PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT SAPI BETINA MUDA (JUVENILE)
|
|
- Ivan Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT SAPI BETINA MUDA (JUVENILE) (Embryo Production Through in Vitro Fertilization (IVF) from Collection of Juvenile Oocytes) ENDANG TRIWULANNINGSIH, A.LUBIS, P.SITUMORANG dan T SUGIARTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor ABSTRACT Breeding improvement in cattle has made much progress over several decades due to the use of large-scale field data derived from many herds based on progeny testing of males. At one time, breeding improvement programs of dairy cattle, were based almost exclusively on field progeny testing methods using AI (Artificial Insemination). An advance concept embryo production through in vivo and in vitro fertilization and combination of MOET (Multiple Ovulation and Embryo Transfer) with AI as a new breeding method for use in dairy cattle. Twelve bovines juvenile 4-5 month old were used in this study. All animals were treated with CIDR (Control Intravaginal Device Release) for 5 days before were superovulation with FSH (Follicle Stimulating Hormones) The regimes of FSH ranged from 2.4, 2.8, 3.2 and 3.6 mg as treatment A, B, C and D respectively. FSH was intramuscularly administrated in 6 injections over 3 days with 12 hours interval. Laparotomy were conducted on one day after superovulation treatment and oocytes were matured in TCM-199 medium enriched with FSH 10µl/ml, oestradiol 17 β 1µl/ml and 10% FCS for 24 hours. Total oocytes were collected and total follicle were counted 44, 6, 34 and 14 for treatment A,B, C, D and 74, 24, 71 and 38 for treatment A, B, C and D respectively.the oocytes were fertilized in vitro with motile sperm selection by Percoll gradient and incubation between sperm and oocytes for 20 hours. All zygotes were cultured in CR1aa medium up to 7 days. Percentage of morula for treatment A, C and D were 45.9%, 11.1% and 30.8% respectively. Results of this study concluded that the influence of 2.4 mg FSH and combination with CIDR implantation in 5 days (treatment A) was effective for increasing total follicles and oocytes recovered from juveniles than the other treatments (B,C,D). Key words: Juvenile, CIDR, oocytes, FSH, laparotomy, in vitro ABSTRAK Peningkatan mutu genetik sapi perah telah berkembang pesat saat ini melalui test progeny. Pada sapi perah penggunaan inseminasi buatan (IB) yang dikombinasikan dengan MOET (Multiple Ovulation and Embryo Transfer) dapat mempercepat populasi sapi yang berkualitas unggul. Pengembangan sapi perah melalui transfer in vivo maupun in vitro embrio kini menjadi salah satu alternatif yang diharapkan dapat mempercepat peningkatan produksi susu. Dua belas ekor sapi betina muda (juvenile) digunakan dalam penelitian ini. Semua sapi diimplantasi dengan CIDR (Control Intravaginal Device Release) selama 5 hari sebelum perlakuan superovulasi dengan menggunakan FSH. Dosis FSH 2,4; 2,8; 3,2 dan 3,6 mg sebagai perlakuan A, B, C dan D. Sehari setelah perlakuan superovulasi, dengan laparotomy oositnya dikoleksi untuk kemudian dimatangkan dalam media TCM-199 yang diperkaya dengan FSH 10 µl/ml, estradiol 1µl/ml serta FCS (fetal calf serum) 10% selama jam, kemudian difertilisasi dengan menggunakan semen beku dari BIB Singasari dan dikultur secara in vitro dengan menggunakan CR1aa media selama 7 hari. Total jumlah folikel yang dapat dihitung dan jumlah oosit yang dikoleksi adalah 74, 24, 71, 38 dan 44 (59,5%), 6 (12,5%), 34 (47,9%), dan 14 (36,8%) masing-masing untuk perlakuan A, B, C dan D. Persentase morula yang dihasilkan 45,9%, 11,1% dan 30,8% masing-masing untuk perlakuan A, C, dan D sedangkan pada perlakuan B tidak dihasilkan morula. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh induksi 2,4 mg FSH yang dikombinasikan dengan implantasi CIDR selama 5 hari cukup efektif meningkatkan total folikel dan total oosit yang dikoleksi dibandingkan perlakuan B, C dan D. Kata kunci: CIDR, oosit, FSH, laparotomy, in vitro PENDAHULUAN Peningkatan mutu genetik sapi perah telah berkembang pesat saat ini melalui test progeny. Pada sapi perah penggunaan inseminasi buatan (IB) yang dikombinasikan dengan MOET (Multiple Ovulation and Embryo Transfer) dapat mempercepat populasi sapi yang berkualitas unggul. Pengembangan sapi perah melalui transfer in vivo maupun in vitro embrio kini menjadi salah satu alternatif yang diharapkan dapat mempercepat peningkatan produksi susu. 94
2 Keberhasilan teknologi fertilisasi in vitro (FIV) ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan mempersiapkan sperma dan oosit dalam kondisi kultur in vitro yang baik untuk aktivitas metabolisme gamet jantan dan betina guna menghasilkan persentase blastosist yang tinggi dan keberhasilan mentransfer embrio hasil FIV. GORDON (1994) menyatakan bahwa faktor utama yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan menghasilkan blastosist antara lain: 1) Cara pengambilan oosit sehingga diperoleh oosit dengan kualitas tinggi 2) adanya sel granulosa disekitar oosit, 3) penggunaan estrous cow serum dan ada tidaknya gonadotropin hormon, 4) penggunaan non-static culture system, 5) penggunaan sperma yang baik kualitasnya setelah dikapasitasi dalam medium fertilisasi, 6) penggunan media kultur. Pemberian hormon gonadotropin dalam media pematangan dapat meningkatkan derajat fertilisasi (TOTEY et al., 1993). Pada penelitian terdahulu pemberian hormon gonadotropin dapat meningkatkan pembuahan tetapi persentase blastosist masih rendah (SITUMORANG et al., 1998). Perkembangan zigot menjadi blastosist sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa (KIM et al.,1993), oxygen (RIEGER, l992), beberapa enzym yang mengatur metabolisme glukosa (ROZELLl et al.,1992). Keberadaan tuba falopii sel monolayer pada media kultur (TRIWULANNINGSIH et al, 1995). MARGAWATI (1996) melaporkan bahwa lama maturasi mempengaruhi persentase blastosist, tetapi leukemia inhibitory factor (LIF) tidak berpengaruh secara nyata. Kemampuan menampung oosit dari anak sapi betina muda (juvenile) dan mematangkannya secara in vitro dapat memperpendek generasi interval, sehingga bangsa yang unggul dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif lebih cepat. Primordial folikel untuk cikal bakal oosit telah ada pada ovari sebelum sapi tersebut dilahirkan dan jumlah yang cukup tinggi terdapat pada sapi juvenile yang selanjutnya akan menurun dengan bertambahnya umur sapi karena atresia. Walaupun oosit telah terdapat pada ovari sapi juvenile, tetapi sapi tersebut belum mampu mengovulasikannya sampai masa pubertas dicapai. Mekanisme ovulasi dipengaruhi oleh hormon reproduksi. TERVIT (1996) melaporkan bahwa pemberian hormon gonadotropin pada anak sapi umur 3-4 bulan dapat meningkatkan jumlah folikel dan oosit yang tertampung, dimana setiap donor menghasilkan folikel dan oosit yang berhasil dikoleksi 22-32, dari jumlah tersebut 21-25% dapat berkembang jadi morula/blastosist dan sekitar 6% dapat berkembang menjadi embrio yang dapat ditransfer. Sedangkan LOHUIS (1995) memperlihatkan bahwa progeny testing pada sapi dewasa dengan MOET dan IVP (in vitro production) embrio dari anak sapi yang berumur 1-5 bulan dapat meningkatkan mutu genetik sapi perah lebih dari 22%. AMSTRONG et al. (1994) melaporkan bahwa pemberian FSH dengan sekali suntik dan dikombinasikan dengan ecg dapat meningkatkan koleksi oosit dengan interval 3 minggu dari anak sapi yang berumur 3 minggu hingga 9 minggu. REVEL et al. (1995) membandingkan oosit dari anak sapi dengan oosit dari rumah potong hewan (RPH), ternyata rataan persentase blastosist sekitar 10% vs 24%, tetapi AMSTRONG et al. (1997) mendapatkan hasil yang lebih baik dimana rataan blastosist dari anak sapi 27,5% dan dari sapi dewasa 26%. Embrio dari anak sapi yang dihasilkan telah ditransfer pada 23 resipien dan pada pemeriksaan kebuntingan hari ke 45 menunjukkan, ternyata 43% positif bunting dan telah lahir 7 ekor anak sapi (33% dari embrio yang ditransfer) dengan berat lahir 31+2 kg. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa faktor individu sangat berperan dalam koleksi oosit dari sapi muda. Namun demikian, terobosan penelitian ini sangat penting untuk memperpendek generasi interval. CHIAN et al. (1994) melaporkan bahwa hanya sekitar 40% oosit dari RPH dapat berkembang menjadi blastosist. Beberapa penelitian terdahulu telah menyimpulkan bahwa keberadaan sel kumulus sangat penting untuk proses induksi reaksi acrosom dari sperma dan untuk mempertahankan derajat fertilisasi yang tinggi dan selanjutnya perkembangan oosit hingga blastosist. Pada penelitian ini oosit telah ditampung dari anak sapi betina umur sekitar 5 bulan dengan memberikan kombinasi hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan CIDR (Control Intravaginal Device Release) yang berisi 0,3 progesterone dalam inert silicone elastomer. MATERI DAN METODE Dua belas ekor anak sapi betina muda (juvenile) umur 4-5 bulan dipergunakan dalam penelitian ini. Sapi dibagi dalam 4 perlakuan, masing-masing 3 ekor per perlakuan sebagai ulangan. CIDR (Control Intravaginal Device Release) yang berisi 0,3 progesterone dalam inert silicone elastomer (InterAg, 558, Hamilton, NZ.Australia) yang diimplantasikan selama 5 hari ke dalam vagina sapi juvenile. Pada sore hari ke-5 CIDR dicabut dan hari ke-6 pagi hari mulai diberi FSH selama 3 hari dengan metode menurun dengan 95
3 interval 12 jam. Perlakuan FSH sbb. A= 2,4 mg, B=2,8 mg, C=3,2 mg dan D= 3,6 mg FSH yang diproduksi oleh Research Institute of Animal Science Malianwa, Haidian-Beijing, China. Operasi laparotomy dilakukan sehari setelah perlakuan berakhir. Oosit diaspirasi langsung dari folikel dengan jarum suntik 18 G dalam 10 ml syringe dengan media TL Hepes (N-[2-Hydroxyethyl]piperazine- N -[2-ethanesulfonic acid) dan sesegera mungkin dipindah-kan kedalam tabung kerucut yang bervolume 15 ml dan disimpan dalam termos bersuhu 37 C dalam media TL Hepes yang diberi heparin 25 µl/50 ml media guna menghindari koagulasi, kemudian langsung dibawa ke laboratorium untuk dicuci dengan media TL Hepes tanpa heparin dan dikultur dalam media TCM-199 yang ditambahkan FSH 10µl dan estrogen 2.5 µl dan gentamycine 2.5µl per 10 ml media maturasi. Maturasi oosit selama 24 jam dalam 5% CO2 incubator yang bersuhu 39 C dan kelembaban nisbi (RH) 90%. Fertilisasi in vitro dilakukan setelah oosit dimatangkan selama 24 jam dengan menggunakan sperma beku dari BIB (Balai Inseminasi Buatan) Singosari yang telah dikapasitasi dengan metode Percoll Gradient (90% dan 45%) seperti yang telah dilakukan pada penelitian terdahulu (TRIWULANNINGSIH et al.,1999). Setiap 10 oosit diinkubasi bersama 2µl sperma yang diberi 2 µl phe (phenicilamine hypotaurine epinephrine) dan 2 µl heparin dalam 44 µl fertilisasi media dan disimpan didalam CO2 inkubator. Kultur zigot dilakukan setelah inkubasi oosit dan sperma selama 20 jam. Oosit dicuci dengan menggunakan TL Hepes, lalu divortex selama 3 menit dan dicuci kembali dengan TL Hepes dua kali kemudian dimasukkan dalam media kultur CR1aa (25 oosit yang difertilisasi per 100 µl media) selama 7 hari. Pada hari ke-6 diberi tambahan serum sebanyak 5 µl/50 µl media. Pengamatan dilakukan terhadap zigot yang telah dikultur selama 7 hari. Analisa statistik dilakukan dengan rancangan acak lengkap terhadap jumlah folikel dan oosit yang berhasil ditampung dan dikultur hingga blastosist. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian FSH dalam berbagai dosis (2,4 mg vs 2,8 mg vs 3,2 mg vs 3,6 mg) ternyata berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap jumlah folikel maupun oosit tertampung. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa pemberian 2.4 mg FSH yang dikombinasikan dengan implantasi CIDR yang berisi 0,3 g progesterone selama 5 hari memberikan hasil yang terbaik untuk memproduksi embrio secara in vitro, sesuai dengan penelitian terdahulu (LUBIS et al,. 2000). Tabel 1 memperlihatkan pengaruh dosis FSH dan implantasi CIDR pada anak sapi betina muda (juvenile) terhadap jumlah folikel dan oosit. Sedangkan Tabel 2 memperlihatkan jumlah oosit yang terkoleksi dan perkembangan embrio sampai hari ke 7. Tabel 1. Pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel dan oosit yang terkoleksi. Perlakuan No.Sapi Fol.Kiri Jumlah osit kiri Fol.Kanan Jumlah oosit kanan Total oosit A A A B B B C C C D Hitam D D Putih Tabel 2. Pengaruh pemberian FSH terhadap produksi embrio 96
4 Perlakuan FSH Jumlah oosit Jumlah zigot Jumlah Cleavage Jumlah morula Jumlah Unfertilized A (2,4 mg) (45,9%) 14 B (2,8 mg) C (3,2 mg) (11,1%) 17 D (3,6 mg) (30,8%) 6 Dari hasil tersebut diatas, ternyata respons terhadap perlakuan yang diberikan pada sapi juvenile sangat tergantung pada reaksi individu. Perlakuan A (2,4 mg FSH dan implantasi CIDR selama 5 hari) adalah merupakan perlakuan terbaik dalam penelitian ini. Sapi yang mendapat perlakuan B, tidak ada memberi respon terhadap perlakuan hormon, tetapi pada sapi yang mendapat perlakuan A dan C umumnya sangat respons terhadap perlakuan yang diberikan, sedangkan pada perlakuan D, terlihat bahwa sapi menjadi kurang responsive terhadap induksi FSH, mungkin disini terjadi proses feed back mechanism terhadap FSH. Untuk mengatasi hal ini maka pada penelitian yang akan datang, sebelum dilberi perlakuan, ternak sapi juvenile akan diperiksa terlebih dahulu keadaan ovariumnya dengan cara laparoscopy. Apabila ternyata sapi juvenile tersebut ovariumnya rudimenter, maka tidak diikutsertakan dalam penelitian lebih lanjut. AMSTRONG et al. (1992) melaporkan bahwa penggunaan oosit dari sapi juvenile yang disuntik hormon gonadotropin menyebabkan terjadinya ekspansi sel kumulus dan meiotic maturation dari oosit, yang mengindikasikan terjadinya pematangan oosit. Pada penelitian lebih lanjut AMSTRONG et al. (1994) melaporkan bahwa oosit yang diambil secara aspirasi folikel dari sapi juvenile yang mendapat perlakuan gonadotropin tidak perlu lagi melalui prosedur maturasi namun langsung difertilisasi secara in vitro, sedangkan oosist yang tidak mengalami ekspansi sel kumulus mendapatkan perlakuan maturasi secara in vitro terlebih dahulu sebelum memasuki tahap fertilisasi secara in vitro. Bila pada seekor ternak betina donor yang bagus sekali produksinya (valuable donor) dilakukan TVOR (transvaginal ocytes recovery) atau OPU (ova pick up) setiap minggu dan setiap kali dilakukan OPU diperoleh 5-10 oosit, maka dalam setahun seekor donor dapat menghasilkan 10x52x0,25x0,5x0,5= 32 ekor sapi dara, dengan catatan persentase blastosist 25%, keberhasilan kebuntingan 50% dan ratio jantan dan betina 50%. Pada penelitian yang akan datang rencana akan dilakukan program breeding yang dikombinasikan dengan TVOR-IVP yang antara lain akan memberikan keuntungan a) oosit dapat dikoleksi per minggu selama beberapa bulan, b) embrio dapat diproduksi dari ternak donor yang sedang bunting (0-3 bulan pertama), c) beberapa pejantan dapat diinseminasikan untuk oosit yang dikoleksi dari donor yang spesifik dan d) biaya hormon dapat dihindari karena donor tidak perlu distimulasi dengan gonadotropin hormon. Embrio dari sapi juvenile penting digunakan dalam program peningkatan produksi ternak terutama dalam rangka multiplikasi genotoip yang baru. AMSTRONG et al. (1997) telah melakukan aspirasi oosit dari anak sapi yang berumur 12 minggu yang distimulasi dengan FSH memperoleh 33+5 oosit per ekor. Pada umumnya sapi juvenile donor dapat mengurangi dosis hormon dibanding ternak dewasa dengan kualitas oosit yang sama untuk IVP. Embrio dari anak sapi yang dihasilkan telah ditransfer pada 23 resipien dan pada pemeriksaan kebuntingan hari ke 45, ternyata 43% positif bunting dan telah lahir 7 ekor anak sapi (33% dari embrio yang ditransfer) dengan berat lahir 31+2 kg. DAFTAR PUSTAKA AMSTRONG, D.T., P.HOLM, B. IRVINE, B.A.PETERSEN, R.B.STUBBING, D. MCLEAN and G.F.STEVENS, R.F.SEAMARK Pregnancy and livebirth from in vitro fertilization of calf oocytes collected by laparoscopic follicular aspiration. Theriogenology 38: AMSTRONG, D.T., B.J.IRVINE, C.R.EARL, D. MCLEAN and R.F.SEAMARK Gonadotropin stimulation regimes for follicular aspiration and in vitro embryo production from calf oocytes. Theriogenology 42: AMSTRONG, D.T., P.J.KOTARAS and C.R.EARL Advance in production of embryos in vitro from juvenile and prepubertal oocytes from the calf and lamb. Reprod. Fertil. Dev. 9:
5 CHIAN, R.C., K NIWA and M.A.SIRARD Effect of cumulus cells on male pronuclear formation and subsequent early development of bovine oocytes in vitro. Theriogenology 41: GORDON, I Laboratory Production of Cattle Embryos. Dept.of Animal Science and Production. Univ.of College Dublin. Irelend. CAB International. KIM, J.H., H.FUNAHASHI, K.NIWA and K.OKUDA Glucose requirement at different development stages of in vitro fertilized bovine embryo cultures in semi defined media. Theriogenology 39: LOHUIS, M.M Potential benefits of bovine embryo-manipulation technologies to genetic improvement programmes. Theriogenology 43: LUBIS, A., P. SITUMORANG, E.TRIWULANNINGSIH dan T.SUGIARTI Pengaruh stimulasi CIDR pada pertumbuhan folikel dan jumlah oosit hasil aspirasi secara laparotomy pada sapi juvenile. Unpublished. MARGAWATI, E.T Pengaruh lama maturasi dan leukemia inhibitory factor (LIF) terhadap perkembangan embrio sapi secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Vet. 1 (.3): RIEGER, D.1992.Relationship between energy metabolism and development of early mammalian embryos. Theriogenology 37: ROZELL, M.D., J.E.WILLIAMS and J.E.BUTTER Changes in concentration of adenosine triphosphate and adenosine diphosphate in individual preimplantation sheep embryos.j.biol.reprod. 47: REVELL, F., P. MERMILLOD, N. PEYNOT, J. P. BENARD and Y. HEYMAN Low developmental capacity of in vitro matured and fertilized oocytes from calves compared to that of cow. J. Reprod. Fertil 103: SITUMORANG, P., E. TRIWULANNINGSIH, A. LUBIS, N. HIDAYATI dan T. SUGIARTI Pengaruh penambahan hormon pada medium pematangan terhadap produksi embrio secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.3 (1): TOTEY, S.M., C.H.PAWSHE and G.P.SINGH In vitro maturation and fertilization of buffalo oocytes: Effects of media, hormone and sera. Theriogenology 39: TRIWULANNINGSIH, E., A. LUBIS dan P. SITUMORANG Pengaruh jenis serum dan tuba falopii cell monolayer untuk memproduksi embrio secara in vitro. Pros.Sem.Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi II. Puslitbang Bioteknologi LIPI. Hal TERVIT, H.R Laparoscopy/laparotomy oocyte recovery and juvenile breeding. Animal reproduction Science. 42: TRIWULANNINGSIH, E, P. SITUMORANG, A. LUBIS, N. HIDAYATI, T.SUGIARTI, W. CAROLINE, J. J. RUTLEDGE Optimalisasi teknologi maturasi, fertilisasi dan kultur media untuk meningkatkan persentase blastosist. Unpublished 98
PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO
PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak
Lebih terperinciFERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN
FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN
Lebih terperinciPENGARUH STIMULASI CIDR TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL BOVINE OOSIT FOLIKEL JUVENILE YANG DIPEROLEH MELALUI LAPARATOMY
PENGARUH STIMULASI CIDR TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL BOVINE OOSIT FOLIKEL JUVENILE YANG DIPEROLEH MELALUI LAPARATOMY (The Effect of CIDR Stimulation on Folicle Development of Bovine Juvenile Follicular
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi
Lebih terperinciKelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan
Media Peternakan, April 2008, hlm. 22-28 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 31 No. 1 Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan E.
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan
Lebih terperinciPRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH
PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN HORMON PADA MEDIUM PEMATANGAN TERHADAP PRODUKSI EMBRIO SECARA IN VITRO
PENGARUH PENAMBAHAN HORMON PADA MEDIUM PEMATANGAN TERHADAP PRODUKSI EMBRIO SECARA IN VITRO POLMER SITUMORANG, ENDANG TRIWULANINGSIH, ADRIANA LUBIS, NURHASANAH HIDAYATI, dan TATIT SUGIARTI Balai Penelitian
Lebih terperinciZ. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN HEMIKALSIUM DALAM MEDIUM FERTILISASI IN VITRO TERHADAP VIABILITAS DAN AGLUTINASI SPERMATOZOA SAPI [The Usage effect of Hemicalcium in a Medium of In Vitro Fertilization on Viability
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan
Lebih terperinciPRODUKSI EMBRIO IN VITRO DENGAN MODIFIKASI WAKTU DAN HORMON GONADOTROPIN SELAMA PEMATANGAN OOSIT
PROUKSI EMRIO IN VITRO ENGAN MOIFIKASI WAKTU AN HORMON GONAOTROPIN SELAMA PEMATANGAN OOSIT ENANG TRIWULANNINGSIH 1, M.R.TOELIHERE 2, J.J.RUTLEGE 3, T.L.YUSUF 2,.PURWANTARA 2 dan K.IWYANTO 4 1 alai Penelitian
Lebih terperinciMAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.
MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375
Lebih terperinciTINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK
TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK Beni,V, Marhaeniyanto, E 2) dan Supartini, N Mahasiswa PS Peternakan, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Lebih terperinciPEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL
PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL EFFICIENCY OF CUMULUS CELL ON CULTURE MEDIUM IN VITRO ONE CELL STAGE IN MICE EMBRYOS E. M. Luqman*, Widjiati*, B. P. Soenardirahardjo*,
Lebih terperinciInduksi Superovulasi dengan Kombinasi CIDR, Hormon FSH dan hcg pada Induk Sapi Potong
Media Peternakan, Desember 2006, hlm. 141-146 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 3 Induksi Superovulasi dengan Kombinasi CIDR, Hormon FSH dan hcg pada Induk Sapi Potong
Lebih terperinciPerbandingan Penggunaan Medium CR1aa dan KSOM sebagai Medium Kultur dalam Produksi Embrio Sapi In Vitro
ENDANG TRIWULANNINGSIH et al.: Perbandingan penggunaan medium CR1aa dan KSOM Perbandingan Penggunaan Medium CR1aa dan KSOM sebagai Medium Kultur dalam Produksi Embrio Sapi In Vitro ENDANG TRIWULANNINGSIH
Lebih terperinciPENGARUH MEDIA IVM DAN IVC PADA PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO
PENGARUH MEDIA IVM DAN IVC PADA PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO E.T. MARGAWATI, E. M. KAIIN, K. ERIANI, N.D. YANTHI, dan INDRIAWATI Puslitbang Bioteknologi-LIPI, Jalan. Raya Bogor Km 46. Cibinong
Lebih terperinciPenggunaan Glutathione dalam Medium Fertilisasi Guna Meningkatkan Persentase Blastosis Embrio Sapi
TRIWULANNINGSIH et al.: Penggunaan glutathione dalam medium fertilisasi guna meningkatkan persentase blastosis embrio sapi Penggunaan Glutathione dalam Medium Fertilisasi Guna Meningkatkan Persentase Blastosis
Lebih terperinciPenggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi
Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi ZAITUNI UDIN¹, JASWANDI¹, TINDA AFRIANI¹ dan LEONARDO E. 2 1 Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus
Lebih terperinciPENGGUNAAN PROGESTERON SINTETIK PADA SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) PENERIMA INSEMINASI BUATAN DAN DI EMBRIO SAPI MADURA
PENGGUNAAN PROGESTERON SINTETIK PADA SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) PENERIMA INSEMINASI BUATAN DAN DI EMBRIO SAPI MADURA THE APLICATION OF SYNTHETIC PROGESTERONE ON FRIES HOLLAND DAIRY CATTLE AFTER ARTIFICIAL
Lebih terperinciSUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE
SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE S.N Rahayu dan S. Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI DENGAN KUALITAS OOSIT DAN LAMA HARI TERBENTUKNYA BLASTOSIT FERTILISASI IN VITRO PADA SAPI FRIES HOLLAND
HUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI DENGAN KUALITAS OOSIT DAN LAMA HARI TERBENTUKNYA BLASTOSIT FERTILISASI IN VITRO PADA SAPI FRIES HOLLAND CECE SUMANTRI 1) dan ANNEKE ANGGRAENI 2) 1) Fakultas Peternakan
Lebih terperinciPENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO
PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO The Effects of Maturation Time and Duration of Incubation Fertilization on Fertilization
Lebih terperinciKorelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro
Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Teguh Suprihatin* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI UNTUK PENINGKATAN MUTU GENETIK TERNAK
PEMBERDAYAAN BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI UNTUK PENINGKATAN MUTU GENETIK TERNAK ADRIANA M. LUBIS Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia ABSTRAK Bioteknologi reproduksi dapat digunakan
Lebih terperinciPerlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2006, VOL. 6 NO. 2, 145 149 Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) Nurcholidah Solihati, Tita Damayanti Lestari,
Lebih terperinciAPLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT
APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT (Artificial Insemination Application Using Sexed Sperm in West Sumatera) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN dan BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian
Lebih terperinci(Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin in Dairy Cattle)
Hayati, September 1998, hlm. 73-78 ISSN 0854-8587 Uji Biopotensi Antibodi Monoklonal Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin pada Sapi Perah Vol. 5. No. 3 (Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant
Lebih terperinciPENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL
PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL THE EFFECT OF PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) ON MATURATION AND IN VITRO FERTILIZATION
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di
Lebih terperinciRESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN
RESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN (Response of Injections of Capriglandin Pgf2 on strus Synchronization of Female
Lebih terperinci(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK
ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 1: 15-19, Januari 2013 Penelitian Kualitas Morfologi Oosit Sapi Peranakan Ongole yang Dikoleksi secara In Vitro Menggunakan Variasi
Lebih terperinciEfektivitas Manipulasi Berbagai Ko-Kultur Sel pada Sistem Inkubasi CO 2 5% untuk Meningkatkan Produksi Embrio Sapi Secara In Vitro
Efektivitas Manipulasi Berbagai Ko-Kultur Sel pada Sistem Inkubasi CO 2 5% untuk Meningkatkan Produksi Embrio Sapi Secara In Vitro FERRY LISMANTO SYAIFUL, ZESFIN BP., R. SALADIN, JASWANDI dan HENDRI Fakultas
Lebih terperinciF I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.
F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Kebuntingan dan Kelahiran Kebuntingan Fertilisasi: Proses bersatunya/fusi antara sel kelamin betina (oosit)
Lebih terperinciJurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:
Pengaruh Corpus Luteum Dan Folikel Dominan Terhadap Kualitas Morfologi Oosit Sapi Bali-Timor (Influence Of Corpus Luteum And Dominan Follicle On Oocyte Morphology Of Bali-Timor Cattle) Hermilinda Parera
Lebih terperinciPengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH
Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH The Influence of Time and Temperature Media Storage on The Quality of The Oocyte
Lebih terperinciPENGARUH LAMA MATURASI DAN LEUKAEMIA INHIBITORY FACTOR TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO
PENGARUH LAMA MATURASI DAN LEUKAEMIA INHIBITORY FACTOR TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO E%mANG TRC MARGAWA-n Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI, Jl. Raya Bogor, Cibinong
Lebih terperinciPenggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro
JITV Vol. 11 No. 2 Th. 2006 Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro YULNAWATI 1, M. A. SETIADI 2 dan A. BOEDIONO 3 1 Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada sapi jantan, dimana terdiri dari beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Ovarium
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS GROWTH FACTOR DAN HORMON STEROID SEKS HASIL BIAKAN MONOLAYER SEL HEPAR DAN SEL KUMULUS SAPI
IDENTIFIKASI DAN UJI BIOAKTIVITAS GROWTH FACTOR DAN HORMON STEROID SEKS HASIL BIAKAN MONOLAYER SEL HEPAR DAN SEL KUMULUS SAPI MULYATI, SRI Promotor : Prof. Dr. Laba Mahaputra, drh., M.Sc. ESTROGEN; PROGESTERONE;
Lebih terperinciImplementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)
Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Program alternatif PT Program Alternatif PT: Inseminasi Buatan, TE, Kloning
Lebih terperinciPengaruh Serum Domba dan Serum Domba Estrus terhadap Tingkat Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba In Vitro
Pengaruh Serum Domba dan Serum Domba Estrus terhadap Tingkat Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba In Vitro J. WATTIMENA dan M. VEERMAN Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis
3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciABSTRACT
Berita Biologi, Volume 6, Nomor 3, Desember 2002 SELEKSI DAN KAPASITASI SPERMATOZOA DENGAN METODE PERCOLL GRADIENT VKYUK FERTILISASI OOSIT DAN PRODUKSIEMBRIO IN VITRO PADA SAPI [Selection and Capacitation
Lebih terperinciPENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR
PENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR (Oestrus Syncronization Using Sponge Progesterone in Sheep in District of Cianjur) UMI ADIATI, D.A. KUSUMANINGRUM
Lebih terperinciPRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH
PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciEFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR
EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciPERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT
PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT Amirudin Pohan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT ABSTRAK Induk Sapi Bali yang
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN
EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN (Efficacy of Estro-plan (PGF-2α synthetic) Injection on Oestrus Synchronization
Lebih terperinciM. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK
PENGARUH IMPLANTASI PROGESTERON INTRAVAGINAL TERHADAP TIMBULNYA ESTRUS PADA DOMBA GARUT BETINA (The Effect of Intravaginal Implantation of Progesteron on the Estrus in Garut Ewes) M. Rizal Jurusan Peternakan
Lebih terperinciPeningkatan Angka Kebuntingan melalui Pemberian Hormone Eksogen CIDR-B dan Injeksi hcg pada Sapi Bali di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari
Peningkatan Angka Kebuntingan melalui Pemberian Hormone Eksogen CIDR-B dan Injeksi hcg pada Sapi Bali di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari Depison 1 Intisari Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui
Lebih terperinciViabilitas Demi Embrio Sapi In Vitro Hasil Splitting Embrio Segar dan Beku
JITV Vol. 12 No. 2 Th. 2007 Viabilitas Demi Embrio Sapi In Vitro Hasil Splitting Embrio Segar dan Beku M. IMRON 1, A. BOEDIONO 2 dan I. SUPRIATNA 2 1 Balai Embrio Ternak Cipelang, PO Box 485 Bogor 16004
Lebih terperinciPENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA
PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA (Effect of Synchronization Type and PMSG Injection Time on Estrus Performance
Lebih terperinciPEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI
2004 Retno Prihatini Makalah Pribadi Posted: 20 December 2004 Pengantar ke Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Tanggal 1 Desember 2004 Pengajar: Prof.Dr.Ir.Rudy C.
Lebih terperinciLEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3
LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 MEMPELAJARI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MANUSIA MELALUI BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berkebang sangat pesat. Produk-produk bioteknologi telah dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN DOMBA LOKAL PALU. The Effect of Mating Method on Successful Pregnancy of Palu Local Sheep
J. Agroland 15 (3) : 236-240, September 2008 ISSN : 0854 641X PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN DOMBA LOKAL PALU The Effect of Mating Method on Successful Pregnancy of Palu Local
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas secara umum didefinisikan sebagai hubungan seksual tanpa proteksi selama 1 tahun yang tidak menghasilkan konsepsi. Dalam satu tahun, konsepsi terjadi pada
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,
Lebih terperinciPembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK
9. PROGRAM BREEDING TERNAK RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS 10. PROGRAM BREEDING TERNAK NON- RUMINANSIA DI DAERAH TROPIS DAN SUB TROPIS Perbandingan penerapan program breeding ternak ruminansia
Lebih terperinciAnimal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :
Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU DALAM PEMANFAATAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA PETERNAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel
Lebih terperinciAPLIKASI DAN INOVASI TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO (TE) UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG
APLIKASI DAN INOVASI TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO (TE) UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG (Application and Innovation of Embryo Transfer (ET) for Developing Beef Cattle Production) POLMER SITUMORANG dan ENDANG
Lebih terperinciJurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR
PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study
Lebih terperinciCARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).
CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi
Lebih terperinciJurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian:
Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675 Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian: 183-189 Agregasi Embrio Tahap Pembelahan 8 Sel pada Medium Kultur KSOMaa untuk Menghasilkan Embrio Hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis
TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada hewan jantan, karena terdiri atas beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing- masing. Ovarium
Lebih terperinciEmbrio ternak - Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Embrio ternak - Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciProsedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak Sapi 1
A. Latar Belakang Makalah Mandiri BAB I PENDAHULUAN Untuk mengatasi kurangnya konsumsi protein hewani dan rendahnya penghasilan masyarakat Indonesia, usaha yang telah dilakukan adalah meningkatkan produksi
Lebih terperinciJURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2
Perbandingan Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Pasca Maturasi In Vitro dengan Penambahan Serum Buatan 10 % dan Fetal Bovine Serum 10 % (Comparison Nuclear Maturation of Bovine Oocyte after In Vitro Maturation
Lebih terperinciPENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR
PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak
Lebih terperinciMUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer
MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary
Lebih terperinciBuletin Peternakan Vol.34(1): 8-15, Februari 2010 ISSN
Buletin Peternakan Vol.34(1): 8-15, Februari 2010 ISSN 0126-4400 PENGARUH PENAMBAHAN CHORIONIC GONADOTROPHIN PADA MEDIUM MATURASI TERHADAP KEMAMPUAN MATURASI, FERTILISASI, DAN PERKEMBANGAN EMBRIO SECARA
Lebih terperinciPengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio In vitro
Jurnal Peternakan Indonesia, Juni 2011 Vol. 13 (2) ISSN 1907-1760 Pengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio
Lebih terperinciDNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah
TINJAUAN PUSTAKA Spermatozoa Spermatozoa adalah sel kelarnin jantan yang dibentuk pada tubuli semineferi testes melalui proses yang disebut spermatogenesis (Toelihere, 1993a dan Salisbury dan VanDemark,
Lebih terperinciPENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL
PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL The Effect of the Follicle Size and Follicle Number Per Ovary on Oocyte Quality of Local Goat Arman Sayuti 1, Tongku Nizwan
Lebih terperinciPEMBERIAN WHOLE SERUM KUDA LOKAL BUNTING YANG DISENTRIFUGASI DENGAN CHARCOAL TERHADAP BIRAHI DAN KEBUNTINGAN PADA SAPI POTONG
Pemberian Whole Serum Kuda Lokal Bunting yang Disentrifugasi dengan Charcoal Terhadap Birahi dan Kebuntingan pada Sapi Potong (Herry Agoes Hermadi, Rimayanti) PEMBERIAN WHOLE SERUM KUDA LOKAL BUNTING YANG
Lebih terperinciUpaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan Tongku N. Siregar 1 Intisari Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara
Lebih terperinciKualitas Embrio pada Sapi Simmental dan Limousin dengan Kadar Protein Pakan Berbeda
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 04 No. 2 Juni 2016 Hlm: 319-324 Kualitas Embrio pada Sapi Simmental dan Limousin dengan Kadar Protein Pakan Berbeda The Embryo Quality
Lebih terperinciPERBEDAAN VOLUME SEMEN, KONSENTRASI, DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SAPI FH DI BIB LEMBANG DENGAN INTERVAL PENAMPUNGAN 72 JAM DAN 96 JAM
PERBEDAAN VOLUME SEMEN, KONSENTRASI, DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SAPI FH DI BIB LEMBANG DENGAN INTERVAL PENAMPUNGAN 72 JAM DAN 96 JAM (DIFFERENCE OF SEMEN VOLUME, CONCENTRATION, AND THE SPERM CELLS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi
Lebih terperinciPERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI
PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat
Lebih terperinciKUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C
KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciBAB III TRANSFER EMBRIO (TE)
BAB III TRANSFER EMBRIO (TE) 3.1 Pendahuluan Selama beberapa puluh tahun program IB telah menjadikan Genetic Progress menyebar relative cepat dengan penggunaan frozen semen (semen beku). Pada program IB
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi
Lebih terperinciPEMATANGAN OOSIT DOMBA SECARA IN VITRO DALAM BERBAGAI JENIS SERUM IN VITRO MATURATION OF OVINE OOCYTE IN VARIOUS SERUM
Agrinimal, Vol. 1, No. 1, April 2011. Hal: 22-27 PEMATANGAN OOSIT DOMBA SECARA IN VITRO DALAM BERBAGAI JENIS SERUM Jeffrie Wattimena Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Jln. Ir.
Lebih terperinciDAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C
DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)
Lebih terperinciLampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua
Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua 1 48 32 2 40 29 3 40 20 4 26 36 5 36 35 6 35 26 7 32 22 Jumlah 257 200 Rataan 36,71 ± 6,95 28,57 ± 6,21 Lampiran 2. Uji Khi-Kuadrat Jumlah
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SEKSI PRODUKSI DAN APLIKASI (PA)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SEKSI PRODUKSI DAN APLIKASI (PA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN BalaiEmbrioTernakCipelang BET STANDAR
Lebih terperinciSUPLEMENTASI HORMON GONADOTROPIN PADA MEDIUM MATURASI IN VITRO UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN EMBRIO STADIUM 4 SEL KAMBING BLIGON
SUPLEMENTASI HORMON GONADOTROPIN PADA MEDIUM MATURASI IN VITRO UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN EMBRIO STADIUM 4 SEL KAMBING BLIGON SUPPLEMENTATION OF GONADOTROPIN HORMONE INTO IN VITRO MATURATION MEDIUM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ovum di dalam ovarium (Guyton dan Hall, 2006). Ovum merupakan oosit
Lebih terperinciAnatomi/organ reproduksi wanita
Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon
Lebih terperinci