MENUJU KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS (FREE TRADE ZONE) BATAM, BINTAN, KARIMUN
|
|
- Hengki Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MENUJU KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS (FREE TRADE ZONE) BATAM, BINTAN, KARIMUN PosIsi Geografis dan Administratif Dalam skala regional Internasional, KPBPB Batam, Bintan, Karimun terletak pada jalur perlintasan pelayaran Internasional yang melayari selat Malaka. Kawasan ini berhadapan langsung dengan Negara tetangga Singapura dan Malaysia (Johor Selatan). Sedangkan dalam skala regional antar provinsi, berdekatan dengan Kota Pekanbaru dan dilewati jalur PELNI. KPBPB Batam, Bintan, Karimun secara geografis administratif berada di Provinsi Kepulauan Riau, dengan otonomi pemerintahan yang terlingkupi adalah Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Karimun, namun tidak seluruh wilayah administrative tersebut ditetapkan sebagai KPBPB. Luas Wilayah Administratif dan KPBPB BBK Berdasarkan wilayah administratifnya Kabupaten Bintan memiliki luas wilayah terbesar (baik wilayah darat maupun lautnya), dibandingkan 3 wilayah lain yaitu Kabupaten Karimun, Kota Tanjung Pinang dan Kota Batam. Sedangkan Kota Batam dan Kabupaten Karimun memiliki wilayah darat yang hampir sama luasnya, namun Kabupaten Karimun memiliki wilayah laut yang hampir dua kali lebih luas. Dengan kondisi wilayah yang didominasi oleh perairan di 4 wilayah kepulauan ini, maka peluang dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan wilayahnya sangatlah spesifik bila dibandingkan dengan daerah yang dominasinya wilayah darat. Dalam penetapan Kawasan BBK sebagai KPBPB, tidak meliputi semua wilayah administatifnya. Adapun perbandingan luas KPBPB terhadap luas wilayah darat maupun laut untuk 4 wilayah tersebut dapat disimak pada tabel 1. berikut ini. Pola spasial KPBPB BBK merupakan kombinasi antara pola enclave, untuk Bintan dan Karimun, dan pola pulau untuk Batam. Dengan pola kombinasi tersebut tentu memerlukan system penanganan khusus dalam operasionalisasi kepabeanan dan keamanan jalur lalu lintas barang, dibandingkan bila polanya berupa satu pulau saja. Tabel 1. Luas Kawasan Batam, Bintan, Karimun Berdasarkan Wilayah Administratif Dan KPBPB Luas Kota/ Kabupaten Luas KPBPB No Wilayah Total (km 2 ) % thd Darat (km 2 ) Laut (km 2 ) km 2 Darat % thd Total 1 Kab. Bintan , , , ,5 47,3 0,6 2 Kab. Karimun , , , ,6 10,2 1,7 3 Kota Tanjung Pinang , , , ,4 14,6 7,9 4 Kota Batam , , , ,5 66,2 16,9
2 Landasan Kebijakan dan Fungsi Kawasan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan, Karimun (BBK) merupakan salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan kandidat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam bentuk KPBPB. Terkait dengan pengembangan kawasan ini, telah terdapat suatu proses penandatanganan kesepakatan kerjasama ekonomi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura. Kesepakatan kerjasama tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan adanya penetapan lokasi pengembangan KPBPB melalui Peraturan Pemerintah No.46/2007 untuk KPBPB Batam, PP No.47/2007 untuk KPBPB Bintan dan PP No.48/2007 untuk KPBPB Karimun. Dalam rangka upaya operasionalisasi KPBPB Batam, Bintan, Karimun telah ditetapkan pula Peraturan Presiden No. 9, 10, dan 11 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan KPBPB Batam, Bintan, Karimun sebagai bentuk kelembagaannya. Selain kebijakan-kebijakan tersebut diatas yang telah menjadi komitmen Pemerintah Indonesia, maka bila ditinjau dari aspek sistem perkotaan nasional dan posisi geografisnya, kawasan BBK ini juga memiliki potensi besar, antara lain: Fungsi Kawasan BBK secara nasional adalah sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang strategis; Secara geografis, kawasan BBK terletak pada jalur perdagangan internasional yang menjadikannya sebagai pintu gerbang masuknya arus investasi asing ke Indonesia, terutama karena kedekatannya dengan Singapura dan Malaysia. Apabila didukung dengan keberadaan infrastruktur yang sesuai dan kompetitif, maka kawasan ini dapat menjadi kawasan yang kompetitif dan berdaya saing tinggi; Kawasan BBK terletak di tengah pasar internasional (Singapura, China, India, Australia, dan pasar dunia yang lebih luas lainnya). KPBPB BATAM Penetapan Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui PP No. 46 tahun 2007, yang mengamanatkan bahwa KPBPB Batam akan dikembangkan di 7 (tujuh) pulau di Kota Batam. Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidangbidang Tertentu dan/atau Daerah-daerah Tertentu memberikan dukungan pengembangan Batam sebagai KPBPB dalam bentuk perangkat lunak berupa insentif perpajakan. Implikasinya terhadap struktur dan pola ruang adalah perlunya penetapan batas kawasan yang jelas dalam pemberlakuan insentif pengurangan pajak penghasilan tersebut. Hal ini juga harus didasari oleh kajian perekonomian yang mendalam, terutama tentang cost-benefit. Selain itu, terdapat beberapa kebijakan regional yang diperkirakan juga akan mempengaruhi pembentukan struktur dan pola ruang Kota Batam, yaitu kerjasama World Trade Oraganization, Asean Free Trade Area (AFTA), Kerjasama Ekonomi Sub Regional Indonesia, Malaysia, dan Singapura atau Growth Triangle, serta Joint Working Group Indonesia-Singapore for framework Agreement On Econimic Cooperation. Kebijakan perekonomian subregional ini akan mempengaruhi kegiatan yang akan dikembangkan di Kota Batam, yang berimplikasi pada kebutuhan ruang bagi kegiatan-kegiatan tersebut. KPBPB BINTAN Landasan hukum penetapan Pulau Bintan sebagai kawasan FTZ telah ditetapkan dalam PP No.47 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan. Dalam PP tersebut lokasi FTZ Bintan terdiri dari kawasan Bintan Utara dengan liputan wilayah hampir setengah pulau Bintan. Disamping itu, terdapat 5 lokasi lain yang berupa enclave yaitu kawasan Anak Lobam, kawasan maritim Bintan Timur, kawasan Galang Batang, kawasan Senggarang dan kawasan Dompak. Pulau Bintan merupakan wilayah yang cukup siap untuk menarik investasi. Keberadaan bonded zones di Bintan menyebabkan kawasan ini tidak asing lagi bagi investor yang ingin menanamkan investasinya di sektor industri
3 manufaktur. Selain itu, Bintan selama ini juga telah menjadi lokasi kunjungan wisatwan mancanegara, walaupun yang terbesar masih berasal dari Singapura. Ditinjau dari sisi infrastruktur, sekalipun belum sebaik Batam, namun Bintan telah memiliki fasilitas pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Dengan adanya pemekaran wilayah, maka Kota Tanjung Pinang menjadi suatu wilayah administratif yang berdiri sendiri. Namun demikian, dalam konteks KEK BBK, penyebutan Bintan akan secara implisit diartikan sebagai keseluruhan pulau Bintan. KPBPB KARIMUN Pengembangan Kabupaten Karimun sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas didasarkan pada PP No.48 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. Karimun relatif jauh tertinggal dibandingkan dengan Batam dan Bintan dalam kesiapan menarik investasi, terutama investasi asing. Relatif masih kurangnya infrastruktur di wilayah ini pada satu sisi menyebabkan Karimun masih belum terlalu memberikan daya tarik bagi investor besar yang ingin menanamkan investasinya di wilayah tersebut. Namun pada sisi lain, Karimun belum menghadapi persoalan peningkatan harga sewa/jual lahan dan biaya hidup yang cukup nyata seperti yang dihadapi oleh Batam. Dengan belum banyaknya investasi yang masuk ke wilayah ini serta harga lahan yang relatif lebih kompetitif serta posisi geografisnya yang spesifik, maka Karimun sangat memungkinkan untuk dapat dipacu pengembangannya. Namun untuk mewujudkan potensi ini, perlu dilakukan penataan ruang dengan pembagian zona peruntukkan yang tepat sesuai dengan potensi sumber daya alamnya. POTENSI DAYA SAING KPBPB BBK Kawasan Batam, Bintan dan Karimun memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan. Masing-masing pulau di Kawasan Batam, Bintan dan Karimun mempunyai potensi yang unik. Potensi tersebut merupakan modal pengembangan kawasan tersebut. Potensi Pulau Batam misalnya, pulau ini merupakan pulau yang paling maju dari pulau lainnya di Kawasan Batam, Bintan dan Karimun. Sejak tahun 1978 di pulau ini telah berkembang berbagai jenis industri. Pada awal tahun 1970, pulau ini dikembangkan sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Pengembangan Pulau Batam dipercayakan kepada Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Otorita Batam. Pulau ini juga memiliki kelengkapan infrastruktur yang mendukung pulau ini menjadi kawasan industri, di antaranya terdapat Jembatan Barelang, Pelabuhan Ferry Internasional serta bandar udara Internasional, Hang Nadim. Pada Pulau Batam dan Bintan terdapat beberapa kawasan wisata berkelas internasional, yang dikelola oleh manajemen internasional. Kawasan wisata yang ada di pulau-pulau ini juga didukung dengan prasarana pelabuhan penyeberangan yang melayani jalur lokal dan internasional. Pulau-pulau ini menjadi bagian penting dari koridor pengembangan pariwisata Batam, Bintan dan Karimun. Pulau Bintan sendiri memiliki kandungan air yang dapat digunakan sebagai cadangan bagi kebutuhan air Kawasan Batam, Bintan dan Karimun. Dengan luasnya wilayah perairan, maka Kawasan BBK memiliki potensi untuk pengembangan industri maritim di Selat Malaka. Selain itu pulau ini juga memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup besar. Potensi tambang granit yang ada di Pulau Karimun merupakan potensi tambang yang terbesar di seluruh Kawasan Batam, Bintan dan Karimun. Selain itu ada berbagai potensi pariwisata yang dapat dikembangkan di pulau Karimun di antaranya Pantai Palawan, Air Terjun Pongkar dan Pantai Pongkar. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang ada di pulau ini, juga telah tersedia sarana prasarana yang mendukung seperti bandara udara Sei Bati dan pelabuhan laut untuk penumpang dan barang. Dilihat secara geografis, kawasan BBK berada pada jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia. Kawasan ini berbatasan langsung dengan Singapura dan hanya dipisahkan oleh sebuah selat yaitu Selat Singapura. Singapura memiliki arti penting bagi Indonesia. Berdasarkan kalkulasi ekonomis, Singapura dengan jumlah penduduk sebesar 4,1 juta jiwa dan GNP per kapita sekitar US$ merupakan investor utama di Indonesia. Dalam perdagangan, Singapura juga masuk tiga besar tujuan utama (setelah AS dan Jepang) ekspor nonmigas Indonesia dengan posisi
4 10%-11% dari total nilai ekspor nonmigas Indonesia setiap tahunnya. Singapura juga merupakan gateway dan networker ASEAN dalam konstelasi perekonomian global. Dengan peran, nilai ekonomis dan jaringan global yang dimilikinya, maka Pemerintah Indonesia harus melihat Singapura sebagai peluang besar dalam pemasaran produk. Ditinjau dari sudut perdagangan internasional, terlihat adanya ketergantungan yang makin tinggi pada Singapura sebagai negara tujuan ekspor. Statistik perdagangan internasional 2004 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 84% ekspor Provinsi Kepri adalah ke Singapura. Dominasi Singapura sebagai negara tujuan ekspor makin terlihat pada pemilahan data ekspor menurut masing-masing kabupaten/kota. Batam, yang menunjukkan pola ekspor yang lebih terdiversifikasi, masih mengandalkan Singapura sebagai negara tujuan utama untuk 83% ekspor Batam. Sementara itu, ekspor Kabupaten Karimun ke Singapura pada tahun 2004 mencapai 90%. Kabupaten Bintan bahkan mengandalkan Singapura bagi 97% ekspornya. Kecenderungan ketergantungan yang sangat tinggi pada Singapura juga terlihat pada ekspor Kota Tanjung Pinang. Kedudukan strategis KPBPB BBK terhadap posisi Singapura memberikan peluang pengembangan KPBPB BBK melalui penetapan peran sinergis terhadap kebutuhan pengembangan Singapura, baik untuk jangka pendek maupun menengah, serta tetap berorientasi dalam menangkap peluang global pada jangka panjang. Bagi Singapura, KPBPB BBK dapat diposisikan sebagai tempat untuk menampung possitive spillover effect kegiatan industri dan kegiatan transhipment yang sudah tidak tertampung. Dengan demikian KPBPB BBK dapat memainkan peranannya sebagai extension industri bagi Singapura. Industri yang akan dikembangkan haruslah bersifat water saving terkait sustainability sumber air baku di KPBPB BBK. Sedangkan bagi international market, KPBPB BBK dapat diposisikan sebagai front liner investasi dan perdagangan global dengan Singapura sebagai jembatannya, untuk jangka pendek dan menengah. Untuk jangka panjang, dengan segenap potensi yang dimilikinya, KPBPB BBK harus mampu secara mandiri memposisikan diri sebagai kawasan investasi yang menjadi pilihan bagi investor-investor dunia. Positioning diatas penting sebagai stimulator bagi peningkatan KPBPB BBK sebagai tempat investasi yang menarik dimasa mendatang sehingga mampu mentransformasikan diri menjadi Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI) yang tangguh dan berdaya saing tinggi. Selain berdekatan dengan Singapura, kawasan ini juga berdekatan dengan negara tetangga lainnya yaitu Malaysia. Terkait dengan hal ini, melalui pengembangan South Johor Economic Region (SJER), Malaysia berupaya menangkap peluang ekonomi yang lebih besar, terutama dari Singapura. Pengembangan kawasan ini harus dicermati sejak dini karena adanya kemungkinan dapat menjadi pesaing terdekat bagi pengembangan KPBPB BBK secara khusus dan KEKI secara umum. Visi dan Misi Motto Modern, Smart, Intelligent and Globally Competitive. Visi Pusat investasi global dan pusat pertumbuhan ekonomi regional yang modern, cerdas dan berdaya saing internasional. Misi ) Menjadikan KPBPB BBK sebagai salah satu daerah tujuan investasi utama di kawasan Asia Pasifik 2) Menjadikan KPBPB BBK sebagai salah satu sentra perdagangan dan industri di kawasan Asia Tenggara 3) Menjadikan KPBPB BBK sebagai salah satu pusat perekonomian regional di kawasan Sumatera. 4) Menjadikan KPBPB BBK sebagai kawasan yang berkesinambungan dan mampu mengembangkan sumber daya lokal di luar KPBPB. Arah Pengembangan Memperkuat fungsi kawasan secara nasional sebagai PKN, PKSN, dan PKW: Meningkatkan investasi Internasional dan domestik di KPBPB Batam, Bintan, Karimun sebagai pintu gerbang investasi ke wilayah lain di Indonesia. Menyerap tenaga kerja lokal kawasan ini secara khusus dan tenaga kerja dari luar kawasan ini secara umum. Meningkatkan penerimaan devisa dari kegiatan ekspor hasil produksi.
5 Meningkatkan keunggulan kompetitif antara KPBPB BBK ini dengan KPBPB lain di Indonesia, maupun kawasan ekonomi khusus lainnya dalam skala internasional. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan, dan kapital bagi peningkatan ekspor. Meningkatkan kualitas SDM melalui technology transfer. Mengembangan kegiatan ekonomi di KPBPB yang memiliki keterkaitan atau multiplier effect terhadap pengembangan kegiatan ekonomi di luar KPBPB. Grand Strategi Pengembangan Strategi Pengembangan KPBPB BBK bersandar pada pilar-pilar pembangunan sebagai berikut: 1. Pengembangan INDUSTRI, meliputi: Industri logam dasar, terutama alat angkutan dan komponennya. Industri kimia dasar. Industri consumer goods, terutama TPT, makanan dan minuman, dan alas kaki. Industri elektronika, terutama audio-visual, komputer, dan komponennya. 2. Pengembangan JASA, meliputi: Pariwisata, terutama wisata alam dan outdoor sport and leisure activities. Konferensi Internasional (MICE). Alih kapal (transshipment), termasuk storage dan proses kontainer. Pemeliharaan kapal (ship maintenance). Penyimpanan minyak dan gas (oil and gas storage). Perumahan asri dan moderen (green and modern housing). Telekomunikasi dan teknologi informasi (information and communication technology). Perbankan dan asuransi (financial services). Layanan kesehatan dan pengobatan penyakit tropis (health services related to tropical diseases). Pendidikan dan latihan, terutama untuk tenaga medis, crew pelayaran dunia, IT personnel and experts, dan repair and maintenance experts untuk perkapalan. 3. Pengembangan SISTEM PENDUKUNG (support system), meliputi: Insentif kegiatan riset dan pengembangan. Kebijakan ketenagakerjaan. Koordinasi dan penyederhanaan prosedur perijinan investasi (pelayanan 1 pintu) melalui Badan Pengusahaan masing-masing kawasan. Koordinasi dan kemitraan pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Kemitraan antara Badan Pengusahaan dan institusi pengelola/operator bertaraf dunia dalam pengelolaan kawasan. 4. Pengembangan PONDASI DASAR (basic foundation), meliputi: Jaminan keamanan investasi dan kepastian usaha. Tenaga kerja yang terampil dan world-class professionals. Infrastruktur yang moderen dan memadai yang didukung oleh IT. Strategi tersebut dikembangkan pada masing-masing Kawasan Batam, Bintan, Karimun. Pada masing-masing kawasan ditetapkan jenis pengembangan industri, pelabuhan, pariwisata serta prasarana dan sarana perkotaannya. Pengembangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 berikut. Dalam proses penataan ruang selanjutnya, strategi pengembangan ini menjadi dasar pertimbangan dalam membentuk struktur dan pola ruang KPBPB BBK.
6 Rencana Tata Ruang KPBPB Batam, Bintan, Karimun S t r u k t u r R u a n g. Sistem jaringan transportasi yang ada di Kawasan Batam, Bintan dan Karimun diarahkan untuk melayani pengembangan KPBPB, di mana sistem jaringan tersebut menghubungkan pusat-pusat kegiatan di wilayah KPBPB dan di luar KPBPB yang memiliki keterkaitan fungsi. Sistem tersebut akan menunjang kegiatan ekonomi, sosial dan budaya di kawasan ini. Rencana sistem jaringan transportasi ini juga akan menghubungkan dan mengintegrasikan seluruh jaringan transportasi di kawasan tersebut. Selain itu, rencana ini juga akan mengintegrasikan moda-moda yang berkaitan antara satu pulau dengan pulau lainnya dalam kawasan dan juga dengan negara-negara tetangga yang ada di sekitarnya. Pengembangan penyediaan air bersih diarahkan untuk menambah jumlah kapasitas terpasang serta kapasitas terpakai guna memenuhi kebutuhan air bersih penduduk, yang pengembangannya dilakukan secara berhirarki dan terstruktur. Rencana sistem jaringan sumber daya air terdiri dari sistem jaringan air baku, sistem jaringan sungai, dan sistem jaringan pengendalian banjir. Rencana sistem jaringan listrik di Kawasan Batam, Bintan dan Karimun yang dikembangkan meliputi pembangkit listrik, gardu induk, jaringan transmisi dan jaringan distribusi tenaga listrik. Sistem jaringan ketenagalistrikan tersebut direncanakan untuk : a. Menjamin ketersediaan dan pelayanan kebutuhan listrik di Kawasan Batam, Bintan dan Karimun. b. Mendukung pengembangan FTZ (Free Trade Zone) pada Kawasan Batam, Bintan dan Karimun; serta c. Mendukung pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik terinterkoneksi. Sistem jaringan telekomunikasi yang akan dikembangkan di kawasan ini terdiri dari jaringan telekomunikasi teresterial dan jaringan telekomunikasi satelit. Sistem jaringan telekomunikasi teresterial dibedakan menjadi teresterial darat dan laut, di mana untuk teresterial darat terdiri dari infrastruktur jaringan kabel (tembaga dan fiber optik) dan radio gelombang mikro. Sedangkan infrastruktur terestrial laut terdiri dari jaringan kabel tembaga dan fiber optik. Sistem jaringan prasarana perkotaan di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun meliputi sistem jaringan air minum; sistem jaringan drainase; sistem jaringan air limbah, limbah industry, limbah B3 dan ; sistem persampahan. P o l a R u a n g. Rencana pola ruang kawasan Batam, Bintan, dan Karimun meliputi Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Rencana pengembangan kawasan lindung terdiri dari rencana pengembangan kawasan : a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (L1); b. kawasan perlindungan setempat (L2); c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya (L3); d. kawasan rawan bencana alam (L4); e. kawasan lindung lainnya (L5). Kawasan lindung di kawasan ini memiliki luas di Pulau Batam: ,928 Ha (40.871%); Pulau Bintan: ,178 Ha (44,532 %) dan Pulau Karimun: 3.762,876 Ha (38,929 %). Kawasan lindung lainnya berupa kawasan taman buru. Kawasan Taman Buru yang dikembangkan berada di Pulau Rempang dengan luas kurang lebih Ha. Kawasan budidaya pada Kawasan Batam, Bintan dan Karimun terdiri atas : a. Kawasan permukiman (B1) dengan luas di P.Batam: ,98 Ha (16,021 %); P.Bintan: 1.520,71 Ha (2,159 %); Pulau Karimun: Ha (4,293 %). b. Kawasan industri (B2) dengan luas di P.Batam: 6.185,308 Ha (9,508 %); P.Bintan: 4.747,017 Ha (8,022 %); Pulau Karimun: 4.145,912 Ha (42,892 %). c. Kawasan pariwisata (B3) dengan luas di P.Batam: 8.066,145 Ha (12,399 %); P.Bintan: ,888 Ha (10,890 %); Pulau Karimun: Ha (1,209 %). d. Kawasan perdagangan dan jasa (B4) dengan luas di P.Batam: 3.861, 669 (5,936 %); P.Bintan: 32,626 Ha (0,741 %); Pulau Karimun: Ha (0,763 %). e. Kawasan budidaya lain (B5) terdiri dari : kawasan pelabuhan; kawasan bandara; kawasan pendidikan; kawasan kesehatan; kawasan Ship to Ship (STS) dan Transfer Ship to Ship (TSS); kawasan Hankam dan riset.
7 Tahapan Pengembangan Selama periode pengembangan 20 tahun kedepan, KEK BBK harus diarahkan secara konsisten untuk dapat mencapai positioning-nya dimasa mendatang, yaitu melalui tahapan pengembangan (staging) yang terbagi kedalam empat tahapan, yaitu: 1. Support function bagi Singapura Pada tahap awal perkembangannya, KEK BBK akan berperan sebagai support function bagi Singapura, meliputi: dukungan kegiatan transhipment, menyediakan lahan bagi pengembangan non-pollutant industrial estate dan pariwisata, serta industri perkapalan (shipyard). Pada tahap ini pengembangan sektor industri akan lebih dominan dibandingkan sektor-sektor lainnya. 2. Mitra utama Singapura Pada tahap perkembangan ini, KEK BBK berperan sebagai mitra bagi Singapura dan tetap memberikan support bagi aktivitas perdagangannya, namun diharapkan pada tahapan ini telah ada beberapa pengelolaan secara bersama terhadap beberapa sektor kegiatan FTZ di KEK BBK terkait pengalaman Singapura yang dinilai telah berhasil dalam pengelolaan dan pengembangan sebuah kawasan perdagangan. Pada tahap ini pengembangan sektor industri dan jasa pariwisata masih dominan dan kian menguat, namun mulai terjadi shifting dari dominasi sektor industri ke sektor jasa. Beberapa sektor dan kegiatan FTZ yang dikembangkan pada tahap ini, meliputi: pengembangan industrial estate yang bersifat non pollutant, transhipment support, bungkering, oil and gas storage, industri perkapalan (shipyard) dan tourism support. 3. Kawasan yang memiliki beberapa sektor unggul Pada perkembangan selanjutnya, KEK BBK diorientasikan untuk lebih maju dari sebelumnya. Perkembangan sektor-sektor FTZ eksisting semakin diperkuat melalui dukungan kebijakan industri dan ketenagakerjaan yang semakin baik, mekanisme insentif, manajemen pengelolaan kawasan yang profesional, diversifikasi pasar komoditi ekspor, ekspansi negara tujuan ekspor hasil industri di pasar Asia dan Eropa. Selain itu, pada tahap ini diupayakan terjadi peralihan fungsi-fungsi kegiatan perdagangan utama Singapura terkait aktivitas perdagangan dan pengembangan fungsi-fungsi yang menjadi pendukungnya dalam lingkup internal BBK yang tetap sejalan dengan kerangka pengembangan kawasan ekonomi khusus yang berdaya saing tinggi, meliputi: pengembangan industrial estate yang bersifat non pollutant, bungkering center, oil and gas storage center, shipyard and floating dockyard, dan MICE center. 4. Kawasan unggulan Pada periode selanjutnya, KEK BBK diorientasikan menjadi kawasan yang unggul dan berdaya saing tinggi melalui pengurangan berbagai kendala yang menghambat arus barang dan jasa, termasuk peraturan-peraturan daerah yang menghambat, serta dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan. Sektor-sektor FTZ yang ada semakin diperkuat dengan mendorong fungsi intermediasi perbankan agar memberi tekanan yang lebih besar pada kegiatan investasi dan produksi. Fungsi dan kegiatan yang dikembangkan pada tahap ini, meliputi: pengembangan IT Hub, bungkering center, oil and gas storage center, shipyard and floating dockyard, dan MICE center. Sumber Bacaan: 1. Kajian Rencana Strategis FTZ BBK tahun Kajian RTR Kawasan BBK tahun 2008
8
KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA SEBAGAI TUJUAN EKSPOR
KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA SEBAGAI TUJUAN EKSPOR Disampaikan pada acara Rountable Discussion Potensi dan Peluang Kerjasama Ekonomi Indonesia dengan negara-negara di Kawasan Amerika Selatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan
Lebih terperinciPEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejatinya tak dapat dipungkiri bahwa setiap negara menghadapi berbagai macam polemik terutama dari segi ekonomi. Hal ini mengharuskan pemahaman lebih mendalam secara
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciCUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG
CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan
Lebih terperinciP E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU
P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi
Lebih terperinciBab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian
12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan
Lebih terperinciPenyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera
Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciSALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinci6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBIDANG AGROBISNIS KADIN PROPINSI JAWA TMUR
BIDANG AGROBISNIS KADIN PROPINSI JAWA TMUR Visi Jatim ke depan : menjadi Provinsi berbasis Agribisnis untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat. Mengembangkan agribisnis pada prinsipnya adalah mengembangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah
Lebih terperinciUTARA Vietnam & Kamboja
UTARA Vietnam & Kamboja BARAT Singapura & Malaysia, Prov. Riau TIMUR Malaysia dan Kalimantan Barat SELATAN Bangka Belitung & Jambi 2 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman
Lebih terperinciNo. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Lebih terperinci18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan
18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciKEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA
KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.
Lebih terperinciDUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA
DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,
34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut
Lebih terperinciRangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci
Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
No.943, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Pemberian Izin Usaha. Kawasan Perdagangan Bebas. Pelabuhan Bebas. Pelimpahan Wewenang. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciNo. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciDAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU
DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI LAGOI OLEH INVESTOR ASING TERHADAP MASYARAKAT SETEMPAT DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HENI ARI PUTRANTI L2D 097 445 JURUSAN
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciBAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015
BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2
MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2 I. Pendahuluan 1. Memasuki akhir 1990-an, perekonomian Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ini merupakan
Lebih terperinciTitiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K
Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah juga harus memperhatikan pembangunan ekonomi daerah untuk dapat memacu pengembangan wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km 2, panjang garis pantai 99.093 km 2, serta 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dicermati kembali proses pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, ada dua perkiraan yang kontradiktif bahwa Provinsi Riau Kepulauan
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM
BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinciPENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA
Karya Tulis PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2003 DAFTAR
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie, R., 2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau
Lebih terperinci2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai
BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciBadan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU GAMBARAN UMUM WILAYAH - Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara
Lebih terperinciPeta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera
Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN
Lebih terperinciSosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah
Lebih terperinciPENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011
PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM 3 BATAM, 8 DESEMBER 2011 VISI TATANAN PERADABAN Pendorong kesejahteraan: OPTIMALISASI DAN PENGEMBANGAN BANDAR INTERNASIONAL. Sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinciContoh Tabel Pemeriksaan Mandiri Materi Muatan Rancangan Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
LAMPIRAN II A PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM RANGKA PENETAPAN PERATURAN DAERAH TENTANG
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TERMINAL ANGKUTAN SUNGAI DANAU DAN PENYEBERANGAN LINTAS BATAS DI SUNGSANG Penekanan Desain Arsitektur Moderu Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinci- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p
- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kegiatan ekonomi dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan di bidang perdagangan. Pengurangan hambatan tersebut juga merupakan
Lebih terperinciBELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari
Lebih terperinci4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port
43 4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT Definisi dan Persyaratan Hub Port Berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2008 mengenai pelayaran pasal 72 ayat 2, pelabuhan laut secara hierarki terbagi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pengembangan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian
Lebih terperinciKebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional
Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)
Lebih terperinciSTUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D
STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelalawan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Riau. Kabupaten ini terletak di bagian tengah pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Kabupaten
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang
Lebih terperinciFORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Sesuai dengan tujuan dan fokus penelitian yang dikaji dan berdasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga ditarik kesimpulan sebagai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN MARET 2016
PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., Mei 2007 No. 24/05/16/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN TRANSPORTASI SUMATERA SELATAN MARET Jumlah
Lebih terperinciLAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap
Lebih terperinci