BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penentuan posisi dengan survei Global Navigation Satellite System (GNSS) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Teknologi GNSS merupakan pengembangan teknologi dari GPS. Beberapa satelit yang mengorbit untuk menentukan posisi tergabung menjadi satu kesatuan sistem (GPS, GLONASS, GALLILEO, COMPASS, QZSS, dsb). Perkembangan teknologi GNSS sebanding dengan kebutuhan dan ketersediaan data spasial yang tinggi. Oleh sebab itu, teknologi GNSS mampu diaplikasikan dalam berbagai bidang pekerjaan, khususnya bidang survei dan pemetaan. Metode penentuan posisi dengan survei GNSS terdapat dua metode yaitu diferensial dan absolut. Metode penentuan posisi dengan survei GNSS secara diferensial dapat menggunakan metode Real Time Kinematik (RTK). Penentuan posisi pada suatu titik (rover) ditentukan relatif terhadap titik lainnya. Titik tersebut yang telah diketahui koordinatnya dan dilakukan pengurangan data yang diamati oleh dua receiver GNSS pada waktu yang sama. Hal tersebut bertujuan untuk mereduksi dan menghilangkan beberapa jenis kesalahan dan bias data GPS. Sedangkan metode penentuan posisi dengan survei GPS secara absolut yaitu metode penentuan posisi dengan hanya menggunakan satu buah receiver GPS/GNSS. Namun metode ini hanya memberikan ketelitian dengan kisaran 3 s.d 10 m tanpa melalui post-processing. Perkembangan teknologi terbaru survei GNSS saat ini di Indonesia yaitu metode yang dikenal Precise Point Positioning (PPP). PPP merupakan sistem yang mampu meningkatkan ketelitian GNSS dengan hanya menggunakan satu receiver GNSS yang didasarkan pada metode penentuan posisi secara absolut. PPP kemudian berkembang menjadi Real Time Precise Point Positioning (RT-PPP) dimana penentuan posisi secara akurat dapat dengan praktis dilakukan secara real-time diterima oleh pengguna di lapangan. Teknik pengoreksian RT-PPP yaitu cara pengoreksian sinyal satelit navigasi yang masih mengandung kesalahan orbit, jam satelit dan bias menggunakan pemodelan dan algoritma tertentu. Salah satu media 18

2 komunikasi yang digunakan untuk mengirim data koreksi secara real-time melalui sinyal satelit L-Band. Aplikasi survei GNSS dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang pekerjaan antara lain yaitu survei pemetaan, navigasi, studi pengamatan ionosfer, militer dan sebagainya. Salah satu aplikasi survei GNSS untuk survei pemetaan yaitu pekerjaan pemetaan topografi. Metode RT-PPP merupakan metode alternatif untuk kegiatan tersebut karena hanya membutuhkan satu receiver untuk mendapatkan koordinat dengan presisi yang tinggi tanpa harus melakukan post-processing. Dengan demikian kegiatan pemetaan situasi dapat dilakukan secara efisien, ekonomis dan memiliki kualitas data yang relatif baik. Pembangunan Edu wisata di Desa Sirnajaya dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lokasi dan pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian dan perkebunan. Berdasar lokasi perencanaan Edu wisata yang topografinya bervariasi, pembuatan peta lokasi perencanaan menggunakan metode RT-PPP menjadi salah satu solusi yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Metode RT-PPP dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat efisiensi tenaga, biaya serta kondisi di lapangan. Pengukuran detil menghasilkan data yang menjadi masukan untuk pembuatan peta situasi. Pengukuran detil dengan metode RT-PPP menghasilkan posisi dari setiap detil yang ada di kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata dalam bentuk point. Penggambaran detil dan garis kontur di kawasan Edu wisata diperlukan agar hasil pengukuran dalam bentuk point tersebut dapat merepresentasikan detil dan keadaan topografinya. Penggambaran detil dan kontur di kawasan Edu wisata dilakukan dengan software. Kegiatan aplikatif ini menghasilkan informasi kemampuan metode RT-PPP untuk akuisisi data detil di kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata dan peta situasi kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata skala 1 : Peta situasi tersebut menggambarkan keadaan terkini dari kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata disertai dengan posisi setiap detil dan kontur yang merepresentasikan topografi kawasannya. Kawasan tersebut memiliki area yang relatif luas topografinya sehingga membutuhkan metode survei pemetaan alternatif untuk mendapatkan data spasial (topografi) secara efisien dan efektif. Oleh sebab itu, kegiatan aplikatif ini diharapkan 19

3 dapat memenuhi kebutuhan data spasial tersebut yang dibutuhkan pada tahap perencanaan pembangunan Edu wisata. Penggunaan metode yang efektif untuk pekerjaan pemetaan dapat digunakan untuk menekan biaya anggaran peralatan yang diajukan oleh konsultan pemetaan. I.2. Lingkup Kegiatan Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka lingkup kegiatan pada skripsi ini sebagai berikut: 1. Lokasi kegiatan aplikatif ini berada di Desa Sirnajaya, Kecamatan Sukamakmur, Bogor, Jawa Barat. 2. Lokasi kegiatan yang digunakan dalam kegiatan aplikatif adalah kawasan kawasan pembangunan Edu Wisata seluas 16 Ha dari luas area seluruhnya 116,029 ha. 3. Sistem koordinat horizontal yang dipakai adalah Universal Transvers Mercator (UTM) zona 48S dengan elipsoid referensi WGS Sistem tinggi yang digunakan dalam pengukuran ini berdasarkan EGM Pengamatan dilakukan menggunakan receiver GNSS Navcom SF-3040 dengan layanan koreksi sinyal satelit Starfire. 6. Proses uji ketelitian horizontal peta dilakukan dengan membandingkan data ukuran segmen jarak di lapangan menggunakan pita ukur dengan data segmen jarak di peta yang sudah dikalikan dengan angka skala peta dan membandingkan koordinat titik uji data hasil plot di peta dengan data pengukuran di lapangan menggunakan Total Station. 7. Proses uji ketelitian vertikal peta dilakukan dengan membandingkan data tinggi hasil ukuran di lapangan dengan data tinggi di peta. Data tinggi di peta diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan dengan hasil ukuran titik tinggi di lapangan menggunakan Total Station dengan acuan sistem tinggi yang sama. 8. Toleransi untuk uji ketelitian horizontal yang digunakan adalah 30 cm yang diperoleh dari rumus 0,3 mm dikali angka skala peta. Toleransi untuk uji ketelitian vertikal yang digunakan adalah 25 cm yang diperoleh dari 0,5 dikali nilai interval kontur. Toleransi uji ketelitian horizontal dan vertikal didasarkan 20

4 pada ketentuan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 15 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. 9. Lokasi kegiatan aplikatif ini memiliki topografi yang bervariasi. I.3. Tujuan Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk menghasilkan peta situasi yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan Edu wisata di Desa Sirnajaya dengan survei GNSS metode RT-PPP dengan skala 1:1000. I.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari kegiatan aplikatif ini sebagai berikut: 1. Dapat menyelesaikan pemetaan situasi dengan survei GNSS metode RT-PPP sebagai solusi alternatif untuk mendapatkan data detil situasi dan topografi. 2. Dapat menyajikan peta situasi skala 1:1000 di kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata Sirnajaya. I.5. Landasan Teori I.5.1. Pemetaan Situasi Pemetaan situasi merupakan pemetaan dari suatu lokasi/daerah mencakup penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam suatu gambaran. Peta situasi merupakan peta yang merepresentasikan kondisi permukaan bumi yang sebenarnya dengan skala tertentu, termasuk bentukan-bentukan alamiah maupun buatan (Davis, 1981). Pengukuran dilakukan terhadap semua benda/titik-titik benda, baik yang berupa unsur buatan manusia maupun unsur alam. Kondisi permukaan bumi pada peta situasi direpresentasikan dengan menggunakan garis-garis kontur. Pengukuran horizontal dan vertikal serta detil disebut juga pengukuran situasi. Jumlah detil unsur situasi yang diukur harus betul-betul representatif, oleh sebab itu kerapatan letak detail harus selalu dipertimbangkan terhadap bentuk unsur situasi serta skala dari peta yang dibuat. 21

5 Informasi yang diberikan pada peta situasi (Anonim, 2013) : 1. Kontur permukaan bumi, 2. Detil permukaan bumi, 3. Informasi peta (no. peta, judul peta, skala peta, koreksi peta, legenda, proyeksi peta dan satuan kedalaman laut serta informasi kelengkapan peta lainya), 4. Skala peta perbandingan satu satuan panjang di peta terhadap panjang sebenarnya. Tingkat kerapatan detil pada peta situasi bergantung pada skala dari peta yang ditentukan. Penentuan skala peta didasarkan pada tujuan dari peta yang dibuat. Skala peta adalah perbandingan antara jarak di peta dengan jarak sesungguhnya di lapangan (Sariyono, 2010). Skala peta 1 : 1000, berarti 1 cm jarak di peta sebanding dengan 1000 cm atau 10 m di lapangan. Peta situasi dengan skala peta 1 : 1000, memiliki spesifikasi peta sebagai berikut (Basuki, 2006): 1. Satu sentimeter jarak di peta sebanding dengan 10 m di lapangan atau 1 mm jarak di peta sebanding dengan 1 m di lapangan. 2. Dimensi dari detil planimetrik yang diukur di lapangan lebih dari 1 m. 3. Interval kontur 50 cm. 4. Toleransi ketelitian horizontal peta 30 cm. 5. Toleransi ketelitian vertikal peta 25 cm. Garis kontur adalah garis khayal di lapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama garis kontur dapat diartikan juga sebagai garis kontinyu di atas peta yang memperlihatkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur disajikan pada peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah. Kegunaan yang lain dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah, dan perhitungan galian serta timbunan. Interval kontur adalah selisih tinggi atau jarak vertikal antara dua buah garis kontur yang berurutan. Besarnya interval kontur secara umum dinyatakan dengan rumus 1/2000 x angka penyebut skala (dalam meter). Garis kontur mempunyai beberapa sifat yaitu (Basuki, 2006): a. Tidak berpotongan, b. Tidak bercabang, 22

6 c. Tidak bersilangan, d. Semakin jarang menunjukkan daerah yang semakin datar, e. Semakin rapat menunjukkan daerah yang semakin curam, f. Tidak berhenti di dalam peta Jaring Kontrol Horizontal (JKH). Jaring kontrol horizontal adalah metode penentuan jaring kontrol horizontal dengan teknologi GNSS merupakan penentuan posisi titik-titik kontrol pemetaan dengan prinsip resection (pemotongan ke belakang). Jaring kontrol horizontal merupakan sekumpulan titik kontrol horizontal yang satu sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem referensi koordinat horizontal tertentu. Jaring kontrol horizontal memiliki kelas jaringan yaitu atribut yang mengkarakteristikan ketelitian internal (tingkat presisi) dari jaringan, yang pada prinsipnya bergantung pada tiga faktor utama, yaitu kualitas data, geometri jaringan, serta metode pengolahan data. Kelas tersebut dinilai melalui analisis ketelitian hasil proses terkendala minimal. Untuk realisasi praktis dari sistem referensi koordinat sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi (kerangka terestris) maupun di luar bumi (kerangka selestial atau ekstra-terestris). Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek (seperti bintang dan kuasar) (SNI, 2002). Metode pengukuran kerangka dasar pemetaan horizontal dengan survei GPS ada beberapa macam yaitu (SNI , 2002): 1. Metode statik adalah metode survei GPS dengan waktu pengamatan yang relatif lama (beberapa jam) di setiap titiknya. Titik-titik yang diukur posisinya diam (tidak bergerak). 2. Metode stop and go adalah proses pengamatan GPS dengan melakukan inisialisasi di titik awal untuk penentuan ambiguitas fase, receiver GPS bergerak dari titik ke titik lainnya dan melakukan pengamatan dalam waktu yang relatif singkat (sekitar 1 menit) pada setiap titiknya. Metode penentuan posisi ini kadang disebut juga sebagai metode semi-kinematik 23

7 3. Metode pseudo-kinematik adalah metode survei GPS yang pengamatannya di dilakukan dua kali secara singkat (5 s.d 10 menit) pada satu titik dengan selang waktu yang relatif cukup lama (1 s.d 2 jam) antara keduanya. Untuk penentuan posisi di bumi dengan GPS dibagi menjadi dua (Sunantyo, 2000) yaitu: 1. Metode absolut dikenal juga sebagai point positioning, menentukan posisi hanya berdasarkan pada 1 receiver saja. Ketelitian posisi dalam beberapa meter (tidak berketelitian tinggi) dan hanya diperuntukkan untuk keperluan navigasi. 2. Metode relatif atau sering disebut differential positioning, menetukan posisi dengan menggunakan lebih dari satu receiver. Metode ini menghasilkan posisi berketelitian tinggi umumnya kurang dari 1 m dan diaplikasikan untuk keperluan survei geodesi atau pemetaan yang memerlukan ketelitian tinggi, seperti metode kinematik differential, sistem DGPS dan RTK. Pemilihan metode GNSS untuk pengukuran kerangka dasar pemetaan dikarenakan ketelitian koordinat yang dihasilkan dari metode tersebut memiliki spesifikasi yang tinggi yaitu mencapai fraksi milimeter. I Pengukuran detil. Detil adalah segala objek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah seperti sungai, lembah, bukit, alur, dan rawa, maupun hasil buatan manusia seperti jalan, jembatan, gedung, lapangan, stasiun, selokan, dan batasbatas pemilikan tanah yang dijadikan isi dari peta yang dibuat (Basuki, 2006). Pemilihan detil, distribusi dan teknik pengukurannya dalam pemetaan sangat tergantung dari skala dan tujuan peta itu dibuat. Misal untuk peta kadaster atau pendaftaran hak atas tanah, yang diperlukan adalah unsur batas-batas pemilikan tanah, sedang beda tinggi atau topografinya tidak diperlukan. Sedangkan untuk peta teknik, yang diperlukan adalah unsur-unsur topografi, detil alamiah serta hasil budaya manusia yang konkrit ada di lapangan. I Penggambaran peta secara digital. Tahapan penggambaran peta situasi dilakukan setelah semua detil yang terletak pada area pemetaan selesai diukur. Setelah tahapan pengukuran, dilanjutkan dengan proses download data ukuran metode Real Time Precise Point Positioning (RT-PPP). Untuk mengetahui bentuk fitur-fitur yang sudah diukur secara grafis, langkah selanjutnya adalah proses penggambaran peta 24

8 secara digital. Disebut penggambaran secara digital dikarenakan data yang menjadi data masukan berupa data softcopy hasil download dari perangkat pengukuran. Penggambaran peta secara digital dilakukan dengan mengolah data hasil download pengukuran, kemudian diolah dengan software Microsoft Excel untuk data yang diperoleh melalui pengukuran Total Station. Data hasil pengukuran GPS, khususnya data dengan format rinex hasil pengukuran GPS metode RTK radio, proses download data langsung dilakukan dari receiver GPS tanpa harus diolah dengan Microsoft Excel. Data yang sudah di download kemudian di plotting dengan software AutoCAD Land Desktop. Penggambaran peta situasi secara digital menggunakan software AutoCAD Land Desktop mencakup tahapan plotting, editing dan finishing dari data ukuran yang meliputi : 1. Penggambaran detil planimetrik. Detil planimetrik yang digambar berupa detil-detil yang telah diukur dan telah dikelompokkan menurut layer nya. Fitur-fitur tersebut digambarkan agar peta situasi yang dihasilkan merepresentasikan kondisi sebenarnya dari daerah yang dipetakan. Proses penggambaran detil planimetrik dilakukan dengan cara mendigitasi titik-titik detil sesuai layer masing-masing menggunakan tools dari software CAD yaitu garis 3D polyline, kemudian dilanjutkan dengan mengatur properties layer seperti ketebalan garis, warna, dan jenis hatch. 2. Penggambaran garis kontur. Garis kontur perlu digambarkan dalam suatu peta situasi dengan tujuan untuk mengetahui gambaran topografi dari daerah yang dipetakan. Seperti misalnya pada kasus perbedaan topografi antara gunung dan lembah, agar perbedaan yang mencolok tersebut dapat dilihat dengan jelas pada peta yang menampilkan representasi permukaan bumi secara 3D diperlukan penggambaran garis kontur yang disertai dengan informasi nilai ketinggiannya. Garis kontur tersebut menggambarkan tren dari topografi di suatu daerah pemetaan karena memuat informasi tinggi yang ditampilkan dalam bentuk nilai dari interval kontur. Penggambaran kontur dilakukan dengan seluruh data dari titik tinggi topografi yang terkelompok dalam layer khusus yang disebut spot height (kode SH). Dalam 25

9 pelaksanaannya, pembuatan kontur juga dipadu dengan layer-layer detil planimetrik yang telah dibuat sebelumnya. Layer-layer planimetrik seperti jalan, bangunan dan sebaiknya difungsikan sebagai breaklines agar kontur yang dihasilkan memiliki trend yang representatif atau sesuai dengan keadaan topografi di lapangan. Interpolasi kontur dapat menggunakan metode kriging, yaitu metode geostatik yang digunakan untuk memprediksi nilai sebuah titik dari nilai observasi di sekitarnya dengan bobot sesuai kovarian spasialnya (Bohling, 2005). Interpolasi kriging dapat dihitung dengan persamaan (I.2) (Forsberg dan Tscherning, 2008, dalam Triarahmadhana, 2014). Ŝ = i x i r i 2 i 1 r i 2... (I.1) Keterangan persamaan (I.2) sebagai berikut (Forsberg dan Tscherning, 2008): Ŝ xi ri : nilai hasil interpolasi (satuan meter). : nilai tinggi yang telah diketahui (satuan meter). : jarak antara titik yang diketahui nilainya dan yang diinterpolasi (satuan meter). 3. Penyajian peta. Proses editing yang dilakukan meliputi digitasi detil planimetrik dan pembuatan garis kontur. Setelah proses ini selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan peta situasi dengan software ArcGIS agar kaidahkaidah kartografi dalam penyajian suatu peta situasi dapat dipenuhi. Agar peta situasi yang disajikan memenuhi kaidah kartografi, suatu peta harus memiliki komponen peta yang meliputi isi peta, judul peta, skala peta dan simbol arah, legenda, indeks peta, grid, nomor peta, sumber peta dan jenis proyeksi peta yang digunakan (Saraswati, 1979). I.5.2. SNI Peta Situasi Spesifikasi ketelitian peta situasi terdapat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI ini merupakan tindak lanjut dari Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa standar teknis pemetaan situasi ini dirumuskan oleh Bakosurtanal dengan penanggung jawab 26

10 pusat data dan Informasi Geografi Nasional (Pusdignas). Datum kontrol horizontal yang digunakan baik untuk darat maupun laut yang digunakan di dalam peta adalah SRGI 2013, dengan parameter sferoid berikut: 1. a = ,0 m 2. f = 1/ 298, dalam hal ini, 3. a : setengah sumbu panjang elips, dan 4. f : flattening (penggepengan) elips proyeksi dan grid peta yang digunakan dalam peta desa adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Proyeksi dan pembagian zona grid mengacu pada sferoid yang telah dispesifikasikan dalam SRGI Jika seluruh wilayah desa tidak dapat disajikan dalam satu lembar peta desa skala 1 : 1000, maka desa disajikan dalam peta desa skala 1 : 1000 indeks. Pemilihan skala didasarkan pada ukuran desa yang akan dipetakan. Untuk format kertas A3 berukuran 38 cm x 29.3 cm, dipergunakan untuk bidang dengan skala 1:5.000, 1:2.500, 1:1.000, 1:500, 1:250 dan skala lain dapat menyesuaikan sesuai bidang luas bidang tanahnya, yang dibatasi garis penuh dengan ketebalan 0.3 mm dan di dalamnya yaitu: Muka peta ; Ukuran muka peta adalah 28 cm x 28 cm 1. Bidang gambar ; bagian yang melingkupi muka peta dengan titik pusat sama dengan titik pusat muka peta dan dibatasi garis penuh dengan ukuran 28 cm x 28 cm. Jadi muka peta dan bidang gambar adalah sama. Kotak keterangan ; bagian yang berisi judul, arah utara dan skala, lokasi, petunjuk lembar, keterangan, legenda, instansi pembuat serta bagian pengesahan peta tematik dengan ukuran 8 cm x 28 cm. 2. Jarak antara bidang gambar dengan kotak keterangan adalah 2 cm, jarak antara bidang gambar / kotak keterangan terhadap garis tepi (batas tepi) peta adalah 1 cm. 27

11 Adapun unsur-unsur yang berada di dalam kotak keterangan Kotak judul dan skala; 1. Judul yaitu : ditulis sesuai dengan temanya misal: peta penggunaan tanah atau peta kemampuan tanah, dengan huruf Arial Bold 11 dan jarak dari garis tepi atas ke bagian atas huruf adalah 1.5 cm. 2. Arah utara ; dengan ukuran symbol 74 berupa panah dengan panjang 2 cm, bagian sayap 0.8 cm, dengan huruf U pada bagian atasnya serta ukuran Arial font 7, jarak huruf dengan ujung panah 2 mm. Sayap bagian kiri di buat hitam. 3. Skala numeris; berupa tulisan (contoh) Skala 1 : 1000 (sesuai dengan skala yang dibuat). Tulisan skala menggunakan ukuran huruf Arial Bold Skala grafis; Skala grafis dibuat berupa tiga garis horizontal paralel dengan panjang 6.5 cm x 0.5 cm, jarak masing-masing garis 1 mm. 5. Jarak dari skala numeris ke bagian atas angka skala grafis adalah kurang lebih 1.3 cm, sedangkan jarak skala grafis dengan garis batas kotak adalah 1.5 cm. (BIG, 2016) Sistem Tinggi Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik di atas permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid World Geodetic System (WGS) 84. Tinggi ellipsoid (h) tersebut tidak sama dengan tinggi orthometric (H) yang umum digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran sipat datar (levelling). Tinggi orthometric suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas geoid diukur sepanjang garis gaya berat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung sepanjang garis normal ellipsoid yang melalui titik tersebut (Abidin, 2004). Hubungan antara tinggi geometrik, tinggi orthometric dan undulasi dapat dilihat pada Gambar I.1. 28

12 N Gambar I.1. Hubungan antara tinggi ellipsoid, tinggi orthometric, dan undulasi (Abidin, 2004) Kasus seperti pada Gambar I.1, reduksi tinggi geometrik ke tinggi orthometric dapat dihitung dengan persamaan I.1. H= h N... (I.2) Persamaan I.1 merupakan rumus pendekatan yang cukup teliti untuk keperluan praktis, namun rumus tersebut tidak berlaku untuk pekerjaan geodesi yang teliti. Persamaan tersebut tidak menyertakan komponen-komponen yang digunakan untuk mendefinisikan geoid secara teliti. Pada persamaan I.1 tersebut, nilai undulasi geoid yang digunakan untuk mereduksi tinggi geometrik ke tinggi orthometric merupakan nilai N untuk keperluan praktis (Abidin, 2000) Sistem Koordinat Universal Transvers Mercator (UTM) Sistem UTM dengan sistem koordinat WGS 84 sering digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada sistem proyeksi UTM didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan konform yang memotong bumi pada dua meridian standar. Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6 dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 29

13 dimulai dari 180 BB hingga 174 BB, zone 2 di mulai dari 174 BB hingga 168 BB, terus ke arah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174 BT sampai 180 BT. Batas lintang dalam sistem koordinat ini adalah 80 LS hingga 84 LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80 LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80 LS hingga 72 LS diberi notasi C, 72 LS hingga 64 LS diberi notasi D, 64 LS hingga 56 LS diberi notasi E, dan seterusnya. (Aryono, 1989) Dalam penggunaan sistem koordinat UTM ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan sebagai berikut (Aryono, 1989): 1. Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut meridian standar dengan faktor skala Lebar zone 6 dihitung dari 180 BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180 BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri. 3. Perbesaran di meridian tengah = 0, Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84 LU dan 80 LS. Dalam penggunaannya sistem koordinat UTM memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : 1. Proyeksi bekerja pada setiap bidang ellipsoid yang dibatasi cakupan garis meridian dengan lebar yang disebut zone. 2. Proyeksi garis meridian pusat (MC) merupakan garis vertikal pada bidang tengah poyeksi. 3. Proyeksi garis lingkar equator merupakan garis lurus horizontal di tengah bidang proyeksi. 4. Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis proyeksi pada butir dua dan tiga dengan interval sama. Jadi garis pembentukan grid bukan hasil dari garis bujur atau lintang ellipsoid (kecuali garis meridian pusat dan equator). 5. Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara grid di meridian pusat sama, atau garis arah meridian yang melalui titik luar meridian pusat tidak sama dengan garis arah utara grid peta yang disebut konvegerensi meridian. 30

14 Dalam luasan dan skala tertentu tampilan simpangan ini dapat diabaikan karena kecil. Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Dan, untuk menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) m. Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negatif ekuator diberi nilai awal ordinat (y) m. Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 m. Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, mulai dari meridian 90 BT hingga meridian 144 BT dengan batas paralel (lintang) 11 LS hingga 6 LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93 BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141 BT) (Prihandito, 1989) Earth Gravitational Model 2008 (EGM2008) EGM2008 merupakan model geopotensial global yang dipublikasikan oleh National Geospatial-Intellegence Agency (NGA). Model geopotensial global ini, mengandung informasi mengenai data koefisien harmonik bola, yaitu orde (n), degree (m), koefisien potensial normal penuh (C, S) dan standar deviasinya (sigma C, sigma S) (Pavlis, dkk, 2008). Model geopotensial ini, lengkap dengan koefisien harmonik degree dan orde 2159 dan memuat tambahan sampai degree EGM2008 sudah memiliki anomali gayaberat dengan grid 5 x5 yang telah ditingkatkan berdasarkan pengukuran dari satelit GRACE (Pavlis, 2012, dalam Borge 2013). Nilai undulasi dari EGM2008 di area pengukuran diperoleh secara otomatis dari fitur yang terdapat pada receiver GNSS. Nilai undulasi tersebut digunakan untuk proses reduksi tinggi di atas ellipsoid ke tinggi orthometric (Triarahmadhana, 2014). I.5.6. Metode Penentuan Posisi dengan GNSS Menurut Roberts (2004), dalam Kurniawan, 2014, mengatakan bahwa GNSS merupakan suatu sistem navigasi dan penentuan posisi geospasial (bujur, lintang, dan ketinggian) dan waktu dengan cakupan dan referensi global yang menyediakan informasi posisi dengan ketelitian yang bervariasi, yang diperoleh dari waktu tempuh sinyal radio yang dipancarkan dari satelit ke receiver. Beberapa satelit navigasi yang merupakan bagian dari GNSS dimiliki dan dikelola oleh beberapa negara, seperti GPS 31

15 milik Amerika, GLONASS milik Rusia, GALILEO milik Uni Eropa, COMPASS milik China, Indian Regional Navigation Satellite System (IRNSS) milik India, dan Quasi-Zenith Satellite System (QZSS) milik Jepang (Rizos, 2009, dalam Triarahmadhana 2014). Metode penentuan posisi dengan GNSS dibagi atas dua macam, yaitu metode penentuan posisi secara absolut dan penentuan posisi secara diferensial Penentuan posisi GNSS secara absolut. Metode penentuan posisi secara absolut atau juga dikenal juga dengan point positioning merupakan penentuan posisi suatu titik secara mandiri dimana posisi suatu titik direferensikan terhadap pusat dari sistem koordinat. Prinsip dasar penentuan posisinya adalah pengikatan ke belakang dengan mengukur jarak ke beberapa satelit sekaligus. Penentuan ini diperlukan minimal empat satelit untuk dapat menentukan posisi suatu titik, sehingga diperoleh empat parameter yang terdiri atas tiga koordinat (X, Y, Z) atau (f,λ, h) dan satu parameter waktu. Dalam hal ini posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 terhadap pusat massa bumi. Dalam metode ini, posisi yang ditentukan bisa dalam keadaan diam maupun dalam keadaan bergerak. Titik yang ditentukan posisinya tidak tergantung pada titik lain yang berarti juga tidak dilakukan pengamatan di titik lain, maka receiver GPS yang digunakan hanya satu buah. Ketelitian posisi yang diperoleh dari metode ini rendah karena ketelitian posisi titik tergantung pada ketelitian data serta geometri satelit. Data posisi yang diperoleh masih terpengaruh oleh bias dan kesalahan. Oleh karena itu metode penentuan posisi absolut tidak digunakan untuk menentukan posisi yang membutuhkan ketelitian tinggi. Metode penentuan posisi secara absolut pada prinsipnya adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan. Jarak hasil hitungan oleh receiver GPS diperoleh dari data ukuran rambat sinyal dari satelit ke receiver. Metode pendekatan yang dilakukan pada penentuan posisi dengan metode absolut ini adalah metode pendekatan pseudorange. I Penentuan posisi GNSS secara diferensial. Penentuan posisi secara diferensial adalah penentuan vektor jarak antara dua stasiun pengamatan, yang dikenal dengan jarak basis atau baseline (Sunantyo, 2000). Penentuan posisi secara diferensial yaitu menentukan posisi dua atau lebih titik di lapangan yang dilakukan secara bersamaan dalam rentang waktu yang sama. Metode ini diperlukan minimal dua unit receiver dan software GPS pengolah data. Pada penentuan posisi diferensial atau 32

16 sering disebut dengan metode relatif, posisi titik-titik yang diperoleh ditentukan terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya yang dianggap sebagai titik acuan. Data ukuran pengamatan yang digunakan dalam penentuan posisi secara diferensial dapat berupa pseudorange maupun carrier beat phase. Pada penentuan posisi teliti cenderung digunakan carrier beat phase (Leick, 1995, dalam Kurniawan, 2014). Metode ini pengolahan datanya dilakukan secara post-processing. Kesalahan dan bias yang dominan pada pengamatan dapat tereliminir dengan cara mengurangkan data yang diamati oleh dua receiver GNSS pada waktu yang bersamaan, sehingga ketelitian yang dicapai meningkat drastis dibanding dengan metode absolut. Penentuan posisi diferensial pada dasarnya bertujuan untuk menentukan koordinat sebuah titik yang belum diketahui dari sebuah titik yang sudah diketahui koordinatnya. Dengan kata lain, penentuan posisi relatif diarahkan pada penentuan vektor antara kedua titik yang seringkali disebut sebagai baseline. Macam-macam metode penentuan GPS/GNSS dan RT-PPP dapat dijelaskan menggunakan diagram alir pada Gambar I.2. Gambar I.2. Macam-macam metode penentuan GPS/GNSS dan RT-PPP (Abidin, 2000) I.5.7. Teknologi GNSS dengan Metode RT-PPP GNSS RT-PPP merupakan teknologi terbaru dalam dunia penentuan posisi ekstraterestris dengan mendapatkan sinyal koreksi via L-band. Kelebihan dari teknologi ini dibanding teknologi GPS/GNSS sebelumnya adalah secara real-time alat GPS mampu mencapai ketelitian fraksi sentimeter dan tidak dibutuhkan adanya titik 33

17 ikat/base. Pengamatan secara real-time pada teknologi GPS sebelumnya membutuhkan stasiun referensi yang merupakan titik-titik Bench Mark (BM) ataupun stasiun Continuous Operating Reference Systems (CORS) yang tersebar. Keberadaan teknologi GPS/GNSS RT-PPP, para pengguna tidak harus membuat kerangka dasar untuk membuat stasiun referensi (BM) ataupun meminta otorisasi penggunaan data CORS pada instansi yang bersangkutan. Teknologi GPS/GNSS RT-PPP dapat mencapai ketelitian hingga 5 cm. Hal ini dikarenakan teknologi GNSS RT-PPP memanfaatkan data real-time stasiun jaringan data global yang mengirimkan algoritma untuk menghitung data orbit, jam satelit GNSS dan hitungan perataan lainnya kepada receiver GPS/GNSS yang dikirim melalui satelit L-Band dan atau IP (NTRIP) (Pusdiklat Migas, 2015). Segmen GNSS dengan koreksi L-Band Starfire ditampilkan pada Gambar I.3. Gambar I.3. Segmen GNSS dengan sinyal koreksi L-Band Starfire (Sumber dari: Teknologi GNSS Navcom dengan Layanan Starfire Navcom membangun teknologi penentuan posisi dengan sistem GNSS menggunakan sinyal koreksi L-band yang dikirim melalui sinyal satelit yang telah dilakukan pengamatan sejak 15 tahun dan terus berlangsung sampai sekarang. Aplikasi koreksi starfire/l-band diterapkan pada GNSS Navcom untuk mencapai ketelitian fraksi sentimeter. 34

18 Starfire adalah sistem augmentasi GNSS berbasis satelit. Satelit yang digunakan dalam hal ini adalah satelit komunikasi INMARSAT yang bergerak mengikuti rotasi bumi atau disebut juga sebagai satelit geostasioner. Satelit inilah yang mengirimkan koreksi selama 24 jam per hari untuk receiver yang memiliki kapabilitas menerima sinyal L-Band. Sistem starfire beroperasi dengan delapan puluh lima stasiun bumi yang melakukan pengamatan GNSS selama dua puluh empat jam per hari, data tersebut terkoneksi dengan tujuh stasiun pengolahan algoritma yang mengirim data koreksi ke stasiun pengunggah dan dikirim ke tujuh satelit INMARSAT yang selanjutnya data koreksi tersebut diberikan kepada receiver/user di bumi.. Karena pada dasarnya satelit INMARSAT adalah satelit komunikasi maka INMARSAT hanya sebagai penghubung stasiun pengunggah dan receiver/user di bumi. Hasil pengamatan satelit secara kontinyu tersebut dapat menghasilkan ketelitian dalam pengukuran sebesar 5 cm untuk ketelitian horizontal dan 10 cm untuk ketelitian vertikal. (Navcomtech, 2015) Uji Peta Uji peta dimaksudkan untuk mengetahui apakah peta tersebut sudah layak dipakai atau tidak sesuai spesifikasi yang sudah ditentukan dalam kerangka acuan pekerjaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil peta tersebut sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran secara acak dan menyeluruh pada detil-detil planimetris, arah atau beda tinggi. Uji peta dilakukan dengan membandingkan dan menguji antara objek-objek dari peta yang diuji dengan keadaan sebenarnya di lapangan dengan cara pengamatan dan pengukuran objek-objek tersebut baik pada peta maupun di lapangan (Basuki, 2006). Uji ketelitan posisi ditentukan dengan titik uji yang memenuhi ketentuan objek yang digunakan sebagai titik uji peta, yaitu (Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 15 tahun 2014) : 1. Dapat diidentifikasi dengan jelas di lapangan dan di peta yang diuji. 2. Merupakan objek yang relatif tetap tidak berubah bentuk dalam jangka waktu yang singkat. 3. Memiliki sebaran yang merata di seluruh area yang diuji. 35

19 Uji ketelitian posisi yang dilakukan meliputi uji ketelitian horizontal dan uji ketelitian vertikal. Hasil dari uji ketelitian horizontal dan ketelitian vertikal harus memenuhi toleransi uji peta. Nilai toleransi untuk ketelitian tersebut berbeda-beda tergantung pada skala peta yang dibuat. Toleransi uji ketelitian horizontal dan vertikal meliputi (BIG, 2014) : 1. Uji ketelitian vertikal 90 % dari jumlah elevasi/koordinat tinggi yang diuji kesalahannya harus lebih kecil dari 0,5 kali interval kontur. 2. Uji ketelitian horizontal 90 % dari jumlah jarak/koordinat planimetrik yang diuji kesalahannya harus lebih kecil dari 0,3 mm pada skala peta Kartografi Kartografi adalah suatu seni, ilmu dan teknik pembuatan peta yang melibatkan pelajaran geodesi, fotogrametri, kompilasi dan reproduksi peta. Peta merupakan penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan antara berbagai perwujudan yang diwakili. Dalam ilmu Geodesi peta merupakan gambaran dari permukaan bumi dalam skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar melalui sistem proyeksi. Dalam pembuatan peta agar informasi dapat disampaikan oleh orang yang membuat peta harus memperhatikan konsep kartografi. Konsep kartografi bertujuan untuk membuat penyajian peta menjadi mudah dibaca, mudah dimengerti, mudah ditafsirkan, mudah dianalisis, sehingga memberi manfaat semaksimal mungkin sesuai maksud dan tujuan (Aryono, 1989). Menurut Aryono (1989) disebutkan beberapa ruang lingkup untuk pekerjaan kartografi sebagai berikut: 1. Seleksi data untuk pemetaan, 2. Manipulasi dan generalisasi data, 3. Pekerjaan desain (simbol-simbol) dan kontruksi peta (proyeksi peta), 4. Teknik reproduksi, 5. Revisi peta. Untuk memudahkan komunikasi peta yang efektif diperlukan simbol-simbol yang dapat memudahkan penyampaian informasi peta. Ada tiga komponen yang harus diperhatikan dari kartografi desain diantaranya warna, pola dan tipografi (seni cetak, 36

20 tata huruf). Berdasarkan tiga komponen untuk memudahkan pelaksanaan simbolisasi dari banyak variasi data, maka diadakan klasifikasi simbol yaitu: 1. Simbol titik Simbol titik digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional seperti kota, titik triangulasi dan sebagainya. Simbol tersebut bisa berupa dot, segitiga, segiempat, lingkaran dan sebagainya 2. Simbol garis Simbol garis digunakan untuk menyajikan data geografis misalnya sungai, batas wilayah, jalan dan sebagainya. 3. Simbol luasan Simbol luasan digunakan bila mewakili suatu area tertentu dengan simbol yang mencakup luasan tertentu misalnya daerah rawa, hutan, padang pasir dan sebagainya. I Uji Signifikansi Beda Parameter Uji signifikansi beda parameter digunakan untuk mengetahui apakah nilai parameter eksis secara stastistik dan berbeda signifikan dengan nilai nol (Ghilani, 2010). Pengujian signifikansi parameter ini menggunakan distribusi student. Pada kegiatan aplikatif ini, parameter yang diuji adalah selisih antara data ukuran di lapangan dengan data ukuran di peta. Kriteria pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai parameter dan simpangan baku parameter sesuai dengan persamaan I.3 (Ghilani, 2010). T = D... (I.3) SD Penerimaan untuk hipotesis nol (H0) adalah sebesar T < t(df, α/2). Dalam hal ini, T D SD : nilai t-hitungan. : rata-rata sampel dari selisih antara data ukuran di lapangan dengan data ukuran di peta pada objek yang sama. : simpangan baku sampel dari selisih antara data ukuran di lapangan denga data ukuran di peta pada objek yang sama. t(df, α/2) : nilai pada tabel t-student dengan tingkat kepercayaan sebesar α dan derajat kebebasan tertentu. df : degree of freedom (sampel 1). 37

21 Nilai D dan SD dapat dihitung dengan persamaan I.4. dan persamaan I.5. Dalam hal ini, D = n n 1 (x 1 x 2 ) n (Di D )2 SD = n 1 x1 x2 n... (I.4)... (I.5) : data ukuran jarak atau tinggi detil di lapangan. : data ukuran jarak atau tinggi detil di peta. : jumlah sampel. Pengujian tersebut mengidentifikasikan bahwa rata-rata selisih sampel objek di peta sama dengan di lapangan seperti pada persamaan I.6 dan I.7. H0 : D = 0, atau... (I.6) H0 : D 0... (I.7) Daerah penerimaan untuk hipotesis nol (H0) adalah sebesar T < t(df, α/2). Nilai kritis dari t dapat dilihat dari tabel-t yang terdapat pada Lampiran A. Nilai tersebut ditentukan dengan melihat tingkat kepercayaan (α) dan nilai derajat kebebasan (df). Apabila nilai t-hitungan lebih besar dari nilai t(df, α/2) menunjukan bahwa nilai parameter berbeda secara statistik. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan antara data ukuran di lapangan dengan data ukuran di peta sehingga H0 ditolak. Kondisi sebaliknya apabila nilai t-hitungan lebih kecil dari nilai t(df, α/2) menunjukan bahwa nilai parameter tidak berbeda secara statistik. Artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data ukuran di lapangan dengan data ukuran di peta sehingga H0 diterima. 38

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur adalah monumen Buddha termegah dan kompleks stupa terbesar di dunia yang diakui oleh UNESCO. Bangunan Candi Borubudur tersebut secara keseluruhan menjadi

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol

Lebih terperinci

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) Disarikan dari Buku Panduan Praktis Membaca dan Menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia Karangan M. Eddy Priyanto, Edisi I, Pusat Pelayananan Jasa dan

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Jun, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill Firman Amanullah dan Khomsin Jurusan

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tertib administrasi bidang tanah di Indonesia diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah tersebut memuat

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2015 KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan. Mineral. Batubara. Wilayah. Pemasangan Tanda Batas. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (2014), Indonesia memiliki 17.504 pulau dan luas daratan mencapai 1.910.931,32 km 2. Karena kondisi geografisnya yang

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta MODUL KULIAH Modul 13-1 Modul 13 Proyeksi Peta 13.1 Pengertian Proyeksi Peta Persoalan ditemui dalam upaya menggambarkan garis yang nampak lurus pada muka lengkungan bumi ke bidang datar peta. Bila cakupan

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. 2. Abidin, Hasanuddin Z.(2002). Survey Dengan GPS. Cetakan Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Krakiwsky, E.J.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pemetaan situasi skala besar pada umumnya dilakukan secara teristris yang memerlukan kerangka peta biasanya berupa poligon. Persebaran titik-titik poligon diusahakan

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan suatu Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia. BAB 7 PENDAHULUAN Diskripsi singkat : Proyeksi Silinder bila bidang proyeksinya adalah silinder, artinya semua titik di atas permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder yang kemudian didatarkan.

Lebih terperinci

Nur Meita Indah Mufidah

Nur Meita Indah Mufidah Pengantar GIS (Gographical Information System) Nur Meita Indah Mufidah Meita153@gmail.com Lisensi Dokumen: Copyright 2003-2006 IlmuKomputer.Com Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan wahana satelit. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA PERPETAAN - 2 KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan Extra

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 ILMU UKUR TANAH II Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan Skala 1 : 1 000 dan lebih besar 1 : 1 000 s / d 1 : 10

Lebih terperinci

MODUL 3 GEODESI SATELIT

MODUL 3 GEODESI SATELIT MODUL 3 GEODESI SATELIT A. Deskripsi Singkat Geodesi Satelit merupakan cabang ilmu Geodesi yang dengan bantuan teknologi Satelite dapat menjawab persoalan-persoalan Geodesi seperti Penentuan Posisi, Jarak

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

K NSEP E P D A D SA S R

K NSEP E P D A D SA S R Mata Kuliah : Sistem Informasi Geografis (SIG) Perikanan. Kode MK : M10A.125 SKS :2 (1-1) KONSEP DASAR DATA GEOSPASIAL OLEH SYAWALUDIN A. HRP, SPi, MSc SISTEM KOORDINAT DATA SPASIAL SUB POKOK BAHASAN 1

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI Geoid dan ellipsoida merupakan bidang 2 yang sangat penting didalam Geodesi. Karena masing 2 bidang tersebut merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan dalarn pengertian

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta Pendahuluan Sebagai orang yang mengaku dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta cara penggunaannya mutlak dan harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenal akan lebih

Lebih terperinci

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS BAB III PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS 3.1 Penentuan Model Geoid Lokal Delta Mahakam Untuk wilayah Delta Mahakam metode penentuan undulasi geoid yang sesuai adalah metode kombinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan

Lebih terperinci

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Verifikasi TDT Orde 2 BPN dengan Stasiun CORS BPN-RI Kabupaten Grobogan Rizna Trinayana, Bambang Darmo Yuwono, L. M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

Bab III KAJIAN TEKNIS

Bab III KAJIAN TEKNIS Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PETA 2.1.1. Pengertian peta Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari unsur-unsur (fatures) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian atau keseluruhan

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN Disusun oleh : NAMA : NUR SIDIK NIM : 11405244001 HARI : Kamis, 13 MARET 2014 JAM : 08.00 10.00 JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada BAB III ini akan dibahas mengenai pengukuran kombinasi metode GPS dan Total Station beserta data yang dihasilkan dari pengukuran GPS dan pengukuran Total Station pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial mengamanahkan Peta Rupa Bumi Indonesia sebagai Peta Dasar diselenggarakan mulai pada skala 1 : 1.000.000

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

Proyeksi Peta. Tujuan

Proyeksi Peta. Tujuan Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat: Memahami tentang bentuk permukaan bumi Memahami proyeksi dari peta bumi (3D) ke peta topografi

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penetuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan

Lebih terperinci

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 25/PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PROSEDUR

Lebih terperinci

Jadi huruf B yang memiliki garis kontur yang renggang menunjukkan kemiringan/daerahnya landai.

Jadi huruf B yang memiliki garis kontur yang renggang menunjukkan kemiringan/daerahnya landai. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.2 1. Kemiringan lereng kontur huruf B seperti pada gambar mempunyai http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/8.2.1.jpg

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Kuliah Minggu ke 2 Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta Sudarto Lab Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan OUTLINE 1 Pengertian Peta 2 Pemahaman dan Fungsi Peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem satelit navigasi adalah sistem yang digunakan untuk menentukan posisi di bumi dengan menggunakan teknologi satelit. Sistem ini memungkinkan sebuah alat elektronik

Lebih terperinci

KONTUR.

KONTUR. KONTUR http://aanpambudi.files.wordpress.com/2010/08/kontur1.png Kontur Hal penting dalam melakukan pemetaan adalah tersedianya informasi mengenai ketinggian suatu wilayah. Dalam peta topografi, informasi

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Peta Multiguna (Multipurpose map) Peta multiguna secara sederhana didefinisikan sebagai peta yang yang bisa digunakan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan.

Lebih terperinci

APA ITU ILMU UKUR TANAH?

APA ITU ILMU UKUR TANAH? APA ITU ILMU UKUR TANAH? Merupakan ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. ILMU UKUR TANAH (DEFINISI)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GPS UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PEMETAAN LAHAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

PEMANFAATAN GPS UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PEMETAAN LAHAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN PEMANFAATAN GPS UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PEMETAAN LAHAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Mekanisasi Pertanian. Oleh : Kelompok V Kelas

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA REKONSTRUKSI/KOREKSI Rekonstruksi/Restorasi Koreksi geometri Mosaik Koreksi radiometri/koreksi topografi TRANSFORMASI Penajaman citra Transformasi spasial/geometri : merubah

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Continuously Operating Reference Station (CORS) adalah sistem jaringan kontrol yang beroperasi secara berkelanjutan untuk acuan penentuan posisi Global Navigation

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Alat Ukur GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Sehubungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2012 Tujuan Sistem Proyeksi Peta Jenis Proyeksi Peta Pemilihan Proyeksi Peta UTM (Universal Transverse Mercator) Sistem Proyeksi Peta Bentuk bumi berupa ruang 3D yg

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13 Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota Adipandang Yudono 13 Definisi Peta Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL JENIS DAN TARIF ATAS JENIS

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN www.bimbinganalumniui.com 1. Ilmu yang mempelajari pemetaan disebut a. Geomorfologi b. Kartografi c. Hidrologi d. Pedologi e. Oseanografi 2. Gambaran permukaan bumi pada bidang datar yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci