BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan tanan buru. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. (UU Nomor 5 tahun 1990, UU Nomor 41 tahun 1999). Taman nasional merupakan salah satu bentuk dari kawasan pelestarian alam selain Taman hutan raya dan taman wisata alam (PP Nomor 28 tahun 2011). Jumlah taman nasional di Indonesia saat ini yaitu 51 Taman Nasional baik di daratan maupun di perairan. Menurut UU Nomor 5 tahun 1990, taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dari tujuan tersebut, sangat dimungkinkan untuk mendorong pariwisata sebagai bagian dari upaya konservasi taman nasional. Pariwisata berbasiskan kelestarian ekologi dan sosial (ekowisata) saat ini semakin luas dikenal sebagai salah satu daya tarik ekonomi yang menguntungkan dan terus dipromosikan secara gencar dalam upaya konservasi hutan hujan tropika. Banyak daerah yang memiliki kondisi alam yang asli dan budaya lokal yang sangat potensial untuk kegiatan wisata telah rusak oleh karena ketidaktahuan dalam pemanfaatan, perencanaan dan pengelolaannya (Dit PP, 2007). Pada tahun 2014, pariwisata alam menyumbangkan pendapatan negara sebesar Rp ,- dari sektor pajak. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2008 dimana penerimaan pajak dari pariwisata alam sebesar Rp ,-. Penerimaan tersebut diharapkan dapat meningkat lagi dimasa

2 2 yang akan datang agar masnfaat ekonomi kawasan konservasi dapat lebih terlihat dan dirasakan oleh masyarakat (Dit KSDAE, 2015). Menurut Choy (1997) dalam Fandeli dan Nurdin (2005), ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang meletakan lingkungan sebagai objek utamanya dengan tetap dapat memberi manfaat baik secara ekologi, sosial maupun ekonomi kepada masyarakat lokal sehingga sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan secara lestari. Berkembangnya ekowisata harus dapat memenuhi lima aspek berikut: (1) keaslian lingkungan alam dan budaya (2) keberadaan dan dukungan masyarakat lokal (3) pendidikan dan pengalaman (4) keberlanjutan dan (5) kemampuan manajemen dalam pengelolaan ekowisata. Ekowisata tidak hanya diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara regional maupun lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun juga kelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati sebagai obyek dan daya tarik wisata. Ekowisata mengutamakan upaya konservasi sumberdaya alam, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara baik, benar, bertanggung jawab serta berkelanjutan. Pengembangan ekowisata harus menggunakan kaidah-kaidah keberlanjutan yang dapat menciptakan peluang peningkatan ekonomi bagi masyarakat lokal dan memberikan perlindungan kawasan konservasi dan lindung, membuka ruang untuk memberikan penghormatan hak atas sumberdaya alam, baik bersifat perorangan maupun kelompok demi terciptanya keuntungan dan kesetaraan kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan. Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan salah satu taman nasional yang ada di Indonesia. Taman nasional ini terletak di pesisir Kalimantan Timur dengan luas ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.325/Menhut- II/1995 tanggal 29 Juni Kawasan ini memiliki potensi ekowisata yang masih cukup besar, namun sampai saat ini hanya beberapa lokasi yang sudah dikembangkan. Salah satu objek wisata alam tersebut yaitu Sangkima dengan potensi hutan hujan tropis dataran rendah. Selain itu terdapat juga objek wisata alam lain di TNK yaitu Prevab yang merupakan habitat alami orangutan.

3 3 Sangkima menjadi favorit di Taman Nasional Kutai karena letaknya yang cukup strategis. Kawasan ini terletak di jalan poros Bontang Sangatta KM 37. Berdasarkan zonasi yang ada di Taman Nasional Kutai, Sangkima berada di zona pemanfaatan (BTNK, 2013). Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.56/Menhut-II/2006 tanggal 29 Agustus 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional disebutkan bahwa zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dinamfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona ini berfungsi untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Gambar 1. Peta Zonasi Taman Nasional Kutai (BTNK, 2013) Sangkima saat ini menghadapi tekanan. Salah satunya keberadaan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Kutai yang terus memerluas perambahan mendekati ekowisata Sangkima. Pengelolaan terhadap ekowisata Sangkima masih jauh dari persyaratan usaha wisata dimana harus ada aspek pendidikan, peningkatan pendapatan, keterlibatan masyarakat dan konservasi (BTNK, 2011). Diperlukan adanya kerjasama yang baik dengan pemerintah

4 4 Kabupaten Kutai Timur untuk dapat menangani masalah tersebut karen keberadaan masyarakat di dalam kawasan secara langsung maupun tidak langsung dapat memberi tekanan terhadap wisata alam Sangkima. Ketika wisata alam Sangkima terus berbenah dengan melakukan beberapa perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana wisata ternyata aktivitas masyarakat di sekitar objek tersebut juga tidak berkurang seperti aktivitas perladangan dan lain sebagainya. Belum ada kajian bagaimana potensi wisata alam Sangkima dan apakah memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar. Menurut Balai Taman Nasional Kutai (2015), terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang melakukan aktivitas wisata yang cukup drastis dari tahun Pihak pengelola belum melakukan pembatasan terhadap jumlah wisatawan karena belum ada kajian terhadap hal tersebut terkait daya dukung kawasan sebagai objek dan daya tarik wisata alam. Soemarwoto (1988) dalam Fandeli (2002) menyatakan bahwa daya dukung objek wisata alam merupakan kemampuan objek wisata alam untuk menampung wisatawan pada satu waktu tertentu dengan luasan yang memadai. Dari kondisi tersebut maka perlu dilakukan kajian untuk menganalisis potensi dan daya dukung ekowisata Sangkima sehingga dapat dirumuskan alternatif kebijakan pengelolaan sebagai kawasan konservasi. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi stakeholders dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan kawasan untuk mewujudkan kawasan yang secara ekologis tetap lestari dan secara ekonomis menguntungkan. Menurut Fandeli dan Nurdin (2005), arah pengelolaan taman nasional (termasuk Taman Nasional Kutai) harus dilakukan secara nasional. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga agar pengembangan ekowisata dapat berjalan secara lestari. Wiratno dkk, (2004) dalam Fandeli dan Nurdin (2005) menyusun alternatif pengelompokan dan arah pengelolaan taman nasional di Indonesia. Taman Nasional Kutai dikelompokan dalam kriteria tingkat konflik antar sektor dalam masyarakat dengan arah pengelolaan manajemen kolaboratif.

5 5 Taman Nasional Bukit Tigapuluh Kayan Mentarang Betung Kerihun Gunung Palung Lorenz Teluk Cendrawasih Wakatobu Rawa Aopa Watomohai Siberut Takabonerate Bukit Baka Bukit Raya Lore Lindu Karimun Jawa Bogani Nani Wartabone Gunung Leuser Kerinci Seblat Berbak Way Kambas Kutai Kepulauan Seribu Gunung Halimun Danau Sentarum Bukit Barisan Selatan Tanjung Puting Wasur Bunaken Meru Betiri Komodo Bali Barat Gunung Gede Pangrango Bromo Tengger Semeru Baluran Ujung Kulon Kalimutu Alas Purwo Kriteria Pengelompokan Tingkat ketergantungan masyarakat tradisional Tingkat konflik antar sektor dalam masyrakat Tingkat pengelolaan Arah Pengelolaan Pengelolaan bersama masyarakat lokal Manajemen kolaboratif Kemandirian pengelolaan Gambar 2. Alternatif Pengelompokan dan Arah Pengelolaan Taman Nasional (Wiratno dkk, 2004 dalam Fandeli dan Nurdin, 2005) B. Rumusan Masalah Secara filosofis, suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan konservasi untuk dapat memberikan 3 dimensi manfaat, yaitu : (1) manfaat ekologis yang berarti mampu melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, (2) manfaat ekonomi yang berarti mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, dan (3) manfaat sosial yang berarti mampu menciptakan kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi secara optimal (Widada, 2008). Wisata alam Sangkima merupakan hamparan hutan tropis dataran rendah. Kawasan ini juga merupakan habitat beberapa jenis satwa burung, primata dan berbagai jenis satwa lainnya. Keberadaan masyarakat di dalam Taman Nasional Kutai merupakan masalah yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh pengelola. Bahkan keberadaan masyarakat sudah semakin medekati wisata alam Sangkima. Aktivitas wisata dan keberadan masyarakat di sekitar kawasan wisata alam Sangkima dapat memberikan resiko terhadap penurunan kualitas kawasan dengan fungsi utama sebagai kawasan konservasi. Menurut Fandeli dan Nurdin (2005), elemen yang dapat terpengaruh akibat aktivitas alam diantaranya ekosistem, keadaan flora dan fauna. Sebagai kawasan konservasi, pengembangan wisata alam harus dilakukan dengan sekecil mungkin memberikan dampak terhadap ekosistem. Setiap aktivitas

6 6 yang dilakukan didalamnya harus sangat terbatas, bukan wisata massal melainkan wisata minat khusus (special interest tourism). Menurut Fandeli dan Nurdin (2005), wisata minat khusus mengandung empat unsur yang harus menguntungkan lingkungan dan masyarakat. Unsur tersebut yaitu: (1) terjadinya proses belajar, (2) pemberian penghargaan dan pemahaman terhadap alam, (3) pengkayaan pengetahuan, (4) petualangan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sangkima dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengelola belum melakukan pembatasan jumlah kunjungan karena belum ada kajian mengenai kapasitas daya dukung kawasan wisata alam Sangkima.apabila hal ini berlangsung terus dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap kelangsungan wisata alam Sangkima. Pengelola wisata alam Sangkima dalam hal ini Balai Taman Nasional Kutai sedang mendesain bagaimana agar wisata alam Sangkima bisa dikembangkan sebagai objek wisata namun dampak terhadap kawasan dapat ditekan. Pembangunan fasilitas sebagai penunjang keberadaan objek wisata dirancang agar tidak merusak/memberi tekanan terhadap kawasan. Ekowisata menjadi sangat penting dalam menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan dengan melibatkan masyarakat lokal untuk turut aktif dalam pengelolaannya. Dukungan dari berbagai pihak menjadi nilai positif dalam pengembangan objek wisata. Pilihan kebijakan pengelolaan kolaborasi, pemerintah dan masyarakat merupakan ragam pengelolaan yang diambil berdasarkan keadaan spesifik lokal, mensinkronkan kepentingan pemerintah dan masyarakat, meminimalkan resistensi dan memaksimalkan sinergitas pemangku kepentingan diharapkan dapat diimplementasikan dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana potensi wisata alam Sangkima untuk dikembangkan menjadi ekowisata? Berapa daya dukung untuk dikembangkan sebagai ekowisata? Bagaimana strategi pengembangan wisata alam Sangkima?

7 7 C. Kerangka Pendekatan Penelitian Tekanan terhadap TN Kutai yang semakin berat namun aktivitas wisata alam di Sangkima yang yang terus meningkat Latar Belakang Bagaimana potensi Wisata alam Sangkima? Bagaimana daya dukung kawasan? Bagaimana strategi pengembangan? Permasalahan Mengidentifikasi Potensi Wisata alam Sangkima Mengetahui daya dukung kawasan Merumuskan strategi pengembangan Keberlanjutan Pariwisata Alam Environment Community Empowerment Local Economic Culture Tujuan dan Manfaat Analisis Potensi ODTWA Analisis Daya Dukung Analisis Stakeholder Metode layak melebihi positif tidak layak tidak melebihi negatif Peluang Ancaman Kelemahan Keunggulan Analisis Matriks SWOT AHP Strategi dan Rekomendasi Pengembangan Hasil Gambar 3. Kerangka Pendekatan Penelitian

8 8 D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang memiliki tema tentang kajian potensi ekowisata maupun strategi pengembangannya yang dilaksanakan di lokasi lain tersaji pada tabel berikut. Tabel 1. Beberapa Penelitian dengan Tema Serupa No Nama Judul Penelitian Metode Hasil 1. Erni Yuniarti, Strategi Analisis supply Balai Taman Nasional Betung Kerihun memiliki 2005 Pengembangan Wisata demand, analisis potensi sumberdaya alam dan budaya yang potensial Alam di Balai Taman SWOT untuk dikembangkan. Rekomendasi yang diberikan Nasional Betung yaitu pengembangan untuk wisata penelitian maupun Kerihun Kalimantan wisata budaya. Perlu dilakukan penataan sarana dan Barat prasaran yang dapat menunjang peningkatan kegiatan wisata alam di kawasan tersebut. 2. Mohammad Ramli, 2009 Analisis SWOT, AHP 3. Hariadi Siswantoro, 2012 Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean Kabupaten Gresik Kajian Daya Dukung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar Penilaian daya dukung, penilaian persepsi pelaku wisata terhadap wisatawan, SWOT, wawancara mendalam dan AHP Pulau Bawean berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Strategi pengembangannya menggunakan sumberdaya potensial yang ada. Selain itu harus dibangun kerjasama antar stakeholder. Engadaan fasilitas wisata juga merupakan upaya yang harud dilakukan untuk dapat mengembangkan pulau Bawean sebagai objek wisata di Kabupaten Gresik. Daya dukung lingkungan efektif TWA Grojogan Sewu yaitu sebesar orang per hari. Nilai ini masih lebih besar daripada nilai aktual jumlah wisatawan sebesar 926 per hari. Berdasarkan hasil AHP, strategi pengelolaan TWA yaitu peningkatan ekonomi kreatif terhadap masyarakat local dalam menghasilkan produk dan jasa wisata.

9 9 4. Tatag Muttaqin, Hari Purnomo, Ade Saepulloh Abdul Kholik, 2013 Kajian Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Kajian Potensi dan daya Dukung Ekowisata Cagar Alam Pulau Sempu Jawa Timur Daya Dukung Biofisik Wana Wisata dan Rest Area Urug Kota Tasikmalaya Metode survey untuk penggumpulan data. Analisa SWOT untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata dan AHP untuk menentukan keputusan terbaik terhadap beberapa pilihan (ekonomi, lingkungan, sosial) Identifikasi dan analisis objek wisata, analisis daya dukung, perumusan alternatif pengelolaan melalui survei, wawancara dan studi pustaka Analisis deskriptif, indeks kesesuaian wisata, analisis daya dukung Berdasarkan analisa SWOT dan AHP, arahan strategi pengembangan ekowisata yaitu: mengevaluasi fungsi dan status kawasan, membangun kesamaan persepsi dan konsep pengembangan ekowisata diantara stakeholder, Pengembangan ekowisata di kedua kawasan yaitu Cagar Alam Pulau Sempu sebagai penyedia produk wisata berupa atraksi alam dan Pantai Sendang Biru sebagai penyedia fasilitas wisata dan aksesibilitas, pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan Cagar Alam Pulau Sempu dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pengembangan ekowisata, meningkatkan sarana pendidikan dan meningkatan kualitas produk dan SDM. Cagar alam pulau Sempu memiliki beberapa oobjek wisata yang terdiri dari wisata darat dan wisata pantai. Hasil penilaian daya dukung, kawasan ini masih belum melebihi daya dukung efektif. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh alternatif kebijakan pengelolaan yaitu perlu pembagian blok pengelolaan untuk menyelamatkan ekosistem dan kehati, evaluasi terhadap fungsi kawasan cagar alam menjadi tawan wisata alam, meningkatkan koordinasi pemda Kabupaten Malang dengan pengelola kawasan, mengembangkan ekowisata berbasiskan pada ODTWA, kolaborasi pengelola dengan masyarakat sekitar. Rata-rata kunjungan wisatawan sebanyak 30 orang per hari. Angka tersebut masih dibawah daya dukung kawasan sebesar 2611 orang per hari. Upaya peningkatan jumlah kunjungan masih dapat dilakukan oleh pengelola. Aktivitas wisata yang dilakukan yaitu outbond dan berkemah.

10 10 7. Sigit Purwanto, Nana Winnit Muthmainnah, Agus Erwan, 2016 Kajian Potensi dan Daya Dukung Taman Wisata Alam Bukit Kelam untuk Strategi Pengembangan Ekowisata Analisis Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat Analisis Potensi dan Daya Dukung ODTWA Sangkima Taman Nasional Kutai untuk Pengembangan Ekowisata Analisis potensi menggunakan pedoman ADO-ODTWA Ditjen PHKA, Analsis daya dukung, stakeholder grid, analisis SWOT. Analisis daya dukung, SWOT, AHP, identifikasi persepsi wisatawan dengan Skala Likert Analisis Daerah Operasi ODTWA (Ditjen PHKA, 2003), analisis daya dukung (fisik, riil, efektif) dan analisis strategi pengembangan (SWOT dan AHP) TWABK memiliki potensi objek wisata yang dapat dikembangkan sebagai ekowisata seperti panorama, jalur pendakian, wisata rohani dan wisata agro. Daya dukung efektif sebesar 198 org/hari. Stakeholder dalam pengelolaan TWABK pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, swasta, akademisi dan pengusaha air minum isi ulang. Indikator persepsi wisatawan di kawasan Cikole Jayagiri Resort bernilai baik. Alternatif produk wisata alam yang dapat dikembangkan berdasarkan bobot prioritas yaitu outbond, menikmati pemandangan alam dan berkemah. Tingkat kunjungan ke kawasan ini masih berada di bawah ambang batas daya dukung kawasan. ODTWA sangkima memiliki potensi wisata yang bisa diukur/dianalisis. Penilaian tersebut untuk mengukur tingkat kelayakan ODTWA. Dalam upaya pengelolaa ekowisata yang berkelanjutan perlu diketahui daya dukung kawasan dan bagaimana strategi pengembangannya. Hasil analisis SWOT kuantitatifkan dengan AHP. Komponen yang dibandingkan dalam AHP yaitu aspek ekonomi, ekologi dan sosial yang bisa digunakan sebagai atraksi penunjang ekowisata.

11 11 E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi dan melakukan penilaian potensi ODTWA Sangkima Taman Nasional Kutai. 2. Menentukan daya dukung wisata alam Sangkima. 3. Merumuskan strategi pengembangan wisata alam Sangkima. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam pengelolaan wisata alam Sangkima. Dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata harus tetap berpegang pada prinsip ekowisata yaitu barbasis ke alam, adanya keberlanjutan ekologis, memberi manfaat bagi masyarakat lokal, mengandung unsur pendidikan lingkungan dan mengutamakan kepuasan pengunjung. Apabila prinsip tersebut bisa terlaksana maka akan berdampak positif terhadap pengelolaan ekowisata di kawasan konservasi Taman Nasional Kutai. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan pemikiran tentang strategi pengembangan ekowisata sebagaimana yang tertuang dalam kesimpulan penelitian ini.

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pondok Bulu merupakan hutan pendidikan dan latihan (hutan diklat) yang dikelola oleh Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi LAMPIRAN 168 Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi No Nama dan SK Kawasan 1 Bukit Barisan Selatan SK Mentan No. 736/Mentan/X/ 1982, 14 Oktober 1982 2 Bali Barat* SK Menhut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN 5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN Evaluasi efektivitas pengelolaan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 4 aspek dalam siklus pengelolaan yaitu: perencanaan, masukan, proses, dan keluaran. Setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar http://blog.unila.ac.id/janter PENGERTIAN Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar perlindungan populasi satwa untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba dengan luas areal 13.490 hektar merupakan salah satu kawasan konservasi darat di Bengkulu yang memiliki kekayaaan sumber daya dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bandung Selatan memiliki sebuah kawasan wisata potensial, yaitu kawasan wisata Ciwidey. Di kawasan tersebut terdapat empat tujuan wisata utama, diantaranya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

BAB. I. PENDAHULUAN A.

BAB. I. PENDAHULUAN A. BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga setelah Brazil dan Zaire.

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK KAWASAN KONSERVASI

4. KARAKTERISTIK KAWASAN KONSERVASI 4. KARAKTERISTIK KAWASAN KONSERVASI Kawasan konservasi yang memiliki lahan basah pesisir yang dalam tulisan ini disingkat menjadi kawasan konservasi bisa ditemui di hampir setiap wilayah Indonesia. Taman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari sumberdaya hewani, nabati, gejala dan keunikan alam atau keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan menetapkan kebijakan pengelolaannya harus

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan taman nasional (TN) di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan yang mengancam kelestariannya. Masalah pengelolaan TN di Indonesia terkait erat dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat yang cenderung menurun kondisinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan munculnya kecenderungan baru yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi arah dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

PRESS RELEASE RAPAT KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP) TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

PRESS RELEASE RAPAT KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP) TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA PRESS RELEASE RAPAT KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP) TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA 2018-2027 Kasongan, 28 Agustus 2017 Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya mengadakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Alam Pulau Bawean ditunjuk dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 76/Kpts/Um/12/1979 tanggal 5 Desember 1979 meliputi Cagar Alam (CA) seluas 725 ha dan Suaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Nilai Ekonomi Taman Nasional Alam seisinya memiliki nilai ekonomi yang dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi ini dapat diperoleh jika alam dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan keanekaragaman sumberdaya hayatinya yang tinggi dijuluki megadiversity country merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci