BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI"

Transkripsi

1 BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI A. Tinjauan Umum Tentang Demonstrasi Menurut UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum 1. Asas dan Tujuan Demonstrasi Asas Demonstrasi Didalam menyampaikan pendapat dimuka umum atau berdemonstrasi, tidak boleh asal-asalan. Terdapat beberapa prosedur yang harus di jalani sebelum melakukan unjuk rasa. Didalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa ada asas asas yang harus diperhatikan. Asas asas tersebut harus diperhatikan sebelum melakukan unjuk rasa tersebut. Didalam undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, asas didalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa diatur pada pasal 3 yang berisi: Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada : a. Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban b. Asas musyawarah dan mufakat c. Asas kepastian hukum dan keadilan d. Asas proporsionalitas e. Asas manfaat.

2 Ad. a. Asas Keseimbangan Antara Hak dan Kewajiban Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban berarti bahwa, didalam melaksanakan demonstrasi ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Tidak boleh hanya menuntut hak tetapi tidak melakukan kewajiban. Ini namanya tidak seimbang. Mengenai hak dan kewajiban itu sendiri ada diatur di dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7 dan pasal 8 undang-undang nomor 9 tahun isinya adalah: Pasal 5. Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk : a. Mengeluarkan pikiran secara bebas b. Memperoleh perlindungan hukum. Pasal 6 Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain b. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum c. Mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum e. Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

3 Pasal 7 Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Melindungi hak asasi manusia b. Menghargai asas legalitas; c. Menghargai prinsip praduga tidak bersalah; d. Menyelenggarakan pengamanan. Pasal 8 Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.. Didalam penjelasan undang-undang ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan mengeluarkan pikiran secara bebas" adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini. Dan yang dimaksud dengan "memperoleh perlindungan hukum" termasuk di dalamnya jaminan keamanan. Pada pasal 6, Yang dimaksud dengan "menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain" adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai. Yang dimaksud dengan "menghormati

4 aturan-aturan moral yang diakui umum" adalah mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan "menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan. Yang dimaksud dengan "menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan dalam masyarakat. Pada pasal 7, Yang dimaksud dengan "aparatur pemerintah" adalah aparatur pemerintah yang menyelenggarakan pengamanan. Yang dimaksud dengan "menyelenggarakan pengamanan" adalah segala daya upaya untuk menciptakan kondisi aman, tertib, dan damai, termasuk mencegah timbulnya gangguan atau tekanan, baik fisik maupun psikis yang berasal dari mana pun juga. Pada pasal 8, Yang dimaksud dengan "berperan serta secara bertanggung jawab" adalah hak masyarakat untuk memberi dan memperoleh informasi atau konfirmasi kepada atau dari aparatur pemerintah agar terjamin keamanan dan ketertiban lingkungannya, tanpa menghalangi terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum. 1.1.b. Asas Musyawarah dan Mufakat Asas yang kedua adalah asas musyawarah dan mufakat. Sejak zaman dahulu sebelum ada Negara Republik Indonesia, di dalam menyelesaikan suatu masalah

5 dilakukan musyawarah dan mufakat. Dengan cara musyawarah dan mufakat, suatu permasalahan akan dapat diselesaikan dengan resiko paling kecil bagi kedua pihak yang melakukan musyawarah. 1.1.c. Asas Kepastian Hukum dan Keadilan Kepastian hukum dan keadilan. Inilah yang sebenarnya di cari oleh para demonstran didalam melakukan aksinya. Tetapi hal ini juga merupakan asas yang berlaku didalam undang-undang ini. Hal ini berarti bahwa didalam melakukan demonstrasi kepastian hukum bagi demonstran harus jelas. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, supaya jelas dan pasti. Sanksi yang diberikan juga harus jelas. Keadilan bagi setiap warga Negara salah satunya adalah dengan memberikan hak untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum dengan merdeka bagi setiap warga Negara tanpa ada pembedaan. Harus merata dan tidak boleh pilih kasih. 1.1.d. asas proporsionalitas; Asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.

6 1.1.e. asas manfaat. Mengeluarkan pendapat dimuka umum dengan merdeka hendaknya memberikan manfaat bagi pelaku. janganlah hendaknya kita melakukan tidak memberikan hasil yang dapat membangun bangsa dan negara. Dan jangan melakukan suatu unjuk rasa hanya karena dihasut oleh pihak lain. Fikirkan apa yang sebenarnya harus dilakukan dan dengan cara bagaimana dilakukan, supaya tidak terjadi kerusuhan Tujuan Demonstrasi Tujuan dari undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, diatur pada pasal 4 yang berisi, Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah : a. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar b. Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat. c. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.

7 d. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok Bentuk dan Tata Cara Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum Sesuai dengan undang undang ini, bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat dimuka umum diatur dalam Bab IV undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Mengenai bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat dimuka umum, diatur pada pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13 dan pasal 14. dalam pasal pasal tersebut dijelaskan bahwa ; Pasal 9 (1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan a) Unjuk rasa atau demonstrasi; b) Pawai; c) Rapat umum d) Mimbar bebas. (2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali : 41 Undang Undang No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

8 a) Di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional; b) Pada hari besar nasional. (3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum. 42 Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu. Dan Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu. Hal ini terlihat jelas pada penjelasan dari undangundang ini. Dalam penjelasan tentang undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum di jelaskan bahwa, yang dimaksud dengan pengecualian di lingkungan istana kepresidenan adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar. Pengecualian untuk instalasi militer meliputi radius 150 meter dari pagar luar. Pengecualian untuk obyek-obyek vital nasional meliputi radius 500 meter dari pagar luar. 42 Ibid

9 Hari-hari besar nasional yang dimaksud oleh undang undang ini adalah : 1) Tahun Baru; 2) Hari Raya Nyepi; 3) Hari Wafat Isa Almasih; 4) Isra Mi'raj; 5) Kenaikan Isa Almasih; 6) Hari Raya Waisak; 7) Hari Raya Idul Fitri; 8) Hari Raya Idul Adha; 9) Hari Maulid Nabi; 10) 1 Muharam; 11) Hari Natal; 12) 17 Agustus Pasal 10 1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. 2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok. 3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.

10 4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan. 43 Dalam pelaporan kegiatan terhadap polisi setempat harus kita ketahui bahwa polisi wilayah mana yang harus melakukan pengawasan. Dalam hal ini polisi setempat yang dimaksud adalah, satuan Polri terdepan dimana kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan pada : a. 1 (satu) kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat b. 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam lingkungan kabupaten/kotamadya, pemberitahuan ditujukan kepada Polres setempat c. 2 (dua) kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan ditujukan kepada Polda setempat d. 2 (dua) propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 11 memuat : Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) a. Maksud dan tujuan; b. Tempat, lokasi, dan rute; 43 Ibid

11 c. Waktu dan lama; d. Bentuk; e. Penanggung jawab; f. Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; g. Alat peraga yang dipergunakan; h. Jumlah peserta. 44 Di dalam penjelasan di jelaskan bahwa, Yang dimaksud dengan "tempat" dalam Pasal ini adalah tempat peserta berkumpul dan berangkat ke lokasi. Yang dimaksud dengan "lokasi" dalam Pasal ini adalah tempat penyampaian pendapat di muka umum. Yang dimaksud dengan "rute" dalam Pasal ini adalah jalan yang dilalui oleh peserta penyampaian pendapat di muka umum dari tempat berkumpul dan berangkat sampai di lokasi yang dituju dan atau sebaliknya. Yang dimaksud dengan "bentuk" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Penanggung jawab adalah orang yang memimpin dan atau menyelenggarakan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang bertanggung jawab agar pelaksanaannya berlangsung dengan aman, tertib, dan damai. Pasal 12 1) Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib, dan damai. 44 Ibid

12 2) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab. Pasal 13 1) Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib : a. Segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan b. Berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum c. Berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat d. Mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute. 2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. 3) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam penjelasan undang-undang ini dijelaskan bahwa, Koordinasi antara Polri dengan penanggung jawab dimaksudkan untuk mempertimbangkan faktorfaktor yang dapat mengganggu terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum secara aman, tertib dan damai, terutama penyelenggaraan pada malam hari.

13 Pasal 14 Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan. 3. Sanksi yang terkandung di dalam Undang-undang nomor 9 tahun Menyampaikan pendapat di muka umum tidaklah boleh asal asalan. Semua ada aturannya. Dalam undang undang nomor 9 tahun 1998 telah diatur bagaimana tata cara dalam menyampaikan pendapat dimuka umum. Apabila ketentuan itu dilanggar, maka ada sanksi yang yang akan diberikan. Sanksi dalam undang-undang ini diatur dalam pasal 15, pasal 16, pasal 17 dan pasal 18. penyampaian pendapat dimuka umum dapat dibubarkan apabila tidak sesuai dengan ketentuan pasal 6, pasal 9 ayat (2) dan (3), pasal 10 dan pasal 11. Penanggung jawab unjuk rasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada peserta unjuk rasa lainnya. Hal ini dapat terlihat dari sanksi yang akan didapat penanggung jawab apabila ada tindak pidana yang terjadi di dalam unjuk rasa. Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.

14 Bukan hanya pengunjuk rasa saja yang dapat dikenakan sanksi. Tetapi orang lain yang berusaha untuk menghalang halangi penyampaian pendapat dimuka umum juga dapat dipidana. Menghalang halangi dalam hal ini merupakan kejahatan, yaitu dengan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Sesuai dengan pasal 18 undang undang nomor 9 tahun 1998 tindakan ini dihukum dengan hukuman 1 tahun penjara. B. Kerusuhan Pada Saat Demonstrasi Kerusuhan pada saat demonstrasi merupakan suatu keadan kekacauan (chaos) fisik yang menimpa masyarakat sipil dengan gejala kasat mata berupa bentrokan antar manusia, dari perkelahian massal sampai pembunuhan, penjarahan, dan perusakan berbagai sarana dan prasarana, baik fasilitas pribadi (perumahan, mobil pribadi) maupun fasilitas umum (tempat perbelanjaan, gedung pemerintah, kendaraan umum) ataupun tindak pidana lain, yang timbul pada saat ada kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. 45 Dalam situasi chaos tersebut, massa tidak seluruhnya mengerti dengan permasalahan pokoknya. Mereka lebih tertarik memuaskan hasrat beringasnya melalui berbagai kesempatan dan peristiwa. Hasrat ini sesuai perilaku massa marginal, lebih didominasi oleh alasan ekonomis yang diakibatkan oleh kesenjangan sosial ataupun kecemburuan sosial. Oleh karena itu tidak heran jika kerusakan lebih banyak diderita oleh pihak swasta, ketimbang pemerintah yang 45

15 berkaitan langsung dengan sebab mendasar meletusnya kerusuhan massa tersebut. 46 Demonstrasi merupakan elemen komunikasi yang sangat penting dalam advokasi dan pada umumnya digunakan untuk mengangkat suatu isu supaya menjadi perhatian publik. Biasanya demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat keputusan untuk melakukan sesuatu. Suatu demonstrasi haruslah bisa mengkomunikasikan pesannya melalui tema yang telah dibatasi secara jelas. Dalam menyampaikan pendapat di muka umum yang dilakukan dengan berdemonstrasi merupakan salah satu cara dalam menyampaikan keinginan kepada pemerintah. Tapi kadang kala pendapat yang disampaikan ini tidak didengar atupun tidak sesuai dengan harapan. Keadaan seperti ini ditambah dengan faktor faktor lain seperti adanya hasutan dari pihak pihak tertentu untuk melakukan aksi brutal, ataupun adanya perasaan frustrasi dari keadaan itu, maka timbullah keadaan kacau balau dan tidak dapat terkontrol lagi sehingga timbul kerusuhan. Kerusuhan atau huru-hara terjadi kala sekelompok orang berkumpul bersama untuk melakukan tindak kekerasan, biasanya sebagai tindak balas terhadap perlakuan yang dianggap tidak adil ataupun sebagai upaya penentangan terhadap sesuatu Jend. Pol. (purn) Drs. Kunarto MBA, merenungi kiprah Polri dalam menangani berbagai kerusuhan,1999,cipta manunggal, Jakarta, hlm

16 C. Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kersuhan Pada Saat Demonstrasi Terjadinya kerusuhan dalam melakukan unjuk rasa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor Potensial Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat yang yang mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu terjadinya kerusuhan. Hal ini akan semakin jelas jika didorong oleh unsur unsur seperti kondisi perekonomian masyarakat yang mengalami tekanan terburuk dan kondisi sosio kultur masyarakat 48. Keadaan psikologi seseorang yang memang memiliki potensi untuk tejadinya kerusuhan bisa berupa mudahnya seseorang itu dipengaruhi atau meniru perilaku masyarakat atau massa yang rusuh pada saat unjuk rasa. Massa yang melakukan kerusuhan bisa diakibatkan oleh gerakan yang menyinggung harga diri kelompok, atau adanya hasutan dari provokator untuk melakukan kekerasan. Yochelson dan Samenow mengidentifikasi sebanyak 52 pola berpikir yang pada umumnya ada pada penjahat yang mereka teliti. Keduanya berpendapat bahwa para penjahat adalah orang yang marah, yang merasa suatu sense superioritas, menyangka tidak bertanggung jawab atas tindakan yang mereka ambil, dan mempunyai harga diri yang sangat melambung. Tiap dia ada merasa 48 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

17 ada suatu serangan terhadap harga dirinya, ia akan memberikan reaksi yang sangat kuat, sering berupa kekerasan. 49 Psikologi masyarakat dalam hal ini juga merupakan psiklogi massa. Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental. Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective Behavior). 50 Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigu atau membingungkan, dan tidak stabil. Perilaku kolektif yang suka melakukan kekerasan disebut dengan Mob. Mob adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan atau penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa. Mereka melakukan pengrusakan fasilitas umum dan apapun yang dipandang menjadi sasaran kemarahanannya Topo Santoso, SH, MH dan Eva Achjani Zulfa, SH, Kriminologi, 2004, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm ibid

18 2. Faktor Kesengajaan (Rekayasa) Faktor rekayasa merupakan kesengajaan yang dibuat pihak tertentu karena adanya kepentingan tertentu yang ingin di capai untuk dengan cara meletupkan kerusuhan. 52 Dalam demonstrasi, penggerak kerusuhan dan kepentingan ada dua kemungkinan. Pertama, aktor di balik kerusuhan adalah mereka yang tidak memiliki akses dalam politik formal. Mekanisme ketatanegaraan yang ada tidak benar-benar terbuka dan mampu menyalurkan aspirasi dan kekecewaan sebagian kelompok politik masyarakat. Kelompok ini, umumnya the powerless, atau tak punya kekuatan lalu menggunakan kerusuhan atau aksi protes sebagai mekanisme artikulasi politik. Itulah satu-satunya sarana yang mereka punya. Kedua, mungkin pula aktor di balik kerusuhan adalah bagian dari counter movement. Yaitu sekelompok elite politik yang merasa dirugikan oleh sebuah perubahan besar. Jika perubahan ini terjadi secara stabil dan nyaman, kelompok itu mungkin akan diadili, masuk penjara, disita kekayaannya, atau kehilangan hakhak khusus yang selama ini mereka punya. Perubahan itu mengancam mereka. Akibatnya dengan segala cara mereka mengganggu perubahan itu dengan menciptakan kerusuhan. Agar efektif, kerusuhan ini haruslah terjadi dalam skala nasional dengan akibat yang menakutkan Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 53

19 3. Faktor Kurang Koordinasi Antara Demonstran dengan Aparat Kepolisian. Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerusuhan sebagai kurangnya koordinasi antara para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan dalam hal ini Kepolisian tidak adanya pemberitahuan secara lebih terperinci kepada pihak Kepolisian tentang kegiatan unjuk rasa. Hal ini merupakan faktor teknis. koordinator lapangan (korlap) demonstrasi sudah harus memberi tahu pihak kepolisian 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan, seperti diatur dalam Pasal 9 dan 10 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum. Hal ini dapat menjadi penyebab kerusuhan karena di dalam tata cara menyampaikan pendapat di muka umum harus diberitahukan berapa estimasi massa yang akan ikut dalam kegiatan unjuk rasa tersebut, sebagaimana yang ada pada pasal 11 undang undang nomor 9 tahun Karena bisa saja ada sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab masuk kedalam barisan, lalu berusaha mengacaukan keadaan. 54 Koordinasi yang dilakukan antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan bukan hanya dilakukan sebelum terjadinya kegiatan saja. Tetapi juga dilakukan koordinasi pada saat kegiatan berlangsung. Koordinasi dalam hal ini merupakan koordinasi dengan pihak negosiator dari kepolisian sebagai upaya pengamanan kegiatan unjuk rasa Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 55 ibid

20 4. Faktor Ketidakpuasan Masyarakat Kelompok orang yang melakukan unjuk rasa merupakan kelompok orang yang ingin menyampaikan aspirasinya secara merdeka kepada suatu instansi yang dituju. Dengan melakukan unjuk rasa, para pengunjuk rasa berharap apa yang disampaikan didengar serta diberikan solusi kepada permasalahan yang dibawa. Namun dalam beberapa kegiatan unjuk rasa, respon dari instansi yang dituju terhadap para pengunjuk rasa sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Atau bahkan tidak mendapat tanggapan dari instansi yang dituju tersebut. Maka ketidakpuasn masyarakat atas kejadian tersebut dapat memicu terjadinya kerusuhan. Rasa lelah dalam berunjuk rasa dan merasa tidak dihargai serta besarnya harapan akan perubahan yang diharapkan tidak mendapat tanggapan dari instansi terkait menjadi penyulut aksi diluar konteks hukum yang berlaku. Aksi aksi teror, pengrusakan, intimidasi ataupun tindak pidana terhadap jiwa dan benda lain dapat terjadi dalam hal ini. Faktor potensi psikologi massa yang tidak stabil juga berpengaruh dalam timbulnya kerusuhan ini. Massa yang tidak menerima hasil yang dari usaha yang dilakukan atau hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, akan dengan mudah tersulut emosinya dan melakukan tindakan melanggar hukum Ibid

21 5. Faktor Pengamanan yang Kurang Dalam hal ini melaksanakan prosedur tetap (protap) sesuai Peraturan Kepala Polri No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa yang mengatur cara bertindak, jumlah kekuatan, peralatan yang digunakan, dan strategi pelaksanaannya. Kesempatan untuk melakukan tindakan rusuh dan anarkis dapat saja dilakukan oleh para demonstran karena melihat kekuatan serta peralatan yang dipakai oleh Polisi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Polri No 16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa. Pemantauan terhadap setiap perilaku massa pengunjuk rasa harus tetap dilakukan. Pemantauan ini dilakukan oleh setiap fungsi dari kepolisian sesuai dengan fungsinya masing masing. Dalam menyampaikan pendapat di muka umum harus dipersiapkan dengan matang rencana pengamanan supaya tidak terjadi kerusuhan. Disamping itu juga harus berhati hati dengan isu yang diberikan. 57 Karakteristik massa yang dihadapi juga harus terlebih dahulu dikenali supaya dapat melakukan penanggulangan apabila terjadi kerusuhan. 57 Ibid

22 BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI A. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa Peranan kepolisian dalam pelaksanaan unjuk rasa sangatlah besar. Kepolisian sebagai pihak yang bertugas sebagai pengaman dalam setiap unjuk rasa memiliki tata kerja dalam pelaksanaan pengamanan. Fungsi kepolisian yang berperan penting dalam pengamanan unjuk rasa adalah pasukan Pengendalian Massa (Dalmas) dari Samapta. Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka menghadapi massa pengunjuk rasa. 58 Sesuai dengan isi pasal 4 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, Dalmas memiliki ruang lingkup pengendalian. Ruang lingkup Dalmas adalah : a. Di Jalan Raya. Yang dimaksud dengan jalan dalam hal ini adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. 58 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

23 b. Di Gedung atau Bangunan Penting Gedung Atau bangunan Penting adalah bangunan yang meliputi ruangan, halaman dan dekitarnya yang digunakan untuk melakukan kegiatan pemerintahan, kegiatan usaha, dan gedung gedung atau bangunan lainnya yang digunakan sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan secara umum (vital) yang menjadi sasaran unjuk rasa. c. Di Lapangan atau Lahan Terbuka Lapangan atau lahan terbuka adalah tempat tertentu yang digunakan sebagai sarana oleh massa dalam melakukan unjuk rasa Persiapan Sebelum Unjuk Rasa Setelah penerimaan laporan pemberitahuan unjuk rasa dari pengunjuk rasa sesuai dengan ketentuan yang terkandung didalam Undang undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, kepada pihak kepolisian setempat, maka pihak kepolisian setempat dimana kegiatan unjuk rasa dilakukan harus melakukan persiapan. 60 Kegiatan sebagaimana dimaksud berupa : a. Menyiapkan surat perintah. b. Menyiapkan kekuatan Dalmas yang memadai untuk dihadapkan dengan jumlah dan karakteristik massa c. Melakukan pengecekan pengecekan personil, perlengkapan atau peralatan Dalmas, konsumsi, kesehatan 59 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa 60 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

24 d. Menyiapkan Rute pasukan Dalmas menuju objek dan rute penyelamatan (escape) bagi pejabat VVIP/VIP dan pejabat penting lainnya e. Menentukan pos komando lapangan/pos aju yang dekat dan terlindung dengan objek unjuk rasa f. Menyiapkan sistem komunikasi keseluruh unit satuan Polri yang dilibatkan. 61 Karakteristik massa pengunjuk rasa akan dianalisa oleh Kepolisian dari fungsi Intelkam. Disini akan dipelajari mengenai keadaan profil pengnjuk rasa, psikologi pengunjuk rasa, karakteristik massa serta isu yang dibawakan. Tujuan dari mempelajari karakteristik pengunjuk rasa adalah untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadi kerusuhan dalam unjuk rasa dan langkah langkah apa yang akan diambil, untuk selanjutnya dilakukan persiapan personel dan perlengkapan Dalmas. Selanjutnya Intelkam menyampaikan kepada pengendali dalam hal ini pemimpin atau kepala Kepolisian setempat dimana unjuk rasa berlangsung. 62 Sebelum pelaksanaan Dalmas, Kepala kesatuan akan melaksanakan Acara Pimpinan Pasukan (APP) kepada seluruh anggota Kesatuan Dalmas yang terlibat dalam Dalmas dengan menyampaikan : a. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah, Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa). 61 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa 62 Hasil wawancara dengan Kompol PFH. Tampubolon, Kasubbag Dokliput Reskrim POLDASU,tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

25 b. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa. c. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas. d. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas Larangan dan Kewajiban Serta Persyaratan Pasukan Dalmas Sebagaimana persiapan terhadap pengamanan unjuk rasa yang dilakukan oleh pasukan Dalmas, maka pengamanan itu tidak boleh dilakukan dengan semena mena. Ada larangan yang berlaku. Larangan itu adalah : a. Berikap arogan dan terpancing perilaku massa b. Melakukan tidakan Kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur c. Membawa peralatan diluar peralatan Dalmas d. Membawa senjata tajam dan peluru tajam e. Keluar dari ikatan satuan atau Formasi dan melakukan pegejaran massa secara perorangan. f. Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa. g. Mengucapkan kata kata kotor, pelecehan seksual atau perbuatan asusila, memaki maki pengunjuk rasa h. Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang undangan. Sementara kewajiban pasukan pengendali massa atau Dalmas dalam pengamanan unjuk rasa adalah : 63 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

26 a. Menghormati Hak Asasi Manusia dari setiap orang yang melakukan unjuk rasa. b. Melayani dan mengamankan unjuk rasa sesuai dengan ketentuan c. Setiap gerakan pasukan Dalmas selalu dalam ikatan satuan dan membentuk formasi sesuai dengan ketentuan d. Melindungi jiwa dan harta benda. e. Tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai. f. Patuh dan taat kepada perintah Kepala Kesatuan Lapangan yang bertanggung jawab sesuai dengan tingkatannya. Dalam melakukan perekrutan terhadap pasukan Pengendali Massa tidaklah sembarangan. Ada hal hal penting yang harus dimiliki oleh setiap pasukan Dalmas, antara lain : a. Mental dan Moral yang baik b. Keteguhan hati dan loyalitas yang tinggi c. Dedikasi dan disiplin yang tinggi d. Nilai kesamaptaan jasmani paling rendah 65 e. Penguasaan terhadap pasal pasal dalam undang undang yang berkaitan dengan Dalmas f. Jiwa Korsa yang tinggi g. Sikap netral h. Kemampuan bela diri i. Kemampuan dalam menggunakan peralatan Dalmas j. Kemampuan mementuk atau mengubah formasi dengan cepat

27 k. Kemampuan menilai karakteristik massa secara umum l. Kemampuan berkomunikasi dengan baik m. Kemampuan menggunakan kendaraan taktis pengurai massa dan alat khusus Dalmas lainnya dengan baik n. Kemampuan naik turun kendaraan dengan tertib dan kecepatan berkumpul Susunan Kekuatan dan Perlengkapan Satuan Pengendali Massa (Dalmas) Kekuatan Pasukan Dalmas dapat dibedakan berdasarkan jumlah dan peran setiap pasukan Dalmas. Pengelompokan pasukan Dalmas ini dibedakan atas : a. Satuan Peleton a) Peleton Dalmas Awal : 38 orang, terdiri atas: 1) Dan Ton : 1 Orang 2) Anggota : 30 Orang 3) caraka : 1 Orang 4) Kamerawan : 1 Orang 5) Petugas tali Dalmas : 2 Orang 6) Negosiator : 3 Orang b) Peleton Dalmas Lanju tan : 37 orang, terdiri atas: 1) Dan Ton : 1 Orang 2) Anggota : 30 Orang 3) caraka : 1 Orang 4) Kamerawan : 1 Orang 64 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

28 5) Pemadam api : 2 Orang 6) Penembak Gas : 2 Orang c) Unit Satwa 1) Anjing : 3 unit 2) Kuda : 3 unit b. Satuan Kompi a) Kompi Dalmas Awal : 116 orang, terdiri atas: 1) Dan Kompi : 1 orang 2) Wadan Kompi : 1 orang 3) Dan Ton : 3 orang 4) Caraka : 4 orang 5) Kamerawan : 5 orang 6) Petugas tali Dalmas : 2 orang 7) Kompi Dalmas : 90 orang 8) Negosiator : 10 orang b) Kompi Dalmas Lan jutan : 138 orang, terdiri atas 1) Dan Kompi : 1 orang 2) Wadan Ko mpi 3) Dan Ton : 1 orang : 3 orang 4) Caraka : 4 orang 5) Kamerawan : 5 orang 6) Penembak gas ai r mata : 6 orang 7) Pemadam api : 6 orang

29 8) Pok Rantis Pengurai ma ssa : 8 orang 9) Pok Rantis Penyelamat : 4 orang 10) Pok kawat penghalang massa : 10 orang 11) Kompi Dalmas : 90 orang c) Unit Satwa 1) Anjing : 10 Unit 2) Kuda : 10 unit c. Satuan Pendukung Satuan pendukung terdiri atas : a) Satuan penindak samapta b) Fungsi Intelijen c) Fungsi Reskrim d) Fungsi Binamitra e) Fungsi Lalulintas f) Fungsi Polair g) Fungsi Poludara h) Fungsi Propam i) Fungsi Keslap j) Fungsi Humas k) Fungsi Telematika l) Fungsi Logistik Perlengkapan satuan pengendali massa atau Dalmas terdiri atas:

30 a. Satuan Peleton a) Peleton dalmas awal 1) Bus : 1 unit 2) Truk : 1 unit 3) Sepeda motor : 1 unit 4) Megaphone : 1 unit 5) Handy Talky : 1 unit 6) Tali dalmas ( 20 meter) : 1 unit 7) HP dengan headset : 1 unit 8) Pakaian PDL Samapta I, selempang, tutup kepala baret b) Peleton Dalmas lanjutan 1) Bus : 1 unit 2) Truk : 1 unit 3) Sepeda motor : 1 unit 4) Megaphone : 1 unit 5) Handy talky : 1 unit 6) HP dengan headset : 1 unit 7) Mobil penerangan Dalmas : 1 unit 8) Kamera video (cam corder) : 1 Unit 9) Pemadam api : 2 unit 10) Senjata laras licin (Gas Gun) : 2 unit 11) Helm dengan pelindung Muka : 35 unit 12) Pelindung kaki dan tanga n : 35 unit

31 13) Gas maker (caneste) : 30 unit 14) Tameng : 30 unit 15) Tongkat T : 30 unit 16) Pakaian PDL Samapta II b. Satuan Kompi a) Kompi dalmas awal 1) Bus : 3 unit 2) Truk : 3 unit 3) Sepeda motor : 3 unit 4) Megaphone : 3 unit 5) Handy Talky : 5 unit 6) Tali dalmas (20 meter) : 3 roll 7) HP dengan headset : 5 unit 8) Toilet mobile : 1 unit 9) Ransus R4 kamerawan : 1 unit 10) Mobil penarangan Dalmas : 1 unit 11) Pakaian PDL samapta I, selempang, tutup kepala baret b) Kompi Dalmas lanjutan 1) Bus : 3 unit 2) Truk : 3 unit 3) Sepeda motor : 3 unit 4) Megaphone : 3 unit 5) Handy Talky : 5 unit

32 6) Tali dalmas (20 meter) : 3 roll 7) HP dengan headset : 5 unit 8) Toilet mobile : 1 unit 9) Ransus R4 kamerawan : 1 unit 10) Mobil penarangan Dalmas : 1 unit 11) Kamera video ( camcorder) : 3 unit 12) Pemadam api : 6 unit 13) Senjata laras licin (Gas Gun) : 3 unit 14) Helm dengan pelindung muka : 124 unit 15) Pelindung kaki dan tangan : 124 unit 16) Gas maker (caneste) : 124 unit 17) Tameng : 119 unit 18) Tongkat T : 119 unit 19) Jeep : 1 unit 20) Kawat penghalang Mass a : 1 unit 21) Rantis pengurai massa : 2 unit 22) Rantis penyelamat : 1 unit 23) Pakaian PDL samapta II Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

33 Gambar 1: Pakaian seragam Dalmas Awal ( pakaian PDL I) dan Dalmas Lanjutan (pakaian PDL II) Gambar 2: Rantis Pengurai massa Samapta (tampak depan)

34 Gambar 3: Rantis Pengurai massa Samapta ( tampak samping) Gambar 4: Rantis penyelamat samapta

35 Gambar 5: Rantis Dare-V Samapta ( Rastis SAR terbatas) Untuk mengamankan Massa pengunjuk rasa yang berjumlah puluhan maka diturunkan pasukan Dalmas perpeleton. Untuk massa pengunjuk rasa yang berjumlah ratusan diturunkan pasukan Dalmas perkompi. Sedangkan untuk massa pengunjuk rasa yang berjumlah sampai ribuan maka ditrunkan pasukan Dalmas perbatalyon yang berjumlah 653 personil dengan berbagai peran. Tetapi perbandingan pasukan Dalmas dengan massa pengunjuk rasa tidak selalu berdasarkan jumlah pengunjuk rasa. Karena akan disesuaikan dengan karakteristik massa pengunjuk rasa Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

36 B. Peran Kepolisian pada Saat Pelaksanaan Unjuk Rasa Pada saat terjadinya unjuk rasa ada tahapan tahapan didalam pelaksanaan pengamanan unjuk rasa oleh Dalmas. Tahapan ini disesuaikan dengan kedaan atau situasi kegiatan unjuk rasa. 67 Adapun tahapan itu adalah : a. Tahapan situasi tertib (Hijau) Tahapan tertib adalah tahapan dimana kegiatan unjuk rasa masih berjalan aman, tidak ada kegiatan yang mengarah pada kegiatan tidak tertib. Dalam situasi tertib diturunkan pasukan dalmas awal. Dalmas awal adalah satuan Dalmas yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan khusus kepolisian digerakkan dalam menghadapi kondisi massa masih tertib dan teratur ( situasi hijau) Gambar 6: sikap pokok pegang tali Dalmas ( Tampak Sampaing) 67 Hasil wawancara dengan Kompol PFH. Tampubolon Kasubbang Dokliput Reskrim POLDASU. tanggal 13 Maret 2009 di MAPOLDASU

37 Gambar 7: sikap pokok pegang tali Dalmas ( tampak samping) Gambar 8: sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak depan)

38 Gambar 9: Sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak samping) Gambar 10: Bentuk Formasi Pasukan Dalmas Awal

39 Pada situasi tertib pasukan Dalmas melakukan pengawalan dan pengamanan kepada pengunjuk rasa sambil terus memberikan himbauan kepada pengunjuk rasa. Redaksional Himbauan yang dimaksud adalah : 1. Kepada saudara saudara pengunjuk rasa, kami dari jajaran Kepolisian 2. Memohon dengan sangat kepada saudara saudaraku : a. Agar saudara saudara dapat menjaga ketertiban dan keamanan, jangan melakukan pelanggaraan hukum b. Sampaikan aspirasi dan pendapat saudara saudara secara sopan dan baik. Saudara saudara jangan terpovokasi oleh tindakan tindakan orang yang tidak bertanggung jawab c. Jangan menyusahkan anggota masyarakat lainnya d. Jaga kehormatan dan martabat kita sebagai anggota masyarakat 3. Terima kasih dan selamat berunjuk rasa. 68 Dalam pelaksanaan unjuk rasa, pihak kepolisian melakukan rekaman jalannya unjuk rasa mengunakan video kamera baik bersifat umum maupun khusus, selama unjuk rasa berlangsung. Keberadaan pasukan Dalmas yang juga merupakan manusia biasa, tidak mungkin memantau kagiatan yang dilakukan pangunjuk rasa secara perorangan. Jadi pemantauan dilakukan dengan menggunakan kamera video yang dilakukan oleh kapolisian dari fungsi Intelkam. 68 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

40 Tujuan pemantaun dengan kamera ini juga berguna dalam penegakan hukum apabila ada kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang tertentu. 69 Pada tahapan ini pihak kepolisian melakukan negosiasi melalui negosiator dengan korlap pengunjuk rasa. Negosiator adalah anggota Polri yang melaksanakan perundingan melalui tawar menawar dengan massa pengunjuk rasa untuk mendapatkan kesepakatan bersama. Negosiator berada di depan pasukan dalmas awal melakukan perundingan atau negosiasi dengan korlap untuk menampung aspirasi. Setelah dilakukan perundingan maka negosiator melaporkan kepada kepala kapolisian setempat tentang tuntutan unjuk rasa untuk diteruskan kapada pihak atau instansi yang dituju. Negosiator juga dapat mendampingi perwakilan pengunjuk rasa menemui pihak yang dituju untuk menyampaikan aspirasinya. Tetapi apabila pengunjuk rasa dalam tuntutannya meminta kepada pimpinan instansi atau pihak yang dituju untuk datang ditengah tengah massa pengunjuk rasa guna memberikan penjelasan, maka negosiator melaporkan kepada kepala kepolisian setempat, meminta agar pimpinan instansi atau pihak yang dituju dapat memberikan penjelasan ditengah tengah pengunjuk rasa. Dalam memberikan penjelasan, pimpinan instansi atau pihak yang dituju terus didampingi oleh negosiator dan kepala kepolisian setempat. Setiap Komandan peleton ( Dan Ton) atau komandan kompi (Dan Ki) terus melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kapolisian setempat dalam hal ini merupakan pemegang kendali taktis. Kendali taktis adalah pengendalian 69 Hasil wawancara dengan Kompol Y. Lase Kasi Yan Min Dit Intelkam POLDASU

41 oleh kapolsek, kapolsekta, kapolsek metro, kapolres, kapolresta, kapolres metro, kapoltabes, kalpolwil, kapolwiltabes, kapolda yang berwenang mengatur segala tindakan pasukan dilapangan pada lokasi unjuk rasa. Apabila situasi meningkat dari tertib (hijau) kepada situasi tidak tertib (kuning), maka dilakukan lapis ganti dengan Dalmas lanjut. Lapis ganti adalah kegiatan peralihan dari satuan dalmas awal ke dalmas lanjutan. 70 Gambar 11: Formasi dasar Dalmas awal di jalan raya 70 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU.

42 Gambar 12: Formasi Dalmas awal digedung atau bangunan penting Gambar 13: Formasi Dalmas awal di Lapangan atau lahan terbuka

43 b. Tahapan Situasi Tidak Tertib (Kuning) Pada tahapan ini negosiator masih terus melakuan negosiasi dengan korlap pengunjuk rasa semaksimal mungkin, meski keadaan sudah tidak tertib (kuning). Situasi tidak tertib adalah situasi dimana para pengunjuk rasa sudah mulai melakukan perbuatan perbuatan yang menggangu ketertiban dan keamanan sekitar lokasi unjuk rasa, aksi tetrikal dan aksi sejenisnya yang menyusahkan anggota masyarakat lainnya. Misalnya tindakan membakar sesuatu pada jalan raya, tidur tiduran di jalan sehingga mengganggu para pengguna jalan. Maka dalam hal ini pasukan Dalmas lanjutan membantu mengangkat dan memindahkan ke tempat yang netral dan atau lebih aman dengan cara persuasif dan edukatif. Dalmas lanjutan adalah satuan dalmas yang dilengkapi dengan alat alat perlengkapan khusus kepolisian, digerkkan dalam menghadapi kondisi massa sudah tidak tertib (kuning). Dalam melakukan lapis ganti dari dalmas awal kepada dalmas lanjut maka polisi dapat menggunakan unit satwa dengan formasi bersaf di depan dalmas awal untuk melindungi saat melakukan proses lapis ganti. Lapis ganti adalah kegiatan peralihan dari dalmas awal ke dalmas lanjut. Gambar 14: Bentuk formasi pasukan Dalmas Lanjut

44 Gambar 15: Sikap Pokok pasukan Dalmas Lanjut ( tampak depan) Gambar 16: Sikap Pokok Pasukan Dalmas Lanjut ( tampak samping)

45 Gambar 17: Sikap Siaga Dalmas Lanjut (tampak depan) Gambar 18: sikap siaga Dalmas Lanjut ( tampak samping)

46 Gambar 19: Sikap pokok petugas pemadam api gendong ( tampak depan ) Gambar 20: Sikap Pokok Petugas Api Gendong

47 Gambar 21: Sikap Pasukan Penembak Gas Air Mata Gambar 22: Sikap Salvo Penembak Gas Air Mata

48 Apabila eskalasi meningkat dan atau massa melempari petugas dengan benda keras, maka Dalmas lanjut melakukan sikap berlindung selanjutnya kepala kepolisian setempat memberikan himbauan kepada Danton atau Danki Dalmas lanjut untuk melakukan tindakan hukum sebagai berikut : 1. Kendaraan taktis pengurai massa bergerak maju melakukan tindakan mengurai massa, bersamaan dengan itu dalmas lanjut maju dengan melakukan pendorongan massa. 2. Petugas pemadam api dapat melakukan pemadaman api ( pemdakaran ban, spanduk, bendera dan alat peraga lainnya: 3. Melakukan pelemparan dan penembakan gas air mata. 71 Pada situasi tidak tertib (kuning) pasukan dalmas lanjutan melakukan pengamanan ataupun evakuasi terhadap VIP atau pejabat penting lainnya dengan menggunakan kendaraan taktis penyelamat. Setiap Danton atau Danki terus melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kepolisian setempat. Dan apabila situasi semakin meningkat maka kepala kepolisian setempat melaporkan kepada Kapolda selaku pengendali umum agar dilakukan lintas ganti dengan Detasemen atau Kompi penanggulangan Huru hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob) Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa 72 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

49 Gambar 23: formasi Dalmas Lanjut di Jalan Raya. Gambar 24: Formasi Dalmas lanjut di gedung atau bangunan penting

50 Gambar 25: Formasi Dalmas Lanjut di lapangan atau lahan terbuka c. Tahapan Melanggar Hukum (Merah) Situasi melanggar hukum adalah situasi dimana pada saat kegiatan unjuk rasa telah terjadi perbuatan perbuatan yang melanggar hukum oleh para pengunjuk rasa. Misalnya terjadi pencurian, pengrusakan kepada benda milik umum atau masyarakat sekitar, intimidasi ataupun perbuatan pidana lainnya. Pada situasi melanggar hukum kendali dipegang oleh Kapolda selaku pengendali umum, setelah adanya pemberitahuan dari kepala kepolisian setempat tentang situasi melanggar hukum. 73 Kendali umum adalah pengendalian oleh Kapolda untuk mengatur seluruh kekuatan dan tindakan pasukan dilapangan dalam unjuk rasa pada kondisi dimana massa pengunjuk rasa sudah melakukan tindakan tindakan melanggar hukum dalam bentuk pengancaman, pencurian dengan kekerasan, perusakan, 73 ibid

51 pembakaran, penganiayaan berat, terror, intimidasi, penyanderaan dan lain sebagainya selanjutnya disebut situasi merah. Artinya bahwa dalam situasi ini hanya Kapolda setempat yang dapat melakukan kendali terhadap pengamanan unjuk rasa. Pada tahap melanggar hukum, pasukan yang diturunkan adalah Detasemen atau Kompi Penanggulangan Huru Hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob) setelah melakukan lintas ganti dengan Dalmas Lanjutan. Lintas ganti adalah kegiatan peralihan kendali dari dari satuan Dalmas lanjut kepada satuan Kompi atau Detasemen Penanggulangan Huru Hara Brimob. Penanggulangan Huru Hara adalah rangkaian kegiatan atau proses dalam mengantisipasi atau menghadapi terjadinya kerusuhan massa atau huru hara guna melindungi warga masyarakat dari ekses yang ditimbulkan. Apabila pada satuan kewilayahan yang tidak ada detasemen atau kompi PHH Brimob, maka Kapolda selaku pengendali umum memerintahkan Kapolres atau Kapolresta menurunkan peleton penindak samapta untuk melakukan penindakan hukum yang di dukung oleh satuan Dalmas lanjutan Polres atau Polresta terdekat. Dalam tahap ini negosiator tidaklah bekerja lagi karena tindakan yang harus dilakukan adalah tindakan penegakan hukum dari kerusuhan yang terjadi. PHH Brimob dapat melakukan tindakan hukum berdasarkan perintah pengendali umum. Penangkapan dan penembakan dengan peluru karet dapat dilakukan. Atau pada situasi darurat dapat menggunakan peluru tajam. Sementara itu kepolisian dari fungsi lain terus melakukan tugas masing masing sesuasi dengan fungsi mereka dan melakukan koordinasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Seperti

52 dari fungsi Intelkam terus mamantau dan merekam semua kejadian pada saat kerusuhan untuk mempermudah proses penyidikan oleh Kepolisian. Gambar 26: Formasi Lintas Ganti dari Dalmas ke PHH C. Peran Kepolisian Setelah Unjuk Rasa. Setelah kegiatan unjuk rasa telah selesai maka dilakukan konsolidasi oleh satuan dalmas dengan melakukan pengecekan personel dan peralatan. Dalam rangka konsolidasi tersebut Apel konsolidasi dilakukan oleh: 1. Kapolsek/ Kapolsekta/ Kapolsek metro, dalam situasi hijau 2. Kapolres/ Kapolresta/ Kapolres Metro, dalam situasi Kuning 3. Kapolda selaku pengendali umum dalam situasi merah Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa

53 Setiap mengakhiri kagiatan dalmas, Pimpinan kesatuan wajib melakukan kaji ulang yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menganalisa dan mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas guna mengadakan koreksi terhadap tindakan dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini juga berguna dalam pelaksanaan pengendalian massa atau Dalmas selanjutnya. Setelah selesai pelaksanaan tugas Dalmas, satuan dalmas kembali kemarkas satuan masing masing dengan tertib. 75 Selanjutnya apabila pada pelaksanaan kegiatan unjuk rasa terjadi kerusuhan, maka semua tindakan penegakan hukum seperti proses hukum kepada tersangka yang tertangkap tangan melakukan pelanggaran hukum, pencarian terhadap tersangka pelaku kerusuhan diserahkan kepada kepolisian dari fungsi Reserse Kriminal bekerja sama dengan Fungsi lain, Seperti Intelkam untuk hasil yang maksimal. 76 Dalam hal ini dilakukan penyelidikan ataupun penyidikan serta penagkapan kepada pelaku kejahatan. Dalam sistem KUHAP kewenangan penyelidikan ada pada pejabat Kepolisian Negara (Pasal 4 KUHAP), sedangkan kewenangan penyidikan ada pada pejabat polisi Negara dan Penyidi Pegawai Negeri Sipil yang syarat kepangkatannya ada diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 6 ayat 1 dan 2 KUHAP). Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah 75 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 76 Hasil wawancara dengan Kompol Y. Lase Kasi Yan Min Dit Intelkam POLDASU tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

54 No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 77 Pasal 17 KUHAP mengatur bahwa perintah penangkapan hanya dapat dilakukan pada seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Tidak ada penjelasan mengenai bukti permulaan yang cukup. Dalam penjelasan pasal 17 KUHAP jo. Pasal 1 butir 14 KUHAP hanya dijelaskan bahwa bukti permulaan ini dikaitkan dengan perbuatan dan keadaan seseorang sehingga patut diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Jelas bahwa penentuan terhadap bukti permulaan yang cukup diserahkan sepenuhnya pada penilaian (subjektif) pejabat yang memiliki kewenangan melakukan penangkapan Wisnusubroto, Al dan Widiartana, G, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, 2005, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm Ibid, Hlm.45

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU Pertanyaan : Apa sebenarnya faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada waktu melakukan demonstrasi? Jawaban

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun Tentang. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun Tentang. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI. D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa

BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI. D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa Peranan kepolisian dalam pelaksanaan unjuk rasa sangatlah besar.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK Hsl rpt tgl 24 Maret 2009 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

PERATURAN KAPOLRI NO. POL.: 16 TAHUN tentang PEDOMAN PENGENDALIAN MASSA

PERATURAN KAPOLRI NO. POL.: 16 TAHUN tentang PEDOMAN PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KAPOLRI NO. POL.: 16 TAHUN 2006 tentang PEDOMAN PENGENDALIAN MASSA JAKARTA, 05 DESEMBER 2006 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK Hsl rpt tgl 24 Maret 2009 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH

SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT LOMBOK TENGAH SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH I. PENDAHULUAN 1. Umum

Lebih terperinci

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA BARAT Jalan Telaga Baru - Taliwang 84355 NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN

Lebih terperinci

KABUPATEN KOLAKA UTARA

KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA N0M0R6TAHUN 2016 TENTANG PENYAMPAIAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TAHUN2015 BUPATI KOLAKA UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN

Lebih terperinci

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 1. Apa itu Demonstrasi? Pasal 1 ayat 3 UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 1. Apa itu unjuk rasa? 2. Apakah seorang Pekerja boleh melakukan aksi demonstrasi? Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan : Dalam melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAN CARA BERTINDAK TERHADAP AKSI UNJUK RASA

PENGENDALIAN DAN CARA BERTINDAK TERHADAP AKSI UNJUK RASA MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA S D E O P S PENGENDALIAN DAN CARA BERTINDAK TERHADAP AKSI UNJUK RASA 1. REFERENSI : a. UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. b. UU No. 9 tahun 1998 tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DAN KERUSUHAN MASSA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polisi adalah aparat penegak hukum yang memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat dan berperan sebagai penjaga keseimbangan antara kepentingan orang

Lebih terperinci

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1 2 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG KEIKUTSERTAAN SIPROPAM POLRES MATARAM DALAM MENANGANI UNJUK RASA DAMAI

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAWA TENGAH RESOR KENDAL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DIMUKA UMUM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DIMUKA UMUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TENGAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN PENYAMPAIAN PENDAPAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO.POL. : 1 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG Hasil rapat 7-7-05 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG Hsl Rpt Tgl 20-12-05 (Draft) Hasil rapat 7-7-05 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP PELAPOR DAN SAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Penyampaian. Pendapat. Masyarakat. Penyelenggaraan. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Penyampaian. Pendapat. Masyarakat. Penyelenggaraan. Tata Cara. No.73, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN. Penyampaian. Pendapat. Masyarakat. Penyelenggaraan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN ! WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3$ TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Jalan Imam Bonjol 37 Pariaman 25519 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 2 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang memungkinkan masyarakat memiliki kebebasan untuk dapat menyampaikan aspirasinya tanpa perlu

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI JAKARTA, 8 OKTOBER 2010 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL. Lampiran 1. Lembar Instrumen. Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan

LEMBAR SOAL. Lampiran 1. Lembar Instrumen. Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan 79 80 Lampiran 1. Lembar Instrumen LEMBAR SOAL Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas : VII Alokasi Waktu : 60 Menit Petunjuk umum 1. Jumlah soal 30 butir terdiri dari soal pilihan ganda, semua

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG Hsl rpt tgl 24 Maret 2009 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK DALAM PENANGGULANGAN HURU HARA 2 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme Pasal 212 (1) Setiap

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM PROSEDUR TETAP SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM PROSEDUR TETAP SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM PROSEDUR TETAP SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM Mataram, Juli 2014 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT

KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT Bab - 4 Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT Bab 4 Tahukah kalian, bahwa kemerdekaan mengemukakan pendapat dijamin oleh negara? Dengan adanya kemerdekaan berpendapat akan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN KERAMAIAN UMUM, KEGIATAN MASYARAKAT LAINNYA, DAN PEMBERITAHUAN KEGIATAN POLITIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017

WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DI KOTA TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN DALAM RANGKA OPERASI LILIN 2014 TANGGAL 23 DESEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian Yang Saya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6, 2009 POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN PERTAMA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TPTKP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI (STUDI : POLDA SUMUT) SKRIPSI OLEH

PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI (STUDI : POLDA SUMUT) SKRIPSI OLEH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STRATA 1 MEDAN PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI (STUDI : POLDA SUMUT) SKRIPSI OLEH DEUS L SIHOMBING 050200200

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PELAYANAN, PENGAMANAN DAN PENANGANAN PERKARA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT LOMBOK BARAT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT Gerung, Januari 2017 - 2 - KEPOLISIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tawuran merupakan suatu perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran sepertinya bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMA T TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat diatur oleh hukum. Hukum di Indonesia dimuat dalam bentuk konstitusi,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN - 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

Ijin Keramaian. Jenis Keramaian dan Persyaratannya. A. IJIN KERAMAIAN

Ijin Keramaian. Jenis Keramaian dan Persyaratannya.  A. IJIN KERAMAIAN Ijin Keramaian Ijin keramaian dimaksudkan untuk menjaga suasana yang kondusif bagi semua pihak. Kelancaran suatu acara keramaian pasti harus didukung dengan persiapan pengamanan yang pas. Pemberian ijin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kekuatan mutlak untuk mempertahankan sebuah negara adalah kekuatan militer, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan bagian dari birokrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara adalah melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar masyarakat ataupun yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku kedua, Bab XXII, Pasal 362 yang berbunyi:

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT BIMA KOTA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN MASYARAKAT PENERBITAN SURAT IJIN, SURAT KETERANGAN, REKOMENDASI DAN SURAT TANDA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PELAYANAN, PENGAMANAN, DAN PENANGANAN PERKARA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG !"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

RUU KUHP - Draft II 2005 BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA. Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara

RUU KUHP - Draft II 2005 BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA. Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme Pasal 212 (1) Setiap

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci