tubuh 15 baris, biasanya di daerah sacrum berlunas, ventral Panjang kepala dan tubuh mencapai mm, ekor 600 mm (De Rooij, 1917). Biasa ditemukan di pohon tepian sungai hingga river bank, dengan ketinggian mencapai 5 m dari titik ketinggian air sungai. Ular tampar Jawa (Dendrelaphis pictus (Bourret, 1935)) Karakter morfologi: Gigi maksila 23 hingga 26, panjang mata sepanjang jarak mata ke nostril. Rostral lebih lebar daripada tingginya dan dapat dilihat dari dorsal. Internasal sepanjang atau lebih pendek sedikit dari prefrontal. Frontal sepanjang jaraknya dari rostral atau ujung dari moncong, lebih pendek dari parietal. Loreal panjang, satu pre- dan dua postokular. Temporal 2+2, 1+1 atau 1+2. Tujuh hingga sembilan labial atas, sisik kelima dan ke enam atau keempat hingga keenam menyentuh mata. Empat atau lima labial bawah menyentuh dengan chin shield anterior yang semakin ke posterior semakin pendek. Sisik 15 baris, vertebral sama besar dengan sisik yang bersusun memanjang di dorsal vertebra. Ventral 151 hingga 204. Anal membelah, subcaudal 103 hingga 174. Panjang kepala dan tubuh 740 mm, dan ekor 440 mm (De Rooij, 1917). Biasa ditemukan 51

47 Gambar 44. Ular tampar Jawa (Dendrelaphis pictus) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) di pohon tepian sungai hingga river bank, dengan ketinggian mencapai 5 m dari titik ketinggian air sungai. Ular kayu (Ptyas korros (Schlegel, 1837)) Gambar 45. Ular kayu (Ptyas korros) (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Karakter morfologi: Mon cong tumpul (sudut di antara 90 o 180 o ), mata sangat besar. Rostral terlihat dari dorsal, internasal lebih kecil daripada prefrontal. Panjang frontal sepanjang jaraknya dari ujung moncong atau lebih panjang lagi, sepanjang parietal. Terdapat dua atau tiga loreal, preokular besar, kadang menyentuh frontal, terdapat subokular kecil di bawahnya. Dua postokular, temporal 2+2, delapan labial 52

48 atas, keempat dan kelima bersentuh dengan mata. Lima labial bawah bersentuh dengan chin shield anterior. Sisik licin atau sedikit berlunas di bagian posterior tubuh. Sisik tubuh 15 baris, ventral , anal berbelah, subcaudal Spesimen juvenil memiliki corak transversal putih atau kuning. Panjang kepala dan tubuh mencapai mm, ekor 700 mm (De Rooij, 1917). Biasa ditemukan di pohon tepian sungai hingga river bank, dengan ketinggian mencapai 5 m dari titik ketinggian air sungai. Pada bagian hulu DAS Pakerisan, sampling kita lakukan juga di hutan Pura Tegeh. Hutan tersebut kami asumsikan sebagai daerah reservoir air sebagai sumber mata air Sungai Pakerisan. Pada hulu Sungai Pakerisan, total dijumpai 9 jenis kadal (subordo Lacertilia) dan 2 jenis ular (subordo Serpentes). Dari kelompok kadal yang didapatkan adalah kadal pohon, cicak, kadal kebun dan biawak. Kelompok kadal pohon dengan dua jenis yaitu: Bronchocela jubata dan Draco volans. Kelompok cicak dengan lima jenis, kelompok kadal pohon dengan dua jenis (Tabel 4). Dari kelompok ular, didapatkan dua jenis ular yaitu: Dendrelaphis pictus dan Ptyas korros, kesemuanya merupakan ular pohon (Tabel 5). Kadal pohon jenis Bronchocela jubata, Draco volans dan Dasia olivacea sering dijumpai di pepohonan tinggi di sekitar daerah persawahan, ladang, hutan-hutan dan di lingkungan urban, di dekat dan sepanjang sungai, serta tidak jarang dijumpai di hutan primer dan sekunder. Kedua jenis kadal ini menggambarkan area di sekitar DAS Pakerisan masih memiliki vegetasi riparian berupa pepohonan yang tinggi dan lebat sehingga dapat dikatakan masih cukup alami terutama di daerah hulu. Sedangkan kelompok cicak didapatkan 5 jenis, hal ini juga mendukung penggambaran deskripsi tepian DAS Pakerisan dengan pepohonan tinggi dan lebat. Ular jenis Dendrelaphis pictus dan Ptyas korros: adalah dua jenis ular pohon. Mereka sering dijumpai berada di pucuk batang dan cabang-cabang pohon vegetasi riparian. Banyaknya kedua jenis ini yang dijumpai selama penelitian di sepanjang sungai, juga menandakan bahwa vegetasi riparian cukup lebat dan rimbun. Ular Ptyas korros sering dijumpai di pepohonan vegetasi riparian dengan tipe tumbuhan seperti bambu, maupun semak dan herba yang sangat rimbun. 53

49 Pada bagian Hilir DAS Pakerisan, total dijumpai 5 jenis reptil dari kelompok kadal (subordo Lacertila dan reptil kelompok ular didapatkan dua jenis yang berasal dari familia Colubridae, yaitu: Ahaetulla prasina dan Dendrelaphis pictus. Kelompok kadal yang dijumpai adalah satu jenis kadal pohon yaitu Draco volans, kadal ini menggambarkan area dengan pepohonan tinggi menjulang, sedangkan kelompok cicak dijumpai tiga jenis yaitu Hemidactylus frenatus, Cyrtodactylus fumosus dan Gekko gecko. Cicak jenis Hemidactylus frenatus dan Gekko gecko adalah dua jenis cicak yang mampu beradaptasi dengan kehidupan/aktivitas manusia, jadi kedua cicak ini menandakan area tersebut sudah cukup padat oleh manusia. Sedangkan cicak batu Cyrtodactylus fumosus menandakan bahwa area di tepian Sungai Pakerisan cukup berbatu dan vertikal. Di hilir sungai juga dijumpai biawak air Varanus salvator, hal tersebut menandakan bahwa badan air cukup dalam dan lebar, tepian sungai berbatu dan vertikal, dengan semak dan herba yang cukup lebat, selain itu ada banyak ikan yang hidup di dalamnya. Kelompok ular yang dijumpai yaitu Ahaetulla prasina dan Dendrelaphis pictus menggambarkan bahwa ada cukup vegetasi riparian di hilir sungai. Burung (Avifauna) Indonesia memiliki keanekaragaman jenis burung tertinggi keempat di dunia, setelah Columbia, Peru dan Brazil. Berdasar data UNEP- WCMC (World Conservation Monitoring Centre of the United Nations Environment Programme) 2004, sebanyak jenis burung terdapat di Indonesia (Mongabay.com, 2015). Di alam, burung menghuni berbagai tipe habitat dan relung ekologi. Misalnya, dalam stratifikasi profil hutan, burung menghuni mulai dari bagian paling atas tajuk pepohonan, tajuk utama, tajuk pertengahan, tajuk bawah, sampai semak dan lantai hutan (Wisnubudi, 2009). Secara ekologis, burung berperan sebagai polinator, pemencar biji tumbuhan, pengendali hama, dan bio-indikator. Beberapa jenis burung juga berperan sebagai spesies kunci, karena kehadirannya dalam ekosistem dapat memengaruhi kehadiran spesies lain. Contohnya, burung pelatuk 54

50 menyediakan lubang pohon yang bisa digunakan oleh spesies yang lain (Endangered Species International, 2009; Widodo, 2013). Sungai Pakerisan merupakan salah satu penyedia sumber air yang potensial bagi Kabupaten Gianyar. Sungai sepanjang 34,5 km ini memiliki hulu di Kabupaten Bangli dan hilir di Pantai Lebih. Sempadan sungai di bagian hulu berupa kawasan berhutan, tegalan, sawah, dan tebing yang berbatasan dengan jalan raya. Sedangkan di bagian hilir berupa riparian, tegalan, sawah, serta kawasan permukiman dan wisata. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 6 Agustus 2015, tercatat sebanyak 48 spesies burung di sepanjang DAS Pakerisan (lihat Tabel 6). Grafik pertambahan jenis burung mengindikasikan jika lokasi dan lamanya waktu pengamatan ditambah, maka penjumpaan jenis juga akan bertambah. Ini disebabkan karena singkatnya waktu pengamatan dan pengamatan hanya dilakukan pada musim kemarau saja. Gambar 46. Hubungan lama waktu pengamatan dengan pertambahan jumlah spesies burung di sepanjang Sungai Pakerisan Faktor dominan yang memengaruhi keanekaragaman burung di DAS Pakerisan adalah tipe habitat dan ketersediaan air. Tipe habitat berkaitan dengan kondisi vegetasi, kualitas mikrohabitat dan daya dukung habitat tersebut. Habitat alami, seperti sempadan sungai yang berhutan, memiliki 55

51 vegetasi yang heterogen sehingga memiliki mikrohabitat yang bervariasi, dan memungkinkan semakin banyak jenis burung yang dapat hidup di dalamnya. Sedangkan habitat yang dikonversi, seperti permukiman, sawah dan tegalan, umumnya memiliki tipe vegetasi yang cenderung homogen dan berupa daerah terbuka. Namun, cukup banyak jenis burung yang mampu beradaptasi dan berasosiasi dengan habitat yang dikonversi. Perairan juga dimanfaatkan oleh berbagai jenis burung. Selain sebagai tempat hidup, habitat perairan juga menyediakan sumber makanan dan tempat berkembang biak. Kondisi perairan yang sehat tentunya akan memberikan daya dukung yang lebih baik bagi kehidupan berbagai jenis burung. Terdapat perbedaan jenis burung yang menghuni bagian hulu dan hilir DAS Pakerisan. Dari 48 jenis burung, 16 jenis di antaranya hanya dijumpai di hulu, 16 jenis lainnya hanya dijumpai di hilir, dan 16 jenis lain dijumpai baik di hulu maupun hilir. Kelompok burung yang banyak dijumpai di bagian hulu adalah Columbidae, Cuculidae, dan Dicadeidae. Sedangkan kelompok burung yang banyak dijumpai di hilir adalah Alcedinidae dan Ardeidae. Gambar 47. Jumlah spesies burung yang dijumpai di hulu dan hilir Sungai Pakerisan Tabel 7 merupakan data status perlindungan spesies burung yang ada di DAS Pakerisan. Dari 48 spesies burung yang tercatat, 11 spesies di antaranya dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Terdapat 4 spesies dijumpai di hulu dan 10 spesies dijumpai di hilir. Sebelas jenis tersebut berasal dari familia Alcedinidae, Ardeidae, Nectariniidae dan Sternidae. Jenis-jenis burung yang tidak dilindungi bukan berarti 56

52 tidak mempunyai nilai konservasi atau nilai penting di dalam ekosistem. Status jenis-jenis tersebut belum dievaluasi atau telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun dalam status konservasi. Hal ini mungkin teerjadi karena data dari spesies yang bersangkutan masih kurang sehingga tidak bisa diduga risiko kepunahannya, dan perlu segera ditinjau sebaran serta populasinya. Tabel 6. Keanekaragaman jenis burung di Sungai Pakerisan, 30 Juli 6 Agustus 2015 No. Suku/ Familia Nama Ilmiah Nama Indonesia Sungai Pakerisan Hulu Hilir 1 Aegithinidae Aegithinia tiphia Cipoh kacat 2 Alcedinidae Alcedo meninting Raja-udang meninting 3 Halcyon cyanosentris Cekakak Jawa 4 Todirhampus chloris Cekakak sungai 5 Apodidae Apus affinis Kapinis rumah 6 Collocalia esculenta Walet sapi 7 Ardeidae Ardea sumatrana Cangak laut 8 Ardeola speciosa Blekok sawah 9 Bubulcus ibis Kentul kerbau 10 Egretta alba Kuntul besar 11 Egretta garzetta Kuntul kecil 12 Egretta sacra Kuntul karang 13 Artamidae Artamus leucorhynchus Kekep babi 14 Columbidae Chalophaps indica Delimukan zamrud 15 Ptilinopus melanopsila Walik kembang 16 Streptopilia bitorquata Dederuk Jawa 17 Streptopilia chinensis Tekukur biasa 18 Cuculidae Cacomantis merulinus Wiwik kelabu 46 Centropus sinensis Bubut besar 19 Chrysococcyx basalis Kedasi Australia 20 Cuculus sepulcralis Wiwik uncuing 57

53 No. Suku/ Familia Nama Ilmiah Nama Indonesia Sungai Pakerisan Hulu Hilir 21 Eudynamys scolopacea Tuwur Asia 22 Surniculus lugubris Kedasi hitam 23 Dicaeidae Dicaum trigonostigma Cabai bunga api 24 Dicaum trochileum Cabai Jawa 25 Hirundinidae Hirundo tahitica Layang-layang batu 26 Laniidae Lanius schach Bentet kelabu 27 Nectariniidae Anthreptes malacensis Burung madu kelapa 28 Arachnothera longirostra Pijantung kecil 29 Nectarinia jugularis Burung madu sriganti 30 Picidae Dendrocopos macei Caladi ulam 31 Ploceidae Lonchura leucogastroides Bondol Jawa 32 Lonchura punctulata Bondol Peking 33 Passer montanus Burung gereja Erasia 34 Psittacidae Psittacula alexandri Betet biasa 35 Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang 36 Pycnonotus goiavier Merbah cerucuk 37 Scolopacidae Tringa glareola Trinil semak 38 Silviidae Cisticola juncidis Cici padi 39 Orthotomus cuculatus Cinenen gunung 40 Orthotomus sepium Cinenen Jawa 41 Prinia familiaris Prenjak Jawa 42 Sternidae Sterna hirundo Dara laut biasa 43 Sturnidae Aplonis payanensis Perling kumbang 44 Turdidae Copyscus saularis Kucica kampung 45 Turnicidae Amaurornis phoenicurus Kareo padi 46 Tytonidae Phodilus badius Serak bukit 47 Zosteropidae Zosterops palpebrosus Kacamata biasa Jumlah

54 Gambar 48. Burung-burung yang dijumpai di sepanjang Sungai Pakerisan (a) Pycnonotus aurigaster, (b) Eudynamys scolopacea, (c) Tringa glareola, (d) Streptopilia chinensis, (e) Phodilus badius, (f) Aegithina tiphia, (g) Dendrocopos macei, (h) Lonchura leucogastroides, (i) Chrysococcyx basalis (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Tabel 7. Jenis-jenis burung di DAS Pakerisan yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No Suku/ Familia Nama Ilmiah Nama Indonesia Sungai Pakerisan Hulu Hilir Status Konservasi PP RI No. 7 Tahun Alcedinidae Alcedo Raja-udang meninting meninting x 2 Halcyon cyanosentris Cekakak Jawa x 3 Todirhampus chloris Cekakak sungai x 4 Ardeidae Bubulcus ibis Kuntul kerbau x 59

55 No Suku/ Familia Nama Ilmiah Nama Indonesia Sungai Pakerisan Hulu Hilir Status Konservasi PP RI No. 7 Tahun Egretta alba Kuntul besar x 6 Ergetta garzetta Kuntul kecil x 7 Ergetta sacra Kuntul karang x 8 Nectariniidae Anthreptes Burung madu malacensis kelapa x 9 Arachnothera Pijantung kecil longirostra x 10 Nectarinia Burung madu jugularis sriganti x 11 Sternidae Sterna hirundo Dara laut biasa x Jumlah Sekilas mengenal Familia burung di DAS Pakerisan Familia Alcedinidae merupakan kelompok burung raja-udang. Sebagian jenisnya memangsa ikan, beberapa jenis lainnya memangsa sejumlah besar serangga. Kebanyakan jenisnya hidup di hutan atau daerah berhutan, dan selalu berada dekat dengan air. Salah satu jenis yang terdata adalah Todirhampus chloris. Familia Ardeidae merupakan kelompok burung bangau dan kuntul. Jenis-jenisnya merupakan pemburu andal yang hidup di air tawar dan wilayah pesisir. Umumnya akan menunggu mangsa di vegetasi sekitar perairan atau berdiri menunggu di perairan yang dangkal, ada pula yang berburu dengan membolak-balik lumpur. Salah satu jenis yang terdata adalah Ardeola speciosa. Familia Nectariniidae beranggotakan burung-burung pemakan madu yang umum dijumpai di kawasan berhutan. Kelompok burung pemakan madu berperan penting dalam proses regenerasi tumbuhan, yaitu membantu proses penyerbukan bunga. Salah satu jenis yang terdata adalah Nectarina jugularis. 60

56 Gambar 49. Beberapa spesies burung yang dilindungi dalam PP RI No. 7 Th 1999 (a) Egretta alba, (b) Todirhampus chloris, (c) Nectarinia jugularis, (d) Arachnothera longirostra (dok. Tim Penelitian Gianyar, 2015) Familia Sternidae merupakan salah satu kelompok dara laut. Jenisjenisnya hidup di habitat terbuka dan biasanya dijumpai di dekat laut, sungai dan lahan basah. Dara laut merupakan pemakan ikan, mampu terjun dan menyelam sejauh meter di bawah permukaan air untuk menangkap ikan. Jenis yang terdata adalah Sterna hirundo. Ancaman Alih fungsi sempadan sungai merupakan ancaman paling besar bagi kelestarian dan keanekaragaman jenis burung. Alih fungsi sempadan sungai menjadi areal persawahan, perladangan dan permukiman menyebabkan hilangnya habitat, berkurangnya sumber pakan, tempat berlindung dan bernaung serta tempat berkembang biak bagi burung. Selain bagi keberlangsungan hidup burung, secara ekologis sempadan sungai berfungsi sebagai kawasan penyangga antara ekosistem perairan dan ekosistem daratan. Tumbuh-tumbuhan yang ada di sempadan sungai berfungsi sebagai filter untuk menahan sedimen, nutrien dan zat pencemar lain agar tidak masuk mencemari sungai, juga berfungsi menahan erosi. 61

57 DAS Pakerisan juga menunjukkan daya dukung habitat yang sesuai terutama untuk kelompok burung (Avifauna). Secara umum, komposisi jenis burung di lokasi penelitian tidak berbeda dengan jenis-jenis yang ditemui di Pulau Jawa. Namun demikian, kondisi habitat yang masih cukup alami dan terjaga memberikan nilai lebih mengingat wilayah DAS Pakerisan merupakan daerah yang sangat penting bagi upacara keagamaan sekaligus lokasi wisata. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 6, satu jenis burung yaitu Psittacula alexandri memiliki status Near Threatened atau hampir terancam. Populasinya yang tidak cukup besar di alam akibat eksploitasi menjadikan jenis ini sebagai hewan peliharaan. Mamal (Mammalia) Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman mamalia tertinggi di dunia. Berdasarkan data UNEP-WCMC (World Conservation Monitoring Centre of the United Nations Environment Programme) 2004, tercatat sebanyak 667 jenis mamalia di Indonesia (Mongabay.com, 2015). Dalam ekosistem, mamalia berperan sebagai predator dan mangsa, karnivora, omnivora, dan herbivora, memodifikasi habitat (misalnya berang-berang yang membendung sungai atau populasi banteng yang yang merumput di padang rumput), dan juga berperan penting dalam penyebaran biji atau penyerbukan. Walaupun keragaman spesiesnya rendah, mamalia memiliki dampak besar terhadap keanekaragaman hayati secara keseluruhan (Reichholf, 1990 dalam Wund & Myers, 2005). Sungai Pakerisan merupakan salah satu sungai yang mengalir di Kabupaten Gianyar. Hulu sungai berada di Kabupaten Bangli, sedangkan hilir sungai berada di Pantai Lebih. Kawasan sempadan sungai berupa kawasan berhutan, belukar serta berupa kawasan yang dikonversi menjadi lahan pertanian, ladang dan permukiman. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 5 Agustus 2015, tercatat sebanyak 6 spesies mamalia di sepanjang DAS Pakerisan (lihat Tabel 8). Lima spesies teramati secara langsung dan 1 spesies, Paradoxurus hermaphroditus, merupakan informasi dari masyarakat. 62

58 Tabel 8. Keanekaragaman jenis mamalia di Sungai Pakerisan, 30 Juli 5 Agustus 2015 No Suku/Familia Spesies Nama Lokal/ Indonesia Sungai Pakerisan Hulu 1 Muridae Rattus sp. Tikus 2 Rattus tiomanicus Tikus malaya 3 Pteropodidae Cynopterus sp. Kelelawar buah 4 Sciuridae Callosciurus notatus Bajing kelapa 5 Tupaiidae Tupaia javanica Tupai kekes 6 Viverridae Hilir Paradoxurus Lubak, luwak hermaphroditus Jumlah 5 3 Lebih banyak jenis mamalia yang terdata di hulu dibandingkan dengan di hilir. Bagian hulu merupakan kawasan yang masih cukup alami dengan vegetasi yang heterogen, sehingga memungkinkan lebih banyak jenis mamalia untuk hidup di dalamnya. Sedangkan bagian hulu umumnya merupakan kawasan terganggu dan berupa daerah terbuka. Vegetasi di bagian sempadannya cenderung homogen, karena tersusun atas jenis tanaman kebun dan pertanian. Permukiman dan daerah pertanian tidak 7 Jumlah spesies Mamalia Hulu Pengamatan hari ke- Hilir Gambar 50. Hubungan lama waktu pengamatan dengan pertambahan jumlah spesies mamalia di Sungai Pakerisan 63

59 memberikan banyak mikrohabitat bagi mamalia untuk tinggal dan hidup di dalamnya. Grafik pertambahan jenis mamalia mengindikasikan tidak akan ada penambahan jenis jika pengamatan dilanjutkan di lokasi tersebut. Jumlah jenis kemungkinan akan bertambah jika lokasi pengamatan ditambah dan dilakukan pada musim yang berbeda. Sekilas mengenal Familia anggota Mamalia di DAS Pakerisan Familia Muridae merupakan kelompok tikus dan mencit. Beberapa jenisnya mengakibatkan kerusakan di bidang pertanian dan merupakan vektor sejumlah penyakit yang bisa menginfeksi manusia. Beberapa jenis berperan sebagai kontrol biologis bagi serangga yang membahayakan, menyebarkan jamur mikoriza dan menyebarkan benih tumbuhan (Myers, 2001). Familia Pteropodidae merupakan kelompok kelelawar buah. Jenisjenisnya merupakan vegetarian, makanannya berupa buah-buahan, nektar, dan serbuk sari. Dalam ekosistem, anggota Pteropodidae memainkan peran penting sebagai penyerbuk dan penyebar biji (Luzynski et al., 2009). Familia Sciuridae terdiri atas kelompok tupai pohon, tupai tanah, dan tupai terbang. Tupai tanah membuat liang di bawah tanah sebagai sarang dan sebagai cara adaptasi terhadap suhu ekstrim di atas tanah. Tupai pohon bersarang di pohon yang berlubang dan mengisinya dengan dedaunan. Tupai pohon sangat lincah dalam bergerak di pepohonan. Tupai terbang menggunakan membran khusus untuk meluncur dari satu tempat ke tempat lain setelah mereka melompat dari ketinggian, dan merupakan satu-satunya Sciurid nokturnal (Brown et al., 2014). Familia Tupaiidae beranggotakan jenis-jenis tikus pohon, atau secara umum disebut sebagai tupai. Tupai merupakan omnivora, memakan serangga dan buah. Tupai merupakan hewan yang aktif di siang hari, biasanya dijumpai di pohon atau di tanah. Beberapa di antaranya adalah spesies soliter, ada pula yang berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil (Myers, 2000a). 64

60 Familia Viverridae terdiri atas kelompok musang, linsang dan sejenisnya. Anggotanya merupakan karnivora berukuran sedang. Ke banyakan jenisnya adalah pem buru yang aktif di malam hari. Mangsanya berupa vertebrata kecil, serangga, dan invertebrata (cacing, krustasea, dan moluska), juga memakan buah dan akar tumbuhan (Myers, 2000b). Keenam jenis mamalia yang terdata tidak termasuk dalam jenisjenis yang dilindungi, baik dalam status perlindungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, IUCN (International Union for Con servation of Nature and Natural Resources) dan CITES (Convention on International Trade in Gambar 51. Jenis-jenis mamalia di sepanjang DAS Pakerisan (a) Callosciurus notatus, (b) Endangered Species of Wild Fauna Tupaia javanica, (c) sarang dan kotoran tikus and Flora). Jenis-jenis mamalia (Muridae), (d) bekas cakaran mamal (dok. yang tidak dilindungi bukan berarti Tim Penelitian Gianyar, 2015) tidak mempunyai nilai konservasi atau nilai penting di dalam ekosistem. Status jenis-jenis tersebut belum dievaluasi atau telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori mana pun dalam status konservasi. Hal ini mungkin teerjadi karena data dari spesies yang bersangkutan masih kurang sehingga tidak bisa diduga risiko kepunahannya, dan perlu segera ditinjau sebaran serta populasinya. 65

61

62 Bagian 4 ETNOBIOLOGI DI DAS PAKERISAN DAN SEKITARNYA Purnomo Etnobotani adalah pemanfaatan material hayati oleh masyarakat secara tradisional, dengan kajian yang terdiri atas dua bagian: pertama, meliputi konsepsi dan persepsi pengetahuan tentang budaya masyarakat lokal pemanfaatan tumbuhan (etnobotani), hewan (etnozoologi), dan jasad renik untuk memenuhi kebutuhan (hajat) hidup masyarakat. Kedua, merupakan upaya pembuktian ilmiah tentang konsepsi dan persepsi masyarakat tentang pemanfaatan tradisional tersebut secara taat asas (pembuktian ilmiah), dan etnobotani modern yang mencakup keduanya. Dalam kajiannya dapat dibedakan beberapa aspek etnobotani antara lain pangan, sandang, papan, obat-obatan dan parfum, ornamentasi, sosial, dan ritual etnobotani. Pulau Bali pada umumnya memiliki konsepsi dan persepsi budaya masyarakat yang spesifik, dalam memanfaatkan material hayati, termasuk Kabupaten Gianyar yang secara sosio-ekonomi terbagi menjadi dua, yaitu permukiman bebas dan budaya subak untuk penanaman padi. Pada wilayah permukiman bebas, hunian menjadi tidak terkendali dengan berkembangnya pariwisata di Pulau Dewata ini, sedangkan wilayah budaya subak menjadi daerah konservatif yaitu hanya khusus untuk budi daya padi dan palawija. Masyarakat tidak dapat mengalihfungsikan subak 67

63 D A F T A R P U S T A K A Backer CA, Van den Brink Bakhuizen Jr Flora of Java. (Spermatophytes only), vol 1. Noordhoff, Groningen, 648 pp Darmono dan Soenardi, Etnobotani Mimba Ulasan suatu Pengamatan di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II. Puslitbang Biologi LIPI-Fakultas Biologi UGM-Ikatan Pustakawan Indonesia, Yogyakarta Januari Das, Indraneil A Field Guide to the Reptiles of South-east Asia. New Holland Publishers (UK) Ltd. Das, Indraneil Lizard of Borneo. A Pocket Guide. Natural History Publications (Borneo). Sabah, Malaysia. De Rooij, Dr. Nelly The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago. I. Lacertilia, Chelonia, Emydosauria. E. J. Brill Ltd. De Rooij, Dr. Nelly The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago. II. Ophidia. E. J. Brill Ltd. Eguia, M.R.R., H.E. Dejarme, W.R. Rosario, E.C. Roxas, and D. Wowor Phillippine Freshwater Prawns (Macrobrachium spp.). Aquaculture Extension Manual No. 43. Aquaculture Department. Southeast Asian Fisheries Development Center. Tigbauan. Pp:

64 Gata, I.K., Super Bokasi dalam Pertanian pada budaya Subak Pulagan untuk Pertanian Ramah Lingkungan. Bank Indonesia. Helfman G. S., B.B. Collete., D.E. Facey and B.W. Bowen The Diversity of Fishes Biology, Evolution and Ecology. A Jhon Willey & Sons, Ltd, pubication : USA. Holmes, D and S. Nash LIPI-Seri Panduan Lapangan. Burungburung di Sumatera dan Kalimantan. Puslitbang Biologi - LIPI. Bogor Holthuis, L.B FAO Species Catalogue. Shrimps and Prawn of the World. An Annotated Catalogue of Species of Interest to Fisheries. FAO Fisheries Synopsis 1:261. Inger, R. F. and R. B. Stuebing A Field Guide to the Frogs of Borneo. Natural History Publications (Borneo), Kota Kinabalu. Iskandar, D.T., Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini. PALMedia Citra, Bandung, Indonesia. Iskandar D.T Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi LIPI. Jansen PCM, Jukema J, Oyen LPA, Van Lingen TG 1991 Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & Perry. In: Verheij EWM, Coronel RE (eds) Plant resources of South-East Asia No. 2. Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor, p 361 Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo Fresh Water Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta. Krisnawati, H., Kallio, M. and Kanninen, M Aleurites moluccana (L.) Willd.: Ecology, Silviculture and Productivity. CIFOR, Bogor, Indonesia. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tanggal 27 Januari Lemmens RHMJ, Soerianegara I, Wong WC (eds.) Plant Resources of South-east Asia. No 5(2). Timber Trees: Minor Commercial Timbers. Backhuys Publishers, Leiden. 90

65 Lemmens, R.H.M.J. and Bunyapraphatsara, N. (eds) Plant Resources of South-east Asia No. 12 (3): Medicinal and Poisonous Plants. Backhuys Publishers, Leiden. Lim, T.K Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants: Volume 4, Fruits. DOI / _34, Springer Science+Business Media B.V Mackinnon, J, K. Phillips dan B. Van Balen LIPI-Seri Panduan Lapangan. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Burung Indonesia. Bogor. Mogea J, Seibert B, Smits W Multipurpose Palms: The Sugar Palm (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.). Agroforestry Systems. 13: Ng, P.K.L, D. Guinot, P.J.F. Davie Systema Brachyurorum: Part 1. An Annotated Checklist of Extant Brachyuran Crabs of The World. The Raffles Bulletin of Zoology 17: Ochse JJ, van den Brink BRC Fruits and Fruitculture in the Dutch East Indies. G. Kolff & Co, Batavia-C, 180 pp Payne, J. C. M., Francis, C. M. and Phillipps, K A Field Guide to the Mammals of Borneo. The Sabah Society, Kota Kinabalu, Malaysia. Perry LM Medicinal Plants of East and South East Asia: Attributed Properties and Uses. MIT Press. South East Asia. Pough, F. H., R. M. Andrews, J. E. Cadle, M. L. Crump, A. H. Savitzky, K. D. Wells. Herpetology. Prentice Hall. New Jersey. Ramlan A., Potensi Aren (Arenga pinnata) di Jawa Barat untuk Menambah Pendapatan Penduduk di Desa Tertinggal. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II. Puslitbang Biologi LIPI-Fakultas Biologi UGM-Ikatan Pustakawan Indonesia, Yogyakarta Januari 1995 Saanin, H., Taksonomi dan Kunci Determinasi Ikan I & II. Penerbit Binatjipta. PD Grafika Unit II Bandung. 91

66 Soerianegara I, Lemmens RHMJ (Eds.) Plant Resources of South- East Asia. No. 5(1): Timber Trees: Major Commercial Timbers. Backhuys Publishers, Leiden. Sosef MSM, Hong LT, Prawirohatmodjo S. (Eds.) PROSEA 5(3) Timber Trees: Lesser Known Species. Backhuys Publishers, Leiden. Sumantera, I.W., Etnobotani Subak di Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II. Puslitbang Biologi LIPI-Fakultas Biologi UGM-Ikatan Pustakawan Indonesia, Yogyakarta Januari Surya, M.I Keanekaragaman dan Potensi Rubus spp. Koleksi Kebun Raya Cibodas. Warta Kebun Raya 9 (1): Suyanto, A LIPI - Seri Panduan Lapangan. Kelelawar di Indonesia. Puslit Biologi LIPI. Bogor. Uij, T Baccaurea Lour. In: Verheij EWM, Coronel RE (Eds) Plant Resources of South-East Asia No 2. Edible Fruits and Nuts. PROSEA, Bogor, pp Trijoko, N.S.N. Handayani, A. Widianawati, dan R. Eprilurahman Karakter Morfologis dan Molekular Macrobrachium spp. dari Sungai Opak Daerah Istimewa Yogyakarta. Biogenesis (3)1: 1-10 Webb, J. E., J. A. Wallwork., J. H. Elgood Guide to Living Amphibians. The MacMillan Press LTD. London. Widodo, W Kajian Fauna Burung sebagai Indikator Lingkungan di Hutan Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Prosiding Seminar Biologi Vol 10, No 1 (2013): Seminar Nasional X Pendidikan Biologi. Wisnubudi, G Penggunaan Strata Vegetasi oleh Burung di Kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. VIS VITALIS Vol.2, September ISSN Wowor, D Studi Biota Perairan dan Herpetofauna di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane: Kajian Hilangnya 92

67 Keanekaragaman Hayati. Bogor: Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wowor, D., Y. Cai & P. K. L. Ng, Crustacea: Decapoda, Caridea. In: C. M. Yule & H. S. Yong (Eds.), Freshwater Invertebrates of the Malaysian Region. Academy of Sciences Malaysia, Kuala Lumpur. Pp Zug G. R Herpetology: An Introductory Biology of Amphibians and Reptiles. Academic Press. San diego California. Sumber Internet Endangered Species International Inc Birds. endangeredspeciesinternational.org. Diakses pada 28 September Luzynski, K.; E. Sluzas and M. Wallen Pteropodidae (On-line), Animal Diversity Web. Accessed October 02, 2015 at animaldiversity.org/accounts/pteropodidae/ Mongabay.com Countries with the Most Number of Bird Species. World Conservation Monitoring Centre of the United Nations Environment Programme (UNEP-WCMC), Species Data. Unpublished, September mongabay.com/03birds.htm. Diakses 28 September Mongabay.com Countries with the Most Number of Mammal Species. World Conservation Monitoring Centre of the United Nations Environment Programme (UNEP-WCMC) Species Data. Unpublished, September mongabay.com/03mammals.htm. Diakses 1 Oktober National Tropical Botanical Garden, 2015, details.php?plantid=3503 Orwa C, A Mutua, Kindt R, Jamnadass R, S Anthony Agroforestree Database: A Tree Reference and Selection Guide Version 4.0 ( 93

68 Myers, P Muridae (On-line), Animal Diversity Web. Accessed October 02, 2015 at Muridae/ Myers, P Scandentia (On-line), Animal Diversity Web. Accessed October 02, 2015 at Scandentia/ Myers, P Viverridae (On-line), Animal Diversity Web. Accessed October 02, 2015 at Viverridae/ Wund, M. and P. Myers Mammalia (On-line), Animal Diversity Web. Accessed September 30, 2015 at org/accounts/mammalia/ 94

69 L A M P I R A N LAMPIRAN PERSONALIA TIM PENELITI FLORA DAN FAUNA GIANYAR PIC Kegiatan/Koordinator : Susilo Hadi, M.Si., Ph.D. Peneliti : Dr. Purnomo, M.S. Dr. Ratna Susandarini, M.Sc. Siti Nurleily Marliana, M.Sc., Ph.D. Donan Satria Yudha, S.Si., M.Sc. R rury Eprilurahman, S.Si, M.Sc. Enumerator : FX Sugiyo Pranoto, S.Si. H hastin Ambar Asti, S.Si. Vestidhia Yunisya Atmaja, S.Si. Muhammad Anis Nashrulloh Gede Wahyu Mega Udayana Durrotun Nasihah I irma Novikawati 95

70

71

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KATAK DAN KODOK (ORDO ANURA) DI SEPANJANG SUNGAI OPAK PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KEANEKARAGAMAN JENIS KATAK DAN KODOK (ORDO ANURA) DI SEPANJANG SUNGAI OPAK PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA JURNAL BIOLOGI 18 Volume (2) : 5218 - No.2 59 DESEMBER 2014 ISSN : 1410-5292 KEANEKARAGAMAN JENIS KATAK DAN KODOK (ORDO ANURA) DI SEPANJANG SUNGAI OPAK PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA THE DIVERSITY

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI

KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI KUNCI IDENTIFIKASI AMFIBI Februari 12, 2011 oleh Noar Muda Satyawan KUNCI IDENTIFIKASI FAMILI AMFIBI 1a Tubuh seperti cacing, tanpa tungkai....ichthyophiidae Satu genus dan species Ichthyophis hypocyaneus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi 2.1.1. Taksonomi Reptil Reptilia adalah salah satu hewan bertulang belakang. Dari ordo reptilia yang dulu jumlahnya begitu banyak, kini yang

Lebih terperinci

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 11, No. 2 Desember 2012 t Zoologi In M donesia asyaraka Hylarana rufipes MZI Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki jenis reptil paling tinggi

Lebih terperinci

PERSEBARAN DAN KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DALAM MENDUKUNG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAMPUS SEKARAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PERSEBARAN DAN KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DALAM MENDUKUNG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAMPUS SEKARAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG PERSEBARAN DAN KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DALAM MENDUKUNG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAMPUS SEKARAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Margareta Rahayuningsih dan Muhammad Abdullah Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

Jurnal MIPA 38 (1) (2015): Jurnal MIPA.

Jurnal MIPA 38 (1) (2015): Jurnal MIPA. Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 7-12 Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jm KEANEKARAGAMAN SPESIES AMFIBI DAN REPTIL DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA SERMODAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DS Yudha 1 R

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG JURNAL HUTAN LESTARI (217) KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG (The Diversity Herpetofauna

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Amfibi Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam, yakni dunia darat

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

Achmad Barru Rosadi, Adeng Slamet, dan Kodri Madang Universitas Sriwijaya

Achmad Barru Rosadi, Adeng Slamet, dan Kodri Madang Universitas Sriwijaya IDENTIFIKASI JENIS-JENIS REPTILIA (SUB ORDO SAURIA) DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) BUKIT KABA KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU DAN KONTRIBUSINYA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI SMA Achmad Barru Rosadi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT Awal Riyanto & Mumpuni Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI Gedung Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46. Cibinong, Jawa Barat, INDONESIA awal_lizards@yahoo.com;

Lebih terperinci

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL II.1 Klasifikasi Makhluk Hidup Klasifikasi makhluk hidup merupakan cara pengelompokan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri tertentu.

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN THE SPECIES OF AMPHIBIA THAT WAS FOUND IN SOCIETY GAMBIR GARDEN OF

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Kadal dan Ular (Squamata: Reptilia) di Sepanjang Sungai Code, Daerah Istimewa Yogyakarta

Keanekaragaman Jenis Kadal dan Ular (Squamata: Reptilia) di Sepanjang Sungai Code, Daerah Istimewa Yogyakarta Biota Vol. 1 (1): 31 38, Februari 2016 ISSN 2527-323X Keanekaragaman Jenis Kadal dan Ular (Squamata: Reptilia) di Sepanjang Sungai Code, Daerah Istimewa Yogyakarta Diversity of Lizard and Snakes (Squamata:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 74 suku sedangkan Asia Tenggara memiliki 105 suku, 99 diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. 74 suku sedangkan Asia Tenggara memiliki 105 suku, 99 diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara di wilayah Asia Tenggara yang memiliki keanekaragaman hayati yang begitu besar jumlah dan macamnya. Demikian halnya dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Katak pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837) yang memiliki sinonim Rhacophorus barbouri Ahl, 1927 dan Rhacophorus javanus Boettger 1893) merupakan famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA-UR 2 Bidang Zoologi Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Juni 2013

Volume 12, Nomor 1, Juni 2013 Volume 12, Nomor 1, Juni 2013 1-8 KOMUNITAS GASTROPOD (MOLUSK) DI PERAIRAN TELUK AMBON BAGIAN DALAM, MALUKU Muhammad Masrur Islami PENGARUH SILIKA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PADI (Oryza

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, 19 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, di areal pertambakan intensif PT. CPB Provinsi Lampung dan PT. WM Provinsi

Lebih terperinci

Profil Marion Anstis : Guru Musik yang Mencintai Berudu

Profil Marion Anstis : Guru Musik yang Mencintai Berudu Media Publikasi dan Informasi Dunia Reptil dan Amfibi Volume VII No 1, Februari 2014 Catatan Perilaku Scavenging di Tumpukan Sampah oleh Tiga Individu Biawak Komodo di Loh Liang, Pulau Komodo Profil Marion

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Udang Air Tawar Secara garis besar Crustacea dibagi menjadi enam kelas, yaitu Branchiopoda, Cephalocarida, Malacostraca, Maxillopoda, Ostracoda dan Remipedia (Martin 2001).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc BIOLOGI VERTEBRATA JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY rizka_apriani@uny.ac.id 2016 Classis : Reptilia Mata Kuliah : BIOLOGI VERTEBRATA / FMIPA UNY rizka_apriani@uny.ac.id Reptilia : Terminologi Repere (Latin :

Lebih terperinci

SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH

SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH I G. A. Ayu Ratna P. 1) dan E. A. P. Willy Wijaya 2) 1) Laboratorium Taksonomi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu

I.PENDAHULUAN. Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu lingkungan. Keberadaan amfibi tersebut dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, dan vegetasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI Lutfi Aditia Pratama 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.

JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P. JENIS-JENIS KADAL (LACERTILIA) DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS LIMAU MANIH PADANG SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH HERLINA B.P.04 133 007 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Teknik Identifikas Reptil

Teknik Identifikas Reptil Teknik Identifikas Reptil M.Irfansyah Lubis S.Hut Oktober 2008 Ciri-ciri Reptil Vertebral Kulit tertutup sisik Membutuhkan sumber panas eksternal (ectothermal) Fertilisasi internal Telur bercangkang (amniotes)

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN

SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN SUATU PANDUAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI IKAN-IKAN PARUH PANJANG DI LAPANGAN Sumber informasi di presentasi ini: A Field Guide to the Indo-Pacific Billfishes Julian Pepperell and Peter Grewe (1999) Beberapa

Lebih terperinci

Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan

Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan Kisah Profesor ITB yang Namanya Diabadikan Jadi Nama 6 Spesies Hewan Ketika suatu spesies baru ditemukan, maka para peneliti yang menemukannya memiliki hak untuk memberikan nama spesies tersebut. Nama

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu

Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Oleh Lisa Abstract Pulau Biawak yang terletak di Kabupaten Indramyu, Jawa Barat memilki keunikan dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Komposisi Jenis dan Respon Jenis terhadap Daerah Peralihan Jumlah total herpetofauna yang ditemukan pada lokasi penelitian yaitu 52 jenis. Amfibi yang ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia, dengan 17.504 buah pulau dan garis pantai mencapai 104.000 km. Total luas laut Indonesia adalah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* Oleh: Noar Muda Satyawan HMPS Biologi FKIP Unram, Jl. Majapahit 62 Mataram, Email : noarmudasatyawan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

Penggolongan Hewan. Jenis makanan Tempat hidup Cara berkembang tubuh. Beranak. Bertelur. Bagan penggolongan hewan.

Penggolongan Hewan. Jenis makanan Tempat hidup Cara berkembang tubuh. Beranak. Bertelur. Bagan penggolongan hewan. Penggolongan Hewan Jenis makanan Tempat hidup Cara berkembang biak Cara bergerak Penutup tubuh Tumbuhan Darat Beranak Berjalan Rambut Daging Air Bertelur Terbang Bulu Segala Amfibi Melompat Sisik Berenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition David G. Itano 1 1 Pelagic Fisheries Research Programme, Honolulu, Hawaii Translation by

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci