ENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI"

Transkripsi

1 ENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ii

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 10 Maret 2009 Rika Rizkawati iii

3 ABSTRAK RIKA RIZKAWATI, C Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON. Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya (MSY) terbesar di Jawa Barat. Ikan komoditas unggulan lokal di Indramayu diantaranya adalah tenggiri. Nelayan Indramayu dalam menentukan daerah penangkapan ikan umumnya masih berdasarkan pengalaman. Hal ini mangakibatkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan berkurang dengan banyaknya waktu, biaya dan tenaga yang terbuang. Sebaran suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai indikator penentuan daerah penangkapan ikan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk pegukuran suhu permukaan laut. Penelitian ditujukan untuk mengetahui kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu, mengetahui hasil tangkapan tenggiri pada kurun waktu yang berbeda serta hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode survei. Kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu pada bulan Juni 2005 yaitu berkisar antara 20ºC-31ºC dengan suhu dominan 27,55 ºC. Pada bulan Juli 2005 kisaran suhu permukaan laut berada antara ºC dengan suhu dominan sebesar 30,28 ºC sedangkan pada bulan Agustus 2005 suhu permukaan laut berkisar ºC dengan suhu dominan 29,37 ºC. Hasil tangkapan ikan tenggiri pada bulan Juni 2005 sebesar 14 kg/trip, bulan Juli 2005 sebesar 6 kg/trip dan pada bulan Agustus 2005 sebesar 30 kg/trip. Suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata terhadap hasil tangkapan ikan tenggiri. Kata kunci : Suhu permukaan laut, hasil tangkapan dan Perairan Indramayu iv

4 PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 v

5 Judul Skripsi : Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat Nama : Rika Rizkawati NRP : C Disetujui: Pembimbing Dr.Ir. Domu Simbolon, MSi. NIP Diketahui : Dekan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, MSc. NIP Tanggal Lulus : 10 Maret 2009 vi

6 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 ini adalah Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat. Akhirnya dengan sangat terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ini. Tulisan ini hanya karya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat. Bogor, Maret 2009 Rika Rizkawati vii

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas petunjuk, pertolongan dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Domu Simbolon., M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik. 3. Dosen penguji tamu Dr.Ir.Budy Wiryawan, M.Sc dan Ika P.Wahyuningrum, S.Pi, M.Si serta dosen penguji dari komisi pendidikan Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si. 4. Kepala Instalasi Lingkungan dan Cuaca LAPAN DR. Ir.Dony Kushardono, M.Eng, Yeni Marini, S.Pi dan Joko Indarto, S.Pi. 5. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Indranayu, Kepala Kantor Pelabuhan Indramayu Drs.Sukiman serta Kepala TU Pelabuhan Indramayu Bpk. Bambang Waryono dan Pengurus KUD Mina Sumitra. 6. Nelayan Pelabuhan Perikanan Karangsong Indramayu 7. Fahrudin S.Pi dan Kafi Hedonis, S.Pi 8. Staf sekretariat PSP Teh Vina dan Mas Gigih 9. Keluarga tercinta, Bapak Djumali, Ibu Ai, Mertua Pak Asrori dan Ibu Munawaroh, Kakakku Diki, Adik adik tersayang Dedi, Iis, Dini, Ari, Rijal dan Rifqi. 10. Belahan jiwaku Amir Muttaqin dan buah hatiku Imtiyazah Labiqoh. 11. Teman-teman PSP 38; Nia, Hani, Windi, Desti, Sinta, Eni, Uning, Diana, Ira, Ika, Yuyun, Dewi Yun, Dewi Lis, Dini, Evi, Fitri, Weni, Iyut, Sri, Ngamel, Rita, Novel dan semua teman teman PSP lainnya. 12. Sahabat-sahabatku seperjuangan 38 Leli, Dwi, Maya, Teni, Mei, Fitri, A i Rina, Nelly, Irma, Ima, Siska, Aya, adik-adik FPIK Vana, Euis, Layli, Nauli, Nindha, Mba Iil, Mba Delis, Mba Meti, teh Wanti, Citra, Hani dan Isni. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. viii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 10 Agustus 1983, merupakan anak ke dua dari delapan bersaudara, dari pasangan H. Djumali Hasyim dan Hj. Ai Nurhayati. Pendidikan formal ditempuh dari SDN Karanganyar VI ( ), kemudian melanjutkan ke MTs Mambaul Ulum Pondok Pesantren Ash-shidiqiyyah Tangerang ( ) dan SMUN 1 Indramayu ( ). Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti, Majelis Ta lim Al-Marjan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada bulan Maret 2009 dengan judul skripsi Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat. ix

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Tenggiri Parameter Oseanografi Suhu Permukaan Laut Salinitas Perairan Arus Perairan Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Tenggiri Penginderaan Jauh Gillnet METODELOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Suhu permukaan laut Hasil tangkapan Hubungan SPL terhadap hasil tangkapan tenggiri HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Permukaan Laut di Perairan Indramayu Hasil Tangkapan Tenggiri Hubungan Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 50

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi Ikan Tenggiri di Jawa Barat Tahun Parameter Oseanografi dan Habitat Beberapa Jenis Ikan Pelagis Daerah Penyebaran dan Penangkapan Potensial Tenggiri di Indonesia Karakteristik NOAA AVHRR dan FY-1 MVISR Analisis Ragam... 19

11 2 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sebaran Vertikal Suhu secara Umum di Perairan Indonesia Sistem Penginderaan Jauh Reflektansi Berbagai Obyek di Permukaan Bumi Pada Suatu Panjang Gelombang dan Band Spektral Satelit Penginderaan Jauh Satelit Lingkungan FY-1(gambar atas) dan NOAA (gambar bawah) Peta Lokasi Penelitian Diagram Alir Penelitian Citra SPL Tanggal 26 Juni Citra SPL Tanggal 27 Juni Citra SPL Tanggal 1 Juli Citra SPL Tanggal 3 Juli Citra SPL Tanggal 10 Juli Citra SPL Tanggal 18 Juli Citra SPL Tanggal 19 Juli Citra SPL Tanggal 31 Juli Citra SPL Tanggal 9 Agustus Citra SPL Tanggal 10 Agustus Citra SPL Tanggal 11Agustus Citra SPL Tanggal 12 Agustus Citra SPL Tanggal 14 Agustus Citra SPL Tanggal 15 Agustus Citra SPL Tanggal 19 Agustus Citra SPL Tanggal 23 Agustus Citra SPL Tanggal 29 Agustus Hasil Tangkapan Tenggiri Bulan Juni-Agustus CPUE Ikan Tenggiri Bulan Juni-Agustus Hubungan SPL terhadap Hasil Tangkapan Tenggiri... 46

12 3 DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan Analisis Sidik Ragam Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov Jumlah Tangkapan Tenggiri (kg) dan nilai SPL pada setiap Posisi Penangkapan... 52

13 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Perairan laut Indonesia memiliki potensi sumberdaya hayati yang sangat kaya baik ikan maupun non ikan. Sumberdaya hayati ikan meliputi ikan-ikan pelagis, karang dan demersal. Ikan-ikan pelagis berdasarkan ukuran tubuhnya digolongkan ke dalam pelagis besar dan pelagis kecil. Produksi ikan pelagis besar pada tahun 1995 mencapai ton atau setara dengan 21,5% dari total produksi perikanan laut Indonesia yang mencapai ton (Direktorat Jendral Perikanan, 1997 dalam LIPI, 1998). Kelompok terbesar dari produksi tersebut adalah tongkol dengan nilai prosentase 31,2%, diikuti oleh cakalang, tuna, tenggiri dan cucut dengan nilai masing-masing 26,9%, 17,2%, 14,1% dan 10,7% (LIPI, 1998). Ikan tenggiri (Scomberomorus sp) merupakan salah satu komoditas unggulan, banyak diminati konsumen dan memiliki nilai jual tinggi. Produksi ikan tenggiri di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi Kabupaten Indramayu dalam memproduksi ikan tenggiri sebesar 54,13 % dari total produksi. Nilai ini menunjukan bahwa Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten tertinggi dalam memproduksi tenggiri di Jawa Barat. Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya (MSY) terbesar di Jawa Barat, dengan nilai ,69 ton/tahun (Rahardjo et al, 1999). Kabupaten Indramayu memiliki potensi alam yang dapat digunakan untuk pengembangan perikanan, terutama perikanan tangkap. Hal ini didukung dengan kondisi alam Indramayu yang memiliki panjang pantai 114 km, 17 sungai yang bermuara ke laut dengan 14 diantaranya digunakan sebagai jalur keluar masuk armada penangkapan serta aktivitas pelelangan ikan. Informasi mengenai daerah penangkapan ikan, khususnya tenggiri merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Oleh karena itu, pengetahuan akan daerah penangkapan ikan harus terus dikaji dan disosialisasikan terutama kepada pihak-pihak yang terkait dengan operasi penangkapan ikan, termasuk didalamnya nelayan. Nelayan, umumnya menentukan daerah penangkapan ikan masih berdasarkan pengalaman, warna perairan dan bongkahan kayu yang terapung di atas perairan.

14 2 Hal ini menyebabkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan ikan berkurang dengan banyaknya waktu, biaya dan tenaga yang terbuang. Tabel 1 Produksi Ikan Tenggiri di Jawa Barat Tahun 2006 No Pantai Kab/Kota Jumlah (Ton) (%) 1 Pantai Selatan Kab Ciamis ,01 2 Jawa KabTasikmalaya ,12 3 Kab Garut ,29 4 Kab Cianjur ,14 5 Kab Sukabumi ,43 6 Pantai Utara Kab Bekasi ,76 7 Jawa Kab Karawang ,15 8 Kab Subang ,55 9 Kab Indramayu ,13 10 Kab Cirebon ,36 11 Kota Cirebon ,04 Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat (2006) Daerah penangkapan ikan salah satunya dapat diduga dengan memperhatikan sebaran suhu permukaan laut. Gunarso (1985) mencatat beberapa hal mengenai pengaruh suhu terhadap ikan antara lain, umumnya suhu digunakan sebagai indikator dalam menentukan perubahan ekologi, aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan. Hal lain yang berkaitan dengan suhu permukaan laut, dinyatakan bahwa ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 C. Pengaruh suhu permukaan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas ketika ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman tertentu pula. Pengetahuan mengenai suhu optimum (suhu yang sesuai dengan kehidupan suatu jenis ikan) dapat digunakan untuk meramalkan daerah konsentrasi ikan, kelimpahan musiman dan ruaya ikan. Pengukuran suhu permukaan laut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengukur langsung (in-situ) atau tidak langsung (eks-situ) melalui satelit. Pengukuran sacara langsung membutuhkan frekuensi dan selang waktu ulangan pengamatan yang berkesinambungan. Hal ini berarti membutuhkan pengamatan dalam waktu yang lama dan biaya observasi yang besar. Metode pengukuran

15 3 secara langsung juga sulit dilakukan untuk mendeteksi penyebaran suhu dalam waktu bersamaan pada suatu area yang luas. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat dipilih sebagai alternatif dalam mengatasi kelemahan tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : (1) Mengetahui kisaran suhu permukaan laut pada bulan Juni-Agustus 2005 di Perairan Indramayu (2) Menentukan hasil tangkapan tenggiri pada bulan Juni-Agustus 2005 di Perairan Indramayu (3) Mengetahui pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk bahan informasi tentang keberadaan ikan tenggiri kaitannya dengan suhu permukaan laut di Perairan Indramayu, untuk selanjutnya dapat digunakan oleh : (1) Nelayan dan pengusaha perikanan dalam hal mengefektifkan dan mengefisienkan operasi penangkapan ikan (2) Pemerintah, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai tambahan informasi mengenai daerah penangkapan ikan tenggiri di Perairan Indramayu (3) Peneliti dan mahasiswa, menambah informasi serta literatur dalam kegiatan penelitian yang relevan

16 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Tenggiri Menurut Saanin (1984) Kailola dan Gleofelt (1986), taksonomi ikan tenggiri adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Scombridea Famili : Scombridae Genus : Scomberomorus Spesies : Scomberomorus commerson Gambar 1 Tenggiri (Scomberomorus commerson). Tenggiri (Scomberomorus commerson) adalah jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia. Tenggiri mempunyai tubuh yang panjang, merupakan ikan perenang cepat serta tangkas dalam menerkam mangsanya (Nontji, 1987). Selain itu, tenggiri termasuk kedalam golongan ikan pelagis besar dan suka memakan ikan kecil seperti sardin (Sardinella sp), tembang (Sardinella

17 5 fimbriata), teri (Stolephorus sp) dan cumi-cumi (Loligo sp) (Ditjen Perikanan, 1979). Secara morfologi tenggiri mempunyai tubuh panjang dan berbentuk torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam. Sirip punggung tenggiri ada yang berjari-jari keras dengan jumlah buah dan ada pula sirip punggung yang berjari-jari lemah dengan jumlah buah yang diikuti dengan 8-10 sirip tambahan. Tenggiri memiliki garis rusuk lurus kemudian membengkok tajam dibawah awal jari-jari sirip tambahan dan melurus kembali sampai batang ekor. Garis rusuk tenggiri tidak terputus dan hanya berjumlah satu. Gelembung renang tidak ada, warna punggung biru gelap keabuabuan atau biru kehijauan. Sisi tubuh tenggiri berwarna putih keperakan dan pada bagian perut dijumpai garis-garis (Guci, 1999). 2.2 Parameter Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran Ikan Kondisi lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme dalam lingkungan tersebut, dimana setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya. Adapun faktor-faktor yang menentukan keberadaan suatu sediaan (stok) diantaranya suhu, salinitas, kandungan oksigen, kecerahan dan arus (Hasyim, 2004). Adapun hubungan karakteristik lingkungan laut dengan habitat beberapa jenis ikan khususnya ikan pelagis dapat dilihat pada Tabel Suhu Permukaan Laut Sebaran suhu secara vertikal di Perairan Indonesia pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu, lapisan hangat di bagian teratas, lapisan termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena kerja angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28 C) yang homogen. Oleh karena itu, lapisan teratas ini sering disebut lapisan homogen. Di bawah lapisan homogen terdapat lapisan termoklin, dimana suhu menurun cepat terhadap kedalaman. Karena suhu yang turun menyebabkan densitas air meningkat,

18 6 maka lapisan termoklin ini merupakan daerah perlonjakan kenaikan densitas yang sangat menyolok. Perubahan densitas ini bisa diperkuat lagi karena di lapisan ini pun salinitas sering meningkat dengan cepat. Akibatnya air di sebelah atasnya tidak bisa bercampur dengan air di lapisan bawahnya. Oleh karena itu lapisan ini sering disebut lapisan pegat (discontinuity layer) karena mencegah atau memegat percampuran air antara lapisan di atas dan dibawahnya. Tebal lapisan termoklin bervariasi sekitar m. Di bawah lapisan termoklin, terdapat lapisan yang hampir homogen dan dingin. Makin ke bawah suhunya berangsur-angsur turun hingga pada kedalaman lebih dari 1000 m dengan suhu dingin biasanya kurang dari 5 C (Nontji, 1987). Susunan suhu secara vertikal ini menentukan kedalaman ikan. Tenggiri akan berenang sedikit lebih dalam pada waktu suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya (Gunarso, 1985). Gambaran mengenai sebaran suhu secara vertikal di Perairan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 2 Parameter Oseanografi dan Habitat beberapa Jenis Ikan Pelagis Jenis Ikan Suhu (ºC) Kedalaman (m) Salinitas (º/ 00 ) Kecerahan (m) Tongkol (Euthinnus spp) , Cakalang (Katsuwonus spp) ,81-35 Madidihang (Thunnus spp) , Setuhuk (Makaira spp) , Layang (Decapterus spp) - > Tenggiri (Scomberomorus spp) ,21 34, Banyar (Rastelliger spp) > Kembung < 8 Siro (Amblygaster spp) Lemuru (Sardinella spp) - < Kuweh (Caranx rysophrys) Sumber : Hasyim, (2004)

19 7 Suhu A B 300 C Keterangan : A Lapisan Hangat, B Lapisan Termoklin, C Perairan dalam Gambar 2 Sebaran Vertikal Suhu secara Umum di Perairan Indonesia (Nontji, 1987). Pengaruh suhu perairan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas pada waktu ikan-ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman tertentu. Menurut (Sette, 1950 vide Gunarso, 1985) yang meneliti ikan tenggiri (Scomber scombrus) menyatakan bahwa ikan ini melakukan pemijahan pada perairan dengan kisaran suhu antara C. Umumnya jenis ikan memiliki suhu optimum yang khusus sifatnya. Melalui pengetahuan tentang suhu optimum suatu jenis ikan, dapat meramalkan daerah konsentrasi dan kelimpahan musiman maupun ruaya suatu stok ikan. Adapun suhu optimum tenggiri berada pada kisaran suhu C Salinitas Perairan Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah-daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil. Daerah estuarin adalah suatu daerah dimana kadar salinitasnya berkurang. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah

20 8 air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai serta pengaruh dari terjadinya pasang surut. Akibatnya hanya organisme tertentu yang telah beradaptasi dengan kondisi ini yang dapat hidup. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walaupun di beberapa tempat dijumpai adanya perubahan. Salinitas akan naik dikarenakan banyaknya air yang hilang saat terjadi penguapan pada musim panas atau sebaliknya akan menurun oleh besarnya curah hujan Hutabarat dan Evans (1984). Ikan, termasuk tenggiri diduga melakukan ruaya sepanjang suatu tingkat atau derajat salinitas tertentu. Hal ini mengingat bahwa ikan sangat sensitif terhadap perubahan salinitas sebesar 0,02 per mil (Gunarso, 1985). Adapun kisaran salinitas optimum untuk tenggiri menurut Hasyim (2004) 34,21-34,60 º/ Arus Perairan Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, gerakan bergelombang panjang dan arus yang disebabkan oleh pasang surut. Angin yang berhembus di Perairan Indonesia terutama adalah angin muson yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yamg mantap, masing-masing disebut muson barat dan muson timur (Nontji, 1987). Arus memegang peran penting sehubungan dengan penyebaran ikan. Bila arus mengalir secara teratur ikan dapat hanyut terbawa arus baik secara pasif atau aktif bahkan ada juga yang bergerak dengan kombinasi keduanya. Pada umumnya tenggiri dewasa bergerak secara aktif melawan arus (Gunarso, 1985). Menurut Gunarso (1985) menyatakan bahwa salah satu daerah penangkapan yang baik terdapat pada perbatasan atau pertemuan arus panas dengan arus dingin (sebagai contoh pertemuan arus kuroshio dengan arus oyashio), terjadinya arus pengisian (divergensi) dan lainnya. Tenggiri banyak dijumpai pada pertemuan kedua arus tersebut.

21 9 2.3 Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Tenggiri Indonesia memiliki tiga jenis tenggiri, yaitu Scomberomorus commerson, Scomberomorus guttatus dan Scomberomorus lineatus. Tenggiri banyak hidup di daerah pelagis. Nybakken (1992) menyatakan bahwa seluruh daerah terbuka merupakan kawasan pelagis. Daerah penyebaran tenggiri di Indonesia meliputi Perairan Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Hal yang berkaitan dengan daerah penyebaran dan penangkapan yang potensial di masingmasing perairan tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Daerah Penyebaran dan Penangkapan Potensial Tenggiri Perairan Daerah Penyebaran Daerah Penangkapan Utama Sumatera Seluruh Perairan - Perairan Aceh bagian utara, timur, Sumatera Utara dan sekitar Bengkalis - Perairan Bangka dan Belitung - Pantai barat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung Jawa dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi dan Maluku dan Irian Jaya Sumber : Martosubroto et al. vide Guci, 1999 Seluruh Perairan - Seluruh Pantai Utara Jawa dan Madura, Selatan Jawa Tengah, Selatan Bali, Utara Lombok, Sumbawa dan Flores - Pantai Pulau Timur bagian barat Seluruh Perairan - Hampir semua pantai barat dan selatan Kalimantan - Perairan Teluk Palu, Sulawesi bagian selatan - Sebagian Perairan Sulawesi Utara Seluruh Perairan - Sebagian pantai barat Halmahera - Perairan selatan Pulau Seram - Hampir semua perairan pantai barat Pulau Irian sampai Kepala Burung

22 Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh merupakan ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena alam melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah maupun fenomena yang diteliti (Lisseland dan Kiefer, 1994). Teknologi penginderaan jauh pada dasarnya meliputi tiga kegiatan utama. yaitu perolehan data, pemrosesan data dan interpretasi data. Komponen fisik yang terlibat dalam penginderaan jauh adalah matahari sebagai sumber energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik, atmosfir sebagai media lintasan dari radiasi elektromagnetik, sensor untuk mendeteksi radiasi elektromagnetik dan mengubahnya dalam bentuk sinyal yang dapat diproses dan direkam serta komponen terakhir adalah obyek (Butler et a/., 1988). Untuk lebih jelas mengenai sistem penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 3. Pancaran dan pantulan energi dari benda-benda di permukaan bumi ditangkap oleh sistem sensor pada satelit, kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal. Sinyal-sinyal ini selanjutnya dikirim ke stasiun bumi untuk seterusnya disimpan dalam bentuk data analog atau digital. Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk bidang tertentu harus melalui pengolahan lebih lanjut. Penginderaan atau sensor pada wahana penginderaan jauh memanfaatkan energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu obyek di permukaan bumi, dimana tiap-tiap obyek memiliki karakteristik reflektansi yang berbeda-beda seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Penginderaan jauh untuk lingkungan kelautan diawali dengan program TIROS (Television Infrared Observation Satelite) yang kemudian menjadi NOAA (National Oceatic Atmospheric Administrations) pada tahun 1960-an oleh Amerika Serikat. Hingga saat ini program tersebut masih berjalan, ini dibuktikan dengan masih beroperasinya lima satelit NOAA yaitu NOAA-12, 14, 15, 16 dan 17. Satelit NOAA berorbit polar pada ketinggian 833 km dan memiliki sensor utama yaitu AVHRR dengan 5 band. Sementara itu, pada tahun 1988 badan antariksa Cina meluncurkan satelit lingkungan Fengyun 1-A (FY 1-A) dan programnya terus berlanjut hingga peluncuran satelit pada bulan Mei Satelit Fengyun tersebut memiliki spesifikasi orbitnya mirip NOAA dan memiliki sensor MVISR (Multispectral Visible and Infrared Scan Radiometer) dengan 10

23 11 band. Gambar dan karakteristik dari satelit NOAA dan FY-1 MVISR diperlihatkan pada Gambar 5 dan Tabel 4. Sedikit berbeda dengan NOAA AVHRR, FY-1 MVISR memiliki 3 band untuk pemantauan warna laut (ocean color), band ini dapat digunakan untuk mendeteksi sebaran klorofil (phytoplankton) dan kekeruhan di perairan (LAPAN, 2003). Gambar 3 Sistem Penginderaan Jauh. (LAPAN, 2003). Gambar 4 Reflektansi berbagai Objek di Permukaan Bumi pada suatu Panjang Gelombang dan Band Spektral Satelit Penginderaan Jauh. (LAPAN, 2003).

24 12 Gambar 5 Satelit Lingkungan FY-1 (gambar atas) dan NOAA (gambar bawah). (LAPAN, 2003). Tabel 4 Karakteristik NOAA AVHRR dan FY-1 MVISR Karakteristik NOAA FY-1 Jumlah satelit yang 5 satelit (NOAA-12, 14, 15, 2 satelit (FY-1C dan beroperasi 16 dan 17) FY-1D) Orbit Polar (sun-syncronous) Polar (sun-syncronous) Ketinggian orbit 833 km 863 km Periode pengulangan 102 menit menit Lebar sapuan data 2048 pixel 2048 pixel Resolusi spasial 1.1 km (nadir) 1.1 km (nadir) Resolusi radiometrik 10 bits/data 10 bits/data Sumber : LAPAN, Gillnet Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan dalam penelitian ini adalah gillnet. Von Brandt (1984), menyatakan bahwa gillnet adalah alat tangkap yang dioperasikan dengan cara dibentangkan melintang sepanjang arah migrasi ikan sehingga ikan-ikan akan tersangkut dalam mata

25 13 jaring. Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Jaring insang (gillnet) adalah suatu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas, pemberat ris bawah (kadang tanpa ris bawah). Besar mata jaring bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap. Jaring-jaring ini terdiri dari satuan-satuan jaring yang biasa disebut tingting (piece). Operasi penangkapan dengan menggunakan gillnet biasanya terdiri dari beberapa tingting yang digabung menjadi satu sehingga membentuk satu perangkat (unit). Panjang satu perangkat gillnet ini tergantung dari banyaknya tingting yang dirangkai. Jaring insang termasuk alat tangkap yang selektif, besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap (Subani dan Barus, 1989). Von Brandt (1984), mengemukakan bahwa gillnet berdasarkan cara pengoperasiannya terbagi menjadi lima. Pertama Bottom set gillnet, yaitu jaring yang dipasang pada dasar atau dekat dasar untuk menangkap ikan demersal. Kedua anchored floating gillnet yaitu untuk menangkap ikan pada kolam perairan. Ketiga free drifting gillnet untuk menangkap ikan di permukaan. Keempat encercling gillnet yaitu jaring insang yang berbentuk lingkaran dan yang kelima dragged gillnet yaitu jaring insang yang ditarik dan biasa digunakan pada perairan tawar. Martasuganda (2002), menyatakan bahwa cara pengoperasian jaring insang hanyut yaitu jaring dibiarkan hanyut di perairan, baik dihanyutkan di bagian permukaan, kolom perairan maupun di dasar perairan. Jaring insang yang dihanyutkan di bagian permukaan disebut dengan jaring insang hanyut permukaan (surface drift gillnet), yang dihanyutkan di kolom perairan disebut jaring insang hanyut kolom perairan (mid water/submerged drift gillnet) dan yang dihanyutkan di dasar perairan disebut jaring insang hanyut dasar (bottom drift gillnet). Pengoperasian dari jaring insang hanyut permukaan dan jaring insang hanyut kolom perairan adalah dengan cara salah satu ujung jaring diikatkan pada kapal, atau semuanya dibiarkan hanyut terbawa arus atau terbawa angin tanpa diikat pada kapal. Jaring insang hanyut dasar hanya dioperasikan pada perairan pantai dengan dasar perairan berlumpur, berpasir atau campuran dari keduanya.

26 14 3. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah survei lapangan yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2005 di Perairan Indramayu. Daerah penelitian berada pada koordinat 05º59'30"-06º27'10" LS dan 108º02'10"-108º47'17" BT dengan basis pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan Karangsong (Gambar 6). Tahap kedua dilakukan di Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Pekayon NO 70, Jakarta Timur pada bulan Oktober sampai Desember Hal ini ditujukan untuk memperoleh data suhu permukaan laut hasil deteksi satelit NOAA. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian.

27 PengumpuIan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Survei dilakukan pada 5 kapal gillnet yang beroperasi setiap harinya. Pengambilan sampel atau responden dilakukan dengan teknik purposive sampling terhadap nelayan dan pemilik kapal. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara sengaja dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti kesediaan responden untuk diwawancarai. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer meliputi jumlah hasil tangkapan (kg) dan posisi penangkapan. Data hasil tangkapan diperoleh melalui pengukuran langsung terhadap ikan tenggiri yang tertangkap oleh kapal sampel, kemudian dilakukan penimbangan di TPI. Sedangkan data mengenai posisi kapal saat operasi penangkapan diperoleh melalui wawancara kemudian diplotkan ke dalam peta penelitian sehingga didapatkan posisi (lintang dan bujur) saat operasi penangkapan, dengan catatan hanya kapal yang hasil tangkapannya terdapat ikan tenggiri. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data suhu permukaan laut (SPL) harian hasil deteksi satelit NOAA, sarana dan prasarana pelabuhan perikanan serta keadaan umum pelabuhan perikanan meliputi unit penangkapan ikan, produksi hasil tangkapan, pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Informasi mengenai data sekunder diperoleh melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu dan LAPAN. Data suhu permukaan laut hasil deteksi satelit NOAA yang akan diolah adalah citra yang bebas awan. Citra yang bebas awan selama penelitian yaitu bulan Juni, Juli dan Agustus 2005 berjumlah 17 citra. Dua citra pada bulan Juni yaitu tanggal 26 Juni 2005 dan 27 Juni Bulan Juli enam citra yaitu tanggal 1, 3, 10, 18, 19 dan 31, dan sembilan citra pada bulan Agustus yaitu pada tanggal 9, 10, 11, 12, 14, 15, 19, 23 dan Analisis Data Suhu permukaan laut Anal i s i s data suhu permukaan laut (SPL) dilakukan secara visual dan digital. Analisis visual dilakukan terhadap tampilan citra SPL dalam bentuk peta

28 16 yang telah dibuat. Analisis ini digunakan untuk melihat sebaran SPL serta dikaitkan dengan hasil tangkapan ikan tenggiri di Perairan Indramayu. Analisis digital dilakukan terhadap citra satelit NOAA. Data citra NOAA disimpan dalam media CD (compact disk) yang berisi citra satelit NOAA- AVHRR kanal 1, 2, 3, 4 dan 5. Data yang diperoleh dan disimpan dalam disk masih merupakan data kontinu yang utuh, sehingga untuk mendapatkan suatu citra yang sesuai dengan lokasi pengamatan dan peruntukan yang diperlukan, dilakukan beberapa tahapan meliputi impor data, penggabungan file hasil impor, rotasi citra, koreksi geometrik, koreksi radiometrik, analisis hasil liputan awan, perhitungan suhu permukaan laut dan pembuatan peta kontur suhu permukaan laut. Tahapan dalam proses pengolahan data satelit untuk mendapatkan citra suhu permukaan laut adalah sebagai berikut : (1) Impor Data Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah mengimpor data satelit yang akan digunakan ke dalam format ER Mapper. Data diimpor dalam bentuk magnetiktap atau CD-ROM. Dua bentuk utama data yang diimpor ke dalam ER Mapper adalah data raster dan vektor. Data raster adalah data yang menjadi bahan utama kegiatan pengolahan citra. Contoh data raster yaitu citra satelit yang dipakai dalam penelitian ini. Data vektor adalah data yang tersimpan dalam bentuk garis, titik dan poligon. dari digital sistem informasi geografis. (2) Menggabungkan File Hasil Impor Contoh data vektor yaitu data yang dihasilkan Data yang didapat dari satelit umumnya terdiri dari bands (layer) yang mencakup wilayah yang sama, masing-masing bands mencatat pantulan obyek dari permukaan bumi pada panjang gelombang yang berbeda. Dalam pengolahan citra, dilakukan penggabungan kombinasi antara bands tersebut untuk memperoleh informasi yang diinginkan. (3) Rotasi Citra Data yang dirotasi hanya data pada siang hari. Rotasi dilakukan sejauh 180 secara komputerisasi menggunakan program yang telah ada pada ER Mapper. (4) Koreksi Geometrik Data citra harus dikoreksi geometrik terhadap sistem koordinat bumi. Hal ini bertujuan supaya seluruh informasi data citra sesuai keberadaannya di bumi,

29 17 selain itu untuk menghilangkan cacat geometri pada citra yang disebabkan karena perputaran bumi, relief permukaan bumi yang tidak rata maupun kesalahan pada sistem sensor satelit. (5) Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik ditujukan untuk menghilangkan bias-bias yang disebabkan oleh atmosfir (6) Analisis Hasil Liputan Awan Proses selanjutnya yang akan dilakukan dengan perangkat lunak ER Mapper adalah memisahkan antara daratan, lautan dan awan. Sehingga daratan dan awan mempunyai nilai yang sama, namun berbeda dengan nilai laut. Penentuan SPL dengan satelit cuaca NOAA/AVHRR diasumsikan bahwa atmosfer dalam keadaan cerah. Analisa liputan awan dilakukan dengan menggunakan kanal 2. Penggunaan kanal 2 bertujuan untuk memeriksa wilayah yang diamati bebas dari awan sehingga nilai suhu yang diperoleh diestimasi dari digital mempunyai nilai bias dari SPL yang sebenarnya. (7) Perhitungan Suhu Permukaan Laut Pengolahan suhu permukaan laut menggunakan perangkat lunak perhitungan SPL yang telah dikembangkan oleh I.APAN. Perhitungan dilakukan secara komputerisasi yaitu dengan panduan data tingkat keabuan kanal 4 dan 5. Kanal 4 dan 5 diolah dengan menggunakan program SPL untuk mengkonversi nilai digital number menjadi nilai SPL dalam satuan C. Hal ini dilakukan dengan kalibrasi data. konversi kedalam suhu kecerahan, yang kemudian dikonversi kedalam suhu perairan. Proses konversi ke suhu perairan berlangsung saat kondisi permukaan laut bersifat homogen. Keluaran dari proses i ni merupakan nilai dari SPL. (8) Membuat peta kontur suhu permukaan laut Citra yang telah dikoreksi dan dihitung SPLnya dibuat dalam bentuk peta suhu permukaan laut. Nilai suhu terendah dan suhu tertinggi pada peta bergantung pada data lapangan. Penampakan suhu permukaan laut berupa gambar citra yang menampilkan sebaran suhu permukaan laut secara jelas dengan pemberian warna (pallet) yang berbeda pada setiap kisaran suhu yang berbeda. Sebaran profil SPL menurut skala waktu (temporal) dan wilayah perairan (spasial) dalam bentuk tabel dan atau grafik diperoleh melalui analisa digital dan

30 18 visual. Selanjutnya, sebaran SPL ini akan dioverlay terhadap data jumlah basil tangkapan tenggiri pada waktu operasi penangkapan dan daerah penangkapan yang diamati. Dengan demikian kisaran SPL, dimana ikan tenggiri tertangkap dan hasil tangkapan tenggiri dominan dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi daerah penangkapan potensial serta memprediksi SPL yang optimal untuk penangkapan tenggiri di Perairan Indramayu Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri Hasil tangkapan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Hasil tangkapan ikan tenggiri akan terlihat secara jelas menurut waktu operasi penangkapan (temporal) dan posisi daerah penangkapan (spasial) Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana. Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa ikan tenggiri menyebar merata di perairan, jumlah hasil tangkapan mencerminkan keberadaan ikan di perairan dan faktor-faktor oseanografi lainnya seperti salinitas dan arus dianggap tetap. Persamaan regresi linear sederhana (Walpole, 1995) dapat diformulasikan dengan model matematis berikut : C = a + bt Dengan C : hasil tangkapan ikan tenggiri (kg) T : suhu permukaan laut (ºC) a : intercept b : koefisien regresi untuk suhu permukaan laut Uji kenormalan data dilakukan dengan menggunakan uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sebaran data mengikuti atau mendekati sebaran normal. Uji normalitas dilakukan dengan melihat sebaran Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah : jika angka signifikan (SIG) > 0,05, maka data berdistribusi normal dan sebaliknya jika angka signifikan (SIG) < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal. Uji ini dilakukan dengan menggunakan program Minitab. Ukuran hubungan linear dua peubah suhu dan hasil tangkapan diduga dengan koefisien korelasi (r). Semakin tinggi nilai r mengindikasikan hubungan yang semakin erat, sadangkan pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil

31 19 tangkapan ikan tenggiri diketahui dari nilai koefisien determinan (R 2 ). Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi adalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1993). r R 2 n xiyi xi yi n xi xi n yi yi yi y yi y 2 2 Hipotesis yang digunakan dalam analisis regresi linear sederhana adalah : H 0 : b i = 0, i = 1 : berarti antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan tidak ada hubungan H 1 : b i 0, i = 1 : berarti antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ada hubungan Jika F hitung > F tabel pada α = 0,05 maka gagal tolak H 0 yang berarti terdapat hubungan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan tenggiri. Jika F hitung < F tabel pada α = 0,05 maka tolak H 0 yang berarti tidak ada hubungan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan tenggiri. Analisis ragam yang dilakukan disajikan pada Tabel 5. Hasil pengujian ini akan sama dengan pengujian parameter β1 dengan menggunakan statistik uji t, karena nilai statistik uji t bila dikuadratkan akan identik dengan nilai F-hitung. 2 Tabel 5 Analisisi Ragam Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Kuadrat F - Hitung Keragaman Bebas (JK) Tengah (KT) Regresi 1 JKR KTR KTR/KTG Galat n-2 JKG KTG Total n-1 JKT

32 20 Perhitungan yang dilakukan dalam analisis ragam adalah : s 2 n JKR JKG JKT KTR x 2 n n 1 x 2 2 n 1 b s x n 1 s y b s x 2 n 1 s y JKR 1 KTG JKG n 1 F hitung KTR KTG dengan, s = ragam contoh 2 JKR = jumlah kuadrat regresi JKG = jumlah kuadrat galat JKT = jumlah kuadrat total KTR = kuadrat tengah regresi KTG = kuadrat tengah galat

33 21 Mulai Surve Data hasil tangkapan tenggiri Data citra NOAA/AVHR Analisis hasil tangkap (grafik dan tabel) Trend hasil tangkapan Bebas awan? Iya Analisis Digital Tidak Peta Distribusi SPL Analisa SPL di Perairan Indramayu Overlay data SPL - Hasil Tangkapan Pengaruh SPL terhadap Hasil Tangkapan Selesai Gambar 7 Diagram alir penelitian.

34 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29 ºC dengan suhu dominan 27,55 ºC. Suhu terendah berada jauh dari pantai dan suhu rata-rata perairan 26,80 ºC tersebar merata di sepanjang Pesisir Subang dan perairan lepas pantai Indramayu. Adapun sepanjang Pesisir Indramayu di mulai dari Tanjung Indramayu sampai kearah selatan didominasi suhu yang lebih tinggi yaitu berkisar 27,10-28 ºC. Suhu tertinggi yakni 29,10 ºC berada di sebagian kecil Pesisir Bungko. Pada citra tanggal 26 Juni ini terjadi penutupan awan di sebelah barat Pesisir Indramayu, yakni Eretan dan Kandanghaur. Selain itu, penutupan awan juga terjadi di utara lepas pantai. Penutupan awan ini menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan. Pada tanggal 27 Juni 2005 (Gambar 9) citra memperlihatkan adanya penutupan awan sepanjang Pesisir Indramayu mulai dari barat yakni Ujunggebang, Eretan, Kandanghaur,Tanjung Sentigi dan Tanjung Indramayu serta wilayah pesisir selatan yaitu, Balongan, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Penutupan awan ini mengakibatkan berkurangnya intensitas penyinaran matahari baik terhadap daratan maupun lautan, sehingga akan mempengaruhi nilai suhu. Suhu akan menjadi lebih rendah atau dengan kata lain cenderung lebih dingin. Suhu rata-rata perairan Indramayu pada tanggal 27 Juni 2005 adalah 25,46 ºC, merupakan suhu rata-rata terendah dalam bulan Juni Sedangkan suhu yang mendominasi yaitu 27,69 ºC dan suhu permukan laut berada pada kisaran 20 ºC-31ºC. Sedangkan suhu tertinggi 32 ºC berada dekat dengan pantai. Suhu dominan sebesar 29,69 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai.

35 Gambar 8 Citra SPL tanggal 26 Juni

36 24 Gambar 9 Citra SPL tanggal 27 Juni Citra pada bulan Juli 2005 berjumlah 6 citra, masing-masing mewakili untuk tanggal 1, 3, 10, 18, 19 dan 31. Citra tanggal 1 Juli 2005 (Gambar 10) memperlihatkan pola sebaran suhu perairan yang panas. Suhu perairan berkisar antara 28,10-32 ºC dengan suhu rata-rata 29,72 ºC. Suhu terendah 28,10 ºC

37 25 berada jauh dari pantai, hal ini terjadi karena berkurangnya pengaruh daratan sehingga suhu cenderung lebih dingin. Sedangkan suhu tertinggi 32 ºC berada dekat dengan pantai. Suhu dominan sebesar 29,69 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai. Demikian juga dengan citra tanggal 3 Juli 2005 (Gambar 11) menunjukkan sebaran SPL yang panas. Hal ini terlihat dengan tingginya kisaran suhu perairan yaitu antara 30,10-33 ºC dengan suhu rata-rata 31,58 ºC. Suhu dominan pada tanggal 3 Juli 2005 adalah 32,04 ºC. Pada tanggal 10 Juli 2005 citra SPL (Gambar 12) memperlihatkan adanya penutupan awan. Penutupan awan terjadi secara acak dengan penyebaran yang merata dan didominasi di sepanjang Pesisir Indramayu. Namun demikian suhu perairan cenderung panas dengan kisaran suhu 32,10-33 ºC dengan suhu dominan 32,03 ºC dan suhu rata-rata 32,72 ºC. Lautan maupun daratan keduanya dipanasi oleh sinar matahari melalui suatu proses yang dinamakan insolation. Awan mengakibatkan insolation berkurang karena awan menyerap dan menyebarkan sinar-sinar yang datang. Daerah tropis adalah daerah yang mempunyai nilai kelembapan udara (humidity) yang tinggi yang mengakibatkan daerah ini mempunyai lapisan awan yang lebih tebal daripada daerah subtropis. Air mempunyai daya muat panas yang jauh lebih tinggi daripada daratan. Akibatnya untuk menaikkan suhu sebesar 1ºC air akan membutuhkan panas yang lebih besar daripada yang dibutuhkan daratan dalam jumlah massa yang sama. Daratan tidak mempunyai kapasitas yang sama seperti air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan ( Hutabarat dan Evans, 1984 ). Hal inilah yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar pesisir cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan di laut lepas. Penutupan awan juga menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan. Sensor AVHRR merupakan salah satu sensor yang tergolong sensor pasif yang menggunakan sistem optik dengan kelemahan tidak dapat mengamati obyek yang tertutup awan ( LAPAN, 2003 ).

38 Gambar 10 Citra SPL tanggal 1 Juli

39 Gambar 11 Citra SPL tanggal 3 Juli

40 28 Gambar 12 Citra SPL tanggal 10 Juli Sebaran SPL pada tanggal 18 Juli 2005 (Gambar 13) memperlihatkan kisaran suhu antara 25-31ºC. Suhu permukaan laut yang dominan adalah 29,20 ºC tersebar di sepanjang pesisir dengan suhu rata-rata 28,68ºC. Suhu terendah yakni 25ºC berada jauh di lepas pantai. Hal ini terjadi karena ada penutupan awan serta jarak yang jauh dari daratan. Awan mengakibatkan insolation atau penyinaran matahari terhadap obyek di bumi termasuk lautan berkurang, karena awan menyerap dan menyebarkan sinar-sinar yang datang. Daratan tidak mempunyai kapasitas yang sama seperti

41 29 air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan (Hutabarat dan Evans, 1984). Hal inilah yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar pesisir cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan di laut lepas. Pada tanggal 18 Juli 2005 sepanjang pesisir Indramayu tertutup awan. Gambar 13 Citra SPL 18 Juli 2005.

42 30 Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 19 Juli 2005 (Gambar 14) memperlihatkan pola sebaran suhu yang panas. Hal ini ditunjukkan dengan SPL yang berkisar 30,10-33 ºC dengan suhu dominan 30,47 ºC. Suhu rata-rata 30,90 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai. Citra menunjukkan cuaca pada tanggal 19 Juli 2005 ini cerah dengan hanya sedikit penutupan awan atau awan tipis di sekitar Tanjung Sentigi sampai Tanjung Indramayu. Hal ini yang menyebabkan tingginya nilai suhu permukaan laut di Perairan Indramayu. Gambar 14 Citra SPL 19 Juli 200

43 31 Tampilan citra pada tanggal 31 Juli 2005 (Gambar 15) memperlihatkan kisaran suhu antara ºC. Penutupan awan terjadi di sebelah barat Pesisir Indramayu meliputi Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi sampai Tanjung Indramayu. Awan juga menutupi sedikit perairan sebelah barat Perairan Indramayu. Penutupan awan ini mengakibatkan kisaran suhu tanggal 31 Juli lebih rendah dari hari sebelumnya, tanggal 19 Juli Suhu dominan pada tanggal 31 Juli 2005 yaitu, 29,13 ºC yang tersebar merata di seluruh Perairan Indramayu. Sedangkan suhu rata-rata 29,36 ºC tersebar di sebagian besar pesisir timur Indramayu dan di sebelah barat lepas pantai Perairan Indramayu. Suhu rata-rata tertinggi selama bulan Juli 2005 adalah 32,73 ºC yaitu terjadi pada tanggal 10 Juli 2005, sedangkan suhu rata-rata terendah adalah 25 ºC pada tanggal 18 Juli Adapun kisara SPL selama bulan Juli 2005 yaitu berada pada kisaran ºC. Citra pada bulan Agustus 2005 berjumlah 9 citra, masing - masing mewakili untuk tanggal 9, 10, 11, 12, 14, 15, 19, 23 dan 29. Citra tanggal 9 Agustus 2005 (Gambar 16) menunjukkan sebaran suhu permukaan laut yang dingin. Suhu berkisar antara 24,10-27 ºC dengan suhu dominan 25,68ºC dan suhu rata-rata 25,20 ºC. Suhu perairan di sekitar pesisir cenderung lebih rendah mulai dari barat yakni Ujunggebang, Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi dan Tanjung Indramayu serta wilayah pesisir selatan yaitu, Balonga, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Diantara penyebab rendahnya suhu adalah adanya penutupan awan. Penutupan awan mengakibatkan berkurangnya intensitas penyinaran matahari baik terhadap daratan maupun lautan, sehingga akan mempengaruhi nilai suhu. Suhu akan menjadi lebih rendah atau dengan kata lain cenderung lebih dingin. Berbeda halnya dengan suhu perairan yang tidak mendapat pengaruh awan cenderung lebih hangat, sekalipun suhu di lepas pantai cenderung menurun kembali. Penutupan awan juga menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan. Sensor AVHRR merupakan salah satu sensor yang tergolong sensor pasif yang menggunakan sistem optik dengan kelemahan tidak dapat mengamati obyek yang tertutup awan ( LAPAN, 2003 ).

44 Gambar 15 Citra SPL 31 Juli

45 Gambar 16 Citra SPL 9 Agustus

46 34 Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 10 Agustus 2005 (Gambar 17) memperlihatkan distribusi SPL yang lebih hangat dibandingkan tanggal 9 Agustus Suhu berkisar antara 26,10 ºC-30 ºC dengan suhu rata-rata 27,50 ºC. Suhu dominan 27,53ºC tersebar di sebagian besar wilayah Perairan Indramayu dan sebagian kecil wilayah pesisir. Suhu terendah 26,10 ºC berada jauh di lepas pantai dan sedikit di sekitar pesisir yang tertutup awan. Gambar 17 Citra SPL 10 Agustus 2005.

47 35 Suhu permukaan laut dominan pada tanggal 11 Agustus 2005 (Gambar 18) adalah 29,17 C. Suhu dominan ini terlihat tersebar merata di seluruh perairan mulai dari sekitar pesisir hingga laut lepas. Namun, suhu dominan ini lebih banyak di lepas pantai dan sedikit di wilayah pesisir meliputi Dadap dan Juntinyuat. Selanjutnya, wilayah pesisir didominasi oleh suhu yang berkisar 28,10-29 ºC. Suhu ini lebih rendah dibandingkan suhu di lepas pantai disebabkan adanya penutupan awan di sepanjang pesisir. Selain itu, penutupan awan juga terjadi di sebagian lepas pantai yang menyebabkan suhu perairan sekitarnya lebih dingin dibandingkan wilayah perairan yang tidak berawan. Adapun Perairan Indramayu secara keseluruhan pada tanggal 11 Agustus 2005 memiliki kisaran suhu 28,10-31 ºC dengan suhu rata-rata 29,15 ºC. Citra pada tanggal 12 Agustus 2005 (Gambar 19) memperlihatkan sebaran suhu permukaan laut yang lebih hangat dibandingkan hari sebelumnya, yakni 11 Agustus Hal ini dikarenakan penutupan awan yang lebih sedikit. Suhu Perairan Indramayu berkisar antara 29,10-32 ºC dengan suhu rata-rata perairan 30,12 ºC dan suhu dominan 30,17 ºC. Pada tanggal 14 Agustus 2005 citra (Gambar 20) memperlihatkan sebaran SPL yang cenderung homogen dengan kisaran suhu antara 28,10-29 ºC di seluruh Perairan Indramayu. Suhu dominan adalah 28,48 ºC dengan suhu rata-rata 28,50 ºC. Pada citra terlihat adanya penutupan awan yang merata di sepanjang pesisir mulai dari ujunggebang, Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi, Tanjung Indramayu. Begitu juga di wilayah selatan awan menutupi pesisir Balongan, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Hal ini menyebabkan suhu permukaan laut pada tanggal 14 Agustus 2005 menunjukkan nilai suhu yang lebuh rendah dibandingkan hari-hari sebelumnya yakni tanggal 11 dan 12 Agustus 2005.

48 Gambar 18 Citra SPL 11 Agustus

49 Gambar 19 Citra SPL 12 Agustus

50 Gambar 20 Citra SPL 14 Agustus

51 39 Sebaran SPL tanggal 15 Agustus 2005 (Gambar 21) memperlihatkan sebaran SPL dominan 29,70 ºC. Suhu dominan ini tersebar merata di seluruh Perairan Indramayu bahkan terlihat homogen, hanya di bagian selatan Perairan Indramayu mulai terlihat suhu yang lebih tinggi. Kisaran suhu untuk Perairan Indramayu tanggal 15 Agustus 2005 adalah 29,10-31 ºC dengan suhu rata-rata 29,70 ºC. Demikian juga dengan citra tanggal 19 Agustus 2005 (Gambar 22) memperlihatkan kisaran suhu perairan yang tidak berbeda jauh dengan citra tanggal 15 Agustus yakni 28,10-32 ºC. Penutupan awan pada tanggal 19 Agustus lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanggal 15 Agustus Hal ini yang menyebabkan suhu perairan lebih tinggi yaitu dari 30ºC menjadi 32ºC. Suhu dominan perairan yaitu 29,25 ºC tersebar merata di seluruh perairan dengan suhu rata-rata 29,28 ºC. Gambar 21 Citra SPL 15 Agustus 2005.

52 40 Gambar 22 Citra SPL 19 Agustus Citra pada tanggal 23 Agustus 2005 (Gambar 23) memperlihatkan suhu permukaan laut berkisar antara 27,10-31 ºC. Suhu terendah 27,10 ºC berada di selatan perairan dan sifatnya lokal hanya sedikit sekali perairan dengan suhu rendah ini, sedangkan suhu tertinggi 31 ºC tersebar secara acak di sebelah utara perairan. Citra juga menunjukkan adanya penutupan awan yang terpusat yakni di sebelah barat pesisir yaitu tepatnya sebelah barat Tanjung Indramayu dan di sebagian utara perairan. Suhu rata-rata perairan adalah 28,95 ºC dengan suhu

53 41 dominan 28,94 ºC. Suhu dominan ini tersebar secara acak di bagian utara lepas pantai dan mendominasi wilayah selatan lepas pantai. Gambar 23 Citra SPL 23 Agustus Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 29 Agustus 2005 (Gambar 24) terlihat lebih panas yaitu berkisar antara 28,10-32 ºC. Suhu tertinggi 32 ºC berada di lepas pantai dan bersifat lokal, dengan kata lain hanya sedikit sekali perairan dengan suhu tertinggi ini. Suhu terendah berada di perairan bagian selatan dengan posisi dekat dengan penutupan awan. Awan terlihat menutupi perairan secara vertikal dari utara ke selatan Perairan Indramayu. Penutupan awan ini menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya

54 42 tidak dapat diketahui. Suhu dominan perairan pada tanggal 29 Agustus 2005 adalah 30,32 ºC tersebar memusat di bagian utara lepas pantai dengan suhu ratarata 30,34 ºC. Wilayah perairan selatan Indramayu didominasi suhu yang berkisar antara 29,10-30 ºC. Gambar 24 Citra SPL 29 Agustus 2005.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tenggiri (Scomberomorus commerson).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tenggiri (Scomberomorus commerson). 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Tenggiri Menurut Saanin (1984) Kailola dan Gleofelt (1986), taksonomi ikan tenggiri adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp) 2.1.1 Morfologi Ikan layang atau bahasa latinnya Decapterus spp atau bahasa Inggrisnya scads tergolong ke dalam kelompok ikan-ikan

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS Oleh : Dwi Ayu Retnaning Anggreyni 3507.100.017 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Bangun M S, DEA, DESS Lalu Muhammad Jaelani, ST, MSc

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

Oleh : NIA SALMA PRlYANTl. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan C 31.

Oleh : NIA SALMA PRlYANTl. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan C 31. STUDl DAERAH PENANGKAPAN RAWAl TUNA Dl PERAIRAN SELATAN JAWA TlMUR - BAL.1 PADA MUSlM TlMUR BERDASARKAN POLA DlSTRlBUSl SUHU PERMUKAAN LAUT ClTRA SATELIT NOAAIAVHRR DAN DATA HASIL TANGKAPAN Oleh : NIA

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA Astrolabe Sian Prasetya 1, Bangun Muljo Sukojo 2, dan Hepi Hapsari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: tahap pertama pengumpulan data lapang pada titik-titik lokasi dan hasil tangkapan ikan layang dan tahap kedua pengolahan

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan 22 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan menggunakan citra MODIS. Lokasi untuk objek penelitian adalah perairan Barat-

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YellowfinTuna berikut: Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai Kingdom Sub Kingdom Phylum Sub Phylum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau dan luas perairan laut 5,8 juta km² (terdiri dari luas laut teritorial 0,3 juta km², luas perairan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi kajian untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dan SPL dari citra satelit terletak di perairan Laut Jawa (Gambar 4). Perairan ini

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya 99 6 PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Faktor kondisi perairan yang menjadi perhatian utama dalam penelitian tentang penentuan ZPPI dan kegiatan penangkapan ikan ini adalah SPL,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan 20 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan laut yang diteliti adalah wilayah yang ditunjukkan pada Gambar 2 yang merupakan wilayah

Lebih terperinci

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 67 6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 6.1 Efisiensi Teknis Pendaratan Hasil Tangkapan Proses penting yang perlu diperhatikan setelah ikan ditangkap adalah proses

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh : MAYA RESMAYANTY C44101004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT MODEL SPASIAL INFORMASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110 O -120 O BT 2 O 50-7 O 50 LS) ANDRIUS Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Perairan Mentawai Secara geografis Mentawai adalah suatu gugusan kepulauan yang membujur dari utara ke selatan sepanjang pantai barat Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN UTARA INDRAMAYU JAWA BARAT Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Mei 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha,   ABSTRAK ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB (Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Permukaan Laut) Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, e-mail

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya ikan cukup besar (6.520.100 ton/tahun), seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan

Lebih terperinci