UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH INTERVENSI MaSa INDAH DALAM PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA AGGREGATE LANSIA DI KELURAHAN CURUG, KECAMATAN CIMANGGIS, KOTA DEPOK KARYA ILMIAH AKHIR AGNES DEWI ASTUTI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH INTERVENSI MaSa INDAH DALAM PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA AGGREGATE LANSIA DI KELURAHAN CURUG, KECAMATAN CIMANGGIS, KOTA DEPOK KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas AGNES DEWI ASTUTI Pembimbing I Pembimbing II : Dra. Junaiti Sahar, SKp.,M.App.Sc.,PhD : Widyatuti, SKp.,M.Kep.,Sp.Kom FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS DEPOK JUNI 2014

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan atas segala berkat kasih karunia Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul Pengaruh Intervensi MaSa INDAH dalam Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Komunitas Terhadap Penurunan Tingkat Depresi pada Aggregate Lansia di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam memberikan masukan, bimbingan, semangat serta dukungan yang sangat besar dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Dra. Junaiti Sahar, SKp.,M.App., PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini. 2. Ns. Henny Permatasari, SKp.,M.Kep.,Sp.Kom., selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan. 3. Ns. Widyatuti, S,Kp.,M.Kep.,Sp.Kom selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini. 4. Segenap dosen Fakultas Ilmu Keperawatan. 5. Segenap karyawan Fakultas Ilmu Keperawatan. 6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok yang telah memberikan ijin praktik residensi keperawatan komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Kepala Puskesmas Cimanggis Kota Depok yang telah memberikan ijin praktik residensi keperawatan komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan. 8. Suami tercinta Vinsensius Goda Lengu, anak-anak kesayangan Alberto Alessandro Senada Putra dan Rafael Senada Putra, mamah tercinta dan kakak v

6 Dodi, Maria, keponakan Anto serta seluruh keluarga yang telah mendukung melalui doa dan semangat yang sangat besar. 9. Seluruh rekan-rekan residen Program Spesialis Keperawatan Komunitas angkatan 2013 (13 Pejuang 13) dan rekan-rekan Program Magister angkatan 2011 di Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan serta motivasi yang begitu besar. Semoga seluruh kebaikan serta dukungan yang diberikan mendapatkan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini, maka kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi karya ilmiah akhir ini sangat penulis hargai agar dapat bermanfaat bagi kita semua. Depok, Juni 2014 Penulis vi

7

8 ABSTRAK Agnes Dewi Astuti Spesialis Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan, Pengaruh Intervensi MaSa INDAH dalam Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Komunitas Terhadap Penurunan Tingkat Depresi pada Aggregate Lansia di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok MaSa INDAH merupakan bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia. Penulisan bertujuan untuk memberikan gambaran pengaruh intervensi MaSa INDAH dalam pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas terhadap penurunan tingkat depresi lansia. Hasil menunjukkan terjadi penurunan tingkat depresi pada lansia sebesar 31,58% dengan peningkatan pengetahuan 25,01 %; sikap 35 %; keterampilan lansia melakukan intervensi MaSa INDAH dengan presentasi paling besar yaitu meningkatkan harga diri positif sebesar 52,9%. Kesimpulan peningkatan harga diri lansia dapat menurunkan tingkat depresi. Direkomendasikan pengambil keputusan program kesehatan lansia meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan yang melibatkan lansia sebagai bentuk penghargaan, agar lansia tetap sehat dan bahagia. Kata kunci : MaSa INDAH, intervensi keperawatan komunitas, lansia, depresi. ABSTRACT Agnes Dewi Astuti Specialist Community Nursing, Faculty of Nursing, University Indonesia Effect of Intervention "MaSa INDAH" in the Services and Community Nursing Care to Decreased Elderly s Depression Level in Curug Sub Distric, Cimanggis, Depok MaSA INDAH is a form of community nursing intervention to decrease the level of depression in the elderly. The aims of this paper was to provide an overview of the effect of the intervention "MaSa INDAH" in the community nursing service and to decrease the level of depression. The results showed that there was a decrease in the level of depression in the elderly by 31.58% with an increase knowledge of 25.01%; attitudes 35%; the skills of the elderly in giving MaSa INDAH intervention was the greatest presentation of improving positive self-esteem by 52.9%. Conclusion improved positive self-esteem in the elderly has been decreased the level of depression. The decision makers is recommended to improve community empowerment through activities involving the elderly as a form of appreciation, so that the elderly remain healthy and happy. Keywords: MaSa INDAH, community nursing intervention, the elderly, depression. viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... HALAMAN ORISINALITAS... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix xii xiii xiv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penulisan Pengelola Program Kesehatan Kader Kesehatan Masyarakat, Keluarga dan Lansia Pengembangan Ilmu Keperawatan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Lansia sebagai Populasi Rentan (Vulnerable Population) Definini Populasi Rentan Karakteristik Lansia sebagai Populasi Rentan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Konsekuensi Fungsional pada Kelompok Lansia Lansia dengan Depresi Perubahan akibat Proses Penuaan pada Lansia Depresi pada Lansia Keperawatan Komunitas Unsur-unsur Penting dalam Kesehatan Komunitas Karakteristik keperawatan Komunitas Strategi Keperawatan Komunitas Prinsip Keperawatan Komunitas Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Asuhan Keperawatan Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Lansia dengan Depresi Peran sebagai Pemberi Pelayanan Keperawatan atau provider Peran sebagai Pendidik atau edukator Peran sebagai advocator Peran sebagai Manajer Peran sebagai Kolaborator ix

10 2.4.6 Peran sebagai leader Peran sebagai Peneliti BAB 3 KERANGKA KONSEP PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS 3.1 Kerangka Konsep Praktik Keperawatan Komunitas Pelaksanaan Intervensi MaSa INDAH dalam menurunkan Depresi pada Lansia Profil Wilayah Kelurahan Curug Kota Depok BAB 4 PELAKSANAA INTERVENSI MaSa INDAH DALAM PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK MENURUNKAN TINGKAT DEPRESI PADA AGGREGATE LANSIA 4.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas dalam Mencegah Depresi pada Aggregate Lansia Analisis Situasi Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Rencana Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Asuhan Keperawatan Komunitas Pengumpulan Data... Analisis Situasi Masalah Keperawatan Komunitas Rencana Tindakan Keperawatan Komunitas Pelaksanaan Keperawatan Komunitas Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Asuhan Keperawatan Keluarga Analisis Situasi Masalah Keperawatan Keluarga Rencana Tindakan Keperawatan Keluarga Pelaksanaan Keperawatan Keluarga Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pencapaian Kesenjangan Manajemen Pelayanan Keperawatan Kesehatan Asuhan Keperawatan Komunitas Asuhan Keperawatan Keluarga Keterbatasan Implikasi keperawatan Implikasi Pelayanan Keperawatan Komunitas Perkembangan Ilmu Keperawatan x

11 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Model Community As Partner Gambar 2.2 Modifikasi Langkah-langkah dalam Proses Keperawatan Individu dan Keluarga Lansia dengan Depresi Gambar 3.1 Kerangka Konsep Praktik Keperawatan Komunitas pada Aggregate Lansia dengan Depresi Gambar 3.2 Kerangka Modifikasi Pelaksanaan Intervensi MaSa INDAH Gambar 4.1 Fish Bone Analisis Manajemen Pelayanan Kesehatan pada Aggregate Lansia dengan Depresi Gambar 4.2 WOC (Web of Causation) Asuhan Keperawatan Komunitas pada Aggregat Lansia dengan Depresi Gambar 4.3 WOC (Web of Causation) Asuhan Keperawatan Keluarga pada Aggregate Lansia dengan Depresi xii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Distribusi frekuensi karakteristik lansia depresi yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan usia, masalah kesehatan dan tingkat ketergantungan di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Distribusi frekuensi karakteristik lansia depresi yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan jenis kelamin, status perkawinan pendidikan, pekerjaan dan penghasilan di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Distribusi frekuensi karakteristik lansia depresi yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan jaminan kesehatan di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Distribusi frekuensi lansia depresi sebelum mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan skore pengetahuan tentang perawatan kesehatan lansia dengan depresi di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Distribusi frekuensi lansia depresi sebelum mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan skore depresi dan tingkat depresi di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Distribusi frekuensi lansia depresi setelah mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan skore pengetahuan tentang perawatan kesehatan lansia dengan depresi di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Distribusi rata-rata skor pengetahuan kelompok lansia sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Kota Depok tahun 2014 (n=19) Distribusi Perubahan Kemampuan Lansia dalam Memilih Cara untuk Mengatasi Depresi Pre dan Post intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug, Cimanggis Kota Depok, 2014 (n=19) Distribusi rata-rata skor depresi kelompok lansia sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Kota Depok tahun 2014 (n=19) Distribusi Perubahan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug, Cimanggis Kota Depok, 2014 (n=19) xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Penapisan Masalah Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Komunitas Lampiran 2: Kuesioner Lampiran 3: Leaflet Lampiran 4: Kartu Tilik Diri (KTD) xiv

15 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, tujuan dan manfaat dari penerapan model asuhan keperawatan pada komunitas dan keluarga lansia dengan depresi di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis Kota Depok, Jawa Barat. 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, maka akan berpengaruh pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) dan Komisi Nasional Lanjut Usia (2010), peningkatan UHH terjadi dari tahun 1980 adalah 55,7 tahun, angka ini kemudian meningkat pada tahun 1990 menjadi 59,5 tahun, pada tahun 2009 mencapai 70,6 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan UHH menjadi 71,7 tahun. Hal ini menyebabkan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia semakin meningkat. Lansia mengalami suatu proses dalam kehidupan yang alami dan pasti akan dihadapi oleh setiap manusia dan tidak dapat dihindari yaitu penuaan. Perubahan yang terjadi pada proses penuaan ditandai dengan hilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan organ tubuh memperbaiki diri dan bersifat irreversibel. Perubahan yang terjadi yaitu pada aspek fisik atau fisiologi, psikologi, dan sosial (Miller, 2012). Perubahan kondisi fisik mengakibatkan lansia tidak mampu beraktifitas secara optimal (Stanhope & Lancaster, 2010). Lansia menjadi kurang aktif dan akhirnya mengalami keterbatasan pergerakan, kekakuan otot dan tulang. Hal ini menyebabkan lansia lebih banyak melakukan aktifitas hanya di dalam rumah. Lansia yang lebih banyak melakukan aktifitas sendiri di dalam rumah akan merasakan kondisi kesepian dan jauh dari pengaruh sosial di dalam masyarakat. 1

16 2 Perubahan psikologis, sosial dan ekonomi juga dapat dialami oleh lansia terutama yang memasuki masa pensiun atau penurunan peran dalam masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2010; Miller, 2012). Demikian pula dengan lansia yang mengalami proses kehilangan pasangan hidup atau orang-orang yang dicintainya, ia akan merasakan kesedihan dan kesepian (Stanhope & Lancaster, 2010; Friedman, Bowden & Jones, 2010). Penurunan produktivitas dan ekonomi lansia berdampak pada penurunan pendapatan, sehingga lansia mengalami pemenuhan nutrisi yang kurang baik, terjadinya penelantaran, hingga kondisi sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan. (Stanhope & Lancaster, 2010; Miller, 2012). Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan pada lansia yaitu depresi. Depresi merupakan salah satu gangguan mental emosional yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya (Sadock & Sadock, 2010). Kurangnya motivasi dan gangguan dalam alam perasaan menyebabkan penurunan semangat hidup, sehingga jika depresi terjadi pada kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan kesehatan, maka akan memperberat kondisi kesehatannnya. Menurut ahli, faktor yang dapat menyebabkan depresi pada lansia adalah karena hilangnya harga diri, hilangnya peran yang berarti, hilangnya orang tertentu, dan kontak sosial yang kurang (Reker, 1997 dalam Miller, 2012). Faktor lain yang berkontribusi dalam munculnya masalah depresi pada lansia adalah meliputi: usia; jenis kelamin, kurangnya peran sosial dan rendahnya status sosial ekonomi; pengalaman masa lalu seperti trauma pada masa kecil; stres sosial yang berulang termasuk dalam kejadian hidup yang membuat stress; jaringan sosial yang tidak adekuat; kurangnya interaksi sosial; rendahnya intergrasi sosial misalnya ketidakmampuan lingkungan dan terbatasnya kekuatan keagamaan; serta kombinasi beberapa faktor-faktor (Miller, 2012; Cole & Dendukuri, 2003). Depresi diawali dengan gejala ringan seperti merasa sedih, kurang bersemangat dan malas beraktifitas. Manifestasi depresi akan meningkat ke depresi sedang dan

17 3 berat, jika lansia tidak memiliki koping yang adekuat. Kondisi tersebut membuat lansia atau aggregate (kelompok khusus) lansia menjadi bagian dalam populasi rentan meliputi rentan secara fisiologis yaitu berupa proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, sehingga masalah kesehatan lansia banyak yang bersifat kronik; rentan secara psikologis yaitu lansia akan dihadapkan oleh berbagai peristiwa dan kejadian kehidupan yang mengakibatkan perubahan-perubahan yang berpotensi menimbulkan stres; rentan secara sosial yaitu stres sosial dapat disebabkan oleh diskriminan baik ras, budaya, atau yang lainnya; dan rentan secara ekonomi yaitu lansia mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatannya (Miller, 2012; Swanson & Nies, 1993; Stanhope & Lancaster, 2010; Ruof, 2004). Kondisi keterasingan, kemiskinan dan kurangnya dukungan sosial membuat lansia semakin tidak diperhatikan. Moccia dan Mason (1986, dalam Stanhope & Lancaster, 2010) menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah utama karena melibatkan kontrol atas sumber daya yang diperlukan, sehingga dapat berfungsi efektif di dalam masyarakat. Kondisi tersebut mengakibatkan lansia semakin berisiko besar mengalami masalah kesehatan dengan depresi. Angka kejadian depresi pada lansia semakin meningkat. Kejadian depresi secara klinis pada lansia di dunia cukup signifikan yaitu 8-16%. Menurut Back dalam Tamber & Kookasiani (2009), prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di institusi seperti rumah sakit dan panti perawatan adalah sebesar 50-75%. Sedangkan di komunitas, prevalensi depresi yang dialami oleh lansia adalah 1-35% (Frazer, Christense & Griffith, 2005). Di Indonesia dilaporkan bahwa 74% lansia berusia 60 tahun ke atas menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, stroke, rematik, asma dan jantung. Angka tersebut mengindikasikan bahwa ada kemungkinan sebanyak 74% lansia di Indonesia akan berisiko mengalami depresi, karena kondisi lansia dengan proses penuaan disertai penyakit kronik akan berdampak pada ekspresi putus asa pada keadaan dan tidak memiliki harapan kesembuhan.

18 4 Hasil dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia adalah sebesar 6%. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi gangguan mental emosional yang lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional yaitu 9,3% (Kemenkes RI, 2013a). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa depresi bukan merupakan masalah yang berisiko akan terjadi dalam masyarakat, namun sudah memang menjadi masalah kesehatan yang aktual dan perlu diperhatikan. Pentingnya masalah depresi pada lansia didasarkan pula dari fenomena yang ditemukan di lapangan. Hasil survei di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat pada bulan September-Oktober 2013 dengan menggunakan kuesioner depresi yaitu GDS (Geriatric Depression Scale) ditemukan 38 lansia yang ada di masyarakat mengalami depresi, dimana 12 lansia (31,5%) dengan risiko depresi dan 16 lansia (42,1%) mengalami depresi ringan dan 10 lansia (26,3%) mengalami depresi sedang. Data tersebut menunjukkan bahwa prevelensi lansia yang mengalami depresi di Kelurahan Curug (risiko depresi, ringan hingga sedang) adalah 7,5 % atau lebih tinggi dari prevalensi nasional maupun provinsi (Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK-UI, 2013). Sejumlah 38 lansia yang mengalami depresi di Kelurahan Curug, memiliki pola komunikasi lansia yang tidak terbuka, banyak berdiam diri dan duduk sendiri di dalam rumah. Hal tersebut disebabkan pula karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan di luar rumah, ada juga yang disebabkan karena lansia merasakan malu dengan perubahan yang terjadi pada dirinya. Beberapa lansia jarang berkomunikasi dengan anggota keluarganya, karena kesibukan anggota keluarga yang lain dan lansia juga merasakan kerinduannya untuk dikunjungi oleh anggota keluarga yang lain. Kondisi tersebut tidak dikomunikasikan oleh lansia dengan baik kepada keluarga atau orang lain, sehingga lansia memendam keinginan dan perasaannya sendiri dengan mengekpresikannya melalui tangisan maupun sikap berdiam diri.

19 5 Dukungan bagi kesehatan lansia depresi masih kurang optimal dan sering diabaikan. Banyak keluarga yang masih belum mengetahui perawatan bagi lansia depresi di rumah, sehingga dapat memperburuk kondisi lansia dan akhirnya akan menambah beban bagi keluarga yang merawatnya. Selain itu, dukungan dari masyarakat yang masih kurang memperhatikan kondisi psikososial lansia dalam kegiatan bermasyarakat serta persepsi keluarga dan masyarakat yang masih kurang tepat tentang depresi pada lansia dengan menyatakan bahwa kesedihan di masa tua adalah hal yang biasa dan tidak perlu dipersoalkan. Hasil pengamatan pada kegiatan posbindu, lansia hanya mendapatkan pelayanan kesehatan minimal berupa pengukuran tekanan darah dana belum adanya kegiatan lansia sebagai upaya promotif dan preventif khususnya untuk masalah depresi. Masalah kesehatan depresi pada lansia sering diabaikan bukan hanya oleh masyarakat, namun juga oleh tenaga kesehatan. Menurut Conner (2010), persepsi negatif terhadap masalah lansia depresi dapat mempengaruhi perilaku kesehatan dan perhatian dalam memperoleh dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi lansia depresi. Sejumlah faktor yang menyebabkan keadaan ini adalah karena adanya fakta bahwa lansia mengalami kondisi gangguan fisik saja, sehingga depresi menjadi tersamarkan. Selain itu, isolasi sosial, sikap orang tua, penyangkalan, pengabaian terhadap proses penuaan normal menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak tertanganinya depresi pada lansia (Love, 1991 dalam Stanley & Beare, 2007). Lansia yang mengalami kesedihan hingga depresi dan tidak segera ditangani dengan baik akan berdampak negatif bagi kondisi kesehatan lansia. Kondisi depresi dapat memperpendek harapan hidup dan memperburuk kemunduran fisik lansia. Dampak terbesar sering terjadi pada penurunan kepuasan dan kualitas hidup lansia serta menghambat pemenuhan tugas perkembangan lansia (Stanley, & Beare, 2007; Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Depresi juga akan menguras habis emosi dan finansial lansia dan keluarga lansia serta sistem pendukung sosial informal dan formal yang dimilikinya. Akhirnya, angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekuensi yang serius dari kondisi depresi tersebut (Stanley & Beare,

20 6 2007). Kondisi lansia dengan depresi, membutuhkan dukungan seoptimal mungkin, sehingga lansia dapat menikmati masa tuanya dengan sehat, bahagia, produktif dan berkualitas secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Kualitas hidup lansia dapat dicapai dengan kondisi peningkatan kesehatan fisik dan mental lansia dalam mewujudkan proses menua secara aktif dan sehat bagi lansia. Dukungan, bantuan dan perlindungan lansia diperlukan diberbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam menggunakan fasilitas, sarana dan prasarana umum serta pelayanan dengan memperhatikan kemauan lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). Dukungan tersebut dapat diberikan oleh pemerintah, masyarakat, keluarga dan petugas atau pemberi pelayanan kesehatan. Perawat merupakan salah satu petugas kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan komprehensif terhadap masalah kesehatan yang terjadi pada lansia (Roger dalam Ruof, 2004). Hal ini juga seiring dengan perkembangan keperawatan di masyarakat terutama di bidang spesialistik yaitu spesialisasi keperawatan komunitas, dimana peran perawat spesialis keperawatan komunitas antara lain sebagai manajer dan pemberi asuhan keperawatan dengan manajemen kasus (Allender, Rector, & Warner, 2014). Peran perawat sebagai manajer yaitu dalam pengelolaan pelayanan kesehatan secara langsung untuk kebutuhan masyarakat dengan menjalankan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan evaluasi kemajuan dari tujuan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kesehatan lansia (Allender, Rector, & Warner, 2014; Marquis & Huston, 2012). Salah satunya adalah masalah lansia dengan depresi. Sedangkan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan manajemen kasus adalah memberikan pelayanan keperawatan secara sistematis dengan mengkaji kebutuhan klien, merencanakan dan mengkoordinasikan pelayanan, rujukan pada pemberi pelayanan kesehatan yang lain, dan monitoring serta evaluasi dengan

21 7 menggunakan biaya yang efektif (Allender, Rector, & Warner, 2014; Stuart & Laraia, 2005). Tindakan keperawatan diharapkan bertujuan untuk mencegah atau menurunkan tanda dan gejala depresi melalui penguatan sumber koping dan kemampuan personal lansia serta dukungan sosial dari keluarga maupun masyarakat Perawat juga berperan sebagai edukator, advokator, kolaborator, leadership, dan peneliti (Allender, Rector, & Warner, 2014). Seorang perawat komunitas harus mampu mengkaji dan menganalisis masalah yang terjadi pada aggregat lansia depresi dengan membuat rencana pemecahan masalah dengan pendekatan asuhan keperawatan komunitas. Peran perawat komunitas diharapkan dapat melakukan proses pengkajian komunitas berdasarkan perspektif manajemen/pengorganisasian masyarakat dan manajemen asuhan keperawatan di komunitas. Salah satunya dengan penerapan model konseptual Betty Neuman yaitu Community As Partner sebagai framework pengkajian terhadap sistem klien dengan memperhatikan aspek biopsikososiospiritual dan kultural yang meliputi lingkungan fisik, pendidikan, sistem keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan, komunikasi, ekonomi dan rekreasi (Anderson & McFarlene, 2011). Komponen tersebut sangat diperlukan lansia dalam upayanya untuk mencegah depresi melalui kegiatankegiatan yang ada di dalam masyarakat atau dalam kelompok. Model Betty Neuman yang diterapkan dalam Community As Partner memandang manusia sebagai makhluk holistik meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan spiritual. Kelima aspek tersebut saling berhubungan secara dinamis seiring dengan adanya respon-respon sistem terhadap stressor baik dari internal maupun eksternal yang dapat mengakibatkan lansia mengalami depresi. Model Community As Partner juga menekankan pengertian komunitas sebagai mitra untuk menekankan filosofi pelayanan kesehatan primer yang menjadi landasannya (Anderson & McFarlene, 2011). Pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan komunits diberikan untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam keperawatan komunitas yang ditetapkan oleh ANA (2007 dalam Allender, Rector & Warner, 2014) yaitu

22 8 perawat bekerja sama dengan komunitas (komunitas sebagai rekan kerja) dalam mencapai tujuan intervensi keperawatan kesehatan komunitas yang berfokus pada upaya pencegahan primer. Intervensi keperawatan yaitu dengan mempertimbangkan kondisi lansia dengan masalah depresi. Lansia dengan kondisi penuaannya dan mengalami depresi merupakan salah satu bentuk stress, sehingga lansia berada pada kondisi risiko terhadap masalah kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori konsekuensi fungsional yang menyatakan bahwa perubahan yang berkaitan dengan usia dapat mempengaruhi kualitas hidup (Miller, 2012). Respon konsekuensi fungsional baik secara positif maupun negatif, tergantung dari faktor-faktor risiko serta koping yang dilakukan dalam mengatasi masalahnya. Konsekuensi fungsional negatif terjadi bila tidak dapat memkompensasikan perubahan yang terjadi, baik secara fisik maupun psikologis, sedangkan konsekuensi fungsional positif terjadi bila lansia dapat memkompensasikan perubahan yang terjadi dengan koping yang baik. Salah satu sumber koping yang dapat digunakan oleh lansia adalah dari keluarga. Sebuah keluarga terdiri dari beberapa anggota keluarga yang saling berinteraksi, sehingga dapat memberikan dukungan yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Pender, 2002). Dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga (dukungan keluarga) adalah suatu sistem pendukung keluarga bagi anggota keluarganya yang mengalami situasi stres, sehingga dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis (Taylor, 2006). Hal ini sesuai dengan model proses keperawatan keluarga menurut Friedman yaitu Family Centered Nursing yang menyatakan bahwa perawat mengonseptualisasikan keluarga sebagai unit pelayanan yang memiliki kekuatan dalam memberikan dukungan bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, serta menjadi sumber kekuatan dalam intervensi asuhan keperawatan (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Salah satunya untuk pengelolaan asuhan keperawatan keluarga lansia dengan risiko depresi. Pengelolaan pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan dalam menurunkan tingkat depresi lansia menggunakan teori manajemen keperawatan,

23 9 sedangkan asuhan keperawatan komunitas menggunakan community as partner, konsekuensi fungsional dan family center nursing (Anderson & McFarlene, 2011; Miller, 2012; Friedman, Bowden & Jones, 2003; Marquis & Huston, 2012). Integrasi teori dan model tersebut digunakan dalam melakukan proses asuhan keperawatan yaitu pengkajian faktor risiko, sumber koping, mekanisme koping dan manajemen keperawatan, mengidentifikasi diagnosis keperawatan, membuat rencana untuk mencapai hasil yang diharapkan, serta implementasi keperawatan dan evaluasi terhadap keefektifan dari intervensi yang diberikan kepada lansia dengan depresi sebagai individu, kelompok dan komunitas serta keluarga sebagai bagian masyarakat dan menjadi rekan kerja petugas kesehatan dalam bentuk program intervensi keperawatan (Anderson & McFarlene, 2011; Stanhope & Lancaster, 2010; Miller, 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dan dapat dilakukan oleh perawat dalam menangani masalah lansia dengan depresi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan, mengungkapkan bahwa 70% dari lansia di atas 60 tahun mengalami ketergantungan dengan orang lain. Banyaknya lansia yang depresi merasa tidak bahagia, karena bergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari sebagai akibat dari penurunan kesehatan fisik dan mental (Palestin, 2006). Aktivitas pekerjaan dan rekreasi sangat membantu dalam meningkatkan kondisi fisik lansia, menurunkan emosi dan tekanan serta berdampak pada antidepresan. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah seperti jogging, berjalan, berenang, bersepeda dan berolahraga (Trivedi, 2006). Aktivitas kegiatan lansia dapat dilakukan secara rutin di dalam rumah bersama-sama keluarga seperti kegiatan yang membersihkan rumah, memasak berbagai menu yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan lansia. Kegiatan di luar rumah juga dapat membantu lansia mengatasi depresi. Perawat dapat membantu lansia dengan meningkatkan kemampuan sosial lansia melalui identifikasi perilaku interaksi sosial dan kemampuan sosial yang positif lansia serta mencoba melakukan kemampuan sosialnya. Faktor sosial dapat memberikan

24 10 pengalaman yang positif pada kondisi depresi, meningkatkan harga diri dan kepuasan diri karena adanya dukungan sosial dan penerimaan pribadi (Cutler, 2005). Hasil penelitian yang dipresentasikan pada konferensi dari British Nutrition Foundation (2008) juga menyatakan bahwa individu dengan aktifitas fisik yang rendah memiliki risiko depresi dua kali dibanding individu yang memiliki aktivitas teratur (David, 2008), sehingga lansia diharapkan dapat melakukan aktivitas secara teratur di rumah maupun di masyarakat. Hal ini sangat penting bagi lansia dengan proses penuaan, sehingga lansia bisa menerima kondisinya dengan baik. Proses penerimaan diri pada lansia yaitu kondisi lansia dapat menerima dirinya dengan segala kekurangannya untuk dapat tetap merasa bahagia, hal ini didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan depresi pada wanita perimenopuase. Berdasarkan perubahan tersebut, diharapkan perawat dapat berperan membantu lansia untuk mampu menerima proses penuaan secara baik, karena salah satu faktor yang dapat menyebabkan lansia bisa merasa tetap berguna di masa tuanya adalah kemampuan lansia dalam menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialaminya (Miller, 2012). Kemampuan lansia dalam penerimaan diri penting dalam meningkatkan harga diri lansia. Peningkatan harga diri lansia diidentifikasikan juga secara verbal dan non verbal yang menunjukkan nilai-nilai positif dan penerimaan diri lansia. Hal tersebut dapat dilihat dalam partisipasi aktif lansia pada terapi kelompok, kemampuan meditasi dan relakasasi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan koping dalam diri lansia untuk menghadapi ketegangan hidup sehari-hari dan mendukung gaya hidup yang sehat (Copel, 2007). Proses penerimaan kondisi lansia juga dilihat dari kemampuan lansia untuk mengenal masalah depresinya. Kemampuan lansia tersebut adalah kesadaran akan diri sendiri. Kesadaran diri merupakan proses mengembangkan pemahaman tentang perasaan yang dapat menggunakan kemampuan lansia. Ketika lansia

25 11 memahami dan memadukan individu, maka lansia akan belajar memperbaiki diri, berubah untuk hidup lebih baik lagi dengan harga diri yang tinggi. Harga diri berhubungan dengan afek lansia. Jika lansia dengan harga diri tinggi, maka akan menurunkan tingkat depresi (MacInnes, 2006). Pendekatan perawat dalam pencapaian kesehatan lansia bukan hanya kondisi fisik, namun juga membantu lansia dalam memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan dengan Tuhan atau agama yang dianutnya karena agama dan kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan lansia yang disebut dalam kebutuhan spiritual (Maslow, 1980 dalam Keliat, 2011). Spiritual adalah suatu aktivitas untuk mencari arti dan tujuan hidup yang berhubungan dengan kegiatan spiritual keagamaan (Keliat, 2011). Aktivitas-aktivitas spiritual akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan, harapan dan rasa harga dirinya dengan banyak berdzikir dan melaksanakan ibadah sehari-hari, lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya, menurunkan gejala depresi dan kecemasan akan kematian serta meningkatkan kesehatan mental lansia (Kemensos, 2008; Bjorklop, 2013; Hill, 2006; Meisenhelder, 2002). Berdasarkan hasil penelitian tentang intervensi yang dapat diberikan bagi lansia dengan depresi, maka penulis memadukan beberapa intervensi keperawatan ke dalam sebuah program yang bernama MaSa INDAH yaitu MAri bersama melakukan I adalah ikut dalam kegiatan keluarga dan masyarakat, N adalah menerima kondisi penuaan dengan tulus dan ikhlas, D adalah doa dan diskusi bersama orang lain, A adalah atasi segala macam stres dengan baik, dan H adalah harga diri yang tinggi. Program ini diharapkan lansia akan merasakan masa-masa tua dengan indah tanpa ada kesedihan dan merasakan kebermaknaan hidup bersama orang lain disekitarnya. Kegiatan dilakukan dalam intervensi untuk petugas kesehatan dan kelompok di masyarakat yaitu kelompok pendukung MaSa INDAH dan kelompok lansia depresi, serta intervensi individu dalam keluarga. Selain itu lansia juga dikenalkan dengan kartu tilik diri (KTD) yang membantu lansia dalam menilai perasaanya. Lansia dapat berusaha belajar untuk menurunkan kondisi depresi atau kesedihan yang dirasakannya dengan cara yang baik dan

26 12 efektif dengan adanya panduan dalam membantu diri sendiri, sehingga dapat meningkatakan kebahagiaan lansia dengan depresi (Songprakum, Wallapa & McCann, 2012). Pelaksanaan intervensi MaSa INDAH pada kelompok lansia dengan depresi menggunakan strategi pemberdayaan kemampuan lansia sebagai klien dan dukungan sosialnya. Hasil dari intervensi selama 9 bulan waktu efektif praktik residensi spesialis keperawatan kesehatan komunitas, dapat tergambarkan keefektifan intervensi MaSa INDAH dalam penurunan tingkat depresi yang signifikan pada aggregat lansia yang mendapatkan intervensi yaitu sebesar 31,58%. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk menyampaikan inti dari hasil praktik residensi spesialis keperawatan kesehatan komunitas melalui intervensi MaSa INDAH untuk menurunkan tingkat depresi pada aggregate lansia dengan depresi di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok dalam Karya Ilmiah Akhir ini. 1.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan Umum Memberikan gambaran pengaruh intervensi MaSa INDAH dalam pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas terhadap penurunan tingkat depresi pada aggregate lansia di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah teridentifikasi: Peningkatan perilaku kesehatan tenaga kesehatan yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melaksanakan intervensi MaSa INDAH pada aggregate lansia di Kelurahan Curug Peningkatan perilaku kesehatan kelompok pendukung yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melaksanakan intervensi MaSa INDAH pada aggregate lansia di Kelurahan Curug.

27 Peningkatan perilaku keluarga yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melaksanakan intervensi MaSa INDAH pada aggregate lansia di Kelurahan Curug Peningkatan kemandirian keluarga dalam melakukan perawatan lansia dengan depresi Peningkatan perilaku lansia dengan depresi yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melaksanakan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Penurunan tingkat depresi setelah pelaksanaan intervensi MaSa INDAH pada aggregate lansia di Kelurahan Curug. 1.3 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan mencakup: Pengelola Program Kesehatan Dinas Kesehatan Sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan program dan sebagai masukan untuk pengembangan program promosi kesehatan terkait dengan masalah kesehatan depresi pada aggregate lansia melalui intevensi MaSa INDAH Puskesmas Sebagai masukan dalam pengembangan program inovasi tambahan pada pelayanan kesehatan di dalam gedung dan di luar gedung pada aggregate lansia melalui intevensi MaSa INDAH Perawat Kesehatan Masyarakat (Perawat Komunitas) Sebagai gambaran pelaksanaan intervensi pada aggregate lansia dengan depresi atau keluarga serta yang melibatkan kader dalam kelompok pendukung melalui intevensi MaSa INDAH Kader Kesehatan Sebagai gambaran pelaksanaan kegiatan oleh kader kesehatan atau kelompok pendukung kesehatan lansia dengan depresi serta memberikan umpan balik pada aggregate lansia maupun pada keluarga melalui intevensi MaSa INDAH.

28 Masyarakat, Keluarga dan Lansia Sebagai gambaran upaya peningkatan perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap, keterampilan) dan tingkat kemandirian keluarga serta masyarakat dalam meningkatkan kesehatan keluarga melalui perawatan lansia dengan depresi melalui intervensi MaSa INDAH Pengembangan Ilmu Keperawatan Pengembangan asuhan keperawatan komunitas, kelompok dan keluarga melalui intervensi MaSa INDAH pada aggregate lansia dengan depresi, serta pengembangan penelitian yang terkait tentang keperawatan kesehatan lansia dengan depresi.

29 15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Bab ini menguraikan tentang tinjauan teroritis yang menjadi sumber referensi atau landasan dalam menulis karya ilmuah akhir yaitu lanjut usia sebagai populasi rentan, konsekuensi fungsional, lansia dengan depresi, dan keperawatan komunitas yang mencakup manajemen pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan komunitas dan keluarga sebagai integrasi model Community as Partner, Family Centered Nursing pada aggregat lansia dengan depresi. 2.1 Lansia sebagai Populasi Rentan (Vulnerable Population) Definisi populasi rentan Flaskerud dan Winslow (1998, dalam Stanhope & Lancaster, 2010) mengatakan bahwa kerentanan merupakan hasil gabungan efek dari keterbatasan sumber keadaan tidak sehat dan tingginya faktor risiko. Kerentanan juga menunjukkan interaksi antara keterbatasan fisik dan sumber lingkungan, sumber personal (human capital), dan sumber biopsikososial (adanya penyakit dan kecenderungan genetik) (Aday, 2001 dalam Stanhope & Lancaster, 2010). Populasi rentan adalah populasi yang lebih besar kemungkinannya untuk mengalami masalah kesehatan akibat paparan berbagai risiko daripada populasi yang lainnya (Stanhope & Lancaster, 2010). Vulnerable population ialah suatu kelompok yang mempunyai karakteristik lebih memungkinkan berkembangnya masalah kesehatan dan lebih mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan serta kemungkinan besar penghasilannya kurang atau masa hidup lebih singkat akibat kondisi kesehatan (Maurer & Smith, 2005). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi rentan adalah populasi atau sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat dari hasil interaksi keterbatasan fisik dan sumber lingkungan, personal dan biopsikososial sehingga mudah mengalami masalah kesehatan, kesulitan dalam mengakses kesehatan, berpenghasilan rendah dan memiliki masa hidup yang lebih singkat. Lansia yang mengalami depresi adalah 15

30 16 karena kondisi penuaan yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dan kadang berbeda dengan harapan lansia sebelumnya. Perubahan kondisi yang tidak sesuai harapan, membuat lansia terpukul, kecewa hingga putus ada dan pada kondisi ketidakberdayaan. Koping pemecahan masalah yang tidak efektif, membuat kondisi lansia menjadi lebih berat lagi misalnya dengan risiko terjadinya bunuh diri pada lansia Karakteristik Lansia sebagai Populasi Rentan Lansia dengan depresi merupakan bagian dari populasi rentan. Karakteristik lansia sebagai populasi rentan mencakup rentan secara fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi dalam mengatasi masalah kesehatannya Rentan Secara Fisiologis Rentan secara fisiologis pada lansia semakin meningkat sesuai dengan usia kronologis (Miller, 2012). Seseorang individu yang disebut lansia menurut umur kronologis meliputi young old yaitu kelompok lansia yang berusia 65 sampai 74 tahun; middle old yaitu kelompok lansia yang berusia 75 tahun sampai 85 tahun; dan old old atau very old yaitu kelompok lansia yang telah berusia berusia 85 tahun atau lebih (Mauk, 2006; Miller 2012; Swanson & Nies, 1993). Lansia sebagai individu yang sangat tua atau lebih dari 65 tahun dikategorikan termasuk dalam populasi rentan (Maurer & Smith, 2005). Menurut UU No. 13 tahun 1998 dan PP RI No. 43 tahun 2004, lansia ialah individu yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Biro Hukum & Humas BPKP, 1998, 2004). Lansia mengalami proses menua atau aging. Proses menua yaitu terjadinya suatu proses perubahan fisiologis sebagai konsekuensi fungsional berupa proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita, sehingga masalah kesehatan pada lansia banyak yang bersifat kronik yang berhubungan dengan genetik dan gaya hidup (Miller, 2012; Stanhope & Lancaster, 2010).

31 Rentan Secara Psikologis Lansia mengalami kemunduran fungsi psikologis berupa perubahan fungsi psikososial. Lansia dihadapkan pada berbagai peristiwa dan kejadian kehidupan yang mengakibatkan perubahan-perubahan yang berpotensi menimbulkan stres (Miller, 2012; Swanson & Nies, 1993). Stres yang berkepanjangan dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan lansia. Peristiwa kehidupan yang terjadi pada lansia antara lain peristiwa kehilangan pasangan hidup atau orang yang dicintai; kehilangan pekerjaaan atau masa pensiun yang berdampak pada berkurangnya pendapatan, identitas dan peran; gangguan dalam kesehatan atau akibat menderita penyakit kronik; maupun persepsi atau pendapat negatif tentang lansia. Peristiwa tersebut menimbulkan reaksi tubuh lansia terhadap stres dan berdampak pada fungsi psikologis yang berhubungan dengan koping individu misalnya menjadi menolak kondisi saat ini, menjadi pendiam, pemarah, pemurung, pencemas sampai kondisi depresi (Miller, 2012) Rentan Secara Sosial Menurut teori Cumning dan Henry (1961 dalam Miller, 2012) menyatakan bahwa semakin tua seseorang akan semakin tidak terlibat secara emosional dengan dunia sekitar, sehingga lansia akan melepaskan diri dari berbagai ikatan. Lansia juga menjadi rentan secara sosial karena dapat mengalami stress sosial dan hal ini akan mempengaruhi kesehatan lansia. Stres sosial dapat disebabkan oleh adanya diskriminasi ras, budaya, atau yang lainnya (Stanhope & Lancaster, 2010; Swanson & Nies, 1993) Rentan Secara Ekonomi Proses penuaan atau kondisi kesehatan yang kurang baik pada lansia, menimbulkan lansia tidak dapat beraktifitas secara optimal, sehingga bagi lansia yang semula bekerja harus berhenti bekerja atau lansia yang harus memasuki masa pensiun. Kondisi tersebut membuat lansia mengalami penurunan penghasilan (Miller, 2012). Keterbatasan dana berdampak pada ketidakmampuan

32 18 lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, termasuk untuk kesehatannya karena mengalami keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan perawatan kesehatan yang optimal (Ski & Stevens; 2004 dalam Allender, 2014; Swanson & Nies, 1993). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik lansia yang merupakan bagian dari populasi rentan. Karakteristik lansia sebagai populasi rentan dapat secara fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan lansia. Kerentanan tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Menurut Stanhope dan Lancaster (2010), lansia masuk dalam populasi rentan dan sering memiliki faktor risiko yang lebih banyak dari pada populasi yang lain. Kerentanan bersifat multidimensi yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkontribusi Faktor Keterbatasan Sumber Daya Kurangnya sumber daya sosial, pendidikan dan ekonomi yang memadai merupakan faktor seseorang menjadi rentan. Kemiskinan adalah penyebab utama terhadap kerentanan. Kemiskinan menyebabkan kerentanan karena membuat seseorang sulit berfungsi atau mengakses sumber daya untuk hidup atau untuk perawatan kesehatan. Kondisi lansia tidak memiliki penghasilan atau pensiun dengan penghasilan kecil berkontribusi besar pada kondisi kerentanan pada masalah kesehatan karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Perubahan-perubahan yang terjadi lansia akan berpengaruh pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2009, hampir separuh (47,44%) lansia di Indonesia memiliki kegiatan utama bekerja dan sebesar 0,41% termasuk menganggur/ mencari kerja, 27,88% mengurusi rumah tangga dan kegiatan lain sekitar 24,27%. Tingginya persentase lansia yang bekerja dapat dimaknai bahwa sebenarnya lansia masih mampu bekerja secara produktif

33 19 untuk membiayai kehidupan rumah tangganya, namun disisi lain mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan lansia masih rendah, sehingga meskipun usia sudah lanjut, lansia terpaksa bekerja untuk membiayai kehidupan rumah tangganya (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010) Faktor Perubahan Status Kesehatan Perubahan status fisiologi mempengaruhi individu untuk menjadi rentan akibat dari proses penyakit seperti individu dengan satu atau lebih penyakit kronis. Menurut Allender (2014), populasi yang dipertimbangkan masuk dalam populasi rentan adalah populasi yang mengalami kecacatan, penyakit kronik (misalnya hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dll), penyakit mental dan penyalahgunaan obat terlarang. Menurut teori konsekuensi fungsional, kesehatan lansia adalah kemampuan lansia untuk berfungsi secara optimal meskipun dalam situasi perubahan yang berkaitan dengan penuaan dan faktor risiko (Miller, 2012). Proses penuaan yang terjadi pada lansia tersebut dapat mempengaruhi status kesehatannya karena memiliki keterbatasan akibat kemunduran berbagai sistem dalam tubuh. Lansia yang disertai dengan penyakit kronik dan kurangnya dukungan mengakibatkan lansia dengan depresi masuk dalam kelompok rentan Faktor Risiko Kesehatan Populasi rentan tidak hanya mengalami beberapa risiko kumulatif, tetapi populasi tersebut juga sangat sensitif terhadap efek dari risiko tersebut. Risiko yang berasal dari bahaya lingkungan (paparan zat adatif) atau bahaya sosial (kejahatan, kekerasaan dan pengabaian/penyalahgunaan), dalam perilaku pribadi (diet dan kebiasaan olahraga) atau susunan biologis atau genetik (bawaan atau status kesehatan). Populasi rentan sering memiliki komorbiditas atau penyakit multiple dengan masing-masing mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Lansia juga merupakan individu yang mempunyai kondisi fisik, psikologi, dan sosial yang lemah, sehingga mudah berkembangnya masalah kesehatan dan mengalami kondisi kesehatan yang buruk (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).

34 Faktor Marjinalisasi Populasi rentan terpinggirkan (marginalisasi) dengan populasi secara keseluruhan yaitu karena masalah yang dihadapi oleh populasi rentan merupakan masalah yang tidak terlihat oleh penduduk yang lebih besar serta populasi rentan tersebut memiliki keterbatasan dalam memperoleh sumber daya yang mereka butuhkan. Moccia dan Mason (1986, dalam Stanhope & Lancaster, 2010) menyatakan bahwa kemiskinan adalah masalah utama karena melibatkan kontrol atas sumber daya yang diperlukan sehingga dapat berfungsi efektif di dalam masyarakat. Marjinalisasi merupakan pencabutan hak, ini mengacu pada perasaan terpisah dari masyarakat dimana tidak memiliki hubungan emosional dengan kelompok tertentu atau dengan tatanan sosial yang lebih besar, seperti kelompok orang miskin, tunawisma dan imigran yang pada dasarnya terlihat oleh masyarakat secara keseluruhan dan dilupakan dalam perencanaan kesehatan dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa populasi rentan tidak memiliki dukungan sosial yang diperlukan untuk mengelola hidup sehat secara emosional dan fisik, sehingga rawan terhadap keterlantaran. Berdasarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerentangan populasi, maka populasi lansia yang rentan sangat memerlukan dukungan untuk dapat hidup tua, aktif dan produktif. Hal tersebut dapat didukung dengan pendekatan teori yang berhubungan dengan kesehatan lansia. Rose and Killien (1983 dalam Miller, 2012) menganalisis bahwa konsep risiko maupun rentan dapat diaplikasikan ke dalam teori konsekuensi fungsional yang terjadi pada lansia Konsekuensi Fungsional pada Aggregate Lansia Konsekuensi fungsional adalah berbagai faktor perubahan yang berkaitan dengan usia, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia, dimana tingkat ketergantungan semakin tinggi (Miller, 2012). Menurut teori konsekuensi fungsional, kesehatan lansia adalah kemampuan lansia untuk berfungsi secara optimal meskipun dalam situasi perubahan yang berkaitan dengan penuaan dan faktor risiko. Proses penuaan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi status

35 21 kesehatannya karena memiliki keterbatasan akibat kemunduran berbagai sistem dalam tubuh. (Miller, 2012). Konsekuensi fungsional dapat bersifat positif maupun negatif, berdasarkan hasil observasi efek dari tindakan, faktor risiko, perubahan akibat penuaan yang mempengaruhi kualitas hidup lansia dan aktifitas lansia sehari-hari. Fokus pengkajian perawat adalah mengkaji perubahan lansia yang disebabkan oleh usia, konsekuensi fungsional negatif dan faktor risiko tambahan yang lain. Selanjutnya perawat melakukan intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mencapai konsekuensi fungsional positif bagi lansia (Miller, 2012). Lansia yang mengalami depresi adalah salah satu bentuk konsekuensi fungsional negatif yaitu apabila lansia tidak dapat memkompensasikan perubahan yang terjadi akibat proses penuaan, baik secara fisik maupun psikologis. Selain itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan lansia berupa ekonomi yang kurang, ketidakmampuan bergerak, kurangnya dukungan sosial, dan kesalahpahaman tentang penuaan. Hal tersebut perlu diperhatikan untuk mencapai konsekuensi fungsional positif, terutama bagi lansia dengan depresi. 2.2 Lansia dengan Depresi Perubahan akibat Proses Penuaan pada Lansia Teori Psikososial Teori perkembangan psikososial menurut Erikson adalah seseorang yang berusia lebih dari 65 tahun berada pada fase integrity vs despair yaitu seseorang akan melihat kembali (flash back) kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang belum terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan dan keterbatasan adalah hal utaman yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang yang berhasil melewati tahapan ini berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksanaan meskipun saat menghadapi kematian. Keputusasaan dapat terjadi

36 22 pada orang-orang yang menyesali cara mereka dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah (Shaffer, 2005) Teori psikososial berasumsi bahwa munculnya masalah depresi pada masa tua adalah karena hilangnya harga diri, hilangnya peran yang berarti, hilangnya orang tertentu, dan kontal sosial yang kurang (Reker, 1997 dalam Miller, 2012). Faktor yang berkontribusi dalam munculnya masalah depresi pada lansia adalah meliputi: usia; kurangnya peran sosial dan rendahnya status sosial ekonomi; pengalaman masa lalu seperti trauma pada masa kecil; stres sosial yang berulang termasuk dalam kejadian hidup yang membuat stress; jaringan sosial yang tidak adekuat; kurangnya interaksi sosial; rendahnya intergrasi sosial misalnya ketidakmampuan lingkungan dan terbatasnya kekuatan keagamaan; serta kombinasi beberapa faktor-faktor. Teori psikososial menggambarkan tentang masalah depresi sebagai suatu kondisi, dimana individu mengalami penurunan pada kognitif, motivasi, harga diri dan afektif-somatik (Seligman, 1981 dalam Miller, 2012). Blazer (2003) menyarankan bahwa strategi untuk meningkatkan kepuasan diri pada lansia akan mencegah depresi. Jika lansia terus menerus melakukan berbagai aktivitas, maka lansia akan memperoleh kepuasan dan kebahagiaan (Hikmawati & Purnama, 2008). Hal ini merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan tujuan intervensi keperawatan mencegah depresi terutama pada lansia Teori Gangguan Kognitif Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Stuart & Sundeen, 2009). Gangguan kognitif akan mempengaruhi gambaran diri lansia, lingkungan dan pengalamannya serta pandangannya untuk masa depan. Orang dengan depresi kurang memikirkan masa depan yang dapat membuatnya bahagia. Lansia dengan depresi biasanya memiliki penilaian negatif terhadap kehidupannya dengan adanya perasaan tidak berharga, menganggap kejadian kehidupan adalah suatu hal

37 23 yang buruk, berpikir tidak realistis terhadap kondisi ketidakberdayaannya (Miller, 2012) Teori Biologis Teori biologi berhubungan dengan proses penuaan, depresi dan perubahan pada otak, sistem saraf dan neurotransmitter. Neurotransmitter seperti serotonin, dopamin, asetilkolin dan norefinephrin yang berkontribusi pada kondisi depresi pada lansia (Miller, 2012). Teori menunjukkan bahwa penyebab depresi sebenarnya tidak datang dari luar, melainkan dari dalam diri. Jika lansia dihadapkan pada suatu masalah, ia akan mudah menyerah dan terjadi penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah, sehingga lansia akan cenderung mengalami keputuasaan. Penelitian membuktikan bahwa perubahan neuroendokrin seperti penurunan kadar serotonin berkontribusi terhadap peningkatan risiko bunuh diri (Mann, 2002 dalam Miller, 2012) Depresi pada Lansia Pengertian Depresi Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional yang mewarnai seluruh proses mental baik pikiran, perasaan dan aktivitasnya (Keliat dkk, 2011). Depresi merupakan respon emosional yang paling maladaptif yaitu dengan perubahan afektif, fisiologi, kognitif dan perilaku misalnya kesedihan, gelisah dan lambat dalam beraktifitas (Stuart, 2009). Depresi juga diartikan sebagai salah satu diagnosis mood (afektif) dengan kriteria terdapat 2 dari 3 gejala inti depresi ditemukan hampir setiap hari minimal 2 minggu yaitu penurunan mood (sedih, tertekan dan merasa tidak bahagia) atau afek depresif, kelelahan (merasa kelelahan atau energi berkurang) dan anhendonia atau tidak berminat dan kegembiraan berkurang untuk melakukan aktivitas (Townsend, 2009). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa depresi adalah adanya gangguan kondisi emosional yang maladaptif baik pikiran, perasaan dan aktivitasnya yang ditandai dengan kesedihan, gelisah, kelelahan dan lambat dalam beraktifitas yang ditemukan hampir setiap hari minimal 2 minggu.

38 Penyebab Depresi Penyebab depresi menurut Stuart (2009) adalah akumulasi ketidakpuasan, frustasi, kritikan pada diri sendiri tentang kejadian hidup sehari-hari tanpa adanya dukungan hal positif, stres dalam pekerjaan dan keluarga serta kehilangan. Depresi terjadi pada lansia tergantung banyaknya jumlah stressor (sumber stres) kehilangan yang dialami seperti pasangan, penghasilan, peran, kesehatan, fungsi seperti masih muda (Carson, 2010; Townsend, 2009). Penyebab depresi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, akan tetapi dapat saling berinteraksi dengan faktor yang lain, sehingga munculnya depresi (Townsend, 2009). Selain itu ditambah dengan perubahan-perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada lansia Faktor risiko terjadinya depresi Faktor risiko terjadinya depresi adalah sebagai berikut (Miller, 2012; WHO, 2009), meliputi : genetik atau keturunan; jenis kelamin wanita dua kali lebih besar berisiko menderita depresi dibandingkan laki-laki; lama tinggal di tempat khusus; dukungan sosial terbatas; kontrol tubuh yang kurang; kualitas tidur yang rendah; kejadian hidup yang membuat stres dan berulang; merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan; merasa tidak ada alasan untuk melanjutkan hidup; gangguan fungsional menetap (misalnya: gangguan penglihatan); menderita penyakit serius (misalnya: kanker, kerusakan persyarafan) Gejala Umum Afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas dan lamanya episode depresif yaitu selama 2 minggu (Kemenkes RI, 2012). Depresi pada lansia dengan usia lebih 65 tahun atau lebih sering terjadi karena efek dari masalah penyakit kronik, kerusakan kognitif dan kemampuan yang menurun (Alexopoulus, 2005; Carson, 2010).

39 25 Gejala umum yang terjadi pada lansia depresi (Miller, 2012; Stuart & Sundeen, 2009; Carson, 2010; Townsend, 2009, Keliat, 2011; Kemenkes RI, 2012) meliputi : a. Gejala fisik berupa: gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit), menurunnya tingkat aktifitas, efisiensi kerja, produktifitas kerja dan mudah merasa letih atau sakit. b. Gejala psikis berupa: kehilangan kepercayaan diri, sering memandang peristiwa netral dipandang dari sudut pandang yang berbeda, bahkan disalah artikan akibatnya sehingga lansia mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga, mudah sedih, murung dan lebih suka menyendiri, merasa dirinya tidak berguna, selalu gagal, merasa bersalah, merasa kehidupan ini sebagai hukuman, memiliki perasaan terbebani, dan menyalahkan orang lain. c. Gejala Sosial berupa: adanya masalah interaksi sosial, konflik, minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal, merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalani hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. Tanda dan gejala depresi setiap lansia bervariasi. Penilaian tingkat depresi dapat diidentifikasi dengan penilaian menggunakan alat ukur yang tepat. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat, sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat Pengukuran tingkat depresi pada lansia Pengukuran kondisi depresi pada lansia menggunakan kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) dengan 15 item pertanyaan yang sudah valid secara internasional (Sheikh, J. & Yesavage. JA, 1986 dalam Landefeld et al, 2004 & Ham et al, 2008). Penilaian depresi dengan menghitung total skor seluruh jawaban, kemudian diklasifikasikan dalam 4 kategori yaitu jika skor penilaian 0 4 maka kategori lansia normal (tidak depresi), skor 5 8 kategori lansia depresi ringan, skor 9 10 kategori lansia depresi sedang dan skor kategori lansia depresi berat.

40 26 Lansia depresi memerlukan perhatian yang serius dengan pendekatan asuhan keperawatan untuk menurunkan faktor risiko, meningkatkan fungsi psikososial, memberikan latihan-latihan serta konseling oleh tenaga kesehatan yang didukung oleh lansia itu sendiri, keluarga maupun masyarakat di sekitarnya. 2.3 Keperawatan Komunitas Praktik keperawatan kesehatan komunitas menurut WHO (1974) dalam Stanhope dan Lancaster (2010) adalah mencakup perawatan kesehatan keluarga dan juga meliputi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang luas dan membantu masyarakat mengidentifikasi masalah kesehatan sendiri serta memecahkan masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada pada komunitas sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain. Keperawatan kesehatan komunitas merupakan keperawatan yang berfokus pada perawatan kesehatan komunitas atau populasi dari individu, keluarga dan kelompok (Stanhope dan Lancaster, 2010) Unsur-unsur Penting dalam Kesehatan Komunitas Unsur penting dalam kesehatan masyarakat menurut Allender, Rector dan Warner (2014) adalah memprioritaskan upaya pencegahan, proteksi dan promosi kesehatan tanpa mengesampingkan upaya kuratif sebagai bentuk praktik profesional; mengukur dan menganalisis masalah kesehatan komunitas dengan konsep epidemiologi dan biostatistik; mempengaruhi faktor dari lingkungan untuk kesehatan aggregate atau kelompok; prinsip yang menjadi dasar dalam kesehatan masyarakat adalah manajemen dan pengorganisasian kesehatan komunitas melalui pengorganisasian masyarakat; analisis kebijakan dan pengembangan publik; advokasi kesehatan serta pemahaman terhadap proses politik. Unsur-unsur penting tersebut adalah sebagai upaya dalam mencapai kesehatan yang optimal khususnya bagi keperawatan kesehatan komunitas lansia depresi Karakteristik Keperawatan Komunitas Menurut Clark, 2008 dalam Maglaya et.al.,(2009), karakteristik keperawatan komunitas meliputi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit atau masalah

41 27 kesehatan sebagai bentuk praktik profesional yang dilakukan secara komprehensif, general dan berkelanjutan pada tiga level atau tingkatan klien yaitu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (populasi). Selain itu, perawat juga mengenal dampak dari faktor yang berbeda pada kesehatan dan mempunyai kesadaran yang lebih besar terhadap situasi dan kehidupan klien dengan menggunakan strategi keperawatan komunitas yang tepat Strategi Keperawatan Komunitas Proses Kelompok (Group Process). Proses kelompok merupakan proses pembentukan suatu kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kelompok ini dapat membantu dalam program promosi kesehatan keperawatan komunitas dan dapat diwujudkan dalam kelompok lansia sebaya. Pengorganisasian masyarakat ini merupakan suatu proses perubahan komunitas yang memberdayakan individu dan kelompok berisiko dalam menyelesaikan masalah komunitas dan mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Individu-individu dalam suatu kelompok dapat mempengaruhi pemikiran, perilaku, nilai dan interaksi sosial di masyarakat, maka diperlukan kekompakkan di dalam suatu kelompok (Stanhope & Lancaster, 2010). Proses kelompok dilakukan dengan proses pembentukan kelompok khusus bagi lansia yang mengalami depresi yaitu kelompok lansia MaSa INDAH. Kelompok lansia merupakan salah satu sarana bentuk dukungan sosial yang dapat berkontribusi dalam promosi kesehatan. Kelompok swabantu adalah kumpulan dua orang atau lebih yang datang bersama untuk membuat kesepakatan saling berbagi masalah yang mereka hadapi, kadang disebut juga kelompok pemberi semangat (Pistrang, 2008). Perawat dapat melibatkan lansia dalam kegiatan kelompok di masyarakat. Kegiatan kelompok dapat dilakukan dengan kegiatan yang dipadukan dengan kegiatan keagamaan. Kelompok dapat membantu lansia membangun integritas dan penghargaan atas diri sendiri. Situasi kelompok juga akan membimbing lansia keluar dari keterisolasian dan lansia akan menemukan makna dalam kehidupan

42 28 mereka, sehingga mereka dapat hidup sepenuhnya dengan fungsi sosial dan physiologis yang tinggi. Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan memiliki kesempatan dalam memfasilitasi kelompok dalam meningkatkan perawatan therapeutik bagi lansia dengan masalah depresi (Pistrang, 2008) Pendidikan Kesehatan (Health Promotion). Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, mengurangi ketidakmampuan dan mengoptimalkan potensi kesehatan yang dimiliki oleh individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, perbaikan sikap dan peningkatan keterampilan, sehingga diharapkan ada perubahan gaya hidup yang lebih baik. Perubahan perilaku sehat masyarakat dapat mengubah penerimaan yang kondusif terhadap program promosi kesehatan yang dilakukan. Strategi pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang memfasilitasi pembelajaran yang mendukung perilaku sehat dan mengubah perilaku tidak sehat (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Pendidikan kesehatan dilakukan untuk lansia yang mengalami depresi maupun lansia yang mengalami risiko depresi. Selain itu pendidikan kesehatan juga dilakukan dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat seperti kegiatan keagamaan. Pendidikan kesehatan adalah memberikan informasi kesehatan tentang masalah kesehatan lansia, depresi pada lansia, komunikasi yang efektif bagi lansia dan keluarga, harga diri rendah dan cara meningkatkannya. Intervensi promosi kesehatan juga diberikan tentang faktor risiko yang mengkibatkan depresi dapat dilakukan melalui intervensi keperawatan. Diskusi tentang perubahan fungsional yang terjadi pada lansia yang merupakan konsekuensi proses penuaan dengan faktor risiko pada lansia. Diskusi tentang hubungan potensial dan identifikasi pemecahan masalah bersama dengan pemberi pelayanan keperawatan (Miller, 2012).

43 Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) Pemberdayaan (empowerment) merupakan proses pemberian kekuatan atau motivasi sehingga membentuk interaksi transformasi kepada masyarakat antara lain dengan adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchock, Scubert, & Thomas, 1999). Perawat komunitas mendorong masyarakat untuk dapat berbuat mandiri dan berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatannya. Kerjasama ini dilakukan untuk mencapai tujuan bersama dalam upaya meningkatkan kesehatan lansia depresi yaitu dengan melibatkan masyarakat dan keluarga. Pemberdayaan juga merupakan proses pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang meningkatkan kemampuan seseorang atas keputusankeputusan mempengaruhi orang lain (Helvie, 1998). Pemberdayaan juga merupakan proses yang memungkinkan orang untuk memilih, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang kehidupannya dengan rasa saling menghargai terhadap semua yang terlibat (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Pemberdayaan masyarakat dan keluarga dilakukan untuk mendukung lansia dalam intervensi keperawatan MaSa INDAH sebagai upaya mencegah dan menurunkan tingkat depresi pada lansia Kemitraan (partnership) Kemitraan dilakukan untuk upaya kesehatan lansia dengan depresi yaitu menjalin kemitraan dengan lintas program dan lintas sektoral. Kemitraan dilakukan agar mengoptimalkan kegiatan program yang direncanakan, karena suatu program berkaitan langsung dengan sektor kehidupan yang lain. Misalnya upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh fasilitas pelayanan kesehatan saja, namun juga dapat dipengaruhi oleh politik, ekonomi, budaya dan sektor yang lainnya. Partnership juga merupakan suatu strategi negosiasi membagi kekuasaan antara tenaga kesehatan profesional dengan individu, keluarga, dan/atau rekan komunitas yang mempunyai tujuan saling menguntungkan untuk meningkatkan kemampuan

44 30 individu, keluarga dan mitra masyarakat untuk melakukan kepentingan sendiri secara efektif (Helvie, 1998) Intervensi Keperawatan Langsung. Perawatan yang dapat dilakukan secara langsung bagi keluarga dan lansia depresi adalah melalui terapi interpersonal (TI), terapi kognitif perilaku (CBT), terapi relakasasi untuk manajemen nyeri, konseling kelompok. Blazer (2003) menyatakan bahwa hal yang sangat penting dalam pencegahan primer dari depresi adalah melalui intervensi keperawatan yang meningkatkan kepuasan hidup lansia dan menurunkan kesedihan dan kesendirian. Perawat dapat mengidentifikasi intervensi yang dapat meningkatkan dukungan sosial. Menurut Miller (2012) tindakan keperawatan yang juga dapat dilakukan pada lansia dengan depresi antara lain: 1) Promosi kesehatan dalam latihan dan intervensi nutrisi Penelitian yang dilakukan oleh Blazer (2003) menyatakan bahwa latihan fisik dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia. Jika lansia memhami pentingnya latihan fisik untuk kesehatan fisik dan mentalnya, maka lansia akan merasakan manfaat langsung dari program latihan tersebut. Demikian pula dengan nutrisi yang merupakan suatu hal yang penting dalam mencegah dan menurunkan depresi karena status nutrisi merupakan efek dari depresi dan dapat menjadi konsekuensi negatif. Status nutrisi yang baik pada lansia adalah merupakan efek positif dari kesehatan mental dan fungsi kognitif. Ketika depresi terjadi, lansia cenderung mengalami malnutrisi dan dehidrasi serta mengalami gangguan pencernaan. 2) Pelaksanan konseling Perawat berperan dalam memberikan konseling dan dukungan emosional untuk lansia dan pada situasi yang sama, lansia berpartisipasi dalam terapi psikososial. Konseling didefinisikan proses yang menggunakan bantuan secara interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan pasien dan menggambarkan dukungan koping, proses pemecahan masalah dan hubungan interpersonal (Iowa

45 31 Intervention Project, 2000 dalam Miller, 2012) dapat efektif untuk menurunkan depresi. Kegiatan intervensi yang lain dan dapat digunakan untuk mengatasi masalah depresi pada lansia meliputi: meningkatkan hubungan terapeutik; memfasilitasi dalam mengungkapkan perasaan; mendemonstrasikan empaty, kehangatan dan perhatian; meningkatkan kemampuan keterampilan baru jika dibutuhkan; penyediaan informasi yang tepat dan baru jika dibutuhkan; membimbing lansia dalam mengidentifikasi kekuatan dan memberikan dukungan bagi lansia (Piven & Buckwalter, 2001 dalam Miller, 2012). Dukungan emosional didefinisikan sebagai dukungan dalam mencari sumber, penerimaan dan dukungan selama mengalami stres (Iowa Intervention Project, 2000 dalam Miller, 2012). Terapi yang juga dapat diberikan kepada lansia yang mengalami depresi (Miller, 2012) antara lain: terapi perilaku (misalnya pemecahan masalah, praktik asertif dan pengaturan jadwal kegiatan harian); terapi kognitif (misalnya rekonstruksi kecemasan); terapi interpersonal (misalnya dengan modifikasi hubungan atau ekspektasi tentang hubungan); terapi dukungan (misalnya evaluasi kekuatan dan kelemahan individu serta memfasilitasi dalam memilih untuk dapat meningkatkan kemampuan koping). Strategi keperawatan komunitas digunakan untuk mencapai tujuan perawatan komunitas yaitu mempromosikan dan menjaga kesehatan komunitas. Tujuan keperawatan akan tercapai jika dilakukan dengan strategi keperawatan yang tepat. Strategi keperawatan komunitas harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip dari keperawatan komunitas (Allender, Rector & Warner, 2014) Prinsip Keperawatan Komunitas Prinsip-prinsip ditetapkan oleh ANA (2007, dalam Allender, Rector & Warner,, 2014) untuk praktik keperawatan kesehatan komunitas adalah sebagai berikut: Fokus pada komunitas Prinsip pertama adalah tanggungjawab perawatan kesehatan komunitas adalah

46 32 pelayanan langsung. Selain itu, perawat kesehatan komunitas dapat memberikan intervensi untuk individu, keluarga atau kelompok yang membutuhkan dan menjadi bagian dalam komunitas (komunitas sebagai klien) Memprioritaskan untuk kebutuhan komunitas Prinsip kedua adalah perawat kesehatan komunitas memprioritaskan kebutuhan komunitas. Perawat harus berusaha untuk mempertimbangkan intervensi yang terbaik dan yang akan diberikan kepada komunitas Bekerja bersama anggota masyarakat Prinsip ketiga adalah perawat bekerja bersama-sama dengan komunitas (komunitas sebagai rekan kerja) dalam mencapai tujuan intervensi keperawatan kesehatan komunitas. Perawat dan anggota komunitas masing-masing memiliki sistem nilai, kepercayaan dan keahlian masig-masing dalam hubungan kerjanya. Perkembangan kebijakan dan jaminan lebih memungkinkan untuk bisa diterima dan diterapkan sebagai dasar pertimbangan saling menghormati satu sama lain Fokus pada pencegahan primer Prinsip keempat adalah keperawatan kesehatan komunitas menekankan pada pentingnya tindakan pencegahan primer dalam promosi kesehatan masyarakat. Perawat kesehatan komunitas berinisiatif untuk menemukan kelompok berisiko tinggi, potensial masalah-masalah kesehatan, dan situasi yang berkontribusi dalam masalah kesehatan. Kemudian perawat membuat suatu program pencegahan masalah kesehatan Promosi lingkungan yang menyehatkan Prinsip kelima adalah merupakan hal yang penting untuk memastikan bahwa masyarakat hidup dalam kondisi yang mendukung kesehatan. Masyarakat akan memiliki tingkat kesehatanyang rendah jika hidup dalam lingkungan yang tinggi pengangguran, perumahan yang padat, tidak memiliki sumber air bersih, serta pola hidup merokok, minum minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang. Untuk mengubah kondisi tersebut membutuhkan komitmen, ketekunan,

47 33 kesabaran, akal dan pandangan yang jangka panjang dari semua lapisan masyarakat Target intervensi untuk semua yang membutuhkan manfaat intervensi Prinsip keenam adalah perawat kesehatan komunitas memeriksa kebijakan atau program untuk menentukan apakah kebijakan atau program tersebut dapat diakses dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan dan advokasi untuk perubahan jika diperlukan Promosi alokasi sumber daya yang optimal Prinsip ketujuh adalah perawat kesehatan komunitas mengetahui hasil penelitian yang efektif dari berbagai program. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang biaya jangka pendek dan jangka panjang dari program Kolaborasi dengan semua pihak yang ada di komunitas Prinsip kedelapan adalah perawat kesehatan komunitas menekankan pada pentingnya kolaborasi dengan perawat yang lain, pemberi pelayanan kesehatan, pekerja sosial, guru, pemimpin agama, pengusaha dan pegawai pemerintahan di masyarakat. Kolaborasi interdisiplin tersebut sangat penting dalam pelaksanaan dan keefektifan program. Program tersebut direncanakan dan dilaksanakan tanpa ada kesenjangan dan tumpang tindih dalam pelayanan kesehatan. Praktik keperawatan komunitas mencakup pelayanan keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan komunitas. Pelayanan keperawatan komunitas perlu dikelola dan ditata dengan fungsi-fungsi manajemen. Hal tersebut bertujuan agar pencapaian kesehatan masyarakat menjadi lebih optimal Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Manajemen pelayanan keperawatan komunitas adalah suatu penyelenggaraan salah satu inti program spesialis keperawatan dengan aplikasi ilmu keperawatan komunitas yang mengintegrasikan fungsi manajemen pelayanan kesehatan dengan asuhan keperawatan komunitas dan keluarga.

48 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan bagian dari kepemimpinan yang menekankan pada pengendalian (Marquis & Huston, 2012). Manajemen keperawatan memiliki fungsi yaitu: mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Fungsi tersebut dioptimalkan dalam upaya pencapaian tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan sumber daya secara efektif, efisien dan rasional (Swansburg, 2000) Fungsi Manajemen a. Fungsi Perencanaan Perencanaan adalah pandangan ke depan dan merupakan fungsi yang paling penting tentang suatu rencana kegiatan yang berisikan tujuan yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, tempat kegiatan tersebut dilaksanakan, bagaimana indikator atau tolak ukur untuk mencapai tujuan, serta kegiatan apa yang harus dilakukan selanjutnya dan berkelanjutan (Asmuji, 2012). Selian itu, Ervin (2002) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang terperinci dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang membutuhkan solusi melalui intervensi yang terstruktur. Perencanaan organisasi merupakan suatu bentuk pembentukan keputusan manajerial. Perencanaan meliputi pengkajian lingkungan, gambaran sistem organisasi menyeluruh termasuk seluruh bagian-bagian sistem, memberikan kejelasan filosofi dan misi organisasi, prediksi sumber-sumber dan kemampuan organisasi, identifikasi langkah-langkah yang dapat dilakukan, prediksi efektifitas dari berbagai alternatif tindakan yang ditentukan, pilihan tindakan yang akan dilakukan, dan menyiapkan staf atau karyawan untuk melaksanakan berbagai tindakan yang perlu dilakukan (Gillies, 1994). Berdasarkan teori yang telah disampaikan oleh para ahli, menunjukkan teori tentang perencanaan yang bervariasi, maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah suatu rangkaian rencana kegiatan yang terperinci, terstruktur dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan langkah-

49 35 langkah yang sistematis. Perencanaan juga menyiapkan staf atau karyawan untuk melaksanakan rencana kegiatan, sehingga dapat mencapai tujuan organisasi khususnya dalam mengatasi masalah kesehatan lansia dengan depresi. Tahapan perencanaan sebuah organisasi mencakup memformulasikan perencanaan organisasi, menentukan visi, menentukan misi, menggali berbagai sumber dan kendala, mengidentifikasi metode dan aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan (Ervin, 2002). Perencanaan merupakan hal yang penting dan merupakan proses yang pertama dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan yang adekuat, maka proses manajemen akan menjadi gagal dan koordinasi serta tujuan tidak akan tercapai (Marquis & Huston, 2012). Visi menggambarkan tujuan organisasi di masa yang akan datang atau tujuan jangka panjang organisasi dan menjadi bagian dari visi lembaga secara keseluruhan (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2012). Visi merupakan dasar untuk membuat suatu perencanaan dan merupakan nilai, aspirasi, dan tujuan yang mendasar yang digunakan dengan jelas untuk mengetahui arah sebuah organisasi yang bersifat terbuka serta menjadi motivasi dan stimulasi organisasi dalam menjalankan aktivitas di dalam organisasi atau instansi (Asmuji, 2012; Wijono, 1999). Misi merupakan suatu strategi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan (Wijono, 1999). Tujuan atau pernyataan misi adalah pernyataan singkat yang mengidentifikasi alasan keberadaan oraganisasi dan tujuan serta fungsi organisasi di masa depan. Pernyataan misi merupakan prioritas tertinggi dalam hierarki perencanaan karena hal tersebut mempengaruhi pembuatan filosofi, tujuan umum, tujuan khusus, kebijakan, prosedur dan ketentuan organisasi (Marquis & Huston, 2012). Misi berisikan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan posisi etik, prinsip, dan standar praktik atau pelayanan yang diberikan kepada masyarakat atau konsumen (Marquis & Huston,

50 ). Misi juga tentu memberikan kejelasan kepada staf dalam uraian tugas dari masing-masing instansi untuk menjalankan aktivitas sesuai dengan yang telah ditetapkan, karena jika terjadi masalah seperti kurang kejelasan dalam misi, sasaran, atau tujuan-tujuan menyebabkan kebingungan terhadap staf dan menjadi tidak teratur terhadap usaha atau upaya yang dilakukan untuk melayani konsumen yaitu masyarakat (Gillies, 1994). Tujuan umum dan khusus adalah hasil dari perjalanan suatu organisasi. Tujuan umum diartikan sebagai hasil yang diharapkan melalui usaha terarah. Tujuan khusus lebih berfokus pada proses yang diharapkan, memiliki kerangka waktu pencapaian yang spesifik dan dinyatakan dalam istilah perilaku, dapat dievaluasi secara objektif dan mengidentifikasi hasil yang positif, bukan negatif (Marquis & Huston, 2012). Undang-Undang Nomor 36 tentang kesehatan pasal 138 menyatakan bahwa (1) upaya pemeliharaan kesehatan bagi usia lanjut ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi sesuai dengan martabat kemanusiaan; (2) pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok usia lanjut untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomi. Tujuan organisasi termasuk dalam rencana strategi, dimana menurut Martin (1998 dalam Marquis & Huston, 2012) menyatakan bahwa dalam rencana strategi dapat meramalkan keberhasilan pencapaian organisasi di masa depan dengan menyesuaikan dan menyelaraskan kapabilitas dengan kesempatan yang eksternal. Perencanaan dalam suatu organisasi memerlukan sumber daya yang memadai dalam menunjang kegiatan, salah satunya adalah pengelolaan keuangan. Perencanaan anggaran membutuhkan visi, kreativitas dan seluruh pengetahuan politik, sosial, dan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat (Marquis & Huston, 2012). Kesejahteraan suatu instansi tergantung pada pengelolaan keuangan yang efektif (Gillies, 1994).

51 37 Langkah-langkah dalam perencanaan anggaran meliputi (Marquis & Huston, 2012) : langkah pertama yaitu mengkaji kebutuhan apa yang harus dipenuhi dalam penganggaran. Manajer membuat tujuan umum, tujuan khusus dan estimasi anggaran berdasarkan masukan dari rekan kerja dan bawahan. Penganggaran akan lebih efektif bila semua personil pengguna sumber daya dapat terlibat dalam proses tersebut. Langkah kedua yaitu membuat perencanaan. Siklus penganggaran sebagian besar disusun untuk dua belas bulan disebut anggaran fiskal tahunan, tetapi penganggaran berkelanjutan dapat dilakukan secara kontinu setiap bulan sehingga data anggaran 12 bulan ke depan selalui tersedia. Langkah ketiga adalah implementasi yaitu pemantauan berkelanjutan dan analisis dilakukan untuk mencegah pembiayaan yang tidak adekuat atau berlebihan pada akhir tahun pembukuan. Setiap manajer unit bertanggung gugat terhadap penyimpangan. b. Fungsi Pengorganisasian Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan otoritas pengawasan setiap kelompok dan menentukan cara pengoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal yang bertanggungjawab mencapai tujuan organisasi (Swansburg, 1993). Pengorganisasian juga merupakan fase yang kedua setelah perencanaan dalam proses manajemen dan dalam tahap pengorganisasian menjelaskan tentang hubungan, prosedur pelaksanaan, perlengkapan, dan pembagian tugas (Marquis & Huston, 2012). Struktur organisasi menentukan tingkah laku staf pegawai sebagai akibat dari peran, kekuatan, tanggung jawab, kekuasaan, pemusatan, dan komunikasi (Gillies, 1994). Aktivitas dalam upaya kesehatan lansia terutama untuk lansia dengan depresi, dapat dilakukan dengan pembentukan dan pembinaan puskesmas santun lansia dimana puskesmas santun lansia adalah puskesmas yang melakukan pelayanan kepada lansia mengutamakan aspek promotif dan preventif disamping aspek kuratif dan rehabilitatif secara proaktif, baik dan

52 38 sopan serta memberikan kemudahan dan dukungan bagi lansia (Depkes RI, 2003). Pembinaan kesehatan lansia dengan depresi diperlukan garis komando yang jelas, sehingga program kesehatan lansia dapat dilaksanakan dengan baik. Garis komando merupakan garis utuh vertikal antara posisi sebagai jalur formal komunikasi dan kewenangan, sehingga menyebabkan pegawai memiliki satu manajer tempat mereka memberikan laporan dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya (Marquis & Huston, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi yang berkaitan pengorganisasian terutama pengorganisasian sumber daya manusia (SDM) perkesmas di Puskesmas Wilayah Jakarta Barat sebanyak 50,7% termasuk dalam kategori baik (Ratnasari, Setyowati & Kuntarti, 2012). c. Fungsi Ketenagaan (Staffing) Ketenagaan merupakan proses manajemen yang berkaitan dengan perekrutan, pemilihan, pemberian orientasi, dan peningkatan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi khususnya pelayanan kesehatan (Marquis & Huston, 2012). Salah satunya adalah pelayanan kesehatan lansia dengan depresi. Perekrutan merupakan proses mencari atau menarik tenaga atau staf secara aktif untuk menempati posisi yang tersedia di dalam sebuah organisasi atau pelayanan kesehatan dengan cara wawancara; setelah dilakukan perekrutan maka selanjutnyan melakukan pemilihan atau seleksi yang merupakan proses pemilihan individu atau tenaga kesehatan untuk pekerjaan atau menempati posisi tertentu dari banyak pelamar (Marquis & Huston, 2012). Proses pemilihan staf memerlukan perhatian yang penuh untuk mendapatkan karyawan yang mempunyai kemampuan yang berkompeten dalam bidang pelayanan kesehatan (Gillies, 1994). Tahap selanjutnya setelah staf melewati proses seleksi yaitu orientasi (Marquis & Huston, 2012).

53 39 Orientasi merupakan proses penyesuaian seorang karyawan baru dengan lingkungan pekerjaan, sehingga karyawan tersebut dapat berinteraksi dengan cepat dan efektif dengan lingkungan baru tepat bekerja atau memberikan pelayanan kesehatan (Gillies, 1994). Proses orientasi yang adekuat akan meminimalkan kecenderungan pelanggaran peraturan, keluhan, dan kesalahpahaman; serta lebih menumbuhkan perasaan memiliki dan menerima serta meningkatkan antusiasme dalam bekerja pada institusi dan memberikan pelayanan kesehatan kepada klien atau masyarakat (Marquis & Huston, 2012). Tahap selanjutnya setelah staf melalui proses orientasi maka dilanjutkan dengan melakukan pembinaan atau pengembangan staf. Pembinaan atau pengembangan staf merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan produktivitas. Pembinaan atau pengembangan staf dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan. Proses pendidikan dan pelatihan bagi staf dapat meningkatkan produktifitas yang lebih baik dalam menjalankan suatu organisasi atau program (Marquis & Huston, 2003, 2012). Pelatihan merupakan suatu proses seorang individu disediakan dengan berbagai interaksi yang baik ditujukan untuk mengembangkan isu dan menerima umpan balik terhadap kekuatan dan kesempatan untuk terlibat atau menerima dukungan dan bimbingan selama transisi peran di dalam sebuah instansi (Karten & Baggot dalam (Marquis & Huston, 2012). Kurangnya pelatihan merupakan suatu kelemahan dalam sebuah manajemen, sehingga dapat berdampak pada kinerja staf pegawai kurang memuaskan (Swanburg, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanan dan pengaturan sumber daya manusia (SDM) perawatan kesehatan masyarakat (perkesmas) di Puskesmas Wilayah Jakarta Barat secara berurutan sebanyak 54% dan 52,1% baik dan juga ada hubungan perencanaan, pengorganisasian SDM dengan pelaksanaan perkesmas (Ratnasari, Setyowati, & Kuntarti, 2012).

54 40 d. Fungsi Pengarahan Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi (Asmuji, 2012). Pengarahan yaitu proses interpersonal yang ditunjukkan dengan staf pegawai atau karyawan mencapai objektifitas dan merupakan proses penerapan rencana manajemen untuk mencapai visi dan misi (Swanburg, 2000). Fungsi pengarahan mencakup kegiatan motivasi, komunikasi organisasi, supervisi, pendelegasian dan manajemen konflik (Marquis & Huston, 2012). Motivasi adalah merupakan tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarah perilaku. Salah satu motivator terkuat yang dapat digunakan oleh manajer untuk menciptakan suasana memotivasi adalah penguatan atau reinforcement positif (Marquis & Huston, 2012). Motivasi merupakan proses emosional yang lebih cenderung bersifat psikologis daripada logika, terfokus pada kebutuhan di dalam diri individu yang kuat, langsung, terus-menerus, dan menghentikan perilaku (Swanburg, 2000). Pengarahan harus menggunakan komunikasi yang efektif karena komunikasi yang efektif dapat mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian yang disampaikan (Swanburg, 2000). Komunikasi dalam organisasi membentuk inti dan masuk di semua proses manajemen, dimana komunikasi adalah pertukaran pikiran, pesan, gagasan atau informasi melalui pembicaraan, tanda, tulisan dan perilaku (Marquis & Huston, 2012). Jadi komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam pertukaran informasi oleh dua atau lebih orang dalam sebuah organisasi. Supervisi merupakan suatu bentuk pengawasan pekerjaan atau kinerja orang lain secara langsung (Whitehead, Weiss & Tappen, 2010). Supervisi merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara melakukan pengawasan

55 41 terhadap pelaksanaan kegiatan. Supervisi dilakukan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan memungkinkan terjadinya pemberian penghargaan, diskusi dan juga bimbingan yang bertujuan untuk mencari jalan keluar jika terjadi kesulitan dalam tindakan (Asmuji, 2012). Pendelegasian mengandung makna bahwa seseorang memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk melakukan tugas yang sangat penting (Marquis & Huston, 2012). Pimpinan pun dalam menentukan wewenang yang didelegasikan melalui komunikasi dengan bawahan (Swanburg, 2000). Pendelegasian yang diberikan berupa kewajiban, tugas-tugas, dan tanggung jawab sehingga yang menerima delegasi harus dapat melaksanakannya dengan baik (Swanburg, 2000). Elemen selanjutnya adalah manajemen konflik. Konflik adalah perselisihan internal dan eksternal yang disebabkan oleh perbedaan nilai, pendapat, atau perasaan antara dua orang atau lebih berupa konflik interpersonal, intra personal dan interkelompok (Marquis & Huston, 2012). Tujuan terbaik dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan penyelesaian menangmenang (win-win solution) untuk semua pihak yang terkait. e. Fungsi Pengendalian Pengendalian dalam manajemen adalah usaha sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanan, untuk mendesain sistem umpan balik informasi untuk membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan (Mockler, 1984 dalam Keliat, 2006). Pengawasan atau pengendalian mempunyai fungsi yang sangat besar dalam mempunyai manajemen pelayanan. Pengawasan atau pengendalian merupakan suatu bentuk koordinasi dalam mengidentifikasi berbagai kegiatan organisasi mulai dari perencanaan sampai dengan pengarahan berupa catatan, pelaporan, penggunaan berbagai sumber-sumber yang digunakan untuk mengamati tercapainya visi atau misi sebuah instansi (Swanburg, 2000).

56 42 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian atau pengawasan sumber daya manusia (SDM) perkesmas di Puskesmas Wilayah Jakarta Barat sebanyak 52,1% baik dan juga menunjukkan ada hubungan pengendalian atau pengawasan SDM dengan pelaksanaan perkesmas (Ratnasari, Setyowati, & Kuntarti, 2012) Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan Komunitas Ervin (2002), menjabarkan bahwa Community as partner ini mendefinisikan partner sebagai gambaran hubungan antara keperawatan dan kelompok/komunitas sebagai klien. Komunitas didefinisikan oleh Higgs & Gustafson yang dikutip oleh Ervin (2002), adalah merupakan sebagai suatu kelompok atau agregat dari berbagai orang yang memiliki batasan geopolitikal dan mereka dianggap sebagai unit praktek pelayanan. Anderson dan McFarlene mengembangkan teory Community As Partner ini berdasarkan model konseptual keperawatan yang dikembangkan oleh Betty Neuman dalam Neuman s Health Care System Model dan dalam keluarga yang ada di komunitas dengan sisitem pengkajian dari Family Center Nursing oleh Friedman. Konsep-konsep teori ini kemudian diaplikasikan saat praktik keperawatan komunitas pada kelompok lansia dan pada keluarga dengan lansia depresi di wilayah kerja kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat Asuhan Keperawatan Komunitas mulai pengkajian, analisis data, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

57 43 Gambar 2.1 Model Community As Partner (Sumber: Anderson & McFarlane, 2011). a. Pengkajian Keperawatan Komunitas 1) Inti Komunitas (Core) a) Demografi (karakteristik lansia meliputi: usia, jenis kelamin, status perkawinan) Penduduk lanjut usia adalah penduduk berumur 60 tahun ke atas (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). Sedangkan definisi lain tentang lanjut usia adalah individu yang berusia lebih dari 65 tahun (Mauk, 2006). Berdasarkan pendapat tersebut, maka lansia adalah individu yang berumur lebih atau sama dengan 60 tahun. Menurut Miller (2012), faktor resiko depresi adalah jenis kelamin (wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), selain itu faktor resiko depresi adalah lansia dengan status perkawinan terutama yang

58 44 bercerai atau berpisah yang dituangkan dalam riwayat keluarga lansia (dalam genogram tiga generasi). b) Vital Statistik Vital statistik adalah angka kejadian kesakitan lansia yang disebabkan oleh depresi. Skrining pada lansia dilakukan dengan menggunakan GDS (Geriatric Deppresion Scale), serta gambaran angka kematian akibat bunuh diri atau akibat menarik diri dan atau diabaikan oleh keluarga. c) Riwayat kesehatan lansia Riwayat kesehatan lansia yang menjadi faktor risiko, pendukung dan pencetus masalah kesehatan lansia dengan depresi. Selain itu, penyakit degenerative juga mempengaruhi riwayat kesehatan lansia dengan depresi. d) Etnis dan Kebiasaan hidup Budaya di masyarakat dan yang dianut yang berpengaruh terhadap permasalahan kesehatan depresi pada lansia. Selain itu juga gaya hidup masyarakat terutama yang berpengaruh kesehatan lansia terhadap masalah depresi. Gaya hidup kelompok masyarakat terutama dalam pola komunikasi hubungan antar individu, bentuk keluarga, dukungan antar keluarga. e) Nilai dan keyakinan Agama, nilai dan keyakinan yang dianut oleh keluarga terkait makna hidup, dukungan keluarga terhadap lanjut usia., warisan budaya/ pola kebiasaan serta stigma masyarakat/keluarga terhadap pengabaian orang tua. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap terjadinya masalah kesehatan lansia dengan depresi.

59 45 2) SUBSISTEM a) Lingkungan Fisik Lokasi tempat tinggal lansia dan tetangga serta komunitas. Lingkungan rumah yang dihuni oleh lansia dan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal meliputi kondisi rumah, sumber polusi, cuaca. Rancangan pengkajian yang akan diidentifikasi ialah situasi tempat tinggal lansia yang dapat mempengaruhi masalah depresi seperti tingkat kenyamanan, kebisingan di sekitar rumah, suasana rumah yang kondusif. Hal-hal yang dikaji meliputi status rumah, type rumah, keadaan atau kondisi rumah termasuk kepadatan, ventilasi, pencahayaan, dan kebersihan, keamanan, kesesuaian dengan kondisi lansia. Kondisi lingkungan, terutama sosial yang tidak baik dapat menjadi pemicu timbulnya depresi. b) Pelayanan Kesehatan dan Sosial Fasilitas kesehatan yang dapat mengakomodasi masalah kesehatan pada lansia khususnya depresi pada tingkat wilayah atau RW dan puskesmas, rumah sakit atau klinik swasta. Posbindu merupakan bagian dalam sarana pelayanan kesehatan dan sosial bagi lansia yang ada di masyarakat. Dukungan pelayanan sosial seperti tunjangan khusus untuk lanjut usia, kepemilikan kartu jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Data yang berhubungan dengan dengan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain: sumber daya kesehatan di wilayah kerja puskesmas serta pelayanan kesehatan serta pengobatan yang diberikan bagi lansia untuk mengatasi masalah depresi dan untuk mengurangi risiko depresi baik yang ada di masyarakat maupun di layanan kesehatan.

60 46 c) Ekonomi Meliputi pekerjaan yang dilakukan lansia, pendapatan dan pengeluaran, status ekonomi serta potensi sumber daya yang tersedia disekitar lansia. Karakteristik rata rata pendapatan lansia secara khusus dan keluarga serta karakteristik pekerjaan baik lansia maupun keluarga. Alokasi penggunaan pendapatan, pendapatan yang rendah, tidak bekerja terutama lansia yang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya depresi. d) Transportasi dan keamanan/keselamatan Hal yang dikaji meliputi transportasi mencapai fasilitas kesehatan dan sosial. Kemudahan mencapai akses kesehatan, dan kemudahan mendapat sumber makanan. Keamanan dan keselamatan lansia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya juga mempengaruhi dalam menentukan risiko depresi pada lansia karena dengan perasaan aman dan nyaman dapat membuat lansia merasa lebih baik. e) Politik dan Pemerintahan Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan lansia khususnya dengan depresi. Ketersediaan bantuan dari pemerintah atau swasta juga sangat diperlukan dalam mendukung program kesehatan dalam mengatasi masalah penanggulangan depresi pada lansia. f) Komunikasi Sumber informasi kesehatan yang digunakan dalam pencapaian kesehatan lansia. Pola komunikasi antar pengurus RT/RW dengan warga khususnya lanjut usia. Media komunikasi apa yang digunakan keluarga dalam memperoleh informasi tentang depresi pada lanjut usia. Pola komunikasi merupakan hal yang sangat penting, karena komunikasi dapat menjadi penyebab dan sekaligus solusi dari masalah depresi.

61 47 g) Edukasi Tingkat pendidikan pada lansia yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan lansia dalam mengatasi masalah kesehatan khususnya dengan depresi. Tingkat pendidikan kelompok lansia, sangat mempengaruhi dalam tranformasi perilaku mengatasi masalah kesehatan depresi. h) Rekreasi Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok dan keluarga dengan lansia pada waktu senggang untuk meningkatkan status kesehatan berkaitan dengan masalah depresi serta sarana rekreasi yang tersedia bagi lansia, tempat warga bermain, ketersediaan tempat bermain untuk para lanjut usia, bentuk rekreasi utama, fasilitas untuk rekreasi yang terlihat, kecukupan hal tersebut dalam membantu memenuhi kebutuhan rekreasi lansia dengan depresi. i) Persepsi masyarakat Persepsi dari tenaga kesehatan, masyarakat, keluarga maupun lansia tentang masalah depresi pada lansia. Persepsi bisa berbeda-beda karena bersifat subjektif tergantung dari individu masing-masing. b. Diagnosis Keperawatan Komunitas Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan pengkajian dan analisis data yang mengancam masyarakat dan reaksi yang timbul pada masyarakat. Hasil akhir analisis adalah mensintesis pernyataan simpulan menjadi diagnosis keperawatan komunitas. Diagnosis keperawatan membatasi proses diagnostik pada berbagai diagnosis yang ditegakkan untuk menunjukkan respon manusia terhadap masalah kesehatan baik aktual maupun potensial, yang dapat secara legal ditangani oleh perawat (Anderson & McFarlane, 2011). Label diagnosis keperawatan menurut NANDA yaitu diagnosis aktual; promosi kesehatan (termasuk sejahtera atau wellness) dan risiko. Berdasarkan hasil Konas Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas (IPPKI, 2013), disepakati bahwa

62 48 diagnosis keperawatan komunitas dituliskan tanpa menuliskan etiologi (single diagnosis). c. Perencanaan Keperawatan Komunitas Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan rencana tindakan untuk membantu masyarakat dalam upaya promotif, preventif, primer, sekunder, dan tersier. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah ditetapkan sesuai dengan diagnosa keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan, maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia (Anderson & McFarlane, 2011). Strategi yang digunakan mencakup proses kelompok, pendidikan kesehatan dan kerjasama, serta mendemontrasikan keterlibatan dalam asuhan keperawatan. Strategi tersebut untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi dan diperlukan pengorganisasian komunitas yang dirancang untuk mengembangkan masyarakat berdasarkan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki, serta mampu mengurangi hambatan yang ada. Selain itu, untuk menumbuhkan kondisi, kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat dan dengan penuh percaya diri dalam memecahkan masalahmasalah kesehatan yang dihadapi terutama dalam mengatasi masalah depresi pada lansia. Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan lansia dengan depresi dilatarbelakangi dari kesehatan fisik dan mental lansia dalam mewujudkan proses menua secara aktif, sehat dam bahagia bagi lansia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan, mengungkapkan bahwa 70% dari lansia diatas 60 tahun mengalami ketergantungan dengan orang lain. Banyaknya lansia yang

63 49 depresi dan tidak bahagia adalah karena bergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kondisi ini dikarenakan kesehatan fisik dan mental lansia yang menurun (Palestin, 2006). Aktivitas pekerjaan dan kegiatan rekreasi sangat membantu dalam meningkatkan kondisi fisik lansia, menurunkan emosi dan tekanan serta berdampak pada antidepresan. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah seperti jogging, berjalan, berenang, bersepeda dan berolahraga (Trivedi, et al, 2006). Aktivitas kegiatan lansia dapat dilakukan secara rutin di dalam rumah bersama-sama keluarga seperti kegiatan membersihkan rumah, memasak berbagai menu. Kegiatan disesuaikan dengan tingkat kemampuan lansia. Kegiatan di luar rumah juga dapat membantu lansia yang mengalami depresi. Faktor sosial dapat memberikan pengalaman yang positif pada kondisi depresi, meningkatkan harga diri dan kepuasan diri karena adanya dukungan sosial dan penerimaan pribadi (Cutler, 2005). Hasil penelitian yang dipresentasikan pada konferensi dari British Nutrition Foundation (2008) juga menyatakan bahwa individu dengan aktifitas fisik yang rendah memiliki risiko depresi dua kali dibanding individu yang memiliki aktivitas teratur (David, 2008), sehingga lansia diharapkan dapat melakukan aktivitas secara teratur di rumah maupun di masyarakat. Hal ini sangat penting bagi lansia dengan proses penuaan, sehingga lansia bisa menerima kondisinya dengan baik. Proses penerimaan diri pada lansia yaitu kondisi lansia dapat menerima dirinya dengan segala kekurangannya untuk dapat tetap merasa bahagia, hal ini didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan depresi pada wanita perimenopuase. Berdasarkan perubahan tersebut, diharapkan perawat dapat berperan membantu lansia untuk mampu menerima proses penuaan secara baik, karena salah satu faktor yang dapat menyebabkan lansia bisa merasa tetap berguna di masa tuanya adalah kemampuan lansia

64 50 dalam menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialaminya (Miller, 2012). Kemampuan lansia dalam penerimaan diri penting dalam meningkatkan harga diri lansia. Peningkatan harga diri lansia diidentifikasikan juga secara verbal dan non verbal yang menunjukkan nilai-nilai positif dan penerimaan diri lansia. Hal tersebut dapat dilihat dalam partisipasi aktif lansia pada terapi kelompok, kemampuan meditasi dan relaksasi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan koping dalam diri lansia untuk menghadapi ketegangan hidup sehari-hari dan mendukung gaya hidup yang sehat (Copel, 2007). Proses penerimaan kondisi lansia juga dilihat dari kemampuan lansia untuk mengenal masalah depresinya. Kemampuan lansia tersebut adalah kesadaran akan diri sendiri. Kesadaran diri merupakan proses mengembangkan pemahaman tentang perasaan yang dapat menggunakan kemampuan lansia. Ketika lansia memahami dan memadukan individu, maka lansia akan belajar memperbaiki diri, berubah untuk hidup lebih baik lagi dengan harga diri yang tinggi. Harga diri berhubungan dengan afek lansia. Jika lansia dengan harga diri tinggi, maka akan menurunkan tingkat depresi (MacInnes, 2006). Pendekatan perawat dalam pencapaian kesehatan lansia bukan hanya kondisi fisik, namun juga membantu lansia dalam memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan dengan Tuhan atau agama yang dianutnya karena agama dan kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan lansia yang disebut dalam kebutuhan spiritual (Maslow, 1980 dalam Keliat, 2011). Spiritual adalah suatu aktivitas untuk mencari arti dan tujuan hidup yang berhubungan dengan kegiatan spiritual keagamaan (Keliat, 2011). Aktivitasaktivitas spiritual akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan, harapan dan rasa harga dirinya dengan banyak berdzikir dan melaksanakan ibadah sehari-hari, lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya, menurunkan gejala depresi dan kecemasan akan

65 51 kematian serta meningkatkan kesehatan mental lansia (Kemensos, 2008; Bjorklop, 2013; Hill, 2006; Meisenhelder, 2002). Intervensi-intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah depresi dipadukan dalam sebuah intervensi yang bernama MaSa INDAH yaitu Mari bersama untuk I adalah Ikut dalam kegiatan keluarga dan masyarakat, N adalah menerima kondisi penuaan dengan tulus dan ikhlas, D adalah Doa dan Diskusi bersama orang lain, A adalah Atasi segala macam stres dengan baik, dan H adalah Harga diri yang tinggi. Intervensi ini diharapkan lansia akan merasakan masa-masa tua dengan indah tanpa ada kesedihan dan merasakan kebermaknaan hidup bersama orang lain disekitarnya. Kegiatan dilakukan dalam intervensi kelompok di masyarakat dan individu dalam keluarga. Selain itu lansia juga dikenalkan dengan kartu tilik diri (KTD) yang menilai atau mengevaluasi perasaaan lansia sendiri setiap hari, agar lansia dapat berusaha belajar untuk bisa mencapai kebahagiaannya dan menurunkan kondisi depresi atau kesedihan yang dirasakannya dengan koping yang efektif (Songprakum, Wallapa & McCann, 2012). Lansia dengan depresi sebaiknya mengenali masalah yang dialaminya dan lansia memahami bahwa hal tersebut dapat berpengaruh pada perasaan dan perilakunya. Hanya dengan keaktifan dan berusaha menerima tantangan secara sistematis, maka keyakinan dan persepsi akan harapannya berubah menjadi lebih baik. Perasaan negatif akan menurunkan kemampuan dalam mencegah depresi (Peden, 2005). Kartu Tilik Diri (KTD) berisikan identitas lansia yaitu tentang nama, usia, alamat, tinggal bersama siapa, hobby atau kegemaran dan cita-cita yang ingin di capai. Lansia diminta untuk mengevaluasi perasaannya pada pagi hari saat bangun tidur dan pada malam hari sebelum tidur dengan memberikan tanda (simbol yang sudah ditentukan) pada kolom yang tersedia. Untuk kegiatan atau koping yang dilakukan selama 1 hari, lansia diminta untuk memberikan tanda ( ) pada kolom sudah disediakan. Kegiatan atau koping lansia adalah

66 52 item intervensi MaSa INDAH yang telah diajarkan pada lansia dan keluarga sebelumnya. Kartu dievaluasi setiap hari oleh anggota keluarga yang sudah disepakati untuk membantu lansia dalam pengisian kartu. Keluarga juga dapat membantu lansia dalam pengisian kartu khusus bagi lansia yang tidak mampu untuk melakukan pengisian misalnya lansia dengan kebutaan, kelumpuhan atau tidak bisa membaca. Kartu juga memberikan informasi nomor telepon kader kesehatan lansia yang dapat dihubungi, jika lansia teridentifikasi merasakan kesedihan dalam beberapa hari (lebih dari 3 hari), sehingga lansia segera mendapatkan dukungan yang optimal dalam mengatasi masalahnya. d. Implementasi Keperawatan Komunitas Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dalam mengatasi masalah kesehatan lansia dengan depresi yang sifatnya yaitu: 1) bantuan dalam upaya mengatasi masalah fisik dan psikologis, mempertahankan kondisi seimbang atau sehat dan meningkatkan kesehatan lansia; 2) mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah terjadinya depresi pada lansia; 3) sebagai advokat komunitas untuk sekaligus memfasilitasi kebutuhan komunitas. Kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat pencegahan yaitu : 1) Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta perlindungan khusus terhadap penyakit, misalnya dengan imunisasi, penyuluhan, simulasi dan dukungan dalam kesehatan keluarga bagi lansia depresi. 2) Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan depresi pada lansia. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk menghambat proses penyakit, misalnya dengan mengkaji masalah kesehatan fisik dan psikologis lansia,

67 53 memotivasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan bagi lansia. 3) Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga, misalnya dengan membantu keluarga yang mempunyai lansia dengan depresi untuk melakukan pemeriksaan secara teratur ke posbindu. e. Evaluasi Keperawatan Komunitas Evaluasi merupakan peralatan terhadap program yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi rencana berikutnya. Evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan konsep evaluasi struktur, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Sedangkan fokus dari evaluasi hasil sedangkan fokus dari evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas adalah: 1) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target pelaksanaan. 2) Perkembangan atau kemajuan proses kesesuaian dengan perencanaan, peran staf atau pelaksanaan, peran alat atau pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah peserta. 3) Efesiensi biaya yaitu dalam pencarian sumber dana dan penggunaaannya serta keuntungan program. 4) Efektifitas kerja yaitu tujuan tercatat dan kepuasan klien atau masyarakat terhadap tindakan yang dilaksanakan. 5) Dampak yaitu status kesehatan yang meningkat setelah dilaksanakan tindakan dan perubahan yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun Asuhan Keperawatan Keluarga Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional satu sama lain (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Selain itu ada pendapat lain yang menunjukkan bahwa keluarga adalah keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang saling berinteraksi satu

68 54 dengan lainnya, mempunyai peranan masing-masing, menciptakan serta mempertahankan kebudayaannya (Maglaya et al., 2009). Berdasarkan pendapatpendapat tersebut, maka disimpulkan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bersatu dalam kebersamaan atau mempunyai ikatan biologis, sosial, ekonomi maupun psikososial. Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga lansia dengan depresi menggunakan family center nursing adalah sebagai berikut : a. Pengkajian Model pengkajian keluarga menggunakan Friedman yang merupakan pendekatan terpadu dengan teori sistem secara umum, riwayat dan tahap perkembangan keluarga (tipe keluarga, riwayat perkembangan keluarga, tahap perkembangan keluarga, tugas perkembangan keluarga), lingkungan tempat tinggal, struktur keluarga, fungsi keluarga, serta stres dan mekanisme koping keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). 1) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga Meliputi tahap perkembangan keluarga saat ini yang ditentukan berdasarkan usia anak tertua, tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi yang dapat menjadi sumber stres bagi lansia dan keluarga, riwayat kesehatan keluarga inti, riwayat kesehatan sebelumnya termasuk riwayat kesehatan masing masing anggota keluarga. 2) Lingkungan Ditujukan pada lingkungan rumah dan lingkungan sekitar. Dilakukan untuk mengidentifikasi keadaan lingkungan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan baik fisik maupun emosional yang dapat mempengaruhi masalah hipertensi antara lain meliputi kebisingan, keamanan dan lain lain. 3) Struktur Keluarga Meliputi pola komunikasi keluarga yaitu bagaimana cara berkomunikasi antar anggota keluarga, peran dari masing masing anggota keluarga, struktur kekuatan keluarga yang dapat mempengaruhi anggota keluarga untuk merubah perilaku yang berhubungan dengan pencegahan depresi

69 55 pada lansia. 4) Fungsi Keluarga Meliputi fungsi afektif yang memberikan gambaran hubungan psikososial dalam keluarga dan dukungan anggota keluarga pada lansia dengan depresi; dan fungsi perawatan kesehatan keluarga praktik diet keluarga, kebiasaan tidur dan istirahat keluarga, praktik aktivitas fisik dan rekreasi, praktik penggunaan obat, penggunaan terapi komplementer. 5) Stres dan mekanisme koping Meliputi stresor jangka pendek dan jangka panjang yang dialami lansia depresi dan keluarga, kemampuan lansia dan keluarga berespon terhadap stresor, strategi koping yang digunakan ketika menghadapi masalah. Koping yang dilakukan lansia dan keluarga merupakan upaya untuk beradaptasi terhadap stimulus yang mengharuskan sistem keluarga merubah perilakunya. Pelaksanaan adaptasi, keluarga dan unsur-unsur didalamnya akan menerapkan koping individu dan koping keluarga yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai keseimbangan keluarga. b. Diagnosis Keperawatan Keluarga Diagnosis keperawatan keluarga merupakan pengembangan dari diagnosis keperawatan ke sistem dan subsistem keluarga serta merupakan hasil pengkajian keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga mencakup masalah kesehatan aktual, risiko atau ancaman kesehatan, dan sejahtera (Friedman, Bowden, & Jones, 2010; Maglaya et al., 2009). Diagnosis keperawatan yang telah didapat dilanjutkan dengan membuat prioritas dan proses pembuatan prioritas menggunakan perhitungan tertentu. c. Rencana Keperawatan Keluarga Rencana keperawatan keluarga merupakan bentuk asuhan keperawatan yang dirancang secara sistematis untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk memelihara kesehatan dan atau mengelola masalah kesehatan melalui tujuan

70 56 umum dan khusus keperawatan, kriteria evaluasi, dan standar (Maglaya et al., 2009). Penentuan rencana keperawatan keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga lansia dengan depresi (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Pembuatan rencana dengan menetapkan tujuan bersama dengan keluarga. Penyusunan tujuan yang jelas, spesifik dan dapat diterima oleh keluarga dalam mengatasi masalah depresi. Pembuatan tujuan mencakup jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan panjang dan jangka pendek diperlukan agar lebih spesifik, langsung dan terukur. Tujuan jangka pendek dibuat untuk motivasi dan memberikan keyakinan kepada keluarga dan individu lansia dengan depresi telah membuat kemajuan dan untuk menuntun keluarga ke tujuan yang lebih luas dan lebih komprehensif (Friedman, Bowden, & Jones, 2010; Maglaya et al., 2009). Tujuan jangka pendek mencakup peningkatan kemampuan keluarga dalam mengenal masalah depresi pada lansia, membuat keputusan untuk mengatasi masalah depresi, melakukan tindakan perawatan pada lansia dengan depresi, memodifikasi lingkungan terhadap lansia dengan depresi, dan menggunakan fasilitas kesehatan bagi lansia dengan depresi. Penentuan evaluasi terhadap rencana keperawatan dengan kriteria atau indikator yang pengetahuan (kognitif), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap) yang terdiri dari emosi, perasaan, dan nilai (Maglaya et al., 2009). d. Implementasi Keperawatan Keluarga Implementasi keperawatan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan perawat untuk pasien dan keluarga dengan tujuan membantu pasien dan keluarga meningkatkan, mengoreksi, dan menyesuaikan kondisi fisik, emosi, psikososial, spiritual, dan lingkungan sebagai alasan mencari bantuan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).

71 57 Implementasi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan hasil pengkajian, diagnosis keperawatan, dan perencanaan keluarga dengan memperhatikan prioritas. Implementasi yang diberikan kepada keluarga mencakup tiga domain yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Strategi intervensi dalam keperawatan keluarga mencakup pendidikan kesehatan, konseling, melakukan kontrak, manajemen kasus, kolaborasi, dan konsultasi (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). e. Evaluasi Keperawatan Keluarga Evaluasi merupakan proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan dari proses lainnya. Evaluasi keperawatan berdasarkan seberapa besar efektifitas intervensi yang dilakukan oleh keluarga dan perawat dan intervensi yang diberikan telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Apabila tujuan tidak tercapai maka perlu dilakukan analisa alasan yang dapat diidentifikasi seperti keadekuatan hasil pengkajian, tujuan umum dan tujuan khusus yang tidak realistik, sumber yang dimiliki keluarga tidak fokus pada kebutuhan yang menjadi prioritas; atau keluarga kehilangan dukungan baik internal maupun eksternal (Maglaya et al., 2009), sehingga evaluasi keperawatan keluarga dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan, sehingga dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Evaluasi asuhan keperawatan keluarga dapat dinilai dari perubahan tingkat kemandirian keluarga dalam perawatan kesehatan.

72 58 Pengkajian dalam keluarga : - Mengidentifikasi data sosial budaya - Data lingkungan - Struktur - Fungsi - Stres dan strategi koping keluarga Pengkajian individu anggota keluarga : - Mental - Fisik - Emosi - Sosial - Spiritual Identifikasi keluarga, subsistem keluarga, masalah kesehatan individu: (Diagnosa Keperawatan) Rencana Keperawatan : - Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan pada lansia dengan depresi - Kemampuan keluarga membuat keputusan untuk mengatasi masalah lansia dengan depresi - Kemampuan keluarga melakukan tindakan perawatan pada lansia dengan depresi - Kemampuan kleuarga memodifikasi lingkungan terhdapat lansia dengan depresi - Kemampua keluarga menggunakan fasilitas kesehatan bagi lansia dengan depresi Implementasi: Implementasi rencana keperawatan Evaluasi Keperawatan Gambar 2.2 Modifikasi Langkah-langkah dalam Proses Keperawatan Individu dan Keluarga Lansia dengan Depresi (Sumber: Friedman, Bowden, & Jones, 2003; Maglaya et al., 2009) f. Tingkat Kemandirian Keluarga Kemandirian keluarga dalam program perawatan kesehatan masyarakat dibagi dalam empat tingkatan (Kemenkes, 2006) yaitu: 1) Keluarga mandiri tingkat pertama (KM-I) mempunyai kriteria: a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan

73 59 rencana keperawatan. 2) Keluarga mandiri tingkat kedua (KM-II) mempunyai kriteria: a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan. c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar d) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai anjuran e) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai anjuran. 3) Keluarga mandiri tingkat ketiga (KM-III) mempunyai kriteria: a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan. c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar d) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai anjuran e) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai anjuran f) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai anjuran. 4) Keluarga mandiri tingkat keempat (KM-IV) mempunyai kriteria: a) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan. c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar d) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai anjuran e) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai anjuran f) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai anjuran. g) Melakukan tindakan promotif secara aktif. g. Tugas Perawatan Kesehatan Keluarga Tugas perawatan kesehatan keluarga meliputi (Friedman, Bowden, & Jones, 2010; Maglaya et al., 2009; Miller, 2012): 1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan pada lansia dengan depresi.

74 60 2) Kemampuan keluarga membuat keputusan untuk mengatasi masalah masalah kesehatan pada lansia dengan depresi. 3) Kemampuan keluarga melakukan tindakan keperawatan pada masalah kesehatan lansia dengan depresi. 4) Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan terhadap lansia dengan depresi. 5) Kemampuan keluarga menggunakan saran fasilitas kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan pada lansia dengan depresi. 2.4 Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Lansia dengan Depresi Peran perawat komunitas terdiri dari pemberi pelayanan keperawatan atau provider, edukator, advokasi, manajer, kolaborator, leader atau pemimpin, dan peneliti (Allender, Rector, & Warner, 2014; Friedman, Bowden, & Jones, 2010) yang dijabarkan sebagai berikut : Peran sebagai Pemberi Pelayanan Keperawatan atau provider Peran perawat komunitas secara klinis adalah memberikan pelayanan keperawatan dalam bentuk asuhan keperawatan tidak hanya individu dan keluarga tetapi juga kelompok dan populasi lansia (Allender, Rector, & Warner, 2014). Perawat melakukan pengkajian secara kolektif dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan kelompok (Allender, Rector, & Warner, 2014). Perawat melakukan penilaian depresi dan melakukan kunjungan terhadap kelompok lansia dengan depresi di wilayah masing-masing, serta memberikan pelayanan keperawatan di puskesmas dan posbindu yang terdapat pada wilayah setempat Peran sebagai pendidik atau edukator Peran perawat komunitas sebagai edukator juga yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga maupun kelompok atau masyarakat atau kelompok pendukung (Allender, Rector, & Warner, 2014). Perawat memberikan informasi kesehatan tentang masalah depresi, perubahan kesehatan lansia, pencegahan dan penanganan depresi

75 61 mencakup, intervensi MaSa INDAH. Selain itu perawat bertindak sebagai konsultan masalah depresi dan penanganannya bagi individu, keluarga, maupun kelompok atau masyarakat Peran sebagai advocator Peran perawat komunitas sebagai advocator yaitu menjamin individu, keluarga, kelompok atau masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber komunitas yang sesuai dengan kebutuhan serta meningkatkan kemandirian dalam perilaku kesehatan (Allender, Rector, & Warner, 2014; Friedman, Bowden, & Jones, 2003; Maglaya et al., 2009). Perawat mengikutsertakan lansia dalam kegiatan posbindu, mengikutsertakan lansia dalam kegiatan kelompok lansia seperti penyuluhan kesehatan tentang depresi, perubahan kesehatan lansia, pencegahan dan penanganan depresi mencakup, intervensi MaSa INDAH serta menganjurkan atau merunjuk lansia untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ke puskesmas atau rumah sakit yang tersedia. Selain itu, perawat juga memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan sumber-sumber komunitas yang sesuai yang dapat memberikan keluarga informasi kesehatan yang sesuai, mengoptimalkan kemandirian lansia dalam mengatasi masalah depresi dan kelompok pendukung untuk memberikan dukungan bagi lansia dengan depresi untuk mengatasi masalahnya dengan melakukan kegiatan dalam intervensi MaSa INDAH Peran sebagai Manajer Peran perawat komunitas sebagai manajer menilai secara langsung kebutuhan masyarakat untuk mencapai kesehatan yang optimal dengan menjalankan fungsi manajemen yaitu perencanaan dan pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan evaluasi kemajuan dari tujuan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kesehatan (Allender, Rector, & Warner, 2014; Marquis & Huston, 2012). Sistem manajemen berfokus pada upaya meningkatkan kesehatan lansia dan mencegah depresi. Perawat komunitas mengelola perawatan kesehatan klien dalam hal ini

76 62 pada lansia dengan depresi, melakukan supervisi penambahan staf, mengatur beban kasus dan melakukan pengkajian kebutuhan kesehatan komunitas. Peran sebagai manajer melibatkan klien, tenaga profesional yang lain dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan Peran sebagai Kolaborator Peran perawat komunitas sebagai kolaborator adalah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk klien, perawat lain, tenaga kesehatan lain, aparat setempat mencakup ketua RW dan RT, kader (Allender, Rector, & Warner, 2014). Kerja sama yang terjalin dalam tim sebagai kerja sama yang bersifat kemitraan. Perawat dalam menjalankan peran sebagai kolaborator perlu menyiapkan kemampuan diri dalam berkomunikasi, melakukan interpretasi, dan bertindak secara asertif dengan mitra kerja untuk bersama-sama melakukan penanganan masalah depresi pada lansia (Allender, Rector, & Warner, 2014) Peran sebagai leader Peran perawat komunitas sebagai leader berfokus pada kemampuan mempengaruhi masyarakat untuk berubah dan menjadi agen pembawa perubahan bagi lansia dengan depresi ke arah hidup yang lebih sehat (Allender, Rector, & Warner, 2014). Perawat mengamati hal positif yang dapat mempengaruhi dan berkontribusi terhadap kesehatan lansia dengan depresi, seperti melakukan intervensi MaSa INDAH, membentuk kelompok lansia MaSa INDAH, membentuk kelompok pendukung MaSa INDAH bagi lansia. Perawat komunitas juga mempengaruhi anggota dan keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada lansia dengan depresi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif di dalam keluarga agar tercapai rasa nyaman bagi lansia dengan depresi (Allender, Rector, & Warner, 2014) Peran sebagai Peneliti Peran perawat komunitas sebagai peneliti adalah melakukan identifikasi,

77 63 mengumpulkan dan menganalisis data masalah depresi secara sistematis unutk mencari solusi dan meningkatkan praktik keperawatan komunitas dalam penanganan masalah kesehatan misalnya pada lansia dengan depresi (Allender, Rector & Warner, 2014). Perawat komunitas melakukan praktik keperawatan berdasarkan evidence base dari literature dan hasil penelitian keperawatan komunitas yang sesuai untuk mengatasi masalah depresi pada lansia (Allender, Rector, & Warner, 2014).

78 64 BAB 3 KERANGKA KONSEP PRAKTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS DI WILAYAH KELURAHAN CURUG Kerangka konsep menguraikan dan menjelaskan keterkaitan antar konsep yang mendasari praktik keperawatan komunitas pada aggregat lansia dengan depresi. Kerangka konsep residensi dalam pengelolaan aggregat lansia menggunakan integrasi teori manajemen keperawatan, Community As Partner Model, Family Center Nursing Model (FCN), dan Functional Consequences Theory. 3.1 Kerangka Konsep Praktik Keperawatan Komunitas Praktik keperawatan komunitas yang dilakukan di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat berfokus pada aggregate dan keluarga lansia dengan depresi. Praktik tersebut merupakan integrasi dari praktik manajemen pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan komunitas dan keluarga pada aggregate lansia dengan depresi. Model pengkajian yang akan dikembangkan pada aggregate lansia dengan depresi adalah aplikasi dari bentuk community as partner yang dikembangkan dari teori Betty Neuman oleh Anderson dan McFarlane (Anderson & McFarlane, 2011). Fokus dari praktik keperawatan komunitas adalah populasi dengan melibatkan elemen-elemen yang terdapat di dalam masyarakat. Variabel yang diidentifikasi dalam penulisan yang dilakukan mencakup manajemen pelayanan, Community As Partner, Family Center Nursing, Teori Konsekuensi Fungsional. Manajemen pelayanan mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, personalia dan pengawasan (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2012). Family Center Nursing mencakup tugas perawatan kesehatan dan tingkat kemandirian keluarga, teori konsekuensi fungsional yang terkait dengan depresi (Friedman, Bowden, & Jones, 2003; Miller, 2012). Kondisi depresi yang terjadi pada lansia membutuhkan intervensi dari perawat 64

79 65 komunitas. Intervensi yang paling utama dalam program MaSa INDAH yang telah dimodifikasi yaitu dengan cara meningkatkan perilaku kesehatan (pengetahum, keterampilan dan sikap) bagi tenaga kesehatan, kader posbindu, komunitas, keluarga dan kelompok lansia dengan depresi, sehingga dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia. intervensi dilakukan melalui pelatihan tenaga kesehatan, pelatihan kader, pembentukan dan pembinaan kelompok pendukung lansia INDAH dan kelompok lansia sebaya di Kelurahan Curug.

80 Pelayanan Keperawatan Komunitas Manajemen Perencanaan Pengorganisasian Personalia Pengarahan Pengawasan Asuhan Keperawatam Komunitas : Inti komunitas : lansia Yankes dan yansos Ekonomi Keamanan dan Keselamatan Politik dan pemerintahan Komunikasi Pendidikan Rekreasi Persepsi Keluarga: Perilaku kesehatan terhadap depresi pada lansia Tingkat kemandirian keluarga. Lansia : Perilaku Kesehatan lansia Tingkat depresi lansia 66 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Karya Ilmiah Akhir Input Proses Output Masalah Keperawatan: Manajemen Komunitas Keluarga Lansia MaSa INDAH Strategi Praktik Keperawatan Komunitas Proses kelompok Pendidikan kesehatan Pemberdayaan Kemitraan Tindakan keperawatan langsung Manajemen Pelatihan tenaga kesehatan Pelatihan kader posbindu Pembentukan dan pembinaan kelompok pendukung lansia MaSa INDAH. Komunitas : Pembentukan dan pembinaan kelompok lansia dalam upaya menurunkan dan mencegah depresi dengan Masa INDAH Penilaian kemampuan lansia melalui KTD (Kartu tilik diri) Penilaian tingkat depresi lansia Keluarga : Pendidikan kesehatan dan pemberdayaan keluarga Penilaian perilaku kesehatan tentang MaSa INDAH bagi lansia depresi Penilaian tingkat kemandirian Lansia : Pendidikan kesehatan pada lansia Tindakan keperawatan langsung Penilaian tingkat depresi Sumber: Swanburg, 2000; Marquis & Huston, 2012; Gillies, 1994; Friedman, Bowden & Jones, 2010; Anderson & McFarlene, 2011; Stanhope & Lancaster, 2010; Allender, Rector & Warner, 2104; Swanson & Nies, 1993; Ervin, 2002; Judith, 2011; Miller,2012; Landefeld et al, 2004; Ham et al, 2008, Maglaya et al, 2009; Wilkinson, 2011; Kemenkes, Manajemen : Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap tenaga kesehatan Peningkatan perilaku kesehatan anggota kelompok pendukung lansia MaSa INDAH Komunitas : Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan komunitas lansia dalam mengatasi depresi Penurunan tingkat depresi. Keluarga : Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam perawatan lansia dengan depresi Peningkatan tingkat kemandirian keluarga pada perawatan pada lansia depresi. Lansia : Peningkatan perilaku kesehatan lansia Penurunan tingkat depresi 66

81 Pelaksanaan Intervensi MaSa INDAH dalam Menurunkan Depresi pada Lansia Modifikasi intervensi MaSa INDAH adalah perpaduan intervensi yang berdasarkan hasil penelitian dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia. Intervensi MaSa INDAH terdiri dari : a. Lansia ikut dalam kegiatan di dalam rumah maupun di masyarakat Teori psikososial menggambarkan tentang masalah depresi sebagai suatu kondisi, dimana individu mengalami penurunan pada kognitif, motivasi, harga diri dan afektif-somatik (Seligman, 1981 dalam Miller, 2012). Blazer (2002) menyarankan bahwa strategi untuk meningkatkan kepuasan diri pada lansia akan mencegah depresi. Jika lansia terus menerus melakukan berbagai aktivitas, maka lansia akan memperoleh kepuasan dan kebahagiaan (Hikmawati & Purnama, 2008). Lansia aktif dan ikut serta dalam aktivitas atau kegiatan di dalam rumah. Kegiatan tersebut adalah segala aktivitas yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan lansia, misalnya membersihkan rumah dengan menyapu atau mencuci piring; memasak masakan sesuai hobbinya; membantu menyiapkan bahan masakan yang akan di masak seperti menyiapkan sayuran. Lansia juga melakukan kegiatan di luar rumah yaitu kegiatan kemasyarakatan terutama berhubungan dengan sesama lansia. b. Lansia menerima kondisi penuaan dengan tulus dan ikhlas Menurut teori psikososial, lansia berada pada fase integrity vs despair yaitu lansia akan melihat kembali kehidupan yang telah dijalani hingga saat ini. Lansia berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang belum terselesaikan. Penerimaan terhadap apa yang sudah dicapai maupun kegagalan adalah hal utama yang bisa membawa lansia dalam sebuah kesadaran akan hidup adalah tanggungjawab pribadi. Lansia belajar menerima kondisinya dengan cara melakukan kegiatan perawatan dirinya seperti mandi, menghias, membersihkan atau merapikan diri, serta tampil

82 68 sesuai dengan situasi dan kondisi. Lansia juga menyatakan penerimaannya secara verbal terhadap kondisinya saat ini. c. Lansia melakukan doa dan diskusi bersama anggota keluarga yang lain. Menurut teori Maslow (1980), menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang penting adalah kebutuhan akan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan, karena akan semakin terintegrasi pada kehidupan lansia (Keliat, 2011). Lansia melakukan kegiatan keagamaannya berupa doa sesuai dengan agama dan kepercayaannnya masing-masing secara rutin dan teratur yang dilakukan sendiri maupun bersama orang lain. Lansia juga melakukan diskusi atau komunikasi yang baik secara verbal dan non verbal dengan orang lain atau anggota keluarganya untuk menyampaikan perasaan, keluhan atau keinginannya. d. Lansia mengatasi stres atau masalahnya dengan baik Lansia melakukan tindakan manajemen stres yang dapat dilakukannya jika merasa ada masalah. Tindakan yang dilakukan yaitu berupa teknik relaksasi nafas dalam yang bisa diiringi dengan musik lembut. Tahapannya adalah sebagai berikut : 1) Posisikan tubuh secara nyaman. 2) Pilih dan dengarkan musik santai, tenang dan teratur. 3) Pejamkan mata dan konsentrasi penuh dengan pernafasan sesuai suara musik. 4) Bernafas dengan santai sebanyak 3-4 kali sampai merasa nyaman dalam bernafas. 5) Tarik nafas melalui hidung secara perlahan, mendalam, santai dan rasakan naiknya perut dan tahan sampai 3 5 hitungan. 6) Keluarkan nafas secara perlahan lewat mulut dengan bentuk huruf O dan rasakan turunnya perut. 7) Selingi nafas seperti biasa 4-5 kali dengan tarikan nafas dalam. 8) Ulangi pernafasan secara berulang kali hingga merasa nyaman santai. 9) Dengarkan musik sambil memikirkan hal-hal yang positif.

83 69 e. Lansia memiliki harga diri yang positif. Lansia melakukan kegiatan yang positif dan disukainya bersama orang lain tanpa ada perasaan malu, minder maupun terpaksa, sehingga lansia menunjukkan kepuasaan terhadap apa yang sudah dilakukannya. Lansia juga menyatakan secara verbal tentang perasaaanya yaitu dihargai oleh orang lain, sehingga lansiapun juga menghargai dirinya sendiri dengan baik. Intervensi MaSa INDAH dapat digambarkan dalam gambar berikut : Gambar 3.2 Kerangka Modifikasi Pelaksanaan Intervensi MaSa INDAH Ikut kegiatan di dalam rumah maupun di masyarakat menerima kondisi penuaan dengan tulus dan ikhlas Doa dan diskusi bersama anggota keluarga MAri bersama (MaSa INDAH) Lansia Depresi Atasi stres dengan baik Harga diri yang positif 3.3 Profil Wilayah Kelurahan Curug Kota Depok Pemerintah Kota Depok dengan visi yang dimiliki untuk periode yaitu Terwujudnya Kota Depok yang maju dan sejahtera sedangkan misi Pemerintah Kota Depok Mewujudkan pelayanan publik yang profesional, berbasis teknologi informasi; Mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal; Mewujudkan infrastruktur dan lingkungan yang nyaman; Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul, kreatif dan religius dan dalam misi ini tertuang tujuan Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan sosial masyarakat

84 70 dengan sasaran Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial masyarakat (Pemerintah Kota Depok, 2012). Kota Depok sebagai salah satu wilayah di Propinsi Jawa Barat mempunyai Komisi Daerah Lanjut Usia sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan Propinsi Jawa Barat untuk membentuk Komisi Daerah Lanjut Usia yang mempunyai visi yaitu Tercapainya lansia Jawa Barat yang mandiri, produktif, dan menjadi tauladan generasi penerus (Komisi Daerah Lanjut Usia Propinsi Jawa Barat, 2010). Keberadaan Komda Lansia di Kota Depok mempunyai tugas menyusun, merumuskan, dan mengkoordinasikan kebijakan, strategi, program, kegiatan, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan lanjut usia di Kota Depok (Wali Kota Depok, 2011). Visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Depok sejalan dengan visi Pemerintah Kota Depok yaitu Terwujudnya kota Depok sehat dengan layanan kesehatan merata dan berkualitas dengan misinya mencakup 1) meningkatkan pemerataan layanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan ketersediaan puskesmas pada setiap kelurahan, meningkatkan kerjasama dengan swasta dan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan layanan kesehatan dan pengembangan obat tradisional, meningkatkan pengelolaan jaminan pemeliharaan kesehatan agar menjangkau seluruh masyarakat miskin, meningkatkan upaya kewaspadaan pangan dan gizi; 2) meningkatkan kualitas layanan kesehatan untuk semua puskesmas; yang bertujuan meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan di seluruh puskesmas, meningkatkan kualitas layanan kesehatan keluarga yang komprehensif mulai dari layanan KIA, KB hingga lansia, meningkatkan upaya penjaminan mutu untuk kesehatan di puskesmas, klinik dan rumah sakit, meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan pihak swasta dan masyarakat yang menyediakan layanan kesehatan, meningkatkan sistem manajemen, kebijakan, dan peraturan daerah untuk menjamin kualitas layanan kesehatan yang merata. Misi Dinas Kesehatan Kota Depok juga meningkatkan kualitas sumber daya termasuk sumber daya manusia dan pembiayaan kesehatan yang bertujuan

85 71 meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan, pendidikan, evaluasi kinerja SDM, meningkatkan efektivitas biaya kesehatan dan kualitas jaminan pemeliharaan kesehatan. Selain itu juga misinya adalah meningkatkan promosi kesehatan dan kualitas lingkungan untuk mendukung pencegahan penyakit yang bertujuan membuat kebijakan dan peraturan untuk mendukung peningkatan kesehatan lingkungan, meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, meningkatkan upaya promosi kesehatan melalui kerjasama lintas sektoral, dunia usaha dan masyarakat (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2012b). Puskesmas Cimanggis juga mempunyai visi dan misi dalam penyelenggarakan pelayanan kesehatannya. Misinya yaitu Mewujudkan puskesmas yang mampu memberikan layanan prima dan menjadi pilihan utama bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa melupakan tugas pokoknya sebagai pembina kesehatan di wilayahnya, sedangkan misi Puskesmas Cimanggis mencakup: 1) Meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan; 2) Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia; 3) Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya umum; 4) Meningkatkan jumlah kunjungan; 5) Meningkatkan dan mengembangkan jumlah sarana dan prasarana; 6) Meningkatkan dan mengembangkan sistem pemasaran; 7) Meningkatkan dan mengembangkan sistem informasi manajemen; 8) Meningkatkan kemitraan; 9) Melaksanakan program pokok; 10) Menjadi pusat pembangunan kesehatan di wilayahnya. Kelurahan Curug merupakan salah satu kelurahan yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Cimanggis Kota Depok yang memiliki batas wilayah Utara adalah Kelurahan Cisalak Pasar, wilayah Timur adalah Kelurahan Sukatani, wilayah Selatan adalah Kelurahan Sukamaju dan wilayah Barat adalah Kelurahan Cisalak (Kelurahan Curug, 2013). Kelurahan Curug memiliki 11 RW (rukun warga),dengan jumlah penduduk jiwa, dimana jumlah lansia yang berusia 60 tahun sebanyak 505 jiwa.

86 72 Kelurahan Curug terdapat fasilitas kesehatan dan pelayanan sosial. Sarana kesehatan dan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia berupa: rumah sakit 1 buah, puskesmas 1 buah, adanya fasilitas bidang praktek, posbindu untuk setiap RW. Belum adanya kelompok masyarakat sebagai pemerhati kesehatan lansia dengan depresi dan masih belum adanya kelompok yang memfasilitasi kegiatan bagi lansia dengan depresi, karena kegiatan dalam masyarakat masih bersifat umum. Wilayah Kelurahan Curug, tidak ada sarana atau fasilitas rekreasi khusus bagi lansia.

87 73 BAB 4 PELAKSANAAN INTERVENSI MaSa INDAH DALAM PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS UNTUK MENURUNKAN TINGKAT DEPRESI PADA AGGREGATE LANSIA 4.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas dalam Mencegah Depresi pada Aggregate Lansia Analisis Situasi Perencanaan Visi dan misi yang dibuat oleh Puskesmas Cimanggis, Dinas Kesehatan, dan Pemerintahan Kota Depok menunjukkan kesinergisan strategi dari instansinya masing-masing. Namun, dalam kesinergisannya, program kesehatan lansia terutama yang mengalami depresi belum menjadi prioritas arah kebijakan kesehatan dalam rencana strategi tahun (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Sedangkan kondisi kesehatan lansia saat ini semakin kompleks dan dapat berakibat pada kondisi depresi yang telah menjadi masalah aktual dan perlu diperhatikan. Tujuan program kesehatan masih disampaikan secara umum, tidak spesifik pada setiap tingkat usia. Program kesehatan lansia di Puskesmas lebih banyak pada upaya kuratif dibandingkan upaya promotif dan preventif. Program promotif dan preventif untuk lansia di masyarakatpun belum optimal karena keterbatasan kemampuan kader dalam melaksanakan proses kegiatan di posbindu (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Puskesmas Cimanggis, September 2013). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 tentang kesehatan pasal 138 diyatakan bahwa 1) upaya pemeliharaan kesehatan bagi usia lanjut ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi sesuai dengan martabat kemanusiaan; 2) pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok usia lanjut untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomi. 73

88 74 Rencana Strategi dalam program pembinaan terhadap lansia yang mengalami depresi belum menjadi prioritas arah kebijakan bidang kesehatan dalam rencana strategi tahun , karena masalah kesehatan jiwa (depresi) lebih banyak diprogramkan pada bagian pelayanan kesehatan dasar (Yandas) (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinas Kesehatan Kota Depok, Oktober 2013). Masing-masing seksi program (lansia dan jiwa) memiliki program sendiri-sendiri, sehingga penanganan masalah lansia dengan depresi menjadi tidak optimal. Kegiatan pelayanan kesehatan jiwa diprogramkan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Depok dengan sasaran masyarakat secara umum pada semua tingkat usia dan tidak spesifik pada kelompok masyarakat khususnya lansia (Interview dengan Penanggungjawab Program Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota Depok, Oktober 2013). Rencana program lansia di Dinas Kesehatan untuk kegiatan 1 tahun (2013) berdasarkan desiminasi informasi adalah berupa pelatihan kesehatan lanjut usia terutama untuk mengatasi Penyakit Tidak Menular (PTM), seminar usia lanjut, seminar diabetes mellitus, pengadaan sarana cetak, pengadaan alat kesehatan serta monev program lansia di puskesmas (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, Oktober 2013). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rencana kegiatan yang ditetapkan oleh pemegang program lansia masih bersifat umum dan belum ada program atau kegiatan khusus untuk lansia dengan depresi. Kondisi tersebut pun terjadi karena anggaran yang dikeluarkan juga masih terbatas dan tidak mempertimbangkan kegiatan yang spesifik bagi aggregate lansia dengan masalah tertentu seperti masalah depresi. Kegiatan pun belum terfokus pada masalah yang dialami lansia, sehingga berdampak pada kurang optimalnya penyelesaian masalah kesehatan yang terjadi pada aggregate lansia dan salah satunya adalah lansia dengan depresi. Indikator kerja dalam perencanaan program lansia di Dinas Kesehatan Kota Depok adalah: 1) terlaksananya pertemuan desiminasi dan informasi program lansia setiap tahun; 2) terlatihnya 200 kader posbindu; 3) terdistribusinya sarana cetak dan alat kesehatan ke puskesmas dan posbindu; 4) terbentuknya 2 puskesmas santun lansia sehingga total menjadi 5 puskesmas; 5) peningkatan

89 75 strata posbindu. Belum adanya indikator pencapaian khusus kesehatan lansia khususnya depresi, karena program kesehatan lansia masih bersifat umum (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, Oktober 2013). Sedangkan perencanaan kegiatan di wilayah kelurahan Curug yaitu dalam kegiatan posbindu dilakukan setiap bulan dalam rapat koordinasi di kantor kelurahan (Interview dengan Penanggung jawab Program Lansia Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Kegiatan hanya lebih banyak mendiskusikan dan menentukan waktu pelaksanaan kegiatan posbindu. Martin (1998 dalam Marquis & Huston, 2012) menyatakan bahwa dalam rencana strategi sebuah organisasi dapat meramalkan keberhasilan pencapaian organisasi sesuai dengan harapan pencapaian di masa depan dengan menyesuaikan dan menyelaraskan kapabilitas dengan kesempatan eksternal. Perencanaan pelatihan juga dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Depok adalah untuk kesehatan jiwa yaitu berupa pelatihan tim ACT (Assertive Community Treatment) Kesehatan Jiwa bagi tenaga kesehatan dan kader posbindu. Kegiatan ini merupakan kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan khusus untuk setiap tingkat usia dan tidak spesifik untuk lansia depresi, sehingga kader atau tenaga kesehatan yang dilatih memahami tentang masalah kesehatan jiwa adalah secara umum. Kegiatan program lansia di dalam gedung puskesmas Cimanggis sudah menerapkan pelayanan khusus lansia, karena puskesmas Cimanggis merupakan salah satu puskesmas santun lansia. Berdasarkan hasil pengamatan dalam pelayanan kesehatan bagi lansia, pelayanan santun lansia masih belum optimal, karena lansia antri pelayanan di poliklinik lansia, namun lebih banyak untuk pelayanan pengobatan dan rujukan. Belum adanya kegiatan pelayanan keperawatan yang lebih pada aspek promotif dan preventif seperti penyuluhan kesehatan dan konseling jiwa (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Puskesmas Cimanggis, Kota Depok, Oktober 2013). Hal ini menunjukkan bahwa belum optimalnya pelaksanaan atau pelayanan santun lansia di tingkat puskesmas, karena puskesmas santun lansia adalah puskesmas yang melakukan

90 76 pelayanan kepada lansia mengutamakan aspek promotif dan preventif disamping aspek kuratif dan rehabilitatif secara proaktif, baik dan sopan serta memberikan kemudahan dan dukungan bagi lansia (Depkes RI, 2003). Pemegang program lansia menyusun anggaran tahunan untuk seluruh kebutuhan yang mendukung kegiatan pada kelompok lansia terutama lansia dengan depresi. Anggaran program kesehatan lansia di Dinas Kesehatan Kota Depok sebesar 200 juta dan dengan program PTM hanya 14 juta dalam satu tahun. Dana tersebut didistribusikan untuk pelatihan kader, pengadaan sarana dan kit lansia (Hasil interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Penerimaan bantuan pembinaan lansia di tingkat puskesmas dari Dinas Kesehatan Kota Depok tidak berupa uang, namun berupa materi kit posbindu antara lain snelen chart, timbangan, metlin, alat pemeriksaan gula darah dan kolesterol. Anggaran yang digunakan lebih banyak berasal dari biaya operasional kesehatan (BOK) Puskesmas untuk kegiatan program lansia di dalam dan di luar gedung puskesmas. (Interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Bantuan dari pemerintah kota untuk pembinaan kesehatan lansia di kelurahan Curug yaitu melalui PMKS (Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Sejahtera) berupa uang sebesar 2,5 juta untuk kegiatan posbindu lansia yang diberikan secara bertahap. Dana diperoleh berdasarkan proposal yang dibuat oleh kader sekelurahan karena untuk kegiatan posbindu tidak ada memiliki dana khusus, sehingga semua kegiatan dilaksanakan dengan swadaya dan swadana dari masyarakat. Dana digunakan untuk pemberian makanan tambahan, pembelian alat-alat berupa timbangan, tensimeter dan ATK. Dana juga akan diturunkan jika posbindu yang telah terdaftar melalui proses pelaporan setiap bulan. Anggaran yang diajukan program lansia pun tidak semuanya dapat diterima oleh pengelola anggaran karena dari pengelola anggaran pun membatasi pengeluaran anggaran karena sesuai dengan APBD yang tersedia (Interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Namun kondisi anggaran tersebut

91 77 masih dalam kondisi kurang untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat khususnya kelompok lansia dengan masalah depresi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dukungan pemerintah dalam hal dana pada pelayanan kesehatan lansia belum memadai, sehingga pelayanan terhadap kesehatan lansia pun kurang optimal yang berdampak lebih lanjut yaitu kesehatan lansia di masyarakat khususnya di wilayah Kelurahan Curug yang merupakan area binaan menjadi kurang optimal, sehingga status kesehatan lansianya pun kurang. Anggaran adalah rencana keuangan yang mencakup perkiraan biaya yang dikeluarkan sekaligus yang diterima aktivitas suatu program dalam periode tertentu (Marquis & Huston, 2012). Kesejahteraan suatu instansi tergantung pada pengelolaan keuangan yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi (Gillies, 1994). Berdasarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 tentang pembiayaan kesehatan BAB XV menyatakan bahwa pasal 171(2) besar anggaran kesehatan pemerintah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10%; pasal 171(3) sebanyak 2/3 anggaran untuk kesehatan pelayanan publik; pasal 172(1) alokasi 2/3 anggaran kesehatan di bidang pelayanan publik terutama bagi penduduk miskin, kelompok usia lanjut dan anak terlantar Pengorganisasian Struktur organisasi yang berkaitan dengan program kesehatan lanjut usia di Dinkes Kota Depok tahun 2013 meliputi Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat membawahi Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, dan Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi membawahi tiga program dan salah satunya adalah Program Kesehatan Lanjut Usia (Hasil interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Program Kesehatan Lansia memiliki satu orang penanggungjawab dengan kualifikasi akademik S1 kedokteran gigi. Demikian pula lingkup puskesmas Cimanggis, program lansia dipegang oleh seorang tenaga kesehatan dengan kualifikasi S1 kedokteran dan dengan pembina wilayah Kelurahan Curug yaitu seorang tenaga kesehatan dengan

92 78 kualifikasi D3 kebidanan (Hasil interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Puskesmas Cimanggis Kota Depok, Oktober 2013). Program penatalaksanaan depresi pada lansia di posbindu wilayah kelurahan Curug juga masih belum optimal. Kegiatan posbindu lebih banyak berupa pemeriksaan tekanan darah dan penyuluhan singkat kepada lansia. Belum adanya kegiatan dalam bentuk kelompok peduli secara khusus untuk program penatalaksanaan keperawatan kesehatan lansia dengan depresi serta belum adanya kegiatan-kegiatan pemantauan kasus depresi pada lansia di dalam masyarakat, karena kelompok kerja dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas yang didukung oleh klarifikasi peran dan dinamika kelompok yang produktif (Marquis & Huston, 2012) Pemegang program kesehatan lansia masih belum bisa optimal dalam melakukan upaya kesehatan khususnya keperawatan kesehatan lansia, karena dengan kualifikasi bukan dari perawat dan kurang memahami tentang program kesehatan keperawatan lansia. Struktur organisasi akan menentukan tingkah laku staf pegawai sebagai akibat dari peran, kekuatan, tanggung jawab, kekuasaan, pemusatan, dan komunikasi (Gillies, 1994). Informasi atau data di Dinas Kesehatan Kota Depok tentang status kesehatan lansia terutama dengan masalah kesehatan dengan depresi (gangguan mental emosional) untuk wilayah Puskesmas Cimanggis tidak ada dilaporkan baik dari program kesehatan lansia maupun program jiwa. Hal ini dikarenakan pihak puskesmas Cimanggis tidak ada memberikan laporan resmi tentang kesehatan lansia (khususnya tentang gangguan mental emosional) kepada pihak Dinas Kesehatan Depok bagian program lansia. Sistem pelaporan khusus untuk kasus lansia dengan depresi tidak dilakukan oleh pembina kelurahan Curug, karena program kesehatan jiwa tidak ada penanggungjawabnya, sehingga data di Dinas Kesehatan Kota Depok tidak ditemukan laporan jumlah kasus depresi atau lansia dengan gangguan mental emosional.

93 79 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kurang jelasnya garis komando dalam pencatatan dana pelaporan status kesehatan lansia dengan masalah depresi, karena garis komando merupakan garis utuh vertikal antara posisi sebagai jalur formal komunikasi dan kewenangan, sehingga menyebabkan pegawai memiliki satu manajer tempat mereka memberikan laporan dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya (Marquis & Huston, 2012). Program kesehatan lansia di Dinas Kesehatan di pegang hanya oleh 1 orang pegawai. Sedangkan untuk program kesehatan lansia di Puskesmas Cimanggis, dipegang oleh seorang 1 pegawai yang bertanggungjawab dalam pelaporan pembinaan kesehatan lansia di dalam gedung dan 1 pegawai pembina wilayah kelurahan yang bertanggunjawan dalam pelaporan pembinaan kesehatan lansia di luar gedung yaitu untuk 11 RW (sekelurahan Curug). Kondisi di puskesmas Cimanggis, pembina wilayah tidak saling bekerjasama dengan pemegang program lansia dalam sistem pelaporan kesehatan lansia. Pemegang program lansia di Puskesmas Cimanggis melakukan tugas dalam memberikan pelayanan kesehatan lansia di dalam gedung yaitu di poliklinik lansia dan lebih banyak berupa pelayanan pengobatan dan rujukan. Pembinaan kesehatan lansia di luar gedung khusus di wilayah kelurahan Curug dilaksanakan dalam kegiatan posbindu setiap bulan 1 kali untuk 11 RW yang dikoordinasikan dengan pihak kader dan tim penggerak PKK untuk kegiatan posbindu setiap bulannya. Berdasarkan hasil observasi pada kegiatan posbindu di seluruh RW kelurahan Curug, tidak ada pencatatan status kesehatan mental emosional lansia pada KMS lansia serta belum adanya pengorganisasian atau wadah pembinaan bagi kelompok lansia yang mengalami depresi. Pemegang program lansia masih belum optimal dalam menegaskan tugas dan fungsi stafnya dalam pembinaan kesehatan lansia, karena secara tidak langsung struktur organisasi mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan peran mereka dan status yang diberikan kepada mereka pimpinan dalam sebuah organisasi (Marquis & Huston, 2012).

94 80 Program kegiatan untuk kesehatan lansia dari Dinkes Kota Depok ditujukan langsung kepada masyarakat, sedangkan pihak Puskesmas Cimanggis hanya bersifat koordinasi saja dalam hal mengundang lansia, misalnya kegiatan lomba lansia sehat, pemeriksaan kesehatan lansia (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, Oktober 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa pihak Puskesmas adalah sebagai bentuk perpanjangan tangan dari Dinkes dan tidak dilibatkan secara langsung dalam melaksanakan program dari Dinkes Kota Depok. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pihak Program Lansia Dinkes Kota Depok masih kurang melakukan kerja sama yang baik antar lintas program (pihak Puskesmas Cimanggis), sehingga cenderung terjadi kurang optimalnya pelayanan terhadap lansia khususnya juga pada lansia yang mengalami depresi. Seksi pelayanan dasar meliputi salah satunya adalah kesehatan jiwa. Program kesehatan jiwa belum berkoordinasi secara optimal dengan program kesehatan lansia untuk menangani masalah kesehatan lansia dengan depresi (Interview dengan Penanggungjawab Program kesehatan jiwa Dinkes Kota Depok, Oktober 2013). Hal ini menimbulkan program yang seharusnya bisa dipadukan tapi dalam kenyataannya adalah terpisah. Program Kesehatan keluarga yang meliputi kesehatan lansia tidak berhubungan dengan kesehatan jiwa lansia dan kegiatan perkesmas, padahal kegiatan kesehatan jiwa keluarga, perkesmas dan posbindu termasuk dalam kegiatan di bawah kesehatan keluarga. Pelayanan kesehatan bagi lansia di wilayah puskesmas Cimanggis kelurahan Curug dibina oleh salah satu bidan. Bidan tersebut membina 11 RW tanpa adanya keterlibatan tenaga kesehatan lainnya, karena belum pernah ada perawat yang terlibat dalam pelaksanaan Posbindu di masing-masing RW di Kelurahan Curug, sedangkan dokter biasanya hanya sekali dalam setahun melakukan kunjungan ke Posbindu, namun tidak rutin (Hasil interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Peran perawat komunitas pun belum optimal dalam pelaksanaan pembinaan program kesehatan lansia, sehingga kegiatan yang bersifat advokasi program kesehatan lansia terutama untuk

95 81 intervensi keperawatan kesehatan lansia depresi belum bisa dilaksanakan secara optimal. Pemberdayaan adalah proses interaktif yang membentuk, membangun dan meningkatkan kekuasaan melalui bekerjasama, berbagi dan saling membantu. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memberdayakan pekerja saat mereka mendelegasikan tugas untuk memberikan kesempatan belajar dan memungkinkan pekerja untuk berbagi kepuasan yang didapatkan dari pencapaian (Marquis & Huston, 2012) Personalia Pengangkatan perawat kesehatan sebagai pegawai negeri sipil yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Depok berdasarkan formasi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Hal ini tidak di dasarkan pada perencanaan kebutuhan pegawai, sehingga pengangkatan pegawai yang diangkat tidak memiliki kualifikasi khusus untuk memegang suatu program kesehatan. Perencaanaan adalah salah satu peran kepemimpinan utama dalam kepersonaliaan dan sering diabaikan dalam proses kepersonaliaan. Karena keberhasilan dalam keputusan kepersonaliaan sangat bergantung pada keputusan yang diambil sebelumnya dalam fase perencanaan dan pengorganisasian. Perekrutan adalah proses mencari atau menarik pelamar secara aktif untuk mengisi posisi yang tersedia (Marquis & Huston, 2012). Seleksi pegawai yang diangkat untuk menjadi staf di Dinas Kesehatan Kota Depok dan di Puskesmas Cimanggis dilakukan berdasarkan test PNS yang diselenggarakan oleh pihak BKD dan tidak ada keterlibatan pihak Dinas Kesehatan dan pihak Puskesmas, sehingga kualitas pegawai yang diterima hanya diseleksi melalui test tertulis saja. Seleksi adalah proses pemilihan individu yang memiliki kualitas terbaik atau individu untuk pekerjaan atau posisi tertentu dari banyak pelamar. (Marquis & Huston, 2012). Orientasi dilakukan kepada staf baru secara bertahap. Staf baru langsung ditempatkan dan diorientasikan langsung oleh pimpinan yang ada di tempat sraf

96 82 baru ditempatkan. Hal ini menunjukkan bahwa tahapan orientasi staf baru masih belum dioptimalkan. Orientasi staf baru sangat penting. Tujuan dari orientasi adalah untuk membantu pegawai dengan menyediakan informasi yang akan memperlancar transisi mereka ke lingkungan kerja baru. Kurangnya orientasi lengkap bagi staf baru akan menimbulkan frustasi pada pegawai baru, meskipun ia sudah mendapatkan sedikit orientasi pada unit tertentu. Orientasi yang memadai meminimalkan kecenderungan pelanggaran peraturan, keluhan, dan kesalahpahaman, menumbuhkan perasaan memiliki dan menerima serta meningkatkan antusiasme dan moral bagi staf baru (Marquis & Huston, 2012). Pelatihan atau sosialisasi di dalam institusi baik di Dinas Kesehatan Kota Depok maupun di Puskesmas Cimanggis masih belum pernah dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa belum optimalnya job training di dalam institusi untuk meningkatkan kualitas pegawai. Salah satu prosesnya disebut sebagai proses interaksi dan melibatkan kelompok dan orang terdekat dalam konteks sosial. Proses lainnya adalah proses belajar dan meliputi mekanisme, misalnya bermain peran, identifikasi, demonstrasi, belajar operan, instruksi, pengamatan, meniru, trial and error, dan negosisasi peran (Hardy & Conway, 1988 dalam Marquis & Huston, 2012). Kegiatan pelatihan di luar institusi bagi petugas di Dinkes Kota Depok yang berkaitan dengan kesehatan lansia jarang dilakukan apalagi pelatihan yang ditujukan untuk masalah depresi pada lansia belum pernah dilakukan (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Perawat yang memegang program lansia dan program jiwa di puskesmas belum pernah mendapatkan pelatihan tentang pembinaan kesehatan lansia dengan masalah psikososial lansia khususnya dengan depresi, hal ini membuat petugas puskesmas kurang mendapat isu-isu terbaru dalam pelayanan terhadap kesehatan lansia. Kader posbindu di setiap RW di kelurahan Curug, masing-masing terdapat antara 3 15 kader posbindu. Kader bertugas merangkap sebagai kader posyandu. Jumlah

97 83 kader Posbindu untuk Kelurahan Curug sebanyak 54 kader namun yang sudah mengikuti pelatihan Posbindu hanya 3 kader (Hasil interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Jumlah kader posbindu yang kurang tersebut disertai juga dengan kurangnya pemahaman kader tentang penatalaksanaan masalah depresi pada lansia di rumah sehingga dapat berdampak pada kurang optimalnya pelaksanaan posbindu dalam membina kesehatan lansia terutama masalah depresi. Pelaksanaan kegiatan posbindu meliputi kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah dan pengobatan yang dilakukan oleh bidan dengan memberikan pengobatan sederhana. Kegiatan promosi kesehatan biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan (bidan pembina). Namun jika pada kegiatan posbindu, bidan tidak bisa hadir, maka pelayanan kesehatan lansia tidak bisa dilakukan, walaupun di beberapa posbindu, kegiatan pengukuran tekanan darah lansia dilakukan oleh kader (Hasil interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kader sebagai salah satu petugas kesehatan yang dekat dengan masyarakat belum optimal menjalankan fungsinya sebagai seorang kader kesehatan dalam pelayanan lansia di posbindu, sehingga materi pelatihan yang telah didapatkan selama pelatihan tidak diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat Kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) yang merupakan paket BKKBN dalam upaya kesejahteraan lanjut usia melalui pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan lansia melalui kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan lansia yang sehat, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, produktif dan bermartabat bagi keluarga dan masyarakat. Program pokok BLK berkaitan pula dengan upaya kesehatan bagi lansia depresi yaitu: 1) pelaksanaan usaha ekonomi produktif keluarga lansia dalam memanfaatkan waktu luang dan memberdayakan kemampuan anggota keluarga dan lansia; 2) membudayakan tingkah laku anggota keluarga dalam memberikan pelayanan, penghormatan dan penghargaan kepada anggota keluarga lansia; 3) pemberdayaan peran serta lansia sesuai dengan pengalaman, keahlian dan kearifannya dalam

98 84 pembangunan keluarga sejahtera atau meningkatkan mutu kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (BKKBN, 2012). Namun program BKL di Kelurahan Curug masih belum optimal dilaksanakan, karean masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lansia terutama tentang depresi (Hasil interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Pembinaan dan pelatihan bagi kader selama ini juga masih bersifat secara umum dan terbatas jumlahnya. Data menunjukkan bahwa kader yang mengikuti pelatihan terkait posbindu hanya tiga orang kader (Puskesmas Cimanggis, 2013). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah kader posbindu yang dilatih hanya sedikit dari jumlah kader yang terdapat di suatu kelurahan sehingga kader kurang optimal dalam memberikan pelayanan kepada lansia yang dapat berdampak pada menurunnya status kesehatan pada aggregate lansia salah satunya adalah lansia dengan masalah depresi. Pelatihan merupakan suatu proses seorang individu disediakan dengan berbagai interaksi yang baik ditujukan untuk mengembangkan isu dan menerima umpan balik terhadap kekuatan dan kesempatan untuk terlibat atau menerima dukungan dan bimbingan selama transisi peran di dalam sebuah instansi (Karten & Baggot dalam Marquis & Huston, 2012). Kurangnya pelatihan merupakan suatu kelemahan dalam sebuah manajemen sehingga dapat berdampak pada kinerja staf pegawai kurang memuaskan (Swanburg, 2000). Tenaga kesehatan yang saat ini memegang program lansia dan kesehatan jiwa masih memiliki kualifikasi pendidikan DIII, dan masaih belum diberikan kesempatan dalam mengikuti pendidikan formal (jenjang pendidikan S1), karena sulitnya birokrasi dan perijinan untuk pengajuan ijin maupun untuk tugas belajar yang didapat dari BKD. Hal itu menghambat semangat staf dalam pengembangan diri melalui pendidikan formal. Namun beberapa staf di Puskesmas yang berniat sekolah lagi, tetap melanjutkan niatnya untuk sekolah lagi dengan modal dispensasi dari kepala puskesmas dan dengan biaya sendiri.

99 85 Jenjang karir staf keperawatan adalah sebagai pegawai fungsional yang berperan dalam pelayanan. Berbeda dengan staf yang bekerja sebagai pegawai struktural. Depkes RI pada Tahun 2006 menyusun pedoman jenjang karir bagi perawat, yang didalamnya dijelaskan penjenjangan karir perawat profesional yang meliputi perawat klinik, perawat manajer, perawat pendidik dan perawat peneliti, sebagai berikut : a) Perawat Klinik (PK), yaitu perawat yang memberikan asuhan keperawatan langsung kepada pasien/klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b) Perawat Manajer (PM) yaitu perawat yang mengelola pelayanan keperawatan di sarana kesehatan, baik sebagai pengelola tingkat bawah (front line manager), tingkat menengah (middle management) maupun tingkat atas (top manager) c) Perawat Pendidik (PP) yaitu perawat yang memberikan pendidikan kepada peserta didik di institusi pendidikan keperawatan. d) Perawat Peneliti/Riset (PR) yaitu perawat yang bekerja dibidang penelitian keperawatan/kesehatan Sistem saat ini masih belum tampak adanya unsur kompetensi yang menjadi pembeda tiap level dalam penjenjangan tersebut, area karir perawat juga terbatas pada fungsional klinik. Sistem ini belum mampu menciptakan kondisi yang ideal pada saat profesi keperawatan tengah berkembang. SK Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor : 94/KEP/M.PAN/11/2001 Tanggal 07 Nopember 2001 mengatur tentang jabatan fungsional perawat termasuk angka kreditnya. SK ini kemudian diperkuat dengan SKB antara Menpan dan Menkes dengan nomor SK 733/MENKES/SKB/VI/2002 dan Nomor 10 Tahun 2002 Tanggal 14 Juni 2002; Nomor 47 Tahun 2006 Tanggal 26 Mei Sistem karir yang diatur dalam SK Menpan menggolongkan perawat kedalam dua jabatan, yaitu ketrampilan dan keahlian. Model penjejangan berdasarkan tingkat keahlian yang didasarkan pada tingkat pendidikan dan

100 86 golongan/jabatan. Sistem imbalan yang diberikan berdasarkan level karir yang ada. Penerapan sistem jenjang karir merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk menghindari kebosanan (Marquis & Huston, 2012). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dari Ratanto (2013) ditemukan bahwa salah satu faktor yang sangat berhubungan dengan kinerja perawat adalah pengembangan karir, sehingga peningkatan kinerja perawat pelaksana harus memperhatikan aspek pendidikan, motivasi, persepsi, kepemimpinan dan pengembangan karir Pengarahan Dinas Kesehatan Kota Depok membawahi sarana pelayanan kesehatan di wilayah kecamatan Cimanggis. Kegiatan supervisi dilakukan oleh pemegang program lansia setiap 3-6 bulan sekali secara bergantian di puskesmas induk (UPT) se-kecamatan (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Pembinaan di wilayah kelurahan Curug dilakukan oleh seorang bidan dan kegiatan evaluasi kegiatan pembinaan kesehatan lansia di lakukan langsung oleh pembina wilayah dan bukan dilakukan oleh pemegang program lansia puskesmas. Kondisi tersebut mengakibatkan pemegang program lansia puskesmas Cimanggis, kurang memahami kondisi di lapangan dalam upaya pembinaan kesehatan lansia. Supervisi merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut yang dapat dilakukan setiap bulan pada kegiatan posbindu. Supervisi tersebut dilakukan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan memungkinkan terjadinya pemberian penghargaan, diskusi dan juga bimbingan yang bertujuan untuk mencari jalan keluar jika terjadi kesulitan dalam tindakan (Asmuji, 2012). Komunikasi dalam rangka penyampaian program kesehatan lansia dilakukan setahun sekali dalam kegiatan sosialisasi tentang program kesehatan lansia dalam 1 tahun di Dinas Kesehatan Kota Depok yang dihadiri oleh pemegang program

101 87 lansia tiap puskesmas (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Komunikasi biasanya dilakukan satu arah karena puskesmas hanya sebagai perpanjangan tangan pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan, sehingga sering pemegang program lansia tidak mengetahui secara jelas tentang apa saja impelementasi program kesehatan lansia yang akan dilaksanakan. Kader posbindu dalam melaksanakan perannya, telah memberikan masukan kepada masyarakat khususnya lansia yang mengalami masalah kesehatan, tetapi materi yang diberikan sangat terbatas, karena kader tidak menggunakan media memberikan masukan atau penyuluhan kesehatan kepada lansia (Interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kader lansia tidak mampu memberikan penyuluhan secara optimal kepada lansia, karena keterbatasan media untuk melakukan penyuluhan, sehingga lansia tidak mendapatkan informasi yang adekuat dari kader posbindu. Selain itu beban kerja kader yang diamanahkan dari berbagai sektor kehidupan membuat kader tidak mampu melaksanakan semuanya secara maksimal. Sedangkan dalam kenyataan di lapangan, petugas kesehatan lebih banyak memberikan pengarahan berupa informasi sebatas teknis pelaksanaan adminisrasi dan proses kegiatan posbindu, belum terkait dengan pembinaan kesehatan lansia tentang pola hidup sehat dan penyuluhan kesehatan khususnya dengan masalah kesehatan depresi pada lansia. Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia khususnya dengan depresi juga masih belum optimal, hal ini dapat dilihat dari kemampuan tenaga kesehatan dan kader dalam melakukan pengkajian status mental emosional lansia berdasarkan kartu menuju sehat (KMS) lansia. Tenaga kesehatan dan kader belum mampu membangun kepercayaan dalam berkomunikasi dengan lansia saat berkunjung di sarana pelayanan kesehatan puskesmas maupun di posbindu. Tenaga kesehatan dan kader melakukan komunikasi dengan lansia tanap memperhatikan privasi atau kerahasiaan, hal ini membuat lansia enggan mengungkapkan masalahnya dengan jujur, sehingga lansia yang datang belum sepenuhnya terkaji masalah mental

102 88 emosionalnya secara mendalam. Lansia langsung pulang ke rumah setelah kader melakukan aktifitas pelayanan di posbindu secara umum seperti menimbang berat badan, pencatatan tekanan darah, tanpa ada kegiatan khusus untuk pembinaan kesehatan lansia. Pengarahan harus menggunakan komunikasi yang efektif karena komunikasi yang efektif dapat mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian yang disampaikan (Swanburg, 2000). Kepekaan terhadap komunikasi verbal dan non verbal; pengakuan terhadap status, kekuasaan dan kewenangan serta kemampuan dalam teknik asertif adalah keterampilan kepemimpinan. Pemimpin menggunakan kelompok untuk memfasilitasi komunikasi. Kegiatan motivasi juga sering dilakukan terhadap petugas di Dinkes Kota Depok saat upacara yang dilakukan setiap hari sebelum memulai aktivitas. Hal ini dilakukan oleh Kepala Dinkes Kota Depok yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja staf pegawai Dinkes Kota Depok agar dapat bekerja secara efektif dan efisien demi meningkatkan kualitas kerja dan pelayanan secara umum terhadap masyarakat dan terhadap secara khusus lansia. Sedangkan pelaksanaan motivasi bagi petugas di Puskemas jarang dilakukan. Kegiatan motivasi dilakukan oleh pihak Dinkes Kota Depok untuk menarik minat lansia dalam mengikuti Posbindu dengan melakukan lomba seperti lomba senam jantung sehat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa motivasi yang diberikan kepada lansia untuk dapat meningkatkan status kesehatannya dengan cara mengadakan berbagai kegiatan yang dapat mengundang minat masyarakat khususnya lansia dalam melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan kesehatannya (Interview dengan Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, September 2013). Pendelegasian di Dinkes Kota Depok pada Program Lansia dilakukan jika pemegang program berhalangan hadir yaitu dengan berkoordinasi dengan petugas lain dalam satu seksi, namun pendelegasian yang dilakukan hanya secara lisan tanpa ada format pendelegasian secara tertulis (Interview dengan

103 89 Penanggungjawab Program Lansia Dinkes Kota Depok, Oktober 2013). Demikian pula sistem pendelegasian di tingkat Puskesmas yaitu dalam melakukan pendelegasian hanya dengan penyampaian lisan tanpa ada format tertulis tergantung dari puskesmas yang dilakukan dari pimpinan Puskesmas kepada bawahan dan sesama rekan kerja (Interview dengan Pembina Kelurahan Curug Puskesmas Cimanggis, Oktober 2013). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses pendelegasian yang dilakukan di tingkat dinas dan puskesmas berjalan secara baik tanpa ada masalah, namun untuk sistem pendelegasian yang baik adalah dengan adanya pernyataan tertulis dalam melakukan pendelegasian tugas kepada rekan atau tim dan penerima delegasi juga harus mempunyai kompetensi dalam melakukan kewajiban, tugas-tugas, dan tanggung jawab yang diberikan oleh pemberi delegasi sebab pendelegasian yang diberikan berupa kewajiban, tugas-tugas, dan tanggung jawab, sehingga yang menerima delegasi harus dapat melaksanakannya dengan baik (Swanburg, 2000) Pengawasan Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan belum adanya penilaian kinerja kader dalam kegiatan posbindu termasuk pengelolaan depresi pada lansia, selain itu juga belum adanya sistem pemantauan atau pencatatan kasus depresi pada lansia, belum ada evalusi dari kepala puskesmas terhadap penanggujawab program tingkat puskesmas tentang program lansia termasuk lansia depresi hanya berupa penilaian kinerja pemegang program berupa DP3, sedangkan alat penilaian kinerja tiap program kegiatan lansia khususnya dengan masalah depresi masih belum ada. Penilaian kinerja adalah penilaian seberapa baik pegawai melakukan pekerjaan mereka yang diuraikan dalam deskripsi pekerjaan mereka. Hal ini dapat memotivasi pegawai (Marquis & Huston, 2012). Alat penilaian kinerja untuk program kesehatan lansia khususnya dengan depresi diperlukan karena menurut Decter dab Strader 1998 dalam Marquis dan Huston, 2012 menyatakan bahwa alat pengkajian kompetensi yang efektif harus memungkinkan manajer untuk berfokus pada tindakan prioritas dan kompetensi yang didefinisikan secara

104 90 spesifik, sehingga pelatihan dan pemberian umpan balik kinerja menjadi hal yang lebih mudah. Sistem pemantauan dan penilaian penanganan perawatan kesehatan pada kasus depresi pada lansia masih belum ada di dalam gedung maupun di luar gedung. Selain itu, belum adanya evaluasi dari kepala puskesmas terhadap penangunjawab program tingkat puskesmas tentang program kesehatan lansia termasuk dengan masalah depresi. Menurut Ervin (2002), kegiatan evaluasi bertujuan untuk melihat efektifitas dan efisiensi program yang sedang dan telah dilakukan, sehingga dapat mengidentifikasi masalah atau hambatan yang muncul selama pelaksanaan program. Pelayanan keperawatan kesehatan khususnya untuk di puskesmas Cimanggis maupun di posbindu khusus program lansia tidak pernah melakukan penyebaran lembar evaluasi asuhan/pemberian pelayanan sebagai upaya kendali mutu bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan lansia. Kendali mutu memberikan umpan balik kepada karyawan tentang mutu asuhan mereka saat ini dan bagaimana asuhan yang mereka berikan dapat diperbaiki. Kendali mutu membutuhkan evaluasi penampilan semua anggota tim multidisiplin (Marquis & Huston, 2012). Program kesehatan lansia yang dicanangkan dan dilakukan ternyata belum optimal apalagi yang berkaitan dengan masalah yang spesifik pada lansia seperti masalah depresi. Kegiatan yang dilakukan hanya bersifat umum tidak terfokus pada masalah kesehatan yang dialami lansia. Program kegiatan terus dijalankan tetapi karena tidak spesifik berdampak pada kurang efektif penyelesaian masalah kesehatan pada lansia, sehingga lansia masih banyak yang mengalami berbagai masalah kesehatan salah satunya adalah masalah depresi. Berdasarkan analisis situasi manajemen kesehatan keperawatan komunitas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan program kesehatan lansia dengan depresi yang dikoordinasikan dari pihak Dinas Kesehatan Kota Depok kepada

105 91 pihak puskesmas Cimanggis, teridentifikasi beberapa masalah yaitu koordinasi dan kerjasama lintas program dalam pengembangan program kesehatan lansia depresi belum optimal dilaksanakan; pengembangan staf (tenaga kesehatan dan kader kesehatan) untuk meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan lansia depresi belum optimal, khususnya dalam meningkatkan kualitas kemampuan pelaksanaan program kesehatan lansia; kegiatan supervisi pembinaan kesehatan lansia depresi oleh pemegang program lansia belum terlaksana dengan baik; wadah yang mendukung masyarakat dalam pembinaan lansia depresi belum tersedia; monitor evaluasi tentang pelaksanaan program kesehatan lansia depresi belum terlaksana; serta masih kurang jelasnya jenjang karier bagi tenaga kesehatan dalam pelaksanaan perannya sebagai pemberi pelayanan kesehatan masyarakat khususnya bagi lansia denga depresi. Masalah manajemen kesehatan keperawatan tersebut digambarkan dalam fish bone berikut ini :

106 92 Belum ada perencanaan untuk program penatalaksanaan depresi secara berkelompok pada lansia dengan depresi Program lansia bukan merupakan program yang menjadi prioritas termasuk lansia dengan depresi Anggaran yang tersedia belum ada untuk kegiatan pembinaan program lansia depresi. Gambar 4.1 Fish Bone Hasil Analisis Manajemen Pelayanan Kesehatan pada Aggregat Lansia dengan Depresi PERENCAANAAN PERSONALIA PENGAWASAN Pelayanan kesehatan khusus dalam upaya promotif dan preventif bagi lansia depresi belum optimal Penanganan masalah lansia dengan depresi tidak optimal Pembinaan terhadap kesehatan lansia depresi kurang optimal di masyarakat Pembagian tugas dalam penyelenggaraan posbindu dilakukan oleh 1 orang bidan dibantu oleh kader posbindu atau posyandu. Kegiatan program lansia dari Dinkes langsung dijalankan oleh Dinas, puskesmas tidak dilibatkan secara langsung. Belum jelasnya pemegang program untuk masalah lansia dengan depresi. Program kesehatan lansia dan jiwa berjalan sendiri-sendiri dalam pembinaan kesehatan lansia dengan depresi. Pengaturan tugas dan tanggungjawab dalam penyelenggaranan program kesehatan lansia depresi masih belum optimal Belum adanya wadah yang mendukung untuk masyarakat dalam pembinaan khusus lansia dengan depresi PENGORGANISASIAN Belum optimalnya rekruitmen SDM nakes dalam memenuhi kebutuhan tenaga yang kompeten dlm yankes lansia dengan depresi Masih rendahnya kesempatan nakes untuk mendapatkan pendidikan formal maupun nonformal dari institusi khususnya dalam peningkatan kemampuan pelaksanaan program kesehatan lansia dengan depresi Kurang jelasnya jenjang karir bagi tenaga kesehatan dalam pelaksanaan perannya. Penanganan dan yankes utk lansia depresi kurang optimal Pihak puskesmas kurang mengetahui materi pelaksanaan kegiatan, shg follow up menjadi terhambat Pelaporan pertanggunjawaban kegiatan program kesehatan lansia dengan depresi menjadi tidak maksimal. Pembinaan dan cakupan pelayanan kesehatan lansia dengan depresi menjadi tidak optimal Kurangnya SDM yang dapat mengembangkan program kesehatan keperawatan lansia sesuai dengan keilmuan yang tepat Kurangnya pengetahuan SDM nakes tentang isu-isu terbaru dalam program kesehatan lansia depresi; pembinaan kes.lansia menjadi tidak optimal. Tidak ada pelatihan bagi petugas Dinkes dan Puskesmas khusus untuk penatalaksanaan lansia dengan depresi Kader Posbindu yang baru mengikuti pelatihan hanya 3 orang dari 54 kader Posbindu dan jarang melakukan sosialisasi hasil pelatihan Penilaian dan observasi langsung terhadap kegiatan pembinaan lansia jarang dilakukan oleh pemegang program lansia Rendahnya motivasi nakes dalam pelaksanaan program kesehatan lansia dan pembinaan kader kurang. PENGARAHAN Belum ada penilaian kinerja kader dalam kegiatan posbindu termasuk pengelolaan depresi pada lansia Belum adanya sistem pemantauan kasus depresi pada lansia Belum ada evalusi dari kepala puskesmas terhadap penanggujawab program tingkat puskesmas tentang program lansia termasuk lansia depresi Kurang optimal dalam mengevaluasi kinerja kader kesehatan Kondisi lansia tidak terpantau secara efektif terkait perubahan tingkat depresi dan tindakan yang perlu dilakukan Petugas puskesmas belum mempuyai petunjuk khusus dalam penatalaksanaan lansia dengan depresi Sedikit kader yang mempunyai kemampuan yang optimal dari hasil pelatihan sehingga pelayanan kurang optimal di posbindu Pemegang program lansia kurang memahami kondisi di lapangan secara langsung dalam upaya pembinaan kes.lansia Penanggungjawab program kurang mengetahui kelemahan dan kelebihan yankes. yang telah dilakukan terhadap lansia dengan depresi Koordinasi dan kerjasama lintas program dalam pengembangan program kes.lansia dengan depresi belum optimal Pengembangan staf untuk meningkatkan kemampuan yankes lansia dengan depresi belum optimal Kegiatan supervisi pembinaan kesehatan lansia dengan depresi oleh pemegang program lansia belum terlaksana dengan baik Wadah yang mendukung mayarakat dalam pembinaan lansia depresi belum tersedia Monitor evaluasi tentang pelaksanaan program kesehatan lansia dengan depresi belum terlaksana Sumber : Swanburg, 2000; Marquis & Huston, 2012; Gillies, 1994; Ervin, 2002; Ratanto, 2013; Fatmah, 2003; Ratnasari,

107 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Analisis dengan menggunakan diagram fish bone terhadap manajemen pelayanan keperawatan pada aggregate lansia dengan depresi teridentifikasi masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate lansia dengan depresi yang mencakup: a. Koordinasi dan kerjasama lintas program dalam pengembangan program kesehatan lansia dengan depresi belum optimal. b. Pengembangan staf untuk meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan depresi belum optimal. c. Kegiatan supervisi pembinaan kesehatan lansia dengan depresi oleh pemegang program lansia belum terlaksana. d. Wadah yang mendukung untuk masyarakat dalam pembinaan khusus lansia dengan depresi belum tersedia. e. Monitor evaluasi tentang pelaksanaan program kesehatan lansia dengan depresi belum terlaksana. Hasil prioritas masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas adalah : a. Pengembangan staf tenaga kesehatan dan kader kesehatan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan depresi belum optimal. b. Wadah yang mendukung masyarakat dalam pembinaan khusus lansia dengan depresi belum tersedia Rencana Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Masalah Keperawatan Manajemen (1): Pengembangan staf tenaga kesehatan dan kader kesehatan untuk meningkatkan kemampuan pemberian pelayanan kesehatan bagi lansia depresi belum optimal. a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan upaya pengembangan staf yaitu bagi tenaga kesehatan dan kader posbindu selama 9 bulan diharapkan dapat meningkatkan perilaku kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi lansia depresi.

108 94 b. Tujuan Khusus : 1) Terjadi peningkatan pengetahuan perawat atau tenaga kesehatan tentang intervensi MaSa INDAH pada kelompok lansia depresi 2) Terjadi peningkatan sikap perawat atau tenaga kesehatan tentang intervensi MaSa INDAH pada kelompok lansia depresi 3) Peningkatan keterampilan perawat atau tenaga kesehatan minimal sebesar 20% dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan lansia dalam teknik meningkatkan harga diri, manajemen stres, senam kaki DM, latihan ROM pada lansia depresi. 4) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan minimal sebesar 20% dalam melakukan pencatatan dan pelaporan tentang pelayanan kesehatan bagi lansia serta status mental emosional lansia pada KMS lansia dalam laporan ke tingkat puskesmas dan dinas kesehatan. 5) Terjadinya peningkatan pengetahuan kader kesehatan tentang intervensi MaSa INDAH minimal 20% 6) Terjadinya peningkatan sikap kader kesehatan tentang intervensi MaSa INDAH kader kesehatan minimal 20%. 7) 70% kader kesehatan memiliki kemampuan dengan kategori baik memberikan intervensi MaSa INDAH untuk masalah kesehatan lansia dengan depresi. 8) 70% kader kesehatan melakukan pendataan dan pencatatan tentang status emosional lansia dalam KMS lansia. Tenaga kesehatan yang akan dilatih adalah dengan kriteria sebagai penanggungjawab atau perawat pelaksana program kesehatan lansia atau perkesmas atau program kesehatan jiwa yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis, Kota Depok. Kader kesehatan yang akan dilatih adalah kader posbindu di wilayah Kelurahan Curug, bisa membaca dan menulis, serta bersedia untuk berperan dalam kegiatan pembinaan kesehatan lansia khususnya dengan masalah depresi.

109 95 c. Alternatif Penyelesaian Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas 1) Pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang asuhan keperawatan psikososial (khususnya dengan depresi ) bagi lansia dengan intervensi MaSa INDAH. a) Pelatihan tentang proses asuhan keperawatan (pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi) pada lansia dengan depresi dengan intervensi MaSa INDAH b) Pelatihan tentang tindakan keperawatan bagi kesehatan lansia berupa latihan meningkatkan harga diri lansia, manajemen stres dengan teknik nafas dalam, latihan ROM dan senam kaki DM. c) Evaluasi tenaga kesehatan dalam pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan lansia serta kegiatan pembinaan kesehatan lansia di puskesmas dan di masyarakat. 2) Penyegaran bagi kader posbindu : a) Pendidikan kesehatan bagi kader tentang depresi pada lansia dan cara pencegahannya melalui intervensi MaSa INDAH b) Melatih kader dalam melakukan pendidikan kesehatan bagi lansia dan keluarga lansia c) Melatih kader untuk melakukan komunikasi efektif, meningkatkan harga diri lansia, teknik relaksasi: meditasi untuk manajemen stres pada lansia depresi d) Melatih kader dalam pengisian KMS dan mengevaluasi pengisian Kartu Tilik Diri (KTD) lansia INDAH untuk hasil pengkajian status emosional lansia. e) Evaluasi kader dalam melakukan intervensi MaSa INDAH yaitu melakukan komunikasi efektif, meningkatkan harga diri lansia, teknik relaksasi nafas dalam untuk manajemen stress pada lansia depresi. d. Pembenaran : Pelatihan merupakan suatu proses seorang individu disediakan dengan berbagai interaksi yang baik ditujukan untuk mengembangkan isu dan menerima umpan balik terhadap kekuatan dan kesempatan untuk terlibat atau menerima

110 96 dukungan dan bimbingan selama transisi peran di dalam sebuah instansi (Karten & Baggot dalam (Marquis & Huston, 2012). Kurangnya pelatihan merupakan suatu kelemahan dalam sebuah manajemen sehingga dapat berdampak pada kinerja staf pegawai kurang memuaskan (Swanburg, 2000). Kurang adanya pelatihan bagi staf pegawai Dinkes Kota Depok serta petugas kesehatan di puskesmas khususnya staf Program Lansia terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan lansia dapat berdampak pada kurang optimalnya kinerja staf pegawai Dinkes Kota Depok untuk meningkatkan status kesehatan bagi lansia serta membuat petugas puskesmas kurang mendapat isu-isu terbaru dalam pelayanan terhadap kesehatan lansia. Kader posbindu yang terdapat di Kelurahan Curug memerlukan suatu kegiatan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya dalam perannya sebagai kader melalui pelatihan bagi kader. Kegiatan posbindu di kelurahan Curug memfasilitasi petugas kesehatan untuk lebih banyak memberikan informasi program-program sebatas teknis pelaksanaan administrasi dan proses kegiatan posbindu, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan lansia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Fatmah (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh pelatihan kader kesehatan (posbindu) dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis bagi kader posbindu di kota Depok Masalah Keperawatan Manajemen (2): Wadah yang mendukung masyarakat dalam pembinaan khusus lansia dengan depresi belum tersedia. a. Tujuan Umum Setelah dilakukan pengelolaan fungsi manajemen : tersedianya wadah yang mendukung masyarakat program kesehatan lansia dengan depresi selama 9 bulan diharapkan program MaSa INDAH dapat diaplikasikan langsung dalam upaya peningkatan status kesehatan lansia dengan depresi.

111 97 b. Tujuan Khusus 1) Tersosialisasinya tentang program MaSa INDAH bagi dinas kesehatan kota Depok dan Puskesmas Cimanggis serta kelompok pendukung/ masyarakat. 2) Terbentuknya struktur organisasi kelompok pendukung MaSa INDAH bebas depresi. 3) Dibuatnya rencana program kegiatan kelompok pendukung MaSa INDAH bebas depresi. 4) Terbinanya kelompok pendukung MaSa INDAH bebas depresi. c. Alternatif Penyelesaian Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas : 1) Sosialisasi program lansia INDAH bebas depresi bagi dinas kesehatan kota Depok dan Puskesmas Cimanggis serta kelompok pendukung atau masyarakat. 2) Pembentukan kelompok pendukung (support group) yaitu membuat struktur organisasi kelompok pendukung dan pembagian kerja masingmasing anggota kelompok pendukung. 3) Pembinaan kelompok pendukung lansia INDAH bebas depresi dalam 9 kali pertemuan untuk kegiatan : a) Pertemuan 1 yaitu: pembentukan kelompok pendukung lansia INDAH bebas depresi di RW 11, identifikasi pengetahuan, sikap dan keterampilan kelompok pendukung, identifikasi masalah kesehatan lansia yang dihubungkan dengan masalah depresi, pembagian buku kerja dan cara penggunaannya, penyusunan rencana kegiatan kelompok selanjutnya yaitu : mengidentifikasi masalah kesehatan lansia di wilayah RW b) Pertemuan 2 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu identifikasi masalah kesehatan pada lansia di wilayah RW, pemberian materi kesehatan tentang masalah kesehatan dan depresi lansia, identifikasi lansia depresi dan faktor risiko depresi pada lansia, penyusunan rencana kegiatan kelompok selanjutnya yaitu: identifikasi faktor risiko dan

112 98 tanda-tanda depresi pada minimal satu (1) lansia dengan kunjungan ke rumah lansia oleh masing-masing kader. c) Pertemuan 3 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu identifikasi faktor risiko dan tanda-tanda depresi pada minimal satu (1) lansia dengan kunjungan ke rumah lansia oleh masing-masing kader, pembinaan kader dalam melakukan kegiatan pendidikan kesehatan tentang kesehatan lansia dan risiko depresi lansia oleh kader, penyusunan rencana kegiatan kelompok selanjutnya yaitu mengeksplorasi kemampuan diri oleh kader masing-masing untuk persiapan memberikan pendidikan kesehatan. d) Pertemuan 4 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu ekplorasi kemampuan diri kader untuk memberikan pendidikan kesehatan dan memberikan umpan balik dan motivasi, praktik melakukan pendidikan kesehatan oleh kader, evaluasi kegiatan penkes oleh kader, penyusunan rencana kegiatan kelompok selanjutnya yaitu identifikasi cara keluarga berkomunikasi dengan lansia melalui kunjungan rumah e) Pertemuan 5 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu identifikasi cara keluarga berkomunikasi dengan lansia melalui kunjungan rumah, pembinaan melalui pendidikan kesehatan tentang komunikasi efektif dan latihan dalam berkomunikasi efektif, penyusunan rencana kegiatan selanjutnya yaitu identifikasi stress dan cara mengatasi stress pada diri sendiri oleh kader. f) Pertemuan 6 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu identifikasi stress dan cara mengatasi stress oleh kader, latihan manajemen stres dengan teknik relaksasi, penyusunan rencana kegiatan selanjutnya yaitu eksplorasi perasaan malu pada individu atau harga diri rendah. g) Pertemuan 7 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu eksplorasi perasaan malu pada individu atau harga diri rendah, pembinaan dengan pendidikan kesehatan tentang harga diri rendah pada lansia dan cara meningkatkannya, penyusunan rencana kegiatan selanjutnya yaitu persiapan untuk evaluasi keluarga binaan dengan melakukan kunjungan rumah.

113 99 h) Pertemuan 8 yaitu: Review kegiatan-kegiatan sebelumnya dan pembinaan ulang untuk topik yang masih kurang dipahami. i) Pertemuan 9 yaitu: evaluasi kegiatan sebelumnya yaitu persiapan untuk evaluasi keluarga binaan dengan melakukan kunjungan rumah dan evaluasi perilaku kesehatan kelompok pendukung (post test). d. Pembenaran : Penugasan suatu kelompok manajer dengan otoritas pengawasan setiap kelompok dan menentukan cara pengoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal yang bertanggungjawab mencapai tujuan organisasi (Swansburg, 1993). Pengorganisasian juga merupakan fase yang kedua setelah perencanaan dalam proses manajemen dan dalam tahap pengorganisasian menjelaskan tentang hubungan, prosedur pelaksanaan, perlengkapan, dan pembagian tugas (Marquis & Huston, 2012). Struktur organisasi menentukan tingkah laku staf pegawai sebagai akibat dari peran, kekuatan, tanggung jawab, kekuasaan, pemusatan, dan komunikasi (Gillies, 1994). Faktor tersebut berkontribusi terhadap efektifitas kerja dari masing-masing staf pegawai atau anggota organisasi dan sebagai bentuk dukungan antara sesama dalam pelaksanaan kegiatan program lansia. Upaya pencapaian suatu tujuan program lansia dapat dengan memberdayakan masyarakat juga diperlukan. Huber (2006) menyatakan bahwa pengorganisasian berarti memobilisasi sumber daya material dan manusia untuk mencapai apa yang dibutuhkan. Selain itu melalui pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan motivasi bagi masyarakat untuk berperilaku sehat termasuk dalam pelayanan kesehatan bagi lansia (Stanhope & Lancaster, 2004).

114 Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Masalah Keperawatan Manajemen (1) a. Penyegaran Kader Posbindu Kegiatan dilaksanakan di kantor Kelurahan Curug pada tanggal Nopember 2013 pukul WIB. Kegiatan ini dilakukan bersama mahasiswa residensi/ spesialis keperawatan komunitas yang berfokus pada tujuan revitalisasi posbindu di kelurahan Curug. Kegiatan yang dihadiri oleh kader 37 orang (hari pertama) dan 33 orang (hari kedua). Undangan hadir 100% dari 33 undangan yang disebarkan. Kegiatan ini meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan bagi kader tentang masalah-masalah kesehatan lansia dan penanganannya serta cara mencegahnya sehingga diharapkan bagi kader nantinya bisa melaksanakan pendidikan kesehatan sedehana bagi lansia dan keluarga lansia dalam upaya pencegahan depresi lansia. Kegiatan penyuluhan diawali dengan memberikan soal sebelum pelatihan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan kader terkait masalah depresi pada lansia kemudian dengan kegiatan penyuluhan kesehatan. Soal dipadukan dengan soal tentang masalah kesehatan yang lainnya. Kegiatan penyegaran kader yang dilaksanakan selama 2 hari ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan dengan persiapan undangan, sarana prasarana, materi dan media pelatihan penyegaran kader sudah dipersipakan sebelumnya. Selama kegiatan, kader disampaikan materi tentang kesehatan lansia, depresi serta cara memberikan pendidikan kesehatan dan keluarga lansia sekaligus latihan cara berkomunikasi yang baik dengan lansia. Setelah sesi penyuluhan berakhir, kader diberikan kesempatan untuk melakukan latihan penyuluhan kesehatan kepada kelompok yang lain sehingga memberikan pengalaman yang nyata dalam memberikan penyuluhan kesehatan. Kegiatan ini juga disertakan untuk penyegaran kader dalam pengisian KMS lansia terutama pada status emosional lansia yang sering tidak diisi oleh kader pada kegiatan posbindu.

115 101 Selama kegiatan, terjadi diskusi yang interaktif karena sebagian besar kader belum pernah mengikuti pelatihan yang sifatnya untuk masalah psikologis seperti depresi lansia dan karena kader memiliki minat dan semangat yang tinggi mengikuti kegiatan hingga berakhir. Penyegaran dan pelatihan kader diakhir dengan proses evaluasi mengenai masing-masing komponen yang telah disampaikan dan pemberian wacana dan kesepakatan tentang pentingnya pencegahan risiko depresi lansia dan mahasiswa akan melakukan supervisi ke rumah keluarga lansia bersama kader untuk melihat kemampuan kader dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada lansia dan keluarga tentang risiko depresi dan pencegahannya. Kader juga diberikan 1 paket materi berupa buklet dan media penyuluhan dalam bentuk leaflet dan lembar balik. Evaluasi juga dilakukan di akhir kegiatan pelatihan, kemudian kegiatan ditutup. b. Pelatihan tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis Pelatihan bagi tenaga kesehatan dilaksanakan di aula Puskesmas Cimanggis selama 2 hari yaitu tanggal April Pelatihan asuhan keperawatan psikososial (terutama dengan depresi pada lansia) bagi tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis. Pelatihan direncanakan bersama dengan pihak puskesmas dan berkoordinasi dalam rencana penentuan peserta yang akan di undangan dalam pelatihan. Pihak puskesmas membuat undangan resmi untuk tenaga kesehatan penanggungjawab perkesmas atau jiwa dan pemegang program lansia di UPT (unit pelaksana teknis) dan UPF (unit pelaksana fungsional) yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis yaitu UPF Puskesmas Mekar Sari, UPF Puskesmas Cisalak Pasar, UPF Puskesmas Tugu, UPF Puskesmas Pair Gunung Selatan, UPF Puskesmas Harja Mukti dan UPT Puskesmas Cimanggis. Kegiatan pelatihan juga mengundang petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Depok. Judul materi yang diberikan yaitu : 1) Konsep kesehatan lansia an peran perawat kesehatan lansia selama 30 Menit.

116 102 2) Pengkajian fisik dan psikologis pada lansia dengan masalah psikososial (khususnya depresi) selama 45 menit. 3) Komunikasi dan pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan selama 30 menit. 4) Konsep dan manajemen puskesmas santun lansia selama 30 menit. 5) Pemberdayaan kelompok dan masyarakat bagi kesehatan lansia untuk cegah depresi selama 45 menit. 6) Praktik Tindakan keperawatan bagi lansia selama 180 menit. a) Manajemen stress dengan meditasi nafas dalam dan musik b) Senam kaki bagi lansia DM c) Latihan rentang gerak bagi lansia stroke d) Peningkatan harga diri bagi lansia e) Evaluasi keperawatan dan Pencatatan pelaporan hasil pembinaan kesehatan lansia selama 30 menit. Kegiatan juga dilaksanakan di dalam di luar gedung (120 menit) untuk mengevaluasi kegiatan pembinaan kesehatan lansia di puskesmas maupun di posbindu yaitu bimbingan kemampuan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lansia depresi melalui intervensi MaSa INDAH. Acara dimulai dari pukul WIB sampai pukul WIB. Acara langsung dibuka oleh Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan Kota Depok dan dihadiri oleh kepala Puskesmas Cimanggis Kota Depok. Narasumber dalam pelatihan ini adalah dari mahasiswa residensi keperawatan komunitas FIK UI yaitu Agnes, Rizky, Hera dan Ani. Metode pelatihan dengan diskusi ceramah tanya jawab, studi dokumentasi dan praktik/role play. Evaluasi kegiatan dilaksanakan dengan pre dan post test, serta dengan observasi kegiatan supervisi di lapangan. Peserta yang hadir sejak hari pertama sampai hari kedua sebanyak 10 orang yang terdiri dari 1 orang perawat dengan pendidikan S1 keperawatan, 3 orang perawat dengan

117 103 pendidikan D3 keperawatan, 2 orang perawat dengan pendidikan SPK, 3 bidan dengan pendidikan D3 kebidanan, 1 orang dokter umum Masalah Keperawatan Manajemen (2) a. Sosialisasi intervensi MaSa INDAH bagi Pihak Dinas kesehatan kota Depok dan Puskesmas Cimanggis. Kegiatan diawali dengan persiapan dalam penyajian hasil dari analisis situasi manajemen kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Cimanggis selama 1 bulan. b. Sosialisasi intervensi MaSa INDAH bagi Kelompok atau masyarakat diawali dengan persiapan undangan yang disebarkan kepada masyarakat terutama kader dan tokoh masyarakat di RW. c. Pembentukan Kelompok pendukung lansia depresi dan membuat struktur organisasi kelompok pendukung serta pembagian kerja masing-masing anggota kelompok pendukung di RW 11 dilaksanakan pada tanggal 02 Desember 2013 dan di RW 05 dilaksanakan tanggal 18 Pebruari Kegiatan diawali dengan pemaparan tentang kelompok pendukung lansia dengan depresi dan pembentukan struktur organisasi kelompok dengan nama Kelompok Pendukung MaSa INDAH sebanyak 15 orang. d. Evaluasi awal dilakukan dengan memberikan soal pre test yang pengetahuan, dan sikap anggota kelompok tentang perawatan lansia depresi yang diintergrasikan dalam intervensi MaSa INDAH. e. Anggota diberikan buku kerja untuk kelompok pendukung yang berisikan uraian kegiatan yang akan dilakukan selama menjadi anggota kelompok pendukung. Buku diharapkan diisi selama mengikuti kegiatan dan menjadi bahan evaluasi diri bagi kemampuan anggota kelompok. f. Pembinaan Kelompok pendukung lansia depresi MaSa INDAH di RW 11 dan 05 dengan topik: kesehatan lansia, deteksi dini depresi dan cara pencegahannya, teknik pendidikan kesehatan, komunikasi efektif, manajemen stres dan cara meningkatkan harga diri rendah. Pembinaan dilakukan dalam 9 kali pertemuan. g. Evaluasi kelompok pendukung dilakukan dengan memberikan soal post test.

118 Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Masalah Manajemen Keperawatan (1) a. Hasil Evaluasi Kegiatan penyegaran kader : 1) Jumlah kader yang hadir 100% (sesuai dengan jumlah undangan yang diberikan yaitu 37 orang hari 1 dan 3) 2) Pengetahuan kader posbindu tentang intervensi MaSa INDAH meningkat 25% dari nilai rata-rata sebelum dan sesudah test. 3) Sikap kader posbindu tentang intervensi MaSa INDAH bagi lansia depresi meningkat 32%% dari nilai rata-rata sebelum dan sesudah test. 4) 28 dari 33 kader posbindu (85%) memiliki kemampuan dengan kategori baik dalam melakukan intervensi MaSa INDAH. 5) 100% status emosional lansia yang datang ke posbindu tercatat pada KMS pada kegiatan posbindu di RW 11. b. Hasil Evaluasi Pelatihan Tenaga Kesehatan 1) Peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan tentang depresi pada lansia sebesar 19,28 % (n= 10) 2) Peningkatan sikap tenaga kesehatan tentang kesehatan lansia dengan depresi sebesar 26,45% (n=10) 3) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada lansia depresi di dalam gedung atau di luar gedung sebesar 20,63% (n=10) 4) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan meningkatkan harga diri sebesar 29,03% (n=10) 5) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan manajemen stres sebesar 9,07% (n=10) 6) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan latihan ROM sebesar 29,5% (n=10) 7) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan senam kaki sebesar 21,99% (n=10). 8) Peningkatan pengetahuan dalam pencatatan dan pelaporan status kesehatan dan status mental emosioonal lansia sebesar

119 105 9) Peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan dalam melakukan supervisi kader dalam melakukan pendataan dan pencatatan status mental emosional lansia sebesar 26,67% (n=2) 10) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan supervisi kader dalam melakukan pendataan dan pencatatan status mental emosional lansia sebesar 15,15% (n=2) c. Hambatan : 1) Terbatasnya dana program bagi pembinaan kesehatan lansia yang diberikan oleh pemerintah. 2) Terbatasnya dana untuk pengembangan staf melalui pendidikan formal dan non formal khususnya keperawatan oleh institusi maupun pemerintah. d. Rencana Tindak Lanjut 1) Dinas Kesehatan Kota Depok Dinas Kesehatan mengganggarankan program kesehatan lansia dengan optimal serta memperhatikan sumber daya manusianya. Dinas Kesehatan meningkatkan peluang dan kesempatan bagi tenaga kesehatan khususnya keperawatan yang ingin mengembangkan diri dengan mengajukan usulan kepada pihak pemerintah tentang kebutuhan tenaga kesehatan terutama perawat dalam mengembangkan program kesehatan lansia khususnya untuk lansia dengan depresi. 2) Pihak Puskesmas Cimanggis Pihak Puskesmas memberikan dukungan kesempatan bagi tenaga kesehatan yang memiliki keinginan dalam pengembangan diri di dalam gedung maupun di luar gedung yaitu melalui pelatihan atau seminar bidang keperawatan kesehatan masyarakat terutama untuk kesehatan lansia. 3) Kelurahan Curug Pihak kelurahan juga bekerja sama dengan pihak puskesmas dalam pembinaan kesehatan lansia dan pembinaan kader kesehatannya, serta merencanakan anggaran untuk kesejahteraan kader kesehatan.

120 106 4) Kader Kesehatan Kader atau anggota kelompok pendukung tetap meningkatkan kemampuan diri dalam melakukan intervensi MaSa INDAH dengan banyak berlatih serta berbagi pengalaman dengan sesama kader Hasil Evaluasi Masalah Manajemen Keperawatan (2) a. Hasil evaluasi 1) Undangan yang hadir dalam kegiatan sosialisasi sebanyak 70% dari 20 undangan dan 100% peserta yang hadir menyatakan mendukung dalam program lansia MaSa INDAH dan Kartu Tilik Diri (KTD). 2) Sosialisasi bagi masyarakat a) Kegiatan di RW 11 dihadiri 15 orang (75% dari 20 undangan), 100% peserta yang hadir menyatakan mendukung dalam program lansia INDAH dan Kartu Tilik Diri (KTD). b) Kegiatan di RW 05 dihadiri 12 orang (60% dari 20 undangan), 100% peserta yang hadir menyatakan mendukung dalam program lansia INDAH dan Kartu Tilik Diri (KTD). 3) Pembentukan kelompok pendukung program MaSa INDAH di RW 11 dilaksanakan tanggal dan di RW 05 dilaksanakan tanggal 18 Februari 2014 sebanyak 15 orang. 4) Tersusunnya rencana dan komitmen kegiatan di RW 11, dan tersusunnya Struktur organisasi kelompok pendukung MaSa INDAH Lansia Cegah Depresi yaitu : Penasihat : Bapak Lurah Penanggungjawab : Ketua RW 11 Ketua : Neni Susanti Sekretaris : Umi Khasanah Bendahara : Nuraeni Anggota : Dwi Kurniati, Sumini, Rahayuk, Hj. Fatimah, dan Ratnasari.

121 107 Anggota kelompok sepakat untuk waktu dan rencana serta komitmen kegiatan adalah setiap hari Jumat pada minggu 1 dan 3 setiap bulannya, tempatnya di balai RW dan konsumsi disediakan oleh anggota secara bergantian. Pembuatan SK masih dalam proses di kantor kelurahan. 5) Tersusunnya rencana dan komitmen kegiatan di RW 05, dan tersusunnya struktur organisasi kelompok pendukung MaSa INDAH Lansia Cegah Depresi yaitu : Penasihat : Bapak Lurah Penanggungjawab : Ketua RW 11 Ketua : Mariah Sekretaris : Eviana Bendahara : Hikmawati Anggota : Hj. Aminah, Sulastri, Sugiarti, Hj.Asroah. Anggota kelompok sepakat untuk waktu dan rencana serta komitmen kegiatan adalah setiap hari Selasa pada minggu 2 dan 4 setiap bulannya, tempatnya di rumah Ibu H. Aminah dan konsumsi disediakan oleh anggota secara bergantian. Pembuatan SK masih dalam proses di kantor kelurahan. 6) Pembinaan kelompok pendukung MaSa INDAH Lansia Cegah Depresi dengan 6 (enam) topik yaitu : a) Kesehatan lansia : i. Terdistribusinya buku kerja KP sebanyak 15 buah (n=15) ii. Peserta yang hadir sebanyak 12 orang (80% dari anggota kelompok) iii. 100% anggota aktif dalam proses tanya jawab pada kegiatan KP iv. Peningkatan pengetahuan dari hasil pre dan post test sebesar 28,24%. b) Deteksi Dini depresi dan cara pencegahannya i. Peserta yang hadir sebanyak 10 orang (67%) ii. Peningkatan pengetahuan dari hasil pre dan post test sebesar 25%. iii. Keterampilan anggota dalam melakukan deteksi dini depresi pada lansia dengan hasil baik sebanyak 60%.

122 108 iv. Anggota berperan serta dalam kunjungan ke rumah lansia dengan depresi untuk identifikasi masalah kesehatan dan faktor risiko pada lansia depresi dengan penggunaan KTD (kartu tilik diri) bagi lansia. c) Teknik pendidikan kesehatan i. Peserta yang hadir sebanyak 12 orang (80%) ii. Peningkatan pengetahuan dari hasil pre dan post test sebesar 34,12%. iii. Keterampilan anggota dalam melakukan pendidikan kesehatan dengan hasil baik sebanyak 67% d) Komunikasi efektif i. Peserta yang hadir sebanyak 10 orang (67%) ii. Peningkatan pengetahuan dari hasil pre dan post test sebesar 33,9%. iii. Keterampilan anggota dalam melakukan komunikasi yang efektif dengan hasil baik sebanyak 70% e) Manajemen stres i. Peserta yang hadir sebanyak 12 orang (80%) ii. Peningkatan pengetahuan dari hasil pre dan post test sebesar 35,29%. iii. Keterampilan anggota dalam melakukan manajemen stres dengan hasil baik sebanyak 58,3% f) Cara meningkatkan harga diri rendah. i. Peserta yang hadir sebanyak 13 orang (87%) ii. Peningkatan pengetahuan dari hasil pre dan post test sebesar 25%. iii. Keterampilan anggota dalam meningkatkan harga diri orang lain dengan hasil baik sebanyak 69,25%. b. Hambatan Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan yaitu :1) padatnya kegiatan kader, sehingga kesulitan dalam pengaturan jadwal kegiatan; 2) kemampuan kader bervariasi, sehingga beberapa kader dilakukan pembinaan secara bertahap;

123 109 3) Masih kurangnya inisiatif dalam kegiatan; 4) keterbatasan ketersediaan KMS lansia untuk pendokumentasian status kesehatan lansia; 5) keterbatasan alat pemeriksaan kesehatan fisik dan media pendidikan kesehatan bagi lansia; 6) Terbatasnya kesempatan untuk mendapatkan pelatihan bagi kader atau anggota kelompok pendukung. c. Rencana Tindak Lanjut 1) Dinas Kesehatan Kota Depok Dinas Kesehatan khususnya penangungjawab program lansia dan program jiwa berkoordinasi dalam perencanaan operasional program kesehatan lansia depresi dengan intervensi MaSa INDAH yaitu memberdayakan masyarakat yang ada dengan pengorganisasian pelaksanaan program bersama tenaga kesehatan di puskesmas. 2) Pihak Puskesmas Cimanggis Pihak Puskesmas menindakklanjuti rencana operasional dinas kesehatan dengan menerima delegasi dari Dinas Kesehatan untuk melakukan pembinaan kesehatan lansia dengan depresi dengan intervensi MaSa INDAH di dalam dan di luar gedung serta melakukan supervisi dan pemantauan pencapaian tujuan dalam program kesehatan lansia. 3) Kelurahan Curug Pihak kelurahan diikutsertakan dalam membantu pelaksanaan pembinaan kesehatan lansia dan menghimbau kepada masyarakat untuk turut serta memperhatikan kesehatan lansia sebagai bagian dalam pelayanan kepada masyarakat. 4) Kader Kesehatan Kader kesehatan dan atau anggota kelompok pendukung intervensi MaSa INDAH tetap meningkatkan kemampuan dalam memberikan dukungan bagi lansia dengan depresi yaitu melalui intervensi MaSa INDAH baik dalam keluarga sendiri maupun dalam masyarakat. 4.2 Asuhan Keperawatan Komunitas Pengumpulan Data

124 110 Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam asuhan keperawatan komunitas mencakup winshield survey, studi literatur, wawancara, dan angket/kuesioner. Proses pengumpulan data dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah responden atau lansia dengan penentuan populasi dan sampel. Populasi adalah kelompok orang yang diteliti secara statistik yang mempunyai karakteristik yang umum (Hastono, 2007; Polit & Beck, 2012). Populasi dalam asuhan keperawatan komunitas ini yaitu lanjut usia (usia 60 tahun) yang mengalami depresi (ringan, sedang dan risiko depresi) di kelurahan Curug kecamatan Cimanggis Kota Depok. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu sampel diambil dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti (Murti, 2003). Kriteria inklusi dari responden (lansia) adalah: 1) lansia tinggal bersama keluarga 2) lansia bersedia menjadi responden 3) lansia tidak mengalami gangguan jiwa/ tidak dalam keadaan terminal. Kriteria inklusi dari responden (keluarga) adalah : 1) Keluarga yang merawat lansia adalah sebagai care giver utama; 2) Keluarga dapat berkomunikasi verbal dengan baik; 3) Keluarga bisa membaca dan menulis; 4) Keluarga bersedia menjadi sampel dalam pengkajian. Perhitungan jumlah sampel menggunakan formula sebagai berikut: n = n =((1,65*1,65)*(0,093*0,907))/0,01 n = 22,9 n: Besar sampel α: Derajat kepercayaan (0,05) : 1,65 2 = 2,7225 p : proporsi kejadian lansia mengalami sakit (9,3% atau 0,093) q : 1-p (proporsi lansia yang sehat) adalah 1-0,093 = 0,907 d : Limit dari error atau presisi absolut = 0,1. Hasil sampel terebut kemudian dikoreksi untuk menghindari terjadinya droupout, maka: n* = n/(1-f)

125 111 = 22,9 / (1-0,1) = 25,4 = 25 Keterangan: f = perkiraan proporsi drop out = 10% n* = besar sampel setelah koreksi Berdasarkan perhitungan, sampel minimal dalam pengumpulan data adalah sebanyak 25 lansia, namun dalam pelaksanaannya, pengumpulan data dengan penyebaran total kuesioner dilakukan di semua RW sebanyak 50 kuesioner dan hasil dari pengumpulan data awal teridentifikasi 38 lansia dengan depresi. Pembinaan kelompok lansia untuk mendapatkan intervensi MaSa INDAH dilakukan di RW 11 dan 05 yaitu sebanyak 19 lansia, karena merupakan RW binaan residen dengan lokasi RW berdekatan, serta merupakan RW yang teridentifikasi sebagai wilayah kantong masalah lansia dengan depresi di Kelurahan Curug Analisis Situasi Data karakteristik lansia yang mengalami depresi dan menerima pembinaan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug meliputi usia, masalah kesehatan, dan tingkat ketergantungan pada tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik lansia depresi yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan usia, masalah kesehatan dan tingkat ketergantungan di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Karakteristik Frekuensi (n) Persentase Usia tahun - 75 tahun Masalah Kesehatan - Hipertensi - Diabetes mellitus - Osteoartritis - Katarak Tingkat ketergantungan - Mandiri - Sebagian 15 78, ,05 Total ,16 36,84 52,63 15,79 21,05 10,53

126 112 Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI Tahun 2013 Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik 19 lansia yaitu lebih dari separuh proporsi lansia depresi adalah berusia tahun sebanyak 12 lansia (63,16%), separuh proporsi masalah kesehatan lansia depresi adalah dengan hipertensi sebanyak 10 lansia (52,63%); separuhnya lagi adalah dengan diabetes mellitus sebanyak 3 lansia (15,79%), Osteroartritis sebanyak 4 lansia (21,05%), katarak sebanyak 2 lansia (5,3%), dan proporsi tingkat ketergantungan sebagian sebanyak 4 orang (21,05%). Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik lansia depresi yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan jenis kelamin, status perkawinan pendidikan, pekerjaan dan penghasilan di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Karakteristik Frekuensi (n) Persentase Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan Status perkawinan - Kawin - Janda/duda Pendidikan - Tinggi (sekolah menengah dan PT) - Rendah (tidak sekolah, pendidikan dasar) Pekerjaan - Bekerja - Tidak bekerja Penghasilan - Tinggi ( Rp ,-) - Rendah (<Rp ,-) ,05 78,95 31,58 68,42 21,05 78,95 15,79 84, ,32 73,68 Total Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI Tahun 2013 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa lansia yang mengalami depresi, sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 lansia (78,94%). Selain itu, lebih dari separuh berstatus perkawinan janda atau duda sebanyak 13 lansia (68,42%), lebih dari separuh dengan pendidikan rendah (tidak sekolah atau pendidikan dasar) sebanyak 15 lansia (78,95%). Sebagian besar proporsi lansia depresi tidak bekerja sebanyak 16 lansia (84,21%), sebagian besar proporsi lansia depresi memiliki penghasilan dalam keluarga yang kurang dari Rp ,- sebanyak 14 lansia (73,68%).

127 113 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik lansia depresi yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan jaminan kesehatan di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Jaminan Kesehatan Frekuensi (n) Persentase - Ada 15 78,95 - Tidak ada 4 21,05 Total Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI Tahun 2013 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa lansia yang masih belum memiliki jaminan kesehatan adalah sebanyak 4 lansia (21,05%), sedangkan 15 lansia (78,95%) sudah memiliki jaminan kesehatan berupa askes atau jaminan kesehatan lain yang mendukung dalam pemeliharaan kesehatan bagi lansia depresi. Tabel 4.4 Distribusi frekuensi lansia depresi sebelum mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan skore pengetahuan tentang perawatan kesehatan lansia dengan depresi di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Skore Frekuensi (n) Persentase ,26 10,53 5,26 26,32 10,53 10,53 5,26 10,53 5,26 10,53 Total Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI Tahun 2013 Berdasarkan tabel 4.4, hasil pengukuran rata-rata skor pengetahuan kelompok lansia sebelum intervensi MaSa INDAH adalah 16,63 dengan standar deviasi 3,76 (n=19).

128 114 Tabel 4.5 Distribusi frekuensi lansia depresi sebelum mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan skore depresi dan tingkat depresi di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Skore depresi Tingkat depresi Frekuensi (n) Persentase Normal/ resiko ringgi Normal/ resiko ringgi Normal/ resiko ringgi Normal/ resiko ringgi Normal/ resiko ringgi Ringan Ringan Ringan Ringan Sedang Sedang Sedang ,26 10,53 15,79 15,79 21,05 5, ,79 5,26 5,26 Total Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI Tahun 2013 Tabel 4.5 menunjukkan bahwa 19 lansia depresi memiliki tingkat depresi berbeda-beda berdasarkan skor tingkat depresi dengan menggunakan instrumen GDS (Geriatric Depression Scale) yaitu: 6 lansia tidak depresi dan memiliki faktor risiko depresi (31,58%); 8 lansia dengan depresi ringan (42,10%); dan 5 lansia dengan depresi sedang (26,32%). Tidak ada teridentifikasi lansia yang mengalami depresi berat. Keluhan yang paling banyak dialami lansia dan berdampak pada kondisi depresi adalah penurunan aktivitas dan minat yaitu pada 12 lansia (63,16%) dan merasakan bahwa orang disekitarnya lebih baik daripada dirinya yaitu sebanyak 15 lansia (78,95%). Keluhan lansia sifatnya bervariasi dan mempengaruhi tingkatan depresi pada lansia. 19 lansia yang mengalami depresi menunjukkan pola komunikasi yang tidak terbuka, memiliki kebiasaan berdiam diri dan duduk sendirian di dalam rumah, serta kurang melakukan kegiatan di luar rumah. Sejumlah 3 dari 19 lansia yang mengalami depresi terlihat kurang menunjukkan keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, terlihat lansia tidak melakukan kontak mata saat berbicara dan sering menundukkan kepala.

129 115 Hasil wawacara ditemukan data sebagai berikut : a) Pendapat kader tentang kondisi lansia:... kalau keluarga tidak mampu, lansia yang sakit dibiarkan di rawat di rumah tanpa ada perawatan khusus...kalau ada lansia yang bengong-bengong atau berdiam diri, hal itu dianggap suatu hal yang biasa saja... lansia stress karena tak punya uang alias kanker atau kantong kering... b) Pendapat kader tentang posbindu:...posbindu yang aktif hanya ada di beberapa RW saja, lansianya jarang datang dan karena kondisi kesehatan fisik lansia ngga kuat... kegiatan posbindu hanya untuk penimbangan berat badan, pemeriksaan tekanan darah dan sekali-sekali untuk pemberian obat... c) Pendapat tenaga kesehatan tentang pelayanan kesehatan bagi lansia depresi :...kunjungan rawat jalan lebih banyak mengatasi pada masalah fisik lansia dibandingkan dengan masalah psikis misalnya depresi...belum adanya pengelolaan kesehatan jiwa pada lansia di pelayanan puskesmas maupun komunitas...penanganan masalah kesehatan lansia dilaksanakan saat pelaksanaan posbindu setiap bulannya... jarang melakukan penyuluhan kesehatan lansia Masalah Asuhan Keperawatan Komunitas Berdasarkan hasil analisis situasi, maka dapat disimpulkan dan digambarkan masalah asuhan keperawatan komunitas yang dijabarkan dalam web of causation (web) asuhan keperawatan komunitas pada aggregate lansia depresi di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok sebagai berikut :

130 116 Gambar 4.2 WOC (Web of Causation) Asuhan Keperawatan Komunitas pada aggregat Lansia dengan Depresi Di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok Risiko peningkatan angka kejadian depresi pada aggregat lansia Koping aggregat lansia depresi tidak efektif Pemeliharaan kesehatan aggregat lansia depresi tidak efektif Daya dukung/ support system masyarakat masih rendah untuk masalah depresi pada lansia Pola komunikasi aggregat lansia depresi tidak efektif Sumber : Anderson & McFarlene, 2011; Stanhope & Lancaster, 2010; Allender, Rector & Warner, 2104; Swanson & Nies, Diagnosa Keperawatan Komunitas Berdasarkan Prioritas a) Koping aggregat lansia depresi tidak efektif di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. b) Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada aggregat lansia depresi di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Depok. c) Pola komunikasi kurang efektif pada aggregat lansia depresi di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. d) Risiko peningkatan masalah depresi pada aggregat lansia di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

131 Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan Komunitas Masalah Keperawatan Komunitas (1) Koping aggregat lansia depresi tidak efektif di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok (NANDA, 2011). a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 9 bulan, diharapkan koping aggregat lansia menjadi efektif dalam penanganan depresi di Kelurahan Curug, Cimanggis, Depok. b. Tujuan Khusus (NOC, 2011) : 1) Teridentifikasi lansia yang mengalami depresi 2) Terjadi pembentukan kelompok lansia depresi dengan kegiatan rutin setiap bulannya dan peningkatan komunikasi di antara anggotanya melalui kegiatan dalam intervensi MaSa INDAH setiap bulannya. 3) Terjadi peningkatan semangat, keakraban dan kerjasama lansia dalam kegiatan kelompok melalui ekspresi kekuatan untuk mengelola perubahan dalam peningkatan fungsi kelompok lansia depresi dengan dukungan keluarga dan masyarakat. 4) Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan lansia mengidentifikasi masalah depresi dan menggunakan strategi penyelesaian masalah yang efektif dengan intervensi MaSa INDAH untuk mengatasi depresi pada kelompok lansia. 5) Terjadi peningkatan kehadiran dan peran serta lansia dalam kegiatan pembinaan kelompok 6) Terjadi penurunan tingkat depresi pada kelompok lansia. c. Rencana tindakan (NIC, 2011): 1) Pengkajian atau penilaian tingkat depresi pada lansia 2) Pembentukan kelompok lansia depresi MaSa INDAH dengan kesiapan lansia untuk berkomitmen mengikuti dan berperan serta aktif dalam kegiatan kelompok lansia (pertemuan ke-1).

132 118 3) Melibatkan kader dan keluarga dalam memberikan dukungan bagi lansia untuk mengikuti setiap kegiatan dalam kelompok lansia. 4) Mengajak lansia dalam membangun semangat dengan menggunakan yelyel kelompok pada saat sebelum dan sesudah kegiatan kelompok. 5) Mengembangkan dan memberikan bimbingan serta pengalaman belajar bagi kelompok lansia dalam mengidentifikasi masalah depresi melalui KTD (Kartu Tilik Diri). 6) Mengembangkan dan memberikan bimbingan serta pengalaman belajar bagi kelompok lansia tentang strategi koping untuk mengatasi masalah depresi dengan intervensi MaSa INDAH yaitu melalui kegiatan pendidikan kesehatan tentang depresi lansia, strategi berkomunikasi yang baik, manajemen stres dan meningkatkan harga diri, dengan rincian 8 kali pertemuan yaitu dengan topik: a) pembentukan kelompok dan identifikasi masalah kesehatan lansia; b) mengenal depresi pada lansia dan KTD (Kartu Tilik Diri); c) intervensi MaSa INDAH untuk atasi depresi pada lansia; d) mengenal cara berkomunikasi yang baik; e) bercerita dan curahan hati lansia; f) manajemen stres dengan relaksasi nafas dalam dan musik; g) harga diri rendah dan cara meningkatkannya; h) atraksi kebolehan lansia. 7) Mengeksplore kemampuan lansia dalam melakukan bagian intervensi MaSa INDAH pada setiap akhir kegiatan kelompok. 8) Penilaian pengetahuan, sikap, keterampilan dan tingkat depresi kelompok lansia sebaya MaSa INDAH menggunakan alat ukur GDS (Geriatric Depression Scale). d. Pembenaran Kelompok lansia sebaya merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk promosi kesehatan. Kelompok lansia sebaya adalah kumpulan dua orang atau lebih yang datang bersama untuk membuat kesepakatan saling berbagi masalah yang mereka hadapi, kadang disebut juga kelompok pemberi semangat (Steward, 2009). Aktifitas fisik yang memiliki pengaruh besar pada harga diri lansia adalah aktifitas yang melibatkan

133 119 interaksi sosial dan kontak dengan orang lain, sehingga menurunkan tingkat depresi (Parent & Whall, 1984 dalam Maas, 2012). Pengorganisasian masyarakat ini merupakan suatu proses perubahan komunitas yang memberdayakan individu dan kelompok berisiko dalam menyelesaikan masalah komunitas dan mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Individu-individu dalam suatu kelompok dapat mempengaruhi pemikiran, perilaku, nilai dan interaksi sosial di masyarakat, maka diperlukan kekompakan di dalam suatu kelompok (Stanhope & Lancaster, 2004) Masalah Keperawatan Komunitas (2) Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada aggregat lansia depresi di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Depok (NANDA, 2011). a. Tujuan Umum Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 9 bulan, diharapkan pemeliharaan kesehatan pada aggregat lansia menjadi efektif di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. b. Tujuan Khusus (NOC, 2011) 1) Teridentifikasi status kesehatan kelompok lansia 2) Teridentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan kelompok lansia dengan jadwal kunjungan oleh tenaga kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan bagi kelompok lansia. 3) Terjadi peningkatan pengetahuan tentang kesehatan anggota kelompok lansia. 4) Terjadi peningkatan status kesehatan kelompok lansia dengan dukungan masyarakat dan keluarga. c. Rencana tindakan (NIC, 2011): 1) Pemeriksaan awal kesehatan fisik dan psikologis kelompok lansia melalui deteksi dini depresi dan mencatat dalam perkembangan kesehatan lansia di KMS lansia.

134 120 2) Persiapan dalam perencanaan waktu, tempat, dan media untuk pemberian pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami pada kelompok lansia. 3) Pendidikan kesehatan tentang masalah kesehatan yang terjadi pada anggota kelompok lansia. 4) Mengembangkan dan memberikan bimbingan serta pengalaman belajar bagi kelompok lansia melalui intervensi MaSa INDAH yaitu kegiatan pendidikan kesehatan tentang perubahan kesehatan lansia akibat proses penuaan dan cara perawatan diri untuk mengatasi masalah kesehatan fisik lansia pada pertemuan ke-1 kelompok lansia sebaya. 5) Menggunakan kelompok lansia untuk memberikan dukungan emosi dan informasi mengenai kesehatan lansia kepada anggota kelompoknya. d. Pembenaran : Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, perbaikan sikap dan peningkatan keterampilan, sehingga diharapkan ada perubahan gaya hidup yang lebih baik. Perubahan perilaku sehat masyarakat dapat mengubah penerimaan yang kondusif terhadap program promosi kesehatan yang dilakukan. Strategi pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang memfasilitasi pembelajaran yang mendukung perilaku sehat dan mengubah perilaku tidak sehat (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Intervensi promosi kesehatan juga diberikan tentang faktor risiko yang mengkibatkan depresi dapat dilakukan melalui intervensi keperawatan. Diskusi tentang perubahan fungsional yang terjadi pada lansia yang merupakan konsekuensi proses penuaan dengan faktor risiko pada lansia. Diskusi tentang hubungan potensial dan identifikasi pemecahan masalah bersama dengan pemberi pelayanan keperawatan (Miller, 2012).

135 Pelaksanaan Keperawatan Komunitas Masalah Keperawatan Komunitas (1) 1) Rekruitmen anggota kelompok lansia sebaya MaSa INDAH dilakukan dengan penyebaran undangan bagi lansia yang berusia lebih atau sama dengan 60 tahun dan mau bersama-sama mengikuti kegiatan lansia sebanyak 19 lansia yang dibina di 2 RW (11 dan 05). Pembentukan kelompok lansia di RW 11 (dilaksanakan tanggal 03 Desember 2013 sebanyak 9 orang); sedangkan di RW 05 (dilaksanakan tanggal 14 Januari 2014 sebanyak 10 orang). 2) Pembentukan kelompok lansia MaSa INDAH di RW 11 dan RW 05 dilakukan dengan meminta persetujuan lansia dalam pembentukan kelompok dan komitmen mengikuti kegiatan kelompok lansia dengan semangat yel-yel lansia MaSa INDAH sehat dan bahagia...yess, sambil bertepuk tangan. 3) Melibatkan kader atau keluarga lansia dalam setiap kegiatan kelompok lansia. Keluarga lansia atau kader dilibatkan dalam memfasilitasi tempat kegiatan kelompok dan penyediaan konsumsi, serta memfasilitasi akomodasi lansia yang mengalami kesulitan dalam mobilisasi berupa kendaraan. 4) Pembinaan kelompok lansia MaSa INDAH sebanyak 19 lansia depresi. Pembinaan kelompok lansia dilaksanakan di beberapa tempat agar lansia tidak merasa jenuh dan merasa nyaman dalam kondisi dan suasana yang berbeda-beda. Bimbingan serta pengalaman belajar bagi kelompok lansia yaitu dengan belajar dalam mengidentifikasi masalah depresi melalui KTD (Kartu Tilik Diri) yang menggambarkan perasaan hatinya setiap hari dan mengingatkan untuk melakukan intervensi MaSa INDAH dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu diajarkan pula strategi koping untuk mengatasi masalah depresi yaitu melalui kegiatan pendidikan kesehatan tentang depresi lansia, strategi berkomunikasi yang baik, manajemen stres dan meningkatkan harga diri. Lama kegiatan untuk masing-masing pertemuan adalah selama menit.

136 122 Kegiatan sebanyak 8 kali pertemuan yang terdiri dari: a) Pertemuan ke-1: Pembentukan kelompok lansia sebanyak 9 lansia di RW 11 dan sebanyak 10 lansia di RW 05, dilanjutkan dengan pendidikan tentang perawatan untuk masalah kesehatan fisik lansia. b) Pertemuan ke-2: Pendidikan kesehatan tentang depresi pada lansia. c) Pertemuan ke-3: Pendidikan kesehatan tentang intervensi MaSa INDAH untuk mengatasi depresi pada lansia. d) Pertemuan ke-4: Pendidikan kesehatan tentang mengenal cara berkomunikasi yang baik. e) Pertemuan ke-5: Topik tentang bercerita dan curahan hati lansia f) Pertemuan ke-6: Pendidikan kesehatan tentang manajemen stres dengan relaksasi nafas dalam dan musik g) Pertemuan ke-7: Pendidikan kesehatan tentang harga diri rendah dan cara meningkatkannya h) Pertemuan ke-8: atraksi kebolehan lansia. 5) Penilaian/evaluasi pengetahuan, sikap, keterampilan dan tingkat depresi kelompok lansia sebaya MaSa INDAH (n=19) menggunakan GDS (Geriatric Depression Scale) dengan kriteria hasil yaitu risiko depresi atau normal (skor= 0-4), depresi ringan (skor 5-8), depresi sedang (skor=9-11). Penilaian/ evaluasi kelompok lansia RW 11 tanggal 6 Mei 2014 dan di RW 05 tanggal 9 Mei Awal pertemuan dan akhir pertemuan kegiatan kelompok lansia dilakukan pre test dan post test. Tujuan dari pre test dan post test ini adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan setiap pertemuan. Penilaian tidak dapat dilakukan dengan meggunakan pre dan post secara tertulis bagi lansia, karena 80% lansia tidak bisa baca dan tulis, sehingga penilaian hanya dilakukan dengan menanyakan kembali tentang materi yang telah diberikan secara lisan Masalah Keperawatan Komunitas (2) 1) Melakukan pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis lansia pada kegiatan posbindu melalui deteksi dini depresi dan mencatat dalam perkembangan

137 123 kesehatan lansia di KMS lansia. Pemeriksaan kesehatan lansia dilakukan dengan pemeriksaan fisik berupa: tekanan darah; berat badan dan tinggi badan; IMT (Indeks Massa Tubuh); tingkat ketergantungan lansia; dan pemeriksaan psikologis berupa status mental emosional lansia. Kegiatan posbindu di RW 11 dilaksanakan tanggal 10 setiap bulannya dan di RW 05 dilaksanakan tanggal 18 setiap bulannya. 2) Melakukan bimbingan dan pembinaan kelompok lansia untuk mendapatkan pengalaman belajar melalui pendidikan kesehatan tentang proses penuaan yang menyebabkan adanya masalah kesehatan fisik maupun psikologis lansia pada pertemuan pertama pembentukan kelompok di RW 11 (dilaksanakan tanggal 03 Desember 2013 sebanyak 9 orang); sedangkan di RW 05 (dilaksanakan tanggal 14 Januari 2014 sebanyak 10 orang). 3) Menggunakan kelompok lansia untuk saling memberikan dukungan emosi dan informasi mengenai kesehatan lansia kepada anggota kelompoknya, serta dengan menggalakan program MaSa INDAH dalam setiap kegiatan lansia di posbindu dan di kegiatan masyarakat yaitu dengan sosialisasi kegiatan lansia di posbindu maupun dalam kelompok lansia Hasil Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Masalah Keperawatan Komunitas (1) a. Hasil evaluasi 1) Terbentuknya kelompok lansia sebaya MaSa INDAH yang mengalami depresi di RW 11 dan RW 05 (n=19) 2) Diperoleh dukungan kegiatan kelompok lansia sebaya MaSa INDAH dari pihak puskesmas dan kelurahan melalui kehadiran tenaga kesehatan dan aparat Kelurahan dalam mengikuti kegiatan pembinaan kelompok lansia sebaya. 3) Disepakatinya rencana kegiatan kelompok lansia sebaya dengan delapan kali kegiatan oleh 19 lansia yang menjadi anggota kelompok lansia sebaya MaSa INDAH. 4) Adanya keterlibatan kader yang termasuk dalam kelompok pendukung untuk melakukan pendidikan kesehatan bagi kelompok lansia sebaya

138 124 MaSa INDAH yaitu dengan topik komunikasi yang baik kepada lansia, topik manajemen stres dengan nafas dalam dan musik kepada lansia, topik harga diri rendah dalam kelompok lansia sebaya. 5) Partisipasi aktif lansia dari awal hingga akhir untuk delapan kali kegiatan. Anggota kelompok terlihat saling berinteraksi satu sama lain dalam kegiatan kelompok. 6) Peningkatan pengetahuan kesehatan anggota kelompok lansia (n=19) setelah mendapatkan intervensi MaSa INDAH yang dijabarkan dalam tabel 4.6 berikut : Tabel 4.6 Distribusi frekuensi lansia depresi setelah mendapatkan intervensi MaSa INDAH berdasarkan skore pengetahuan tentang perawatan kesehatan lansia dengan depresi di Kelurahan Curug tahun 2013 (n=19) Skore Frekuensi (n) Persentase ,26 15,79 15,79 5,26 36,84 5,26 5,26 10,53 Total Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI, Berdasarkan tabel 4.6, hasil pengukuran rata-rata skor pengetahuan kelompok lansia setelah intervensi MaSa INDAH adalah 24,21 dengan standar deviasi 2,32 (n=19). Tabel 4.7 Distribusi rata-rata skor pengetahuan kelompok lansia sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Kota Depok tahun 2014 (n=19) Variabel Mean SD SE P value Skor pengetahuan Sebelum Sesudah 16,63 24,21 3,76 2,32 0,86 0,53 Beda pengukuran -7,579 3,437 0,788 0,000 Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI, 2014

139 125 Berdasarkan tabel 4.7, rata-rata skor pengetahuan sebelum intervensi Masa INDAH adalah 16,63 dengan standar deviasi 3,76 dan pengukuran susudah intervensi MaSa INDAH didapat rata-rata skor pengetahuan adalah 24,21 dengan standar deviasi 2,32. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah adalah 7,579 dengan standar deviasi 3,43. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000, maka dapat disimpulkan ada perbedaaan yang signifikan antara pengetahuan kelompok lansia sebelum dan sesudah intervensi MaSa INDAH. Peningkatan pengetahuan sebesar 31,30%. 7) Sikap dalam kategori baik dari anggota kelompok lansia dalam melakukan intervensi MaSa INDAH sebanyak 100%. 8) Tersebarnya Kartu Tilik Diri (KTD) untuk 19 lansia sebagai evaluasi kemampuan diri mengatasi depresi. 9) Peningkatan kemampuan dalam memilih dan menggunakan minimal satu cara pemecahan masalah depresi secara tepat dan efektif. Tabel 4.8 Distribusi Perubahan Kemampuan Lansia dalam Memilih Cara untuk Mengatasi Depresi Pre dan Post intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug, Cimanggis Kota Depok, 2014 (n=19) No Intervensi Pre Post Peningkatan 1 Ikut kegiatan 15 (78,9%) 17 (89,47%) 11,7 % 2 Nerima Kondisi 12 (63,16%) 18 (94,74%) 33,3% 3 Doa 16 (84,21%) 19 (100%) 15,78% 4 Diskusi 9 (47,37%) 15 (78,95%) 40 % 5 Atasi stress 12 (63,16%) 15 (78,95%) 20 % 6 Harga diri positif 8 (42,11%) 17 (89,47%) 52,9% Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI, 2014 Berdasarkan tabel 4.8, intervensi lansia MaSa INDAH yang banyak dipilih dan dilakukan dengan baik oleh anggota kelompok lansia adalah intervensi meningkatkan harga diri positif yaitu dengan peningkatan sebesar 52,9%.

140 126 10) Perubahan skor depresi pada kelompok lansia berdasarkan hasil sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi MaSa INDAH digambarkan pada tabel 4.9 berikut : Tabel 4.9 Distribusi rata-rata skor depresi kelompok lansia sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Kota Depok tahun 2014 (n=19) Variabel Mean SD SE P value Skor depresi Sebelum Sesudah 6,00 4,11 2,560 2,183 0,587 0,501 Beda pengukuran 1,895 1,197 0,275 0,000 Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI, ) Hasil dibuktikan dengan uji paired t test dengan rata-rata skor depresi sebelum intervensi sebesar 6,00 dan 4,11 sesudah intervensi, didapatkan nilai p value 1 tailed sebesar 0,000 dengan nilai α = 0,05 (p value < α), yang berarti bahwa terdapat penurunan tingkat depresi yang signifikan setelah dilakukannya intervensi MaSa INDAH bagi lansia depresi. Penurunan skor depresi sebelum dan sesidah intervensi MaSa INDAH sebesar 31,58%. Berdasarkan skor depresi, maka dapat disimpulkan kategori perubahan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah intervensi MaSa INDAH yang dijabarkan pada tabel 4.10 berikut : Tabel 4.10 Distribusi Perubahan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug, Cimanggis Kota Depok, 2014 (n=19) Tingkat Depresi No Jumlah Pre Post 1 Normal/Risiko (NR) Normal/Risiko (NR) 6 2 Ringan (R) Normal/Risiko (NR) 6 3 Ringan (R) Ringan (R) 2 4 Sedang (S) Ringan (R) 5 Sumber : Survey Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI, 2014

141 127 Tabel 4.10 menunjukkan tingkat depresi lansia yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH mengalami penurunan tingkat depresi yaitu dari 5 lansia (sedang ke rendah), 2 lansia masih dalam tingkat depresi ringan, 6 lansia (ringan ke normal/risiko) dan 6 lansia masih berada pada tingkat normal/risiko dengan penilaian kategori tingkat depresi berdasarkan skor depresi yaitu normal/risiko depresi (skor 0-4), depresi ringan (skor 5-8) dan depresi sedang (skor 9-10). b. Hambatan Kondisi kesehatan lansia yang sering sakit, dan beberapa lansia juga mengikuti kegiatan lain di masyarakat, sehingga ada lansia yang tidak bisa mengikuti kegiatan sepenuhnya. Pelaksanaan intervensi MaSa INDAH dilakukan pada lansia depresi dengan menggunakan Kartu Tilik Diri (KTD) mengalami kendala, karena ada lansia yang lupa untuk mengisi kartu setiap hari, sehingga kolom pada kartu tidak terisi penuh. Selain itu, penilaian tingkat depresi memerlukan waktu yang lama karena mahasiswa membacakan kuesioner penilaian depresi (GDS) kepada setiap lansia secara perlahan-lahan karena hampir 80% lansia tidak bisa membaca dan menulis. Pernyataan dari lansia merupakan informasi yang tidak mudah didapatkan, karena lansia akan memberikan informasi jika sudah percaya kepada mahasiswa. c. Rencana Tindak Lanjut : 1) Kesepakatan pengaturan jadwal kegiatan didiskusikan bersama dalam kelompok dan dengan pemberian undangan tertulis kepada lansia; 2) Motivasi keluarga dalam memberikan dukungan agar lansia dapat menilai diri sendiri terhadap perasaannya melalui pengisian Kartu Tilik Diri (KTD); 3) Sosialisasi pentingnya kegiatan kelompok swabantu bagi kesehatan lansia dan sosialiasasi hasil perubahan kondisi emosional lansia yang lebih baik setelah mengikuti kegiatan intervensi MaSa INDAH untuk mendapatkan dukungan dari semua pihak; 4) Modifikasi dan variasi teknik pengkajian depresi pada lansia di lokasi dan tempat yang disepakati bersama lansia agar mendapatkan hasil pengkajian depresi yang akurat.

142 Hasil Evaluasi Masalah Keperawatan Komunitas (2) a. Evaluasi hasil 1) Peningkatan pengetahuan kelompok lansia tentang perubahan kesehatan lansia akibat proses penuaan sebesar 25 %. 2) Anggota kelompok lansia diperiksa status kesehatannya secara fisik maupun mental emosional dalam kegiatan posbindu sebanyak 19 lansia (100%). 3) Terjadi peningkatan status kesehatan lansia. Semua anggota kelompok lansia (100%) tidak memiliki gangguan mental emosional, dengan tekanan darah dalam batas normal (nilai sistole antara mmhg dan nilai diastole antara mmhg). 4) Peningkatan kemampuan lansia dalam melakukan perawatan diri sesuai dengan masalah kesehatan yang dialaminya. 10 lansia depresi yang mengalami hipertensi mampu menerapkan diit hipertensi, manajemen stres yang baik; 3 lansia dengan DM mampu menerapkan diet DM dan senam kaki dengan baik; 2 lansia dengan katarak dan 4 lansia dengan osteostritis mampu melakukan perawatan diri yang baik. b. Hambatan Lansia yang mengalami keterbatasan aktifitas dan pergerakan, memerlukan perhatian khusus untuk melatih dan mengajarkan agar bisa percaya diri dalam perawatan kesehatan mandiri dan menggunakan sarana pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, karena keterbatasan aktifitas lansia menurunkan motivasi lansia untuk melakukan kegiatan di luar rumah. c. Rencana Tindak Lanjut 1) Tenaga kesehatan meneruskan pembinaan kesehatan lansia MaSa INDAH secara lebih optimal untuk mengurangi risiko meningkatnya depresi terutama pada lansia. 2) Tenaga kesehatan memberikan dukungan yang adekuat bagi aggregate lansia dan keluarga serta masyarakat disekitarnya dengan memberikan motivasi dalam pelaksanaan MaSa INDAH dalam keluarga melalui kunjungan rumah pada kegiatan perkesmas.

143 129 3) Pemberi pelayanan kesehatan memodifikasi metode penyuluhan kesehatan yang akan diberikan kapada aggregate lansia disesuaikan dengan kondisi atau kemampuan lansia dalam menerima informasi, misalnya dengan menggunakan alat pengeras suara, menggunakan media audiovisual yang menarik serta dengan konsep bermain peran sambil belajar. 4.3 Asuhan Keperawatan Keluarga Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga di wilayah Kelurahan Curug dilakukan pada 10 keluarga lansia dengan depresi. Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada lima keluarga dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Januari Selanjutnya, tahap kedua pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada lima keluarga dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan Mei Pendekatan asuhan keperawatan keluarga yang digunakan yaitu dengan model Family Centered Nursing mulai dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan keluarga menggunakan proses keperawatan dengan melibatkan semua elemen yang ada dalam keluarga untuk berinteraksi agar dapat menyelesaikan masalah yang terjadi pada lansia yang mengalami depresi. Berikut ini diuraikan ringkasan asuhan keperawatan keluarga Bapak S yang dilihat sebagai keluarga yang sangat berhasil dilakukan intervensi keperawatan keluarga binaan dalam waktu 4 bulan Analisa Situasi Hasil pengkajian pada keluarga bapak S (63 tahun) terutama nenek N yang ditemukan adalah dengan beberapa masalah kesehatan salah satunya adalah risiko depresi disertai dengan penyakit hipertensi. Nenek N (85 tahun) adalah salah satu anggota keluarga bapak S yang tinggal di kelurahan Curug. Anggota keluarga bapak S yang lain adalah ibu U (60 tahun) adalah istrinya dan Sdr. Sm (23 tahun) adalah anak laki-laki bapak S.

144 130 Berdasarkan hasil pengkajiian yang dilakukan perawat, ada 4 masalah keperawatan yang terjadi pada keluarga bpk S yaitu : 1). Keputusasaan pada nenek N, hal ini ditunjukkan pada kondisi nenek N yang terlihat pasif, menangis saaat bercerita tentang kehidupannya. Ia mengalami sesuatu yang menyedihkan dan mengecewakan di masa lalu dengan anakanaknya yang selama ini kurang memperhatikan dan mempedulikan di masa tuanya. Setiap hari duduk di kursi di depan rumah, terlihat lemah dan tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas, kontak mata kurang saat berkomunikasi, hasil penilaian depresi pada tingkat sedang (GDS=9 ). Masalah keperawatan tentang keputusasaan pada nenek N sudah mulai diselesaikan dengan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga untuk masalah keputusasaan yang merupakan manifestasi dari depresi, sehingga keluarga mengetahui dan mengenal masalah yang terjadi pada nenek N. Keluarga bapak S juga mulai mampu merawat nenek N dengan membantu beberapa aktifitas yang diperlukannya. Pengaturan lingkungan yang kondusif, aman dan nyaman bagi keluarga berinteraksi dan berdiskusi dengan anggota keluarga terutama dengan nenek N. Namun keluarga masih belum merasakan perlu untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan bagi kesehatan, karena untuk nenek N belum bisa jalan sendiri ke posbindu/ puskesmas sedangkan anggota keluarga yang lain sibuk dengan pekerjaannya. 2) Komunikasi keluarga disfungsional, hal ini ditunjukkan pada komunikasi dalam keluarga Bpk S tidak terlalu sering dilakukan, dimana keluarga berusaha menunggu nenek N untuk bercerita atau berbicara tentang masalahnya. Nenek N terlihat setiap hari duduk di kursi di depan rumah, sendirian. Tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas, kontak mata kurang saat berkomunikasi, ada terlihat pola komunikasi yang kurang baik yaitu ada rasa kecurigaan antara anggota keluarga; Kekecewaan nenek N diekspresikannya dengan perilaku kemarahan dan kecurigaan pada anaknya (Ibu U) yang selama ini merawat dan mendampinginya.

145 131 Masalah komunikasi dalam keluarga Bpk S saat ini diawali dengan peristiwa hilangnya uang nenek N sebesar 1 juta lebih beberapa bulan yang lalu dan nenek N mengatakan kalau uang itu diambil (dicuri) oleh ibu U di lemarinya dan tanpa seijinnya. Sedangkan Ibu U mengatakan kalau ia sendiri tidak tahu kalau ibunya itu ada memiliki uang sebanyak itu, namun hingga saat ini ia masih tetap dianggap sebagai orang yang mengambil uang tersebut. Ekspresikan kemarahan nenek N terlihat dengan tidak menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu U. Menurut Ibu U, ibunya kadang marah-marah sendiri dan mengeluarkan kalimat sumpah kepadanya dan anggota keluarga yang lain. Hal itu membuat suami dan anaknya marah dan merasa kecewa terhadap nenek N, sehingga sampai saat ini suami dan anaknya pun jarang untuk berbicara dengan ibunya. Nenek N memiliki penilaian yang kurang baik pula dengan bpk S dan Sdr. Sm dengan ungkapannya bahwa selama ini bpk S dan Sdr. Sm itu bicaranya kasar dan judes serta tidak memperdulikannya. Hingga saat ini nenek N jarang berkomunikasi dengan ibu U, Bpk S maupun Sdr Sm, sehingga aktifitas nenek N lebih banyak sendirian duduk di depan rumah, terlihat pasif, lemah dan tidak ada inisiatif untuk melakukan aktifitas di rumah. Adanya masalah komunikasi yang jelas terlihat pada keluarga bpk S adalah saat ibu U dan nenek N berbicara, terlihat salah satu sari mereka saling mencibir, demikian pula saat ibu U berbicara tentang keluarganya dan nenek N, maka sikap nenek N terlihat tidak menerima dan mencibir. Keluarga menyadari adanya suatu masalah komunikasi yang terjadi dalam keluarga namun keluarga tidak tahu bagaimana cara mengatasinya, sehingga keluarga hanya membiarkan masalah terjadi dan menganggap hal tersebut dapat selesai dengan sendirinya. Keluarga tidak mampu untuk mengambil keputusan untuk mengatasi masalah tersebut, namun tetap bersikap seperlunya saja dengan nenek N. Keluarga tidak berupaya menggunakan fasilitas kesehatan untuk mengatasi masalah karena menganggap hal tersebut adalah masalah pribadi keluarga.

146 132 Masalah keperawatan tentang komunikasi keluarga disfungsional sudah mulai mau diselesaikan dengan diawali memberikan pengertian kepada keluarga tentang pentingnya komunikasi dalam keluarga untuk hal tersebut pada pertemuan selanjutnya yaitu pada hari ini, perawat akan mengenalkan bagaimana mengenal dan mengidentifikasi masalah komunikasi pada keluarga sehingga keluarga mampu untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah komunikasi disfungsional keluarga tersebut. 3) Distress spiritual pada nenek N. Hal ini ditunjukkan pada Nenek N tidak mampu menunjukkan kemampuannya dalam melakukan aktifitas atau kegiatan keagamaan seperti sholat dan merasa tidak mau dan tidak mampu untuk melakukan karena merasa sudah bebal atau tidak bisa lagi. Tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas, kontak mata kurang saat berkomunikasi. Masalah keperawatan distress spiritual pada nenek N sudah mulai diselesaikan. Intervensi diawali dengan melakukan kontrak bersama nenek N untuk melakukan proses belajar tentang sholat yang akan dilakukan oleh perawat serta memberikan motivasi belajarnya. 4) Regimen terapeutik hipertensi tidak efektif pada nenek N yang ditunjukkan pada kondisi hipertensi (TD: 170/80 mmhg, N: 84 x/menit), terlihat kurang sehat, terlihat lemah dan tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas. Nenek N tidak pernah minum obat dan tidak pernah menggunakan sarana pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatannya. Lingkungan tempat tinggal bising. Keluarga bpk S. dengan tingkat kemandirian keluarga I yaitu menerima pertugas kesehatan namun tidak pernah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan sesuai anjuran Masalah Keperawatan Keluarga Lansia dengan Depresi Hasil pengkajiaan dianalisis menggunakan pendekatan web of causation (WOC) dapat dirumuskan diagnosis keperawatan keluarga sesuai dengan hasil identifikasi data. WOC keluarga bapak S tergambar pada skeme berikut :

147 133 Gambar 4.3 WOC (Web of Causation) Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia dengan Depresi Risiko bunuh diri Keputusasaan Regimen therapeutik tidak efektif Depresi pada lansia Distress spiritual Dukungan keluarga tidak optimal risiko kekurangan nutrisi Komunikasi disfungsional dalam keluarga Ketidakmampuan keluarga dalam berfokus pada masalah kesehatan lansia Pemenuhan kebutuhan ekonomi rendah Sumber : Friedman, Bowden & Jones, 2010; Miller,2012; Landefeld et al, 2004; Ham et al, 2008, Maglaya et al, 2009; Kemenkes, 2006; Wilkinson, 2011 Masalah Keperawatan pada Keluarga Bpk S. (berdasarkan hasil penapisan terlampir) 1. Keputusasaan pada nenek N 2. Komunikasi keluarga disfungsional 3. Distress spiritual 4. Regimen therapeutik tidak efektif pada nenek N

148 Rencana Tindakan Keperawatan Keluarga Masalah 1 : Keputusasaan pada nenek N a. Tujuan umum : Setelah intervensi keperawatan selama 4 bulan, masalah keputusasaan pada nenek N tidak terjadi b. Tujuan Khusus : 1) Keluarga dapat mengenal masalah keputusasaan pada nenek N 2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan pencegahan terjadinya akibat lanjut dari keputusasaan nenek N 3) Keluarga dapat menyebutkan cara merawat nenek N yang mengalami keputusasaan 4) Keluarga dapat memberikan dorongan, semangat dan energi bagi nenek N untuk mempertahankan aktifitas kehidupan sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan nutrisi. 5) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan yang kondusif bagi keamanan personal untuk mencegah keputusasaan pada nenek N 6) Keluarga mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk mencegah keputusasaan pada nenek N 7) Penurunan Tingkat depresi pada nenek N c. Rencana tindakan : 1) Berikan pendidikan kesehatan tentang keputusasaan akibat depresi, faktor risiko keputusasaan, tanda dan gejala depresi, akibat lanjut jika kondisi tersebut dibiarkan dengan menggunakan bahasa yang sederhana. 2) Berikan penguatan positif terhadap perilaku lansia yang menunjukkan inisiatif, seperti kontak mata, membuka diri, dan perawatan diri. 3) Bimbing keluarga dalam merawat lansia dengan keputusasaan yaitu dengan cara mendengarkan aktif, cara mengelola kemarahan secara adaptif, cara meningkatkan harga diri lansia, serta membimbing dan memantau serta membantu dalam pengisian kartu tilik diri (KTD) lansia yang harus diisi setiap hari.

149 135 4) Konseling dengan menggunakan proses bantuan interaktif yang berfokus pada kebutuhan lansia untuk meningkatkan koping dan hubungan interpersonal. 5) Bantu keluarga dalam membantu lansia beradaptasi dengan penilaiannya terhadap stressor, perubahan serta perannya dalam kehidupan. 6) Dukung partisipasi aktif dalam kegiatan kelompok lansia untuk memberikan kesempatan terhadap dukungan sosial dan penyelesaian masalah. 7) Diskusikan bersama keluarga dalam upaya memodifikasi lingkungan yang kondusif agar dapat mencegah keputusasaan bagi nenek N dengan penguatan positif bagi lansia dan memberikan perasaan aman dan nyaman dalam keluarga 8) Dukung dalam pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan lansia. 9) Penilaian tingkat depresi pada lansia dalam keluarga. d. Pembenaran : Keputusasaan adalah kondisi subjektif ketika individu melihat keterbatasan atau ketiadaan alternatif atau pilihan yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi untuk kepentingan individu (Wilkinson, 2011). Pendidikan kesehatan yang dilakukan pada nenek N adalah dalam upaya preventif dan promotif tentang kesehatan lansia terutama pada lansia dengan masalah depresi yang mengalami keputusasaan. Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan motivasi bagi masyarakat untuk berperilaku sehat (Stanhope & Lancaster, 2004). Bimbingan yang dilakukan bagi lansia dan keluarga adalah untuk dapat melakukan pencegahan dari akibat lanjut kondisi keputusasaan pada nenek N. Bimbingan yang dilakukan disertai dengan peran perawat dalam memotivasi lansia dan keluarga untuk dapat melakukan teknik yang diajarkan berupa melatih kemampuan untuk bisa mendengarkan secara aktif dan mengungkapkan kemarahan secara adaptif misalnya dengan menyalurkan

150 136 hobby atau melakukan aktifitas di rumah serta melakukan kegiatan positif. Kegiatan-kegiatan positf dapat meningkatkan rasa harga diri dan kebermaknaan hidup lansia (Kemensos, 2008). Keputusasaan merupakan hambatan motivasi individu (Korner, 1970 dalam Maas, 2011). Konseling dilakukan dengan menggunakan proses bantuan inetraktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan lansia dan orang terdekatnya untuk meningkatkan atau mendukung koping, penyelesaian masalah, dan hubungan interpersonal. Berdasarkan hal tersebut, maka intervensi keperawatan lebih berfokus pada pemberian motivasi internal dan eksternal bagi lansia. Kartu tilik diri digunakan sebagai sarana evaluasi diri lansia setiap hari untuk dapat menilai status emosionalnya setiap hari. Lansia dilatih untuk melakukan kegiatan yang rutin dilakukan setiap hari sehingga kemampuan kognitifnyapun diasah kembali. Pemanfaatan sarana kesehatan dapat menunjang kondisi kesehatan bagi lansia. selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambag (2013) meunjukkan bahwa pemberian asuhan keperawatan dengan psikoedukasi pada keluarga melalui kunjungan rumah berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Kegiatan kunjungan rumah dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang perilaku gaya hidup sehat yaitu manajemen stres, dukungan interpersonal, latihan aktifitas fisik, nutrisi Masalah 2 : Komunikasi keluarga disfungsional a. Tujuan umum Setelah intervensi keperawatan selama 4 bulan, keluarga mampu berkomunikasi secara baik dan efektif. b. Tujuan Khusus 1) Keluarga dapat mengenal masalah komunikasi yang terjadi dalam keluarga 2) Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan pencegahan terjadinya akibat lanjut dari masalah komunikasi

151 137 3) Keluarga dapat menyebutkan cara merawat anggota keluarga agar tidak mengalami masalah komunikasi di rumah 4) Keluarga mampu menggunakan bahasa verbal dan non verbal yang baik saat berkomunikasi dengan lansia 5) Keluarga mampu bersikap dengan respon yang baik terhadap pesan atau informasi yang disampaikan oleh lansia 6) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan yang kondusif untuk mencegah masalah komunikasi 7) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk mencegah masalah komunikasi. c. Rencana tindakan : 1) Berikan pendidikan kesehatan tentang komunikasi yang efektif, penyebab masalah komunikasi dalam keluarga, akibat lanjut jika masalah komunikasi tersebut dibiarkan dengan menggunakan bahasa yang sederhana. 2) Tunjukkan minat untuk berkomunikasi dengan keluarga dan lansia 3) Ajarkan keluarga dalam mendorong dan motivasi lansia untuk mengungkapkan ide, perasaan, keinginan 4) Bimbing dan ajarkan keluarga mempraktikkan cara berkomunikasi yang baik dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan cara mendengarkan aktif, cara mengelola kemarahan secara adaptif. Terapi interpersonal dilakukan pada nenek N untuk memaksimalkan tujuan intervensi keperawatan khususnya untuk masalah komunikasi. 5) Bimbing dan ajarkan keluarga dalam latihan asertif dalam meningkatkan komunikasi dan kaji hambatan dalam sikap asertif. 6) Diskusikan bersama seluruh anggota keluarga dalam upaya memodifikasi lingkungan yang kondusif, agar dapat mencegah masalah komunikasi dalam keluarga dengan cara memperbanyak frekuensi diskusi dalam keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga di dalam rumah. 7) Dukung dalam pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan lansia yang didasarkan atas kesepakatan bersama yang telah dibicarakan dalam keluarga sebelumnya.

152 138 8) Berikan pujian bagi keluarga maupun lansia untuk keberhasilan berkomunikasi yang lebih baik. d. Pembenaran : Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan motivasi bagi masyarakat untuk berperilaku sehat (Stanhope & Lancaster, 2004). Bimbingan yang dilakukan bagi lansia dan keluarga adalah agar untuk dapat keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat sehingga tidak terjadinaya akibat lanjut dari masalah komunikasi maladaptif dalam keluarga. Keterbukaan dan sikap kekeluargaan dapat diciptakan dengan komunikasi yang dilakukan secara rutin dalam keluarga. Sehingga dengan demikian, masalah yang ada pada anggota keluarga dapat teridentifikasi dan dicarikan solusi bersama-sama. Terapi interpersonal adalah salah satu strategi penanganan masalah depresi dan disarankan untuk digunakan oleh tenaga kesehatan di level kesehatan dasar (Valdivia, 2004). Fokus solusi dalam terapi ini adalah memperbaiki hubungan interpersonal lansia dengan depresi dengan asumsi bahwa depresi dapat dipulihkan dengan meningkatkan pola komunikasi dan cara berhubungan dengan orang lain. Latihan asertif dalam keluarga juga membantu dalam mengungkapkan secara efektif baik perasaan, kebutuhan dan ide-ide dengan tetap menghargai hak-hak orang lain (Wilkinson, 2011). Hal ini sangat diperlukan dalam keluarga untuk mengatasi masalah komunikasi yaitu dengan memperhatikan cara berkomunikasi secara verbal maupun non verbal tanpa menyakiti hati orang lain dan tetap menjaga hubungan yang harmonis dalam keluarga melalui interaksi yang terus menerus dan berkesinambungan. Komunikasi non verbal dapat dilakukan oleh keluarga untuk meningkatkan harga diri lansia dengan memberikan sentuhan yang sesuai dan dapat diterima lansia saat berkomunikasi (Wilkinson, 2011).

153 Pelaksanaan Keperawatan Keluarga Masalah keperawatan Keluarga (1) Pendidikan kesehatan tentang keputusasaan akibat depresi, faktor risiko keputusasaan, tanda dan gejala depresi, akibat lanjut jika kondisi tersebut dibiarkan dengan menggunakan bahasa yang sederhana dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah bersama salah satu kader posbindu. Keluarga dilibatkan dalam merawat lansia dengan keputusasaan yaitu dengan cara mendengarkan aktif tentang keluhan atau hal-hal yang ingin dibicarakan lansia, selain itu lansia dan keluarga dibimbing untuk dapat cara mengelola kemarahan secara adaptif dengan cara menyampaikan secara asertif (tidak menyakiti hati orang lain), atau pengalihan pada kegiatan-kegiatan yang positif. Membantu lansia dalam aktifitas sehari-hari jika diperlukan, dan memberikan sentuhan saat bersama lansia. selian itu juga meningkatkan harga diri lansia dengan mengkaji kemampuan yang dimilikinya dan memberikan dukungan positif agar lansia bisa lebih bersemangat. Keluarga dibimbing untuk dapat membantu dan mengingatkan lansia dalam pengisian kartu tilik diri (KTD) lansia yang harus diisi setiap hari. Keluarga dan lansia juga dimotivasi dalam penggunaan sarana kesehatan yang ada di masyarakat misalnya penggunaan puskesmas atau mengikuti kegiatan posyandu yang dilakukan setiap bulannya. Semua intervensi keperawatan pada keluarga binaan dilakukan dengan kunjungan rumah. Kunjungan rumah dilakukan sebanyak 2 kali kunjungan setiap minggu (minggu 1-4), selanjutnya 1 kali kunjungan setiap minggu (minggu 5-10) dan 1 kali kunjungan setiap 2 minggu sekali pada minggu berikutnya Masalah keperawatan Keluarga (2) Pendidikan kesehatan tentang komunikasi yang efektif, penyebab masalah komunikasi dalam keluarga, akibat lanjut jika masalah komunikasi maladaptif dalam keluarga tersebut dibiarkan terus terjadi. Materi disampaikan dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Namun sebelumnya, keluarga terlebih dahulu dikenalkan jenis komunikasi maladaptif dengan menggunakan teknik drama. Drama yang diperankan oleh 2 mahasiswa menggambarkan tentang kondisi komunikasi keluarga bpk S yang sebenarnya terjadi. Dengan mengenal

154 140 adanya masalah, maka diharapkan keluarga menyadari betapa pentingnya komunikasi yang efektif dalam keluarga. Keluarga juga dibimbing dan diajarkan untuk mempraktikkan kembali cara berkomunikasi yang baik dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan cara mendengarkan aktif, cara mengelola kemarahan secara adaptif. Terapi interpersonal yang dilakukan pada nenek N dilakukan melalui kunjungan rumah untuk membantu nenek N berinteraksi dan berkomunikasi lebih efektif dengan anggota keluarga yang lain. Keluarga diajak untuk berdiskusi agar tetap mengupayakan pembenahan dan mempertahankan suasana lingkungan rumah yang kondusif, agar dapat mencegah masalah komunikasi dalam keluarga dengan cara memperbanyak frekuensi diskusi dalam keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga di dalam rumah. Keluarga juga dimotivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia untuk dapat mengatasi masalah kesehatan lansia. keputusan tersebut dilakukan atas atas dasar kesepakatan bersama yang telah dibicarakan dalam keluarga sebelumnya Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut Masalah Keperawatan Keluarga (1) a. Evaluasi Hasil 1) Pengetahuan keluarga meningkat tentang masalah keputusasaan lansia akibat depresi yaitu ditunjukkan dengan keluarga dapat menjawab dengan baik 8 dari 10 pertanyaan yang setelah diberikan pendidikan kesehatan; 2) Sikap keluarga semakin meningkat (Kategori baik, skor: >60 ) dengan mengatakan mau memperhatikan dan merawat lansia dengan baik yaitu melakukan diskusi setiap hari bersama lansia walaupun hanya sebentar, mengajak dan mengantarkan lansia untuk mengunjungi posbindu di balai RW; 3) tingkat depresi nenek N menurun dari tingkat depresi sedang (GDS=9) ke tingkat depresi ringan (GDS = 6). b. Rencana tindak lanjut 1) motivasi lansia dan keluarga dalam mencegah depresi dan kondisi keputusasaan dengan saling memberikan semangat dalam semua kegiatan satu

155 141 sama lain untuk mencapai kesehatan; 2) motivasi lansia dan keluarga untuk tetap melakukan evaluasi diri setiap hari untuk melihat status kesehatan mental agar bisa hidup lebih baik lagi; 3) motivasi keluarga dalam membantu lansia untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari jika diperlukan dan tetap mempertahankan kondisi yang mendukung kesehatan mental lansia dengan mengikutsertakan lansia dalam kegiatan kelompok lansia di komunitas Masalah Keperawatan Keluarga (2) a. Evaluasi Hasil 1) Pengetahuan keluarga meningkat tentang teknik komunikasi yang efektif bagi setiap anggota keluarga (dapat menjawab 7 dari 10 pertanyaan setelah diberikan pendidikan kesehatan); 2) Sikap keluarga semakin meningkat (Kategori baik, skor > 60) dengan mengatakan kalau masalah komunikasi ini sangat penting untuk diatasi sehingga berharap ke depan, komunikasi keluarganya semakin baik yang terlihat dengan adanya komunikasi dua arah antara lansia dengan anggota keluarga. Keluarga bapak S merasa senang dan terlihat Ibu U berbincang dengan nenek N dan memperlihatkan kontak mata dan bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh nenek N. ibu S terlihat berbicara dengan sopan sambil sekali-sekali membelai rambut ibunya (nenek N). Ibu U juga mengantarkan nenek N untuk mengunjungi posbindu dan kegiatan kelompok lansia depresi di balai RW; 3) tingkat ketergantungan keluarga meningkat menjadi III. b. Rencana tindak lanjut 1) Tetap motivasi lansia dan keluarga untuk tetap melakukan upaya pencegahan terhadap masalah komunikasi di dalam keluarga; 2) motivasi lansia dan keluarga untuk memberikan contoh yang baik bagi keluarga lansia disekitarnya agar dapat melakukan komunikasi yang efektif dalam keluarga terutama dengan lansia Hasil Asuhan Keperawatan Keluarga Binaan a. Evaluasi Hasil Asuhan keperawatan keluarga terhadap 10 keluarga dengan masalah depresi pada lansia ditemukan masalah koping keluarga tidak efektif, regimen therapeutik tidak

156 142 efektif, ketidakefektifan manajemen kesehatan diri, hambatan interaksi sosial, proses berduka, risiko ketidakberdayaan, risiko ketidakefektifan penampilan peran dan harga diri rendah. Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan antara lain : 1) pendidikan kesehatan tentang depresi dan cara pencegahannya, cara pencapaian kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan lansia misalnya dengan hipertensi, nyeri kaki dan kebutaan; 2) membimbing dan mengajarkan lansia keluarga mempraktikkan cara berkomunikasi yang baik dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan cara mendengarkan aktif, cara mengelola kemarahan secara adaptif, terapi interpersonal untuk memaksimalkan tujuan intervensi keperawatan khususnya untuk masalah komunikasi, mengajarjan keluarga cara untuk meningkatkan harga diri lansia, peran keluarga dalam proses berduka pada lansia, peran keluarga dalam memberikan dukungan bagi lansia yang berisiko depresi; 3) mendiskusikan bersama keluarga dalam upaya memodifikasi lingkungan yang kondusif untuk mengatasi masalah lansia serta melibatkan seluruh anggota keluarga di dalam memberikan dukungan bagi perawatan kesehatan lansia di rumah; 4) memberikan dukungan dalam pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan lansia yang didasarkan atas kesepakatan bersama yang telah dibicarakan dalam keluarga sebelumnya. Hasil yang diperoleh setelah melakukan asuhan keperawatan pada 10 keluarga binaan meggambarkan perilaku keluarga melakukan upaya pecegahan dan perawatan secara aktif dalam mengatasi masalah depresi pada lansia dengan intervensi MaSa INDAH dalam keluarga. Pengetahuan dari 10 keluarga yang dibina meningkat sebesar 39,4%; sikap keluarga semakin meningkat menjadi kategori baik sebesar 60% dan keterampilan yang dapat dilakukan oleh keluarga adalah melakukan komunikasi efektif, meningkatkan harga diri lansia, memotivasi lansia dalam beraktivitas dalam kegiatan rumah dan masyarakat. Peningkatan perilaku kesehatan keluarga seiring dengan peningkatan kemandirian keluarga pada keluarga binaan sebesar 55,88% dalam mengatasi masalah depresi pada lansia sehingga terjadi penurunan tingkat depresi pada lansia. Hal tersebut

157 143 menunjukkan keterlibatan atau dukungan keluarga dalam intervensi MaSa INDAH sangat besar dan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pada lansia depresi. Gambaran peningkatan kemandirian keluarga dapat dipaparkan pada tabel 4.11 berikut : Tabel 4.11 Tingkat kemandirian keluarga lansia dengan depresi sebelum dan sesudah pembinaan keluarga dengan intervensi MaSa INDAH di kelurahan Curug, Cimanggis, Kota Depok Juni 2014 (n=10) Tingkat Kemandirian Keluarga No Sebelum Pembinaan Keluarga 1 I IV 2 II IV 3 I III 4 I III 5 II III 6 I IV 7 I III 8 II IV 9 II III 10 II III Sesudah Pembinaan Keluarga b. Hambatan Hambatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah depresi adalah sebagian besar anggota keluarga lansia memiliki kegiatan/ bekerja di luar rumah saat dilaksanakannya kunjungan rumah, anggota keluarga lansia juga ada yang tidak bisa dihubungi untuk berkomunikasi dengan lansia, sehingga selama pelaksanaan intervensi, mahasiswa melibatkan anggota keluarga yang bisa hadir misalnya cucu dan keponakan yang diundang datang berkunjung ke rumah lansia pada hari-hari tertentu. Selama intervensi, tetangga dekat lansia juga dilibatkan untuk terlibat dalam kunjungan ke rumah lansia, sehingga lansia juga merasa terhibur dengan kehadiran orang lain di sekitarnya. Selain itu, faktor ekonomi menjadi salah satu masalah utama bagi lansia depresi, karena ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

158 144 c. Rencana tindak lanjut 1) Pihak RW memfasilitasi dana bantuan bagi lansia yang tidak mampu dalam bidang ekonomi misalnya dengan pemberdayaan masyarakat dalam menggalakkan dana sehat di tingkat RW. 2) Memberdayaakan anggota keluarga yang lain untuk bisa membantu dalam memfasilitasi perawatan kesehatan lansia dengan melakukan kunjungan rumah dan mendukung dalam kegiatan MaSa INDAH bagi lansia depresi 3) Kunjungan rumah bagi keluarga lansia depresi oleh tenaga kesehatan dalam upaya perkesmas.

159 145 BAB 5 PEMBAHASAN Bagian pembahasan menguraikan analisis pencapaian dan kesenjangan pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan kesehatan, asuhan keperawatan komunitas dan keluarga serta kesenjangan data yang ditemukan selama melakukan praktik keperawatan komunitas. 5.1 Analisis Pencapaian Kesenjangan Manajemen Pelayanan Keperawatan Kesehatan Belum optimalnya pengembangan staf (tenaga kesehatan maupun kader kesehatan) untuk meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan depresi. Hasil evaluasi terhadap pengembangan staf (tenaga kesehatan mapun kader kesehatan) menunjukkan bahwa kegiatan penyegaran kader dan pelatihan bagi tenaga kesehatan memberikan kontribusi yang baik. Hasil dari penyegaran kader yaitu dengan hasil peningkatan pengetahuan kader sebesar 25% dan kemampuan kader dalam melakukan kunjungan rumah lansia dengan depresi. Demikian pula hasil kegiatan dari pelatihan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis sebanyak 10 orang mengalami peningkatan pengetahuan sebesar 19,28%; peningkatan sikap sebesar 26,45%; peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan meningkatkan harga diri sebesar 29,03%; manajemen stres sebesar 9,07%; latihan ROM sebesar 29,5%; senam kaki sebesar 21,99%; pencatatan dan pelaporan status kesehatan dan status mental emosioonal lansia sebesar 26,6% dan melakukan supervisi kader dalam melakukan pendataan dan pencatatan status mental emosional lansia sebesar 15,15%. Hasil penelitian yang dilakukan di ruang rawat inap RSUD Indramayu terhadap perawat pelaksana menunjukkan bahwa setelah dilakukan pelatihan dan kemudian perawat pelaksana disupervisi oleh kepala ruang mengalami peningkatan secara 145

160 146 bermakna motivasi dari perawat pelaksana (Saefulloh, Keliat, & Haryati, 2009). Hal yang senada juga dikemukakan oleh Karten & Baggot dalam Marquis & Huston (2012) bahwa pelatihan merupakan suatu proses seorang individu disediakan dengan berbagai interaksi yang baik ditujukan untuk mengembangkan isu dan menerima umpan balik terhadap kekuatan dan kesempatan untuk terlibat atau menerima dukungan dan bimbingan selama transisi peran di dalam sebuah instansi. Kurangnya pelatihan merupakan suatu kelemahan dalam sebuah manajemen sehingga dapat berdampak pada kinerja staf pegawai kurang memuaskan (Swanburg, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmah juga menunjukkan bahwa pelatihan yang dilakukan bagi kader kesehatan dapat berpengaruh pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam kegiatan posbindu di kota Depok. Menurut analisis penulis bahwa dalam pengembangan staf diperlukan suatu perencanaan yang matang dan didukung pula dengan sistem pembiayaan yang tepat. Kondisi saat ini, perawat masih belum memiliki kesempatan besar untuk mengembangkan diri akibat dari keterikatan dengan institusi tempat ia bekerja. Hal ini sangat berpengaruh dan berdampak pada kurang optimalnya kinerja staf pegawai Dinkes Kota Depok untuk meningkatkan status kesehatan bagi lansia serta membuat petugas puskesmas kurang mendapat isu-isu terbaru dalam pelayanan terhadap kesehatan lansia. Kondisi di masyarakat juga mengalami hal yang sama, terutama bagi kader kesehatan. Kader yang berperan sebagai orang yang mendukung program kesehatan di masyarakat, memerlukan sistem dan perencanaan dalam pengembangan dirinya untuk dapat melayani masyarakat terutama lansia dengan depresi. Kader posbindu yang terdapat di Kelurahan Curug memerlukan suatu kegiatan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya dalam perannya sebagai kader melalui pelatihan bagi kader. Peningkatan perilaku kesehatan kader kesehatan akan berkontribusi bagi kader dalam meningkatkan kemampuan lansia depresi melakukan intervensi MaSa INDAH secara optimal.

161 Wadah yang mendukung masyarakat dalam pembinaan lansia depresi belum tersedia Hasil evaluasi dalam pembentukan wadah bagi masyarakat untuk kesehatan lansia depresi menunjukkan adanya Intervensi MaSa INDAH yang disosialisasikan bagi Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Cimanggis maupun masyarakat, serta terbentuknya kelompok pendukung sebanyak 15 orang sebagai pondasi awal penentuan kebijakan program kesehatan lansia di masyarakat. Keterlibatan tenaga kesehatan dalam pembinaan dilakukan oleh bidan selaku pemegang program lansia dan pembina wilayah Curug. Kelompok Pendukung yang diberikan pembinaan oleh tenaga kesehatan mengalami peningkatan pengetahuan dengan topik kesehatan lansia sebesar 28,24%; deteksi dini depresi dan cara pencegahannya sebesar 25%, teknik pendidikan kesehatan sebesar 34,12%, komunikasi efektif sevebsar 33,9%, manajemen stress sebesar 25%; dan cara meningkatkan harga diri sebesar 25%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Wilayah Kotamadya Jakarta Barat menunjukkan bahwa kondisi yang berkaitan dengan pengorganisasian terutama adanya sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 50,7% dan juga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pengorganisasian terhadap pelaksanaan perkesmas dengan nilai p= 0,024 (Ratnasari, Setyowati, & Kuntarti, 2012). Teori juga menunjukkan bahwa terbentuknya struktur sebuah organisasi yang ditempati oleh masing-masing SDM yaitu dengan pembagian tugas masing-masing setiap SDM yang terdapat di dalam struktur kepengurusan tersebut (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2012). Hubungan baik formal maupun informal dalam sebuah organisasi dapat memberikan dampak yang positif atau mempengaruhi efektifitas dari pekerjaan (Marquis & Huston, 2012). Menurut analisis penulis, kelompok kerja dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan produktifitas sebuah organisasi. Kader atau kelompok pendukung memiliki peran yang diharapkan produktif dalam membantu mengatasi masalah

162 148 kesehatan lansia dengan depresi di masyarakat. Pembentukan kelompok dan dengan struktur organisasi yang jelas akan membantu kelompok untuk menentukan tingkah laku dalam berperan, menjadi sumber kekuatan dalam pelaksanaan tugas di organisasi. Namun tenaga kesehatan akan menghadapi masalah dengan terbatasnya jumlah dan waktu kader untuk membantu mengatasi masalah depresi pada lansia. Pembinaan kelompok pendukung sebagai bagian dari tim harus tetap dipertahankan, walaupun dengan keterbatasan sumber daya, sarana dan prasarana seperti alat pemeriksaan fisik lansia, media penyuluhan kesehatan dan KMS lansia, namun hal tersebut tetap menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia dengan depresi. Pembentukan kelompok menjadi sebuah proses interaktif yang membentuk, membangun antara anggota kelompok melalui kerjasama dan saling membantu dan memungkinkan untuk berbagi kepuasan terhadap kemampuan yang telah dicapainya. Kelompok pendukung mempunyai pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang baik tentang intervensi MaSa INDAH akan memberikan kontribusi yang positif bagi kelancaran pelaksanaan program kesehatan bagi lansia dengan depresi Asuhan Keperawatan Komunitas Hasil menunjukkan bahwa terjadinya penurunan tingkat depresi melalui pembinaan kelompok lansia dengan depresi sebanyak 19 orang. Pembinaan dilaksanakan 8 kali pertemuan dengan durasi waktu sekitar menit yaitu dengan topik kesehatan lansia, depresi pada lansia, komunikasi yang baik dan praktik kelompok, manajemen stres dan praktik dalam kelompok serta harga diri rendah dan cara meningkatkannya dalam praktik kelompok. Pembinaan disertai pula dengan pendidikan kesehatan tentang penggunaan kartu tilik diri (KTD) bagi lansia yang menggambarkan perasaan hatinya setiap hari dan mengingatkan untuk melakukan intervensi MaSa INDAH dalam kehidupannya sehari-hari. Perubahan tingkat depresi terjadi setelah dilakukannya pembinaan kelompok setelah 8 kali pertemuan.

163 149 Intervensi MaSa INDAH didasari oleh pendapat para ahli bahwa penyebab depresi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, akan tetapi dapat saling berinteraksi dengan faktor yang lain, sehingga munculnya depresi (Townsend, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka, intervensi MaSa INDAH merupakan perpaduan dari berbagai intervensi yang berdasarkan hasil penelitian dibuktikan telah terbukti dapat mengatasi masalah depresi pada lansia. Hasil intervensi MaSa INDAH menunjukkan adanya penurunan tingkat depresi pada kelompok lansia berdasarkan hasil sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi MaSa INDAH yaitu sebesar 31,58%. Tingkat depresi lansia yang mendapatkan intervensi MaSa INDAH mengalami penurunan yaitu dari 6 lansia (sedang ke ringan), 2 lansia masih dalam tingkat depresi ringan, 6 lansia (ringan ke risiko) dan 5 lansia masih berada pada tingkat risiko. Hal ini dilakukan dengan intervensi meningkatkan koping dan peningkatan pemeliharaan kesehatan kelompok lansia dengan depresi. Hasil intervensi MaSa INDAH sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trivedi (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas pekerjaan dan rekreasi sangat membantu dalam meningkatkan kondisi fisik lansia, menurunkan emosi dan tekanan serta berdampak pada antidepresan. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah seperti jogging, berjalan, berenang, bersepeda dan berolahraga (Trivedi, 2006). Hasil penelitian yang dipresentasikan pada konferensi dari British Nutrition Foundation (2008) juga menyatakan bahwa individu dengan aktifitas fisik yang rendah memiliki risiko depresi dua kali dibanding individu yang memiliki aktivitas teratur (David, 2008). Aktivitas-aktivitas spiritual juga akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan, harapan dan rasa harga dirinya dengan banyak berdzikir dan melaksanakan ibadah seharihari, lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya, menurunkan gejala depresi dan kecemasan akan kematian serta meningkatkan kesehatan mental lansia (Kemensos, 2008; Bjorklop, 2013; Hill, 2006; Meisenhelder, 2002).

164 150 Menurut analisa penulis, bahwa aktivitas yang dilakukan oleh lansia secara rutin dapat membuat lansia tetap aktif dalam melakukan kegiatan, terutama yang disukainya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Lansia yang melakukan aktifitas di rumah atau di masyarakat akan terus berinteraksi dengan orang lain, sehingga lansia tidak akan merasa sendirian dan akan semakin memperbaiki moodnya menjadi lebih baik. Kegiatan yang banyak dilakukan oleh lansia adalah seperti memasak, menyapu, membersihkan sayuran, mencuci piring atau pakaian. Kegiatan tersebut akan merangsang lansia untuk berkomunikasi dengan orang lain, bercerita dan berdiskusi tentang keinginannya, keluhannya serta harapannya. Hal ini dapat melegakan hati lansia, sehingga perasaan sedih dan kesepian akan menurun. Hasil intervensi MaSa INDAH ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Piven & Buckwalter, 2001 dalam Miller, 2012) yang mengungkapkan bahwa kegiatan intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah depresi pada lansia adalah dengan meningkatkan harga dirinya melalui teknik meningkatkan hubungan terapeutik; memfasilitasi dalam mengungkapkan perasaan; mendemonstrasikan empaty, kehangatan dan perhatian; meningkatkan kemampuan keterampilan baru jika dibutuhkan; penyediaan informasi yang tepat dan baru jika dibutuhkan; membimbing lansia dalam mengidentifikasi kekuatan dan memberikan dukungan bagi lansia. Selain itu intervensi MaSa INDAH sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh MacInnes, (2006) yang menyatakan bahwa harga diri berhubungan dengan afek lansia. Jika lansia dengan harga diri tinggi, maka akan menurunkan tingkat depresinya. Hal ini sesuai dengan teori psikososial yang menggambarkan tentang masalah depresi adalah sebagai suatu kondisi, dimana individu mengalami penurunan pada kognitif, motivasi, harga diri dan afektif-somatik (Seligman, 1981 dalam Miller, 2012). Blazer (2002) juga menyarankan bahwa strategi untuk meningkatkan kepuasan diri pada lansia akan mencegah depresi. Kepuasan diri lansia dapat difasilitasi

165 151 melalui kelompok lansia sebaya. Kelompok lansia sebaya adalah kumpulan dua orang atau lebih yang datang bersama untuk membuat kesepakatan saling berbagi masalah yang mereka hadapi, kadang disebut juga kelompok pemberi semangat (Steward, 2009). Ketika lansia memahami dan memadukan individu, maka lansia akan belajar memperbaiki diri, berubah untuk hidup lebih baik lagi dengan harga diri yang tinggi. Menurut analisa penulis, lansia mengalami proses penuaan yang harus dijalaninya dengan segala perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan tersebut membuat lansia juga merasa perubahan akan penilaian terhadap dirinya baik dari kemampuan, penampilan maupun gaya hidupnya. Penilaian lansia tersebut mempengaruhi perilaku kopingnya, terutama bila lansia tidak mendapatkan dukungan sosial yang kuat dari lingkungan di sekitarnya. Lansia merasa dirinya tidak berharga, tidak mampu dan tidak bisa lagi seperti masa mudanya dulu karena keterbatasan dan ketidakmampuannya. Melalui intervensi meningkatkan harga diri, lansia belajar untuk menghargai dirinya sendiri dengan menggali persepsi yang positif terhadap dirinya untuk dapat melihat kemampuan dan kelebihan yang tersisa dalam hidupnya. Lansia belajar untuk menerima tantangan baru, mengenal tanggapan positif dari orang lain, serta melakukan kegiatankegiatan sesuai dengan kemampuannya baik di dalam rumah bersama keluarga maupun dalam kelompok lansia. Kelompok lansia sebaya memfasilitasi lansia dalam mengekpresikan diri sebagai lansia yang masih dihargai serta diakui oleh orang lain. Kegiatan kelompok yang menekankan pada penggalian informasi tentang kemampuan yang dimiliki lansia dan lansia belajar untuk menunjukkan kebolehannya kepada orang lain. Hal tersebut membuat lansia semakin percaya diri dan menghargai diri sebagai pribadi yang unik dan istimewa. Untuk pencapaian tujuan yang maksimal, bagi lansia yang mengalami gangguan mobilisasi dan gangguan penglihatan, mahasiswa mengusahakan untuk menjemput lansia dengan menggunakan kendaraan sehingga lansia dapat dimudahkan mengikuti kegiatan. Intervensi tersebut diharapkan juga

166 152 dapat membangun kepercayaan diri lansia dan semangat lansia untuk bisa mengikuti kegiatan walaupun dengan keterbatasannya. Peningkatan kemampuan lansia dalam memiliki dan menggunakan minimal satu cara pemecahan masalah depresi secara tepat dan efektif dilakukan melalui intervensi MaSa INDAH yang dipilih oleh lansia yaitu ikut kegiatan, nerima kondisi, doa, diskusi, atasi stress dan harga diri positif. Intervensi yang dipilih didokumentasikan dalam Kartu Tilik Diri (KTD) oleh lansia yang diintervensi. Lansia memilih untuk ikut kegiatan di dalam rumah atau di luar sebanyak 89,47%; nerima kondisi sebanyak 94,74%; doa sebanyak 100%; diskusi bersama anggota keluarga yang lain sebanyak 78,95%; atasi stres sebanyak 78,95% dan memiliki harga diri positif sebanyak 89,47%. Peningkatan kemampuan dalam memilih dan menggunakan minimal satu cara pemecahan masalah depresi secara tepat dan efektif melalui intervensi lansia MaSa INDAH dengan intervensi yang banyak dipilih adalah dengan meningkatkan harga diri positif dengan peningkatan penggunaan koping setelah intervensi MaSa INDAH sebesar 52,9%. Perubahan kemampuan lansia dalam intervensi MaSa INDAH berdampak pada penurunan tingkat depresi pada lansia yaitu 6 lansia yang berisiko depresi, setelah intervensi tetap pada kategori risiko namun dengan penurunan skor depresi, kemudian 6 orang lansia yang sebelum intervensi mengalami depresi ringan, setelah intervensi masuk dalam kategori risiko, 2 lansia setelah intervensi tetap dalam kategori ringan dan 2 lansia setelah intervensi masuk ke dalam kategori ringan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok lansia secara mandiri dapat melakukan intervensi MaSa INDAH dalam mengatasi masalah depresinya. Blazer (2002b) menyatakan bahwa hal yang sangat penting dalam pencegahan primer dari depresi adalah melalui intervensi keperawatan yang meningkatkan kepuasan hidup lansia dan menurunkan kesedihan dan kesendirian. Perawat dapat mengidentifikasi intervensi yang dapat meningkatkan dukungan sosial. Hal ini didukung pula dengan pendapat para ahli bahwa kelompok lansia sebaya

167 153 merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk promosi kesehatan. Analisis dari penulis adalah bahwa intervensi keperawatan yang langsung dan tepat dalam mengatasi masalah kesehatan lansia merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada lansia, karena lansia merupakan bagian dari populasi rentan yang memiliki banyak faktor mempengaruhinya. Asuhan keperawatan pada populasi lansia lebih efektif dilakukan dalam bentuk kelompok, sehingga dapat memberikan kekuatan satu sama lain dengan intervensi yang dapat menurunkan kesedihan lansia dan membuat mereka semakin bahagia. Kemampuan perawat kesehatan komunitas dalam melakukan pendekatan dengan teknik komunikasi yang efektif dan terapeutik sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan lansia dalam mengatasi masalah depresi. Keterbukaan lansia dalam mengungkapkan masalahnya merupakan awal keberhasilan dalam mengatasi masalah depresi pada lansia Asuhan Keperawatan Keluarga Asuhan keperawatan pada keluarga membutuhkan intervensi keperawatan secara langsung, karena keluarga dengan lansia depresi termasuk dalam kelompok yang rentan. Masalah depresi pada lansia ditemukan masalah koping keluarga tidak efektif, regimen therapeutik tidak efektif, ketidakefektifan manajemen kesehatan diri, hambatan interaksi sosial, proses berduka, risiko ketidakberdayaan, risiko ketidakefektifan penampilan peran, harga diri rendah, keputusasaan, komunikasi keluarga difungsional. Keluarga lansia depresi mendapatkan pendidikan kesehatan untuk dapat mengenal masalah, mampu mengambil keputusan dalam mengatasi masalah, mampu dalam merawat lansia depresi, mampu memodifikasi lingkungan yang menunjang pencapaian kesehatan hingga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia di masyarakat. Hasil menunjukkan terjadi peningkatan kemandirian keluarga pada 10 keluarga yang dibina selama 9 bulan. Pengetahuan dari 10 keluarga yang dibina meningkat sebesar 39,4%; sikap keluarga semakin meningkat menjadi kategori baik sebesar 60% dan keterampilan yang dapat dilakukan oleh keluarga adalah melakukan komunikasi efektif, meningkatkan

168 154 harga diri lansia, memotivasi lansia dalam beraktivitas dalam kegiatan rumah dan masyarakat. Peningkatan sikap keluarga seiring dengan peningkatan kemandirian keluarga pada keluarga binaan sebesar 55,88% dalam mengatasi masalah depresi pada lansia sehingga terjadi penurunan tingkat depresi pada lansia dalam waktu 4-5 bulan dalam 8 kali pertemuan kelompok lansia sebaya MaSa INDAH. Hasil juga menunjukkan bahwa ada perbedaan antara tingkat depresi sebelum dan sesudah intervensi MaSa INDAH Intervensi yang dilakukan sesuai dengan masalah yang ditemukan pada lansia depresi. Semua keluarga lansia diberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan tentang kondisi kesehatan di masa lansia, pendidikan kesehatan tentang depresi, latihan aktivitas di rumah, latihan komunikasi efektif, latihan manajemen stres, latihan memberikan dukungan spiritual serta latihan dalam meningkatkan harga diri lansia. semua intervensi melibatkan keluarga sebagai sumber dukungan utama bagi lansia. Koping yang dilakukan lansia dan keluarga merupakan upaya untuk beradaptasi terhadap stimulus yang mengharuskan sistem keluarga merubah perilakunya. Pelaksanaan adaptasi, keluarga dan unsur-unsur didalamnya akan menerapkan koping individu dan koping keluarga yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai keseimbangan keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan ini telah sesuai dengan hasil penelitian hasil penelitian yang dilakukan oleh Ozlem Bozo tahun 2009 pada lansia di Turki yaitu mengungkapkan bahwa dengan penurunan aktivitas seharihari dapat meningkatkan depresi pada lansia dan dengan dukungan sosial yang tinggi dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia (Bozo,2009). Hal tersebut membuktikan bahwa dukungan keluarga dan masyarakat dalam asuhan keperawatan komunitas sangat berpengaruhi dalam meningkatkan derajat kesehatan lansia dengan depresi. Analisis penulis adalah karena lansia merupakan bagian dalam keluarga. Depresi yang terjadi dapat diatasi oleh lansia dan dengan dukungan lingkungan di sekitarnya terutama adalah keluarga. Sebagai orang terdekat dari lansia, keluarga

169 155 perlu memahami konsep lansia dalam tugas perkembangannya, sehingga koping dalam keluarga akan menjadi lebih efektif. Kemampuan keluarga dalam merawat lansia dengan depresi dapat dinilai melalui tingkat kemandirian keluarga yang meliputi penerimaan petugas kesehatan saat kunjungan pertama; menerima asuhan keperawatan dari tenaga kesehatan yang direncanakan bersama keluarga sesuai dengan kondisi lansia depresi; keluarga mengerti dan tahu keadaan lansia depresi dan mengungkannya dengan benar; keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi lansia depresi; keluarga turut serta dalam melakukan perawatan bagi lansia depresi dengan mendukung intervensi MaSa INDAH dan melakukan promosi pengalaman kepada orang lain disekitarnya dalam perawatan kesehatan lansia depresi 5.2 Keterbatasan Keterbatasan pelaksanaan intervensi MaSa INDAH adalah terkait dengan sumber daya manusia yang terdapat di puskesmas. Tenaga dari puskesmas juga merupakan seorang bidan yang bukan menjadi kompetensinya dalam melakukan intervensi keperawatan dalam MaSa INDAH, sehingga dasar pengetahuan untuk intervensi keperawatan masih kurang. Selain itu, sumber daya manusia di masyarakat yaitu kader diberikan kesempatan untuk mendukung dan memfasilitasi lansia dalam melakukan intervensi MaSa INDAH dengan dibantu oleh keluarga lansia. Kondisi di lapangan adalah kader kesehatan mempunyai tugas yang banyak seperti terlibat juga dalam mengurus posyandu balita dan juga kegiatan lainnya seperti telah terbentuk juga kelompok pendukung lainnya yang membuat jumlah kader kesehatan menjadi terbatas dan menjadi beban tersendiri bagi kader. Keterlibatan keluarga dalam pelaksanaan intervensi keperawatan masih kurang dan menjadi keterbatasan pencapaian peningkatan kemandirian keluarga yang optimal dalam perawatan kesehatan lansia depresi di rumah. 5.3 Implikasi Keperawatan Implikasi Pelayanan Keperawatan Komunitas Pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang intervensi MaSa INDAH meningkatkan

170 156 perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tenaga kesehatan terutama perawat dalam memberikan pelayanan bagi lansia depresi di dalam dan luar gedung. Kondisi keterbatasan sumber daya manusia memerlukan keterlibatan perawat perkesmas dalam membantu pelayanan kesehatan lansia depresi sebagai satu tim untuk mengatasi masalah depresi lansia. Tenaga yang profesional yaitu perawat melakukan intervensi keperawatan MaSa INDAH dalam membantu lansia mengatasi masalah depresinya dengan kemampuan yang terlatih untuk mendapatkan hasil dengan optimal. Peningkatan perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dapat meningkatkan peran serta masyarakat terutama kader posbindu dalam bentuk kelompok pendukung untuk membantu mengatasi masalah depresi lansia di masyarakat. Pendidikan dan pembinaan secara berkelanjutan bagi kelompok pendukung akan mempertahankan kerjasama dan peningkatan kualitas sumber daya anggota kelompok untuk dapat membantu memberikan dukungan bagi kesehatan lansia depresi di masyarakat. Intervensi MaSa INDAH merupakan tindakan keperawatan yang dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan dalam kelompok lansia intervensi MaSa INDAH dapat membantu lansia mengatasi depresinya dengan menggunakan strategi koping (pemecahan masalah) yang dipilihnya. Koping lansia depresi dapat diintegrasikan melalui pelayanan keperawatan kesehatan bagi lansia dengan keterlibatan keluarga sebagai sistem pendukung bagi lansia. Dukungan keluarga dan masyarakat yang baik melalui intervensi keperawatan dalam MaSa INDAH memberikan dampak positif dalam menurunkan depresi pada lansia, sehingga peran serta dan keterlibatan dari keluarga sebagai sumber dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan di setiap kegiatan Perkembangan Ilmu Keperawatan Pelayanan keperawatan kepada lansia tidak terlepas dari peranan dari institusi pendidikan terutama institusi pendidikan keperawatan. Institusi pendidikan

171 157 keperawatan meningkatkan dan memperdalam teori dan konsep keperawatan yang berkaitan dengan berbagai terapi atau tindakan mandiri perawat dalam memberikan intervensi kepada lansia dengan depresi. Inovasi integrasi intervensi keperawatan diperlukan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan lansia depresi dengan berbagai penelitian terkait lansia depresi di komunitas serta faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan intervensi dalam menurunkan tingkat depresi, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan lansia yang lebih sehat, mandiri, produktif dan bermartabat.

172 158 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN Bagian simpulan dan saran menguraikan tentang hasil pembahasan secara singkat terkait pengelolaan pelayanan manajemen keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas dan keperawatan keluarga. 6.1 Simpulan Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan intervensi MaSa INDAH pada aggregat lansia depresi di Kelurahan Curug Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota kelompok pendukung lansia MaSa INDAH tentang kesehatan lansia; deteksi dini depresi dan cara pencegahannya; teknik pendidikan kesehatan; komunikasi efektif; manajemen stres; cara meningkatkan harga diri lansia di Kelurahan Curug Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam perawatan kesehatan lansia dengan depresi melalui intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Peningkatan kemandirian keluarga pada keluarga binaan dalam mengatasi masalah depresi pada lansia melalui intervensi MaSa INDAH Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan lansia dalam perawatan kesehatan lansia dengan depresi melalui intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug Penurunan tingkat depresi lansia setelah dilakukan intervensi MaSa INDAH di Kelurahan Curug. 6.2 Saran Pengelola Program Kesehatan Dinas Kesehatan a. Merumuskan kebijakan program terkait dengan masalah kesehatan depresi pada aggregat lansia meliputi pengembangan staf atau sumber daya manusia 158

173 159 yaitu tenaga kesehatan terutama perawat sebagai pelaksana program keperawatan kesehatan lansia depresi. b. Menetapkan kegiatan pengembangan staf melalui pelatihan, seminar maupun pendidikan berkelanjutan (linier) bagi perawat di puskesmas dan penangung jawab program lansia agar mampu menerapkan intervensi MaSa INDAH sebagai bagian dalam pelayanan asuhan keperawatan lansia depresi. c. Mengadakan pelatihan bagi perawat di puskesmas untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan konseling bagi lansia dan keluarga lansia. d. Melibatkan perawat penyelia dalam setiap rangkaian kegiatan intervensi MaSa INDAH bagi lansia depresi, sehingga dapat tetap terlaksana berkesinambungan dalam upaya menurunkan tingkat depresi lansia Puskesmas a. Mengembangkan kegiatan tambahan pada pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dari rangkaian intervensi MaSa INDAH pada kelompok lansia di Kelurahan Curug. b. Meningkatkan kemampuan dan potensi perawat sebagai pelaksana intervensi keperawatan melalui pemberian kesempatan dalam pengembangan pendidikan berkelanjutan di dalam institusi maupun di luar institusi. c. Mengoptimalkan puskesmas santun lansia hingga ke lapisan masyarakat dengan memberikan pelayanan keperawatan kesehatan lansia baik berupa pelayanan kesehatan fisik maupun psikologis sebagai bentuk penghargaan bagi lansia di masa tuanya d. Memfasilitasi setiap kegiatan kelompok lansia sebaya MaSa INDAH dan pembinaan kader dalam kelompok pendukung serta bimbingan untuk meningkatkan semangat dan motivasi masyarakat dalam mengatasi masalah depresi pada lansia Perawat Kesehatan Masyarakat (Perawat Komunitas) a. Melakukan deteksi dini lansia depresi dan melakukan sosialisasi intervensi MaSa INDAH kepada masyarakat kelompok lansia dan keluarga lansia

174 160 depresi pada kegiatan posbindu, kunjungan rumah maupun dalam kegiatan di masyarakat. b. Melakukan intervensi MaSa INDAH secara langsung pada kelompok lansia dengan depresi pada kegiatan posbindu atau kelomppok maupun melalui kunjungan rumah. c. Melibatkan kader dan keluarga dalam kelompok pendukung dan melakukan pembinaan secara rutin dari pengkajian hingga evaluasi pelaksanan. d. Mengembangkan potensi diri dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi lansia dengan depresi dengan mengikuti seminar, pelatihan dan workshop atau kegiatan ilmiah lainnya Kader Kesehatan a. Mendukung dan mengikuti pembinaan secara berkelanjutan dalam pengembangan diri yang diselenggarakan dalam program pemerintah bidang kesehatan, sehingga dapat memberikan umpan balik positif pada kelompok lansia maupun pada keluarga lansia depresi di masyarakat dengan melakukan deteksi dini lansia depresi dan penyebaran informasi kesehatan lansia depresi. b. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan diri dengan tetap belajar dari berbagai sumber informasi kesehatan seperti majalah, buku kesehatan, internet yang berhubungan dengan situs keperawatan kesehatan lansia dan meningkatkan kemampuan dengan mengambil kesempatan untuk belajar dalam bentuk pelatihan atau seminar kesehatan. c. Melakukan kerjasama dengan kader bina keluarga lansia dalam melakukan rujukan ke sarana pelayanan kesehatan bila ditemukan lansia yang mengalami masalah kesehatan Lansia, Keluarga dan Masyarakat a. Meningkatkan perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dengan aktif mencari sumber informasi yang berhubungan dengan kesehatan lansia depresi, sehingga akan meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat dalam merawat lansia dengan depresi melalui intervensi MaSa INDAH.

175 161 b. Memberikan dukungan yang optimal bagi lansia melalui kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) tingkat RW dalam upaya membantu lansia menjalani masa tuanya dengan sehat dan bahagia melalui keikutsertaan dalam kegiatan kelompok pendukung lansia depresi, kegiatan keagamaan maupun kegiatan lain di masyarakat. c. Keluarga dan masyarakat memberikan semangat bagi lansia dan lansia tetap juga selalu semangat dalam menjalani proses penuaan sebagai suatu masa yang indah dan sebagai suatu kebanggaan dalam hidupnya Perkembangan Ilmu Keperawatan a. Publikasi hasil intervensi MaSa INDAH sebagai suatu pengembangan intervensi keperawatan yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah kesehatan lansia depresi sebagai upaya pencegahan masalah kesehatan dan pengembangan inovasi perawatan kesehatan selanjutnya pada aggregat lansia dengan depresi. b. Penelitian yang terkait tentang keperawatan kesehatan lansia dengan depresi misalnya dengan adanya penelitian tentang keefektifan intervensi MaSa INDAH dalam mengatasi depresi baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu perlu adanya penelitian yang berhubungan dengan pemberdayaan kader dalam pelaksanaan kegiatan intervensi MaSa INDAH melalui kunjungan rumah, penelitian tentang elemen-elemen manajemen yang berhubungan dengan pelaksanaan program kesehatan lansia dengan depresi, misalnya tentang tingkat motivasi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kesehatan lansia dengan intervensi MaSa INDAH di puskesmas santun lansia, hubungan karakteristik tenaga perkesmas dan kader kesehatan dalam pelaksanaan intervensi MaSa INDAH dengan tingkat depresi lansia di komunitas,

176 162 DAFTAR PUSTAKA Alexopoulus, G.S. (2005). Depression in the elderly. The Lancet: Jun- 4Jun10,2005,365, diperoleh tanggal 14 Januari Allender, J. A., Rector, C. dan Warner, K. D. (2014). Community Health Nursing: Promoting and Protecting the Public's Health. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Anderson dan McFarlene. (2011). Community As Partner : Theory And Practice In Nursing. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. Asmuji. (2012). Manajemen keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2012). Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan BKKBN. Biro Hukum dan Humas BPKP. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Bjorklof, G. H., Engedal, K., Selbæk, G., Kouwenhoven, S.E. dan Helvik, A.S. (2013). Coping and Depression in Old Age: A Literature Review. Psychology Journal 35: Blazer, D.G. (2003). Depression in Late Life: Review and Commentary. The Journal of Gerontology; Mar 2003; 58 A,3. diperoleh tanggal 23 Oktober Carmody, S. dan Forster, S. (2003). Aged Care Nursing: A Guide to Practice. San Francisco: Ausmed Publications. Carson, V.B. (2010). Mental Health Nursing : The Nurse-Patient Journey 2nd Edition. Philadelphia: W.B. Sounder Company. Cole, M.G., dan Dendukuri, N. (2003). Risk factors for depression among elderly community subjects: A systematic review and meta-analysis. The American Journal of Psychiatry (Jun 2003): Conner, K.O., Copelan, V.C., Grote, N.K., Koeske, G., Rosen, D., Reynold.,C.F., dan Brown, C. (2010). Mental Health Treatment Seeking Among Older Adults with Depression: The Impact of Stigma and Race. Am J Geriatr Psychiatry; 18(6):

177 163 Copel, L. C. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat. Jakarta: EGC. Cutler, C.G. (2005). Self-Efficacy and Social Adjustment of Patient with Mood Disorder. J.Am Psychiatr Nurs assoc 11:283. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003). Puskesmas Santun Lansia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ervin, N. E. (2002). Advanced Community Health Nursing Practice: Population - Focused Care. New Jersey: Pearson Education. Fatmah. (2013). Pengaruh Pelatihan pada Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis Kader Penyuluhan Obesitas dan Hipertensi Kader Posbindu Kota Depok. Makara Seri Kesehatan, 17(2); Frazer, C.J., Christense, H dan Griffiths. (2005). Sistematic Review : Effectivenss of treatments for depression in older people. Medical Journal of Australia; Jun 2, 2005; 182, 12; ProQuest pg diperoleh tanggal 02 Mei Friedman (2010). Keperawatan Keluarga: Research, Teori dan Praktik. Jakarta: EGC. Gillies, D. A. (1994). Nursing Management: A System Approach Philadelphia: W.B Saunders Company. Ham, R.J.,et al (2008). Interpersonal Psychotherapy As A Treatmen For Depression In Later Life.Philadelphia: Mosby Elsevier. Helvie, C.O. (1998). Advanced Practice Nursing in the Community. London: Sage. Hikmawati, Eny dan Purnama, Akhmad. (2008). Kondisi Kepuasan Hidup Lanjut Usia. Jurnal PKS Vol. VII, No. 26 Desember 2008, Hill, T.D., Burdette, A.M., Angel, J.L., Angel, R.J. (2006). Religious Attendance and Cognitive Functioning among Older Mexican Americans. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 61(1):3-9. Hitchcock, J. E., Schubert, P. E., dan Thomas, S. A. (1999). Community Health Nursing: Caring in Action. New York: Delmar Publishers. Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia Asuhan Keperawatan Komunitas. Seminar dan Kongres Nasional II. Yogyakarta tanggal 30 Oktober 2 November 2013.

178 164 Keliat, B.A., Wiyono A.P. dan Susanti. (2011). Manajemen Kasus gangguan jiwa; CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Semester I. ISSN x. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013a). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Sosial (2008). Mencapai Optimum Aging pada Lansia, Diakses dari tanggal 04 Oktober Komisi Nasional Lanjut Usia. (2010), Profil Penduduk Lanjut Usia 2009, Jakarta: Komisi Nasiona Lanjut Usia. Landefeld, C.S., Palmer, R.M., Johnson, M., Anne, J.C.B dan Lyons, W. (2004). Current Geriatric Diagnosis & Treatmen. Singapore: Mc Graw Hill. Maas, M. L. (2011). Asuhan Keperawatan Gerontik : Diagnosis NANDA, Kriteria hasil; NOC dan Intervensi NIC. Jakarta: EGC. MacInnes, D.L. (2006).Mental Health ; Effect of self esteem and self acceptance on phychological health is examined. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing 2006;13(5): Maglaya, A. S., Cruz Earnshaw, R. G., Pambid Dones, L. B. L., Maglaya, M. C. S., Lao-Nario, M. B. T., dan Leon, W. O. U. D. (2009). Nursing Practice in the Community. Marikina: Argonauta Corporation. Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2012). Leadership Roles and Management Functions in Nursing: Theory and Application. USA: Lippincott Williams & Wilkins. Mauk, K. L. (2006). Gerontological Nursing: Competencies For Care. Mississauga: Jones and Bartlett Publishers. Maurer, F. A. dan Smith, C. M. (2005). Community/Public Health Nursing Practice: Health for Families and Populations. Philadelphia: Elsevier Saunders.

179 165 Meisenhelder, J.B. dan Chandler, E. N (2002). Spirituality and Health Outcomes in the Elderly. Journal of Religion and Health 41(3): Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pender, N. J., Murdaugh, C. L. dan Parsons, M. A. (2002). Health Promotion in Nursing Practice. New Jersey: Prentice Hall. Palestin. (2006). Ranah penelitian keperawatan gerontik. Diperoleh 20 Nopember 2013 Peden AR., et al. (2005). Testing an intervention to reduce negative thinking, depressive symptoms, and chronic stressors in low-income single mother, Image J Nurs Sch 37:266. Pistrang, N..et al. (2008) Mutual Help Group for Mental Health Problems: A Review of Effectiveness Studies. Am J Community Psychol : 42; Putri, A. K. (2012). Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Depresi pada Wanita Perimenopaouse. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental vol 1, No.02. Ratanto, R. (2013). Pengembangan Karir sebagai faktor paling mempengaruhi kinerja perawat pelaksana. Jurnal keperawatan Indonesia vol 16 no 2. Ratnasari, M., Setyowati, dan Kuntarti. (2012). Faktor-Faktor Manajemen Sumber Daya Manusia Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perkesmas Di Puskesmas Wilayah Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2012., Depok -- Indonesia. Ruof, M. C. (2004). Vulnerability, Vulnerable Populations, and Policy. Kennedy Institute of Ethics Journal, 14(4), Sadock, B. J. dan Sadock, V.A. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis: Kaplan dan Sandock. Jakarta: EGC. Shaffer, David R. (2005). Social and Personality Development. United State of America : ThomsonWadsworth. Songprakun, Wallapa dan McCann, Terence V. (2012). Effectiveness of a self-help manual on the promotion of resilience in individuals with depression in Thailand: a randomised controlled trial. Psychology Journal 12: 12 Stanhope, M. dan Lancaster, J. (2010). Foundations of Nursing in The Community: Community-Oriented Practice. St. Louis Missouri: Mosby.

180 166 Stanley, M. dan Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik, Jakarta: EGC. Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis : Mosby. Swanburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Swanson, J. M. dan Nies, M. A (1993). Community health nursing : promoting the health of aggrregaes. 2 nd. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Tambag, H., Oz, Fatma (2013). Evaluation of the Psychoeducation Given to the Elderly at Nursing Home for a Healty Lifestyle and Developing Life Satisfaction. Community Ment Health J 49: Tamber dan Kookasiani (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Taylor, SE. (2006). Health Psychology 6 th ed. Singapore: M.C. Grow Hill Book Company. Trivedi M.H., et al. (2006). Exercise as an augmentation stragtegy for treatment of major depression. J. Psychiatr Practice 12: 205. Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-Based Practice. 6 th edition. Philadelphia: Davis Plus Company Whitehead, D. K., Weiss, S. A., dan Tappen, R. M. (2010). Essentials of Nursing Leadership and Management. Philadelphia: F. A. Davis Company. Wijono, D. (1999). Manajemen Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi, dan Aplikasi. Surabaya: Airlangga University Press. Wilkinson, Judit M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC. World Health Organization (2009). Depression : ICD-10 criteria. didapatkan pada tanggal 16 Februari 2014.

181 LAMPIRAN

182 Penapisan Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Aggregate Lansia Dengan Depresi Di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok N o. Diagnosa Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas 1. Koordinasi dan kerjasama lintas program dalam pengembangan program kesehatan lansia dengan depresi belum optimal 2. Pengembangan staf untuk meningkatkan pelayanan kesehatan lansia depresi masih belum optimal 3 Kegiatan supervisi pembinaan kesehatan lansia dengan depresi oleh pemegang program lansia belum terlaksana dengan baik 4 Wadah yang mendukung masyarakat dalam pembinaan kesehatan lansia belum tersedia 5 Monitoring evaluasi tentang pelaksanaan program kesehatan lansiadengan depresi belum terlaksana. Tingkat pentingnya masalah untuk diselesaikan : 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi Perubahan positif bagi masyarakat jika masalah diselesaikan : 0=tidak ada, 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi Peningkatan kualitas hidup jika diselesaikan : 0=tidak ada, 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi Prioritas masalah dari 1 sampai 6 : 1=kurang penting, 6=sangat penting Jml Diagnosa manajemen pelayanan keperawatan komunitas berdasarkan prioritas adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan staf untuk meningkatkan pelayanan kesehatan lansia depresi masih belum optimal (15) 2. Wadah yang mendukung masyarakat dalam pembinaan kesehatan lansia belum tersedia (14) 3. Kegiatan supervisi pembinaan kesehatan lansia dengan depresi oleh pemegang program lansia belum terlaksana dengan baik (12) 4. Koordinasi dan kerjasama lintas program dalam pengembangan program kesehatan lansia dengan depresi belum optimal (11) 5. Monitoring evaluasi tentang pelaksanaan program kesehatan lansiadengan depresi belum terlaksana (10)

183 Penapisan Masalah Asuhan Keperawatan Komunitas pada Aggregate Lansia Dengan Depresi Di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok No. Diagnosa Keperawatan Komunitas Tingkat pentingnya masalah untuk diselesaikan : 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi Perubahan positif bagi masyarakat jika masalah diselesaikan : 0=tidak ada, 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi Peningkatan kualitas hidup jika diselesaikan : 0=tidak ada, 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi Prioritas masalah dari 1 sampai 6 : 1=kurang penting, 6=sangat penting Jml 1 Koping aggregate lansia tidak efektif di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok. 2 Pola komunikasi kurang efektif pada aggregat lansia depresi di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok. 3 Risiko peningkatan masalah depresi pada aggregat lansia di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok. 4 Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada aggregat lansia depresi di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok Daftar Prioritas Masalah Keperawatan Komunitas : 1. Koping aggregat lansia tidak efektif di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok (14) 2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada aggregat lansia depresi di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok (13) 3. Pola komunikasi kurang efektif pada aggregat lansia depresi di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok (12) 4. Risiko peningkatan masalah depresi pada aggregat lansia di kelurahan Curug, Cimanggis, Depok (9)

184 PENAPISAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA 1. Keputusasaan pada nenek N. No. Kriteria Skor Pembenaran 1. Sifat 3/3 x 1 = Masalah sudah terjadi karena nenek N terlihat masalah : 1 pasif, menangis saaat bercerita tentang aktual kehidupannya. Nenek N setiap hari duduk di kursi di depan rumah, terlihat lemah dan tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas, kontak mata kurang saat berkomunikasi, nenek N dengan depresi tingkat sedang. 2. Kemungkin an masalah dapat diubah : mudah 3. Potensi masalah untuk dicegah : cukup 2/2 x 2 = 2 3/3 x 1 = 1 Pengetahuan keluarga dalam mengenal keputusasaan pada nenek N masih kurang dan keluarga menganggap bahwa keputusaaaan itu adalah hal yang wajar terjadi pada lansia dan keluarga ingin nenek N tidak sedih lagi. Ada perawat yang akan memberi penkes, ada motivasi dari keluarga untuk mencari tahu dan ingin nenek N hidup lebih baik. Masalah lebih lanjut belum terjadi, keluarga belum melakukan tindakan lain untuk mengatasi masalah keputusasaan pada nenek N. Ada anggota keluarga dan tetangga yang peduli terhadap nenek N. 4. Menonjolnya masalah: Masalah ada harus segera ditangani 2/2 x 1 = 1 Score 5 Masalah pada Nenek N perlu diatasi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dari kondisi penurunan fisik dan psikologisnya.

185 2. Komunikasi keluarga disfungsional. No. Kriteria Skor Pembenaran 1. Sifat masalah : Aktual 3/3 x 1 = 1 Masalah sudah terjadi. Komunikasi dalam keluarga Bpk S tidak terlalu sering dilakukan, dimana keluarga berusaha menunggu nenek N untuk bercerita atau berbicara tentang masalahnya. Nenek N terlihat setiap hari duduk di kursi di depan rumah, sendirian. Tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas, kontak mata kurang saat berkomunikasi. 2. Kemungkinan masalah dapat diubah : Mudah 3. Potensi masalah untuk dicegah: Cukup 2/2 x 2 = 2 2/3 x 1 = 2/3 Pengetahuan keluarga dalam mengenal masalah komunikasi dalam keluarga masih kurang tapi dirasakan oleh nenek N dan seluruh anggota keluarga. Keluarga menganggap bahwa masalah komunikasi itu adalah karena ada kesalahpahaman antara anggota keluarga dan keluarga ingin masalah ini juga diselesaikan. Ada perawat yang akan memberi penkes, ada motivasi dari keluarga untuk mencari tahu tentang bagaimana caranya sehingga masalah komunikasi dalam keluarga dapat terselesikan. Masalah lebih lanjut belum terjadi, keluarga belum melakukan tindakan lain untuk mengatasi masalah komunikasi dan menganggap dapat selesai sendiri. 4. Menonjol-nya masalah: Segera diatasi 2/2 x 1 = 1 Score 4 2/3 Masalah dirasa perlu diatasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga anggota keluarga dapat merasa nyaman tinggal dalam rumah.

186 3. Distress spiritual pada nenek N. No. Kriteria Skor Pembenaran 1. Sifat masalah : Aktual 3/3 x 1 = 1 Masalah sudah terjadi. Nenek N tidak mampu menunjukkan kemampuannya dalam melakukan aktifitas atau kegiatan keagamaan dan merasa tidak mampu untuk melakukan karena sudah bebal. Tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas, kontak mata kurang saat berkomunikasi. 2. Kemungkinan masalah dapat diubah : Mudah 3. Potensi masalah untuk dicegah: Cukup 4. Menonjol-nya masalah: Tidak segera diatasi 2/2 x 2 = 2 2/3 x 1 = 2/3 ½ x 1 = ½ Score 4 1/6 Pengetahuan keluarga dalam mengenal masalah kebutuhan spiritual bagi nenek N masih kurang. Keluarga menganggap bahwa nenek N sudah tua sehingga tidak mau dan tidak ada niat lagi untuk belajar sholat. Ada perawat yang akan memberi memberikan dukungan spiritual dan mengajarkan nenek N untuk sholat, ada motivasi dari keluarga untuk mencari tahu kurang tentang bagaimana caranya sehingga nenek N mau menjalankan ibadahnya kembali. Masalah lebih lanjut belum terjadi, keluarga belum melakukan tindakan lain untuk mengatasi masalah distress spiritual dan menganggap bahwa tidak bisa memaksakan nenek N kembali karena nenek N tidak ada niat untuk belajar. Masalah dirasa tidak perlu diatasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga anggota keluarga dapat merasa nyaman tinggal dalam rumah.

187 4. Regimen terapeutik hipertensi tidak efektif pada nenek N. No. Kriteria Skor Pembenaran 1. Sifat masalah : Aktual 3/3 x 1 = 1 Masalah sudah terjadi karena nenek N mengalami hipertensi (TD: 170/80 mmhg, N: 84 x/ menit) nenek N terlihat kurang sehat, terlihat lemah dan tidak ada inisiatif untuk berbagai aktifitas. Nenek N tidak pernah minum obat dan tidak pernah menggunakan sarana pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatannya. Lingkungan bising. 2. Kemungkin an masalah dapat diubah : Sebagian 3. Potensi masalah untuk dicegah: Cukup ½ x 2 = 1 2/3 x 1 = 2/3 Pengetahuan keluarga dalam mengenal masalah hipertensi masih kurang, keluarga menganggap bahwa tekanan darah nenek N karena pikiran dan sejak muda dulu suka makan daging dan masalah tekanan darah tinggi sudah biasa terjadi kalau sudah tua. Ada perawat yang akan memberi penkes, ada motivasi dari keluarga untuk mencari tahu dan ingin nenek N hidup lebih sehat, ekonomi keluarga kurang. Keluarga kurang memnafaatkan fasilitas kesehatan berupa puskesmas maupun posbindu untuk kontrol kesehatan. Masalah lebih lanjut belum terjadi, keluarga belum melakukan tindakan lain untuk mengatasi masalah hipertensi pada nenek N. Keluarga hanya memfasilitasi bila ada keluhan dengan meminum obat dari warung. 4. Menonjolnya masalah: tidak segera diatasi ½ x 1 = ½ Masalah pada Nenek N dirasa tidak perlu segera diatasi karena keluarga menganggap selama ini nenek N tidak ada makan makanan yang membuat tekanan darahnya naik. Score 3 1/6 PRIORITAS MASALAH : 1. Keputusasaan pada nenek N. 2. Komunikasi keluarga disfungsional 3. Distress spiritual pada nenek N 4. Regimen therapeutik tidak efektif pada nenek N.

188 PENYEGARAN KADER POSBINDU Topik Depresi pada Lansia Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Depresi adalah kondisi gangguan pada jiwa lansia yang sudah berat 2 Depresi terjadi pada semua lansia karena sudah menjadi tua dan berpenyakit kronis 3 Depresi pada lansia ditandai dengan perasaan bersedih lebih dari dua minggu 4 Lansia yang depresi lama memiliki keinginan untuk bunuh diri 5 Kondisi depresi pada lansia bisa dicegah dengan dukungan keluarga dan masyarakat Topik KMS Lansia Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 KMS lansia adalah Kartu Menuju Sakit bagi Lansia 2 Identitas lansia harus diisi dengan lengkap 3 Hasil pemeriksaan pada lansia diisi pada kolom yang tersedia 4 Jika kegiatan sehari-hari lansia kadang-kadang perlu dibantu orang lain, maka lansia tersebut termasuk kategori C 5 Status mental dan masalah emosional lansia dapat diisi berdasarkan pertanyaan awal kepada lansia tentang kesulitan tidur, kegelisahan, menangis sendiri dan kekhawatir. 6 Indeks massa tubuh dinilai berdasarkan tinggi badan dan tekanan darah 7 Berat badan di nilai dalam satuan kilogram (Kg) 8 Tekanan darah dengan sistole lebih dari 160 mmhg berarti normal 9 Haemoglobin lansia perempuan yang normal adalah 13 g%. 10 Lansia yang mengalami masalah emosional dapat diberikan pendidikan kesehatan oleh kader tentang lansia dengan risiko depresi.

189 Lembar Observasi Kemampuan Kader dalam Pengisian KMS Lansia Kegiatan :... Tanggal /Waktu :... Nama Kader :... NO Kegiatan 1 Melakukan pengisian KMS lansia dengan lengkap 2 Melakukan pengisian KMS lansia dengan benar 3 Melakukan komunikasi yang baik pada lansia untuk mendapatkan data : a. Kegiatan sehari-hari b. Status mental masalah emosional c. Indeks Massa Tubuh (Berat Badan, Tinggi Badan) d. Tekanan darah dan pengobatan 4 Bersikap sopan dan empathi saat berkomunikasi dengan lansia 5 Memberikan motivasi bagi lansia dengan memberikan informasi kesehatan yang sederhana sesuai dengan masalah kesehatan lansia 6 Mendokumentasikan kegiatan yang telah dilakukan pada KMS lansia. Nilai Sesuai Kegiatan 0 1 Keterangan : 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan dengan benar TOTAL NILAI Total Nilai =

190 PELATIHAN TENAGA KESEHATAN Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Lansia adalah individu yang berusia lebih dari 45 tahun 2 Depresi adalah kondisi gangguan jiwa lansia yang sudah berat 3 Depresi awal pada lansia ditandai dengan perasaan bersedih lebih dari satu hari 4 Salah satu penyebab lansia depresi adalah tidak bisa menerima kondisi kehilangan sesuatu yang berharga 5 Pengkajian depresi dapat dinilai dengan menggunakan GDS (Geriatic Depression Scale) 6 Gejala fisik depresi pada lansia adalah meningkatnya kemampuan dalam beraktifitas di rumah dan masyarakat 7 Gejala psikis depresi pada lansia adalah kehilangan percaya diri 8 Gejala sosial depresi pada lansia adalah secara aktif menjalin komunikasi dengan orang lain 9 Pelayanan kesehatan lansia depresi lebih berfokus pada pemenuhun kebutuhan fisik lansia 10 Lansia dengan depresi memiliki keinginan untuk bunuh diri bila masalahnya tidak diatasi dengan baik Beri tanda cek list ( ) pada salah satu dari 4 kolom pilihan (sangat setuju, setuju, tidak setuju atau sangat tidak setuju)! No Pernyataan Lansia adalah orang yang perlu dihormati dan dihargai Lansia yang mengalami proses penuaan hanya memiliki masalah fisik yang harus bisa diterima dengan tulus Lansia membutuhkan teman untuk berbicara dalam mengatasi depresinya Petugas kesehatan memiliki peran besar dalam membantu lansia depresi Suasana yang menyenangkan, akan membuat lansia merasa bahagia. Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

191 Masalah lansia hanya bisa diatasi oleh lansia sendiri Lansia tidak perlu ikut dalam kegiatan di rumah maupun di masyarakat Sarana pelayanan di puskesmas dan posbindu sebagai salah satu fasilitas untuk membuat lansia tetap sehat dan bahagia Lansia yang datang ke pelayanan kesehatan memerlukan pelayanan keperawatan secara fisik dan psikologis Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan lansia penting Beri tanda cek list ( ) pada salah satu dari 4 kolom pilihan (Sering, Jarang, Pernah Atau Tidak Pernah )! No Pernyataan Sering/ setiap waktu 1 Bapak/Ibu tersenyum dan bersikap ramah terhadap lansia 2 Bapak/Ibu menanyakan kepada lansia tentang perasaan, keinginan lansia 3 Bapak/Ibu melakukan pengkajian kondisi mental emosional lansia dan mencatatnya 4 Bapak/Ibu memberikan informasi tentang perubahan kondisi kesehatan lansia akibat proses penuaannya 5 Bapak/Ibu memotivasi lansia untuk terlibat dalam kegiatan posbindu dan kegiatan di masyarakat 6 Bapak/Ibu berperan serta dalam merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan untuk lansia bersama masyarakat (kader dan lansia) 7 Bapak/Ibu mengajarkan lansia dalam mengatasi stres dengan teknik nafas dalam 8 Bapak/Ibu memotivasi lansia dalam rutin melakukan kegiatan keagamaan seperti berdoa sesuai agama dan kepercayaan 9 Bapak/Ibu membiarkan lansia duduk sendirian dan berdiam diri. 10 Bapak/Ibu melakukan pengembangan diri seperti mengikuti pelatihan atau seminar tentang kesehatan lansia depresi Jarang/ sebagian besar waktu Pernah/ sedikit waktu Tidak pernah/ tidak sama sekali

192 LEMBAR PENILAIAN PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PENCATATAN DAN PELAPORAN STATUS KESEHATAN LANSIA Nama Tenaga Kesehatan :... No Kegiatan Dilakukan 1 Memberikan penjelasan saat umpan balik kepada kader lansia tentang pentingnya : Identitas lansia 2 Data kunjungan (Tanggal kunjungan) 3 Kegiatan sehari-hari (A, B atau C) 4 Status mental emosional penilaian 2 menit (Ada/tdk ada) 5 Indeks Massa Tubuh 6 Berat badan (Kg) 7 Tekanan darah (Tinggi, Normal atau Rendah) 8 Hasil pemeriksaan tekanan darah (sistole/diastole = mmhg) 9 Pengobatan tekanan darah (ada/ tidak ada) 10 Hb (Kurang/ Normal) 11 Hasil pemeriksaan Hb (gram%) 12 Hasil pemeriksaan gula darah 13 Pengobatan DM (ada /tidak ada) 14 Hasil pemeriksaan Protein urine (positif/ negatif) 15 Pengobatan (ada/ tidak ada) 16 Kasus di konseling 17 Penyuluhan Kesehatan Keterangan : 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan dengan benar JUMLAH TOTAL NILAI SESUAI KEGIATAN TOTAL NILAI Tidak Dilakukan Total Nilai =

193 Lembar Observasi Teknik Pendidikan Kesehatan No Kegiatan 1 Menyiapkan media penyuluhan (leaflet, lembar balik, dll) 2 Media peyuluhan sudah sesuai dengan materi yang akan disampaikan 3 Menyiapkan alat dan tempat untuk penyuluhan 4 Mengatur lingkungan yang kondusif seperti lingkungan yang nyaman terhindar dari kebisingan, tidak berbau, tidak panas dan tidak sempit 5 Menyampaikan salam pembukaan 6 Kontrak waktu, tempat dan tema 7 Menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan 8 Mempertahankan kontak mata 9 Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti 10 Menjelaskan materi pendidikan kesehatan dengan benar dan berurutan 11 Bertanya kembali tentang apa yang telah disampaikan oleh penyuluh kepada peserta 12 Memberikan pujian atas jawaban peserta 13 Memberikan umpan balik atas jawaban dari peserta 14 Melakukan kontrak untuk pertemuan dan kegiatan selanjutnya 15 Menyampaikan salam penutup Dilakukan Ya Tidak

194 LEMBAR PENILAIAN PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TENTANG HARGA DIRI LANSIA DAN CARA MENINGKATKNYA Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Harga diri rendah adalah perasaan positif terhadap diri 2 Kondisi harga diri rendah bisa terjadi pada lansia karena perasaan malu akibat kejadian tertentu 3 Peran yang sesuai dengan keinginan lansia, dapat membuat harga dirinya rendah 4 Lansia yang mengalami harga diri rendah akan sukar mengambil keputusan 5 Harga diri lansia bisa ditingkatkan oleh lansia dan dibantu oleh orang lain 6 Lansia dengan harga diri rendah selalu merasa percaya diri 7 Dukungan yang dapat diberikan pada lansia dengan harga diri rendah adalah dengan mengenalkan kekuatan dan kemampuan pada diri lansia 8 Pujian sangat diperlukan dalam membantu lansia dalam meningkatkan harga dirinya 9 Keikutsertaan dalam kelompok membuat lansia semakin malu dan tidak percaya diri 10 Lansia sehat dan bahagia meningkatkan harga dirinya No Lembar Observasi Cara Meningkatkan Harga Diri Kegiatan Kontak mata saat berbicara dengan lansia 1 Menanyakan kepada orang lain/ lansia : a. Pendapat orang lain/ lansia tentang dirinya b. Hal-hal yang membuat orang lain/ lansia c. Hal-hal yang membuat ia tidak percaya diri atau malu 2 Memberikan dukungan kepada orang lain/ lansia : a. Untuk mengenal kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya b. Memfasilitasi lingkungan dan aktifitas untuk melakukan kepandaiannya c. Mengenalkan tanggapan positif dari orang lain terhadap dirinya d. Belajar menerima pengaruh dan tantangan baru e. Melakukan aktifitas bersama dalam kelompok 3 Memberikan pujian untuk tindakan orang lain/ lansia dalam meningkatkan harga dirinya. Dilakukan Ya Tidak

195 No Lembar Observasi Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan Musik Kegiatan 1 Pakaian dilonggarkan dengan posisi tenang dan nyaman 2 Diawali dengan berdoa, berzikir atau sholawat 3 Memejamkan mata dan konsentrasi dengan pernafasan sesuai suara musik 4 Bernafas santai sebanyak 3-4 kali sampai merasa nyaman dalam bernafas 5 Menarik nafas melalui hidung secara perlahan, mendalam, santai dan merasakan naik perut dan menahan sampai 3-5 hitungan 6 Mengeluarkan nafas secara perlahan lewat mulut dengan bentuk huruf O dan merasakan turunnya perut 7 Diselingi dengan nafas biasa 4-5 kali dengan tarikan nafas dalam 8 Mengulangi pernafasan secara berulang kali hingga merasa nyaman dan santai 9 Mendengarkan musik sambil memikirkan halhal yang positif 10 Masih berada pada posisi yang aman dan nyaman hingga prosesi selesai Dilakukan Ya Tidak

196 PEMBINAAN KELOMPOK PENDUKUNG TOPIK KESEHATAN LANSIA Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Lansia berusia lebih dari 45 tahun 2 Perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah daya tahan menurun 3 Perubahan mental pada lansia adalah pendengaran berkurang 4 Perubahan sosial pada lansia adalah merasa kesepian dan sedih 5 Yang menyebabkan perubahan sosial pada lansia adalah karena lansia sudah pensiun 6 Proses penuaan alami terjadi pada semua orang 7 Lansia harus tetap aktif beraktifitas seperti masa muda dulu 8 Makanan yang sehat dan bergizi mendukung kesehatan fisik dan mental lansia 9 Peningkatan spiritual diperlukan bagi lansia 10 Posbindu diadakan untuk memberikan pengobatan bagi lansia TOPIK DETEKSI DINI DEPRESI DAN CARA PENCEGAHANNYA Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Depresi adalah kondisi gangguan pada jiwa lansia yang sudah berat 2 Depresi terjadi pada semua lansia karena sudah menjadi tua dan berpenyakit kronis 3 Depresi pada lansia ditandai dengan perasaan bersedih lebih dari dua minggu 4 Lansia yang depresi lama memiliki keinginan untuk bunuh diri 5 Kondisi depresi pada lansia bisa dicegah dengan dukungan keluarga dan masyarakat 6 Lansia depresi karena tinggal bersama keluarga 7 Lansia depresi selalu mengungkapkan perasaannya secara terbuka dengan orang lain 8 Depresi pada lansia bisa berakibat tekanan darah meningkat 9 Pencegahan depresi pada lansia adalah dengan tetap aktif melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya 10 Lansia yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan kegiatan di masyarakat tidak berisiko mengalami depresi

197 No Lembar Observasi Deteksi Dini Depresi dan Cara Pencegahannya Kegiatan 1 Memberikan salam kepada lansia 2 Menanyakan lansia tentang: a. Kesulitan tidur b. Sering merasa gelisah c. Merasa murung atau menangis sendiri d. Sering merasa khawatir e. Lama keluhan f. Ada tidaknya gangguan atau masalah dengan keluarga atau orang lain yang dirasakan saat ini g. Kecenderungan mengurung diri di kamar 3 Mencatat hasil penilaian 4 Memberikan motivasi dan dukungan untuk kesehatan lansia dalam mencegah depresi TOPIK TEKNIK PENDIDIKAN KESEHATAN Dilakukan Ya Tidak Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan pengalaman belajar 2 Masyarakat turut berperanserta dalam memberikan informasi kesehatan kepada lansia yang mengalami depresi 3 Pendidikan kesehatan bagi lansia tidak perlu persiapan yang khusus karena lansia sudah tua 4 Informasi kesehatan kesehatan sebaiknya disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh lansia 5 Media atau alat bahan yang digunakan dalam pendidikan kesehatan berupa sesuatu yang bisa dilihat, diraba, dicium, didengar dan dirasa. 6 Materi pendidikan kesehatan disampaikan lebih dari 30 menit 7 Pendidikan kesehatan hanya bisa dilakukan dalam kelompok besar 8 Jumlah kelompok besar dalam pendidikan kesehatan adalah minimal 3 orang 9 Pemberi materi harus menguasai tentang materi yang akan disampaikan 10 Leaflet adalah selembar kertas yang bisa dilipat berisi gambar dan tulisan dengan kalimat yang singkat, padat dan mudah dimengerti.

198 No Lembar Observasi Teknik Pendidikan Kesehatan Kegiatan 1 Menyiapkan media penyuluhan (leaflet, lembar balik, dll) 2 Media peyuluhan sudah sesuai dengan materi yang akan disampaikan 3 Menyiapkan alat dan tempat untuk penyuluhan 4 Mengatur lingkungan yang kondusif seperti lingkungan yang nyaman terhindar dari kebisingan, tidak berbau, tidak panas dan tidak sempit 5 Menyampaikan salam pembukaan 6 Kontrak waktu, tempat dan tema 7 Menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan 8 Mempertahankan kontak mata 9 Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti 10 Menjelaskan materi pendidikan kesehatan dengan benar dan berurutan 11 Bertanya kembali tentang apa yang telah disampaikan oleh penyuluh kepada peserta 12 Memberikan pujian atas jawaban peserta 13 Memberikan umpan balik atas jawaban dari peserta 14 Melakukan kontrak untuk pertemuan dan kegiatan selanjutnya 15 Menyampaikan salam penutup Dilakukan Ya Tidak

199 TOPIK KOMUNIKASI EFEKTIF Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran, perasaan melalui bahasa, pembicaraan, gerakan tubuh dan ungkapan emosi 2 Tujuan komunikasi adalah untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain 3 Berkomunikasi dengan lansia bertujuan untuk membuat lansia mau berbicara saat menghadapi masalah 4 Suasana tertutup dan saling mengacuhkan merupakan hal yang penting dalam berkomunikasi 5 Hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah kemampuan dalam mengambil keputusan 6 Salah satu kemampuan yang diperlukan dalam berkomunikasi adalah kemampuan dalam mengajukan pertanyaan 7 Komunikasi verbal dapat dilihat melalui ekspresi wajah saat berbicara 8 Cara bertanya yang baik adalah dengan bahasa yang sopan dan mudah dipahami 9 Cara mendengar yang baik adalah tidak melihat mata orang yang diajak berbicara 10 Memotong pembicaraan perlu dilakukan jika topik pembicaraan membosankan No Lembar Observasi Teknik Komunikasi Efektif Tindakan saat berkomunikasi 1 Ekspesi wajah sesuai 2 Nada suara sesuai 3 Kontak mata sesuai 4 Bersikap tenang 5 Menunjukkan minat untuk mendengarkan orang lain saat berbicara 6 Menggunakan kata-kata sederhana 7 Tidak menyinggung atau mengkritik 8 Bahasa yang digunakan jelas 9 Menyampaikan informasi 10 Tidak memotong pembicaaan Dilakukan Ya Tidak

200 TOPIK MANAJEMEN STRES Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Stres adalah situasi atau kondisi yang nyaman bagi seseorang 2 Stres dapat berasal dari dalam tubuh dan dari luar tubuh 3 Tanda stres pada lansia adalah mudah menangis 4 Kehilangan kepercayaan terhadap orang lain bukan merupakan tanda stres pada lansia 5 Pikiran menjadi tenang merupakan akibat dari stres 6 Stres pada lansia bisa diatasi 7 Orang stres sebaiknya menenangkan diri di kamar dalam jangka waktu tertentu 8 Orang stres harus makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup 9 Cara mengatasi stres bisa dengan melakukan relaksasi nafas dalam dengan diiringi musik 10 Mengatasi stres bisa dilakukan dengan melakukan doa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing No Lembar Observasi Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan Musik Kegiatan 1 Pakaian dilonggarkan dengan posisi tenang dan nyaman 2 Diawali dengan berdoa, berzikir atau sholawat 3 Memejamkan mata dan konsentrasi dengan pernafasan sesuai suara musik 4 Bernafas santai sebanyak 3-4 kali sampai merasa nyaman dalam bernafas 5 Menarik nafas melalui hidung secara perlahan, mendalam, santai dan merasakan naik perut dan menahan sampai 3-5 hitungan 6 Mengeluarkan nafas secara perlahan lewat mulut dengan bentuk huruf O dan merasakan turunnya perut 7 Diselingi dengan nafas biasa 4-5 kali dengan tarikan nafas dalam 8 Mengulangi pernafasan secara berulang kali hingga merasa nyaman dan santai 9 Mendengarkan musik sambil memikirkan halhal yang positif 10 Masih berada pada posisi yang aman dan nyaman hingga prosesi selesai Dilakukan Ya Tidak

201 TOPIK CARA MENINGKATKAN HARGA DIRI RENDAH Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Harga diri rendah adalah perasaan positif terhadap diri 2 Kondisi harga diri rendah bisa terjadi pada lansia karena perasaan malu akibat kejadian tertentu 3 Peran yang sesuai dengan keinginan lansia, dapat membuat harga dirinya rendah 4 Lansia yang mengalami harga diri rendah akan sukar mengambil keputusan 5 Harga diri lansia bisa ditingkatkan oleh lansia dan dibantu oleh orang lain 6 Lansia dengan harga diri rendah selalu merasa percaya diri 7 Dukungan yang dapat diberikan pada lansia dengan harga diri rendah adalah dengan mengenalkan kekuatan dan kemampuan pada diri lansia 8 Pujian sangat diperlukan dalam membantu lansia dalam meningkatkan harga dirinya 9 Keikutsertaan dalam kelompok membuat lansia semakin malu dan tidak percaya diri 10 Lansia sehat dan bahagia meningkatkan harga dirinya No Lembar Observasi Cara Meningkatkan Harga Diri Kegiatan Kontak mata saat berbicara dengan lansia 1 Menanyakan kepada orang lain/ lansia : a. Pendapat orang lain/ lansia tentang dirinya b. Hal-hal yang membuat orang lain/ lansia c. Hal-hal yang membuat ia tidak percaya diri atau malu 2 Memberikan dukungan kepada orang lain/ lansia : a. Untuk mengenal kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya b. Memfasilitasi lingkungan dan aktifitas untuk melakukan kepandaiannya c. Mengenalkan tanggapan positif dari orang lain terhadap dirinya d. Belajar menerima pengaruh dan tantangan baru e. Melakukan aktifitas bersama dalam kelompok 3 Memberikan pujian untuk tindakan orang lain/ lansia dalam meningkatkan harga dirinya. Dilakukan Ya Tidak

202 Diisi oleh Keluarga Lansia dengan Depresi Berilah tanda (V) pada kolom pernyataan yang menurut Anda Benar atau Salah! No Pernyataan Benar Salah 1 Depresi adalah kondisi gangguan pada jiwa lansia yang sudah berat 2 Depresi terjadi pada semua lansia karena sudah menjadi tua dan berpenyakit kronis 3 Depresi pada lansia ditandai dengan perasaan bersedih lebih dari dua minggu 4 Lansia yang depresi lama memiliki keinginan untuk bunuh diri 5 Kondisi depresi pada lansia bisa dicegah dengan dukungan keluarga dan masyarakat 6 Lansia depresi karena tinggal bersama keluarga 7 Lansia depresi selalu mengungkapkan perasaannya secara terbuka dengan orang lain 8 Depresi pada lansia bisa berakibat tekanan darah meningkat 9 Pencegahan depresi pada lansia adalah dengan tetap aktif melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya 10 Lansia yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan kegiatan di masyarakat tidak berisiko mengalami depresi Beri tanda cek list ( ) pada salah satu dari 4 kolom pilihan (sangat setuju, setuju, tidak setuju atau sangat tidak setuju)! Tidak Sangat No Pernyataan Setuju setuju setuju Lansia adalah orang yang perlu dihormati dan 1 dihargai Lansia yang mengalami proses penuaan hanya 2 memiliki masalah fisik yang harus bisa diterima dengan tulus Lansia membutuhkan teman untuk berbicara dalam 3 mengatasi depresinya Keluarga memiliki peran besar dalam membantu 4 lansia depresi untuk bisa pulih, sehat dan bahagia Suasana yang menyenangkan, akan membuat lansia 5 merasa bahagia. 6 Masalah lansia hanya bisa diatasi oleh lansia sendiri Lansia tidak perlu ikut dalam kegiatan di rumah 7 maupun di masyarakat Sarana pelayanan di puskesmas dan posbindu sebagai 8 salah satu fasilitas untuk membuat lansia tetap sehat dan bahagia Lansia yang datang ke pelayanan kesehatan untuk 9 mendapatkan pelayanan keperawatan secara fisik dan psikologis Memberikan dukungan bagi kesehatan lansia itu 10 penting Sangat tidak setuju

203 Beri tanda cek list ( ) pada salah satu dari 4 kolom pilihan (Sering, Jarang, Pernah Atau Tidak Pernah )! No Pernyataan Sering/ setiap waktu 1 Bapak/Ibu tersenyum dan bersikap ramah terhadap lansia 2 Bapak/Ibu menanyakan kepada lansia tentang perasaan, keinginan lansia 3 Bapak/Ibu mengajak lansia dalam kegiatan atau aktivitas di dalam rumah 4 Bapak/Ibu memberikan motivasi kepada lansia untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan lansia 5 Bapak/Ibu memotivasi lansia untuk terlibat dalam kegiatan posbindu dan kegiatan di masyarakat 6 Bapak/Ibu berperan serta dalam merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan untuk lansia bersama masyarakat (kader dan lansia) 7 Bapak/Ibu bersama-sama lansia dalam mengatasi stres dengan teknik nafas dalam 8 Bapak/Ibu memotivasi lansia dalam rutin melakukan kegiatan keagamaan seperti berdoa sesuai agama dan kepercayaan 9 Bapak/Ibu membiarkan lansia duduk sendirian dan berdiam diri. 10 Bapak/Ibu memberikan pujian bagi lansia atas keberhasilan lansia melakukan sesuatu yang baik. Jarang/ sebagian besar waktu Pernah/ sedikit waktu Tidak pernah/ tidak sama sekali

204 Pengkajian Tingkat Depresi pada Lansia Geriatric Depression Scale (GDS) No Pernyataan Ya Tidak 1 Hilangnya perasaan senang dalam beraktivitas normal 2 Berat badan menurun atau bertambah 3 Merasa kesulitan tidur atau kebanyakan tidur 4 Merasa kelelahan dan tidak punya tenaga 5 Sulit berkonsentrasi 6 Merasa tidak puas dengan kehidupan saat ini 7 Merasa hidup terasa kosong 8 Merasa takut sesuatu yang buruk akan terjadi 9 Merasa ditinggalkan dan tidak dipedulikan 10 Merasa tidak berdaya 11 Merasa kehilangan orang yang dicintai 12 Menderita penyakit yang tidak sembuh-sembuh 13 Harus minum obat-obatan 14 Merasakan peristiwa yang menyedihkan dan menyakitkan 15 Perasaan penyesalan dalam hidup ini

205 Oleh : Mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013 APA LANSIA ITU? Lansia adalah setiap orang yang telah berumur 60 tahun atau lebih, jika lebih dari 70 tahun dikatakan lansia resiko tinggi. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA? Rambut uban, Kulit keriput Penglihatan berkurang Pendengaran berkurang Perabaan dan pengecapan berkurang. Penciuman berkurang Daya tahan menurun Badan bungkuk, Gigi ompong Tulang dan otot mulai rentan Peredaran darah terganggu Fungsi perut sering terganggu Fungsi perkencingan terganggu Emosi mudah berubah-ubah Susah tidur merasa kesepian dan sedih APA YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN FISIK PADA LANSIA? Keturunan Nutrisi Status kesehatan Pengalaman hidup Lingkungan Stress APA YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN MENTAL PADA LANSIA? Perubahan kesehatan Kesulitan umum tingkat pendidikan Keturunan Lingkungan APA YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN SOSIAL PADA LANSIA? Pensiun (kehilangan) Kesadaran akan kematian Perubahan gaya hidup

206 APA YANG PERLU DIPERHATIKAN JIKA ANDA SUDAH MENJADI LANSIA? Jika ada benjolan di tubuh yang sebelumnya tidak ada mata kabur seperti berkabut Sering sakit-sakitan Sering sempoyongan Pikun bertambah Sering kencing, haus dan cepat lapar Susah buang air besar Batuk lama Sulit kencing Sering anyang-anyang Sering pusing Dada Berdebar Kaki bengkak Ingin menyendiri/cepat marah Badan terasa dingin Badan dan persendian terasa nyeri Tidak selera makan Ingin cepat meninggal dunia APA YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN JIKA SUDAH MENJADI LANSIA? Harus tetap aktif (hidup sederhana, santai, aktif dalam organisasi, sosial berkarya, hobi dan olahraga; jalan-jalan minimal 1-2 kali/minggu selama ½ = 1 jam, sesuai kemampuan dan dilakukan teratur dan terus menerus). Makan makanan bergizi - Lemak : 1 gr/hari - Protein : 1 gr/hari - Mineral, Kalsium, Zat besi, Vitamin D - Air putih : 5-8 gelas - Merencanakan makanan - Jadwal makan dibuat sering dengan porsi kecil, mudah dicerna dan jangan makan terlau kenyang - Konsumsi garam yang dikurangi - Batasi minum kopi dan teh - Hindari BENJOL ( Bayam, Emping, Nanas, Jerohan, Otak, Lemak ). Peningkatan spiritual Perlu penyegaran fisik dan mental Biasakan untuk bicara atau mengungkapkan perasaan kepada anggota keluarga yang lain. Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan di sarana kesehatan seperti posbindu atau puskesmas. Semoga Seluruh Lansia di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis SELALU SEHAT, TETAP SEHAT DAN BAHAGIA. Sekian

207 APA DEPRESI ITU? Depresi merupakan gangguan perasan yang ditandai dengan adanya perasaan bersedih, hilang minat dan mudah putus asa. MENGAPA LANSIA ITU BERISIKO DEPRESI? Pergaulan berkurang Penghasilan menurun Tubuh lemah Kondisi kesehatan menurun Kurang aktif Rekreasi terbatas Keluarga sibuk Olahraga kurang Tinggal sendiri Tidak memiliki jaminan kesehatan Menderita penyakit kronis. mudah marah perasa curiga mudah sedih dan murung suka menyendiri merasa tidak berguna merasa bersalah merasa banyak beban tidak mampu mengungkapkan perasaan terbuka dengan orang lain. Oleh : Mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA APA YANG TERJADI PADA LANSIA BILA MENGALAMI DEPRESI? Gangguan tidur (sulit tidur, terlalu banyak/sedikit tidur) Aktifitas menurun Kualitas kerja menurun Mudah merasa letih dan sakit. Tidak percaya diri (malu/minder) mudah tersinggung BERADA DI TINGKAT DEPRESI YANG MANA KONDISI LANSIA SAAT INI? DEPRESI RINGAN Merasa sedih Kehilangan minat dan kesenangan serta mudah lelah Konsentrasi dan perhatian kurang.

208 DEPRESI SEDANG Kesulitan untuk mengikuti kegiatan sosial di masyarakat Kesulitan untuk melakukan pekerjaan dan urusan rumah tangga. DEPRESI BERAT Gelisah Kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna Keinginan bunuh diri APA YANG TERJADI BILA RISIKO DEPRESI TIDAK SEGERA DITANGANI ATAU DIKURANGI? Timbulnya berbagai penyakit kronis seperti : Tekanan darah tinggi Maag Pusing berputar-putar (vertigo) Migran (sakit kepala sebelah) Kanker Stroke penyakit jantung Mudah lupa (dimensia) rematik. Perasaan ingin bunuh diri APA YANG PERLU DILAKUKAN JIKA LANSIA BERISIKO DEPRESI? OLEH LANSIA (DIRI SENDIRI) I = Ikut serta dalam kegiatan di rumah, kelompok dan masyarakat. N = Nerima kondisi penuaan D = Diskusi dan Doa A = Atasi stress H = Harga diri yang positif OLEH KELUARGA : Dukung lansia tetap berkomunikasi/ berbicara Ajak lansia berdiskusi seminggu sekali Dengarkan keluhan lansia Berikan bantuan ekonomi Dukung kegiatan lansia Ikut sertakan anak dan cucu merawat lansia Kenali tanda-tanda depresi pada lansia. Berikan kesempatan kepada lansia tetap beraktivitas sesuai dengan kemampuan OLEH MASYARAKAT : Siapkan tempat dan waktu untuk lansia berolah raga dan beraktifitas. Dukung kegiatan di masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan lansia dan dukung lansia untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan di sarana kesehatan seperti posbindu atau puskesmas. Semoga Seluruh Lansia di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis SELALU SEHAT, TETAP SEHAT DAN BAHAGIA. *******Sekian********

209 APA BERDUKACITA / KEHILANGAN ITU? Proses dimana seseorang mengalami kehilangan sesuatu atau seseorang yang bernilai atau berharga bagi dirinya dalam kehidupannya. Duduk disamping lansia Berusaha berkomunikasi diam dan sentuhan BAGAIMANA TAHAPAN BERDUKACITA/KEHILANGAN dan PERAN KELUARGA? Oleh : Mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2013 TAHAP 1 : PENOLAKAN Seseorang mengatakan : ini tidak mungkin terjadi saya tidak percaya mustahil Peran keluarga tahap penolakan : Secara verbal mendukung lansia tetapi tidak mendukung penolakannya Tidak membantah penolakan atau penyangkalan lansia tetapi menyampaikan fakta/kenyataan TAHAP 2 : MARAH Seseorang biasanya marah dan merasa apa yang terjadi padanya sungguh tidak adil Peran keluarga tahap marah : Bantu lansia untuk mengerti bahwa marah adalah suatu respon yang normal untuk merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan Fasilitasi ungkapan kemarahan lansia Tangani kebutuhan dasar pada tahapan reaksi kemarahan

210 TAHAP 3 : MENIMBANG- NIMBANG/ MENAWAR-NAWAR Seseorang mengatakan : Andai saja saya yang ada di posisi tersebut seandainya ia tidak pergi secepat ini Peran keluarga tahap menimbang-nimbang/ tawar menawar : Dengarkan dengan penuh perhatian Ajak lansia berbicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak masuk akal. Berikan dukungan spiritual. Peran keluarga tahap depresi/ kesedihan : Membantu lansia mengurangi rasa bersalah denga tetap mendukungnya Memberikan kesempatan lansia untuk bercerita tentang kesedihannya Memberikan dukungan non verbal dengan cara duduk di samping lansia dan memegang tangan lansia Hargai perasaan lansia Bersama lansia membahas pikiran negatif yang sering muncul Latih mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki. Saya yakin ia bahagia disisi Allah, maka saya akan merasa bahagia pula Peran keluarga tahap Penerimaan Membantu lansia mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan dilakukan Bantu lansia untuk bisa mengerti penyebab kematian Bersama-sama lansia, lakukan ziarah ke makam dan atau melihat foto-foto pemakaman. Mengurusi surat-surat yang diperlukan TAHAP 4 : DEPRESI / KESEDIHAN Seseorang akan : Merasa tidak berdaya Merasa tidak mampu menjalani hidup ini Mengatakan hidupku saat ini tidak ada artinya tanpa kehadirannya TAHAP 5 : PENERIMAAN Seseorang akan mulai dapat menerima dengan ikhlas atas kehilangan yang terjadi dengan mengatakan : Saya ikhlas atas kepergiannya dan akan menjalani hidup ini lebih baik lagi Semoga Seluruh Lansia di Kelurahan Curug SELALU SEHAT, TETAP SEHAT DAN BAHAGIA. Sekian

211 Oleh : Mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA APA KOMUNIKASI ITU? Proses menyampaikan pikiran, perasam melalui bahasa, pembicaraan, mendengar, gerakan tubuh atau ungkapan emosi. APA TUJUAN KITA BERKOMUNIKASI? Membangun hubungan yang baik Membentuk suasana keterbukaan dan saling mendengarkan Membuat lansia untuk mau berbicara saat menghadapi masalah Membuat keluarga mau mendengar dan menghargai lansia saat berbicara Membantu lansia dalam menyelesaikan masalah. APA YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM KOMUNIKASI? Hubungan saling percaya Komunikasi terbuka Kemampuan dalam mengambil keputusan KETERAMPILAN APA SAJA DALAM BERKOMUNIKIASI? Membuat suasana aman saat berkomunikasi Membuat suasana nyaman saat berkomunikasi Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain Memperhatikan komunikasi verbal dan non verbal Mengajukan pertanyaan Mendengarkan orang lain

212 BAGAIMANA CARA BERKOMUNIKASI? KOMUNIKASI VERBAL YANG BAIK Komunikasi yang menggunakan kata-kata. Sedehana Tidak menyinggung dan mengkritik Jelas Menyimpulkan Menyemangati Memberikan informasi KOMUNIKASI NON VERBAL YANG BAIK Komunikasi dalam bentuk ekspresi wajah, nada suara, gerakan anggota tubuh dan kontak mata. Tenang Tidak melotot Kontak mata saat berbicara Tidak mengerutkan alis, bibir Suara tidak dibuat-buat CARA BERTANYA YANG BAIK Jelas Bertanya untuk mendapatkan informasi Dengan bahasa yang sopan dan mudah dipahami CARA MENDENGAR YANG BAIK Jaga kontak mata saat orang lain berbicara Tunjukkan minat untuk mendengarkan Jangan melakukan kegiatan lain saat berbicara Jangan memotong pembicaraan Tunjukkan perhatian atas pembicaraan Lakukan pengulangan Berikan komentar kecil untuk menghargai orang lain saat berbicara. Jika perlu konsultasi kesehatan lansia, tetap datanglah ke sarana pelayanan kesehatan. seperti posbindu atau puskesmas. Semoga Seluruh Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggis SELALU SEHAT, TETAP SEHAT DAN BAHAGIA. *******Sekian********

213

214 APA STRES ITU? Stres adalah situasi atau kondisi dimana kita merasa tidak nyaman PENYEBAB STRES YANG TERJADI PADA LANSIA? Berasal dari dalam tubuh ( misalnya demam, rasa bersalah, pertentangan batin) Berasal dari luar tubuh ( misalnya ada masalah dalam Keluarga, dan di masyarakat) Kehilangan kepercayaan terhadap orang lain Malas bergaul Pusing Diare Selera makan berubah Mudah lelah Mudah gugup APA AKIBAT DARI STRES? Terganggunya pemikiran seseorang tentang kehidupan Terganggunnya dalam penyelesaian masalah Oleh : Mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA APA TANDA-TANDA STRES PADA LANSIA? Sedih Mudah menangis Mudah marah Takut Cemas Sulit Konsentrasi Sulit mengambil keputusan Mudah lupa Terganggunya hubungan dengan orang lain Terganggunya kesehatan

215 APA YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN JIKA LANSIA MENGALAMI STRES? Olahrafa teratur Makan makanan bergizi Peningkatan spiritual Perlu penyegaran fisik dan mental Biasakan untuk bicara atau mengungkapkan perasaan kepada anggota keluarga yang lain. Istirahat yang cukup Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Terapi musik Pengertian : Suatu cara membuat tubuh nyaman dengan pernafasan pelan dengan pernafasan perut sambil mendengarkan musik. Tujuan : Membuat tubuh lebih santai Membuat tubuh lebih tenang. Manfaat : Membuat ketentraman hati Berkurangnya rasa cemas dan gelisah Mengurangi ketegangan jiwa Mengurangi tekanan darah Meningkatkan tidur lelap. Persiapan : Pakaian dilonggarkan Lepaskan alas kaki Ruangan dalam keadaan tenang Boleh dilakukan sambil berdoa, berzikir atau sholawat atau dengan disertai musik yang lembut. Langkah-langkahnya : Posisikan tubuh secara nyaman Pilih dan dengarkan musik santai, tenang dan teratur Pejamkan mata dan konsentrasi penuh dengan pernafasan sesuai suara musik Bernafas dengan santai sebanyak 3-4 kali sampai merasa nyaman dalam bernafas Tarik nafas melalui hidung secara perlahan, mendalam, santai dan rasakan naiknya perut dan tahan sampai 3 5 hitungan Keluarkan nafas secara perlahan lewat mulut dengan bentuk huruf O dan rasakan turunnya perut Selingi nafas seperti biasa 4-5 kali dengan tarikan nafas dalam Ulangi pernafasan secara berulang kali hingga merasa nyaman santai. Dengarkan musik sambil memikirkan hal-hal yang positif Semoga Seluruh Lansia di wilayah kerja Puskesmas Cimanggis SELALU SEHAT, TETAP SEHAT DAN BAHAGIA. Sekian

216 Oleh : Mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas APA HARGA DIRI RENDAH ITU? Perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk kehilangan atau hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal yang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. MENGAPA LANSIA ITU BISA MENGALAMI HARGA DIRI RENDAH? Situasional trauma secara tiba-tiba misalnya karena pasca operasi, kehilangan orang yang dicintai, sering gagal, perasaan malu akibat kejadian tertentu. HAL-HAL APA SAJA YANG MEMEPENGARUHI HARGA DIRI RENDAH PADA LANSIA? Ketegangan peran akibat stress dan putus asa Peran yang tidak sesuai dengan keinginan. Peran yang tidak jelas Peran yang terlalu banyak Perubahan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan lansia. Situasi perubahan peran akibat bertambah atau berkurangnya orang yang terpenting dalam hidup lansia Perubahan dari sehat ke sakit. FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Kronik Perasaan negatif terhadap diri Sendiri dan sudah berlangsung lama

217 BAGAIMANAKAH LANSIA YANG MENGALAMI HARGA DIRI RENDAH ITU? Malu pada diri sendiri Merasa bersalah terhadap diri sendiri Merendahkan martabat misalnya saya tidak bisa, tidak mampu. Gangguan hubungan sosial misalnya suka menyendiri dan tidak mau bertemu dengan orang lain. Sukar mengambil keputusan Inginan melukai diri sendiri. TAHAP 2 : DUKUNG LANSIA Mengenal kekuatan dan kemampuannya Kontak mata saat berbicara Fasilitasi lingkungan dan aktifitas untuk melakukan kepandaiannya. Mengenal tanggapan positif orang lain TAHAP 3 Buat pernyataan positif tentang lansia Memberikan pujian untuk tindakan lansia dalam meningkatkan harga dirinya. jangan lupa untuk tetap menggunakan fasilitas kesehatan untuk menjaga dan memelihara kesehatan lansia BAGAIMANA CARA MENINGKATKAN HARGA DIRI LANSIA TAHAP 1 : TANYAKAN PADA LANSIA Pendapat tentang dirinya Hal-hal yang membuat dirinya percaya diri Hal-hal yang membuat ia tidak percaya diri atau malu Menerima pengaruh dan tantangan baru Melakukan aktifitas bersama kelompok Semoga Seluruh Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggis SELALU SEHAT, TETAP SEHAT DAN BAHAGIA. *******Sekian********

218 Perasaanku Hatiku Bulan Ini :... Tanggal Pagi Yang saya lakukan Malam Ikut kegiatan di rumah Ikut kegiatan di masyarakat Nerima kondisi dengan tulus dan ikhlas Doa kepada Tuhan Yang Maha Esa Beribadah sesuai dengan agama kepercayaan Diskusi bersama anggota keluarga yang lain Atasi stress dengan teknik relaksasi : meditasi Harga diri positif dengan selalu berpikiran positif Harga diri positif dengan merasa diri berharga dan berguna bagi orang lain Tanggal Pagi Yang Saya Lakukan Malam Ikut kegiatan di rumah Ikut kegiatan di masyarakat Nerima kondisi dengan tulus dan ikhlas Doa kepada Tuhan Yang Maha Esa Beribadah sesuai dengan agama kepercayaan Diskusi bersama anggota keluarga yang lain Atasi stress dengan teknik relasasi: meditasi Harga diri positif dengan selalu berpikiran positif Harga diri positif dengan merasa diri berharga dan berguna bagi orang lain

219 Panduan Pengisian Kartu Tilik Diri (KTD) Lansia 1. Kartu ini digunakan untuk menggambarkan perasaan hati dengan menilik atau menilai diri sendiri selama satu bulan ke depan. 2. Isilah pada kolom yang tersedia : Nama lansia, usia lansia saat ini, alamat tempat tinggal lansia saat ini, tinggal dengan siapa, hobby atau kegemaran lansia hingga saat ini, serta cita-cita atau keinginan lansia yang ingin dicapai atau sesuatu yang diharapkannya terjadi. 3. Isilah nama bulan dan tahun pengisian kartu pada kolom Perasaan Hatiku Bulan Ini. 4. Isilah kolom perasaan hatiku dengan lambang : Bila perasaan hati senang, bahagia, segar dan gembira U Bila perasaan hati sedih atau malu atau kecewa 5. Isilah salah satu lambang pada kolom pagi tentang perasaan hati di pagi hari saat bangun tidur dan pada kolom malam tentang perasaan hati di malam hari sebelum tidur. 6. Untuk mengetahui perasaan hati, bisa dilakukan dengan menggunakan cermin atau kaca. Padanglah wajah pada cermin dan perhatikan dengan baik. Wajah kita saat itu dapat menggambarkan perasaan hati kita. 7. Berilah tanda ( ) pada kolom Yang Saya Lakukan untuk pilihan tindakan yang telah dilakukan pada hari tersebut. 8. Isilah kolom pada kartu setiap hari dan mintalah bantuan kepada anggota keluarga jika memerlukan bantuan dalam menuliskannya. 9. Bila lansia mengalami kesedihan setiap hari, dapat segera hubungi Kader kesehatan (No telp...) atau segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Semoga Seluruh Lansia di Kelurahan Curug SEHAT DAN BAHAGIA. *************** KARTU TILIK DIRI (KTD) LANSIA INDAH SEHAT DAN BAHAGIA Bebas depresi Nama Lansia :... Usia :...tahun Alamat :... Tinggal dengan :... Hobby : Cita-cita yang ingin dicapai :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk terjadi secara global, tidak terkecuali di Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut usia (lansia), yakni

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson ` BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total, serta berkoordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

Lebih terperinci

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas Nama : Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : 19671215 200003 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas : Keperawatan Komunitas : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas LAPORAN WHO (2002)

Lebih terperinci

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Berdasarkan data

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat untuk mendapatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat untuk mendapatkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Posyandu Lansia 2.1.1 Pengertian Posyandu Lansia Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lansia di wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan menjadikan lansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dibidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi dan peningkatan masyarakat yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan akan meningkatkan usia harapan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan telah membawa kemajuan salah satunya yaitu meningkatnya usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup penduduk Indonesia merupakan salah satu negara yang. angka kesakitan karena penyakit degeneratif (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. hidup penduduk Indonesia merupakan salah satu negara yang. angka kesakitan karena penyakit degeneratif (Kemenkes RI, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi suatu negara pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduknya. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia

BAB I PENDAHULUAN. membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia adalah seseorang yang mengalami usia lanjut. Para ahli membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia biologis (Nawawi, 2009). Pada lansia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh semua manusia. Usia lanjut membuat para lansia sangat rentan dengan berbagai penyakit, bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

GAMBARAN PENERAPAN NEUMAN SYSTEM MODEL PADA AGREGAT LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI DESA WANAJAYA WILAYAH KERJA PUSKESMAS WANARAJA KABUPATEN GARUT

GAMBARAN PENERAPAN NEUMAN SYSTEM MODEL PADA AGREGAT LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI DESA WANAJAYA WILAYAH KERJA PUSKESMAS WANARAJA KABUPATEN GARUT GAMBARAN PENERAPAN NEUMAN SYSTEM MODEL PADA AGREGAT LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI DESA WANAJAYA WILAYAH KERJA PUSKESMAS WANARAJA KABUPATEN GARUT Rahmita Nuril Amalia1, Citra Windani, M. S2 Instansi Asbtrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, sejumalah faktor psikososial seperti stress, depresi, kelas sosial, dan kepribadian tipe A dimasukkan dalam faktor risiko klasik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki siklus hidup yang terus berjalan dari waktu ke waktu dan usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus tersebut yang merupakan kenyataan nyata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya

Lebih terperinci

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA

PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA PENERAPAN TINDAKAN KEPERAWATAN: TERAPI GENERALIS TERHADAP KETIDAKBERDAYAAN PADA LANSIA (The Application of Nursing Interventions: Generalist Therapy to Against Hopelessness on Elderly) Ike Mardiati Agustin*,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang diangkat adalah Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. Untuk dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Penurunan yang terjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada fungsi ginjal, dimana tubuh tidak mampu untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penuaan merupakan tahap akhir siklus kehidupan dari perkembangan normal yang akan dialami individu dan tidak dapat dihindari (Sutikno, 2011). Seseorang mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya prevalensi penyakit kronis tidak menular, di antaranya adalah hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya prevalensi penyakit kronis tidak menular, di antaranya adalah hipertensi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan populasi saat ini menjadi kecenderungan global dan isu penting di seluruh dunia termasuk Indonesia. Berkenaan dengan kesehatan, peningkatan populasi lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam jiwa menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan fenomena temuan terjadinya peningkatan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia (Departemen Kesehatan [Depkes], 2008). Jumlah lansia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia (Departemen Kesehatan [Depkes], 2008). Jumlah lansia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan angka harapan hidup terjadi sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara. Meningkatnya angka harapan hidup tersebut menimbulkan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan kesehatan masyarakat, keluarga sebagai unit utama yang menjadi sasaran pelayanan. Apabila salah satu di antara anggota keluarga mempunyai masalah keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari fase prasenium yaitu lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

Lebih terperinci

STUDI STATUS DEPRESI PADA LANSIA

STUDI STATUS DEPRESI PADA LANSIA STUDI STATUS DEPRESI PADA LANSIA Suryono Dosen Akper Pamenang Pare Kediri Proses menua yang dialami lansia mengakibatkan berbagai perubahan fisik, mental, dan emosional seiring dengan bertambahnya usia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak perkembangan zaman dan pembangunan dewasa ini, menjadi faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan mental spiritual sehingga penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menua pada seseorang bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menua pada seseorang bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua pada seseorang bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh yang berakhir dengan kematian yang mutlak dialami semua orang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : ATIK ARYANI J 210

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembagunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat termaksud usia lanjut. Berdasarkan undang-undang No.13 tahun 1998

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu negara, keberhasilan pembangunan adalah citacita suatu bangsa yang dilihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Usia lanjut atau lanjut usia merupakan kelompok usia yang mengalami peningkatan paling cepat dibanding kelompok usia lainnya. Dalam bidang kesehatan, hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diselenggarakan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa lansia. Keberhasilan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan telah meningkatkan usia harapan hidup penduduk Indonesia, yang diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia (Lansia). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak kemajuan dari ilmu teknologi dan ilmu pengetahuan, terutama dibidang kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu melenyapkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik, dan budaya serta bidang bidang lain membawa pengaruh tersendiri

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan aset yang paling berharga bagi manusia, karena dengan sehat manusia bisa terus menjalankan aktivitas kehidupan tanpa mengalami masalah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh (Nugroho, 2007). Semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan penyakit pada lansia. Salah satu gangguan psikologis

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan penyakit pada lansia. Salah satu gangguan psikologis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia (lanjut usia) merupakan seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peringkat IV di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat Sensus BPS 1998 UHH pria = 63 tahun, dan wanita = 67 tahun

PENDAHULUAN. Peringkat IV di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat Sensus BPS 1998 UHH pria = 63 tahun, dan wanita = 67 tahun B Y. L U F T H I A N I P R O G R A M S T U D I I L M U K E P E R A W A T A N F K U S U PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan & tehnologi kesehatan Asupan gizi lebih baik Usia harapan hidup Pertambahan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK Terminology Geriatrics: Dari bahasa Greek geras lanjut usia Cabang dari ilmu kedokteran, yg b.d penyakit dan masalah yg ada pada lansia Gerontology: Dari bahasa Greek

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 1 Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknikal tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan dimana kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan (WHO, 2005). Kesehatan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir ini menjadi salah satu faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan mental/spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua sistem fisisologis dan disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur

Lebih terperinci

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia.

RISET TAHUN Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia. RISET TAHUN 2010 Judul Penelitian Hubungan antara subjective well-being dengan motif penggunaan kartu debit pada konsumen lanjut usia Topik Penelitian Perilaku Ekonomi Hubungan antara kebutuhan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi juga merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Keadaan tersebut sangat berpotensi menimbulkan masalah secara

I. PENDAHULUAN. lain. Keadaan tersebut sangat berpotensi menimbulkan masalah secara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi demografi sedang terjadi di seluruh dunia, sehingga terjadi penambahan proporsi penduduk lanjut usia, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap atau berkurang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA A. KONSEP DIAGNOSA. Definisi Keperawatan Keluarga Diagnosis keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diri diagnosis ke sistem keluarga dan subsistemnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci