PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN*) Agung Nur Fajar**)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN*) Agung Nur Fajar**)"

Transkripsi

1 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN*) Agung Nur Fajar**) Abstract Financial inclusion program is appraised as one of the accelerating vehicle for the poverty alleviation in Indonesia and altogether increases the national financial system deepening. The cooperative had proven to function significantly in the implementation of community's financial inclusion in low-income people in Indonesia, and can be geared as a motor of its implementation and cocurrently pursuing cooperative financial system to be integral part of the national financial system. Increasing the financial inclusion of low-income communities through the cooperative efforts require: (1) develop database financial potential members of a cooperative and use FIN card as a member, (2) revitalize the institutions and business cooperative, and (3) integrate the cooperative financial system in the formal financial system nationally. Keywords: Financial Inclusion, Household, Cooperative, Revitalization Abstrak Program inklusi keuangan dinilai sebagai salah satu wahana untuk percepatan pengentasan kemiskinan di Indonesia dan sekaligus meningkatkan kedalaman sistem keuangan nasional. Tingkat inklusi keuangan di Indonesia masih rendah, baik diukur dengan kriteria tabungan maupun pinjaman di perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Koperasi telah terbukti berperan besar dalam pelaksanaan inklusi keuangan masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia, dan dapat dijadikan motor untuk pelaksanaan program inklusi keuangan dan mengembangkan sistem keuangan koperasi sebagai bagian integral dari sistem keuangan nasional. Peningkatan inklusi keuangan masyarakat berpenghasilan rendah melalui koperasi memerlukan upaya: (1) mengembangkan basis data potensi keuangan anggota koperasi dan penggunaan kartu FIN anggota koperasi, (2) merevitalisasi kelembagaan dan usaha koperasi secara berkelanjutan, dan (3) mengintegrasikan sistem keuangan koperasi dalam sistem lembaga keuangan formal secara nasional. Kata Kunci: Inklusi Keuangan, Rumah Tangga, Koperasi, Revitalisasi *) Artikel diterima 20 April 2012, peer review 20 April 2012, review akhir 14 Mei 2012 **) Agung Nur Fajar adalah peneliti pada ACG Advisory Group dan Rektor STEKPI, acg1@ indosat.net.id 56

2 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) I. Pendahuluan Inklusi keuangan menjadi program utama di banyak negara, dan dijadikan sebagai salah satu strategi utama meningkatkan produktivitas masyarakat berpenghasilan rendah. Inklusi keuangan adalah proses sistimatis untuk mengurangi berbagai jenis ketiadaan akses jasa keuangan bagi masyarakat secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas masyarakat miskin. Inklusi keuangan berkaitan dengan 4 (empat) aspek, yaitu: (1) kemampuan masyarakat untuk mengakses jasa keuangan formal, (2) kesesuaian kualitas jasa keuangan dengan kebutuhan masyarakat, (3) penggunaan jasa sistem keuangan formal secara berkelanjutan oleh masyarakat, dan (4) dampak penggunaan jasa keuangan terhadap kehidupan masyarakat (AFI, 2010). Keempat aspek ini dinilai masih lemah untuk diakses oleh masyarakat miskin di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan Hannig (2009) mengindikasikan hampir 50% penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap tabungan, asuransi dan jasa keuangan lainnya; dan ternyata 95% tinggal di negara sedang berkembang. Hasil studi Bank Dunia (2010) mengindikasikan tingkat inklusi keuangan di Indonesia sekitar 68% yang diukur dengan kepemilikan tabungan dan 60% jika diukur dengan akses kredit 17% memperoleh pinjaman dari bank, dan 43% dari lembaga keuangan bukan bank dan sektor informal; namun hanya 21% dari penduduk miskin yang terinklusi secara keuangan, yang berarti sebagian besar penduduk miskin masih tereksklusi dari sistem keuangan. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran tingkat inklusi keuangan di Indonesia dengan menggunakan data hasil survai neraca rumah tangga tahun 2010 yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dan sekaligus menunjukkan berbagai peluang koperasi agar dapat berperan dalam program inklusi keuangan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. II. Tingkat Inklusi Keuangan di Indonesia Inklusi keuangan umumnya diukur dengan 4 indikator, yaitu: kepemilikan rekening tabungan, asuransi, jasa pembayaran, dan kredit dari lembaga keuangan formal. Tiga jasa keuangan yang pertama ditentukan oleh kemampuan keuangan dan keberanian masyarakat untuk bertransaksi melalui lembaga keuangan, namun untuk kredit diperlukan penilaian kelayakan dari lembaga formal. Pengertian inklusi keuangan yang longgar umumnya menggunakan salah satu dari tiga produk lembaga keuangan yang pertama, 57

3 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : dan menurut penilaian penulis inklusi keuangan seharusnya menggunakan indikator kredit dari perbankan yang diberikan melalui mekanisme pasar yang sehat dan wajar. Pengertian inklusi keuangan dengan indikator kredit dinilai lebih memberikan daya pengungkit untuk meningkatkan produktivitas masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk mengukur tingkat inklusi keuangan digunakan data hasil survai neraca rumah tangga tahun 2010 yang dilakukan oleh DPNP-Bank Indonesia. Analisis data survai neraca rumah tangga telah dilakukan oleh Bank Indonesia dan ACG Advisory sejak tahun 2007, dengan jumlah sampel dan cakupan daerah yang terus dikembangkan untuk merepresentasikan kondisi rumah tangga di Indonesia. Survai rumah tangga tahun 2010 dilakukan di 10 propinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Bali), dengan jumlah sampel valid rumah tangga. Sampel tahun 2010 bersifat panel longitudinal, sehingga responden tahun 2009 diupayakan untuk disurvai kembali pada tahun Jumlah sampel tahun 2010 terdiri dari sampel tahun 2009 (3.675 responden) ditambah responden baru dengan kriteria rumah tangga memiliki total penghasilan sebesar Rp ,- per tahun atau lebih, dan rumah tangga yang memiliki total penghasilan di bawah Rp ,- tetapi memiliki akses layanan perbankan (tabungan atau kredit). Data responden survai neraca rumah tangga 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Responden Survai Neraca Rumah Tangga Tahun 2010 Berdasarkan Kategori Tingkat Penghasilan Kategori Penghasilan Jumlah Rumah Tangga Persentase (%) Rendah (kurang dari Rp ,- per ,00 tahun) Menengah (Rp ,- Rp ,-) ,81 Tinggi (lebih dari Rp ,- per tahun) ,19 Total (responden valid) ,00 Sumber: DPNP-BI (2011): Output Survai Neraca Rumah Tangga Hasil survey neraca rumah tangga 2010 mengindikasikan masih terbatasnya akses masyarakat yang menggunakan jasa perbankan, bahkan pada kelompok masyarakat dengan penghasilan menengah dan tinggi. Responden yang memiliki rekening tabungan di perbankan sebanyak 34,72 persen jauh 58

4 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) lebih besar daripada responden rumah tangga yang memperoleh akses kredit dari perbankan sekitar 18,21 persen, yang berarti rumah tangga masih menjadi sumber pendanaan bagi perbankan untuk disalurkan ke sektor usaha formal di perkotaan. Sebaliknya koperasi dan lembaga keuangan pembiayaan lainnya menjadikan pinjaman sebagai basis layanannya sebanyak 17,84 persen, karena proporsi rumah tangga yang menabung pada jenis lembaga ini hanya 3,78 persen. Secara keseluruhan tingkat inklusi keuangan yang diukur dengan tabungan di berbagai lembaga hanya sebesar 34,72 persen, yang berarti ada 65,28 persen rumah tangga yang tidak memiliki rekening tabungan. Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga yang Memiliki Tabungan Berdasarkan Jenis Lembaga dan Kategori Penghasilan Pada Tahun 2010 Jenis Lembaga Jumlah Prosentase % Kategori Penghasilan RT (%) Rendah Menengah Tinggi Perbankan ,72 12,34 32,95 70,73 LKBB 153 3,78 1,75 4,14 5,18 Non Lembaga 104 2,57 3,19 2,70 1,37 Keuangan (NLK) Total RT Memiliki ,50 17,28 39,79 77,28 Tabungan* Total RT Tanpa ,50 82,72 60,21 22,72 Tabungan Total ,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: DPNP-BI (2011): Survai Neraca Rumah Tangga Tahun Catatan: Perbankan terdiri dari bank umum, BPD, bank syariah, BPR dan sejenisnya; LKBB terdiri dari koperasi, BKK, LPD, BMT, pegadaian, lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan mikro lainnya; Non Lembaga Keuangan (NLK) terdiri dari pelepas uang, teman, keluarga, kantor, pemilik tanah dan sejenisnya. * Suatu rumah tangga dapat menabung lebih dari satu lembaga keuangan. Rumah tangga dengan penghasilan yang rendah cenderung kurang memiliki akses tabungan, dan ternyata lebih dari 82,72 persen penduduk dengan penghasilan rendah dapat dianggap tereksklusi secara keuangan. Fenomena ini mirip dengan temuan studi Bank Dunia (2010). Ada korelasi positif antara tingkat penghasilan rumah tangga dengan kepemilikan rekening tabungan di lembaga keuangan formal (perbankan, koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya), yang berarti semakin tinggi tingkat penghasilan 59

5 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : rumah tangga memiliki kecenderungan meningkat potensinya menjadi nasabah/penabung di bank dan koperasi. Besaran tabungan di perbankan rerata sebesar Rp ,- per rumah tangga, sedang di koperasi dan lembaga keuangan mikro dalam kisaran di bawah Rp ,- per rumah tangga, kecuali di Propinsi Bali dengan rerata tabungan di atas Rp ,- per rumah tangga di lembaga keuangan bukan bank. Koperasi dan lembaga simpan pinjam dapat berperan besar dan memiliki potensi menjadi motor program inklusi keuangan pada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah sebagaimana kasus di Bali. Rumah tangga di Bali memiliki tingkat tabungan yang paling tinggi (89,56%), sedang rumah tangga di Sumatera Selatan memiliki tingkat inklusi keuangan yang paling rendah (11,70%). Rumah tangga yang memiliki rekening tabungan di perbankan yang relatif tinggi berada di wilayah Sumatera Barat (54,55%), Sulawesi Selatan (53%), Jawa Tengah (45,19%), Bali (44,71%), DKI Jakarta (42,78%), dan Jawa Barat (41,12%). Rumah tangga di Bali dinilai memiliki tingkat kepercayaan yang paling tinggi untuk menabung di koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya (38,82%), diikuti rumah tangga di wilayah Jawa Tengah (5,37%) dan Jawa Barat (5,02%). Secara umum proporsi rumah tangga yang memiliki tabungan pada tahun 2010 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan posisi tahun Fenomena menarik ditemukan di wilayah Bali yang menunjukkan proporsi rumah tangga yang menabung di koperasi dan lembaga keuangan mikro pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Fenomena ini mengindikasikan tingkat kepercayaan masyarakat Bali terhadap koperasi mengalami peningkatan, dan mampu mengalihkan masyarakat untuk menabung dari perbankan ke koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya. Koperasi, lembaga keuangan mikro, lembaga pembiayaan, dan non lembaga keuangan (NLK) berperan besar dalam pemberian pinjaman kepada rumah tangga di Indonesia. Inklusi keuangan yang diukur dengan pinjaman mengindikasikan 41,04% rumah tangga di Indonesia memperoleh layanan pinjaman dari berbagai lembaga, yaitu: perbankan (18,21%), koperasi dan LKBB (17,84%) serta non lembaga keuangan (18,46%); yang berarti masih ada 58,96% dari rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki akses pinjaman 60

6 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga yang Memiliki Pinjaman, Berdasarkan Jenis Lembaga dan Kategori Penghasilan Pada Tahun 2010 Jenis Lembaga Jumlah Prosentase % Kategori Penghasilan RT (%) Rendah Menengah Tinggi Perbankan ,21 7,26 17,03 35,52 LKBB ,84 10,45 17,73 26,07 Non Lembaga ,46 14,08 18,43 23,17 Keuangan (NLK) Total RT Dengan , ,19 84,76 Akses Pinjaman * Total RT Tanpa ,96 68,21 46,81 15,24 Akses Pinjaman Total ,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: DPNP-BI (2011): Output Survai Neraca Rumah Tangga 2010 Catatan: * Suatu rumah tangga dapat memperoleh pinjaman dari berbagai sumber pinjaman dan jenis lembaga, sehingga jumlah proporsi rumah tangga yang memiliki akses pinjaman tidak sama dengan jumlah dari masing-masing jenis lembaga. Penjumlahan dilakukan untuk menaksir secara konservatif proporsi minimal rumah tangga di Indonesia yang tereksklusi secara keuangan berdasarkan kategori penghasilan. Rumah tangga berpenghasilan rendah memiliki akses meminjam dari perbankan yang sangat rendah, yaitu hanya 7,26 persen, yang berarti lebih dari 92 persen masyarakat berpenghasilan rendah yang belum memiliki akses ke perbankan. Sumber pinjaman utama kelompok ini berasal dari LKBB (termasuk koperasi) dan non lembaga keuangan (NLK). Ada korelasi positif antara tingkat penghasilan rumah tangga dengan kemampuan mengakses pinjaman pada berbagai sumber pembiayaan dan jenis lembaga. Program peningkatan produktivitas masyarakat berpenghasilan rendah akan berdampak besar terhadap program inklusi keuangan. Rumah tangga dengan akses pinjaman yang tinggi dari berbagai jenis lembaga ditemukan di Propinsi Jawa Tengah (58,17 persen), Bali (52,94 persen), Kalimantan Selatan (52,75 persen) dan Sumatera Barat (49,09 persen), sedang rumah tangga yang paling rendah aksesnya terhadap pinjaman berada di wilayah Sumatera Selatan (9,36 persen). Tingkat inklusi keuangan yang diukur dengan pinjaman dari perbankan yang tinggi ditemukan di Propinsi 61

7 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : Jawa Tengah (27,96 persen), Sumatera Barat, (24,55 persen), Jawa Barat (22,49 persen), Bali (18,82 persen) dan Kalimantan Selatan (18,68 persen). Ada dua propinsi yang koperasi dan LKBB lainnya yang memberikan pinjaman kepada rumah tangga yang jauh lebih banyak daripada perbankan, yaitu: Sumatera Barat (31,82 persen) dan Bali (30,59 persen). Ada tiga propinsi yang rumah tangganya masih mengandalkan pinjaman dari non lembaga keuangan (LKB), yaitu: Kalimantan Selatan (34,07 persen), Jawa Tengah (31,88 persen), dan Sumatera Utara (18,94 persen). Rerata besaran pinjaman kepada rumah tangga secara nasional sebesar Rp 6,5 juta, yang berasal dari perbankan Rp 4,36 juta, LKBB Rp 1,45 juta dan NLK Rp 0,7 juta. Rumah tangga di Bali dan Propinsi Sumatera Barat memiliki akses dan besaran pinjaman yang terbesar dari perbankan dan LKBB, yaitu di Sumatera Barat (Rp 10,4 juta) dan Bali (Rp 8,8 juta). Pinjaman dari non lembaga keuangan yang cukup tinggi nilainya ditemukan di wilayah DKI Jakarta (dengan rerata pinjaman Rp 2,58 juta), Sumatera Barat (Rp 1,37 juta), Kalimantan Selatan (Rp 1,04 juta) dan Jawa Barat dengan rerata pinjaman Rp1,02 juta per rumah tangga. Pinjaman dari perbankan umumnya digunakan untuk menjalankan usaha (33,25 persen). Pinjaman dari LKBB (terutama lembaga pembiayaan) digunakan untuk membeli kendaraan bermotor (50,46 persen), dan pinjaman dari non lembaga keuangan umumnya digunakan untuk kepentingan konsumsi (43,64 persen). Jaminan pinjaman umumnya berupa sertifikat tanah/rumah (16,22 persen), SK Gaji (15,48 persen), STNK (15,44 persen), emas dan lainnya (3,43 persen), dan sisanya mengaku memperoleh pinjaman tanpa jaminan (49,43 persen). Pinjaman tanpa jaminan umumnya diberikan oleh NLK (93,56 persen) dan LKBB (49,16 persen). Tabel 4. Tujuan Pinjaman rumah Tangga Berdasarkan Lembaga, 2010 (Persen) Tujuan Pinjaman Perbankan LKBB NLK Total Menjalankan Usaha 33,25 14,64 21,52 23,17 Konsumsi 13,77 14,51 43,64 23,07 Membeli Kendaraan 6,09 50,46 4,24 21,10 Pendidikan 12,98 8,37 6,06 9,27 Membangun/Renovasi 12,19 3,79 3,03 6,47 Rumah Membeli Tanah/Rumah 10,46 0,78 2,88 4,77 62

8 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) Rumah Membeli Tanah/Rumah 10,46 0,78 2,88 4,77 Kesehatan 3,71 1,57 6,06 3,67 Lainnya 7,55 5,88 12,58 8,49 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: DPNP-BI (2011): Output Survai Neraca Rumah Tangga 2010 III. Peluang Bagi Koperasi Ada beberapa temuan menarik dari Survai Neraca Rumah Tangga 2010 yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Bagus Santoso, 2011), antara lain: 1. Adanya fenomena voluntarily excluded household yang relatif tinggi, yaitu rumah tangga dengan penghasilan tinggi (ratusan juta) yang tidak memiliki simpanan di perbankan. 2. Masyarakat Indonesia cukup inovatif dalam menciptakan coping mechanism dan telah menerapkan konsep nilai waktu dari uang, yang salah satu bentuknya berupa arisan bantingan, arisan tembak atau arisan tawar menawar. Arisan sangat popular di Kalimantan Selatan yang diindikasikan dari besarnya piutang arisan mencapai Rp ,- per rumah tangga, sementara di daerah lain hanya dalam kisaran ratusan ribu rupiah. 3. Bentuk operasi lembaga keuangan yang mengadopsi budaya lokal umumnya berterima dan dipercaya oleh masyarakat, sehingga mengalami perkembangan yang positif, seperti: Lembaga Perkreditan Desa di Bali. 4. Aktivitas keuangan masyarakat di Indonesia masih sangat terpengaruh oleh adat, budaya dan kegiatan keagamaan, sehingga proporsi pengeluaran untuk kegiatan yang berkaitan dengan adat dan keagamaan dinilai cukup tinggi, seperti: biaya mudik, upacara keagamaan, atau biaya naik haji dan kewajiban zakat bagi yang beragama Islam. 5. Sumber utama pendapatan rumah tangga Indonesia berasal dari kegiatan usaha perdagangan yang mencapai Rp ,- per rumah tangga dan penghasilan dari gaji dan tunjangan sekitar Rp ,- per rumah tangga, sedang penghasilan dari sektor produksi (pertanian, industri pengolahan dan sektor produktif lainnya) dinilai masih sangat rendah. Ini mengindikasikan rumah tangga di Indonesia berbasis pada sektor jasa sebagai sumber penghasilan utamanya, dan bukan berbasis pada kegiatan produksi. 63

9 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : Ada perbedaan preferensi rumah tangga dalam menginvestasikan kekayaannya, sebagai contoh: rumah tangga di Sumatera Utara lebih menyukai emas, perhiasan dan logam mulia sebagai pilihan investasi, sedang rumah tangga di Kalimantan Selatan lebih menyukai arisan sebagai bentuk investasinya, dan rumah tangga di wilayah Sulawesi Selatan lebih menyukai persediaan barang produktif sebagai pilihan investasinya. 7. Rasio nilai utang rumah tangga terhadap total asset dinilai cukup rendah (di bawah 5%) maupun terhadap asset tetap yang berada dalam kisaran 3-9 persen. Sebagian besar pinjaman rumah tangga (80,66 persen) dengan jangka waktu pinjaman di atas 1 tahun terutama digunakan untuk membeli kendaraan, membangun dan merenovasi rumah; sedang sisanya 19,34 persen dikategorikan sebagai pinjaman jangka pendek. 8. Rumah tangga dengan tingkat penghasilan rendah cenderung menggunakan penghasilan untuk pengeluaran yang bersifat konsumsi (90 persen dari penghasilan), dan hanya kurang dari 10 persen pengeluaran yang digunakan untuk menambah harta rumah tangga. Rumah tangga dengan penghasilan menengah menggunakan pengeluarannya untuk menambah harta rumah tangganya dalam kisaran persen, sedang rumah tangga dengan penghasilan tinggi akan menggunakan pengeluarannya untuk menambah harta rumah tangganya di atas 20 persen. Temuan di atas mengindikasikan banyaknya kesempatan usaha yang dapat digunakan oleh koperasi, sepanjang pengelola koperasi dapat melakukan inovasi layanan koperasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di wilayahnya. Banyaknya rumah tangga dengan penghasilan tinggi yang tereksklusi dari sistem perbankan memberikan peluang bagi koperasi untuk mendekati kelompok ini sebagai anggota dan investor koperasi, sepanjang koperasi dapat meyakinkan kelompok ini sebagai penyimpan atau investor, atau mendorong kelompok ini menjadi penggiat koperasi di wilayahnya. Tingginya pengeluaran rumah tangga untuk keperluan adat, budaya dan keagamaan merupakan peluang usaha bagi koperasi untuk mengembangkan berbagai jenis layanan yang sesuai dengan budaya masyarakatnya, misalnya: mengembangkan tabungan haji, tabungan mudik, tabungan zakat, atau tabungan ternak untuk korban, tabungan emas, dan sejenisnya. Secara nasional jumlah kekayaan rumah tangga tahun 2010 rerata Rp180,5 juta dengan komposisi aktiva lancar hanya sebesar Rp 18,5 juta. Jumlah utang sebesar Rp 6,5 juta per rumah tangga dan peningkatan kekayaan 64

10 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) bersih sebesar Rp 6,5 juta (penghasilan dikurangi seluruh beban rumah tangga), yang berarti rerata rumah tangga memiliki kekayaan bersih sebesar Rp 174 juta pada tahun Jumlah utang rumah tangga setara dengan peningkatan kekayaan bersihnya, yang berarti potensi untuk perluasan pinjaman ke rumah tangga di Indonesia masih sangat besar dengan tingkat risiko yang relatif masih rendah, sepanjang pinjaman digunakan untuk kegiatan produktif. Rumah tangga di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali dan DKI Jakarta memiliki peningkatan kekayaan bersih di atas rerata nasional (dalam kisaran Rp 9,1-24,7 juta per rumah tangga pertahun) yang berarti potensi masyarakat untuk menyimpan di koperasi dinilai masih tinggi. Rendahnya rasio utang terhadap aktiva rumah tangga memberikan peluang bagi koperasi untuk mengembangkan layanan pinjaman secara produktif dan aman. Tingginya proporsi penghasilan masyarakat dari kegiatan usaha perdagangan memberikan peluang bagi koperasi untuk mengembangkan layanan pinjaman yang disesuaikan dengan siklus perdagangan anggotanya. Koperasi yang anggotanya berusaha di sektor industri pengolahan dan perkebunan perlu mengembangkan layanan pinjaman investasi, dengan jangka waktu pinjaman jangka menengah-panjang. Koperasi yang anggotanya memiliki asset dengan tingkat produktivitas yang rendah (TV dan peralatan elektronik, rumah tinggal dan asset sejenisnya yang tidak digunakan untuk usaha) cenderung membutuhkan likuiditas yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan mendesak, sehingga koperasi dituntut untuk mengembangkan layanan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mendesak anggotanya, seperti: tabungan dan pinjaman biaya kesehatan, biaya pendidikan dan sejenisnya. Koperasi yang memiliki anggota berpenghasilan rendah harus melakukan pendidikan bagi anggotanya untuk menggiatkan kegiatan simpanan anggota di koperasi dalam rangka mendorong anggotanya untuk menyisihkan sebagian pengeluarannya untuk menambah harta produktifnya, atau mengembangkan layanan pinjaman yang dikaitkan dengan besaran simpanan anggotanya (termasuk pola tanggung renteng), atau mengembangkan layanan simpanan/pinjaman yang dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat secara berkala, misalnya untuk kebutuhan keagamaan, mudik, biaya pendidikan dan sejenisnya. Koperasi yang memiliki anggota dengan kategori penghasilan menengah dan tinggi dapat dijadikan role model bagi anggota lain untuk pengembangan kegiatan usaha koperasi yang berhasil, dan mendorong kelompok ini memiliki kegiatan usaha produktif, sehingga dapat memperbanyak contoh-contoh keberhasilan anggota koperasi. 65

11 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : IV. Peran Koperasi dalam Inklusi Keuangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah Survai neraca rumah tangga 2010 mengindikasikan rumah tangga yang memiliki tabungan di koperasi hanya sebanyak 92 rumah tangga dari sampel atau 2,27 persen secara nasional. Pada sisi pinjaman koperasi telah mampu memberikan kontribusi membiayai 3,92 persen rumah tangga berpenghasilan rendah, 5,73 persen dari rumah tangga berpenghasilan menengah, dan 10,67 persen dari rumah tangga berpenghasilan tinggi. Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga yang Memiliki Pinjaman Berdasarkan Kategori Pendapatan, 2010 (Persen*) Sumber Utang Pendapatan Rendah Pendapatan Sedang Pendapatan Tinggi Lembaga Keuangan Bank 7,26 17,03 35,52 1. Bank Umum 5,95 11,71 25,76 2. Bank Umum Syariah 0,00 0,22 0,30 3. BPR 1,16 1,74 2,59 4. BPR Syariah 0,00 0,07 0,30 5. BPD 0,00 1,88 5,49 6. BPD Syariah 0,00 0,00 0,15 7. Lainnya 0,15 0,37 0,15 8. Utang Kartu Kredit 0,00 0,44 1,02 Lembaga Keuangan Bukan Bank 10,45 17,73 26,07 1. Koperasi 3,92 5,73 10,67 2. Pegadaian 1,02 0,59 0,46 3. Multi-finance/Dealer/Leasing 3,34 8,61 15,09 4.Lembaga simpan pinjam berbasis 0,73 0,48 0,76 ekonomi lainnya (seperti BKK) 5. Lembaga simpan pinjam berbasis adat 0,87 0,85 0,15 (seperti Lembaga Perkreditan Desa/LPD) 6. Lembaga simpan pinjam berbasis agama 0,15 0,37 0,30 (seperti baitul maal wa tamwil/bmt) 7. Lainnya 0,29 0,33 0,30 Non Lembaga Keuangan 14,08 18,43 23,17 *) Persentase terhadap jumlah sampel untuk masing-masing kategori pendapatan Sumber: DPNP-BI (2011): Output Survai Neraca Rumah Tangga 2010 Koperasi merupakan lembaga pemberi pinjaman kedua terbesar untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (3,92 persen), yaitu hanya sedikit di bawah bank umum (5,95 persen dari rumah tangga berpenghasilan rendah). Jika dibandingkan rasio peminjam terhadap penabung (LDR) bank umum (48,8 persen) dengan LDR koperasi (245 persen) untuk masyarakat berpenghasilan rendah, maka koperasi dinilai jauh lebih berhasil dalam 66

12 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah untuk memberikan pinjaman. Fenomena di atas mengindikasikan koperasi merupakan sumber pinjaman utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Program inklusi keuangan seharusnya difokuskan pada kelompok rumah tangga dengan penghasilan rendah dan menengah untuk mendorong masyarakat akar rumput memiliki akses layanan ke lembaga keuangan formal, sebagai salah satu wahana mengentaskan kemiskinan masyarakat. Dalam hal ini, koperasi seharusnya dapat dijadikan motor utama untuk mengimplementasikan program inklusi keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Koperasi merupakan pelaku ketiga terbesar secara nasional, setelah bank umum dan multi finance (leasing). Jangkauan sebaran koperasi dalam memberikan pinjaman jauh di atas BPD, Bank Umum Syariah, BPR, pegadaian dan lembaga keuangan mikro lainnya. Berdasarkan hasil survai neraca rumah tangga, maka peluang usaha koperasi masih terbuka luas, sepanjang koperasi mampu merevitalisasi dirinya sebagai lembaga keuangan yang kredibel dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan kebutuhan keuangan masyarakat. Pemerintah Indonesia telah mengembangkan program inklusi keuangan yang diintegrasikan dengan program percepatan pengentasan kemiskinan melalui berbagai program peningkatan produktivitas masyarakat berpenghasilan rendah, seperti: program PNPM, PKPS-BBM, KUR, P4K, dan berbagai program perkuatan koperasi dan UMKM. Beberapa program dinilai cukup berhasil, namun sebagian besar program yang dinilai kurang berhasil, tidak berkesinambungan dan salah sasaran, karena sebagian besar penerima manfaat program adalah kelompok masyarakat yang tidak miskin. Peningkatan inklusi keuangan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dapat mengacu pada praktik terbaik di beberapa Negara, dengan menggunakan berbagai instrumen yang sesuai, antara lain: 1. Mengembangkan lembaga keuangan mikro, seperti: Grameen Bank di Banglades dan Banco Sol di Bolivia. 2. Mengubah atau menugaskan bank pemerintah, seperti: BRI Unit, SFIs di Thailand, dan Banca la Opportunidades di Kolumbia. 3. Mengembangkan agen perbankan, seperti: Banco Wal-Mart di Meksiko, Peru dan Brazil. 67

13 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : Mengembangkan mobile banking dan smart money, sehingga lembaga keuangan mikro dan bank pedesaan di Philipina dapat memberikan layanan keuangan melalui mobile banking. 5. Mengembangkan financial identity yang dapat mencatat identitas nasabah beserta sejarah transaksi keuangan dan potensi kemampuan keuangan nasabah. Pola identitas keuangan ini telah dikembangkan di Uganda dan India. 6. Mengembangkan model perlindungan konsumen sebagaimana yang dikembangkan oleh Malaysia melalui Agensi Kaunseling dan Pengurusan Kredit. Peningkatan inklusi keuangan masyarakat berpenghasilan rendah melalui koperasi memerlukan upaya: (1) pengembangan basis data potensi keuangan anggota koperasi dan sejarah transaksinya dengan koperasi dan lembaga keuangan lainnya, (2) merevitalisasi kelembagaan dan usaha koperasi secara berkelanjutan, dan (3) pengintegrasian koperasi dalam sistem keuangan nasional termasuk dengan perbankan. Pengintegrasian koperasi dalam sistem keuangan nasional memerlukan perbaikan sistem pelayanan dan pengawasan koperasi. Perlu segera ditata standar minimal pelayanan koperasi dan mekanisme pengawasannya yang berterima di kalangan perbankan nasional. Pengembangan basis data anggota koperasi memerlukan pendataan anggota koperasi yang berkaitan dengan identitas diri, jenis usaha anggota, potensi keuangan anggota, sejarah transaksi dengan lembaga keuangan, dan berbagai informasi lain yang relevan. Anggota yang telah didata dapat diberikan kartu FIN (financial identity number) anggota koperasi, dan setiap melakukan transaksi keuangan dengan koperasi dan lembaga keuangan wajib ditunjukkan dan dimutakhirkan datanya. Anggota yang telah di FIN diharapkan akan memudahkannya untuk memperoleh akses pinjaman dari koperasi, perbankan dan lembaga keuangan lainnya sesuai dengan perkembangan kebutuhan usahanya. Pengembangan FIN anggota koperasi yang diintegrasikan dengan FIN untuk perbankan akan menjadikan sistem keuangan koperasi terintegrasi dengan sistem keuangan perbankan secara nasional. Pengembangan basis data dan penggunaan kartu FIN bagi anggota koperasi diharapkan akan mendorong program inklusi keuangan dan sekaligus memberdayakan koperasi menjadi motor pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. 68

14 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) V. Perlu Revitalisasi Koperasi Jika data survai neraca rumah tangga 2010 dibandingkan dengan data koperasi dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2010, maka ditemukan perbedaan data yang signifikan. Data koperasi mengindikasikan jumlah anggota koperasi tercatat sebanyak 30,4 juta orang, yang seharusnya bertindak sebagai penyimpan di koperasi. Data survai neraca rumah tangga mengindikasikan hanya 2,27 dari rumah tangga di Indonesia yang mengaku memiliki tabungan di koperasi, dengan prakiraan jumlah rumah tangga di Indonesia sekitar 60 juta, maka jumlah rumah tangga yang menjadi anggota aktif koperasi sekitar rumah tangga. Jika setiap rumah tangga dianggap ada dua anggota keluarganya yang menjadi anggota koperasi, maka prakiraan jumlah anggota aktif koperasi atau penabung aktif di koperasi sebanyak-banyaknya hanya 2,7 juta orang. Perbedaan data penyimpan di koperasi di atas diduga akibat: 1. Responden survai neraca rumah tangga 2010 pada dasarnya merupakan rumah tangga dengan tingkat penghasilan sekurangkurangnya Rp ,- (setara berpenghasilan Rp 18 juta pada tahun 2009), sehingga dapat dikelompokkan sebagai rumah tangga berpenghasilan menengah dan tinggi, atau sampel survai dianggap tidak merepresentasikan populasi masyarakat yang menjadi anggota koperasi. 2. Responden survai mungkin sebenarnya adalah anggota koperasi, tapi karena tidak aktif menyimpan di koperasi, maka yang bersangkutan menyatakan tidak memiliki tabungan di koperasi, atau besarnya tabungan di koperasi jumlahnya tidak signifikan sehingga diabaikan oleh responden, atau responden tidak menganggap simpanan di koperasi harus dinyatakan secara memadai kepada enumerator survai; atau 3. Data koperasi mungkin hanya mengakumulasi jumlah orang yang pernah menjadi anggota, tanpa membedakan anggota aktif dan anggota tidak aktif, sehingga data jumlah anggota koperasi dapat dianggap bias. Ketiga kemungkinan di atas memiliki implikasi yang berbeda, namun kesemuanya membuka peluang bagi koperasi untuk dilakukan revitalisasi lebih lanjut. Jika fenomena pertama dianggap sebagai penyebabnya, maka mengindikasikan anggota koperasi sebagian besar adalah masyarakat berpenghasilan rendah atau dikategorikan sebagai keluarga miskin atau 69

15 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : mendekati miskin. Jika fenomena ini benar, maka secara struktural koperasi memiliki masalah potensi keuangan dari anggotanya. Revitalisasi koperasi memerlukan upaya restrukturisasi anggotanya, revitalisasi pendidikan anggota koperasi dan perlunya stimulan pembiayaan koperasi dari pemerintah melalui Badan Layanan Umum Daerah, karena bagian dari program peningkatan produktivitas masyarakat berpenghasilan rendah dan pengentasan kemiskinan, sehingga bebannya menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah. Perkuatan permodalan koperasi sebaiknya diberikan melalui BLU, karena perkuatan yang sifatnya langsung berupa hibah atau bantuan dari Kementerian atau Pemda terbukti kurang efektif untuk pemberdayaan koperasi dan rawan penyalahgunaan. Perkuatan permodalan koperasi pola ini memiliki konsekuensi koperasi akan menjadi kepanjangan tangan dari operasi penyaluran dana oleh BLU Daerah. Perlu diingatkan jangan sampai koperasi dikooptasi oleh BLU yang membinanya, dan pengelola BLU harus memiliki visi revitalisasi koperasi adalah untuk memampukan koperasi binaan menjadi koperasi yang berdaya saing dan mandiri pada masa mendatang. Fenomena kedua mengindikasikan banyaknya anggota koperasi yang tidak bangga sebagai anggota koperasi, sehingga tidak mengakui tabungannya di koperasi. Jika fenomena ini dinilai benar, maka revitalisasi koperasi bersifat lebih kompleks. Revitalisasi koperasi akan memerlukan upaya pengembangan usaha dan citra koperasi yang memberikan manfaat bagi anggotanya, sehingga anggota koperasi bersedia aktif kembali sebagai anggota yang bangga dan mampu memenuhi hak dan kewajibannya sebagai anggota. Kementerian Koperasi dan UKM harus secara aktif mempromosikan bahwa koperasi merupakan lembaga keuangan formal yang setara dengan perbankan dalam pelaksanaan program inklusi keuangan. Dalam berbagai kebijakan dan studi yang dilakukan oleh akademisi masih banyak yang tidak mengikutkan koperasi dalam program inklusi keuangan, yang diindikasikan oleh pengertian dan kriteria inklusi keuangan yang dibatasi hanya pada perbankan. Penegasan koperasi sebagai bagian integral dari program inklusi keuangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah akan meningkatkan citra koperasi sebagai lembaga keuangan formal yang setara dengan perbankan. Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan perlu mengembangkan skema integrasi koperasi dengan lembaga keuangan lainnya, sehingga koperasi dapat menjadi bagian integral dari sistem keuangan nasional, termasuk informasi dan data perkembangan aktivitas keuangan anggota koperasi. Pemberian akses kepada perbankan terhadap 70

16 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) data keuangan anggota koperasi diharapkan dapat meningkatkan linkage antara perbankan dan koperasi, dan harus dilakukan pembatasan atau aturan yang mampu membatasi upaya pengambilan nasabah koperasi/lembaga keuangan mikro lainnya oleh perbankan. Pada sisi lain, koperasi juga harus diberikan akses untuk memperoleh informasi kinerja pinjaman anggotanya di perbankan. Jika fenomena ketiga yang dianggap benar, maka revitalisasi koperasi memerlukan upaya restrukturisasi anggota koperasi secara mendasar. Perlu proses identifikasi dan penetapan status anggota koperasi yang aktif dan pasif. Anggota koperasi yang pasif diminta komitmennya untuk aktif kembali atau dikeluarkan sebagai anggota koperasi dengan diperhitungkan hak dan kewajibannya sebagai anggota koperasi. Restrukturisasi anggota akan menjadikan koperasi mengetahui secara memadai potensi internalnya, dan selanjutnya akan dengan mudah ditata dan dikembangkan kembali usahanya secara sehat dan berdaya saing. Revitalisasi koperasi pola ini memerlukan dukungan program pendataan dan pengembangan basis data koperasi yang lengkap serta memastikan tindak lanjut kelembagaan koperasi yang tidak aktif atau status badan hukum koperasi yang memiliki anggota aktif kurang dari 20 orang setelah ditata ulang anggotanya. Apakah dibubarkan atau diwajibkan bergabung dengan koperasi lain atau diminta untuk melengkapi anggotanya atau diminta beralih ke bentuk hukum badan usaha yang lain? Pembinaan koperasi pasca revitalisasi memerlukan perubahan paradigma agar pemberdayaan koperasi diarahkan pada peningkatan jatidiri dan daya saing koperasi, dan tidak difokuskan lagi pada upaya mengejar targettarget kuantitatif seperti: jumlah koperasi, jumlah anggota, jumlah modal, jumlah aktiva, jumlah SHU, dan sejenis. Paradigma pemberdayaan koperasi yang berbasis pada pencapaian target kuantitatif ini masih kental di kalangan pembina koperasi, yang diindikasikan oleh bentuk sajian data publikasi data koperasi yang setiap tahun diterbitkan oleh Kementerian dan Dinas Koperasi. VI. Kesimpulan dan Rekomendasi Tingkat inklusi keuangan rumah tangga di Indonesia relatif masih rendah, baik diukur dengan kepemilikan tabungan (38,50 persen) maupun akses pinjaman dari berbagai lembaga (41,04 persen), terlebih jika diukur 71

17 INFOKOP VOLUME 20 - Juni 2012 : dengan tabungan dan pinjaman di perbankan. Masyarakat berpenghasilan rendah masih memiliki keterbatasan untuk mengakses layanan perbankan, yang ditunjukkan oleh rendahnya rumah tangga yang memiliki tabungan (12,34 persen) dan hanya 7,26 persen dari rumah tangga berpenghasilan rendah yang memperoleh pinjaman dari perbankan. Koperasi terbukti berperan besar dalam pelaksanaan program inklusi keuangan di Indonesia. Koperasi merupakan sumber pembiayaan utama kedua terbesar untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dan merupakan pelaku ketiga terbesar yang memberikan akses bagi masyarakat untuk menabung atau memperoleh pinjaman secara nasional. Peran koperasi jauh lebih besar dengan jangkauan layanan yang lebih luas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah daripada lembaga keuangan formal lainnya, seperti: BPD, BPR, bank umum syariah dan sejenisnya. Peningkatan inklusi keuangan masyarakat berpenghasilan rendah melalui koperasi memerlukan upaya: (1) mengembangkan basis data potensi keuangan anggota koperasi dan penggunaan kartu FIN anggota koperasi, (2) merevitalisasi kelembagaan dan usaha koperasi secara berkelanjutan, dan (3) mengintegrasikan sistem keuangan koperasi dalam sistem lembaga keuangan formal secara nasional. Revitalisasi koperasi difokuskan pada upaya meningkatkan daya saing dan kemandirian koperasi, serta menjadikan koperasi sebagai motor utama pelaksanaan program inklusi keuangan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Revitalisasi koperasi memerlukan keselarasan kebijakan dan tindakan antar lintas pelaku secara konsisten dan berkelanjutan, serta kesatuan visi dalam pemberdayaan koperasi sebagai bagian integral dari sistem keuangan nasional. DAFTAR PUSTAKA ACG Advisory dan Bank Indonesia (2009). Laporan Pelatihan Survey Household Jakarta: PT Arah Cipta Guna; ACG Advisory dan Bank Indonesia (2010). Laporan Penyusunan Kuesioner, Pelatihan dan Evaluasi Hasil Survey Household Jakarta: PT Arah Cipta Guna; 72

18 PERAN KOPERASI DALAM PROGRAM INKLUSI KEUANGAN (Agung Nur Fajar) Bank Indonesia (2011). Survey Neraca Rumah Tangga Bank Indonesia Tahun Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) Bank Indonesia; Bagus Santoso (2011). Survey Neraca Rumah Tangga Bank Indonesia dan Mengukur Kebutuhan Likuiditas Rumah Tangga. DPNP-BI, Seminar Surveilance Sektor Riil, Yogyakarta, 28 Desember 2011; Lead Education. Laporan Perhitungan Estimasi Marginal Propensity To Consume (MPC) Rumah Tangga Indonesia. Jakarta: DPNP Bank Indonesia; World Bank Composite Measure of Access to Finance 2007 Report; WRI Population Data, UNCTAD Population Data; AFI Analysis and AFI Tokyo, in Hanig (2009). 73

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia Highlights May 2017 Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 93 kabupaten 4 provinsi di wilayah timur Indonesia Jawa Timur Populasi: 38.8 juta Responden: 6,873 Wilcah: 447 desa Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya

BAB I PENDAHULUAN. berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perbankan di Indonesia telah memberikan peranan penting yang sangat berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Industri Bordir di Kota Pariaman merupakan salah satu industri andalan dimana sektor ini banyak menyerap tenaga kerja serta membuka lapangan kerja yang baru,

Lebih terperinci

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017 Inklusi Keuangan dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) UIN Syarif Hidayatullah, 17-18 Juli 2017 OUTLINE I. Inklusi dan Literasi Keuangan II. Pembentukan TPAKD III. Program Kerja TPAKD Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro I Pendahuluan Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus,

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan produk bank

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peran perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediate atau lembaga yang berfungsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis tahun 1998, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih kembali. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang berada di atas 8% sebelum

Lebih terperinci

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR

TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR TANYA-JAWAB SEPUTAR KUR [ Senin, 25 Februari 2013 09:41:20 Oleh : Administrasi] TANYA JAWAB TENTANG KUR 1. Apakah Kredit Usaha Rakyat itu? Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan Modal Kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Prinsip dan Tujuan Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Koperasi yang berawal dari kata co yang berarti bersama dan operation yang berarti bekerja, sehingga koperasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi. Inflasi sendiri merupakan kenaikan harga secara bersamaan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi. Inflasi sendiri merupakan kenaikan harga secara bersamaan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada tahun 2013 Indonesia mengalami krisis keuangan nasional yang sangat mengkhawatirkan, salah satu permasalahan perekonomian Indonesia adalah inflasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. Otoritas Jasa Keuangan 2017

PENGUATAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. Otoritas Jasa Keuangan 2017 PENGUATAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Otoritas Jasa Keuangan 2017 Sekilas Tentang Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan Lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian 14 BAB II TELAAH PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Bank Bank merupakan jantung perekonomian suatu negara. Kemajuan perekonomian suatu negara dapat diukur dari kemajuan bank di negara tersebut. Mengingat besarnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Financial inclusion merupakan suatu upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan perbankan dengan

Lebih terperinci

BAB I Lembaga Keuangan

BAB I Lembaga Keuangan BAB I Lembaga Keuangan Sejak dahulu kegiatan perekonomian telah berjalan, bahkan sebelum ditemukannya sebuah alat ukur, alat tukar. Perekonomian tradisional dilakukan dengan sistem barter, yaitu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di era teknologi seperti saat ini banyak sekali muncul inovasi dari layanan keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun 2012Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi,

Lebih terperinci

Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang dimaksud lembaga keuangan adalah semua badan yang rnelalui

Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang dimaksud lembaga keuangan adalah semua badan yang rnelalui Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang dimaksud lembaga keuangan adalah semua badan yang rnelalui kegiatan-kegiatan di bidang keuangan menarik uang dari masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN IV-2004 Permintaan dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan IV- 2004 secara indikatif memperlihatkan peningkatan Peningkatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia telah memberikan suatu pelajaran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor korporasi yang semula menjadi primadona perekonomian ternyata

Lebih terperinci

Akuntasi Koperasi Sektor Riil sebagai STANDAR AKUNTANSI

Akuntasi Koperasi Sektor Riil sebagai STANDAR AKUNTANSI Koperasi sebagai badan usaha sekaligus gerakan ekonomi rakyat haruslah dikelola secara profesional dengan menerapkan prinsip keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas yang dapat diakui, diterima dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesejahteraan ekonomi dari masyarakat juga berkembang.pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesejahteraan ekonomi dari masyarakat juga berkembang.pertumbuhan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perekonomian merupakan faktor penentu berkembangnya suatu negara.perekonomian suatu negara berkembang dengan baik dapat dilihat dari kondisi kesejahteraan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Liberalisme dan kemiskinan serta ketergantungan merupakan fenomena yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini perlu melakukan peninjauan terhadap berbagai penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya guna mendapatkan referensi yang

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tabungan merupakan salah satu sarana penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga (Yasid, 2009:90). Tabungan berguna untuk menyiapkan kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN III-2004 Permintaan Kredit dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan III-2004 secara indikatif memperlihatkan peningkatan Peningkatan

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN TRIWULAN I-2005 Permintaan kredit dan persetujuan pemberian kredit baru pada triwulan I-2005 secara indikatif memperlihatkan peningkatan, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

Pengenalan Terhadap Perkumpulan Akses Keuangan Indonesia (PAKINDO) Jakarta, 5 Oktober 2016

Pengenalan Terhadap Perkumpulan Akses Keuangan Indonesia (PAKINDO) Jakarta, 5 Oktober 2016 Pengenalan Terhadap Perkumpulan Akses Keuangan Indonesia (PAKINDO) Jakarta, 5 Oktober 2016 Akses Keuangan di Indonesia Akses Keuangan adalah kemampuan individu atau perusahaan untuk mendapatkan jasa keuangan

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL

Lebih terperinci

Keuangan Inklusif dan Penanggulangan Kemiskinan

Keuangan Inklusif dan Penanggulangan Kemiskinan Keuangan Inklusif dan Penanggulangan Kemiskinan Bambang Widianto Deputi Seswapres Bidang Kesra/ Sekretaris Eksekutif TNP2K Juni 2014 OVERVIEW Ada kaitan kuat antara kemiskinan, inklusi sosial-ekonomi dan

Lebih terperinci

EKSI 4205 BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NONBANK

EKSI 4205 BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NONBANK EKSI 4205 BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NONBANK (by : ANTAIWAN BOWO PRANOGYO) Pertemuan I Modul 1 1. LEMBAGA KEUANGAN 2. SISTEM KEUANGAN KEGIATAN 1 LEMBAGA KEUANGAN PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN Lembaga Keuangan

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN II-2004 Permintaan (termasuk permintaan kredit baru & permintaan tambahan atas fasilitas kredit yang sudah ada) dan persetujuan pemberian kredit

Lebih terperinci

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN INKLUSI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN INKLUSI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun syariah, di tempat, SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /SEOJK.07/2017

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015

PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015 JAKARTA, 15 OKTOBER 2015 OUTLINE PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH KENDAL

BAB III GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH KENDAL BAB III GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH KENDAL A. Gambaran Umum Pegadaian Syariah Kendal 1. Sejarah Singkat Pegadaian merupakan lembaga pengkreditan dengan sistem gadai untuk pertama kalinya. Sejarah Pegadaian

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pembiayaan 3 02 Mengapa Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 5 5 03 Kapan Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 6 6 04 Siapa Saja Nasabah 8 Jasa Pembiayaan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan (negara maupun swasta) untuk bersaing sangat ketat baik terhadap perusahaan lain yang sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang didefinisikan sebagai alat pertukaran (medium of exchange) yaitu suatu

BAB I PENDAHULUAN. Uang didefinisikan sebagai alat pertukaran (medium of exchange) yaitu suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang didefinisikan sebagai alat pertukaran (medium of exchange) yaitu suatu barang atau bentuk kekayaan riil (tangible asset) yang secara umum diterima sebagai pembayaran.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. BMT Gapura Makmur Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT GAPURA MAKMUR berdiri di desa Sidowayah, Polanharjo, Klaten pada tanggal 6 Juli 21. Bergerak dalam bidang jasa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO I. UMUM Sektor jasa keuangan merupakan sektor yang memiliki keterkaitan dengan

Lebih terperinci

Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan

Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Seminar Jakarta Food Security Summit 3 Muliaman D Hadad, Phd. Ketua Dewan Komisioner Jakarta, 13 Februari 2015 1 Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

Undang-Undang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait kegiatan usaha LKM, tata cara memperol

Undang-Undang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait kegiatan usaha LKM, tata cara memperol TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan. Mikro. Penyelenggaraan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 343) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi ketimpangan antara masyarakat kelas atas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah (syariah financial institution) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan (financial

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara

BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara Salah satu tugas Bank Indonesia sesuai dengan UU No.23/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3/2004 adalah mengatur

Lebih terperinci

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017 PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017 Pada 2016, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekitar 85 persen

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI I. UMUM Kegiatan pinjam meminjam uang secara langsung berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT LEMBAGA KEUANGAN BERBENTUK KOPERASI (KSP/USP)

ANALISIS MANFAAT LEMBAGA KEUANGAN BERBENTUK KOPERASI (KSP/USP) ANALISIS MANFAAT LEMBAGA KEUANGAN BERBENTUK KOPERASI (KSP/USP) Suhendar Sulaeman Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Jakarta ABSTRAK Krisis ekonomi yang berkepanjangan ternyata memberikan

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pegadaian. Mengapa Masayrakat Perlu Menggunakan Jasa Pegadaian? Kapan Masyarakat. Menggunakan Jasa. Pegadaian?

Financial Check List. Definisi Pegadaian. Mengapa Masayrakat Perlu Menggunakan Jasa Pegadaian? Kapan Masyarakat. Menggunakan Jasa. Pegadaian? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pegadaian 3 02 Mengapa Masayrakat Perlu Menggunakan Jasa Pegadaian? 5 5 03 Kapan Masyarakat Menggunakan Jasa Pegadaian? 6 6 04 Siapa yang Menggunakan Jasa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan permasalahan yang semakin kompleks memerlukan adanya penyesuaian tentang kebijakan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Prosedur Dan Sistem Informasi Akuntansi. harus dilakukan untuk menjalankan suatu fungsi tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Prosedur Dan Sistem Informasi Akuntansi. harus dilakukan untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Prosedur Dan Sistem Informasi Akuntansi 1. Pengertian Prosedur Menurut Susanto (2008:264), Prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tepat mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tepat mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan

Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penetrasi layanan perbankan yang rendah. Dibanding negara berkembang lainnya, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim di dunia. Data Badan Pusat Statistik tahun 2015 mencatat sebanyak 207,2 juta jiwa (87,18%) beragama Islam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat seperti ini peran UMKM sangatlah penting dibutuhkan untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia. Tak kalah penting juga, UMKM merupakan salah satu langkah mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sekarang ini tengah giat giatnya melaksanakan perubahan dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam kurun waktu 17 tahun total aset industri perbankan syariah telah meningkat sebesar 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian saat ini perbankan merupakan industri yang bergerak di bidang jasa, yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian diasuatu negara

Lebih terperinci

Fungsi, Peran dan Perkembangan Daya saing BPR/BPRS

Fungsi, Peran dan Perkembangan Daya saing BPR/BPRS Fungsi, Peran dan Perkembangan Daya saing BPR/BPRS Ir. Andreas Eddy Susetyo, M.M. Anggota Komisi XI DPR-RI Dalam Seminar Perbarindo Pontianak, 26 Oktober 2016 1 Agenda Fungsi dan Peran BPR/BPRS Sesuai

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti ingin menemukan manfaat dari pinjaman modal dalam skim pembiayaan mikro yang diberikan bagi pelaku UMKM baik dari lembaga keuangan bank maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

SURVEI LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN KONVENSIONAL

SURVEI LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN KONVENSIONAL RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN KONVENSIONAL 2010-2011 PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Keterangan dan Laporan Keuangan Perusahaan Perbankan Konvensional

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN Triwulan II-26 Permintaan dan persetujuan kredit baru pada triwulan II-26 meningkat dibandingkan triwulan I-26 dan diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan III-26 Sebagian

Lebih terperinci

LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /SEOJK.05/2017 TENTANG BENTUK, SUSUNAN, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN BERKALA BAGI

LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /SEOJK.05/2017 TENTANG BENTUK, SUSUNAN, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN BERKALA BAGI LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /SEOJK.05/2017 TENTANG BENTUK, SUSUNAN, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN BERKALA BAGI PERUSAHAAN PERGADAIAN SWASTA DAN PERUSAHAAN PERGADAIAN -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendi penting dalam perekonomian nasional. Dengan kondisi perbankan yang. dalam menjaga kelangsungan pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sendi penting dalam perekonomian nasional. Dengan kondisi perbankan yang. dalam menjaga kelangsungan pembangunan ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan ekonomi memerlukan peran serta lembaga keuangan untuk membiayainya, karena pembangunan sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu perusahaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN 2007-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008. A. Pengertian Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. 19 Usaha

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. lembaga keuangan yang kegiatannya adalah dalam bidang jual beli uang.

BAB II LANDASAN TEORI. lembaga keuangan yang kegiatannya adalah dalam bidang jual beli uang. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sumber Dana Bank Sumber dana bank merupakan usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai kegiatan operasinya. Hal ini sesuai dengan fungsi bank dalam lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Saat ini keberpihakan pihak-pihak pemodal atau Bank baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

PERAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) Oleh: FAHMI AKBAR IDRIES, SE., MM. Direktur Utama PD. BPR Bank Pasar Kulon Progo

PERAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) Oleh: FAHMI AKBAR IDRIES, SE., MM. Direktur Utama PD. BPR Bank Pasar Kulon Progo PERAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) Oleh: FAHMI AKBAR IDRIES, SE., MM. Direktur Utama PD. BPR Bank Pasar Kulon Progo Pendahuluan Relasi sosial (relasi antar manusia) hampir selalu melibatkan modal sosial

Lebih terperinci