BAB 1 PENDAHULUAN. AA (21), ketika duduk di bangku SMK selalu mendapat nilai. tertinggi untuk pelajaran mengetik 10 jari (blind system).
|
|
- Adi Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AA (21), ketika duduk di bangku SMK selalu mendapat nilai tertinggi untuk pelajaran mengetik 10 jari (blind system). Siapa sangka, gadis yang telah menjadi mahasiswi ini bahkan tidak mampu menghafal abjad dari A sampai Z, sejak duduk di bangku SD AA bermasalah dalam belajar, sulit membedakan huruf b dan d dan sering terbalik menggunakannya, sering salah mengutip dari papan tulis meski selalu duduk paling depan, dan ketika menggambar kubus selalu menjadi trapesium. AA tetap berjuang melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang perguruan tinggi dan menunjukkan prestasi di bidang yang disukai (DetikHealth, 21 Juni 2011) Penggalan berita di atas menunjukkan bahwa tidak semua orang di dunia ini dapat mengikuti kegiatan belajar, namun pendidikan tetap harus diikuti, meskipun AA dibatasi oleh ketidakmampuan atau kelemahan yang membuat AA tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik di bangku pendidikan. AA dapat berprestasi dan meraih cita-citanya meskipun dia adalah penyandang disleksia. 1
2 2 Pendidikan memungkinkan setiap manusia memperoleh ilmu dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan yang layak diperlukan bagi para peserta didik tanpa terkecuali. Peserta didik yang berkebutuhan khusus seperti AA pun berhak mendapat pendidikan yang layak, karena semua warga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (terdapat dalam UUD 1945 Pasal 31,ayat 1 dan UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 5,ayat 1). Lebih dipertegas lagi di dalam UU No 20/2003 pasal 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Setiap warga negara memiliki peluang yang sama untuk memperoleh, memperluas, dan mengembangkan potensi dan keterampilannya melalui jenjang selanjutnya ataupun pengetahuan dan keterampilannya itu sebagai bekal untuk bekerja dan hidup bermasyarakat. Anak yang berkesulitan belajar adalah anak berkebutuhan khusus yang berhak mendapat pendidikan khusus namun tidak dapat dikelompokan dalam kategori tradisional anak-anak luar biasa. Anak dengan kesulitan belajar ini menunjukan keterlambatan secara signifikan dalam belajar berbicara, atau memiliki kesulitan dalam belajar membaca, mengeja, menulis, atau mengerjakan perhitungan matematika (Samuel A. Kirk dalam Somantri, 2007). Anak berkesulitan belajar sebagai salah satu bagian dari warga negara yang memiliki hak memperoleh pendidikan khusus memiliki prevalensi 44 % dari anak berkebutuhan khusus di Indonesia (M. Shodig dalam Rahman dan Wiyancoko, 2008). Disleksia adalah keterbatasan yang dialami oleh AA. Disleksia adalah salah satu bagian dari kesulitan belajar terutama dalam belajar membaca. Sebagian besar
3 3 anak kesulitan belajar memiliki kesulitan dalam membaca yakni kurang lebih 80 % ( Lyon & Moats, 1997; Lyon, 1995b; Kirk & Elkins dalam Lerner, 2000). Di Indonesia, dari 50 juta orang anak sekolah diperkirakan ada 5 juta orang anak yang mengalami disleksia. Dalam proses pendidikan formal, anak disleksia banyak ditemui di sekolah dasar terutama kelas 1, 2, dan 3 (Imandala, 2009). Prevalensi anak disleksia di Indonesia adalah 1 % dari populasi anak Indonesia. (Rahman dan Wiyancoko, 2008). Disleksia merupakan permasalahan membaca pada anak yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, pendengaran dan penglihatan yang normal, bermotivasi cukup, berlatar belakang budaya yang memadai, berkesempatan memperoleh pendidikan, serta tidak bermasalah secara emosional (Guzak dalam Rahman dan Wiyancoko, 2008). Kesulitan membaca membawa penyandangnya kepada berbagai masalah di dalam kehidupan. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak akan berkurang untuk para peserta didik yang memiliki kesulitan belajar, khususnya pada peserta didik yang memiliki kesulitan dalam membaca atau disleksia. Anak disleksia mengalami kegagalan dalam pencapaian akademik. Anak disleksia harus belajar membaca agar mereka nantinya dapat membaca untuk mempelajari berbagai mata pelajaran di sekolah, karena membaca adalah sarana atau perangkat dasar untuk semua mata pelajaran (Lerner, 2000). Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di berbagai bidang. Melalui membaca seseorang dapat membuka cakrawala dunia, mengetahui apa yang sebelumnya tidak pernah diketahui, apalagi anak yang sudah memasuki usia sekolah dasar di mana ada peraturan yang menuntut anak harus dapat membaca saat masuk sekolah dasar (Subini, 2011). Sekolah dasar
4 4 merupakan satuan pendidikan yang memberikan kemampuan dasar tersebut sebagaimana yang dinyatakan dalam Bab II pasal 3 PP No. 28/1990 tentang pendidikan dasar. Selain itu, sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan formal perlu mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa termasuk kemampuan baca-tulis (Rifa Hidayah, 2009) Dewasa ini, kita hidup di dunia serba teknologi dan multimedia, kita mendapat berbagai macam informasi melalui berbagai media, sistem informasi terbaru sudah terkomputerisasi yang dilengkapi dengan internet, semuanya ini mewajibkan para penggunanya untuk membaca informasi elektronik yang tertulis di layar monitor. Di Indonesia, sejak jenjang pendidikan dasar sudah mulai diperkenalkan dan dibiasakan untuk menggunakan teknologi dan multimedia. Jika anak-anak di zaman modern ini memiliki kesulitan membaca, maka mereka gagal mendapatkan informasi yang sangat berguna bagi kehidupan sehingga mengurangi kesempatan mereka mencapai cita-cita yang diinginkan (Lerner, 2000). Anak yang mengalami disleksia memiliki kelemahan yang menonjol saat belajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan anak yang mengalami disleksia mengalami kelemahan pada keterampilan fonologi (Marshall dalam Rifa Hidayah, 2009). Keterampilan fonologi artinya keterampilan yang dimiliki saat proses belajar membaca, yaitu ketika anak-anak mengerti tentang fonem (suara yang mewakili setiap huruf) dan grapheme (simbol dari huruf), di mana fonem berkaitan dengan grapheme (de Leeuw, 2010). Keterampilan atau kesadaran fonologi merupakan prediktor terhadap kemampuan baca anak (studi metaanalisis terhadap subjek yang dilakukan oleh Bus dalam Rifa Hidayah, 2009) dan
5 5 didukung oleh penelitian Sofie (dalam Rifa Hidayah, 2009) menunjukkan bahwa keterampilan fonologi memiliki hubungan dengan kesulitan membaca. Keterampilan fonologi harus dilengkapi dengan keterampilan orthography agar dapat membaca dengan cepat dengan pemahaman (de Leeuw, 2010). Keterampilan orthography berdasar pada kesadaran fonologi dan orthography (Vellutino,et al. dalam de Leeuw, 2010). Kesadaran orthography adalah kepekaan dalam mengingat di mana huruf diletakkan di dalam sebuah kata tertulis (Vellutino,et al. dalam de Leeuw, 2010) dan untuk mengkodekan kembali rangkaian huruf (katakata) ke dalam kata yang diucapkan (de Jong & van der Leij, 2003; Siegel, Share, & Geva dalam de Leeuw, 2010). Hasil penelitian Siegel, Share dan Geva (dalam de Leeuw, 2010) bahwa anak disleksia memiliki kesadaran orthography yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan anak normal. Siegel dan rekannya menjelaskan bahwa masalah anak disleksia disebabkan oleh kurangnya integrasi antara keterampilan orthography dan fonologi. Anak disleksia juga memiliki kelemahan menamai dengan cepat atau speed naming (Wolf dan Snowling dalam Rifa Hidayah, 2009), memiliki ingatan jangka pendek (short-term memory) yang sangat kurang sehingga menyebabkan sulit mengingat apa yang diucapkan (Wadlington dalam Rifa Hidayah, 2009). Secara singkat dapat dikatakan anak disleksia bermasalah dalam kecepatan dan keakuratan membaca serta kemampuan dalam mendapatkan informasi dari apa yang dibaca. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan dan keakuratan membaca adalah jenis huruf (font) dari kata-kata yang tercetak (de Leeuw, 2010). Ada banyak studi yang mencoba untuk menentukan aspek apa yang mengganggu secara visual
6 6 pada sebuah jenis huruf. Serangkaian eksperimen berbeda dilakukan oleh Wilkins dan rekannya (Hughes & Wilkins,; Wilkins, Cleave, Grayson, & Wilson,; Wilkins, et al., dalam de Leeuw, 2010) dengan menggunakan jenis huruf, ukuran, dan tugas membaca yang bervariasi. Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa anak lebih baik membaca dengan ukuran huruf yang lebih besar, spasi di antara hurufnya serta keberadaan huruf dengan serif. Serif adalah sedikit garis yang berada di ujung huruf paling atas atau paling bawah seperti pada jenis huruf Times New Roman. Penelitian lain dilakukan tentang dampak keberadaan serif dalam jenis huruf, hasilnya bahwa anak-anak lebih cepat membaca bacaan yang menggunakan jenis huruf Sans Serif Font dengan ukuran 14 (Bernard, Chaparro, Mills, & Halcomb,; Woods, Davis, & Scharff dalam de Leeuw, 2010). Arditi dan Cho (dalam de Leeuw, 2010) menemukan bahwa tulisan yang mereka buat sendiri dengan menggunakan serif sedikit lebih cepat dibaca dibandingkan dengan tulisan tanpa serif karena jenis huruf dengan serif memiliki spasi lebih besar antara satu huruf dengan huruf yang lain di mana akan membuat kata-kata lebih mudah untuk dibaca (Arditi & Cho; Bernadr, et al., dalam de Leeuw, 2010). Aspek lain yang ada di dalam jenis huruf yang mempengaruhi kecepatan dan keakuratan membaca anak disleksia adalah X-height. X-height di dalam huruf adalah jarak antara baseline dan mean line (Bernard, et al., dalam de Leeuw,2010). Dengan membuat X-height lebih besar (lebih panjang) maka akan membantu membedakan huruf yang memiliki kemiripan seperti huruf o dan d (Watts & Nisbet dalam de Leeuw, 2010). Dengan mengubah X-height memang akan membuat huruf dapat dibedakan, lalu ada penelitian lain yang menghasilkan aspek lain yang membuat huruf lebih cepat dan akurat dibaca oleh anak-anak disleksia yakni dengan
7 7 menggunakan tanda titik dan sedikit miring (Lockhead & Crist dalam de Leeuw, 2010). Melihat hasil yang sudah dipaparkan di atas, dapat dikatakan bahwa ukuran huruf, spasi antar huruf, keberadaan serif, X-height dan jenis huruf memiliki pengaruh yang besar dalam reading performances khususnya dalam kecepatan dan keakuratannya. Berangkat dari hasil penelitian di atas, seorang ahli desain grafis dari Belanda yang juga penyandang disleksia, Christian Boer, menciptakan sebuah jenis huruf dengan karakter yang berbeda. Beliau membuat jenis huruf yang dinamakannya Dyslexie. Melihat fakta bahwa penemuan tentang teknik-teknik perlakuan khusus untuk disleksia masih kurang dan belum ada satu metode atau strategi yang cocok untuk semua anak disleksia (Carl & Uhry, 1995; Putnam, 1996; Spafford & Grosser, 1996; Wadlington, 2000; Hidayah, 2009), penemuan ini dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu memfasilitasi anak disleksia belajar. Anak disleksia merefleksikan huruf seperti pada kaca (mirroring) misalnya huruf bq menjadi pd, memutar huruf misalnya huruf q menjadi b, mencampur adukan huruf karena beberapa huruf kelihatan sama misalnya c dan e. Berdasarkan ciri-ciri anak disleksia ini, Christian Boer ini membuat jenis huruf yang dapat dibaca dengan lebih muda oleh anak disleksia. Ada banyak perubahan dan penyesuaian yang dibuat di dalam jenis huruf dyslexie ini,beberapa di antaranya adalah sebagai berikut ( a. Membuat fokus huruf pada bagian bawah, sehingga huruf tidak akan terlihat jungkir balik. Ketika meletakkan huruf-huruf selanjutnya, fokus
8 8 dari semua huruf akan berada pada bagian bawah dari huruf dan ini akan terlihat satu dasar yang berat/tebal. b. Membuat jarak yang lebih lebar pada bagian yang terbuka dari huruf sehingga huruf yang terlihat sepertinya sama satu sama lain akan terlihat lebih jelas perbedaannya. c. Membuat beberapa huruf menjadi miring, sehingga satu sama lain tidak terlalu terlihat sama, seperti huruf i dan j. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Renske de Leeuw (2010) untuk menguji apakah jenis huruf dyslexie ini mempengaruhi kecepatan dan keakuratan dalam membaca pada orang yang menyandang disleksia dan normal. Hasilnya tidak ada pengaruh yang terlalu signifikan namun hanya beberapa orang saja yang cocok dan lebih akurat dalam membaca dengan menggunakan jenis huruf dyslexie. karena itu peneliti tertarik dan tertantang untuk meneliti apakah jenis huruf dyslexie mempunyai pengaruh pada fluency atau kemampuan mengenal kata dengan cepat, mendapatkan informasi dari bacaan pada anak disleksia sehingga dapat menjadi indikator pemahaman membaca anak disleksia dalam membaca. 1.2 Rumusan Masalah Apakah penggunaan jenis huruf Dyslexie pada bahan bacaan mempengaruhi fluency dalam membaca pada anak disleksia berusia 8-10 tahun?
9 9 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menguji apakah ada pengaruh dari penggunaan jenis huruf Dyslexie pada bahan bacaan mempengaruhi fluency dalam membaca pada anak disleksia berusia 8-10 tahun 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis: Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan psikologi pendidikan anak berkebutuhan khusus, terutama dalam memberikan penanganan atau perlakuan untuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar secara khusus dalam membaca (disleksia). Manfaat praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap tentang pengaruh penggunaan jenis huruf Dyslexie di dalam bacaan untuk anak-anak disleksia dalam meningkatkan fluency dalam membaca.
BA B 2 TINJAUAN PUSTAKA. Disleksia berasal dari bahasa Yunani dyslexia, dys artinya tanpa, tidak
BA B 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disleksia Disleksia berasal dari bahasa Yunani dyslexia, dys artinya tanpa, tidak adekuat atau kesulitan dan lexis/lexia artinya kata atau bahasa. Disleksia adalah salah satu
Lebih terperinciE-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)
Volume 2 Nomor 3 September 2013 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 514-526 EFEKTIFITAS MEDIA APLIKASI EDUKATIF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pendidikan keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai warga Negara anak-anak tunanetra memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, sebagaimana disebutkan dalam Undangundang RI Nomor 20 tahun 2003
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN JENIS HURUF DYSLEXIE DALAM BAHAN BACAAN TERHADAP FLUENCY DALAM MEMBACA PADA ANAK DISLEKSIA BERUSIA 8-10 TAHUN.
PENGARUH PENGGUNAAN JENIS HURUF DYSLEXIE DALAM BAHAN BACAAN TERHADAP FLUENCY DALAM MEMBACA PADA ANAK DISLEKSIA BERUSIA 8-10 TAHUN Febriani Priskila Universitas Bina Nusantara, Jakarta, DKI Jakarta ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan menuntut adanya perubahan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari learning disability. Learning adalah belajar, disability artinya ketidak mampuan sehingga terjemahannya menjadi ketidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Permeneg PP & PA no.05 Tahun 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budaya belajar merupakan salah satu usaha yang diciptakan manusia untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Dalam pendidikan, keberhasilan peserta didik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciTIPOGRAFI. Menggabungkan Teks dalam Sajian Multimedia
TIPOGRAFI Menggabungkan Teks dalam Sajian Multimedia Pengantar Pada materi Design berikut ini, terdapat penggambaran konsep tipografi untuk lebih memperdayagunakan huruf sebagai element grafis, agar sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk Pendidikan anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk Pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan enam tahun. Pendidikan TK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan pasal 31 ayat 2 yang berbunyi Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang telah mengalami banyak perkembangan, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut juga dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS RESENSI
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS RESENSI (Penelitian dan Pengembangan pada Mata Pelajaran Bahasa
Lebih terperinciEKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PERKALIAN KELAS II SD NEGERI TEMPELAN 2 BLORA
EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PERKALIAN KELAS II SD NEGERI TEMPELAN 2 BLORA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di sekolah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan menuntut adanya perubahan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu pendidikan pada masa ini merupakan pendidikan yang sangat fundamental dan sangat menentukan perkembangan
Lebih terperinciPendekatan pendidikan yang benar bagi anak tunarungu sangat berpengaruh pada pemenuhan kompetensi belajar mereka. Santrock (2004: 222) menambahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wajib belajar 12 tahun merupakan salah satu program pemerintah di bidang pendidikan sehingga semua anak Indonesia wajib masuk sekolah baik itu siswa biasa maupun siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan anak dengan kebutuhan khusus yang memiliki intelegensi jelas-jelas berada dibawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasangan suami istri umumnya mengharapkan adanya anak dalam keluarga mereka. Mereka tentu menginginkan anak-anak untuk melengkapi kehidupan keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka
Lebih terperinciE-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)
PREVALENSI ANAK BERKESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH DASAR SE KECAMATAN PAUH PADANG Oleh: Fitria Masroza Abstract This research background of differences in perception or perspective teachers of children who
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Pemerintah No. 72 (Amin, 1995: 11) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau lebih lamban daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses kegiatan yang disengaja atas input siswa untuk menimbulkan suatu hasil yang diinginkan sesuai tujuan yang ditetapkan (Purwanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keaktifan siswa saat pembelajaran berlangsung. memahami materi pelajaran matematika hal ini dilihat dari hasil pengamatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini, pendidikan banyak mengalami berbagai tantangan. Salah satu tantangannya yang cukup menarik yaitu berkenaan dengan
Lebih terperinciMELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA
MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Disusun Oleh : AFRIYAN QAHARANI NIM.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Badan Pusat Statistik Nasional, pada tahun 2007, terdapat 82.840.600 anak berkebutuhan khusus diantara 231.294.200 anak Indonesia. (Kementrian Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang terbilang pokok bagi kehidupan setiap manusia. Mengapa demikian, karena dengan pendidikan seorang manusia bisa mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciJASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017
Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Pecahan pada Siswa Tunarungu Kelas V SDLB Tira Haemi Ramadhani dan Iding Tarsidi Departemen Pendidikan Khusus Fakultas
Lebih terperinciGAMBARAN PENINGKATAN PENGENALAN KATA PADA ANAK DISLEKSIA MELALUI PEMBERIAN METODE SILABTIK
GAMBARAN PENINGKATAN PENGENALAN KATA PADA ANAK DISLEKSIA MELALUI PEMBERIAN METODE SILABTIK Zikrillah, Duryati, Yosi Molina Universitas Negeri Padang e-mail: Zikriarezzhye@gmail.com Abtract: Overview of
Lebih terperinci2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan membaca merupakan modal utama peserta didik. Dengan berbekal kemampuan membaca, siswa dapat mempelajari ilmu, mengkomunikasikan gagasan, dan mengekspresikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran yang sama, meskipun implementasi pembelajarannya berbeda. Hal ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang berprestasi rendah (underachievers) umumnya banyak ditemukan di sekolah,umum karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan teknologi berkembang semakin pesat. Manusia dituntut dengan segala
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman berkembang begitu cepat. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang semakin pesat. Manusia dituntut dengan segala persoalan yang harus dipecahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Atas studi pendahuluan yang dilaksanakan bersamaan Program Latihan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atas studi pendahuluan yang dilaksanakan bersamaan Program Latihan Profesi (PLP) di SLB Negeri Cicendo berdasarka hasil observasi dan wawancara dengan wali kelas,
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah
BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ingatan adalah salah satu bagian dalam kognisi. Kata ingatan merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ingatan adalah salah satu bagian dalam kognisi. Kata ingatan merupakan alih bahasa dari memori meskipun tidak sedikit yang menggunakan kata memori ini sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi tersebut sangatlah penting untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dapat dikatakan sebagai kelompok dari generasi muda yang sedang belajar atau menuntut ilmu di perguruan tinggi, dengan jurusan atau program tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk mendidik siswanya menjadi warga negara yang baik. Pendidikan Kewarganegaraan
Lebih terperinciSLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia secara optimal, karena pendidikan merupakan sarana investasi untuk meningkatkan pengetahuan,
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa kemudahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Yusuf dan Anwar, 1997) dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi. Pembelajaran bahasa Arab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, perkembangan teknologi komunikasi yang sangat cepat menjadikan jarak bukan suatu hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai penjuru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif, baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sehingga mereka dapat
Lebih terperinciSISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSARI
PENGARUH PERSIAPAN SISWA DALAM BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGERJAKAN TUGAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSARI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang beralamat di Jl. Rajekwesi 59-A Perak Bojonegoro. Di SLB-B Putra
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang SLB-B Putra Harapan Bojonegoro merupakan salah satu sekolah luar biasa khusus penyandang cacat tunarungu yang ada di Bojonegoro yang berada di bawah naungan yayasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga
Lebih terperinciCHEPY CAHYADI, 2015 SISTEM PAKAR DIAGNOSA GANGGUAN BELAJAR KHUSUS (LEARNING DISABILITY ) PADA ANAK DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER (DS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan tahap awal manusia dalam proses belajar. Proses anak-anak inilah yang nantinya akan berdampak pada proses-proses ke depannya. Untuk itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berkembangnya zaman, sekolah merupakan alternatif terbaik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman, sekolah merupakan alternatif terbaik untuk bisa bersaing di era yang sangat maju ini. Hal ini sangat penting karena dengan sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekolah kejuruan (SMK). Hal ini sesuai dengan Undang Undang Sistem
A. Latar Bealakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang demikian pesat, khususnya di bidang industri. Di satu sisi membawa iklim yang semakin terbuka untuk saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi bahwa
Lebih terperincidi sekolah maupun di luar sekolah. Anak yang mengalami gangguan belajar biasanya akan
Gangguan Belajar pada Anak Oleh : Safriani Yovita Masalah gangguan belajar pada anak-anak kerap kali ditemukan. Masalah ini timbul bisa di sekolah maupun di luar sekolah. Anak yang mengalami gangguan belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan karakteristik anak yang beragam penyelenggaraan pendidikan harus mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasan, sehingga kita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut sumber daya manusia yang gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca.
Lebih terperinciJASSI_anakku Volume 18 Nomor 2, Desember 2017
Metode Suku Kata Untuk Pembelajaran Membaca Permulaan Peserta Didik Low Vision Widya Nur Hidayah, dan Ahmad Nawawi Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metransfer informasi ke seluruh tubuh. Berawal dari proses berpikir tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berpikir merupakan aktivitas yang selalu dilakukan otak untuk metransfer informasi ke seluruh tubuh. Berawal dari proses berpikir tersebut manusia dapat melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia bermacam-macam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat (lingkungan sosial budaya).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat untuk kehidupan selanjutnya, berada pada rentang usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ditingkat sekolah dasar merupakan pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,
Lebih terperinciTEORI DAN METODE PENGAJARAN PADA ANAK DYSLEXIA
TEORI DAN METODE PENGAJARAN PADA ANAK DYSLEXIA Anggun Nofitasari 1, Nur Ernawati 2, Warsiyanti 3 Universitas PGRI Yogyakarta whyanggun@gmail.com, nana_nanina@yahoo.co.id, warsiyanti91@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciMETODE PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG PADA ANAK DISKALKULIA
METODE PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG PADA ANAK DISKALKULIA Linggar Pradani 1, Septia Lestari 2, Wahyu Ari Wibowo 3 Universitas PGRI Yogyakarta arsitavinda@gmail.com, tieyo.1202@gmail.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan fondasi dari semua lini pembangunan. Suatu bangsa telah dikatakan maju dapat dilihat bagaimana pendidikan itu berlangsung. Sedangkan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib yang harus diterima oleh setiap siswa di semua jenjang pendidikan, baik negeri maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Lina Rahmawati,2013
1 BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Penelitian Masyarakat awam masih belum memahami dan belum mengerti secara mendalam terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, banyak masyarakat yang masih ada meyebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja, dunia kerja yang semula menggunakan tenaga kerja manusia pada akhirnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini negara Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sedang mengalami perkembangan perekonomian, yaitu dari era pertanian menuju ke era industri dan jasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia hingga saat ini sudah merdeka selama 69 tahun. Dengan sejarah panjang, Indonesia pula memiliki pahlawan-pahlawan yang berjuang untuk negaranya baik itu melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional Bab
Lebih terperinciE-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)
Volume 4 Nomor 1 Maret 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :183-187 Penggunaan Metode Analisis Glass dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pra syarat untuk mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
Lebih terperinciJASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017
Pengaruh Metode Fernald terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Huruf Awas Peserta Didik Low Vision Ratih Ratnasari dan Ehan Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, system pendidikan dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan merupakan salah satu negara berkembang, yang pada saat ini sedang giat melakukan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan. Hak dalam pendidikan diatur sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa Setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lia Afrilia,2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hambatan anak tunarungu dalam membaca permulaan terjadi pada YC. Subjek YC mengalami katunarunguan yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini sudah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini sudah sedemikian pesatnya. Awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi lahir dari pemikiran manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional, tangguh, dan siap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat bangsa Indonesia menghadapi setumpuk permasalahan yang disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam menghadapi era globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
Lebih terperinci