II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Berkelanjutan dan Pengaruh dari Adopsi Teknologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Berkelanjutan dan Pengaruh dari Adopsi Teknologi"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Berkelanjutan dan Pengaruh dari Adopsi Teknologi Munasinghe (1993, dalam Sanim, 2003) menyatakan bahwa 3 tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai secara simultan yakni tujuan ekonomi, tujuan sosial, dan tujuan ekologis dengan kombinasi ketiganya sesuai dengan kondisi dan tingkat kemajuan masyarakat. Tujuan ekonomi: pertumbuhan, peningkatan output, pembentukan modal, dan peningkatan daya saing. Tujuan sosial: kesejahteraan sosial, pemerataan, kenyamanan dan ketenteraman. Tujuan ekologis: pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan, mengurangi dampak eksternalitas negatif dan mendorong dampak eksternalitas positif dalam proses kegiatan pembangunan. Menurut Conway (1994, dalam Stevenson dan Lee, 2001), sistem pertanian berkelanjutan harus memiliki ciri produktif, stabil dalam situasi fluktuasi kondisi sosial dan lingkungan, tahan (resilient) terhadap perubahan yang tiba-tiba, serta memberikan akses yang merata bagi cara-cara produksi. Zhen dan Routray (2003) serta Zhen, et al. (2005) mengemukakan konsep pertanian berkelanjutan ditelaah dari tiga dimensi, yakni kelayakan lingkungan dengan penggunaan input eksternal secara rasional guna mencegah degradasi sumberdaya lahan dan air serta mengurangi risiko bagi kesehatan manusia, kelayakan ekonomi yang memastikan kegiatan produksi yang stabil dan menguntungkan, serta penerimaan sosial-kelembagaan yang menjamin kecukupan pangan dan adopsi teknologi konservasi. Zhen dan Routray (2003) mengemukakan indikatorindikator operasional guna mengukur keberlanjutan pertanian di negara-negara berkembang (Gambar 3). Pemecahan masalah keberlanjutan memerlukan analisis multi-kriteria yang didasarkan pada asumsi bahwa terdapat keseimbangan di antara ketiga dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yang diukur dengan indikator-indikator (Miranda, 2001). Penelitian Miranda (2001) menekankan pemecahan masalah keberlanjutan pada tingkat lokal dengan sistem usahatani yang ada saat ini. Jika setiap masyarakat pedesaan mempraktekkan pertanian berkelanjutan, maka secara menyeluruh akan didapatkan keadaan pertanian berkelanjutan. Dalam 14

2 penelitiannya disusun 30 indikator keberlanjutan dengan masing-masing dimensi memiliki 10 indikator. Indikator ekonomi baik yang bersifat on-farm dan off-farm terdiri dari: (1). keadaan irigasi, (2). pendapatan kotor, (3). luas lahan pertanian, (4). jenis kegiatan, (5). pinjaman bank, (6). subsidi, (7). pekerja penuh-waktu, (8). pekerja paruh-waktu, (9). pemakaian mesin, dan (10). alokasi waktu. Produktifitas tanaman Ekonomis Pendapatan usahatani netto Rasio manfaat-biaya produksi Produksi biji-bijian per kapita Swasembada pangan Distribusi pangan dan pendapatan Sosial Akses terhadap sumberdaya dan dukungan pelayanan Pengetahuan petani dan kesadaran mengenai konservasi lahan dan air Jumlah pupuk yang digunakan per unit luas tanaman Jumlah pestisida yang digunakan per unit luas tanaman Kandungan unsur hara tanah Ekologis Kedalaman muka air tanah Kualitas air tanah untuk irigasi Efisiensi penggunaan air Kandungan nitrat dalam air dan tanaman Gambar 3. Indikator operasional dalam mengukur keberlanjutan pertanian di negara berkembang (Zhen dan Routray, 2003). 15

3 Indikator sosial menekankan pada aspek kualitas hidup dengan indikator: (1). standar hidup, (2). sosiabilitas, (3). hubungan dalam masyarakat, (4). pendidikan formal, (5). pendidikan agronomi, dan (6). sarana pembelajaran; aspek kesadaran ekologis dengan indikator: (7). kesadaran akan faktor-faktor eksternal, (8). alasan pemilihan sistem produksi, (9). alasan preservasi sumberdaya alam, dan (10). penggunaan teknologi. Dimensi ekologi berkaitan dengan aspek biofisik seperti air dan tanah, dan aspek penggunaan energi. Kesehatan manusia, walaupun tidak secara langsung dipengaruhi oleh masalah ekologi, dapat mengalami dampak buruk akibat penggunaan pestisida. Tindakan atau praktek agronomi juga berperan penting dalam dimensi ekologi karena memiliki konsekuensi bagi konservasi tanah dan produktivitas. Sepuluh indikator ekologis terdiri dari: (1). penggunaan pestisida, (2). penggunaan pupuk kimiawi, (3). masalah tanah, (4). pencemaran air, (5). penggunaan pupuk kandang, (6). masa bera, (7). rotasi tanaman, (8). tanpa olah tanah, (9). penyakit tanaman, dan (10). masalah kesehatan (Miranda, 2001). Selanjutnya Zhen dan Routray (2003) menyatakan bahwa pemilihan indikator yang akan digunakan tergantung pada faktor ruang/wilayah dan dimensi waktu (Tabel 2). Pada skala lokal dengan jangka pendek, prioritas diberikan pada aspek ekonomi yang diikuti dengan aspek sosial dan ekologis, karena manfaat ekonomi merupakan kebutuhan utama. Dalam jangka panjang, ketiga aspek ini memiliki prioritas yang sama bobotnya. Tabel 2. Pemilihan indikator dengan pertimbangan faktor wilayah dan dimensi waktu (Zhen dan Routray, 2003). Ruang Jangka pendek (1-5 tahun) Jangka menengah (5-10 tahun) Jangka panjang (10-20 tahun) Nasional 1 > 2 > 3 3 > 1 = 2 1 = 2 = 3 Wilayah (propinsi) 1 > 2 > 3 3 > 1 = 2 1 = 2 = 3 Lokal (disrik/sub-distrik) 1 > 2 > 3 1 > 2 = 3 1 = 2 = 3 1 = aspek ekonomis; 2 = aspek sosial; 3 = aspek ekologis Dalam perspektif International Seed Federation (ISF, 2004), pertanian berkelanjutan sebagai konsep pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam di 16

4 suatu wilayah memerlukan perubahan teknologi dan kelembagaan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan generasi masa sekarang dan mendatang. Agar penilaian atau pengukuran keberlanjutan menggambarkan realitas yang sesungguhnya, maka yang juga perlu diperhatikan adalah kriteria dalam memilih indikator operasional untuk setiap kriteria. Menurut Dale dan Beyeles (2001, dalam Zhen dan Routray, 2003) pemilihan indikator harus dilakukan dengan baik dan hati-hati agar indikator menggambarkan secara jelas mengenai keadaan keberlanjutan. Lebih lanjut dikemukakan delapan kriteria suatu indikator keberlanjutan yang baik yaitu: (1) Dengan mudah dapat diukur; (2) Peka terhadap tekanan dalam sistem; (3) Tanggapan terhadap tekanan dapat diprediksi; (4) Antisipatif terhadap perubahan; (5) Dapat mengukur perubahan sejalan dengan tindakan pengelolaan; (6) Dapat diintegrasikan ke dalam semua himpunan indikator yang ada; (7) Mempunyai sifat tanggap yang diketahui terhadap perubahan akibat tindakan manusia, gangguan alam, dan perubahan menurut waktu; (8) Mempunyai sifat keragaman yang rendah dalam tanggap perubahan. Dalam menyikapi perlunya kajian lingkungan yang komprehensif terhadap suatu teknologi, IFPRI (International Food Policy Research Institute) mengajukan SEA (strategic environment assessment) sebagai suatu alat evaluasi lingkungan yang bersifat strategis untuk suatu inovasi seperti tertera pada Gambar 4 (Linacre, et al. 2005). Metode ini sebenarnya telah banyak dipakai melalui proyek-proyek Bank Dunia khususnya pada level pengkajian inovasi dan penetapan kebijakan teknologi baru pada tahap-tahap awal proses. Pendekatan SEA ini bila diterapkan untuk kajian inovasi bioteknologi - merupakan pendekatan holistik dan sistematis yang melihat alternatif kebijakan yang ada untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian. Selain itu, akan terlihat juga dampak atau konsekuensi bila adopsi dari suatu inovasi tidak terjadi. Pertimbangan dan kajian lingkungan dapat dilakukan sedini mungkin mulai dari penetapan kebijakan hingga pengelolaan risiko sehingga dampak lingkungan yang negatif dapat dikurangi. Menurut Linacre et al. (2005), metode SEA terpadu 17

5 menggunakan kajian kualitatif dan kuantitatif meliputi perpindahan gen (gene flow), paparan dosis-respons, analisis keputusan, dan pendugaan ketidakpastian merupakan masukan untuk pengambilan keputusan bagi nilai tanaman bioteknologi pada umumnya. K O N S U L T A S I Evaluasi Kualitatif Evaluasi Kualitatif Identifikasi tujuan kebijakan Identifikasi alternatif kebijakan Analisis pembandingan tujuan dengan alternatif Pertimbangan praktis: dapat dilaksanakan Implikasi jangka pendek, menengah, dan panjang: Ekonomi, Lingkungan, dan Sosio-kultural Juga mempertimbangkan kalau tidak mengadopsi (non-adopsi) K O M U N I K A S I Evaluasi Kuantitatif Strategi Pengelolaan Evaluasi Kuantitatif Analisis dampak Karakterisasi risiko, manfaat dan biaya Analisis ketidakpastian Strategi Pengelolaan, pilihan: Menerima risiko Mengelola risiko Menolak risiko Keputusan untuk menerima atau mengelola risiko menyaratkan perlunya monitoring Gambar 4. Analisis strategis lingkungan suatu inovasi Pertanian berkelanjutan adalah konsep yang ambisius namun juga memiliki sifat ambiguitas. Menurut FAO ada 5 (lima) atribut sehingga suatu pola/kegiatan pertanian dikategorikan sebagai berkelanjutan yakni mencakup: (1) Konservasi lahan, air, tumbuhan dan sumberdaya genetika; (2) Tidak mendegradasi lingkungan; 18

6 (3) Layak secara teknis; (4) Layak secara ekonomis; (5) Dapat diterima secara sosial (Lee, 2005). Lebih lanjut Lee (2005) mengemukakan beberapa faktor yang sering diperhatikan dalam diskusi mengenai pengaruh adopsi teknologi terhadap keberlanjutan usahatani, umumnya adalah: (1) Penggunaan input eksternal (pupuk anorganik, pestisida, alat-alat mekanis) yang lebih sedikit; (2) Aplikasi teknik pengelolaan yang lebih baik; dan (3) Pemanfaatan sumberdaya lokal tersedia dan bersifat komplementer dengan input eksternal (khususnya yang dibeli). Aldy, et al. (1998) menekankan pentingnya kapasitas sektor pertanian dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan serat serta juga pelayanan jasa lingkungan (environmental services). Kapasitas ini sangat tergantung pada ketersediaan dan adopsi teknologi baru serta dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar yang membatasi, seperti: (1) Keterbatasan dana perusahaan-perusahaan dalam pengembangan teknologi; (2) Keberhasilan adopsi ditentukan oleh profil dan variasi usahatani; (3) Keberagaman basis sumberdaya mempengaruhi adopsi; dan (4) Petani sendiri tidak memperoleh jasa lingkungan tersebut. Dengan pertimbangan atas faktor-faktor pembatas ini, Aldy et al. (1998) menyarankan kebijakan pertanian berkelanjutan sebaiknya mendukung penelitian dan pengembangan teknologi berkelanjutan serta memberi insentif yang merangsang adopsi, mengupayakan agar upaya konservasi mencerminkan alokasi aset lingkungan yang efisien dan berkelanjutan, dan memberi legitimasi pasar bagi produk atau hasil produksi dari usahatani berkelanjutan Teknologi Benih Transgenik dan Jagung Transgenik Definisi bioteknologi menurut The Convention on Biological Diversity pada tahun 1992 adalah any technological application that uses biological systems, living organisms, or derivatives thereof, to make or modify products or 19

7 processes for specific use, dan dengan definisi yang lebih sempit bioteknologi mencakup sejumlah teknologi molekular yang berbeda seperti manipulasi gen dan transfer gen, DNA typing dan cloning tanaman dan hewan. Salah satu hasil aplikasinya adalah genetically modified organism (GMO) yakni suatu organisme yang telah mengalami transformasi dengan insersi satu atau lebih transgene. Transgene adalah suatu sekuen gen (bisa berasal dari spesies berbeda atau sama) yang diisolasi yang digunakan untuk mentransformasi suatu organisme. Suatu individual organisme yang telah mengalami transformasi (suatu transgene telah diintegrasikan ke dalam genome-nya) disebut sebagai transgenik (FAO, 2007). Penerapan teknologi ini ke bidang pertanian khususnya dalam perbaikan tanaman (crop improvement) dengan berbagai sub-bidang: genomik, pemuliaan, analitik, kimia, dan rekayasa genetika telah dapat menghasilkan: (1) Peningkatan hasil/produktifitas berbagai tanaman, (2) Ketahanan terhadap hama dan penyakit, (3) Ketahanan terhadap cekaman lingkungan (environmental stress), misalnya adaptasi pada tanah marjinal, dan (4) Kandungan gizi yang lebih disukai seperti kedelai omega-3 dan kaya asam amino dan protein tertentu. Borlaug (1998) melihat bahwa bioteknologi berperan penting dalam mengembangkan varietas baru yang lebih toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik serta yang kandungan nutrisi lebih baik. Strategi perbaikan tanaman seperti ini diperlukan untuk mengangkat tingkat produktifitas lebih tinggi lagi dan meningkatkan stabilitas hasil. Lebih lanjut Borlaug mengemukakan bahwa keberhasilan pertanian mencukupi kebutuhan pangan penduduk dunia yang meningkat, antara lain melalui upaya: (1) Bagaimana memperbaiki/mempertahankan kesuburan tanah untuk produksi berkelanjutan bagi generasi berikut; (2) Bagaimana menciptakan tanaman yang lebih efisien dan lebih tahan penyakit; dan (3) Bagaimana memperbaiki praktek budidaya tanaman sehingga lebih baik mengendalikan gulma, hama dan penyakit. 20

8 Menurut Sharma et al. (2002), rekayasa genetika membuka peluang yang luas bagi pemulia untuk mengakses gen dan sifat (trait) baru dari sumber genetik untuk dimasukkan ke dalam varietas/hibrida unggul. Kemajuan yang pesat telah diperoleh pada dua dekade belakangan dalam memanipulasi gen serta menyisipkannya ke dalam tanaman sehingga tahan hama dan penyakit, toleran terhadap herbisida, kekeringan, salinitas dan keracunan aluminum. Menurut sebuah studi (Runge dan Ryan, 2004), sebanyak 63 negara telah dan sedang melaksanakan litbang tanaman biotek yang meliputi 57 jenis tanaman. Lebih separuh dari jumlah kegiatan litbang tersebut berada di negara berkembang, sekalipun dengan fokus dan prioritas yang berbeda-beda. Pemuliaan tanaman yang makin efisien dan teknik-teknik terbaru dalam bioteknologi telah dan akan menghasilkan tanaman dengan produktifitas lebih tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, atau makin tinggi toleransinya terhadap kondisi cekaman (stress) lingkungan serta ke depan dikembangkan tanaman dengan kandungan nutrisi yang lebih baik. Teknologi rekayasa genetika sebenarnya merupakan cara atau alat yang canggih dalam proses pemuliaan tanaman dimana gen yang dikehendaki dapat ditransfer secara persis. Teknologi benih transgenik (benih GMO) telah mendapatkan investasi yang sangat besar dari perusahaan multi-nasional, namun juga menjadi fokus yang signifikan bagi lembaga penelitian pemerintah (nasional) dan internasional. Para pakar agronomi dan pemulia melihat bahwa teknologi benih transgenik memberikan kesempatan besar bagi pertanian antara lain dengan mengurangi atau mengefisienkan penggunaan herbisida, mendorong aplikasi konservasi tanah dan mengembangkan varietas yang tahan atau toleran terhadap cekaman biotik (Tabel 3) (Tripp, 1999). Untuk jagung transgenik yang dikomersialkan saat ini hampir seluruhnya tergolong ke dalam kategori sifat (trait) toleran herbisida dan tahan hama. Beberapa jenis hibrida jagung telah dikembangkan sehingga tahan terhadap herbisida glifosat. Jagung tahan hama yang sudah dikembangkan antara lain adalah tahan hama penggerek ECB (European Corn Borer), (CRW) corn root worm dan beberapa hama lainnya seperti Helicpoverpa zea (Carpenter, et al., 2000). Disamping itu, sudah mulai banyak juga penelitian dan pengembangan ke arah benih transgenik dengan preferensi kualitas nutrisi dan benih transgenik yang 21

9 tahan cekaman lingkungan (environmental stress) seperti efisien menggunakan air, tahan kekeringan, efisien menggunakan unsur hara seperti nitrogen sehingga diharapkan dapat menghemat penggunaan pupuk. Tabel 3. Tipe benih GMO (Tripp, 1999) Karakteristik Contoh Manfaat Kualitas preferensi konsumen atau industri Tomat tahan disimpan lama Jagung dengan kandungan pati yang tinggi Pengembangan bahan pangan baru (novel food) atau bahan baku bagi indsutri Toleran herbisida Berbagai jenis tanaman tahan herbisida Lebih efisien dalam penggunaan herbisida dan/atau lebih aman Tahan penyakit atau hama Kapas tahan penggerek Tembakau tahan penyakit virus Pengurangan aplikasi pestisida Toleran cekaman abiotik Jagung tahan kekeringan (efisiensi pemakaian air) Produksi yang lebih baik pada kondisi marjinal (kurang air) 2.3. Kerangka Regulasi Agrobioteknologi: Internasional dan Nasional Dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992 telah disusun dan disepakati Agenda 21 oleh 178 negara termasuk Indonesia. Dalam Agenda 21 tersebut pada Bab 16 dikemukakan tujuan pemanfaatan bioteknologi, yakni: (1) Meningkatkan ketersediaan pangan, pakan, dan bahan baku yang terbarukan; (2) Memperbaiki kesehatan manusia; (3) Mendorong perlindungan lingkungan; (4) Mendorong keamanan dan mengembangkan mekanisme kerjasama internasional; (5) Membangun mekanisme yang memampukan pengembangan dan aplikasi bioteknologi yang ramah lingkungan; Dalam Agenda 21 Bab 16 juga dinyatakan bahwa bioteknologi dapat berkontribusi signifikan dalam pengembangan keamanan pangan melalui caracara pertanian yang berkelanjutan. Pada WSSD (World Summit on Sustainable 22

10 Development) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan, 104 Negara menyatakan kembali komitmen mereka terhadap Agenda 21 dan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan yang saling mendukung, yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan (United Nations, 2002). Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD, Convention on Biodiversity) sendiri disusun pada bulan Mei 1992, serta dibuka untuk penandatangan pada UNCED (United Nations Conference on Environment and Development) di Rio de Janeiro pada Juni 1992, dan mulai berlaku pada tanggal 29 Desember Saat ini CBD merupakan kerangka internasional yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati (biodiversity). Pasal 16 dari CBD menyatakan bahwa baik akses dan transfer teknologi, termasuk bioteknologi, adalah esensial untuk mencapai tujuan-tujuan Konvensi ini. Keamanan hayati adalah suatu isu yang diangkat dalam CBD. Konsep ini merujuk pada kebutuhan untuk perlindungan lingkungan dan kesehatan manusia dari kemungkinan pengaruh buruk akibat penerapan produk bioteknologi modern. Pada sisi lain, bioteknologi modern juga diakui memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, khsusnya pemenuhan kebutuhan pangan, pertanian, dan perlindungan kesehatan. Pada pertemuannya yang kedua, para pihak dari CBD ini membentuk kelompok kerja ad-hoc Biosafety untuk menyusun rancangan protokol tentang keamanan hayati. Setelah beberapa tahun akhirnya terbentuklah protokol yang dikenal dengan Protokol Cartagena tentang Biosafety dalam kerangka CBD dan diadopsi di Montreal pada 29 Januari 2000 (Secretariate of the CBD, 2000). Protokol Cartagena merupakan kerangka regulasi internasional yang memadukan kebutuhan akan perlindungan lingkungan dan perdagangan sejalan dengan pertumbuhan industri global bioteknologi. Protokol ini memungkinkan aplikasi bioteknologi yang ramah lingkungan, memaksimalkan potensi manfaat sementara meminimalkan kemungkinan risiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Secretariat of the CBD, 2000). Peningkatan kapasitas nasional merupakan kunci pokok dalam implementasi regulasi dan pengambilan keputusan yang berbasis ilmiah. Saat ini lebih dari 132 Negara telah meratifikasi Protokol 23

11 Cartagena. Indonesia meratifikasi protokol ini (UU No. 21 Tahun 2004) setelah melalui serangkaian pembahasan dan pro dan kontra di dalam negeri. Jauh sebelum ratifikasi Protokol Cartagena ini, Indonesia sendiri telah mengadopsi Agenda 21 global tersebut ke dalam Agenda 21 Indonesia yang disusun pada tahun 1997 dimana penyusunannya dikoordinasi oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Dalam Bab 18 tentang Bioteknologi disebutkan fokus bioteknologi modern diarahkan untuk dapat memecahkan masalah pertanian, kesehatan, dan lingkungan dengan mempertimbangkan aspek keamanan hayati sehingga dampak negatif bisa dicegah. Seperti dikemukakan sebelumnya, pemenang hadiah Nobel Norman Borlaug (1998) mengemukakan pencukupan kebutuhan pangan penduduk dunia yang meningkat antara lain dapat terbantu dengan penerapan bioteknologi modern dalam produksi pertanian. Namun demikian, seringkali akses terhadap teknologi demikian tidak berlaku bagi petani-petani di negara berkembang karena isu IPR (intellectual property rights), penerimaan masyarakat dan pemerintah terhadap teknologi, dan hambatan finansial dan pendidikan bagi petani. Shahi (2004) dalam bukunya Bio-Business in Asia menyatakan bahwa (di kawasan Asia-Pasifik) telah tercapai suatu massa kritis (critical-mass) dalam bidang pengembangan ilmu hayati (life sciences) dan bioteknologi. Jumlah peneliti dan pusat litbang telah terbangun menyetarai kemampuan yang ada di dunia Barat. Saat ini dan ke depan, untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari pengembangan ilmu hayati dan biotek ini, Shahi (2004) melihat perlunya aliansi yang erat melibatkan pemerintah, akademisi, industri dan investor yang bekerja bersama-sama memaksimalkan inovasi dan penciptaan nilai Perdebatan Global Perdebatan global seputar bioteknologi, dalam hal ini khususnya produk pangan hasil rekayasa genetika, tidak terlepas dari perselisihan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) tentang pangan transgenik ini. Perselisihan ini secara resmi ditengahi oleh WTO sejak tahun 2003 setelah AS, Kanada, dan Argentina mengajukan keberatan pada bulan Mei

12 Seperti diketahui sebelumnya bahwa UE terakhir pada tahun 1998 menyetujui impor 2 produk pangan transgenik. Kemudian pada periode , UE secara faktual menerapkan aturan moratorium 6 tahun hingga pada Mei 2004, Komisi Eropa mengakhiri moratorium secara de jure, akan tetapi secara de facto negara-negara anggota masih memberlakukan larangan impor produk pangan transgenik dari AS, Kanada dan Argentina. Pada bulan Februari 2006, WTO mendukung komplain yang diajukan ketiga negara tersebut dimana UE harus mematuhi aturan perdagangan global. Mengapa muncul persoalan ini, dimana tampaknya lebih bersifat proteksionisme dagang ketimbang isu kesehatan konsumen dan lingkungan? Menurut Lofstedt (2002) ahli manajemen risiko dari Inggris, hal ini disebabkan oleh 3 faktor utama: (1) Masalah kepercayaan (trust) terhadap Regulator: Orang Amerika lebih yakin pada badan FDA (Food & Drug Administration) di negaranya, berbeda dengan orang Eropa yang tidak begitu percaya pada badan regulator yang ada di Eropa; (2) Isu retaliasi dagang: AS telah menghindari skandal pangan serupa krisis sapi gila yang terjadi di Inggris pada tahun 1990-an, yakni dengan cara melarang impor produk daging sapi dari Inggris selama 1 dekade. Kasus ini bersamaan terjadinya dengan introduksi pertama uji-coba tanaman transgenik. (3) Masalah komunikasi: strategi komunikasi yang tidak tepat dari perusahaan-perusahaan penghasil benih tanaman transgenik, khususnya dari Monsanto sebagai pemimpin pasar (market leader). Menurut Lofstedt, Monsanto tidak peka terhadap persepsi masyarakat Eropa yang tidak menyukai cara Amerika mendikte mereka tentang apa yang harus dilakukan mengenai teknologi ini. Menurut laporan FAO berjudul The State of World Food and Agriculture 2004 (SOFA 2004), tanaman pangan hasil rekayasa bioteknologi (bioengineered food crops) memiliki potensial riil dalam upaya mengatasi masalah kelaparan dunia, namun sebegitu jauh potensi tersebut belum banyak dimanfaatkan. Menurut laporan ini perdebatan introduksi teknologi baru sebenarnya sudah 25

13 terjadi sejak semula, termasuk seputar Revolusi Hijau (Green Revolution) pada era 60-an dan 70-an. Dengan mengintroduksi varietas tanaman, agro-kimia, dan teknik irigasi baru, Revolusi Hijau telah meningkatkan hasil tanaman dan membantu jutaan manusia keluar dari masalah kelaparan dan kemiskinan. Namun demikian, dewasa ini masih lebih dari 842 juta penduduk dunia yang hidup tanpa makanan yang cukup. Sementara milyaran penduduk menderita gizi buruk. Dalam masa 30 tahun ke depan, pertambaan penduduk sebanyak 2 milyar memerlukan makanan yang cukup, yang harus dipenuhi dari sumberdaya alam yang terbatas dan cenderung makin rapuh (fragile). Dapatkah Revolusi Gen yakni penggunaan bioteknologi dalam bidang pertanian menyumbangkan penyelesaian masalah untuk mengatasi tantangan ini? Para pendukung mengatakan rekayasa genetika merupakan alat esensial dalam mengatasi masalah kekurangan pangan dan gizi buruk di negara-negara berkembang. Para penentang mengatakan bahwa rekayasa genetika akan merusak lingkungan, meningkatkan kemiskinan dan kelaparan, dan mengalihkan penguasaan teknologi pertanian dan penyediaan pangan global ke kendali tangan korporasi. Bioteknologi (rekayasa genetika) dapat meningkatan produktivitas dan mengurangi variasi/fluktuasi musiman dalam penyediaan pangan. Tanaman tahan hama/penyakit dan toleran cekaman lingkungan dapat mengurangi risiko kegagalan panen akibat hama/penyakit dan kekeringan. Kandungan gizi dan vitamin dapat dimuliakan ke dalam varietas-varietas unggul baru sehingga dapat digunakan untuk mengatasi masalah defisiensi gizi di negara-negara miskin dan berkembang. Varietas tanaman baru dapat dikembangkan agar tumbuh baik pada tanah-tanah marjinal yang tidak subur sehingga produksi pangan dapat ditingkatkan. Bioteknologi juga dapat mengurangi penggunaan senyawa pestisida dan memperbaiki efisiensi penyerapan hara dan pupuk dari tanah (FAO, 2004) Status dan Tantangan Regulasi Bioteknologi UU Lingkungan Hidup, UU Budidaya Tanaman, UU Pangan, dan UU Perlindungan Varietas Tanaman merupakan rangkaian undang-undang negara yang menyinggung, menyebut, dan mengatur tentang pemanfaatan produk hasil 26

14 rekayasa genetika (bioteknologi modern). Bahkan pada tahun 2005, Pemerintah telah menerbitkan PP tentang Keamanan Hayati (PP No. 21 tahun2005), namun PP ini mensyaratkan adanya pembentukan Komisi Nasional Keamanan Hayati dan petunjuk pelaksanaan untuk pengkajian keamanan hayati. Dalam PP No. 21 ini yang dimaksud dengan keamanan hayati meliputi keamanan lingkungan (environmental safety), keamanan pangan (food safety), dan keamanan pakan (feed safety). Hingga saat ini Pemerintah masih terus menggodok pembentukan Komisi Nasional dan finalisasi juklak ini (Saragih, 2006). Antar departemen/lembaga: Pertanian, KLH, Kesehatan, POM, Perikanan, Kelautan, Kehutanan, Ristek, LIPI dengan kewenangan dan kompetensi masingmasing memerlukan koordinasi yang benar-benar terarah dan terpadu agar komisi dan juklak tersebut bisa segera terbentuk. Disadari sepenuhnya bahwa posisi suatu negara terhadap bioteknologi sangat tergantung dari banyak hal, antara lain: kebijakan dan political will Pemerintah, tingkat risiko yang hendak/dapat diterima, kapasitas melakukan kajian risiko dan implementasi regulasi yang memadai, persepsi mengenai manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari boteknologi, aras perdagangan internasional termasuk ketergantungan akan impor komoditas pertanian, dan investasi pada program penelitian dan pengembangan. Sebagaimana disebutkan di atas, hingga saat ini Pemerintah sebenarnya telah meletakkan kerangka regulasi yang komprehensif dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. PP ini dibuat dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf b UU Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997, yang berbunyi tentang mengatur penyediaan, peruntukan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumberdaya genetika. Dalam konteks teknis implementasi untuk bioteknologi tanaman, PP No. 21 perlu mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam UU Sistem Budidaya Tanaman No. 12 Tahun 1992 khususnya pasal-pasal 8 hingga 12 (antara lain tentang benih unggul dan berkualitas, pengembangan varietas unggul, pelepasan varietas baru, impor, pengawasan distribusi benih dan pelabelan). Diharapkan peraturan yang baru ini dapat memayungi pengembangan, inovasi dan adopsi bioteknologi di Indonesia, karena aspek keamanan hayati dalam PP No. 21/2005 tersebut mencakup keamanan lingkungan, serta keamanan 27

15 pangan dan pakan. Perangkat peraturan ini dan kelengkapan lembaga yang akan disusun diharapkan dapat berperan efisien dan efektif dan terutama memberi kepastian dalam proses pengkajian dan evaluasi produk rekayasa genetika dari segi keamanan hayatinya sebelum dilepas ke pasar/pengguna. Namun hingga saat ini perangkat kelembagaan dan petunjuk pelaksanaan belum tersedia, sehingga kalangan dunia industri yang berminat untuk pengembangan tanaman unggul transgenik belum dapat melakukan apa-apa, baik dalam rangka introduksi atau persiapan untuk investasi. Diperkirakan detil prosedur pengembangan dan pelepasan suatu produk benih bioteknologi hingga akhirnya dapat diadopsi oleh petani akan melewati rangkaian pengkajian/pengujian oleh berbagai departemen dan lembaga Pemerintah yang berkompeten, yakni meliputi: tahap pengujian keamanan lingkungan; tahap pengujian keamanan pangan/pakan; tahap pengujian pelepasan varietas; dan tahap pengujian perlindungan varietas Dampak Ekonomi dan Lingkungan Adopsi Agrobioteknologi Mengapa manusia seharusnya mengambil kesempatan dari suatu teknologi baru seperti tanaman hasil rekayasa genetika? Dalam kurun waktu yang relatif singkat terutama dalam satu abad terakhir - manusia telah menyeleksi dan menghasilkan varietas baru dengan kualitas tanaman dan hasil yang lebih baik melalui hibridisasi, persilangan dengan jenis-jenis tanaman yang unggul, penggunaan teknik mutasi gen, dan yang terbaru dengan penggunaan teknik rekayasa genetika. Setiap langkah dalam pembudidayaan tanaman tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan guna menyediakan makanan yang cukup dan berkualitas baik kepada populasi yang terus berkembang. Kebutuhan terhadap peningkatan produksi sangat diperlukan di negara-negara berkembang yang diramalkan populasinya tetap berkembang pesat. Tanaman-tanaman yang diperbaiki secara genetik memiliki potensi kenaikan hasil, dengan input perlindungan tanaman yang lebih sedikit dan dengan biaya yang lebih rendah. Tanaman yang toleran terhadap herbisida juga menawarkan potensi adopsi penerimaan yang lebih mudah terhadap sistem olah tanah konservasi (conservation tillage). Penerimaan dan penggunaan tanaman tahan serangga (insect-protected crops) juga mengurangi jumlah insektisida yang 28

16 digunakan, memberikan keamanan (safety) yang lebih baik bagi para petani, keluarga dan lingkungannya. Bioteknologi adalah pengembangan dari teknik pemuliaan tradisional yang pada dasarnya merupakan transfer informasi genetik untuk memperbaiki kualitas tanaman. Bioteknologi melakukan transfer materi genetik secara lebih tepat, efisien dan tepat waktu, dan tidak tergantung pada reproduksi seksual sehingga kondisi ini memudahkan transfer informasi genetik dari satu spesies kepada spesies yang lain, seperti suatu gen dari bakteri tertentu ke tanaman kapas. Begitu suatu sifat yang diinginkan - yang dibawa oleh materi genetik dimasukkan ke dalam suatu tanaman, maka pemuliaan tanaman konvensional digunakan untuk memindahkan sifat itu ke dalam varietas atau hibrida lain, misalnya dengan back-crossing terhadap suatu hibrida unggul. Berhubung bioteknologi memungkinkan para ilmuwan menggunakan sifat-sifat dari spesies lain, maka ada kemungkinan untuk memasukkan sejumlah sifat baru yang sangat dikehendaki ke dalam tanaman budidaya. Sifat-sifat atau karakteristik baru tersebut meliputi: toleransi terhadap cekaman lingkungan (kekeringan, panas, salinitas); perbaikan kualitas seperti peningkatan kandungan protein dan kadar asam amino. Para ilmuwan dan pemulia tanaman memiliki sumber-sumber materi genetik dan sifat-sifat baru yang dapat digunakan pada berbagai kombinasi yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat akan pangan, papan dan serat dengan kualitas baik (Schumacher, 2001). Sebagai rujukan pada angka global, menurut suatu perkiraan seperti dikutip oleh James (2004), nilai pasar global untuk benih tanaman biotek pada tahun 2004 adalah sebesar US $ 4,7 milyar atau sekitar 15% dari pasar perlindungan tanaman yakni sebesar US $ 32,5 milyar pada tahun Bila dibandingkan dengan nilai pasar benih komersial global yakni sebesar US $ 30 milyar, maka nilai pasar benih tanaman biotek ini baru 16%. Sedangkan nilai total tanaman biotek mencapai US $ 44 milyar pada tahun di lima negara yakni AS, Argentina, Cina, Kanada dan Brazil (Runge dan Ryan, 2004). Aplikasi tanaman transgenik telah mengubah pola industri dan arah pengembangan perbenihan global. Kalaitzandonakes (2003) membahas dampak teknologi generasi pertama (first-generation products) agro-bioteknologi yang dipasarkan setelah melalui 29

17 hampir 20 tahun tahapan percobaan dan pengembangan di laboratorium dan lapangan. Produk generasi pertama ini umumnya terdiri dari benih tanaman yang direkayasa atau dimodifikasi untuk tahan terhadap herbisida dan hama serangga tertentu. Saat ini secara global di seluruh dunia luas areal pertanaman transgenik telah meningkat dari 1,7 juta hektar tahun 1997 menjadi 114,3 juta hektar tahun 2007 (James, 2007). Faktor apa yang menyebabkan adopsi teknologi yang begitu cepat dan meluas ini? Menurut Kalaitzandonakes (2003), sebagian besar potensial dampak dari adopsi produk generasi pertama ini (khususnya tahan insek = insect tolerant IR dan herbisida = herbicide tolerant HT) berasal dari produksi termasuk dari substitusi input dan penghematan biaya produksi (Gambar 5). Introduksi teknologi HT (herbicide tolerance) dan IR (insect resistance) Dampak Produksi Potensial - Substitusi impor - Pengurangan risiko - Pertumbuhan produktifitas - Perubahan agronomis Dampak Lingkungan Potensial - Erosi tanah - Kualitas air - Load pestisida - Perubahan agronomis Kondisi Lokal Insentif Lokal Produser Non-adopter Adopter Faktor stokastik menentukan dampak Tidak ada dampak Dampak Gambar 5. Adopsi dan dampak ekonomi dan lingkungan dari teknologi generasi pertama (HT dan IR) agro-bioteknologi (Kalaitzandonakes, 2003). 30

18 Akan tetapi, kelihatannya Kalaitzandonakes tidak membahas secara lebih mendalam dan meluas tentang konsekuensi yang mungkin terjadi jika suatu negara atau wilayah mengadopsi teknologi benih transgenik, dimana sangat tergantung pada kondisi dan perilaku pasar dan konsumen. Ada situasi, kondisi dan mekanisme yang dapat mebuat non-adopter juga mendapatkan dampak langsung/tidak langsung dari adopsi teknologi transgenik. Di suatu pasar dimana terdapat resistensi atau penolakan yang signifikan terhadap benih dan/atau pangan transgenik, adopsi transgenik justru akan dapat mengurangi nilai premium bagi produsen dan penyedia pangan non-transgenik. Moon dan Balasubramanian (2003) menunjukkan bahwa sebanyak 71% responden di Inggris memilih pangan non-transgenik, hanya 2% yang ingin memilih pangan transgenik, selebihnya 23% menjawab tidak ada preferensi antara transgenik dan non-transgenik. Lebih lanjut, Moon dan Balasubramanian (2003) dengan menggunakan metoda penilaian kontingen (CVM) menemukan bahwa kemungkinan adopsi transgenik di pasar Unie Eropa (UE) konsumen akan memperoleh kesempatan memilih pangan transgenik dengan harga yang lebih murah- khususnya bagi pihak konsumen yang (a). setuju/akseptabel terhadap pangan transgenik, dan (b). peka terhadap harga (price conscious). Survei yang mereka lakukan menanyakan keinginan membayar (WTP) para konsumen apakah mau membayar lebih mahal (premium) bagi pangan sereal non-transgenik. Hasilnya menunjukkan responden dengan preferensi pangan non-transgenik menjadi 56%, sementara yang menjawab tidak sebanyak 22%, selebihnya menjawab tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa dampak bagi non-adopter juga dapat terjadi akibat produksi atau suplai komoditas transgenik terbuka atau meningkat dan masuk ke dalam pasar. Di wilayah Asia-Pasifik, Cina, Australia, dan Indonesia telah mengijinkan penanaman kapas yang resisten terhadap serangga golongan Lepidoptera. Pada tahun 2003, pertanaman kapas Bt di Indonesia tidak berlanjut karena satu dan lain hal seperti telah dikemukakan sebelumnya. Australia juga telah menyetujui kapas yang toleran terhadap herbisida. Tanaman-tanaman lain yang saat ini sedang diuji dan dievaluasi di wilayah ini meliputi jagung toleran herbisida, jagung toleran serangga, dan beberapa tanaman serta sifat-sifat yang lain. Percobaan dan 31

19 pengujian tanaman transgenik terus dilakukan di sejumlah negara di wilayah Asia- Pasifik termasuk Australia, Indonesia, Filipina, Thailand, Cina, Jepang dan India. India pada tahun 2003 mulai mengijinkan penanaman hibrida kapas Bt secara meluas di lahan-lahan petani. Bioteknologi pertanian dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pengurangan kemiskinan, pembangunan desa, penguatan perdagangan dan daya saing ekonomi, keberlanjutan pertanian, keamanan lingkungan, pangan dan pakan. Menurut laporan WSSD tahun 2002, pertanian berkelanjutan esensial dalam rangka implementasi pendekatan terpadu untuk meningkatkan produksi pangan, mendorong ketahanan pangan dan keamanan pangan yang berwawasan lingkungan. Bennett (2003) dalam makalahnya pada World Agricultural Forum 2003 menyampaikan bahwa tujuan pertanian berkelanjutan adalah untuk memenuhi pangan yang cukup, dapat dijangkau, berkualitas dan secara simultan juga memelihara kemampuan produksi untuk masa depan, serta memberikan kelayakan ekonomis bagi usahatani, menyumbangkan kesejahteraan bagi masyarakat lokal dan melindungi lingkungan dan keragaman hayati. Dewasa ini banyak negara di Asia yang sedang mengahadapi masalahmasalah spesifik di bidang kesehatan, ekologi, dan pertanian yang mana tidak dapat dipecahkan sepenuhnya dengan cara-cara standar dalam pemuliaan pertanian yang konvensional. Benih tanaman hasil bioteknologi modern telah dapat ditanam di negara-negara tertentu di Asia-Pasifik, maka para petani telah menikmati berbagai keuntungan dan menyadari kapasitasnya dalam berkontribusi terhadap manfaat-manfaat antara lain dalam berbagai bentuk (CropLife, 2005): (1) Peningkatan Produktifitas Tanaman - Para petani yang menanam kapas Bt di India memperoleh kenaikan hasil sebesar 30% pada tahun Para petani Filipina yang menanam jagung Bt dapat meningkatkan hasil hingga 60% bila dibandingkan dengan varietas konvensional. (2) Re-alokasi Sumberdaya Lahan Dimungkinkan alokasi penggunaan lahan untuk tujuan lain yang menguntungkan, dan pada saat yang sama memberikan kemungkinan untuk konservasi keanekaragaman hayati. Ini bisa terjadi karena peningkatan produktivitas per satuan luas lahan. 32

20 (3) Penggunaan Input yang Lebih Efisien Menetapkan aplikasi sarana produksi (input) secara lebih tepat dan selektif untuk manfaat lingkungan. Misalnya integrasi penggunaan benih tahan hama atau penyakit tertentu ke dalam pengendalian hama terpadu. (4) Stabilitas Produksi Hasil output yang tidak peka terhadap fluktuasi produktifitas, misalnya karena serangan hama dan/atau penyakit yang mendadak. (5) Peningkatan Pendapatan Usahatani Para petani yang menanam kapas Bt di India mampu meningkatkan keuntungan pendapatan sebesar hampir 80%. Di Filipina banyak petani telah memperoleh peningkatan pendapatan hingga 34% pada tahun pertama penanaman jagung Bt. Di samping penurunan biaya produksi, penelitian dan hasil petani menunjukkan adanya peningkatan kualitas biji pada jagung tahan hama dibandingkan dengan jagung konvensional. Monkvold, et al. (1997) melaporkan bahwa telah terjadi penurunan sebanyak 90% tingkat mikotoksin pada jagung Bt dibanding jagung non-bt. Penurunan kandungan mikotoksin menghasilkan biji yang berkualitas lebih tinggi dengan nilai yang tinggi, sangat baik untuk kesehatan hewan, serta memberikan kualitas susu dan produk makanan lebih baik dari hewan tersebut. Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan persilangan tanaman secara konvensional ataupun dengan bioteknologi modern. Bioteknologi modern memiliki potensi sebagai teknologi yang ramah lingkungan. Selain ramah lingkungan, bioteknologi modern diharapkan akan dapat membantu mengatasi masalah pembangunan pertanian yang tidak dapat dipecahkan secara konvensional. Di masa depan, baik petani maupun konsumen, akan dapat menanam benih terbaru hasil penelitian dan pengembangan bioteknologi, antara lain berupa tanaman tahan hama dan penyakit tumbuhan, toleran kekeringan, dan juga pangan yang dirancang lebih banyak mengandung nutrisi yang diinginkan. Disamping itu, air telah menjadi faktor pembatas dalam produksi pertanian di seantero dunia khususnya di Asia, oleh karena itu tanaman hasil bioteknologi modern yang toleran kekeringan akan sangat membantu untuk mengatasi masalah ini. Kekurangan vitamin A menyebabkan sekitar

21 ribu anak-anak mengalami kebutaan tiap tahunnya, dan juga memperlemah sistem kekebalan tubuh. Tanaman padi Golden Rice yang telah dikembangkan untuk memproduksi beta-carotene dapat mengatasi masalah kebutaan dan kematian prematur ini (CropLife, 2005). Dalam kaitan dengan penelitian ex-ante tanaman transgenik tahan kekeringan atau lebih efisien menggunakan air, Hareau, et al. (2004) mengemukakan kajian terhadap manfaat potensial secara ekonomi bilamana tanaman padi dimasukkan dalam strategi transformasi tahan kekeringan ini, disamping tanaman padi Bt yang juga memberikan nilai signifikan (Tabel 4). Untuk Indonesia potensi nilai tersebut mencapai 281 juta dollar AS atau sekitar 10% dari total nilai potensial untuk seluruh dunia. Negara Tabel 4. Perbandingan nilai potensial ekonomi (juta dollar AS) dari tanaman padi transgenik tahan cekaman kekeringan dan padi transgenik Bt di beberapa negara (Hareau et al., 2004). Nilai potensi ekonomi tanaman transgenik padi tahan kekeringan Nilai potensi ekonomi tanaman transgenik padi Bt China India Indonesia Bangladesh Vietnam Thailand Filipina Jepang Negara Asia lainnya Total Dunia Seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, bahwa saat ini 21 negara telah mengadopsi tanaman biotek dengan luasan 90 juta hektar pada tahun 2005 (tahun ke-10 adopsi). Suatu studi tahun 2005 menemukan sejumlah manfaat eknomi selama 9 tahun adopsi tanaman transgenik ( ), yaitu peningkatan pendapatan usahatani secara global: total 27 milyar dollar AS (Brookes dan Barfoot, 2005). Selain itu, Brookes dan Barfoot (2005) juga menunjukkan bahwa dampak global lingkungan selama 9 tahun adopsi tanaman transgenik ( ), antara lain adalah: 34

22 (1) Pengurangan aplikasi pestisida : 172,5 juta kg (2) Pengurangan jejak lingkungan (environmental footprint) : 14% (3) Sekuestrasi karbon sejalan dengan aplikasi tanpa olah tanah (notillage) Selanjutnya diungkapkan oleh Brookes dan Barfoot dalam kajian pengaruh bagi lingkungan (baik positif maupun negatif) dilakukan dengan indikator EIQ (environmental impact quotient) yang merupakan hampiran, sehingga diperoleh penurunan jejak lingkungan tersebut sebesar 14%. Pendekatan EIQ ini mengukur dampak melalui data penggunaan input pestisida (jenis varietas/klon yang ditanam, penyemprotan fungisida/insektisida/herbisida, jenis pestisida dan dosis aplikasi termasuk biaya input dan tenaga penyemprotan, informasi tentang sifat bahan aktif). Informasi berkenaan dengan tingkat toksisitas (risiko) untuk mengukur EIQ (di sini dianggap sebagai indikator universal) suatu pestisida tersedia pada jurnal dan literatur ilmiah, misalnya pada Kovach et al. (1992). Di Indonesia sendiri, dalam konteks perkapasan nasional, sebenarnya introduksi kapas Bt di Sulawesi Selatan merupakan salah satu upaya untuk peningkatan produktivitas, pendapatan usahatani, dan aplikasi pestisida yang berkurang. Disamping itu, introduksi kapas transgenik Bt memiliki peran strategis untuk mendukung industri TPT (tekstil dan produk tekstil) mengingat struktur kesenjangan antara suplai (produksi) dan kebutuhan serat kapas nasional. Dewasa ini produksi kapas nasional hanya memenuhi kurang dari 10% kebutuhan industri TPT, selebihnya impor dengan nilai devisa bisa mencapai US $ 1 milyar. Namun usahatani kapas Bt berhenti karena berbagai alasan dari perusahaan; walaupun sebenarnya sebagian besar petani (95%) merasakan manfaat dari mengadopsi teknologi kapas Bt. Keuntungan yang diperoleh dengan menanam kapas Bt meningkat 83% yang menandakan tingkat keuntungan signifikan bagi petani kapas (Siregar dan Kolopaking, 2002) Manfaat dan Risiko Lingkungan Dalam perdebatan publik tentang rekayasa genetika, risiko teknlogi paling sering muncul dalam forum-forum pertemuan. Para kritikus menyatakan bahwa manipulasi genetika terhadap mahluk hidup akan menciptakan dimensi risiko 35

23 yang baru dan tak dapat diprediksi bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Walaupun pengetahuan dan bukti ilmiah untuk topik ini masih sangat terbatas, kajian risiko yang seksama dan luas telah pun dilakukan. Hasilnya menyimpulkan bahwa tidak terdapat risiko berkaitan dengan tanaman transgenik yang spesifik ditimbulkan oleh teknologi transfer gen. Risiko-risiko tertentu akan muncul, namun hal yang sama sebenarnya juga ditimbulkan oleh teknologi pemuliaan konvensional (biasa). Tidak ada dimensi risiko yang menyeluruh yang secara umum diterapkan atau terkait dengan teknologi genetika, oleh karena itu analisis risiko seharusnya dilakukan secara kasus per kasus (Qaim, 1999). Konsultasi Pakar FAO pada tahun 2003 juga menyatakan bahwa penanaman tanaman modifikasi genetika (tanaman GM) dengan segala manfaat dan kemungkinan bahayanya bagi lingkungan sebaiknya dipertimbangkan dalam kerangka ekosistem yang lebih luas dan pengaruhnya bagi lingkungan seharusnya dikaji kasus per kasus (FAO, 2003). Carpenter, et al. (2002) mengidentifikasikan ada sembilan dampak lingkungan potensial dari tanaman hasil rekayasa genetika: (1) Perubahan pola penggunaan pestisida: Apakah adopsi tanaman transgenik mengubah pola penggunaan pestisida oleh petani, dan pada gilirannya bagaimana dampaknya terhadap aspek kualitas air, dampak pada tanah, dan residu panen. (2) Pengelolaan lahan dan olah tanah konservasi: Apakah adopsi tanaman transgenik memicu penerapan olah tanah konservasi yang dapat mengurangi erosi tanah, menurunkan aliran permukaan, menjaga kelembaban tanah, kandungan hara, dan menahan karbon di dalam tanah. (3) Sifat kegulmaan tanaman (crop weediness): Apakah tanaman transgenik menimbulkan sifat gulma pada tanaman yang bersangkutan. (4) Aliran gen (gene flow) dan penyerbukan silang (outcrossing): Apakah tanaman transgenik berhibridisasi dengan tanaman lokal sehingga berdampak buruk bagi keanekaragaman hayati di wilayah dimana tanaman tersebut ditanam. 36

24 (5) Resistensi hama: Apakah sifat/proses munculnya resistensi hama pada tanaman transgenik berbeda dengan hal yang serupa pada tanaman non-transgenik dengan aplikasi pestisida. (6) Pergeseran populasi hama: Apakah introduksi tanaman transgenik menyebabkan pergeseran populasi gulma atau hama sekunder sehingga berdampak pada sistem pertanian atau ekologis yang ada. (7) Pengaruh pada organisme non-target dan organisme menguntungkan: Apakah tanaman transgenik yang diintroduksi memiliki sifat perlindungan hama yang berdampak negatif pada musuh alami atau organisme non-target lainnya. (8) Efisiensi penggunaan dan produktifitas lahan: Apakah adopsi tanaman transgenik memperbaiki efisiensi dan produktifitas lahan sehingga tidak perlu membuka hutan untuk pertanian. (9) Human exposure (pengaruh terpapar pada manusia): Apakah adopsi tanaman transgenik menimbulkan masalah keamanan penggunaan yang berbeda dibandingkan dengan tanaman konvensional. Selanjutnya, Qaim (1999) menyatakan beberapa kategori risiko yang berkaitan dengan tanaman transgenik, dimana aspek keamanan pangan merupakan hal penting: (1) Risiko transfer gen horisontal ke lingkungan. Dalam hal ini harus dilihat apakah tanaman yang bersangkutan merupakan tanaman asli domestik di suatu negara atau wilayah. (2) Tipe hama atau penyakit baru yang mungkin muncul akibat rekombinasi gen. Dalam banyak kasus, kemungkinan terjadinya rekombinasi gen dari gen yang ditransformasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan rekombinasi alami dari gen penyakit yang menginfeksi tanaman inang. (3) Risiko terjadinya resistensi terhadap hama atau penyakit tanaman. Pada dasarnya efek terhadap kesehatan manusia tidak ada; risiko ini lebih mengena pada faktor ekonomi (keefektifan teknologi) pada periode waktu singkat atau lama. 37

25 (4) Isu keamanan pangan. Merupakan isu utama yang berkaitan dengan produk pangan dari tanaman rekayasa genetika. Sistem pengkajian keamanan pangan harus ketat dan seksama secara ilmiah dalam menyaring produk-produk yang diuji. Risiko yang inheren dengan teknologi (technology-inherent risks), dengan melihat eksternalitas negatif yang mungkin terjadi juga perlu dikaji misalnya ciri tanaman yang tidak diharapkan/abnormal dan interaksi yang mungkin terjadi dengan lingkungan misalnya mengenai penyerbukan silang (Qaim, 1998). Jemison dan Vayda (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Cross pollination from genetically engineered corn: wind transport and seed source menemukan bahwa cross-pollination (penyerbukan silang) lebih kecil dari 2 persen. Pada kondisi tanaman jagung biasa (non-transgenik) berjarak 30 meter dari jagung transgenik RR dan arah angin berasal dari jagung transgenik, ternyata penyerbukan silang yang terjadi berada pada tingkat rendah. Faktor lain yang mempengaruhi penyerbukan silang adalah adanya tanaman pembatas yang lebih tinggi yang dapat mengurangi risiko penyerbukan silang. Hal ini memungkinkan ko-eksistensi antara tanaman transgenik dan non-transgenik ditanam di suatu wilayah sepanjang mengikuti jarak isolasi yang meminimkan kontaminasi satu sama lain Kajian Keamanan Hayati Tanaman Transgenik Kerangka regulasi yang berbasis ilmiah (science-based regulation) akan meletakkan pengkajian keamanan produk bioteknologi pada lajur yang tepat dan dapat dipertanggung- jawabkan, sehingga produk yang amanlah yang akan dilepas ke publik sedangkan calon produk yang berisiko tinggi disaring pada tahap-tahap awal proses evaluasi keamanan. Untuk meningkatkan kepastian keamanan pada produk tanaman transgenik, biasanya dilakukan tiga fase penilaian keamanan yang dilaksanakan sebelum sebuah produk dimasukkan dalam program percobaan skala besar atau dimasukkan dalam proses pelepasan varietas (Gunawan, et al., 2003): (1) TAHAP I: Tahap pemastian keamanan gen yang akan digunakan pada produk. Fokusnya adalah perhatian pada kepastian tidak menyebabkan 38

26 alergi atau keracunan dan gen tidak menyebabkan beberapa resiko ekologi atau resiko lainnya. Sumber gen juga harus betul-betul diperhatikan kepastian keamanan penggunaanya dan tidak boleh melanggar kode etik. (2) TAHAP II: Tahap ini difokuskan pada pemilihan galur (line selection) setelah tanaman ditransformasikan. Faktor-faktor kunci yang dikaji: tanaman transgenik tersebut paling tidak sama dengan isoline atau isohybrid dalam segala aspek agronomi (fenotip) dan hanya satu kopi gen yang dimasukkan. (3) TAHAP III: Tahap kepastian keamanan pangan, pakan dan lingkungan pada produk tanaman akhir. Beberapa faktor yang dipelajari adalah analisis komposisi untuk menetapkan persamaan substansial pada biji dan juga mempelajari efek jangka panjang pakan untuk penetapan keamanan pakan dan daya gunanya. Keamanan produk untuk jenis hama non-target juga dipelajari dan ditetapkan. Setelah semua tahap dilalui secara lengkap, kemudian produk dimasukkan dalam proses registrasi untuk mendapatkan persetujuan terakhir dan digunakan oleh petani Penilaian ex-ante Ekonomi terhadap Prospek Adopsi Teknologi Baru Qaim, et al. (2000) mengemukakan bahwa keberhasilan teknologi baru melalui suatu tahapan proses evolusi yang mempengaruhi pengembangan teknologi dan introduksi ke pasar (Gambar 6). Yang menarik diamati disini adalah pemicu perlunya penelitian atau introduksi teknologi terletak pada permintaan petani untuk peningkatan produksi/efisiensi (kebutuhan pengguna akhir). Prosesnya sendiri membutuhkan waktu yang lama dan sarana serta faktor pendukung (enabling factors) antara lain berupa kebijakann pengembangan, ijin regulasi dan rencana produksi, penyiapan pemasaran produk dan distribusi sebelum sampai pada tahap adopsi produk/ teknologi oleh petani. 39

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Salah satu topik yang dibahas dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII adalah pangan transgenik. Menurut Prof Dr Soekirman, MPS-ID, Ketua

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA?

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA? SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA? Sekretariat Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia Puslit Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong Science Center http://www.indonesiabch.org/

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mendorong para produsen pangan untuk melakukan berbagai macam inovasi dalam memproduksi pangan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Area Global Tanaman Biotek Terus Meningkat di Tahun 2005 Setelah Satu Dekade Komersialisasi

Area Global Tanaman Biotek Terus Meningkat di Tahun 2005 Setelah Satu Dekade Komersialisasi Area Global Tanaman Biotek Terus Meningkat di Tahun 2005 Setelah Satu Dekade Komersialisasi SAO PAULO, Brasil (11 Januari 2006) Permintaan petani akan tanaman biotek telah meningkat sebesar dua digit per

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang melaju dengan cepat perlu diimbangi dengan kualitas dan kuantitas makanan sebagai bahan pokok, paling tidak sama dengan laju pertumbuhan penduduk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

SOCIO-ECONOMIC CONSIDERATION ON AGRICULTURAL BIOTECHNOLOGY

SOCIO-ECONOMIC CONSIDERATION ON AGRICULTURAL BIOTECHNOLOGY PENGANTAR SOCIO-ECONOMIC CONSIDERATION ON AGRICULTURAL BIOTECHNOLOGY Oleh: Harianto Pembelajaran dari Revolusi Hijau Pada Abad 20, investasi publik yang besar dalam penelitian pertanian telah menghasilkan

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN Produk rekayasa genetik pada saat ini sudah tersebar luas di berbagai negara, khususnya negara-negara maju dan di Indonesia pun sudah ada beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia

I. PENDAHULUAN. pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian bersifat substansial dalam pembangunan, yaitu sebagai pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan sebagai penyumbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang The Earth Summit (KTT Bumi) 1992 di Rio de Janeiro adalah indikator utama semakin besarnya perhatian dan kepedulian dunia internasional pada masalah lingkungan serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan di Indonesia sampai dengan tahun 1960 praktis menggunakan teknologi dengan masukan organik berasal dari sumber daya setempat. Varietas lokal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian modern (revolusi hijau) telah membawa kemajuan pesat bagi pembangunan pertanian khususnya dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Hal ini tidak terlepas dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bioteknologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Bioteknologi didefinisikan sebagai penggunaan proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP.   Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk. Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac,id Keluaran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bioteknologi modern merupakan hasil penerapan organisme hidup yang bagian-bagiannya mempunyai susunan genetik baru (Pasal 1 PP No.21 Tahun 2005 tentang keamanan hayati). Perkembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP.   Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk. Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac,id Fusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Penerapan Agroekologi Pertanian agroekologi atau pertanian ramah lingkungan saat ini mulai banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN

Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Terminologi Berkaitan dengan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi Pertanian ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi Pertanian ~ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekologi sangat erat kaitannya dengan lingkungan, makhluk hidup, dan hubungan di antara keduanya. Kelahiran, kematian yang silih berganti di suatu kehidupan menandakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian agro ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Agro ekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Agronomis Padi merupakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS

TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS TEKNOLOGI DALAM AGRIBISNIS Teknologi agribisnis merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan efektifitas, efisiensi, serta produktifitas yang tinggi dari usaha agribisnis. Penentuan jenis teknologi sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

PARA MENTERI G20 NYATAKAN INOVASI DI BIDANG PERTANIAN KUNCI UNTUK AKHIRI KELAPARAN EKSTREM

PARA MENTERI G20 NYATAKAN INOVASI DI BIDANG PERTANIAN KUNCI UNTUK AKHIRI KELAPARAN EKSTREM 15 Juni 2016 GLOBAL PARA MENTERI G20 NYATAKAN INOVASI DI BIDANG PERTANIAN KUNCI UNTUK AKHIRI KELAPARAN EKSTREM Para Menteri Pertanian dari 20 ekonomi utama dunia diselenggarakan di Xi'an, Tiongkok pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

GMO. Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia

GMO. Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia GMO Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia Mafrikhul Muttaqin (G34052008), Hirmas Fuady Putra (G34050863), Amaryllis Anindyaputri (G34050939), Alfa Mulia Wibowo

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PG ECONOMICS LAPORKAN DAMPAK GLOBAL TANAMAN BIOTEKNOLOGI

PG ECONOMICS LAPORKAN DAMPAK GLOBAL TANAMAN BIOTEKNOLOGI CROP BIOTECH UPDATE 01 Juni 2016 GLOBAL PG ECONOMICS LAPORKAN DAMPAK GLOBAL TANAMAN BIOTEKNOLOGI Tanaman bioteknologi secara konsisten telah berperan penting dalam ekonomi dan meningkatkan produksi, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Pertanian (SIPP) yaitu: terwujudnya sistem pertanianbioindustri

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Pertanian (SIPP) yaitu: terwujudnya sistem pertanianbioindustri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Untuk memanfaatkan potensi besar yang dimiliki Indonesia, pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

IRRI LEPAS 44 PADI VARIETAS BARU DI AFRIKA DAN ASIA

IRRI LEPAS 44 PADI VARIETAS BARU DI AFRIKA DAN ASIA 26 Februari 2014 GLOBAL IRRI LEPAS 44 PADI VARIETAS BARU DI AFRIKA DAN ASIA International Rice Research Institute (IRRI) dan mitranya merilis 44 varietas padi baru dan unggul pada tahun 2013. Ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prospek pengembangan beras dalam negeri cukup cerah terutama untuk mengisi pasar domestik, mengingat produksi padi/beras dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi

Lebih terperinci

Highlight Status Global Komersialisasi Tanaman Biotek/Tanaman Hasil Rekayasa Genetika: Oleh Clive James, Pendiri dan Ketua Dewan ISAAA

Highlight Status Global Komersialisasi Tanaman Biotek/Tanaman Hasil Rekayasa Genetika: Oleh Clive James, Pendiri dan Ketua Dewan ISAAA Highlight Status Global Komersialisasi Tanaman Biotek/Tanaman Hasil Rekayasa Genetika: 2009 Oleh Clive James, Pendiri dan Ketua Dewan ISAAA Dipersembahkan bagi mendiang Peraih Nobel Perdamaian, Norman

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertanian merupakan salah satu masalah lingkungan yang telah ada sejak berdirinya konsep Revolusi Hijau. Bahan kimia

Lebih terperinci

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( ) MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI (1414140003) RISKA AMELIA (1414142004) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADI SAWAH DITINJAU DARI SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADI SAWAH DITINJAU DARI SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADI SAWAH DITINJAU DARI SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN 1 Istiantoro, 2 Azis Nur Bambang dan 3 Tri Retnaningsih Soeprobowati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerawanan pangan saat ini benar-benar merupakan ancaman nyata dan bersifat laten. Beberapa hasil pengamatan beserta gambaran kondisi pangan dunia saat ini benar-benar mengindikasikan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini

III. KERANGKA PEMIKIRAN. berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini merupakan teori yang berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Penggolongan Keanekaragaman Hayati 1. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu sp, baik diantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN ISAAA MENGENAI TANAMAN BIOTEK TAHUN 2015 DIRILIS DI BEIJING, TIONGKOK

LAPORAN TAHUNAN ISAAA MENGENAI TANAMAN BIOTEK TAHUN 2015 DIRILIS DI BEIJING, TIONGKOK 20 April 2016 GLOBAL LAPORAN TAHUNAN ISAAA MENGENAI TANAMAN BIOTEK TAHUN 2015 DIRILIS DI BEIJING, TIONGKOK Brief (51) Tahunan ISAAA mengenai 20th Anniversary (1996 to 2015) of the Global Commercialization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Kebutuhan akan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Padi merupakan bahan baku dari beras, dimana beras merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar

Lebih terperinci

FAO, IFAD, WFP RILIS PERNYATAAN BERSAMA DI TENGAH LONJAKAN HARGA PANGAN

FAO, IFAD, WFP RILIS PERNYATAAN BERSAMA DI TENGAH LONJAKAN HARGA PANGAN 12 September 2012 GLOBAL FAO, IFAD, WFP RILIS PERNYATAAN BERSAMA DI TENGAH LONJAKAN HARGA PANGAN Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) dan Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I PENDAHULUAN.  [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di

Lebih terperinci

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci