WAYANG TOPENG MALANGAN ERA TAHUN (Studi Pengaruh Kebijakan Politik dan Kontribusi Pembelajarannya di SLTA) Oleh : Woro Windarti ¹ 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WAYANG TOPENG MALANGAN ERA TAHUN (Studi Pengaruh Kebijakan Politik dan Kontribusi Pembelajarannya di SLTA) Oleh : Woro Windarti ¹ 1"

Transkripsi

1 WAYANG TOPENG MALANGAN ERA TAHUN (Studi Pengaruh Kebijakan Politik dan Kontribusi Pembelajarannya di SLTA) Oleh : Woro Windarti ¹ 1 Abstrak : Kesenian wayang topeng Malangan, seperti halnya kesenian tradisional lain, berkembang seiring dengan kondisi sosial politik yang ada. Pengaruh politik yang mulai masuk dalam ranah kesenian, menjadikan wayang topeng Malangan secara tidak langsung turut dijadikan sebagai media propaganda politik. Oleh karenanya, kesenian ini masih berkembang baik hingga tahun 1960an. Peristiwa 30 September 1965 menjadi tonggak matinya kesenian tradisional Indonesia, termasuk wayang topeng Malangan, yang terjadi hingga era tahun Kesenian ini selanjutnya mulai dibangkitkan kembali pada era tahun 1967 hingga 1968, dan kembali mengalami masa keemasan di era tahun 1970an. Peristiwa tersebut dapat memberikan kontribusinya terhadap pendidikan dalam pembelajaran di SLTA, mengarah pada mata pelajaran Muatan Lokal Seni Tari. Kata Kunci: kebijakan politik, perkembangan, wayang topeng Malangan, pembelajaran Pendahuluan Kesenian adalah salah satu unsur yang menyangga kebudayaan, serta berkembang menurut kondisi dari kebudayaan tersebut (Kayam, 1981:15). Menurut Soedarsono (1999), kebudayaan di Indonesia muncul dan berkembang menurut tuntutan sejarah di lingkungan wilayahnya sendiri-sendiri. Oleh karena pengalaman atau sejarah masing-masing wilayah tersebut, menimbulkan corak budaya berbeda satu sama lain, seperti bentuk dari suatu kebudayaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan peninggalan atau warisan-warisan dalam berbagai bentuk yang diterimakan oleh perkembangan sejarah manusia di suatu wilayah itu sendiri. Kebudayaan sendiri juga muncul sebagai bagian dari usaha manusia dalam menghadapi tantangan alam maupun tantangan sekelompok manusia itu sendiri, agar dapat bertahan hidup dan mencapai kehidupan yang lebih makmur. Warisan sejarah tersebut antara lain menyangkut bahasa lokal, 1 Mahasiswa jurusan Sejarah, FIS UM Angkatan 2007

2 nilai-nilai dan kaidah dalam masyarakat, kepercayaan, kesenian, maupun bentukbentuk kebudayaan lain. Malang merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki cukup banyak warisan sejarah. Salah satunya adalah kesenian drama tari wayang topeng. Seperti halnya di daerah lain, wayang topeng Malangan merupakan pertunjukan drama tari dengan pelaku-pelaku bertopeng dan diiringi oleh gamelan. Dalam pertunjukannya sebagian besar bercerita tentang Panji. Murgiyanto & Munardi (1979/1980:16) menyatakan bahwa wayang topeng Malang menunjukkan ciri-ciri sub kultur Jawa Timuran. Dari gaya tari, dialog, tata busana, gending-gending pengiring dan bahkan dalam embat gamelan pelognya yang berlaras sendaren atau sundari. Murgiyanto (1982/1983:54) juga menjelaskan bahwa di daerah Malang dan Madura, wayang topeng memiliki penutup kepala (irah-irahan) yang dibuat mirip busana kepala wayang wong Jawa, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Barat penari topeng mengenakan tekesatau sobrah, yaitu busana kepala khas topeng yang terbuat dari rambut berbentuk pipih melintang di bagian atasnya dengan hiasan untaian bunga panjang yang tergantung di bagian kiri dan kanan di atas telinga. Adapun yang pembeda yang sekaligus menjadi ciri khas sebagai wayang topeng Malangan adalah pada embrio atau awal munculnya kesenian ini. Berdasarkan penuturan Ki Soleh Adi Pramono seorang seniman wayang topeng pada Padepokan Mangun Dharma di Tumpang, menyebutkan bahwa topeng telah dikenal sejak zaman kerajaan Kanjuruhan di bawah Raja Gajayana (760 M) di Malang. Topeng awalnya merupakan simbol atau pemujaan raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Simha. Berawal dari upacara pemujaan arwah yang bersifat magis-religius ini, kemudian berkembang menjadi kesenian rakyat. Pada masa kepemimpinan Wisnuwardhana di Singhasari, topeng digunakan pada drama tari wayang wwang dengan menampilkan cerita Ramayana dan Mahabarata. Namun, terjadi perubahan ketika masa Kertanegara ( Saka atau M) yang ingin mengangkat kisah-kisah dari leluhur kerajaan di Jawa Timur sendiri, hingga tercipta lakon Panji pada pertunjukan wayang topeng dan dikenal hingga ke luar nusantara. Kesenian ini kemudian berkembang pesat pada masa Majapahit, serta masa penyebaran Islam oleh para wali.

3 Pada masa-masa kerajaan kuno, kesenian wayang topeng hanya berperan sebagai kesenian yang dikhususkan bagi kalangan kerajaan saja. Namun dalam perkembangannya, kesenian wayang topeng digunakan sebagai kesenian rakyat. Setelah mengalami pasang surut pada masa kerajaan kuno, kesenian ini kemudian diperkirakan muncul kembali pada akhir abad XIX, dan menyebar luas di kawasan Malang. Kesenian ini telah berkembang dan tersebar di beberapa pelosok daerah di Malang. Selain itu, perkembangan kesenian ini terbagi dalam dua kawasan besar, yaitu Kedungmonggo di bagian selatan dan Jabung di bagian timur Malang. Kedua kawasan inilah yang menjadi pusat sumber dalam mencari informan ataupun data primer. Penelitian mengenai bagaimana pengaruh politik terhadap perkembangan wayang topeng Malangan di era tahun 1959 hingga 1978 masih sangat sedikit. Pertimbangan temporal ini tidak terlepas dari perkembangan politik di tanah air pada kurun waktu tersebut, yang mempunyai dampak yang sangat besar terhadap seni pertunjukan. Pemanfaatan kesenian dalam ranah politik yang sudah terjadi di era tahun 1950an, semakin terlihat jelas di era demokrasi terpimpin yang dimulai pada tahun Konsep Manipol-USDEK yang digagaskan oleh Presiden Soekarno memberikan celah bagi kesenian untuk berkembang, dengan tetap memberikan kesempatan politik masuk dalam ranah kesenian. Bahkan ketika Peristiwa September 1965, seluruh aktivitas kesenian dihentikan secara total. Pada masa Orde Baru, terdapat berbagai kebijakan politik pemerintah yang turut pula memberikan pengaruh bagi perkembangan kesenian. Di masa ini pula wayang topeng Malangan mulai kembali bangkit, hingga pada tahun 1978 kesenian ini diikutkan dalam festival-festival kesenian nasional di Jakarta dan Yogyakarta. Semenjak diikutkan dalam festival kesenian nasional tersebut, kesenian wayang topeng Malang semakin banyak dikenal masyarakat luas hingga kini. Kajian mengenai pengaruh kondisi politik terhadap perkembangan wayang topeng Malangan tahun 1959 hingga 1978 ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada mata pelajaran muatan lokal di tingkat SLTA, yaitu bisa dijadikan sebagai materi tambahan dalam mata pelajaran tersebut. Rumusan Masalah dalam penelitian ini menyangkut (1) Bagaimana kondisi sosial politik Malang era tahun 1959 hingga 1978 (2) Bagaimana

4 pengaruh kebijakan politik terhadap perkembangan kesenian Wayang topeng Malangan tahun 1959 hingga 1978 (3) Bagaimana kontribusi kajian bagi pembelajaran di SLTA. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan penelitian historis. Penelitian historis ini merupakan penelitian yang mencoba untuk mendeskripsikan sumbersumber sejarah secara sistematis dan obyektif dengan berbagai tahap. Pada dasarnya penulisan sejarah memiliki empat tahap utama, yakni Heuristik-Kritik- Interpretasi-Historiografi. Adapun Kuntowijoyo (1999:89) menyatakan bahwa penulisan sejarah mempunyai lima tahap, yaitu (1) pemilihan topik, (2) heuristik atau pengumpulan sumber, (3) kritik atau verifikasi (kritik ekstern dan kritik intern), (4) interpretasi: analisis dan sintesis, dan (5) historiografi atau penulisan sejarah. Pemilihan topik tidak terlepas dari dua hal, yaitu kedekatan emosional yang meliputi keinginan untuk mengkaji tentang sejarah kesenian lokal daerah peneliti, serta kedekatan intelektual yang diperoleh dari sumber-sumber bacaan dan tradisi lisan setempat yang menunjang topik. Dalam mencari sumber (Heuristik) penulis membagi menjadi 2 yaitu sumber primer meliputi arsip, observasi dan wawancara dengan sumber primer yang merupakan pelaku sejarah, sedangkan yang kedua adalah sumber sekunder berupa buku-buku tentang wayang topeng Malangan dan Koran yang terkait. Metode selanjutnya adalah kritik sumber-sumber yang telah diperoleh dan interpretasi dengan membandingkan sumber-sumber tersebut untuk memperoleh penulisan sejarah atau historiografi. Kondisi Sosial Politik Malang Era Tahun Kondisi sosial politik Malang tidak berbeda jauh dengan kondisi Indonesia secara umum. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikatakan sebagai awal pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin di Indonesia, telah memberikan pengaruh besar dalam perubahan sistem politik di Indonesia. Pada masa ini pula di Malang juga mengalami perubahan pada struktur pemerintahan daerah, seperti munculnya DPR GR yang bertugas menetapkan peraturan-peraturan daerah. Puncak pergulatan

5 politik Indonesia terjadi pada Peristiwa 30 September 1965, yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa ini memiliki dampak yang sangat besar dalam tatanan kehidupan sosial dan politik masyarakat. Kondisi demikian juga terjadi di Malang, dimana masyarakat dilanda ketakutan dan kecemasan akan peristiwa tersebut. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan politik penguasa dalam melakukan penumpasan terhadap PKI dan kader-kadernya yang berjalan sepihak. Dalam menindaklanjuti kebijakan tersebut, maka terdapat peningkatan keamanan dan ketentraman di Malang. Hal ini direalisasikan dengan tugas yang diserahkan kepada Mares Hansip dan DPRD-GR Malang dalam menumpas pengikut PKI dan melindungi masyarakat dari bahaya laten komunis(kotamadya Malang, 1969:60). Dampak lebih lanjut Peristiwa 30 September 1965 adalah munculnya Soeharto sebagai presiden dengan pemerintahan Orde Baru. Pada masa ini konsep dwifungsi ABRI atau militer serta ide-ide pembangunan sangat kental. Mengenai hal ini Ricklefs (2008:610) menjelaskan bahwa militer sudah mulai mengambil alih pemerintahan daerah. Pada tahun 1968, 17 dari 25 provinsi diperintah oleh perwira militer, sedangkan pada tahun 1969 lebih dari setengah dari keseluruhan bupati dan walikota adalah militer. Di Malang, peran dwifungsi ABRI ini bisa dilihat dari jabatan Bupati dipegang oleh R. Soewignjo berpangkat Letnan Kolonel yang memerintah pada era tahun 1969 hingga Pada masa ini pula, R. Soewignjo juga merealisasikan kebijakan pemerintah tentang Repelita meliputi pembangunan prasarana produksi, prasarana perhubungan, dan prasarana pemasaran. Pengaruh Kebijakan Politik terhadap Perkembangan Kesenian Wayang Topeng Malangan Era Tahun 1959 hingga 1978 Berdasarkan Data Warisan Budaya Tak Benda Kabupaten Malang tahun 2010, jika sebelumnya kesenian wayang topeng Malangan merupakan kesenian keraton, maka dalam perkembangannya kesenian ini menjadi kesenian tradisional rakyat. Meredupnya peran keraton dalam masyarakat yang digantikan sistem penjajahan Belanda, menyebabkan terjadinya perubahan pada tatanan masyarakat, termasuk hidup matinya kesenian tradisional yang dikembangkan oleh keraton. Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian ini kemudian dikembangkan kembali

6 oleh tokoh bernama Mbah Reni dari Polowijen. Melalui Mbah Reni dan muridmurid inilah kemudian kesenian wayang topeng mulai menyebar ke berbagai wilayah di bagian timur seperti Jabung dan Tumpang, serta bagian selatan seperti Kedungmonggo dan Sumberpucung. Dekrit Presiden 1959 menandakan dimulainya demokrasi terpimpin oleh Soekarno. Memasuki demokrasi terpimpin di tahun 1959, kesenian tradisional Indonesia mengalami masa yang baik, termasuk wayang topeng Malangan. Kebijakan masa demokrasi terpimpin akan konsep Manipol-USDEK yang anti terhadap budaya barat, telah menyebabkan kesenian tradisional semakin bersinar. Hal ini bisa dilihat melalui banyaknya pementasan atau pertunjukan di berbagai daerah. Perkembangan wayang topeng Malangan dapat dilihat dari berbagai hal, seperti antusiasme masyarakat, daerah persebaran, fungsi, lokasi pertunjukan, kostum dan aksesoris, hingga adanya unsur politik dalam pertunjukan. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang tidak dapat berubah dalam tradisi wayang topeng Malangan yaitu masih terdapat nilai magis religius, khususnya ritual sebelum pertunjukan dimulai masih dapat dijumpai. Pada dasarnya, dominasi politik terhadap kesenian sudah terjadi di era tahun 1950an, akan tetapi semakin kuat memasuki kesenian di era tahun 1960an. Oleh karenanya, banyak kesenian tradisional pada era tersebut menjadi bagian dari partai-partai politik, baik secara langsung ataupun tidak. Mengenai hal ini, Murtiyoso, dkk (1998:28-29) menjelaskan bahwa kondisi sosial budaya di masa 1960an, termasuk dunia pedalangan, sangat diwarnai oleh persaingan antar partaipartai politik di dalam mencari pengaruh masyarakat. Akibat pola masyarakat yang demikian itu, pertunjukan wayang oleh sebagian dalang, baik secara terselubung maupun terang-terangan, telah digunakan untuk propaganda partai politik masing-masing. Walaupun tidak secara terang-terangan, wayang topeng Malangan turut dalam situasi yang sama. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pertunjukan atau tanggapan kepada masyarakat yang dilakukan untuk mengumpulkan massa, selanjutnya kemudian berpidato menanamkan gagasan partai tertentu kepada masyarakat luas. Oleh karenanya, bagi mereka seniman wayang topeng, baik penari, penabuh gendang, maupun orang-orang yang tergabung dalam kesenian tersebut, tidak merasa bahwa adanya pemanfaatan

7 kesenian dalam politik. Adapun fokus mereka hanya melakukan pertunjukan atau ditanggap. Peristiwa 30 September 1965 merupakan masa dimana seluruh komponen masyarakat Indonesia ikut terseret dalam situasi politik yang ada. Kesenian tradisional pun ikut terseret dalam permasalahan ini. Hal ini tidak terlepas dari kondisi sebelumnya, dimana banyak kesenian yang menjadi bagian dari partai politik, terutama PKI. Mengenai hal ini, Sutarto (2004:151) menjelaskan ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) runtuh pada tahun 1965, terjadi arus balik pengganyangan, dimana semua yang berbau komunis dihancurkan. Tentu saja, karena pada waktu itu salah satu kekuatan politik yang berhasil menggalang kesenian tradisi adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) maka peristiwa itu membawa korban ganda yaitu para pelaku seni tradisi yang menjadi anggota Lekra dan produk-produk seni tradisi yang mereka geluti. oleh karenanya, perubahan suhu politik yang ada di tahun 1965 bukan semata-mata menyebabkan berhentinya kesenian wayang topeng, akan tetapi juga ketakutan masyarakat pendukungnya pasca peristiwa tersebut. Adapun kebijakan politik pemerintah dalam rangka memulihkan keamanan sosial politik negara Indonesia yang carut marut pasca peristiwa 30 September 1965, antara lain dengan dikeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno kepada Jendral Soeharto. Selanjutnya Soeharto melakukan berbagai kebijakan politik dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden tanggal 12 Maret 1966 tentang pernyataan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai organisasi terlarang, termasuk pembubaran semua bagian-bagian organisasinya yang seazas dengannya, serta Instruksi Presiden tanggal 14 Maret 1966 yang menginstruksikan kepada semua pimpinan organisasi partai politik dan organisasi massa untuk tidak menerima mantan anggota-anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), beserta organisasi massa yang seazas. Walaupun tidak secara langsung menegaskan untuk melarang ataupun membekukan pertunjukan kesenian tradisional, akan tetapi keputusan ini seolah mengikat masyarakat untuk mematuhi keputusan tersebut. Pasca peristiwa 30 September 1965, secara umum banyak perkumpulan kesenian wayang topeng yang meredup. Bukan hanya karena faktor keuangan

8 semata, tetapi juga rasa trauma yang masih didera oleh sebagian seniman. Dalam perkembangan selanjutnya, perkumpulan di Kedungmonggo, Jabung, dan daerah Tumpang yang masih bertahan. Kesenian wayang topeng Malangan yang mulai bangkit kembali pada tahun 1967 hingga Pada awal Orde Baru ini terdapat dukungan dari militer dan masyarakat pula menjadikan kesenian ini kembali mengalami masa bangkit. Di awal Orde Baru ini pula terdapat penjagaan oleh aparat militer dalam jalannya pertunjukan. Hal ini tidak terlepas dari bahaya laten akan komunis. Pada masa ini pula penguasa Orde Baru dalam memanfaatkan kembali kesenian menjadi bagian dari strategi dalam kaitannya dengan gagasan tentang pembangunan kepada masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari keikutsertaan wayang topeng Malangan dalam expo pembangunan di tahun Selain itu, visi dan misi pembangunan juga bisa dititipi melalui adegan Potrojoyo dalam wayang topeng Malangan. Mengenai hal ini, Murtiyoso dkk (1998:37-38) menjelaskan bahwa semenjak awal Repelita I oleh pejabat Orde Baru telah dititipi pesan-pesan pembangunan. Para elite birokrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah-daerah, telah bersemangat berusaha memanfaatkan posisi dalang untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan dan atau program pemerintah, dalam berbagai kesempatan, seperti sarasehan, seminar, kongres, pekan wayang, dan sebagainya. Secara umum di era tahun 1970an, hampir semua kesenian wayang topeng Malangan mengalami perkembangan yang baik. Hal ini bisa dilihat dari keikutsertaan wayang topeng Malangan dalam berbagai festival kesenian yang diadakan dalam rangka mengembangkan kembali kesenian yang meredup di era sebelumnya. Dalam perkembangan lebih lanjut, kesenian wayang topeng Malangan mendapat perhatian besar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Malang. Pada peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-27 tahun 1972, menampilkan kesenian wayang topeng Malangan. Di Malang pada tahun 1975, Bupati Suwignyo membuka peluang tari massal topeng Malang yang diikuti oleh 500 siswa Malang. Hal ini pula yang kemudian meningkatkan dukungan pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya melestarikan kesenian yang ada. Adapun di tahun 1978, wayang topeng Malangan diikutkan dalam festival kesenian nasional di Jakarta dan Yogyakarta. Salah satu bentuk perhatian

9 pemerintah adalah dengan memperbaiki atau membangun sarana dan prasarana dalam menyokong kelestarian kesenian wayang topeng Malangan. Pembangunan sarana dan prasarana di antaranya adalah pembangunan Padepokan Asmoro Bangun di Kedungmonggo, kecamatan Pakisaji pada tahun Kontribusi Kajian Bagi Pembelajaran di SLTA Mengenai kajian tentang Pengaruh Kebijakan Politik terhadap Perkembangan Wayang Topeng Malangan tahun 1959 hingga 1978 ini memiliki kontribusi besar dalam mata pelajaran muatan lokal pendidikan seni tari. Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Wahyudi, 2010). Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam kurikulum pendidikan seni tari, bukan hanya bagaimana cara maupun estetika tari semata, tetapi juga bagaimana perjalanan seni tersebut. Hal ini sesuai dengan salah satu standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan kesejarahan tari. Adapun Standar Kompetensi tersebut adalah mempresentasikan tanggapan tentang keragaman seni tradisi nusantara dengan memperhatikan konteks masyarakat dan budayanya. Sedangkan Kompetensi Dasar adalah mengidentifikasi sejarah dan perkembangan tari daerah setempat. Wayang topeng merupakan kesenian khas Malang, sangat penting untuk diangkat dalam pendidikan seni di tingkat SLTA. Melalui kajian ini pula dapat menjadi bahan tambahan dan pengetahuan baru mengenai perjalanan wayang topeng Malang di era tahun 1959 hingga 1978, serta kaitannya dengan pengaruh politik masa itu. Hal ini penting sebagai pengetahuan awal siswa, sebelum mereka mempelajari bagaimana estetika dan gerak tari wayang topeng. Penutup Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Kondisi sosial politik Malang pada tahun 1959 hingga 1978 tidak terlepas dengan kondisi politik Indonesia secara umum, seperti Peristiwa 30 September 1965 yang turut menyebabkan ketakutan penduduk Malang, hingga konsep

10 dwifungsi ABRI masa Orde Baru yang bisa dilihat dari jabatan Bupati Malang oleh R. Soewignjo berpangkat Letnan Kolonel di tahun 1969 hingga (2) Pengaruh kondisi politik di era tahun 1959 hingga 1978 sangat besar dalam perkembangan wayang topeng Malangan. Di era demokrasi terpimpin, kesenian ini berkembang baik, akan tetapi mulai meredup pasca Peristiwa 30 September Kesenian ini selanjutnya bangkit di tahun 1967 hingga 1968, dan mengalami masa keemasan di tahun 1978 dengan diikutkan dalam festival nasional. (3) Mengenai kajian tentang Pengaruh Kebijakan Politik terhadap Perkembangan Wayang Topeng Malangan tahun 1959 hingga 1978 ini memiliki kontribusi besar dalam mata pelajaran muatan lokal pendidikan seni tari. Melalui kajian ini pula dapat menjadi bahan tambahan materi mengenai kesejarahan wayang topeng Malang di era tahun 1959 hingga Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : (1) Perkembangan Kesenian wayang topeng Malangan, seharusnya diimbangi oleh peran serta pemerintah daerah Kota/Kabupaten Malang, termasuk Dinas Pariwisata, agar dapat mendukung dalam upaya pelestarian kesenian ini dengan memberikan bantuan melalui penyediaan sarana dan prasarana, maupun melibatkan atau mempromosikan kesenian wayang topeng Malangan dalam berbagai acara tertentu. (2) Masyarakat Malang diharapkan turut berpartisipasi dalam mengembangkan dan melestarikan kesenian tradisional wayang topeng Malangan. (3) Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang diharapkan kajian ini dapat memperkaya wawasan dan menjadi tambahan referensi bagi Jurusan Sejarah tentang keterkaitan politik dan kesenian. (4) Peneliti Selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama, diharapkan mengembangkan kajian berbeda mengenai perkembangan lebih lanjut wayang topeng Malangan. Daftar Rujukan Alfian, D Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia. Alisjahbana, ST Seni & Sastra di tengah-tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta : Dian Rakyat.

11 Disbudpar Kabupaten Malang Data Warisan Budaya Tak Benda Kabupaten MaLang tahun Malang : Disbudpar. Kayam, U Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan. Kotamadya Malang Kotamadya Malang Lima Puluh Tahun. Malang : Panitia Peringatan HUT ke 55 Kotamadya Malang. Kuntowijoyo Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang Budaya. Buku Antar Bangsa. Kusmayanti, A. M. H, dkk Indonesia Heritage : Seni Pertunjukan. Jakarta : Murgiyanto, S.M. 1982/1983. Pewarisan dan Pembinaan Kebudayaan Indonesia. Majalah Analisis Kebudayaan, III (2): Murgiyanto, S.M & Munardi, A. M. 1979/1980. Topeng Malang : Pertunjukan Dramatari Tradisional di Daerah Kabupaten Malang. Jakarta : Proyek Sasana Budaya Depdikbud. Murtiyoso, dkk Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang. Surakarta : STSI dan Sena Wangi. Ricklefs, M.C Sejarah Indonesia Modern : Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. Soedarsono, R.M Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisai. Jakarta : Depdikbud. Sutarto, A Menguak Pergumulan antara Seni, Politik, Islam, dan Indonesia. Jember : Kompyawisda. Wahyudi Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal di Sekolah, (online), (file:///i:/blognya Mr. Wahyudi Blog Archive Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal di Sekolah.htm), diakses 9 Oktober 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peneliti mengenal penari-penari wayang topeng di Malang, Jawa Timur sejak tahun 1980. Perkenalan itu terjadi ketika peneliti belajar menari di Sanggar Tari Laras Budi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang 168 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Terdapat

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BUDAYA TOPENG MALANGAN

PEMERTAHANAN BUDAYA TOPENG MALANGAN PEMERTAHANAN BUDAYA TOPENG MALANGAN Eny Dyah Yuniwati 1, Mudji Rahayu 2, Sri Utami 3 123 Universitas Wisnuwardhana Malang 1 nieyuniwati@gmail.com ABSTRAK Budaya yang dimiliki Kota Malang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan budaya dan juga memiliki berbagai macam kesenian. Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia terlahir

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk membantu dan mendukung Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara dilakukan dengan beberapa sumber dari dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, yang memiliki seni budaya, dan adat istiadat, seperti tarian tradisional. Keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan serta pengembangan suatu kesenian apapun jenis dan bentuk kesenian tersebut. Hal itu disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari wayang adalah salah satu genre atau rumpun tari yang terdapat di Jawa Barat. Tari wayang sendiri merupakan tari yang menceritakan tokoh atau peristiwa yang terdapat

Lebih terperinci

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK 48. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X A. SENI RUPA 3. memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan lagi, dimana arus modernisasi tidak mengenal batasan antar kebudayaan baik regional, nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa BAB V KESIMPULAN Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa topeng (meski sebagian tokoh mengenakan topeng, terminologi ini digunakan untuk membedakannya dengan wayang topeng) yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dengan warisan kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan aset tidak ternilai

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa memiliki peran penting bagi perkembangan bangsa itu sendiri. Hal ini menunjukkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di tengah masyarakat dan merupakan sistem yang tidak terpisahkan. Kesenian yang hidup dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nasakom merupakan hasil buah pikiran Presiden Soekarno yang dijadikannya sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

23. URUSAN KEBUDAYAAN

23. URUSAN KEBUDAYAAN 23. URUSAN KEBUDAYAAN Pemerintah daerah memiliki peran yang cukup strategis dalam melestarikan dan mengembangkan nilai- nilai budaya yang ada di masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ludruk merupakan seni kesenian tradisional khas daerah Jawa Timur. Ludruk digolongkan sebagai kesenian rakyat setengah lisan yang diekspresikan dalam bentuk gerak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Blokade ekonomi adalah perang ekonomi yang pernah diterapkan oleh Napoleon Bonaparte di Eropa pada saat memerintah Prancis tahun 1806-. Penulis ingin mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Surabaya merupakan salah satu kota tua di Indonesia. Bukti sejarah menunjukan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum orang orang Eropa datang ke Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh keadaan sosialbudaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat 143 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Sunda yang sangat digemari bukan saja di daerah Jawa Barat, melainkan juga di daerah lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara Etimologi istilah seni berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat, atau dalam arti sempitnya disebut sebagai kesenian rakyat. Coseteng dan Nemenzo (Jahi 2003: 29) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang bermakna, bukan sekedar dalam kata-kata, ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebuah pulau kecil dengan beribu keajaiban di dalamnya. Memiliki keanekaragaman yang tak terhitung jumlahnya. Juga merupakan sebuah pulau dengan beribu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) DRAF EDISI 27 FEBRUARI 2016 KOMPETENSI INTI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) Dokumen ini telah disetujui Pada tanggal: Kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat, dimana partai politik menjadi penghubung antara penguasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Jawa Barat atau dikenal dengan Pantura yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa pretensi untuk mengecilkan peran kelompok lain dari masyarakat yang turut bergerak dalam panggung perubahan sosial, peran mahasiswa merupakan unsur yang seolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1958 pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Nasionalisasi perusahaan asing. Salah satunya Pabrik Gula (PG) Karangsuwung yang berubah status menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya dengan seni. Salah satu seni yang cukup berkembang saat ini adalah seni teater. Perkembangan ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat, perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian melanda dunia. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian diciptakan oleh masyarakat sebagai wujud dari jati dirinya. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang beragam, sehingga melahirkan identitas yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Objek Wisata Candi Muaro Jambi Candi Muaro Jambi terletak di Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di Kecamatan Muaro Sebo, Provinsi Jambi. Lokasi candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang ditandai dengan munculnya kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat kehidupan manusia menjadi serba mudah. Salah satunya

Lebih terperinci

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia kaya akan ragam suku sehingga dari keberagaman tersebut lahirlah banyak kesenian tradisi yang bersifat unik dan khas. Poerwadarminta (2001,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diana Susi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diana Susi, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman seni khususnya bidang seni tari. Kekayaan Seni tari yang saat ini berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, kemudian mengorganisasikan diri dengan bekerja bersamasama dan merealisasikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan 253 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana intertekstualitas struktur lakon dan mengapa dramatisasi diperlukan dalam sanggit lakon Hana Caraka Nabi Elia. Pertunjukan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kurangnya kesadaran politik dalam masyarakat khususnya generasi pemuda untuk terlibat dalam partisipasi politik. Tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP H. Kesimpulan Sejarah dan budaya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sejarah memberikan kerangka berupa alur waktu dari kejadian-kejadian dimasa lalu, sedangkan budaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Banyak orang merasa bingung mengisi hari libur mereka yang hanya berlangsung sehari atau dua hari seperti libur pada sabtu dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni tradisional wayang kulit purwa di Kabupaten Tegal, maka terdapat empat hal yang ingin penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni pertunjukan dan kehidupan berkesenian pada umumnya merupakan salah satu perilaku budaya manusia, baik secara individu maupun sebagai sebuah kelompok masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya merupakan cerminan dari suatu bangsa, bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaan pastilah akan selalu dihormati oleh negara lainnya. Budaya yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan. Dasar dari pengembangan pendidikan karakter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu dari permasalahan yang telah dirumuskan maka bentuk dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : ANANG MARWANTO NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni

Lebih terperinci

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Budaya lahir dan dibentuk oleh lingkungannya yang akan melahirkan berbagai bentuk pola tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Berbicara tentang kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di Kabupaten Bintan Tahun 1980-2007 diketahui bahwa kesenian Mak Yong merupakan seni pertunjukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan film dokumenter yang mengenalkan kebudayaan Wayang Krucil dari Desa Gondowangi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Sasaran Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian tentang struktur penyajian dan peranan masing-masing kelompok/bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang penjelasan-penjelasan awal yang dijabarkan dalam latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan yang dilakukan selama proses

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci