BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus sengketa dagang rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dimulai ketika Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama memberlakukan Rancangan Undang Undang Family Smoking Prevention and Tobbaco Control Act (FSPTCA) pada 22 Juni 2009 yang kemudian menjadi Undang Undang dan mulai berlaku secara efektif pada 22 September Didalam pasal 101(b) FSPTCA memuat larangan penggunaan bahan campuran flavouring 1. Pasal 101(b) FSPTCA ini merubah pasal 907(a)(1)(A) Federal Food, Drug and Cosmetic Act (FFDCA) dan resmi menjadi hukum dan berlaku aktif sejak 22 September 2009.Namun, kemudian yang menjadi sengketa bagi Indonesia adalah didalam pasal tersebut tidak ada aturan pelarangan penggunaan Menthol yang merupakan termasuk bahan campuran flavouring.secara tidak langsung, pasal tersebut telah melarang masyarakat AS untuk mengkonsumsi rokok kretek asal Indonesia dan adanya tindakan diskrimansi produk antara rokok kretek dengan rokok menthol 2. Indonesia merasa keberatan dengan penerapan FSPTCA yang dinilai melanggar ketentuan WTO,National Treatment yaitu secara diskrimantif mengecualikan rokok menthol yang merupakan produk dari produsen rokok domestik AS dari larangan penjualan rokok yang mengandung bahan campuran flavouring dan melarang penjualan produk ro kok kretek di Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan pasar potensial bagi rokok kretek Indonesia. Periode pertumbuhan perdagangan rokok kretek Indonesia-Amerika Serikat tumbuh 9,10%. Dari tahun 2005 total ekspor rokok Indonesia sebesar US$ menjadi pada tahun 2009, US$ 1 Simon Tumanggor, Pelaksanaan Putusan Dispute Settlement Body WTO Yang Memenangkan Indonesia Dalam Kasus Larangan Impor Rokok Berperasa Oleh Amerika Serikat, Jendela Informasi Hukum; Biro Hukum Kemeterian Perdagangan (online), April 2013,diakses dari pada 29 September Dirjen Kerjasama Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia, RI Sengketakan Larangan Perdagangan Rokok Kretek di Amerika Serikat Ke DSB WTO, DJKPI (online),25 Juni 2010, ategory_id=0&news_content_id=771&alldate=true, diakses pada 29 September

2 Penurunan ekspor terlihat ketika pada tahun 2009, Amerika Serikat memberlakukan FSPTCA, dimana pada tahun 2007, ekspor rokok kretek Indonesia kepada Amerika Serikat mencapai US$ 604,420 menjadi US$ pada tahun 2009 atau secara volume, pada tahun 2007 ekspor rokok kretek mencapai kg dan pada tahun 2009 turun menjadi kg 4. Hal ini tentu mengurangi jumlah devisa yang diperoleh Indonesia dari ekspor rokok kretek. Namun, secara nilai, hal ini dianggap belum seberapa, dikarenakan Pasar Amerika Serikat merupakan trendsetter bagi pasar pasar perdagangan rokok kretek lainnya seperti Eropa dan Amerika Latin. Dikarenakan proses konsultasi antar kedua belah pihak tidak menemukan titik temu, akhirnya Indonesia mengajukan pembentukan panel ke Dispute Settlement Body pada bulan April 2010 atas dasar Amerika melanggar ketentuan WTO mengenai National Treatment Obligation yang tercantum dalam Pasal 2.1 technical Barrier to Trade Agreement. Panel WTO menemukan bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan WTO karena rokok kretek dan mentol adalah produk sejenis dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Pemerintah Amerika yang tidak menerima dan tidak puas terhadap keputusan panel yang dikeluarkan pada tanggal 2 September 2011 melakukan banding ke WTO pada 5 Januari 2012.Hasil banding yang dikeluarkan menegaskan kembali bahwa keputusan panel sebelumnya adalah benar dan pemerintah Amerika telah mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten dengan WTO. Amerika Serikat kemudian melakukan beberapa penyesuaian sesuai dengan rekomendasi DSB WTO.Namun, hal ini dirasa belum cukup oleh Indonesia karena Amerika Serikat tetap melarang rokok kretek dan memperbolehkan beredarnya rokok menthol.indonesia kemudian berusaha membawa kasus ini kepada badan arbitrase WTO untuk mengajukan retaliasi. Pada 24 Juni 2014, Indonesia dan Amerika Serikat secara bersama sama mengajukan penghentian proses di badan arbitrase WTO dan meminta agar hasil yang telah disiapkan oleh badan arbitrase tidak dikeluarkan secara publik. Pada 3 Oktober Indonesia dan Amerika Serikat sepakat mengakhiri kasus sengketa dagang rokok kretek dengan menandatangani Memorandum of Understanding 3 Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Siaran Pers : Diplomasi perdagangan RI dalam Tatanan Perdagangan Dunia: WTO Setuju Bentuk Panel Sengketa mengenai Larangan Perdagangan Rokok Kretek di Amerika Serikat, diakses dari pada 29 September Simon Tumanggor, ibid; 2

3 kedua negara terkait perjanjian kerjasama bilateral kedua negara sebagai alternative penyelesaian kasus sengketa dagang yang dimana Amerika Serikat akan memberikan fasilitas Generalized System of Preferences yaitu pembebasan biaya tariff masuk untuk produk ekspor Indonesia. Selain itu Amerika Serikat juga berjanji tidak akan mempersengketakan kebijakan larangan ekspor mineral mentah, tidak akan meregulasi produk cigars dan cigarillos, serta akan membantu Indonesia dalam peningkatan kualitas hak kekayan intelektual. 1.2 Rumusan Masalah masalah yaitu : Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini akan merumusankan Mengapa Indonesia menerima tawaran Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus sengketa dagang komoditas rokok kretek diluar WTO? 1.3 Landasan Konseptual Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan 4 landasan konseptual yang dapat membantu dalam menjelaskan argumen dari rumusan masalah penelitian. 4 landasan konseptual tersebut adalah Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement, Dispute Settlement Mechanism WTO, Prinsip National Treatment yang terdapat di berbagai perjanjian WTO, termasuk perjanjian TBT, dan Liberal Institusional. Perjanjian TBT digunakan dalam menjelaskan dasar hukum tuntutan Indonesia terhadap Amerika Serikat dalam sengketa dagang tersebut.hal ini dikarenakan Indonesia menilai suatu regulasi yang telah diberlakukan oleh Amerika Serikat kemudian telah menimbulkan technical barriers dalam perdagangan rokok kretek Indonesia.DSM WTO digunakan untuk menjelaskan langkah prosedural yang dilalui Indonesia dan Amerika Serikat untuk menyelesaikan sengketa dagang rokok kretek. DSM WTO kemudian juga akan menjelaskan mengenai apa saja tuntutan awal Indonesia yang ada di dasar hukum perjanjian TBT dan tuntutan mana saja yang kemudian dikabulkan oleh Dispute Settlement Body WTO. Prinsip National Treatment digunakan untuk menjelaskan mengenai alasan utama mengapa DSB WTO kemudian memenangkan Indonesia dalam sengketa dagang rokok kretek. Indonesia memang menggunakan dasar hukum perjanjian TBT dalam menuntut Amerika Serikat dalam kasus ini, namun kemudian WTO menganggap Amerika Serikat justru melanggar prinsip National Treatment yang bersifat universal didalam WTO dan terdapat dalam 3

4 Perjanjian TBT pasal 2.1. Liberal Institusional digunakan untuk memaparkan WTO sebagai sebuah rejim internasional yang mengatur perdagangan global diantara negara negara yang menjadi anggotanya. WTO yang kemudian memiliki fungsi untuk menyelesaikan sengketa perdagangan diantara negara negara anggota melalui Dispute Settlement Body serta menerapkan prinsip legal-binding bagi negara negara anggotanya terhadap perjanjian perjanjian WTO serta keputusan penyelesaian sengketa WTO, baik di level panel maupun pada level Appellate Body. Technical Barriers to Trade Agreement Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement merupakan perjanjian yang muncul di tahun 1980 dan merupakan hasil akhir dari GATT Tokyo Round of trade negotiation ( ) 5. Pada Awal munculnya, TBT merupakan perjanjian yang bersifat plurilateral, tidak mengikat dan disesuaikan dengan kemampuan dari negara negara anggota GATT.Pasca munculnya WTO menggantikan GATT pada 1994, beberapa perjanjian GATT yang telah ada dirubah menjadi perjanjian multilateral, mengikat dan secara otomatis berlaku bagi negara anggota sejak diberlakukannya keanggotaan di WTO. TBT merupakan sebuah perjanjian yang terdapat di WTO yang digunakan untuk memastikan bahwa suatu regulasi, standar, prosedur uji dan sertifikasi dari suatu negara tidak menimbulkan suatu halangan bagi masuknya barang suatu negara ke negara tersebut.negara berhak menentukan standar ataupun regulasi yang kemudian bertujuan untuk melindungi kesehatan makhluk hidup atau proteksi terhadap lingkungan serta keinginan konsumen.namun, negara harus memastikan bahwa kemudian regulasi tersebut tidak menimbulkan hambatan perdagangan.perjanjian ini kemudian menyarankan agar standar yang digunakan sesuai dengan standar internasional dan perjanjian internasional yang ada. Permasalahan yang kemudian muncul didalam perjanian TBT ini adalah regulasi ataupun standar yang diberlakukan memiliki kecenderungan untuk proteksi pasar domestik ataupun menimbulkan diskriminasi terhadap suatu barang yang bersifat like-products.permasalahan semacam ini dapat diselesaikan melalui salah satu badan WTO, Dispute Settlement Body, yang memiliki mekanisme penyelesaian sengketa dagang dengan menggunakan model panel.namun, 5 WTO, WTO E-Learning : Technical Barriers to Trade Agreement in the WTO, November 2010, diakses dari pada 24 november

5 meskipun hasil dari penyelesaian DSB WTO mengikat bagi negara anggotanya, WTO tetap tidak dapat memaksa suatu negara untuk merubah suatu regulasi ataupun standar yang berlaku.sehingga kemudian, negara yang memenangkan kasus sengketa tersebut dapat mengajukan retaliasi perdagangan 6. Dispute Settlement Mechanism WTO Penyelesaian sengketa perdagangan di WTO memberikan kontribusi dalam pengaturan perdagangan internasional.penyelesaian sengketa ini menjadi pilar utama dalam pengaturan perdagangan multilateral.inti dari dispute settlement mechanism WTO bukanlah menjatuhkan tuduhan, namun menyelesaikan sengketa.penyelesaian sengketa ini diusahakan dapat dilakukan melalui konsultasi.terdapat beberapa prinsip dalam mekanisme penyelesaian masalah dalam WTO yaitu equitable, fast, effective and mutually acceptable. Prosedur penyelesaian sengketa perdagangan di WTO dapat dijelaskan melalui info grafis di halaman selanjutnya 7 : Pada tahap awal penyelesaian sengketa dagang, WTO merekomendasikan bagi kedua negara untuk melakukan konsultasi.tahap ini untuk membicarakan langkah penyelesaian dari kedua pihak tanpa perlu mengikuti prosedur DSB WTO.Apabila kemudian tahap konsultasi gagal, maka negara yang bersengketa dapat mengajukan pembetukan panel kepada DSB WTO.Panel merupakan negara negara yang diminta memberikan rekomendasi atas kasus sengketa dagang. Kemudian pada akhirnya panel akan memberikan laporan akhir yang berisi keputusan apakah pihak yang diadukan terbukti melanggar prinsip perdagangan bebas WTO dan rekomendasi DSB WTO terhadap negara tersebut. Apabila negara yang diputuskan terbukti melakukan pelanggaran tidak puas dengan keputusan panel maka negara tersebut dapat mengajukan banding kepada Appellate Body WTO.Appellate Body merupakan badan WTO yang berisi 7 orang ahli yang ditunjuk oleh WTO.Anggota Appellate Body tidak berafiliasi dengan negara manapun untuk menjaga asas netralitas. 6 Trish Kelly, The Environment, and Health, and Safety Standards, Blackwell Publishing, 2003, hal Understanding WTO: How Are Disputes Settled?, Hal 59, diakses dari 24 Desember

6 Setelah DSB mengeluarkan keputusan, pihak yang dinyatakan bersalah harus mengikuti rekomendasi DSB dalam jangka waktu 30 hari setelah rekomendasi tersebut keluar.apabila dalam jangka waktu 20 hari dari keluarnya rekomendasi belum terlihat upaya implementasi dari pihak yang dinyatakan bersalah, penuntut dapat mengajukan permohonan kepada DSB untuk menjatuhkan sanksi perdagangan terhadap pihak yang dinyatakan bersalah. Sanksi perdagangan ini dijatuhkan pada sektor yang sama sesuai dengan sengketa yang diajukan ke DSB National Treatment Principle Prinsip National Treatment merupakan salah satu prinsip non-diskriminasi dalam WTO yang mengatur mengenai perlakuan terhadap produk impor dan lokal yang setara 8.Produk tersebut dapat berupa komoditas, jasa, dan kekayaan intelektual.prinsip National Treatment bertujuan untuk memperlakukan suatu produk impor sebagai suatu produk domestic.prinsip ini 8 Understanding WTO : Principles of the Trading System, Hal 10-11, diakses dari 24 Desember

7 terdapat di 3 perjanjian utama WTO; GATT, GATS, dan TRIPS, serta beberapa perjanjian lainnya yang mengatur mengenai prinsip non-diskriminasi. National Treatment dapat diterapkan apabila suatu produk sudah atau pernah masuk kedalam pasar domestik suatu negara.pajak ataupun tariff yang diberlakukan kepada suatu produk yang masuk kedalam pasar domestic suatu negara tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip National Treatment, meskipun pajak tersebut tidak berlaku pada produk lokal. Rational Choice Rational Choice digambarkan sebagai konsep pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh pertimbangan situasi, tujuan keputusan, berbagai alternatif keputusan, dan pilihan opsi terbaik yang dianggap paling menguntungkan 9. Proses pengambilan keputusan yang menentukan kepentingan nasional digambarkan sebagai pendekatan rasional. Konsep pengambilan keputusan ini mengukur segala keputusan yang diambil berdasarkan hasil akhir yang akan diperoleh dari pengambil keputusan. Rational Choice biasa digunakan sebagai kerangka berpikir untuk mengambil keputusan terbaik diantara berbagai alternatif keputusan yang mungkin diambil yang kemudian akan memberikan hasil output yang paling menguntungkan. Rasionalitas digambarkan sebagai runtutan proses pengambilan kebijakan yang melalui beberapa langkah: Problem Recognition & Definition: Tahap awal dari pengambilan kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan dimulai dengan mendefinisikan permasalahn tersebut dan menggali informasi secara lengkap dan objektif terkait permasalahan tersebut.dalam kasus sengketa dagang rokok kretek, permasalahan ini muncul ketika undang undang FSPTCA diajukan dalam bentuk bill dalam Kongres Amerika Serikat.Indonesia kemudian mempelajari segala hal yang terkait dengan FSPTCA dan produk rokok asal Indonesia dan bagaimana undang undang ini dapat berdampak pada perdagangan rokok Indonesia di Amerika Serikat. Goal Selection:Pembuat kebijakan menentukan apa yang ingin dicapai ataupun diselesaikan melalui kebijakan tersebut. Proses ini melibatkan apa saja yang terpengaruh 9 Baylis, J and Smith, S ed., The Globalization of World Politics: An introduction to International Relations, Oxford University Press, and Oxford, 2005, hal

8 dari masalah ini (ekonomi, politik, keamanan) dan sektor apa yang sangat penting untuk diselesaikan. Dalam kasus ini, Indonesia memiliki tujuan untuk menuntut adanya perlakuan yang seimbang dari pemerintah Amerika Serikat antara rokok kretek dengan rokok menthol.hal ini dikarenakan perlaukan tersebut telah merugikan secara nilai perdagangan kepada Indonesia namun tidak kepada produsen rokok menthol domestic Amerika Serikat. Identification of Alternative: Proses ini bertujuan agar para pembuat kebijakan dapat membuat sejumlah opsi kebijakan atau keputusan untuk kemudian diukur apa saja cost & benefit dari masing masing kebijakan. Setiap alternative memiliki kerugian dan keuntungan bagi pembuat kebijakan. Dalam kasus sengketa dagang rokok kretek, Indonesia pada akhirnya dihadapkan pada pilihan menerima tawaran bilateral Amerika Serikat atau melanjutkan proses retaliasi di badan arbitrase WTO. Dalam tawaran bilateral terdapat sejumlah potensi nilai perdagangan yang sangat menguntungkan dan belum termasuk beberapa kerjasama bilateral lainnya namun memiliki kerugian mengenai ketidakpastian mengenai potensi nilai perdagangan tersebut dan beberapa isi dari keputusan bilateral tersebut belum diakomodasi dalam kerangka yang dapat menjaminnya. Sedangkan untuk proses retaliasi, keuntungannnya bagi Indonesia adalah mendapatkan retaliasi perdagangan untuk jumlah yang tidak diketahui setiap tahunnya hingga Amerika Serikat bersedia meregulasi rokok menthol. Namun kerugiannya, apabila Amerika Serikat nantinya meregulasi rokok menthol, Indonesia tidak akan mendapatkan retaliasi kembali dan rokok kretek akan tetap dilarang masuk ke pasar Amerika Serikat. Choice: Pada akhirnya pembuat kebijakan akan mengambil suatu keputusan yang dianggap terbaik setelah mengukur setiap opsi kebijakan dengan analisis keuntungan dan kerugian serta probabilitas berhasilnya kebijakan tersebut. Indonesia pada akhirnya memilih penyelesaian secara bilateral dikarenakan potensi perdagangan bilateral dengan Amerika Serikat lebih menguntungkan dibandingkan melanjutkan proses retaliasi di badan arbitrase WTO. Negara sebagai unitary actor selalu diasumsikan tunggal secara internal. Perubahan yang terjadi dalam domestik tidak mempengaruhi kebijakan luar negeri sebanyak ketika kebijakan tersebut berubah seiring beradaptasi dengan kondisi global. Realis percaya bahwa negara sebagai unitary actor, yaitu sebuah kesatuan unit dengan sedikit perbedaan di dalamnya yang tidak akan 8

9 mempengaruhi keputusan. Negara sebagai unitary actor, diibaratkan seperti bola billiard dan dimana meja billiard menggambarkan sistem global. Bola billiard akan saling bertabrakan dan menggeser bola lain yang dikarenakan interaksi antara bola bola billiard bukan dari apa yang terjadi di dalam bola billiard tersebut. Implementasi Rational Choice diperlihatkan pada kasus Cuban missile Crisis. Dimana ketika presiden John F Kennedy mengetahui keberadaan rudal milik uni soviet di Cuba, Presiden membentuk sebuah crisis decision-making group yang bertujuan untuk menganalisa mengenai potensi resiko dan alternative kebijakan untuk penyelesaian kasus ini. Di awal terdapat 6 alternatif kebijakan yang disiapkan oleh kelompok tersebut dan ketika memutuskan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah mengeluarkan rudal uni soviet dari Kuba, maka pilihannya mengerucut menjadi dua pilihan yaitu melaksanakan serangan udara atau melakukan blokade di laut Kuba. Pilihan terakhir menjadi opsi terbaik karena membuka banyak peluang untuk interaksi dengan actor lain dan mendemonstrasikan ketegasan Amerika Serikat. Dalam kasus sengketa dagang rokok kretek, Indonesia menggunakan prinsip Rational Choice dalam mengambil keputusan terhadap penyelesaian akhir kasus sengketa dagang ini. Indonesia memiliki 2 opsi keputusan mengenai bagaimana kasus sengeketa dagang ini akan diakhiri, menempuh jalur retaliasi atau menerima tawaran Amerika Serikat untuk menandatangani kerjasama bilateral guna mengakhiri sengketa dagang tersebut. Masing masing pilihan memiliki benefit yang berbeda satu sama lainnya namun, keduanya memiliki kesamaan bahwa pada akhirnya, apapun pilihan keputusan Indonesia, rokok kretek tetap tidak dapat masuk ke pasar Amerika Serikat. Indonesia kemudian mengambil keputusan untuk sepakat menandatangani berbagai kerjasama bilateral bersama Amerika Serikat dalam mengakhiri kasus sengketa dangan ini karena memang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan harus mengejar retaliasi di badan arbitrase WTO. 1.4 Argumen Utama Indonesia menerima tawaran Amerika Serikat untuk penyelesaian kasus sengketa dagang rokok kretek secara bilateral karena adanya sejumlah keuntungan secara kerjasama perdagangan dan kebijakan dari AS dibandingkan mengajukan retaliasi kepada AS.Hal ini sesuai dengan pendekatan Rational Choice dalam pengambilan keputusan oleh Indonesia.Secara mendasar, penyelesaian kasus secara bilateral ini tidak mengubah fakta bahwa AS telah dinyatakan bersalah 9

10 dalam kasus sengketa dagang ini, selain itu Indonesia juga mendapat beberapa keuntungan, seperti tambahan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) melebihi dari standar nilai tertentu untuk 5 tahun kedepan, Janji AS untuk tidak menggugat kebijakan pelarangan atau pembatasan ekspor bahan mineral mentah dari Indonesia, dan AS juga berjanji untuk tidak ikut melarang produk cerutu atau cigars dari Indonesia. Indonesia menganggap hasil dari penyelesaian secara bilateral ini akan lebih berharga dibandingkan dengan mengajukan retaliasi sebesar 55 juta USD. Hasil dari perjanjian ini akan mampu meningkatkan nilai perdagangan bilateral Indonesia AS secara bilateral untuk komoditas ekspor lainnya. Larangan masuknya rokok kretek juga dapat digantikan dengan janji AS untuk tidak mempengaruhi komoditas perdagangan cerutu Indonesia di AS. Selain itu, Indonesia dan AS sepakat untuk mengintensifkan kerjasama perdagangan dan investasi kedua negara melalui kerangka Indonesia-US Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) untuk membangun hubungan kerjasama yang lebih baik diantara kedua negara. Pertimbangan masing masing benefit dari opsi Indonesia dalam mengakhiri kasus sengketa dagang ini sejalan dengan kerangka berpikir Rational Choice dimana pengambilan keputusan didasarkan pada hasil output terbaik yang akan didapatkan dari pengambilan keputusan. Dalam hal ini, Indonesia meraih lebih banyak manfaat dalam penyelesaian secara bilateral dibandingkan mengejar upaya retaliasi di tingkat arbitrase WTO. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah dari munculnya Undang undang Family Smoking Prevention and Tobbaco Control Act pada tahun 2009 hingga Penyelesaian secara resmi oleh kedua negara pada tahun Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan penelitian skripsi ini, Penulis akan menggunakan studi literatur dari Buku, Jurnal, Dokumen, dan Artikel online yang membahas mengenai prinsip prinsip nondiskrimnasi serta Technical Barrier to Trade Agreement. Untuk persoalan sengketa dagang 10

11 rokok kretek antara Indonesia Amerika Serikat, penulis akan menggunakan sumber sumber yang berasal dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Artikel online, serta dokumen Panel Final Report mengenai proses persidangan di DSB WTO 1.7 Sistematika Penulisan Penulis akan membagi karya tulis ini menjadi 4 Bab. Pada bab 1, penulis akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual yang akan digunakan dalam menjawab rumusan masalah, Sistematika Penulisan serta asums i jawaban sementara penulis terhadap rumusan masalah. Selanjutnya penulis akan menjelaskan awal mula munculnya undang undang FSPTCA dan dampaknya bagi neraca perdagangan rokok kretek Indonesia terhadap Amerika Serikat dan proses penyelesaian kasus sengketa dagang melalui Dispute Settle Mechanism WTO hingga akhirnya Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk menyelesaikan secara bilateral. Bab 3 akan berisi mengenai pembahasan analisis yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada bab 1. Penulis akan memberikan analisa mengenai keuntungan yang diperoleh dari penyelesaian kasus sengketa secara bilateral dengan Amerika Serikat dan alasan Indonesia lebih menerima penyelesaian bilateral dibandingkan demgan melalui retaliasi. Dalam bab terakhir dalam penulisan ini, penulis akan memberikan kesimpulan bahwa Indonesia telah tepat dalam menerima tawaran Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus sengketa dagang secara bilateral karena tawaran tersebut lebih menguntungkan dibandingkan upaya retaliasi yang diajukan Indonesia. 11

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

87 gugatan terhadap Pasal 2.1 TBT Agreement. Hanya saja, DSB bersikeras menolak untuk memenangkan gugatan kedua Indonesia yakni Pasal 2.2 TBT Agreemen

87 gugatan terhadap Pasal 2.1 TBT Agreement. Hanya saja, DSB bersikeras menolak untuk memenangkan gugatan kedua Indonesia yakni Pasal 2.2 TBT Agreemen BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Pada tanggal 9 Juni 2009, Indonesia mengajukan permohonan pembentukan panel kepada DSB. Indonesia menggugat bahwa dalam memberlakukan Tobacco Control Act Pasal 907, Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB III RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PELARANGAN EKSPOR ROKOK KRETEK KE AMERIKA SERIKAT

BAB III RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PELARANGAN EKSPOR ROKOK KRETEK KE AMERIKA SERIKAT BAB III RESPON PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP PELARANGAN EKSPOR ROKOK KRETEK KE AMERIKA SERIKAT Setelah pada bab dua penulis menjelaskan perihal pemboikotan rokok kretek Indonesia yang dilakukan oleh AS

Lebih terperinci

BAB I Latar Belakang Masalah

BAB I Latar Belakang Masalah BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Melihat hal itu, sangat diperlukan menjalin hubungan perdagangan

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (FSPTCA) yang diundang-undangkan pada bulan Juni 2009 dan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. (FSPTCA) yang diundang-undangkan pada bulan Juni 2009 dan berlaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengketa rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) di World Trade Organizationi (WTO) 1 bermula dari terbitnya undang-undang di AS untuk mencegah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

BARGAINING POSITION INDONESIA TERHADAP AMERIKA SERIKAT DALAM KASUS SENGKETA ROKOK KRETEK MELALUI DSB - World Trade Organization (WTO)

BARGAINING POSITION INDONESIA TERHADAP AMERIKA SERIKAT DALAM KASUS SENGKETA ROKOK KRETEK MELALUI DSB - World Trade Organization (WTO) ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (4) 1065-1078 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2015 BARGAINING POSITION INDONESIA TERHADAP AMERIKA

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga hak setiap orang seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu dari upaya tersebut adalah melalui pembentukan

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Perjanjian Bidang Pertanian/ Agreement on Agriculture merupakan salah satu jenis perjanjian multilateral yang disepakati di dalam WTO. Secara umum, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: EKSISTENSI SERTA PENGARUH DISPUTE SETTLEMENT BODY TERHADAP STATUS PEREKONOMIAN NEGARA ANGGOTA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (Studi Tentang Sengketa Rokok Kretek Antara Indonesia Melawan Amerika

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

akan diambil. Apalagi Obama adalah salah satu yang mendukung ratifikasi WHO FCTC.

akan diambil. Apalagi Obama adalah salah satu yang mendukung ratifikasi WHO FCTC. BAB V KESIMPULAN Kebijakan FSPTCA yang dikeluarkan pemerintah AS tahun 2009 ditujukan untuk mengurangi jumlah perokok AS khususnya bagi pemuda dan anak-anak. FSTPCA pada dasarnya mengatur tentang produksi

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) PADA KASUS US-CLOVE CIGARETTES (TOBACCO CONTROL ACT) 2012 DIPANDANG DARI PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT (PERLAKUAN

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Lona Puspita, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang lovelylona0408@gmail.com

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe No.1451, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Helm. Kendaraan Bermotor Roda Dua. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA ALAT PEMELIHARAAN TANAMAN SPRAYER GENDONG SEMI OTOMATIS SYARAT MUTU DAN METODE UJI SECARA WAJIB

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI... 9 DAFTAR TABEL... 12 DAFTAR GRAFIK... 13 DAFTAR DIAGRAM...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MESIN PENGHANCUR (CRUSHER) BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK - SYARAT MUTU DAN CARA UJI SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi internasional yang secara khusus mengurus masalah perdagangan antarnegara di dunia.

Lebih terperinci

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1449, 2015 KEMENPERIN. Melamin Perlengkapan Makan Minum. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KOMPOR GAS TEKANAN RENDAH JENIS DUA DAN TIGA TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Bersamaan dengan adanya globalisasi dunia, batas antar negara semakin memudar. Karena secara tidak langsung dengan adanya globalisasi, perlahan-lahan dunia terpaksa

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014 EFEKTIFITAS PERAN DAN FUNGSI WTO (World Trade Organization) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh : Thor B. Sinaga PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pertumbuhan perekonomiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2 No.1452, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Kaca. Wajib.SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-IND/PER/9/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KACA UNTUK BANGUNAN BLOK KACA SPESIFIKASI DAN METODA UJI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) CERMIN KACA LEMBARAN BERLAPIS PERAK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No. 1083, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Tepung Terigu. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/M-IND/PER/7/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KERTAS DAN KARTON UNTUK KEMASAN PANGAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2015 KEMENPERIN. SNI. Kaca. Bangunan. Blok Kaca. Wajib. Pemberlakuan. NGANPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti. BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

Hubungan dagang antara Indonesia dan Korea Selatan mengalami pasang surut. Dalam hubungan dagang antar kedua negara yang dibina dengan sangat baik, te

Hubungan dagang antara Indonesia dan Korea Selatan mengalami pasang surut. Dalam hubungan dagang antar kedua negara yang dibina dengan sangat baik, te BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi salah satu hal yang paling penting dalam hubungan antar negara. Negara-negara berusaha untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2015 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Kompor Gas. Sistem Pemantik. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/3/2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Pada saat ini, ada beberapa organisasi internasional yang mencoba untuk mengatur teknologi informasi, diantaranya the United Nations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Establishing The World Trade Organization tersebut melalui Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Establishing The World Trade Organization tersebut melalui Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia telah terlibat dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950. Sebagai Negara berkembang, Indonesia telah menunjukan sikap yang positif terhadap pengaturan perdagangan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA SARINGAN UNTUK SUMUR AIR TANAH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Faktor yang memegang peranan penting dalam produk agroindustri adalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Faktor yang memegang peranan penting dalam produk agroindustri adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor yang memegang peranan penting dalam produk agroindustri adalah mutu produk. Salah satu cara untuk mengetahui mutu produk agroindustri adalah dengan pengujian

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N :

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 527/MPP/KEP/7/2002 TANGGAL 5 JULI 2002 TENTANG TATA KERJA TIM NASIONAL WTO DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK PERUNDING UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2015 KEMENPERIN. Biskuit. Wajib. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-IND/PER/7/2015 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website : TINJAUAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN WTO ATAS GUGATAN JEPANG DAN UNI EROPA KEPADA KANADA TERKAIT PEMBERLAKUAN FEED-IN TARIFF PROGRAM YANG DITERAPKAN DI PROVINSI ONTARIO, KANADA Alexander Bolony*, Darminto Hartono,

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

POSISI, TANTANGAN, DAN PROSPEK BAGI INDONESIA DALAM SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA WTO

POSISI, TANTANGAN, DAN PROSPEK BAGI INDONESIA DALAM SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA WTO POSISI, TANTANGAN, DAN PROSPEK BAGI INDONESIA DALAM SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA WTO Dyan F. D. Sitanggang e-mail: dyanfranciska@unpar.ac.id Abstract The World Trade Organization (WTO) as the sole universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu

Lebih terperinci

IZIN DICABUT, CHURCHILL MINING GUGAT PEMERINTAH USD 2 MILIAR

IZIN DICABUT, CHURCHILL MINING GUGAT PEMERINTAH USD 2 MILIAR IZIN DICABUT, CHURCHILL MINING GUGAT PEMERINTAH USD 2 MILIAR bisnis.com Churchill Mining Plc melayangkan gugatan arbitrase i terhadap Pemerintah Indonesia ke International Centre for Settlement of Invesment

Lebih terperinci

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT BAHAN KULIAH TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 KETENTUAN HUKUM TENTANG USAHA PATUNGAN

Lebih terperinci