BAB I PENDAHULUAN. melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Kedua belah pihak yang membuat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Kedua belah pihak yang membuat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian jual-beli kapal merupakan jenis perjanjian timbal balik yang melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Kedua belah pihak yang membuat perjanjian jual-beli masing-masing memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan isi perjanjian yang mereka buat. Sebagaimana umumnya, perjanjian merupakan suatu lembaga hukum yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak dimana para pihak bebas untuk menentukan bentuk dan isi jenis perjanjian yang mereka buat. Sudikno Mertokusumo mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian didefinisikan sebagai hubungan hukum karena didalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu perbuatan penawaran (offer, aanbod) dan perbuatan penerimaan (acceptance, aanvaarding) 1. Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah perjanjian dimana ikatan bahwa penjual memindahkan hak miliknya atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga. Undang-Undang membedakan antara Sell dan Agreement to Sell Sell adalah jual beli dan hak milik atas barang seketika berpindah kepada pembeli, misalnya jual beli tunai, Martokusumo, Sudikto, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1999, hal 14

2 sedangkan agreement to sell adalah jual beli barang dimana pihak-pihak setuju barangnya berpindah kepada pembeli pada waktu yang akan datang. 2 Dalam pasal 1457 KUHPerdata disebutkan bahwa jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 3 Jadi pengertian jual-beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang dijanjikan pihak lain, membayar harga yang telah disetujuinya 4. Perjanjian jual-beli dalam KUHPerdata menentukan bahwa objek perjanjian harus tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas barang tersebut kepada pembeli. Kewajiban penjual menyerahkan barang dan menanggungnya, adalah merupakan jaminan bagi pembeli bahwa barang yang dibelinya dapat dinikmati sesuai dengan kegunaannya. Dimama jual beli ini selanjutnya diatur mengenai hak dan kewajiban, ini yang mengisyaratkan bahwa jual beli dilindungi oleh undangundang dan oleh karena jual beli ini merupakan dilakukan berdasarkan persetujuan, maka jual beli harus disesuaikan dengan syarat-syarat sahnya persetujuan. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, menentukan untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 syarat yaitu : 2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2006, hal 24 3 Lihat pasal 1457 KUHPerdata 4 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Internasa, Jakarta, 2002 hal 79 15

3 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. Di zaman era globalisasi sekarang ini hubungan jual beli yang dilakukan antar negara telah mengalami kemajuan yang harus diikuti dengan aturan-aturan hukum dinegara kita termasuk juga di dalamnya jual beli kapal yang didalamnya melibatkan unsur asing, baik penjual ataupun sipembelinya yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda. Perjanjian jual beli kapal berbendera asing merupakan salah satu dari ketentuan perundang-undangan yang masuk pengaturan Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jadi disini yang ditekankan adalah perbedaan dalam lingkungan kuasa, tempat dan soal-soal serta pembedaan dalam sistem hukum suatu negara dengan lain negara, artinya adanya unsur luar negerinya ( Foreign element ) 5 Untuk memudahkan terjadinya proses jual beli antar negara seperti halnya dalam transaksi jual beli kapal-kapal asing, atau kapal kapal berbendera Indonesia yag dibeli oleh orang atau badan hukum asing perlu adanya suatu payung hukum yang jelas karena hanya sedikit sekali aturan hukum yang mengatur tentang jual beli kapal yang dilakukan di wilayah hukum Indonesia, baik itu yang berkaitan dengan hal 21 5 S. Gautama, Pengantar Hukum Internasional Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1987, 16

4 tata cara pelaksanaan jual beli kapal maupun dalam hal terjadinya sengketa terhadap jual beli kapal yang melibatkan unsur asing. Dengan kapal-kapal timbul juga masalah Hukum Perdata Internasional, karena bendera dari kapal ini berbeda dari orang-orang yang mengadakan hubungan dengan kapal itu. Untuk kapal, bendera adalah seperti kewarganegaraan untuk orang dewasa. 6 Kaitannya dalam Hubungan Hukum Perdata Internasional titik taut pertalian primer (foreign element) mencakup beberapa hal yaitu : kewarganegaraan, bendera kapal, domisili, tempat kediaman, tempat kedudukan dan hubungan hukum di dalam hubungan intern. 7 Para pihak yang terlibat dalam pembuatan kontrak bisnis internasional pada dasarnya tidak menghendaki adanya sengketa dikemudian hari, namun tidak seorangpun dapat meramalkan akan terjadinya suatu kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kontrak tersebut. Jika timbul suatu sengketa mengenai kontrak bisnis Internasional dengan kata lain sengketa mana mengandung unsur asing (foreign element) maka timbul persoalan mengenai hukum dari negara mana yang harus diterapkan yaitu apakah hukum negara dari pihak penjual atau hukum negara dari pihak pembeli, atau hukum dari forum sengketa dimana sengketa itu diajukan atau hukum yang dipilih oleh para pihak (choice of law by the parties). Terhadap proses jual beli kapal dapat dilakukan oleh manusia sebagai subyek hukum dan 6 S. Gautama, Op cit, hal 26 7 www. Anneahira.com/hukum-perdata-internasional.htm, diakses tanggal 10 Februari 2012 pukul WIB 17

5 dapat juga dilakukan oleh badan hukum, baik itu badan hukum yang hukum yang didirikan dan berdomisili di Indonesia maupun terhadap badan hukum asing yang diakui oleh Hukum Perdata Internasional. Permasalahan yang timbul untuk menetukan pilihan hukum mana yang harus dipakai seandainya terjadi sengketa diantara pihak sesuai dengan ketentuan hukum berlaku dalam hubungan Hukum Perdata Internasional karena adanya unsur asing dalam perjanjian yang dibuat. Masalah lain yang timbul dalam sengketa perjanjian jual beli internasional adalah apabila terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak maka masalah forum mana yang berwenang untuk mengadili seandainya terjadi sengketa diantara pihak. Karena dalam sengketa internasional terbuka kemungkinan timbulnya banyak jurisdiksi yang mempunyai kewenangan atas sengketa tersebut, sebab kegiatan bisnis, termasuk jual beli internasional termasuk jual beli kapal melibatkan banyak negara dan masingmasing negara mempunyai hukum acara yang berbeda satu lainnya dalam menangani kasus bisnis internasional tersebut. 8 Karena para pihak yang terlibat dalam kontrak jual beli internasional termasuk berasal dari negara yang berbeda, dan jika timbul sengketa maka terbuka kemungkinan bahwa sengketa tersebut dapat diajukan pada pengadilan dari masingmasing pihak. Selain itu pengadilan dari negara ke tiga dapat juga mempunyai WIB 8 diakses tanggal 4 maret 2012 pukul 18

6 kewenangan untuk memeriksa suatu sengketa, jika tempat terjadinya kerugian berada dalam yurisdiksi pengadilan dari negara tersebut. 9 Dalam pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2002, secara tegas dinyatakan bahwa terhadap kapal yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri dan sudah terdaftar dinegara asalnya harus dilengkapi dengan surat penghapusan dari daftar kapal yang diterbitkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. 10 Sering ketentuan ini berseberangan dengan keinginan para pihak, sebab dengan dilakukannya penghapus kebangsaan kapal di negara asalnya sebelum dilakukannya transaksi jual beli, sangat memungkinkan terjadinya resiko bagi pihak si penjual seandainya terjadinya pembatalan pembelian dari pihak si pembeli ataupun sebaliknya. Permasalahan lain juga kekurang telitian dari pihak pembeli terhadap pembelian kapal yang berbendera asing, kemungkinan kapal yang akan di transaksikan tersebut masih terikat hipotik kapal di negara asalnya, hal ini tentu akan menimbulkan resiko bagi pihak pembeli. Terhadap hal jual beli kapal berbendera asing dalam ketentauannya masuk kedalam hukum maritim indonesia yang dapat kita lihat dalam perundangan nasional seperti : Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2002 tentang perkapalan, KUHPerdata, KUHDagang, serta perjanjian-perjanjian internasional oleh negara-negara seperti UNCLOS 1982, 9 diakses tanggal 4 maret 2012 pukul WIB 10 Lihat pasal 24 PP nomor 51 tahun

7 konvensi-konvensi yang dihasilkan dalam International Maritime Organization (IMO) atau konvensi-konvensi dalam hukum maritime internasional perdata, perjanjian-perjanjian perdata yang dibuat oleh pelaku-pelaku aktivitas kemaritiman atau kontrak-kontrak dalam bidang transportasi dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam dunia pelayaran. 11 Sehubungannya dengan kenyataan itu maka penelitian ini akan menyoroti salah satu aspek hukum yang berkaitan dengan perjanjian jual beli kapal berbendera asing dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, guna untuk mengetahui dasar hukum, asas-asas, prinsip-prinsip serta ketentuan-ketentuan konvensi internasional yang mengatur tentang pelaksanan jual beli internasional dalam kaitannya dengan kapal berbendera asing yang pelaksanaannya dilakukan di wilayah Batam, guna mengtahui siapa yang berhak melakukan pengikatan terhadap perjanjian jual beli kapal berbendera asing tersebut dalam wilayah hukum Indonesia (khususnya Batam) dan sebagai acuan, apa-apa yang menjadi ketentuan hukum bagi 11 Aktieva Tri Tjirawati, Problema Penyeragaman Hukum Maritim Perdata dan Penyelarasan kedalam Hukum Nasional, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2010, hal

8 seorang notaris dalam melakukan pengikatan perjanjian jual beli kapal berbendera asing yang dilakukan di wilayah Batam. Dalam permasalahan tersebut diatas, penulis menitik beratkan terhadap perjanjian jual beli kapal berbendera asing yang dilakukan di Batam, baik yang dilakukan oleh pribadi maupun yang dilakukan oleh badan hukum terhadap kapal yang mempunyai ukuran 20 M3 /tonase 7 (GT 7) atau lebih yang menjadi keharusan untuk dilakukan balik nama atau didaftarkan sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1 huruf a) Peraturan Menteri Perhubungan nomor : KM. 26 tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan/ Penggantian Bendera Kapal. Hal ini juga sangat ditunjang dengan banyaknya perusahaan-perusahaan asing maupun nasional yang ada di Batam yang bergerak di bidang pembuatan kapal (shipyard) untuk terjadinya transaksi jual beli kapal di Batam, baik kapal Bendera Kebangsaan Indonesia (BKI ) maupun kapal yang berbendera asing Batam seperti halnya kapal-kapal negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Selain itu juga penulis akan sedikit menyoroti dalam hubungan jual beli kapal berbendera asing dengan posisi Batam sebagai salah satu daerah yang mendapatkan priotas perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) oleh Pemerintah Pusat sebagaimana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdangangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ( Lembaran Negara Republik Indonesia 21

9 Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775 ). Untuk itulah maka penulis memilih judul ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN JUAL BELI KAPAL BERBENDERA ASING DI BATAM B. Perumuan Masalah 1. Bagaimana ketentuan pelaksanaan perjanjian jual beli kapal antar negara yang digunakan di Batam. 2. Bagaimana proses perjanjian jual beli kapal berbendera asing serta perlindungan hukum bagi para pihak terhadap perjanjian jual beli tersebut yang transaksinya dilakukan di Batam. 3. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perjanjian jual beli kapal berbendera asing yang transaksinya dilakukan di Batam. C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan uraian permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peraturan-peraturan tentang perjanjian atau kontrak dalam jual beli yang di dalamnya adanya unsur asing menurut sistem hukum Indonesia. 2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan jual beli kapal berbendera asing serta perlindungan hukum bagi para pihak dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang dibebani terhadap pelaksanaan jual beli kapal berbendera asing. 22

10 3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketa dalam perjanjian jual beli kapal berbendera asing yang transaksinya dilakukan di wilayah hukum Indonesia khususnya Batam. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai tinjauan hukum terhadap perjanjian jual beli kapal berbendera asing di Indonesia khususnya yang dilaksanakan di Batam dapat membantu praktisi hukum khususnya Notaris, pelaku transaksi dapat mengetahui tatacara pelaksanaan perjanjian jual beli kapal berbendera asing dan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak sebelum penandatanganan kontrak perjanjian jual beli dan apa saja yang harus di tuangkan didalam suatu akta kontrak perjanjian jual beli khususnya mengenai transaksi kapal asing tersebut. 2. Secara Praktis Pembahasan tesis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi kalangan praktisi hukum, pengusaha nasional dalam kaitannya dengan transaksi perjanjian jual beli kapal berbendera asing. 23

11 E. Keaslian Penelitian Penulisan ini berjudul Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Kapal Berbendera Asing di Batam yang diajukan ini adalah dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Konoktariatan. Penulisan tesis ini mengenai tinjauan yuridis terhadap Jual Beli Kapal Berbendera Asing belum pernah dibahas dan diangkat dalam tesis. Akan tetapi apabila ada kesamaan dengan milik orang lain, bukanlah suatu kesengajaan dan pastilah memiliki isi, permasalahan, riset yang berbeda pula. Dengan demikian penulisan tesis ini, tidak sama dengan penulisan tesis yang pernah ada, karena tesis ini dibuat sendiri dengan menggunakan literatur-literatur, sehingga tesis ini masih asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademik. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lain atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah sarana yang ringkas untuk berpikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. 12 Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari hubungannya dengan masalah keadilan. 12 HR. Otje Salman S dan Anton F Sutanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal 22 24

12 Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menurut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu, sangat tepat dan mendasar apabila dalam melakukan analisis tentang azas proporsionalitas dalam kontrak justru dimulai dari aspek filosofis keadilan berkontrak. 13 Menurut L.J. Van Apeldoorn, bahwa keadilan itu memperlakukan sama terhadap hal yang sama dan memperlakukan tidak sama sebanding dengan ketidaksamaannya. 14 Sehubungan dengan hakekat keadilan dalam kontrak, beberapa sarjana mengajukan pemikirannya tentang keadilan yang berbasis kontrak, antara lain John Locke, Rosseau, Immanuael Kant, serta John Rawls. Para pemikir tersebut menyadari bahwa tanpa kontrak serta hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, maka masyarakat bisnis tidak akan berjalan. Oleh karena itu tanpa adanya kontrak orang tidak akan bersedia terikat dan bergantung pada pernyataan pihak lain. Kontrak memberikan sebuah cara dalam menjamin bahwa masing-masing individu akan memenuhi janjinya, dan selanjutnya hal ini memungkinkan terjadinya transaksi diantara mereka. 15 Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pacaran dari hak asasi manusia yang perberkembangannya dilandasi oleh 13 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010, hal L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Ketakan XXX, Pradya Paramita, Jakarta, 2004, hal Agus Yudha Hernoko, Ibid, hal 52 25

13 semangat liberalisme yang mengagungkan kekebasan individu. 16 Menurut paham indivudualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki yang di dalam perjanjian diwujudkan di dalam asas kebebasan berkontrak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, dan oleh karena itu kerangka teori yang diarahkan secara khas oleh ilmu hukum, dimana penelitian ini berusaha untuk memahami ketentuan yang mengatur serta masalah yang timbul dari perjanjian jual beli kapal asing yang dilakukan di Batam. Kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini yaitu mengenai Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Kapal Berbendera Asing di Batam. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah Teori Keadilan, hal ini dipergunakan untuk memperoleh kepastian hukum terhadap para pihak dalam perjanjian jual beli kapal yang dalam prosesnya dibebankan kewajiban-kewajiban bagi para pihak. Asas yang dianut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dalam membuat suatu perjanjian, yaitu: a. Asas Konsensualisme yaitu bahwa dalam suatu perjanjian cukup ada suatu kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian tanpa diikuti oleh perbuatan hukum lain, kecuali perjanjian itu bersifat formil. Ini berarti bahwa perjanjian itu telah dianggap ada dan mempunyai akibat hukum yang mengikat sejak tercapainya kata sepakat. b. Asas Kekuatan Mengikat (asas Pacta Sunt Servanda) merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan keterikatan suatu perjanjian oleh para 16 Agus Yudha Hernoko, Op cit, hal

14 pihak. Jadi, setiap perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat bagi mereka yang membuatnya. c. Asas Kebebasan Berkontrak (Partij Autonomie) Asas ini mengandung beberapa unsur, yaitu: 1. seseorang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian, 2. seseorang bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun juga, 3. isi, syarat, dan luasnya perjanjian bebas ditentukan sendiri oleh para pihak. Asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam Pasal 1338 alinea ke satu KUHPerdata para pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Pasal 1338 alinea ke satu tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undangundang. 17 Asas kebebasan berkontrak juga ditegaskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang mana menyatakan bahwa suatu kesepakatan itu dibuat harus bersifat bebas. Kesepakatan tidaklah sah apabila diberikan berdasarkan kekhilafan, atau diperolehnya dengan penipuan atau paksaan. Ketentuan mengenai klausula kontrak merupakan konsekuensi dari upaya kebijakan untuk memposisikan para pihak supaya dalam kondisi yang seimbang, 17 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal

15 yakni terdapatnya suatu hubungan kontraktual antara penjual dan pembeli dalam prinsip kebebasan berkontrak. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. 18 Para pihak diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang diadakannya. Kebebasan berkontrak adalah bila para pihak dikala melakukan perjanjian berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya dalam konsep atau rumusan perjanjian yang disepakati. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Ada 2 (dua) prinsip hukum yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan suatu perjanjian atau kontrak, yaitu: a. Beginselen der contractsvrijheid atau partij autonomie b. Pacta sunt servanda Beginselen der contractsvrijheid atau partij autonomie, yaitu para pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan dengan syarat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Sedangkan pacta sunt servanda berarti bahwa setiap janji harus ditepati (ini berarti mengikat) Subekti (1), Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, 2005, hal Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, hal

16 Asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, menentukan bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak. 20 Subekti, sebagaimana dikutip oleh Felix O. Subagjo memberikan pendapat mengenai kebebasan berkontrak sebagai: Tuntutan akan adanya sungguh-sungguh suatu perjumpaan kehendak, memang tidak dapat dipertahankan lagi dalam zaman moderen ini. Pernyataan yang menjadi dasar sepakat adalah pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya. Adanya perjumpaan kehendak (consensus) sudah tepat jika diukur dengan pernyataan yang bertimbal balik yang telah dikeluarkan. Hakim dapat mengkonstruksikan adanya sepakat dari perjanjian dengan adanya pernyataan bertimbal balik 21 Pendapat yang sama juga diberikan Rutten terhadap asas kebebasan berkontrak, sebagaimana dikutip oleh Abdul Kadir Muhammad,. Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang bebas untuk: a. Mengadakan perjanjian atau tidak mengadakan perjanjian; b. Memilih mengadakan perjanjian dengan siapapun; c. Menentukan isi, syarat-syarat, dan bentuk perjanjian yang dibuat; 20 Ridwan Khairandy, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal Felix O. Subagjo, Perkembangan Asas-asas Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta 1994, hal

17 d. Menentukan ketentuan hukum mana yang berlaku bagi perjanjian yang dibuatnya. 22 Hasanudin Rahman juga mengemukakan, adapun ruang lingkup dari asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi: a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuat; d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; e. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian; f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional. 23 PS. Atiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan Khairandy menyatakan bahwa kontrak didasarkan pada kehendak bebas para pihak dalam berkontrak, tidak hanya bagi terciptanya kontrak, tetapi juga definisi dan validitas isi kontraknya. Kebebasan berkontrak menolak kebiasaan yang mengatur isi kontrak, dan juga menolak ajaran bahwa an objectively just price exist for any objects susceptible to exchange. Menurut Sutan Remi Sjahdeini yang dikutip oleh Agus Yudha Hernoko, asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut : a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. 22 Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1982, hal Hasanudin Rahman, Legal Drafting, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 11 30

18 c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuat. d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. e. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian. f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional). 24 Di dalam Pasal 1338 alinea ke tiga KUHPerdata, hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, agar pelaksanaan perjanjan yang dibuat sesuai dengan itikad baik dan agar jangan sampai perjanjian itu melanggar kepatutan dan keadilan. Ini berarti hakim berkuasa menindak penyimpangan dari isi perjanjian, manakala pelaksanaan perjanjian menurut klausula yang dicantumkan oleh para pihak bertentangan dengan itikad baik sebagai suatu tuntutan keadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa : suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dalam lingkup KUHPerdata, contoh implementasi prinsip equity tampak jelas dalam dalam rumusan pasal 1339 KUHPerdata berbunyi : Perjanjian perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tapi juga untuk segala sesuatu yang menurut 24 Agus Yudha Hernoko,Op cit hal

19 sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan (billijkheid), kebiasaan, atau undang-undang. 25 Substansi Pasal 1339 KUHPerdata ini mengarisbawahi pentingnya kepatutan (equity, billijkeheid) dalam kaitannya dengan keterikatan kontraktual para pihak, disamping apa yang telah disepakati dalam kontrak. Pasal 1339 KUHPerdata tersebut, khusus yang berhubungan dengan kepatutan pada umumnya selalu dihubungkan dengan pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata bahwa Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik. Dalam memutuskan suatu sengketa yang berhubungan dengan kontrak Hakim semestinya harus memperhatikan terlebih dahulu apa yang diperjanjikan oleh para pihak yang berkontrak, baru kemudian jika sesuatu hal tidak diatur dalam surat perjanjian dan dalam undang-undang tidak terdapat suatu ketetapan mengenai hal itu. 26 Untuk itu disini hakim harus menyelidiki bagaimanakah biasanya hal yang semacam itu diaturnya di dalam praktek. Jika ini juga tidak diketahuinya, karena mungkin hal itu belum banyak terjadi, hakim harus menetapkannya menurut perasaan keadilan. Perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan antara orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dorongan pembatasan 25 Lihat Pasal 1339, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 26 Subekti (2), Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal

20 kebebasan berkontrak ini tampil kepermukaan guna lebih menyediakan ruang dan peluang yang lebih besar pada pengertian-pengertian keadilan, kebenaran, kesusilaan, serta ketertiban umum. Hal ini terjadi karena perjanjian merupakan dasar dari banyak kegiatan bisnis dan hampir semua kegiatan bisnis diawali dengan adanya perjanjian atau kontrak, meskipun dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun. 27 Perjanjian yang memuat klausula eksonerasi muncul seiring dengan perkembangan asas kebebasan berkontrak. Klausula eksonerasi ini tidak hanya terdapat dalam perjanjian baku atau kontrak standar tetapi juga dalam perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih. Sebelum masuknya konsep welfare state, asas kebebasan berkontrak yang muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang dipelopori Adam Smith, mengagungkan laissez faire (persaingan bebas). 28 Antara paham ekonomi klasik dan dan persaingan bebas saling mendukung dan berakar pada paham hukum alam. Kedua paham tersebut melihat individu mengetahui kepentingan mereka yang paling baik dan cara mencapainya, disebabkan karena manusia sebagai individu mempergunakan akalnya. Menurut hukum alam individu-individu diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya dengan sekuat akal dan tenaganya untuk mencapai kesejahteraan yang optimal. Berhasilnya individu mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang merupakan kumpulan dari individu-individu tersebut akan menjadi sejahtera pula, 27 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal

21 oleh karena itu untuk mencapai kesejahteraannya individu harus mempunyai kebebasan bersaing dan negara tidak boleh ikut campur tangan. Seiring dengan asas laissez faire tersebut, freedom of contract merupakan pula prinsip umum dalam mendukung berlangsungnya persaingan bebas tersebut Konsepsi berikut: Para ahli memberikan pengertian mengenai klausula eksonerasi ini sebagai Sebagaimana yang dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, Rijken mengatakan bahwa: klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum. 30 Sutan Remi Sjahdeini mengartikan klausula eksonerasi dengan klausul eksemsi, yang dikatakan sebagai klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggungjawab salah satu pihak tehadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan di dalam perjanjian tersebut. Az. Nasution mengatakan klausula eksonerasi sebagai syarat-syarat yang membebaskan seseorang tertentu dari beban tanggungjawab karena terjadinya sesuatu 29 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalamperjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Banking Indonesia, Jakarta 1993, hal Mariam Darus Badrulzaman (3), Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal

22 akibat perbuatan. Dengan kata lain, dibebaskannya seseorang tertentu dari suatu beban tanggungjawab. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan kontrak atau perjanjian adalah suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 31 Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Sebaiknya dipakai kata persetujuan, bukan perbuatan, karena konsensus berarti sepakat atau setuju. Suatu perjanjian dinamakan persetujuan di mana dua pihak sudah setuju atau sepakat mengenai suatu hal. c. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga kelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan dalam lapangan hukum kekayaan. Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUH Perdata hanyalan perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian personal. d. Tanpa menyebutkan tujuan. Dalam rumusan pengertian tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak itu tidak jelas mengikatkan diri untuk apa. 32 Atas dasar alasan-alasan diatas, Abdul Kadir Muhammad merumuskan pengertian perjanjian yaitu: suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk hal dalam lapangan kekayaan. 31 Lihat pasal 1313 KUHPerdata 32 Abdul Kadir Muhammad, Op. cit., hal

23 Menurut Wirjono Prodjodikoro, suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai benda kekayaan antara dua pihak, dalam hal mana saja satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu. 33 Subekti menyatakan perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Menurut pendapat R. Setiawan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 34 G. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang terdapat dari literature buku-buku maupun ilmu teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secaraa sistematika, metodologis, dan konsisten. Metode yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya Sifat dan Jenis Penelitian a. Sifat Penelitian 33 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, 1983, hal R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal Soejono Soekanto dan Sri Mulyani, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal 7 36

24 Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dikatakan bersifat deskriptif karena dalam penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap, dan sistematis mengenai bentuk-bentuk dan pelaksanaan klausula eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian jual beli kapal berbendera asing di Batam Bersifat analitis maksudnya bahwa penelitian ini tidak hanya memaparkan apa yang telah diteliti, akan tetapi juga dianalisis terhadap aspek hukum dari penggunaan klausula eksonerasi tersebut. b. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang diterapkan adalah memakai metode pendekatan yuridis normatif untuk mengkaji peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perjanjian jual beli kapal asing di Batam, sehingga diketahui apakah kontrak jual beli di antara pihak telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku sesuai dengan ketentuan Hukum Perdata Internasional Indonesia dan ketentuan Hukum Perdata Internasional yang dianut oleh negara Internasional secara umumnya. Maka dari itu dengan dilakukannya penelusuran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta konvensi-konvensi internsional yang berkaitan dengan jual beli antar negara dapat diketahui kebenaran dalam pelaksanaannya baik secara teori maupun praktek. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Pengamatan atau Observasi, yaitu dengan mengamati peristiwa. 37

25 Observasi atau pengamatan yang dilakukan berupa observasi sistematis yang terikat pada syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan Claire Selltiz sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto, yaitu: 1. Pengamatan didasarkan pada suatu kerangka konsepsional dan teoritis. 2. Dilakukan secara sistematis, metodologis, dan konsisten. 3. Dilakukannya pencatatan data dari pengamatan. 4. Dapat diuji kebenarannya. 36 b. Melakukan wawancara dengan pihak pihak yang terkait dalam hal ini adalah pihak yang membuat perjanjian jual beli yaitu Notaris, Syahbandar dan Kantor Pelayanan Pajak. c. Dalam pengumpulan data ini merupakan landasan utama penyusunan tesis, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan penulis membaca literatur berupa Perundang-undangan dan sumber lain yang berhubungan dengan perjanjian jual beli. 3. Sumber Data Penulisan tesis ini memerlukan data primer maupun data sekunder, dengan melakukan penelitian sebagai berikut : a. Penelitian Lapangan (field research) 36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI) Press, Jakarta, hal

26 Penelitian lapangan ini bertujuan untuk memperoleh data primer yang langsung diperoleh di lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan penulisan tesis ini seperti Notaris, Syahbandar, Kantor Pajak. Dalam penelitian ini akan diwawancara langsung notaris, Kepala Syahbandar dan Kepala Bagian Pelayanan Pajak di Batam. b. Penelitian Kepustakaan (library research) Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan melakukan penelitian terhadap bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, dilakukan terhadap: 1. Bahan hukum primer, yaitu: bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, berupa peraturan perundang-undangan, diantaranya: a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), b. Kitab Undang Undang Hukum Dagang c. Konvensi-konvensi Internasional tentang jual beli kemaritiman d. Putusan-putusan Mahkamah Internasional e. Perarturan Perundang-Undangan seperti : Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah momor 51 tahun 2002, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tangga 7 Mei 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Peraturan 39

27 Menteri Perhubungan Nomor : KM. 26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan / Penggantian Bendera Kapal dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-46/PJ/2010 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor atau Penyerahan Kapal Untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu: bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa buku atau karya ilmiah dari para ahli hukum; 3. Bahan hukum tersier, yaitu: bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum. 4. Analisis Data Keseluruhan data atau bahan yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan memberi penilaian terhadap hasil penelitian berdasarkan peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli, dan akal sehat dengan uraian kalimatkalimat dan tidak menggunakan angka-angka. Analisis data ini bertolak dari teoriteori dan konsep yang telah disusun dan dikemukakan dalam kerangka teoritis dan 40

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010.

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010. DAFTAR PUSTAKA Buku Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum dalam pembangunan di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1979 Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006. Adjie Habib,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI KAPAL BARANG MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh : Merisa Putri Hadji Djafar 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI KAPAL BARANG MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh : Merisa Putri Hadji Djafar 2 PEMBATALAN PERJANJIAN JUAL BELI KAPAL BARANG MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh : Merisa Putri Hadji Djafar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan, berikut disajikan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy banca yang berarti bence yaitu suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang berperan dalam perekonomian. Sebagai suatu lembaga yang berperan dalam perekonomian, prinsip kepercayaan merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia saat ini banyak sekali industri rokok, baik industri yang berskala besar maupun industri rokok yang berskala menengah ke bawah, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung. DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, -------------, 2005, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Grafindo Persada, Abdul Halim Barkatullah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Apeldoorn, Van, 1999.Pengantar Ilmu Hukum. Cet.XXVII, Pradnya Paramita, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Apeldoorn, Van, 1999.Pengantar Ilmu Hukum. Cet.XXVII, Pradnya Paramita, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Apeldoorn, Van, 1999.Pengantar Ilmu Hukum. Cet.XXVII, Pradnya Paramita, Badrulzaman, Mariam Darus, 1980, Perjanjian Baku (standar), perkembangannya di Indonesia, Medan: Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, Jakarta Ahmad Ali dan Djohari Santoso, 1989, Hukum Perjanjian Indonesia, Perpustakaan Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang pengusaha atau produsen dalam rangka memperkenalkan produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu bekerjasama dengan pihak lokal/nasional

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002.

DAFTAR PUSTAKA. dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, 2008. Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan) TESIS PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL) DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA 0 PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI BAB II PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku:

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku: DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku: Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Simposium Hukum Perdata Nasional, Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci