1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK PENGGUNAAN LAHAN 2. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK KEMIRINGAN LERENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK PENGGUNAAN LAHAN 2. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK KEMIRINGAN LERENG"

Transkripsi

1 LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TANGGAL 1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK PENGGUNAAN LAHAN Penggunaan Lahan NAMA UNSUR HSV ( Penggunaan lahan terakhir Setiap unsur yang ada pada penggunaan lahan, dibedakan warna. Disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan BPN (Badan Pertanahan Nasional) 2. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK KEMIRINGAN LERENG NAMA UNSUR Kemiringan Lereng ,99% (Klas I) Hasil pengolahan kontur RB I/ Citra SRTM Resolusi 90 m untuk kerincian 1 : dan SRTM Resolusi 30 m untuk kerincian 1 : BAKOSURTANAL

2 2. 2-4,99% (Klas II) Hasil pengolahan kontur RB I/ Citra SRTM Resolusi 90 m untuk kerincian 1 : dan SRTM Resolusi 30 m untuk kerincian 1 : BAKOSURTANAL ,99% (Klas III) Hasil pengolahan kontur RB I/ Citra SRTM Resolusi 90 m untuk kerincian 1 : dan SRTM Resolusi 30 m untuk kerincian 1 : BAKOSURTANAL ,99% (Klas IV) Hasil pengolahan kontur RB I/ Citra SRTM Resolusi 90 m untuk kerincian 1 : dan SRTM Resolusi 30 m untuk kerincian 1 : BAKOSURTANAL ,99% (Klas V) Hasil pengolahan kontur RB I/ Citra SRTM Resolusi 90 m untuk kerincian 1 : dan SRTM Resolusi 30 m untuk kerincian 1 : BAKOSURTANAL 6. > 30% (Klas VI) Hasil pengolahan kontur RB I/ Citra SRTM Resolusi 90 m untuk kerincian 1 : dan SRTM Resolusi 30 m untuk kerincian 1 : BAKOSURTANAL

3 3. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK GEOLOGI Geologi NAMA UNSUR Simbol dan / atau 1. Struktur Geologi Mengikuti Klasifikasi geologi yang di keluarkan instansi berwenang. Tingkat Ketelitian Data disesuaikan dengan skala peta rencana yang dihasilkan, jika tidak tersedia data pada kerincian data yang dilakukan maka diupayakan untuk menghasilkan data pada kerincian di maksut, jika tidak memungkinkan maka menggunakan data pada skala kecil terdekat dengan kewajiban mencantumkan kondisi dan sumber data. PPLGL Bandung 2. Patahan dan Sesar Mengikuti Klasifikasi geologi yang di keluarkan instansi berwenang. Tingkat Ketelitian Data disesuaikan dengan skala peta rencana yang dihasilkan, jika tidak tersedia data pada kerincian data yang dilakukan maka diupayakan untuk menghasilkan data pada kerincian di maksut, jika tidak memungkinkan maka menggunakan data pada skala kecil terdekat dengan kewajiban mencantumkan kondisi dan sumber data. PPLGL Bandung 3. Sifat-sifat Geologi Mengikuti Klasifikasi geologi yang di keluarkan instansi berwenang. Tingkat Ketelitian Data disesuaikan dengan skala peta rencana yang dihasilkan, jika tidak tersedia data pada kerincian data yang dilakukan maka diupayakan untuk menghasilkan data pada kerincian di maksut, jika tidak memungkinkan maka menggunakan data pada skala kecil terdekat dengan kewajiban mencantumkan kondisi dan sumber data. PPLGL Bandung

4 4. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK GEOMORFOLOGI Geomorfologi NAMA UNSUR A. Bentukan Denudasional 1. Perbukitan Terkikis (D1) Dibuat warna khusus untuk Perbukitan Terkikis 2. Pegunungan Terkikis (D2) Dibuat warna khusus untuk Pegunungan Terkikis 3. Bukit Sisa (D3) Dibuat warna khusus untuk Bukit Sisa 4. Bukit Terisolisasi (D4) Dibuat warna khusus untuk Bukit Terisolasi 5. Dataran Nyaris (D5) Dibuat warna khusus untuk Dataran Nyaris 6. Dataran Nyaris Terangkat (D6) Dibuat warna khusus untuk Dataran Nyaris Terangkat 7. Lereng Kaki (D7) Dibuat warna khusus untuk Lereng kaki 8. Pedimen (D8) Dibuat warna khusus untuk Pedimen 9. Piedemont (D9) Dibuat warna khusus untuk Piedemont 10. Gawir (D10) Dibuat warna khusus untuk Gawir

5 11. Kipas rombakan lereng (D11) Dibuat warna khusus untuk Kipas rombakan lereng 12. Daerah dengan gerak masa batuan kuat (D12) Dibuat warna khusus untuk Dewah dengan gerak masa batuan kuat 13. Lahan Rusak (D13) Dibuat warna khusus untuk lahan rusak B. Bentukan asal Vulkanik 1. Kepundan (V1) Dibuat warna khusus untuk Kepundan 2. Kerucut gunung api (V2) Dibuat warna khusus untuk Kerucut gunung api 3. Lereng gunung api atas (V3 Dibuat warna khusus untuk gunung api atas 4. Lereng gunung api tengah (V4) Dibuat warna khusus untuk Lereng gunung api tengah 5. Lereng gunung api bawah (V5) Dibuat warna khusus untuk Lereng gunung api bawah 6. Kaki gunung api (V6) Dibuat warna khusus untuk Kaki gunung api 7. Dataran kaki gunung api (V7) Dibuat warna khusus untuk Lereng gunung api bawah 8. Dataran fluvial gunung api (V8) Dibuat warna khusus untuk dataran fluvial gunung api

6 9. Padang lava (V9) Dibuat warna khusus untuk Padang lava 10. Padang lahar (V10) Dibuat warna khusus untuk Padang lahar 11. Lelehan lava (V11) Dibuat warna khusus untuk Lelehan lava 12. Aliran lava (V12) Dibuat warna khusus untuk Aliran lava 13. Dataran antar gunung api (V13) Dibuat warna khusus untuk Dataran antar gunung api 14. Dataran tinggi lava (V14) Dibuat warna khusus untuk Dataran tinggi lava 15. Planeses (V15 ) Dibuat warna khusus untuk Planeses 16. Padang abu, tuff atau lapili (V16) Dibuat warna khusus untuk Padang abu, tuff atau lapili 17. Solfatar (V17) Dibuat warna khusus untuk Solfatar 18. Fumarol (V18) Dibuat warna khusus untuk Fumarol 19. Bukit Gunung Api terdenudasi (V19) Dibuat warna khusus untuk Bukit gunung api terdenudasi 20. Leher gunung api (V20) Dibuat warna khusus untuk Leher gunung api

7 21. Sumbat gunung api (V21) Dibuat warna khusus untuk Sumbat gunung api 22. Kerucut parasiter (V22) Dibuat warna khusus untuk Kerucut parasiter 23. Boka (V23) Dibuat warna khusus untuk Boka 24. Dike (V24) Dibuat warna khusus untuk Dike 25. Baranko (V25) Dibuat warna khusus untuk Baranko C. Bentukan asal Struktural (S) 1. Blok Sesar (S1) Dibuat warna khusus untuk Blok sesar 2. Gawir Sesar (S2) Dibuat warna khusus untuk Gawir sesar 3. Gawir Garis Sesar (S3) Dibuat warna khusus untuk Gawir garis sesar 4. Pegunungan Antiklinikal (S4) Dibuat warna khusus untuk Pegunungan antiklinikal 5. Perbukitan Antiklinikal (S5) Dibuat warna khusus untuk Perbukitan antiklinikal 6. Pegunungan Sinklinikal (S6) Dibuat warna khusus untuk Pegunungan Sinklinikal

8 7. Perbukitan Sinklinikal (S7) Dibuat warna khusus untuk Perbukitan Sinklinikal 8. Pegunungan Monoklinikal (S8) Dibuat warna khusus untuk Pegunungan Monoklinikal 9. Perbukitan Monoklinikal (S9) Dibuat warna khusus untuk Perbukitan Monoklinikal 10. Pegunungan Dome (S10) Dibuat warna khusus untuk Pegunungan Dome 11. Perbukitan Dome (S11) Dibuat warna khusus untuk Perbukitan Sinklinikal 12. Dataran Tinggi/Plateau (S12) Dibuat warna khusus untuk Dataran Tinggi / Plateau 13. Cuesta (S13) Dibuat warna khusus untuk Cuesta 14. Hogback (S14) Dibuat warna khusus untuk Hogback 15. Bentuk Strika (S15) Dibuat warna khusus untuk Bentuk Strika 16. Lembah Antiklinasi (S16) Dibuat warna khusus untuk Lembah Antiklinasi 17. Lembah Sinklinasi (S17) Dibuat warna khusus untuk Lembah Sinlkinasi 18. Lembah Subsekuen (S18) Dibuat warna khusus untuk Lembah Subsekuen 19. Sembul/Horst (S19) Dibuat warna khusus untuk Sembul / Horst

9 20. Tanah Terban (S20) Dibuat warna khusus untuk Tanah Terban D. Bentukan asal Fluvial (F) 1. Dataran Aluvial (F1) Dibuat warna khusus untuk Dataran Aluvial 2. Dasar Sungai (F2) Dibuat warna khusus untuk Dasar sungai 3. Danau (F3) Dibuat warna khusus untuk Danau 4. Rawa (F4) Dibuat warna khusus untuk Rawa 5. Rawa Belakang (F5) Dibuat warna khusus untuk Rawa Belakang 6. Saluran/Sungai Mati (F6) Dibuat warna khusus untuk Saluran / Sungai mati 7. Dataran Banjir (F7) Dibuat warna khusus untuk Dataran banjir 8. Tanggul Alam (F8) Dibuat warna khusus untuk Tanggul Alam 9. Ledok Fluvial (F9) Dibuat warna khusus untuk Ledok Fluvial 10. Bekas Dasar Danau (F10) Dibuat warna khusus untuk Bekas Dasar Danau

10 11. Hamparan Celah/ Tonjolan Fluvial/Crevasse Splays (F11) Dibuat warna khusus untuk Hamparan Celah / Tonjol Fluvial / Crevasse Splays 12. Gosong Lengkung Dalam (F12) Dibuat warna khusus untuk Gosong Lengkung Dalam 13. Gosong Sungai (F13) Dibuat warna khusus untuk Gosong Sungai 14. Kipas Aluvial Aktif (F14) Dibuat warna khusus untuk Kipas Aluvial Aktif 15. Teras Aluvial (F15) Dibuat warna khusus untuk Teras Aluvial 16. Kipas Aluvial Tidak Aktif (F16) Dibuat warna khusus untuk Kipas Aluvial Tidak Aktif 17. Delta (F17) Dibuat warna khusus untuk Delta 18. Igir Delta (F18) Dibuat warna khusus untuk Ingir Delta 19. Ledok Delta (F19) Dibuat warna khusus untuk Ledok Delta 20. Pantai Delta (F20) Dibuat warna khusus untuk Pantai Delta E. Bentukan asal pelarutan Karst Dibuat warna khusus untuk Ledok Delta 1. Dataran Tinggi Karst (K1) Dibuat warna khusus untuk Dataran Tinggo Karst

11 2. Lereng dan Perbukitan Karstik Terkikis (K2) Dibuat warna khusus untuk Lereng dan Perbukitan Karstik Terkikis 3. Kubah Karst (K3) Dibuat warna khusus untuk Kubah Karst 4. Bukit Sisa Batu Gamping Terisolasi (K4) Dibuat warna khusus untuk Bukit Sisa Batu Gamping Terisolasi 5. Dataran Aluvial Karst (K5) Dibuat warna khusus untuk Dtaran Aluvial karst 6. Uvala, Dolin (K6) Dibuat warna khusus untuk Uvala, Dolin 7. Polje (K7) Dibuat warna khusus untuk Polje 8. Lembah Kering (K8) Dibuat warna khusus untuk Lembah Kering

12 5. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK FISIOGRAFI PERMUKAAN NAMA UNSUR Bentuk Fisiografi Permukaan Enam klas bentuk Fisiografi 1. Datar Simbol dan / atau Hasil pengolahan dan identifikasi kontur RBI/Citra SRTM res. 90m untuk kerincian 1: dan SRTM Res. 30m untuk kerincian 1:50.000/ identifikasi citra penginderaan jauh lainnya secara steroscopic maupun non stereoscopic 2. Landai 3. Berombak 4. Bergelombang Hasil pengolahan dan identifikasi kontur RBI/Citra SRTM res. 90m untuk kerincian 1: dan SRTM Res. 30m untuk kerincian 1:50.000/ identifikasi citra penginderaan jauh lainnya secara steroscopic maupun non stereoscopic Hasil pengolahan dan identifikasi kontur RBI/Citra SRTM res. 90m untuk kerincian 1: dan SRTM Res. 30m untuk kerincian 1:50.000/ identifikasi citra penginderaan jauh lainnya secara steroscopic maupun non stereoscopic Hasil pengolahan dan identifikasi kontur RBI/Citra SRTM res. 90m untuk kerincian 1: dan SRTM Res. 30m untuk kerincian 1:50.000/ identifikasi citra penginderaan jauh lainnya secara steroscopic maupun non stereoscopic

13 5. Berbukit 6. Bergunung NAMA UNSUR Simbol dan / atau Hasil pengolahan dan identifikasi kontur RBI/Citra SRTM res. 90m untuk kerincian 1: dan SRTM Res. 30m untuk kerincian 1:50.000/ identifikasi citra penginderaan jauh lainnya secara steroscopic maupun non stereoscopic Hasil pengolahan dan identifikasi kontur RBI/Citra SRTM res. 90m untuk kerincian 1: dan SRTM Res. 30m untuk kerincian 1:50.000/ identifikasi citra penginderaan jauh lainnya secara steroscopic maupun non stereoscopic 6. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK CURAH HUJAN Curah hujan NAMA UNSUR Empat kelas jumlah rata-rata curah hujan 1. > 3000mm/Th (klas I) Diperoleh melalui pengolahan, pemodelan dan pengkelasan data catatan curah hujan minimal selama 10 tahun terakhir Badan Meteorologi dan Geofisika mm/th (klas II) Diperoleh melalui pengolahan, pemodelan dan pengkelasan data catatan curah hujan minimal selama 10 tahun terakhir Badan Meteorologi dan Geofisika

14 NAMA UNSUR mm/th (klas III) Diperoleh melalui pengolahan, pemodelan dan pengkelasan data catatan curah hujan Badan Meteorologi dan Geofisika minimal selama 10 tahun terakhir 4. > 1000 mm/th (klas IV) Diperoleh melalui pengolahan, pemodelan dan pengkelasan data catatan curah hujan minimal selama 10 tahun terakhir Badan Meteorologi dan Geofisika

15 7. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK PENUTUP LAHAN NAMA UNSUR Spsifikasi 1. Penutup Lahan Setiap unsur lahan dibedakan warna. Disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan Dinas / Dep.Kehutanan 8. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK PENUTUP LAHAN A. Sarana pendidikan NAMA UNSUR SD / setingkat Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel 2. SMP / setingkat Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel 3. SMA Umum / kejuruan Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel Dep./Dinas Pendidikan Nasional Dep./Dinas Pendidikan Nasional Dep./Dinas Pendidikan Nasional

16 4. Perguruan Tinggi / Akademi Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel 5. Pendidikan Taman Kanak-Kanak Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel 6. TPA regional Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel 7. Pendidikan Sekolah Luar Biasa Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel 8. Pendidikan Lainnya Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. Dimensi minimal simbol 3 mm. minimal 2 mm, letak fleksibel Dep./Dinas Pendidikan Nasional Dep./Dinas Pendidikan Nasional Dep./Dinas Pendidikan Nasional Dep./Dinas Pendidikan Nasional Dep./Dinas Pendidikan Nasional B. Sarana Kesehatan 1. Puskesmas/ Balai Pengobatan Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. PS = Puskesmas. Dimensi minimal simbol 2 mm. Letak notasi fleksibel. Dep./Dinas Kesehatan

17 2. Rumah Sakit klas A Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. A = Rumah sakit type A. Dimensi minimal simbol 2 mm. Letak notasi fleksibel. Dep./Dinas Kesehatan 3. Rumah Sakit klas B Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. B = Rumah sakit type B. Dimensi minimal simbol 2 mm. Letak notasi fleksibel. Dep./Dinas Kesehatan 4. Rumah Sakit klas C Kondisi, jumlah dan sebaran, swasta/negeri, umum/khusus. C = Rumah sakit type C. Dimensi minimal simbol 2 mm. Letak notasi fleksibel. Dep./Dinas Kesehatan C. Jaringan listrik 1. Kawat saluran udara a. jaringan transmisi tegangan ultra tinggi (SUTUT) 750 KV minimal 2 mm UT = Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi. Untuk jaringan yang panjang, penggunaan Dep./ Dinas ESDM dan PLN

18 b. jaringan transmisi tegangan extra tinggi (SUTET) 500 KV c. jaringan transmisi tegangan tinggi (SUTT) 275KV d. jaringan transmisi tegangan menegah (SUTM) 150 KV e jaringan transmisi tegangan rendah (SUTR) 70 KV minimal 2 mm ET = Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi. Untuk jaringan yang panjang, penggunaan minimal 2 mm TT = Saluran Udara Tegangan Tinggi. Untuk jaringan yang panjang, penggunaan minimal 2 mm TM = Saluran Udara Tegangan Menengah Untuk jaringan yang panjang, penggunaan minimal 2 mm TR = Saluran Udara Tegangan Rendah Untuk jaringan yang panjang, penggunaan 2. Kabel bawah tanah minimal 2 mm KT = Kabel Bawah Tanah Untuk kabel yang panjang, penggunaan notasi diatur 3. Kabel bawah laut minimal 2 mm KL = Kabel Bawah Laut Untuk kabel yang panjang, penggunaan notasi diatur Dep./ Dinas ESDM dan PLN Dep./ Dinas ESDM dan PLN Dep./ Dinas ESDM dan PLN Dep./ Dinas ESDM dan PLN Dep./ Dinas ESDM dan PLN Dep./ Dinas ESDM dan PLN 4. Gardu induk Minimum simbol 2 mmm Dep./ Dinas ESDM dan PLN

19 5. Jaringan distribusi minimal 2 mm JD = Jaringan Distribusi Untuk jaringan yang panjang, penggunaan Dep./ Dinas ESDM dan PLN D. Fasilitas air bersih 1. Mata air Minimum simbol 2 mmm Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 2. Intake Air C Minimum simbol 2 mmm Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 3. Instalasi produksi Air C Minimum simbol 2 mmm Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 4. Bak penampungan Air C Minimum simbol 2 mmm Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM

20 5. Pipa jaringan air bersih Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM a. Pipa air bersih primer minimal 2 mm AP = Pipa Air bersih Primer Untuk pipa yang panjang, penggunaan notasi diatur b. Pipa air bersih primer minimal 2 mm AS = Pipa Air bersih Sekunder Untuk pipa yang panjang, penggunaan diatur Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 6. Jalur distribusi air bersih Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 7. Bangunan irigasi Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 8. Jaringan irigasi Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM a. Irigasi primer minimal 2 mm IP = Irigasi Primer Untuk irigasi yang panjang, penggunaan notasi diatur b. Irigasi sekunder minimal 2 mm IS = Irigasi Sekunder Untuk irigasi yang panjang, penggunaan notasi diatur Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM

21 c. Irigasi tersier minimal 2 mm IT = Irigasi Tersier Untuk irigasi yang panjang, penggunaan notasi diatur d. Irigasi air tanah minimal 2 mm IA = Irigasi Air tanah Untuk irigasi yang panjang, Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM Dep./ Dinas Cipta Karya PU dan PAM 9. Sistem pengendali banjir a. Saluran dranaise primer minimal 2 mm DP = Drainase Primer Untuk drainase yang panjang, penggunaan b. Saluran dranaise sekunder minimal 2 mm DS = Drainase Sekunder Untuk drainase yang panjang, penggunaan c. Saluran air hujan primer minimal 2 mm HP = Saluran air Hujan Primer Untuk drainase yang panjang, penggunaan d. Saluran air hujan sekunder minimal 2 mm HP = Saluran air Hujan Sekunder Untuk drainase yang panjang, penggunaan

22 E. Jaringan telekomunikasi Jaringan terrestrial 1. Jaringan mikro digital minimal 2 mm JM = Jaringan Mikro Digital Untuk jaringan yang panjang, penggunaan Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 2. Jaringan mikro analog minimal 2 mm JA = Jaringan Mikro Analog Untuk jaringan yang panjang, penggunaan 3. Jaringan serat optik minimal 2 mm JO = Jaringan Serat Optik. Untuk jaringan yang panjang, penggunaan 4. Jaringan kabel laut minimal 2 mm JK = Jaringan Kabel Laut. Untuk jaringan yang panjang, penggunaan Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 5. Jaringan internasional minimal 2 mm JI = Jaringan Internasional Untuk jaringan yang panjang, penggunaan Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM

23 6. Stasiun telepon otomat O Dimensi minimal simbol 2 mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 7. Transmisi kabel laut minimal 2 mm TK = Transmisi Kabel Laut Untuk jaringan yang panjang, penggunaan Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 8. Transmisi kabel laut (konstruksi) w Dimensi minimal simbol 3 mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 9. Kantor pos besar Dimensi minimal simbol 3 mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 10. Kantor pos kecil Dimensi minimal simbol 3 mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM F. Jaringan satelit Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 1 Stasiun bumi Dimensi minimal simbol 3 mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM

24 2 Pusat automatisasi sambungan telepon Dimensi minimal simbol 3 mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM 3 Menara telekomunikasi (BTS) untuk pemanfaatan secara bersama-sama antar operator Ë Dimensi minimal simbol 3mm Dep./ Dinas Parpostel dan TELKOM G. Jaringan perhubungan A. Perhubungan darat a. Jaringan jalan dan Terminal 1. Jalan Tol Infill Grs bis hitam Dimensi minimal simbol Dep./ Dinas PU 2. Jalan Arteri Primer Infill Grs bis hitam Dimensi minimal simbol Dep./ Dinas PU

25 3. Jalan Kolektor Primer Dimensi minimal simbol Dep./ Dinas PU 4. Jalan Lokal Dimensi minimal simbol Dep./ Dinas PU 5. Jalan Strategis a. Strategis Nasional minimal 2 mm SN = Jalan Strategis Nasional Untuk jalan yang panjang, penggunaan notasi diatur b. Strategis Provinsi minimal 2 mm SP = Jalan Strategis provinsi Untuk jalan yang panjang, penggunaan notasi diatur c. Strategis Kabupaten minimal 2 mm SK = Jalan Strategis Kabupaten Untuk jalan yang panjang, penggunaan notasi diatur Dep./ Dinas PU Dep./ Dinas PU Dep./ Dinas PU 6. Jalur Busway Dimensi minimal simbol Dep./ Dinas PU 7. Jembatan Tebal garis 0.3 mm. Lebar jembatan disesuaikan dengan lebar sungai Dep./ Dinas PU

26 8. Terminal Dep./ Dinas PU a. Terminal type A Dimensi minimal simbol 3 mm A = Terminal type A minimal 2 mm b. Terminal type B B Dimensi minimal simbol 3 mm B = Terminal type B minimal 2 mm c. Terminal type C B Dimensi minimal simbol 3 mm C = Terminal type C minimal 2 mm b. Jaringan Rel Kereta Api dan stasiun 1. Stasiun Kereta Api dan PT. KAI a. Stasiun Besar dan PT. KAI b. Stasiun Sedang dan PT. KAI 2. Jalur Kereta Api umum antar kota a. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur ganda

27 1. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur ganda atas tanah 2. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur ganda bawah tanah 3. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur ganda layang b Jalur Kereta Api umum antar kota jalur tunggal 1. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur tunggal atas tanah 2. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur tunggal bawah tanah minimal 2 mm GA = Rel Ganda Atas tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan minimal 2 mm GB = Rel Ganda Bawah tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan minimal 2 mm GL= Rel Ganda Layang Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan minimal 2 mm TA = Rel Tunggal Atas tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan minimal 2 mm TB = Rel Tunggal Bawah tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan dan PT. KAI dan PT. KAI dan PT. KAI dan PT. KAI dan PT. KAI 3. Jalur Kereta Api umum antar kota jalur tunggal layang 3. Jalur Kereta Api umum perkotaan minimal 2 mm TL = Rel Tunggal Layang U ntuk jalur KA yang panjang, penggunaan notasi diatur dan PT. KAI

28 a. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur ganda 1. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur ganda atas tanah minimal 2 mm GA = Rel Ganda Atas tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan dan PT. KAI dan PT. KAI 2. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur ganda bawah tanah 3. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur ganda layang b. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur tunggal 1. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur tunggal atas tanah 2. Jalur Kereta Api umum perkotaan jalur tunggal bawah tanah minimal 2 mm GB = Rel Ganda Bawah tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan minimal 2 mm GL = Rel Ganda Layang Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan minimal 2 mm TA = Rel Tunggal Atas tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan diatur minimal 2 mm TB = Rel Tunggal Bawah tanah Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan dan PT. KAI dan PT. KAI dan PT. KAI dan PT. KAI 3. Jalur Subway minimal 2 mm TL = Rel Tunggal Layang Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan diatur dan PT. KAI

29 4. Jalur Monorail minimal 2 mm MR = Monorail Untuk jalur KA yang panjang, penggunaan notasi diatur dan PT. KAI 4. Jalur Kereta Api khusus Dimensi minimal garis. dan PT. KAI c. Transportasi sungai danau dan penyeberangan 1. Pelabuhan sungai minimal 2 mm PS = Pelabuhan Sungai Letak notasi fleksibel 2. Pelabuhan danau minimal 2 mm PD = Pelabuhan Sungai Letak notasi fleksibel 3. Alur pelayaran angkutan sungai Dimensi minimal garis 4. alur pelayaran angkutan danau; Dimensi minimal garis 5. Pelabuhan penyeberangan lintas provinsi dan antar negara minimal 2 mm PN = Pelabuhan penyeberangan antar provinsi dan antar negara. Letak notasi fleksibel

30 6. Pelabuhan penyeberangan lintas antar kabupaten kota minimal 2 mm PK = Pelabuhan penyeberangan antar kabupaten / kota Letak notasi fleksibel 7. Pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten /Kota 8. Lintas penyeberangan antar provinsi yang menghubungkan antar jaringan jalan nasional dan antar jaringan jalur kereta api antar provinsi minimal 2 mm PP = Pelabuhan penyeberangan dalam kabupaten / kota Letak notasi fleksibel minimal 2 mm LP = Lintas penyeberangan antar provinsi Letak notasi fleksibel 9. Lintas penyeberangan antar negara yang menghubungkan antar jaringan jalan pada kawasan perbatasan minimal 2 mm LN = Lintas penyeberangan antar negara Letak notasi fleksibel 10. Lintas penyeberangan antar kabupaten / kota yang menghubungkan antar jaringan jalan provinsi dan jaringan jalur kereta api dalam provinsi 11. Lintas pelabuhan penyeberangan dalam kabupaten/kota yang menghubungkan antar jaringan jalan kabupaten /kota dan jaringan jalur kereta api dalam kabupaten / kota minimal 2 mm LK = Lintas penyeberangan antar kabupaten / kota Letak notasi fleksibel minimal 2 mm DK = Lintas penyeberangan dalam kabupaten / kota Letak notasi fleksibel

31 B. Perhubungan laut 1. Pelabuhan Internasional hub minimal 2 mm. PH = Pelabuhan Internasional Hub Letak notasi fleksibel 2. Pelabuhan internasional minimal 2 mm. PI = Pelabuhan Internasional Letak notasi fleksibel 3. Pelabuhan nasional minimal 2 mm. PN = Pelabuhan Nasional Letak notasi fleksibel 4. Pelabuhan regional minimal 2 mm. PR = Pelabuhan Regional Letak notasi fleksibel

32 5. Pelabuhan Lokal minimal 2 mm. PL= Pelabuhan Lokal Letak notasi fleksibel 6. Pelabuhan khusus minimal 2 mm. PK = Pelabuhan Khusus Letak notasi fleksibel 7. Alur pelayaran Internasional minimal 2 mm AI = Alur pelayaran Internasional Untuk alur pelayaran yang panjang, penggunaan 8. Alur pelayaran Internasional Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 9. Jaringan pelayaran Internasional yang menghubungkan antar pelabuhan Internasional hub dan pelabuhan Internasional 10. Jaringan pelayaran Internasional yang menghubungkan antar pelabuhan Internasional hub dan pelabuhan Internasional dengan pelabuhan Internasional di negara lain ALKI minimal 2 mm ALKI = Alur Laut Kepulauan Indonesia Untuk alur laut yang panjang, penggunaan minimal 2 mm JH = Jalur pelayaran internasional Hub Untuk jalur pelayaran yang panjang, penggunaan minimal 2 mm JI = Jalur pelayaran Internasional Untuk jalur pelayaran yang panjang, penggunaan

33 11. Alur pelayaran nasional yang menghubungkan pelabuhan nasional dengan pelabuhan Internasional atau pelabuhan Internasional hub 12. Alur pelayaran nasional yang menghubungkan antar pelabuhan nasional 13. Alur pelayaran nasional yang menghubungkan antara pelabuhan nasional dan pelabuhan regional 14. Alur pelayaran nasional yang menghubungkan antar pelabuhan regional C. Transportasi udara minimal 2 mm AN = Alur pelayaran Nasional Untuk alur pelayaran yang panjang, penggunaan minimal 2 mm AB = Alur pelayaran Antar pelabuhan Nasional Untuk alur pelayaran yang panjang, penggunaan minimal 2 mm AR = Alur pelayaran nasional yang menghubungkan antar pelabuhan nasional dan pelabuhan Regional Untuk alur pelayaran yang panjang, penggunaan minimal 2 mm AP = Alur pelayaran nasional yang menghubungkan antar pelabuhan Regional Untuk alur pelayaran yang panjang, penggunaan 1. Bandar udara umum pusat penyebaran primer minimal 2 mm BP = Pelabuhan Udara Primer Letak notasi fleksibel

34 2. Bandar udara umum pusat penyebaran sekunder minimal 2 mm BS = Bandar Udara Sekunder Letak notasi fleksibel 3. Bandar udara umum pusat penyebaran tersier minimal 2 mm BT = Bandar Udara Tersier Letak notasi fleksibel 4. Bandar udara umum bukan pusat penyebaran minimal 2 mm BB = Bandar Udara Bukan pusat penyebaran Letak notasi fleksibel 5. Bandar udara khusus minimal 2 mm BK = Bandar Udara Khusus Letak notasi fleksibel 6. Ruang udara di atas bandar udara minimal 2 mm KA = Kawasan Udara di atas Bandar udara Letak sesuai luas unsure 7. Ruang udara di sekitar bandar udara minimal 2 mm KS = Kawasan Udara di Sekitar bandar udara Letak sesuai luas unsure

35 8. Ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan H. Jaringan gas dan bahan bakar minimal 2 mm KP = Kawasan Udara sebagai jalur penerbangan Letak sesuai luas unsur 1. Jaringan pipa minyak Dimensi minimal simbol 2 mm Dep./ Dinas ESDM dan Pertamina 2. Jaringan pipa gas Dimensi minimal simbol 2 mm Dep./ Dinas ESDM dan Pertamina

36 9. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK RAWAN BENCANA RAWAN BENCANA NAMA UNSUR 1. Bencana Longsor Zona I (sangat rawan) Zona I (sangat rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona II (rawan) Zona II (rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona III (agak rawan) Zona III (agak rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zana IV (aman) Zana IV (aman) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas 2. Bencana Banjir Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona I (sangat rawan) Zona I (sangat rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona II (rawan) Zona II (rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas

37 Zona III (agak rawan) Zona III (agak rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zana IV (aman) Zana IV (aman) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas 3. Bencana Gempa Zona I (sangat rawan) Zona I (sangat rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona II (rawan) Zona II (rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona III (agak rawan) Zona III (agak rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona IV (aman) Zona IV (aman) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas

38 Pa NAMA UNSUR 4. Bencana Gunung Api Zona I (sangat rawan) Zona I (sangat rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona II (rawan) Zona II (rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona III (agak rawan) Zona III (agak rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zana IV (aman) Zana IV (aman) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas 5. Bencana Tsunami Zona I (sangat rawan) Zona I (sangat rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona II (rawan) Zona II (rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas Zona III (agak rawan) Zona III (agak rawan) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas

39 Zona IV (aman) Zana IV (aman) Bakosurtanal, Lapan dan Bappenas 10. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK POTENSI A. Pertanian NAMA UNSUR a. Menurut Jenis 1. Pertanian Lahan Basah Dep./ Dinas Pertanian 2. Pertanian Lahan Kering Dep./ Dinas Pertanian b. Menurut Usia Tanaman

40 1.. Tanaman Semusim Dep./ Dinas Pertanian 2.. Tanaman Tahunan Dep./ Dinas Pertanian c. Menurut Komoditas atau Secara Umum 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Pertanian 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Pertanian 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Pertanian 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Pertanian

41 B. Peternakan NAMA UNSUR Menurut Komoditas atau Secara Umum 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Pertanian 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Pertanian 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Pertanian 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Pertanian C. Perkebunan Menurut Komoditas atau Secara Umum 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Pertanian dan Kehutanan 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Pertanian dan Kehutanan

42 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Pertanian dan Kehutanan 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Pertanian dan Kehutanan D. Perikanan Menurut Komoditas atau Secara Umum 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Pertanian dan Kelautan & Perikanan 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Pertanian dan Kelautan & Perikanan 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Pertanian dan Kelautan & Perikanan 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Pertanian dan Kelautan & Perikanan E. 0Industri Menurut Komoditas atau Secara Umum

43 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Perindustrian. 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Perindustrian. 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Perindustrian. 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Perindustrian. F. Perdagangan Menurut Komoditas atau Secara Umum 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Perdagangan 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Perdagangan 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Perdagangan

44 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Perdagangan G. Pesisir dan Pulau-pulau kecil a. Mangrove (Mgr) 1.. Mangrove Kerapatan > 60% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan 2.. Mangrove Kerapatan 30%- 60% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan 3.. Mangrove Kerapatan < 30% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan b.terumbu Karang (Tkr) 1.. Terumbu Karang Kerapatan > 60% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 2.. Terumbu Karang Kerapatan 30%- 60% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup

45 3.. Terumbu Karang Kerapatan < 30% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup c. Padang Lamun (Plm) 1.. Padang Lamun Kerapatan > 60% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 2.. Padang lamun Kerapatan 30%- 60% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 3.. Padang Lamun Kerapatan < 30% Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 4.. Koral Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 5.. Hamparan Pasil Laut Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 6.. Pantai Berpasir Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 7.. Pantai Berlumpur Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup

46 8.. Pantai Berbatu Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup 9.. Pulau-pulau Kecil Dep./ Dinas Kelautan & Perikanan dan Lingkungan Hidup H. TPA sampah Menurut Kesesuaiannya 1.. Zona I (sesuai I) Dep./ Dinas Lingkungan Hidup 2.. Zona II (sesuai II) Dep./ Dinas Lingkungan Hidup 3.. Zona III (sesuai III) Dep./ Dinas Lingkungan Hidup 4.. Zona IV (tidak sesuai) Dep./ Dinas Lingkungan Hidup I. Pariwisata

47 a. Menurut Tingkat Potensinya 1.. Zona I (potensi tinggi) Dep./ Dinas Parpostel 2.. Zona II (potensi sedang) Dep./ Dinas Parpostel 3.. Zona III (potensi rendah) Dep./ Dinas Parpostel 4.. Zona IV (tidak berpotensi) Dep./ Dinas Parpostel b. Menurut Jenis Objek Wisata 1.. Wisata Alam Dep./ Dinas Parpostel 2.. Wisata Budaya Dep./ Dinas Parpostel 3.. Wisata Lainnya Dep./ Dinas Parpostel

48 J. Pertambangan Menurut Jenis Bahan Tambang 1.. Bahan Galian A Dep./ Dinas ESDM 2.. Bahan Galian B Dep./ Dinas ESDM 3.. Bahan Galian C Dep./ Dinas ESDM 4.. Logam Berat Dep./ Dinas ESDM 5.. Bahan Radio Aktif Dep./ Dinas ESDM 6.. Minyak dan Gas Bumi Dep./ Dinas ESDM 7.. Ijin Konsesi Tambang Dep./ Dinas ESDM

49 8.. Ijin Eksplorasi Dep./ Dinas ESDM 9.. Ijin Eksploitasi Dep./ Dinas ESDM 11. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR TEMATIK PERTAHANAN DAN KEAMANAN NAMA UNSUR Pertahanan dan Keamanan 1. Pertahanan dan keamanan Setiap unsur yang ada dibedakan dengan warna Dep. Hankam

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

1. KERINCIAN KELAS UNSUR DAN SIMBOLISASI SISTEM PERKOTAAN

1. KERINCIAN KELAS UNSUR DAN SIMBOLISASI SISTEM PERKOTAAN 1. KERINCIAN KELAS UNSUR DAN SIMBOLISASI SISTEM PERKOTAAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG dan/ atau 1 1) Sistem Perkotaan

Lebih terperinci

Contoh Tabel Pemeriksaan Mandiri Materi Muatan Rancangan Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Contoh Tabel Pemeriksaan Mandiri Materi Muatan Rancangan Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi LAMPIRAN II A PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM RANGKA PENETAPAN PERATURAN DAERAH TENTANG

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2010 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2010 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2010 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG I. PENJELASAN UMUM Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 10 TAHUN 2000 (10/2000) TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 10 TAHUN 2000 (10/2000) TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 10 TAHUN 2000 (10/2000) TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TABEL PROGRAM PEMANFAATAN RUANG Waktu Pelaksanaan I II III IV

TABEL PROGRAM PEMANFAATAN RUANG Waktu Pelaksanaan I II III IV LAMPIRAN IV : Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa No 2 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Kawasan Perkotaan -Tegal-Slawi- Tahun 2016-2036 TABEL PROGRAM PEMANFAATAN RUANG

Lebih terperinci

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota KATA PENGANTAR Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah seperti yang diharapkan, pemerintah pusat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH UMUM Tujuan penataan ruang disamping terselenggaranya pemanfaatan

Lebih terperinci

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 15/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 5.1 Umum Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK Bentuklahan asal vulkanik merupakan bentuklahan yang terjadi sebagai hasil dari peristiwa vulkanisme, yaitu berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma naik ke permukaan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka)

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka) RESIKO BANJIR KABUPATEN GRESIK BERDASARKAN CITRA SATELIT Wiweka Peneliti Bidang Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Inderaja, LAPAN RINGKASAN Kabupaten Gresik secara lingkungan fisik merupakan wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

Pelaksanakan survai dan pengolahan data adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi awal kawasan perencanaan.

Pelaksanakan survai dan pengolahan data adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi awal kawasan perencanaan. TPL301 PERENCANAAN KOTA PERTEMUAN III : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Tkik Teknik

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PRE S IDEN REP UBL IK IN DONE SIA LAMPIRAN XI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG NASIONAL

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR K 0K LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TANGGAL 1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR dan/ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 15 16 A. Garis

Lebih terperinci

PP 10/2000, TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

PP 10/2000, TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH Copyright (C) 2000 BPHN PP 10/2000, TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH *37084 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 10 TAHUN 2000 (10/2000) TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan RDTR

Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan RDTR Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan POKOK-POKOK Jenis Rencana rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota rencana detail tata ruang Wilayah Perencanaan administrasi kabupaten a. wilayah

Lebih terperinci

SIMBOL MUATAN PETA INFRASTRUKTUR

SIMBOL MUATAN PETA INFRASTRUKTUR LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 25/PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SIMBOL

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PROGRAM STUDI KARTOGRAFI PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 TEM PEMBUATAN PETA TEMATIK KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH (Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 2000 tanggal 21 Februari 2000) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH (Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 2000 tanggal 21 Februari 2000) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH (Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 2000 tanggal 21 Februari 2000) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 61 TAHUN 2006 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN DUKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jl. Raya Jakarta-BogorKM. 46. Cibinong 69 Telepon. (0) 875 06-06. Faksimile. (0) 875 064 PO. Box. 46 CBI Website: http://www.big.go.id BADAN INFORMASI GEOSPASIAL KEPUTUSAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RGS Mitra Page 1 of 26

RGS Mitra Page 1 of 26 RGS Mitra Page 1 of 26 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT PENELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22

DAFTAR ISI. II. LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Alur Pikir Penelitian... 22 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya laporan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

NO. BIDANG JENIS IZIN / NON IZIN

NO. BIDANG JENIS IZIN / NON IZIN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1984 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DEPARTEMEN SEBAGAIMANA TELAH DUA PULUH TUJUH KALI DIUBAH,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 21 TAHUN : 01 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 17 TAHUN 01 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang : a.

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2015 Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data PEKERJAAN UMUM A. Panjang Jalan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN 2010-2030 I. UMUM Kota Surabaya memiliki kedudukan yang sangat strategis baik dalam

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, objek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci