KATA PENGANTAR. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, R. Sukhyar. Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, R. Sukhyar. Laporan Kinerja (Lkj) DITJEN MINERBA 2014"

Transkripsi

1

2

3 KATA PENGANTAR S ub sektor mineral dan batubara saat ini berperan sebagai tulang punggung pembangunan nasional terutama dalam hal sumber penerimaan negara, penggerak pembangunan daerah, neraca perdagangan, investasi, penyediaan energi dan bahan baku industri domestik serta penciptaan lapangan kerja. Pada tahun 2014 yang merupakan akhir periode Rencana Strategis Periode , Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) telah menjalankan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Program dan kegiatan yang telah dijalankan tersebut mengarah kepada pencapaian visi dan misi Ditjen Minerba yang bertujuan semata-mata hanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam menjalankan program dan kegiatan utama Tahun 2014, Ditjen Minerba tidak lepas dari koridor yang telah ditetapkan dalam Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan dokumen Perjanjian Kinerja (PK). Sebagai wujud tanggung jawab/akuntabilitas kinerja Ditjen Minerba dan pemenuhan aspek transparansi dalam pelaksanaan program dan kegiatan, maka disusunlah Laporan Kinerja (LKj) Tahun Dokumen LKj ini merupakan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Ditjen Minerba dalam merumuskan kebijakan untuk menjalankan roda Pemerintahan di sub sektor mineral dan batubara pada tahun-tahun mendatang. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pejabat dan pegawai Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang telah menjalankan program dan kegiatan Tahun 2014 dengan penuh tanggung jawab sehingga terwujud capaian-capaian kinerja sebagaimana disampaikan dalam laporan ini. Semoga LKj Ditjen Minerba Tahun 2014 dapat berkontribusi kepada kemajuan industri pertambangan mineral dan batubara. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, R. Sukhyar I

4 KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL..... DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN EKSEKUTIF.. i ii iii vi viii ix Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan dan Tantangan Dalam Pengelolaan Subsektor Mineral dan Batubara Tugas dan Fungsi Struktur Organisasi Modal Dasar Ditjen Minerba Untuk Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Tahun Sistematika Penulisan.. 26 Bab II RENCANA KERJA DITJEN MINERBA Rencana Strategis DItjen Minerba Perjanjian Kinerja (PK). 46 Bab III AKUNTABILITAS KINERJA Pengukuran Capaian Kinerja Tahun Analisis Capaian Kinerja Tahun Akuntabilitas Keuangan.. 99 Bab IV PENUTUP LAMPIRAN ii

5 Gambar 1.1 Peran Subsektor Mineral dn Batubara.. 2 Gambar 1.2 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia.. 3 Gambar 1.3 Sumber Daya Batubara 2014 Berdasarkan Pulau. 4 Gambar 1.4 Cadangan Batubara 2014 Berdasarkan Pulau... 4 Gambar 1.5 Cadangan Batubara Indonesia di Beberapa Provinsi Berdasarkan Nilai Kalori Tahun Gambar 1.6 Proporsi Cadangan Batubara Dunia. 5 Gambar 1.7 Perbandingan Produksi Dan Ekspor Batubara Gambar 1.8 Realisasi Produksi Batubara Gambar 1.90 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam... 6 Gambar 1.10 Realisasi Produksi Logam Tembaga, Emas dan Timah Tahun Gambar 1.11 Realisasi Produksi Bijih Besi, Bauksit, Bijih dan Pasir Besi Tahun Gambar 1.12 (a) Penambangan Terbuka; dan (b) Penambangan Bawah... 8 Gambar 1.13 Kriteria CnC IUP dan Manfaat Penataan IUP. 10 Gambar 1.14 Alur Penetapan Wilayah Pertambangan (WP).. 12 Gambar 1.15 Penambangan Tanpa Izin (PETI) Mineral Logam 22 Gambar 1.16 Struktur Organisasi Ditjen Minerba. 24 Gambar 1.17 Jumlah Pegawai Ditjen Minerba Tahun Gambar 1.16 Tingkat Pendidikan Pegawai DJMB Tahun Gambar 3.1 Produksi Batubara Tahun Gambar 3.2 Produksi Batubara Periode Gambar 3.3 Kegiatan Produksi Batubara Gambar 3.4 Kerjasama Investasi Sub Sektor Minerba antara Indonesia Japan Tahun Gambar 3.5 Jenis Pelayanan di RPIIT Ditjen Minerba Gambar 3.6 Website resmi Ditjen Minerba. 58 Gambar 3.7 Aplikasi e-tracking System Gambar 3.8 Grafik PNBP Periode Gambar 3.9 Kordinasi dan Supervisi Minerba Dan KPK-RI. 60 Gambar 3.10 Aplikasi Minerba One Map Indonesia (MOMI).. 61 Gambar 3.11 Contoh Pelaksanaan Program Community Development Perusahaan KK/PKP2B/IUP iii

6 Gambar 3.12 Proses Pengelolaan PNBP Sub Sektor Pertambangan Umum.. 65 Gambar 3.13 Proses Penyetoran PNBP Subsektor Pertambangan Umum Gambar 3.14 Pertumbuhan Dana Bagi Hasil (DBH) Periode Gambar 3.15 Proporsi IUJP dan SKT yang Terbit Tahun Gambar 3.16 Jumlah Perusahaan Jasa Lokal/Nasional Tahun Gambar 3.17 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Jasa Lokal/nasional Tahun Gambar 3.18 Kontribusi Pajak Usaha Jasa lokal/nasional Tahun Gambar 3.19 Nilai Pembelanjaan Lokal Usaha Jasa lokal/nasional Tahun Gambar 3.20 Pengawasan Usaha Jasa Pertambangan. 68 Gambar 3.21 Seminar dan Workshop Usaha Jasa Tahun Gambar 3.22 Pembinaan Perusahaan Jasa Tahun Gambar 3.23 Gambar 3.23 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam.. 70 Gambar 3.24 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Batuan dan Batubara. 70 Gambar 3.25 Skema Kerjasama Pendirian Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian.. 72 Gambar 3.26 Progress Pembangunan Smelter Tahun Gambar 3.27 Pertemuan Produsen dan Konsumen Komoditi Besi Tahun Gambar 3.28 Smelter Yang Telah Beroperasi. 73 Gambar 3.29 Prosentase Pemakaian Barang Dan Jasa Dalam Negeri Tahun Gambar 3.30 Mining Equipment Produk Lokal.. 78 Gambar 3.31 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Periode Tahun Gambar 3.32 Pelatihan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia. 81 Gambar 3.33 Luas Lahan Reklamasi Periode Tahun Gambar 3.34 Tahapan reklamasi pada lahan bekas tambang Gambar 3.35 Website Pelaporan Reklamasi dan Lingkungan.. 84 Gambar 3.36 Pemantauan Pelaksanaan Reklamasi Tahun iv

7 Gambar 3.37 Pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara. 85 Gambar 3.38 Bimtek Reklamasi dan Pascatambang. 87 Gambar 3.39 Workshop Penyusunan RKTTL Gambar 3.40 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Mineral Tahun Gambar 3.41 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Batubara Tahun Gambar 3.42 Recovery penambangan pemegang IUP/KK-PKP2B tahun Gambar 3.43 Recovery pengolahan pemegang IUP/KK-PKP2B Tahun Gambar 3.44 Realisasi (Frequency Rate) FR Tahun 2009 s.d Gambar 3.45 Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2009 s.d Gambar 3.46 Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun Gambar 3.47 Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun Gambar 3.48 Pemberdayaan Aparat PEMDA Dalam Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun Gambar 3.49 Pelaksanaan Fire & Rescue Challenge Tahun v

8 Tabel 1.1 Neraca Sumber Daya Mineral Nasional Tahun Tabel 1.2 Neraca Cadangan Mineral Tahun Tabel 1.3 Tabel Data Pencabutan IUP Tabel 1.4 Daftar 7 Klaster Wilayah Pertambangan (WP). 13 Tabel 1.5 Usulan Penetapan WIUP Tahun Tabel 1.6 Kemajuan Proses Renegosiasi KK dan PKP2B 19 Tabel 2.1 Matriks Ikhtisar Rencana Strategis Ditjen Minerba Periode Tabel 2.2 Tabel 2.3 Matriks Kegiatan Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Minerbapabum Matriks Renstra Kegiatan Penyusunan Kebijakan, Program Dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Mineral, Batubara Dan Panas Bumi 40 Tabel 2.4 Matriks Renstra Kegiatan Pembinaan Pengusahaan Mineral Dan Batubara.. 41 Tabel 2.5 Kegiatan Pembinaan Dan Pengusahaan Panas Bumi Dan Air Tanah. 42 Tabel 2.6 Kegiatan Pembinaan Keteknikan Lindungan Lingkungan Dan Usaha Penunjang Mineral Batubara Panas Bumi Dan Air Tanah. 43 Tabel 2.7 Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara. 45 Tabel 2.8 Perjanjian Kinerja (PK) Direktorat jenderal Mineral Dan Batubara Tahun Tabel 2.9 Sinkronisasi Tujuan Strategis, Sasaran Strategis dan Indikator Sasaran Ditjen Minerba. 47 Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja DJMB Tahun Tabel 3.2 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.3 Produksi Batubara Nasional Periode Tabel 3.4 DMO Tahun 2014 (sesuai Kepmen ESDM No.2901.K/30/MEM/2013) Tabel 3.5 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.6 Realisasi Investasi Periode Tahun Tabel 3.7 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.8 Realisasi PNBP Sub Sektor Minerba Tabel 3.9 Pengukuran Kinerja Sasaran vi

9 Tabel 3.10 Realisasi Dana Community Development (Comdev) Tabel 3.11 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.12 Progress Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian. 71 Tabel 3.13 Jumlah Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Per Komoditas 72 Tabel 3.14 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.15 Realisasi Masterlist KK dan PKP24 Periode Tahun Tabel 3.16 Perbandingan TKI dan TKA di KK dan PKP2B dan Usaha Jasa (Orang) Tabel 3.17 Pengukuran Kinerja Sasaran Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, Tabel 3.18 IUJP, SKT) Tahun Tabel 3.19 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.20 Peraih penghargaan pengelolaan lingkungan pertambangan Tahun Tabel 3.21 Pengukuran Kinerja Sasaran Tabel 3.22 Data Statistik Kecelakaan Tambang Tahun Tabel 3.23 Peraih Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun Tabel 3.24 Perkembangan Revisi DIPA Satuan Kerja Ditjen Mineral dan Batubara Tahun Tabel 3.25 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun Tabel 3.26 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 Berdasarkan Unit Kerja (Juta Rupiah) Tabel 4.1 Ikhtisar Capaian Kinerja sesuai Perjanjian Kinerja Ditjen Minerba Tahun vii

10 Lampiran I Penetapan Kinerja Tahun Lampiran II Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun Lampiran III Pengukuran Kinerja Tahun Lampiran IV Pernyataan Penetapan Kinerja Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Tahun viii

11

12 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja L aporan Kinerja (LKj) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Tahun 2014 menyampaikan hasil kinerja program kegiatan berikut evaluasinya pada Tahun LKj Ditjen Minerba Tahun 2014 dipersiapkan dan disusun dalam rangka pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden RI Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Sub sektor mineral dan batubara saat ini berperan sebagai tulang punggung (backbone) pembangunan nasional terutama dalam hal kontribusinya kepada penerimaan negara, penanaman modal, penciptaan efek ganda ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan kesempatan kerja, serta pembangunan daerah. Selain itu, sub sektor ini terbukti mampu juga memiliki kinerja yang baik meskipun terjadi krisis ekonomi global, tekanan pada masalah lingkungan dan harga komoditas yang selalu berfluktuasi. Mengingat sumber daya mineral dan batubara sebagai salah satu kekayaan negara merupakan sumber daya yang tidak terbarukan, maka wajib dikelola secara bijak dan sustainable. Kebijakan Direktorat Jenderal Minerba Tahun 2014 telah sesuai dengan Rencana Strategis Ditjen Minerba periode yang terdiri atas: 1) menjamin kemanan pasokan batubara melalui Domestic Market Obligation (DMO); 2) meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pengelolaan pertambangan yang bertangggungjawab; 3) peningkatan nilai tambah pertambangan; 4) peningkatan kandungan lokal pada kegiatan pertambangan (local content); 5) peningkatan investasi pertambangan. Kebijakan yang telah dijelaskan di atas pada akhirnya bermuara pada tujuan dari penjabaran Visi dan Misi Ditjen Minerba yang merupakan kondisi yang ingin diwujudkan selama periode 5 tahun, dan Tahun 2014 adalah bertepatan dengan akhir dari pelaksanaan periode Renstra tersebut. Tujuan strategis Ditjen Minerba yang terdapat dalam Rencana Strategis Ditjen Minerba Tahun , antara lain: 1) terjaminnya pasokan batubara dan mineral untuk bahan baku domestik; 2) terlaksananya peningkatan investasi sub sektor minerba; 3) terlaksananya peran penting sub sektor minerba dalam penerimaan negara; 4) terlaksananya peningkatan peran sub sektor minerba dalam pembangunan daerah; 5) terlaksananya peningkatan efek berantai/ ketenagakerjaan. Sesuai dengan kebijakan dan tujuan strategis Ditjen Minerba yang terdapat di dalam Rencana strategis, maka pada tahun 2014, Ditjen Minerba menetapkan 9 sasaran strategis yang merupakan langkah nyata dari kebijakan dan tujuan yang telah disusun, yaitu: 1) meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik; 2) meningkatnya investasi sub sektor pertambangan umum; 3) terwujudnya peran sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara; 4) terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah; 5) peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum; 6) terwujudnya pemberdayaan nasional; 7)terwujudnya penyerapan tenaga kerja; 8)terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan; 9) terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan. Setiap sasaran strategis tersebut memiliki indikatorindikator kinerjanya, dengan rincian sebagai berikut: 1. Sasaran nomor 1 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP dan indikator jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri; 2. Sasaran nomor 2 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator jumlah investasi bidang mineral dan batubara; 3. Sasaran nomor 3 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator jumlah penerimaan Negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara); x

13 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 4. Sasaran nomor 4 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara dan indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum; 5. Sasaran nomor 5 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara dan indikator jumlah smelter beroperasi; 6. Sasaran nomor 6 memiliki dua indikator kinerja yaitu indikator persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara dan indikator persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara; 7. Sasaran nomor 7 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara; 8. Sasaran nomor 8 memiliki tiga indikator kinerja yaitu indikator jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan dan indikator persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan serta indikator persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan; 9. Sasaran nomor 9 memiliki satu indikator kinerja yaitu indikator tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum. Secara umum capaian kinerja kegiatan Ditjen Mineral dan Batubara dapat direalisasikan dan menghasilkan keluaran (output) dan hasil (outcome) sesuai dengan sasaran, bahkan pencapaian beberapa sasaran melebihi target yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini tercermin dengan tercapainya sasaran strategis Ditjen Mineral dan Batubara rata-rata dari 9 (sembilan) sasaran strategis yang ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2014 sebesar 145,34%. Capaian kinerja Tahun 2014 ini mengalami peningkatan 1,82% jika dibandingkan dengan capaian kinerja Tahun 2013 rata-rata sebesar 143,52% Sasaran 1, meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 94,16%. Indikator kinerja tersebut adalah indikator jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP yang realisasinya sebesar 458 Juta Ton dan indikator jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri yang realisasinya sebesar 76 Juta Ton. Sasaran 2, meningkatnya investasi sub sektor pertambangan umum memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 144,93%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah investasi bidang mineral dan batubara yang realisasinya sebesar US$ 7, Juta. Sasaran 3, terwujudnya peran sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 89,48%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) yang realisasinya sebesar Rp 35,49 Triliun. Sasaran 4, terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 101,395%. Indikator kinerja tersebut adalah indikator jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sebesar Rp 2,026 Triliun; dan indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum sebesar Rp 15,72 Triliun. Sasaran 5, peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 110,665%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sejumlah perusahaan; dan indikator jumlah smelter beroperasi sebanyak 14 perusahaan. Sasaran 6, terwujudnya pemberdayaan nasional memiliki dua indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 113,300%. Indikator kinerja tersebut adalah persentase xi

14 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sebesar 76,7% dan persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara sebesar 98,85%. Sasaran 7, terwujudnya penyerapan tenaga kerja memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 82,82%. Indikator kinerja tersebut adalah jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara yang realisasinya sejumlah orang. Sasaran 8, terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan memiliki tiga indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja rata-rata sebesar 103,163%. Indikator kinerja tersebut adalah indikator jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan yang realisasinya seluas 6.596,59 Ha; indikator persentase rata-rata recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan sebesar 104,5% yang terdiri atas recovery penambangan mineral sebesar 90,7% dan recovery penambangan batubara sebesar 94,3%; serta rata-rata persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan sebesar 103,5% yang terdiri atas: recovery pengolahan mineral realisasinya 82,9% dan recovery pengolahan batubara sebesar 94,3%. Rp , kemudian mengalami revisi hingga diperoleh pagu definitif sebesar Rp dan terealisasi Rp atau mencapai 54,03%. Hal ini dikarenakan beberapa sebab diantaranya: adanya selisih pagu dengan nilai kontrak yang dilakukan oleh pihak ketiga; dan adanya kegiatan yang gagal lelang; serta belum sepenuhnya rekanan mampu untuk mengikuti pengadaan yang dilakukan melalui sistem e-procurement sehingga mengakibatkan terjadinya gagal lelang. Penyusunan Laporan Kinerja (LKj) Tahun 2014 ini adalah salah satu usaha untuk mewujudkan Good Governance khususnya di Ditjen Minerba dalam pengelolaan sub sektor mineral dan batubara melalui pemenuhan asas transparansi dan akuntanbilitas. Kinerja kegiatan dan kinerja anggaran Tahun 2014 Ditjen Minerba ini, menjadi rujukan dan bahan pertimbangan untuk pijakan dalam perumusan Rencana Strategis Ditjen Minerba periode ataupun merumuskan Rencana Kinerja di tahun-tahun mendatang agar menunjang pencapaian tujuan pembangunan nasional. Sasaran 9, terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan memiliki satu indikator kinerja. Pencapaian hasil sasaran kinerja sebesar 263,15%. Indikator kinerja tersebut adalah tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum yang realisasinya sebesar 0,19. Dari hasil capaian kinerja di Tahun 2014, perlu dirumuskan strategi untuk mengoptimalkan pengalokasian dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di masa mendatang melalui re-definisi termasuk penajaman indikator dan re-identifikasi besaran target agar sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Ditjen Mineral dan Batubara. Dalam hal akuntabilitas keuangan, Ditjen Minerba pada tahun 2014 dari awalnya memperoleh pagu xii

15 Cover Bab I

16 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 1.1 Latar Belakang S ecara empiris, pertumbuhan ekonomi negara maju bermula dari industri sumber daya (resources industry), kemudian berevolusi ke industri manufaktur dan industri jasa yang terintegrasi secara vertical (vertically integrated industry). Karena itu, vitalitas kekuatan suatu Negara tergantung kepada kemampuannya untuk mengamankan sumberdaya strategis penting untuk keberlanjutan ekonominya. Saat ini, hampir tidak ada satu pun negara di Dunia termasuk Indonesia yang pembangunannya terlepas dari peran penting dan strategis sumber daya mineral dan batubara (minerba). Seiring dengan semakin berkembangnya pertumbuhan ekonomi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan konsumsi minerba merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan, dimana hampir seluruh aktivitas ekonomi dapat dipastikan membutuhkan minerba. Perkembangan pembangunan nasional akan sangat tergantung pada ketersediaan dan efisiensi penggunaan minerba. Sumber daya mineral dan batubara sebagai bagian dari kekayaan alam yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai konstitusi pasal 33 UUD Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam konteks ini mineral dan batubara harus dikelola secara optimal sehingga memberikan manfaat yang semakin besar bagi rakyat Indonesia. Pengelolaan mineral dan batubara tidak semata-mata hanya memberi manfaat, namun penggunaan kata sebesar-besarnya memiliki arti bahwa kekayaan alam yang dimiliki dalam hal ini mineral dan batubara sebagai anugerah harus dapat dikelola sehingga memberikan manfaat terbesar bagi rakyat Indonesia. Manfaat bagi rakyat Indonesia secara konkret dimaknai bahwa keberadaan mineral dan batubara menghasilkan pendapatan bagi negara yang selanjutnya akan digunakan oleh negara sebagai dana untuk pembangunan nasional. UU No 4/2009 Tentang Minerba sebagai turunan UUD/1945 ini merupakan hasil dari respon terhadap berbagai tuntutan untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan. Sustansi UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba berusaha menggunakan arah baru kebijakan tata kelola pertambangan (mineral dan batubara) yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional (national interest), kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi pengelolaan dan pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practies) untuk mencapai pertambangan yang berkelanjutan (sustainable mining). Sumber daya mineral dan batubara disebut sebagai anugerah Tuhan (blessing) jika dikelola dengan baik, tetapi bisa menjelma menjadi kutukan (curse) dan bencana (disaster) apabila sumber daya mineral dan batubara tidak dikelola dengan baik terutama mengabaikan prinsip-prinsip good mining practice. Peran Pemerintah sangat dibutuhkan untuk merumuskan tata kelola pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang lebih baik, pro-growth (pertumbuhan), pro-job (pengusahaan lapangan kerja), pro-poor (pemerataan) serta antisipatif pencegahan kerusakan lingkungan (pro-environment) agar pertambangan tetap berkelanjutan (sustainable) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1. Pro growth dalam sub sektor mineral dan batubara diwujudkan melalui kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi yang berkaitan dengan penerimaan negara, investasi, peningkatan nilai tambah, dan neraca perdagangan (baik produksi, ekspor dan Gambar 1.1 Peran Sub Sektor Mineral Dan Batubara 2

17 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran domestik). Pro job dalam sub sektor mineral dan batubara terkait dengan ketenagakerjaan yang mengutamakan penduduk lokal (local content) serta menciptakan peluang kerja melalui penguasaan teknologi sehingga tercapai kemandirian bangsa dari aspek teknologi. Pro poor dalam sub sektor mineral dan batubara diimplementasikan melalui corporate social responsibility (CSR) dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pro environment dalam sub sektor mineral dan batubara diaplikasikan melalui good mining practice, reklamasi dan pasca tambang dalam kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang memiliki karakteristik yang unik, yang membedakannya dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Sumber daya mineral dan batubara merupakan sumber daya alam tidak terbarukan dan habis pakai atau non-renewable resources, maka konsekuensinya sekali bahan galian ini tersebut dieksploitasi, tidak akan dapat pulih atau kembali ke keadaan semula. Seandainya pun ada sumber pengganti perlu ribuan atau jutaan tahun proses penggantiannya. Oleh karenanya, pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara ini haruslah dilakukan secara bijaksana dan ditanamkan dalam benak seluruh pemangku kepentingan sebagai modal/aset alam (natural capital) sehingga pengelolaannya pun harus juga mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang. Keunikan dan peran sub sektor minerba yang sangat penting dalam pembangunan tersebut, perlu kiranya sub sektor ini harus dikelola secara baik agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Pelaksanaan kegiatan usaha penambangan minerba harus dijalankan berdasarkan pada prinsip berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. Berdaya guna atau efisiensi mendorong agar kegiatan penambangan minerba dilakukan dengan cara pengorbanan biaya dalam jumlah tertentu namun memberikan hasil yang maksimal. Berhasil guna atau efektif ditujukan agar kegiatan penambangan dapat berkontribusi bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi seperti yang direncanakan oleh pemerintah. Berdaya saing dimaksudkan agar di samping produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang relatif memberikan manfaat juga para pelaksana dari kegiatan penambangan harus berorientasi pada prestasi yaitu peningkatan produksi. Jumlah produk yang dihasilkan harus optimal, yaitu setinggi mungkin untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Setiap pelaku usaha penambangan minerba untuk menggunakan teknologi pertambangan yang baik dan modal yang besar. (Sumber: Badan Geologi KESDM Tahun 2014) Gambar 1. 2 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2013 Indonesia memiliki potensi mineral dan batubara yang cukup prospek. Menurut data yang diterbitkan oleh Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya batubara Tahun 2013 adalah sebesar 120,5 milyar ton untuk tambang terbuka dan 41 milyar ton tambang bawah permukaan serta jumlah cadangan batubara sebesar 31 milyar ton. Angka pertumbuhan sumberdaya dan cadangan nasional mencapai 5% dan 11% pertahun. Sumber daya dan cadangan batubara tersebut tersebar di beberapa lokasi di Indonesia dengan nilai 3

18 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja (Sumber: Badan Geologi KESDM Tahun 2014) Gambar 1. 3 Sumber Daya, Cadangan dan Kualitas Batubara Indonesia Tahun 2013 kalori yang berbeda, mulai dari kalori rendah sampai kalori sangat tinggi. Dari peta sebaran potensi sumberdaya dan cadangan batubara Indonesia, dapat dilihat bahwa cadangan batubara terbesar berada di Pulau Kalimantan sekitar 57,6% dan Sumatera 42,4%, sedangkan di tempat lain potensinya tidak terlalu besar dan masih sedikit diusahakan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2, Gambar 1.3. Jika dilihat dari kualitas batubara yang ditunjukkan dengan kategori dari kalori, maka dispesifikasikan sebagai berikut : Kalori rendah : < kal/gr ADB Kalori sedang : kal/gr ADB Kalori tinggi : kal/gradb Kalori sangat tinggi : > kal/gr ADB Dilihat dari sisi global menurut data dari WEC Tahun 2013, cadangan batubara Indonesia mencapai 3,5% dari total cadangan batubara dunia sebesar 891,5 milyard ton. Negara-negara dengan cadangan batubara terbesar (The big five) di dunia adalah Eropa dan Eurasia berada di urutan pertama dengan proporsi sebesar 34,8% dari cadangan dunia, selanjutnya Asia Pasifik di urutan kedua dengan proporsi 28,8%, urutan ketiga Amerika Utara memiliki 27,5%, kemudian Timur Tengah dan Afrika dengan proporsi 3,7% serta terakhir adalah Amerika Selatan dan Amerika Tengah dengan proporsi 1,7% dari cadangan dunia, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.4. Selanjutnya menurut data Word Coal Association (WCA) Tahun 2013, total produksi batubara dunia sebesar Juta Ton, yang disumbangkan oleh 10 negara produsen batubara tradisional yaitu China, USA, India, Indonesia, Australia, Russia, Afrika Selatan, Jerman, Polandia dan Kazakstan. Dengan besaran produksi batubara dunia tersebut di atas maka menurut WCA, jika dibandingkan dengan total cadangan tertambang batubara, maka hanya akan tersisa 126 tahun lagi. Yang menarik menurut data Wood Mackenzie, untuk Tahun 2013, meskipun China memiliki cadangan yang besar, dari semua produksi batubara China tidak diekspor 4

19 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Gambar 1.4 Distribusi Cadangan Batubara Dunia dan Jumlah Produksi Batubara Global Tahun 2013 terlalu besar dan perbandingan antara produksi dan ekspor kecil. Hal ini menunjukkan bahwa keberpihakan kebijakan pemerintah China terhadap kepentingan nasional (national interest) sehingga sebagian besar batubara China dipakai untuk domestik. Sedangkan rasio perbandingan batubara produksi dan ekspor batubara Indonesia sangat kecil, berarti memang hampir sebagian diekspor dan masih kecil penggunaannya untuk domestik seperti ditunjukkan pada Gambar 1.5. Di sisi produksi batubara, kalau dilihat data adanya trend positif pertumbuhan rata-rata sebesar 13,8%/tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6. Saat ini, rata-rata 80% dari total produksi batubara Tahun diekspor, terutama ke China, Jepang, Korea Selatan, India, Taiwan Hongkong dan beberapa negara anggota Uni Eropa seperti Spanyol, Italia dan Belanda. Sementara itu, untuk negara-negara satu kawasan regional ASEAN tujuan ekspornya adalah Malaysia, Thailand dan Filipina. Selain batubara Indonesia juga kaya akan Gambar 1.5 Perbandingan Produksi Dan Ekspor Batubara realisasi produksi batubara periode 5 tahun terakhir , maka ada kecenderungan Gambar 1.6 Realisasi Produksi Batubara Periode

20 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja (Sumber: Badan Geologi KESDM Tahun 2014) Gambar 1. 7 Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Nasional sumberdaya mineral baik mineral logam maupun mineral non logam. Ketersediaan (availability) mineral logam hampir merata di seluruh Daerah Provinsi di Indonesia adapun persebarannya seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7. Menurut data Badan Geologi KESDM, terdapat 12 (dua belas) jenis komoditi mineral logam yang memiliki data sumberdaya dan cadangan Tahun 2013 seperti pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Dari sisi indeks potensi, Indonesia menduduki peringkat tinggi di dunia. Indonesia memliki sumber daya mineral dan energi beragam jenis, mineral tembaga, emas, perak, nikel, alumina, timah, bijih/pasir besi, unsur tanah jarang dan batubara. Terbukti bahwa komoditi tambang dapat mempengaruhi harga dunia yaitu timah dan nikel. Adapun statistik realisasi produksi untuk beberapa jenis logam yaitu logam tembaga, emas, timah, bijih nikel, bauksit, bijih dan pasir besi periode Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2013 ditunjukkan pada Gambar 1.8 dan Gambar 1.9. Tabel 1.1 Neraca Sumber Daya Mineral Nasional Tahun

21 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 1.2 Neraca Cadangan Mineral Tahun Permasalahan dan Tantangan Dalam Pengelolaan Sub sektor Mineral dan Batubara Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa besarnya. Dengan geological setting diantara lempeng bumi, dan berada di lingkar deretan gunung api (ring of fire), tidak mengherankan jika bumi Indonesia menyimpan cadangan beraneka mineral dan batubara, sehingga menjadi magnet bagi investor tambang di seluruh dunia. Kegiatan pertambangan sering menjadi sorotan negatif dan perhatian banyak pihak. Di satu sisi kegiatan pertambangan membawa dampak perubahan lingkungan. Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa secara makro kegiatan pertambangan memberikan kontribusi dan peran yang besar terhadap pembangunan nasional, hanya saja permasalahannya antara lain adalah apakah kontribusi tersebut sudah dirasakan rakyat Indonesia. Gambar 1.8 Produksi Logam Tembaga, Emas dan Timah Periode Gambar 1.9 Produksi Bijih Nikel, Bauksit, Bijih dan Pasir Besi Periode Kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama kegiatan pertambangan yang menggunakan metode tambang terbuka (Open pit mining). Perubahan yang paling menonjol adalah perubahan struktur bentang alam dan gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Hal ini terutama karena bahan galian yang akan ditambang berada di bawah permukaan tanah, sehingga perlu dilakukan pengupasan tanah atau batuan penutupnya (overburden). Dampaknya adalah terjadinya penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna (keanekaragaman hayati), terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim maupun peningkatan polusi. Berbeda halnya dengan tambang terbuka, metode pertambangan dengan menggunakan metode tambang bawah tanah (underground mining method) memiliki dampak yang lebih kecil terhadap perubahan bentang alam. Hanya saja masih tetap perlu diperhatikan kemungkinan masalah penurunan permukaan tanah (surface subsidence). Namun dari sisi ekonomi dan 7

22 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja teknologi, tambang bawah tanah memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode tambang terbuka seperti ditunjukkan pada Gambar juga dilakukan kegiatan pasca tambang yang terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian (bila dalam tahap operasi produksi ada sebagian wilayah yang diminta dan/atau akan Gambar 1.10 (a) Penambangan Terbuka; dan (b) Penambangan Bawah Tanah Sub sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Sehingga peran Pemerintah yang sangat dibutuhkan saat ini adalah membuat kebijakan yang mengatur mineral dan batubara tidak hanya memanfaatkan kekuatan ekonomi neoklasik yaitu untuk mencapai keseimbangan pasar, tetapi lebih dari itu konstruksi teoritisnya dengan memasukkan isu-isu yang mendasar bagi keberlanjutan. Kontrol dari Pemerintah sangat diperlukan dalam produksi mineral dan batubara Indonesia agar manfaatnya dapat dirasakan lebih lama bagi bangsa Indonesia. Perlindungan terhadap lingkungan membutuhkan perencanaan yang cermat dan komitmen dari semua tingkatan dan golongan dalam suatu perusahaan pertambangan. Pengelolaan lingkungan di pertambangan menuntut proses yang terus menerus dan terpadu pada seluruh tahapan kegiatan pertambangan. Kegiatan reklamasi harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang utuh dari kegiatan pertambangan dan kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses kegiatan pertambangan secara keseluruhan selesai dilakukan. Selain reklamasi diserahkan) atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Banyak hal yang perlu mendapatkan penanganan yang serius, mulai dari pola investasi, kebutuhan pasar, persyaratan lingkungan, kemampuan teknologi, sumber daya manusia, hingga regulasi dan keterkaitan dengan antar sektor/institusi lainnya. Komitmen semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam hal pengelolaan pertambangan untuk memberikan manfaat (benefit) ekonomi maksimal bagi penerimaan negara dan efek berganda bagi perekonomian masyarakat dengan tetap mempertahankan keberlanjutan lingkungan selama penambangan dan pasca tambang. Terdapat beberapa isu strategis yang dapat menjadi permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan subsektor mineral dan batubara di Tahun 2014 sebagai berikut: a. Belum selesainya penataan Izin Usaha 8

23 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Pertambangan (IUP) secara nasional; b. Wilayah Pertambangan (WP) telah ditetapkan namun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) belum ditetapkan; c. Peningkatan nilai tambah pertambangan (mining added value); d. Renegosiasi kontrak perusahaan KK dan PKP2B; e. Pengutamaam pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri; f. Belum optimalnya pengelolaan lingkungan dan reklamasi tambang serta pelaksanaan good mining practices Belum Selesainya Penataan dan Pendataan IUP Secara Nasional Diskursus tentang implikasi dari penataan IUP secara nasional terlanjur menyita perhatian publik sehingga sampai dengan akhir Tahun 2014 pelaksanaan penataan IUP belumlah selesai. Penataan IUP merupakan salah satu kegiatan strategis Ditjen Mineral dan Batubara yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011, dimana pada saat itu telah dilakukan dua kali rekonsiliasi. Pada rekonsiliasi tahun 2011 dan 2012 telah tersampaikan hampir IUP. Pada awal tahun 2012 dimana dimulai proses penataan IUP melalui evaluasi CnC tercatat dari IUP yang telah CnC mencapai IUP dan IUP Non CnC (status IUP Desember 2012). Adapun persyaratan penentuan status Clear and Clean terdiri atas 3 (tiga) persyaratan yaitu: administrasi, teknis dan kewajiban keuangan. Persyaratan administrasi, IUP dinyatakan Clear and Clean adalah wilayah IUP tidak tumpang tindih dengan wilayah IUP yang lainnya, wilayah Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) serta dokumen penerbitan IUP sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya untuk persyaratan teknis merupakan kelengkapan dokumen teknis IUP berupa laporan eksplorasi, laporan studi kelayakan dan dokumen lingkungan. Adapun persyaratan kewajiban keuangan yang menandakan pemenuhan IUP dalam pembayaran kewajiban keuangan berupa iuran tetap dan royalty seperti ditunjukkan pada Gambar Manfaat yang telah dirasakan dalam pembuatan status IUP Clear and Clean sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan rekonsiliasi yang telah dilaksanakan sebelumnya sebagai data base nasional sub sektor mineral dan batubara adalah: a. meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari IUP berupa iuran tetap dan royalti, karena sebelum pelaksanaan rekonsiliasi IUP, PNBP yang disetor oleh pemegang IUP hanya 30% dari jumlah seluruh IUP; b. data cadangan IUP dari laporan eksplorasi IUP sebagai data dasar bagi Pemerintah dalam membuat strategi dan menjamin pasokan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian; c. laporan studi kelayakan IUP sehingga menjadi dasar dalam pelaksanaan dan peningkatan kegiatan menjadi operasi produksi; d. kegiatan pertambangan sering dikritisi merupakan kegiatan yang merusak lingkungan, dengan tersedianya dokumen lingkungan yang disampaikan IUP menjadi bukti tanggung jawab bahwa pelaksanaan kegiatan penambangan telah dianalisis secara lingkungan dan memperhatikan kondisi lingkungan; e. diusulkan menjadi salah satu persyaratan bagi PT PLN untuk pemegang IUP yang mengikuti tender dalam penyediaan batubara untuk kebutuhan PLTU PT PLN; f. menjadi persyaratan yang diwajibkan oleh Bank dalam penyaluran kredit pertambangan bagi pemegang IUP; g. investor asing menjadikan status clear and clean dalam memastikan kesahihan dokumen IUP. Pada Tahun 2014, Ditjen Minerba melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bentuk dukungan koordinasi dan supervisi (korsup) pengelolaan pertambangan dimana dalam salah satu rencana aksinya adalah penataan IUP (percepatan penyelesaian IUP Non C&C) di 12 Provinsi. Hasilnya dapat dilihat ada perubahan jumlah IUP CnC dan Non CnC dimana 9

24 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Gambar 1.11 Kriteria CnC IUP dan Manfaat Penataan IUP IUP C&C menjadi IUP dan IUP Non CnC sebanyak IUP sehingga total menjadi IUP (status IUP Desember 2014). Disamping itu, Pemerintah Daerah juga sudah melakukan tindakan pencabutan beberapa IUP dalam rangka penertiban IUP yang bermasalah seperti ditunjukkan pada Tabel 1.3. Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004, memberi tantangan tersendiri dalam merumuskan arah baru dalam pengelolaan sub sektor minerba. Pemerintah mempunyai kewajiban moral dalam mengawal proses pelimpahan IUP-IUP dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Provinsi selama masa stransisi tahun Proses pelimpahan IUP-IUP harus konsisten baik jumlah maupun kualitasnya dari Pemerintah Kabupaten/ Kota kepada Pemerintah Provinsi. Hal ini disebabkan karena sudah dilakukan penataan IUP melalui korsup Minerba bersama KPK-RI sehingga dalam proses pelimpahan ke Pemerintah Provinsi pun juga harus sesuai dengan hasil penataan yang dilakukan. Dalam penyelesaian masalah IUP Non Clear and Clean tersebut Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Ditjen Pajak, Ditjen Anggaran, Kementerian Kehutanan, BPKP, Polri, Kemendagri, Bakosurtanal dan KemenkumHAM dan lintas sektor lainnya. Sampai saat ini, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara terus melakukan evaluasi dan verifikasi serta koordinasi lintas sektoral untuk penyelesaian IUP non CnC ini. Sampai Desember 2014, untuk penataan IUP pada korsup Minerba tahap I untuk 12 provinsi masih belum mencapai target sesuai dengan batas waktu Desember 2014, disebabkan karena: 1. Kurangnya ketersediaan data lengkap dokumen IUP yang disampaikan kabupaten/kota ke provinsi, sehingga menyulitkan provinsi untuk melakukan evaluasi; 2. Masih ada kendala tumpang tindih antar IUP yang penyelesaian tidak bisa secara cepat karena kendala ketersediaan data; 3. Masih ada permasalahan batas administrasi yang menyebabkan beberapa IUP yang diterbitkan beda kabupaten namun saling tumpang tindih. 10

25 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 1.3 Tabel Data Pencabutan IUP NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH 1 Sumsel Banyuasin 4 2 Jambi Batang Hari 37 3 Bangka Belitung Belitung Timur 8 4 Kalimantan Timur Berau 6 5 Kep. Riau Bintan 10 6 Kalimantan Barat Kapuas Hulu 2 7 Kep.Riau Karimun 1 8 Maluku Utara Kep.Sula 6 9 Sulawesi Tenggara Kolaka Utara Kalimantan Timur Kutai Barat 1 11 Sumsel Lahat 7 12 Kep.Riau Lingga 8 13 Sulawesi Tengah Morowali Jambi Muaro Jambi Kalimantan Tengah Murung Raya 2 16 Sumsel Musi Banyuasin Sumsel Musi Rawas 1 18 Sumsel Ogan Komering Ilir 9 19 Sumsel Ogan Komering Ulu Timur 1 20 Sulawesi Tengah Parigi Moutong 2 21 Kalimantan Barat Kalimantan Barat 7 22 Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Kepulauan Riau Jambi Sarolangun Jambi Tanjung Jabung Barat 1 25 Kalimantan Selatan Tapin 9 Total Peran aktif kabupaten/kota sudah mulai menurun karena terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 sehingga menyebabkan permasalahan ketidakjelasan peran dan fungsi di daerah. Sinkronisasi data IUP yang terus berubah sehingga menyebabkan data IUP menjadi sulit dilakukan cut off karena data IUP baru tersebut kadang mempunyai kekuatan hukum yang cukup kuat sehingga mengubah posisi data jumlah IUP. Direncanakan pada tahun 2015, Ditjen Mineral dan Batubara masih akan melanjutkan kerja sama 11

26 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja dengan KPK dalam rangka Korsup Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara untuk 19 provinsi. Diharapkan jika semua provinsi sudah dilakukan korsup Minerba bersama KPK maka penataan IUP yang menjadi salah satu rencana aksi dapat tercapai untuk keseluruhan provinsi Wilayah Pertambangan (WP) Telah Ditetapkan Namun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) belum Ditetapkan Dalam rangka memberikan kepastian usaha dan ruang bagi usaha pertambangan, perlu ditetapkan wilayah tertentu (Wilayah Pertambangan) yang berdasarkan pada UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Wilayah Pertambangan (WP) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Kementerian ESDM telah melakukan koordinasi mengenai Wilayah Pertambangan ke Provinsi/ Kabupaten/Kota se-indonesia baik melalui korespondensi maupun dengan pertemuan langsung. Proses dan mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan (WP) secara grafis ditunjukkan pada Gambar Hingga akhir Tahun 2014, Kementerian ESDM telah menetapkan 7 klaster WP dalam bentuk Kepmen ESDM seperti pada Tabel 1.4 berikut. Dengan ditetapkannya Wilayah Pertambangan maka tugas Pemerintah selanjutnya bersama dengan Pemerintah Daerah adalah menyusun penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sesuai dengan Putusan Mahmakah Konstitusi (MK) atas judicial review UU No. 4 Tahun 2009 bahwa WIUP ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan diawali dengan pengusulan WIUP oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah untuk ditetapkan. Sampai dengan tahun 2014 ini telah ada pengusulan resmi penetapan WIUP oleh Pemerintah Daerah baik itu Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebanyak 9-11 usulan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.5. Pemerintah saat ini sedang menyiapkan beberapa komponen pendukung penetapan WIUP antara lain: 1. Penetapan harga kompensasi data; 2. Parameter penetapan batas WIUP yang meliputi 5 aspek (geografis, kaidah konservasi, lingkungan, kepadatan penduduk, dan optimalisasi sumberdaya mineral dan batubara). Gambar 1.12 Alur Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) 12

27 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 1.4 Daftar 7 Klaster Wilayah Pertambangan (WP) NO CLUSTER PELAKSANAAN REKONSILIASI 1 SULAWESI 13 JUNI KALIMANTAN 03 JULI KEP. MALUKU 22 AGUSTUS PAPUA 22 AGUSTUS SUMATRA 05 SEPTEMBER JAWA & BALI 12 SEPTEMBER KEP. NUSA TENGGARA 19 SEPTEMBER 2013 KEPMEN ESDM PENETAPAN WP KEPMEN ESDM NOMOR 2737.K/30/MEM/2013 tanggal 3 Juli 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 4003.K/30/MEM/2013 tanggal 19 Desember 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 4002.K/30/MEM/2013 tanggal 19 Desember 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 4004.K/30/MEM/2013 tanggal 19 Desember 2013 KEPMEN ESDM NOMOR 1095.K/30/MEM/2014 tanggal 26 Februari 2014 KEPMEN ESDM NOMOR 1204K/30/MEM/2014 tanggal 27 Februari 2014 KEPMEN ESDM NOMOR 1329,K/30/MEM/2014 tanggal 28 Februari 2014 No Pemohon Surat No. Jumlah WIUP Komoditas 1 Bupati Banyumas 545/3408 tgl 18 Juli Emas 2 Bupati Buol 540/123.12/Distamben tgl 12 Mei Emas 3 Bupati Buru 544/80 tgl 17 Maret Emas 4 Bupati Garut 541/1710/SDAP/2014 tgl 20 Juni Bupati Luwu 6 Bupati Kaur 7 Bupati Pesisir Selatan 151/540.01/Distamben/IV/2014 tgl 21 April /645/HUT ESDM/KK/2014 tgl 30 Mei /34/HUT-ESDM/IV/PS-2014 tgl 11 April Bupati Mimika 540/224 tgl 7 Mei Bupati Polewali Mandar Tabel 1.5 Usulan Penetapan WIUP Tahun /122/DISTAMBEMtgl 15 Juli Emas 2 Bijih Besi 1 Emas 1 Bijih Besi 1 Pasir Besi 28 4 Logam 24 Batubara Logam/ Batubara 1 Emas 5 Bijih Besi 1 Galena Kendala-kendala yang dihadapi dalam penetapan WIUP adalah: 1. Ketersediaan data dan informasi potensi pertambangan masing-masing daerah masih sangat kurang. Dimana peran provinsi dan kabupaten/kota masih belum optimal dalam menggunakan sumberdaya nya untuk melakukan kegiatan penelitian dan penyelidikan geologi; 13

28 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 2. Masih minimnya tenaga ahli yang kapabel dalam penetapan harga kompensasi data sebagai dasar dalam harga lelang. 3. Data dan informasi calon WIUP yang disampaikan Pemerintah Daerah masih belum lengkap sehingga sulit dalam penetapan WIUP terutama dalam penetapan harga kompensasi data. Dengan keluarnya kebijakan terkait dengan pengendalian produksi, peningkatan nilai tambah dan ketahanan energi, maka Pemerintah akan selektif dalam penetapan WIUP karena sampai pada tahun 2014 ini sudah ada hampir IUP yang tersebar baik itu komoditas mineral maupun batubara. Prinsip selektif sangat diperlukan guna mempertahankan keberlanjutan kebijakan pemerintah diatas sehingga pengelolaan sumberdaya pertambangan dapat lebih dirasakan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan (Mining Added Value) Setiap negara termasuk Indonesia berusaha untuk mengurangi bahkan memutus ketergantungan yang tinggi terhadap impor produk hasil olahan mineral dengan membuat terobosan strategis (strategic breakthrough) baru dengan kebijakan peningkatan nilai tambah (PNT) guna memperkuat stategi geopolitik dalam mengamankan sumberdaya strategisnya terhadap kerentanan perdagangan mineral dan batubara internasional. Sumberdaya mineral dan batubara menyediakan mekanisme untuk diversifikasi beragam produk melalui proses industrialisasi dan memberi kesempatan yang penting bagi perekonomian suatu negara untuk beralih ke produk bernilai tambah lebih tinggi beserta jejaring keterkaitan forward dan backward linkage serta side linkage; Industri berbasis sumberdaya mineral dan batubara merupakan sumber utama penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan kapasitas keterampilan dan peningkatan penerimaan negara serta perbaikan secara cepat terhadap standar penghidupan masyarakat (standard of living). Peningkatan nilai tambah pertambangan ini dapat dilihat dalam dua aspek yaitu peningkatan nilai tambah dari aspek pengolahan dan pemurnian dan peningkatan nilai tambah dari aspek pengusahaan. Peningkatan nilai tambah dari aspek pengolahan dan pemurnian yaitu peningkatan nilai tambah dengan meningkatkan kualitas bahan galian tambang bukan dalam bentuk raw material tetapi telah menjadi material olahan. Harga material olahan tentunya memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan material mentah. Tantangan dari peningkatan nilai tambah dari aspek pengolahan dan pemurnian yaitu besarnya jumlah investasi yang diperlukan untuk membangun pabrik-pabrik pengolahan di dalam negeri. Selain itu pula kebijakan dan regulasi terkait nilai tambah harus terus diperkuat guna mendukung program peningkatan nilai tambah pertambangan. Beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah dalam peningkatan nilai tambah, diantaranya: penetapan batasan kadar minimum untuk penjualan ke luar negeri; pengendalian ekspor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dimasa mendatang (Domestic Market Obligation/ DMO); koordinasi dengan intansi terkait untuk memfasilitasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian misalnya koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Kemenperin, dan Kemendag. Peningkatan nilai tambah pertambangan dari aspek pengusahaan terdiri dari 3 (tiga) komponen yang perlu menjadi perhatian, antara lain tenaga kerja, penyediaan barang dan jasa dan pengembangan masyarakat. Permasalahan dan tantangan dari komponen tenaga kerja pada saat ini yaitu: pertama, masih tingginya penyerapan tenaga kerja asing yang menempati posisi-posisi penting di perusahaan yang menghambat tenaga kerja lokal untuk meningkatkan perannya dalam perusahaan tambang; kedua, masih belum optimalnya usahausaha peningkatan kompetensi dan keahlian tenaga kerja lokal. Dari permasalahan dan tantangan tersebut maka perlu dilakukan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kerja lokal. Peningkatan kualitas atau kompetensi dapat dilakukan dengan melakukan berbagai pendidikan dan pelatihan baik melalui lembaga formal maupun informal. Permasalahan dan tantangan dari komponen penyediaan barang dan jasa adalah masih belum optimumnya pemanfaatan barang dan jasa 14

29 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran produksi dalam negeri oleh perusahaan KK dan perusahaan PKP2B. Penyebab masih belum optimumnya pemanfaatan barang dan jasa produksi dalam negeri, antara lain karena: produksi barang modal dalam negeri tidak banyak tersedia; harga lebih tinggi karena dikenakan PPN; kualitas barang modal tidak memenuhi standar mutu barang yang dibutuhkan; waktu penyerahan tidak sesuai dengan kontrak; dan belum konsistennya jaminan kontinuitas pengadaan barang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka sebaiknya dilakukan langkah-langkah seperti meningkatkan local content dan mengalihkan local content menjadi local expenditure, mengurangi impor barang modal perusahaan KK & PKP2B dengan pembelian barang modal yang tersedia dalam negeri, dan promosi produsen barang dalam negeri yang telah memperoleh sertifikasi Internasional. Hal-hal terkait dengan komponen pengembangan masyarakat permasalahannya yaitu pembangunan yang belum merata di setiap wilayah, dan pengelolaan program peningkatan kesejahteraan rakyat belum berjalan optimal. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui sosialisasi dan pembinaan terhadap mayarakat tambang, melalui program pemberdayaan masyarakat, dan menyusun pedoman pelaksanaan program pengembangan masyarakat untuk perusahaan tambang Belum Terselesaikannya Renegosiasi Kontrak Perusahaan KK dan PKP2B Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam yang dikuasai negara, oleh karenanya pengelolaannya harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan, serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa. Sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketentuan dalam pasal Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus disesuaikan (renegosiasi). Semua KK dan PKP2B yang ada saat ini, merupakan kontrak yang ditandatangani sebelum terbitnya UU No 4/2009 karena masih menggunakan dasar 15

30 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja hukum UU No 11/1967. Berdasarkan UU No.11/1967, pengusahaan pertambangan mineral dan batubara dilakukan melalui : 1. Kuasa Pertambangan, disesuaikan menjadi Izin Usaha Pertambangan berdasarkan UU No 4 Tahun Kontrak, yang terbagi menjadi: a). Kontrak Karya: untuk mengusahakan mineral logam, mineral non logam dan batuan. b). Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara: untuk mengusahakan batubara. Sebelum terbitnya UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pengelolan KK/PKP2B didasarkan pada UU No 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dimana posisi Pemerintah dengan perusahaan sejajar, sehingga setiap perubahan dalam kontrak harus disepakati oleh para pihak. KK dan PKP2B yang telah ditandatangani oleh Pemerintah sebelum terbitnya UU No 4/2009, harus disesuaikan dengan UU No 4/2009. Setelah UU No 4/2009, bentuk kontrak sudah tidak ada diganti dengan sistem izin (posisi pemerintah tidak lagi sejajar karena sebagai quasi publik). Ketentuan dalam UU No 4/2009 menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah untuk mendorong perusahaan mencapai hasil renegosiasi KK dan PKP2B yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Penyesuaian kontrak perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) merupakan amanat dari UU No. 4 Tahun 2009 terutama dalam pasal 169, 170 dan 171. Pasal 169 UU No. 4/2009 mempunyai pengertian bahwa KK dan PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian. Sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2008 Pemerintah telah menandatangani 236 KK, dan sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 2000 Pemerintah telah menandatangani 141 PKP2B yang secara historis keberadaan Badan Usaha (investor asing maupun swasta dalam negeri) dalam mengusahakan mineral dan batubara dikategorikan menurut periode penggolongan kontrak (KK: Generasi I s.d Generasi VII+; PKP2B: Generasi I s.d Generasi III), yang secara substansi memiliki perbedaan dalam pokok-pokok term and condition. Pemerintah berkepentingan dan berupaya keras agar seluruh substansi kontrak KK dan PKP2B yang harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dipatuhi oleh seluruh Badan Usaha (kontraktor). Tim Pemerintah masih berupaya secara terus menerus membangun pengertian agar Badan Usaha memiliki pandangan yang sama terhadap kepentingan Pemerintah, sehingga renegosiasi kontrak dapat dilaksanakan dengan lancar. Berdasarkan renegosiasi yang dilakukan oleh Pemerintah dihasilkan 6 isu strategis renegosiasi dan menjadi poin utama dalam renegosiasi KK dan PKP2B. Hal ini disebabkan karena isu strategis ini terkait dengan manfaat ekonomi yang diperoleh Pemerintah serta KK dan PKP2B. Terdapat 6 (enam) isu strategis yang menjadi fokus pelaksanaan renegosiasi KK dan PKP2B yaitu: 1. Luas Wilayah Kerja; 2. Perpanjangan Kontrak; 3. Penerimaan Negara/Royalti; 4. Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian; 5. Kewajiban Divestasi; 6. Kewajiban Penggunaan Barang dan Jasa Pertambangan Dalam Negeri Adapun posisi posisi Pemerintah dalam isu strategis renegosiasi KK dan PKP2B adalah: 1. Luas Wilayah Kerja Sikap Pemerintah sesuai ketentuan luas wilayah dalam UU Minerba adalah maksimal Ha untuk mineral logam Tahap Operasi Produksi dan Ha untuk batubara tahap Operasi Produksi. Pemegang KK dan PKP2B dapat mengajukan permohonan luas wilayah 16

31 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran lebih dari yang ditetapkan setelah berdasarkan hasil kajian rencana kerja jangka panjang Badan Usaha dari aspek teknis, ekonomi, lingkungan, dan hukum. Misalnya untuk luas wilayah Freeport yang saat ini Ha. Luas wilayah ketentuan UU Minerba untuk Freeport maksimal Ha. Dengan kapasitas produksi sesuai studi kelayakan dan AMDAL adalah ton bijih/hari atau sebesar 87 juta ton bijih/tahun. Jangka waktu kontrak Freeport adalah sampai tahun 2021 sehingga tersisa 10 tahun. Dengan cadangan sebesar 2,66 miliar ton bijih dan kapasitas produksi Freeport sampai akhir kontrak adalah 867 juta ton bijih atau hanya 33% dari total cadangan. Sehingga Freeport hanya diberikan luas wilayah yang mengandung cadangan sebesar 867 juta ton ditambahkan dengan luas wilayah yang dibutuhkan untuk infrastruktur pendukung sedangkan sisa luas wilayah dikembalikan kepada Negara. 2. Perpanjangan Kontrak Dalam PP 23/2010 belum diatur tentang siapa yang berwenang untuk perpanjangan kontrak KK dan PKP2B yang jangka waktunya berakhir. Pemegang KK dan PKP2B berkeinginan agar perpanjangan KK dan PKP2B yang berakhir jangka waktu berakhirnya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Keinginan KK dan PKP2B sudah diakomodasi dan sudah diatur dalam PP 24/2012 yang merupakan perubahan PP 23/2010 yang menyatakan bahwa perpanjangan kontrak KK dan PKP2B menjadi dalam bentuk IUP merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam perkembangannya posisi Pemerintah untuk perpanjangan kontrak dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan perpanjangan kontrak KK dan PKP2B menjadi dalam bentuk IUP Khusus. Posisi Pemerintah ini telah dimasukkan dalam Rancangan Perubahan PP No 24/2012 yang berisikan bahwa perpanjangan kontrak KK dan PKP2B dalam bentuk IUP Khusus. 3. Penerimaan Pajak dan Bukan Pajak Pemerintah bersikap bahwa untuk Penerimaan Negara Pajak dan Bukan Pajak diatur dengan ketentuan: untuk Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah sesuai dengan kontrak KK dan PKP2B (nail down) sedangkan untuk seluruh kewajiban pajak lainnya dan penerimaan negara bukan pajak yaitu royalti dan iuran tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (prevailing law). 4. Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Pemerintah bersikap konsisten sesuai Pasal 170 UU Minerba bahwa Kontrak Karya wajib melakukan pengolahan dan pemurnian selambatnya tahun Kewajiban Divestasi Pemerintah konsisten sesuai UU Minerba dan PP 24/2012 bahwa KK dan PKP2B yang Penanaman Modal Asing setelah 5 tahun berproduksi wajib melakukan divestasi saham secara bertahap paling sedikit 51% untuk memberikan manfaat lebih besar bagi kepentingan dalam negeri. 6. Kewajiban Pengutamaan Barang dan Jasa Pertambangan Dalam Negeri Pemerintah konsisten menerapkan kewajiban pemanfaatan tenaga kerja, barang, dan jasa dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan standar dan kualitas yang ditentukan oleh KK dan PKP2B. Kemajuan renegosiasi KK dan PKP2B sampai akhir 2014 menghasilkan kesepakatan dengan kategori secara prinsip setuju seluruhnya, setuju sebagian dan belum setuju seluruhnya didasarkan pada kesepakatan terhadap isu-isu strategis yang merupakan substansi utama renegosiasi. Adapun progress renegosiasi KK/PKP2B seperti ditunjukkan pada Tabel 1.6. Selama pelaksanaan renegosiasi kontrak KK dan PKP2B dapat diidentifikasi beberapa permasalahan diantaranya: 1. Perusahaan yang luas wilayahnya diatas Ha (PKP2B) dan Ha (KK) tidak 17

32 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan generasi III+ serta KK generasi II, III, IV, V, VI dan VI; setuju dengan rumusan pasal luas wilayah. 2. Perpajakan: Rumusan amandemen dari Kementerian Keuangan untuk Pajak Badan tetap sesuai KK/PKP2B (nailed down) dan pajak lainnya prevailing law. 1) Sebagian perusahaan meminta perpajakan tetap sesuai dengan kontrak atau semua rumusan perpajakan prevailing law; 2) Kementerian Keuangan belum menyampaikan rumusan perpajakan untuk PKP2B generasi I, I+ dan generasi III+ serta KK generasi II, III, V dan VII; 3) Perusahaan KK/PKP2B meminta masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diselesaikan sebelum amandemen dilaksanakan; PNBP: Kementerian Keuangan belum menyampaikan rumusan PNBP (Iuran Tetap dan Royalti) Untuk PKP2B generasi I, I+ dan Rencana Kinerja 4. Beberapa perusahaan KK masih keberatan dengan rumusan kewajiban pengolahan/ pemurnian; 5. Keberatan dengan rumusan kewajiban divestasi saham; 6. Terdapat perusahaan yang tidak setuju dilakukan perubahan terhadap KK; 7. Keberatan dengan rumusan definisi afiliasi. Upaya renegosiasi ini tidak akan mudah untuk dilakukan, karena tentunya kepentingan perusahaan berbeda dengan pemerintah. Oleh karena itu upaya yang dilakukan menerapkan prinsip win-win solution menghormati kontrak dan menerapkan asas keadilan dan manfaat. Karena apabila pemerintah melakukan pemaksaan, maka akan terbuka kemungkinan perusahaan akan mengadukannya kepada Pengadilan

33 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 1.6 Kemajuan Proses Renegosiasi KK dan PKP2B Arbitase Internasional dan atau menarik investasinya dari Indonesia Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Dalam menjamin kebutuhan penyediaan batubara sebagai sumber energi untuk listrik, Ditjen Minerba telah menetapkan kewajiban pengutamaan batubara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Penetapan kewajiban DMO atau yang disebut dengan kuota DMO ini adalah mewajibkan kepada perusahaan pertambangan batubara untuk terlebih dahulu menjual dan mengutamakan batubara kepada pengguna dalam negeri, baru kemudian dapat melakukan ekspor batubara. Penentuan besarnya kuota DMO batubara dilakukan setiap tahun berdasarkan jumlah kebutuhan batubara dan tingkat produksi batubara pada tahun yang bersangkutan. Kebijakan DMO ini sangat efektif menjamin tersedianya batubara untuk kebutuhan dalam negeri antara lain untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN maupun pembangkit listrik non PLN, bahan bakar pabrik semen, pupuk, pulp serta untuk industri metalurgi dalam negeri. Sejak tahun 2009 hingga Tahun 2014, telah ditetapkan peraturan-peraturan di bawah Undang- Undang yang mengamanatkan tentang pemenuhan kebutuhan dalam negeri seperti: 1. Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 Tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri; 2. Keputusan Menteri ESDM No K/30/ MEM/2010 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2010; 3. Keputusan Menteri ESDM No K/30/ MEM/2010 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2011; 4. Surat Dirjen Minerba No. 5055/30/DJB/2010 Tentang Transfer Kuota; 5. Keputusan Menteri ESDM No K/30/ MEM/2011 Tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2012; 6. Keputusan Menteri ESDM No K/30/ MEM/2012 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun Keputusan Menteri ESDM No.2901.K/30/ MEM/2013) tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun

34 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Kebijakan DMO ini merupakan contoh nyata kebijakan Pemerintah untuk mengutamakan penggunaan sumber daya alam batubara untuk kepentingan masyarakat dalam negeri. Rata-rata batubara yang dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri adalah sebesar 20-25% dan sekitar 75-80% batubara diekspor. Dengan pengalokasian demikian sehingga menjadi pertanyaan mengapa jumlah batubara yang digunakan di dalam negeri hanya sebesar 20-25%? Hal ini tentunya belum memberikan manfaat yang optimal bagi negara, jika dibandingkan apabila semua produksi dapat terserap di dalam negeri untuk kebutuhan industri maupun untuk bahan bakar pembangkit listrik. Permasalahan penyediaan sistem PLTU mulut tambang dan penyediaan PLTU oleh industri untuk memenuhi kebutuhannya masih belum sepenuhnya diterapkan oleh para pengusaha sehingga penyerapan batubara di dalam negeri kurang optimal. Infrastruktur yang terbatas menyebabkan pemakaian batubara untuk sektor industri dan kelistrikan menjadi tidak optimal (antara KESDM, Kemenhub, Pemerintah Daerah) termasuk juga ketersediaan sistem transportasi batubara yang belum baik, untuk itu perlu dibangun infrastruktur yang memadai sehingga produk dari batubara 20 Rencana Kinerja tersebut akan efisien dan dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi negara. Perlu dijadikan perhatian bahwa terdapat korelasi antara upaya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan keterbatasan infrastruktur yang ada saat ini. Infrastruktur batubara sebagian besar terdapat di Kalimantan sehingga kegiatan produksi batubara hampir seluruhnya terdapat di Kalimantan yaitu sekitar 93%, dibandingkan dengan kegiatan produksi batubara di Sumatera yang hanya 7%. Padahal lokasi keterdapatanpadatan sumber daya batubara di Sumatera dan Kalimantan hampir sama yaitu: 49% sumber daya di Kalimantan dan 50% letak sumber daya di Sumatera. Ke depan perlu juga dilakukan pengendalian produksi batubara Indonesia, agar produksi batubara seiring dengan kebutuhan industri di dalam negeri. Sebagai gambaran Negara Tiongkok yang mempunyai cadangan lebih besar dari Indonesia, semua hasil produksi batubara digunakan untuk mendukung kebutuhan industri didalam negerinya, bahkan Negara Tiongkok masih melakukan impor batubara untuk mendukung

35 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran industrinya. Penurunan ekspor mutlak harus dilakukan untuk menjaga ketahanan energi dalam jangka panjang sehingga pembangunan nasional yang diharapkan dapat tercapai. Pemerintah selain melakukan pengendalian produksi, juga melakukan antisipasi kebutuhan batubara di masa mendatang dengan menetapkan wilayah-wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah pencadangan negara untuk minerba. Penerapan neraca batubara nasional juga bisa menjadi acuan untuk Domestic Market Obligation (DMO) termasuk juga untuk peningkatan pengawasannya dengan memperhatikan jalur perjalanan batubara. Diperlukan penerapan regulasi dan penerapan kebijakan penyediaan energi yang lengkap, terpadu, sinkron baik di hulu maupun hilir, tegas dan sinergis dalam pelaksanaanya agar semangat pemakaian batubara dalam negeri untuk memberi nilai tambah pada batubara dapat diterapkan.hal ini dilakukan dalam rangka untuk mendukung perekonomian nasional. Oleh karena itu kebijakan diversifikasi batubara menggantikan minyak pada transportasi menjadi hal yang sangat penting. Permasalahan yang lain yang penting adalah penerapan pemanfaatan batubara secara maksimal adalah regulasi dan kebijakan penerapan kebijakan penyediaan energi belum lengkap dan masih kurang diterapkan oleh para pengusaha. Penyediaan sistem PLTU mulut tambang (mine mouth plant) dan penyediaan PLTU oleh industri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri masih belum diterapkan oleh para pengusaha. Penerapan PLTU mulut tambang saat ini masih bermasalah dalam hal penerapannya karena para pengusaha tambang lebih memilih mengekspor batubara kalori tinggi dan hanya mau memberikan batubara kalori rendah pada PLTU mulut tambang. Penggunaan batubara kalori rendah pada PLTU menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk investasi dan hasil pembakarannya lebih merusak lingkungan. Untuk ini dibutuhkan ketegasan dalam pelaksanaan regulasinya dan disinkronkan dengan aturan yang ada di sisi hulu pertambangan batubara. Selain belum PLTU mulut tambang, dalam penyediaan PLTU oleh industri untuk memenuhi kebutuhannya juga masih belum diterapkan oleh para pengusaha dikarenakan investasi untuk PLTU batubara sangat besar. Mengingat pembangunan PLTU membutuhkan Investasi yang sangat besar maka dibutuhkan aturan antar sektor yang sinkron dan sinergi antar sektor untuk membantu pengusaha dapat membangun PLTU batubara dalam menyediakan kebutuhan energinya Belum Optimalnya Pengelolaan Lingkungan dan Reklamasi Tambang serta Pelaksanaan Good Mining Practices Saat ini adanya kecenderungan over exploitation dan overuse (pemanfaatan berlebihan) terhadap deposit mineral dan batubara sehingga mengancam keberlanjutan sumberdaya alam (sustainability of natural resources) itu sendiri. Dinamika perkembangan otonomi daerah dan pemekaran wilayah provinsi/kabupaten/kota secara langsung dan tidak langsung ikut berpengaruh dan memberikan arah baru tata kelola pertambangan mineral dan batubara (mining governance). Pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan hampir hilangnya fungsi Pemerintah Pusat dalam hal pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan nasional di sub sektor minerba di daerah. Sejatinya Pasal 4 UU Minerba menempatkan sumberdaya minerba sebagai kekayaan nasional bangsa Indonesia, yang dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Istilah kekayaan nasional menegaskan makna bahwa sumber daya minerba merupakan milik dari seluruh bangsa Indonesia bukan semata-mata dimiliki oleh daerah dimana deposit mineral dan batubara itu berada. Menguatnya Hak Penguasaan Negara (HPN) dalam penguasaan mineral dan batubara mengharuskan Pemerintah menyelenggarakan asas tersebut lewat kewenangan mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan usaha tambang. Saat ini pengawasan yang dilakukan pada kegiatan pertambangan masih sangat terbatas. Kewenangan pengelolaan pertambangan dalam kerangka otonomi daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangannya. Penerbitan IUP dalam jumlah yang banyak ini tidak diikuti dengan pengawasan pengelolaan pertambangan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan kasus tumpang tindih penerbitan IUP sehingga menyebabkan permasalahan dalam kegiatan 21

36 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja pertambangan di lapangan. Pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah terhadap kegiatan pertambangan sangat terbatas, terutama disebabkan oleh sebagian besar Pemerintah Daerah tidak memiliki pejabat pengawas dan Inspektur Tambang, sarana dan prasarana pengawasan pertambangan yang kurang, serta masih terbatasnya jumlah dan kualitas aparat pemerintahan dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di daerah. Koordinasi antar level Pemerintah (Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah) tidak seperti apa yang diharapkan seperti niatan awal bergulirnya otonomi daerah. Pengawasan yang kurang jumlahnya dan kualitasnya juga mengakibatkan banyaknya pertambangan tanpa izin (PETI) yang ada dan tersebar banyak di daerah yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kehilangan potensi pendapatan negara seperti ditunjukkan pada Gambar Selain potensi kehilangan penerimaan negara, kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara sudah menjadi isu nasional dan permasalahan yang besar. Kerusakan ini menyebabkan, adanya konflik antara pengusaha pertambangan batubara dengan masyarakat sekitar, kerugian bagi penerimaan negara dan menurunnya fungsi lingkungan hidup sebagai penopang hidup manusia (life support system). Kerusakan lingkungan ini ditengarai disebabkan adanya PETI, dan operasi pertambangan yang tidak memegang prinsip good mining practice. Hal ini bisa terjadi karena pengawasan yang lemah pada kegiatan pertambangan batubara. Dalam Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2010 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minerba dinyatakan bahwa Menteri ESDM melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Penerbitan IUP tidak diikuti dengan pembinaan dan pengawasan kepada pelaksana kegiatan penambangan dengan baik sehingga sering ditemui praktek-praktek penambangan yang tidak mengikuti kaidah pertambangan yang baik dan benar. Saat ini isu yang penting dalam pengelolaan pertambangan batubara tidak lagi mengenai teknis dari penambangan, namun yang lebih menonjol mengenai penanganan dari dampak kegiatan usaha pertambangan batubara. Lingkungan hidup belum dipandang sebagai sektor yang penting dibandingkan pertambangan mineral dan batubara sehingga dampak kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan masih dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Masih terbatasnya pelaksanaan reklamasi oleh para pemegang IUP dapat meningkatkan dampak pemanasan global yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Gambar 1.13 Penambangan Tanpa Izin (PETI) Mineral Logam 22

37 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Salah satu permasalahan yang dihadapi perusahaan pertambangan mineral dan batubara, yaitu bagaimana melakukan pengelolaan lingkungan sehingga dampak nagatif dari kegiatan usaha pertambangan tersebut dapat dikurangi, dan yang tidak kalah penting semua limbah hasil kegiatan pertambangan tersebut, apabila akan dibuang sudah harus memenuhi standar baku mutu lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada umumnya perusahaan-perusahaan skala besar telah melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik, namun banyak perusahaan-perusahaan skala kecil yang belum melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik. Setiap perusahaan pertambangan perlu melakukan upaya perlindungan lingkungan sejak dini. Upaya perlindungan diintegrasikan ke dalam perencanaan pertambangan. Memahami bagaimana bekerjanya ekosistem untuk mempertahankan keberlanjutan fungsinya. Dalam pelaksanaan good mining practices atau pertambangan yang baik dan benar, maka salah satu aspek yang diperhatikan adalah pelaksanaan reklamasi tambang yang merupakan bagian dari lindungan lingkungan pertambangan. Perusahaan wajib menyediakan jaminan reklamasi sesuai perhitungan rencana reklamasi. Jaminan Reklamasi wajib disediakan pada tahap eksplorasi dan tahap operasi produksi. Perusahaan wajib menyediakan jaminan pascatambang sesuai perhitungan rencana pascatambang. Dalam kaitannya dengan reklamasi tambang, maka terdapat permasalahan yang harus diatasi diantaranya kerusakan lahan akibat pertambangan dan konflik pemanfaatan lahan diwilayah pertambangan. Dari sejumlah permasalahan dan tantangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (DJMB) Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sebagai salah satu instansi pemerintahan yang diberi tanggung jawab mengelola sub sektor minerba harus dapat menerapkan good governance. Salah satu kunci atau ciri dari good governance yaitu akuntabilitasnya. Oleh karena hal tersebut di atas maka penting bagi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk menyampaikan Laporan Kinerja (LKj) yang telah dilaksanakan pada Tahun Adapun dasar hukum yang melatarbelakangi penyusunan Laporan Kinerja (LKj) Instansi Pemerintah Tahun 2014 ini adalah: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 4 ayat (1); 2. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN; 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 4. Peraturan Presiden RI Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; 5. Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 6. PerMen PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. 1.3 Tugas dan Fungsi Berdasarkan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24 Tahun 2010 yang mulai berlaku tanggal 14 April 2010 menetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) serta berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pengelolaan panas bumi yang semula merupakan kewenangan Ditjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi digeser menjadi kewenangan Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Sementara pengelolaan air tanah digeser menjadi kewenangan Badan Geologi. Maka Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah yang semula di bawah Ditjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi digeser menjadi di bawah Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dan namanya menjadi Direktorat Panas Bumi. Reorganisasi ini menjadikan Ditjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi berubah nama menjadi Ditjen Mineral dan Batubara. 23

38 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebagaimana tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2010 adalah sebagai berikut: A. Tugas Pokok Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang mineral dan batubara. B. Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menyelenggarakan fungsi: 1) perumusan kebijakan di bidang mineral dan batubara; 2) pelaksanaan kebijakan di bidang mineral dan batubara; 3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang mineral dan batubara; 4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mineral dan batubara; dan 5) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 1.4 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara merupakan salah satu unit eselon I di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Untuk melaksanakan tugas pokok, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja tersebut, sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terdiri atas: a. Sekretariat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara; b. Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral; c. Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara; d. Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara; dan e. Direktorat Pembinaan Program Mineral dan Batubara. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara seperti ditunjukkan pada Gambar 1.14 berikut. Gambar 1.14 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara 24

39 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 1.5 Modal Dasar Ditjen Minerba Untuk Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Tahun 2014 Dalam perspektif SWOT analysis, setelah sebelumnya dibahas tentang hambatan/kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) dalam pengelolaan sub sektor mineral dan batubara, maka pada pembahasan berikut ini dijelaskan tentang kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) yang dimiliki oleh Ditjen Minerba dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehingga dapat meraih capaian kinerja yang direncanakan pada Tahun Kekuatan dan peluang inilah yang didefinisikan sebagai modal dasar suatu organisasi yang terdiri atas modal sumberdaya manusia dan modal saranaprasarana yang dimiliki. internasional serta penugasan pegawai sebagai delegasi Republik Indonesia Sumber daya manusia pada Ditjen Minerba status Desember Tahun 2014 sebanyak 430 orang Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan unsur yang penting dalam suatu organisasi mengingat bahwa SDM tersebut sebagai inisiator dan pencetus gagasan dalam mencapai tujuan-tujuan suatu organisasi. Mengingat peran strategis sub sektor mineral dan batubara dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional, maka kualitas dan kuantitas dari sumber daya manusia yang dimiliki adalah faktor yang memiliki daya ungkit (leverage) dalam menjawab tantangan organisasi yang semakin berat ke depan. Oleh karena itu Ditjen Minerba senantiasa berupaya melakukan peningkatan kuantitas, kualitas dan kapasitas sesuai dengan kebutuhan organisasi Ditjen Minerba. Pada sisi kuantitas, dengan penambahan pegawai melalui perekrutan CPNS dengan pola yang lebih baik dan sesuai formasi yang dibutuhkan. Pada sisi kualitas, melalui inventarisasi dan pemutakhiran data pegawai, pemantauan disiplin pegawai, penyusunan uraian jabatan bukan struktural umum dan pengembangan kelembagaan dan tata laksana. Pada sisi kapasitas, melalui peningkatan kompetensi pendidikan ke jenjang S2 dan S3 baik dalam maupun luar negeri melalui tugas belajar ataupun izin belajar serta Penugasan pegawai dalam kegiatan atau pelatihan-pelatihan di forum Gambar 1.15 Prosentase Jumlah Pegawai DJMB Tahun 2014 dengan komposisi yang tersebar di masing-masing Unit Kerja Eselon II lingkup Ditjen Minerba seperti ditunjukkan pada Gambar Untuk komposisi tingkat pendidikan, hingga Desember Tahun 2014 jenjang pendidikan di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara ini didominasi dengan sarjana (S1,S2,S3) sebesar 70% seperti ditunjukkan Gambar Hal ini membutuhkan pengendalian peningkatan kapasitas sumber daya manusia (capability building) untuk meningkatkan persentase pegawai teknis Ditjen Minerba untuk menempuh pendidikan pascasarjana S2 dan S3 Gambar 1.16 Tingkat Pendidikan Pegawai DJMB Tahun

40 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja agar tercipta proporsi kompetensi yang lebih ideal dari saat ini dengan 13% berpendidikan S2 dan hanya sejumlah 1% dari keseluruhan pegawai Direktur Jenderal Mineral dan Batubara berpendidikan Doktor/S Sarana Prasarana Bab I Pendahuluan menjelaskan secara ringkas latar belakang, permasalahan dan tantangan pengelolaan mineral dan batubara, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, dan sistematika penyajian. Sejumlah sarana dan prasarana menjadi modal Ditjen Minerba dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya serta dalam pencapaian kinerja Tahun 2014, diantaranya: Sarana dan Prasarana Umum Sarana dan prasarana umum yang dimiliki meliputi gedung perkantoran, peralatan dan sarana prasarana survey, peralatan sarana dan prasarana standarisasi K3 dan Lingkungan Sarana dan Prasarana Pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (RPIIT) Unit pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (UPIIT) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sudah berjalan semenjak diresmikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) pada tanggal 3 Juli Selain bertujuan untuk meningkatkan pelayanan informasi publik di lingkungan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, juga untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada publik dan menerapkan pelayanan satu pintu terhadap semua pihak yang membutuhkan pelayanan informasi dan investasi sub sektor mineral dan batubara. Selain itu di RPIIT juga tersedia sarana-prasarana pencetakan Peta Wilayah Pertambangan berbasis teknologi GIS. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penyajian Laporan Kinerja (LKj) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Namun demikian, agar Laporan Kinerja (LKj) ini dapat lebih menjelaskan kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, maka sistematika penyajiannya sebagai berikut: Bab II Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Dan Perjanjian Kinerja (PK) menjelaskan secara ringkas dokumen perencanaan yang menjadi dasar pelaksanaan tujuan, sasaran,program, kegiatan dan anggaran Direktorat Jenderal Minerba, hubungan antara Indikator kinerja utama (IKU), tujuan dan sasaran strategis kinerja serta perjanjian kinerja (PK) Ditjen Minerba tahun Bab III Akuntabilitas Kinerja Merupakan bagian terpenting dari LKj yang menjelaskan analisis pencapaian kinerja Ditjen Minerba meliputi realisasi capaian, evaluasi capaian kinerja, dan gambaran kinerja yang mendukung pencapaian tiap sasaran dikaitkan dengan pertanggungjawaban publik terhadap pencapaian sasaran strategis serta diakhiri dengan penyampaian akuntabilitas keuangan untuk Tahun Bab IV Penutup menjelaskan simpulan menyeluruh dari Laporan Kinerja (LKj) Ditjen Minerba Tahun 2014 dan menguraikan rekomendasi yang diperlukan bagi perbaikan kinerja di masa datang. 26

41

42 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 3.1 Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2014 A nalisis akuntabilitas kinerja program dan kegiatan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 merupakan analisis keterkaitan antara sasaran strategis program dan kegiatan, indikator kinerja, pengukuran capaian kinerja, dan evaluasi capaian kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) tahun 2014 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja sasaran yang telah ditetapkan. Hal yang perlu dibedakan adalah antara kinerja yang akan diukur dan indikator kinerja yang akan digunakan untuk mengukur. Apabila kinerja menunjukkan suatu kondisi, maka indikator kinerja merupakan alat yang memberikan gambaran atau penilaian mengenai kondisi tersebut. Mengingat Tahun 2014 adalah tahun terakhir dari pencapaian Rencana Strategis DItjen Minerba periode , maka pembahasan realisasi capaian tahun 2014, dilakukan pula perbandingan dengan realisasi tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, realisasi dan prosentase capaian Tahun 2014 juga dibandingkan dengan dengan data eksternal misalnya dengan negara lain, data asosiasi/ lembaga lokal maupun internasional, dan sebagainya. Adapun rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja DJMB Tahun 2014 Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Capaian (%) Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Jumlah investasi bidang mineral dan batubara 421 Juta Ton (Batas Atas) 386 Juta Ton 95,5 Juta Ton (KepMen ESDM No.2901.K/30/ MEM/ , ,53 US$ Juta 7, ,93 Terwujudnya peran penting sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara Terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum Terwujudnya pemberdayaan nasional Jumlah penerimaan negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara Rp. 39,6 Triliun 35,49 89,48 Rp. 1,7 Triliun 2, ,17 Rp. 18,8 Triliun 15,72 83, Perusahaan Jumlah smelter beroperasi 15 Perusahaan 14 93,33 Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara 61% 76,7 125,73 98% 98,85 100,87 50

43 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Capaian (%) Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum Orang , ha 6.596,59 101,49 87,5% (mineral) 90% (batubara) 75% (mineral) 97% (batubara) 90,7 (mineral) 94,3 (batubara) 82,9 (mineral) 94,3 (batubara) ,5 0,19 263,15 Secara garis besar sasaran strategis yang telah ditargetkan dapat dicapai, namun demikian masih belum sepenuhnya tercapai karena masih terdapat beberapa sasaran strategis yang tidak berhasil diwujudkan pada tahun 2014 ini. Sedangkan sasaran maupun target indikator kinerja yang tidak berhasil diwujudkan tersebut, Ditjen Minerba telah melakukan beberapa analisis dan evaluasi agar terdapat perbaikan pelaksanaan dan penanganan program dan kegiatan di masa mendatang serta penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan. 3.2 Analisis Capaian Kinerja Hingga akhir Tahun 2014 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah melaksanakan seluruh kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam melaksanakan amanat pembangunan sub sektor mineral dan batubara sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 dan dokumen Penetapan Kinerja (PK) Tahun Adapun dalam capaian sasaran dapat dilihat, berikut di bawah ini: Meningkatnya Kemampuan Pasokan Energi Untuk Domestik (Sasaran I) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik, realisasi capaiannya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP dan jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Adapun realisasi capaian sasaran seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Pengukuran Kinerja Sasaran 1 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Juta Ton Juta Ton 421 (Batas Atas) 386 (Batas Bawah) 95,55 (KepMen ESDM No.2901.K/30/ MEM/2013) , ,53 51

44 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Sampai dengan akhir Tahun 2014, indikator kinerja jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP realisasi pencapaiannya sebesar 458 juta ton atau 108,79% dari target produksi batas atas sebesar 421 juta ton dan batas bawah sebesar 386 juta ton. Untuk indikator Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri realisasi pencapaiannya sejumlah 76 juta ton atau 79,53% dari target sebesar Rp 95,55 juta ton sesuai KepMen ESDM No.2901.K/30/MEM/ Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran 1 Pencapaian sasaran meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik sangat ditentukan oleh ketersediaan batubara yang dihasilkan dari produksi PKP2B, PTBA dan IUP yang saat ini ada. Dari rencana produksi antara 386 juta ton 421 juta ton, sampai dengan akhir Tahun 2014 realisasi produksi batubara sudah mencapai 458 juta ton atau realisasi capaiannya 108,79% terhadap target tahun 2014 sebesar 421 juta ton, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut. Gambar 3.1 Produksi Batubara Tahun 2014 Kalau dilihat data realisasi produksi batubara periode 5 tahun terakhir sesuai dengan periode Rencana Strategis DJMB Gambar 3.2 Produksi Batubara Periode seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2, maka ada kecenderungan adanya trend positif pertumbuhan rata-rata produksi batubara sebesar 12,8%/tahun, hal ini berimplikasi pada peningkatan perekonomian nasional. Batubara saat ini masih diperlakukan sebagai komoditi, artinya sebagai sumber Pendapatan Negara (state revenue), sehingga peningkatan produksi akan berimbas pada kenaikan besaran Penerimaan Negara. Produksi nasional batubara berasal dari pencatatan produksi perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), PT Bukit Asam (PTBA) yang merupakan IUP BUMN serta produksi dari IUP yang izinnya diterbitkan oleh Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan rincian produksinya seperti pada Tabel 3.3. Untuk PKP2B, pertumbuhan produksi batubara selama kurun waktu lima tahun terakhir ( ) mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 7,7%/tahun. Sedangkan pertumbuhan produksi batubara PTBA sempat mengalami pertumbuhan produksi negatif pada Tahun 2013 sebesar -1% jika dibandingkan produksi tahun 2012 tetapi mengalami pertumbuhan positif kembali pada Tabel 3.3 Produksi Batubara Nasional Periode (Ribuan Ton) No Kontraktor BUMN (PT BA) PKP2B IUP OP Total

45 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tahun 2014 sebesar 19% dibandingkan dengan produksi Tahun Secara keseluruhan angka pertumbuhan produksi IUP BUMN (PTBA) selama periode rata-rata tumbuh positif sebesar 8,1%/tahun. Kemudian produksi batubara dari IUP yang merupakan kewenangan PEMDA (Prov/Kab/Kota) selama periode mengalami pertumbuhan positif yang sangat signifikan yaitu rata-rata sebesar 42%/tahun. Ilustrasi kegiatan produksi batubara ditunjukkan pada Gambar 3.3. kelangkaan batubara. Domestic market obligation (DMO) batubara adalah kewajiban pemasokan batubara untuk kebutuhan pemakai batubara di dalam negeri. DMO batubara dikenakan kepada badan usaha pertambangan batubara di Indonesia, dalam rangka mengamankan penyediaan batubara dalam negeri. Dalam pelaksanaan kebijakan DMO batubara, produsen batubara diwajibkan menjual sejumlah tertentu batubara yang diproduksikannya ke dalam negeri, yang selanjutnya disebut sebagai kuota DMO batubara. Penentuan besarnya kuota DMO batubara dilakukan setiap tahun berdasarkan jumlah kebutuhan batubara dan tingkat produksi batubara pada tahun yang bersangkutan. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.2901.K/30/MEM/2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2014 maka untuk DMO tahun 2014 sebesar 95,5 juta ton atau sekitar 22,68% dari total produksi batubara sebesar 421 juta ton dengan rincian seperti terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Realisasi DMO Tahun 2014 sesuai Kepmen ESDM No.2901.K/30/2013 Gambar 3.3 Kegiatan Produksi Batubara No Perusahaan Persentase Kebutuhan Per Pembeli batubara Indonesia dari mancanegara tahun 2014 masih didominasi oleh buyer tradisional yaitu Cina dan India. Selain itu juga Jepang, Malaysia, Korea, negara-negara Eropa dan Afrika. Pembeli domestik yaitu PLTU, industri semen, metalurgi, pupuk, pulp & paper, dengan PLTU sebagai konsumen terbesar. Selain peran batubara sebagai komoditi, batubara juga memiliki peran sebagai salah satu jenis energi primer yang diprioritaskan untuk pasokan bagi kebutuhan domestik. Pasokan batubara untuk domestik memiliki korelasi ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional. Pasokan batubara untuk sumber energi domestik perlu dipenuhi dan dijaga supaya tidak terjadi End User Per Tahun Rencana Tahun 2014 (Juta Ton) Realisasi Tahun 2014 (Juta Ton) 1 PLTU 82,37% 78,7 65,975 PT PLN (Persero), PLTGB, PLTGBB 60,07% 57,4 47,435 IPP 20,84% 19,91 17,583 PT Freeport Indonesia 0,555 1,45% 1,39 PT Newmont Nusa Tenggara 0,403 2 Semen 10,26% 9,8 7,187 Semen Indonesia 10,26 9,8 7,187 3 Metalurgi 3,38% 3,23 0,298 PT Vale Indonesia 0,149 3,38% 3,23 PT ANTAM (Persero) Tbk 0,149 4 Tekstil, Pupuk & Pulp 4,0% 3,82 2,722 Tekstil & Produk Tekstil 2,16% 2,06 1,458 Pupuk 1,21% 1,16 0,400 Pulp 0,63% 0,6 0,864 Total 100,00% 95,55 76,183 53

46 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasinya sebesar 76 juta ton atau 79,53% dari target DMO sebesar 95,5 juta ton yang dikontribusikan dari 50 (lima puluh) perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), 1 (satu) perusahaan Badan Usaha Milik Negara; dan 34 (tiga puluh empat) perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan batubara. Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan tidak terealisasinya target capaian sasaran strategis meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik disebabkan kebutuhan batubara PLN menurun akibat mundurnya jadwal commercial on date (COD) dari PLTU MW dan terjadi kenaikan/penurunan produksi dari Badan Usaha Pertambangan Batubara khususnya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Selanjutnya, secara spesifik yang menjadi hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan DMO 2014, yaitu: 1. Belum ditetapkan mekanisme adjusment pada tahun berjalan (sebelum bulan Desember) bila produksi/kebutuhan batubara domestik naik atau turun; 2. Sanksi untuk pemakai domestik tidak dapat diterapkan. Untuk mengatasi hambatan dan permasalahan tersebut diatas langkah antisipasi yang diambil oleh Ditjen Minerba adalah sebagai berikut: 1. Adanya revisi Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 yang mengatur, sebagai berikut: a) Adjusment pada tahun berjalan jika terjadi perubahan produksi dan/atau kebutuhan domestik; b) Perbaikan sistem transfer kuota; c) Aturan teknis mekanisme pengenaan sanksi. 2. Adanya kajian DMO untuk Badan Usaha Pertambangan Batubara yang dapat memasok batubara sesuai kualitas batubara yang diperlukan di dalam Negeri; 3. Sanksi bagi pemakai domestik tidak dengan pengurangan alokasi pasokan; 4. Pertemuan rutin dengan pihak buyer/pembeli batubara domestik khususnya PLN; 5. Meminta masukan dari pihak terkait guna perbaikan mekanisme DMO; 6. Meningkatkan demand domestik dengan cara memperbanyak PLTU mulut tambang, gasifikasi dan pencairan batubara Capaian Sasaran Meningkatnya Investasi Sub Sektor Pertambangan Umum (Mineral dan Batubara) (Sasaran 2) Realisasi Capaian Sasaran 2 Sasaran strategis Meningkatnya Investasi Sub Sektor Mineral dan Batubara, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu jumlah investasi bidang mineral dan batubara. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam Tabel 3.5. Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasinya sebesar US$ 7, juta atau 144,93% dari target investasi sebesar US$ 5,793 juta Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Setiap penyusunan kebijakan sub sektor mineral dan batubara perhatian utamanya adalah pada pengembangan investasi. Kebijakan secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap besaran investasi pada sub sektor mineral dan batubara. Terbitnya UU No.4/2009 beserta aturan pendukungnya telah mengantisipasi akan adanya perubahan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah pertanyaan investor terhadap easy doing business sub sektor mineral dan batubara dan atau business uncertainty. Tabel 3.5 Pengukuran Kinerja Sasaran 2 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Jumlah investasi bidang mineral dan batubara Juta US$ 5,793 7, ,93 54

47 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 3.6 Realisasi Investasi Periode Tahun (US$ Juta) Batubara yang menekankan kegiatan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Perusahaan Realisasi KK 1.479, , ,39 1, ,32 PKP2B 764,4 958, , ,35 IUP BUMN 38, , ,77 IUJP 904,82 986, , ,43 SMELTER 1, Jumlah 3.186, , ,33 5, , Meskipun kondisi global yang sedang dilanda resesi ekonomi, tetapi pertumbuhan yang positif ditunjukan oleh industri pertambangan dengan tingginya tingkat kepercayaan dari investor untuk menanamkan modalnya di kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. Hal ini tercermin dari pertumbuhan investasi bidang mineral dan batubara mencatatkan trend pertumbuhan positif selama lima tahun terakhir ( ) rata-rata pertumbuhan sebesar 24,3%/tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5 di atas. Target investasi yang dicanangkan tahun 2014 sub sektor mineral dan batubara sebesar USD 5, juta, sampai dengan akhir Desember Tahun 2014 didapatkan bahwa nilai investasi sub sektor mineral dan batubara sebesar USD 7, juta, dengan kata lain investasi sub sektor mineral dan batubara mengalami peningkatan sebesar 144,93% dari target yang dicanangkan. Adapun nilai investasi yang didapatkan berasal dari rekapitulasi investasi KK, PKP2B, IUP BUMN diantaranya PT Timah, PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT Antam, Tbk serta Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Untuk meningkatkan investasi, Ditjen Mineral dan Batubara pada Tahun 2014 telah melakukan berbagai cara dalam meningkatkan investasi, yaitu: a. Melakukan berbagai promosi dan melakukan kerjasama bilateral, regional dan multilateral; Kegiatan kerjasama luar negeri yang dilakukan, baik itu mulitilateral maupun bilateral antara lain: Terdapat 4 (empat) jenis Kerjasama Bilateral meliputi: Indonesia Thailand Energy Forum (ITEF); Indonesia Japan Coal Policy Dialogue (IJCPD); Indonesia Norwegia Bilateral Consultation; Indonesia Iraq Joint Working Group On Energy And Mineral Resources. Selanjutnya terdapat 3 (tiga) jenis Kerjasama regional meliputi: ASEAN Forum On Coal (AFOC); ASEAN Senior Official Meeting on Minerals (ASOMM) & ASOMM +3; Senior Officials Meeting on energy (SOME); ASEAN Ministerial On Energy Meeting (AMEM); ASEAN +3 Energy Security Forum; The 5th Meeting Of Committee Of The Whole For ASEAN Economic Community (APEC MTF). Serta 2 (dua) jenis Kerjasama Multilateral yaitu: China ASEAN Mining Cooperation Pencapaian sasaran strategis Meningkatnya Investasi di Sub Sektor Mineral dan Batubara yang melebihi target pada tahun 2014 dikarenakan iklim investasi kondusif dan promosi investasi melalui kegiatan kerjasama bilateral, regional maupun multilateral sesuai dengan harapan sehingga mendatangkan investor-investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, terlebih dengan kebijakan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Gambar 3.4 Kerjasama Investasi Sub Sektor Minerba antara Indonesia Japan Tahun

48 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Forum & Exhibition; APEC Mining Task Force (MTF). Adapun ilustrasi bentuk kerjasama investasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. b. Memberikan kepastian hukum bagi investor; Mengingat kepastian hukum adalah salah satu prasyarat investasi, maka Ditjen Minerba untuk Tahun 2014 telah menyusun regulasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya mineral dan batubara. Berikut daftar regulasi yang telah diterbitkan sepanjang tahun 2014 antara lain: 1. Peraturan Pemerintah : a. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketdua Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara; b. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan. 2. Peraturan Menteri ESDM : a. Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri; b. Permen ESDM No. 7 Tahun 2014 tentang p e l a k s a n a a n R e k l a m a s i d a n Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; c. Permen ESDM No. 10 Tahun 2014 tentang Tata Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara Untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang; d. Permen ESDM No. 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian; e. Permen ESDM No. 14 Tahun 2014 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. 3. Peraturan Direktur Jenderal Minerba : a. Perdirjen Nomor 698 K/30/DJB/2014 tentang Pedoman Persetujuan Hak Akses Dalam Penyediaan Dan Pelayanan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral dan Batubara; b. Perdirjen Nomor 480 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Batubara Jenis Tertentu dan Batubara Untuk Keperluan Tertentu; c. Perdirjen Nomor 481 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Penetapan Surveyor Untuk Verifikasi Analisa Kualitas dan Kuantitas Penjualan Batubara; d. Perdirjen Nomor 861K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Evaluasi Permohonan Rekomendasi Persetujuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan Mineral Logam; e. Perdirjen Nomor 432 K/30/DJB/2014 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Tahun 2014; f. Perdirjen Nomor 714 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Eksportir Terdaftar Batubara; g. Perdirjen Nomor 216 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Permohonan Pertimbangan Teknis Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. 4. Keputusan Direktur Jenderal Minerba a. Kepdirjen Nomor 479.K/30/DJB/2014 tentang Biaya Produksi Untuk Penentuan Harga Batubara Tahun 2014; b. Kepdirjen Nomor 215.K/30/DJB/2014 tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Jenis Pelayanan Perizinan di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Minerba a. Edaran Nomor 01 E/30/DJB/2014 tentang Persyaratan Rekomendasi Untuk Mendapatkan Pengakuan Et-Produk Pertambangan; b. Edaran Nomor 02 E/30/DJB/2014 tentang Persyaratan Rekomendasi Untuk 56

49 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Mendapatkan Pengakuan ET-Produk Pertambangan Mineral Logam Hasil Pengolahan; c. Edaran Nomor 04 E/30/DJB/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penataan Perizinan Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi; d. Edaran Nomor 05 E/37/DJB/2014 tentang Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Pasca Berlakunya PP No. 1 Tahun 2014 dan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014; e. Edaran Nomor 06 E/36/DJB/2014 tentang Pedoman Persetujuan Laporan Hasil Eksplorasi dan Studi Kelayakan Mineral dan Batubara; f. Edaran Nomor 08 E/30/DJB/2014 tentang Kewajiban Peningkatan Tahap Kegiatan Bagi Pemegang Kontrak Karya dan Perpanjian Karya Pengusahaan Batubara. c. Menerapkan pelayanan terpadu dengan sistem pelayanan satu pintu; Salah satu cita-cita reformasi adalah dengan diterapkannya good governance. Salah satu makna yang terkandung dalam tata pemerintahan yang baik (good governance), sebagaimana yang tersarikan dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, adalah bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima. Oleh sebab itu, instansi pemerintah dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, meningkatkan partisipasi aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat, dan juga penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam semangat untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara secara konsisten terus berupaya mengembangkan Ruang Pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (RPIIT) sebagai wadah pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu. Melalui Instruksi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara nomor 01 I/30/DJB/2014, RPIIT menyelenggarakan beberapa perizinan mineral dan batubara sebagai berikut: 1. Sertifikat Clean and Clear (C&C); 2. Rekomendasi Pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET) Produk Pertambangan; 3. Rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE); 4. Pertimbangan Teknis Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH); 5. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing; 6. Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP); 7. Surat Keterangan Terdaftar (SKT); 8. Izin Prinsip Pengolahan dan/atau Pemurnian; 9. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan/atau Penjualan; 10. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan/atau Pemurnian; 11. Persetujuan Perubahan Status Perusahaan PMA menjadi PMDN atau PMDN menjadi PMA; 12. Persetujuan Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan; 13. Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan; 14. Persetujuan Perubahan Direksi dan Komisaris; 15. Persetujuan Perubahan Investasi dan Sumber Pembiayaan; dan 16. Pemberian Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) Pada dasarnya, unsur pelayanan publik meliputi transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik. Ketiga sumbu utama tersebut telah secara komprehensif mengatur kewajiban badan/pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka dan efisien kepada publik. Badan-badan publik diwajibkan untuk semakin transparan dalam menyampaikan informasi pelayanan publik. Gambar 3.5 Jenis pelayanan di RPIIT Ditjen Minerba 57

50 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Pada sepanjang tahun 2014, RPIIT menerima dan melayani sejumlah kurang lebih pengunjung baik itu yang berkepentingan dalam mendapatkan informasi, pencetakan peta, mengambil produk perizinan, ataupun mengajukan permohonan perizinan. Sedangkan jumlah permohonan perizinan yang lengkap dan diterima mencapai kurang lebih permohonan dengan rata-rata 16 permohonan masuk setiap harinya dengan info grafis pelayanan di RPIIT seperti pada Gambar 3.5. d. Memberikan data dan informasi yang benar dan akurat kepada calon investor; Berbagai kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor pertambangan mineral dan batubara menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan informasi subsektor mineral dan batubara menjadi demikian pesat. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang, dan informasi publik merupakan sarana dalam upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi. Dalam rangka menunjang penyampaian informasi kepada publik, maka Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) senantiasa terus mengembangkan konten-konten yang dihadirkan melalui situs resmi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pemberian informasi kepada publik tidak hanya diberikan melalui situs resmi. Ruang Pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (RPIIT) dikembangkan salah satunya sebagai tempat publik mendapatkan informasi subsektor pertambangan mineral dan batubara. Dalam rangka mengefektifkan penyampaian informasi perizinan, Ditjen Minerba telah pula mengembangkan sistem pelacakan secara on-line (e-tracking system) yang dapat diakses publik pemohon perizinan dari manapun. Melalui e-tracking system seperti pada Gambar 3.7, publik pemohon dapat mengetahui secara cepat dan jelas atas perkembangan evaluasi terhadap dokumen perizinan yang dimohonkan. Gambar 3.7 Aplikasi e-tracking System Capaian Sasaran Terwujudnya Peran Penting Sub Sektor Mineral dan Batubara Dalam Penerimaan Negara (Sasaran 3) Realisasi Capaian Sasaran Gambar 3.6 Website Resmi Ditjen Minerba Publik dapat memantau perkembangan informasi sub sektor mineral dan batubara seperti diantaranya profil Ditjen Minerba berita atau kegiatan yang diselenggarakan oleh Ditjen Minerba, seluruh informasi terkait dengan perizinan, dan produk hukum. Sasaran strategis Terwujudnya Peran Penting Sub sektor Mineral dan Batubara Dalam Penerimaan Negara, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara). Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam Tabel 3.7. Sampai dengan akhir Tahun 2014, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 35,49 Triliun atau 89,48% dari target APBN 2014 maupun APBN-P 2014 untuk PNBP sebesar Rp 39,66 Triliun. 58

51 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 3.7 Pengukuran Kinerja Sasaran 3 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya Peran Penting Sub sektor Mineral dan Batubara Dalam Penerimaan Negara Jumlah penerimaan Negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Rp Triliun 39,6 35,49 89,48 Realisasi PNBP sebesar Rp. 35,49 triliun tersebut, terdiri atas iuran tetap (deadrent) Rp. 453,20 milyar, iuran produksi (royalty) Rp. 19,190 triliun dan penjualan hasil tambang Rp. 15,843 triliun Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Sub sektor mineral dan batubara memiliki peran yang strategis dalam pencapaian pembangunan ekonomi Indonesia. Peranan sub sektor minerba yang pro-growth terefleksikan dalam kontribusinya terhadap penerimaan negara (state revenue). Hasil kontribusi yang nyata adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sub sektor pertambangan umum. Kontribusi yang diberikan ini adalah hasil kerja keras semua pihak dalam membangun dan meningkatkan industri pertambangan Indonesia. Pencatatan pajak sub sektor pertambangan umum adalah pencatatan yang dilakukan Kementerian Keuangan, sedangkan pencatatan PNBP sub sektor mineral dan batubara adalah pencatatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, sehingga pada perjanjian kinerja hanya dijelaskan mengenai realisasi PNBP sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) yang menjadi tugas dari Ditjen Mineral dan Batubara. Satu hal yang menggembirakan realisasi PNBP Minerba senantiasa menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8, pertumbuhan PNBP selama lima tahun terakhir Periode sebesar rata-rata 18,0%/tahun. Untuk rincian komponen PNBP Pertambangan Umum (Mineral dan Batubara) yang terdiri atas iuran tetap, royalti dan penjualan hasil tambang realisasi dari tahun ke tahun juga menunjukkan peningkatan yang signifikan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Realisasi PNBP Sub Sektor Minerba Jenis PNBP Realisasi Iuran Tetap 0,16 0,3 0,38 0,818 0,435 Royalti 13,05 16,3 16,48 18,138 19,19 Penjualan Hasil Tambang 5,34 7,6 8,2 9,45 15,84 Total 18,6 24,2 25,07 28,407 35,49 Meskipun realisasi PNBP Tahun 2014 tidak memenuhi target, namun jika dibandingkan dengan realisasi Tahun 2013 meningkat 25% ditengah harga mineral dan batubara tahun 2014 yang masih mengalami tekanan dan cenderung terus menurun sejak tahun Selain itu turunnya produksi mineral dikarenakan adanya pembatasan sesuai dengan Permen ESDM No.1 Tahun (Rp Triliun) Dengan kondisi menurunnya harga jual batubara dunia dan pembatasan ekspor ore mineral, tetapi realisasi PNBP TA 2014 dapat mencapai sebesar Rp 35,49 Trilyun yang disebabkan beberapa faktor antara lain: 1. Meningkatnya kepatuhan wajib bayar sesuai Gambar 3.8 Grafik Pertumbuhan PNBP

52 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Edaran Dirjen Minerba No. 4 Tahun 2013 yang mewajibkan wajib bayar untuk membayar royalti di muka sebelum komoditi tambang dikapalkan/diangkut sesuai moda angkutannya; 2. Memperbanyak audit PNBP terhadap pemegang IUP, Kontrak Karya dan PKP2B; 3. Meningkatkan koordinasi dengan KPK dengan kegiatan Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Minerba kepada pemerintah daerah di 31 provinsi, kecuali Provinsi DKI Jakarta dan Bali; 4. Meningkatkan koordinasi dengan KPK, BPK dan BPKP dalam rangka tindak lanjut hasil audit PNBP; 5. Mengoptimalkan penagihan kepada wajib bayar dengan tembusan kepada KPK dalam rangka Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Minerba. Kegiatan Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Ditjen Mineral dan Batubara atas pengelolaan pertambangan Mineral dan Batubara khususnya di 12 Provinsi yang meliputi Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9, mampu meningkatkan penerimaan negara TA 2014 dibandingkan penerimaan negara TA 2013 terutama dari pendapatan royalti dan iuran tetap sebesar 147,92% yang berasal dari pemegang IUP batubara. Sedangkan pendapatan dari kontrak karya turun sebesar 66,66% karena berkurangnya penjualan mineral akibat dari pemogokan buruh tambang, blokade dan masalah keamanan di sekitar wilayah tambang. Untuk pendapatan PKP2B secara kuantitas meningkat 105,34% dibandingkan penerimaan negara Tahun Dengan pertumbuhan kontribusi yang positif tersebut di atas, maka untuk memberikan dan meningkatkan kontribusi tersebut, Ditjen Mineral dan Batubara memiliki berbagai upaya-upaya (program/kegiatan) yang dilakukan selama Tahun 2014 untuk meningkatkan (optimalisasi) PNBP Sumber Daya Alam Pertambangan Umum, yaitu: 1. Mengintensifkan verifikasi dan penagihan kewajiban keuangan (iuran tetap, royalti, dan DHPB (Dana Hasil Produksi Batubara); 2. Untuk monitoring pendapatan negara dari sub sektor mineral dan batubara secara langsung/ online, Ditjen Mineral dan Batubara telah berkoordinasi dengan Ditjen Anggaran untuk mengakses langsung sistem penerimaan negara online (Simponi) melalui sistem MOMI (Minerba on Map Indonesia) seperti pada Gambar 3.10; 3. Penyelesaian Penataan IUP nasional melalui: a. Monitoring dan evaluasi tindaklanjut pelaksanaan Koordinasi Supervisi Pengawasan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara pada 12 Provinsi/ Kabupaten/Walikota daerah penghasil mineral dan batubara antara KPK bersama BPK, BPKP, dan Instansi terkait (Sulteng, Kepri, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sumsel, Jambi, Kalbar, Babel, Malut, Sultra, Sulsel); Gambar 3.9 Kordinasi dan Supervisi Minerba Dan KPK-RI b. Meningkatkan sinkronisasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan inventarisasi IUP terbitan Pemda Kabupaten/Kota dan Prov. seluruh Indonesia; 60

53 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran sebagai Bendahara Umum Negara; 7. Pengendalian produksi dan pengaturan tata niaga mineral dan batubara: a. Mengatur pasokan mineral dan batubara di pasar internasional untuk mempertahankan harga jual yang kompetitif; b. Inisiasi pembentukan bursa komoditas mineral dan batubara (contoh Inatin untuk bursa komoditas timah); Gambar 3.10 Aplikasi Minerba One Map Indonesia (MOMI) 4. Verifikasi PNBP atas penjualan ekspor batubara dan mineral serta pemberian sanksi berupa penghentian pengapalan dan pencabutan izin bagi perusahaan yang masih mempunyai tunggakan kewajiban PNBP; 5. Menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan BPK-RI: a. Membentuk Tim Inventarisasi IUP terbitan Pemda, produksi, penjualan dan PNBP secara terpadu dengan BPKP, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan dan surveyor; b. Sosialisasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah mengenai penyetoran PNBP harus disetor ke Kas Negara, dan wajib menyampaikan SK IUP yang diterbitkan oleh Pemda ke KESDM. 6. Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba melakukan renegosiasi dengan KK/PKP2B untuk menyesuaikan klausul pembayaran royalti dan iuran tetap dalam kontrak dengan memperhatikan tarif pada PP No. 9 tahun 2012 dengan melibatkan Kementerian Keuangan c. Penerapan Tata Cara Penyetoran Kewajiban PNBP dibayar di depan sebelum melakukan pengapalan. Pembayaran yang dilakukan selama ini adalah 1 bulan setelah pengapalan Capaian Sasaran Terwujudnya Peningkatan Peran Sub Sektor Mineral dan Batubara Dalam Pembangunan Daerah (Sasaran 4) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terwujudnya Peningkatan Peran Sub sektor Mineral dan Batubara dalam Pembangunan Daerah, capaian realisasinya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu indikator jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara dan indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel 3.9. Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara realisasi pencapaiannya sebesar Rp 2,026 Triliun atau 119,17% dari target Rp 1,7 Triliun. Untuk indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan Tabel 3.9 Pengukuran Kinerja Sasaran 4 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Rp Triliun 1,7 2, ,17 Rp Triliun 18,8 15,72 83,62 61

54 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja umum realisasi pencapaiannya sebesar Rp 15,72 Triliun atau 83,62% dari target sebesar Rp 18,8 Triliun Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Sub sektor mineral dan batubara merupakan sub sektor yang sangat strategis dalam pembangunan daerah. Hal ini tidak terlepas dari peran sub sektor mineral dan batubara untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Namun, yang perlu diingat adalah seberapapun besarnya kontribusi yang diberikan dari sub sektor mineral dan batubara jika tidak memberikan hasil dan manfaat yang nyata, terutama bagi komunitas lokal masyarakat di sekitar wilayah operasi pertambangan maka usaha yang dilakukan tidak akan mencapai titik maksimal. Berkenaan dengan itu, maka diperlukan Program Pengembangan Masyarakat (community development/comdev). Program pemberdayaan masyarakat (community development) bertujuan untuk mendorong munculnya kegiatan-kegiatan dan peran sosial ekonomi masyarakat disekitar tambang dalam rangka peningkatan kemandirian masyarakat sekitar kegiatan perusahaan tambang pemegang IUP/IUPK, sehingga jika deposit tambang sudah habis ekonomi masyarakat masih tetap berkelanjutan (sustainable livelihood). Hal yang menggembirakan, ditengah lesunya perekonomian dunia akibat tekanan resesi di beberapa negara tujuan ekspor komoditas mineral dan batubara, anggaran comdev untuk keseluruhan KK/PKP2B dan IUP BUMN dalam kurun waktu lima tahun terakhir Tahun mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 6,80%/tahun seperti dijelaskan pada Tabel Tabel 3.10 Realisasi Dana Community Development (Comdev) Realisasi No Perusahaan IUP BUMN PKP2B KK Total Khusus untuk pertumbuhan anggaran comdev KK yang sempat mengalami penurunan sebesar 32,59% pada Tahun 2013 jika dibandingkan dengan realisasi comdev pada Tahun 2012 karena adanya kebijakan pelarangan ekspor konsentrat yang terus dipertahankan hingga akhir Tahun 2014 sehingga menyebabkan beberapa karyawan dirumahkan dan menurunnya pendapatan beberapa pelaku usaha pertambangan mineral. Namun demikian secara umum dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan Comdev Perusahaan KK mengalami peningkatan sebesar 13,18%. (Rp Ribuan) Kewajiban tanggung jawab sosial telah diatur dalam pasal 74 ayat (1) dan (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan hal tersebut, maka sesuai dengan pasal 108 dan 109 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyusun program comdev. Program comdev dilakukan dalam rangka mempersiapkan life after mining (kehidupan pasca tambang) bagi daerah maupun masyarakat sekitarnya serta sebagai investasi yang memiliki nilai keuntungan jangka panjang, yaitu dengan diperolehnya social license to operate. Realisasi comdev dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan kemandirian masyarakat, bukan ketergantungan, sehingga tujuan dan citacita konsep pembangunan berkelanjutan benarbenar dapat dicapai dan dapat memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan daerah khususnya. Pembangunan sub sektor mineral dan batubara akan terus berkelanjutan bila dalam implementasinya memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, tentunya dengan didukung oleh program dan alokasi dana yang tepat sasaran. 62

55 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Perusahaan PKP2B yang melaksanakan community development sebanyak 64 perusahaan, antara lain: PT. Berau Coal, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin dan PT. Gunung Bayan Pratama Coal. Sedangkan perusahaan KK yang melaksanakan community development sebanyak 17 perusahaan, antara lain: PT. Freeport Indonesia, PT. Newmont Nusa Tenggara, PT. Nusa Hamahera Minerals, PT. Vale Indonesia dan PT. Natarang Mining. Realisasi anggaran comdev dilaksanakan oleh perusahaan melalui program-program sebagai berikut : 1. Pemanfaatan sarana dan prasarana perusahaan untuk keperluan: a. Pelatihan pemuda/masyarakat dalam keahlian khusus yang dimiliki oleh perusahaan, seperti; mengelas, bubut, bengkel; b. Pelatihan keterampilan kreatif dengan memanfaatkan bahan limbah industri, dan penyaluran penjualannya (bekerjasama dengan dinas terkait). 2. Pemberdayaan masyarakat (Gambar 3.11) berupa peningkatan ekonomi penduduk sekitar diantaranya: a. Membentuk kelompok untuk membantu meningkatkan kualitas, kuantitas dan packaging, serta jaringan menjual b. Memanfaatkan hasil produksi dimanfaatkan sebagai gift perusahaan; c. Melatih tenaga kerja lokal yang mempersiapkan rehabilitasi lahan pertambangan 3. Pelayanan masyarakat, berupa bantuan bencana alam dan donasi/charity/filantropi; 4. Peningkatan pendidikan penduduk sekitar melalui: a. Pemberian beasiswa bagi murid sekolah berprestasi; b. Pemberian bantuan sarana dan prasarana pendidikan 5. Pengembangan infrastruktur berupa sarana ibadah, sarana umum, sarana kesehatan, dll. Gambar 3.11 Contoh Pelaksanaan Program Community Development Perusahaan KK/PKP2B/IUP Dinamisasi perubahan lingkungan strategis pada skala regional dan global yang ditandai dengan kondisi tidak stabilnya harga komoditi mineral dan batubara di pasar internasional masih menghantui pelaku usaha utamanya berdampak pada sebagian perusahaan menghentikan kegiatan operasi produksi dan ini tentunya mengurangi alokasi peruntukan dana community development. Kementerian ESDM menyakini gejala ini tidak akan berlangsung lama karena fase transisi, pada saat pembangunan semelter yang dicanangkan 63

56 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja beberapa perusahaan diantaranya PTFI dan PT NNT telah selesai dan siap beroperasi maka kondisi ini juga akan segera pulih/membaik. Secara umum pelaksanaan program comdev masih terdapat kendala di dalam implementasinya, antara lain, belum adanya aturan atau prosedur baku yang dapat menjadi acuan perusahaan untuk melakukan kegiatan atau program comdev, yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sekitar tambang, serta perlunya memperbaiki dan mengembangkan pembangunan infrastruktur. Untuk mendukung pencapaian indikator jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara, maka upaya-upaya strategis yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara sepanjang tahun 2014 diantaranya: 1. Ditjen Minerba secara rutin melakukan evaluasi lapangan ke perusahaan, dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelaksanaan community development. Evaluasi data kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang pada perusahaan PKP2B yang berlokasi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Kegiatan ini dengan melakukan kunjungan supervisi untuk memastikan terealisasikannya dana community development untuk pembangunan fasilitas umum dan program pemberdayaan masyarakat perusahaan batubara; 2. Secara periodik Ditjen Minerba menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development) pada perusahaan batubara yang lebih diorientasikan pada pembangunan Infrastruktur terutama fasilitas umum. Selanjutnya, capaian indikator kinerja mengenai jumlah Dana Bagi Hasil (DBH) sub sektor pertambangan umum untuk terwujudnya peningkatan peran sub sektor pertambangan umum dalam pembangunan daerah sebagai sasaran strategisnya adalah capaian mengenai dana yang dialokasikan kepada daerah yang bersumber dari pendapatan APBN berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Proporsi tiap Provinsi yang mendapatkan DBH didasarkan pada pertimbangan kontribusi dari jumlah iuran tetap dan royalti. Sehingga setiap Provinsi akan mendapatkan jumlah besaran Dana Bagi Hasil yang berbeda pula. Proses pengusulan DBH dilakukan oleh Ditjen Minerba yang dikoordinasikan melalui Sekretariat Jenderal (Setjen) KESDM dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Sedangkan secara teknis penyetoran PNBP sub sektor pertambangan umum sehingga mendapatkan dana bagi hasil seperti tertuang dalam Gambar 3.12 dan Gambar Gambar 3.12 Proses Pengelolaan PNBP Sub Sektor Pertambangan Umum Gambar 3.13 Proses Penyetoran PNBP Sub Sektor Pertambangan Umum Jika dilihat dari tren peningkatan realisasi besaran Dana Bagi Hasil selama 5 tahun terakhir ( ) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.14, mencatatkan pertumbuhan rata-rata sebesar 11,74%/tahun. Dapatlah disimpulkan bahwa sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah setiap tahunnya memberikan kontribusi cukup besar. 64

57 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Gambar 3.14 Pertumbuhan Dana Bagi Hasil (DBH) Periode Capaian Sasaran Peningkatan Industri Jasa Dan Industri Yang Berbahan Baku dari Sub Sektor Pertambangan Umum (Sasaran 5) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Peningkatan Industri Jasa dan Industri yang Berbahan Baku dari Sub sektor Pertambangan Umum, capaian realisasinya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara dan jumlah evaluasi atas proposal pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel Tabel 3.11 Pengukuran Kinerja Sasaran 5 evaluasi atas proposal pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasi pencapaiannya sejumlah 14 smelter atau 93,33% dari target 15 smelter beroperasi Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Usaha jasa pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan. Penyelenggaraan usaha jasa pertambangan bertujuan untuk : a) menunjang kelancaran dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan; b) mewujudkan tertib penyelenggaraan usaha jasa pertambangan darn meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan; c) mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi lokal dalam usaha pertambangan melalui usaha jasa pertambangan dengan mewujudkan kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil; dan d) memberikan nilai tambah dalam industri pertambangan melalui penyediaan kesempatan kerja, pemanfaatan komponen lokal, investasi sektor jasa usaha pertambangan dan pajak usaha jasa pertambangan. Berdasarkan Permen ESDM No. 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Permen ESDM No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara Perusahaan Jumlah smelter yang beroperasi Perusahaan ,33 Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator kinerja jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara realisasi pencapaiannya sebesar perusahaan atau 128% dari target 900 perusahaan. Indikator kinerja lainnya untuk mencapai sasaran strategis peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum adalah jumlah Permen ESDM No.28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaran Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku usaha jasa pertambangan wajib mendapatkan Ijin Usaha Jasa Pertambangan untuk usaha jasa pertambangan dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) untuk usaha jasa pertambangan non inti dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota. 65

58 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Karena itu, kegiatan usaha jasa pertambangan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Usaha Jasa Pertambangan, usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan; b. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti, usaha jasa selain usaha jasa pertambangan yang memberikan pelayanan jasa dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan meliputi bidangbidang di luar usaha jasa pertambangan. Jumlah usaha jasa lokal dan nasional yang memiliki IUJP dan SKT yang diterbitkan oleh Dirjen Mineral dan Batubara dan masih aktif sampai dengan akhir tahun 2014 sebanyak perusahaan, terdiri atas 421 (41,1%) perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dan 501 (48,9%) perusahaan pemegang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan 103 (10%) perusahaan pemegang IUJP dan SKT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.15 Proporsi IUJP dan SKT yang Terbit Tahun 2014 Pencapaian indikator kinerja Jumlah industri jasa penunjang sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) pada tahun 2014 telah melampaui target sebesar 128% dari rencana sebesar 800 perusahaan. Tercapainya target ini dimungkinkan karena adanya beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara, yaitu: a. Meningkatkan pengawasan dan membuat surat teguran terhadap perusahaan pertambangan dalam penggunaan perusahaan jasa pertambangan, khususnya dalam hal persyaratan untuk mengikuti tender/lelang; b. Meningkatkan pembinaan terhadap perusahaan jasa pertambangan dari aspek teknis, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pertambangan dan lingkungan, serta bimbingan tentang pemenuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembinaan kepada perusahaan jasa pertambangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha jasa dalam aspek teknis, K3 dan lingkungan. Khusus aspek keselamatan pertambangan, dari tahun ke tahun, usaha jasa mempunyai peran yang jauh lebih besar dibanding dengan perusahaan pertambangan dalam hal kecelakaan tambang. Data statistik menunjukkan bahwa hampir 90% kecelakaan menimpa usaha jasa pertambangan, dan sisanya sekitar 10% menimpa perusahaan pertambangan, sehingga pembinaan dan bimbingan terhadap aspek keselamatan pertambangan ini layak menjadi prioritas. Dengan kagiatan ini dapat diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan aspek teknis, K3 pertambangan, dan lingkungan oleh perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara; c. Melakukan penyederhanaan dalam persyaratan dan pemrosesan perizinan berdasarkan hasil evaluasi terhadap proses perizinan baik IUJP dan/ atau SKT secara berkelanjutan. Penyederhanaan persyaratan permohonan ijin ini ditujukan untuk memudahkan para perusahaan jasa pertambangan calon pemegang IUJP ataupun SKT untuk mendapatkan ijin baik ijin baru maupun perpanjangan, dan untuk menhindarkan perusahaan pemohon dari kesalahan-kesalahan pada dokumen, sehingga dapat mempercepat proses evaluasi oleh evaluator. Penyederhanaan persyaratan yang dimaksud untuk permohonan ijin IUJP dan SKT baru dan perpanjangan,. Seiring dengan program pemerintah untuk menggalakkan penggunaan sumber-sumber lokal/ nasional, baik barang maupun jasa, maka Ditjen Minerba selalu mengupayakan peningkatan jumlah usaha jasa pertambangan lokal dan nasional. Dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan jasa lokal/ nasional yang berusaha di bidang pertambangan minerba, maka akan meningkatkan daya saing para perusahaan jasa lokal/nasional untuk mendapatkan 66

59 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran pekerjaan pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Data statistik mineral dan batubara Ditjen Minerba, menunjukkan adanya peningkatan jumlah perusahaan jasa lokal/nasional yang berusaha di bidang pertambangan minerba Tahun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.17 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Jasa Lokal/nasional Tahun Gambar 3.16 Jumlah Perusahaan Jasa Lokal/Nasional Tahun Puncak peningkatan jumlah perusahaan jasa pertambangan lokal/nasional terjadi pada tahun 2013 yaitu perusahaan. Jumlah ini sedikit menurun pada tahun 2014 yaitu perusahaan disebabkan oleh resesi global yang berakibat pada lesunya industri pertambangan di dalam negeri dibanding tahun Pertumbuhan jumlah usaha jasa pertambangan memberikan nilai tambah dalam industri pertambangan melalui penyediaan kesempatan kerja, pemanfaatan komponen lokal, investasi sektor jasa usaha pertambangan dan pajak usaha jasa pertambangan. Pada tahun tercatat adanya pertumbuhan positif untuk ketiga aspek tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.17, Gambar 3.18 dan Gambar Data Tahun menunjukkan tren pertumbuhan positif jumlah tenaga kerja di perusahaan jasa pertambangan, dimana daya serap tenaga kerja selalu bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini tidak lepas dari peningkatan kemampuan dari calon-calon tenaga kerja lokal. Kontribusi pajak juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2010 senilai Rp 1,7 triliun, mencapai puncaknya pada tahun 2014 sebesar Rp 8,161 triliun. Demikian halnya dengan nilai pembelanjaan lokal dan nasional usaha jasa pertambangan juga mencapai posisi tertinggi pada Gambar 3.18 Kontribusi Pajak Usaha Jasa lokal/nasional Tahun Gambar 3.19 Nilai Pembelanjaan Lokal Usaha Jasa lokal/ nasional Tahun

60 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja tahun 2014 yaitu Rp 6,38 trilyun dan Rp 35,02 trilyun. Tren pertumbuhan positif ini perlu mendapat apresiasi ditengah lesunya industri pertambangan nasional tahun Beberapa program/kegiatan Ditjen Mineral dan Batubara yang telah dilaksanakan sepanjang Tahun 2014 yang memiliki daya ungkit (leverage) untuk mendukung realisasi dan atau pencapaian indikator sasaran strategis Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara diantaranya: 1. Pengawasan usaha jasa pertambangan Kegiatan pengawasan usaha jasa pertambangan dilaksanakan dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi kegiatan perusahaan usaha jasa pertambangan baik inti (pemegang IUJP) maupun non inti (pemegang SKT) di 26 lokasi pertambangan pemegang IUP/KK/PKP2B seperti ditunjukkan pada Gambar Terdapat 9 (sembilan) aspek yang diawasi: a. Perijinan; b. Kontrak dengan perusahaan pertambangan; c. Kesesuaian kontrak/pekerjaan dengan ijin; d. Penanggung Jawab Operasional (PJO); e. Pengelolaan aspek teknis, K3, dan lingkungan oleh perusahaan jasa; f. Nilai kontrak; Gambar 3.20 Pengawasan Usaha Jasa Pertambangan 68

61 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran g. Pembelanjaan; h. Tenaga kerja, termasuk penggunaan Tenaga Kerja Asing; i. Program dan biaya pengembangan masyarakat 2. Seminar Dan Workshop Tentang Peran Industri Jasa Ditjen Mineral dan Batubara menyelenggarakan Seminar dan Workshop tentang Peran Industri Jasa pada bulan November 2014 di Jakarta. Pelaksanaan seminar dan workshop tahun ini mengambil tema Penguatan Daya Saing Usaha Jasa Pertambangan Melalui Peningkatan Pengelolaan Aspek Teknis, Lingkungan, Dan Keselamatan. Pertemuan tahunan ini menjadi kesempatan antar pelaku usaha jasa pertambangan dan industri pertambangan, asosiasi dan institusi terkait, serta pemerintah sebagai salah satu sarana untuk saling tukar informasi, pengalaman, promosi, dan penyamaan persepsi yang dibutuhkan oleh pelaku usaha jasa pertambangan dan pemerintah untuk menghadapi tantangan dan menentukan langkah kebijakan yang jelas dan terarah dalam pengelolaan industri jasa bidang pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Salah satu manfaat yang diharapkan dari program/kegiatan seminar nasional tersebut adalah antara lain untuk meningkatkan kompetensi perusahaan jasa pertambangan dalam pengelolaan aspek teknis, lingkungan, dan keselamatan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara. Ilustrasi pelaksanaan Seminar Dan Workshop Tentang Peran Industri Jasa Tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.21 Seminar dan Workshop Usaha Jasa Tahun 2014 Bangka Belitung dan Provinsi Papua. Dengan meningkatnya pemahaman perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara khususnya perusahaan jasa pertambangan lokal, diharapkan dapat menunjang pertumbuhan/perkembangan perekonomian daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah seperti ditunjukkan Gambar Pembinaan Terhadap Pemda Dalam Pengelolaan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 (tiga) Provinsi yaitu: Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jambi dan Provinsi Gorontalo dalam rangka menyamakan persepsi antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap peraturan 3. Pembinaan Perusahaan Jasa Pertambangan Mineral Kegiatan pembinaan perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara bertujuan untuk meningkatkan pemahaman perusahaan jasa terhadap peraturan perundangan dan implementasinya yang berkaitan dengan usaha jasa di bidang pertambangan mineral dan batubara dan telah dilaksanakan di 6 (enam) Provinsi yaitu: Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Gambar 3.22 Pembinaan Perusahaan Jasa Tahun

62 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja perundangan dan kebijakan dalam pengelolaan usaha jasa pertambangan mineral dan batubara. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan aparat pemerintah daerah dalam pengelolaan usaha jasa pertambangan mineral dan batubara. Dengan meningkatnya kemampuan dan pengetahuan aparat pemerintah daerah, diharapkan menjadi salah satu faktor pendukung guna meningkatkan potensi perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara setempat, menunjang pertumbuhan/ perkembangan perekonomian daerah, serta meningkatkan daya saing usaha jasa lokal. 6. Verifikasi Dalam Rangka Permohonan Baru dan Perpanjangan Ijin Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara Verifikasi dalam rangka permohonan baru dan perpanjangan Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) Minerba dilaksanakan melalui peninjauan ke lokasi tambang tempat perusahaan jasa pertambangan bekerja. Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang disampaikan dalam rangka permohonan dan perpanjangan izin usaha jasa pertambangan mineral dan batubara sesuai dengan kondisi di lapangan. Pelaksanaan verifikasi dilakukan di 8 (delapan) Provinsi yaitu: Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan Provinsi Papua. dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri ; 2. Pasal 170 Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan Mengingat sampai dengan tanggal 12 Januari 2014 tidak semua perusahaan pertambangan mineral melaksanakan amanat Pasal 170 UU Nomor 4 Tahun 2009 baik itu Perusahaan Kontrak Karya (KK) ataupun IUP yang diterbitkan oleh PEMDA, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Gambar 3.23 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam Titik berat pencapaian sasaran strategis Peningkatan Industri Jasa dan Industri yang Berbahan Baku dari Sub Sektor Pertambangan Umum, tidak hanya pada indikator kinerja Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara tetapi yang paling penting adalah indikator kinerja Jumlah smelter yang beroperasi. Indikator kinerja ini merupakan implementasi kehendak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengamanatkan peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri terutama pada Pasal 103 ayat (1) dan Pasal 170 sebagai berikut: 1. Pasal 103 ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan Gambar 3.24 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Batuan dan Batubara 70

63 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 sebagai aturan pelaksanaan dari UU Nomor 4 Tahun Adapun pokok-pokok Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 diantaranya: 1. Sejak tanggal 12 Januari 2014, dilarang melakukan penjualan bijih (raw material/ore) ke luar negeri; 2. Pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri; 3. Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri; 4. Pemegang kontrak karya yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan permurnian, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu produk olahannya (bukan bijih/ raw material/ore); 5. Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pengolahan, dapat melakukan penjualan hasil olahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu; 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian serta batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dengan Peraturan Menteri. Selanjutnya Menteri ESDM, menerbitkan Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 sebagai pelaksanaan PP Nomor 1 Tahun 2014 yang substansi adalah sebagai berikut: 1. Hasil PENGOLAHAN komoditas mineral logam yang dapat dijual ke luar negeri yaitu: konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat pasir besi/pelet, konsentrat mangan, konsentrat timbal, dan konsentrat seng; 2. Komoditas mineral logam timah, nikel, bauksit, emas, perak, dan kromium HANYA dapat dijual ke luar negeri setelah dilakukan PEMURNIAN; 3. Batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dalam Lampiran Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 (Lampiran 1: Komoditas Tambang Mineral Logam, Lampiran 2: Komoditas Tambang Mineral Bukan Logam, Lampiran 3: Komoditas Tambang Batuan); 4. Pemegang KK dan IUP OP Mineral Logam, setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Permen ini diundangkan, hanya dapat melakukan penjualan ke luar negeri hasil produksi yang telah dilakukan pemurnian sesuai batasan minimum pemurnian. Sampai dengan Akhir Tahun 2014, dari 178 perusahaan yang telah dievaluasi proposal pengolahan dan pemurniannya sesuai dengan capaian Kinerja tahun 2013, hanya sejumlah 14 perusahaan smelter yang telah beroperasi dari target 15 perusahaan smelter yang beroperasi. Meskipun demikian jumlah perusahaan yang sudah mencapai tahap commissioning sampai dengan akhir tahun 2014 adalah sebanyak 25 perusahaan smelter sebagaimana ditunjukkan pada Tabel No Tabel 3.12 Progress Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Progress (%) Capaian Kegiatan Progress mencapai studi Kelayakan Adapun rencana pembangunan fasilitas pengolahan pemurnian yang akan dan atau telah dibangun di dalam negeri untuk beberapa jenis komoditas seperti nikel, bauksit, besi selengkapnya ditunjukkan pada Tabel Jumlah IUP Progress mencapai AMDAL Progress mencapai Ground Breaking dan awal konstruksi pabrik Progress mencapai Tahap Konstruksi Progress mencapai Akhir tahap Konstruksi Progress mencapai tahap commissioning/produksi

64 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja No Tabel 3.13 Jumlah Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Per Komoditas Komoditas Jumlah IUP Jumlah Fasilitas Pengolahan/ Pemurnian 1 Nikel Bauksit Besi Mangan Zirkon Timbal dan Seng Kaolin dan Zeolit 4 4 Total Adapun skema kerjasama di dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam negeri secara business to business sebagaimana dijelaskan pada Gambar 3.25 berikut: Gambar 3.25 Skema Kerjasama Pendirian Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Sepanjang Tahun 2014, Pemerintah dalam hal ini DJMB telah melakukan serangkaian upaya-upaya untuk mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri diantaranya: 1. Inventarisasi data dan informasi mengenai rencana perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri; 2. Kunjungan lapangan dalam rangka melakukan evaluasi di lapangan terkait perkembangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral yang dilakukan oleh perusahaan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.26; 3. Koordinasi dengan Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Propinsi mengenai pelaksanaan kegiatan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di masingmasing daerah; 4. Melibatkan lembaga penelitian (LIPI, Tekmira) dan Universitas (ITB dll) untuk evaluasi progress pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian sebagai dasar untuk diberikan relaksasi untuk melakukan ekspor komoditi mineral jika telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam Permen ESDM No1 Tahun Melakukan fasilitasi antara produsen dan konsumen mineral logam tertentu misalnya komoditas besi sehingga diketahui perkembangan produsen besi dan konsumen besi khususnya perusahaan yang telah mendirikan fasilitas pemurnian dan yang berencana membangun fasilitas pemurnian komoditas besi, insentif fiskal, komitmen local Gambar 3.26 Progress Pembangunan Smelter Tahun

65 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran ii. Pembebasan lahan dan serta penggunakan jalan angkut; iii. Penyediaan energi dan bahan baku (kuantitas dan kualitas); iv. Permasalahan ilegal mining 3) Diharapkan perkembangan hilirisasi besi dapat meningkatkan utilisasi industri baja di dalam negeri; 4) Perlu dilakukan fasilitasi terhadap jaminan supply bahan baku buat industri besi dalam negeri yang diberikan oleh para produsen besi dalam negeri; Gambar 3.27 Pertemuan Produsen dan Konsumen Komoditi Besi Tahun 2014 partner, dan fasilitas perbankan seperti ditunjukkan pada Gambar Beberapa kesimpulan dalam pertemuan tersebut: a. Kegiatan hilirisasi mineral khususnya komoditas besi menjadi bagian penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia, dimana untuk mendapatkan manfaat secara maksimal dibutuhkan beberapa hal antara lain: 1) Koordinasi dengan sektor/instansi lain dalam hal pembuatan road map hilirisasi besi untuk menentukan arah dari perkembangan industri besi; 2) Dukungan dari berbagai pihak untuk pembangunan fasilitas pemurnian besi dalam hal: i. Penyediaan tenaga kerja local yang makin berkualitas; 5) Peningkatan peran Lembaga Penelitian di dalam negeri untuk mewujudkan kemandirian teknologi nasional; 6) Permasalahan freigh harus diangkat menjadi issue yang harus diselesaikan secara bersama sama oleh semua pemangku kepentingan sehingga para pelaku industri besi bisa menggunakan bahan baku dalam negeri daripada bahan baku luar negeri. b. Adanya insentif untuk Industri smelter dalam bentuk tax holiday dan tax allowance mendorong investor dan pelaku usaha untuk membangun fasilitas pemurnian mineral. c. Pemerintah akan terus mendorong perkembangan peningkatan nilai tambah mineral khususnya komoditas besi dengan memperhatikan aspek lingkungan. d. Komitmen dan koordinasi dari semua pihak pemerintah maupun pelaku usaha dalam menjalankan kebijakan hulu dan hilir baik yang sedang disiapkan maupun yang sudah terbit. Gambar 3.28 Smelter Yang Telah Beroperasi 73

66 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja e. Perlu kerjasama dan konstribusi semua pihak sehingga tercipta Indonesia ferro center. f. Beberapa pihak siap membantu pelaku usaha yang berencana membangun fasilitas pemurnian komoditas besi, antara lain: 1) Beberapa penelitian untuk dijadikan suatu pilihan oleh pelaku usaha melakukan peningkatan nilai tambah komoditas besi sedang dikembangkan oleh Puslitbang Tekmira, KESDM antara lain: pig iron nuget (PIN), sponge iron dengan metoda horizontal furnace (70 ribu ton/tahun); 2) PT Rekayasa Industri (PT Rekin) memiliki pengalaman dalam pembangunan feronikel project PT Antam di Pomalaa, pembangunan coal power plant, geothermal power plant, dll. PT Rekin dapat membatu dalam hal EPCC (engineering, procurement, conctruction & comissioning, konsultasi, construction dan comissioning, service engineering (basic engineering, design engineering, 3D modeling design). g. Menghadapi tantangan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri, Pihak perbankan (Bank Indonesia, Bank Mandiri, dan BRI) mempunyai program untuk membantu pelaku usaha yang berencana membangun fasilitas pemurnian komoditas besi. Diharapkan para pelaku usaha untuk bekerjasama dengan pihak perbankan untuk memenuhi persyaratan yang ada di perbankan, meliputi supply energi, infrastuktur, buyer, penyedia bahan baku sehingga pihak perbankan yakin untuk membantu para pelaku usaha yang berencana mendirikan smelter dengan resiko-resiko yang akan dihadapi. h. Perlu diadakan pembahasan lebih lanjut terkait tindakan pemerintah dan perbankan untuk menunjang hilirisasi mineral termasuk memberi insentif bagi smelter yang telah selesai dibangun dan telah beroperasi seperti ditunjukkan pada Gambar i. Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sangihe akan mendukung program peningkatan nilai tambah, memberikan kesempatan sebesar besarnya kepada investor untuk mengembangkan potensi mineral yang ada, dan akan memberikan kemudahan pemberian izin bagi para investor sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat. j. Prospek besi di Indonesia yang bertipe banded iron formation yang ada di Kabupaten Tanggamus, Subulus Salam, dan Sanggau yang punya potensi besar untuk dikembangkan seperti yang ada di Afrika. Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan diantaranya: a. Pelaksanaan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian menghadapi berbagai kendala, diantaranya: 1) Perizinan (tumpang tindih kewenagan Izin Usaha, Izin Lokasi dan Izin Lingkungan); 2) Pembebasan Lahan; 3) Suplai Energi. b. Dengan diberlakukannya UU 4 Tahun 2009, PP 1/2014 dan Permen ESDM 1/2014, sejak 12 Januari 2014 bijih/ore tidak dapat dijual ke luar negeri. Hal tersebut berdampak pada Perbankan lokal mengurungkan niat untuk memberikan pinjaman atas proyek pembangunan fasilitas pemurnian. Sebagian besar investasi yang telah direalisasikan merupakan pinjaman dari bank asing melalui direct foreign investment; c. Produk pemurnian mineral logam yang telah memenuhi batasan minimum Permen ESDM Nomor 1/2014 sebagai bahan baku industri hilir logam akan semakin meningkat produksinya setiap tahun, namun tidak dibarengi dengan kesiapan industri hilir logam di dalam negeri. d. Pembangunan industri berbasis mineral tidak boleh berhenti di industri dasar pertambangan (ekstraksi) harus dilanjutkan dan difokuskan pada industri hilirnya yang memanfaatkan logam sebagai bahan bakunya. Saat ini masih ego-sektoral antara KESDM dan Kemenperin tentang aspek kewenangan seharusnya 74

67 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran diciptakan sinergi Pertambangan dan perindustrian untuk percepatan smelter dalam negeri. Beberapa terobosan strategis yang dapat dilakukan ke depan sehubungan dengan kebijakan hilirisasi minerba adalah: a. Pengembangan sumber daya mineral diutamakan dekat dengan sumber daya. Industri berbasis nikel di Sulawesi tanggara dan tengah, dan Maluku Utara. Alumina di Kalbar dan Kalteng, sementara untuk industri berbasis besi dapat tersebar. Sedangkan untuk tembaga yang membutuhkan energi besar dalam jangka pendek sebaiknya di Kalimantan, Sulawesi atau Jawa b. Pemerintah perlu secara serius memberikan fasilitasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Kemudahan diberikan manakala pelaku usaha yang membangun pembangkit listrik, pelabuhan dan prasarana transportasi lainnya. c. Pemerintah perlu segera menyiapkan road map industri strategis nasional sebagai basis di dalam mengelola sumber daya energi dan mineral d. Mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional, maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara perlu dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh instansi terkait agar kita bisa menjadi bangsa yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan Capaian Sasaran Terwujudnya Pemberdayaan Nasional (Sasaran 6) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terwujudnya Pemberdayaan Nasional, capaian realisasinya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara dan Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara realisasi pencapaiannya sebesar 76,7% atau 125,73% dari target 61%. Indikator kinerja lainnya untuk mencapai sasaran srategis Terwujudnya pemberdayaan nasional adalah Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara. Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasi pencapaiannya sejumlah 98,85% atau 100,87% dari target 98% Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Peraturan penanaman modal asing masing-masing negara pada dasarnya berisi ketentuan tentang persyaratan-persyaratan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh investor asing, seperti kewajiban kandungan lokal (local content requirement), kewajiban menggunakan komponen tertentu buatan dalam negeri, kewajiban alih teknologi (technology transfer requirement), kebijakan keseimbangan perdagangan (trade balancing policy), pembatasan bidang usaha, Tabel 3.14 Pengukuran Kinerja Sasaran 6 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya pemberdayaan nasional Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara % 61 76,7 125,73 % 98 98,85 100,87 75

68 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja pemilikan saham, penggunaan tenaga kerja asing, dan lain sebagainya. Dasar hukum dalam pelaksanaan prioritas penggunaan produksi dalam negeri, beberapa aturan tersebut, yaitu: 1. Undang-Undang No. 4 tahun 2009, Pasal 106: Pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Begitu juga dengan pembangunan smelter harus mengutamakan produksi dalam negeri). 2. Kontrak Karya, Pasal 24 tentang Promosi Kepentingan Nasional Untuk menghasilkan produk yang tidak kalah bersaing baik dalam segi kompetensi, mutu, harga dan jangka waktu penyerahan barang/peralatan, maka dapat mengikuti perkembangan kemajuan teknologi di bidang pertambangan. Kewajiban penggunaan barang dan jasa dalam negeri adalah untuk menekan biaya produksi dan menumbuhkan ekonomi lokal, sehingga diharapkan industri pertambangan akan lebih banyak dapat menampung banyak tenaga kerja. Pembelian barang modal perusahaan Kontrak Karya (KK) dan PKP2B periode 5 (lima) tahunan ( ) yang terdiri atas impor dan domestik, realisasinya seperti ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.15 Realisasi Masterlist KK dan PKP24 Periode Tahun Kontraktor harus menggunakan tenaga kerja Indonesia, jasa-jasa dan bahanbahan mentah yang dihasilkan dari sumber Indonesia dan produk-produk yang dibuat di Indonesia sepanjang jasa-jasa dan produk-produk tersebut tersedia dalam waktu, harga, dan dasar mutu yang bersaing, dengan ketentuan, bahwa dalam membandingkan harga barangbarang yang diproduksi atau dihasilkan di Indonesia dengan harga barang-barang yang diimpor harus ditambahkan premi (maksimum dua belas setengah persen) dan biaya-biaya lain (tidak termasuk PPN) yang timbul sampai saat barang-barang yang diimpor tiba di Indonesia. 3. Renegosiasi Kontrak Kewajiban penggunaan tenaga kerja, barang, dan jasa pertambangan dalam negeri adalah salah satu isu strategis dalam renegosiasi kontrak. Penggunaan produksi dalam negeri untuk menggantikan barang impor tidak bisa dilakukan sekaligus, namun perlu dilakukan upaya terusmenerus sejak sekarang agar target pencapaian kandungan lokal secara maksimum dapat dicapai. Jika dilihat prosentase perbandingan antara domestik dan import maka Pencapaian kinerja Tahun 2014 mengenai Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara telah melampaui target sebesar 76,7% dari target local content sebesar 61%. Adapun statistik realisasi pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri di sub sektor mineral dan batubara periode lima tahunan menunjukkan tren positif rata-rata tumbuh 10%/tahun, dan pertumbuhan barang dan jasa yang berasal dari impor mengalami penurunan selama kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 14,5%/tahun seperti ditunjukkan pada Gambar Dorongan untuk menggunakan produksi dalam negeri ini sebenarnya juga telah tercantum di dalam kontrak baik itu batubara maupun mineral; dimana dalam kontrak disebutkan bahwa sepanjang kualitas, harga dan waktu pengiriman dapat bersaing, maka perusahaan wajib untuk membeli dan menggunakan produk dalam negeri. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional, melalui peningkatan 76

69 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Beberapa upaya strategis yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara sepanjang Tahun 2014 dan memiliki daya ungkit dalam mendukung pencapaian sasaran Terwujudnya pemberdayaan nasional khususnya indikator prosentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara diantaranya: Gambar 3.29 Prosentase Pemakaian Barang Dan Jasa Dalam Negeri Tahun penggunaan produksi nasional sehingga akan membuat tumbuhnya industri nasional yang kuat di dalam negeri. Selain itu, dengan kokohnya industri pada sektor ini akan memacu tumbuhnya industri pada sektor lain. Berdasarkan hal tersebut, ini menunjukkan sinyal yang positif bahwa penggunaan barang dan jasa yang digunakan di sub sektor pertambangan umum telah menggunakan barang dalam negeri (local content) sehingga sasaran strategis untuk terwujudnya pemberdayaan nasional dapat tercapai melalui peran barang dan jasa tesebut. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa sub sektor pertambangan umum telah berorientasi pada berorientasi pada pro growth, pro poor dan pro job. Ditjen Minerba senantiasa menghimbau agar instansi terkait yang membawahi langsung pembinaan industri produksi dalam negeri dapat menjalin kerjasama yang baik dalam upaya peningkatan volume dan jenis produksi dalam negeri yang dipasok kedalam industri pertambangan di Indonesia. Pembelian barang dari dalam negeri ini diharapkan akan membentuk dan meningkatkan sentra industri yang dalam perkembangannya akan menumbuhkan kantongkantong perekonomian di daerah, dalam rangka mewujudkan hal tersebut perlu pengertian dan kesadaran dari para pengusaha pertambangan untuk mengumumkan daftar barang atau jasa yang diperlukan, serta memberikan kesempatan uji coba kepada produsen barang dalam negeri. 1. Ditjen Mineral dan Batubara untuk Tahun 2014 telah melakukan evaluasi pada penggunaan barang dan jasa dalam negeri dengan melakukan evaluasi ke perusahaan pertambangan. Evaluasi ini bertujuan untuk mensubstitusi produk impor sehingga meningkatkan persentase penggunaan barang dan jasa dalam negeri dan untuk optimalisasi dan peningkatan pemanfaatan barang dan jasa dari impor ke domestik. Beberapa perusahaan yang dilakukan evaluasi, antara lain PT Jorong Barutama Greston, PT Indominco Mandiri dan PT Insani Bara Perkasa. Ditjen Minerba melalui Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Batubara dalam rangka mendukung peningkatan penggunaan produksi dalam negeri telah melakukan beberapa hal seperti evaluasi ke perusahaan PKP2B, evaluasi ke produsen dalam negeri pendukung usaha pertambangan. 2. Fasilitasi pertemuan antara KK/PKP2B dengan produsen dalam negeri pendukung usaha pertambangan khususnya produsen safety equipment, ban, belt conveyor, minyak pelumas dan bahan peledak. Diharapkan dalam kegiatan tersebut di atas, dapat meningkatkan pemakaian produksi dalam negeri di sektor pertambangan batubara, mengalihkan pemakaian barang/ peralatan impor menjadi produk dalam negeri, sarana pertemuan secara langsung antara produsen barang dalam negeri dan pelaku usaha pertambangan, serta sarana bagi Pemerintah menyampaikan kebijakan tentang pertambangan mineral dan batubara. Contoh produk-produk lokal yang telah digunakan perusahaan pertambangan seperti ditunjukkan pada Gambar Mendorong perusahaan KK untuk terus meningkatkan produksi dalam negeri karena perusahaan pertambangan mineral sebagai 77

70 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 8. Pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap penggunaan peralatan barang modal, baik itu dilakukan melalui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) maupun evaluasi per triwulan, sehingga pemerintah terus mengontrol penggunaan produksi dalam negeri. Selain itu juga saat ini sedang dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri ESDM mengenai pengadaan barang-barang. Gambar 3.30 Mining Equipment Produk Lokal primemover dalam pembangunan wilayah dan masyarakat sekitar tambang, akan sangat menentukan berkembangnya produsen dalam negeri pendukung kegiatan pertambangan; 4. Mendorong produsen dalam negeri untuk dapat meningkatkan sisi kualitas, pasokan dan harga sehingga dapat bersaing dengan perusahaan impor; 5. Mendorong perusahaan KK untuk dapat membantu produsen dalam negeri dengan memberikan informasi terkait dengan prosedur, term dan kondisi pengadaan produk dalam negeri; 6. Penggunaan Produk Dalam Negeri pada perusahaan pertambangan mineral dioptimalkan dengan mempertimbangkan kualitas, kontinyuitas, dan harganya; 7. Kebutuhan barang modal perusahaan pertambangan sangat beragam dari inti hingga pendukung, kesempatan ini harus dimanfaatkan; Dapat dikatakan bahwa peningkatan penggunaan produksi nasional akan mendorong tumbuhnya industri nasional yang kuat. Pada gilirannya, kokohnya industri pada sektor ini akan memacu terjadinya multiplier effect terhadap kekuatan industri pada sektor lain. Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara perlu dilakukan secara terintegrasi hulu-hilir, mandiri, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. Dalam hal berdaya saing, maka perlunya produsen dalam negeri untuk memberikan kontribusi yang lebih dalam pemakaian produk pertambangan. Oleh karena itu penggunaan produksi dalam negeri wajib untuk diperhatikan dan diberikan kesempatan untuk berkembang. Beberapa hambatan yang telah diidentifikasi oleh DJMB pada Tahun 2014 dalam rangka peningkatan pembelian dalam Negeri diantaranya: 1. Ketidaktersediaan barang di dalam negeri; 2. Produk dengan spesifikasi tertentu belum tersedia di dalam negeri; 3. Kualitas barang tidak sesuai dengan kebutuhan produksi; 4. Waktu pengiriman yang lama karena Supplier di Indonesia juga membeli barang dari luar negeri; 5. Harga yang lebih mahal jika pembelian dilakukan di dalam negeri; 6. Belum tersedianya pabrik barang/peralatan di Indonesia. Sehingga dibutuhkan investasi yang besar jika Supplier membangun pabrik di Indonesia. Sasaran strategis Terwujudnya Pemberdayaan 78

71 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Nasional juga dicapai melalui Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara). Perusahaan KK, PKP2B dan IUP dalam menggerakkan roda operasional perusahaannya perlu untuk memiliki tenaga kerja yang memiliki kompetensi. Tenaga kerja tersebut berasal dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Asing (TKA). Tentunya dalam hal tenaga kerja asing diwajibkan untuk menyampaikan permohonan kebutuhan tenaga kerja asing di perusahaan KK, PKP2B dan IUP serta Perusahaan Jasa Pertambangan (IUJP). Pada tahun 2014, persentase jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) sebesar 98,85% atau 98,85% dan telah melampaui target 100,87%. Capaian persentase ini dengan asumsi dasar terhadap perusahaan-perusahaan yang masih dalam rentang kendali (span of control) dan izinnya diterbitkan oleh DJMB. Hal ini dimungkinkan karena Ditjen Minerba selalu melakukan evaluasi penggunaan TKA pada perusahaan mineral dan batubara sehingga penggunaan TKA di setiap perusahaan pertambangan (KK,PKP2B dan IUP) dapat terkontrol dan TKI tetap memegang peranan penting pada setiap pucuk manajemen perusahaan. Dalam menggunakan TKA pada perusahaan, perlu mendapat rekomendasi penggunaan TKA dari Ditjen Mineral dan Batubara. Kalau merujuk pada statistik Jumlah Penggunaan TKI dan TKA di Perusahaan Pertambangan khusus KK, PKP2B dan Usaha Jasa Pertambangan (orang) periode menunjukkan trend positif seperti pada Tabel Perusahaan harus mengadakan suatu rencana pelatihan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Indonesia, wajib memperkenalkan hukum dan adatistiadat Indonesia kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) dan sub kontraktornya. Perusahaan dan sub kontraktor yg terdaftar dapat memasukkan Tabel 3.16 Perbandingan TKI dan TKA di KK dan PKP2B dan Usaha Jasa (Orang) ke Indonesia TKA untuk melaksanakan kegiatannya dengan efisien (disertai keterangan pendidikan, pengalaman dan kualifikasi lainnya). Perusahaan akan menyerahkan kepada pemerintah rencana keperluan Tenaga Kerja (TK), laporan TK, program penggantian TKA oleh TKI dan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi TKI. Perusahaan akan menyerahkan kepada pemerintah rencana keperluan TK, laporan penggunaan TK, program penggantian TKA oleh TKI dan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi TKI. Upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara sepanjang Tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terwujudnya pemberdayaan nasional, khususnya indikator Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara adalah: a. Pengawasan Pengunaan Tenaga Kerja Asing; Di beberapa perusahaan pertambangan sering sekali penggunaan tenaga kerja pertambangan tidak dilakukan pengawasan, sehinga banyak sekali di lapangan ditemukan bahwa TKA asing yang dipekerjakan di perusahaan pertambangan belum mendapatkan izin secara resmi dari Kementerian ESDM selaku otoritas pemberi izin dan rekomendasi penggunaan tenaga kerja asing, oleh sebab itu program ini bertujuan untuk memberikan pembinaan dan pengawas kepada pemegang perusahaan pertambangan dalam rangka tertib dalam melaksanakan PP No 23 tahun 2010 sebagai yang disebutkan bahwa setiap Pemegang IUP/ KK harus mendapatkan terlebih dahulu rekomendasi dari Menteri ESDM. b. Evaluasi Rekomendasi Tenaga Kerja Asing Sub Sektor Mineral dan Batubara Ditjen Minerba senantiasa melakukan evaluasi yang lebih ketat terhadap permohonan RPTKA yang diajukan oleh KK/PKP2B/IUP dengan meningkatkan kepatuhan akan negative list pada jabatan-jabatan tertentu yang tidak boleh di jabat oleh TKA. Menekankan agar program Indonesiasi /pendampingan TKI menjadi persyaratan pokok dalam perpanjangan rekomendasi TKA. 79

72 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Capaian Sasaran Terwujudnya Penyerapan Tenaga Kerja (Sasaran 7) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terwujudnya Penyerapan Tenaga Kerja, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel 3.16 sehingga menyebabkan beberapa perusahaan pertambangan membatasi jumlah produksi yang sudah direncanakan dan terbatasnya ekspor raw mineral, dipengaruhi oleh turunnya harga mineral Cu dan Ag di pasaran internasional akibat over supply sehingga menyebabkan permintaan dan pasokan negara seperti China, Spanyol dan Jepang menurun, adanya krisis global yang melanda sejumlah negara Eropa. Untuk komoditas batubara hingga saat ini harga Tabel 3.17Pengukuran Kinerja Sasaran 7 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara Orang ,82% Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara dengan menghitung semua tenaga kerja pada perusahaan pertambangan yang izinnya oleh DJMB (KK, PKP2B, Usaha Jasa Pertambangan) serta oleh Gubernur/Bupati/Walikota (IUP Mineral/ IUP Batubara) realisasinya sejumlah orang atau pencapaiannya 82,82% masih dibawah target orang Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Pembangunan industri pertambangan Indonesia dengan memperhatikan sisi pro job terlihat pada keberhasilan pencapaian ini. Sasaran ini sebagai multiplier effect dari industri pertambangan. Dengan memperhatikan sisi pro job ini secara langsung mengurang angka pengangguran di Indonesia sekaligus mengurangi kemiskinan di Indonesia. jual masih tertekan, berkurangnya permintaan di pasar global di satu sisi ditambah lagi belum ada instrumen pembatasan ekspor batubara sehingga terjadi over supply. Banyak perusahaan terpaksa merumahkan sejumlah karyawan untuk menekan biaya agar tetap survival. Namun demikian jika dilihat dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ini , tingkat pertumbuhan angka jumlah tenaga kerja yang terserap di sub sektor mineral dan batubara cukup menggembirakan ditengah melambatnya perekonomian global, dengan tetap mencatatkan angka rata-rata 37,4%/tahun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Tabel 3.18 di atas dan Gambar Tabel 3.18 Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Tahun 2014 Pencapaian kinerja Tahun 2014 mengenai Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara sangat menggembirakan sejumlah orang atau capaiannya sebesar 82,82%, masih di bawah target sejumlah orang. Tidak tercapainya target tersebut karena untuk komoditas mineral masih diberlakukan kebijakan pembatasan ekspor dengan terbitnya Permen ESDM No 1 Tahun 2014, Hal ini menunjukkan bahwa Industri pertambangan pada hakikatnya merupakan industri yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Oleh Karena itu industri pertambangan diharapkan dapat meningkatkan angka tenaga kerja. 80

73 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kompetensi (capacity building) yang harus dimiliki oleh pekerja pada perusahaan pertambangan, disamping itu perlunya menyelaraskan tentang penggunaan beberapa jabatan tenaga teknis pertambangan seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.31 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Periode Tahun Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Minerba sepanjang Tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terwujudnya penyerapan Tenaga Kerja, diantaranya: a. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menginisiasi diselenggarakannya pelatihan untuk meningkatkan kompetensi TKI dalam rangka transfer knowledge dan keterampilan di beberapa perusahaan seperti PT Newmont Nusa Tenggara, PT Nusa Halmahera Mineral, PT Freeport Indonesia, PT Agincourt Resources Gambar 3.32 Pelatihan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia b. Program Indonesianisasi Perusahaan Pertambangan, bertujuan untuk meningkatkan peran dan kapasitas sumberdaya manusia lokal di sektor pertambangan dengan cara mendorong sejumlah perusahaan pertambangan meningkatkan program pelatihan dan pengalihan teknologi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan melalui tahapan yang jelas dan berkesinambungan. c. Inventarisasi tenaga Kerja Pertambangan Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan database serta membuat klasifikasi tenaga kerja pertambangan di perusahaan KK/PKP2B dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluruh Indonesia Capaian Sasaran Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara Yang memenuhi Persyaratan Lingkungan (Sasaran 8) Sasaran strategis Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang Memenuhi Persyaratan Lingkungan, capaian realisasinya didukung oleh 3 (tiga) indikator kinerja yaitu indikator jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan, indikator persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan serta indikator persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel Sampai dengan akhir Tahun 2014, indikator Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan realisasi pencapaiannya seluas 81

74 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Tabel 3.19 Pengukuran Kinerja Sasaran 8 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Ha ,59 101,49% % 87,5 (mineral) 90 (batubara) % 75 (mineral) 97 (batubara) 90,7 (mineral) 94,3 (batubara) 82,9 (mineral) 94,3 (batubara) 104 (mineral) 105 (batubara) 110 (mineral) 97 (batubara) 6.596,594 Ha atau 101,49%.dari target Tahun 2014 seluas Ha. Indikator kinerja Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan realisasi pencapaiannya 90,7% atau 104% dari target 87,5% persentase recovery untuk penambangan mineral dan 94,3% atau 105% dari target 90% persentase recovery untuk penambangan batubara. Sedangkan indikator Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan realisasi pencapaiannya 82,9% atau 110% dari target 75% persentase recovery untuk pengolahan mineral dan 94,3% atau 97% dari target 97% persentase recovery untuk pengolahan batubara Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Industri pertambangan merupakan industri yang memiliki karakteristik yang unik, salah satunya adalah berdampak pada lingkungan yang akan merubah bentang alam.untuk menghindari dampak negatif dari perubahan bentang alam yang disebabkan industri pertambangan, maka perlu dilakukan reklamasi lahan bekas tambang. Kegiatan reklamasi sesuai dengan tuntutan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 bertujuan memperbaiki atau memulihkan kualitas lingkungann dan ekosistem akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pelaksanaan reklamasi yang dilakukan oleh pelaku usaha pertambangan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang serta Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi Dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. Rencana reklamasi yang disusun oleh perusahaan pertambangan paling sedikit memuat: a) tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang; b) rencana bukaan lahan; c) program reklamasi terhadap lahan terganggu; d) kriteria Keberhasilan; dan e) rencara biaya reklamasi. Pelaksanaan reklamasi ini merupakan salah satu bagian dari pengelolaan lingkungan pertambangan sub sektor mineral dan batubara. Kegiatan pengelolaan lingkungan pertambangan sub sektor mineral dan batubara dilaksanakan dalam rangka meminimalisir dampak negatif dari kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Seperti diketahui, banyak isu negatif yang beredar di tengah masyarakat, kalau kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara menimbulkan banyak kerusakan lingkungan. Dengan penjelasan di atas, sangat jelas kalau perusahaan pertambangan wajib mempunyai program pengelolaan lingkungan, sehingga bukan hanya menambang saja tetapi juga melihat faktor lingkungan. Kalau ini terlaksana maka, reklamasi adalah jawaban kalau industri pertambangan bukan merusak lingkungan tetapi memulihkan dan memperbaiki kulaitas lingkungan alam dan ekosistem yang sudah dirubah, bahkan dapat lebih baik dari kondisi awalnya. Reklamasi lahan bekas tambang sampai dengan akhir Tahun 2014 dilakukan pada area seluas 82

75 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 6.596,59 Ha atau 101,49% dari target Tahun 2014 seluas Ha. Capaian indikator kinerja Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan pada tahun 2014 telah melampaui target yang ditetapkan seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.33 Luas Lahan Reklamasi Periode Tahun Namun jika dibandingkan dengan luas lahan yang direklamasi pada Tahun 2013, sedikit mengalami penurunan. Jika dibandingkan capain luas lahan reklamasi sesuai Renstra DJMB Periode yaitu sebesar pada akhir Tahun 2014, maka DJMB untuk tahun 2014 luas lahan reklamasinya sebesar 6.596,59 Ha atau telah melampaui target Renstra. Contoh kegiatan reklamasi yang dilakukan perusahaan pertambangan pada Tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar Pada gambar tersebut jelas terlihat lahan bekas tambang yang kembali hijau setelah direklamasi yang meliputi penataan lahan dan penanaman cover crop kemudian tanaman pohon. Pelaksanaan kegiatan reklamasi oleh pelaku kegiatan usaha pertambangan minerba sangat erat terkait dengan kemajuan kegiatan tambang. Selama tahun 2014, harga komoditas tambang mengalami penurunan yang berimbas pada menurunkan kegiatan tambang. Akibat penurunan kegiatan tambang maka kemajuan tambang menjadi lebih kecil dari yang telah direncanakan semula. Penurunan tingkat produksi tambang mineral dan batubara mengakibatkan ketersediaan lahan untuk reklamasi menjadi berkurang karena lahan yang mestinya sudah habis cadangannya untuk ditambang, masih tersisa cadangannya sehingga lahan tersebut masih belum siap untuk direklamasi. Selain harga komoditas tambang, penurunan kegiatan tambang juga disebabkan hambatan non teknis, yaitu belum terbitnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan di dalam kawasan hutan. Akibat belum atau tidak dapat dilaksanakannya kegiatan pembukaan lahan karena terkendala IPPKH, maka belum ada lahan yang dapat direklamasi. Hal ini juga mengakibatkan tidak tercapainya target luas lahan bekas tambang yang telah direklamasi. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memacu tercapainya target luas lahan yang telah direklamasi, yaitu: a. melakukan evaluasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi bagi kegiatan usaha pertambangan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), b. melakukan bimbingan teknis reklamasi bagi pelaku usaha pertambangan minerba dan bagi Gambar 3.34 Tahapan reklamasi pada lahan bekas tambang 83

76 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja aparat pengawas kegiatan pertambangan minerba. Untuk menjamin pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang oleh perusahaan pertambangan, maka perusahaan wajib menempatkan jaminan reklamasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Perusahaan pertambangan pemegang KK dan PKP2B yang telah menempatkan jaminan reklamasi pada tahun 2014 berjumlah 61 perusahaan. Sementara itu jumlah perusahaan yang telah disetujui dokumen rencana reklamasi periode 5 tahunan oleh Direktur Jenderal mineral dan Batubara sebanyak 16 perusahaan. Upaya-upaya yang telah ditempuh oleh Ditjen Minerba sepanjang Tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan khususnya indikator Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan adalah: 1. Pelaporan reklamasi dan pemantauan lingkungan secara online Untuk menunjang pencapaian sasaran strategis, Ditjen Mineral dan Batubara mengoptimalkan pelaporan reklamasi dan pemantauan lingkungan secara online. Untuk itu telah dibuat website untuk pelaporan reklamasi dan pemantauan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan KK-PKP2B. Website tersebut merupakan media komunikasi yang efektif antara pemerintah dengan pelaku usaha penambangan. Perusahaan KK dan PKP2B diwajibkan menyampaikan data pemantauan lingkungan independen (melalui laboratorium tersertifikasi) setiap bulannya. Tampilan website tersebut dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.35 Website Pelaporan Reklamasi dan Lingkungan pemantauan pelaksanaan reklamasi dalam rangka penetapan/pencairan/pelepasan jaminan reklamasi pertambangan mineral dan batubara dimaksudkan untuk memberikan gambaran terhadap kinerja pelaksanaan kegiatan reklamasi yang telah dilaksanakan perusahaan dalam memperbaiki kinerja reklamasinya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengevaluasi dokumen laporan pelaksanaan reklamasi dan evaluasi lapangan pelaksanaan reklamasi. Sehingga dapat dilihat secara langsung di lapangan komitmen daripelaku kegiatan usaha pertambangan dalam melakukan reklamasi. Sampai dengan akhir tahun 2014, telah dilakukan dilakukan kegiatan peninjauan lapangan dalam rangka pencairan/pelepasan jaminan reklamasi di 25 lokasi perusahaan 2. Evaluasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi dalam rangka penetapan/pencairan/ pelepasan jaminan reklamasi pertambangan mineral dan batubara Pelaksanaan kegiatan evaluasi dan Gambar 3.36 Pemantauan Pelaksanaan Reklamasi Tahun

77 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran pertambangan pemegang KK-PKP2B. Sementara itu, penetapan/revisi penetapan jaminan reklamasi dilakukan pada 16 perusahaan. Gambaran tentang kegiatan pemantauan pelaksanaan reklamasi yang dilaksanakan oleh Ditjen Minerba ditunjukkan pada Gambar Pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba juga menyelenggarakan event tahunan untuk memberikan penghargaan kepada perusahaan pertambangan yang peduli terhadap lingkungan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran strategis Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan. Pemberian penghargaan ini bertujuan sebagai pendorong serta pemberi motivasi kepada perusahaan dan para Kepala Teknik Tambang, untuk dapat mencapai prestasi setinggitingginya dalam pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dan batubara. Kriteria penilaian dalam pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas 6 (enam) unsur penilaian, yaitu: pengelolaan batuan penutup, pengendalian erosi dan sedimentasi, pengelolaan pembibitan, program reklamasi dan revegetasi, pengelolaan sarana penunjang dan pemantauan lingkungan. Penilaian ini melibatkan para tenaga ahli yang berasal dari, Pusat Studi Ilmu Lingkungan UI, Pusat Kajian Lingkungan Pertambangan ITB, Fakultas Kehutanan IPB, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB, Pusat Studi Reklamasi Tambang IPB, dan SEAMEO BIOTROP serta dibantu oleh Inspektur Tambang. Adapun mekanisme penilaian lingkungannya adalah dilakukan dengan 3 (tiga) Tahapan yaitu: 1) Seleksi administrasi oleh panitia penilai; 2) Evaluasi lapangan oleh tim tenaga ahli dibantu Inspektur Tambang; 3) Evaluasi akhir oleh seluruh tim penilai ditambah dengan Inspektur Tambang. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.37 Gambar 3.37 Pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara Adapun perusahaan yang memperoleh penghargaan berupa Piagam (Reward) pada tahun 2014, sebanyak 43 perusahaan; terdiri dari 6 perusahaan pemegang Kontrak Karya, 23 perusahaan pemegang PKP2B, dan 14 perusahaan pemegang IUP. 1). Peraih Piagam (Reward) tersebut terbagi dalam 3 kategori peringkat yaitu penerima penghargaan aditama (emas) berjumlah 9 perusahaan, penerima penghargaan utama (perak) berjumlah 11 perusahaan dan penerima penghargaan pratama (perunggu) berjumlah 22 perusahaan. Rincian perusahaan yang meraih Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel Bimbingan teknis reklamasi dan pascatambang pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Bimbingan teknis reklamasi dan pascatambang dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan pemahaman tentang reklamasi dan pascatambang pada pertambangan minerba yang sesuai dengan ketentuan. Kegiatan ini ditujukan untuk Pemerintah Daerah khususnya Aparat Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pelaku Usaha 85

78 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja (Perusahaan Pertambangan) agar mempunyai pemahaman yang sama tentang reklamasi dan pascatambang. Sampai dengan akhir tahun 2014, kegiatan bimbingan teknis reklamasi dan pacatambang pada kegiatan pertambangan minerba dilaksanakan di 3 lokasi berbeda yaitu Banjarmasin, Manado dan Palembang. Pelaksanaan di lokasi yang berbeda ini bertujuan untuk lebih mendekatkan pada daerah-daerah yang memiliki izin usaha pertambangan minerba. Dengan demikian diharapkan akan lebih banyak pelaku usaha pertambangan minerba dan aparat pengawas pertambangan yang makin memahami kewajiban pelaksanaan reklaamsi dan pascatambang serta teknis pelaksanaan kegiatan reklamasi sesuai dengan pedoman teknis serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka mewujudkan kegiatan pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ilustrasi pelaksanaan bimbingan teknis reklamasi dan pacatambang tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar Tabel 3.20 Peraih penghargaan pengelolaan lingkungan pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Mineral Batubara Aditama (Emas) PT Vale Indonesia (KK) PT Kideco Jaya Agung (PKP2B) PT Cibaliung Sumber Daya (IUP) PT Antam (Persero) Tbk UBPN Sulawesi Tenggara (IUP) PT Kaltim Prima Coal (PKP2B) PT Berau Coal (PKP2B) PT Meares Soputan Mining (KK) PT Tambang Tondano Nusa Jaya (KK) PT Sebuku Iron Lateritic (IUP) Penghargaan Mineral Batubara Utama (Perak) PT Adaro Indonesia (PKP2b) PD Baramarta (PKP2B) PT Indominco Mandiri (PKP2B) PT Insani Baraperkasa (PKP2B) PT Mandiri Inti Perkasa (PKP2B) PT Mahakam Sumber Jaya (PKP2B) PT Tanito Harum (PKP2B) PT Bukit Asam (IUP) PT Jembayan Muara Bara (IUP) PT Kitadin Tandung Mayang (IUP) PT Tunas Inti Abadi (IUP) Penghargaan Mineral Batubara Pratama (Perunggu) PT Antam (Persero), Tbk UPBN Maluku Utara (IUP) PT Freeport Indonesia (KK) PT J Resources Bolaang Mongondow (KK) PT Nusa Halmahera Minerals (KK) PT antang Gunung Meratus (PKP2B) PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin (PKP2B) PT Bahari Cakrawala Sebuku (PKP2B) PT Borneo Indobara (PKP2B) PT Firman Ketaun Perkasa (PKP2B) PT Lanna Harita Indonesia (PKP2B) PT Firman Ketaun Perkasa (PKP2B) PT Lanna Harita Indonesia (PKP2B) PT Perkasa Inakakerta (PKP2B) 86

79 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Penghargaan Mineral Batubara Pratama (Perunggu) PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKP2B) PT Tanjung Alam Jaya (PKP2B) PT Santan Batubara (PKP2B) PT Singlurus Pratama (PKP2B) PT Teguh Sinar Abadi (PKP2B) PT Trubaindo Coal Mining (PKP2B) PT Mega Prima Persada (IUP) PT Mega Alam Sejahtera (IUP) PT Kemilau Rindang Abadi (IUP) PT Kitadin Embalut (IUP) PT Arzara Baraindo Energitama (IUP) penyusunan dan evaluasi RKTTL bagi pemegang IUP dan pemerintah daerah. Selain itu workshop juga bertujuan mensosialisasikan dan menerima masukan dari KK-PKP2B terkait rencana perubahan matrik RKTTL Mineral dan Batubara yang akan diterapkan pada RKTTL Tahun Gambar 3.39 memberikan ilustrasi bagaimana pelaksanaan workshop penyusunan RKTTL untuk Indonesia bagian barat dan timur. 6. Evaluasi Laporan RKTTL untuk Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara. Gambar 3.38 Bimtek Reklamasi dan Pascatambang Pelaksanaan Evaluasi Laporan RKTTL untuk 5. Workshop Penyusunan RKTTL Kegiatan workshop penyusunan RKTTL dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Sulawesi Utara masing-masing untuk wilayah Indonesia Bagian Barat dan wilayah Indonesia Bagian Timur. Dalam RKTTL terdapat bagian yang menjelaskan upaya penerapan konservasi minerba oleh pemegang IUP/KK- PKP2B. RKTLL sebagai dokumen rencana kerja aspek keteknikan dan lingkungan belum secara luas tersosialisasikan kepada pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah dan pemegang IUP. Dengan latarbelakang itu disusunlah kegiatan workshop yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dalam Gambar 3.39 Workshop Penyusunan RKTTL 87

80 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara pemegang IUP/KK-PKP2B dimaksudkan dalam rangka pengawasan secara administratif terhadap realisasi kinerja aspek keteknikan (termasuk konservasi) dan lingkungan pada tahun berjalan dan evaluasi rencana kerja aspek keteknikan dan lingkungan pada tahun selanjutnya. Kegiatan Evaluasi Laporan RKTTL untuk kegiatan Usaha Mineral dan Batubara dilaksanakan di Jakarta, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Kepulauan Riau. Pemegang IUP/ KK-PKP2B mempresentasikan dokumen RKTTL dan evaluasi diberikan terhadap rencana kerja tersebut. Kegiatan ini juga melibatkan pemerintah daerah (distamben provinsi dan kabupaten) yang juga berfungsi sebagai sosialisasi kegiatan evaluasi Laporan RKTTL untuk diterapkan di daerah. Selain diukur dari indikator luas lahan yang dilakukan reklamasi, untuk mencapai sasaran strategis Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang Memenuhi Persyaratan Lingkungan, maka perlu juga dilihat pada sisi pencapaian indikator kinerja recovery penambangan dan recovery pengolahan. Recovery penambangan adalah suatu angka atau besaran yang menunjukkan seberapa efektif batubara atau mineral yang ditambang atau perbandingan antara jumlah produksi penambangan dengan rencana penambangan berdasarkan pemodelan endapan. Angka recovery penambangan ditunjukkan dalam bentuk persentase (%), dimana semakin besar nilai recovery penambangan maka semakin efektif penambangan. Metode perhitungan recovery penambangan yang biasa digunakan yaitu in-situ model vs data aktual penambangan (in-situ model vs actual coal/ore mined). Perhitungan recovery penambangan dengan metode ini dihitung dengan membandingkan in-situ model (geological model) dengan mineral/batubara yang ditambang berdasarkan perhitungan pengangkutan/truk (truck account / dispatch). Sebagaimana telah disebutkan di atas, realisasi indikator kinerja recovery penambangan mineral dan batubara hingga akhir tahun 2014 melebihi target yang ditetapkan yaitu masing-masing sebesar 90,7% dan 94,3% dari rencana 87,5% dan 90% untuk mineral dan batubara. Pencapaian target kinerja tersebut disebabkan oleh beberapa hal yang telah dilakukan Ditjen Mineral dan Batubara yaitu: 1. meningkatkan pengawasan aspek konservasi mineral dan batubara (khususnya metode perhitungan serta rekonsiliasi data recovery penambangan) melalui pengawasan/inspeksi terpadu. Pada tahun 2014, telah dilakukan kegiatan pengawasan konservasi mineral dan batubara pada 32 kali pengawasan di dua belas (12) provinsi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.40.dan Gambar Gambar 3.40 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Mineral Tahun 2014 Gambar 3.41 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Batubara Tahun

81 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 2. meningkatkan pembinaan teknis terhadap perusahaan dan aparat pemerintah daerah terkait dengan metode perhitungan serta rekonsiliasi data recovery penambangan. Sepanjang tahun 2014, telah dilaksanakan kegiatan bimbingan teknis sebanyak lima (5) kali di lima (5) Provinsi. 3. sebagian perusahaan pertambangan khususnya batubara menetapkan target recovery penambangan di atas angka target indikator kinerja. Hal ini disebabkan beberapa kegiatan pertambangan memiliki tipe endapan komoditas yang sederhana dan atau peralatan penambangan yang sesuai tipe endapan sehingga penambangan bisa dilakukan secara lebih efektif. Dengan tercapainya target indikator kinerja recovery penambangan mineral dan batubara maka langkah ke depan guna mempertahankan capaian ini adalah dengan meningkatan pengawasan dan pembinaan teknis konservasi bagi pemegang IUP/ KK-PKP2B. Jika diukur berdasarkan capaian persentase, maka realisasi terhadap target recovery penambangan mineral dan batubara tahun 2014 adalah 104% (mineral) dan 105% (batubara). Capaian persentase tahun 2014 ini merupakan capaian tertinggi dibandingkan capaian 3 tahun terakhir yaitu sebesar 99% (mineral) dan 101% (batubara) pada tahun 2012 serta 96% (mineral) dan 102% (batubara) pada tahun selanjutnya. Secara umum, terdapat tren peningkatan persentase recovery penambangan mineral dan batubara seperti dapat dilihat pada Gambar Pada tahun 2012 dan 2013, recovery penambangan mineral mencapai 89% dan meningkat menjadi 90,7% di pada tahun Begitu pula untuk komoditas batubara yang juga menunjukan tren peningkatan recovery penambangan dari tahun 2012 sebesar 91% meningkat menjadi 95% di tahun Pada tahun 2014, secara umum recovery penambangan stabil di kisaran 95% kecuali di triwulan I yang sempat menyentuh tingkat 92%. Penurunan di awal tahun ini disebabkan beberapa pemegang PKP2B melakukan review terhadap Catatan : Target tahun 2012 dan 2013 belum dipisahkan per komoditas Gambar 3.42 Recovery penambangan pemegang IUP/KK-PKP2B tahun 2014 model geologi yang berakibat perubahan model in-situ yang menyebabkan recovery penambangan menurun. Namun seiring dengan waktu, kinerja recovery penambangan hingga akhir 2014 kembali berhasil meningkat menyentuh besaran 95%. Selanjutnya, parameter terlaksanakannya konservasi mineral dan batubara juga dapat diukur dari capaian recovery pengolahan yaitu perbandingan antara jumlah produksi pengolahan/ pemurnian dengan jumlah produksi tambang yang masuk di dalam proses pengolahan/pemurnian. Realisasi recovery pengolahan mineral pada kegiatan pertambangan hingga akhir tahun 2014 masing-masing 82,9% dan 94,3% dari target recovery pengolahan mineral dan batubara sebesar 75% dan 97% seperti dapat dilihat pada Gambar Berdasarkan data tiga tahun terakhir, recovery pengolahan mineral tertinggi dicapai pada tahun 2012 sebesar 86,7% kemudian sedikit menurun menjadi 85% pada tahun selanjutnya. Memasuki tahun 2014, variabilitas recovery pengolahan mineral cukup tinggi dengan pola umum meningkat seiring dengan waktu. Rentang recovery pengolahan yang ada pada tahun 2014 adalah 74,6% s.d. 89%. Variasi recovery pengolahan mineral disebabkan komoditas ini memiliki kecenderungan distribusi kadar yang tidak 89

82 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 3. Adapun tindak lanjut yang akan dilakukan guna mencapai target recovery pengolahan batubara yang masih belum tercapai adalah meningkatan pengawasan dan mengkaji penerapan penggunaan teknologi yang lebih efektif dalam pencucian batubara diiringi dengan pengawasan yang lebih intensif pada kegiatan pencucian batubara sehingga supaya yield pencucian batubara dapat meningkat. Catatan : Target tahun 2012 dan 2013 belum dipisahkan per komoditas Gambar 3.43 Recovery pengolahan pemegang IUP/KK-PKP2B Tahun 2014 homogen sehingga mempengaruhi kadar umpan yang masuk ke pengolahan. Hal ini berbeda dengan komoditas batubara yang cenderung memiliki distribusi kualitas yang homogen sehingga cenderung konsisten recovery pengolahannya. Recovery pengolahan batubara dari tahun 2012 s.d mengalami tren peningkatan dari 90% pada tahun 2012 dan 2013 menjadi 94,3% pada tahun Jika dibandingkan dengan target, maka capaian recovery batubara hanya 97% dari target. Ketidaktercapaian target recovery pengolahan batubara disebabkan adanya beberapa pemegang PKP2B yang melakukan proses pencucian batubara sehingga mengurangi realisasi recovery pengolahan secara keseluruhan. Secara umum pencapaian target kinerja indikator recovery pengolahan mineral dan batubara tahun 2014 disebabkan oleh beberapa hal yang telah dilakukan Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara yaitu: 1. meningkatkan pembinaan teknis terhadap perusahaan dan aparat pemerintah daerah terkait dengan metode perhitungan dan upaya peningkatan recovery pengolahan. 2. sebagian perusahaan pertambangan khususnya mineral telah melakukan upaya peningkatan recovery pengolahan melalui penggunaan teknologi pengolahan dan pemurnian yang lebih efektif. Namun, hal ini akan sangat bergantung kepada sumberdaya keuangan pemegang IUP/KK-PKP2B tersebut. 4. meningkatkan pengawasan aspek konservasi mineral dan batubara (khususnya perhitungan data recovery pengolahan) melalui pengawasan/inspeksi terpadu. Kegiatan pengawasan konservasi dilaksanakan dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi pemegang IUP/KK-PKP2B. Dari aspek konservasi, pengawasan difokuskan kepada upaya penambangan dan pengolahan mineral/ batubara agar diperoleh recovery yang optimal, pengelolaan mineral/batubara kualitas atau kadar rendah dan sisa hasil pengolahan mineral/batubara, serta pendataan cadangan tidak tertambang. Pengawasan diakhiri dengan diskusi terhadap hasil pengawasan pada close out meeting dan penulisan perintah/saran/ tindakan koreksi dari Inspektur Tambang di dalam Buku Tambang untuk dilaksanakan pemegang IUP/KK-PKP2B. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2014, telah dilaksanakan kegiatan pengawasan konservasi mineral dan batubara sebanyak 32 kali pengawasan di dua belas (12) provinsi. 5. Bimbingan teknis untuk pemegang IUP/KK- PKP2B serta pemerintah daerah. Pelaksanaan kegiatan Bimbingan teknis dibagi menjadi dua kegiatan yaitu: a. Pertemuan Teknis Konservasi Mineral dan Batubara yang dilaksanakan di Provinsi Bengkulu dan Provinsi Maluku Utara; dan b. Pemasyarakatan dan Penerapan Konservasi kepada Pemegang IUP yang dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Sulawesi Tenggara. 90

83 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Perbedaan antara dua kegiatan pembinaan teknis ini adalah target peserta serta penekanan materi yang berbeda. Kegiatan pertemuan teknis lebih fokus kepada aparat pemerintah daerah sedangkan pemasyarakatan lebih fokus kepada pemegang IUP Capaian Sasaran Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara Yang Memenuhi Persyaratan Keselamatan (Sasaran 9) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel kaidah dan prinsip keselamatan dilakukan dengan beberapa metode yaitu pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dan evaluasi laporan kinerja perusahaan, dari hal tersebut pemerintah dapat melihat kinerja keselamatan pertambangan dalam bentuk statistik kecelakaan tambang. Salah satu data statistik yang dapat digunakan untuk menilai kinerja pengelolaan keselamatan pertambangan adalah tingkat kekerapan kecelakaan tambang atau Frequency Rate (FR). FR adalah Jumlah korban akibat kecelakaan tambang untuk setiap jam kerja dibagi dengan jumlah hari kerja kumulatif dalam periode tersebut. Tingkat Kekerapan atau Frequency Rate (FR) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: FR = Jumlah Korban Akibat Kecelakaan Tambang Jumlah Jam Kerja Tenaga Kerja X Catatan: Satu Juta Jam ( ) adalah jumlah jam kerja 500 tenaga kerja yang bekerja 40 jam seminggu dan 50 minggu pertahun. Tabel 3.21 Pengukuran Kinerja Sasaran 9 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum 0,5 0,19 263,15 Realisasi indikator Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum tahun 2014 realisasi capaiannya sebesar 0,19 atau 263,15% dari target target 0, Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Produktifitas perusahaan sangat dipengaruhi oleh 3 (tiga) unsur yaitu Keselamatan, Kualitas, dan Kuantitas, yang dikenal juga dengan istilah segitiga produktifitas. Apabila satu unsur tidak terpenuhi produktifitas pasti terganggu. Oleh karena itu pengelolaan keselamatan pertambangan merupakan hal yang sangat utama di dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Untuk dapat menilai kegiatan usaha pertambangan sudah berbudaya K3 dan memenuhi Adapun data kecelakaan tambang untuk Tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.22 Data Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2014 Kecelakaan Ringan Berat Mati Jumlah Jumlah Jam Kerja Kumulatif ,19 Besaran nilai yang dicapai pada Tahun 2014 untuk FR sebesar 0,19 sehingga angka FR tersebut di bawah target untuk Tahun 2014 (Target Tahun 2014 sebesar 0,50). Hal ini menunjukkan hasil yang positif dari jumlah kecelakaan tambang atau telah terjadi penurunan jumlah kecelakaan tambang. Tercapainya target penurunan tingkat FR 91

84 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja kekerapan kecelakaan tahun 2014 tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan secara intensif kepada perusahaan pertambangan mineral dan batubara serta aparat pengawas di provinsi dan kabupaten/kota. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatnya kesadaran penerapan keselamatan pertambangan dan terciptanya kondisi tambang yang aman, nyaman, sehat, dan selamat. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan serta keselamatan operasi pertambangan pada Tahun 2014 menunjukkan Penurunan FR apabila dibandingkan dengan Tahun FR pada tahun 2013 sebesar 0,31, sedangkan pada Tahun 2014 turun menjadi 0,19. Sementara itu, jumlah kecelakaan tambang yang terjadi pada tahun 2014 sebanyak 144 korban dimana terjadi penurunan kecelakaan tambang dibandingkan dari tahun 2013 yaitu sebanyak 232 korban. Secara keseluruhan, tren FR dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2014 juga mengalami penurunan setiap tahunnya seperti ditunjukkan pada Gambar Data tersebut merupakan Untuk jumlah korban kecelakaan tambang terutama pada kecelakaan tambang berakibat cidera ringan pada tahun 2014 berjumlah 38 orang, dimana sebelumnya menimpa 75 orang pada tahun Jumlah korban kecelakaan tambang berakibat cidera berat Tahun 2014 berjumlah 74 orang dan 111 orang pada Tahun Begitu juga dengan kecelakaan tambang berakibat mati dengan jumlah 32 orang pada Tahun 2014, dimana terjadi penurunan dibandingkan pada tahun 2013 sebanyak 46 orang. Gambar 3.45 menunjukkan Gambar 3.45 Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2009 s.d 2014 secara keseluruhan statistik kecelakaan tambang (cidera ringan, cidera berat, dan mati) untuk periode 2010 s.d Penurunan statistik kecelakaan tambang baik dari segi jumlah maupun FR, masih tetap menjadi perhatian bagi Ditjen Mineral dan Batubara serta Dinas Pertambangan Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta manajemen perusahaan untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan secara menyeluruh sehingga pada tahun yang akan dating kecelakaan fatal dapat dihindari. Gambar 3.44 Realisasi (Frequency Rate) FR Tahun 2009 s.d 2014 elemen positif dari jumlah kecelakaan tambang setiap tahunnya, artinya penurunan tersebut membuktikan bahwa jumlah kecelakaan tambang menurun setiap tahunnya. Upaya-upaya srategis yang telah dilakukan oleh Ditjen Minerba sepanjang tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang Memenuhi Persyaratan Keselamatan adalah: 1. Pengawasan Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Kegiatan pengawasan aspek pengelolaan keselamatan dilaksanakan dalam bentuk 92

85 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran kunjungan langsung ke lokasi pemegang IUP/KK- PKP2B. Sampai dengan akhir tahun 2014, telah dilaksanakan kegiatan pengawasan sebanyak 30 kali pengawasan di dua belas (12) provinsi. Gambar 5.38 memberikan ilustrasi bagaimana pengawasan pengelolaan keselamatan pertambangan minerba dilakukan seperti ditunjukkan pada Gambar Kegiatan pengawasan ini dilakukan untuk memenuhi regulasi mengenai pengelolaan keselamatan pertambangan diamanahkan dalam pasal 26 dan 27 pada Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang dalam implementasinya perlu dikembangkan dan ditingkatkan agar selaras dengan amanah Pasal 4 pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Selain itu kegiatan inspeksi di Tahun 2014 yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara untuk memastikan bahwa perusahaanperusahaan pertambangan baik itu KK, PKP2B dan IUP telah menyelenggarakan pengelolaan Keselamatan Pertambangan. 2. Penyerahan Penghargaan Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara Penyerahan Penghargaan Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan kegiatan rutin yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sejak tahun Tujuan pemberian Penghargaan ini adalah sebagai pendorong serta pemberi motivasi kepada para Kepala Teknik Tambang untuk dapat mencapai prestasi setinggi-tingginya dalam pengelolaan keselamatan pertambangan mineral dan batubara. Unsur penilaian Penghargaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas dua unsur penilaian, yaitu: a. Upaya pencegahan kecelakaan Unsur yang dinilai dalam upaya pencegahan kecelakaan adalah: 1) Kebijakan Keselamatan Pertambangan; Gambar 3.46 Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun

86 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 2) Peraturan Keselamatan Pertambangan; 3) Organisasi Keselamatan Pertambangan; 4) Kepala Teknik Tambang/ Penanggung Jawab Operasional; 5) Program Keselamatan Pertambangan; 6) Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko (IBPR), dan Penetapan Pengendalian; 7) Training Keselamatan Pertambangan; 8) Alat Pelindung Diri; 9) Kelistrikan dan Permesinan; 10) Pertemuan Keselamatan Pertambangan; 11) Kampanye/Promosi Keselamatan Pertambangan; 12) Kesehatan Kerja; 13) Inspeksi; 14) Investigasi Kecelakaan; 15) Kesiapsiagaan Keadaan Darurat; 16) Audit Keselamatan Pertambangan; dan Pemeriksaan lapangan. b. Statistik Kecelakaan Statistik kecelakaan yang dinilai adalah Tingkat Kekerapan Kecelakaan (Frequency Rate/FR) dan Tingkat Keparahan Kecelakaan (Severity Rate/ SR) pada periode Januari sampai dengan Desember Penerima penghargaan pengelolaan keselamatan pertambangan mineral dan batubara dibagi atas beberapa jenis: 1) Peraih Piagam (Reward) Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara terbagi dalam 3 (tiga) kategori peringkat, yaitu: a. Peraih Piagam ADITAMA bersimbol emas adalah perusahaan yang memperoleh NAP = 10. b. Peraih Piagam UTAMA bersimbol perak adalah perusahaan yang memperoleh NAP: 9 NAP < 10. c. Peraih Piagam PRATAMA bersimbol perunggu adalah perusahaan yang memperoleh NAP: 8 NAP < 9. 2) Peraih Trophi (Award) Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara diberikan kepada perusahaan yang terbaik diantara penerima piagam ADITAMA pada masingmasing kelompok. Kegiatan Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar Adapun perusahaan yang memperoleh penghargaan pada tahun 2014, sebanyak 47 perusahaan, sebagaimana terlampir dengan perincian pada Tabel Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemerintah Daerah Bidang Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Manfaat dari kegiatan adalah terciptanya suasana kerja yang aman pada pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara serta tumbuhnya pemahaman pada setiap orang yang berkecimpung dalam usaha pertambangan khususnya Pengawas Pemda bahwa keselamatan Gambar 3.47 Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun

87 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran pertambangan adalah modal awal untuk mencapai target operasi tambang. Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemerintah Daerah bidang Keselamatan Pertambangan Minerba telah dilaksanakan di 11 Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota, dan di 8 Provinsi di Indonesia, dengan rincian adalah Provinsi Sumatera Barat (Kota Sawahlunto), Provinsi Kepulauan Riau (Kabupaten Karimun), Tabel 3.23 Peraih Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Jenis Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Aditama (Emas) Jenis Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Utama (Perak) Penghargaan Pratama (Perunggu) Nama Perusahaan Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: - Tidak ada - Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Bukit Makmur Mandiri Utama Site PT Berau Coal PT Cipta Kridatama Site PT Tunas Inti Abadi Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Tunas Inti Abadi Nama Perusahaan Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Agincourt Resources PT Arutmin Indonesia North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) PT Berau Coal PT Kaltim Prima Coal PT Mahakam Sumber Jaya Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Dharma Henwa Site PT Kaltim Prima Coal PT Harita Panca Utama Site PT Tanito Harum PT Kalimantan Prima Persada Site PT Bhumi Rantau Energi PT Riung Mitra Lestari Site PT Trubaindo Coal Mining PT Sapta Indrasejati Site PT Adaro Indonesia Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Antam (Persero), Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara PT Antam (Persero), Tbk. UBPP Logam Mulia PT Antam (Persero), Tbk. UBPE Pongkor PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan PT Sebuku Iron Lateritic Ores PT Jemabayan Muarabara PT Telen Orbit Prima PT Timah (Persero), Tbk. Unit Metalurgi Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Bharinto Ekatama PT Indominco Mandiri PT Jorong Barutama Greston PT J resources Bolaang Mongondow PT Kalimantan Energi Lestari PT Kideco Jaya Agung PT Mandiri Intiperkasa PT Meares Soputan Mining PT Perkasa Inakakeerta PT Pesona Khatulistiwa Nusantara PT Tanjung Alam Jaya PT Teguh Sinar Abadi PT TambangTondano Nusajaya PT Vale Indonesia Tbk. Tambang Sorowako PT wahana Baratama Mining 95

88 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Jenis Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Pratama (Perunggu) Penghargaan Pratama (Perunggu) Penghargaan Tropi Nama Perusahaan Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Harita Panca Mandiri Utama Site PT Singlurus Pratama PT Madhani talatah Nusantara Site PT Berau Coal PT Pamapersada Nusantara Site PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim PT petrosea Site PT Kideco Jaya Agung PT Thiess Contractors Indonesia Site PT Teguh Sinar Abadi Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim PT Kitadin Site Emablut PT Kitadin Site Tandung Mayang PT Lamindo Inter Multikon PT Mega Alam Sejahtera PT Timah (Persero), TBK. Unit Kundur Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: - Tidak ada - Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Cipta Kridatama Site PT Tunas Inti Abadi Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Tunas Inti Abadi Provinsi Banten (Kabupaten Pandeglang), Provinsi Jawa Barat (Kota Cirebon), Provinsi Kalimantan Tengah (Kabupaten Kapuas), Provinsi Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Kutai Timur), Provinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin), Provinsi Papua (Kabupaten Mimika). Gambar 3.48 memberikan ilustrasi pelaksanaan Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemerintah Daerah Bidang Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur 4. Pelaksanaan Fire & Rescue Challenge di Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara. Kegiatan Fire and Rescue Challenge ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan personil maupun tim Emergency Response dengan belajar dari tim lain. Maksud diadakannya kegiatan ini adalah memberikan kesempatan kepada Tim Emergency Response untuk melaksanakan penanganan keadaan darurat sesuai dengan skenario yang sudah dibuat seperti penyelamatan di air, penyelamatan di ketinggian, Gambar 3.48 Pemberdayaan Aparat PEMDA Dalam Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun

89 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran penyelamatan dalam kendaraan dan penyelamatan di area convince space, peningkatan keterampilan dalam Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dan penyelamatan lainnya. Setiap tim diberikan skenario kasus insiden yang harus dilaksanakan dan dipecahkan sampai korban dievakuasi. Tim tersebut harus melakukan evakuasi dengan cara dan prosedur yang dikuasai oleh masing-masing team, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dari personil Emergency Response, dan memberi kesempatan kepada Tim dari satu perusahaan untuk menunjukkan dan mengukur sejauh mana proses belajar yang telah dilakukan dapat berjalan dengan efektif dan mencapai hasil yang maksimal. Tahap kegiatan ini dilakukan dengan: a). membuat skenario keadaan darurat yang mungkin timbul pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara, b). menyertakan perusahaan yang telah mempunyai rescue team dan bagi perusahaan yang belum mempunyai rescue team diundang sebagai yang bergerak di pertambangan, Migas, industri dan listrik. Kegiatan ini diikuti oleh 13 tim dari 12 perusahaan. Gambar 3.49 memberikan ilustrasi pelaksanaan Fire and Rescue Challenge di Pertamina Training Center, Sungai Gerong, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Tahun Pertemuan Teknis Tahunan Kepala Dinas. Kegiatan Pertemuan Teknis Tahunan Kepala Dinas selaku KAIT Seluruh Indonesia dilakukan sebagai sarana koordinasi, inventarisasi berbagai permasalahan di daerah untuk mencari penyelesaian serta juga menyamakan persepsi dalam pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan. Disamping itu juga mendorong Kepala Dinas selaku KAIT untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pengelolaan Keselamatan Pertambangann secara terintegrasi dan terkoordinasi, agar tugas pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan Gambar 3.49 Pelaksanaan Fire & Rescue Challenge Tahun 2014 peninjau dan sekaligus diminta agar segera membentuk rescue team. Hasil dari kegiatan ini adalah terciptanya peningkatan fire and rescue team dalam melakukan penyelamatan akibat kebakaran dan keadaan darurat sesuai dengan pedoman pelaksanaan penyelamatan sehingga korban jiwa dan harta dapat diperkecil. Pada tahun 2014 ini kegiatan diadakan di Pertamina Training Center, Sungai Gerong, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selata, yang diikuti dari beberapa team Fire and Rescue dari perusahaan terlaksana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Manfaat kegiatan ini adalah terlaksananya pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang usaha pertambangan secara terkoordinasi dan terintegrasi antara pusat dan daerah serta adanya pemahaman yang sama dalam melaksanakan tugas pengawasan. Kegiatan pertemuan teknis tahunan Kepala Dinas/ KAIT pertambangan dan energi seluruh Indonesia dilaksanakan dengan mengundang Kepala Dinas/ 97

90 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja KAIT seluruh Indonesia dengan terlebih dahulu dilakukan inventarisasi berbagai persoalan di daerah-daerah dalan pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan Keselamatan bidang pertambangan untuk dibahas secara bersama. Berdasarkan hasil pembahasan pada pertemuan KADIS Selaku KAIT tahun 2014 dengan tema Strategi Pencegahan Kecelakaan Tambang Berakibat Berat dan Mati, telah disepakati beberapa hal yaitu: a. Dalam mengemban amanah rakyat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu kejelasan tentang pengelolaan Inspektur Tambang; b. Dalam memenuhi target 1000 Inspektur Tambang, Calon Inspektur Tambang di daerah segera diangkat dan membuat terobosan dalam mendayagunakan Pejabat Struktural yang memiliki kompetensi Inspektur Tambang; c. Perlu ditingkatkan kewajiban pelaporan kecelakaan tambang dariinstansi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi Pertambangan; d. Investigasi kecelakaan tambang berakibat mati di Kabupaten/Kota diperiksa bersama oleh Inspektur Tambang Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota; e. Kepala Inspektur Tambang agar menekankan kepada Kepala Teknik Tambang untuk menindaklanjuti hasil evaluasi Medical Check Up 6. Pertemuan Teknis Tahunan Kepala Teknik Tambang Ditjen Minerba menyelenggarakan kegiatan Pertemuan Teknis KTT Perusahaan Pertambangan Seluruh Indonesia sebagai sarana koordinasi, inventarisasi berbagai permasalahan di daerah untuk mencari penyelesaiannya serta penyamaan persepsi dalam pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan di daerah. Kegiatan ini juga mendorong KTT Perusahaan Pertambangan Seluruh Indonesia untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pengelolaan keselamatan pertambangan secara terintegrasi dan terkoordinasi, agar tugas pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan terlaksana sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Manfaat kegiatan ini adalah terciptanya pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang usaha pertambangan secara terkoordinasi dan terintegrasi antara pengawas dengan KTT. Hasil kegiatan pertemuan KTT tahun 2014 ini adalah bahwa telah disepakati dalam pembahasan dengan tema Strategi Pencegahan Kecelakaan Tambang Berakibat Berat dan Mati sebagai berikut : a. Kepala Teknik Tambang melakukan identifikasi ulang, memetakan dan membuat daftar potensi kecelakaan berakibat berat dan atau mati, serta membuat strategi pencegahan yang terukur dan melaporkan kepada Kepala lnspektur Tambang; b. Membekali lini manajemen mulai dari puncak pimpinan tentang safety leadership dan safety accountability, dan menetapkan standar minimal pengetahuan dan kemampuan (knowledge & skill) yang harus dimiliki; c. Menetapkan identitas khusus bagi pekerja baru (pelaksana) yang bekerja di pertambangan dengan masa kerja kurang dari 2 (dua) tahun untuk memudahkan pengawasan; 7. Bimbingan Dalam Rangka Membudayakan Keselamatan Pertambangan Pada Pekerja Di Kegiatan Izin Pertambangan Rakyat. Kegiatan Bimbingan Dalam Rangka Membudayakan Keselamatan Pertambangan Pada Pekerja Di Kegiatan Izin Pertambangan Rakyat Bimbingan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan Keselamatan Pertambangan bagi pengelola/ pemegang izin pertambangan rakyat dalam bentuk pengawasan administrasi dan di lapangan. Kegiatan ini juga dimaksudkan dalam rangka peningkatan kapasitas dan pemahaman terhadap pengelolaan keselamatan pertambangan oleh pemegang Izin Pertambangan Rakyat yang sesuai dengan kaidah good mining practice. 98

91 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 3.3 Akuntabilitas Keuangan Anggaran tahun 2014 merujuk pada dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2014 sebesar Rp , terdiri DIPA Induk dan sesuai dengan DIPA petikan No. SP DIPA /2014 tanggal 5 Desember Namun di dalam perjalanan Tahun 2014 mengalami beberapa perubahan/revisi seperti ditunjukkan pada Tabel No DIPA PAGU Blokir 1. DIPA Awal tahun No. petikan No. SP DIPA /2014 tanggal 5 Desember Revisi I (DJA) Pembukaan Blokir 3. Revisi II (DJA) Pengmbalian Out Put cadangan Revisi III (Kanwil DJPB) Pergeseran Anggaran dalam satu kegiatan Revisi IV (Kanwil DJPB) Pergeseran Anggaran dalam satu kegiatan Tabel 3.24 Perkembangan Revisi DIPA Satuan Kerja Ditjen Mineral dan Batubara Tahun 2014 Output Cadangan Keterangan Terdiri DIPA Induk & Petikan No. SP DIPA /2014 tanggal 5 Desember 2013 Surat Pengesahan DJA No.129/AG/2014 Tgl.23 Januari 2014 Surat Pengesahan DJA No.S-1246/AG /2014 Tgl.14 Juli 2014 Surat Pengesahan DJPB No.S-3626/ WPB.12 /2014 Tgl.22 September 2014 Surat Pengesahan DJPB No.S-4162/ WPB.12 /2014 Tgl.17 Oktober 2014 DJA = Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan; DJPB=Direktorat Jenderal Perbendaharaan; KPA=Kuasa Pengguna Anggaran; Tabel 3.25 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 UNIT JENIS BELANJA PAGU APBN-P (Rp Juta) REALISASI 2014 (Rp Juta) SISA ANGGARAN % (Realisasi/Pagu) 1904 Belanja Barang , , ,10 57,23% 1904 Belanja Barang , , ,96 63,80% 1906 Belanja Pegawai , , ,82% Belanja Barang , , ,71 71,79% Belanja Modal , , ,76 33,46% 4030 Belanja Barang , , ,85 23,94% 4031 Belanja Barang , , ,92 43,15% JUMLAH , , ,43 54,03% 99

92 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Sampai dengan Bulan September 2014, kumulatif telah terjadi 2 (dua) kali perubahan terhadap pagu Ditjen Mineral dan Batubara hingga pada perolehan PAGU definitif sebesar Rp , terdiri dari Rupiah Murni Rp dan PNP Rp yang kronologis perjalanan revisi anggaran tersebut ditunjukkan pada Tabel Jumlah pagu definitif sebesar Rp , inilah yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan capaian pada sisi akuntabilitas keuangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dalam Laporan Kinerja (LKj) Tahun Adapun anggaran dan realisasi belanja dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 seperti pada Tabel mengikuti pengadaan yang dilakukan melalui sistem e-procurement sehingga mengakibatkan banyak terjadinya gagal lelang. Kalau dilihat dari realisasi anggaran berdasarkan unit eselon II di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014, realisasi anggaran tertinggi berada di kegiatan Pembinaan Keteknikan Lindungan Lingkungan dan Usaha Penunjang Bidang Mineral dan Batubara sebesar 63,80%. Adapun realisasi seluruh unit eselon II di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 selengkapnya ditunjukkan pada Tabel Kode Tabel 3.26 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 Berdasarkan Unit Kerja (Juta Rupiah) Uraian Pagu APBN-P (Rp Juta) Realisasi 2014 (Rp Juta) 1904 Penyusunan Kebijakan dan Program Serta Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Mineral dan Batubara , ,95 57, Pembinaan Keteknikan Lindungan Lingkungan dan Usaha Penunjang Bidang Mineral , ,98 63,80 dan Batubara 1906 Dukungan Manajemen dan Teknis Ditjen Mineral dan Batubara , ,78 61, Pembinaan dan Pengusahaan Batubara , ,06 23, Pembinaan dan Pengusahaan Mineral , ,07 43,15 TOTAL , ,34 54,03 % Dari Tabel 3.25, terlihat bahwa realisasi belanja pegawai satuan kerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara memiliki presentasi realisasi terbesar yaitu Rp ,88 atau pencapaiannya 97,82%. Realisasi anggaran Ditjen Mineral dan Batubara Tahun 2014 sebesar Rp atau hanya mencapai 54,03% dari pagu definitif sebesar Rp ,000 disebabkan hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya selisih pagu dengan nilai kontrak yang dilakukan oleh pihak ketiga dan adanya kegiatan yang gagal lelang; 2. Belum sepenuhnya rekanan mampu untuk 100

93

94 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 3.1 Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2014 A nalisis akuntabilitas kinerja program dan kegiatan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 merupakan analisis keterkaitan antara sasaran strategis program dan kegiatan, indikator kinerja, pengukuran capaian kinerja, dan evaluasi capaian kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) tahun 2014 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja sasaran yang telah ditetapkan. Hal yang perlu dibedakan adalah antara kinerja yang akan diukur dan indikator kinerja yang akan digunakan untuk mengukur. Apabila kinerja menunjukkan suatu kondisi, maka indikator kinerja merupakan alat yang memberikan gambaran atau penilaian mengenai kondisi tersebut. Mengingat Tahun 2014 adalah tahun terakhir dari pencapaian Rencana Strategis DItjen Minerba periode , maka pembahasan realisasi capaian tahun 2014, dilakukan pula perbandingan dengan realisasi tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, realisasi dan prosentase capaian Tahun 2014 juga dibandingkan dengan dengan data eksternal misalnya dengan negara lain, data asosiasi/ lembaga lokal maupun internasional, dan sebagainya. Adapun rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja DJMB Tahun 2014 Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Capaian (%) Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Jumlah investasi bidang mineral dan batubara 421 Juta Ton (Batas Atas) 386 Juta Ton (Batas Bawah) 95,5 Juta Ton (KepMen ESDM No.2901.K/30/ MEM/ , ,53 US$ Juta 7, ,93 Terwujudnya peran penting sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara Terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum Terwujudnya pemberdayaan nasional Jumlah penerimaan negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara Rp. 39,6 Triliun 35,49 89,48 Rp. 1,7 Triliun 2, ,17 Rp. 18,8 Triliun 15,72 83, Perusahaan Jumlah smelter beroperasi 15 Perusahaan 14 93,33 Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara 61% 76,7 125,73 98% 98,85 100,87 50

95 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Capaian (%) Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum Orang , ha 6.596,59 101,49 87,5% (mineral) 90% (batubara) 75% (mineral) 97% (batubara) 90,7 (mineral) 94,3 (batubara) 82,9 (mineral) 94,3 (batubara) ,5 0,19 263,15 Secara garis besar sasaran strategis yang telah ditargetkan dapat dicapai, namun demikian masih belum sepenuhnya tercapai karena masih terdapat beberapa sasaran strategis yang tidak berhasil diwujudkan pada tahun 2014 ini. Sedangkan sasaran maupun target indikator kinerja yang tidak berhasil diwujudkan tersebut, Ditjen Minerba telah melakukan beberapa analisis dan evaluasi agar terdapat perbaikan pelaksanaan dan penanganan program dan kegiatan di masa mendatang serta penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan. 3.2 Analisis Capaian Kinerja Hingga akhir Tahun 2014 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah melaksanakan seluruh kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam melaksanakan amanat pembangunan sub sektor mineral dan batubara sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2014 dan dokumen Penetapan Kinerja (PK) Tahun Adapun dalam capaian sasaran dapat dilihat, berikut di bawah ini: Meningkatnya Kemampuan Pasokan Energi Untuk Domestik (Sasaran I) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik, realisasi capaiannya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP dan jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Adapun realisasi capaian sasaran seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Pengukuran Kinerja Sasaran 1 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Juta Ton Juta Ton 421 (Batas Atas) 386 (Batas Bawah) 95,55 (KepMen ESDM No.2901.K/30/ MEM/2013) , ,53 51

96 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Sampai dengan akhir Tahun 2014, indikator kinerja jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP realisasi pencapaiannya sebesar 458 juta ton atau 108,79% dari target produksi batas atas sebesar 421 juta ton dan batas bawah sebesar 386 juta ton. Untuk indikator Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri realisasi pencapaiannya sejumlah 76 juta ton atau 79,53% dari target sebesar Rp 95,55 juta ton sesuai KepMen ESDM No.2901.K/30/MEM/ Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran 1 Pencapaian sasaran meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik sangat ditentukan oleh ketersediaan batubara yang dihasilkan dari produksi PKP2B, PTBA dan IUP yang saat ini ada. Dari rencana produksi antara 386 juta ton 421 juta ton, sampai dengan akhir Tahun 2014 realisasi produksi batubara sudah mencapai 458 juta ton atau realisasi capaiannya 108,79% terhadap target tahun 2014 sebesar 421 juta ton, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut. Gambar 3.1 Produksi Batubara Tahun 2014 Kalau dilihat data realisasi produksi batubara periode 5 tahun terakhir sesuai dengan periode Rencana Strategis DJMB Gambar 3.2 Produksi Batubara Periode seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2, maka ada kecenderungan adanya trend positif pertumbuhan rata-rata produksi batubara sebesar 12,8%/tahun, hal ini berimplikasi pada peningkatan perekonomian nasional. Batubara saat ini masih diperlakukan sebagai komoditi, artinya sebagai sumber Pendapatan Negara (state revenue), sehingga peningkatan produksi akan berimbas pada kenaikan besaran Penerimaan Negara. Produksi nasional batubara berasal dari pencatatan produksi perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), PT Bukit Asam (PTBA) yang merupakan IUP BUMN serta produksi dari IUP yang izinnya diterbitkan oleh Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan rincian produksinya seperti pada Tabel 3.3. Untuk PKP2B, pertumbuhan produksi batubara selama kurun waktu lima tahun terakhir ( ) mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 7,7%/tahun. Sedangkan pertumbuhan produksi batubara PTBA sempat mengalami pertumbuhan produksi negatif pada Tahun 2013 sebesar -1% jika dibandingkan produksi tahun 2012 tetapi mengalami pertumbuhan positif kembali pada Tabel 3.3 Produksi Batubara Nasional Periode (Ribuan Ton) No Kontraktor BUMN (PT BA) PKP2B IUP OP Total

97 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tahun 2014 sebesar 19% dibandingkan dengan produksi Tahun Secara keseluruhan angka pertumbuhan produksi IUP BUMN (PTBA) selama periode rata-rata tumbuh positif sebesar 8,1%/tahun. Kemudian produksi batubara dari IUP yang merupakan kewenangan PEMDA (Prov/Kab/Kota) selama periode mengalami pertumbuhan positif yang sangat signifikan yaitu rata-rata sebesar 42%/tahun. Ilustrasi kegiatan produksi batubara ditunjukkan pada Gambar 3.3. kelangkaan batubara. Domestic market obligation (DMO) batubara adalah kewajiban pemasokan batubara untuk kebutuhan pemakai batubara di dalam negeri. DMO batubara dikenakan kepada badan usaha pertambangan batubara di Indonesia, dalam rangka mengamankan penyediaan batubara dalam negeri. Dalam pelaksanaan kebijakan DMO batubara, produsen batubara diwajibkan menjual sejumlah tertentu batubara yang diproduksikannya ke dalam negeri, yang selanjutnya disebut sebagai kuota DMO batubara. Penentuan besarnya kuota DMO batubara dilakukan setiap tahun berdasarkan jumlah kebutuhan batubara dan tingkat produksi batubara pada tahun yang bersangkutan. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.2901.K/30/MEM/2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2014 maka untuk DMO tahun 2014 sebesar 95,5 juta ton atau sekitar 22,68% dari total produksi batubara sebesar 421 juta ton dengan rincian seperti terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Realisasi DMO Tahun 2014 sesuai Kepmen ESDM No.2901.K/30/2013 Gambar 3.3 Kegiatan Produksi Batubara No Perusahaan Persentase Kebutuhan Per Pembeli batubara Indonesia dari mancanegara tahun 2014 masih didominasi oleh buyer tradisional yaitu Cina dan India. Selain itu juga Jepang, Malaysia, Korea, negara-negara Eropa dan Afrika. Pembeli domestik yaitu PLTU, industri semen, metalurgi, pupuk, pulp & paper, dengan PLTU sebagai konsumen terbesar. Selain peran batubara sebagai komoditi, batubara juga memiliki peran sebagai salah satu jenis energi primer yang diprioritaskan untuk pasokan bagi kebutuhan domestik. Pasokan batubara untuk domestik memiliki korelasi ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional. Pasokan batubara untuk sumber energi domestik perlu dipenuhi dan dijaga supaya tidak terjadi End User Per Tahun Rencana Tahun 2014 (Juta Ton) Realisasi Tahun 2014 (Juta Ton) 1 PLTU 82,37% 78,7 65,975 PT PLN (Persero), PLTGB, PLTGBB 60,07% 57,4 47,435 IPP 20,84% 19,91 17,583 PT Freeport Indonesia 0,555 1,45% 1,39 PT Newmont Nusa Tenggara 0,403 2 Semen 10,26% 9,8 7,187 Semen Indonesia 10,26 9,8 7,187 3 Metalurgi 3,38% 3,23 0,298 PT Vale Indonesia 0,149 3,38% 3,23 PT ANTAM (Persero) Tbk 0,149 4 Tekstil, Pupuk & Pulp 4,0% 3,82 2,722 Tekstil & Produk Tekstil 2,16% 2,06 1,458 Pupuk 1,21% 1,16 0,400 Pulp 0,63% 0,6 0,864 Total 100,00% 95,55 76,183 53

98 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasinya sebesar 76 juta ton atau 79,53% dari target DMO sebesar 95,5 juta ton yang dikontribusikan dari 50 (lima puluh) perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), 1 (satu) perusahaan Badan Usaha Milik Negara; dan 34 (tiga puluh empat) perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan batubara. Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan tidak terealisasinya target capaian sasaran strategis meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik disebabkan kebutuhan batubara PLN menurun akibat mundurnya jadwal commercial on date (COD) dari PLTU MW dan terjadi kenaikan/penurunan produksi dari Badan Usaha Pertambangan Batubara khususnya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Selanjutnya, secara spesifik yang menjadi hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan DMO 2014, yaitu: 1. Belum ditetapkan mekanisme adjusment pada tahun berjalan (sebelum bulan Desember) bila produksi/kebutuhan batubara domestik naik atau turun; 2. Sanksi untuk pemakai domestik tidak dapat diterapkan. Untuk mengatasi hambatan dan permasalahan tersebut diatas langkah antisipasi yang diambil oleh Ditjen Minerba adalah sebagai berikut: 1. Adanya revisi Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 yang mengatur, sebagai berikut: a) Adjusment pada tahun berjalan jika terjadi perubahan produksi dan/atau kebutuhan domestik; b) Perbaikan sistem transfer kuota; c) Aturan teknis mekanisme pengenaan sanksi. 2. Adanya kajian DMO untuk Badan Usaha Pertambangan Batubara yang dapat memasok batubara sesuai kualitas batubara yang diperlukan di dalam Negeri; 3. Sanksi bagi pemakai domestik tidak dengan pengurangan alokasi pasokan; 4. Pertemuan rutin dengan pihak buyer/pembeli batubara domestik khususnya PLN; 5. Meminta masukan dari pihak terkait guna perbaikan mekanisme DMO; 6. Meningkatkan demand domestik dengan cara memperbanyak PLTU mulut tambang, gasifikasi dan pencairan batubara Capaian Sasaran Meningkatnya Investasi Sub Sektor Pertambangan Umum (Mineral dan Batubara) (Sasaran 2) Realisasi Capaian Sasaran 2 Sasaran strategis Meningkatnya Investasi Sub Sektor Mineral dan Batubara, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu jumlah investasi bidang mineral dan batubara. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam Tabel 3.5. Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasinya sebesar US$ 7, juta atau 144,93% dari target investasi sebesar US$ 5,793 juta Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Setiap penyusunan kebijakan sub sektor mineral dan batubara perhatian utamanya adalah pada pengembangan investasi. Kebijakan secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap besaran investasi pada sub sektor mineral dan batubara. Terbitnya UU No.4/2009 beserta aturan pendukungnya telah mengantisipasi akan adanya perubahan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah pertanyaan investor terhadap easy doing business sub sektor mineral dan batubara dan atau business uncertainty. Tabel 3.5 Pengukuran Kinerja Sasaran 2 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Jumlah investasi bidang mineral dan batubara Juta US$ 5,793 7, ,93 54

99 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 3.6 Realisasi Investasi Periode Tahun (US$ Juta) Batubara yang menekankan kegiatan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Perusahaan Realisasi KK 1.479, , ,39 1, ,32 PKP2B 764,4 958, , ,35 IUP BUMN 38, , ,77 IUJP 904,82 986, , ,43 SMELTER 1, Jumlah 3.186, , ,33 5, , Meskipun kondisi global yang sedang dilanda resesi ekonomi, tetapi pertumbuhan yang positif ditunjukan oleh industri pertambangan dengan tingginya tingkat kepercayaan dari investor untuk menanamkan modalnya di kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. Hal ini tercermin dari pertumbuhan investasi bidang mineral dan batubara mencatatkan trend pertumbuhan positif selama lima tahun terakhir ( ) rata-rata pertumbuhan sebesar 24,3%/tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5 di atas. Target investasi yang dicanangkan tahun 2014 sub sektor mineral dan batubara sebesar USD 5, juta, sampai dengan akhir Desember Tahun 2014 didapatkan bahwa nilai investasi sub sektor mineral dan batubara sebesar USD 7, juta, dengan kata lain investasi sub sektor mineral dan batubara mengalami peningkatan sebesar 144,93% dari target yang dicanangkan. Adapun nilai investasi yang didapatkan berasal dari rekapitulasi investasi KK, PKP2B, IUP BUMN diantaranya PT Timah, PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT Antam, Tbk serta Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Untuk meningkatkan investasi, Ditjen Mineral dan Batubara pada Tahun 2014 telah melakukan berbagai cara dalam meningkatkan investasi, yaitu: a. Melakukan berbagai promosi dan melakukan kerjasama bilateral, regional dan multilateral; Kegiatan kerjasama luar negeri yang dilakukan, baik itu mulitilateral maupun bilateral antara lain: Terdapat 4 (empat) jenis Kerjasama Bilateral meliputi: Indonesia Thailand Energy Forum (ITEF); Indonesia Japan Coal Policy Dialogue (IJCPD); Indonesia Norwegia Bilateral Consultation; Indonesia Iraq Joint Working Group On Energy And Mineral Resources. Selanjutnya terdapat 3 (tiga) jenis Kerjasama regional meliputi: ASEAN Forum On Coal (AFOC); ASEAN Senior Official Meeting on Minerals (ASOMM) & ASOMM +3; Senior Officials Meeting on energy (SOME); ASEAN Ministerial On Energy Meeting (AMEM); ASEAN +3 Energy Security Forum; The 5th Meeting Of Committee Of The Whole For ASEAN Economic Community (APEC MTF). Serta 2 (dua) jenis Kerjasama Multilateral yaitu: China ASEAN Mining Cooperation Pencapaian sasaran strategis Meningkatnya Investasi di Sub Sektor Mineral dan Batubara yang melebihi target pada tahun 2014 dikarenakan iklim investasi kondusif dan promosi investasi melalui kegiatan kerjasama bilateral, regional maupun multilateral sesuai dengan harapan sehingga mendatangkan investor-investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, terlebih dengan kebijakan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Gambar 3.4 Kerjasama Investasi Sub Sektor Minerba antara Indonesia Japan Tahun

100 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Forum & Exhibition; APEC Mining Task Force (MTF). Adapun ilustrasi bentuk kerjasama investasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. b. Memberikan kepastian hukum bagi investor; Mengingat kepastian hukum adalah salah satu prasyarat investasi, maka Ditjen Minerba untuk Tahun 2014 telah menyusun regulasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya mineral dan batubara. Berikut daftar regulasi yang telah diterbitkan sepanjang tahun 2014 antara lain: 1. Peraturan Pemerintah : a. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketdua Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara; b. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan. 2. Peraturan Menteri ESDM : a. Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri; b. Permen ESDM No. 7 Tahun 2014 tentang p e l a k s a n a a n R e k l a m a s i d a n Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; c. Permen ESDM No. 10 Tahun 2014 tentang Tata Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara Untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang; d. Permen ESDM No. 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian; e. Permen ESDM No. 14 Tahun 2014 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. 3. Peraturan Direktur Jenderal Minerba : a. Perdirjen Nomor 698 K/30/DJB/2014 tentang Pedoman Persetujuan Hak Akses Dalam Penyediaan Dan Pelayanan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral dan Batubara; b. Perdirjen Nomor 480 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Batubara Jenis Tertentu dan Batubara Untuk Keperluan Tertentu; c. Perdirjen Nomor 481 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Penetapan Surveyor Untuk Verifikasi Analisa Kualitas dan Kuantitas Penjualan Batubara; d. Perdirjen Nomor 861K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Evaluasi Permohonan Rekomendasi Persetujuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan Mineral Logam; e. Perdirjen Nomor 432 K/30/DJB/2014 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Tahun 2014; f. Perdirjen Nomor 714 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Eksportir Terdaftar Batubara; g. Perdirjen Nomor 216 K/30/DJB/2014 tentang Tata Cara Permohonan Pertimbangan Teknis Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. 4. Keputusan Direktur Jenderal Minerba a. Kepdirjen Nomor 479.K/30/DJB/2014 tentang Biaya Produksi Untuk Penentuan Harga Batubara Tahun 2014; b. Kepdirjen Nomor 215.K/30/DJB/2014 tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Jenis Pelayanan Perizinan di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Minerba a. Edaran Nomor 01 E/30/DJB/2014 tentang Persyaratan Rekomendasi Untuk Mendapatkan Pengakuan Et-Produk Pertambangan; b. Edaran Nomor 02 E/30/DJB/2014 tentang Persyaratan Rekomendasi Untuk 56

101 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Mendapatkan Pengakuan ET-Produk Pertambangan Mineral Logam Hasil Pengolahan; c. Edaran Nomor 04 E/30/DJB/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penataan Perizinan Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi; d. Edaran Nomor 05 E/37/DJB/2014 tentang Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Pasca Berlakunya PP No. 1 Tahun 2014 dan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014; e. Edaran Nomor 06 E/36/DJB/2014 tentang Pedoman Persetujuan Laporan Hasil Eksplorasi dan Studi Kelayakan Mineral dan Batubara; f. Edaran Nomor 08 E/30/DJB/2014 tentang Kewajiban Peningkatan Tahap Kegiatan Bagi Pemegang Kontrak Karya dan Perpanjian Karya Pengusahaan Batubara. c. Menerapkan pelayanan terpadu dengan sistem pelayanan satu pintu; Salah satu cita-cita reformasi adalah dengan diterapkannya good governance. Salah satu makna yang terkandung dalam tata pemerintahan yang baik (good governance), sebagaimana yang tersarikan dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, adalah bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima. Oleh sebab itu, instansi pemerintah dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, meningkatkan partisipasi aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat, dan juga penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam semangat untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara secara konsisten terus berupaya mengembangkan Ruang Pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (RPIIT) sebagai wadah pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu. Melalui Instruksi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara nomor 01 I/30/DJB/2014, RPIIT menyelenggarakan beberapa perizinan mineral dan batubara sebagai berikut: 1. Sertifikat Clean and Clear (C&C); 2. Rekomendasi Pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET) Produk Pertambangan; 3. Rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE); 4. Pertimbangan Teknis Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH); 5. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing; 6. Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP); 7. Surat Keterangan Terdaftar (SKT); 8. Izin Prinsip Pengolahan dan/atau Pemurnian; 9. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan/atau Penjualan; 10. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan/atau Pemurnian; 11. Persetujuan Perubahan Status Perusahaan PMA menjadi PMDN atau PMDN menjadi PMA; 12. Persetujuan Perubahan Kepemilikan Saham Perusahaan; 13. Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan; 14. Persetujuan Perubahan Direksi dan Komisaris; 15. Persetujuan Perubahan Investasi dan Sumber Pembiayaan; dan 16. Pemberian Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) Pada dasarnya, unsur pelayanan publik meliputi transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik. Ketiga sumbu utama tersebut telah secara komprehensif mengatur kewajiban badan/pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka dan efisien kepada publik. Badan-badan publik diwajibkan untuk semakin transparan dalam menyampaikan informasi pelayanan publik. Gambar 3.5 Jenis pelayanan di RPIIT Ditjen Minerba 57

102 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Pada sepanjang tahun 2014, RPIIT menerima dan melayani sejumlah kurang lebih pengunjung baik itu yang berkepentingan dalam mendapatkan informasi, pencetakan peta, mengambil produk perizinan, ataupun mengajukan permohonan perizinan. Sedangkan jumlah permohonan perizinan yang lengkap dan diterima mencapai kurang lebih permohonan dengan rata-rata 16 permohonan masuk setiap harinya dengan info grafis pelayanan di RPIIT seperti pada Gambar 3.5. d. Memberikan data dan informasi yang benar dan akurat kepada calon investor; Berbagai kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor pertambangan mineral dan batubara menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan informasi subsektor mineral dan batubara menjadi demikian pesat. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang, dan informasi publik merupakan sarana dalam upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi. Dalam rangka menunjang penyampaian informasi kepada publik, maka Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) senantiasa terus mengembangkan konten-konten yang dihadirkan melalui situs resmi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pemberian informasi kepada publik tidak hanya diberikan melalui situs resmi. Ruang Pelayanan Informasi dan Investasi Terpadu (RPIIT) dikembangkan salah satunya sebagai tempat publik mendapatkan informasi subsektor pertambangan mineral dan batubara. Dalam rangka mengefektifkan penyampaian informasi perizinan, Ditjen Minerba telah pula mengembangkan sistem pelacakan secara on-line (e-tracking system) yang dapat diakses publik pemohon perizinan dari manapun. Melalui e-tracking system seperti pada Gambar 3.7, publik pemohon dapat mengetahui secara cepat dan jelas atas perkembangan evaluasi terhadap dokumen perizinan yang dimohonkan. Gambar 3.7 Aplikasi e-tracking System Capaian Sasaran Terwujudnya Peran Penting Sub Sektor Mineral dan Batubara Dalam Penerimaan Negara (Sasaran 3) Realisasi Capaian Sasaran Gambar 3.6 Website Resmi Ditjen Minerba Publik dapat memantau perkembangan informasi sub sektor mineral dan batubara seperti diantaranya profil Ditjen Minerba berita atau kegiatan yang diselenggarakan oleh Ditjen Minerba, seluruh informasi terkait dengan perizinan, dan produk hukum. Sasaran strategis Terwujudnya Peran Penting Sub sektor Mineral dan Batubara Dalam Penerimaan Negara, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara). Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya diuraikan dalam Tabel 3.7. Sampai dengan akhir Tahun 2014, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 35,49 Triliun atau 89,48% dari target APBN 2014 maupun APBN-P 2014 untuk PNBP sebesar Rp 39,66 Triliun. 58

103 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Tabel 3.7 Pengukuran Kinerja Sasaran 3 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya Peran Penting Sub sektor Mineral dan Batubara Dalam Penerimaan Negara Jumlah penerimaan Negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Rp Triliun 39,6 35,49 89,48 Realisasi PNBP sebesar Rp. 35,49 triliun tersebut, terdiri atas iuran tetap (deadrent) Rp. 453,20 milyar, iuran produksi (royalty) Rp. 19,190 triliun dan penjualan hasil tambang Rp. 15,843 triliun Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Sub sektor mineral dan batubara memiliki peran yang strategis dalam pencapaian pembangunan ekonomi Indonesia. Peranan sub sektor minerba yang pro-growth terefleksikan dalam kontribusinya terhadap penerimaan negara (state revenue). Hasil kontribusi yang nyata adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sub sektor pertambangan umum. Kontribusi yang diberikan ini adalah hasil kerja keras semua pihak dalam membangun dan meningkatkan industri pertambangan Indonesia. Pencatatan pajak sub sektor pertambangan umum adalah pencatatan yang dilakukan Kementerian Keuangan, sedangkan pencatatan PNBP sub sektor mineral dan batubara adalah pencatatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, sehingga pada perjanjian kinerja hanya dijelaskan mengenai realisasi PNBP sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) yang menjadi tugas dari Ditjen Mineral dan Batubara. Satu hal yang menggembirakan realisasi PNBP Minerba senantiasa menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8, pertumbuhan PNBP selama lima tahun terakhir Periode sebesar rata-rata 18,0%/tahun. Untuk rincian komponen PNBP Pertambangan Umum (Mineral dan Batubara) yang terdiri atas iuran tetap, royalti dan penjualan hasil tambang realisasi dari tahun ke tahun juga menunjukkan peningkatan yang signifikan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Realisasi PNBP Sub Sektor Minerba Jenis PNBP Realisasi Iuran Tetap 0,16 0,3 0,38 0,818 0,435 Royalti 13,05 16,3 16,48 18,138 19,19 Penjualan Hasil Tambang 5,34 7,6 8,2 9,45 15,84 Total 18,6 24,2 25,07 28,407 35,49 Meskipun realisasi PNBP Tahun 2014 tidak memenuhi target, namun jika dibandingkan dengan realisasi Tahun 2013 meningkat 25% ditengah harga mineral dan batubara tahun 2014 yang masih mengalami tekanan dan cenderung terus menurun sejak tahun Selain itu turunnya produksi mineral dikarenakan adanya pembatasan sesuai dengan Permen ESDM No.1 Tahun (Rp Triliun) Dengan kondisi menurunnya harga jual batubara dunia dan pembatasan ekspor ore mineral, tetapi realisasi PNBP TA 2014 dapat mencapai sebesar Rp 35,49 Trilyun yang disebabkan beberapa faktor antara lain: 1. Meningkatnya kepatuhan wajib bayar sesuai Gambar 3.8 Grafik Pertumbuhan PNBP

104 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Edaran Dirjen Minerba No. 4 Tahun 2013 yang mewajibkan wajib bayar untuk membayar royalti di muka sebelum komoditi tambang dikapalkan/diangkut sesuai moda angkutannya; 2. Memperbanyak audit PNBP terhadap pemegang IUP, Kontrak Karya dan PKP2B; 3. Meningkatkan koordinasi dengan KPK dengan kegiatan Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Minerba kepada pemerintah daerah di 31 provinsi, kecuali Provinsi DKI Jakarta dan Bali; 4. Meningkatkan koordinasi dengan KPK, BPK dan BPKP dalam rangka tindak lanjut hasil audit PNBP; 5. Mengoptimalkan penagihan kepada wajib bayar dengan tembusan kepada KPK dalam rangka Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Minerba. Kegiatan Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Ditjen Mineral dan Batubara atas pengelolaan pertambangan Mineral dan Batubara khususnya di 12 Provinsi yang meliputi Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9, mampu meningkatkan penerimaan negara TA 2014 dibandingkan penerimaan negara TA 2013 terutama dari pendapatan royalti dan iuran tetap sebesar 147,92% yang berasal dari pemegang IUP batubara. Sedangkan pendapatan dari kontrak karya turun sebesar 66,66% karena berkurangnya penjualan mineral akibat dari pemogokan buruh tambang, blokade dan masalah keamanan di sekitar wilayah tambang. Untuk pendapatan PKP2B secara kuantitas meningkat 105,34% dibandingkan penerimaan negara Tahun Dengan pertumbuhan kontribusi yang positif tersebut di atas, maka untuk memberikan dan meningkatkan kontribusi tersebut, Ditjen Mineral dan Batubara memiliki berbagai upaya-upaya (program/kegiatan) yang dilakukan selama Tahun 2014 untuk meningkatkan (optimalisasi) PNBP Sumber Daya Alam Pertambangan Umum, yaitu: 1. Mengintensifkan verifikasi dan penagihan kewajiban keuangan (iuran tetap, royalti, dan DHPB (Dana Hasil Produksi Batubara); 2. Untuk monitoring pendapatan negara dari sub sektor mineral dan batubara secara langsung/ online, Ditjen Mineral dan Batubara telah berkoordinasi dengan Ditjen Anggaran untuk mengakses langsung sistem penerimaan negara online (Simponi) melalui sistem MOMI (Minerba on Map Indonesia) seperti pada Gambar 3.10; 3. Penyelesaian Penataan IUP nasional melalui: a. Monitoring dan evaluasi tindaklanjut pelaksanaan Koordinasi Supervisi Pengawasan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara pada 12 Provinsi/ Kabupaten/Walikota daerah penghasil mineral dan batubara antara KPK bersama BPK, BPKP, dan Instansi terkait (Sulteng, Kepri, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sumsel, Jambi, Kalbar, Babel, Malut, Sultra, Sulsel); Gambar 3.9 Kordinasi dan Supervisi Minerba Dan KPK-RI b. Meningkatkan sinkronisasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan inventarisasi IUP terbitan Pemda Kabupaten/Kota dan Prov. seluruh Indonesia; 60

105 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran sebagai Bendahara Umum Negara; 7. Pengendalian produksi dan pengaturan tata niaga mineral dan batubara: a. Mengatur pasokan mineral dan batubara di pasar internasional untuk mempertahankan harga jual yang kompetitif; b. Inisiasi pembentukan bursa komoditas mineral dan batubara (contoh Inatin untuk bursa komoditas timah); Gambar 3.10 Aplikasi Minerba One Map Indonesia (MOMI) 4. Verifikasi PNBP atas penjualan ekspor batubara dan mineral serta pemberian sanksi berupa penghentian pengapalan dan pencabutan izin bagi perusahaan yang masih mempunyai tunggakan kewajiban PNBP; 5. Menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan BPK-RI: a. Membentuk Tim Inventarisasi IUP terbitan Pemda, produksi, penjualan dan PNBP secara terpadu dengan BPKP, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan dan surveyor; b. Sosialisasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah mengenai penyetoran PNBP harus disetor ke Kas Negara, dan wajib menyampaikan SK IUP yang diterbitkan oleh Pemda ke KESDM. 6. Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba melakukan renegosiasi dengan KK/PKP2B untuk menyesuaikan klausul pembayaran royalti dan iuran tetap dalam kontrak dengan memperhatikan tarif pada PP No. 9 tahun 2012 dengan melibatkan Kementerian Keuangan c. Penerapan Tata Cara Penyetoran Kewajiban PNBP dibayar di depan sebelum melakukan pengapalan. Pembayaran yang dilakukan selama ini adalah 1 bulan setelah pengapalan Capaian Sasaran Terwujudnya Peningkatan Peran Sub Sektor Mineral dan Batubara Dalam Pembangunan Daerah (Sasaran 4) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terwujudnya Peningkatan Peran Sub sektor Mineral dan Batubara dalam Pembangunan Daerah, capaian realisasinya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu indikator jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara dan indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel 3.9. Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara realisasi pencapaiannya sebesar Rp 2,026 Triliun atau 119,17% dari target Rp 1,7 Triliun. Untuk indikator jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan Tabel 3.9 Pengukuran Kinerja Sasaran 4 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Rp Triliun 1,7 2, ,17 Rp Triliun 18,8 15,72 83,62 61

106 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja umum realisasi pencapaiannya sebesar Rp 15,72 Triliun atau 83,62% dari target sebesar Rp 18,8 Triliun Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Sub sektor mineral dan batubara merupakan sub sektor yang sangat strategis dalam pembangunan daerah. Hal ini tidak terlepas dari peran sub sektor mineral dan batubara untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Namun, yang perlu diingat adalah seberapapun besarnya kontribusi yang diberikan dari sub sektor mineral dan batubara jika tidak memberikan hasil dan manfaat yang nyata, terutama bagi komunitas lokal masyarakat di sekitar wilayah operasi pertambangan maka usaha yang dilakukan tidak akan mencapai titik maksimal. Berkenaan dengan itu, maka diperlukan Program Pengembangan Masyarakat (community development/comdev). Program pemberdayaan masyarakat (community development) bertujuan untuk mendorong munculnya kegiatan-kegiatan dan peran sosial ekonomi masyarakat disekitar tambang dalam rangka peningkatan kemandirian masyarakat sekitar kegiatan perusahaan tambang pemegang IUP/IUPK, sehingga jika deposit tambang sudah habis ekonomi masyarakat masih tetap berkelanjutan (sustainable livelihood). Hal yang menggembirakan, ditengah lesunya perekonomian dunia akibat tekanan resesi di beberapa negara tujuan ekspor komoditas mineral dan batubara, anggaran comdev untuk keseluruhan KK/PKP2B dan IUP BUMN dalam kurun waktu lima tahun terakhir Tahun mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 6,80%/tahun seperti dijelaskan pada Tabel Tabel 3.10 Realisasi Dana Community Development (Comdev) Realisasi No Perusahaan IUP BUMN PKP2B KK Total Khusus untuk pertumbuhan anggaran comdev KK yang sempat mengalami penurunan sebesar 32,59% pada Tahun 2013 jika dibandingkan dengan realisasi comdev pada Tahun 2012 karena adanya kebijakan pelarangan ekspor konsentrat yang terus dipertahankan hingga akhir Tahun 2014 sehingga menyebabkan beberapa karyawan dirumahkan dan menurunnya pendapatan beberapa pelaku usaha pertambangan mineral. Namun demikian secara umum dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan Comdev Perusahaan KK mengalami peningkatan sebesar 13,18%. (Rp Ribuan) Kewajiban tanggung jawab sosial telah diatur dalam pasal 74 ayat (1) dan (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan hal tersebut, maka sesuai dengan pasal 108 dan 109 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyusun program comdev. Program comdev dilakukan dalam rangka mempersiapkan life after mining (kehidupan pasca tambang) bagi daerah maupun masyarakat sekitarnya serta sebagai investasi yang memiliki nilai keuntungan jangka panjang, yaitu dengan diperolehnya social license to operate. Realisasi comdev dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan kemandirian masyarakat, bukan ketergantungan, sehingga tujuan dan citacita konsep pembangunan berkelanjutan benarbenar dapat dicapai dan dapat memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan daerah khususnya. Pembangunan sub sektor mineral dan batubara akan terus berkelanjutan bila dalam implementasinya memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, tentunya dengan didukung oleh program dan alokasi dana yang tepat sasaran. 62

107 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Perusahaan PKP2B yang melaksanakan community development sebanyak 64 perusahaan, antara lain: PT. Berau Coal, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin dan PT. Gunung Bayan Pratama Coal. Sedangkan perusahaan KK yang melaksanakan community development sebanyak 17 perusahaan, antara lain: PT. Freeport Indonesia, PT. Newmont Nusa Tenggara, PT. Nusa Hamahera Minerals, PT. Vale Indonesia dan PT. Natarang Mining. Realisasi anggaran comdev dilaksanakan oleh perusahaan melalui program-program sebagai berikut : 1. Pemanfaatan sarana dan prasarana perusahaan untuk keperluan: a. Pelatihan pemuda/masyarakat dalam keahlian khusus yang dimiliki oleh perusahaan, seperti; mengelas, bubut, bengkel; b. Pelatihan keterampilan kreatif dengan memanfaatkan bahan limbah industri, dan penyaluran penjualannya (bekerjasama dengan dinas terkait). 2. Pemberdayaan masyarakat (Gambar 3.11) berupa peningkatan ekonomi penduduk sekitar diantaranya: a. Membentuk kelompok untuk membantu meningkatkan kualitas, kuantitas dan packaging, serta jaringan menjual b. Memanfaatkan hasil produksi dimanfaatkan sebagai gift perusahaan; c. Melatih tenaga kerja lokal yang mempersiapkan rehabilitasi lahan pertambangan 3. Pelayanan masyarakat, berupa bantuan bencana alam dan donasi/charity/filantropi; 4. Peningkatan pendidikan penduduk sekitar melalui: a. Pemberian beasiswa bagi murid sekolah berprestasi; b. Pemberian bantuan sarana dan prasarana pendidikan 5. Pengembangan infrastruktur berupa sarana ibadah, sarana umum, sarana kesehatan, dll. Gambar 3.11 Contoh Pelaksanaan Program Community Development Perusahaan KK/PKP2B/IUP Dinamisasi perubahan lingkungan strategis pada skala regional dan global yang ditandai dengan kondisi tidak stabilnya harga komoditi mineral dan batubara di pasar internasional masih menghantui pelaku usaha utamanya berdampak pada sebagian perusahaan menghentikan kegiatan operasi produksi dan ini tentunya mengurangi alokasi peruntukan dana community development. Kementerian ESDM menyakini gejala ini tidak akan berlangsung lama karena fase transisi, pada saat pembangunan semelter yang dicanangkan 63

108 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja beberapa perusahaan diantaranya PTFI dan PT NNT telah selesai dan siap beroperasi maka kondisi ini juga akan segera pulih/membaik. Secara umum pelaksanaan program comdev masih terdapat kendala di dalam implementasinya, antara lain, belum adanya aturan atau prosedur baku yang dapat menjadi acuan perusahaan untuk melakukan kegiatan atau program comdev, yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sekitar tambang, serta perlunya memperbaiki dan mengembangkan pembangunan infrastruktur. Untuk mendukung pencapaian indikator jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara, maka upaya-upaya strategis yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara sepanjang tahun 2014 diantaranya: 1. Ditjen Minerba secara rutin melakukan evaluasi lapangan ke perusahaan, dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelaksanaan community development. Evaluasi data kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang pada perusahaan PKP2B yang berlokasi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Kegiatan ini dengan melakukan kunjungan supervisi untuk memastikan terealisasikannya dana community development untuk pembangunan fasilitas umum dan program pemberdayaan masyarakat perusahaan batubara; 2. Secara periodik Ditjen Minerba menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development) pada perusahaan batubara yang lebih diorientasikan pada pembangunan Infrastruktur terutama fasilitas umum. Selanjutnya, capaian indikator kinerja mengenai jumlah Dana Bagi Hasil (DBH) sub sektor pertambangan umum untuk terwujudnya peningkatan peran sub sektor pertambangan umum dalam pembangunan daerah sebagai sasaran strategisnya adalah capaian mengenai dana yang dialokasikan kepada daerah yang bersumber dari pendapatan APBN berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Proporsi tiap Provinsi yang mendapatkan DBH didasarkan pada pertimbangan kontribusi dari jumlah iuran tetap dan royalti. Sehingga setiap Provinsi akan mendapatkan jumlah besaran Dana Bagi Hasil yang berbeda pula. Proses pengusulan DBH dilakukan oleh Ditjen Minerba yang dikoordinasikan melalui Sekretariat Jenderal (Setjen) KESDM dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Sedangkan secara teknis penyetoran PNBP sub sektor pertambangan umum sehingga mendapatkan dana bagi hasil seperti tertuang dalam Gambar 3.12 dan Gambar Gambar 3.12 Proses Pengelolaan PNBP Sub Sektor Pertambangan Umum Gambar 3.13 Proses Penyetoran PNBP Sub Sektor Pertambangan Umum Jika dilihat dari tren peningkatan realisasi besaran Dana Bagi Hasil selama 5 tahun terakhir ( ) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.14, mencatatkan pertumbuhan rata-rata sebesar 11,74%/tahun. Dapatlah disimpulkan bahwa sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah setiap tahunnya memberikan kontribusi cukup besar. 64

109 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Gambar 3.14 Pertumbuhan Dana Bagi Hasil (DBH) Periode Capaian Sasaran Peningkatan Industri Jasa Dan Industri Yang Berbahan Baku dari Sub Sektor Pertambangan Umum (Sasaran 5) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Peningkatan Industri Jasa dan Industri yang Berbahan Baku dari Sub sektor Pertambangan Umum, capaian realisasinya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara dan jumlah evaluasi atas proposal pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel Tabel 3.11 Pengukuran Kinerja Sasaran 5 evaluasi atas proposal pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasi pencapaiannya sejumlah 14 smelter atau 93,33% dari target 15 smelter beroperasi Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Usaha jasa pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan. Penyelenggaraan usaha jasa pertambangan bertujuan untuk : a) menunjang kelancaran dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan; b) mewujudkan tertib penyelenggaraan usaha jasa pertambangan darn meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan; c) mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi lokal dalam usaha pertambangan melalui usaha jasa pertambangan dengan mewujudkan kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil; dan d) memberikan nilai tambah dalam industri pertambangan melalui penyediaan kesempatan kerja, pemanfaatan komponen lokal, investasi sektor jasa usaha pertambangan dan pajak usaha jasa pertambangan. Berdasarkan Permen ESDM No. 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Permen ESDM No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara Perusahaan Jumlah smelter yang beroperasi Perusahaan ,33 Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator kinerja jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara realisasi pencapaiannya sebesar perusahaan atau 128% dari target 900 perusahaan. Indikator kinerja lainnya untuk mencapai sasaran strategis peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum adalah jumlah Permen ESDM No.28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaran Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku usaha jasa pertambangan wajib mendapatkan Ijin Usaha Jasa Pertambangan untuk usaha jasa pertambangan dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) untuk usaha jasa pertambangan non inti dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota. 65

110 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Karena itu, kegiatan usaha jasa pertambangan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Usaha Jasa Pertambangan, usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan; b. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti, usaha jasa selain usaha jasa pertambangan yang memberikan pelayanan jasa dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan meliputi bidangbidang di luar usaha jasa pertambangan. Jumlah usaha jasa lokal dan nasional yang memiliki IUJP dan SKT yang diterbitkan oleh Dirjen Mineral dan Batubara dan masih aktif sampai dengan akhir tahun 2014 sebanyak perusahaan, terdiri atas 421 (41,1%) perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dan 501 (48,9%) perusahaan pemegang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan 103 (10%) perusahaan pemegang IUJP dan SKT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.15 Proporsi IUJP dan SKT yang Terbit Tahun 2014 Pencapaian indikator kinerja Jumlah industri jasa penunjang sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) pada tahun 2014 telah melampaui target sebesar 128% dari rencana sebesar 800 perusahaan. Tercapainya target ini dimungkinkan karena adanya beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara, yaitu: a. Meningkatkan pengawasan dan membuat surat teguran terhadap perusahaan pertambangan dalam penggunaan perusahaan jasa pertambangan, khususnya dalam hal persyaratan untuk mengikuti tender/lelang; b. Meningkatkan pembinaan terhadap perusahaan jasa pertambangan dari aspek teknis, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pertambangan dan lingkungan, serta bimbingan tentang pemenuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembinaan kepada perusahaan jasa pertambangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha jasa dalam aspek teknis, K3 dan lingkungan. Khusus aspek keselamatan pertambangan, dari tahun ke tahun, usaha jasa mempunyai peran yang jauh lebih besar dibanding dengan perusahaan pertambangan dalam hal kecelakaan tambang. Data statistik menunjukkan bahwa hampir 90% kecelakaan menimpa usaha jasa pertambangan, dan sisanya sekitar 10% menimpa perusahaan pertambangan, sehingga pembinaan dan bimbingan terhadap aspek keselamatan pertambangan ini layak menjadi prioritas. Dengan kagiatan ini dapat diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan aspek teknis, K3 pertambangan, dan lingkungan oleh perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara; c. Melakukan penyederhanaan dalam persyaratan dan pemrosesan perizinan berdasarkan hasil evaluasi terhadap proses perizinan baik IUJP dan/ atau SKT secara berkelanjutan. Penyederhanaan persyaratan permohonan ijin ini ditujukan untuk memudahkan para perusahaan jasa pertambangan calon pemegang IUJP ataupun SKT untuk mendapatkan ijin baik ijin baru maupun perpanjangan, dan untuk menhindarkan perusahaan pemohon dari kesalahan-kesalahan pada dokumen, sehingga dapat mempercepat proses evaluasi oleh evaluator. Penyederhanaan persyaratan yang dimaksud untuk permohonan ijin IUJP dan SKT baru dan perpanjangan,. Seiring dengan program pemerintah untuk menggalakkan penggunaan sumber-sumber lokal/ nasional, baik barang maupun jasa, maka Ditjen Minerba selalu mengupayakan peningkatan jumlah usaha jasa pertambangan lokal dan nasional. Dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan jasa lokal/ nasional yang berusaha di bidang pertambangan minerba, maka akan meningkatkan daya saing para perusahaan jasa lokal/nasional untuk mendapatkan 66

111 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran pekerjaan pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Data statistik mineral dan batubara Ditjen Minerba, menunjukkan adanya peningkatan jumlah perusahaan jasa lokal/nasional yang berusaha di bidang pertambangan minerba Tahun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.17 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Jasa Lokal/nasional Tahun Gambar 3.16 Jumlah Perusahaan Jasa Lokal/Nasional Tahun Puncak peningkatan jumlah perusahaan jasa pertambangan lokal/nasional terjadi pada tahun 2013 yaitu perusahaan. Jumlah ini sedikit menurun pada tahun 2014 yaitu perusahaan disebabkan oleh resesi global yang berakibat pada lesunya industri pertambangan di dalam negeri dibanding tahun Pertumbuhan jumlah usaha jasa pertambangan memberikan nilai tambah dalam industri pertambangan melalui penyediaan kesempatan kerja, pemanfaatan komponen lokal, investasi sektor jasa usaha pertambangan dan pajak usaha jasa pertambangan. Pada tahun tercatat adanya pertumbuhan positif untuk ketiga aspek tersebut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.17, Gambar 3.18 dan Gambar Data Tahun menunjukkan tren pertumbuhan positif jumlah tenaga kerja di perusahaan jasa pertambangan, dimana daya serap tenaga kerja selalu bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini tidak lepas dari peningkatan kemampuan dari calon-calon tenaga kerja lokal. Kontribusi pajak juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2010 senilai Rp 1,7 triliun, mencapai puncaknya pada tahun 2014 sebesar Rp 8,161 triliun. Demikian halnya dengan nilai pembelanjaan lokal dan nasional usaha jasa pertambangan juga mencapai posisi tertinggi pada Gambar 3.18 Kontribusi Pajak Usaha Jasa lokal/nasional Tahun Gambar 3.19 Nilai Pembelanjaan Lokal Usaha Jasa lokal/ nasional Tahun

112 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja tahun 2014 yaitu Rp 6,38 trilyun dan Rp 35,02 trilyun. Tren pertumbuhan positif ini perlu mendapat apresiasi ditengah lesunya industri pertambangan nasional tahun Beberapa program/kegiatan Ditjen Mineral dan Batubara yang telah dilaksanakan sepanjang Tahun 2014 yang memiliki daya ungkit (leverage) untuk mendukung realisasi dan atau pencapaian indikator sasaran strategis Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara diantaranya: 1. Pengawasan usaha jasa pertambangan Kegiatan pengawasan usaha jasa pertambangan dilaksanakan dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi kegiatan perusahaan usaha jasa pertambangan baik inti (pemegang IUJP) maupun non inti (pemegang SKT) di 26 lokasi pertambangan pemegang IUP/KK/PKP2B seperti ditunjukkan pada Gambar Terdapat 9 (sembilan) aspek yang diawasi: a. Perijinan; b. Kontrak dengan perusahaan pertambangan; c. Kesesuaian kontrak/pekerjaan dengan ijin; d. Penanggung Jawab Operasional (PJO); e. Pengelolaan aspek teknis, K3, dan lingkungan oleh perusahaan jasa; f. Nilai kontrak; Gambar 3.20 Pengawasan Usaha Jasa Pertambangan 68

113 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran g. Pembelanjaan; h. Tenaga kerja, termasuk penggunaan Tenaga Kerja Asing; i. Program dan biaya pengembangan masyarakat 2. Seminar Dan Workshop Tentang Peran Industri Jasa Ditjen Mineral dan Batubara menyelenggarakan Seminar dan Workshop tentang Peran Industri Jasa pada bulan November 2014 di Jakarta. Pelaksanaan seminar dan workshop tahun ini mengambil tema Penguatan Daya Saing Usaha Jasa Pertambangan Melalui Peningkatan Pengelolaan Aspek Teknis, Lingkungan, Dan Keselamatan. Pertemuan tahunan ini menjadi kesempatan antar pelaku usaha jasa pertambangan dan industri pertambangan, asosiasi dan institusi terkait, serta pemerintah sebagai salah satu sarana untuk saling tukar informasi, pengalaman, promosi, dan penyamaan persepsi yang dibutuhkan oleh pelaku usaha jasa pertambangan dan pemerintah untuk menghadapi tantangan dan menentukan langkah kebijakan yang jelas dan terarah dalam pengelolaan industri jasa bidang pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Salah satu manfaat yang diharapkan dari program/kegiatan seminar nasional tersebut adalah antara lain untuk meningkatkan kompetensi perusahaan jasa pertambangan dalam pengelolaan aspek teknis, lingkungan, dan keselamatan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara. Ilustrasi pelaksanaan Seminar Dan Workshop Tentang Peran Industri Jasa Tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.21 Seminar dan Workshop Usaha Jasa Tahun 2014 Bangka Belitung dan Provinsi Papua. Dengan meningkatnya pemahaman perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara khususnya perusahaan jasa pertambangan lokal, diharapkan dapat menunjang pertumbuhan/perkembangan perekonomian daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah seperti ditunjukkan Gambar Pembinaan Terhadap Pemda Dalam Pengelolaan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 (tiga) Provinsi yaitu: Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jambi dan Provinsi Gorontalo dalam rangka menyamakan persepsi antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap peraturan 3. Pembinaan Perusahaan Jasa Pertambangan Mineral Kegiatan pembinaan perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara bertujuan untuk meningkatkan pemahaman perusahaan jasa terhadap peraturan perundangan dan implementasinya yang berkaitan dengan usaha jasa di bidang pertambangan mineral dan batubara dan telah dilaksanakan di 6 (enam) Provinsi yaitu: Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Gambar 3.22 Pembinaan Perusahaan Jasa Tahun

114 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja perundangan dan kebijakan dalam pengelolaan usaha jasa pertambangan mineral dan batubara. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan aparat pemerintah daerah dalam pengelolaan usaha jasa pertambangan mineral dan batubara. Dengan meningkatnya kemampuan dan pengetahuan aparat pemerintah daerah, diharapkan menjadi salah satu faktor pendukung guna meningkatkan potensi perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara setempat, menunjang pertumbuhan/ perkembangan perekonomian daerah, serta meningkatkan daya saing usaha jasa lokal. 6. Verifikasi Dalam Rangka Permohonan Baru dan Perpanjangan Ijin Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara Verifikasi dalam rangka permohonan baru dan perpanjangan Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) Minerba dilaksanakan melalui peninjauan ke lokasi tambang tempat perusahaan jasa pertambangan bekerja. Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang disampaikan dalam rangka permohonan dan perpanjangan izin usaha jasa pertambangan mineral dan batubara sesuai dengan kondisi di lapangan. Pelaksanaan verifikasi dilakukan di 8 (delapan) Provinsi yaitu: Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan Provinsi Papua. dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri ; 2. Pasal 170 Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan Mengingat sampai dengan tanggal 12 Januari 2014 tidak semua perusahaan pertambangan mineral melaksanakan amanat Pasal 170 UU Nomor 4 Tahun 2009 baik itu Perusahaan Kontrak Karya (KK) ataupun IUP yang diterbitkan oleh PEMDA, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Gambar 3.23 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Mineral Logam Titik berat pencapaian sasaran strategis Peningkatan Industri Jasa dan Industri yang Berbahan Baku dari Sub Sektor Pertambangan Umum, tidak hanya pada indikator kinerja Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara tetapi yang paling penting adalah indikator kinerja Jumlah smelter yang beroperasi. Indikator kinerja ini merupakan implementasi kehendak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengamanatkan peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri terutama pada Pasal 103 ayat (1) dan Pasal 170 sebagai berikut: 1. Pasal 103 ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan Gambar 3.24 Mata Rantai Proses Pengolahan dan Pemurnian Batuan dan Batubara 70

115 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 sebagai aturan pelaksanaan dari UU Nomor 4 Tahun Adapun pokok-pokok Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 diantaranya: 1. Sejak tanggal 12 Januari 2014, dilarang melakukan penjualan bijih (raw material/ore) ke luar negeri; 2. Pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri; 3. Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri; 4. Pemegang kontrak karya yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan permurnian, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu produk olahannya (bukan bijih/ raw material/ore); 5. Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pengolahan, dapat melakukan penjualan hasil olahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu; 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian serta batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dengan Peraturan Menteri. Selanjutnya Menteri ESDM, menerbitkan Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 sebagai pelaksanaan PP Nomor 1 Tahun 2014 yang substansi adalah sebagai berikut: 1. Hasil PENGOLAHAN komoditas mineral logam yang dapat dijual ke luar negeri yaitu: konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat pasir besi/pelet, konsentrat mangan, konsentrat timbal, dan konsentrat seng; 2. Komoditas mineral logam timah, nikel, bauksit, emas, perak, dan kromium HANYA dapat dijual ke luar negeri setelah dilakukan PEMURNIAN; 3. Batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dalam Lampiran Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 (Lampiran 1: Komoditas Tambang Mineral Logam, Lampiran 2: Komoditas Tambang Mineral Bukan Logam, Lampiran 3: Komoditas Tambang Batuan); 4. Pemegang KK dan IUP OP Mineral Logam, setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Permen ini diundangkan, hanya dapat melakukan penjualan ke luar negeri hasil produksi yang telah dilakukan pemurnian sesuai batasan minimum pemurnian. Sampai dengan Akhir Tahun 2014, dari 178 perusahaan yang telah dievaluasi proposal pengolahan dan pemurniannya sesuai dengan capaian Kinerja tahun 2013, hanya sejumlah 14 perusahaan smelter yang telah beroperasi dari target 15 perusahaan smelter yang beroperasi. Meskipun demikian jumlah perusahaan yang sudah mencapai tahap commissioning sampai dengan akhir tahun 2014 adalah sebanyak 25 perusahaan smelter sebagaimana ditunjukkan pada Tabel No Tabel 3.12 Progress Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Progress (%) Capaian Kegiatan Progress mencapai studi Kelayakan Adapun rencana pembangunan fasilitas pengolahan pemurnian yang akan dan atau telah dibangun di dalam negeri untuk beberapa jenis komoditas seperti nikel, bauksit, besi selengkapnya ditunjukkan pada Tabel Jumlah IUP Progress mencapai AMDAL Progress mencapai Ground Breaking dan awal konstruksi pabrik Progress mencapai Tahap Konstruksi Progress mencapai Akhir tahap Konstruksi Progress mencapai tahap commissioning/produksi

116 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja No Tabel 3.13 Jumlah Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Per Komoditas Komoditas Jumlah IUP Jumlah Fasilitas Pengolahan/ Pemurnian 1 Nikel Bauksit Besi Mangan Zirkon Timbal dan Seng Kaolin dan Zeolit 4 4 Total Adapun skema kerjasama di dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam negeri secara business to business sebagaimana dijelaskan pada Gambar 3.25 berikut: Gambar 3.25 Skema Kerjasama Pendirian Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Sepanjang Tahun 2014, Pemerintah dalam hal ini DJMB telah melakukan serangkaian upaya-upaya untuk mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri diantaranya: 1. Inventarisasi data dan informasi mengenai rencana perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri; 2. Kunjungan lapangan dalam rangka melakukan evaluasi di lapangan terkait perkembangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral yang dilakukan oleh perusahaan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.26; 3. Koordinasi dengan Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Propinsi mengenai pelaksanaan kegiatan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di masingmasing daerah; 4. Melibatkan lembaga penelitian (LIPI, Tekmira) dan Universitas (ITB dll) untuk evaluasi progress pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian sebagai dasar untuk diberikan relaksasi untuk melakukan ekspor komoditi mineral jika telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam Permen ESDM No1 Tahun Melakukan fasilitasi antara produsen dan konsumen mineral logam tertentu misalnya komoditas besi sehingga diketahui perkembangan produsen besi dan konsumen besi khususnya perusahaan yang telah mendirikan fasilitas pemurnian dan yang berencana membangun fasilitas pemurnian komoditas besi, insentif fiskal, komitmen local Gambar 3.26 Progress Pembangunan Smelter Tahun

117 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran ii. Pembebasan lahan dan serta penggunakan jalan angkut; iii. Penyediaan energi dan bahan baku (kuantitas dan kualitas); iv. Permasalahan ilegal mining 3) Diharapkan perkembangan hilirisasi besi dapat meningkatkan utilisasi industri baja di dalam negeri; 4) Perlu dilakukan fasilitasi terhadap jaminan supply bahan baku buat industri besi dalam negeri yang diberikan oleh para produsen besi dalam negeri; Gambar 3.27 Pertemuan Produsen dan Konsumen Komoditi Besi Tahun 2014 partner, dan fasilitas perbankan seperti ditunjukkan pada Gambar Beberapa kesimpulan dalam pertemuan tersebut: a. Kegiatan hilirisasi mineral khususnya komoditas besi menjadi bagian penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia, dimana untuk mendapatkan manfaat secara maksimal dibutuhkan beberapa hal antara lain: 1) Koordinasi dengan sektor/instansi lain dalam hal pembuatan road map hilirisasi besi untuk menentukan arah dari perkembangan industri besi; 2) Dukungan dari berbagai pihak untuk pembangunan fasilitas pemurnian besi dalam hal: i. Penyediaan tenaga kerja local yang makin berkualitas; 5) Peningkatan peran Lembaga Penelitian di dalam negeri untuk mewujudkan kemandirian teknologi nasional; 6) Permasalahan freigh harus diangkat menjadi issue yang harus diselesaikan secara bersama sama oleh semua pemangku kepentingan sehingga para pelaku industri besi bisa menggunakan bahan baku dalam negeri daripada bahan baku luar negeri. b. Adanya insentif untuk Industri smelter dalam bentuk tax holiday dan tax allowance mendorong investor dan pelaku usaha untuk membangun fasilitas pemurnian mineral. c. Pemerintah akan terus mendorong perkembangan peningkatan nilai tambah mineral khususnya komoditas besi dengan memperhatikan aspek lingkungan. d. Komitmen dan koordinasi dari semua pihak pemerintah maupun pelaku usaha dalam menjalankan kebijakan hulu dan hilir baik yang sedang disiapkan maupun yang sudah terbit. Gambar 3.28 Smelter Yang Telah Beroperasi 73

118 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja e. Perlu kerjasama dan konstribusi semua pihak sehingga tercipta Indonesia ferro center. f. Beberapa pihak siap membantu pelaku usaha yang berencana membangun fasilitas pemurnian komoditas besi, antara lain: 1) Beberapa penelitian untuk dijadikan suatu pilihan oleh pelaku usaha melakukan peningkatan nilai tambah komoditas besi sedang dikembangkan oleh Puslitbang Tekmira, KESDM antara lain: pig iron nuget (PIN), sponge iron dengan metoda horizontal furnace (70 ribu ton/tahun); 2) PT Rekayasa Industri (PT Rekin) memiliki pengalaman dalam pembangunan feronikel project PT Antam di Pomalaa, pembangunan coal power plant, geothermal power plant, dll. PT Rekin dapat membatu dalam hal EPCC (engineering, procurement, conctruction & comissioning, konsultasi, construction dan comissioning, service engineering (basic engineering, design engineering, 3D modeling design). g. Menghadapi tantangan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri, Pihak perbankan (Bank Indonesia, Bank Mandiri, dan BRI) mempunyai program untuk membantu pelaku usaha yang berencana membangun fasilitas pemurnian komoditas besi. Diharapkan para pelaku usaha untuk bekerjasama dengan pihak perbankan untuk memenuhi persyaratan yang ada di perbankan, meliputi supply energi, infrastuktur, buyer, penyedia bahan baku sehingga pihak perbankan yakin untuk membantu para pelaku usaha yang berencana mendirikan smelter dengan resiko-resiko yang akan dihadapi. h. Perlu diadakan pembahasan lebih lanjut terkait tindakan pemerintah dan perbankan untuk menunjang hilirisasi mineral termasuk memberi insentif bagi smelter yang telah selesai dibangun dan telah beroperasi seperti ditunjukkan pada Gambar i. Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sangihe akan mendukung program peningkatan nilai tambah, memberikan kesempatan sebesar besarnya kepada investor untuk mengembangkan potensi mineral yang ada, dan akan memberikan kemudahan pemberian izin bagi para investor sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat. j. Prospek besi di Indonesia yang bertipe banded iron formation yang ada di Kabupaten Tanggamus, Subulus Salam, dan Sanggau yang punya potensi besar untuk dikembangkan seperti yang ada di Afrika. Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan diantaranya: a. Pelaksanaan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian menghadapi berbagai kendala, diantaranya: 1) Perizinan (tumpang tindih kewenagan Izin Usaha, Izin Lokasi dan Izin Lingkungan); 2) Pembebasan Lahan; 3) Suplai Energi. b. Dengan diberlakukannya UU 4 Tahun 2009, PP 1/2014 dan Permen ESDM 1/2014, sejak 12 Januari 2014 bijih/ore tidak dapat dijual ke luar negeri. Hal tersebut berdampak pada Perbankan lokal mengurungkan niat untuk memberikan pinjaman atas proyek pembangunan fasilitas pemurnian. Sebagian besar investasi yang telah direalisasikan merupakan pinjaman dari bank asing melalui direct foreign investment; c. Produk pemurnian mineral logam yang telah memenuhi batasan minimum Permen ESDM Nomor 1/2014 sebagai bahan baku industri hilir logam akan semakin meningkat produksinya setiap tahun, namun tidak dibarengi dengan kesiapan industri hilir logam di dalam negeri. d. Pembangunan industri berbasis mineral tidak boleh berhenti di industri dasar pertambangan (ekstraksi) harus dilanjutkan dan difokuskan pada industri hilirnya yang memanfaatkan logam sebagai bahan bakunya. Saat ini masih ego-sektoral antara KESDM dan Kemenperin tentang aspek kewenangan seharusnya 74

119 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran diciptakan sinergi Pertambangan dan perindustrian untuk percepatan smelter dalam negeri. Beberapa terobosan strategis yang dapat dilakukan ke depan sehubungan dengan kebijakan hilirisasi minerba adalah: a. Pengembangan sumber daya mineral diutamakan dekat dengan sumber daya. Industri berbasis nikel di Sulawesi tanggara dan tengah, dan Maluku Utara. Alumina di Kalbar dan Kalteng, sementara untuk industri berbasis besi dapat tersebar. Sedangkan untuk tembaga yang membutuhkan energi besar dalam jangka pendek sebaiknya di Kalimantan, Sulawesi atau Jawa b. Pemerintah perlu secara serius memberikan fasilitasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Kemudahan diberikan manakala pelaku usaha yang membangun pembangkit listrik, pelabuhan dan prasarana transportasi lainnya. c. Pemerintah perlu segera menyiapkan road map industri strategis nasional sebagai basis di dalam mengelola sumber daya energi dan mineral d. Mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional, maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara perlu dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh instansi terkait agar kita bisa menjadi bangsa yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan Capaian Sasaran Terwujudnya Pemberdayaan Nasional (Sasaran 6) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terwujudnya Pemberdayaan Nasional, capaian realisasinya didukung oleh 2 (dua) indikator kinerja yaitu Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara dan Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara realisasi pencapaiannya sebesar 76,7% atau 125,73% dari target 61%. Indikator kinerja lainnya untuk mencapai sasaran srategis Terwujudnya pemberdayaan nasional adalah Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara. Sampai dengan akhir Desember 2014, realisasi pencapaiannya sejumlah 98,85% atau 100,87% dari target 98% Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Peraturan penanaman modal asing masing-masing negara pada dasarnya berisi ketentuan tentang persyaratan-persyaratan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh investor asing, seperti kewajiban kandungan lokal (local content requirement), kewajiban menggunakan komponen tertentu buatan dalam negeri, kewajiban alih teknologi (technology transfer requirement), kebijakan keseimbangan perdagangan (trade balancing policy), pembatasan bidang usaha, Tabel 3.14 Pengukuran Kinerja Sasaran 6 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya pemberdayaan nasional Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara % 61 76,7 125,73 % 98 98,85 100,87 75

120 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja pemilikan saham, penggunaan tenaga kerja asing, dan lain sebagainya. Dasar hukum dalam pelaksanaan prioritas penggunaan produksi dalam negeri, beberapa aturan tersebut, yaitu: 1. Undang-Undang No. 4 tahun 2009, Pasal 106: Pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Begitu juga dengan pembangunan smelter harus mengutamakan produksi dalam negeri). 2. Kontrak Karya, Pasal 24 tentang Promosi Kepentingan Nasional Untuk menghasilkan produk yang tidak kalah bersaing baik dalam segi kompetensi, mutu, harga dan jangka waktu penyerahan barang/peralatan, maka dapat mengikuti perkembangan kemajuan teknologi di bidang pertambangan. Kewajiban penggunaan barang dan jasa dalam negeri adalah untuk menekan biaya produksi dan menumbuhkan ekonomi lokal, sehingga diharapkan industri pertambangan akan lebih banyak dapat menampung banyak tenaga kerja. Pembelian barang modal perusahaan Kontrak Karya (KK) dan PKP2B periode 5 (lima) tahunan ( ) yang terdiri atas impor dan domestik, realisasinya seperti ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.15 Realisasi Masterlist KK dan PKP24 Periode Tahun Kontraktor harus menggunakan tenaga kerja Indonesia, jasa-jasa dan bahanbahan mentah yang dihasilkan dari sumber Indonesia dan produk-produk yang dibuat di Indonesia sepanjang jasa-jasa dan produk-produk tersebut tersedia dalam waktu, harga, dan dasar mutu yang bersaing, dengan ketentuan, bahwa dalam membandingkan harga barangbarang yang diproduksi atau dihasilkan di Indonesia dengan harga barang-barang yang diimpor harus ditambahkan premi (maksimum dua belas setengah persen) dan biaya-biaya lain (tidak termasuk PPN) yang timbul sampai saat barang-barang yang diimpor tiba di Indonesia. 3. Renegosiasi Kontrak Kewajiban penggunaan tenaga kerja, barang, dan jasa pertambangan dalam negeri adalah salah satu isu strategis dalam renegosiasi kontrak. Penggunaan produksi dalam negeri untuk menggantikan barang impor tidak bisa dilakukan sekaligus, namun perlu dilakukan upaya terusmenerus sejak sekarang agar target pencapaian kandungan lokal secara maksimum dapat dicapai. Jika dilihat prosentase perbandingan antara domestik dan import maka Pencapaian kinerja Tahun 2014 mengenai Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara telah melampaui target sebesar 76,7% dari target local content sebesar 61%. Adapun statistik realisasi pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri di sub sektor mineral dan batubara periode lima tahunan menunjukkan tren positif rata-rata tumbuh 10%/tahun, dan pertumbuhan barang dan jasa yang berasal dari impor mengalami penurunan selama kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 14,5%/tahun seperti ditunjukkan pada Gambar Dorongan untuk menggunakan produksi dalam negeri ini sebenarnya juga telah tercantum di dalam kontrak baik itu batubara maupun mineral; dimana dalam kontrak disebutkan bahwa sepanjang kualitas, harga dan waktu pengiriman dapat bersaing, maka perusahaan wajib untuk membeli dan menggunakan produk dalam negeri. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional, melalui peningkatan 76

121 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Beberapa upaya strategis yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara sepanjang Tahun 2014 dan memiliki daya ungkit dalam mendukung pencapaian sasaran Terwujudnya pemberdayaan nasional khususnya indikator prosentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara diantaranya: Gambar 3.29 Prosentase Pemakaian Barang Dan Jasa Dalam Negeri Tahun penggunaan produksi nasional sehingga akan membuat tumbuhnya industri nasional yang kuat di dalam negeri. Selain itu, dengan kokohnya industri pada sektor ini akan memacu tumbuhnya industri pada sektor lain. Berdasarkan hal tersebut, ini menunjukkan sinyal yang positif bahwa penggunaan barang dan jasa yang digunakan di sub sektor pertambangan umum telah menggunakan barang dalam negeri (local content) sehingga sasaran strategis untuk terwujudnya pemberdayaan nasional dapat tercapai melalui peran barang dan jasa tesebut. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa sub sektor pertambangan umum telah berorientasi pada berorientasi pada pro growth, pro poor dan pro job. Ditjen Minerba senantiasa menghimbau agar instansi terkait yang membawahi langsung pembinaan industri produksi dalam negeri dapat menjalin kerjasama yang baik dalam upaya peningkatan volume dan jenis produksi dalam negeri yang dipasok kedalam industri pertambangan di Indonesia. Pembelian barang dari dalam negeri ini diharapkan akan membentuk dan meningkatkan sentra industri yang dalam perkembangannya akan menumbuhkan kantongkantong perekonomian di daerah, dalam rangka mewujudkan hal tersebut perlu pengertian dan kesadaran dari para pengusaha pertambangan untuk mengumumkan daftar barang atau jasa yang diperlukan, serta memberikan kesempatan uji coba kepada produsen barang dalam negeri. 1. Ditjen Mineral dan Batubara untuk Tahun 2014 telah melakukan evaluasi pada penggunaan barang dan jasa dalam negeri dengan melakukan evaluasi ke perusahaan pertambangan. Evaluasi ini bertujuan untuk mensubstitusi produk impor sehingga meningkatkan persentase penggunaan barang dan jasa dalam negeri dan untuk optimalisasi dan peningkatan pemanfaatan barang dan jasa dari impor ke domestik. Beberapa perusahaan yang dilakukan evaluasi, antara lain PT Jorong Barutama Greston, PT Indominco Mandiri dan PT Insani Bara Perkasa. Ditjen Minerba melalui Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Batubara dalam rangka mendukung peningkatan penggunaan produksi dalam negeri telah melakukan beberapa hal seperti evaluasi ke perusahaan PKP2B, evaluasi ke produsen dalam negeri pendukung usaha pertambangan. 2. Fasilitasi pertemuan antara KK/PKP2B dengan produsen dalam negeri pendukung usaha pertambangan khususnya produsen safety equipment, ban, belt conveyor, minyak pelumas dan bahan peledak. Diharapkan dalam kegiatan tersebut di atas, dapat meningkatkan pemakaian produksi dalam negeri di sektor pertambangan batubara, mengalihkan pemakaian barang/ peralatan impor menjadi produk dalam negeri, sarana pertemuan secara langsung antara produsen barang dalam negeri dan pelaku usaha pertambangan, serta sarana bagi Pemerintah menyampaikan kebijakan tentang pertambangan mineral dan batubara. Contoh produk-produk lokal yang telah digunakan perusahaan pertambangan seperti ditunjukkan pada Gambar Mendorong perusahaan KK untuk terus meningkatkan produksi dalam negeri karena perusahaan pertambangan mineral sebagai 77

122 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 8. Pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap penggunaan peralatan barang modal, baik itu dilakukan melalui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) maupun evaluasi per triwulan, sehingga pemerintah terus mengontrol penggunaan produksi dalam negeri. Selain itu juga saat ini sedang dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri ESDM mengenai pengadaan barang-barang. Gambar 3.30 Mining Equipment Produk Lokal primemover dalam pembangunan wilayah dan masyarakat sekitar tambang, akan sangat menentukan berkembangnya produsen dalam negeri pendukung kegiatan pertambangan; 4. Mendorong produsen dalam negeri untuk dapat meningkatkan sisi kualitas, pasokan dan harga sehingga dapat bersaing dengan perusahaan impor; 5. Mendorong perusahaan KK untuk dapat membantu produsen dalam negeri dengan memberikan informasi terkait dengan prosedur, term dan kondisi pengadaan produk dalam negeri; 6. Penggunaan Produk Dalam Negeri pada perusahaan pertambangan mineral dioptimalkan dengan mempertimbangkan kualitas, kontinyuitas, dan harganya; 7. Kebutuhan barang modal perusahaan pertambangan sangat beragam dari inti hingga pendukung, kesempatan ini harus dimanfaatkan; Dapat dikatakan bahwa peningkatan penggunaan produksi nasional akan mendorong tumbuhnya industri nasional yang kuat. Pada gilirannya, kokohnya industri pada sektor ini akan memacu terjadinya multiplier effect terhadap kekuatan industri pada sektor lain. Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara perlu dilakukan secara terintegrasi hulu-hilir, mandiri, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. Dalam hal berdaya saing, maka perlunya produsen dalam negeri untuk memberikan kontribusi yang lebih dalam pemakaian produk pertambangan. Oleh karena itu penggunaan produksi dalam negeri wajib untuk diperhatikan dan diberikan kesempatan untuk berkembang. Beberapa hambatan yang telah diidentifikasi oleh DJMB pada Tahun 2014 dalam rangka peningkatan pembelian dalam Negeri diantaranya: 1. Ketidaktersediaan barang di dalam negeri; 2. Produk dengan spesifikasi tertentu belum tersedia di dalam negeri; 3. Kualitas barang tidak sesuai dengan kebutuhan produksi; 4. Waktu pengiriman yang lama karena Supplier di Indonesia juga membeli barang dari luar negeri; 5. Harga yang lebih mahal jika pembelian dilakukan di dalam negeri; 6. Belum tersedianya pabrik barang/peralatan di Indonesia. Sehingga dibutuhkan investasi yang besar jika Supplier membangun pabrik di Indonesia. Sasaran strategis Terwujudnya Pemberdayaan 78

123 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Nasional juga dicapai melalui Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara). Perusahaan KK, PKP2B dan IUP dalam menggerakkan roda operasional perusahaannya perlu untuk memiliki tenaga kerja yang memiliki kompetensi. Tenaga kerja tersebut berasal dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Asing (TKA). Tentunya dalam hal tenaga kerja asing diwajibkan untuk menyampaikan permohonan kebutuhan tenaga kerja asing di perusahaan KK, PKP2B dan IUP serta Perusahaan Jasa Pertambangan (IUJP). Pada tahun 2014, persentase jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) sebesar 98,85% atau 98,85% dan telah melampaui target 100,87%. Capaian persentase ini dengan asumsi dasar terhadap perusahaan-perusahaan yang masih dalam rentang kendali (span of control) dan izinnya diterbitkan oleh DJMB. Hal ini dimungkinkan karena Ditjen Minerba selalu melakukan evaluasi penggunaan TKA pada perusahaan mineral dan batubara sehingga penggunaan TKA di setiap perusahaan pertambangan (KK,PKP2B dan IUP) dapat terkontrol dan TKI tetap memegang peranan penting pada setiap pucuk manajemen perusahaan. Dalam menggunakan TKA pada perusahaan, perlu mendapat rekomendasi penggunaan TKA dari Ditjen Mineral dan Batubara. Kalau merujuk pada statistik Jumlah Penggunaan TKI dan TKA di Perusahaan Pertambangan khusus KK, PKP2B dan Usaha Jasa Pertambangan (orang) periode menunjukkan trend positif seperti pada Tabel Perusahaan harus mengadakan suatu rencana pelatihan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Indonesia, wajib memperkenalkan hukum dan adatistiadat Indonesia kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) dan sub kontraktornya. Perusahaan dan sub kontraktor yg terdaftar dapat memasukkan Tabel 3.16 Perbandingan TKI dan TKA di KK dan PKP2B dan Usaha Jasa (Orang) ke Indonesia TKA untuk melaksanakan kegiatannya dengan efisien (disertai keterangan pendidikan, pengalaman dan kualifikasi lainnya). Perusahaan akan menyerahkan kepada pemerintah rencana keperluan Tenaga Kerja (TK), laporan TK, program penggantian TKA oleh TKI dan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi TKI. Perusahaan akan menyerahkan kepada pemerintah rencana keperluan TK, laporan penggunaan TK, program penggantian TKA oleh TKI dan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi TKI. Upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara sepanjang Tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terwujudnya pemberdayaan nasional, khususnya indikator Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara adalah: a. Pengawasan Pengunaan Tenaga Kerja Asing; Di beberapa perusahaan pertambangan sering sekali penggunaan tenaga kerja pertambangan tidak dilakukan pengawasan, sehinga banyak sekali di lapangan ditemukan bahwa TKA asing yang dipekerjakan di perusahaan pertambangan belum mendapatkan izin secara resmi dari Kementerian ESDM selaku otoritas pemberi izin dan rekomendasi penggunaan tenaga kerja asing, oleh sebab itu program ini bertujuan untuk memberikan pembinaan dan pengawas kepada pemegang perusahaan pertambangan dalam rangka tertib dalam melaksanakan PP No 23 tahun 2010 sebagai yang disebutkan bahwa setiap Pemegang IUP/ KK harus mendapatkan terlebih dahulu rekomendasi dari Menteri ESDM. b. Evaluasi Rekomendasi Tenaga Kerja Asing Sub Sektor Mineral dan Batubara Ditjen Minerba senantiasa melakukan evaluasi yang lebih ketat terhadap permohonan RPTKA yang diajukan oleh KK/PKP2B/IUP dengan meningkatkan kepatuhan akan negative list pada jabatan-jabatan tertentu yang tidak boleh di jabat oleh TKA. Menekankan agar program Indonesiasi /pendampingan TKI menjadi persyaratan pokok dalam perpanjangan rekomendasi TKA. 79

124 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Capaian Sasaran Terwujudnya Penyerapan Tenaga Kerja (Sasaran 7) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terwujudnya Penyerapan Tenaga Kerja, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel 3.16 sehingga menyebabkan beberapa perusahaan pertambangan membatasi jumlah produksi yang sudah direncanakan dan terbatasnya ekspor raw mineral, dipengaruhi oleh turunnya harga mineral Cu dan Ag di pasaran internasional akibat over supply sehingga menyebabkan permintaan dan pasokan negara seperti China, Spanyol dan Jepang menurun, adanya krisis global yang melanda sejumlah negara Eropa. Untuk komoditas batubara hingga saat ini harga Tabel 3.17Pengukuran Kinerja Sasaran 7 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara Orang ,82% Sampai dengan akhir Desember 2014, indikator Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara dengan menghitung semua tenaga kerja pada perusahaan pertambangan yang izinnya oleh DJMB (KK, PKP2B, Usaha Jasa Pertambangan) serta oleh Gubernur/Bupati/Walikota (IUP Mineral/ IUP Batubara) realisasinya sejumlah orang atau pencapaiannya 82,82% masih dibawah target orang Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Pembangunan industri pertambangan Indonesia dengan memperhatikan sisi pro job terlihat pada keberhasilan pencapaian ini. Sasaran ini sebagai multiplier effect dari industri pertambangan. Dengan memperhatikan sisi pro job ini secara langsung mengurang angka pengangguran di Indonesia sekaligus mengurangi kemiskinan di Indonesia. jual masih tertekan, berkurangnya permintaan di pasar global di satu sisi ditambah lagi belum ada instrumen pembatasan ekspor batubara sehingga terjadi over supply. Banyak perusahaan terpaksa merumahkan sejumlah karyawan untuk menekan biaya agar tetap survival. Namun demikian jika dilihat dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ini , tingkat pertumbuhan angka jumlah tenaga kerja yang terserap di sub sektor mineral dan batubara cukup menggembirakan ditengah melambatnya perekonomian global, dengan tetap mencatatkan angka rata-rata 37,4%/tahun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Tabel 3.18 di atas dan Gambar Tabel 3.18 Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Tahun 2014 Pencapaian kinerja Tahun 2014 mengenai Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara sangat menggembirakan sejumlah orang atau capaiannya sebesar 82,82%, masih di bawah target sejumlah orang. Tidak tercapainya target tersebut karena untuk komoditas mineral masih diberlakukan kebijakan pembatasan ekspor dengan terbitnya Permen ESDM No 1 Tahun 2014, Hal ini menunjukkan bahwa Industri pertambangan pada hakikatnya merupakan industri yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Oleh Karena itu industri pertambangan diharapkan dapat meningkatkan angka tenaga kerja. 80

125 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kompetensi (capacity building) yang harus dimiliki oleh pekerja pada perusahaan pertambangan, disamping itu perlunya menyelaraskan tentang penggunaan beberapa jabatan tenaga teknis pertambangan seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.31 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap Pada Perusahaan Pertambangan (KK,PKP2B, IUP, IUJP, SKT) Periode Tahun Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Minerba sepanjang Tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terwujudnya penyerapan Tenaga Kerja, diantaranya: a. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menginisiasi diselenggarakannya pelatihan untuk meningkatkan kompetensi TKI dalam rangka transfer knowledge dan keterampilan di beberapa perusahaan seperti PT Newmont Nusa Tenggara, PT Nusa Halmahera Mineral, PT Freeport Indonesia, PT Agincourt Resources Gambar 3.32 Pelatihan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia b. Program Indonesianisasi Perusahaan Pertambangan, bertujuan untuk meningkatkan peran dan kapasitas sumberdaya manusia lokal di sektor pertambangan dengan cara mendorong sejumlah perusahaan pertambangan meningkatkan program pelatihan dan pengalihan teknologi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan melalui tahapan yang jelas dan berkesinambungan. c. Inventarisasi tenaga Kerja Pertambangan Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan database serta membuat klasifikasi tenaga kerja pertambangan di perusahaan KK/PKP2B dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluruh Indonesia Capaian Sasaran Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara Yang memenuhi Persyaratan Lingkungan (Sasaran 8) Sasaran strategis Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang Memenuhi Persyaratan Lingkungan, capaian realisasinya didukung oleh 3 (tiga) indikator kinerja yaitu indikator jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan, indikator persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan serta indikator persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel Sampai dengan akhir Tahun 2014, indikator Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan realisasi pencapaiannya seluas 81

126 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Tabel 3.19 Pengukuran Kinerja Sasaran 8 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Ha ,59 101,49% % 87,5 (mineral) 90 (batubara) % 75 (mineral) 97 (batubara) 90,7 (mineral) 94,3 (batubara) 82,9 (mineral) 94,3 (batubara) 104 (mineral) 105 (batubara) 110 (mineral) 97 (batubara) 6.596,594 Ha atau 101,49%.dari target Tahun 2014 seluas Ha. Indikator kinerja Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan realisasi pencapaiannya 90,7% atau 104% dari target 87,5% persentase recovery untuk penambangan mineral dan 94,3% atau 105% dari target 90% persentase recovery untuk penambangan batubara. Sedangkan indikator Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan realisasi pencapaiannya 82,9% atau 110% dari target 75% persentase recovery untuk pengolahan mineral dan 94,3% atau 97% dari target 97% persentase recovery untuk pengolahan batubara Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Industri pertambangan merupakan industri yang memiliki karakteristik yang unik, salah satunya adalah berdampak pada lingkungan yang akan merubah bentang alam.untuk menghindari dampak negatif dari perubahan bentang alam yang disebabkan industri pertambangan, maka perlu dilakukan reklamasi lahan bekas tambang. Kegiatan reklamasi sesuai dengan tuntutan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 bertujuan memperbaiki atau memulihkan kualitas lingkungann dan ekosistem akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pelaksanaan reklamasi yang dilakukan oleh pelaku usaha pertambangan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang serta Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi Dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. Rencana reklamasi yang disusun oleh perusahaan pertambangan paling sedikit memuat: a) tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang; b) rencana bukaan lahan; c) program reklamasi terhadap lahan terganggu; d) kriteria Keberhasilan; dan e) rencara biaya reklamasi. Pelaksanaan reklamasi ini merupakan salah satu bagian dari pengelolaan lingkungan pertambangan sub sektor mineral dan batubara. Kegiatan pengelolaan lingkungan pertambangan sub sektor mineral dan batubara dilaksanakan dalam rangka meminimalisir dampak negatif dari kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Seperti diketahui, banyak isu negatif yang beredar di tengah masyarakat, kalau kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara menimbulkan banyak kerusakan lingkungan. Dengan penjelasan di atas, sangat jelas kalau perusahaan pertambangan wajib mempunyai program pengelolaan lingkungan, sehingga bukan hanya menambang saja tetapi juga melihat faktor lingkungan. Kalau ini terlaksana maka, reklamasi adalah jawaban kalau industri pertambangan bukan merusak lingkungan tetapi memulihkan dan memperbaiki kulaitas lingkungan alam dan ekosistem yang sudah dirubah, bahkan dapat lebih baik dari kondisi awalnya. Reklamasi lahan bekas tambang sampai dengan akhir Tahun 2014 dilakukan pada area seluas 82

127 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 6.596,59 Ha atau 101,49% dari target Tahun 2014 seluas Ha. Capaian indikator kinerja Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan pada tahun 2014 telah melampaui target yang ditetapkan seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.33 Luas Lahan Reklamasi Periode Tahun Namun jika dibandingkan dengan luas lahan yang direklamasi pada Tahun 2013, sedikit mengalami penurunan. Jika dibandingkan capain luas lahan reklamasi sesuai Renstra DJMB Periode yaitu sebesar pada akhir Tahun 2014, maka DJMB untuk tahun 2014 luas lahan reklamasinya sebesar 6.596,59 Ha atau telah melampaui target Renstra. Contoh kegiatan reklamasi yang dilakukan perusahaan pertambangan pada Tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar Pada gambar tersebut jelas terlihat lahan bekas tambang yang kembali hijau setelah direklamasi yang meliputi penataan lahan dan penanaman cover crop kemudian tanaman pohon. Pelaksanaan kegiatan reklamasi oleh pelaku kegiatan usaha pertambangan minerba sangat erat terkait dengan kemajuan kegiatan tambang. Selama tahun 2014, harga komoditas tambang mengalami penurunan yang berimbas pada menurunkan kegiatan tambang. Akibat penurunan kegiatan tambang maka kemajuan tambang menjadi lebih kecil dari yang telah direncanakan semula. Penurunan tingkat produksi tambang mineral dan batubara mengakibatkan ketersediaan lahan untuk reklamasi menjadi berkurang karena lahan yang mestinya sudah habis cadangannya untuk ditambang, masih tersisa cadangannya sehingga lahan tersebut masih belum siap untuk direklamasi. Selain harga komoditas tambang, penurunan kegiatan tambang juga disebabkan hambatan non teknis, yaitu belum terbitnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan di dalam kawasan hutan. Akibat belum atau tidak dapat dilaksanakannya kegiatan pembukaan lahan karena terkendala IPPKH, maka belum ada lahan yang dapat direklamasi. Hal ini juga mengakibatkan tidak tercapainya target luas lahan bekas tambang yang telah direklamasi. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memacu tercapainya target luas lahan yang telah direklamasi, yaitu: a. melakukan evaluasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi bagi kegiatan usaha pertambangan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), b. melakukan bimbingan teknis reklamasi bagi pelaku usaha pertambangan minerba dan bagi Gambar 3.34 Tahapan reklamasi pada lahan bekas tambang 83

128 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja aparat pengawas kegiatan pertambangan minerba. Untuk menjamin pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang oleh perusahaan pertambangan, maka perusahaan wajib menempatkan jaminan reklamasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Perusahaan pertambangan pemegang KK dan PKP2B yang telah menempatkan jaminan reklamasi pada tahun 2014 berjumlah 61 perusahaan. Sementara itu jumlah perusahaan yang telah disetujui dokumen rencana reklamasi periode 5 tahunan oleh Direktur Jenderal mineral dan Batubara sebanyak 16 perusahaan. Upaya-upaya yang telah ditempuh oleh Ditjen Minerba sepanjang Tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan khususnya indikator Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan adalah: 1. Pelaporan reklamasi dan pemantauan lingkungan secara online Untuk menunjang pencapaian sasaran strategis, Ditjen Mineral dan Batubara mengoptimalkan pelaporan reklamasi dan pemantauan lingkungan secara online. Untuk itu telah dibuat website untuk pelaporan reklamasi dan pemantauan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan KK-PKP2B. Website tersebut merupakan media komunikasi yang efektif antara pemerintah dengan pelaku usaha penambangan. Perusahaan KK dan PKP2B diwajibkan menyampaikan data pemantauan lingkungan independen (melalui laboratorium tersertifikasi) setiap bulannya. Tampilan website tersebut dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.35 Website Pelaporan Reklamasi dan Lingkungan pemantauan pelaksanaan reklamasi dalam rangka penetapan/pencairan/pelepasan jaminan reklamasi pertambangan mineral dan batubara dimaksudkan untuk memberikan gambaran terhadap kinerja pelaksanaan kegiatan reklamasi yang telah dilaksanakan perusahaan dalam memperbaiki kinerja reklamasinya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengevaluasi dokumen laporan pelaksanaan reklamasi dan evaluasi lapangan pelaksanaan reklamasi. Sehingga dapat dilihat secara langsung di lapangan komitmen daripelaku kegiatan usaha pertambangan dalam melakukan reklamasi. Sampai dengan akhir tahun 2014, telah dilakukan dilakukan kegiatan peninjauan lapangan dalam rangka pencairan/pelepasan jaminan reklamasi di 25 lokasi perusahaan 2. Evaluasi dan pemantauan pelaksanaan reklamasi dalam rangka penetapan/pencairan/ pelepasan jaminan reklamasi pertambangan mineral dan batubara Pelaksanaan kegiatan evaluasi dan Gambar 3.36 Pemantauan Pelaksanaan Reklamasi Tahun

129 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran pertambangan pemegang KK-PKP2B. Sementara itu, penetapan/revisi penetapan jaminan reklamasi dilakukan pada 16 perusahaan. Gambaran tentang kegiatan pemantauan pelaksanaan reklamasi yang dilaksanakan oleh Ditjen Minerba ditunjukkan pada Gambar Pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba juga menyelenggarakan event tahunan untuk memberikan penghargaan kepada perusahaan pertambangan yang peduli terhadap lingkungan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran strategis Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan. Pemberian penghargaan ini bertujuan sebagai pendorong serta pemberi motivasi kepada perusahaan dan para Kepala Teknik Tambang, untuk dapat mencapai prestasi setinggitingginya dalam pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dan batubara. Kriteria penilaian dalam pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas 6 (enam) unsur penilaian, yaitu: pengelolaan batuan penutup, pengendalian erosi dan sedimentasi, pengelolaan pembibitan, program reklamasi dan revegetasi, pengelolaan sarana penunjang dan pemantauan lingkungan. Penilaian ini melibatkan para tenaga ahli yang berasal dari, Pusat Studi Ilmu Lingkungan UI, Pusat Kajian Lingkungan Pertambangan ITB, Fakultas Kehutanan IPB, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB, Pusat Studi Reklamasi Tambang IPB, dan SEAMEO BIOTROP serta dibantu oleh Inspektur Tambang. Adapun mekanisme penilaian lingkungannya adalah dilakukan dengan 3 (tiga) Tahapan yaitu: 1) Seleksi administrasi oleh panitia penilai; 2) Evaluasi lapangan oleh tim tenaga ahli dibantu Inspektur Tambang; 3) Evaluasi akhir oleh seluruh tim penilai ditambah dengan Inspektur Tambang. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.37 Gambar 3.37 Pemberian Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara Adapun perusahaan yang memperoleh penghargaan berupa Piagam (Reward) pada tahun 2014, sebanyak 43 perusahaan; terdiri dari 6 perusahaan pemegang Kontrak Karya, 23 perusahaan pemegang PKP2B, dan 14 perusahaan pemegang IUP. 1). Peraih Piagam (Reward) tersebut terbagi dalam 3 kategori peringkat yaitu penerima penghargaan aditama (emas) berjumlah 9 perusahaan, penerima penghargaan utama (perak) berjumlah 11 perusahaan dan penerima penghargaan pratama (perunggu) berjumlah 22 perusahaan. Rincian perusahaan yang meraih Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel Bimbingan teknis reklamasi dan pascatambang pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Bimbingan teknis reklamasi dan pascatambang dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan pemahaman tentang reklamasi dan pascatambang pada pertambangan minerba yang sesuai dengan ketentuan. Kegiatan ini ditujukan untuk Pemerintah Daerah khususnya Aparat Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pelaku Usaha 85

130 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja (Perusahaan Pertambangan) agar mempunyai pemahaman yang sama tentang reklamasi dan pascatambang. Sampai dengan akhir tahun 2014, kegiatan bimbingan teknis reklamasi dan pacatambang pada kegiatan pertambangan minerba dilaksanakan di 3 lokasi berbeda yaitu Banjarmasin, Manado dan Palembang. Pelaksanaan di lokasi yang berbeda ini bertujuan untuk lebih mendekatkan pada daerah-daerah yang memiliki izin usaha pertambangan minerba. Dengan demikian diharapkan akan lebih banyak pelaku usaha pertambangan minerba dan aparat pengawas pertambangan yang makin memahami kewajiban pelaksanaan reklaamsi dan pascatambang serta teknis pelaksanaan kegiatan reklamasi sesuai dengan pedoman teknis serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka mewujudkan kegiatan pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ilustrasi pelaksanaan bimbingan teknis reklamasi dan pacatambang tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar Tabel 3.20 Peraih penghargaan pengelolaan lingkungan pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Mineral Batubara Aditama (Emas) PT Vale Indonesia (KK) PT Kideco Jaya Agung (PKP2B) PT Cibaliung Sumber Daya (IUP) PT Antam (Persero) Tbk UBPN Sulawesi Tenggara (IUP) PT Kaltim Prima Coal (PKP2B) PT Berau Coal (PKP2B) PT Meares Soputan Mining (KK) PT Tambang Tondano Nusa Jaya (KK) PT Sebuku Iron Lateritic (IUP) Penghargaan Mineral Batubara Utama (Perak) PT Adaro Indonesia (PKP2b) PD Baramarta (PKP2B) PT Indominco Mandiri (PKP2B) PT Insani Baraperkasa (PKP2B) PT Mandiri Inti Perkasa (PKP2B) PT Mahakam Sumber Jaya (PKP2B) PT Tanito Harum (PKP2B) PT Bukit Asam (IUP) PT Jembayan Muara Bara (IUP) PT Kitadin Tandung Mayang (IUP) PT Tunas Inti Abadi (IUP) Penghargaan Mineral Batubara Pratama (Perunggu) PT Antam (Persero), Tbk UPBN Maluku Utara (IUP) PT Freeport Indonesia (KK) PT J Resources Bolaang Mongondow (KK) PT Nusa Halmahera Minerals (KK) PT antang Gunung Meratus (PKP2B) PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin (PKP2B) PT Bahari Cakrawala Sebuku (PKP2B) PT Borneo Indobara (PKP2B) PT Firman Ketaun Perkasa (PKP2B) PT Lanna Harita Indonesia (PKP2B) PT Firman Ketaun Perkasa (PKP2B) PT Lanna Harita Indonesia (PKP2B) PT Perkasa Inakakerta (PKP2B) 86

131 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Penghargaan Mineral Batubara Pratama (Perunggu) PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKP2B) PT Tanjung Alam Jaya (PKP2B) PT Santan Batubara (PKP2B) PT Singlurus Pratama (PKP2B) PT Teguh Sinar Abadi (PKP2B) PT Trubaindo Coal Mining (PKP2B) PT Mega Prima Persada (IUP) PT Mega Alam Sejahtera (IUP) PT Kemilau Rindang Abadi (IUP) PT Kitadin Embalut (IUP) PT Arzara Baraindo Energitama (IUP) penyusunan dan evaluasi RKTTL bagi pemegang IUP dan pemerintah daerah. Selain itu workshop juga bertujuan mensosialisasikan dan menerima masukan dari KK-PKP2B terkait rencana perubahan matrik RKTTL Mineral dan Batubara yang akan diterapkan pada RKTTL Tahun Gambar 3.39 memberikan ilustrasi bagaimana pelaksanaan workshop penyusunan RKTTL untuk Indonesia bagian barat dan timur. 6. Evaluasi Laporan RKTTL untuk Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara. Gambar 3.38 Bimtek Reklamasi dan Pascatambang Pelaksanaan Evaluasi Laporan RKTTL untuk 5. Workshop Penyusunan RKTTL Kegiatan workshop penyusunan RKTTL dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Sulawesi Utara masing-masing untuk wilayah Indonesia Bagian Barat dan wilayah Indonesia Bagian Timur. Dalam RKTTL terdapat bagian yang menjelaskan upaya penerapan konservasi minerba oleh pemegang IUP/KK- PKP2B. RKTLL sebagai dokumen rencana kerja aspek keteknikan dan lingkungan belum secara luas tersosialisasikan kepada pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah dan pemegang IUP. Dengan latarbelakang itu disusunlah kegiatan workshop yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dalam Gambar 3.39 Workshop Penyusunan RKTTL 87

132 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara pemegang IUP/KK-PKP2B dimaksudkan dalam rangka pengawasan secara administratif terhadap realisasi kinerja aspek keteknikan (termasuk konservasi) dan lingkungan pada tahun berjalan dan evaluasi rencana kerja aspek keteknikan dan lingkungan pada tahun selanjutnya. Kegiatan Evaluasi Laporan RKTTL untuk kegiatan Usaha Mineral dan Batubara dilaksanakan di Jakarta, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Kepulauan Riau. Pemegang IUP/ KK-PKP2B mempresentasikan dokumen RKTTL dan evaluasi diberikan terhadap rencana kerja tersebut. Kegiatan ini juga melibatkan pemerintah daerah (distamben provinsi dan kabupaten) yang juga berfungsi sebagai sosialisasi kegiatan evaluasi Laporan RKTTL untuk diterapkan di daerah. Selain diukur dari indikator luas lahan yang dilakukan reklamasi, untuk mencapai sasaran strategis Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang Memenuhi Persyaratan Lingkungan, maka perlu juga dilihat pada sisi pencapaian indikator kinerja recovery penambangan dan recovery pengolahan. Recovery penambangan adalah suatu angka atau besaran yang menunjukkan seberapa efektif batubara atau mineral yang ditambang atau perbandingan antara jumlah produksi penambangan dengan rencana penambangan berdasarkan pemodelan endapan. Angka recovery penambangan ditunjukkan dalam bentuk persentase (%), dimana semakin besar nilai recovery penambangan maka semakin efektif penambangan. Metode perhitungan recovery penambangan yang biasa digunakan yaitu in-situ model vs data aktual penambangan (in-situ model vs actual coal/ore mined). Perhitungan recovery penambangan dengan metode ini dihitung dengan membandingkan in-situ model (geological model) dengan mineral/batubara yang ditambang berdasarkan perhitungan pengangkutan/truk (truck account / dispatch). Sebagaimana telah disebutkan di atas, realisasi indikator kinerja recovery penambangan mineral dan batubara hingga akhir tahun 2014 melebihi target yang ditetapkan yaitu masing-masing sebesar 90,7% dan 94,3% dari rencana 87,5% dan 90% untuk mineral dan batubara. Pencapaian target kinerja tersebut disebabkan oleh beberapa hal yang telah dilakukan Ditjen Mineral dan Batubara yaitu: 1. meningkatkan pengawasan aspek konservasi mineral dan batubara (khususnya metode perhitungan serta rekonsiliasi data recovery penambangan) melalui pengawasan/inspeksi terpadu. Pada tahun 2014, telah dilakukan kegiatan pengawasan konservasi mineral dan batubara pada 32 kali pengawasan di dua belas (12) provinsi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.40.dan Gambar Gambar 3.40 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Mineral Tahun 2014 Gambar 3.41 Pengawasan Recovery Penambangan Komoditi Batubara Tahun

133 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 2. meningkatkan pembinaan teknis terhadap perusahaan dan aparat pemerintah daerah terkait dengan metode perhitungan serta rekonsiliasi data recovery penambangan. Sepanjang tahun 2014, telah dilaksanakan kegiatan bimbingan teknis sebanyak lima (5) kali di lima (5) Provinsi. 3. sebagian perusahaan pertambangan khususnya batubara menetapkan target recovery penambangan di atas angka target indikator kinerja. Hal ini disebabkan beberapa kegiatan pertambangan memiliki tipe endapan komoditas yang sederhana dan atau peralatan penambangan yang sesuai tipe endapan sehingga penambangan bisa dilakukan secara lebih efektif. Dengan tercapainya target indikator kinerja recovery penambangan mineral dan batubara maka langkah ke depan guna mempertahankan capaian ini adalah dengan meningkatan pengawasan dan pembinaan teknis konservasi bagi pemegang IUP/ KK-PKP2B. Jika diukur berdasarkan capaian persentase, maka realisasi terhadap target recovery penambangan mineral dan batubara tahun 2014 adalah 104% (mineral) dan 105% (batubara). Capaian persentase tahun 2014 ini merupakan capaian tertinggi dibandingkan capaian 3 tahun terakhir yaitu sebesar 99% (mineral) dan 101% (batubara) pada tahun 2012 serta 96% (mineral) dan 102% (batubara) pada tahun selanjutnya. Secara umum, terdapat tren peningkatan persentase recovery penambangan mineral dan batubara seperti dapat dilihat pada Gambar Pada tahun 2012 dan 2013, recovery penambangan mineral mencapai 89% dan meningkat menjadi 90,7% di pada tahun Begitu pula untuk komoditas batubara yang juga menunjukan tren peningkatan recovery penambangan dari tahun 2012 sebesar 91% meningkat menjadi 95% di tahun Pada tahun 2014, secara umum recovery penambangan stabil di kisaran 95% kecuali di triwulan I yang sempat menyentuh tingkat 92%. Penurunan di awal tahun ini disebabkan beberapa pemegang PKP2B melakukan review terhadap Catatan : Target tahun 2012 dan 2013 belum dipisahkan per komoditas Gambar 3.42 Recovery penambangan pemegang IUP/KK-PKP2B tahun 2014 model geologi yang berakibat perubahan model in-situ yang menyebabkan recovery penambangan menurun. Namun seiring dengan waktu, kinerja recovery penambangan hingga akhir 2014 kembali berhasil meningkat menyentuh besaran 95%. Selanjutnya, parameter terlaksanakannya konservasi mineral dan batubara juga dapat diukur dari capaian recovery pengolahan yaitu perbandingan antara jumlah produksi pengolahan/ pemurnian dengan jumlah produksi tambang yang masuk di dalam proses pengolahan/pemurnian. Realisasi recovery pengolahan mineral pada kegiatan pertambangan hingga akhir tahun 2014 masing-masing 82,9% dan 94,3% dari target recovery pengolahan mineral dan batubara sebesar 75% dan 97% seperti dapat dilihat pada Gambar Berdasarkan data tiga tahun terakhir, recovery pengolahan mineral tertinggi dicapai pada tahun 2012 sebesar 86,7% kemudian sedikit menurun menjadi 85% pada tahun selanjutnya. Memasuki tahun 2014, variabilitas recovery pengolahan mineral cukup tinggi dengan pola umum meningkat seiring dengan waktu. Rentang recovery pengolahan yang ada pada tahun 2014 adalah 74,6% s.d. 89%. Variasi recovery pengolahan mineral disebabkan komoditas ini memiliki kecenderungan distribusi kadar yang tidak 89

134 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 3. Adapun tindak lanjut yang akan dilakukan guna mencapai target recovery pengolahan batubara yang masih belum tercapai adalah meningkatan pengawasan dan mengkaji penerapan penggunaan teknologi yang lebih efektif dalam pencucian batubara diiringi dengan pengawasan yang lebih intensif pada kegiatan pencucian batubara sehingga supaya yield pencucian batubara dapat meningkat. Catatan : Target tahun 2012 dan 2013 belum dipisahkan per komoditas Gambar 3.43 Recovery pengolahan pemegang IUP/KK-PKP2B Tahun 2014 homogen sehingga mempengaruhi kadar umpan yang masuk ke pengolahan. Hal ini berbeda dengan komoditas batubara yang cenderung memiliki distribusi kualitas yang homogen sehingga cenderung konsisten recovery pengolahannya. Recovery pengolahan batubara dari tahun 2012 s.d mengalami tren peningkatan dari 90% pada tahun 2012 dan 2013 menjadi 94,3% pada tahun Jika dibandingkan dengan target, maka capaian recovery batubara hanya 97% dari target. Ketidaktercapaian target recovery pengolahan batubara disebabkan adanya beberapa pemegang PKP2B yang melakukan proses pencucian batubara sehingga mengurangi realisasi recovery pengolahan secara keseluruhan. Secara umum pencapaian target kinerja indikator recovery pengolahan mineral dan batubara tahun 2014 disebabkan oleh beberapa hal yang telah dilakukan Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara yaitu: 1. meningkatkan pembinaan teknis terhadap perusahaan dan aparat pemerintah daerah terkait dengan metode perhitungan dan upaya peningkatan recovery pengolahan. 2. sebagian perusahaan pertambangan khususnya mineral telah melakukan upaya peningkatan recovery pengolahan melalui penggunaan teknologi pengolahan dan pemurnian yang lebih efektif. Namun, hal ini akan sangat bergantung kepada sumberdaya keuangan pemegang IUP/KK-PKP2B tersebut. 4. meningkatkan pengawasan aspek konservasi mineral dan batubara (khususnya perhitungan data recovery pengolahan) melalui pengawasan/inspeksi terpadu. Kegiatan pengawasan konservasi dilaksanakan dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi pemegang IUP/KK-PKP2B. Dari aspek konservasi, pengawasan difokuskan kepada upaya penambangan dan pengolahan mineral/ batubara agar diperoleh recovery yang optimal, pengelolaan mineral/batubara kualitas atau kadar rendah dan sisa hasil pengolahan mineral/batubara, serta pendataan cadangan tidak tertambang. Pengawasan diakhiri dengan diskusi terhadap hasil pengawasan pada close out meeting dan penulisan perintah/saran/ tindakan koreksi dari Inspektur Tambang di dalam Buku Tambang untuk dilaksanakan pemegang IUP/KK-PKP2B. Sampai dengan akhir tahun anggaran 2014, telah dilaksanakan kegiatan pengawasan konservasi mineral dan batubara sebanyak 32 kali pengawasan di dua belas (12) provinsi. 5. Bimbingan teknis untuk pemegang IUP/KK- PKP2B serta pemerintah daerah. Pelaksanaan kegiatan Bimbingan teknis dibagi menjadi dua kegiatan yaitu: a. Pertemuan Teknis Konservasi Mineral dan Batubara yang dilaksanakan di Provinsi Bengkulu dan Provinsi Maluku Utara; dan b. Pemasyarakatan dan Penerapan Konservasi kepada Pemegang IUP yang dilaksanakan di tiga lokasi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Sulawesi Tenggara. 90

135 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Perbedaan antara dua kegiatan pembinaan teknis ini adalah target peserta serta penekanan materi yang berbeda. Kegiatan pertemuan teknis lebih fokus kepada aparat pemerintah daerah sedangkan pemasyarakatan lebih fokus kepada pemegang IUP Capaian Sasaran Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral Dan Batubara Yang Memenuhi Persyaratan Keselamatan (Sasaran 9) Realisasi Capaian Sasaran Sasaran strategis Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan, capaian realisasinya didukung oleh 1 (satu) indikator kinerja yaitu Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum. Indikator kinerja sasaran beserta target, realisasi dan capaiannya di Tahun 2014 diuraikan dalam Tabel kaidah dan prinsip keselamatan dilakukan dengan beberapa metode yaitu pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dan evaluasi laporan kinerja perusahaan, dari hal tersebut pemerintah dapat melihat kinerja keselamatan pertambangan dalam bentuk statistik kecelakaan tambang. Salah satu data statistik yang dapat digunakan untuk menilai kinerja pengelolaan keselamatan pertambangan adalah tingkat kekerapan kecelakaan tambang atau Frequency Rate (FR). FR adalah Jumlah korban akibat kecelakaan tambang untuk setiap jam kerja dibagi dengan jumlah hari kerja kumulatif dalam periode tersebut. Tingkat Kekerapan atau Frequency Rate (FR) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: FR = Jumlah Korban Akibat Kecelakaan Tambang Jumlah Jam Kerja Tenaga Kerja X Catatan: Satu Juta Jam ( ) adalah jumlah jam kerja 500 tenaga kerja yang bekerja 40 jam seminggu dan 50 minggu pertahun. Tabel 3.21 Pengukuran Kinerja Sasaran 9 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi % Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum 0,5 0,19 263,15 Realisasi indikator Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum tahun 2014 realisasi capaiannya sebesar 0,19 atau 263,15% dari target target 0, Evaluasi Realisasi Capaian Sasaran Produktifitas perusahaan sangat dipengaruhi oleh 3 (tiga) unsur yaitu Keselamatan, Kualitas, dan Kuantitas, yang dikenal juga dengan istilah segitiga produktifitas. Apabila satu unsur tidak terpenuhi produktifitas pasti terganggu. Oleh karena itu pengelolaan keselamatan pertambangan merupakan hal yang sangat utama di dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Untuk dapat menilai kegiatan usaha pertambangan sudah berbudaya K3 dan memenuhi Adapun data kecelakaan tambang untuk Tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.22 Data Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2014 Kecelakaan Ringan Berat Mati Jumlah Jumlah Jam Kerja Kumulatif ,19 Besaran nilai yang dicapai pada Tahun 2014 untuk FR sebesar 0,19 sehingga angka FR tersebut di bawah target untuk Tahun 2014 (Target Tahun 2014 sebesar 0,50). Hal ini menunjukkan hasil yang positif dari jumlah kecelakaan tambang atau telah terjadi penurunan jumlah kecelakaan tambang. Tercapainya target penurunan tingkat FR 91

136 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja kekerapan kecelakaan tahun 2014 tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan secara intensif kepada perusahaan pertambangan mineral dan batubara serta aparat pengawas di provinsi dan kabupaten/kota. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatnya kesadaran penerapan keselamatan pertambangan dan terciptanya kondisi tambang yang aman, nyaman, sehat, dan selamat. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan serta keselamatan operasi pertambangan pada Tahun 2014 menunjukkan Penurunan FR apabila dibandingkan dengan Tahun FR pada tahun 2013 sebesar 0,31, sedangkan pada Tahun 2014 turun menjadi 0,19. Sementara itu, jumlah kecelakaan tambang yang terjadi pada tahun 2014 sebanyak 144 korban dimana terjadi penurunan kecelakaan tambang dibandingkan dari tahun 2013 yaitu sebanyak 232 korban. Secara keseluruhan, tren FR dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2014 juga mengalami penurunan setiap tahunnya seperti ditunjukkan pada Gambar Data tersebut merupakan Untuk jumlah korban kecelakaan tambang terutama pada kecelakaan tambang berakibat cidera ringan pada tahun 2014 berjumlah 38 orang, dimana sebelumnya menimpa 75 orang pada tahun Jumlah korban kecelakaan tambang berakibat cidera berat Tahun 2014 berjumlah 74 orang dan 111 orang pada Tahun Begitu juga dengan kecelakaan tambang berakibat mati dengan jumlah 32 orang pada Tahun 2014, dimana terjadi penurunan dibandingkan pada tahun 2013 sebanyak 46 orang. Gambar 3.45 menunjukkan Gambar 3.45 Statistik Kecelakaan Tambang Tahun 2009 s.d 2014 secara keseluruhan statistik kecelakaan tambang (cidera ringan, cidera berat, dan mati) untuk periode 2010 s.d Penurunan statistik kecelakaan tambang baik dari segi jumlah maupun FR, masih tetap menjadi perhatian bagi Ditjen Mineral dan Batubara serta Dinas Pertambangan Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta manajemen perusahaan untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan secara menyeluruh sehingga pada tahun yang akan dating kecelakaan fatal dapat dihindari. Gambar 3.44 Realisasi (Frequency Rate) FR Tahun 2009 s.d 2014 elemen positif dari jumlah kecelakaan tambang setiap tahunnya, artinya penurunan tersebut membuktikan bahwa jumlah kecelakaan tambang menurun setiap tahunnya. Upaya-upaya srategis yang telah dilakukan oleh Ditjen Minerba sepanjang tahun 2014 untuk mendukung pencapaian sasaran Terlaksananya Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara yang Memenuhi Persyaratan Keselamatan adalah: 1. Pengawasan Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Kegiatan pengawasan aspek pengelolaan keselamatan dilaksanakan dalam bentuk 92

137 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran kunjungan langsung ke lokasi pemegang IUP/KK- PKP2B. Sampai dengan akhir tahun 2014, telah dilaksanakan kegiatan pengawasan sebanyak 30 kali pengawasan di dua belas (12) provinsi. Gambar 5.38 memberikan ilustrasi bagaimana pengawasan pengelolaan keselamatan pertambangan minerba dilakukan seperti ditunjukkan pada Gambar Kegiatan pengawasan ini dilakukan untuk memenuhi regulasi mengenai pengelolaan keselamatan pertambangan diamanahkan dalam pasal 26 dan 27 pada Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang dalam implementasinya perlu dikembangkan dan ditingkatkan agar selaras dengan amanah Pasal 4 pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Selain itu kegiatan inspeksi di Tahun 2014 yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara untuk memastikan bahwa perusahaanperusahaan pertambangan baik itu KK, PKP2B dan IUP telah menyelenggarakan pengelolaan Keselamatan Pertambangan. 2. Penyerahan Penghargaan Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara Penyerahan Penghargaan Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan kegiatan rutin yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sejak tahun Tujuan pemberian Penghargaan ini adalah sebagai pendorong serta pemberi motivasi kepada para Kepala Teknik Tambang untuk dapat mencapai prestasi setinggi-tingginya dalam pengelolaan keselamatan pertambangan mineral dan batubara. Unsur penilaian Penghargaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas dua unsur penilaian, yaitu: a. Upaya pencegahan kecelakaan Unsur yang dinilai dalam upaya pencegahan kecelakaan adalah: 1) Kebijakan Keselamatan Pertambangan; Gambar 3.46 Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun

138 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 2) Peraturan Keselamatan Pertambangan; 3) Organisasi Keselamatan Pertambangan; 4) Kepala Teknik Tambang/ Penanggung Jawab Operasional; 5) Program Keselamatan Pertambangan; 6) Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko (IBPR), dan Penetapan Pengendalian; 7) Training Keselamatan Pertambangan; 8) Alat Pelindung Diri; 9) Kelistrikan dan Permesinan; 10) Pertemuan Keselamatan Pertambangan; 11) Kampanye/Promosi Keselamatan Pertambangan; 12) Kesehatan Kerja; 13) Inspeksi; 14) Investigasi Kecelakaan; 15) Kesiapsiagaan Keadaan Darurat; 16) Audit Keselamatan Pertambangan; dan Pemeriksaan lapangan. b. Statistik Kecelakaan Statistik kecelakaan yang dinilai adalah Tingkat Kekerapan Kecelakaan (Frequency Rate/FR) dan Tingkat Keparahan Kecelakaan (Severity Rate/ SR) pada periode Januari sampai dengan Desember Penerima penghargaan pengelolaan keselamatan pertambangan mineral dan batubara dibagi atas beberapa jenis: 1) Peraih Piagam (Reward) Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara terbagi dalam 3 (tiga) kategori peringkat, yaitu: a. Peraih Piagam ADITAMA bersimbol emas adalah perusahaan yang memperoleh NAP = 10. b. Peraih Piagam UTAMA bersimbol perak adalah perusahaan yang memperoleh NAP: 9 NAP < 10. c. Peraih Piagam PRATAMA bersimbol perunggu adalah perusahaan yang memperoleh NAP: 8 NAP < 9. 2) Peraih Trophi (Award) Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara diberikan kepada perusahaan yang terbaik diantara penerima piagam ADITAMA pada masingmasing kelompok. Kegiatan Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2014 seperti ditunjukkan pada Gambar Adapun perusahaan yang memperoleh penghargaan pada tahun 2014, sebanyak 47 perusahaan, sebagaimana terlampir dengan perincian pada Tabel Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemerintah Daerah Bidang Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Manfaat dari kegiatan adalah terciptanya suasana kerja yang aman pada pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara serta tumbuhnya pemahaman pada setiap orang yang berkecimpung dalam usaha pertambangan khususnya Pengawas Pemda bahwa keselamatan Gambar 3.47 Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun

139 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran pertambangan adalah modal awal untuk mencapai target operasi tambang. Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemerintah Daerah bidang Keselamatan Pertambangan Minerba telah dilaksanakan di 11 Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota, dan di 8 Provinsi di Indonesia, dengan rincian adalah Provinsi Sumatera Barat (Kota Sawahlunto), Provinsi Kepulauan Riau (Kabupaten Karimun), Tabel 3.23 Peraih Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Jenis Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Aditama (Emas) Jenis Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Utama (Perak) Penghargaan Pratama (Perunggu) Nama Perusahaan Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: - Tidak ada - Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Bukit Makmur Mandiri Utama Site PT Berau Coal PT Cipta Kridatama Site PT Tunas Inti Abadi Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Tunas Inti Abadi Nama Perusahaan Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Agincourt Resources PT Arutmin Indonesia North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) PT Berau Coal PT Kaltim Prima Coal PT Mahakam Sumber Jaya Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Dharma Henwa Site PT Kaltim Prima Coal PT Harita Panca Utama Site PT Tanito Harum PT Kalimantan Prima Persada Site PT Bhumi Rantau Energi PT Riung Mitra Lestari Site PT Trubaindo Coal Mining PT Sapta Indrasejati Site PT Adaro Indonesia Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Antam (Persero), Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara PT Antam (Persero), Tbk. UBPP Logam Mulia PT Antam (Persero), Tbk. UBPE Pongkor PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit Pelabuhan Tarahan PT Sebuku Iron Lateritic Ores PT Jemabayan Muarabara PT Telen Orbit Prima PT Timah (Persero), Tbk. Unit Metalurgi Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Bharinto Ekatama PT Indominco Mandiri PT Jorong Barutama Greston PT J resources Bolaang Mongondow PT Kalimantan Energi Lestari PT Kideco Jaya Agung PT Mandiri Intiperkasa PT Meares Soputan Mining PT Perkasa Inakakeerta PT Pesona Khatulistiwa Nusantara PT Tanjung Alam Jaya PT Teguh Sinar Abadi PT TambangTondano Nusajaya PT Vale Indonesia Tbk. Tambang Sorowako PT wahana Baratama Mining 95

140 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Jenis Penghargaan Keselamatan Pertambangan Tahun 2014 Penghargaan Pratama (Perunggu) Penghargaan Pratama (Perunggu) Penghargaan Tropi Nama Perusahaan Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Harita Panca Mandiri Utama Site PT Singlurus Pratama PT Madhani talatah Nusantara Site PT Berau Coal PT Pamapersada Nusantara Site PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim PT petrosea Site PT Kideco Jaya Agung PT Thiess Contractors Indonesia Site PT Teguh Sinar Abadi Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim PT Kitadin Site Emablut PT Kitadin Site Tandung Mayang PT Lamindo Inter Multikon PT Mega Alam Sejahtera PT Timah (Persero), TBK. Unit Kundur Kelompok Pertambangan Mineral dan Batubara: - Tidak ada - Kelompok Kontraktor Utama Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara: PT Cipta Kridatama Site PT Tunas Inti Abadi Kelompok Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara: PT Tunas Inti Abadi Provinsi Banten (Kabupaten Pandeglang), Provinsi Jawa Barat (Kota Cirebon), Provinsi Kalimantan Tengah (Kabupaten Kapuas), Provinsi Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Kutai Timur), Provinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin), Provinsi Papua (Kabupaten Mimika). Gambar 3.48 memberikan ilustrasi pelaksanaan Pemberdayaan Aparat Pengawas Pemerintah Daerah Bidang Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur 4. Pelaksanaan Fire & Rescue Challenge di Lingkungan Pertambangan Mineral dan Batubara. Kegiatan Fire and Rescue Challenge ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan personil maupun tim Emergency Response dengan belajar dari tim lain. Maksud diadakannya kegiatan ini adalah memberikan kesempatan kepada Tim Emergency Response untuk melaksanakan penanganan keadaan darurat sesuai dengan skenario yang sudah dibuat seperti penyelamatan di air, penyelamatan di ketinggian, Gambar 3.48 Pemberdayaan Aparat PEMDA Dalam Pengawasan Keselamatan Pertambangan Tahun

141 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran penyelamatan dalam kendaraan dan penyelamatan di area convince space, peningkatan keterampilan dalam Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dan penyelamatan lainnya. Setiap tim diberikan skenario kasus insiden yang harus dilaksanakan dan dipecahkan sampai korban dievakuasi. Tim tersebut harus melakukan evakuasi dengan cara dan prosedur yang dikuasai oleh masing-masing team, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dari personil Emergency Response, dan memberi kesempatan kepada Tim dari satu perusahaan untuk menunjukkan dan mengukur sejauh mana proses belajar yang telah dilakukan dapat berjalan dengan efektif dan mencapai hasil yang maksimal. Tahap kegiatan ini dilakukan dengan: a). membuat skenario keadaan darurat yang mungkin timbul pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara, b). menyertakan perusahaan yang telah mempunyai rescue team dan bagi perusahaan yang belum mempunyai rescue team diundang sebagai yang bergerak di pertambangan, Migas, industri dan listrik. Kegiatan ini diikuti oleh 13 tim dari 12 perusahaan. Gambar 3.49 memberikan ilustrasi pelaksanaan Fire and Rescue Challenge di Pertamina Training Center, Sungai Gerong, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Tahun Pertemuan Teknis Tahunan Kepala Dinas. Kegiatan Pertemuan Teknis Tahunan Kepala Dinas selaku KAIT Seluruh Indonesia dilakukan sebagai sarana koordinasi, inventarisasi berbagai permasalahan di daerah untuk mencari penyelesaian serta juga menyamakan persepsi dalam pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan. Disamping itu juga mendorong Kepala Dinas selaku KAIT untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pengelolaan Keselamatan Pertambangann secara terintegrasi dan terkoordinasi, agar tugas pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan Gambar 3.49 Pelaksanaan Fire & Rescue Challenge Tahun 2014 peninjau dan sekaligus diminta agar segera membentuk rescue team. Hasil dari kegiatan ini adalah terciptanya peningkatan fire and rescue team dalam melakukan penyelamatan akibat kebakaran dan keadaan darurat sesuai dengan pedoman pelaksanaan penyelamatan sehingga korban jiwa dan harta dapat diperkecil. Pada tahun 2014 ini kegiatan diadakan di Pertamina Training Center, Sungai Gerong, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selata, yang diikuti dari beberapa team Fire and Rescue dari perusahaan terlaksana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Manfaat kegiatan ini adalah terlaksananya pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang usaha pertambangan secara terkoordinasi dan terintegrasi antara pusat dan daerah serta adanya pemahaman yang sama dalam melaksanakan tugas pengawasan. Kegiatan pertemuan teknis tahunan Kepala Dinas/ KAIT pertambangan dan energi seluruh Indonesia dilaksanakan dengan mengundang Kepala Dinas/ 97

142 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja KAIT seluruh Indonesia dengan terlebih dahulu dilakukan inventarisasi berbagai persoalan di daerah-daerah dalan pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan Keselamatan bidang pertambangan untuk dibahas secara bersama. Berdasarkan hasil pembahasan pada pertemuan KADIS Selaku KAIT tahun 2014 dengan tema Strategi Pencegahan Kecelakaan Tambang Berakibat Berat dan Mati, telah disepakati beberapa hal yaitu: a. Dalam mengemban amanah rakyat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu kejelasan tentang pengelolaan Inspektur Tambang; b. Dalam memenuhi target 1000 Inspektur Tambang, Calon Inspektur Tambang di daerah segera diangkat dan membuat terobosan dalam mendayagunakan Pejabat Struktural yang memiliki kompetensi Inspektur Tambang; c. Perlu ditingkatkan kewajiban pelaporan kecelakaan tambang dariinstansi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi Pertambangan; d. Investigasi kecelakaan tambang berakibat mati di Kabupaten/Kota diperiksa bersama oleh Inspektur Tambang Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota; e. Kepala Inspektur Tambang agar menekankan kepada Kepala Teknik Tambang untuk menindaklanjuti hasil evaluasi Medical Check Up 6. Pertemuan Teknis Tahunan Kepala Teknik Tambang Ditjen Minerba menyelenggarakan kegiatan Pertemuan Teknis KTT Perusahaan Pertambangan Seluruh Indonesia sebagai sarana koordinasi, inventarisasi berbagai permasalahan di daerah untuk mencari penyelesaiannya serta penyamaan persepsi dalam pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan di daerah. Kegiatan ini juga mendorong KTT Perusahaan Pertambangan Seluruh Indonesia untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pengelolaan keselamatan pertambangan secara terintegrasi dan terkoordinasi, agar tugas pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang pertambangan terlaksana sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Manfaat kegiatan ini adalah terciptanya pelaksanaan pengawasan dan pengelolaan keselamatan bidang usaha pertambangan secara terkoordinasi dan terintegrasi antara pengawas dengan KTT. Hasil kegiatan pertemuan KTT tahun 2014 ini adalah bahwa telah disepakati dalam pembahasan dengan tema Strategi Pencegahan Kecelakaan Tambang Berakibat Berat dan Mati sebagai berikut : a. Kepala Teknik Tambang melakukan identifikasi ulang, memetakan dan membuat daftar potensi kecelakaan berakibat berat dan atau mati, serta membuat strategi pencegahan yang terukur dan melaporkan kepada Kepala lnspektur Tambang; b. Membekali lini manajemen mulai dari puncak pimpinan tentang safety leadership dan safety accountability, dan menetapkan standar minimal pengetahuan dan kemampuan (knowledge & skill) yang harus dimiliki; c. Menetapkan identitas khusus bagi pekerja baru (pelaksana) yang bekerja di pertambangan dengan masa kerja kurang dari 2 (dua) tahun untuk memudahkan pengawasan; 7. Bimbingan Dalam Rangka Membudayakan Keselamatan Pertambangan Pada Pekerja Di Kegiatan Izin Pertambangan Rakyat. Kegiatan Bimbingan Dalam Rangka Membudayakan Keselamatan Pertambangan Pada Pekerja Di Kegiatan Izin Pertambangan Rakyat Bimbingan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengelolaan Keselamatan Pertambangan bagi pengelola/ pemegang izin pertambangan rakyat dalam bentuk pengawasan administrasi dan di lapangan. Kegiatan ini juga dimaksudkan dalam rangka peningkatan kapasitas dan pemahaman terhadap pengelolaan keselamatan pertambangan oleh pemegang Izin Pertambangan Rakyat yang sesuai dengan kaidah good mining practice. 98

143 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 3.3 Akuntabilitas Keuangan Anggaran tahun 2014 merujuk pada dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2014 sebesar Rp , terdiri DIPA Induk dan sesuai dengan DIPA petikan No. SP DIPA /2014 tanggal 5 Desember Namun di dalam perjalanan Tahun 2014 mengalami beberapa perubahan/revisi seperti ditunjukkan pada Tabel No DIPA PAGU Blokir 1. DIPA Awal tahun No. petikan No. SP DIPA /2014 tanggal 5 Desember Revisi I (DJA) Pembukaan Blokir 3. Revisi II (DJA) Pengmbalian Out Put cadangan Revisi III (Kanwil DJPB) Pergeseran Anggaran dalam satu kegiatan Revisi IV (Kanwil DJPB) Pergeseran Anggaran dalam satu kegiatan Tabel 3.24 Perkembangan Revisi DIPA Satuan Kerja Ditjen Mineral dan Batubara Tahun 2014 Output Cadangan Keterangan Terdiri DIPA Induk & Petikan No. SP DIPA /2014 tanggal 5 Desember 2013 Surat Pengesahan DJA No.129/AG/2014 Tgl.23 Januari 2014 Surat Pengesahan DJA No.S-1246/AG /2014 Tgl.14 Juli 2014 Surat Pengesahan DJPB No.S-3626/ WPB.12 /2014 Tgl.22 September 2014 Surat Pengesahan DJPB No.S-4162/ WPB.12 /2014 Tgl.17 Oktober 2014 DJA = Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan; DJPB=Direktorat Jenderal Perbendaharaan; KPA=Kuasa Pengguna Anggaran; Tabel 3.25 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 UNIT JENIS BELANJA PAGU APBN-P (Rp Juta) REALISASI 2014 (Rp Juta) SISA ANGGARAN % (Realisasi/Pagu) 1904 Belanja Barang , , ,10 57,23% 1904 Belanja Barang , , ,96 63,80% 1906 Belanja Pegawai , , ,82% Belanja Barang , , ,71 71,79% Belanja Modal , , ,76 33,46% 4030 Belanja Barang , , ,85 23,94% 4031 Belanja Barang , , ,92 43,15% JUMLAH , , ,43 54,03% 99

144 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja Sampai dengan Bulan September 2014, kumulatif telah terjadi 2 (dua) kali perubahan terhadap pagu Ditjen Mineral dan Batubara hingga pada perolehan PAGU definitif sebesar Rp , terdiri dari Rupiah Murni Rp dan PNP Rp yang kronologis perjalanan revisi anggaran tersebut ditunjukkan pada Tabel Jumlah pagu definitif sebesar Rp , inilah yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan capaian pada sisi akuntabilitas keuangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dalam Laporan Kinerja (LKj) Tahun Adapun anggaran dan realisasi belanja dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 seperti pada Tabel mengikuti pengadaan yang dilakukan melalui sistem e-procurement sehingga mengakibatkan banyak terjadinya gagal lelang. Kalau dilihat dari realisasi anggaran berdasarkan unit eselon II di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014, realisasi anggaran tertinggi berada di kegiatan Pembinaan Keteknikan Lindungan Lingkungan dan Usaha Penunjang Bidang Mineral dan Batubara sebesar 63,80%. Adapun realisasi seluruh unit eselon II di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2014 selengkapnya ditunjukkan pada Tabel Kode Tabel 3.26 Realisasi Anggaran Ditjen Minerba Tahun 2014 Berdasarkan Unit Kerja (Juta Rupiah) Uraian Pagu APBN-P (Rp Juta) Realisasi 2014 (Rp Juta) 1904 Penyusunan Kebijakan dan Program Serta Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Mineral dan Batubara , ,95 57, Pembinaan Keteknikan Lindungan Lingkungan dan Usaha Penunjang Bidang Mineral , ,98 63,80 dan Batubara 1906 Dukungan Manajemen dan Teknis Ditjen Mineral dan Batubara , ,78 61, Pembinaan dan Pengusahaan Batubara , ,06 23, Pembinaan dan Pengusahaan Mineral , ,07 43,15 TOTAL , ,34 54,03 % Dari Tabel 3.25, terlihat bahwa realisasi belanja pegawai satuan kerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara memiliki presentasi realisasi terbesar yaitu Rp ,88 atau pencapaiannya 97,82%. Realisasi anggaran Ditjen Mineral dan Batubara Tahun 2014 sebesar Rp atau hanya mencapai 54,03% dari pagu definitif sebesar Rp ,000 disebabkan hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya selisih pagu dengan nilai kontrak yang dilakukan oleh pihak ketiga dan adanya kegiatan yang gagal lelang; 2. Belum sepenuhnya rekanan mampu untuk 100

145

146 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja L aporan Kinerja (LKj) Instansi Pemerintah Tahun 2014 merupakan penilaian dan keberhasilan dari kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) selama satu tahun program 2014 berjalan. Ukuran kinerja tersebut adalah pelaksanaan program kegiatan dan ketercapaian target atas sasaran kinerja yang telah direncanakan pada 2014 dan ditetapkan pada awal tahun 2014 yang dituangkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) Ditjen Minerba LKj yang disusun ini telah mengacu pada Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan pada dasarnya sebagai usaha mewujudkan Good Governance khususnya di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara melalui asas akuntanbilitas. Berdasarkan hasil evaluasi LKj Ditjen Minerba tahun 2014, dari 9 (sembilan) sasaran strategis dan 15 (empat belas) indikator kinerja, terdapat 10 (sepuluh) indikator kinerja yang pencapaiannya melebihi target 100% yaitu: indikator kinerja Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP, Jumlah investasi bidang mineral dan batubara; Jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara; Jumlah industri jasa penunjang subsektor mineral dan batubara; Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan subsektor mineral dan batubara; Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di subsektor mineral dan batubara; Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan; Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan; Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan serta Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum. Selanjutnya terdapat 5 (lima) indikator kinerja yang capaiannya dibawah target 100% yaitu: Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri; Jumlah penerimaan Negara bukan pajak subsektor pertambangan umum (mineral dan batubara); Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Jumlah smelter yang beroperasi; serta Jumlah tenaga kerja subsektor mineral dan batubara. Meskipun demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa sasaran strategis berikut program dan kegiatan berserta indikator kinerja utama (IKU) yang telah ditetapkan pada tahun 2014 dapat dicapai oleh Ditjen Minerba. Secara lengkap capaian kinerja setiap sasaran dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini. Sasaran Strategis Indikator Satuan Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Terwujudnya peran penting sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara Terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum Tabel 4.1 Ikhtisar Capaian Kinerja sesuai Perjanjian Kinerja Ditjen Minerba Tahun 2014 Capaian (%) Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Juta Ton 108,79 Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Juta Ton 79,53 Jumlah investasi bidang mineral dan batubara US$ Juta 144,93 Jumlah penerimaan Negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara Rp Triliun 89,48 Rp Triliun 119,17 Rp Triliun 83,62 Perusahaan 128 Jumlah smelter yang beroperasi Perusahaan 93,33 102

147 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran Sasaran Strategis Indikator Satuan Capaian (%) Terwujudnya pemberdayaan nasional Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum % 125,73 % 100,87 Orang 82,82 Ha 101,49 % % 104 (mineral) 105 (batubara) 110 (mineral) 97 (batubara) 263,15 Realisasi anggaran Tahun 2014 : 54,03% Secara ringkas seluruh capaian kinerja tersebut di atas, baik yang berhasil maupun yang masih belum berhasil telah memberikan dasar dan pelajaran yang sangat berharga untuk meningkatkan kinerja di masa-masa mendatang. Oleh sebab itu, sesuai hasil analisis atas capaian kinerja Tahun 2014 telah dirumuskan beberapa langkah penting sebagai strategi pemecahan masalah yang akan dijadikan masukan atau sebagai bahan pertimbangan untuk perumusan rencana kinerja di tahun-tahun mendatang, yaitu: 1. Mengoptimalkan efisiensi dan efektifitas serta proporsionalitas pemanfaatan sumber-sumber daya dan dana untuk mewujudkan tujuan dan sasaran strategik yang ditetapkan sehingga lebih berorientasi outcome agar dapat dirasakan oleh semua pemangku kepentingan dan masyarakat; 3. Perlu dilakukannya pengkajian yang mendalam atas kuantitas dan kualitas target dari indikator kinerja sasaran-sasaran strategis pada Rencana Kinerja 2014 yang telah ditetapkan sehingga dapat menghindarkan adanya capaian kinerja yang tidak memenuhi target di masa-masa mendatang. 4. Melakukan perbaikan dan penajaman target dari indikator kinerja yang direncanakan untuk ditetapkan; 5. Melakukan evaluasi internal dengan reviu pada Standar Operating Procedures (SOP) penyusunan Laporan Kinerja (LKj) untuk memastikan penyampaian LKj tepat waktu dan substansi laporannya memenuhi kaidah-kaidah transparansi dan akuntabilitas. 2. Tetap konsisten untuk melakukan koordinasi yang intensif dengan unit-unit kerja yang berada dalam lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, instansi pemerintah maupun pihak-pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan kegiatan; 103

148 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja LAMPIRAN I PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 INSTANSI : DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA TAHUN : 2014 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Terwujudnya peran penting subsektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara Terwujudnya peningkatan peran subsektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari subsektor pertambangan umum Terwujudnya pemberdayaan nasional Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Jumlah Anggaran : Rp ,00 Program Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Jumlah investasi bidang mineral dan batubara Jumlah penerimaan Negara bukan pajak subsektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil subsektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang subsektor mineral dan batubara Jumlah smelter yang beroperasi Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan subsektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di subsektor mineral dan batubara Jumlah tenaga kerja subsektor mineral dan batubara Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum : Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara 421 Juta Ton (Batas Atas) 386 Juta Ton (Batas Bawah) 95,5 Juta Ton (KepMen ESDM No.2901.K/30/ MEM/2013 US$ Juta Rp 39,6 Triliun Rp 1,7 Triliun Rp 18,8 Triliun 800 Perusahaan 15 Perusahaan 61% 98% Orang Ha 87,5% (mineral) 90% (batubara) 75% (mineral) 97% (batubara) 0,5 104

149 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran LAMPIRAN II RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 INSTANSI : DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA TAHUN : 2014 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Terwujudnya peran penting subsektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara Terwujudnya peningkatan peran subsektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari subsektor pertambangan umum Terwujudnya pemberdayaan nasional Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri Juta Ton Juta Ton 421 (Batas Atas) 386 (Batas Bawah) 95,5 (KepMen ESDM No.2901.K/30/ MEM/2013 Jumlah investasi bidang mineral dan batubara US$ Juta Jumlah penerimaan Negara bukan pajak subsektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Jumlah anggaran Community Development sub sektor mineral dan batubara Rp Triliun 39,6 Rp Triliun 1,7 Jumlah dana bagi hasil subsektor pertambangan umum Rp Triliun 18,8 Jumlah industri jasa penunjang subsektor mineral dan batubara Perusahaan 800 Jumlah smelter yang beroperasi Perusahaan 15 Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan subsektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di subsektor mineral dan batubara % 61 % 98 Jumlah tenaga kerja subsektor mineral dan batubara Orang Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum Ha % % 87,5 (mineral) 90 (batubara) 75 (mineral) 97 (batubara) 0,5 105

150 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja LAMPIRAN III PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2014 INSTANSI : DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA TAHUN : 2014 Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Capaian (%) Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP Jumlah pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri 421 Juta Ton (Batas Atas) 386 Juta Ton (Batas Bawah) 95,5 Juta Ton (KepMen ESDM No.2901.K/30/ , ,53 Meningkatnya investasi sub sektor mineral dan batubara Jumlah investasi bidang mineral dan batubara US$ Juta 7, ,93 Terwujudnya peran penting sub sektor mineral dan batubara dalam penerimaan negara Terwujudnya peningkatan peran sub sektor mineral dan batubara dalam pembangunan daerah Jumlah penerimaan negara bukan pajak sub sektor pertambangan umum (mineral dan batubara) Jumlah anggaran community development sub sektor mineral dan batubara Jumlah dana bagi hasil sub sektor pertambangan umum Rp. 39,6 Triliun 35,49 89,48 Rp. 1,7 Triliun 2, ,17 Rp. 18,8 Triliun 15,72 83,62 Peningkatan industri jasa dan industri yang berbahan baku dari sub sektor pertambangan umum Jumlah industri jasa penunjang sub sektor mineral dan batubara 800 Perusahaan Jumlah smelter beroperasi 15 Perusahaan 14 93,33 Terwujudnya pemberdayaan nasional Persentase pemanfaatan barang dalam negeri untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara Persentase penggunaan tenaga kerja nasional di sub sektor mineral dan batubara 61% 76,7 125,73 98% 98,85 100,87 Terwujudnya penyerapan tenaga kerja Jumlah tenaga kerja sub sektor mineral dan batubara Orang ,82 Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan Terlaksananya kegiatan pertambangan mineral dan batubara yang memenuhi persyaratan keselamatan Jumlah luas lahan kegiatan usaha pertambangan yang telah direklamasi oleh pemegang usaha pertambangan Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Persentase recovery pengolahan terkait konservasi bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan Tingkat kekerapan kecelakaan pada perusahaan pertambangan umum ha 6.596,59 101,49 87,5% (mineral) 90% (batubara) 75% (mineral) 97% (batubara) 90,7 (mineral 94,3 (batubara) 82,9 (mineral) 94,3 (batubara) ,5 0,19 263,15 Realisasi Anggaran : Rp (54,03%) Program : Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara 106

151 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran LAMPIRAN IV PERNYATAAN PENETAPAN KINERJA DIREKTUR JENDERAL MINERBA TAHUN

152 Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Rencana Kinerja 108

153 Akuntabilitas Kinerja Penutup Lampiran 109

154

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA Oleh : Direktur Pembinaan Program Minerba Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Denpasar, 25

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Jakarta, 25 Januari 2017 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

Lebih terperinci

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF Oleh Dirjen Mineral dan Batubara DISAMPAIKAN DALAM INTERNATIONAL BUSINESS INTEGRITY CONFERENCE 2016 Jakarta, 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara BAB I PENDAHULUAN Sesuai dengan tema RPJMN Tahun 2015-2019 atau RPJM ke-3, yaitu: Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis

Lebih terperinci

Oleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

Oleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT Oleh : DR. TGH. M. ZAINUL MAJDI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT Disampaikan pada Acara : Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Usaha Pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Rangka Koordinasi - Supervisi

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 9 Agustus 2017 LANDMARK PENGELOLAAN MINERBA 1 No Indikator Kinerja Target 2017 1 Produksi Batubara 477Juta Ton 2 DMO

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Pengantar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara merupakan pelaksana kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BATUBARA

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BATUBARA KEBIJAKAN PENGELOLAAN BATUBARA ADHI WIBOWO Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Bali, 2015 POKOK BAHASAN I. KONDISI

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA No. 4959 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT PEMBINAAN PROGRAM MINERAL DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI *) Bahan disusun berdasarkan paparan Bappenas dan Kemen ESDM dalam Acara Sosialisasi EITI di Jogjakarta, Agustus 2015 2000 2001 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, timah hitam,

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR

PELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR PELAKSANAAN UU 23 TAHUN 2014 DI PROVINSI JAWA TIMUR Disampaikan dalam acara : Sosialisasi Standar EITI 2013 dlam kaitan Pelaksanaan UU 23/2014 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH Disampaikan pada: Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya, 5 April 2018 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Inception Report. Pelaporan EITI Indonesia KAP Heliantono & Rekan

Inception Report. Pelaporan EITI Indonesia KAP Heliantono & Rekan Inception Report Pelaporan EITI Indonesia 2015 KAP Heliantono & Rekan AGENDA Pendekatan dan Metodologi Ruang Lingkup Laporan EITI 2015 Hasil Kerja dan Tanggal Kunci Permasalahan dan Rekomendasi Status

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERAL DAN BATUBARA

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERAL DAN BATUBARA PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERAL DAN BATUBARA Oleh : GUBERNUR SULAWESI BARAT Disampaikan Dalam Rangka Rapat Monitoring dan Evaluasi GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA

KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA KERANGKA ACUAN KERJA GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA SEKTOR PERTAMBANGAN MINERBA I. Latar Belakang Sumberdaya mineral dan batubara merupakan salah satu sumber daya alam (natural

Lebih terperinci

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Jakarta, 23 Juni 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DIGUGAT PERUSAHAAN TAMBANG INDIA

PEMERINTAH DIGUGAT PERUSAHAAN TAMBANG INDIA PEMERINTAH DIGUGAT PERUSAHAAN TAMBANG INDIA detik.com Pemerintah Indonesia harus berhadapan dengan perusahaan tambang dari India yang bernama India Metals and Ferro Alloys Limited (IMFA) di Permanent Court

Lebih terperinci

A. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK) / PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B)

A. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK) / PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B) Kepada Rekan-Rekan Media Untuk mendapatkan kesamaan persepsi di antara kita tentang Pertambangan Indonesia, bersama ini saya sampaikan Press Release API IMA, tentang : A. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara merupakan

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI SULAWESI UTARA, GORONTALO, DAN SULAWESI BARAT

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI SULAWESI UTARA, GORONTALO, DAN SULAWESI BARAT MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI SULAWESI UTARA, GORONTALO, DAN SULAWESI BARAT GORONTALO, 10 JUNI 2015 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL

Lebih terperinci

PROGRES IMPLEMENTASI 5 (LIMA) SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PROGRES IMPLEMENTASI 5 (LIMA) SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA PROGRES IMPLEMENTASI 5 (LIMA) SASARAN RENCANA AKSI KOORDINASI DAN SUPERVISI PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Disampaikan oleh : GUBERNUR SUMATERA UTARA Pada Rapat

Lebih terperinci

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah Pelaksanaan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Tata Kelola Kegiatan Usaha Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas

Lebih terperinci

PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN

PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN PENERAPAN KEBIJAKAN PERTAMBANGAN DI DAERAH, TATA KELOLA PEMERINTAH DAERAH DALAM PRAKTEK LAPANGAN Hasil Survei Pertambangan Kabupaten Dan Provinsi Di Indonesia Tahun 2015 Oleh: Dipresentasikan Pada Acara:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, Pebruari 2014 KEPALA DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR. Semarang, Pebruari 2014 KEPALA DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 disusun dalam rangka memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. Biro Keuangan Kementerian ESDM

PENGELOLAAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. Biro Keuangan Kementerian ESDM PENGELOLAAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Biro Keuangan Kementerian ESDM Dasar Hukum UU 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU 33 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

STUDI BUDGET BRIEF SEKTOR TAMBANG :

STUDI BUDGET BRIEF SEKTOR TAMBANG : STUDI BUDGET BRIEF SEKTOR TAMBANG : Inovasi Kebijakan : Pola Redistribusi Penerimaan Sektor Pertambangan untuk mewujudkan pembangunan yang berpihak untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi Sekretariat Jenderal 1.1. Formasi CPNS KESDM yang telah ditetapkan 1.2. Penerimaan CPNS 1.3. Pengangkatan CPNS 1.4. Penempatan CPNS 1.5. Pelantikan Pejabat Struktural

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia 2.1.1 Bursa Efek Indonesia (BEI) Pasar modal merupakan sarana pembiayaan usaha melalui penerbitan saham dan obligasi. Perusahaan dapat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN Kementerian Perdagangan Januari 2017 1 Dasar Hukum Peningkatan Nilai Tambah UU 4/2009 Pasal 103: Kewajiban bagi Pemegang IUP dan IUPK

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015

HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 HASIL SURVEI PERTAMBANGAN KABUPATEN DAN PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2015 Oleh: Dipresentasikan Pada Acara: INDONESIAN MINING INSTITUTE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. - 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis

Lebih terperinci

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN Sumber batubara di Sumsel cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia) tersebar di 8 kabupaten yaitu Kab. Musi Banyuasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu unsur penerimaan negara yang masuk di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Lebih terperinci

EVALUASI DAN CAPAIAN KOORDINASI DAN SUPERVISI (KORSUP) SEKTOR MINERBA DAN ENERGI DAN REFORMASI KEBIJAKANNYA. Jakarta, 29 November 2016

EVALUASI DAN CAPAIAN KOORDINASI DAN SUPERVISI (KORSUP) SEKTOR MINERBA DAN ENERGI DAN REFORMASI KEBIJAKANNYA. Jakarta, 29 November 2016 EVALUASI DAN CAPAIAN KOORDINASI DAN SUPERVISI (KORSUP) SEKTOR MINERBA DAN ENERGI DAN REFORMASI KEBIJAKANNYA Jakarta, 29 November 2016 DAFTAR ISI I. LATAR BELAKANG II. KONDISI SAAT INI III. KORDINASI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT KUPANG, 4 JUNI 2015 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL SEMARANG, 20 MEI 2015

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL SEMARANG, 20 MEI 2015 MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI JAWA TENGAH, JAWA BARAT, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY), DAN JAWA TIMUR SEMARANG, 20 MEI 2015 DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

Inovasi Kebijakan : Pola Redistribusi Penerimaan Sektor Pertambangan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan di Kabupaten Aceh Besar

Inovasi Kebijakan : Pola Redistribusi Penerimaan Sektor Pertambangan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan di Kabupaten Aceh Besar Inovasi Kebijakan : Pola Redistribusi Penerimaan Sektor Pertambangan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan di Kabupaten Aceh Besar Oleh GeRAK Aceh Aceh Besar, 22 Januari 2015 Melihat Penerimaan

Lebih terperinci

Laporan Kinerja (LAKIN) Tahun Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

Laporan Kinerja (LAKIN) Tahun Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Laporan Kinerja (LAKIN) Tahun 2015 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL LAPORAN KINERJA (LAKIN) TAHUN 2015 DIREKTORAT

Lebih terperinci

Menggali Kehancuran di Sunda Kecil

Menggali Kehancuran di Sunda Kecil Menggali Kehancuran di Sunda Kecil Pantauan Masyarakat Sipil atas Korsup Minerba di NTT dan NTB Koalisi Anti-Mafia Tambang, Kupang 3 Juni 2015 Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi yang Dibebani Izin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara dibiayai dari penerimaan negara yang berasal dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang - 2 - Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

Menimbang ; a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37

Menimbang ; a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 3940 K/08/MEM/2017 TENTANG PROSES BISNIS LEVEL 0 DAN LEVEL 1 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan dengan fungsi lindung yaitu hutan sebagai satu kesatuan

Lebih terperinci

Korupsi Sumber Daya Alam Bakoel Coffee, 25 Mei Tama S. Langkun Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan

Korupsi Sumber Daya Alam Bakoel Coffee, 25 Mei Tama S. Langkun Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Korupsi Sumber Daya Alam Bakoel Coffee, 25 Mei 2018 Tama S. Langkun Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Pembahasan 1. Penegakan hukum dalam korupsi sumber daya alam. 2. Kerugian negara (kajian

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI DAN SUPERVISI

RAPAT KOORDINASI DAN SUPERVISI RAPAT KOORDINASI DAN SUPERVISI ATAS PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PADA 12 PROVINSI DI INDONESIA JAKARTA, 07 FEBRUARI 2014 Direktorat Penelitian dan Pengembangan KEDEPUTIAN PENCEGAHAN AGENDA

Lebih terperinci

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN SENGKARUT TAMBANG MENDULANG MALANG Disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan dan Tambang. Untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten. Jakarta, 22 April 2015 MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN No Daerah Hutan Konservasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran yang sangat strategis dalam mengamankan kelangsungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum

Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum PENGATURAN MENGENAI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DALAM BIDANG PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bersedia mencabut gugatan ke mahkamah arbitrase internasional jika pemerintah memberikan keringanan bea keluar. Kebijakan itu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2014, No DAFTAR JADWAL RETENSI ARSIP SUBSTANTIF MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2014, No DAFTAR JADWAL RETENSI ARSIP SUBSTANTIF MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2014, No.707 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MOR 14 TAHUN 2014 TENTANG JADWAL RETENSI ARSIP SUBSTANTIF MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER

Lebih terperinci