PENGGUNAAN BROCAP TRAP UNTUK PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) PADA TANAMAN KOPI SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN BROCAP TRAP UNTUK PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) PADA TANAMAN KOPI SKRIPSI"

Transkripsi

1 1 PENGGUNAAN BROCAP TRAP UNTUK PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) PADA TANAMAN KOPI SKRIPSI OLEH VIRMA ULI MANURUNG DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNUVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 2 PENGGUNAAN BROCAP TRAP UNTUK PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) PADA TANAMAN KOPI SKRIPSI OLEH VIRMA ULI MANURUNG Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Mengikuti Ujian Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan Disetujui oleh Komisi Pembimbing Ketua Anggota Dr. Dra. M. Cyccu Tobing MS Ameilia Zuliyanti Siregar, SSi, MSc. DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNUVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 3 ABSTRACT The use of Brocap Trap to control coffee berry borrer Hypothenemus hampei Ferr. ( Coleoptera : Scolytidae) on coffee plant. The objective of this research was to study the effective height trap and the age of coffee fruits which is at most attacked by H. hampei. The method used Factorial Randomized Block Design (RBD) which consisted 2 treatments factor and three replications. First factor was height trap ( 1, 1,2 and 1,4 m) and the second factor was the age of coffee seeds ( 2, 3 and 4 month). The results showed that the height trap non significant while the highest intensity of attack by H. hampei was found on green up to red seed coffe. Imago was found on all of age the seed coffee. ABSTRAK Penggunaan Brocap Trap untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus Hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) pada Tanaman Kopi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui letak ketinggian perangkap yang efektif dan pengaruh umur buah kopi terhadap serangan H. hampei. Metode yang digunakan adalah RAK Faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4 m) sedangkan faktor kedua adalah umur buah kopi (2, 3 dan 4 bulan). Hasil percobaan menunjukkan bahwa faktor ketinggian tidak berbeda nyata sedangkan intensitas serangan tertinggi terdapat pada buah kopi berumur 3 dan 4 bulan. Imago terdapat pada semua umur buah kopi.

4 4 RIWAYAT HIDUP Virma Uli Manurung, dilahirkan di Sidikalang Kabupaten Dairi pada tanggal 19 Agustus 1986 dari pasangan Ayahanda E. Manurung (Alm.) dan Ibunda R. Pakpahan. Penulis merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara. Pendidikan yang pernah di tempuh penulis adalah lulus dari Sekolah Dasar ST. Yosef Sidikalang pada tahun 1998, lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sidikalang tahun 2001, lulus dari sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1 Sidikalang tahun 2004 dan diterima sebagai mahasiswa di departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB. Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA) tahun , Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) tahun , Ikatan Mahasiswa Kristen UKM KMK UP FP USU tahun , menjadi Asisten Laboratorium Entomologi tahun 2006, pernah mengikuti Seminar Ilmiah dengan tema Dengan Pertanian Berkelanjutan Kita Wariskan Kehidupan Berwawasan Lingkungan, dan Seminar Sampoerna Rescue dengan tema Sadar dan Tanggap Bencana berbasis Akademis dan Pengalaman Praktis, pernah mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam Rangka Dies Datalis Fakultas Pertanian USU ke-52. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Dusun Ulu, Kab. Simalungun pada bulan Juni sampai Juli 2008 dan melaksanakan penelitian di Desa Bangun I, Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi mulai bulan Juli hingga September 2008.

5 5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Penggunaan Brocap Trap untuk Pengendalian Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei Ferr (Coleoptera : Scolytidae) pada Tanaman Kopi, merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan Ameilia Zuliyanti Siregar, SSi, MSc sebagai Anggota yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Medan, Maret 2008 Penulis

6 6 DAFTAR ISI Hal ABSTRACT... i ABSTRAK... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 6 Hipotesa Penelitian... 6 Kegunaan Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Serangga Hypothenemus hampei Ferr Biologi Hama Hypothenemus hampei Ferr Gejala Serangan Pengendalian Brocap Trap METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian a. Kebun Percobaan b. Perakitan Alat Brocap Trap c. Pemasangan Perangkap Peubah amatan a. Jumlah PBKo yang Tertangkap Pada Brocap Trap b. Tingkat Serangan pada Buah c. Populasi PBKo (Larva,Pupa dan Imago) pada Buah d. Korelasi Penggunaan Alat efektif dengan umur kopi menggunakan SPSS version

7 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap Intensitas Serangan H. hampei pada Tanaman Kopi Stadia Serangga pada biji kopi yang terserang KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Luas area dan Produksi kopi Arabica di Kabupaten Dairi... 2 Tabel 2. Rataan populasi H.hampei yang tertangkap di Brocap Trap Tabel 3. Rataan Intensitas Serangan H. hampei pada biji kopi/tanaman Tabel 4. Rataan jumlah larva H. hampei pada biji kopi yang terserang Tabel 5. Rataan jumlah pupa H. hampei pada biji kopi yang terserang Tabel 6. Rataan jumlah imago H. hampei pada biji kopi yang terserang DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Telur H. hampei... 8 Gambar 2. Larva H. hampei... 9 Gambar 3. Pupa H. hampei... 9 Gambar 4. Imago Betina dan Jantan H. hampei Gambar 5. Gejala Serangan H. hampei pada Buah Kopi Gambar 6. Brocap Trap... 17

8 8 Gambar 7. Lahan Penelitian Gambar 8. Serangga H. hampei yang tertangkap Gambar 9. Stadia serangga pada buah yang terserang DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan I Lampiran 2. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan II Lampiran 3. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan III Lampiran 4. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan IV Lampiran 5. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan V Lampiran 6. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan VI Lampiran 7. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan VII Lampiran 8. Populasi H.hampei yang tertangkap pengamatan VIII Lampiran 9. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan I Lampiran 10. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan II Lampiran 11. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan III Lampiran 12. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan IV Lampiran 13. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan V Lampiran 14. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan VI Lampiran 15. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan VII Lampiran 16. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan VIII Lampiran 17. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan I Lampiran 18. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan II Lampiran 19. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan III Lampiran 20. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan IV Lampiran 21. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan V Lampiran 22. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan VI Lampiran 23. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan VII Lampiran 24. Jumlah larva H. hampei pada biji terserang pengamatan VIII Lampiran 25. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan I Lampiran 26. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan II Lampiran 27. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan III Lampiran 28. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan IV Lampiran 29. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan V Lampiran 30. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan VI... 58

9 Lampiran 31. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan VII Lampiran 32. Jumlah pupa H. hampei pada biji terserang pengamatan VIII Lampiran 33. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan I Lampiran 34. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan II Lampiran 35. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan III Lampiran 36. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan IV Lampiran 37. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan V Lampiran 38. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan VI Lampiran 39. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan VII Lampiran 40. Jumlah imago H. hampei pada biji terserang pengamatan VIII PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja dan pendapatan kepada lebih dari 2 juta kepala keluarga petani dan menghasilkan devisa lebih dari US$ 500 juta/tahun pada periode (Herman, 2003). Di Indonesia, berdasarkan data tahun 1993, pasokan produksi terbesar dari Lampung, yaitu mencapai ton (21%), sedangkan pemasok kedua terbesar adalah Sumatera Selatan dengan ton (18%), dan yang ketiga adalah Sumatera Utara dengan (11%) (Noeroel, 2006). Di Sulawesi Selatan, pengembangan kopi terutama jenis Arabika diarahkan pada kawasan Madutora (Mamasa, Duri, dan Tana Toraja). Hingga tahun 1998, areal kopi di daerah ini

10 tercatat ha, 49 % diantaranya merupakan pertanaman kopi Arabika dengan produksi ,17 ton (Kadir dkk., 2003). Kabupaten Dairi letak geografis diantara ' BB '3 BT dan 2 0 LS ' LU, secara administratif terdiri dari 13 kecamatan dengan 124 desa dan 7 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Dairi adalah 1.927,8 Km 2, dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Areal produksi kopi robusta dan arabica terbesar di 13 Kecamatan, luas pertanaman kopi robusta adalah ha dengan produksi 6.770,33 ton/tahun sedangkan pertanaman kopi arabica seluas 5.771,5 ha dengan produksi 2.639,05 ton/tahun (Pempropsu, 2008). Tabel 1. Luas area dan Produksi kopi Arabika di Kabupaten Dairi No Kecamatan Tahun luas area (Ha) Prod. (ton) luas area (Ha) Prod. (ton) luas area (Ha) Prod. (ton) luas area (Ha) Prod. (ton) luas area (Ha) 10 Prod. (ton) 1 Sidikalang 1.202,5 463, ,20 2 Sitinjo Berampu ,70 4 Parbuluan , Sumbul 2.233, , S. punggapungga 32 9, Lae Parira , Siempat Nempu 9 Siempat Nempu Hulu , Pegagan Hilir 11 Tanah Pinem 70 26, ,30 6 4, (Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Dairi, 2008) Tabel 1. Menunjukkan luas area produksi kopi Arabika yang terbesar tahun 2002 di kabupaten Dairi adalah kecamatan Sidikalang yakni 1.202,5 ha

11 11 dengan jumlah produksi 463,5 ton. Luas area produksi kopi Arabika yang terbesar tahun 2006 di kabupaten Dairi terdapat pada kecamatan Sumbul yakni ha dengan produksi ton. Dalam bidang perkopian di Indonesia, usaha tani kopi rakyat memegang peranan yang sangat penting, mengingat sebagian besar (93%) produksi kopi di Indonesia berasal dari kopi rakyat. Namun demikian, kondisi pengelolaan usaha tani pada perkebunan kopi rakyat masih relatif kurang baik dibandingkan kondisi perkebunan besar negara. Dua masalah utama yang diidentifikasi pada perkebunan kopi rakyat, yaitu produktivitas hasil yang relatif rendah dan mutu hasil produksi yang kurang memenuhi syarat untuk diekspor. Permasalahan pertama sangat terkait dengan rendahnya adopsi teknologi (penggunaan klon bibit tidak unggul, pemupukan tidak sesuai dengan rekomendasi, dan kurangnya pengendalian HPT). Sedangkan permasalahan kedua sangat terkait dengan rendahnya kualitas hasil dan lemahnya penanganan teknologi panen dan pasca panen (termasuk pengolahan, sortasi, grading, standarisasi mutu hasil, labelisasi dan kemasannya). Permasalahan di atas nampaknya dapat dipecahkan melalui pengembangan teknologi PHT (Saptana dkk., 2007). Intensifikasi pertanian yang berlebihan ternyata telah menimbulkan dampak lingkungan yang kurang menguntungkan. Sebagai contoh pada tanaman kopi, intensifikasi yang ditujukan untuk memaksimumkan produksi dengan cara menerapkan teknologi masukan tinggi dan tanpa menggunakan tanaman penaung telah memberikan dampak negatif seperti menurunkan kesuburan tanah (kimiawi, fisik, biologis), kehilangan musuh alami dan menimbulkan resistensi jasad

12 12 pengganggu terhadap pestisida, pencemaran lingkungan (NO3, nitrat dalam air, residu pestisida dalam air dan tanah), dan kehilangan keragaman hayati (Vaast, 2000). Tanaman kopi dikenal sebagai salah satu tanaman yang disukai oleh banyak jenis serangga hama. Sampai saat ini tercatat lebih dari 900 jenis serangga hama pada tanaman kopi yang tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang merupakan hama utama tanaman kopi, yaitu : hama penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei, penggerek cabang hitam Xylosandrus compactus, penggerek cabang coklat X. morigerus, kutu hijau Coccus viridis, dan penggerek batang merah Zeuzera coffea (Kadir dkk., 2003). Salah satu penyebab kehilangan hasil yang sangat berarti pada tanaman kopi adalah kerusakan oleh hama penggerek buah kopi atau hama bubuk buah kopi Hypothenemus hampei (Coleoptera : Scolytidae), sangat merugikan karena langsung menyerang biji kopi. Di pertanaman, hama PBKo menyerang sejak buah masih muda, yang bijinya dalam keadaan lunak, sampai dengan buah masak dan lewat masak yang berwarna hitam, baik yang masih di pohon maupun yang telah gugur di atas tanah (Wiryadiputra, 1996). Di Indonesia, H. hampei merupakan salah satu hama utama pada tanaman kopi, hama ini dapat menyebabkan kerugian yang serius dengan berkurangnya produksi maupun turunnya mutu kopi akibat biji berlubang (Riyatno dan Santoso, 1991). Kerugian hasil yang ditimbulkan adalah sebesar % dengan intensitas serangan rata-rata sebesar 40 % (Nur, 1998).

13 13 PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang sudah berkopulasi akan menggerek buah kopi dengan cara masuk ke dalam buah dengan membuat lubang kecil dari ujung buah. Kumbang betina menyerang buah kopi sejak 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen, buah yang sudah tua paling disukai. Kumbang betina terbang dari pagi hingga sore hari (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2002). Pengendalian dengan insektisida sukar dilakukan karena hampir semua stadium perkembangan serangga H. hampei berada di dalam buah kopi dan kadang kala ketinggian pohon kopi dapat melebihi tinggi manusia, sehingga aplikasi insektisida kurang efektif (Tobing dkk., 2006). Kehilangan hasil akibat serangan hama dapat diperkecil dan produktivitas dapat ditingkatkan. Salah satunya adalah pengendalian hama dengan cara kultur teknis, berupa pemangkasan baik pada tanaman kopi maupun pada tanaman penaung. Sebagai upaya mengatasi hama PBKo, dipandang perlu melakukan pengkajian pengelolaan hama kopi Arabika yang ramah lingkungan dengan menggunakan agens hayati Beauveria bassiana dan insektisida nabati dari tanaman Mimba (Kadir dkk., 2003). Pengendalian PBKo yang akhir-akhir ini dilakukan di luar negeri adalah menggunakan senyawa atraktan untuk menarik perhatian serangga betina. Atraktan ini telah berkembang dengan nama dagang Homemade atau ( Brocap ) Trap yang digunakan sekitar 15 perangkap/ha, dapat menuunkan populasi PBKo kira-kira 85% dari satu hektar tanaman kopi (Jansen, 2004). Penggunaan senyawa

14 14 atraktan dapat bertahan sampai 2 bulan. Perangkap dapat digunakan kurang lebih 18 perangkap/ha dengan jarak 24 meter dengan ketinggian 1,2 meter dari permukaan tanah (CIRAD, 2004). Di Indonesia penggunaan perangkap untuk menangkap PBKo masih sangat jarang digunakan oleh petani kopi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang penggunaan Brocap Trap untuk pengendalian serangan H. hampei pada tanaman kopi. Tujuan Penelitian - Untuk mengetahui ketinggian perangkap Brocap trap yang efektif terhadap jumlah H. hampei yang tertangkap. - Untuk mengetahui umur buah kopi yang rentan terhadap intensitas serangan PBKo Hypothenemus hampei di lapangan. Hipotesa Penelitian - Ketinggian perangkap Brocap trap berpengaruh terhadap populasi H. hampei yang tertangkap. - Umur buah kopi berpengaruh terhadap intensitas serangan PBKo Hypothenemus hampei di lapangan.

15 15 Kegunaan Penelitian - Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan - Sebagai bahan informasi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya dalam pengendalian hama penggerek buah kopi (H. hampei) di lapangan. TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. Hama bubuk buah kopi, H. hampei serangannya telah meluas hingga ke Afrika Tengah. Laporan tahunan kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama ini diperkirakan lebih dari $ 500 juta setiap tahun. Disebutkan bahwa hama bubuk buah kopi ini telah ada di negara yang berbeda dimana lebih dari 20 negara, termasuk Puerto Rico juga telah terdapat hama ini (Vega, 2002). Serangga H. hampei diketahui menyukai tanaman kopi yang rimbun dengan naungan yang gelap. Kondisi demikian tampaknya berkaitan dengan

16 16 daerah asal dari hama PBKo, yaitu Afrika dimana serangga PBKo menyerang tanaman kopi liar yang berada di bawah hutan tropis yang lembab. Kondisi serupa juga di jumpai di Brazil, dimana serangan berat hama PBKo biasanya terjadi pada pertanaman kopi dengan naungan berat dan berkabut sehingga kelembaban udara cukup tinggi (Wiryadiputra, 2007). Berdasarkan fenologi pada pembuahan tanaman kopi, pengelolaan PBKo dapat berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Karena fenologi pembuahan tanaman kopi tersebut sangat bervariasi menurut ketinggian tempat, curah hujan, suhu, tipe tanah, varietas atau klon kopi dan praktek agronomis. Kondisi pertanaman kopi di daerah Sumatera yang tergolong daerah basah dan sebagian besar memiliki tipe iklim B dan A (menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson) akan sulit menerapkan sistem sanitasi untuk memutuskan siklus hidup hama karena pertanaman kopi berbuah sepanjang tahun. Pada daerah dataran tinggi (lebih dari 1200 m dpl.) serangga H. hampei perkembangannya terhambat, sehingga pada daerah-daerah tersebut biasanya intensitas serangan H. hampei juga rendah (Wiryadiputra, 2007). Biologi Hama Hypothenemus hampei (Coleoptera : Scolytidae) Serangga betina H. hampei yang telah berkopulasi menggerek buah kopi yang bijinya telah mengeras dan meletakkan telur di dalam biji. Setiap induk selama hidupnya mampu bertelur maksimal sebanyak 74 butir, diletakkan 2 3 butir setiap hari. Masa inkubasi telur 5-9 hari (Wiryadiputra, 2007). Telur diletakkan dalam buah kopi yang bijinya mulai mengeras (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006).

17 17 Gambar 1 : telur Hypothenemus hampei Ferr. (Sumber: ) Larva yang baru menetas berada dalam gerekan yang dibuat oleh imago dan makan dari biji kopi. Lama stadium larva berkisar hari (Wiryadiputra, 2007). Gambar 2 : Larva Hypothenemus hampei Ferr.

18 18 (Sumber: foto langsung, 2008) Larva menjadi pupa atau kepompong di dalam buah atau biji kopi, masa prapupa 2 hari dan lama stadium pupa 4 sampai 9 hari (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006). Gambar 3 : Pupa Hypothenemus hampei Ferr. (Sumber: ) Serangga dewasa atau imago jantan berwarna hitam kecoklatan, imago betina berukuran lebih besar (2,0 mm) dibanding jantan (1,2 mm). Perbandingan antara serangga betina dengan serangga jantan rata-rata 10:1. Namun, pada saat akhir panen kopi populasi serangga mulai turun karena terbatasnya makanan, populasi serangga hampir semuanya betina, karena serangga betina memiliki umur yang lebih panjang dibanding serangga jantan. Pada kondisi demikian perbandingan serangga betina dan jantan dapat mencapai 500:1. Serangga jantan H. hampei tidak bisa terbang, oleh karena itu mereka tetap tinggal pada liang gerekan di dalam biji. Umur serangga jantan hanya 103 hari, sedang serangga betina dapat mencapai 282 hari dengan rata-rata 156 hari. Serangga betina mengadakan penerbangan pada sore hari, yaitu sekitar pukul sampai dengan (Wiryadiputra, 2007).

19 19 Gambar 4 : Imago betina dan jantan Hypothenemus hampei Ferr. (Sumber: ) Gejala Serangan Pada umumnya PBKo menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing dkk., 2006). Perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya di dalam biji keras yang sudah matang. Kumbang penggerek ini dapat mati secara prematur pada biji di dalam endosperma jika tidak tersedia substrat yang dibutuhkan. Kopi

20 20 setelah pemetikan adalah tempat berkembang biak yang sangat baik untuk penggerek ini, dalam kopi tersebut dapat ditemukan sampai 75 ekor serangga per biji. Kumbang ini diperkirakan dapat bertahan hidup selama kurang lebih satu tahun pada biji kopi dalam kontainer tertutup (Kalshoven, 1981). PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2002) Betina berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah, biasanya membuat lubang dari ujung dan meletakkan telur pada buah. Kumbang betina terbang dari satu pohon ke pohon yang lain untuk meletakkan telur. Ketika telur menetas, larva akan memakan isi buah sehingga menyebabkan menurunnya mutu kopi (USDA Agricultural Research Service, 2006). PBKo masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat lubang di sekitar diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah. Serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006). PBKo diketahui makan dan berkembang biak hanya di dalam buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke dalam buah kopi dengan membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak dalam buah ( Irulandi et al., 2007).

21 21 Gambar gejala serangan H. hampei (Sumber: Foto langsung, 2008) Imago H. hampei telah merusak biji kopi sejak biji mulai membentuk endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur pada buah kopi yang telah memiliki endosperma yang keras (Rubio et al., 2008). Betina membuat lubang kecil dari permukaan kulit luar kopi (mesokarp) buah untuk meletakkan telur jika buah sudah cukup matang (Baker et al., 1992). Pengendalian Pengendalian dengan sanitasi sangat efektif untuk menurunkan intensitas serangan hama PBKo. Tindakan rampasan yang dipraktekkan pada suatu perkebunan pada tahun 1922 mampu menurunkan intensitas serangan PBKo dari % menjadi 0,5-3 %. Di Brazil, tindakan sanitasi dilaporkan juga sangat efektif untuk mengendalikan hama PBKo (Wiryadiputra, 2007). Memutus daur hidup BBKo, meliputi tindakan petik bubuk, yaitu mengawali panen dengan memetik semua buah masak yang terserang PBKo maupun tidak hari menjelang panen besar. Lelesan, yaitu pemungutan

22 22 semua buah kopi yang jatuh di tanah baik terhadap buah terserang maupun buah tidak terserang. Racutan atau rampasan yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon pada akhir panen. Semua bahan hasil petik bubuk, lelesan, dan racutan direndam dalam air panas kurang lebih 5 menit (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006). Pemangkasan merupakan salah satu upaya pengendalian secara kultur teknis yang dimaksudkan untuk memutus siklus hidup hama utama pada pertanaman kopi. Pemangkasan dilakukan baik pada tanaman kopi maupun terhadap tanaman penaung. Tindakan pemangkasan pada tanaman kopi ditujukan untuk menghindari kelembaban yang tinggi, memperlancar aliran udara sehingga proses penyerbukan dapat berlangsung secara intensif, membuka kanopi agar tanaman mendapat penyinaran merata guna merangsang pembungaan, dan membuang cabang tua yang kurang produktif atau terserang hama atau penyakit sehingga hara dapat didistribusikan ke cabang muda yang lebih produktif (Kadir, dkk., 2003). Pengembangan kopi spesialti di beberapa daerah tampil sebagai penyelamat karena penurunan harganya tidak setajam kopi robusta. Indonesia memiliki cukup banyak kopi spesialti yang sudah punya nama di pasar internasional seperti Java coffee, Gayo Mountain Coffee, Mandheling Coffee, dan Toraja/Kalosi Coffee. Disamping itu masih banyak yang berpotensi sebagai kopi spesialti seperti: Bali Coffee, Aceh Highland Coffee, Flores Coffee dan Balliem Haighland Coffee. Kopi spesialti tersebut adalah kopi jenis Arabika (Herman, 2003).

23 23 Pengendalian PBKo dapat dilakukan dengan penggunaan tanaman yang masak serentak seperti pada kopi Arabika varietas USDA 731 dan USDA 762. Sedangkan pada kopi Robusta dengan penggunaan kombinasi klon BP 42, BP 288, dan BP 234 (dataran rendah), kombinasi klon BP 42, BP 358, dan BP 409 (dataran tinggi) ( Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006). Pengendalian hayati memiliki prospek untuk dikembangkan. Ada dua agensia pengendali hayati yang telah tersedia dan prospektif untuk dikembangkan, yaitu jamur Beauveria bassiana dan serangga parasitoid Cephalonomia stephanoderis (Wiryadiputra, 1996). Berbagai upaya untuk mengendalikan hama ini di daerah-daerah penghasil kopi di dunia masih diarahkan pada pengendalian secara kimia terutama dengan menggunakan endosulfan. Hasil Penelitian di Kaledonia Baru menunjukkan bahwa hama bubuk buah kopi ini telah mengembangkan ketahanannya pada endosulfan dan lindane. Hasil penelitian dengan menggunakan insektisida monokrotofos 150 g/l, metamidofos 200 g/l dan fosfamidon 500 g/l pada tanaman kopi di kecamatan Modoinding, Sulawesi Utara menunjukkan bahwa jenis-janis insektisida ini dapat menekan populasi hama bubuk buah kopi (Sembel dkk., 1993). Brocap Trap Scolytidae tertarik pada ethanol dan methanol dan hal ini juga berlaku untuk PBKo. Ketertarikan serangga ini tergantung pada kondisi-kondisi

24 24 pertumbuhan tanaman kopi (iklim, pengaturan jarak tanam, kelembaban, kultivar, umur tanamam, arah angin, kecepatan, dll) dapat mempengaruhi penangkapan hama ini. Berdasarkan uraian tersebut, hasil penelitian terhadap penangkapan PBKo diperoleh hasil yang bertentangan dalam hal tanggapan serangga tersebut terhadap bahan semikimia, dan hubungannya dengan faktor lain. Sebagai contoh, beberapa studi menunjukkan bahwa PBKo yang tertangkap meningkat dengan menggunakan campuran bahan ethanol dan methanol dengan perbandingan tingkat campuran 1:3 (Mendonza Mora dalam Silva et al, 2006) sedangkan hasil penelitian yang lain memperoleh perbandingan yang terbalik. Perangkap merah menangkap lebih banyak PBKo dibanding perangkap putih dengan campuran bahan semi natural (Mathieu et al. dalam Silva et al., 2006) tetapi yang lain menyebutkan hasil yang bertolak belakang (Borbón-Martinez dalam Silva et al., 2006). Kajian tentang perangkap untuk hama penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) telah dilakukan untuk mengevaluasi aspek warna perangkap, desain atau tipe perangkap dan senyawa penarik yang paling efektif untuk menarik serangga PBKo, serta potensinya dalam menurunkan populasi hama PBKo. Pengujian dilakukan pada pertanaman kopi Robusta di Jawa Timur. Warna perangkap yang dievaluasi terdiri atas warna merah, oranye, kuning, hijau dan biru dan dipasang di kebun kopi menggunakan alat perangkap tipe corong ganda yang berisi empat corong. Perangkap diletakkan pada tiang kayu pada ketinggian sekitar 175 cm di atas permukaan tanah dan ditempatkan di antara pohon kopi. Pengamatan jumlah serangga yang terperangkap dilakukan setiap hari

25 25 selama satu minggu. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perangkap warna merah dan biru dapat menangkap serangga PBKo secara nyata lebih banyak dibanding tipe perangkap lainnya (Wiryadiputra, 2006). Brocap trap merupakan alat perangkap yang terdiri atas dua bagian utama, yaitu alat perangkap dan senyawa penarik (atraktan). Pada bagian alat perangkap terdiri atas temeng plastik yang dipasang secara bersilang sehingga pada bagian atas corong terbagi ke dalam empat bagian. Pada bagian tengah tameng ini ditempatkan senyawa penarik yang berada dalam botol plastik kecil. Pada bagian bawah corong terdapat botol penampung serangga yang tertangkap, yang dapat dikaitkan dengan corong pada bagian tutupnya. Di dalam botol penampung diisi cairan sabun yang berfungsi untuk menampung serangga PBKo sehingga akan cepat mengalami kematian. Pada sisi samping botol penampung, kurang lebih 2-3 cm di atas dasar botol terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air apabila alat perangkap terisi air dari luar pada saat musim hujan. Pada bagian atas corong dan tameng masih diberi peneduh dari plastik untuk melindungi dari curah hujan dan kotoran masuk ke dalam perangkap (Wiryadiputra, 2007). Senyawa atraktan yang mudah menguap digunakan untuk menangkap PBKo betina telah berkembang dan digunakan baru-baru ini di El Salvador, Guatemala dan Honduras. Nama dagang senyawa ini adalah Homemade atau ( Brocap ) Trap biasanya digunakan sekitar 15 perangkap dalam satu hektar. Hasil penelitian diperoleh terjadi penurunan populasi PBKo kira-kira 85% dalam beberapa kasus. Perangkap dapat menangkap sekitar 12,000 PBKo/hari/ha dari

26 26 ± 2 juta biji kopi. Untuk menghindari tingkat infestasi yang tinggi, perlu kombinasi perangkap yang lengkap dan mudah diatur, terutama oleh petani kecil (Jansen, 2004). Kawat penggantung Penyangga atraktan Senyawa Atraktan Corong penangkap Botol penampung serangga Larutan pembunuh serangga Gambar 6 : Brocap trap (Sumber : Foto langsung, 2008) Senyawa atraktan yang berada di dalam botol plastik dan dipasang di tengah- tengah corong harus dibuka dari tutupnya dan dilubangi pada bagian atas botol, dengan ukuran diameter lubang sekitar 1,0 mm. Dalam pembuatan lubang ini, hasil percobaan menunjukkan apabila digunakan alat jarum atau kawat yang ukurannya kecil maka uap atraktan yang keluar juga sangat sedikit sehingga populasi serangga yang tertangkap akan rendah (Wiryadiputra, 2007). Penggunaan perangkap yang direkomendasikan sebaiknya dipasang pada saat sebelum panen karena PBKo akan segera meninggalkan biji kopi untuk mencari sumber makanan baru. Biasanya perangkap dipasang untuk 4 bulan setiap

27 27 tahun. Contohnya di El savador dipasang dari awal Maret sampai akhir Juni. Senyawa atraktan dapat bertahan sampai 2 bulan penggunaan. Perangkap dapat digunakan sedikitnya 18 perangkap / ha dengan jarak 24 meter dengan ketinggian 1,2 meter dari tanah (CIRAD, 2004)

28 28 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun kopi milik petani di Desa Bangun I, Kecamatan Parbuluan, Sidikalang, Kabupaten Dairi. Berjarak dari kota Medan ± 120 km, dengan ketinggian tempat ± 1200 m dpl. Penelitian dimulai dari bulan Juli 2008 hingga September Bahan dan Alat Bahan yang digunakan: tanaman kopi Arabica (Coffea arabica) umur 4 tahun, larutan sabun, dan alkohol. Alat yang digunakan adalah perangkat brocap trap, botol kocok, tabung reaksi, gelas ukur, pinset, pisau lipat, bamboo, alat tulis, dan plastik. Metode Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor yaitu : Faktor 1 umur buah kopi (U), terdiri dari U1 : Buah kopi yang berumur ± 2 bulan yang berwarna hijau muda U2 : Buah kopi yang berumur ± 3 bulan yang berwarana hijau tua U3 : Buah kopi yang berumur ± 4 bulan yang berwarna kemerah-merahan

29 29 Faktor 2 ketinggian perangkap (T) terdiri dari T1 : Perangkap dengan ketinggian 1 m T2 : Perangkap dengan ketinggian 1,2 m T3 : Perangkap dengan ketinggian 1,4 m Dengan kombinasi sebagai berikut : U1T1 U2T1 U3T1 U1T2 U2T2 U3T2 U1T3 U2T3 U3T3 Banyaknya ulangan yang dilakukan sebanyak 3 ulangan untuk setiap perlakuan. Metode Linier yang dipakai adalah : Yijk = µ + τi +βj (τβ) ij + εijk Dimana : Yijk = Hasil pengamatan pada perlakuan taraf ke-j, perlakuan taraf ke-k blok i µ = Rata-rata Umum τi βj = Efek blok ke i = Efek perlakuan pada taraf ke I, taraf perlakuan ke j (τβ) ij = Efek perlakuan pada taraf ke I, taraf perlakuan ke - j εij = Efek galat perlakuan pada taraf ke j, pada taraf ke k dan blok i Pelaksanaan Penelitian

30 30 a. Kebun Percobaan Survey dilakukan dengan mengamati daerah pertanaman kopi di kebun milik petani. Ditetapkan luas lahan penelitian yaitu 5000 m 2 dengan populasi tanaman kopi sebanyak 1250 tanaman dengan jarak tanam 2 x 2 meter. b. Perakitan alat Brocap trap. Perakitan alat Brocap trap dari komponen-komponen yang terpisah dirakit menjadi alat yang sudah siap dipasang di lapangan. c. Pemasangan Perangkap Perangkap dipasang secara acak pada areal pertanaman dengan jumlah 27 buah perangkap, jarak antara perangkap 46 meter. Perangkap dipasang satu minggu sebelum pengamatan. Pengamatan dilakukan 1 kali seminggu selama 2 bulan. Sebelum dipasang dilubangi tutup botol atraktan dengan diameter sekitar 0,5 mm agar atraktan bisa keluar, serta mengisi botol penampung serangga dengan larutan sabun. Peubah amatan a. Jumlah PBKo yang tertangkap pada perangkap Brocap trap pada masingmasing perlakuan b. Tingkat serangan terhadap buah pada pohon yang diamati. Tingkat serangan PBKo dihitung dengan cara : - Menetapkan 2 pohon contoh untuk setiap perlakuan pada areal pertanaman.

31 31 - Dipilih 4 cabang pada setiap pohon contoh dengan posisi cabang berada di tengah bagian pohon dan keempat cabang tersebut searah dengan 4 mata angin (utara, selatan, barat dan timur). - Diambil 15 buah kopi per cabang atau 60 buah kopi per pohon pada tanaman yang diamati. - Dihitung tingkat serangan hama PBKo per cabang, dengan menggunakan rumus I = b a x 100 % Keterangan : I = Tingkat serangan PBKo a = jumlah buah kopi terserang PBKo per cabang b = jumlah buah kopi total per cabang - Dari empat cabang selanjutnya dibuat rata-ratanya, sehingga tingkat serangan PBKo dinyatakan per cabang kopi. c. Populasi PBKo ( larva, pupa, dan imago) yang terdapat dalam buah pada pohon yang diamati. d. Korelasi penggunaan alat yang efektif pada umur kopi dan penggunaan alat dengan ketinggian serta penggunaan alat dengan hama PBKo menggunakan SPSS version 15.00

32 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Imago H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4 meter) tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap populasi imago yang tertangkap (Tabel 2) Tabel 2. Rataan populasi H.hampei yang tertangkap di Brocap Trap Perlakuan Pengamatan Total Rataan I II III IV V VI VII VIII U1T1 5,33 10,67 8,67 11,67 7,00 7,67 4,00 6,00 61,01 7,63 U2T1 5,33 7,67 8,00 10,00 4,67 5,67 4,33 5,67 51,34 6,42 U3T1 3,00 5,33 5,33 7,00 5,67 5,67 4,67 4,67 41,34 5,17 U1T2 2,00 4,33 3,00 5,67 4,67 4,33 5,33 3,67 33,00 4,13 U2T2 4,00 8,00 6,33 7,67 8,0 8,00 5,67 7,67 55,34 6,92 U3T2 3,67 5,67 4,67 9,33 6,67 6,33 2,33 3,67 42,34 5,30 U1T3 3,33 3,33 3,00 2,67 3,33 3,33 4,00 2,33 25,32 3,17 U2T3 3,33 5,00 5,00 4,33 4,67 5,00 4,00 4,67 36,00 4,50 U3T3 3,00 5,67 4,67 3,67 4,33 4,67 4,00 4,67 34,68 4,34 Total 32,99 55,67 48,67 62,01 49,01 50,67 38,33 43,02 380,37 Rataan 3,67 6,19 5,41 6,89 5,45 5,63 4,26 4,78 5,28 F (8,16) 1,284 0,949 1,180 1,404 0,397 0,370 0,449 0,625 F ,59 2,59 2,59 2,59 2,59 2,59 2,59 2,59 F (2,16) 0,836 0,640 0,780 1,110 0,085 0,215 0,006 0,611 F ,63 3,63 3,63 3,63 3,63 3,63 3,63 3,63

33 33 Pengamatan dilakukan pada tanaman kopi dengan tinggi 1,6 2 meter, rataan serangga yang tertangkap adalah 5,28 ekor. Rataan serangga yang paling tinggi tertangkap adalah 7,63 ekor pada perlakuan U1T1 (ketinggian 1 meter pada umur buah 2 bulan) dan terendah 3,17 ekor pada perlakuan U1T3 (ketinggian 1,4 meter pada umur buah 4 bulan). Serangga masih dapat tertangkap pada pemasangan perangkap sampai dengan ketinggian 1,4 meter karena pada ketinggian tersebut masih terdapat buah kopi yang setengah masak dan yang masak (berwarna merah). Hal ini menunjukkan bahwa serangga PBKo H. hampei masih dapat berkembang biak pada ketinggian ± 1200 m dpl tempat penelitian ini dilakukan meskipun Wiryadiputra (2007) menyatakan bahwa siklus hidup serangga H. hampei berkembang dengan baik kurang dari 1200 m dpl. Menurut CIRAD (2004) ketinggian perangkap yang efektif adalah 1,2 meter namun menurut Wiryadiputra (2006) serangga masih dapat tertangkap sampai ketinggian 1,75 meter diatas permukaan tanah. Intensitas Serangan H. hampei pada tanaman kopi Intensitas serangan hama pada pengamatan I, III, V sampai VIII menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata, sedangkan pengamatan II dan IV menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 3. Rataan Intensitas Serangan H. hampei pada biji kopi/tanaman Perlakuan Pengamatan Total Rataan I II III IV V VI VII VIII U1T1 8,33 5,56 4,44 6,11 6,11 4,44 4,45 7,22 46,66 5,83 U2T1 8,89 4,45 3,89 4,44 6,11 7,78 6,11 6,67 48,34 6,04 U3T1 5,00 4,44 7,78 4,45 6,11 6,11 5,55 4,99 44,43 5,55 U1T2 9,47 7,22 9,44 5,55 5,56 3,89 5,00 6,11 52,24 6,53 U2T2 7,78 6,11 7,22 6,11 5,00 5,56 4,44 7,78 50,00 6,25 U3T2 6,11 3,89 7,22 5,00 5,56 8,33 5,00 5,56 46,67 5,83

34 U1T3 6,11 7,22 5,56 3,89 5,00 7,78 3,33 4,44 43,33 5,42 U2T3 6,67 7,22 5,55 5,56 7,22 6,11 6,11 6,67 51,11 6,39 U3T3 7,78 4,45 5,56 5 6,11 6,11 6,11 3,89 45,01 5,63 Total 66,14 50,56 56,66 46,11 52,78 56,11 46,1 53,33 427,79 Rataan 7,35 5,62 6,30 5,12 5,86 6,23 5,12 5,93 5,94 F (8,16) 1,688 2,38 1,676 0,938 0,448 2,423 0,453 0,68 F ,59 2,59 2,59 2,59 2,59 2,59 2,59 2,59 F (2,16) 3,007 4,851* 0,819 8,426** 0,228 0,47 1,253 0,606 F ,63 3,63 3,63 3,63 3,63 3,63 3,63 3,63 34 Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan II dan IV terjadi keterlambatan pemanenan sehingga terdapat banyak buah merah pada tanaman kopi tersebut. Serangan akan semakin tinggi karena tersedianya substrat yang dibutuhkan oleh serangga untuk berkembang biak. Buah merah merupakan buah yang paling disukai oleh serangga betina untuk berkembang biak. Direktorat Perlindungan Perkebunan (2002) menyatakan bahwa kumbang betina menyerang buah kopi mulai umur 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah tua paling disukai. Serangan H. hampei yang paling tinggi terdapat pada perlakuan U1T2 (Umur buah kopi 2 bulan dan ketinggian perangkap 1,2 meter) dengan rataan 6,53%. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kerimbunan tanaman kopi, dimana tanaman kopi yang diamati pada perlakuan tersebut memiliki daun yang lebih rimbun dengan naungan yang lembab sehingga disukai oleh hama PBKo. Wiryadiputra (2007) mengemukakan bahwa serangga H. hampei diketahui menyukai tanaman kopi yang rimbun dengan naungan yang gelap. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Direktorat Penelitian Perkebunan (2002) bahwa PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun.

35 35 Stadia serangga H. hampei pada biji kopi yang terserang Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah larva pada biji kopi yang terserang dari setiap perlakuan dan ulangan pada setiap pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Rataan jumlah larva yang tertinggi adalah pada perlakuan U3T3 (buah kopi berumur 4 bulan dan ketinggian perangkap 1,4 meter) yaitu sebesar 2,54 ekor. Tabel 4. Rataan jumlah larva H. hampei pada biji kopi yang terserang Perlakuan Cabang Pengamatan I II III IV V VI VII VIII Total Rataan U1T1 S T 0 0 1, ,33 2,33 0 6,33 0,79 U2T1 S 0,67 0,67 0,33 0 0,67 1 0,67 2 6,01 0,75 B ,67 3,33 0 3,67 9,67 1,21 U 0, ,33 0 3,00 0,38 T 1,67 4 0, ,67 17,67 2,21 U3T1 S 0 1 2, ,67 4,33 3, ,86 B 1 0,67 0, ,67 3,33 9 1,13 U ,67 1, ,33 13,33 1, U1T2 S U ,13 T 0, ,33 0,42 U2T2 S 0 0, ,67 4,67 4,33 13,34 1,67 B 0, ,67 2 2,67 4,67 12,68 1,59 2 1,67 5,33 9 1,13 T 1,33 1 0,67 1,33 0,67 6, ,33 1,79 U3T2 S 0 0 0, ,67 9,34 1,17 B 1 0 1, ,33 0,54 U 2 1,33 0, ,33 6, , U1T3 S T 0 0,33 0 0, ,25 U2T3 S 0 0,67 0,67 1 0,67 2,67 3, ,01 1,63 B 0 1 0,67 1,33 0 5,33 1, ,66 1,71 U 0 0, , ,34 0,67 T 1 1 1,33 0, ,67 4,67 0,58 U3T3 S 0,67 1,67 0 3,33 3,33 7 2, ,33 2,54

36 36 B 0 1,67 4, ,67 3 2,67 17,34 2,17 U 2,33 0,67 0,67 0,67 0 0,67 1,33 6,67 13,01 1,63 Total 12,34 17, ,67 14,01 62,34 35,99 69,35 316,05 Rataan 2,21 0,48 0,50 0,55 0,39 1,73 0,99 1,93 1,10 F (3,94) 1,665 0,65 0,736 0,349 1,867 0,783 3,207* 2,248 F ,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 F (8,94) 2,53* 2,683* 2,261* 2,398* 2,450* 2,709* 2,028 3,094* F ,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 F (2,94) 0,367 0,434 0,13 2,515 0,912 0,186 3,936* 2,617 F ,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 Pada perlakuan umur buah kopi 2 bulan (U1) tidak ditemukan larva. Hal ini disebabkan karena buah yang berumur 2 bulan berwarna hijau muda hanya digunakan imago sebagai bahan makanannya saja. Seperti yang dikemukakan oleh Tobing dkk. (2006) bahwa pada umumnya PBKo menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Larva ditemukan pada buah kopi yang berumur 3 sampai 4 bulan yaitu berwarna hijau tua sampai merah karena betina lebih menyukai buah kopi yang sudah matang dan endospermanya sudah keras untuk dijadikan tempat meletakkan telur. Baker et al., (1992) menyatakan betina membuat lubang kecil dari permukaan kulit luar buah kopi (mesokarp) sebagai tempat meletakkan telur jika buah sudah cukup matang. Hal yang sama dikemukakan oleh USDA Agricultural Research Service (2006) bahwa betina berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah, biasanya membuat lubang dari ujung buah kopi dan meletakkan telur pada buah. Hasil analisis statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah pupa yang terdapat pada biji kopi yang terserang menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan II, III, V dan VI sedangkan pada pengamatan I, IV, VII,

37 37 dan VIII menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Rataan pupa yang paling tinggi adalah perlakuan U3T2 (buah kopi berumur 4 bulan dan ketinggian perangkap 1,2 meter) yaitu sebesar 0,84 ekor. Pupa hanya ditemukan pada buah kopi yang berwarna merah. Apabila dikaitkan dengan siklus hidup H. hampei maka waktu yang dibutuhkan telur menjadi pupa hari sedangkan perubahan buah kopi dari warna hijau tua menjadi merah berlangsung selama 1 bulan. Apabila telur diletakkan pada buah yang berwarna hijau tua, maka perubahan telur tersebut menjadi pupa bersamaan dengan pematangan buah hijau tua menjadi merah. Hal ini sesuai dengan penyataan Wiryadiputra (2007) bahwa masa inkubasi telur 5-9 hari dan lama stadium larva berkisar hari. Tabel 5. Rataan jumlah pupa H. hampei pada biji kopi yang terserang Perlakuan Cabang Pengamatan Total Rataan I II III IV V VI VII VIII U1T1 S U2T1 S T 0, ,67 2 0,25 U3T1 S 0 0,67 0 0,67 0 1,33 0,67 0 3,34 0,42 B 0, ,67 0,08,67 0, , U1T2 S U2T2 S T 0 0 0, , ,34 0,17 U3T2 S 0,67 0,67 1,33 0, ,67 0,67 6,68 0,84 B 0 1 0,33 0 0, ,66 0,21 U 0, ,33 0, U1T3 S U2T3 S

38 T 0, , ,66 0,08 U3T3 S 0,67 1 0,67 0, ,67 0,71 B 0 1,33 0,33 0,33 0 0,67 0,67 0 3,33 0,42 U 0,33 0 1, , ,33 0,30 Total 3,33 5,67 4,66 2 3,33 5,67 3,01 1,34 29,01 Rataan 0,09 0,16 0,13 0,06 0,09 0,16 0,08 0,04 0,10 F (3,94) 0,55 1,469 0,738 2,421 1,535 1,699 2,283 0,653 F ,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 F (8,94) 1,955 2,386* 4,315* 0,961 3,268* 2,334* 1,412 0,857 F ,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 F (2,94) 1,824 0,032 0,352 1,282 0,068 0,028 1,098 0,49 F ,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 Pengamatan pada interval 7 hari pupa tidak banyak ditemukan karena stadia pupa berkisar 4-9 hari sebelum menjadi imago. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2006) menyatakan bahwa lama stadium pupa 4 sampai 9 hari. Tabel 6. Rataan jumlah imago H. hampei pada biji kopi yang terserang Perlakuan Cabang Pengamatan I II III IV V VI VII VIII Total Rataan T 0 0,33 0,67 0, ,67 0,67 4,01 0,50 U1T1 S 0,67 0 0,67 1 0,33 0,33 0,67 0,33 4 0,50 B 0,67 0,67 0, ,33 0 0,33 3,33 0,42 U 0,33 0,33 0,33 0,33 0, ,65 0,21 T 0,33 0 1,67 0 0,33 1,33 0,67 0,33 4,66 0,59 U2T1 S 1 0,33 0,33 0, ,33 0,33 5,99 0,75 B 0 1 0,67 1,33 0 0, ,67 0,58 U 1 0 0,67 0,33 0 0,33 0,33 0,33 2,99 0,37 T 1,67 1,67 1,33 1, ,67 0,33 9,34 1,17 U3T1 S 1,33 3,67 1 0, ,33 12,66 1,58 B 0, ,67 0 0,67 1 6,01 0,75 U 1 1, ,33 0 1,67 8,33 1,04 T 0,67 0,33 1 0,67 0,33 1 0,33 0 4,33 0,54 U1T2 S 1 0, ,33 0 0,33 0,67 3 0,38 B 0,33 0 0,67 0 0,67 0, ,25 U 0,33 0,33 0,67 0,33 0 0, ,99 0,25 T 0,67 0,33 1 0,67 0, ,38 U2T2 S 0,33 1 1, ,67 0,67 1 7,34 0,92 B 1, ,33 0,67 0,33 1,33 5,33 0,67 U 0,33 1,67 1,33 0 0,33 1,67 0 2,33 7,66 0,96 T , ,67 0,83 U3T2 S 0,67 1,33 1,33 0 3,67 1,67 1,33 0,67 10,67 1,33 B 1,33 1,33 3,67 2 1,33 1,33 0,67 0,67 12,33 1,54 U ,33 1, ,00 T 0,67 0 1,33 1 1,67 0, ,34 0,79 U1T3 S 0,67 0,67 0,33 0,33 0,67 0,67 0,67 0,67 4,68 0,59 B 0,67 0,67 0, ,33 0,33 0,33 2,66 0,33

39 39, ,67 0,08 T ,33 1,33 1,33 0 0,67 3,66 0,46 U2T3 S 0 0,33 1,67 1 2,33 0,67 0,67 0,33 7 0,88 B 1,33 2,33 0,67 1,33 0,33 2 0,67 0,33 8,99 1,12 U 0, ,67 0 1,33 0,33 0,33 4,99 0,62 T 0,67 0,67 1,67 0,67 1,33 1, ,68 0,96 U3T3 S 1 2 1,67 3,33 3 0, ,33 1,67 B 2 2,33 3,33 1, ,33 14,66 1,83 U 0,33 1,67 1, , ,34 1,17 Total 27,67 31,99 35,68 27,66 33,65 27,66 17,34 22,31 223,96 Rataan 0,77 0,89 0,99 0,77 0,93 0,77 0,49 0,66 0,78 F (3,94) 0,499 0,52 0,265 0,407 6,019** 1,207 7,366** 1,17 F ,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 2,71 F (8,94) 1,611 2,101* 1,822 2,852* 2,909* 0,999 2,108* 2,080* F ,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 2,04 F (2,94) 2,162 0,511 1,102 4,796* 0,135 0,077 3,090* 4,419* F ,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09 Hasil analisis perhitungan statistik diperoleh bahwa pada pengamatan II, IV, V, VII, dan VIII jumlah imago yang ditemukan pada biji kopi yang terserang menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan pada pengamatan I, III, dan VI menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata. Pada pengamatan jumlah imago yang tertinggi terdapat pada perlakuan U3T3 (buah yang berwarna merah dengan ketinggian perangkap 1,4 meter) karena hama ini lebih menyukai buah yang sudah tua seperti yang dikemukakan Direktorat Perlindungan Perkebunan (2002) bahwa buah yang sudah tua paling disukai oleh hama ini. Stadia imago terdapat pada semua umur buah kopi karena tersedia semua umur buah kopi di lapangan dimana serangga H. hampei ini sudah menyerang buah kopi sejak buah kopi yang masih muda sampai yang sudah tua seperti pernyataan Wiryadiputra (1996) bahwa di pertanaman, hama PBKo menyerang sejak buah masih muda, yang bijinya dalam keadaan lunak, sampai dengan buah masak dan lewat masak yang berwarna hitam, baik yang masih di pohon maupun

40 40 yang telah gugur di atas tanah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rubio et al., (2008) yang menyatakan bahwa imago H. hampei telah merusak biji kopi sejak biji mulai membentuk endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur pada buah kopi yang telah memiliki endosperma yang keras. Pada buah yang terserang dapat ditemukan lebih dari 1 imago dalam 1 buah kopi. Hal ini disebabkan mulai stadium telur sampai imago serangga H. hampei tetap berada dalam biji dan menggerek dalam biji kopi. Seperti yang dikemukakan oleh Kalshoven (1981) bahwa perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya di dalam biji keras yang sudah matang, selanjutnya Irulandi et al. (2007) menyatakan bahwa PBKo makan dan berkembang biak hanya di dalam buah kopi saja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ketinggian perangkap (1, 1,2 dan 1,4 m) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap jumlah serangga yang tertangkap. 2. Makin tinggi intensitas serangan, semakin banyak serangga H. hampei yang tertangkap. 3. Stadia larva tidak ditemukan pada biji kopi yang berumur 2 bulan 4. Stadia pupa hanya ditemukan pada buah berumur 4 bulan yang telah berwarna merah

41 5. Imago dapat menyerang pada semua umur buah kopi yang diamati (2, 3 dan 4 bulan) 41 Saran Brocap Trap dapat digunakan oleh petani kopi untuk mengendalikan serangan hama H. hampei. DAFTAR PUSTAKA Baker P. S., J. F. Barrera end A. Rivas Life-history studies of the coffee berry borer (Coleoptera : Scolytidae) on coffee tress in Southern Mexico. http//www// JSTOR /journalofapllied_biology.htm. (diakses 10 November 2008) CIRAD The Brocap Trap. Agricultural Research Centrefor International Development.pdf. (diakses 1 April 2008) Direktorat Perlindungan Perkebunan Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. (diakses 10 November 2008) Herman Membangkitkan Kembali Peran Komoditas Kopi bagi Perekonomian Indonesia. (diakses 1 April 2008)

42 Irulandi S., R. Rajendran, C. Chinniah and S. D. Samuel Influence of weather factors on the incidence of coffee berry borer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Scolytidae: Coleoptera) in Pulney hills, Tamil Nadu. Madras Agric. J., 94 (7-12): Jansen, A. E Growing Coffe without Endosulfan. (diakses 24 Februari 2008) Kadir, S. Ramlan, Nurjanani, M. Sjafarudn, dan M. Taufik, Kajian Teknologi Pemangkasan pada Tanaman Kopi. (diakses 26 Februari 2008) Kalshoven, L. G. E Pest of Crops In Indonesia. Revised and Translated by P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta Karim, A Hubungan Antara Elevasi dan Lereng dengan Produksi Kopi Arabika Catimor di Aceh Tengah.J. Pen. Pert. 15(3): Noeroel Tanaman Kopi (Coffea). gayo.htm. (diakses 2 Maret 2008) Nur, A.M Perkembangan Teknologi dalam Pengelolaan Perkebunan Kopi Arabika. Warta Pusat Penelitian kopi dan Kakao 14(2) : Pempropsu Kabupaten Dairi. go. id (diakses 28 April 2008) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Pedoman Teknis Budi Daya Tanaman Kopi. Indonesian Coffe and Cocoa Research Institute Jember, Jawa Timur.p.64 Rubio J. D., A. E. Bustillo, L. F. Valelezo, J. R. Acuna, and P. Benavides Alimentary Canal and Reproductive Tract of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae, Scolytidae). Neotropical Entomology 37(2): Saptana, T. Panji, H. Tarigan dan A. Setianto Analisis Kelembagaan Pengendalian Hama Terpadu Mendukung Agribisnis Kopi Rakyat dalam Rangka Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekomomi Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. (diakses 1 April 2008)

43 Sembel. D.T., D.S. Kandowangko dan J. Rimbing Studi tentang Penggunaan Beberapa Patogen untuk Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi, Hypothenemus Hampei (Coleoptera : Scolytidae pada tanaman Kopi di Kabupaten Minahasa. Dalam Prosiding Makalah Simposium Patologi Serangga I. Yogyakarta, Oktober Silva, F. C., Ventura, M. U., Morales, L Capture of Hypothenemus hampei Ferrari (Coleoptera, Scolytidae) in Response to Trap Characteristics. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.), 63(6): Tobing, M. C., D. Bakti, Marheni dan M. Harahap Perbanyakan Beauveria bassiana pada beberapa media dan patogenisitasnya terhadap imago Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). J. Agrik 17(1) : USDA Agricultural Research Service The coffee berry borer (Hypothenemus hampei). /PDF/ 9thACPP/ 15_9thACPP.pdf (diakses 24 November 2006) Vaast Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia dan Kendala yang Dihadapi. iccro@jember.wasantara.net.id. (diakses 1 April 2008) Vega F.E., R. A. Franqui and P. Benavides The Presence of the Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei in Puerto Rico : Fact or Fiction. J. Ins. Sci., 13(2): Wiryadiputra, S Uji Terap Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi Menggunakan Jamur Beauveria di Sulawesi Selatan. Warta Puslit Kopi dan Kakao 12(2): Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo, Hypothenemus hampei). Pelita Perkebunan 22(2): Pengelolaan Hama Terpadu Pada Hama Penggerek Buah Kopi, Hypothenemus hampei (Ferr.) dengan Komponen Utama pada Penggunaan Perangkap Brocap Trap. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Jawa Timur.p.2-9.

44 44 LAMPIRAN Lampiran 1. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan I Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T ,33 U2T ,33 U3T U1T U2T U3T ,67 U1T ,33

45 45 U1T ,33 U3T Total Rataan 3,22 4,22 3,56 3,67 Lampiran 2.Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan II Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T ,67 U2T ,67 U3T ,33 U1T ,33 U2T U3T ,67 U1T ,33 U1T U3T ,67 Total Rataan 5,67 7,22 5,67 6,19 Lampiran 3. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan III Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T ,67 U2T U3T ,33 U1T U2T ,33 U3T ,67 U1T U1T U3T ,67

46 46 Total Rataan 5,11 6,44 4,67 5,41 Lampiran 4. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan IV Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T ,67 U2T U3T U1T ,67 U2T ,67 U3T ,33 U1T ,67 U1T ,33 U3T ,67 Total Rataan 7,44 8,11 5,11 6,89 Lampiran 5. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan V Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T U2T ,67 U3T ,67 U1T ,67 U2T U3T ,67 U1T ,33 U1T ,67

47 47 U3T ,33 Total Rataan 5,33 5,89 5,11 5,44 Lampiran 6. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan VI Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T ,67 U2T ,67 U3T ,67 U1T ,33 U2T U3T ,33 U1T ,33 U1T U3T ,67 Total Rataan 5 5,56 6,33 5,63 Lampiran 7. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan VII Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T U2T ,33 U3T ,67 U1T ,33 U2T ,67 U3T ,33 U1T

48 48 U1T U3T Total Rataan 4,22 4,33 4,22 4,26 Lampiran 8. Populasi H. hampei yang tertangkap di Brocap Trap pengamatan VIII Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T U2T ,67 U3T ,67 U1T ,67 U2T ,67 U3T ,67 U1T ,33 U1T ,67 U3T ,67 Total Rataan 4,11 5,78 4,44 4,78 Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Perlakuan 1,00 U1T1 24 2,00 U2T1 24 3,00 U3T1 24

49 49 4,00 U1T2 24 5,00 U2T2 24 6,00 U3T2 24 7,00 U1T3 24 8,00 U2T3 24 9,00 U3T3 24 Ulangan 1,00 Ulangan ,00 Ulangan ,00 Ulangan 3 72 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Observasi Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. Model 6478,023(a) ,911 59,268,000 Perlakuan 402, ,362 5,068,000 Ulangan 47, ,949 2,410,092 Error 2036, ,936 Total 8515, a R Squared =,761 (Adjusted R Squared =,748) Lampiran 9. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan I Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 13,33 5 6, ,33 U2T1 11,67 8,33 6,67 26,67 8,89

50 50 U3T1 5 6,67 3, U1T2 11, ,67 28,34 9,47 U2T2 8,33 8,33 6,67 23,33 7,78 U3T2 3, ,33 6,11 U1T ,33 18,33 6,11 U1T3 6,67 8, ,67 U3T3 10 6,67 6,67 23,34 7,78 Total 80 68,33 50,01 198,34 Rataan 8,89 7,60 5,56 7,35 Lampiran 10. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan II Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 5 6, ,67 5,56 U2T1 6,67 5 1,67 13,34 4,45 U3T ,33 13,33 4,44 U1T2 6,67 6,67 8,33 21,67 7,22 U2T2 5 6,67 6,67 18,34 6,11 U3T2 1,67 6,67 3,33 11,67 3,89 U1T3 6, ,67 7,22 U1T3 6,67 8,33 6,67 21,67 7,22 U3T3 5 6,67 1,67 13,34 4,45 Total 48,35 61,68 41,67 151,7 Rataan 5,37 6,85 4,63 5,62 Lampiran 11. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan III Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

51 51 U1T1 6,67 3,33 3,33 13,33 4,44 U2T1 5 3,33 3,33 11,66 3,89 U3T1 10 6,67 6,67 23,34 7,78 U1T2 6,67 8,33 13,33 28,33 9,44 U2T2 6,67 8,33 6,67 21,67 7,22 U3T2 3,33 6,67 11,67 21,67 7,22 U1T3 3,33 6,67 6,67 16,67 5,56 U1T3 3,33 8, ,66 5,55 U3T ,67 16,67 5,56 Total 50 56,66 63, Rataan 5,56 6,30 7,04 6,30 Lampiran 12. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan IV Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 8, ,33 6,11 U2T1 5 3, ,33 4,44 U3T1 6,67 5 1,67 13,34 4,45 U1T2 8,33 3, ,66 5,55 U2T2 8,33 6,67 3,33 18,33 6,11 U3T U1T3 5 3,33 3,33 11,66 3,89 U1T3 6,67 3,33 6,67 16,67 5,56 U3T3 6,67 5 3, Total 60 39,99 38,33 138,32 Rataan 6,67 4,44 4,26 5,12 Lampiran 13. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan V

52 52 Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 5 6,67 6,67 18,34 6,11 U2T1 6,67 3,33 8,33 18,33 6,11 U3T1 6,67 8,33 3,33 18,33 6,11 U1T2 6,67 3,33 6,67 16,67 5,56 U2T2 5 6,67 3, U3T ,67 16,67 5,56 U1T U1T3 8,33 5 8,33 21,66 7,22 U3T3 5 6,67 6,67 18,34 6,11 Total 53, ,34 Rataan 5,93 5,56 6,11 5,86 Lampiran 14. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan VI Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 3,33 3,33 6,67 13,33 4,44 U2T1 6, ,67 23,34 7,78 U3T ,33 18,33 6,11 U1T ,67 11,67 3,89 U2T2 5 6, ,67 5,56 U3T2 8,33 8,33 8,33 24,99 8,33 U1T3 8, ,33 7,78 U1T3 6,67 5 6,67 18,34 6,11 U3T3 6,67 6, ,34 6,11 Total ,34 168,34 Rataan 6,11 6,67 5,93 6,23 Lampiran 15. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan VII

53 53 Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 6,67 1, ,34 4,45 U2T1 3, ,33 6,11 U3T1 5 8,33 3,33 16,66 5,55 U1T2 3,33 6, U2T2 3,33 3,33 6,67 13,33 4,44 U3T2 3,33 5 6, U1T3 5 3,33 1, ,33 U1T3 3,33 6,67 8,33 18,33 6,11 U3T3 3, ,33 6,11 Total 36, ,67 138,32 Rataan 4,07 5,56 5,74 5,12 Lampiran 16. Intensitas Serangan H. hampei pada pengamatan VIII Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III U1T1 11,67 3,33 6,67 21,67 7,22 U2T1 3,33 6, ,67 U3T1 3,33 8,33 3,33 14,99 4,99 U1T2 6,67 6, ,34 6,11 U2T2 3,33 6,67 13,33 23,33 7,78 U3T2 6,67 6,67 3,33 16,67 5,56 U1T3 3,33 6,67 3,33 13,33 4,44 U1T3 5 6,67 8, ,67 U3T3 3,33 5 3,33 11,66 3,89 Total 46,66 56,68 56,65 159,99 Rataan 5,18 6,30 6,29 5,93

54 54 Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Perlakuan 1,00 U1T1 24 2,00 U2T1 24 3,00 U3T1 24 4,00 U1T2 24 5,00 U2T2 24 6,00 U3T2 24 7,00 U1T3 24 8,00 U2T3 24 9,00 U3T3 24 Ulangan 1,00 Ulangan ,00 Ulangan ,00 Ulangan 3 72 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: IS Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. Model 7423,761(a) , ,032,000 Perlakuan 29, ,661,754,644 Ulangan 13, ,527 1,345,263 Error 995, ,854 Total 8418, a R Squared =,882 (Adjusted R Squared =,875)

55 55 Lampiran 17. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan I Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S ,67 U ,67 T ,67 U3T1 S B U1T2 S T ,33 U2T2 S B ,67 T ,33 U3T2 S B U U1T3 S U2T3 S T U3T3 S ,67 U ,33 Total Rataan 0,31 0,42 0,39 0,37 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 42,185(a) 14 3,013 3,225,000 Cabang 4, ,556 1,665tn,180 2,71 3,24 Perlakuan 18, ,363 2,530*,015 2,04 2,69 Ulangan,685 2,343,367tn,694 3,09 4,84

56 56 Error 87,815 94,934 Total 130, a R Squared =,325 (Adjusted R Squared =,224) Lampiran 18. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan II Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S ,67 T U3T1 S B ,67 U1T2 S U2T2 S ,67 T U3T2 S U ,33 U1T3 S T ,33 U2T3 S ,67 B U ,67 T U3T3 S ,67 B ,67 U ,67 Total Rataan 0,5 0,33 0,58 0,47 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 56,704(a) 14 4,050 3,015,001

57 57 Cabang 2,620 3,873,650tn,585 2,71 3,24 Perlakuan 28, ,604 2,683*,011 2,04 2,69 Ulangan 1,167 2,583,434tn,649 3,09 4,84 Error 126, ,344 Total 183, a R Squared =,310 (Adjusted R Squared =,207) Lampiran 19. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan III Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S T ,67 U2T1 S ,33 U T ,33 U3T1 S ,33 B ,33 U1T2 S U2T2 S T ,67 U3T2 S ,67 B ,33 U ,67 U1T3 S U2T3 S ,67 B ,67 T ,33 U3T3 S B ,33 U ,67 Total Rataan 0,58 0,44 0,47 0,5 Univariate Analysis of Variance Dependent Variable: Jumlah Type II Sum Source of Squares Tests of Between-Subjects Effects df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01

58 58 Model 57,685(a) 14 4,120 2,760,002 Cabang 3, ,099,736tn,533 2,71 3,24 Perlakuan 27, ,375 2,261*,030 2,04 2,69 Ulangan,389 2,194,130tn,878 3,09 4,84 Error 140, ,493 Total 198, a R Squared =,291 (Adjusted R Squared =,186) Lampiran 20. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan IV Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S B T U3T1 S U ,67 U1T2 S U T U2T2 S B T ,33 U3T2 S U1T3 S T ,67 U2T3 S B ,33 T ,67 U3T3 S ,33 B U ,67 Total Rataan 0,89 0,31 0,44 0,55 Univariate Analysis of Variance Dependent Variable: Jumlah Tests of Between-Subjects Effects

59 59 Type II Sum of Squares Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Source df Model 66,519(a) 14 4,751 3,202,000 Cabang 1,556 3,519,349tn,790 2,71 3,24 Perlakuan 28, ,558 2,398*,021 2,04 2,69 Ulangan 7, ,731 2,515tn,086 3,09 4,84 Error 139, ,484 Total 206, a R Squared =,323 (Adjusted R Squared =,222) Lampiran 21. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan V Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S ,67 B ,67 U3T1 S B U ,33 U1T2 S U2T2 S B ,67 T ,67 U3T2 S U1T3 S T U2T3 S ,67 U3T3 S ,33 B Total Rataan 0,5 0,28 0,39 0,39 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects

60 60 Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 44,259(a) 14 3,161 3,349,000 Cabang 5, ,762 1,867tn,141 2,71 3,24 Perlakuan 18, ,313 2,450*,019 2,04 2,69 Ulangan 1,722 2,861,912tn,405 3,09 4,84 Error 88,741 94,944 Total 133, a R Squared =,333 (Adjusted R Squared =,233) Lampiran 22. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan VI Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S T ,33 U2T1 S B ,33 T ,33 U3T1 S ,67 U U1T2 S T U2T2 S ,67 B U T ,33 U3T2 S B U1T3 S U2T3 S ,67 B ,33 U ,67 U3T3 S ,33 B ,67 U ,67 Total Rataan 1,58 1,97 1,64 1,73 Univariate Analysis of Variance

61 61 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 532,537(a) 14 38,038 4,445,000 Cabang 20, ,701,783tn,506 2,71 3,24 Perlakuan 185, ,183 2,709*,010 2,04 2,69 Ulangan 3, ,593,186tn,831 3,09 4,84 Error 804, ,558 Total 1337, a R Squared =,398 (Adjusted R Squared =,309) Lampiran 23. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan VII Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S T ,33 U2T1 S ,67 U ,33 U3T1 S ,33 B ,67 U1T2 S U2T2 S ,67 B ,67 U ,67 U3T2 S U ,33 U1T3 S U2T3 S ,33 B ,33 U3T3 S ,33 B U ,33 Total Rataan 0,39 0,89 1,72 1

62 62 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 247,926(a) 14 17,709 4,268,000 Cabang 39, ,309 3,207*,027 2,71 3,24 Perlakuan 67, ,417 2,028tn,051 2,04 2,69 Ulangan 32, ,333 3,936*,023 3,09 4,84 Error 390, ,150 Total 638, a R Squared =,389 (Adjusted R Squared =,298) Lampiran 24. Jumlah larva H. hampei pada biji kopi terserang pengamatan VIII Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S B ,67 T ,67 U3T1 S ,67 B ,33 U ,33 U1T2 S U2T2 S ,33 B ,67 U ,33 T U3T2 S ,67 U ,67 U1T3 S U2T3 S B U T ,67 U3T3 S B ,67

63 63 U ,67 Total Rataan 0,97 2,22 2,58 1,93 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 761,759(a) 14 54,411 5,534,000 Cabang 66, ,099 2,248tn,088 2,71 3,24 Perlakuan 243, ,426 3,094*,004 2,04 2,69 Ulangan 51, ,731 2,617tn,078 3,09 4,84 Error 924, ,832 Total 1686, a R Squared =,452 (Adjusted R Squared =,370) Lampiran 25. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan I Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S T ,33 U3T1 S B ,67 U1T2 S U2T2 S U3T2 S ,67 U ,33 U1T3 S U2T3 S

64 64 T ,33 U3T3 S ,67 U ,33 Total Rataan 0,08 0,17 0,03 0,09 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 2,981(a) 14,213 1,998,026 Cabang,176 3,059,550tn,649 2,71 3,24 Perlakuan 1,667 8,208 1,955tn,061 2,04 2,69 Ulangan,389 2,194 1,824tn,167 3,09 4,84 Error 10,019 94,107 Total 13, a R Squared =,229 (Adjusted R Squared =,115) Lampiran 26. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan II Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S T U3T1 S ,67 U1T2 S U2T2 S U3T2 S ,67 B U1T3 S U2T3 S

65 65 U3T3 S B ,33 Total Rataan 0,17 0,17 0,14 0,16 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 9,556(a) 14,683 2,338,008 Cabang 1,287 3,429 1,469tn,228 2,71 3,24 Perlakuan 5,574 8,697 2,386*,022 2,04 2,69 Ulangan,019 2,009,032tn,969 3,09 4,84 Error 27,444 94,292 Total 37, a R Squared =,258 (Adjusted R Squared =,148) Lampiran 27. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan III Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S U3T1 S U1T2 S U2T2 S T ,67 U3T2 S ,33 B ,33 U1T3 S

66 66 U2T3 S U3T3 S ,67 B ,33 U ,33 Total Rataan 0,14 0,17 0,08 0,13 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 8,704(a) 14,622 3,379,000 Cabang,407 3,136,738tn,532 2,71 3,24 Perlakuan 6,352 8,794 4,315*,000 2,04 2,69 Ulangan,130 2,065,352tn,704 3,09 4,84 Error 17,296 94,184 Total 26, a R Squared =,335 (Adjusted R Squared =,236) Lampiran 28. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan IV Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S U3T1 S ,67 U1T2 S U2T2 S U3T2 S ,67

67 67 U1T3 S U2T3 S U3T3 S ,33 B ,33 Total Rataan 0,11 0 0,06 0,06 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 1,852(a) 14,132 1,526,117 Cabang,630 3,210 2,421tn,071 2,71 3,24 Perlakuan,667 8,083,961tn,471 2,04 2,69 Ulangan,222 2,111 1,282tn,282 3,09 4,84 Error 8,148 94,087 Total 10, a R Squared =,185 (Adjusted R Squared =,064) Lampiran 29. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan V Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S U3T1 S U ,67 U1T2 S U2T2 S U3T2 S B ,33

68 68 U1T3 S U2T3 S T ,33 U3T3 S Total Rataan 0,11 0,08 0,08 0,09 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 5,148(a) 14,368 2,690,002 Cabang,630 3,210 1,535tn,211 2,71 3,24 Perlakuan 3,574 8,447 3,268*,002 2,04 2,69 Ulangan,019 2,009,068tn,935 3,09 4,84 Error 12,852 94,137 Total 18, a R Squared =,286 (Adjusted R Squared =,180) Lampiran 30. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan VI Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S U3T1 S ,33 U ,33 U1T2 S U2T2 S T ,67

69 69 U3T2 S U1T3 S U2T3 S U3T3 S B ,67 U ,67 Total Rataan 0,17 0,14 0,17 0,16 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 10,426(a) 14,745 2,290,010 Cabang 1,657 3,552 1,699tn,173 2,71 3,24 Perlakuan 6,074 8,759 2,334*,025 2,04 2,69 Ulangan,019 2,009,028tn,972 3,09 4,84 Error 30,574 94,325 Total 41, a R Squared =,254 (Adjusted R Squared =,143) Lampiran 31. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan VII Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S U3T1 S ,67 U1T2 S U2T2 S

70 70 U3T2 S ,67 U1T3 S U2T3 S U3T3 S B ,67 Total Rataan 0 0,11 0,14 0,08 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 4,352(a) 14,311 1,755,057 Cabang 1,213 3,404 2,283tn,084 2,71 3,24 Perlakuan 2,000 8,250 1,412tn,202 2,04 2,69 Ulangan,389 2,194 1,098tn,338 3,09 4,84 Error 16,648 94,177 Total 21, a R Squared =,207 (Adjusted R Squared =,089) Lampiran 32. Jumlah pupa H. hampei pada buah yang terserang pengamatan VIII Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S U2T1 S T ,67 U3T1 S U1T2 S

71 71 U2T2 S U3T2 S ,67 U1T3 S U2T3 S U3T3 S Total Rataan 0 0,06 0,06 0,04 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model,889(a) 14,063,839,625 Cabang,148 3,049,653tn,583 2,71 3,24 Perlakuan,519 8,065,857tn,556 2,04 2,69 Ulangan,074 2,037,490tn,614 3,09 4,84 Error 7,111 94,076 Total 8, a R Squared =,111 (Adjusted R Squared = -,021) Lampiran 33. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan I Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S ,67 B ,67 U ,33 T ,33 U2T1 S U T ,67 U3T1 S ,33 B ,67 U

72 72 T ,67 U1T2 S B ,33 U ,33 T ,67 U2T2 S ,33 B ,67 U ,33 T U3T2 S ,67 B ,33 U T ,67 U1T3 S ,67 B ,67 U2T3 S B ,33 U ,33 T ,67 U3T3 S B U ,33 Total Rataan 0,81 0,83 0,67 0,77 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 83,574(a) 14 5,970 5,644,000 Cabang 1,583 3,528,499tn,684 2,71 3,24 Perlakuan 13, ,704 1,611tn,132 2,04 2,69 Ulangan 4, ,287 2,162tn,121 3,09 4,84 Error 99, ,058 Total 183, a R Squared =,457 (Adjusted R Squared =,376) Lampiran 34. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan II Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III T ,33 U1T1 S B ,67 U ,33 U2T1 S ,33 B T ,67

73 73 U3T1 S ,67 U ,33 T ,33 U1T2 S ,67 U ,33 T ,33 U2T2 S U ,67 T U3T2 S ,33 B ,33 U U1T3 S ,67 B ,67 U2T3 S ,33 B ,33 U T ,67 U3T3 S B ,33 U ,67 Total Rataan 1,03 1 0,64 0,89 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 129,778(a) 14 9,270 4,605,000 Cabang 3, ,046,520tn,670 2,71 3,24 Perlakuan 33, ,229 2,101*,043 2,04 2,69 Ulangan 2, ,028,511tn,602 3,09 4,84 Error 189, ,013 Total 319, a R Squared =,407 (Adjusted R Squared =,318) Lampiran 35. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan III Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III T ,67 U1T1 S ,67 B ,33 U ,33 T ,67 U2T1 S ,33

74 74 B ,67 U ,67 T ,33 U3T1 S U T U1T2 S B ,67 U ,67 T U2T2 S ,67 U ,33 T U3T2 S ,33 B ,67 U T ,33 U1T3 S ,33 B ,33 U2T3 S ,67 B ,67 U T ,67 U3T3 S ,67 B ,33 U ,67 Total Rataan 1,08 0,69 1,19 0,99 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 131,315(a) 14 9,380 5,290,000 Cabang 1,407 3,469,265tn,851 2,71 3,24 Perlakuan 25, ,231 1,822tn,082 2,04 2,69 Ulangan 3, ,954 1,102tn,337 3,09 4,84 Error 166, ,773 Total 298, a R Squared =,441 (Adjusted R Squared =,357) Lampiran 36. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan IV Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III T ,67 U1T1 S

75 75 U ,33 U2T1 S ,67 B ,33 U ,33 T ,67 U3T1 S ,33 B U T ,67 U1T2 S U ,33 T ,67 U2T2 S U3T2 S B U ,33 T U1T3 S ,33 T ,33 U2T3 S B ,33 U ,67 T ,67 U3T3 S ,33 B ,67 U Total Rataan 1,25 0,44 0,61 0,77 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 109,426(a) 14 7,816 5,759,000 Cabang 1,657 3,552,407tn,748 2,71 3,24 Perlakuan 30, ,870 2,852*,007 2,04 2,69 Ulangan 13, ,509 4,796*,010 3,09 4,84 Error 127, ,357 Total 237, a R Squared =,462 (Adjusted R Squared =,382) Lampiran 37. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan V Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III

76 76 T U1T1 S ,33 U ,33 T ,33 U2T1 S U3T1 S B ,67 U T ,33 U1T2 S ,33 B ,67 T ,33 U2T2 S B ,33 U ,33 T ,67 U3T2 S ,67 B ,33 U ,67 T ,67 U1T3 S ,67 U ,67 T ,33 U2T3 S ,33 B ,33 T ,33 U3T3 S B Total Rataan 0,94 1 0,86 0,94 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 148,611(a) 14 10,615 8,153,000 Cabang 23, ,836 6,019**,001 2,71 3,24 Perlakuan 30, ,787 2,909*,006 2,04 2,69 Ulangan,352 2,176,135tn,874 3,09 4,84 Error 122, ,302 Total 271, a R Squared =,548 (Adjusted R Squared =,481) Lampiran 38. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan VI

77 77 Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III U1T1 S ,33 B ,33 T ,33 U2T1 S B ,67 U ,33 T U3T1 S U ,33 T U1T2 S B ,33 U ,33 U2T2 S ,67 B ,67 U ,67 T U3T2 S ,67 B ,33 T ,67 U1T3 S ,67 B ,33 T ,33 U2T3 S ,67 B U ,33 T ,67 U3T3 S ,33 B U ,67 Total Rataan 0,78 0,81 0,72 0,77 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Type II Source Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 78,093(a) 14 5,578 5,145,000 Cabang 3, ,309 1,207tn,312 2,71 3,24 Perlakuan 8, ,083,999tn,442 2,04 2,69 Ulangan,167 2,083,077tn,926 3,09 4,84 Error 101, ,084 Total 180, a R Squared =,434 (Adjusted R Squared =,350)

78 78 Lampiran 39. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan VII Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III T ,67 U1T1 S ,67 T ,67 U2T1 S ,33 U ,33 T ,67 U3T1 S B ,67 T ,33 U1T2 S ,33 U2T2 S ,67 B ,33 U3T2 S ,33 B ,67 U1T3 S ,67 B ,33 U2T3 S ,67 B ,67 U ,33 U3T3 S B U Total Rataan 0,31 0,44 0,69 0,48 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 45,463(a) 14 3,247 7,176,000 Cabang 10, ,333 7,366**,000 2,71 3,24 Perlakuan 7,630 8,954 2,108*,043 2,04 2,69 Ulangan 2, ,398 3,090*,050 3,09 4,84 Error 42,537 94,453 Total 88,

79 79 a R Squared =,517 (Adjusted R Squared =,445) Lampiran 40. Jumlah imago H. hampei pada buah terserang pengamatan VIII Perlakuan Cabang Ulangan Total Rataan I II III T ,67 U1T1 S ,33 B ,33 T ,33 U2T1 S ,33 B U ,33 T ,33 U3T1 S ,33 B U ,67 U1T2 S ,67 U2T2 S B ,33 U ,33 U3T2 S ,67 B ,67 U T U1T3 S ,67 B ,33 T ,67 U2T3 S ,33 B ,33 U ,33 T U3T3 S B ,33 U Total Rataan 0,31 0,69 0,86 0,62 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah Source Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. F0,05 F0,01 Model 60,759(a) 14 4,340 6,554,000 Cabang 2,324 3,775 1,170tn,325 2,71 3,24 Perlakuan 11, ,377 2,080*,045 2,04 2,69

80 80 Ulangan 5, ,926 4,419*,015 3,09 4,84 Error 62,241 94,662 Total 123, a R Squared =,494 (Adjusted R Squared =,419) Lampiran 41. Gambar Lahan Penelitian Sumber : Foto langsung (2008)

81 81 Sumber : Foto langsung (2008) Lampiran 42. Serangga H. hampei betina yang tertangkap Sumber : Foto langsung (2008)

82 82 Sumber : Foto langsung (2008) Lampiran 43. Gambar Stadia serangga yang terdapat pada buah yang terserang imago Sumber : Foto langsung (2008) pupa larva

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

Kesiapan Petani Kopi Terhadap Serangan Hama Penggerek Buah (Hypothenemus hampei) pada Musim Kopi 2016

Kesiapan Petani Kopi Terhadap Serangan Hama Penggerek Buah (Hypothenemus hampei) pada Musim Kopi 2016 Kesiapan Petani Kopi Terhadap Serangan Hama Penggerek Buah (Hypothenemus hampei) pada Musim Kopi 2016 Oleh : Rudy Trisnadi K. SP Musim buah kopi tahun 2016 diharapkan dapat menghasilkan produksi kopi glondongan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015

Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015 Uji Ketinggian dan Tipe Perangkap untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan Test of Height and Type of Trap

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan apabila tidak dipangkas tanaman ini dapat mencapai tinggi 12 m. Tanaman

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI Hama penyakit utama tanaman kopi Penggerek buah kopi (coffee berry borer = CPB). Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

Hama penyakit utama tanaman kopi

Hama penyakit utama tanaman kopi Hama penyakit utama tanaman kopi Penggerek buah kopi (coffee berry borer = CPB). Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae, Radhoholus similis dan Meloydogyne

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar yang diperdagangkan dalam pasar dunia. Komoditi tersebut dihasilkan oleh 60 negara dan memberikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN DENGAN ESTIMASI KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI

HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN DENGAN ESTIMASI KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN DENGAN ESTIMASI KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) DI KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI OLEH: RAHUTDIN

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN KOPI AKIBAT SERANGAN HAMA

ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN KOPI AKIBAT SERANGAN HAMA ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN KOPI AKIBAT SERANGAN HAMA Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) PADA PERTANAMAN KOPI DI KABUPATEN TAPANULI UTARA SKRIPSI OLEH : Darwin Silitonga 100301161 AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri

Lebih terperinci

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. OLEH: Syahnen, Yenni Asmar dan Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA UTAMA DAN PRODUKSI KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (Coffea sp.) DI KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

TINGKAT SERANGAN HAMA UTAMA DAN PRODUKSI KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (Coffea sp.) DI KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT TINGKAT SERANGAN HAMA UTAMA DAN PRODUKSI KOPI LIBERIKA TUNGKAL KOMPOSIT (Coffea sp.) DI KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Araz Meiln 1*, Nasamsir 1 dan Sugeng Riyanto 2 1 Program Studi Agroteknologi,

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH (Bactrocera spp.) (Diptera:Tephritidae) PADA TANAMAN TOMAT ( Solanum lycopersicum Mill.) DI DATARAN RENDAH SKRIPSI OLEH :

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA

PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA 1 PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA SKRIPSI OLEH: DHIKY AGUNG ENDIKA 060302029 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.)

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.) UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.) SKRIPSI OLEH : IIN SUWITA 070302020 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG

PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG Lasioderma serricorne F. (Coleoptera: Anobiidae) DI GUDANG TEMBAKAU SKRIPSI OLEH: SITI RAHAYU 080302032 Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi (Gambar 1) termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub kingdom. divisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi (Gambar 1) termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub kingdom. divisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi 2.1.1 Klasifikasi Tanaman kopi (Gambar 1) termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub kingdom Tracheobionta, Super divisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class Magnoliopsida/Dicotyledons,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH

EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH EKOLOGI PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei) PADA TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TESIS OLEH NORMAULI MANURUNG 087030017 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi yang banyak tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk Puerto Rico juga telah terdapat hama ini (Vega et al., 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk Puerto Rico juga telah terdapat hama ini (Vega et al., 2009). TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. Laporan tahunan kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama ini diperkirakan lebih dari $ 500 juta setiap tahun. Disebutkan bahwa hama bubuk buah kopi

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

HAMA GUDANG ANCAM EKSPOR KOPI INDONESIA

HAMA GUDANG ANCAM EKSPOR KOPI INDONESIA HAMA GUDANG ANCAM EKSPOR KOPI INDONESIA Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Gambar 1. Biji kopi sehat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA SKRIPSI M. ISNAR REZA 060302015 HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG TERHADAP PENGGEREK BATANG (Ostrinia furnacalis Guenee) DAN PENGGEREK TONGKOL (Helicoverpa armigera Hubner) DI LAPANGAN UJI TERBATAS SKRIPSI Oleh: NELSON SIMAMORA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N KAJIAN KEMAMPUAN MENYEBAR KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros L.) BERDASARKAN ARAH MATA ANGIN (UTARA-SELATAN) PADA AREAL PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elais guinensis Jacq.) SKRIPSI OLEH DEWI HANDAYANI S 060302025

Lebih terperinci

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH :

PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : HENDRA SAMUEL SIBARANI 100301172 AGROEKOTEKNOLOGI/ HPT PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH LAMANYA INOKULASI

PENGARUH LAMANYA INOKULASI PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : TETRA FEBRYANDI SAGALA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA TUNGAU PARASIT (Arachnida:Parasitiformes) TERHADAP PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera:Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : FAZARIA HANUM NASUTION

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) SKRIPSI OLEH: RIKA ESTRIA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 UJI EFEKTIFITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. SEBAGAI PENGENDALI PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : SELLY KHAIRUNNISA

Lebih terperinci

FLUKTUATIF SERANGAN Hypothenemus hampei WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA PADA TRIWULAN II 2013

FLUKTUATIF SERANGAN Hypothenemus hampei WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA PADA TRIWULAN II 2013 FLUKTUATIF SERANGAN Hypothenemus hampei WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA PADA TRIWULAN II 2013 Effendi Wibowo, SP dan Dina Ernawati, SP H. hampei merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat 7 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : Animalia; Filum: Arthropoda;

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia polysora Underw.) DI DATARAN RENDAH

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia polysora Underw.) DI DATARAN RENDAH UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia polysora Underw.) DI DATARAN RENDAH SKRIPSI Oleh : DENNY IRAWAN 070302043 HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS DAN PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS DAN PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS DAN PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia polysora Underw) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI DATARAN RENDAH SKRIPSI Oleh : SUKMA ADITYA HPT 070302012

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : RIA FEBRIKA 080302013 HPT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) PADA TUMPANGSARI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA SKRIPSI OLEH:

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) PADA TUMPANGSARI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA SKRIPSI OLEH: PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) PADA TUMPANGSARI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA SKRIPSI OLEH: FEBRIYANTI SARI DEWI 110301239 AGROEKOTEKNOLOGI / HPT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PERANGKAP WARNA TERHADAP POPULASI HAMA LALAT PENGGOROK DAUN (Liriomyza huidobrensis) PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata (L.

PENGGUNAAN PERANGKAP WARNA TERHADAP POPULASI HAMA LALAT PENGGOROK DAUN (Liriomyza huidobrensis) PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata (L. PENGGUNAAN PERANGKAP WARNA TERHADAP POPULASI HAMA LALAT PENGGOROK DAUN (Liriomyza huidobrensis) PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata (L.) SKRIPSI OLEH: NURRAHMAN PAMUJI 060302013 HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN PT. TOLAN TIGA KERASAAN ESTATE KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI IIN N. SIDABUTAR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N UJI EFEKTIFITAS MODEL PERANGKAP MENGGUNAKAN ATRAKTAN DALAM MENGENDALIKAN HAMA LALAT BUAH (Bactrocera dorsalis Hendel) PADA TANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) SKRIPSI Oleh: JANTER SIMARMATA 070302018/HPT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N UJI EFEKTIFITAS JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT REBAH SEMAI (Phytium spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabaccum L.) DI PEMBIBITAN. SKRIPSI OLEH:

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara PENGARUH KERAPATAN Trichoderma harzianum TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) SKRIPSI OLEH

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH JENIS PERANGKAP SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU PUTIH Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.) SKRIPSI OLEH: MAIMUNAH R. NASUTION

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

UJI PATOGENITAS JAMUR

UJI PATOGENITAS JAMUR UJI PATOGENITAS JAMUR Metarhizium anisopliae DAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP LARVA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros) (Coleoptera; Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : WIRDA

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT EFEKTIFITAS TUNGAU MESOSTIGMATA TERHADAP IMAGO PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI 070302030 / HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. dan Desa Nagasaribu), dan Kecamatan Paranginan (Desa Paranginan Selatan, Desa

BAB III BAHAN DAN METODE. dan Desa Nagasaribu), dan Kecamatan Paranginan (Desa Paranginan Selatan, Desa BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi sebagai sumber data pemetaan sebaran hama Hypothenemus hampei dilakukan pada pertanaman kopi di tiga Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka 2. 1. Tinjauan Agronomis Secara umum terdapat dua jenis biji kopi, yaitu Arabika dan Robusta. Sejarah

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK

SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK UJI EFEKTIFITAS Corynebacterium DAN DOSIS PUPUK K TERHADAP SERANGAN PENYAKIT KRESEK (Xanthomonas campestris pv oryzae) PADA PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK 050302018

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Gliocladium virens Miller UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN PENYAKIT Fusarium oxysporum f. sp. passiflora PADA PEMBIBITAN MARKISA DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: SULASTRY SIMANJUNTAK

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP ULAT TRITIP (Plutella xylostella L.) DAN ULAT KROP (Crocidolomia binotalis Zell.) PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI OLEH : HESTINA BR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT

BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) PADA MEDIA BATANG DAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH : AHMAD SEJAHTRA 070302031

Lebih terperinci

DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM OLEH:

DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM OLEH: DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM SKRIPSI OLEH: NENA CHRISTA DAELI 050302006 DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH VOLTRA SIJABAT 050302002 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK

Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK Oleh Embriani BBPPTP Surabaya Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti yang cukup penting. Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL Dwi Nugroho Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, 26 Maret 2018 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU DAN DAUN TOMAT SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK

PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU DAN DAUN TOMAT SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU DAN DAUN TOMAT SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK Spodoptera litura L. (Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN SAWI SKRIPSI OLEH DANI SUPRIADI 070302024

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS INSEKTISIDA BIOLOGI TERHADAP HAMA PENGGEREK. POLONG (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;Pyralidae) PADA

UJI EFEKTIFITAS INSEKTISIDA BIOLOGI TERHADAP HAMA PENGGEREK. POLONG (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;Pyralidae) PADA UJI EFEKTIFITAS INSEKTISIDA BIOLOGI TERHADAP HAMA PENGGEREK POLONG (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;Pyralidae) PADA TANAMAN KACANG PANJANG DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH : EKA SUNDARI SARAGIH 090301021

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 SURVEI INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DAN PERSENTASE SERANGAN RAYAP PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT BILAH PLANTINDO KABUPATEN LABUHAN BATU SKRIPSI OLEH KRISNO JONO ARIFIN

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: M. ZAHRIN SARAGIH HPT

SKRIPSI OLEH: M. ZAHRIN SARAGIH HPT PENGGUNAAN BERBAGAI DOSIS MEDIA JAMUR ANTAGONIS (Gliocladium spp) DALAM MENEKAN PENYAKIT BUSUK BATANG (Sclerotium rolfsii Sacc) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merill) DI LAPANGAN SKRIPSI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH PEMBERIAN FUNGISIDA BOTANI TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH: NOVA FRYANTI

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI BERBAGAI JENIS BAHAN AKTIF TERHADAP PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (JAP) (Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.)) DI AREAL TANPA OLAH TANAH (TOT) LYDIA MANURUNG 100301035 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI DAMPAK PENGGUNAAN INSEKTISIDA SISTEMIK TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / 120301041 AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur

Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur Oleh : Dina Ernawati, SP. dan Effendi Wibowo, SP. Gambar 1. Minuman kopi Sumber : www.manfaatkopi.com Siapa yang tidak kenal dengan kopi? Hampir

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci