Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi"

Transkripsi

1 Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Krismadhita C. Rohananda Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Rimadewi Supriharjo, MIP.

2 Latar Belakang Sebagian besar benda / bangunan cagar budaya tidak diperhatikan sehingga mengalami kerusakan Kabupaten Ngawi memiliki jumlah benda / bangunan cagar budaya yang cukup berpotensi untuk dilakukan pengembangan Belum terdapat peraturan terkait penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kab. Ngawi Kriteria apa saja yang dapat digunakan dalam menentukan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kab. Ngawi? Penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya diperlukan guna mengkonservasi benda cagar budaya agar tetap terjaga dan terlindungi

3 Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian adalah untuk menentukan deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi guna menjaga nilai dan fungsi bangunan cagar budaya yang ada. Sasaran : Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kabupaten Ngawi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya Menentukan tipologi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Menetapkan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi

4 Ruang Lingkup Wilayah

5 a. Pengertian Cagar Budaya Tinjauan Pustaka Cagar budaya merupakan kawasan atau wilayah yang pernah menjadi pusat kegiatan dari masa lalu. Dimana terdapat nilai-nilai kesejarahan di dalamnya, sehingga keberadaannya dianggap penting sebagai identitas kawasan dan dijadikan sebagai warisan budaya kepada generasi mendatang agar dapat dikonversikan sebagai ilmu pengetahuan.

6 b. Karakteristik Kawasan Cagar Budaya Goodchild Kawasan yg menarik Terkait dgn tata guna lahan/lingkungan Terkait dgn peristiwa sejarah Memiliki nilai sejarah Snyder & Catanese dlm Budiharjo Kelangkaan Kesejarahan Estetika Superlativitas Kejamakan Kualitas pengaruh Kerr Nilai sosial Nilai komersial Nilai ilmiah Eugene Ruskin Pernah menjadi pusat kegiatan kesejarahan Estetika Kejamakan Kelangkaan Pengaruh terhadap lingkungan Keistimewaan Kesejarahan / Nilai historis kawasan Estetika Bangunan Kelangkaan Bangunan Kejamakan Bangunan Memberikan pengaruh bagi masyarakat Guidelines to the Burra Charter Nilai estetika Nilai historis Nilai ilmiah Nilai sosial

7 c. Tipologi Kawasan Cagar Budaya 1. Kawasan Tradisional Suatu kawasan locus solus yang mengakumulasikan makna kultural kawasan dengan karakter tradisional 2. Kawasan Kolonial Suatu kawasan locus solus yang mengakumulasikan makna kultural kawasan dengan karakter tradisional 3. Tapak Historis Kawasan yang memiliki nilai historis sangat tinggi, misalnya berupa istana maupun monumen-monumen religius.

8 d. Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Satrio (2009) Budaya sebaran & kepadatan tinggalan purbakala Alam Buatan Administrasi Pemilikan lahan Seminar Internasional Kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat (2013) Alam Budaya Administrasi Kepemilikan lahan Pemanfaatan lokasi Kebutuhan sesuai dengan regulasi Batas budaya Batas fisik Batas administrasi Pemanfaatan lokasi Regulasi

9 Variabel Penelitian Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kab. Ngawi yg memiliki potensi untuk dikembangkan sbg kws, cagar budaya Kesejarahan kawasan objek/situs cagar budaya Estetika bangunan cagar budaya Lokasi peristiwa sejarah yg penting utk dilestarikan Makna bagi masyarakat Bentuk bangunan Tekstur bangunan Lokasi suatu objek / situs cagar budaya yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa sejarah, baik dari jenis kegiatan maupun aktivitas kelompok atau seseorang Lokasi suatu objek / situs cagar budaya yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal (dalam hal ini masyarakat Kabupaten Ngawi) Jenis tipologi bentuk bangunan cagar budaya Jenis ornamen atau material penyusun yang terdapat dalam bangunan cagar budaya Warna bangunan Jenis atau macam warna bangunan yg mampu mencerminkan suatu bangunan cagar budaya Kelangkaaan bangunan Bangunan tidak ditemui di kawasan lain Jumlah dan jenis tipologi bangunan cagar budaya sangat sedikit sehingga sangat jarang atau tidak bisa ditemui di kawasan lainnya Kejamakan bangunan Mewakili suatu ragam bangunan Jenis bangunan yang mampu mewakili ragam suatu bangunan guna meningkatkan citra atau ke-khas-an kawasan Kesamaan desain bangunan Jumlah bangunan cagar budaya yang memiliki kesamaan jenis, bentuk, dan desain bangunan yang terdapat dalam jarak yang cukup berdekatan Pengaruh bagi mayarakat Nilai ekonomi / nilai komersil Mampu meningkatkan nilai perekonomian, khususnya bagi lingkungan di sekitar objek / situs cagar budaya Nilai ilmu pengetahuan Mampu memberikan atau menambahkan wawasan ilmu pengetahuan mengenai cagar budaya. Hal tersebut dapat dilihat melalui aktivitas yang dilakukan dalam lingkungan objek / situs cagar budaya

10 Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Batas budaya kawasan cagar budaya Batas fisik kawasan cagar budaya Persebaran bangunan yang bersejarah Kepadatan bangunan yang bersejarah Batas alam Batas buatan Terkait dengan titik lokasi keberadaan bangunan / kawasan cagar budaya Terkait dengan jarak antar bangunan / kawasan cagar budaya satu dengan lainnya Terkait dengan batas alam seperti sungai, hutan, lembah, dll Terkait dengan batas buatan seperti jalan raya, bendungan, dll Batas adminitrasi kawasan cagar budaya Batas pemerintahan Batas yg terdapat di dalam pera Terkait dengan batas negara, batas provinsi, batas kecamatan, batas desa, batas kelurahan, dll Terkait dengan batas yang terdapat di dalam peta Pemanfaatan lokasi kawasan cagar budaya Luas lahan Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan Terkait dengan luas lahan yang dimanfaatkan sebagai kawasan cagar budaya Terkait dengan bentuk penggunaan lahan yang memberikan dukungan atau pengaruh terhadap kawasan cagar budaya, misalnya sebagai permukiman, perdagangan, dsb Jenis dan intensitas kegiatan di sekitar kawasan Terkait dengan kegiatan masyarakat yang memberikan dukungan atau pengaruh terhadap kawasan cagar budaya Regulasi mengenai kawasan cagar budaya Regulasi pendukung Adanya regulasi atau kebijakan yang mendukung pengembangan kawasan menjadi kawasan cagar budaya

11 b. Teknik Analisa Data No Sasaran Tujuan Teknik Analisa Data Output 1 Mengidentifikasi objek/situs Mendeskripsikan secara lengkap Objek atau situs cagar cagar budaya di Kabupaten dan jelas mengenai objek atau budaya di Kabupaten Ngawi yang memiliki potensi situs cagar budaya apa saja yang Teoritical Descriptive Ngawi yang dapat untuk dikembangkan sebagai terdapat di Kabupaten Ngawi dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya kawasan cagar budaya 2 Menentukan tipologi Mengetahui macam dan jenis Terbentuknya tipologi kawasan cagar budaya diikabupaten Ngawi tipologi kawasan cagar budaya yang berada di Kabupaten Ngawi Analisis Deskriptif kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi

12 No Sasaran Tujuan Teknik Analisa Data Output 3 Menentukan kriteria Membandingkan antara variabel yang telah Kriteria deliniasi kawasan deliniasi kawasan cagar budaya di didapatkan dengan teori atau kondisi eksisting sehingga akan didapatkan kriteria yg paling tepat dlm Analisis Deskriptif cagar budaya di Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi penentuan deliniasi kawasan cagar budaya Melakukan fiksasi untuk memperkuat hasil kriteria deliniasi kawasan cagar budaya dari analisa dekriptif Analisis berdasarkan responden dari stakeholder terkait Delphi 4 Merumuskan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Merumuskan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Analisis Deskriptif Kualitatif Peta batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi Mengetahui batas deliniasi kawasan cagar budaya dalam bentuk visualisasi spasial berupa peta Analisis GIS (Pemetaan)

13 Gambaran Umum Wilayah Studi Kondisi Eksisting Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km 2 yang secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19 kecamatan serta 217 desa dan 4 kelurahan. Kondisi Eksiting Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi No Nama Bangunan Kecamatan No Nama Bangunan Kecamatan 1 Benteng Van Den Bosch 2 Makam Patih Pringgo Kusumo 3 Makam Patih Ronggolono 4 Masjid Jami Baiturrahman Kec. Ngawi Kec. Ngawi Kec. Ngawi Kec. Ngawi 7 Arca Banteng Kec. Kedunggalar 8 Museum Trinil Kec. Kedunggalar 9 Pabrik Teh Jamus Kec. Sine 10 Rumah Dr. Radjiman Kec. Widodaren 11 Pesanggrahan Srigati Kec. Paron 5 Ngawi Purba Kec. Ngawi 12 Pabrik Gula Soedhono Kec. Geneng 6 Monumen Soerjo Kec. Kedunggalar

14

15

16

17

18

19

20

21 Analisa Identifikasi Objek/Situs Cagar Budaya yang Memiliki Potensi Untuk Dikembangkan Sebagai Kws. Cagar Budaya Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Ngawi Purba Pusat pemerintahan lama Kab. Ngawi Sejarah leluhur masyarakat Didominasi permukiman, sebagian peninggalan kolonial Material permukiman pd umumnya Warna cenderung putih Terdapat kompleks pemakaman Patih Ngawi Mewakili bentuk permukiman zaman kolonial Kesamaan desain hanya terdapat pada kawasan Tidak memberikan pengaruh ekonomis Pengetahuan ttg sejarah leluhur masyarakat Kab. Ngawi Benteng Van Den Bosch Pusat pemerintahan Belanda & sbg pertahanan setelah perang Diponegoro Bukti perlawanan pd Bangsa Belanda Mencerminkan benteng khas buatan Belanda Pilar-pilar penyangga yg berbentuk kolom2 shg bangunan tetap kokoh hingga saat ini Warna cenderung putih Satu-satunya bangunan benteng Belanda yg terdapat di Kab. Ngawi Dapat dijadikan sbg landmark bangunan peninggalan Belanda Tidak memiliki kesamaan desain bangunan Berpotensi sbg destinasi wisata sejarah Latar belakang pembuatan benteng & akitivitas Belanda selama menduduk Kab. Ngawi saat itu Masjid Jami Baiturrahman Tidak terdapat peristiwa sejarah yg terjadi Tempat melaksanakan ibadah bagi umat muslim Bentuk bangunan spt masjid di era modern dikarenakan tlh terjadi pemugaran Warna bangunan cenderung putih Prasasati peninnggalan Kanjeng Brotodiningrat, sbg tokoh yg membangun masjid Sbg masjid tertua & terbesar di Kab. Ngawi Terdapat kesamaan desain bangunan dgn masjid lain Tidak memiliki nilai ekonomis & edukatif,, melainkan nilai religiius Monumen Soerjo Peristiwa pembantian Gub. Soerjo oleh G 30 S PKI Mengenang & menghormati jasa Gub. Soerjo Dibuat mirip dgn perawakan Gub. Soerjo Warna monumen cenderung berwarna hitam Tidak terdapat kelangkaan Mewakili sbg monumen ketokohan Tidak memiliki kesamaan desain bangunan Berpotensi sbg destinasi wisata krn tlh terjadi pengembangan Kisah pemberontakan G 30 S PKI kpd Gub. Soerjo

22 Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Arca Banteng Tidak terdapat peristiwa sejarah Sbg bukti bahwa Kab. Ngawi jg terkenda dampak dr pemerintahan Majapahit Bentuk arca menyerupai banteng, shg dinamakan arca banteng Berasal dr batuan granit Warna arca adalah abu-abu granit Satu-satunya acra peninggalan dr zaman Kerajaan Majapahit Mewakili sbg situs peninggalan Kerajaan Majapahit Tidak memiliki kesamaan desain bangunan Tidak memiliki nilai ekonomis Terdapat nilai edukatif, namun tdk banyak yg bs digali Museum Trinil Tidak terdapat peristiwa sejarah Buktii lokasi penemuan manusia purba pertama di Jawa Wajah bangunan spt bangunan modern pada umumnya Warna bangunan cenderung putih Kelangkaan tidak pd bangunan, melainkan pd fosil2 yg terdapat di dlm museum Tidak mewakili suatu ragam bangunan Desain bangunan tdk terlalu berbeda dgn bangunan lain pada umumnya Berpotensi dikembangkan sbg wisata edukatif Pengetahuan mengenai fosil2 purba yg telah ditemukan Pabrik Teh Jamus Tidak terdapat peristiwa sejarah Memberikan manfaat bg masyarakat Mencerminkan bangunan peninggalan zaman kolonial Warna bangunan cenderung abu2 logam Kelangkaan tdk pada bangunan, tetapi pada tumbuhan teh langka yg terdapat di kws. Perkebunan Mewakili sbg industri peninggalan kolonial Kesamaan desain dgn pabrik peninggalan kolonial lainnya Memberikan kontribusi dlm peningkatan pendapatan daerah & dikembangkan sbg lokasi agrowisata Nilai edukatif tdk terkait dgn kesejarahan, melainkan proses pembuatan teh Rumah Dr. Radjiman Tidak terdapat peristiwa sejarah Srg digunakan sbg lokasi upacara pd harri2 tertentu Mencerminkan bangunan permukiman kuno Warna bangunan cenderung putih Terdapat perabot rumah tangga milik Dr. Radjiman hingga saat ini Tidak mewakili ragam suatu bangunan Desain bangunan tdk terlalu berbeda dgn rumah disekitarnya Tidak memiliki nilai ekonomis Kisah hidup Dr. Radjiman selama tinggal di Kab. Ngawi

23 Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Pabrik Gula Soedhono Tidak terdapat peristiwa kesejarahan Memberikan manfaat bagi masyarakat Mencerminkan bangunan peninggalan zaman kolonial Warna bangunan cenderung abu2 logam Tidak ada unsur kelangkaan pada bangunan Mewakili sbg bangunan industri tertua peninggalan kolonial di Kab. Ngawi Memiliki kesamaan dgn pabrik peninggalan zaman kolonial laiannya Memberikan kontribusi dlm peningkatan pendapatan daerah & memberikan lahan pekerjaan bg penduduk sekitar Nilai edukatif tdk terkait dgn kesejarahan, melainkan proses pembuatan gula Pesanggrahan Srigati Tidak terdapat peristiwa kesejarahan Lebih dikenal oleh masyarakat mengenai kesakralan pada kawasan Wajah bangunan sgt sederhana berbentuk bilik terbuka Warna bangunan cenderung putih Tidak ada kelangkaan pd bangunan, melainkan terdapat peninggalan dr Raja Brawijaya V Tidak mewakili suatu ragam bangunan Memiliki kesamaan dgn bangunan lain yg terdapat dlm satu kawasan Tidak memiliki nilai ekonomi & nilai edukatif, namun nilai kesakralan yh telah lama dipercaya oleh masyarakat

24 Analisa Penentuan Tipologi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi No Jenis Tipologi 1 Tipologi Kawasan Kolonial Ngawi Purba Benteng Van Den Bosch Situs/Objek Cagar Budaya Makam Patih Pringgokusumo Makam Patih Ronggolono Alasan Terdapat keterkaitan peristiwa kesejarahan Kesamaan asal-usul bangunan yang dibangun saat zaman kolonial Kesamaan bentuk arsitektur bangunan yang mencerminkan kekhasan suatu masa/waktu tertentu, yakni zaman kolonial Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu Memiliki usia bangunan lebih dari 50 tahun Memiliki jarak yang berdekatan Memiliki lebih dari 2 situs Memenuhi suatu luasan kawasan Digolongkan dalam tipologi kolonial dikarenakan terletak di dalam kawasan Ngawi Purba yang didominasi oleh bangunan berciri khas zaman kolonial

25 No Jenis Tipologi 2 Tipologi Kawasan Purbakala 3 Tipologi Kawasan Tokoh Nasional Museum Trinil Arca Banteng Situs/Objek Cg. Budaya Monumen Soerjo Rumah Peninggalan Dr. Radjiman Widyodiningrat Alasan Memiliki kesamaan pada aspek kelangkaan pada fosil dan arca Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu (menunjukkan suatu peradaban) Memiliki usia lebih dari 50 tahun Memiliki jarak yang berdekatan Terdapat minimal 2 situs Memenuhi suatu luasan kawasan Memiliki kesamaan karakteristik, yakni terkait kisah tokoh nasional RI Memiliki kesamaan makna bagi masyarakat Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu Memiliki usia lebih dari 50 tahun Memiliki jarak yang berdekatan Terdapat minimal 2 situs Memenuhi suatu luasan kawasan

26 No Jenis Tipologi 4 Non-Tipologi (Tidak termasuk dalam suatu tipologi kawasan) Pabrik Teh Jamus Pabrik Gula Soedhono Situs/Objek Cg. Budaya Alasan Meskipun merupakan bangunan peninggalan Belanda, kedua situs tidak digolongkan ke dalam tipologi kolonial karena aspek lokasi yang terlalu jauh. Sedangkan untuk membentuk suatu kawasan maksimal memiliki luasan 60 Ha Masjid Jami Baiturrahman Tidak terdapat situs lain disekitarnya. Sedangkan untuk membentuk suatu kawasan minimal terdapat 2 situs Pesanggrahan Srigati Tidak menunjukkan adanya peristiwa sejarah maupun memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lampau. Selain itu, tidak terlihat pola fungsi ruang yang terjadi minimal 50 tahun yang lalu.

27 Analisa Kriteria Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Analisa Faktor Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Hasil Sintesa Variabel 1. Persebaran bangunan yang bersejarah 2. Batas alam 3. Batas buatan 4. Batas pemerintahan 5. Batas yang terdapat dalam peta 6. Luas lahan 7. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 8. Jenis & kegiatan di sekitar objek/situs cagar budaya 9. Regulasi Pendukung

28 Faktor Deliniasi Kawasan 1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan 2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 4. Batas administratif pemerintahan 5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya 6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 7. Jenis & kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yang dapat mendukung keberadaan situs 8. Regulasi Pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya

29 Analisa Kriteria Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi HASIL EKSPLORASI DELPHI TAHAP I Faktor S TS Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik Batas alam yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya Batas buatan yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya Batas administratif pemerintahan 6 Luas lahan dari objek/situs cagar budaya Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Faktor S TS Jenis kegiatan yg dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dpt mendukung keberadaan situs Regulasi pendukung yg terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya FAKTOR BARU Kultur masyarakat 2. Peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya 6

30 HASIL ITERASI I HASIL ITERASI II Faktor S TS Batas buatan yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dapat mendukung keberadaan situs Kultur masyarakat Faktor S TS Jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dapat mendukung keberadaan situs 6 Peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya 6

31 Faktor yang Berpengaruh dalam Menentukan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi 1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan 2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 4. Batas administratif pemerintahan 5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya 6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya 7. Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya 8. Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari kawasan

32 Analisa Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Secara Makro Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan Menyesuaikan dengan lokasi persebaran dari objek atau situs cagar budaya yang disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya yang telah ditentukan. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 1. Bentang alam yang berbatasan langsung dengan kawasan atau benda cagar budaya dan diperkirakan terkena dampak pengaruh dari peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau 2. Bentang alam yang termasuk dalam kawasan adalah bentang alam berupa lapisan tanah yang diperkirakan sebagai bukti kegiatan atau aktivitas manusia di masa lampau dan lokasi terbenamnya fosil

33 Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya Sesuatu yang dengan sengaja dibuat oleh manusia yang berfungsi sebagai penanda atau pengenal suatu kawasan cagar budaya yang kemudian disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya terkait. Batas administratif pemerintahan 1. Batas administratif dari suatu situs atau objek cagar budaya dapat disesuaikan berdasarkan pada lokasi dari situs atau objek cagar budaya yang terkait. 2. Dalam suatu kawasan cagar budaya, batas administratif yang digunakan merupakan batas administratif yang paling dekat atau bersebelahan dengan kawasan dan dibuat berdasarkan pada kenampakan pada peta wilayah Kabupaten Ngawi. 3. Batas administratif yang digunakan dapat berupa batas tingkatan dalam hirarki suatu wilayah, yakni batas desa atau batas kelurahan, batas kecamatan, dst.

34 Luas lahan dari objek/situs cagar budaya Luas lahan dari suatu tipologi kawasan cagar budaya disesuaikan dengan ketetapan yang berlaku, yaitu memiliki luas ± Ha bagi desa atau kota kecil. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Bentuk penggunaan lahan yang dapat mendukung kawasan dan digolongkan dalam suatu tipologi kawasan antara lain adalah: - Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik, - Blok perdagangan dan jasa, - Permukiman, - Fasilitas umum, dan - Kantor pemerintahan yang kemudian disesuikan dengan jenis penggunaan lahan pada eksisting kawasan Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya 1. Peraturan yang mengatur mengenai penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya beserta pemanfaatannya yang kemudian disesuikan dengan suatu jenis tipologi kawasan cagar budaya

35 2. Perumusan kebijakan yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya yang di dalamnya terdapat berbagai benda cagar budaya yang wajib untuk dilestarikan 3. Perumusan peraturan daerah yang mengatur tentang zonasi atau tata guna lahan yang diperbolehkan di kawasan, yaitu permukiman, fasilitas umum, dan sarana pengembangan Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari kawasan 1. Bentuk kultur atau kebiasaan masyarakat yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan dilakukan secara rutin, minimal satu tahun sekali 2. Kultur masyarakat dapat berupa kegiatan yang bersifat spiritual, nasionalisme, dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya

36 Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Secara Mikro Pada Masing-Masing Jenis Tipologi Kawasan TIPOLOGI KAWASAN KOLONIAL Menyesuaikan dengan lokasi persebaran situs Bentuk aliran Sungai Bengawan Solo yang memisahkan kedua situs termasuk sempadan sungai yang kemudian disesuaikan dengan kondisi geografis kawasan Gerbang yang dibuat guna memperkuat citra kawasan kolonial pada Benteng Van Den Bosch sebagai focal point (sesuatu yang dapat menarik perhatian) Batas administratif kawasan sebagai berikut: Utara : Desa Ngawi Purba dan Desa Selopuro Timur : Desa Ngawi Purba Selatan : Kota Ngawi Barat : Desa Selopuro Luas kawasan ± 60 Ha Bentuk penggunaan lahan yang mendukung dalam kawasan berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik serta fungsi komersial yang diperuntukkan sebagai blok perdagangan dan jasa Permukiman yang termasuk dalam kawasan adalah permukiman yang berfungsi sebagai hunian, penginapan, dan usaha kecil seperti cinderamata Perumusan peraturan terkait dengan penetapan kawasan atau bangunan cagar budaya yang berarsitektural kolonial Kebiasaan masyarakat pada Desa Ngawi Purba yang dapat menjadi sebagai ciri khas adalah Upacara Jamasan Pusaka Ngawi serta melakukan ziarah pada makam leluhur yang dilakukan secara rutin setiap tahun ketika Hari Jadi Kota Ngawi

37

38

39

40

41 Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada di Kabupaten Ngawi masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan dapat dijadikan sebagai potensi tersendiri bagi Kabupaten Ngawi terkait dengan rencana pengembangan kawasan budaya baik pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, pariwisata, dan dari segi ekonomis. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, terdapat 4 macam tipologi kawasan cagar budaya yang terdapat di Kabupaten Ngawi, yaitu: 1. Tipologi kolonial, yang terdiri dari Desa Ngawi Purba serta Benteng Van Den Bosch dan termasuk di dalamnya Makam Patih Ronggolono dan Makam Patih Pringgokusumo 2. Tipologi purbakala, yang terdiri dari situs Arca Banteng & Museum Trinil 3. Tipologi tokoh nasionalgokusumo, yang terdiri dari Monumen Soerjo dan situs rumah peninggalan Dr. Radjiman Widyodiningrat 4. Non-tipologi, yang terdiri dari Pabrik Gula Soedhono,Pabrik Teh Jamus, Masjid Jami Baiturrahman, dan Pesanggrahan Srigati Batas deliniasi pada kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi terbagi menjadi 2 macam, yakni penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya secara makro dan mikro. Penetapan batas deliniasi kawasan secara makro dapat digunakan secara umum bagi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi. Sedangkan penetapan batas deliniasi secara mikro disesuaikan dengan tipologi kawasan cagar budaya yang telah ditentukan.

42 Adapun penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya tersebut, baik secara makro dan secara mikro, terdapat 2 jenis penetapan batas deliniasi yakni secara spasial dan non-spasial. Penetapan batas deliniasi kawasan secara spasial dibuat dengan berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut : 1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan 2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya 4. Batas administratif pemerintahan 5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya 6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya Sedangkan, penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya secara non-spasial dibuat dengan berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya 2. Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari kawasan

43 Saran Potensi kebudayaan yang berada di Kabupaten Ngawi, baik berupa benda cagar budaya maupun kebudayaan masyarakat (kultur),perlu dioptimalkan fungsinya dan dibuat arahan pengembangan agar memiliki nilai manfaat lebih baik bagi masyarakat maupun bagi Kabupaten Ngawi. Dapat dikembangkan sebagai bentuk arahan revitalisasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi. Sehingga nantinya akan tetap terlindungi dan terpelihara dengan baik serta keberadaannya selalu terjaga. Tipologi kawasan cagar budaya yang telah dihasilkan dari penelitian ini, dapat dikembangkan atau diarahkan sebagai suatu kawasan sesuai dengan potensi dan kekhasannya. Dalam melakukan pengembangan kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi akan dapat berjalan dengan baik apabila melibatkan seluruh pihak, mulai dari pemerintahan, swasta, dan masyarakat. Sehingga nantinya pengembangan kawasan dapat dilakukan secara maksimal.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada

Lebih terperinci

Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi

Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Krismadhita Cytonia Rohananda dan Rimadewi Suprihardjo Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN WANA WISATA MONUMEN SOERDJO NGAWI

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN WANA WISATA MONUMEN SOERDJO NGAWI LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN WANA WISATA MONUMEN SOERDJO NGAWI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN Laporan Akhir V - 40

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN Laporan Akhir V - 40 RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2010-2030 Laporan Akhir V - 40 5.2.2.7. Kawasan Peruntukan Pariwisata Kawasan peruntukan di Kabupaten Ngawi terdiri atas: kawasan pariwisata budaya, kawasan pariwisata

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding.

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding. HASIL PENELITIAN KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI PUSAT KOTA LAMA MANADO Yenie Naftalia Tonapa 1, Dwight M. Rondonuwu, ST. MT 2, Dr. Aristotulus E. Tungka, ST.MT 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Kriteria PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PENELEH KOTA SURABAYA

Kriteria PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PENELEH KOTA SURABAYA TUGAS AKHIR (PW 09-1328) Kriteria PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI KAMPUNG PENELEH KOTA SURABAYA Dosen pembimbing: Dr. Ir. RIMADEWI SUPRIHARJO, MIP OLEH: NINDYA ROSITA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi

Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi PENS 2013 Objectives Memahami definisi peta Mengenal Jenis-Jenis Peta Memahami Tujuan Setiap Jenis Peta Referensi 1. Eddy Prahasta, Sistem Informasi Geografis, Informatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan BAB 6 PENUTUP Pada bab ini disampaikan kesimpulan hasil studi pengembangan konsep revitalisasi tata lingkungan tradisional Baluwarti, saran untuk kepentingan program revitalisasi kawasan Baluwarti, dan

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism

Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-154 Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism Lilik Krisnawati dan Rima Dewi Suprihardjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN, PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PARIWISATA

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN, PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PARIWISATA 1 BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN, PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung kota adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk masih membawa sifat dan prilaku kehidupan pedesaan

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR

P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Disampaikan oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala Bappeda Kutai Timur) Dalam rangka Seminar Internasional dengan tema Kawasan Cagar Alam dan Budaya Sangkulirang: Sebuah

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER TUGAS AKHIR 111 PERIODE APRIL SEPTEMBER 2010 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER OLEH : RAGIL RINAWATI NIM : L2B 006 067 DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

LILIK KRISNAWATI DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP

LILIK KRISNAWATI DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN CAGAR BUDAYA SINGOSARI MALANG SEBAGAI HERITAGE TOURISM LILIK KRISNAWATI 3610100034 DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP ALUR PIKIR PENELITIAN Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya mempunyai sejarah yang panjang dan tidak terlepas dari dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sejarah panjang peradaban dan kebudayaan manusia. Jejak jejak manusia purba dan peradabannya yang ditemukan dari lapisan pleistosen terdapat di berbagai

Lebih terperinci

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat C38 Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat Bagiar Adla Satria dan Prananda Navitas Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk 11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui BAB I PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui tentang : Desain : Kerangka bentuk atau rancangan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-63 Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya) Volare Amanda Wirastari

Lebih terperinci

KONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON. oleh

KONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON. oleh KONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON oleh DIANE ELIZABETH DE YONG 3208201830 Latar Belakang PENDAHULUAN Bangsa Portugis membangun benteng tahun 1588 dan diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI sungai besar dan sungai kecil, yaitu kurang lebih 3.830,18 ha. Nama sungai di Kabupaten Ngawi yang mempunyai sempadan sungai dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini. 11 Kali Kuluhan 14 000 16 JUMLAH 419

Lebih terperinci

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Seni rupa sebagai ciptaan manusia senantiasa dikembangkan di setiap zaman dan tempat yang berbeda, hal itu akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional 1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota Pusaka

Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota Pusaka JUNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-212 Arahan Pengembangan Kota Sebagai Kota Pusaka Taufiq Ardhan dan Putu Gde Ariastita Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak obyek wisata yang tersebar di berbagai pulau di seluruh Indonesia, baik itu wisata alam, wisata kerajinan, maupun wisata

Lebih terperinci

PENATAAN PASAR NGASEM PADA OBYEK WISATA TAMAN SARI YOGYAKARTA

PENATAAN PASAR NGASEM PADA OBYEK WISATA TAMAN SARI YOGYAKARTA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PASAR NGASEM PADA OBYEK WISATA TAMAN SARI YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi

Lebih terperinci

PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG

PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG PREVIEW II ARAHAN PENGENDALIAN ALIH FUNGSI DAERAH RESAPAN AIR MENJADI LAHAN TERBANGUN DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG NASTITI PREMONO PUTRI (3609100069) DOSEN PEMBIMBING : IR. HERU PURWADIO,MSP LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Kabupaten Sumenep

Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Kabupaten Sumenep Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Kabupaten Sumenep FERU SUKARYONO 3608100026 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang

Lebih terperinci

dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km 2, di mana sekitar 39

dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km 2, di mana sekitar 39 BAB II GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Ngawi Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil dari kesimpulan tersebut.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENERUSAN KEBUDAYAAN GENERASI LAMA MEWARISKAN KEBUD KPD GENERASI BARU MELALUI PENDIDIKAN FORMAL/INFORMAL KEBUDAYAAN: JAWABAN ATAS PERTANYAAN DAN

PENERUSAN KEBUDAYAAN GENERASI LAMA MEWARISKAN KEBUD KPD GENERASI BARU MELALUI PENDIDIKAN FORMAL/INFORMAL KEBUDAYAAN: JAWABAN ATAS PERTANYAAN DAN AKP PERTEMUAN I PENERUSAN KEBUDAYAAN GENERASI LAMA MEWARISKAN KEBUD KPD GENERASI BARU MELALUI PENDIDIKAN FORMAL/INFORMAL KEBUDAYAAN: JAWABAN ATAS PERTANYAAN DAN PERSOALAN YG DIHADAPI MANUSIA PERSOALAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda peninggalan bersejarah dan purbakala yang merupakan warisan dari nenek moyang bangsa ini. Peninggalan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Batu menuju KOTA IDEAL

Batu menuju KOTA IDEAL Batu menuju KOTA IDEAL 24 September 2014 Disampaikan dalam acara Sosialisasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu Dinas Perumahan Kota Batu Aris Subagiyo Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Herbal Plant /Tanaman : Reserch /Penelitian:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Herbal Plant /Tanaman : Reserch /Penelitian: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Pengertian Judul: HERBAL PLANT RESERCH CENTER di KARANGPANDAN Sebagai Tempat Wisata Herbal dan Edukasi Herbal adalah sebagai berikut. Herbal : Herbal adalah tanaman

Lebih terperinci