KONSEP PERLINDUNGAN TANAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP PERLINDUNGAN TANAMAN"

Transkripsi

1 KONSEP PERLINDUNGAN TANAMAN

2 ARTI MELINDUNGI TANAMAN 1. PB 1: perlindungan tanaman merupakan upaya untuk menjaga tanaman dari gangguan yang ditimbulkan hanya oleh organisme pengganggu 2. Heagle (1973): Plant often suffer from more than one pathogenic agent or a combination of pathogenic and nonpathogenic or abiotic agents. In addition, plant suffer simultaneously from insects, diseases, rats, weeds, and the environment. So, the crop protection man must be broadly trained. 3. Perlindungan tanaman sebagai upaya untuk menjaga tanaman dari gangguan oleh organisme pengganggu maupun oleh keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, termasuk pencemaran dan bencana alam

3 APAKAH MELINDUNGI TANAMAN = MELINDUNGI TUMBUHAN TUMBUHAN TANAMAN

4 PENGERTIAN YURIDIS FORMAL 1. Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. 2. Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan (OPT); 3. Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. 4. Definisi mengenai perlindungan tanaman dan organisme pengganggu tumbuhan harus diartikan sebagai kesatuan, tidak secara terpisah supaya tidak menimbulkan pengertian yang membingungkan

5 PENGERTIAN OPT 1. Pasal 20 Ayat 1 UU No. 12 Tahun 1992: Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu 2. Penjelasan Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992: Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. 3. Dari penjelasan Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992 ini dapat disiratkan bahwa hama adalah populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan. 4. Mengingat definisi OPT dan perlindungan tanaman dalam UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1995 bersifat mengikat maka perlindungan tanaman dalam matakuliah DPT adalah perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam kedua peraturan perundangundangan tersebut

6 RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN TANAMAN 1. Ruang lingkup perlindungan tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. 2. Pencuri termasuk OPT bila merugikan budidaya tanaman dengan cara merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. 3. Kekurangan unsur hara, pengaruh faktor lingkungan yang kurang menguntungkan, bencana alam, dan berbagai gangguan lainnya yang bukan disebabkan oleh mahluk hidup tidak termasuk dalam lingkup perlindungan tanaman

7 KAJIAN PERLINTAN DENGAN BIDANG LAIN 1. Perlindungan tanaman berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan budidaya tanaman lainnya dan dengan kegiatan pasca-panen, pengangkutan, penyimpanan, dan bahkan sampai hasil sampai ke konsumen 2. Perlindungan tanaman juga mempunyai kaitan engan sektorsektor pembangunan lainnyakarena alasan: (1) Sama-sama menghadapi gangguan oleh organisme pengganggu tumbuhan yang sama atau (2) Sama-sama menghadapi gangguan yang berisiko sebagaimana halnya risiko yang ditimbulkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. 3. Risiko merupakan fungsi kemungkinan terjadinya pengaruh yang berbahaya yang merugikan dan besarnya potensi kerugian yang terjadi

8 KAJIAN PERLINTAN DENGAN BIDANG LAIN (2) Aspek Keterkaitan Kaitan karena OPT Kaitan karena Risiko Konvensi atau Lembaga Internasional Keamanan Pangan dan Kesehatan Tidak, OPT tertentu menghasilkan racun yang membahayakan kesehatan manusia Kesehatan Ternak Tidak, OPT tertentu menghasilkan racun yang membahayakan kesehatan ternak Ya Perlindungan Tanaman Ya Ya Ya Ya CAC (Codex Alimentarius Commission di bawah WHO dan FAO) OIE (World Organisation for Animal Health) IPPC (International Plant Protection Convention dengan CPM (Commission on Phytosanitary Measures) Kehutanan & Lingkungan Hidup Ya, OPT asal tanaman tertentu sebagai pengganggu tumbuhan liar CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) dan CBD (Convention on Biological Diversity)

9 KAJIAN PERLINTAN DENGAN BIDANG LAIN (3) 1. Ilmu dipilah menjadi ilmu-ilmu alam (natural sciences), ilmuilmu sosial (social sciences), dan humaniora (humanities) 2. Perlindungan tanaman sebenarnya merupakan kajian lintas bidang ilmu yang mencakup ketiga bidang ilmu di atas 3. Meskpun demikian, selama ini perlindungan tanaman dipelajari lebih sebagai bidang ilmu-ilmu alam dan para dosen perlindungan tanaman pada umumnya mempunyai latar belakang pendidikan ilmu-ilmu alam 4. Prof Fred L. Benu mengkritik dengan mengatakan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perlintan hanya sibuk dengan paha dan antena belalang, Prof Andrew P. Vayda dengan mengatakan seeing nature s complexity but not people s

10 KAJIAN PERLINTAN DENGAN BIDANG LAIN (3) Organisme Pengganggu Tumbuhan Lingkungan Manusia Tanaman 1. Perlindungan tanaman mempelajari hubungan antara OPT, tanaman, dan lingkungan 2. Untuk mempelajari hubungan tersebut dengan baik diperlukan pemahaman dalam bidang ilmu yang mempelajari OPT, tanaman, lingkungan, dan manusia 3. Bidang ilmu lain yang mempunyai kaitan erat dengan perlindungan tanaman: entomologi, mikologi, bakteriologi, virologi, klimatologi, fisiologi tumbuhan, ekologi, ilmu lingkungan, ekonomi pertanian, antropologi, dll

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 Kementerian Pertanian. Babi. Produknya. Pemasukan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 Kementerian Pertanian. Babi. Produknya. Pemasukan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 Kementerian Pertanian. Babi. Produknya. Pemasukan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/Permentan/OT.140/2.2010/ TENTANG PEMASUKAN HEWAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan. No.209,2010 BERITA NEGARA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR : 05/M-DAG/PER/2/2010 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 16/M-DAG/PER/5/2009

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN No. 1185, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun 2016-2026. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom BERITA NEGARA No.289 2016 KEMEN-LHK. Konsevasi. Amorphophallus. Rencana Aksi. Tahun 2015-2025. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.72/MENLHK-SETJEN/2015 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA

Lebih terperinci

TEKNIK PENGENDALIAN HAMA MELALUI PERATURAN KARANTINA KARANTINA?

TEKNIK PENGENDALIAN HAMA MELALUI PERATURAN KARANTINA KARANTINA? TEKNIK PENGENDALIAN HAMA MELALUI PERATURAN KARANTINA KARANTINA? SEJARAH KARANTINA INDONESIA (http://karantina.deptan.go.id/main.php?link=or1) Karantina Pertanian tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh: Rony Megawanto Kebijakan nasional kelautan dan perikanan Indonesia diawali dengan perjuangan kewilayahan pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL 8 SANITARY AND PHYTOSANITARY MEASURES TO IMPLEMENT THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON THE FACILITATION OF GOODS IN TRANSIT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.56/Menlhk/Kum.1/2016 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI MACAN TUTUL JAWA (PANTHERA PARDUS MELAS) TAHUN 2016 2026 DENGAN

Lebih terperinci

Standardisasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? Purwiyatno Hariyadi

Standardisasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? Purwiyatno Hariyadi disasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? SEAFAST Center, LPPM - Institut Pertanian Bogor www.seafast.ipb.ac.id Disampaikan pada Rapat CODEX di Badan Satandarisasi Nasional, Republik

Lebih terperinci

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan kepada konsumen.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGAKUAN AREA BEBAS OPTK TERTENTU DI NEGARA ASAL BADAN KARANTINA PERTANIAN, 2012 BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENGAKUAN AREA BEBAS OPTK TERTENTU DI NEGARA ASAL BADAN KARANTINA PERTANIAN, 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Era perdagangan bebas, terutama perdagangan komoditas pertanian yang merupakan media pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK), akan meningkatkan risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian agro ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Agro ekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu

Lebih terperinci

Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari

Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari Program Pengembangan Kapasitas dalam Sanitari dan Fitosanitari Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari Mengapa Anda Perlu Ketahui Pemerintah Australia Departemen

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA Oleh Deby Dwika Andriana

Lebih terperinci

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PENGATURAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI DI INDONESIA DAN DI AUSTRALIA DIKAITKAN DENGAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

Lebih terperinci

PERDAGANGAN HEWAN TERANCAM PUNAH MENURUT CONVENTION TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF FLORA FAUNA SKRIPSI

PERDAGANGAN HEWAN TERANCAM PUNAH MENURUT CONVENTION TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF FLORA FAUNA SKRIPSI PERDAGANGAN HEWAN TERANCAM PUNAH MENURUT CONVENTION TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF FLORA FAUNA SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dalam Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PERSYARATAN DAN TATACARA TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERHADAP PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA ORGANISME

Lebih terperinci

Hak Atas Lingkungan (HAL) Sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Dewi Triwahyuni

Hak Atas Lingkungan (HAL) Sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Dewi Triwahyuni Hak Atas Lingkungan (HAL) Sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) Dewi Triwahyuni PENTINGNYA HAL Hak Atas Lingkungan HAM sudah tidak lagi menomersatukan salah satu kategori hak: apakah pemenuhan hak-hak dalam

Lebih terperinci

InfoPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN POM RI Volume 10, No.5 September 2009 ISSN 1829-9334 INFORMASI NILAI GIZI PRODUK PANGAN Manfaat & cara pencantuman DAFTAR ISI Informasi

Lebih terperinci

Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional

Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional UNECE INTERNATIONAL WORKSHOP ON SEED POTATOES Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional PIER GIACOMO BIANCHI ITALY Chairman of the UNECE Specialized Section on Standardization of

Lebih terperinci

Learning Outcomes Program Studi Proteksi Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB

Learning Outcomes Program Studi Proteksi Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB Learning Outcomes Program Studi Proteksi Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB Kompetensi PS Proteksi Tanaman S1: Setelah menyelesaikan program studi Proteksi Tanaman, lulusan memiliki kecakapan

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu Tanaman/Tumbuhan (OPT) ini

Lebih terperinci

SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION

SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION PUSAT KARANTINA TUMBUHAN BADAN KARANTINA PERTANIAN TAHUN 2010 Pedoman In Line Inspection 0 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PERMENTAN/OT.140/7/2009 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN PESTISIDA BERBAHAN AKTIF METIL BROMIDA UNTUK TINDAKAN PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013 Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Pelatihan untuk Para Pelatih Pengantar Sumber Daya Pelatihan untuk Para Pelatih - Sumber Daya Pelatihan

Lebih terperinci

KURIKULUM TAHUN 2012 PRODI AGROTEKNOLOGI

KURIKULUM TAHUN 2012 PRODI AGROTEKNOLOGI KURIKULUM TAHUN 2012 PRODI AGROTEKNOLOGI SEMESTER 1 1 AT101 Pendidikan Pancasila 2 0 2 AT102 Pendidikan Kewarganegaraan 2 0 3 AT103 Pengantar Ilmu Pertanian 2 0 4 AT104 B o t a n i 2 1 5 AT105 Agroklimatologi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pestisida. Metil. Bromida. Karantina. Tumbuhan. Penggunaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pestisida. Metil. Bromida. Karantina. Tumbuhan. Penggunaan. No.226, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pestisida. Metil. Bromida. Karantina. Tumbuhan. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2009 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Repubblik Rakyat Cina. Unggas. Penghentian Pemasukan. RI. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/Permentan/OT.140/5/2014

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.22/MEN/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Ekspor. Barang Dilarang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/7/2012 TENTANG BARANG DILARANG EKSPOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN UNTUK PEMASUKAN HASIL TUMBUHAN HIDUP BERUPA SAYURAN UMBI LAPIS SEGAR KE DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya permintaan akan suatu barang dan jasa oleh suatu negara terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya perdagangan di kancah

Lebih terperinci

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN KARANTINA PERTANIAN Suatu lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mencegahmasukdan tersebarnyahama & penyakit pertanian (tumbuhan, hewan, ikan) dari

Lebih terperinci

2016, No Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanama

2016, No Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanama No.468, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Sanitary and Phytosanitary. Perjanjian. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PERMENTAN/KR.100/3/2016 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan bagi

Lebih terperinci

Transnational Organized Crime (TOC)

Transnational Organized Crime (TOC) Hukum di Indonesia untuk Melindungi Satwa Liar Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan IPB Transnational Organized Crime (TOC) Terorisme Penyelundupan senjata Narkoba Kejahatan dunia maya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN MODUL PELATIHAN SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN PENGOLAHAN REBUNG BAMBU Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Studi Ketahanan Pangan, LPPM, Unud 1 DISCLAIMER. This presentation is made possible

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 37 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 165 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA DEPARTEMEN, SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) UNIVERSITAS NUSA CENDANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Program Studi Kompetensi Lulusan Bahan Kajian : Kedokteran Hewan : Mampu merancang konsep kesehatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kebijakan baru yang di tetapkan oleh negara-negara tujuan. perdagangan internasional pada era saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kebijakan baru yang di tetapkan oleh negara-negara tujuan. perdagangan internasional pada era saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini transaksi perdagangan menjadi suatu yang global dimana lalu lintas barang atau komoditas barang secara luas tanpa batasan wilayah. Semua negara harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO MANFAAT MATA KULIAH

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO MANFAAT MATA KULIAH KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Kode Mata Kuliah : JIO210 Pengajar : Tin Teaching Semester : IV Bobot MK : 2 sks Tahun : 2011/2012 Hari Pertemuan/Menit :

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.148, 2017 KEMTAN. Karantina Tumbuhan. Pengeluaran Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PERMENTAN/KR.020/1/2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS MONYET EKOR PANJANG DAN KEARIFAN LOKAL DI WENDIT WATER PARK MALANG

STUDI ANALISIS MONYET EKOR PANJANG DAN KEARIFAN LOKAL DI WENDIT WATER PARK MALANG STUDI ANALISIS MONYET EKOR PANJANG DAN KEARIFAN LOKAL DI WENDIT WATER PARK MALANG * ) Oleh: Achmad Fauzi (PSLP/ 0921101017) A. PENDAHULUAN Wendit Water Park terletak di desa Mangliawan kecamatan Pakisaji.

Lebih terperinci

X. STRATEGI MENGHASILKAN PANGAN ASAL TERNAK YANG AMAN

X. STRATEGI MENGHASILKAN PANGAN ASAL TERNAK YANG AMAN X. STRATEGI MENGHASILKAN PANGAN ASAL TERNAK YANG AMAN A. Penguatan Aspek Kelembagaan Keamanan Pangan Asal Ternak Kelembagaan yang paling berkepentingan dalam mewujudkan keamanan pangan asal ternak di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertanian merupakan salah satu masalah lingkungan yang telah ada sejak berdirinya konsep Revolusi Hijau. Bahan kimia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 148 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010 MANAJEMEN RISIKO MEMINDAHKAN KERUGIAN (LOSS TRANSFER) OUTLINE 2 Pengertian dan Alasan Memindah Kerugian Dasar Hukum dan Cara Memindahkan Kerugian Kontrak Bukan Asuransi Kontrak Asuransi 3 Pengertian dan

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 12/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 12/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 12/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PERSYARATAN DAN TATACARA TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERHADAP PEMASUKAN KEMASAN KAYU KE DALAM

Lebih terperinci

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA EKOSISTEM Ekosistem adalah suatu sistem yang terbentuk oleh interaksi dinamik antara komponen-komponen abiotik dan biotik Abiotik Biotik Ekosistem

Lebih terperinci

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (PA 1082)

Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (PA 1082) Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (PA 1082) Pertemuan Ke-1 Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Jurusan Agroteknologi - UPN[V]Yk 1 Deskripsi Kuliah ini menjelaskan macam OPT dan arti pentingnya di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dibanding dengan jenis sayuran lainnya. Cabai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu ttd. Organisme Pengganggu 1 Agroekologi (Ekologi Pertanian) adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2006 Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuh-tumbuhan. (Suharto, S.H., M.A.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2006 Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuh-tumbuhan. (Suharto, S.H., M.A. KATA PENGANTAR Dengan diiringi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuh-Tumbuhan UU No. 16 Tahun 1992 yang merupakan penugasan dari

Lebih terperinci

2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu

2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENGESAHAN. KONVENSI. Rotterdam. Bahan Kimia. Pestisida. Berbahaya. Perdagangan. Prosedur Persetujuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 72)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan sumber daya alam hayati itu baru sebagian yang sudah dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman buah

PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman buah PENDAHULUAN Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya buah (queen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Buah salak merupakan buah yang memiliki peluang pasar yang sangat tinggi.selain mangga, rambutan dan manggis, buah salak adalah salah satu komoditas buah-buahan asli Indonesia

Lebih terperinci

Kota, Negara Tanggal, 2013

Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis ekosistem yang dikemukakan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah, dapat

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.178, 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN. Pelarangan. Komoditas Pertanian. Korea Selatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.178, 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN. Pelarangan. Komoditas Pertanian. Korea Selatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.178, 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN. Pelarangan. Komoditas Pertanian. Korea Selatan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/Permentan/OT.140/3/2010 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi Pertanian ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi Pertanian ~ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekologi sangat erat kaitannya dengan lingkungan, makhluk hidup, dan hubungan di antara keduanya. Kelahiran, kematian yang silih berganti di suatu kehidupan menandakan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

Peran Karantina Tumbuhan

Peran Karantina Tumbuhan Peran Karantina Tumbuhan Dr. Akhmad Rizali Pengendalian OPT Taktik adalah metode khusus yang digunakan untuk pengendalian OPT. Dalam hal ini termasuk Peraturan, Praktek bercocok tanam, varietas tahan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

Mayang Adelia Puspita, SP. MP

Mayang Adelia Puspita, SP. MP Mayang Adelia Puspita, SP. MP 2013 Giel Ton and Felicity Proctor (eds). Empowering Smallholder Farmers in Markets: experiences with farmer-led research for advocacy. Wageningen: CTA- AGRINATURA-LEI. pp140.

Lebih terperinci

Negara berkembang [Indonesia] 60-70% agriculture. Tanaman dan ternak produksi dari satu area pertanian

Negara berkembang [Indonesia] 60-70% agriculture. Tanaman dan ternak produksi dari satu area pertanian TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN Negara berkembang [Indonesia] 60-70% agriculture [pertanian] Tanaman dan ternak produksi dari satu area pertanian dengan luasan area kecil [1 3Ha] kaitannya dengan sistem produksi

Lebih terperinci

Fumigasi sebagai sarana perlakuan anti hama / organisme pengganggu

Fumigasi sebagai sarana perlakuan anti hama / organisme pengganggu FUMIGASI YANG BERKUALITAS SERTA DUKUNGANNYA TERHADAP AKSELERASI EKSPOR INDONESIA Globalisasi perdagangan telah digulirkan, bahkan beberapa negara telah secara konsisten meng-implementasikan kesepakatan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, padi adalah komoditas strategis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Hingga saat ini padi atau beras

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hama Terpadu Flint dan Robert (1981) mendefenisikan PHT adalah strategi pengendalian hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci