OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI MENCIPTAKAN SARANA KESETARAAN HAK PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI MENCIPTAKAN SARANA KESETARAAN HAK PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI MENCIPTAKAN SARANA KESETARAAN HAK PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN Makalah Disusun Dalam Rangka Lomba Simposium Guru Tingkat Nasional Tahun 2016 Dengan Tema : Optimalisasi Pendidikan Inklusi Oleh Ajar Putra Dewantoro. S,Pd SEKOLAH LUAR BIASA DHARMA WANITA JIWAN KABUPATEN MADIUN JL. SUMBEMORO. O3 KECAMATAN JIWAN KABUPATEN MADIUN TELP. (0351)

2 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... 1 Daftar Isi... 2 Pengantar... 3 Masalah Pendidikan Inklusi... 6 Pembahasan Dan Solusi... 9 Kesimpulan saran Daftar Pustaka Lampiran

3 A. Pengantar Pendidikan adalah rangkaian pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan individu maupun sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Sedangkan pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang mengakomodir seluruh peserta didik dengan segala potensi serta hambatan yang dimiliki dalam mengikuti proses pendidikan. Pendidikan inklusi di Indonesia merupakan langkah kongkrit dalam mewujudkan pelaksanaan Undang Undang Dasar republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pedidikan. Tata aturan sebagai landasan yuridis secara internasional tentang penerapan dan pelaksanaan proses pendidikan inklusi tercantum dalam Deklarasi Salamanca (UNESCO,1994). Sebuah kesepakatan besama yang ditandatangani oleh para menteri pendidikan se dunia. Deklarasi ini, merupakan penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan. Dalam deklarasi tersebut menjelaskan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama dalam satu sistem pendidikan tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada dan dialami pada peserta didik. Sedangkan landasan secara Pedagogis pendidikan inklusi di negara Indonesia tertulis pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 3

4 Pentingnya kesaamaan hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan yang layak, maka negara Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung sebagai dasar komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusi untuk memperjuangkan serta mewujudkan hak-hak seluruh peserta didik dalam proses pendidikan. Setahun (2005) setelah hasil konvensi nasional tersebut diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusi sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan yang berkualitas dan layak. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba mengkaji secara teoritik maupun praktik pelaksanaan pendidikan inkulsi dalam sebuah proses sistem pendidikan yang telah diprogramkan oleh pemerintah dengan segala tantangan yang dihadapi. Oleh karena hal tersebut pendidikan inklusi diangap perlu menjadi program bagi negara untuk ikut melaksanakan kewajiban memberi pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warga tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki perbedaan dan berkebutuhan khusus. Pada dasarnya tujuan pendidikan inklusi diantaranya: 1) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik (termasuk anak berkebutuhan khusus) untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak. 2) Menyukseskan penuntasan program wajib belajar pendidikan 12 tahun di Indonesia. 3) Meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka ketertinggalan materi pembelajaran, tinggal kelas dan putus sekolah. 4

5 4) Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta pembelajaran yang ramah terhadap semua anak. 5) Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 yang berbunyi setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Inklusi adalah suatu sistem dalam proses pendidikan dimana secara bersama-sama tiap-tiap warga sekolah menyadari tanggung jawab bersama dalam kesempatan memperoleh pembelajaran bagi semua peserseta didik sehingga potensi diri berkembang secara optimal sesuai potensi mereka dari kemampuan yang dimiliki. Inklusi bukanlah sekedar memasukkan anak berkebutuhan khusus sebanyak mungkin dalam lingkungan belajar siswa normal, tetapi Inklusi merupakan suatu sistem pendidikan yang berstruktur dan menyeluruh yang hanya dapat diterapkan ketika semua warga sekolah mampu memahami seluruh potensi serta hambatan para peserta didik dalam proses dalam pendidikan. Secara sadar permerintah indonesia melalui kementrian pendidikan telah berusaha mentransformasi sistem pendidikan inklusi dalam proses pembelajaran dengan meminimalisir adanya hambatan yang dimiliki setiap peserta didik untuk mampu berpartisipasi penuh dalam menyukseskan keberhasilan pendidikan. 5

6 B. Masalah Dalam Pendidikan Inklusi Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah sebuah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif dengan mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat pula diartikan sebagai usaha sistematis dan menyeluruh untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan yang lebih baik bagi seluruh peseta didik melalui pembelajaran sisi kognitif dan psikomotor. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran serta pengoptimalan kemampuan bagi seluruh peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis dalam berpikir sebagai bekal kehidupan. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh peserta didik, begitu pula kepada anak yang berkebutuhan khusus dalam memperoleh layanan pendidikan yang bermutu sesuai (UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dalam tata aturan di negara juga menjamin anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak yang sama dengan anak normal lainnya dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak dan bermutu di Indonesia. Peraturan tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus juga tertulis dalam Permendiknas nomer 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi pasal 2 ayat (1) secara jelas dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 6

7 Pendidikan inklusi menurut Sapon-Shevin dalam O Neil (dalam Suparno:2008) didefinisikan sebagai suatu system layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Sedangkan menurut Smith, inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang mengalami hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi social dan konsep diri(visi-misi) sekolah. Konsep pendidikan inklusi adalah pelaksanaan pendidikan yang menyertakan semua anak membaur dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Diharapkan setiap satuan pendidikan reguler (pendidikan dasar maupun menengah umum dan kejuruan) untuk dapat menerima anak berkebutuhan khusus dari lingkungan sekitar yang akan menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan sesuai tingkat perkembangan dan kemampuanya. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah dalam kebijakan melalui permendiknas telah menghimbau agar setiap kabupaten di seluruh indonesia menyediakan serta menunjuk satu sekolah dalam setiap kecamatan untuk memfasilitasi pelayanan program yang mudah diakses oleh para peserta didik yang memerlukan pendidikan terutama peserta didik yang mengalami kebutuhan khusus. Dalam realita pelaksanaan pendidikan inklusi di negara Indonesia masih banyak ditemukan peserta didik berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan hak dasar pendidikan. Banyak kabupaten di indonesia tidak mampu melaksanakan secara optimal tata aturan yang diterbitkan oleh pemerintah dikarenakan beberapa permasaahan yang terjadi di lapangan. Hal ini dapat dimungkinkan proses sosialisasi, pelaksanan serta 7

8 monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusi diberbagai daerah menemui banyak hambatan dan tidak telaksana secara maksimal. Pendidikan inklusi diharapkan mampu menciptakan suasana kebersaman dalam proses pembelajaran dalam pendidikan yang menghargai perbedaan. Proses pendidikan yang mampu mengurai permasalahan akan keberagaman kemampuan peserta didik dalam hak berpartisipasi dalam masyarakat dari apapun keadaan personal yang dimiliki. Pada proses pelaksanaan pendidikan inklusi yang mengedepankan akan kesamaan hak dan kesempatan memperoleh pendidikan bagi peserta didik. Penerapan pendidikan inklusi dilapangan kurang berjalan secara optimal dikarenakan kebutuhan tenaga pendidik dengan displin ilmu pendidikan luar biasa belum terpenuhi, meskipun jumlah lulusan dari LPTK yang mencetak tenaga kependidikan khusus yang dipersiapkan terjun dalam menyukseskan keberhasilan pendidikan inklusi sudah cukup memadai dari sisi kualitas maupun sisi jumlah. Selain masalah teknis pelaksanan pendidikan inklusi pada kenyataan yang nyata terjadi di lapangan tentang pandangan masyarakat adanya program pendidikan inklusi saat ini. Meskipun pemerintah telah menerbitkan kebijakan yang secara yuridis mempunyai kekuatan hukum, namun dalam implementasinya masih banyak persoalan-persoalan yang terjadi, misalnya: 1. Isu pemahaman pendidikan inklusi yang masih disamakan dengan integrase, sehingga siswa yang harus menyesuaikan dengan system tata aturan di sekolah 2. Isu tentang pemahaman anak berkebutuhan khusus di masyarakat tidak bejalan secara maksimal 3. Isu kebijakan sekolah yang tidak mau menerima siswa berkebutuhan khusus dengan dalih tidak memiliki tenaga pendidik, fasilitas penunjang pembelajaran serta ketakutan pandangan stereotip negatif dari masyarakat apabila sekolah umum menerima siswa berkebutuhan khusus 8

9 4. Isu tentang proses pembelajaran, misalnya guru masih belum bisa menerjemahkan serta menysuaikan kurikulum yang fleksibel bagi peserta didik yang mengalami kebutuhan khusus, menentukan tujuan pembelajaran serta tahapan evaluasi proses. 5. Isu kondisi guru, belum terpenuhinya kebutuhan guru sesuai dengan standart kualifikasi. C.Pembahasan Dan Solusi Pendidikan inklusi dalam teknisnya memegang tugas utama tanggung jawab penting bagi mewujudkan wadah pendidikan untuk semua kalangan tanpa membedakan dalam proses pembelajaran. Keberadaan proses pendidikan merupakan kebutuhan paling dasar untuk menjamin keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat bagi semua warga masyarakat. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersamasama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87). Sosialisasi pemeritah melalui departemen pendidikan nasional mencoba mengembangkan konsep lingkungan sekolah reguler yang menjadi sekolah inklusi menjadi sebuah keharusan untuk mewujudkanya didukung dengan segala sarana dan prasarana yang memadai sehingga tidak hanya berkesan program trial and error. Banyak sekolah yang sebenarnya telah tertarik untuk mengembangkan dan merintis program inklusi berusaha dengan maksimal memastikan semua siswa merasa dihargai dengan memberikan semua kebutuhan belajar dan membantu mencapai potensi yang maksimal, meskipun belum memiliki Guru pendamping khusus (GPK) yang cukup memadai khususnya tenaga pendidik yang mendampingi siswa berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Pendidikan sistem inklusi membutuhkan Guru pendamping khusus (GPK) agar setiap anak dalam proses pembelajaran dapat terpenuhi sesuai dengan 9

10 kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusi mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusi anak yang mengalami berkebutuhan khusus maupun anak normal biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan nyata sehari-hari didalam masyarakat, serta dapat terpenuhinya kebutuhan pendidikan sesuai potensi dan kekurangan masing-masing individu. Perlu adanya sebuah sinergi informasi di kalangan masyarakat pada umumnya, serta pada insan yang bergelut pada dunia pendidikan pada khususnya sehingga pendidikan inklusi dapat terlaksana secara maksimal. Proses sosialisasi yang optimal diharapkan mampu terbentuk sebuah komunikasi yang komperhensif tentang sistem pendidikan yang mampu menciptakan pembauran serta interaksi antar peserta didik yang beragam dalam sekolah sistem inklusi, sehingga mendorong sikap saling asah, saling asih, dan saling asuh dengan semangat toleransi seluruh masyarakat seperti halnya dalam kehidupan ber bhineka tungal ika. Sekolah reguler dengan orientasi inklusi adalah lembaga yang paling efektif untuk menjembatani dan mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan untuk semua. Tantangan yang paling besar adalah membangun sudut pandang masyarakat secara positif bahwa pendidikan adalah hak seluruh warga negara serta menumbuhkan sikap respect antar sesama manusia. 10

11 Selain itu, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan inklusi diantaranya: 1. Sekolah harus menyediakan kondisi kondisi kelas yang ramah dalam menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang interaktif mampu dipahami seluruh peserta didik. 2. Sekolah harus menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai. 3. Pendidik dituntut mampu melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya alam lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 4. Pendidik dituntut mampu melibatkan orang tua, lingkungan sekolah serta masyarakat secara bermakna berkontribusi dalam proses pendidikan dalam sisem inklusi. 5. Kepala sekolah dan Guru Pembimbing Khusus (GPK), diharapkan mendapatkan pelatihan dalam menjalankan sistem menejemen sekolah inklusi. 6. Guru Pembimbing Khusus (GPK) diharapkan mampu memfasilitasi anak berkebutuhan khusus dengan program alih materi atau program kompensatoris bagi anak berkebuuhan khusus dalam sekolah inklusi agar kebutuhan bakat serta minat dapat tersalurkan 7. Diharapkan proses pelaksanaan program asesmen bagi anak berkebutuhan khusus dilakukan secara komperhensif. Hal ini bertujuan mengetahui tindakan yang diperlukan bagi anak berkebutuhan khusus, serta mengadakan bimbingan agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal 8. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan secara berkelanjutan. Agar inklusi menjadi kenyataan dibutuhkan team pendidik mampu mendampingi dalam proses pembelajaran baik dalam keilmuan maupun keahlian vokasional meskipun kurangnya tenaga pendidik yang 11

12 berkompeten sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program inklusi. Menjalin komunikasi intensif susun secara secara sistematis sekolah penyelengara inklusi dengan para pemangku kebijakan. Pemangku kebijakan diharapkan berperan serta memberikan dukungan moral maupun material bagiseklah penyelenggara inklusi, program pelatihan secara bertahap kepada para pelaksana program inklusi dalam hal ini pendidik serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat demi merubah pola pikir publik dalam menyikapi keberadaan sekolah inklusi. Kebutuhan akan pendidik yang berkompeten serta sarana penunjang berupa media pembelajaran yang sesuai agar proses pengoptimalan kemampuan dalam pendidikan dapat terlaksana secara maksimal juga harus terpenuhi, sebab adanya karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pendampingan serta penanganan khusus. Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang bertugas mendampingi serta memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB). Dengan demikian,pentingnya peran dan tugas dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Maka fungsi pendidik pembimbing khusus merupakan salah satu faktor suksesnya pelaksanaan program inklusi. Keberadaan dan keberhasilan sekolah inklusi sebenarnya akan terwujud bila faktor faktor sarana dan prasarana penentu proses pembelajaran telah terpenuhi secara menyeluruh dan berfungsi secara seksama, sehingga terwujudnya proses pendidkan inklusi bukan sekedar pelabelan,formalitas ataupun proyek kepentingan semata. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusi pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi serta ketersediaan tenaga pendidik sesuai disiplin ilmu serta sesuai aturan uu tenaga kependidikan 12

13 yang berlaku di negara Indonesia. Dilapangan banyak ditemui sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi tidak memiliki tenaga pendidik dengan disiplin keilmuan seperti tata aturan dari pemerintah. Banyak pendidik yang menangani anak berkebutuhan khusus di sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan penanganan pendampingan anak berkebutuhan khusus melalui program sosialisasi, bukan karena dari dasar disiplin keilmuan yang dimiikinya. Artinya banyak sekali ditemukan pendidik khusus belum mendapat bekal kompetensi yang memadai dalam mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada sekolah penyelenggara inklusi. Dalam pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, misalnya siswa dengan kebutuhan khusus mengalami hambatan tunanetra, dalam proses pembelajaran memerlukan alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder yang harus tersedia di sekolah. Maka keharusan akan keberadaan Guru pendamping khusus (GPK) di sekolah inklusi dengan disipln ilmu yang menunjang kemampuan dalam mentransfer keilmuan maupun kegiatan penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran peserta didik yang mengalami hambatan sangat dibutuhkan. Komunikasi antara pihak pemerintah dalamhal ini dinas pendidikan terkait maupun penyelenggara sekolah inklusi dengan LPTK pencetak tenaga pendidik menjadi salah satu unsur pendidikan inklusi kurang berjalan secara optimal terutama komunikasi tentang teknis ketersediaan tenaga pendidik. Keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi, ditentukan oleh stekholder, pemangku tugas sebagai pelaksana sekolah inklusi. Maka merupakan suatu keharusan keberadaan orang-orang yang ahli dalam 13

14 pendidikan yang menunjang keberhasilan sekolah inklusi. Di samping itu, peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) juga merupakan penunjang keberhasilan dalam mewujudkan sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan, Guru Pembimbing Khusus (GPK) merupakan guru yang terlibat dan berhadapan langsung dengan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah inklusi. Jika suatu sekolah telah menyelenggarakan sekolah inklusi, mustahil akan berhasil jika tidak ada GPK sebagai ujung tombak keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi. Pada proses penyelenggaraan sekolah inklusi dibutuhkan kesatuan sistem yang memadai sebagai penunjang keberhasilan program inklusi. Salah satu diantaranya adalah peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK). Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang pernah mendapatkan pelatihan tentang penyelenggaraan sekolah inklusi. Guru Pembimbing Khusus bertugas menjembatani serta mengurai kesulitan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) serta melakukan tugas khusus yang tidak dilakukan oleh pendidik pada umumnya. Guru Pembimbing Khusus (GPK) sebagai center of education yang mempunyai tugas penting dalam pendampingan anak berkebutuhan khusus, mempunyai tugas dan peran dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yang dijabarkan dalam Permendiknas No. 70 tahun 2009 yang meliputi: (1) menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan pendidik kelas dan pendidik mata pelajaran, (2) membangun system koordinasi antar pendidik, pihak sekolah dan orang tua peserta didik, (3) melaksanakan pendampingan anak berkelainan pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan pendidik kelas/pendidik mata pelajaran/pendidik bidang studi, (4) memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkelainan yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat 14

15 catatan khusus kepada anak-anak berkelainan selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada pendidk kelas dan/atau pedidik mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkelainan. Hal lain yang juga mesti jadi perhatian bagi penyelenggara sekolah inklusi adalah, penerimaan dan pengakuan warga sekolah terhadap keberadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah inklusi. Kehadiran mereka dinantikan dan dibutuhkan oleh warga sekolah khususnya guru kelas dan guru mata pelajaran. Mereka dalam bertugas bukan berdiri sendiri, namun saling berkolaborasi dalam menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Tidak jarang terjadi misunderstanding antara pihak sekolah inklusi mengenai peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolahnya. Tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus di kelasnya tetap dipegang oleh pendidik kelas, bukan diserahkan sepenuhnya kepada GPK. Melainkan antara pendidik kelas dan GPK saling bekerjasama dalam melayani anak berkebutuhan khusus, mulai dari mengidentifikasi anak, mengasesmen anak, sampai kepada menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Program Pembelajaran Individual (PPI) ini terkadang juga tidak semua anak berkebutuhan khusus membutuhkannya. Disinilah GPK berperan yaitu sebagai tempat berbagi pengalaman bagi guru kelas dan guru mata pelajaran, karena tidak semua pendidik di sekolah reguler paham siapa dan bagaimana menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus serta apa pembelajaran yang dibutuhkan mereka sesuai dengan kekhususan anak tersebut. D. Kesimpulan Dan Saran Pendidkan inklusi secara umum adalah semua peserta didik yang ada di sekolah regular dalam proses pembelajaran. Tidak hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus, pendidikan 15

16 Inklusi juga diikuti mereka yang termasuk anak normal. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan individual. Secara khusus, sasaran pendidikan inklusi adalah anak berkebutuhan khusus, baik yang sudah terdaftar di sekolah regular, maupun yang belum berada di lingkungan sekolah regular. Untuk itu diperlukan identitas serta penanganan dan pendampingan secara khusus dari sistem yang komperhensif agar dapat sesuai dengan tujuan dari optimalisasi program inklusi demi menciptakan kesetaraan hak dalam pendidikan di indonesia. Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, kurangnya sosialisasi serta ketersediaan Guru Pembimbing Khusus di sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum dipersiapkan dengan baik dan menyeluruh. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang berlaku sekarang belum mampu mengakomodasi keberadaan peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) dalam satu sistem sekolah inklusi. Sehingga program pelaksanaan pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental. Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang harus diemban para pelaku proses pendidikan dalam sekolah inklusi yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di lapangan. Dari berbagai dilema yang terjadi pada pendidikan inklusi di Indonesia, diharapkan segera dapat diantisipasi dengan kebijakankebijakan khusus agar tidak menghalangi pelaksanaan implementasi kebijakan tentang pendidikan inklusi. Beberapa permasalahan yang perlu ditangani dengan kebijakan agar pelaksanaan pendidikan inklusi berjalan maksimal, maka penulis memberi saran agar : 1. Sistem penerimaan siswa baru, khususnya di tingkat pendidikan menengah pertama dan menengah atas tidak menggunakan nilai ujian nasional sebagai kreteria penerimaan. Hal ini dikarenakan kriterian nilai UNAS menjad patokan dapat diterima atau tidaknya 16

17 peserta didik di suatu sekolah masih menjadi faktor utama. Jikalau hasil ujian nasional sebagai standar minimal yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah cukup memberatkan anak berkebutuhan khusus 2. Penggunaan label sekolah inklusi dan adanya PP. no. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan, pasal 41 ayat 1 tentang keharusan untuk memiliki tenaga kependidikan khusus tidak hanya bagi sekolah inklusi tetapi bagi semua jenjang sekolah mengingat dalam satuan pendidikan diketahui ada peserta didik yang memiliki hambatan dalam mencapai keberasilan dalam pembelajaran. 3. Kurikulum pendidikan harusnya mampu mengakomodasi keberadaan anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) dalam sistem pendidikan. 4. Masih kurangnya sosialisasi keberaaan sekolah inklusi d masyarakat khususnya di daerah, dimana muncul sebuah anggapan sematamata memasukkan anak disabled children ke sekolah regular, tanpa upaya untuk mengakomodasi kebutuhan khususnya maupu ketersedaian pendidik khusus yang berkompeten. Kondisi ini dapat menjadikan anak tetap terekslusif dari lingkungan, karena anak merasa tersisih dan terisolasi. Padahal makna inklusi adalah ketika lingkungan sekolah mampu memberikan rasa senang, menerima, dalam kebersamaan. 5. Diharapkan perhatian, peran serta keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan pendidikan inklusi secara matang dan komperhensif. Baik dari aspek sosialisasi, penyiapan sumberdaya, maupun uji coba metode pembelajaran dengan mekanisme monitoring dan evaluasi yang komperhensif dan berkelanjutan, sehingga hanya terkesan program eksperimental. 17

18 Daftar Pustaka Abdul Salim choiri munawir yusuf Pendidikan Anak Nerkebutuhan Khusus Secara Inklusi. FKIP.UNS Delphie Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi, Bandung: PT. Refika Aditama Suparno Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. 18

19 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI Naskah Penulisan Karya ilmiah pada symposium Guru dan Tenaga Kependidikan

Lebih terperinci

Landasan Pendidikan Inklusif

Landasan Pendidikan Inklusif Bahan Bacaan 3 Landasan Pendidikan Inklusif A. Landasan Filosofis 1) Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Haryanto REALITA PENCA DI LAPANGAN Belum ada data riil jumlah penca di Indonesia, Diperkirakan 10% dari populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI Dieni Laylatul Zakia Program Magister Pendidikan Luar Biasa UNS dienizuhri@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasiperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus. SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI PERWUJUDAN PENDIDIKAN TANPA DISKRIMINASI (Studi Kasus Pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 9 Surakarta) Nurjanah K8409047 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang individu di muka bumi ini, tanpa pendidikan berarti seseorang tidak berilmu, padahal kita tidak

Lebih terperinci

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI (Program Pengabdian Masyarakat di SD Gadingan Kulonprogo) Oleh: Rafika Rahmawati, M.Pd (rafika@uny.ac.id) Pendidikan inklusi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA 2015 STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal mempunyai proses bimbingan yang terencana dan sistematis mengacu pada kurikulum. Kurikulum merupakan unsur yang siknifikan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatkan kualitas pendidikan harus selalu diusahakan dari waktu ke waktu baik dari segi sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari lingkungan dan budaya yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas hidup manusia, bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi PENDIDIKAN INKLUSIF Nenden Ineu Herawati ABSTRAK Uraian singkat tentang pendidikan inklusif adalah pendidikan yang ramah untuk semua anak, dengan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional (BNSP, 2006) menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air selalu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF Muchamad Irvan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya irvan.mch15@gmail.com Abstrak Sebagai wujud besarnya perhatian pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Selain itu pendidikan mempunyai tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegitan

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan bertujuan untuk mendewasakan dan mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, baik dari segi kecerdasan intelektual, emosional, spiritual.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek 144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek budaya, aspek kebijakan, dan aspek praktik yang digunakan sebagai tolak ukur keterlaksanannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada tahun 1994 (Amuda, 2005) mewajibkan setiap anak berusia enam sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belekang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem Pendidikan Nasional serta pendidikan yang mutlak yang diatur secara tersistem dan terencana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, dengan teknologi dan komunikasi yang canggih tanpa mengenal

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, dengan teknologi dan komunikasi yang canggih tanpa mengenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan dan tantangan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompleks, karena harus berpacu dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TESIS

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TESIS PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (Studi Situs di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

A. Perspektif Historis

A. Perspektif Historis A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia, dan dalam kondisi apapun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN BIDANG KEGIATAN : PKM GT Diusulkan oleh : Okky Wicaksono 09 / 282652 / SA / 14854 English Department UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmatinya. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung kemajuan suatu bangsa adalah melalui

Lebih terperinci

Kurikulum Berbasis TIK

Kurikulum Berbasis TIK PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus, bahkan dewasa ini berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau hari, melainkan jam, bahkan menit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Pendidikan telah menjadi bagian kehidupan yang diamanatkan secara nasional maupun internasional. Dalam

Lebih terperinci

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MINAT MENJADI GURU DITINJAU DARI PERSEPSI SISWA TENTANG KARAKTERISTIK GURU DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI IPS SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA (TAHUN AJARAN 2009/2010) SKRIPSI Disusun oleh: DWI KUSTIANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan wahana

Lebih terperinci

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 21 ini adalah bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang cerdas, unggul dan berdaya

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara terencana, sistematis, dan logis.pendidikan diharapkan dapat membentuk sumber daya manusia yang siap menghadapi kemajuan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republi

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republi PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa pendidikan Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah terus berupaya memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya efisiensinya berarti rendah.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya efisiensinya berarti rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu system pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan sengaja, sadar dan berencana yang membiasakan para warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali,

Lebih terperinci