BAB III GAMBARAN UMUM. Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GAMBARAN UMUM. Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN UMUM I. KEADAAN GEOGRAFI Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yangn letaknya cukup strategis karena berada di daratan padat Pulau Jawa, diapit oleh dua Provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar ,12 Hektar (Ha), terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota dengan 565 Kecamatan serta desa. Daerah yang terluas adadah Kabupaten Cilacap dengan luas Ha atau sekitar 5,57 persen dari luas total Provinsi Jawa Tengah, sedangkan kota Magelang merupakan daerah yang memiliki wilayah paling kecil yaitu seluaas 1.81 Ha. Topografi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan sebagai berikut: 1. Ketinggian antara m dari permukaan laut yang memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan seluas 53,3%, 2. Ketinggian m dari permukaan laut yang memanjang pada bagian tengah pulau sseluas 27,4%, 3. Ketinggian m dari permukaan laut seluas 14,7 %, 4. Ketinggian di atas m dari permukaan laut seluas 4,6% II. POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH

2 1. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya di Jawa tengah terdiri atas kawasan peruntukan Hutan produksi, hutan rakyat, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, indutri, pariwisata, pemukiman serta pesisir dan pulau pulau kecil. a. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi, b. Kawasan Hutan Rakyat, c. Kawasan Peruntukan Pertanian, d. Kawasan Peruntukan Perkebunan, e. Kawasan Peruntukan Peternakan, f. Kawasan Peruntukan Perikanan, g. Kawasan Peruntukan Pertambangan, h. Kawasan Peruntukan Industri, i. Kawasan Peruntukan Pariwisata, j. Kawasan Peruntukan Pemukiman, k. Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil. 2. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Negara diarahkan penyebaran di Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Semarang, Temanggung. Untuk kawasan hutan lindung yang dikeloa oleh masyrakat terus di dorong setidaknya mencapa minimal 10 % melalui alih fungsi lahan tidak produktif, yang diarahkan pengembangannya di 29 kabupaten dan 3 kota.

3 3. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan Bawahnya Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahnya berbentuk kawasan resapan air. Luas kawasan resepan air di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan seluas Ha. Kawasan resapan air tersebar di kabupaten cilacap, Banyumas, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen. 4. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sempadan sungai, sempadan pantai, sekitar mata air, dan sekitar danau/waduk/rawa. Luas kawasan perlindungan setempat di tetapkan minimal Ha. 5. Kawasan Lindung Lainnya Kawasan lindung lainnya meliputi : a) Daerah perlindungan plasma nutfah, tersebar di 29 kabupaten dan 4 kota b) Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan, tersebar di kabupaten/kota sepanjang pantai utara dan pantai selatan c) Daerah pengungsian satwa berada di Srondol kota Semarang. III. KONDISI DOMOGRAFI Jumlah penduduk Jawa Tengah pada Tahun 2012 berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk (SP) 2010 sebanyak jiwa atau sekitar 13, % dari jumlah penduduk di Indonesia, terdiri dari laki laki sebanyak jiwa (49,58%) dan perempuan sebanyak jiwa (50,42%), dengan sex ratio sebesar 98,34%. Sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak ( Tahun 2011) dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,7 jiwa.

4 Kesenjangan antar wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang diukur dengan indeks Wiliamson menunjukan bahwa pada kurun waktu tahun kesenjangan antar wilayah menyempit selama , namun kian melebar pada tahun Pada tahun , indeks Wiliamson meningkat menjadi 0,6972 dan 0,7042 yang menunjukkan kesenjangan antar wilayah di Jawa Tengah kian melebar. Indeks wiliamson yang berada diatas angka 0,5 menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar wilayah di kabupaten atau kota Jawa Tengah termasuk kategori tinggi, Perkembangan indeks Wiliamson Jawa Tengah dapat dilihat di kolom bawah ini. Gambar 3.1 Kondisi Domografi Sumber : Tinjuan PDRB Kabupaten/kota 2012,BPS dan Bappeda provinsi Jawa Tengah Penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 14,98% (4,863 juta orang), dengan rincian berada di perdesaan sebesar 16,55% (2,916 juta orang) selebihnya diperkotaan 13,11% (1,946 juta orang). Perkembangan jumlah penduduk miskin di Jawa

5 Tengah kondisi bulan Maret 2013 sebanyak 4,732 juta jiwa (14,56%), mengalami penurunan dibandingkan jumlah penduduk miskin tahun 2012 sebanyak 4,863 juta jiwa (14,98%). Sebaran penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah Tahun 2012 menunjukan bahwa masih terdapat 15 kabupaten dengan angka kemiskinan di atas ratarata provinsi dan nasional, sehingga masih perlu upaya percepatan penurunan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Presentase penduduk miskin terbesar pada tahun 2012 terdapat di kabupaten Wonosobo sebesar 22,50%, Kebumen 22,40% dan Rembang sebesar 22,88%. IV. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN JAWA TENGAH a. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan Kewajiban daerah melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pengelolaan belanja dan pembiayaan daerah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya sesuai prinsip anggaran berbasis kinerja. Analisis kinerja keuangan dimaksudkan untuk mengetahui rata rata pertumbuhan yang dapat dijadikan sebagai dasar analisis proyeksi keuangan di depan. Analisis kinerja keuangan dilaksanakan terhadap kinerja pelaksanaan APBD dan neraca daerah Provinis Jawa Tengah. Kuangan daerah Provinsi Jawa Tengah dikelola sesuai dengan ketentuan UU/17/2003 Tentang keuangan negara, UU/01/2004 Tentang Perbendaharaan Negara,

6 Permendagri/13/2006 Tentang pedoman pengelolaan daerah dan terkhir yaitu permendagri/21/2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah,serta peraturanperaturan yang terkait. Selanjutnta pengelolaan keuangan daerah Provini Jawa Tengah secara spesifikasi diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengelolaan keuangan daerah. Pokok-pokok yang diatur dalam peraturan daerah tersebut meliputi : a. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, b. Azas umum dan struktur APBD, c. Penyususnan rancangan APBD, d. Peneteapan APBD, e. Pelaksanaan APBD, f. Perubahan APBD, g. Pengelolaan kas, h. Penatausahaan keuangan daerah, i. Pelaporan keungan daerah, j. Pertanggung jawaban pelaksanaan APBD, k. Kerugian daerah, l. Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah, m. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, n. Sistem informasi keuangan daerah.

7 Sedangkan pedoman penatausahaan pelaksanaan APBD diatur tersendiri dalam Peraturan Gubernur yang ditetapkan setiap tahun yaitu pada akhir tahun sebagai pedoman dalam pelaksanaan APBD pada awal tahun berikutnya. Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilihat dari kinerja pelaksanaan APBD dan kondisi neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD ditunjukan dari pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbanan dan lain lain pendapatan daerah yang sah, (Belanja langsung dan belanja tidak langsung) serta pembiayaan daerah. Sedangkan neraca daerah mencerminkan perkembangan dari kondisi aset pemerintahan daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah dan kondisi ekuitas dana tersedia. Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah digambarkan berdasarkan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah sebagai berikut: a. Pendapatan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih. Sumber penerimaan Provinsi Jawa Tengah berasal dari pendapatan Daerah dan Penerimaan Pembiayaan. Pendapatan Daerah terdiri dari : i. Pendapatan asli daerah (PAD) meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain lain pendapatan asli Daerah yang sah. ii. iii. Dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi khusus Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi hibah, dana darurat, dan lain lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

8 Capaian kinerja pendapatan daerah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yang ditunjukan dengan semakin meningkatnya pendapatan daerah dari tahun ke tahun dengan kontribusi terbesar pada pendapatan asli daerah, terutama yang bersumber dari pajak daerah dan pendapatan transfer dari pemerintahan pusat. Pada tahun 2012 realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah sebesar 11,694 Triliyun, mengalami kenaikan sebesar 124,74% dari Tahun 2008 sebesar 5,203 triliyun. Hal ini menunjukan selama lima tahun ( ) kinerja pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah baik. Berdasarkan realisasi tersebut, rata-rata pertumbuhan PAD Jawa Tengah Tahun sebesar 15,80%. Pada periode yang sama rata rata pertumbuhan Pajak Daerah sebesar 16,37%. Pajak daerah yang menjadi sumber utama pendapatan daerah yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, pajak Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak air permukaan tanah. Di sisi lain rata-rata pertumbuhan dana perimbangan tahun sebesar 11,53% dengan rata-rata pertumbuhan terbesar pada dana bagi hasil pajak/bukan pajak mencapai 13,98%. Sedangkan lain-lain pendapatandaerah yang sah mengalami peningkatan cukup segnifikan, dikarnakan oleh adanya perubahan kebijakan dana bantuan operasional sekoah, yang semula di administrasikan langsung pada PBD kabupaten/kota. Kondisi pencapaian tersebut karena di dukung dengan arah kebijakan pendapatan daerah yaitu :

9 a) Penerimaan PAD yang bersumber pada peningkatan penerimaan pajak daerah, optimalisasi retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan dan lain-lain PAD yang sah : b) Peningkaan dana perimbangan yang bersumber dari : 1. Peningkatan penerimaan dana bagi hasil pajak 2. Peningkatan penerimaan dana bagi hasil bukan pajak 3. Peningkatan alokasi DAU 4. Konfirmasi dengan pemerintahan pusat terkait alokasi dana lain Realisasi pendapatan Daerah Gambar 3.2 Realisasi pendapatan daerah provinsi jawa tengah tahub Kontribusi masing masing sumber pendapatan dapat dilihat dari proporsi terhadap total pendapatan daerah. Di Jawa Tengah proporsi PAD terhadap total pendaparan daerah kurun waktu lima tahun ( ) sangat tinggi, yaitu mencapai lebih dari 70% bahkan pada tahun 2011 mencapai sebesar 73,72% dengan sumber terbesar berasal dari pajak daerah. Dana perimbangan dan pemerintah pusat hanya memberikan kontrubusi terhadap pendapatan daerah sekitar 28% hingga 30%, dan sisanya berupa lain lain

10 pendapatan daerah yang sah. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan daerah Provinsi Jawa Tengah. b. Belanja Daerah Berdasarkan Permen/58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa Belanja Daerah adalah Kewajiban pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Untuk memperoleh gambaran realisasi pembelanjaan pada periode Tahun dilakukan melalui analisis daerah. Adapun kebijakan Belanja Daerah Tahun adalah sebagai berikut : 1) Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, meliputi : a. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan. Belanja bunga digunakan untik pembayaran bunga atas pinjaman pemerintah daerah kepada pihak lainnya b.subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau ileh masyarakat banyak. c. Belanja hibah di gunakan untuk menganggarkan pembeian hibah dalam bentuk uang, barang/jasa kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah lainnya dan kelompok masyarakat/ peroprangan yang secara spesifikai telah ditetapkan peruntukannya.

11 d.bantuan sosial, yaitu bantuan sosial organisasi kemasyarakatan antara lain bantuan keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, engepengadaan pangan dan bantuan partai politik. Bantuan keuanfan yang bersifat umum maupun khusus kepada kabupaten / kota. e. Belanja modal pengeluaran pengadaan tanah, gedung, alat-alat berat, alat-alat angkutan darat bermotor, alat-alat angkutan darat tidak bermotor, pertanian, peternakan, perlengkapan dan peralatan kantor. c. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Kebijakan penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah diarahkan : 1. Penggunaan sisa lebih perhitungan (SILPA) tahun sebelumnya sebagai sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya, didasarkan pada perhitungan yang cermat dan rasional. 2. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam prinsip kehati hatian. 3. Silpa di upayakan menurun seirin dengan semakin efektifnya penggunaan perencanaan anggaran 4. Membentuk dana cadangan Kebijakan keuangan daerah, baik angka kebijakan pendapatan, belanja maupun pembiayaan yang di dukung dengan kebijakan keuangan negara, sebagaimana tertuang

12 dalam APBD Provinsi Jawa Tengah maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target sasaran perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah. d. Neraca Daerah Analisis Neraca Daerah bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Daerah melalui perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, dan rasio aktivitas serta kemampuan aset daerah untuk penyediaan dana pembangunan daerah. Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Lporan ini sangat penting bagi manajemen Pemerintah daerag, tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban peraturan perundangundangan yang berlaku, tetapi juga sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang terarah, dalam rangka pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Daftar Pemerintahan Daerah Tabel 3.1 Daftar Pemerintah Daerah sebagai sampel penelitian No Kabupaten Ya Tidak No Kabupaten Ya Tidak 1 Banjarnegara V 16 Klaten V 2 Banyumas V 17 Kudus V 3 Batang V 18 Magelang V 4 Blora V 19 Pati V 5 Boyolali V 20 Pekalongan V 6 Brebes V 21 Pemalang V 7 Cilacap V 22 Purbalingga V

13 8 Demak V 23 Purworejo V 9 Grobokan V 24 Rembang V 10 Jepara V 25 Semarang V 11 Karanganyar V 26 Sragen V 12 Kebumen V 27 Sukoharjo V 13 Kendal V 28 Tegal V 14 Temanggung V 29 Wonosobo V 15 Wonogiri V Dari tabel 3.1 Provinsi Jawa Tengah mempunyai 29 Kabupaten, menunjukkan bahwa daftar pemerintah daerah diatas sebagai sampel penelitian di Provinsi Jawa Tengah, ada 3 Kabupaten yang tidak ada dalam penelitian, yaitu Kabupaten Batang, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Purbalingga. 1V. Karakteristik Responden Pendidkan Tabel. 3.2 Karakteristik Keterangan N Jumlah % Pendidikan SMA 0 S ,23% S ,77% 100% Grafik 3.1 Pendidikan

14 Axis Title PENDIDIKAN sma s1 s2 sma s1 s2 jumlah Responden mempunyai jenjang pendidikannya sendiri sendiri. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dari jenjang SMA tidak ada, jenjang S1 berjumlah 15 orang dan jenjang S2 berjumlah 35 orang. Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa Inspektorat dan Perangkat Desa mempunyai jenjang pendidikan S1 dan S2 tetapi dilihat dari banyaknya, jenjang S2 lebih banyak. Tabel 3.3 Masa Jabatan Karakteristik Keterangan N Jumlah % Masa Jabatan < 5 Tahun 0 0% 5-10 Tahun 16 42% >10 Tahun 36 58% 100% Grafik 3.2

15 Axis Title Masa Jabatan MASA JABATAN < 5 Tahun 5-10 Tahun >10 Tahun < 5 Tahun 5-10 Tahun >10 Tahun Jumlah Dapat diketahui dari grafik diatas bahwa Responden yang berkedudukan menjadi Inspektorat dan Perangkat Desa mempunyai masa kerja jabatan yang berbeda, diantaranya yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun tidak ada, 5-10 tahun terdapat 16 orang dan yang masa jabatannya lebih dari 10 tahun yaitu 36 orang. Dari data diatas bisa disimpulkan bahwa Inspektorat dan Perangkat Desa mempunyai masa jabatan yang sangat lama dan tentunya sudah mahir dalam melaksanakan pekerjaan sebagai pengawas dan pelaksana Dana Desa di Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Tabel 3.4 Jabatan Karakteristik Keterangan N Jumlah % Jabatan Inspektorat 26 50% Perangkat Desa 26 50% 100%

16 Axis Title Grafik 3.3 Jabatan JABATAN 100% 80% 60% % 20% 0% Perangkat Desa Inspektorat Jumlah Dari grafik diatas, kita dapat memperoleh informasi menganai total responden yang mempunyai jabatan menjadi auditor adalah 26 orang dan jabatan sebagai perangkat desa adalah 26 orang. Bisa disimpulkan bahwa responden yang mempunyai jabatan sebagai Perangkat Desa dan Inspektorat mempunyai jumlah yang sama. Tabel 3.5 Jenis Kelamin Karakteristik Keterangan N Jumlah % Jenis Kelamin Laki-laki 36 80% Perempuan 16 20% 100% Grafik 3.4

17 Axis Title Jenis Kelamin JENIS KELAMIN Laki - laki Perempuan Laki - laki Perempuan Jumlah Dari Simpulan data diatas, kita dapat mengetahui informasi entang jenis kelamin responden, bahwa laki laki berjumlah 36 orang dan perempuan berjumlah 16 orang. Secara mengejutkan ternyata responden laki laki menduduki tingkat pertama dengan 77% lebih banyak dibanding responden peremuan. Disimpulkan bahwa laki laki lebih banyak bekerja di Inspektorat dan Perangkat Desa dibandingkan Perempuan. Tabel 3.6 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.Deviation X ,62 0,565 X ,58 0,637 X ,48 0,727 X , 0,641 X ,48 0,700 X ,50 0,642 X ,40 0,664

18 X ,37 0,793 X ,40 0,823 X ,44 0,777 TOTAL ,79 5,627 RATA ,48 0,563 STATUS 1 2 1,50 0,505 Valid N (listwise) Tabel 3.7 Pelaksanaan Dana Desa dilaporkan secara transparant dan akuntabel No Responden Rata-Rata 1 Inspektorat 3,53 2 Aparatur Desa 3,57 Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes kepada Bupati atau Walikota setiap akhir tahun anggaran No Responden Rata-Rata 1 Inspektorat 3,57

19 2 Aparatur Desa 3,50 Dilih at dari tabel 3.7 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden yang tekait tentang pelaksanaan dana desa yang dilaporkan secara transparant dan akuntabel. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,53 dan aparatur desa adalah 3,57. Dari hasil mean keduanya bisa disimpulkan bahwa inspektorat (pemeriksa) dan aparatur desa (pelaksana), hasil mean tersebut lebih tinggi aparatur desa dikarenakan aparatur desa sudah sebagain besar melaksanakan pelaksanaan yang dilaporkan secara transparant dan akuntabel. Tabel 3.8 Dilihat dari tabel 3.8 menunjukkan mean dari setiap responden terkait mengenai laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes kepada Bupati atau walikota. Secara keseluruhan mean dari inspektorat sebesar 3,57 dan aparatur desa adalah 3,50. Dari hasil mean tersebut lebih tinggi inspektorat, dikarenakan inspektorat atau pemeriksa sudah memahami lebih dahulu tentang peraturan pertanggungjawaban realisasi APBDes. Tabel 3.9 Laporan dana desa dilaporkan dua kali dalam setahun yaitu semesteran dan tahunan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,50 2 Aparatur Desa 3,46

20 Tabel 3.9 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden mengenai laporan dana desa yang dilaporkan dua kali dalam setahun yaitu semesteran dan tahunan. mengenai keseluruhan meandari inspektorat adalah 3,50 dan aparatur desa yaitu 3,46. Dari kesimpulan kedua responden tersebut mean keduanya antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean nya lebih tinggi inspektorat karena sebagai pemeriksa tentang pelaporan dana desa. Tabel 3.10 menyampaikan laporan kepada Bupati dan Walikota No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,43 2 Aparatur Desa 3,57 Pada tabel 3.10 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden terkait tentang kepala desa harus menyampaikan laporan pengelolaan kekayaan desa kepada bupati atau walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran dan sewaktu-wakti bila diperlukan. Secara keseluruhan mean inspektorat adalah 3,43 dan mean dari aparatur desa sebesar 3,57. Dari hasil mean tersebut lebih tinggi inspektorat karena dalam penyampain laporan kepada bupati dan walikota, aparatur desa belum sepenuhnya melaksanakan hal tersebut. Tabel 3.11

21 laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang disampaikan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,42 2 Aparatur Desa 3,58 Tabel diatas menunjukkan bahwa mean dari setiap masing-masing responden yang terkait tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang harus disampaikan. Dilihat dari masing-masing responden, inspektorat mempunyai mean 3,42 dan aparatur desa mendapatkan mean 3,58. Dapat disimpulkan daru hasil kedua mean tersebut antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean nya lebih tinggi aparatur desa dikarenakan aparatur desa. Karena aparatur desa sudah sangat mengerti dalam melaksanakan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan laporan yang harus disampaikan. Tabel 3.12 Laporan yang harus dilaporkan dalam realisasi APBDesa yaitu realisasi,program,dan aset No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,50 2 Aparatur Desa 3,57 Dari tabel diatas bisa diketahui bahwa mean dari setiap responden terkait dengan laporan yang harus dilaporkan dalam realisasi APBDesa yaitu realisasi,program,dan aset. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,50 dan aparatur desa yaitu 3,57. Dari hasil mean keduanya antara inspektorat dan apartur desa, hasil mean tersebut lebih tinggi aparatur desa. Hal

22 tersebut dikarenakan aparatur desa pelaksanaannya dalam realisasi APBDes sudah benar dan sebagaian besar sudah dilakukan. Tabel 3.13 Laporan kekayaan milik desa mengambarkan akumulasi kekayaan milik desa per tanggal tertentu No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,42 2 Aparatur Desa 3,53 Dari tabel 3.13 diatas bisa diketahui bahwa mean dari setiap responden terkait dengan laporan kekayaan milik desa mengambarkan akumulasi kekayaan milik desa per tanggal tertentu. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,42 dan aparatur desa yaitu 3,53. Dari hasil mean keduanya antara inspektorat dan apartur desa, hasil mean tersebut lebih tinggi aparatur desa. Hal tersebut dikarenakan aparatur desa pelaksanaannya dalam aparatur kekayaan milik desa sudah sebagaian besar dilaksanakan. Tabel 3.14 aplikasi yang digunakan dalam membuat pelaporan dana desa yaitu jumlah pelaporan dan standart pelaporan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,58

23 2 Aparatur Desa 3,50 Tabel 3.14 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden mengenai aplikasi yang digunakan dalam membuat pelaporan dana desa yaitu jumlah pelaporan dan standart pelaporan. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,58 dan aparatur desa yaitu 3,50. Dari kesimpulan kedua responden tersebut mean keduanya antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean laporan keterangan pertanggungjawaban realisasi,pelaksanaan APBDes yang terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,59 2 Aparatur Desa 3,46 nya lebih tinggi inspekto karena dalam membuat pelaporan dan standart pelaporan, aparatur desa sudah sebagaian besar melaksanakan. rat Tabel 3.15 Dari tabel 3.15 menunjukkan bahwa mean dari setiap responden mengenai laporan dana desa yang dilaporkan dua kali dalam setahun yaitu semesteran dan tahunan. mengenai laporan keterangan pertanggungjawaban realisasi,pelaksanaan APBDes yang terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,59 dan aparatur desa yaitu 3,46. Dari kesimpulan kedua responden tersebut mean keduanya antara inspektorat dan aparatur desa, hasil mean nya lebih tinggi inspektorat karena sebagai pemeriksa tentang

24 pendapatan belanja dan pembiayaan,inspektorat sudah sebagai besar melaksanakan hal tersebut dibandingkan dengan aparatur desa.. Tabel 3.16 laporan program sektoral dan program daerah yang masuk ke desa No Responden Rata-rata 1 Inspektorat 3,65 2 Aparatur Desa 3,46 Dili hat dari tabel 3.16 menunjukk an bahwa mean dari setiap responden terkait tentang laporan program sektoral dan program daerah yang masuk ke desa. Secara keseluruhan mean dari inspektorat adalah 3,65 dan aparatur desa yaitu 3,46. Dari hasil mean keduanya antara inspektorat (pemeriksa) dan aparatur desa (pelaksana), hasil mean tersebut lebih tinggi inspektorat sebagai pemeriksa, karena dalam laporan sektoral dan program daerah yang masuk ke desa, inspektorat sudah sebagaian besar melaksanakan hal tersebut dibandingkan dengan aparatur desa.

25

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian 33 A. Gambaran Umum BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Dengan ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini di sebelah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S -- BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 7 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Tahun 2009-2013 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0 hingga 114,4 Bujur Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Hasil analisa Deskripsi Obyek Penelitian dapat dilihat pada deskriptif statistik dibawah ini yang menjadi sampel penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 PAPARAN SEKRETARIS DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, 19 Januari 2017 Struktur Organisasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Provinsi Jawa Tengah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950, letaknya

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 Oleh: Daru Purnomo, Drs.,M.Si dan Seto Herwandito S.Pd.,M.M.M.Ikom 2 BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan menjadi suatu upaya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan sosial, yaitu dengan gerakan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pemerintah Kota Bengkulu 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Otonomi daerah yang merupakan bagian dari reformasi kehidupan bangsa oleh Pemerintah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH NOMOR : 1 TAHUN 2015 TANGGAL : 24 AGUSTUS 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Halaman : RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 0 Formulir RKA-SKPD. Urusan Pemerintahan :.0. - PERTANIAN Organisasi :.0.0. - Dinas Peternakan

Lebih terperinci

Anggaran Realisasi Realisasi Cat

Anggaran Realisasi Realisasi Cat PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Untuk Tahun yang Berakhir Sampai dengan 31 Desember 2016 dan 2015 Anggaran Realisasi Realisasi Uraian % Rasio

Lebih terperinci